Professional Documents
Culture Documents
Sematnik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau semua tataran yang
bangun membangun ini : makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi dan
sintaksis. Oleh karena itu penamaan tataran untuk semantik agak kurang tapat, sebab
semantik bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain yang lebih besar
melainkan merupakan unsur yang berada semua tataran itu.
Semantik tidak lagi menjadi objek periferal, melainkan menjadi objek yang setaraf
dengan bidang-bidang studi linguistic lainnya.
Menurut de Saussure setiap tanda linguistic atau tanda bahasa terdiri dari 2
komponen yaitu:
Contoh:
Contoh:
pinsil bermakna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan
arang’
Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi,
reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Misalnya, dalam proses afiksasi
prefk ber-
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada
didalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan
situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
Contoh:
Berkenaan dengan acuan ini ada sejumlah kata yang disebut kata-kata
diektik, yaitu kata yang acuannya tidak menetap pada satu maujud,
melainkan dapat berpindah dari maujud yang satu keada maujd yang lain.
Yang termasuk kata-kata deiktik yaitu: dia, saya, kamu, di sini, di sana, di
situ, sekarang, besok, nanti, ini, itu.
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya
yang dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya
sama dengan makna leksikal.
Contoh:
Kata kurus, ramping, dan kerempeng itu dapat disimpulkan, bahwa ketiga
kata itu secara denotatif mempunyai maknayang sama atau bersinonim,
tetapi ketiganya memiliki konotasi yang tidak sama; kurus berkonotasi
netral, ramping berkonotasi positif, dan kerempeng berkonotasi negatif.
Makna konseptual sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan
makna refensial, yaitu makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari
konteks atau asosiasi apa pun.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata
berkenan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada diluar
bahasa.
Contoh:
Dalam pengunaan makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah
berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Oleh karana itu
dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak
jelas.
Jadi, kata tangan dan lengan pada kedua kalimat diatas adalah bersinonim,
atau bermakna sama.
Berbeda dengan kata, Istilah mempunyai makna yang pasti, yang jelas, yang
tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Sering dikatakan bahwa
istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks. Istilah hanya
digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu.
Misalnya, kata tangan dan lengan itu dalam bidang kedokteran mempunyai
makna yang berbeda.
Jadi, kata tangan dan lengan sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak
bersinonim, karena maknanya berbeda.
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ‘diramalkan’ dari
makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.
Idiom dibedakan menjadi dua macam, yaitu idiom penuh dan idiom
sebagian. Yang dimaksud idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-
unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga maknanya berasal
dari seluruh kesatuan itu. Contohnya, membanting tulang, menjual gigi, dan
meja hijau. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu
unsurnya masih memiliki makna leksikalnya sendiri. Misalnya, daftar hitam
yang bermakna ‘daftar yang memuat nama-nama orang yang diduga atau
dicurigai berbuat kejahatan’.
Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan, maka yang
disebut peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditrlusuri atau dilacak
dari makna unsur-unsurnya karena adanya “asosiasi” antara makna asli
dengan maknanya sebagai peribahasa. Misalnya, peribahasa seperti anjing
dengan kucing yang bermakna ‘dikatakan ihwal dua orang yang tidak
pernah akur’. Makna ini berasosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing
dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
Yang dimaksud dengan relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat
antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Relasi makna
ini biasanya membicarakan tentang sinonim, antonim, polisemi, homonimi,
hiponimi, ambiguiti, dan redundasi.
6.3.1. Sinonim
6.3.2. Antonim
Antonim atau antinimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan
ujaran
6.3.3. Polisemi
Sebuah kata disebut polisemi kalau kata itu mempunyai makna lebih dari
satu, biasanya makna pertama (yang didaftarkan di dalam kamus) adalah
makna sebenarnya,. Yang lain adalah makna-makna yang dikembangkan
berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata satuan ujaran
itu.
Contoh:
6.3.4. Homonimi
Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya
kebetulan sama, maknanya berbeda karena masing-masing merupakan kata
atau bentuk ujaran yang berlainan, dan tidak berhubungan seperti polisemi.
Misalnya, antara kata bisa yang berarti ‘racun ular’ dan kata bisa yang
berarti ‘sanggup’.
Pada homonimi ini ada istilah homofoni dan homografi. Yang dimaksud
homofoni adalah adanya kesamaan bunyi (fon) antara dua satuan ujaran
tanpa memperhatikan ejaannya, apakah ejaannya sama ataukah berbeda.
Contoh, bisa berarti ‘racun’ dan bisa berarti ‘sanggup’. Bank ‘lembaga
keuangan’ dan bang ‘kakak laki-laki’.
6.3.5. Hiponimi
Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang
maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain. Misalnya, antara
kata merpati dan kata burung, makna kata merpati tercakup dalam makna
burung, dapat dikatakan merpati adalah burung, tetapi burung bukan hanya
merpati, bisa saja perkutut, beo, dan cendrawasih.
Relasi hiponimi bersifat searah, bukan dua arah, sebab kalau merpati
berhiponim dengan burung, maka burung bukan berhiponim dengan
merpati, melainkan berhipernim. Dengan kata lain, kalau merpati adalah
hiponim dari burung, maka burung adalah hipernim dari merpati.
Kemungkinan makna 1 dan 2 itu terjadi karena kata baru yang ada dalam
konstruksi itu, dapat dianggap menerangkan frase buku sejarah,dapat juga
dianggap hanya menerangkan kata sejarah.
6.3.7. Redundasi