You are on page 1of 5

Mencermati potensi diri

Untuk mengetahui potensi diri, langkah pertama tentunya adalah mulai dengan melakukan refleksi diri. Ada beberapa pertanyaan yang sangat bagus,
yang ditujukan pada diri sendiri ...

 Siapakah aku sebenarnya?


 Untuk apa aku ada di dunia ini?
 Siapa yang menciptakan aku?
 Untuk apa Dia menciptakan aku?
 Apa yang bisa aku perbuat untuk kehidupan duniaku?
 Apa yang bisa aku perbuat untuk kehidupan akhiratku?
 Apa kelebihanku?
 Apa kelemahanku?

Ini menarik, karena dalam salah satu pelatihan kepemimpinan yang saya ikuti, ada 3 pondasi untuk menjadi seorang pemimpin (leader). Yang pertama
dan paling penting adalah justru mengetahui diri sendiri.
Langkah kedua adalah melibatkan orang lain. Keluarga, teman, rekan kerja, tetangga. Bagaimana caranya? Dengan meminta feedback atau umpan
balik. Umpan balik ini bentuknya bisa sapaan yang menyemangati kita ketika berbuat yang benar, dan teguran kritik ketika kita berbuat salah.
Dalam pelatihan kepemimpinan yang saya ikuti, umpan balik secara kontinyu adalah salah satu alat yang penting dalam pencapaian kemajuan yang
berarti. Lebih jauh lagi, umpan balik berupa kritik haruslah yang sifatnya pedas dan jelas dan bukan sekedar basa-basi. Mengapa? Karena hanya dengan
begitulah kita akan segera tersadar dengan kekeliruan kita. Menurut sang pengajarnya, bagi kita yang menerima, kritik haruslah kita terima sebagai suatu
pemberian berharga (gift), sehingga hati kita bisa menerimanya secara terbuka.
Satu hal yang tidak boleh kita lupakan, adalah selain menangani kelemahan diri, yang juga tak kalah penting adalah mengolah kelebihan kita. Kalau kata
Maxwell fokuskan 75% usaha kita pada kekuatan kita, 25% pada hal-hal baru, dan hanya 5% pada kelemahan kita. Dalam pelatihan lain yang saya ikuti
pula, ditekankan pada pentingnya mengolah kelebihan dan fokus pada kelemahan hanyalah jika itu sifatnya fatal. Misalnya apa? Bekerja di perusahaan
multinasional tapi tidak bisa bahasa Inggris .... :)

Tidak ada seorangpun yang tidak ingin mencapai ‘sukses” dalam hidupnya. Namun, meraih kesuksesan jelas bukanlah perkara gampang. Ketika kita
berusaha untuk meraih apa yang kita inginkan, banyak tantangan yang harus dihadapi. Ada kalanya seseorang seseorang begitu tegar, tetapi tidak sedikit
juga yang patah semangat bahkan menyerah karena merasa tidak sanggup menghadapi tantangan yang ada di depannya.
Banyak orang merasa gagal, tidak berdaya dan tidak bisa meraih sukses dalam hidupnya. “Saya sudah bekerja dengan sangat keras, tapi hidup saya tidak
ada perbaikan apapun, sementara orang lain hidupnya begitu mudah”. “Jenjang karier di kantor saya tidak jelas, orang yang mendapatkan posisi yang
baik belum tentu oprang yang tepat”. “Karier saya dari dulu tidak berubah, karena atasan saya tidak suka dengan saya”. Memang saya tidak mampu, diri
ini bodoh, makanya saya tidak pernah berhasil”. Yah, sudah nasip saya begini, pendidikan saya rendah, orang tua saya orang biasa-biasa saja, jadi pantas
saja kalau saya tidak berhasil”. Demikianlah antara lain keluhan sebagian orang yang merasakan hidupnya gagal, tidak sukses dan merasakan dirinya
tidak berarti. Bahkan keluhan itu tidak hanya sekedar keluhan hati, tapi sudah menjadi obrolan seru di sudut-sudut kantor bahkan menjadi keyakinan yang
mengakar dalam diri.
Kita sering ragu akan kemampuan diri sendiri untuk membuat perubahan. Jangankan membuat perubahan untuk lingkungan, membuat perubahan di
dalam hidup kita sendiri pun kita merasa tidak mampu. Kita merasa terperangkap dalam segala keterbatasan. Kita sering lupa, bahwa kita adalah makhluk
paling sempurna di muka bumi ini. Di dalam diri kita ada kemampuan, ada kekuatan dan kekuasaan tak terbatas (Anthony Robbins, penulis Inner
Strenght dan Unlimited Power).
Lalu mengapa ada orang yang bekerja keras namun hidupnya tetap saja susah dan orang yang kerjanya santai tapi hidupnya berkelimpangan sukses.
Banyak faktor yang menyebabkan hal ini. Salah satu penyebabnya adalah karena seseorang bekerja tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Itulah
pentingnya seseorang mengenal dan mengukur potensi dirinya.
Pengenalan dan pengukuran potensi diri sangat diperlukan bagi seorang pemimpin. Untuk itu pemahaman tentang potensi dirinya sangat dianjurkan.
Pengukuran potensi diri tersebut dapat dilakukan melalui diri sendiri (intruspeksi diri), melalui feed back dari orang lain serta tes-tes psikologis.
Dengan mengetahui potensi diri, maka diharapkan seseorang dapat memaksimalkan potensi – potensi positif (kekuatan-kekuatan) yang dimiliki dan
meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada.
Adapun manfaat pengembangan potensi adalah untuk mengembangkan nature dan nurture secara tepat. Nature adalah kepribadian manusia yang
terbentuk dari bawaan/lahir/bakat. Sedangkan nurture adalah kepribadian manusia yang terbentuk karena pengaruh lingkungan. Dengan demikian
pengembangan potensi diri berarti berusaha mengembangkan kepribadian yang berasal dari dalam/bakat dan dikembangkan setelah berinteraksi dengan
lingkungan dimana seseorang berada.

Potensi Diri yang Unik


Pada tahap awal penggalian potensi diri, seseorang perlu menyadari bahwa setiap orang memiliki potensi diri.  Tidak ada seorangpun yang tidak memiliki
potensi diri, terutama orang sehat.  Potensi diri yang dimiliki seseorang, pada dasarnya merupakan sesuatu yang unik.  Artinya, tidak ada keharusan
semua orang memiliki potensi atau kemampuan yang sama persis.  Semuanya diberikan sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan seseorang dalam
mengembangkan potensinya.  Ada yang mampu mengembangkan hingga dua kali lipat dari yang ada saat ini, mungkin juga ada yang lebih.  Bahkan tidak
menutup kemungkinan seseorang gagal untuk mengembangkan potensi dirinya.
Potensi diri merupakan karunia atau anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada ciptaan-Nya.  Tidak ada seorangpun yang tidak memilikinya, hanya
kadar dan spesifikasinya yang mungkin berbeda.  Ada yang memiliki potensi dibidang musik, ada pula yang memiliki potensi dibidang homiletik, atau
ada yang dibidang hermeneutik, dan sebagainya.
Mungkin ada baiknya melihat adanya berbagai karunia yang diungkapkan dalam suratan Paulus.  Ada untuk mengajar, ada untuk menyembuhkan, ada
untuk bernubuat dan sebagainya.  Semua karunia yang dimiliki seseorang merupakan potensi diri yang harus dikembangkan.  Dan ini merupakan suatu
hal yang sangat spesifik dan unik.  Karena itu semua adalah karunia, maka tergantung pada yang memberi karunia.
Keunikan-keunikan dalam setiap potensi diri perlu dipadukan sehingga akan diperoleh sebuah aransemen yang baik untuk mengembangan suatu
organisasi.  Keunikan ini pada dasarnya saling melengkapi dan bukan saling meniadakan.  Potensi yang satu menjadi bagian dari potansi yang lain. 
Dengan demikian, tidak perlu adanya kecemburuan atau iri terhadap potensi diri orang lain.

Potensi Diri Seorang Pemimpin


Kepemimpinan pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang.  Tidak ada seorangpun yang tidak memiliki potensi untuk menjadi pemimpin.  Kepemimpinan
tidak harus berkaitan langsung dengan orang lain atau suatu organisasi.  Kepemimpinan dimulai dari diri sendiri.  Sementara itu tidak ada yang tidak mau
untuk memimpin diri sendiri.  Sehingga setiap orang akan menjadi pemimpin, minimal untuk dirinya sendiri.
Bagi kalangan muda, kepemimpinan diperlukan.  Pemuda akan menjadi kepala rumah tangga.  Di sini ada tuntutan kepemimpinan.  Demikian pula, para
pemudi yang nantinya akan memimpin anak-anaknya.  Sehingga pengembangan potensi diri sebagai seorang pemimpin sangat diperlukan.  Gaya
kepemimpinan yang dikembangkan sebaiknya berasal dari potensi diri yang ada.  Tidak perlu mengubah diri dengan menjadi orang lain.
Penggalian potensi diri seorang pemimpin dapat tercermin dari visi dan misi yang dimilikinya. Selain itu juga beberapa faktor pengembangan diri seperti
ambisi, percaya diri, kehati-hatian, daya tahan terhadap pencobaan atau masalah, dan toleransi sangat mempengaruhi penggalian potensi diri seseorang.

Menggali Potensi Diri


Untuk mengetahui potensi diri, terdapat beberapa pendekatan sebagaimana mengenali siapakah diri kita sesungguhnya.  Ada yang menilai potensi diri
berdasarkan persepsi diri sendiri, ada yang berdasarkan persepsi orang lain, dan juga ada yang mencoba menggali berdasarkan pendekatan hakiki yaitu
menurut pandangan Allah.
Pada saat melihat potensi diri berdasarkan persepsi diri atau aku menurut aku, sering tercipta sikap ego-sentris.  Kita sering menutup diri dari pandangan
atau pendapat orang lain.  Bahkan sering membatasi potensi diri dengan yang diketahuinya saja.  Pada persepsi ini, cenderung lebih sering menciptakan
ketakutan untuk mencoba menggali potensi diri dengan berbagai kemampuan yang ada.  Pembatasan ini sangat tidak menguntungkan bagi orang yang
mau untuk berkembang.
Ketika potensi diri hanya didasarkan pada persepsi orang lain, maka cenderung tidak ada kepastian.  Pandangan orang akan menciptakan kelabilan dalam
menentukan dan menggali potensi diri, jika dilakukan sebagai dasar.  Seringkali akan menciptakan seseorang yang kehilangan jati dirinya.  Pada kondisi
ini sikap percaya diri cenderung tidak kuat.  Sikap suka dan tidak suka orang lain akan cukup berperan dalam pendekatan ini. 
Sementara itu, ada yang mencoba melakukan perpaduan pendekatan dengan menggunakan persepsi orang lain sebagai persepsi diri sendiri.  Pendekatan
ini dapat dikatakan cukup obyektif, namun masih kurang akurat.  Tarik menarik antara persepsi diri sendiri dengan persepsi orang lain akan terjadi dalam
pendekatan ini.  Tidak jarang seseorang akan menunjukkan bahwa persepsinya benar dengan dukungan orang lain.  Sering kali muncul kecenderungan
untuk tidak mengakui persepsi dari pihak lain jika tidak sesuai dengan pemikirannya.
Pendekatan yang lebih tepat adalah menggali dengan memadukan persepsi sendiri, orang lain, dan merenungkan pandangan Allah terhadap potensi yang
kita miliki.  Pendekatan ini menuntut adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Allah.  Jika pendekatan ini dilakukan, maka akan dapat
dipastikan bahwa pengembangan potensi diri akan dapat diperoleh secara tepat untuk melengkapi pelayanan.
Beberapa contoh dalam Alkitab menunjukkan manusia sering kali tidak mampu mengenali potensi yang ada dalam dirinya secara tepat.  Setelah dekat
dengan Allah maka potensi diri itu nyata.  Misalnya Musa yang mengaku tidak memiliki kemampuan dalam meyakinkan Bangsa Israel untuk keluar dari
tanah Mesir.  Tetapi Allah mengenal Musa dan IA menunjukkannya kepada Musa, tentang siapakah dia yang sesungguhnya.  Demikian juga ketika musa
mengatakan tidak memiliki kemampuan untuk berbicara, maka Allah melengkapi dengan Harun sebagai juru bicara.
Contoh lainnya adalah Daud.  Isai sang Ayah maupun Samuel melihat kakak-kakak Daud lebih berpotensi sebagai raja Israel pengganti Saul.  Tetapi
pandangan Samuel dan Isai salah, karena Allah melihat hal lain yang tersembunyi.  Sehingga Daud yang diurapi untuk menjadi raja Israel.

Penutup
Potensi yang ada pada setiap orang sangat perlu dikembangkan guna mendukung pelayanan yang dipercayakan.  Jangan pernah membatasi dan
menghakimi diri sendiri dengan kata tidak bisa atau pun bersembunyi dibalik kata “aku tidak punya talenta”.

Setiap manusia memiliki bermacam-macam potensi diri yang dapat dikembangkan. Tidak sedikit manusia belum sepenuhnya mengembangkan dan
menggunakan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini terjadi dikarenakan mereka belum atau bahkan tidak mengenal potensi dirinya dan hambatan-
hambatan dalam pengembangan potensi diri tersebut. Mampu mengembangkan potensi diri merupakan dambaan setiap individu. Mampukan seseorang
mengembangkan potensi dirinya secara efektif? Itu bergantung pada motivasi diri, karena pengembangan potensi diri merupakan suatu proses yang
sistematis dan bertahap. Tahapan pengembangan potensi diri tersebut antara lain melalui pengenalan dan pengukuran potensi diri, menentukan konsep
diri, mengenal hambatan-hambatan serta aktualisasi diri.

Potensi pada diri manusia merupakan salah satu pembeda antara individu yang satu dengan lainnya. Adapun potensi tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai: 1) kemampuan dasar, seperti tingkat intelegensia, logika, kemampuan abstraksi dan daya tangkap; 2) sikap kerja, seperti ketekunan, ketelitian,
tempo kerja dan daya tahan terhadap stres; 3) kepribadian, yaitu pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik yang
jasmaniah, mental, rohani, emosional maupun sosial, yang semuanya telah ditata dalam cara khas dibawah aneka pengaruh dari luar. Beberapa contoh
potensi diri manusia tersebut antara lain kejujuran, keimanan, kesetiaan, kerapian, ketegasan, kematangan, kedewasaan, kecerdikan, kebijakan,
keramahtamahan dan sebagainya.

Pengembangan diri harus diawali dengan pengenalan diri, salah satu caranya adalah melalui pengukuran potensi diri. Pengenalan diri akan membantu
individu melihat kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya, mengetahui hal-hal yang berkembang dengan hal-hal yang masih perlu dikembangkan.

Pengukuran potensi diri dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah potensi-potensi yang dimiliki oleh seorang individu, baik yang diperoleh
melalui introspeksi diri maupun malalui feed back dari orang lain serta tes psikologis.

1)  Penilaian diri


Yang dimaksud dengan penilaian diri ini adalah menilai diri sendiri. Ada juga yang mengatakan instropeksi. Sebagian orang mengatakan bahwa dengan
cara ini penilaian yang dilakukan sangat subyektif, karena orang umumnya tidak mau melihat kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Tapi pendapat lain
mengatakan bahwa yang paling kenal diri anda adalah anda sendiri.

2) Pengukuran diri melalui feed back orang lain

Feed back merupakan komunikasi yang ditujukan kepada seseorang yang akan memberikan informasi kepada orang yang bersangkutan, bagaimana orang
lain terkena dampak olehnya, bagaimana kesan yang ditimbulkan pada orang lain dengan tingkah laku yang ditunjukkannya. Feed back membantu
seseorang untuk menelaah dan memperbaiki tingkah lakunya dan dengan demikian ia akan lebih mudah mencapai hal-hal yang diinginkannya.

3) Tes kepribadian

Tes kepribadian merupakan salah satu instrumen untuk pengenalan diri sendiri, beberapa tes kepribadian untuk pengukuran potensi diri, yaitu:
kepercayaan terhadap diri sendiri, tingkat kehati-hatian, daya tahan menghadapi cobaan, tingkat toleransi, dan pengukuran ambisi.

PENDAHULUAN
Setiap individu yang mulai memasuki lingkungan yang baru baik yang
berkaitan dengan situasi sosial maupun situasi tugas/pekerjaan, perlu
melakukan penyesuaian diri baik disadari maupun tidak disadarinya.
Demikian pula yang terjadi pada individu karyawan baru yang ditempatkan
di suatu posisi ataupun karyawan lama yang baru ditempatkan kembali di
posisi yang baru (mutasi atau promosi). Dalam menghadapi situasi kerja
yang baru ada kemungkinan dua proses psikologis yang terjadi yaitu
karyawan beradaptasi atau karyawan menyesuaikan diri (adjustment). Oleh
karena proses adaptasi ataupun penyesuaian diri ini sangat penting dan
berpengaruh terhadap optimalisasi potensi karyawan untuk melaksanakan
pekerjaan dan mencapai performansi yang berhasil (sukses), maka sejauh
mana karyawan mengenali potensi dirinya dan siap mengembangkan
potensi akan sangat penting. Dalam paparan berikut akan dijelaskan
mengenai Pengenalan Potensi Diri dan Pengembangan Potensi Diri yang
dapat berguna bagi karyawan dalam rangka mencapai performansi unggul.
PENGENALAN DIRI
Sebelum seorang karyawan melakukan pengembangan diri dalam rangka
menggunakan dan mengoptimalisasi seluruh kemampuannya untuk
mencapai kinerja yang unggul, ada beberapa cara untuk mengetahui,
menilai atau mengukur dengan akurat berbagai kelebihan/kekuatannya dan
kelemahan/kekurangannya.
Adapun cara-caranya adalah sebagai berikut :
a. Introspeksi diri (pengukuran individual)
Dalam cara ini, individu meluangkan waktu untuk mengevaluasi apa
yang telah dilakukannya, apa yang telah ia capai dan apa yang ia
miliki sebagai suatu kelebihan yang dapat mendukung dan apa
2.yang ia miliki sebagai suatu kekurangan yang menghambat
tercapainya prestasi tinggi.
Cara ini efektif bila individu bersikap jujur, terbuka pada dirinya
sendiri, mau dengan sungguh-sungguh memperhatikan kata hati
b. Feedback dari orang lain
Dalam cara ini karyawan meminta masukan berupa informasi atau
data penilaian tentang dirinya dari orang lain, apakah itu rekan
kerja, atasan, bawahan maupun dari anggota keluarga. Masukan
berupa umpan balik (feedback) ini meliputi segala sesuatu tentang
sikap dan perilaku seseorang yang tampak/terlihat , dipersepsi oleh
orang lain yang bertemu, berinteraksi dengannya. Cara ini
bertujuan untuk membantu seseorang menelaah dan memperbaiki
tingkah laku.
Beberapa persyaratan suatu feedback efektif adalah :
- Diberikan secara langsung kepada individu, jika diberikan
secara tidak langsung
Akan bermanfaat jika bukan berupa penilaian.
- Pernyataan yang disampaikan bersifat evaluatif dan deskriptif.
Artinya akan lebih bijaksana mendeskripsikan tingkah laku yang
dinilai ‘positif’ maupun ‘negatif’ karena tidak memberi ‘cap’
tertentu kepada individu yang diberi umpan balik.
- Diberikan sesuai kebutuhan dan dikehendaki penerima. Artinya
individu yang memang membutuhkan umpan balik akan lebih
mudah menerima penilaian tentang dirinya baik yang bersifat
positif maupun negative sehingga memungkinkan perubahan
yang signifikan pada tingkah lakunya.
- Disampaikan pada waktu yang tepat. Artinya umpan balik
disampaikan kepada
3penerima pada saat penerima siap mendengarkan umpan balik,
pada waktu yang
khusus, misalnya tidak dihadapan orang lain, dan pada waktu
yang tidak terlalu
jauh dengan waktu terjadinya perilaku.
- Dicek pada si pengirim. Artinya umpan balik akan efektif bila
penerima umpan
balik mencek apa yang ia ‘tangkap’ dari pesan penilaian yang
disampaikan oleh
penerima
- Dicek pada orang lain dalam kelompok. Untuk meyakinkan bahwa
umpan balik
yang diterima tidak salah dimaknakan, penerima bisa mencek
juga kepada sesama
rekan kerja dalam kelompok.
c. Tes Psikologi
Tes Psikologi yang mengukur potensi psikologis individu dapat
memberi gambaran kekuatan dan kelemahan individu pada
berbagai aspek psikologis seperti kecerdasan/ kemampuan
intelektual (a.l kemampuan analisa , logika berpikir, berpikir kreatif,
berpikir numerikal), potensi kerja (a.l vitalitas, sumber energy kerja,
motivasi, ketahanan terhadap stress kerja), kemampuan sosiabilitas
(a.l stabilitas emosi, kepekaan perasaan, kemampuan membina

relasi sosial ) dan potensi kepemimpinan .

Pemimpin Sesungguhnya (Bukan “Budak” Bertopeng Pemimpin)


 Memberi inspirasi (“Inspiring”)
 Memberi arah (“Visioning”)
 Memfasilitasi orang agar berhasil (“Facilitating”) Memberdayakan (Enabling”)
Langkah-langkah Pembentukan Sikap Positif
 Fokus pada perubahan, lihat sisi positif
 Jadikan kebiasaan untuk tidak menunda pekerjaan
 Kembangkan sikap bersyukur / berterima kasih
 Ikuti program pendidikan yang continue (value education)
 Bangun harga diri positif
 Jauhi pengaruh negatif
- Orang yang negatif
- Rokok, alkohol, narkoba
- Pornografi
- Film dan program TV yang negatif

 Belajar menyukai hal yang harus dikerjakan

Usaha Meningkatkan dan Memaksimalkan Prestasi Pribadi


 Membuka “gembok” potensi diri
(unlocking potential power)
 Mengelola sumber daya dalam diri
(managing inner resources)
 Melakukan langkah besar / raksasa menuju sukses
(giant steps to success)
Mengelola Sumber Daya Dalam Diri
 Membuang belenggu “tidak mungkin”
 Membuang beban yang tidak perlu
 Memasarkan diri sendiri
 Menyingkirkan kebiasaan yang mematikan sensitivitas, kreativitas
dan inovasi

 Membuat nyali kemanusiaan berfungs

Pengembangan potensi diri adalah suatu usaha atau proses yang terus menerus menuju pribadi yang mantap dan sukses. Pribadi yang mantap
dalam artian menuju kepada kedewasaan mental, sedangkan pribadi yang sukses dalam artian pribadi yang mampu tampil sebagai pemenang
dengan mengalahkan semua unsur negatif dalam diri kita.  Salah satu cara untuk mengetahui apakah kita telah mencapai perkembangan diri
secara optimal atau mencapai pribadi yang sukses dan mantap adalah dengan mengenal diri sendiri. Mengenal diri sendiri dalam artian
memperoleh pengetahuan tentang totalitas diri yang tepat dengan menyadari kekuatan dan kelemahan masing-masing.
Pengenalan diri sangat diperlukan dalam mengembangkan potensi-potensi yang positif serta meminimalisasi potensi-potensi yang
negatif. Pengenalan diri dapat melalui (1) introspeksi diri, (2) umpan balik dari orang lain, dan (3) test psikologi.
Introspeksi diri
Introspeksi diri merupakan peninjauan terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya) diri sendiri atau disebut juga
dengan mawas diri. Introspeksi diri dilakukan, karena kita sendiri yang paling mengetahui diri sendiri, dengan mendengarkan suara hati yang
paling dalam dan dilakukan secara jujur. Misalnya : merenungkan diri sendiri dan menuangkan potensi-potensi yang ada pada diri sendiri ke
dalam tabel kekuatan diri dan kelemahan diri.
Introspeksi diri akan sulit dilakukan apabila kita tidak mengetahui potensi diri sendiri, baik yang positif maupun yang negatif.  Untuk
mengetahui potensi yang tersembunyi dari diri kita atau kita tidak mengetahuinya, kita dapat meminta bantuan orang lain. 
Umpan Balik
Orang lainlah yang akan selalu menilai kebiasaan perilaku kita. Pengenalan diri melalui orang lain dapat dilakukan dengan meminta umpan
balik tentang potensi diri baik yang positif maupun yang negatif.
Bila kita ingin menggunakan umpan balik sebagai alat untuk membantu orang lain mengembangkan pribadinya agar umpan balik yang
dimaksud untuk kebaikan orang lain, benar-benar efektif. Sebaliknya, dapat menyebabkan salah mengerti dan bahkan dapat diakhiri dengan
perasaan tersinggung, tegang, kesal, jengkel, marah, sedih, frustasi, dan menimbulkan pertikaian. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
memberikan umpan balik adalah :
1.            Tujuan. Umpan balik benar-benar untuk kebaikan orang khususnya orang terdekat dan bukan sekedar untuk menghilangkan
kejengkelan kita atau sekedar iseng saja.
2.            Umpan balik positif dan negatif. Umpan balik tidak hanya untuk hal-hal yang negatif saja pada seseorang (kelemahan atau
kekurangannya), tetapi juga untuk hal-hal yang positif (kekuatan atau kelebihannya). Seringkali orang tidak sadar akan kelebihannya dan
kekurangannya. Menyadari kelebihannya akan sangat membantu untuk mengembangkan dan menyadari kekurangannya akan membantu
untuk menguranginya.
3.            Dapat diperbaiki. Di dunia ini tidak ada manusia yang persis sama 100 %, meskipun anak kembar karena memiliki perbedaan pada
watak dan perilaku. Watak manusia akan sulit untuk dirubah tetapi sebaliknya, perilaku dapat dirubah dan diperbaiki. Jadi kita harus
mengetahui dengan benar apa yang akan kita umpanbalikkan, watak atau perilaku. Bila yang akan diumpanbalikkan adalah hal yang negatif
sebaiknya kita harus mengetahui terlebih dahulu apakah kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau tidak. Bila tidak dapat diperbaiki, umpan
balik, jangan diberikan, karena kecuali tidak akan efektif, juga akan mendatangkan akibat negatif yang lebih besar.
4.            Siap menerima.  Untuk dapat menerima umpan balik terutama yang bersifat negatif, membutuhkan taraf kedewasaan (sikap diri
dewasa) tertentu agar dapat memperbaiki kekurangannya. Sikap diri dewasa akan tampak ketika menghadapi persoalan secara cerdas,
terarah, tidak berpihak, menggunakan otak, dan mencari pemecahan terbaik atau pun mengumpulkan informasi.
5.            Hubungan antara pemberi dan penerima umpan balik.  Umpan balik akan lebih efektif bila antara pemberi dan penerima sudah saling
mengenal cukup baik, seperti : suami istri, ibu anak, dan sebagainya.
6.            Waktu yang tepat. Secara sadar maupun tidak, sikap diri kita sering berubah-ubah dari sikap diri yang satu ke sikap diri yang lain,
dalam menghadapi satu masalah yang sama. Kita diharapkan harus pandai menentukan “sikap diri” yang cocok dan perlu dipikirkan saat
yang tepat untuk pemberian umpan balik. Dengan mempertimbangkan keadaan emosional penerima. Apakah ia sedang tenang, gelisah, marah-
marah, tergesa-gesa, dan sebagainya ? Kecuali apabila penerima siap untuk dapat menerima umpan balik. Perlu diketahui menurut seorang
ahli jiwa dari California, Dr. Eric Berne, setiap manusia memiliki tiga sikap diri (ego state) yaitu (1) sikap diri orang tua, (2) sikap diri dewasa,
dan (3) sikap diri anak-anak.
7.            Siapkan alternatif-alternatif. Ada kemungkinan besar bahwa setelah seseorang menerima umpan balik yang negatif, ia akan
menanyakan tindakan-tindakan perbaikan kepada pemberi umpan balik. Dalam hal ini sebaiknya pemberi umpan balik sudah siap dengan
beberapa alternatif yang mungkin dapat dipergunakan, kalaupun alternatif-alternatif yang disarankan tidak dapat dipergunakan, pemberi
umpan balik telah memberi kesan yang sangat positif bagi penerima, yakni bahwa pemberi umpan balik tidak hanya melihat kekurangan-
kekurangan, tetapi juga telah berusaha memikirkan perbaikan-perbaikannya, demi kepentingan penerima.
8.            Non-evaluatif.   Pada umumnya tidak ada orang yang senang dinilai, lebih-lebih secara negatif. Umpan balik yang efektif sebaiknya
diberikan dalam bentuk non-evaluatif. Dalam hal ini, dapat disarankan untuk menggunakan kalimat-kalimat yang menunjukkan kesan baik
yang diperoleh dari pemberi umpan balik. Misalnya : Bila yang akan diumpanbalikkan adalah mengenai sikap yang terlalu agresif dari
seseorang, maka kita tidak mengatakan “Sikap saudara terlalu agresif” atau “Sikap saudara kurang baik karena terlalu kasar”, tetapi “Saya
sering merasa takut atau tidak berani berbicara bila berhadapan dengan saudara dalam suatu Diskusi”. Cara ini kecuali non-evaluatif,
sekaligus juga memberi kelonggaran bagi penerima untuk membantah atau bertanya, dan mengundangnya untuk berfikir dan menarik
Kesimpulan sendiri (mengapa orang lain merasa takut berbicara dengan dia ?)
9.            Satu umpan balik. Pada umumnya orang hanya tahan untuk menerima satu umpan balik yang negatif pada sesaat, dengan kata lain,
berikanlah satu persatu umpan balik dengan jeda waktu tertentu. Janganlah memberi umpan balik negatif yang terlalu banyak pada satu saat,
karena hal ini hanya akan membingungkan dan mungkin mematahkan semangat seseorang.
10.          Dialog. Pemberian umpan balik, baik umpan balik positif maupun umpan balik negatif, sebaiknya memberikan kesan untuk
berdiskusi, karena biasanya penerima, menginginkan penjelasan-penjelasan lebih banyak. Berilah ia kesempatan dan sediakanlah waktu untuk
maksud tersebut.
                Hal-hal tersebut di atas sebaiknya diperhatikan benar-benar, supaya umpan balik dapat efektif dan akibat-akibat negatif dapat
dicegah. Khususnya no. 8, bila tidak mungkin untuk memberikan umpan balik secara non-evaluatif, dapat juga orang memberikan terlebih
dahulu umpan balik mengenai hal-hal yang positif. Biasanya orang menjadi lebih siap untuk menerima umpan balik yang negatif setelah ia
menerima umpan balik yang positif.
Test psikologis
                Pengenalan diri melalui test psikologis dilakukan karena potensi diri yang dimiliki tidak diketahui oleh kita sendiri dan orang lain. Tes
ini dilaksanakan dengan cara pengisian instrumen-instrumen yang telah dirancang untuk mengenal diri sendiri. Dari hasil pengisian tersebut
akan didapat dimensi tipologi seperti : (1) Extrovertion, (2) Introvertion, (3) Intuition, (4) Sensation, (5) Thinking, (6) Feeling, (7) Judging, dan
(8) Perceiving. Dari 8 (delapan) tipologi tersebut, David Kersey mengklasifikasikan menjadi 16 (enam belas) tipologi manusia yang
membedakan perilaku-perilakunya.
                Cara yang paling cocok untuk lebih mengenal diri sendiri adalah berpulang kepada diri sendiri. Namun yang jelas, kita harus
meluangkan waktu untuk melihat bagaimana keadaan diri kita yang sebenarnya secara terbuka dengan menerapkan kejujuran. Tanpa
kejujuran dan keterbukaan, kita hanya menemukan topeng-topeng diri kita oleh karena itu dengarlah suara hati nurani kita. (rok)

You might also like