You are on page 1of 1

KONSEP PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM

Pertanyaan mendasar yang dapat diajukan dalam kesempatan kali ini adalah sebuah pertanyaan yang dapat merangkum
pemahaman kita tentang konsep produksi secara komprehensif yang kesemuanya diacukan dalam paradigma berfikir
yang dilandasi oleh nilai-nilai yang bersifat normatif dengan al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pijakan utama.
Pertanyaan tersebut berupa ; apa yang dimaksud dengan produksi? Mengapa harus ada produksi? Bagaimana cara
berp[roduksi dan apa yang menjadi tujuan produksi?.

Dr. Muhammad Rawwas Qalahji mendefinisikan produksi dengan “mewujudkan atau mengadakan sesuatu” atau
“pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai
dalam waktu yang terbatas. Dalam hadist disebutkan bahwa Nabi SAW telah membuat cincin (HR. Bukhari). Beliau
juga pernah membuat mimbar. Dari Sahal berkata: Rasulullah SAW telah mengutus kepada seorang wanita, (kata
beliau):’Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku sehingga aku bisa duduk
di atasnya. Pada masa itu juga orang orang biasa memprodusi barang, dan beliau pun mendiamkan aktifitas mereka.
Sehingga diamnya beliau menunjukkan adanya pengakuan (taqrir) beliau terhadap aktifitas berproduksi mereka.

Jika kita cermati saat ini pemahaman konsep produksi lebih banyak bersifat materialis dan diarahkan pada pencapaian
sesuatu yang hanya diukur oleh nilai-nilai yang terkadang menjadikan kita mengalami ketergantungan untuk mengejar
material-material yang dihasilkan dari produksi tersebut. Dalam tataran mikro dapat kita lihat banyak keluarga yang
mengisi aktifitas kesehariannya dengan dengan pengadaan barang-barang material dan mengabaikan nilai spiritualitas.
Dalam tataran makro misalnya kita ambil negara Jepang dimana tingkat produksinya telah sangat tinggi akan tetapi
disisi lain Jepang mengalami krisdis nilai spiritualitas sehingga meningkatnya tingkat stres yang melanda penduduk
yang pada akhirnya ikut mendorong tingkat bunuh diri yang terjadi.

Dalam Islam wilayah produksi tidaklah sesempit seperti apa yang dipegang oleh kalangan konvensional yang hanya
sekedar mengejar orientasi jangka pendek dengan materi sebagai acuannya dan memberikan peniadaan pada aspek
produksi yang mempunyai orientasi jangka panjang. Sebagai contoh konsep memaksimumkan keuntungan dan
meminimumkan biaya yang pada dasarnya tidak melihat realita ekonomi yang prakteknya berdasarkan pada kecukupan
akan kebutuhan dan market imperfection.

Adapun aspek produksi yang berorientasi pada jangka panjang adalah sebuah paradigma berfikir yang didasarkan pada
ajaran Islam yang melihat bahwa proses produksi dapat menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya pencapaian
aspek yang bersifat materi-keduniaan tetapi sampai menembus batas cakrawala yang bersifat ruhani-keakheratan.

KESALEHAN DAN PRODUKSI

Dr. Monzer Kahf dalam bukunya yang berjudul The Islamic Economy Analytical of The Functioning of The Islamic
Economic System menyebutkan bahwa tingkat kesalehan seseorang mempunyai korelasi positif terhadap tingkat
produksi yang dilakukannya. Semakin saleh seseorang semakin tinggi nilai produktifitasnya, begitu pula sebaliknya.

Selama ini terbangun kesan bahwa kesalehan merupakan hambatan bagi proses produksi. Orang saleh digambarkan
sebagai ossok yang malas yang waktunya hanya dihabiskan untuk beribadah dan jarang menghiraukan aktifitas
ekonomi. Pola pikir negatif ini perlu diluruskan. Pelurusan pemikiran tersebut akan membawa hasil jika diacukan pada
nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam, baik yang termaktub dalam al_Qur’an dan as-Sunnah.

Sumber : Kuliah Informal Pemikiran Ekonomi Islam

You might also like