You are on page 1of 13

1

PENGARUH KOMBINASIJENIS PUPUK KANDANG DENGAN PUPUK ANORGANIK


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH KULTIVAR MAJA
(Allium ascalonicum L)

Oleh :
ASEP MULYANA, SP.
dalam skripsi
Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti - Tanjungsari, 2004

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 16 April 1979, sebagai anak ke dua dari dua bersaudara, dari pasangan keluarga
bapak Bahyudin dan Ibu Riwayati.
Jenjang pendidikan formal yang diikuti penulis adalah Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cibodas dan lulus pada tahun 1992.
Kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 2 Majalengka dan lulus tahun 1995. Pada Tahun 1998 penulis
lulus dari Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 2 Majalengka Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Tahun 1999-2004 Penulis tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti pada Jurusan Budidaya
Pertanian Program Strata-1 (S1).
Tahun 2009 bekerja sebagai fungsional umum pada Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka pada sub bagian
Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan sampai sekarang.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mengingat kebutuhan terhadap bawang merah yang terus meningkat maka pengusahaannya
memberikan gambaran (prospek) yang cerah. Prospek tersebut tidak hanya bagi petani dan pedagang saja, tetapi
juga bagi semua pihak yang ikut terlibat dalam kegiatan usahanya, dari mulai penanamannya sampai ke
pemasarannya.
Cerahnya prospek bawang merah juga didukung oleh tidak adanya bahan pengganti, baik yang sintesa
maupun alami. Oleh karena itu maka keberadaan bawang merah tentunya tetap banyak dibutuhkan oleh
masyarakat.
Daerah sentra produksi dan pengusahaan bawang merah perlu ditingkatkan mengingat permintaan dari
waktu-kewaktu terus meningkat. Hal ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan daya
belinya, selain itu dengan berkembangnya industri makanan jadi maka akan terkait pula peningkatan kebutuhan
terhadap bawang merah yang berperan sebagai salah satu bahan pembantu (Estu Rahayu dan Nur Berliana V.A.,
1999).
Selain masih kurangnya sentra produksi, rendahnya produksi bawang merah dikarenakan belum
tersedianya varietas yang cocok dengan lingkungan setempat, serta belum menyebarluasnya paket teknologi
budidaya hasil penelitian dari peneliti ketingkat petani, serta juga disebabkan adanya gangguan hama dan
penyakit bawang merah (Rosmini, 2002).
Teknik budidaya yang dapat meningkatkan hasil tanaman bawang merah adalah dengan menanam pada
lahan yang subur, yaitu lahan yang mempunyai solum yang dalam, remah, pH sesuai dengan tanaman dan
mempunyai aktivitas jasad renik yang tinggi. Menurut Saifuddin Sarief (1989), bahwa menurunnya kesuburan
tanah dari suatu lahan disebabkan oleh banyak permasalahan, seperti kemunduran sifat fisika tanah, sulitnya
mempertahankan kelembaban tanah pada musim kemarau, sangat cepatnya penurunan kandungan bahan organik
dan kesuburan yang kurang serasi. Penurunan sifat fisika, kimia dan biologi ini salah satunya disebabkan oleh
pemanenan hasil pertanian yang setiap musim atau tahun terus dilakukan sehingga sejumlah hara terangkut dari
tanah tanpa dikembalikan kedalam tanah.
Upaya penanggulangan menurunnya kesuburan tanah adalah dengan pemberian pupuk yaitu pupuk
organik dan pupuk anorganik. Jenis-jenis pupuk organik yang sering digunakan oleh masyarakat adalah pupuk
kandang yang jika diberikan kedalam tanah bukan hanya sekedar menyediakan unsur hara bagi tanaman tetapi
dapat juga memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Macam-macam pupuk kandang yang biasanya
digunakan adalah pupuk kandang domba, sapi, kerbau, kuda, dan ayam.
Penggunaan pupuk kandang diberikan sebagai pupuk dasar dengan takaran 20 ton/ha dengan cara
menyebarkan secara merata diseluruh lahan pertanaman atau ditempatkan pada lubang tanam (Pinus Linga,
1991).
Penggunaan pupuk anorganik adalah jalan terakhir yang dilakukan para petani untuk menangulangi
masalah kesuburan tanah karena di dalam pupuk anorganik tersebut unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
sudah tersedia dengan lengkap, dan untuk mendapatkan jenis pupuk ini relatif mudah, karena sudah banyak
tersedia dipasaran.
Untuk mengetahui pengaruh pupuk kandang dan pupuk anorganik yang lebih baik dalam meningkatkan
hasil tanaman bawang merah kultivar Maja, maka diadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Kombinasi Jenis
Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka
2
Pupuk Kandang dan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah Kultivar
Maja (Allium ascalonicum L)”

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Apakah kombinasi jenis pupuk kandang dan pupuk anorganik berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman bawang merah.
2. Kombinasi jenis pupuk kandang dan pupuk anorganik mana yang berpengaruh lebih baik terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pupuk kandang domba, sapi, kerbau,
kuda, dan pupuk anorganik serta kombinasi dari jenis pupuk kandang dengan pupuk anorganik terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi para petani, maupun instansi terkait yang
dalam usaha untuk meningkatkan hasil tanaman bawang merah.

1.4 Kerangka Pemikiran


Bawang merah merupakan tanaman semusim, sehingga dapat menyebabkan fluktuasi harga yang sangat
tinggi. Pada musim panen harganya sangat rendah dan sebaliknya pada musim tidak panen harga melonjak naik.
Dengan demikian dalam usaha tani bawang merah ada faktor ketidakpastian hasil akhir. Faktor ketidakpastian
hasil akhir ini tidak saja bersumber dari fluktuasi harga tetapi juga berasal dari lingkungan (fisik, biologis, sosial,
budaya ekonomi), Kelembagaan, teknologi, dan karakteristik petani itu sendiri (Marwan Yantu dan Abdul
Wahid Junus, 2000).
Faktor ketidakpastian akhir usaha tani bawang merah yang diakibatkan faktor lingkungan khususnya
faktor fisik dan biologi ini sangat berpengaruh. Faktor ini biasanya dapat merubah penampilan dari bawang
merah tersebut. Apakah menarik atau tidak. Hal ketidak menarikan ini biasanya diakibatkan oleh beberapa sebab
misalnya karena kekurangan unsur hara dalam tanah sehingga tanaman menjadi kurus kering dan karena
serangan hama dan penyakit yaitu menyebabkan tanamaan jelek dan kadang-kadang gagal panen.
Untuk mengatasi masalah-masalah itu maka perlu diadakan terobosan-terobosan baru, diantaranya
meningkatkan unsur hara dalam tanah. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti tanah, iklim, dan tanaman itu sendiri serta teknologi yang diterapkan.
Peranan tanah sebagai media tumbuh dan sumber unsur hara yang diperlukan oleh tanaman merupakan
faktor yang sangat penting dalam mendukung tercapainya pertumbuhan dan hasil tanaman secara maksimal.
Pada umumnya kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman relatif terbatas, sehingga
menimbulkan suatu permasalahan dalam meningkatkan produksi tanaman (Buckman dan Brady, 1981). Sri
Setyati Harjadi (1993), mengemukakan bahwa pemupukan merupakan suatu usaha yang paling ampuh untuk
menaikkan hasil tanaman dengan mengembalikan atau menggantikan unsur hara yang hilang.
Sarifuddin Sarief (1988), menyatakan peristiwa hasil panen tidak kembali kedalam tanah, banjir, erosi,
pencemaran lingkungan, ladang berpindah dan kekurangan air menyebabkan produktifitas tanah Andosol
menurun, untuk menjaga dan memperbaikinya agar tetap tinggi dan sesuai bagi pertumbuhan tanaman salah satu
caranya dengan pemberian pupuk organik.
Usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah (terutama sifat kimianya) telah banyak dilakukan melalui
pemberian pupuk organik serta tersedianya berbagai macam pupuk. Pupuk tersebut merupakan pupuk buatan
(anorganik) dengan senyawa yang dikandungnya hanya unsur hara makro seperti ZA (sumber nitrogen), SP-36
(sumber fosfat), KCl (sumber kalium), sedangkan untuk pertumbuhan tanaman yang baik diperlukan pula unsur
hara mikro yang didapat dari penggunaan pupuk alam atau pupuk organik, pupuk organik tersebut dapat berasal
dari sisa tanaman, pupuk hijau, tanaman penutup tanah, kompos, kotoran ternak, dan kotoran manusia (tinja atau
Night-soil).
Menurut Pinus Lingga (1991), ada beberapa kelebihan pupuk organik (Pupuk Kandang) yaitu
diantaranya dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air dan meningkatkan
aktivitas mikroorganisme tanah, sedangkan kekurangannya adalah dapat membawa gulma dan diperlukan dalam
jumlah banyak.
Dalam mengatasi masalah kesuburan tanah bisa dilakukan dengan cara pemupukan berimbang baik
menggunakan pupuk kimia (anorganik) maupun pupuk Alami (organik). Menurut Marsono dan Paulus Sigit
(2002), manfaat pupuk secara umum adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia
ditanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Pemberian pupuk kandang sapi pada tanaman lobak dianjurkan sebanyak 20 ton/ha, dapat memberikan
hasil yang maksimal pada tanaman lobak (Hendro Sunarjono, 1984). Demikian pula dengan penelitian yang

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


3
dilakukan Nunung Nurtika (1984), bahwa penggunaan pupuk kandang domba sebanyak 20 ton/ha dapat
meningkatkan hasil tanam tomat kultivar gondol hijau sebesar 106,7 persen. Menurut penelitian Rochendi dan
Sabri Ahmad (1996), night soil dapat meningkatkan produksi tanaman kedelai dan jagung dilahan sawah
sebesar 10,7 % dan 87 % begitu juga dengan pupuk kandang kuda yang dicobakan pada tanaman yang sama
serta kombinasi pupuk kandang kuda dengan takaran 5 ton/ha dan pupuk dasar 100 kg/ha Urea + 100 kg/ha TSP
+ 100 kg/ha KCl. Penggunaan pupuk kandang sapi yang dikombinasikan dengan pupuk ZA + SP-36 + KCl
secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat (Subhan, 1987). Pemberian pupuk
kandang domba sebanyak 20 ton/ha sebagai pupuk dasar ditambah dengan 500 kg ZA + 300 kg/ha TSP +200
kg/ha ZK sangat baik untuk tanaman bawang merah (Singgih Wibowo, 1992).
Berdasarkan uraian di atas nampak pemberian pupuk kandang memberikan respon positif terhadap
peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman, akan tetapi karena macam pupuk kandang yang dapat digunakan
cukup beragam ketersediannya, maka diduga akan beragam pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.
Dengan demikian penggunaan macam pupuk kandang yang berbeda pada tanaman bawang merah menyebabkan
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah akan berbeda.

1.5 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
1. Kombinasi jenis pupuk kandang dan pupuk anorganik yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman bawang merah.
2. Salah satu kombinasi jenis pupuk kandang dan pupuk anorganik berpengaruh lebih baik terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Bawang Merah
Tanaman bawang merah (Allium ascalonicum l) diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu disekitar
India, Pakistan sampai Palestina. Tidak ada catatan resmi sejak kapan bawang merah mulai dikenal dan
digunakan (Singgih Wibowo, 1992).
Menurut Rismunandar (1987), bahwa kualitas bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor,
diantaranya yaitu :
1. Warnanya, warna yang merah cerah lebih menarik dan disukai ;
2. Ketatnya umbi atau kepadatannya ;
3. Rasanya pedas, lemah, sedang atau keras ;
4. Baunya setelah digoreng sedap/wangi ;
5. Bentuknya, umbi bulat tampak lebih disukai daripada yang lonjong.
Kandungan gizi bawang merah dalam umbi tidak terlalu tinggi, akan tetapi karena sifatnya yang dapat
melezatkan makanan, sehingga tiap orang Indonesia menyukainya dan menggunakan sebagai bumbu masakan
sehari-hari, dan juga dapat digunakan sebagai obat tradisional pelayanan masyarakat.
Berkhasiatnya umbi bawang merah sebagai obat diduga karena mempunyai efek anti septik dari
senyawa Alliin atau Allisin. Senyawa Alliin atau Allisin oleh enzim Alisinliase diubah menjadi Asam Piruvat,
Amonia dan Allisin anti mikroba yang bersifat bakterisida. Dan fungsinya pada tubuh antara lain memperbaiki
dan memudahkan pencernaan, serta dapat menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan (Rahmat Rukmana,
2002).
Adapun kandungan gizi dari tiap 100 gram bawang merah menurut Rahkmat Rukmana (2002), seperti
yang disajikan pada Tabel 1 :
Tabel 1 : Kandungan dan Komposisi Gizi dari Tiap 100 gram Bawang Merah.

Umbi Daun Bawang


No. Komposisi Bawang Merah Biasa Bawang Bombay Merah Biasa
A B A B A
1 Kalori (Ka) 39,0 67,0 46,0 48,0 24,0
2 Protein (g) 1,5 1,9 1,4 1,8 1,8
3 Lemak (g) 0,3 0,3 0,2 0,2 0,7
4 Karbohidrat (g) 0,2 15,4 10,3 10,8 5,2
5 Serat (g) - 0,7 - 0,7 -
6 Abu (g) - 0,6 - 0,6 -
7 Kalium (mg) 36,0 36,0 32,0 34,0 35,0
8 Posfor (mg) 40,0 45,0 44,0 63,0 39,0
9 Zat Besi (mg) 0,8 0,8 0,5 0,7 7,2
10 Natrium (mg) - 12,0 - 11,0 -
11 Kalium (mg) - 334,0 - 102,0 -
12 Niacin (mg) - 0,3 - 0,4 -

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


4
13 Vitamin A (S.I.) 0 5,0 50,0 - 1365,0
14 Vitmin B1 (mg) 0,03 0,04 0,03 0,03 0,09
15 Vitamin B2 (mg) - 0,02 - 0,02 -
16 Vitamin C (mg) 2,0 2,0 9,0 5,0 57,0
17 Air (g) 88,0 - 87,5 - 91,6
Keterangan : A = Direkorat Gizi Dep.Kes R.I. (1981)
B = Food and Nutrition Research Center, Hand book No.1 Manila (1964).

Di Indonesia dikenal ada beberapa varietas atau kultivar bawang merah yang berasal dari daerah-daerah
tertentu, yaitu dikenal varietas Sumenep, Bima, Lampung, Maja, dan sebagainya yang satu sama lain tampak
perbedaannya karena bentuk dan warnanya. Misalnya varietas Bima yang terkenal tinggi hasilnya, bentuk
umbinya lonjong dan warnanya merah muda.
Menurut Pulle Linnaeus dalam Hendro Sunarjono dan Prasodjo Soedomo (1983), bahwa bawang
merah mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Liplorae
Familia : Amaryllidaceae
Genus : Allium
Species : Allium ascalonicum L. (Bawang merah Biasa)
Allium Cepa L. Bawang Bombay).

2.2 Morfologis Bawang Merah


Bawang merah seperti halnya tanaman yang lainnya mempuyai bagian-bagian yang mendukungnya
untuk tetap hidup yang berfungsi sesuai dengan jenis-jenisnya seperti akar, batang, daun dan buah (umbi)
sebagai tempat menyimpan cadangan makanan.
Untuk lebih jelasnya morfologis tanaman bawang merah secara lengkap adalah sebagai berikut :
1. Akar
Tanaman bawang merah memiliki perakaran jenis akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan
bercabang, terpencar pada kedalaman antara 15-30 cm didalam tanah (Rahmat Rukmana, 2002).
2. Batang
Tanaman Bawang merah merupakan tanaman rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi antar 15-50 cm
dan membentuk rumpun (Singgih Wibowo, 1992). Menurut Rahmat Rukmana (2002), bawang merah memiliki
batang sejati atau “Discus” yang bentukya seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya
perakaran dan mata tunas (titik tumbuh). Dibagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah-
pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis
(bulbus), diantara lapisan kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau anakan,
terutama pada spesies bawang merah biasa.
Pada bagian tengah discus yang berbentuk cakram terdapat mata tunas utama yang nantinya dari bagian
ini dapat muncul bunga. Tunas yang menjadi tempat tumbuhnya bunga ini disebut tunas apikal, sedangkan tunas
yang lainya yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru disebut tunas lateral (Singgih Wibowo, 1992).
3. Daun
Menurut Rahmat Rukmana (2002), bentuk daun bawang merah seperti pipa, yaitu bulat kecil
memanjang, berlubang, bagian ujungnya meruncing berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daunnya
melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek.
Warna hijau muda kelopak daun sebelah luar selalu melingkar dan menutup daun yang ada didalamnya.
Beberapa helai kelopak daun terluar (2-3 helai) tipis dan mengering tetapi cukup liat, kelopak yang memiliki
daun yang mengering ini membungkus lapisan kelopak daun yang ada didalamnya yang membengkak. Karena
kelopak daunnya membengkak maka bagian ini akan terlihat mengembung membetuk umbi yang merupakan
umbi lapis (Singgih Wibowo, 1992).
4. Bunga
Tangkai tandan bunga keluar dari tunas apikal yang merupakan tunas utama, tunas ini paling pertama
muncul dari dasar umbi melalui ujung-ujung umbi seperti halnya daun biasa. Tangkai tandan bunga pada bagian
bawah berbentuk kecil, bagian tengahnya membesar, dan semakin keatas bentuknya semakin mengecil,
selanjutnya pada bagian ujung membentuk kepala yang meruncing seperti mata tombak. Bagian ini dibungkus
oleh lapisan daun atau seludang, proses selanjutnya seludang akan membuka sehingga menyerupai payung.
Dengan membukanya seludang maka akan tampak kuncup bunga dengan tangkai kecil yang pendek. Tangkai
tandan bunga mengandung 50-200 kuntum bunga. Pemanjangan tangkai tandan bunga akan berhenti setelah
tepungsari matang semua.

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


5
Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna, terdiri dari 5-6 benang sari dan sebuah putik. Daun
bunga berwarna agak hijau bergaris keputih-putihan atau putih, bakal buah duduk diatas membentuk bangunan
segitiga hingga tampak jelas seperti kubah. Bakal buah terbentuk dari 3 daun buah (karpel) yang membentuk
sebuah ruang dimana pada setiap ruangnya mengandung 2 bakal biji (ovulum).
Benangsari tersusun membentuk dua lingkaran, yaitu lingkaran luar dan dalam, masing-masing
lingkaran mengandung 3 helai benangsari, pada umumnya tepungsari dari benangsari lingkaran dalam lebih
cepat dewasa (matang) dibandingkan dengan yang berada dilingkaran luar. Namun dalam 2–3 hari biasanya
semua tepungsari sudah menjadi matang. Biji bawang merah yang masih muda berwarna putih dan setelah tua
biji akan berubah menjadi warna hitam (Estu Rahayu dan Nur Berliana, 1999).

2.1.3 Syarat Tumbuh


Produksi yang optimal sesuai yang diharapkan memerlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi
diantaranya syarat yang berhubungan dengan keadaan alam (lingkungan). Syarat pertumbuhan ini meliputi
beberapa faktor yaitu tanah, air, dan faktor iklim yang terdiri dari angin, curah hujan, cahaya matahari, suhu dan
kelembaban.
a. Tanah
Bawang merah menginginkan tanah yang subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik,
lempung berpasir atau lempung berdebu. Pada tanah Alluvial dan latosol yang berpasir dapat pula ditanami
bawang, yang penting jenis tanah tersebut harus mempunyai struktur bergumpal dan keadan air tanahnya tidak
menggenang (stragnasi). Derajat kemasaman tanah (pH) antara 5,5-6,5. pH tanah yang asam (<5,5) garam
Alumunium (Al) yang terlarut dalam tanah akan bersifat racun, sehingga tumbuhnya bawang tersebut akan
kerdil, sedangkan tanah basa (>6,5) garam Mangan (Mn) tidak dapat digunakan oleh tanaman bawang sehingga
umbinya kecil dan hasilnya rendah. Pada tanah gambut (pH<4) memerlukan pengapuran terlebih dahulu supaya
umbinya dapat besar. Tanaman bawang merah tidak tahan terhadap curah hujan yang lebat. Tanaman ini tidak
senang pada daerah yang berkabut dan yang berangin kencang (taifun) tetapi lebih senang terhadap tiupan angin
sepoi-sepoi (Hendro Sunardjono dan Prasodjo Soedomo, 1983).
b. Iklim
Selain tanah faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya bawang merah yang tidak kalah
pentingnya adalah faktor iklim. Dalam pertumbuhannya bawang merah menginginkan iklim kering, suhu yang
agak panas dan cuaca cerah, terutama yang mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam.
Bawang merah tidak tahan kekeringan karena akarnya yang pendek, selama pertumbuhannya dan
perkembangan umbi dibutuhkan air yang cukup banyak. Tetapi tanaman bawang merah tidak tahan terhadap
tempat yang selalu basah. Bawang merah dari dataran rendah sampai tinggi dengan ketinggian antara 0-900 m
dpl dengan curah hujan 300-2500 mm/th dapat tumbuh dengan baik, sedangkan suhu yang diinginkan adalah
sekitar 25-30oC dan suhu rata-rata pertahunnya 30oC (Estu Rahayu dan Nur Berliana, 1999).

2.2 Tinjauan Umum Pupuk Kandang


Pupuk kandang adalah campuran antara kotoran hewan dengan sisa makanan dan alas tidur hewan.
Campuran ini mengalami pembusukan hingga tidak berbentuk seperti asalnya lagi dan memiliki kandungan hara
yang cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Selain itu, juga dikenal pupuk kandang yang berasal dari
air kencing hewan, tetapi biasanya hanya dikenal oleh sekelompok masyarakat, hal ini disebabkan karena
jumlahnya yang kecil dan jarang ada yang secara khusus mengumpulkan air kencing hewan untuk pemupukan
(Marsono dan Paulus Sigit, 2002).
Menurut Saifuddin Sarief (1988), Pupuk kandang mempunyai daya untuk memperbaiki kesuburan
tanah, karena dapat menambah zat makanan bagi tanaman, mempertinggi kadar humus, memperbaiki struktur
tanah dan mendorong kehidupan jasad renik. Pupuk kandang juga penting sebagai sumber unsur mikro yang
dibutuhkan oleh tanaman, sehingga keseimbangan unsur hara didalam tanah menjadi lebih baik.
Pemberian pupuk kandang sebaiknya dibenamkan ke dalam tanah untuk menghindarkan penguapan
unsur hara, terutama NH3 sebagai hasil perombakan pupuk kandang oleh jasad-jasad tanah. (Saifuddin Sarief,
1988).

2.2.1 Bahan dan Proses Pembentukan Pupuk Kandang


Sebagian besar kotoran hewan dapat digunakan untuk pupuk setelah mengalami pembusukan yang
cukup, yaitu bila secara fisik, seperti warna, rupa, tekstur dan kadar airnya tidak serupa dengan bahan aslinya,
secara kimia bahan pembentuk juga telah terurai menjadi senyawa sederhana yang dapat diserap tanaman. Jenis
kotoran hewan yang sering digunakan adalah kotoran sapi, kerbau, kelinci, ayam, dan kuda. Tidak ada bukti
yang cukup signifikan mengenai keunggulan masing masing jenis kotoran hewan (Marsono dan Paulus Sigit,
2002).

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


6
Menurut Foth (1988), kotoran hewan terdiri dari dua bagian yaitu padat dan cair. Kotoran padat rata-
rata berisi setengah atau lebih Nitrogen, Kalium sepertiganya dan sisanya fosfor, merupakan kotoran yang
dikeluarkan oleh hewan. Nitrogen dalam feces kebanyakan dalam dua bentuk, pertama sebagai residu protein
yang tahan terhadap perombakan dalam proses pencernaan; dan kedua sebagi protein yang disintesa dalam sel-
sel bakteri. Lebih setengahnya dari nitrogen mungkin terdapat sebagai protein yang disintesa. Bentuk ini siap
dipecah bila ditambahkan dalam tanah, sehingga nitrogen tersedia bagi tanaman. Kotoran padat juga bersisi
sejumlah lignin. Dengan kata lain, sebagian besar bahan organik dalam feces dirombak, suatu campuran
dibentuk hampir sama dengan humus yan dibentuk dalam tanah. Sebanyak 50 % bahan organik di dalam kotoran
padat mungkin dalam keadaan menjadi humus, nitrogen yang ada didalamnya hanya tersedia perlahan-lahan bagi
tanaman bila ditambah kedalam tanah.
Bagian yang cair atau urin, berisi unsur hara tanaman yang telah dicerna dan digunakan oleh tubuh
hewan dan akhirnya dikeluarkan. Semua unsur hara dalam bagian ini mudah larut dan tersedia secara langsung
untuk tanaman atau siap bila diperlukan. Bagian kotoran yang cair berbeda dengan yang padat tidak hanya
dengan memperlihatkan ketersediaan unsur haranya, tetapi juga rendahnya kandungan fosfor dan tingginya
kandungan kalium dan nitrogen. Nitrogen dari urin sebagian besar ada dalam bentuk urea dan asam hippurik
serta asam urik. Campuran ini akan menguap pada temperatur biasa, tetapi kotoran berisi organisme yang
mampu memecahkan campuran tersebut dengan cepat melalui pembentukan amonium karbonat. Campuran ini
tidak stabil terutama didalam larutan cenderung untuk dipecahkan dan kehilangan amonia, terutama pada
temperatur tinggi. Campuran ini dapat kehilangan semua amoniaknya pada pengeringan. Nitrogen alam yang
tidak mantap dalam urin menyajikan masalah utama dalam menangani pupuk kandang (Foth, 1988).
Tabel 2 : Kandungan Hara Beberapa Jenis Pupuk Kandang.
Nama ternak dan bentuk Kandungan hara (%)
Kadar Air (%)
kotoran N P K
Kuda-Padat 0,55 0,30 0,40 75
Kuda-Cair 1,40 0,02 1,60 90
Kerbau-Padat 0,60 0,30 0,34 85
Kerbau-Cair 1,00 0,15 1,50 92
Sapi-Padat 0,40 0,20 0,0 85
Sapi-Cair 1,00 0,50 1,50 92
Kambing-Padat 0,60 0,30 0,17 60
Kambing-Cair 1,50 0,13 1,80 85
Domba-Padat 0,75 0,50 0,45 60
Domba-Cair 1,35 0,05 2,10 85
Babi-Padat 0,95 0,35 0,40 80
Babi-Cair 0,40 0,10 0,45 97
Ayam-Padat 0,40 0,10 0,45 97
Ayam- Cair 1,00 0,80 0,40 55
Sumber : Marsono dan Paulus Sigit, (2002).

Marsono dan Paulus Sigit (2002), mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan pupuk kandang
dilakukan dengan mengumpulkan kotoran hewan dalam satu tempat yang disebut silo. Dalam silo tersebut bahan
diperam selama kira-kira 3 bulan. Selama pemeraman tersebut terjadi proses pembusukan yang akan mengubah
kotoran menjadi bahan yang terlapuk sekaligus menguraikan unsur-unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman,
lamanya waktu pemeraman dan jenis bahan pupuk menentukan tingkat kelapukan bahan. Pupuk yang sudah
matang ditandai dengan tidak berbau kotoran, dingin, berwarna gelap, dan kadar airnya relatif rendah. Secara
kimiawi, pupuk kandang yang baik mengandung air 30-40 %; bahan organik 60-70%; N 1,5-2%; P 205 0,5-1 %;
dan K20 0,5-1%. Pupuk kandang yang baik diberikan secara langsung tanpa perlakuan tambahan. Untuk lebih
jelasnya kandungan hara berbagai jenis pupuk kandang seperti terlihat pada Tabel 2 :

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Pupuk Kandang


Seperti halnya pupuk organik lainnya, pupuk kandang juga memiliki kelebihan dan kekurangannya,
baik kelebihan dalam kandungan haranya atau pun pupuk kandang dapat membawa gulma. Pupuk kandang
memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, berikut adalah kelebihan-kelebihan
penggunaan pupuk kandang menurut Marsono dan Paulus Sigit (2002) diantaranya.
1. Aman digunakan dalam jumlah besar, bahkan dalam pertanian organik sumber utama hara berasal dari pupuk
kandang.
2. Membantu menetralkan pH tanah.
3. Membantu menetralkan racun akibat adanya logam berat dalam tanah.
4. Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur.
5. Mempertingi porositas tanah dan secara langsung meningkatkan ketersediaan air tanah.
6. Membantu penyerapan unsur hara dari pupuk kimia yang ditambahkan.
7. Membantu mempertahankan suhu tanah sehingga fluktuasinya tidak tinggi.
Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka
7
Selain kelebihan-kelebihan tadi juga penggunaan pupuk kandang mempunyai kekurangannya. Berikut
ini beberapa kekurangan pupuk kandang.
1. Harus diberikan dalam jumlah besar.
2. Secara perbandingan berat, kadar hara yang tersedia bagi tanaman relatif sedikit.
3. Dapat menurunkan kualitas air bila berdekatan dengan sumber air.
4. Biasanya membawa bibit gulma, yaitu dari biji-bijian makanan ternak.

2.2.3 Jenis-jenis Pupuk Kandang


Pupuk kandang yang langsung diambil dari kandang hewan merupakan pupuk yang belum matang,
dimana untuk memperoleh pupuk yang matang, pupuk kandang tersebut harus mengalami beberapa proses
penguraian baik secara alami maupun dibantu oleh bakteri pengurai yang ditambahkan untuk mempercepat
proses penguraian.
Menurut Djoehana Setyamidjaja (1986), pupuk kandang berdasarkan proses penguraian yang terjadi
sampai diperolehnya pupuk yang matang atau siap digunakan, dikenal 2 golongan pupuk yaitu :
1. Pupuk Panas
Pupuk panas merupakan pupuk kandang yang penguraiannya oleh mikroorganisme berlangsung dengan
cepat, sehingga pada tumpukan pupuk yang disimpan atau dimatangkan timbul panas, pupuk yang termasuk
golongan ini cepat matang, tetapi cepat pula melapuknya sehingga kemungkinan mudah kehilangan unsur hara
yang dikandungnya bila dalam penggunaannya terlambat.
2. Pupuk dingin
Pupuk dingin merupakan pupuk kandang yang dalam penguraiannya berlangsung secara perlahan-
lahan, sehingga pada tumpukan pupuk ini dalam pematangannya tidak mengeluarkan panas, sehingga
pematangan pupuk ini menjadi lambat dan ada kemungkinan lambat pula melepaskan unsur-unsur hara yang
dikandungnya.
Pupuk kandang yang secara umum sering dipergunakan oleh kalangan petani adalah jenis-jenis pupuk
kandang yang banyak dijumpai disekitarnya yaitu dari kotoran hewan ternak peliharaannya. Diantaranya jenis
pupuk kandang yang sering digunakan sebagai pupuk untuk tanaman adalah :
1. Pupuk Kandang Kuda
Jenis pupuk ini adalah jenis pupuk panas, pupuk ini banyak mengandung senyawa N, sehingga
memungkinkan cepatnya perkembangan bakteri-bakteri yang menimbulkan gas amoniak dan pelapukannya
berjalan cepat, maka dapat terjadi cepat kehilangan unsur hara terutama unsur N.
2. Pupuk Kandang Sapi
Pupuk ini tergolong pupuk dingin, proses perubahannya berlangsung lambat dan kurang sekali
terbentuk panas. Lambatnya proses pelapukan ini disebabkan oleh sifat fisik padatnya banyak mengandung air
dan lendir. Karena dengan adanya lendir bila terkena udara pupuk ini menjadi berkerak dan bagian luarnya
mengering sehingga proses oksidasi berjalan lambat karena udara dan air sulit masuk kedalamnya.
3. Pupuk Kandang Domba
Pupuk ini tergolong pupuk panas, kandungan nitrogennya tinggi dan kadar airnya rendah, oleh karena
itu proses pelapukannya berjalan cepat sehingga cepat matang.
4. Pupuk Kandang Kerbau
Pupuk kandang ini termasuk pupuk dingin seperti halnya pupuk kandang sapi, banyak mengandung
lendir dan air sehingga proses penguraiannya berjalan lambat. Jenis pupuk ini pada saat sekarang ini sudah
sedikit atau jarang digunakan karena makin sedikitnya orang yang beternak kerbau.

2.3 Tinjauan Umum Pupuk Anorganik


Menurut asalnya pupuk kimia (anorganik) terbagi atas pupuk kimia alami dan pupuk kimia buatan.
Pupuk kimia alami diambil langsung dari alam dan setelah mengalami proses pengolahan dan pengemasan
kemudian dijual ke konsumen. Proses ini tidak menghilangkan sifat dan karakteristik pupuk kimia alami
tersebut, hanya dimaksudkan agar mudah penangan dan pemakaian, distribusi, dan penjualannya.
Menurut Marsono dan Paulus Sigit (2002), pupuk kimia alami berasal dari bahan tambang endapan
mineral dalam tanah. Setelah ditambang, bahan alami tersebut lalu dimurnikan dan dikemas. Unsur yang paling
dominan yaitu N,P, dan K, menentukan sebutan pupuk tersebut, walau dapat pula nama tempat atau nama
mineral utama yang dipergunakan. Dibanding dengan pupuk kimia buatan, kandungan unsur kimia pupuk kimia
alami lebih rendah, tetapi unsur ikutan (unsur mikro) selalu menjadi tambahan yang sama, tetapi keragaman
dalam warna, bentuk, dan kemudahan penambangan dari jenis pupuk sangat besar.
Pupuk kimia buatan dibuat dari bahan kimia dasar dalam pabrik, sifat dan karakter pupuk ini dapat
diketahui dari hasil analisis yang dicantumkan pada setiap kemasannya. Berdasarkan kandungan unsur haranya,
pupuk kimia buatan digolongkan menjadi dua jenis, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk.

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


8
a. Pupuk tunggal, pupuk yang mengandung satu macam unsur hara
b. Pupuk majemuk, pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara, berdasarkan bentuknya ada 2 macam
pupuk majemuk yaitu pupuk padat dan cair.
Menurut Sarwono Hardjowigeno (1995), nilai suatu pupuk anorganik ditentukan sifat-sifatnya yang
meliputi :
a. Kadar unsur hara : Banyaknya unsur hara yang dikandung oleh suatu pupuk merupakan faktor utama untuk
menilai pupuk tersebut, karena jumlah unsur hara menentukan kemampuannya untuk menaikan kadar unsur
hara dalam tanah. Pada dasarnya makin tinggi kadar unsur haranya maka makin baik. Kadar unsur hara dalam
pupuk N,P,K dinyatakan dalam persen N, P205, K20.
b. Higroskopisitas : Higroskopisitas adalah mudah tidaknya pupuk menyerap uap air yang ada diudara. Pupuk
yang higroskopis kurang baik karena mudah menjadi basah atau mencair bila tidak tertutup sehingga perlu
penyimpanan yang baik.
c. Kelarutan : Kelarutan menunjukan mudah tidaknya pupuk larut dalam air. Hal ini berarti juga mudah
tidaknya unsur yang dikandung di dalam pupuk diambil oleh tanaman. Pupuk N dan K umumnya mudah
sekali larut dalam air sedangkan pupuk P dapat dibedakan menjadi mudah larut dalam air (Superfosfat,
amophos), Larut dalam asam sitrat atau amonium sitrat netral (FMP-Fused Magnesium Phosphate) dan larut
dalam asam keras (fosfat alam).
d. Kemasaman : Pupuk dapat bereaksi fisiologis masam, netral atau alkalis. Pupuk yang bersifat masam dapat
menurunkan pH tanah berarti menyebabkan tanah menjadi lebih masam, sedangkan pupuk yang berisfat
alkalis dapat menaikan pH tanah.
e. Bekerjanya : yang dimaksud bekerjanya pupuk adalah waktu yang diperlukan hingga pupuk tersebut dapat
diserap tanaman dan memperlihatkan pengaruhnya. Ada yang bekerja cepat, sedang dan lambat. Bekerjanya
pupuk ini sangat mempengaruhi waktu dan cara penggunaan pupuk.

2.3.1 Bahan dan Sifat Pupuk N, P, K


Bahan-bahan dan sifat umum dari pupuk N, P, K adalah sebagai berikut :
1. Pupuk nitrogen (N)
Nitrogen merupakan unsur utama bagi pertumbuhan tanaman, sebab nitrogen merupakan penyususn
dari semua protein dan asam nukleat. Dengan demikian penyusun protoplasma secara keseluruhan. Pada
umumnya nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-).
Nitrogen (N) merupakan unsur makro. Dipasaran banyak beredar pupuk N yang mempunyai merk
dagang berbeda diantaranya Urea yang mengandung N total 45–46 %, ZA (Zwavelzure ammoniak) yang
mengandung N antara 20–21 %.
Pupuk N (ZA) biasanya berbentuk kristal, warna putih kotor dan sedikit higroskopis, reaksi fisiologis
masam dan mudah larut dalam air serta bekerjanya cepat. Unsur utamanya adalah (NH 4)2SO4 yang akan bereaksi
membentuk ammonium dan asam sulfat (Marsono dan Paulus Sigit, 2002).
Unsur N menurut Sarwono Hardjowigeno (1995), pada umumnya sangat diperlukan untuk
pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar dan apabila
terlalu banyak akan menghambat pembungaan dan pembuahan tanaman.

2. Pupuk Fosfat (P)


Pupuk fosfat (P) termasuk pupuk tunggal yang dibuat di pabrik, dipasaran hanya ditemukan beberapa
jenis pupuk P diantaranya jenis Superphospat 36 (SP-36) yang memiliki kadar P2O5 36 %, yang mempunyai
cirri-ciri berbentuk granular atau butiran berwarna abu-abu (Marsono dan Paulus Sigit, 2002).
Unsur P menurut Sarwono Hardjowigeno (1995), sangat penting dalam pembelahan sel dan juga untuk
perkembangan jaringan meristem dengan demikian fosfor dapat merangsang pertumbuhan akar dan tanaman
muda, mempercepat pembungaan, dan pemasakan buah, biji atau gabah selain itu juga sebagai penyusun lemak
dan protein.

3. Pupuk Kalium (K)


Jenis pupuk kalium (K) yang dikenal dipasaran adalah KCl. Pupuk KCl yang dikenal selama ini
sebagaian besar merupakan hasil tambang. Kandungan utama dari endapan tersebut adalah KCl dan sedikit
K2SO4. karena umumnya tercampur dengan bahan lain, seperti kotoran, pupuk ini harus dimurnikan terlebih
dahulu. Hasil pemurniannya mengandung K2O sampai 60 %. Jenis inilah yang paling banyak beredar di pasaran.
Pupuk KCl hasil tambang biasanya berwarna merah atau kemerahan sampai kecoklatan, hal ini disebabkan
bahan ikutan dari alam, sedangkan KCl buatan pabrik berwarna putih yang menggunakan bahan baku air laut
sebab selain NaCl, air laut juga mengandung KCl. (Marsono dan Paulus Sigit, 2002).
Unsur K menurut Sarwono Hardjowigeno (1995), adalah sangat penting dalam setiap proses
metabolisme dalam tanaman yaitu dalam sintesis dari asam amino dan protein dari ion-ion ammonium.
Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka
9
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan dilaksanakan di Desa Cibodas, Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka, yang terletak
pada 1080 BT, 60 LU dan – 70 LS dengan ketinggian tempat 400 m di atas permukaan laut (dpl. Dengan jenis
tanah Latosol. Tipe curah hujan C (agak basah) berdasarkan perhitungan Schmidt dan Fergusson (1951) dalam
Ance Gunarsih Kartasaputra (1989).

3.2 Bahan dan Alat Percobaan


Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih bawang merah kultivar Maja, pupuk Kandang
Domba, Pupuk Kandang Sapi, Pupuk Kandang Kuda, Pupuk Kandang Kerbau, Pupuk Anorganik (ZA, SP-36,
KCl), EM5, dan pestisida (Dithane M-45 80 WP dan Daconil 75 WP).
Alat-alat yang digunakan terdiri atas Hand sprayer, cangkul, garpu, kored, sabit, tugal, Gembor,
timbangan, caplak, tali rafia, mistar, dan alat tulis.

1. Rancangan Lingkungan
Rancangan lingkungan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK)
yang terdiri dari 10 Perlakuan dan 3 ulangan.

2. Rancangan Perlakuan
Perlakuan-perlakuan yang dicobakan adalah Pupuk kandang Domba, Pupuk Kandang Sapi, Pupuk Kandang
Kerbau, Pupuk Kandang Kuda dan Pupuk Anorganik (N, P, K. Dosis dari masing-masing pupuk anorganik N : P
: K adalah 500 kg/ha ZA : 300 kg/ha SP-36 : 200 kg/ha KCl.

3. Rancangan Respon
Rancangan respon terdiri dari dua pengamatan yaitu pengamatan penunjang dan pengamatan utama.
Pengamatan penunjang adalah pengamatan yang datanya tidak dianalisis secara statistik, sedangkan pengamatan
utama adalah pengamatan yang datanya dianalisis secara statistik.
Pengamatan penunjang meliputi analisis tanah sebelum percobaan, analisis pupuk kandang domba,
analisis pupuk kandang sapi, analisis pupuk kandang kerbau, analisis pupuk kandang kuda, pengamatan hama
dan penyakit yang menyerang serta pengamatan gulma yang tumbuh dominan.
Pengamatan utama dilakukan terhadap tanaman contoh, yang ditetapkan dengan sistem random (acak)
sederhana (Simple random sampling) dengan jumlah contoh yang diambil 10 % dari jumlah tanam per
perlakuan. Tanaman pinggir dipelihara dan di perlakukan sama seperti tanaman contoh.
Pengamatan utama yang diamati, sebagai berikut :
1. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman adalah rata-rata tinggi tanaman contoh yang masih produktif dari setiap petak, yang
diukur dari pangkal batang sampai bagian tanaman tertinggi, menggunakan penggaris.
2. Jumlah Daun Per Rumpun
Jumlah daun per rumpun adalah rata-rata jumlah daun tanaman contoh dari setiap petak percobaan,
pengamatan dilakukan pada setiap helai daun yang masih aktif melakukan fotosintesis yang ditunjukkan oleh
warna daun yang masih hijau.
3. Jumlah Umbi Per Rumpun
Jumlah umbi perumpun adalah rata-rata jumlah umbi tanaman contoh dari setiap petak percobaan,
pengamatan dilakukan pada saat tanaman dipanen.
4. Berat Basah Tanaman Per Rumpun
Berat basah tanaman per rumpun adalah berat rata-rata tanaman contoh yang masih basah pada setiap
petaknya. Penimbangan dengan timbangan yang dilakukan pada saat tanaman baru dipanen.
5. Berat Kering Angin Tanaman Per Rumpun
Berat kering angin tanaman per rumpun adalah berat rata-rata tanaman contoh yang sudah dikering
anginkan sampai beratnya konstan. Penimbangan menggunakan timbangan yang dilakukan setelah tanaman
dipanen dan dikering anginkan.
6. Berat Kering Angin Tanaman Per Petak
Berat kering angin per petak adalah berat kering rata-rata tanaman contoh pada setiap petaknya yang
sudah dikering anginkan sampai beratnya konstan. Penimbangan menggunakan timbangan yang dilakukan
setelah tanaman dipanen dan dikering anginkan.

4. Rancangan Analisis
Berdasarkan rancangan percobaan yang digunakan, maka dibuat model linier sebagai berikut :
Xij = µ + ti + rj + eij

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


10
Dimana :
Xij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan Ulangan ke-j
µ = Nilai rata-rata umum
ti = Pengaruh perlakuan ke-i
rj = pengaruh ulangan ke-j
eij = Pengaruh galat percobaan ke-i dan ulangan ke-j

Sember Keragaman DB JK KT Fhitung F0,05


Ulangan 2 Σ xj2/t-x..2r.t JKU/DBU KTU/KTP 3,55
Perlakuan 9 Σ xi2/r-x..2/r.t JKP/DBP KTP/KTG 2,46
Galat 18 JKT-JKU-JKP JKG/DBG - -
Total 29 Σ xij2-x..2/r.t
Sumber : Adji Sastrosupadi (2002)

Jika F hitung lebih besar dari F0,05 menunjukkan adanya keragaman atau keragaman nyata diantara
perlakuan-perlakuan. Untuk mengetahui perbedaan diantara dua perlakuan dilakukan uji lanjutan dengan Uji
Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
Berikut rumus perhitungan analisis Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5 % menurut Toto
Warsa dan Cucu, S.A. (1982), adalah :
LSR (α . dbg . p) = SSR (α . dbg . p) . Sx
Keterangan : LSR : Least Significant Ranges
α : Taraf nyata diambil 5 %
dbg : Derajat Bebas Galat
p : Banyaknya Perlakuan
SSR : Studentized Significant Ranges

Sx = √ KTG
r

Keterangan : Sx : Galat Baku Rata-rata


R : Ulangan
KTG : Kuadrat Tengah Galat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tingkat penyerapan unsur hara sangat tergantung pada perkembangan organ utama tanaman. Hal
tersebut didukung dengan pernyataan Suhartatik dan Suryatna Efendi (1986), bahwa pemberian pupuk organik
pada tanah memberikan perbaikan dengan terciptanya suatu keadaan yang dapat menunjang pertumbuhan akar
tanaman yang lebih baik. Dengan lebih banyaknya sistem perakaran dan ditunjang ketersediaan unsur hara yang
dapat diserap oleh akar tanaman akan berpengaruh terhadap hasil tanaman.
Nurhayati Hakim (1986), mengatakan bahwa pemberian bahan organik pada tanah dapat meningkatkan
daya serap dan kapasitas tukar kation karena dapat meningkatkan jumlah humus serta unsur hara N, P, dan K.
keadaan ini mendorong pertumbuhan tanaman seperti tinggi dan jumlah daun tanaman menjadi lebih cepat dan
banyak.
Nitrogen (N) serta keadaan air yang cukup dan mudah diserap oleh tanaman mendorong pertumbuhan
daun yang banyak sehingga dapat mempercepat proses pengolahan dan pembentukan zat makanan yang
diperlukan. Unsur N yang banyak dapat menghasilkan protein yang lebih banyak pula sehingga daun tumbuh
lebar dan banyak. Oleh sebab itu diduga lebar dan banyaknya daun yang tersedia bagi proses fotosintesis secara
kasar sebanding dengan jumlah nitrogen yang diserap seperti yang dikemukakan oleh Sri Setya Harjadi (1984),
bahwa daun merupakan alat pokok fotosintesis dan semua produk yang dihasilkan tanaman berasal dari proses
fotosintesis, serta unsur nitrogen (N) berperan sebagai penyusun klorofil yang penting dalam proses fotosintesis
tanaman dan pembentukan protein. Fotosintat yang dihasilkan proses fotosintesis tanaman selanjutnya
digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman (Sarwono Hardjowigeno, 1995).
Pada pemberian pupuk 30 ton/ha pupuk kandang domba + pupuk anorganik (N : P : K) dengan dosis
500 kg/ha ZA : 300 kg/ha SP-36 : 200 kg/ha KCl rata-rata berpengaruh lebih baik pada tinggi tanaman dan
jumlah daun. Menurut Benyamin Lakitan (1995), unsur yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan daun serta tinggi tanaman adalah nitrogen (N). Konsentrasi nitrogen yang tinggi pada umumnya
menghasilkan daun yang lebih banyak dengan ukuran yang lebih besar. Selain unsur nitrogen, fosfor juga
meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman.

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


11
Pada tinggi tanaman umur 8 HST tidak terjadi perbedaan yang nyata (significant) antar perlakuan
serta rata-rata tinggi tanaman semakin pendek, hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu faktor tanamannya yang
sudah cukup tua umurnya sehingga tidak mengalami pertumbuhan vegetatif lagi melainkan mengalami
pertumbuhan pada bagian generatif tanaman dan banyak daun yang tadinya tinggi menjadi layu atau mengering
serta faktor cuaca yang curah hujannya cukup tinggi sehingga menyebabkan daun tanaman patah.
Tisdale, Nelson, dan Beaton (1990), menyatakan pemberian pupuk organik dapat meningkatkan jumlah
fosfor (P) terlarut dan tersedia bagi tanaman. Dekomposisi bahan-bahan organik akan menghasilkan ion-ion
organik dan akan membentuk suatu senyawa yang kompleks dengan alumunium (Al) dan besi (Fe) yang
mengikat fosfor (P) dalam tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan fosfat adalah terbentuknya
suatu senyawa yang tidak mudah larut (Guswono Supardi, 1979). Selanjutnya Dwijoseputro (1980), terdapat
pengaruh timbal balik antara pengambilan fosfat dengan nitrogen, jika fosfat yang tersedia di dalam tanah tidak
mencukupi, maka nitrogen akan berkurang. Kekurangan nitrogen dan fosfat dapat mengakibatkan tanaman
bawang merah menjadi kerdil, daun kecil-kecil dan sedikit serta hasil tanaman bawang merah akan menurun.
Kalium (K) diperlukan tanaman dan sangat mempengaruhi tingkat produksi tanaman. Kalium sangat
penting dalam setiap metabolisme dalam tanaman dan proses fotosintesis, sebab apabila terjadi kekurangan
kalium dalam daun maka kecepatan asimilasi karbon dioksida (CO2) akan menurun. Jadi kalium (K) berperan
dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, menguatkan batang (batang semu dan daun pada
bawang merah) serta menghambat penyakit.
Pada peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah, dengan bertambahnya unsur hara
makro dan mikro maka tingkat ketersediaan hara bagi tanaman akan meningkat pula sehingga memungkinkan
bagi tanaman untuk memenuhi kebutuhan unsur hara yang sangat penting peranannya bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman bawang merah, tanaman akan tumbuh subur dan menghasilkan produksi yang tinggi
seperti terlihat pada pemberian 30 ton/ha pupuk kandang domba yang ditambah dengan pupuk anorganik (N : P :
K) yang berasal dari ZA 500 kg/ha : SP-36 300 kg/ha : KCl 200 kg/ha, menunjukkan peningkatan hasil panen
bawang merah sekitar 10 % yaitu 10,09 kg/petak atau 11,9 ton/ha berat kering, sedangkan menurut Anggoro
Hadi Permadi (1995), dalam deskripsi bawang merah varietas lokal Maja bahwa produksi umbi kering bawang
merah tersebut adalah 10,9 ton/ha.
Sementara itu kadar pemberian pupuk dan kondisi serta waktu aplikasinya juga memberikan pengaruh
yang berbeda bagi pertumbuhan tanaman seperti yang dikemukakan oleh Subagyo (1970), bahwa pemberian
pada tanaman harus diusahakan tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, bila takaran terlalu banyak maka
mengakibatkan tanah menjadi keras dan dapat menimbulkan keracunan hara yang menyebabkan kematian
tanaman, bila terlalu rendah maka akan mengganggu pertumbuhan dan defisiensi unsur hara sehingga pengaruh
pemupukan tidak tampak pada tanaman. Dengan melihat hasil produksi maka jelas bahwa pemberian pupuk
kandang domba sebanyak 30 ton/ha dan pupuk anorganik ( N : P : K) dengan dosis 500 kg/ha ZA, 300 kg/ha SP-
36, dan 200 kg/ha KCl sudah mencukupi kebutuhan akan unsur hara dari tanaman bawang merah kultivar Maja
pada kondisi tanah dan lingkungan seperti ini.
Dengan berdasarkan pengamatan selama percobaan dan rata-rata hasil analisis, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pemberian pupuk anorganik (N : P : K) sebanyak 500 kg/ha ZA : 300 kg/ha SP-36 : 200
kg/ha KCl berpengaruh lebih baik pada jumlah daun tanaman per rumpun, jumlah umbi tanaman per rumpun,
dan berat kering angin tanaman per rumpun bawang merah kultivar Maja dibandingkan tanpa pupuk maupun
pupuk kandang kuda dengan takaran 30 ton/ha, hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan faktor pupuk kandang
kuda yang belum matang ketika pupuk tersebut diaplikasikan di lahan, sehingga unsur hara yang dikandungnya
belum terurai dan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
Sedangkan pemberian pupuk kandang domba sebanyak 30 ton/ha dan pupuk anorganik (N : P : K) yang
berasal dari 500 kg/ha ZA, 300 kg/ha SP-36, dan 200 kg/ha KCl berpengaruh nyata lebih baik terhadap Tinggi
Tanaman 4 MST, jumlah daun, dan rata-rata berat kering angin tanaman bawang merah kultivar Maja
dibandingkan dengan perlakuan yang dicobakan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kombinasi jenis pupuk kandang dan pupuk anorganik berpengaruh terhadap tinggi tanaman umur 2 (Minggu
Setelah Tanam) MST dan 4 MST, jumlah daun per rumpun, jumlah umbi per rumpun, berat kering angin
tanaman per rumpun dan berat kering angin tanaman per petak.
2. Pemberian 30 ton/ha pupuk kandang domba + pupuk anorganik (N : P : K) dengan dosis 500 kg/ha ZA : 300 kg/ha
SP-36 : 200 kg/ha KCl berpengaruh lebih baik terhadap jumlah daun tanaman per rumpun, berat kering
angin tanaman per rumpun dan berat kering angin tanaman per petak bawang merah kultivar Maja.

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


12
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kombinasi jenis pupuk kandang maupun pupuk anorganik
yang telah dicobakan, pada musim yang berbeda. Serta perlu adanya pengujian dengan takaran yang berbeda-
beda dari jenis pupuk kandang maupun pupuk anorganik.

DAFTAR PUSTAKA

Adji Sastrosupadi. 2002. Rancangan Percobaan Bidang Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.


Ance Gunarsih. 1989. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman (Klimatogi). PT. Bina Aksara, Jakarta.
Anggoro Hadi Permadi. 1995. Teknologi Produksi Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Jakarta.
Baver, L.D., W.H. Gadner, and W.R. Gadner, 1997. Soil Physics. Forth Ed., John Willey and Sons Inc., New
York.
Benyamin Lakitan. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajagrafindo, Jakarta.
Buckman, H.O., and N.C. Brady, 1981. The Nature an proferties of Soil The Macmilan Co., New York.
Cabang Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Wilayah Kecamatan Majalengka. 2003. Data Curah
Hujan, Majalengka.
Direktorat Gizi Depkes R.I. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Djoehana Setyamidjaja. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Simplex, Jakarta.
Dwijoseputro. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia, Jakarta.
Estu Rahayu dan V.A. Nur Berliana. 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Goeswono Supardi. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB, Bpgor.
Hendro Sunarjono. 1984. Kunci Bercocok Tanaman Sayuran Penting. Sinar Baru, Bandung
Hendro Sunarjono dan Prasodjo Soedomo. 1983. Budidaya Bawang Merah (Allium ascalonicum L). Sinar Baru,
Bandung.
____________. 1984. Kunci Bercocok Tanaman Sayur-sayuran Penting. Sinar Baru, Bandung.
Food and Nutrition Research Center Hand book No.1 Manila, 1964. Manila.
Foth, H.D., 1988. Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Marsono dan Paulus Sigit. 2002. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Marwan Yantu dan Abdul Wahid Junus. 2000. Kinerja Usaha Tani Bawang Merah di Bawah Kondisi
Ketidakpastian. Jurnal Agroland 7 (2), juni :138-146.
Nunung Nurtika. 1984. Pengaruh Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat Kultivar Intan.
Penelitian Hortikultura XII (4).
Nurhayati Hakim. 1986. Peningkatan Kesuburan Tanah dengan Menggunakan Bahan Organik. CV. Subur Jaya,
Jakarta.
Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan. 2003. Letak Geografis Kabupaten D.T. II Majalengka,
Majalengka.
Pinus Lingga. 1991. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia Untuk Keperluan Survai dan Pemetaan
Tanah Daerah Transmigrasi.
Rahmat Rukmana. 2002. Bawang Merah, Budidaya & Pengolahan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.
Rismunandar. 1987. Membudidayakan 5 jenis Bawang. Sinar Baru, Bandung.
Rochendi dan Sabri Ahmad. 1996. Tinjauan Terhadap Penggunaan Pupuk Organik Pada Lahan Sawah Di
Propinsi Jawa Barat. Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
Rosmini. 2002. Dampak Pemberian Pseudomonas fluorescens, Glomus fasciculatus dan Fusarium sp Terhadap
Penyakit busuk Umbi Bawang Merah. Jurnal Agroland : 9 (4).
Saifuddin Sarief. 1988. Konservasi Tanah dan Air. Pustaka Buana, Bandung.
____________. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
Sarwono Hardjowigeno. 1987. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Mediyatama Sarana Prakasa. Jakarta.
Sarwono Hardjowigeno, 1995. Ilmu Tanah. PT Mediyatama Sarana Prakasa, Jakarta.
Singgih Wibowo. 1992. Budidaya Bawang Merah, Bawang Putih, Bawang Bombay. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sri Setyati Harjadi. 1984. Pola Pertumbuhan Tanaman. Gramedia, Jakarta.
_____________. 1993. Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta.
Subagyo. 1970. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Jilid II. Penebar Swadaya, Jakarta.

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka


13
Subhan . 1987. Efisiensi Penggunaan Pupuk Kandang Pada Usaha Tani Tomat. Buletin Penelitian
Hortikultura XV (4) : 125 – 130.
Suhartatik dan Suryatna Efendi. 1986. Pengaruh Takaran Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Kacang kedelai. IPB. Bogor.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizer. Mc Milan Publ. Co. Inc., New
York.
Toto Warsa dan Cucu, S.A. 1982. Teknik Perancangan Percobaan. UNPAD, Bandung.

Asep Mulyana, SP – Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka

You might also like