You are on page 1of 506

PPeennddeekkaarr SSaakkttii

D mbbaahh LLiiaarr
Daarrii LLeem
Karya Liu Can Yang
Saduran : Liang YL Editor : Adhi H

Sumber DJVU : Manise


Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
CERITA SILAT
Judul : PENDEKAR SAKTI dari LEMBAH LIAR
Saduran : Liang J Z
Editor : Adhi H
Penerbit : Tunas Mandiri Jaya
Cetakan Ke 1: Juni 2008
ISBN / KDT : 978-979-1489-46-1

JILID KE 1
Bab 1
Jejak keluarga pendekar

Air sungai mengalir bagaikan sehelai pita yang berliku-


liku melalui ribuan celah-celah gunung, ketika turun
kebawah mengeluarkan suara gemuruh, begitu melewati
tikungan tajam berubah bagai gelombang dahsyat yang
menggoyangkan pegunungan, ibarat "Tiga gelombang
dahsyat menerjang dataran dibarengi suara halilintar"
pemandangan yang menakjubkan ini terdapat di sebuah
tempat yang bernama Liong-bun (Pintu Naga).
Di sisi barat Pintu Naga yang berdampingan dengan
tikungan tajam tersebut ada sebuah gunung kecil, diatasnya
berdiri sebuah bangunan yang berkilauan dengan warna
emas nan agung, bangunan itu termasyur dengan julukan
nama biara Sai-giok (Singa kumala).
Di kala embun subuh masih menghalangi pemandangan,
angin bertiup sangat dingin, cakrawala baru menampilkan
Pintu Naga yang meupakan tempat idaman pujangga dan
ksatria, saat fajar baru terbit ini, biasanya belum ada
pelancong yang datang.
Tetapi terdengar suara orang bicara.......
"Toako! daerah dekat Pintu Naga ini...."
"Ya... kau jangan menganggap kau sudah pagi, buktinya
masih ada orang lain yang sudah lebih pagi berangkat,
orang-orang itu kelihatannya berselera tinggi juga"
"Aku merasa ada yang aneh"
"Mengapa? Apa Samte curiga orang-orang itu khusus
mencari kita."
"Pepatah kuno mengatakan dalam laut bisa diduga, hati
orang sukar dibaca, lebih baik kita hati hati....."
"Ha ha ha...... biarpun ada kawan-kawan yang
tidak memandang pada kita, tapi buat Sin-ciu-sam-coat
(Tiga pendekar wahid), tidak ada orang yang kita takuti."
Yang barusan berbicara adalah seorang laki-laki yang
berumur sekitar 50 tahun bertubuh langsing, mukanya
berwarna ungu dan berewokan. sedang temannya lebih
muda berpenampilan anggun dan cakap, berbaju biru. t
Baru saja mereka berkata, terdengar alunan suara yang
diantar angin pagi:
Beruban seperti bintang-bintang
Menyesal cita-cita menjadi hampa
Tubuh ini seperti titipan
Tubuh terasa sakit dan menyendiri
Menuju Pintu Naga
Membangkitkan semangat masa lalu
Dengan senjata sakti dari Liu-yang
Melanglangbuana ribuan lie
Membasmi Sin-ciu-sam-coat
Menguasai dunia
Coba tanya siapa yang bisa menandingi."

Mendengar alunan suara, kedua orang itu berubah


mukanya. Seutas hawa pembunuhan timbul diwajah orang
tua berwajah ungu itu.
Embun pagi masih seperti semula, angin dingin meniup
baju, dalam pemandangan Pintu Naga yang megah, bukan
saja bersembunyi tidak sedikit pesilat tinggi dunia
persilatan, juga mengandung hawa pembunuhan yang amat
pekat.
Serentak orang tua yang berwajah ungu tersebut
menggoyangkan alis panjangnya, sambil tertawa berkata:
"Aku Pouw-ci-sui-beng (Jari sakti penghancur nyawa)
Hong San-ceng dan Lam-san-hong-ie (Bulu hong berbaju
biru) Cukat Tong menunggu kedatangan tuan, bila sobat-
sobat berjiwa ksatria, tidak perlu menyimpan kepala
menyembunyikan ekor"
Baru saja kata-katanya habis diucapkan, tiga bayangan
manusia tanpa mengeluarkan suara sedikit-pun
menghampiri dua orang itu dengan kecepatan tinggi,
gerakannya di ikuti dengan kilauan pedang bagaikan tirai,
bayangan pedang saling berhamburan, tiga penyerang itu
tanpa mengucapkan sepatah kata pun langsung menyerang
dua orang itu pada bagian tubuh yang mematikan.
Orang tua yang bermuka ungu mendengus marah, kedua
tangannya didorongkan kemuka tiga penyerang yang
memakai topeng, dan menghalau terbang penyerangnya
sehingga satu tombak lebih. Tetapi begitu jatuh tiga orang
itu langsung bangun kembali, seperti bola yang telah penuh
diisi angin, mereka kembali menerjang kedepan dua orang
tersebut.
Orang tua itu jadi agak tertegun, tangan kiri yang lima
jarinya putih seperti batu giok dengan segera diayunkan dan
seketika terdengar dua jeritan memilukan, tiga dari
penyerang tersebut dua orang telah roboh tidak bisa bangun
lagi, yang seorang lagi dengan gerakan reflek melayang
menghilang ke dalam kabut yang tebal.
Serangan terselumbung ini seperti hujan badai pada
bulan Juni, mendadak datang lalu pergi dengan cepat.
Orang tua berwajah ungu yang diserang merasa bingung,
dia melihat kedua mayat tersebut, lalu berpaling pada
temannya yang berbaju biru, katanya:
"Apa yang terj adi........."
Temannya yang berbaju biru diam sejenak, sambil
mengerutkan alis dia berkata:
"Nama Sin-ciu-sam-coat (Tiga Pendekar Sakti) buat
pencoleng kecil yang mendengar sudah ketakutan, kakak
tadi telah menyebutkan gelaran kita, tapi tiga orang
penyerang bertopeng itu masih berani menyerang dengan
ganas, aku kuatir masih ada serangan susulan. Sekarang
janji bertemu sudah lewat, tapi sampai sekarang kakak
kedua belum datang juga, dia......"
Orang tua berwajah ungu sejenak terkejut, tidak
menunggu teman yang berbaju biru berbicara lagi, dia cepat
berkata:
"Ayo kita pergi......" dia menggandeng tangannya dan
melayang pergi.
Baru saja tubuh mereka melayang, dari dalam kabut
tebal terdengar suara sst... sst...sst, dilanjutkan suara
cit...cit... bersahutan, disusul luncuran barisan anak panah
yang pesat seperti segerombolan belalang datang
menyerang.
Tetapi dua dari tiga pendekar hebat ini telah memiliki
ilmu silat yang sempurna, mereka sudah siap menhadapi
perobahan mendadak ini, mereka membuka lengan baju
lebarnya, membuat panah-panah yang datang dihalau
kembali jatuh ke tanah, dan tubuhnya seperti dua ekor
burung bangau raksasa menerobos dalam serangan panah
tersebut.
Orang tua yang berwajah ungu adalah Toako dari Tiga
Pendekar Sakti dengan julukan Pouw-ci-sui-beng, sedang
yang berbaju biru adalah Samtenya berjuluk Lam-san-hong-
ie, mereka bertiga tahun lalu telah berjanji untuk bertemu di
Pintu Naga dengan saudara kedua mereka Thian-yat-it-
kiam (Pedang tunggal dari cakrawala.) Pek Ciu-ping, setiap
tahun selain saling menceritakan pengalaman masing-
masing, juga menikmati pemandangan indah di tempat
termasyur tersebut.
Orang kedua mereka tinggal di sebuah kota tua yang
berjarak kurang lebih ratusan li dari tempat tersebut,
sekarang seharusnya dia sudah datang. Selama puluhan
tahun, terhadap orang kecil dan pedagang bermodal kecil
pun Pek Ciu-ping belum pernah ingkar janji, karena
waktunya sudah lewat, kemungkinan besar dia mengalami
rintangan yang sangat berat, maka bagi mereka berdua yang
seperti kakak beradik, lebih baik meninggalkan penyerang
tadi dan keduanya melesai dengan kecepatan tinggi menuju
kota tua tersebut.
Mereka telah melewati beberapa gunung, cahaya merah
menerangi langit di sebelah timur, sambil berlari dengan
kecepatan tinggi Hong San-ceng tanpa sengaja melihat
Cukat Tong, sejenak dia berubah jadi kaget dan berkata:
"Samte,kauterluka?"
Cukat Tong tertawa tawar:
"Lengan kiri ku terluka oleh panah, tidak apa-apa,
mari kita teruskan......" bicaranya belum selesai,
tubuhnya sudah melesat berada di depan sepuluh tombak
lebih, seperti anak panah lepas dari busurnya, kecepatannya
tetap mengejutkan orang. Pesilat tinggi yang ilmu silatnya
sehebat mereka, jarak ratusan li, hanya dalam waktu
sekejap sudah sampai.
Pekarangan rumah Thian-yat-it-kiam sudah terlihat dari
kejauhan, namun langkah mereka men-dadak tertahan,
tertegun oleh pemandangan yang mereka li hat.
Ternyata di depan lereng gunung di hutan yang lebat,
ada sebuah bangunan megah tempat tinggalnya orang
kedua dari Sin-ciu-sam-coat, saat ini lapangan di depan
pekarangan ada satu sinar pelangi sedang menyambar-
nyambar dengan kekuatan yang amat dahsyat, sinar pelangi
itu menyapu seluruh lapangan, tempat yang dilalui sinar
pelangi itu mengeluarkan gemuruh guntur, kekuatannya
sangathebat.
Sebuah pembantaian manusia yang sangat mengerikan
telah terjadi di sisi hutan di celah rerumputan, di depan dan
belakang pekarangan, sekelilingnya tergeletak mayat-mayat,
bau anyir darah menyengat hidung, tapi pertarungan ini,
sepertinya sudah mendekati akhir, kecuali Pek Ciu-ping dan
sepuluh lebih pesilat tinggi bertopeng yang mengeroyoknya,
liilak terlihat lagi seorang manusia yang masih hidup.
Mendadak, sinar pedang Pek Ciu-ping terhenti, kakinya
melangkah beberapa langkah dengan terhuyung huyung,
jago pedang yang tiada tandingannya dan telah
menggemparkan dunia persilatan ini, dibawah tekanan
jumlah musuh yang tidak sebanding, sudah terluka parah
dan tampak kehabisan tenaga.
Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng yang melihat kejadian
itu, darahnya jadi bergolak, dia melirik sekali pada para
pemanah yang sembunyi disekitar pekarang-an sambil
mengeluh:
"Tampaknya Jite walau bisa membunuh habis pesilat
tinggi dilapangan, juga sulit menghindarkan bahaya dari
para pemanah, kelihatannya hari ini adalah hari terakhir
kita bisa berkumpul bersama!"
Cukat Tong menengadah dan tertawa keras:
"Kita bersaudara sudah bersumpah sehidup semati, demi
sahabat tidak ingin hidup sendirian, bisa mati bersama di
gunung ternama, matinya juga tidak perlu menyesal,
Toako! Mari kita labrak......"
Hong San-ceng membalikkan kepala melirik wajah
Cukat Tong, mendadak dia melihat pergelangan Cukat
Tong sedikit gemetar, di dalam hati timbul kepedihan yang
amat sangat, sesaat, dengan nada dalam berkata:
"Samte, kau sudah terkena racun, mengapa tidak mau
menggunakan tenaga dalammu mengobati dulu!"
Cukat Tong menggelengkan kepala, lalu dengan tertawa
sedih berkata:
"Racun yang terdapat di panah Ngo-tok-tui-hun-cian,
adalah Toan-hun-cauw (Rumput pemutus arwah.) yang
belum ada obatnya di dunia, kecuali......" perkataannya
rada tertahan , mendadak dia mengangkat kepalanya,
berkata, "anak kecil di dalam pelukan Jiko, adalah satu-
satunya keturunan Sin ciu-sam-coat, Toako harus
bertanggung jawab memelihara dan mendidiknya." Habis
bicara, dia lalu mengeluarkan bulu Hong putih yang
panjangnya sekitar tiga kaki, mulutnya bersiul panjang,
tubuh berkelebat menerjang pada para pemanah itu.
Hong San-ceng tertegun, matanya meneteskan beberapa
tetes air mata, lalu alisnya terangkat sambil berteriak keras
sekali, satu kakinya menginjak ke batu gunung, tubuhnya
telah melesat datar, di saat tenaganya hampir habis,
mendadak tubuhnya berguling, dengan kecepatan yang
amat tinggi, melayang turun disisi tubuhnya Thian-yat-it-
kiam Pek Ciu-ping.
Sepuluh lebih pesilat tinggi bertopeng yang ada di
lapangan tertegun melihat demontrasi ilmu meringankan
tubuh yang hebat ini, semuanya jadi tergetar, mereka tanpa
sadar mundur satu tombak lebih.
Hong San-ceng mengeluarkan suara Hm...! Dia tidak
pedulikan para pesilat tinggi bertopeng itu, sorot matanya
menatap pada Jitenya yang memegang sebilah Im-cu-kiam.
Tapi dewa pedang ini, sekarang bajunya sudah sobek-sobek
dagingnya pun terlihat, tubuhnya tidak ada satu pun yang
utuh, kecuali anak kecil di dalam pelukannya, dia hampir
telah menjadi manusia darah, Hong San-ceng dengan cepat
mengambil satu-satunya keturunan Sin-ciu-sam-coat,
dengan kencang diikatkan di punggungnya, lalu
mengeluarkan sebutir obat, diberikan pada Pek Ciu-ping
sambil berkata:
"Jite, istirahatlah dahulu, biar aku yang menghadapi
manusia-manusia rendah yang tidak berani menampilkan
wajahnya ini."
Pek Ciu-ping mendadak memelototkan sepasang
matanya, dia tertawa keras yang panjang berkata:
"Toako, Soh-ciu kuserahkan padamu, kita
bersaudara...... bertemu lagi di kehidupan yang akan
datang......" perkataannya berhenti sejenak, mendadak
tubuhnya meloncat, terlihat pelangi panjang muncul, hawa
pedang memenuhi langit, dua kepala manusia langsung
terlempar sejauh tiga tombah lebih, dibawah tebaran darah
segar dia kembali menyambar pada orang-orang bertopeng
itu.
Gerakannya yang tidak diduga ini, kecepatannya seperti
kilat menyambar, saat Hong San-ceng mendekatinya lagi,
Pek Ciu-ping yang sudah terluka sangat parah telah
meninggal dunia.
Pukulan batin yang tidak tanggung-tanggung ini,
membuat Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng mengangkat alis
membelalakan mata, segaris warna merah darah mengucur
dari sepasang mata yang membelalak bulat, mulutnya
meraung keras, tubuhnya mendadak meloncat, sepasang
telapaknya diayunkan, sebuah hembusan angin yang sangat
dingin menusuk tulang, menerjang pada orang-orang
bertopeng itu.
Tapi orang-orang bertopeng itu tampaknya mempunyai
ilmu silat yang tidak rendah, baru saja angin pukulan Hong
San-ceng menerjang, tubuh orang-orang bertopeng itu
tergetar sadar, lalu sinar golok berkelebatan, empat orang
bertopeng maju menghadang nya.
Dikala berlompat, Hong San-ceng masih sempat
memungut Im-cu-kiam, di sudut mulutnya terdengar suara
tertawa bernada sadis, pedang panjangnya di gelarkan
menghasilkan tiga suara getaran yang nyaring, sambil
menggerakan dua buah alisnya, dengan suara dingin
berkata:
"Sin-ciu-sam-coat, tidak berencana meninggalkan tempat
ini dengan hidup, bila kalian tidak memperlihatkan roman
muka yang sebenarnya, Hong San-ceng tidak akan mati
dengan mata tertutup"
Di antara yang bertopeng tersebut, ada seorang kurus
yang lengannya amat panjang, dan dua telapak tangannya
yang lebih besar dari orang biasa, kelihatan-nya seperti
pemimpin dari kelompok orang-orang itu, dia maju
kedepan setengah langkah, sambil tertawa dengan suara
munafik berkata:
"Hong Tayhiap tidak perlu bersuara keras, kami semua
terpaksa berbuat tidak sopan, mohon dimaafkan,
soal......wajah kami, Hong Tayhiap tidak perlu tahu."
Hong San-ceng dengan marah membentak: "Melihat
kepandaian kalian yang cukup tinggi, pasti kalian adalah
pendekar yang punya nama terkenal di dunia persilatan,
kalian pasti dari perguruan yang ternama, aku
mengharapkan kalian bisa memberi jawaban yang
memuaskan."
Orang kurus tersebut dengan tertawa yang dibuat-buat
berkata:
"Inilah yang disebut orang tidak berdosa tetapi punya
barang berharga yang berdosa, adik saudara dengan diam-
diam mempunyai barang yang sangat berharga, dengan
sendirinya mendatangkan bahaya pada dirinya!"
Hong San-ceng dengan marah berkata:
"Kalian bangsat yang bisanya berbuat licik, sudah
menyerang adikku dengan tindakan yang biadab, ternyata
masih berani berkata begitu enak, hmm... perumahan Leng-
in ini akan jadi tempat kuburan kalian......"
Orang kurus itu mencibirkan mulutnya:
"Sin-ciu-sam-coat sudah mati dua, Hong Tayhiap lebih
baik pikirkan keselamatan keponakan anda......."
Dia berhenti sejenak lalu berkata lagi, "seseorang bila
sudah tidak bernyawa, biarpun punya barang berharga
sebesar gunung pun percuma ha, ha... ha..."
"Bila kau bisa berkata jujur, Hong San-ceng ingin
mendengarkan penjelasanmu."
"Apa Hong Tayhiap betul-betul tidak tahu?" kata orang
kurus itu
"Kau pasti tahu aku belum pernah berkata bohong,"
Orang kurus tersebut sambil menggoyangkan kepala
berkata:
"Benda pusaka persilatan Pouw-long-tui (Bor
penghancur) yang berada dalam dada keponakan anda,
lebih baik Hong Tayhiap keluarkan pada kami, biar kami
puas."
Jantung Hong San-ceng tergetar, dia sejenak terdiam,
lalu katanya:
"Kau bilang apa, Pouw-long-tui?"
Orang kurus itu dengan bersuara dingin:
"Betul, Pouw-long-tui, bila Hong Tayhiap ingin punya
penerus Sin-ciu-sam-coat, lebih baik Hong..."
Tidak menunggu orang kurus tersebut berkata habis,
mulut Hong San-ceng telah membentak, pedang
panjangnya bersamaan melingkar sekali dan bergetar, satu
garis pelangi perak bagaikan bintang melesat dengan
dahsyat, menggulung orang bertopeng itu.
Orang kurus itu kontan berubah roman mukanya, kedua
telapak tangannya disilangkan dan berputar, dengan
berturut-turut membalas enam pukulan telapak tangan,
tenaganya sangat besar, sungguh jarang ada di dunia
persilatan. Sisa tiga orang bertopeng lainnya juga
bersamaan bergerak, pemandangan yang seperti bertirai
cahaya golok, kilatan dingin menusuk tubuh, tiga golok baja
itu bersamaan menyerang titik-titik kelemahan Hong San-
ceng.
Hong San-ceng memutar tubuhnya sekali, seperti roh
halus dia menerobos keluar dari kepungan golok dan
pukulan tangan, sambil menggerakkan alis dan bersuara
keras:
"Tidak disangka, pendekar tersohor Lak-jiu-jin-wan
(Manusia monyet tangan pedas) Giam Pouw dan jago dari
selatan, tiga jagoan she Bu, berbuat hal yang memalukan
dan berlawanan dengan aturan persilatan, bila aku tidak
dapat merobek jantung kalian, bagaimana dunia ini masih
ada keadilan."
Begitu kata-katanya habis, pedang panjangnya langsung
melancarkan jurus "daun jatuh bagai salju terbang", langit
jadi penuh bayangan pedang pelangi yang cemerlang,
dorongan hawa pedang yang dahsyat, menyapu dada dan
perut orang yang bertopeng.
Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng mempunyai
kepandaiannya yang sangat tinggi, untuk membalas
dendam atas kematian adik ketiganya, dia telah
menggunakan tenaga sebesar sepuluh bagian.
Lok-yap-hui-soat (Daun jatuh salju terbang.) adalah jurus
yang paling hebat dari ilmu Im-cu-kiam, terlihat kilatan
pedang bagaikan salju terbang di malam musim dingin, tiga
saudara she Bu tidak sempat mengeluarkan sebuah
juruspun, tahu-tahu telah di babat sebatas pinggang,
cipratan darah berterbangan di udara, Lak-jiu-jin-wan
biarpun cepat membaca situasi, tapi masih sedikit
terlambat, lengan kirinya telah terpotong sebatas bahunya,
sepuluh penyerang bertopeng melihat kejadian tersebut
masing-masing memusatkan tenaga dalam, bersiaga dengan
seluruh kekuatan yang ada, tapi mereka tampak ragu-ragu
dan takut untuk menyerang.
Lak-jiu-jin-wan pantas di sebut orang yang kuat, biarpun
telah luka parah dia masih bisa tertawa enteng, katanya:
"Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng belajar ilmu Im-cu-
kiam dari pendekar nomor satu, tanganku sebelah hilang
juga tidak memalukan, tetapi biarpun ilmu pedang itu
adalah ilmu yang sudah terkenal kehebatannya, akhirnya
Pek Ciu-ping pun kehilangan nyawanya, Hong Tayhiap ..
.ha.. .ha.. .ha, apa kau yakin masih bisa lolos?"
Begitu habis bicaranya, kepada sepuluh orang temannya
yang berada di belakang dia berkata:
"Biarpun jurus Im-cu-kiam digabung ilmu Pouw-ci-sui-
beng mempunyai tenaga dahsyat, tetapi ilmu tunggal Hong
Tayhiap baru dikuasai sampai tingkat enam, jika dipakai
menyerang terus, tenaganya akan cepat habis dan mesti
menunggu seperempat jam baru bisa memulihkan
tenaganya, bila kalian merasa bukan tandingannya, lebih
baik kita bersama-sama menyerang."
Hong San-ceng dengan marah berkata: "Bajingan licik,
aku akan menghajarmu duluan." pedangnya dipindahkan
ke tangan kiri, lengan kanan-nya dijulurkan ke depan, satu
tenaga tersembunyi yang dapat memecahkan batu dengan
kecepatan kilat meng-hajar dada Giam Pouw.
Walaupun tangan kiri Giam Pouw sudah putus,
tabiatnya tetap garang, dan membalikkan telapak tangan
kanannya, menghadang dengan mengerahkan seluruh
tenaganya.
Tenaga dahsyat kedua pihak langsung bentrok dengan
mengeluarkan suara sangat keras, Giam Pouw tampak
menahan rasa sakit, dia tergetar sehingga terdorong lima
langkah ke belakang, satu aliran darah segar mengalir
keluar dari bagian lengan yang putus, dia menggigit giginya,
kedua matanya dengan buas memandang Hong San-ceng,
lalu berpaling ke belakang, berteriak:
"Mengapa kalian masih berpangku tangan, apa kalian
ingin melepas harimau pulang ke gunung?"
Kesepuluh orang bertopeng itu tertegun sejenak, lalu
bersamaan membentak, tiga pedang panjang bersamaan
menerjang menuju Hong San-ceng, menggunakan
kesempatan ini Giam Pouw menggeser kakinya, menempati
posisi yang tepat, telapak tangan kirinya menjulur keluar
dengan kecepatan tinggi, menyerang anak kecil yang
digendong di belakang tubuh Hong San-ceng.
Dada Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng penuh
kemarahan, dua matanya berwarna merah, dia berteriak
panjang, telapak tangan kanan dibalikkan, Im-cu-kiam
dengan kecepatan kilat membabat ke arah samping, jurus
pedang ini sulit diduga arahnya. Orang yang bertopeng
biarpun jago persilatan, tetap tidak dapat menghindar dari
jurus pedang aneh yang digunakan dengan memakai tangan
kiri, terlihat kilatan kearah dua pundak orang bertopeng,
belum lagi merasakan sakit, kepalanya telah terbang keluar
arena pertarungan, sisa dua tubuh yang tidak berkepala,
dengan mandi darah jatuh ke tanah.
Salah seorang bertopeng terperanjat sejenak, dengan
cepat menggerakkan lengan kanannya, pedang panjang
yang dalam telapak tangannya terbang, membawa suara
berdesing, menuju dada Hong San-ceng.
Hong San-ceng bersuara dingin, tumit kakinya
mengayun keatas, telapak tangan kanannya bergetar pada
pedang yang menyerang datang, terdengar satu suara jeritan
kesakitan, pedang panjang yang menuju ke arah dada Hong
San-ceng, telah berbalik arah menembus dada penyerang
tersebut.
Hanya dalam hitungan detik, Hong San-ceng telah
menghabisi tiga orang yang berilmu tinggi, dan telah
menghindar dari pukulan Lak-jiu-jin-wan dengan cerdik,
sehingga penyerang-penyerang yang lain dengan terkesima
berdiri terpaku! Hong San-ceng dengan rambut berdiri,
mata seperti macan membelalak mendekati mereka setapak
demi setapak, suara langkah tunggal terdengar jelas dalam
hembusan angin dingin yang memilukan, mengalunkan
irama maut.
Tetapi biarpun dalam keadaan marah sekali, dia masih
bisa berpikir jernih, dia tahu tujuh orang yang di depannya,
kemungkinan adalah pendekar-pendekar tangguh di
daerahnya, Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw telah kehilangan
sebelah tangannya. Dia masih mempunyai tenaga
bertarung, tapi laju langkahnya telah melambat, dia harus
menggunakan waktu sejenak untuk mengembalikan
tenaganya, sesudah tenaganya cukup dia bisa melancarkan
Pouw-ci-sin-kangnya untuk menghabisi musuhnya.
Tetapi gerak-geriknya, tidak dapat mengelabui mata
Giam Pouw yang licik seperti srigala, dengan tertawa yang
sinis, dan telapak tangannya membawa angin dingin, dia
bersiap menyambutnya, katanya:
"Hong San-ceng jangan harap kau menggunakan Pouw-
ci-sin-kang yang memalukan! Ha, ha, ha, jangan mimpi,
terimalah jurusku."
Begitu Lak-jiu-jin-wan memusatkan telapak nya, tujuh
orang bertopeng juga bergerak, dua pedang, satu cakar dan
dua pena besi, dan satu pecut yang seperti ular lincah, dari
tiga arah menyerang bagian-bagian tubuh Hong San-ceng,
yang lemah, selain itu tubuhnya juga mendapat serangan
pukulan telapak tangan yang tersembunyi.
Rambut putih Hong San-ceng jadi berdiri, demikian pula
bulu jambangnya, tubuhnya bergerak enteng, langsung
sudah keluar dari kepungan delapan orang tersebut, tidak
menunggu serangan kedua dari mereka datang, dia
mengangkat tangan kanannya, tampak lima jarinya
membesar seperti batu giok putih.
"Jurus Pouw-ci-sui-beng." Lak-jiu-jin-wan bersuara
terkejut, kakinya bergerak mundur ke belakang, secepat
kilat menghindar, orang-orang yang mengepung Hong San-
ceng pun berlompatan mundur ke empat penjuru.
Terdengar tiga kali suara mengerang, tiga bayangan
orang yang meloncat, telah jatuh dari udara, bersamaan itu
satu lingkaran pelangi perak, telah menyapu pinggang dua
orang penyerang.
Hujan darah berjatuhan di empat penjuru, potongan
tubuh berterbangan, di lapangan sudah bertambah lagi lima
mayat yang mati panasaran, tetapi hal ini pun tidak
membuat Hong San-ceng puas, selain ingin membunuh
habis kelompok penjahat tersebut, dia akan mencari otak
perencananya. Dia menyilangkan pedangnya, dengan mata
yang berwibawa, dan nada dingin berkata:
"Hukum ada aturannya, yang membunuh harus mati,
kalian bertiga apa mesti aku yang mengerjakannya?"
Tubuh Lak-jiu-jin-wan tergetar, dia tahu betul ilmu yang
dikuasai Hong San-ceng, ilmu Im-cu-kiam, atau ilmu jari
penghancur nyawa, yang mana pun, sudah cukup membuat
mereka bertiga kehilangan nyawa, tetapi, roman mukanya
yang munafik tetap tampak tenang, penampilannya sangat
santai. Dia tidak menjawab pertanyaan Hong San-ceng,
tetapi bersiul dengan suara nyaring, dari sepasang matanya
yang arahnya tidak menentu masih terlihat muka yang
cerah.
Langkah kaki Hong San-ceng berhenti, dengan sinis
berkata:
"Apa kau memberitahu kawan-kawanmu? Baiklah, bila
aku saat ini membunuhmu, kau akan mati panasaran!
Tetapi kalian seperti setan bermuka kerbau atau ular berupa
dewa, ditambah berapa banyak pun, aku akan menbereskan
kalian semua."
Giam Pou w dengan tertawa berkata:
"Betul, Sin-ciu-sam-coat adalah pendekar paling linggi
ilmunya di dunia persilatan, aku yang kepandaian nya
masih rendah, sudah pantas dan tidak bisa bertanding
dengan kalian bersaudara, tetapi, ha, ha, ha, nanti akan
muncul orang-orang baru, bila Hong Tayhiap terlalu
percaya diri sendiri, sangat tidak bijaksana memandang
rendah orang-orang di dunia ini."
Jantung Hong San-ceng bergetar, katanya:
"Jadi, di dunia persilatan sudah muncul seorang jago?"
Dengan tertawa Lak-jiu-jin-wan berkata:
"Dugaan Hong Tayhiap sangat tepat."
Dengan dingin Hong San-ceng berkata:
"Yang aku tahu, jago itu pernah kalah, dengan penasaran
dia merantau ke perbatasan yang jauh, sekarang mungkiri
sudah tua, tubuhnya mungkin sudah penyakitan."
Lak-jiu-jin-wan terkejut, tidak berasa langkahnya
berbalik mundur, katanya:
"Kau......bagaimana bisa tahu."
"Tentu saja aku tahu jelas, sekalian katakan pada
majikanmu, dan pemanah-pemanah yang bersebar di
sekeliling kampung ini, sudah tidak bisa melindungi
keselamatanmu......"
Lak-jiu-jin-wan bersuara jalang menutupi rasa takutnya:
"Aku tidak percaya............"
Hong San-ceng dengan sinis berkata:
"Aku hanya menggunakan sedikit tenaga sudah bisa
membuatmu berdarah hingga lima langkah, bila tidak
percaya, coba saja tajamnya Im-cu-kiam......"
Dengan gemetar Lak-jiu-jin-wan berkata:
"Kau ingin berbuat apa ...?'
"Biarpun bisa mencincang tubuhmu jadi ribuan potong,
aku masih belum bisa menghilangkan kesedihan dan
kebencian dalam hati, tetapi, bila kau katakan nama otak
penyerangan ini, aku akan membiarkan kau mati dengan
mayat yang utuh!"
Lak-jiu-jin-wan tertawa jalang katanya:
"Bagus, bagus, selama hidup aku telah menipu banyak
orang, hari ini hampir saja ditipu, Hong Tayhiap, jika
dikemudian hari kau mau menipu orang, lebih baik belajar
dulu padaku." Dia berhenti sejenak lalu berpaling pada
temannya, "saat orang terjepit dia tentu akan berontak, bila
anjing terjepit dia akan sanggup meloncat tembok, saudara,
saudara, kita lawan......."
Baru saja mereka mulai melangkah, terlihat kilatan baju
warna biru, dengan kecepatan tinggi turun dari tengah
gunung, seperti naik ke awan mengendalikan embun, begitu
sampai di lapangan, pelangi putih berkibar, sebuah bulu
hong yang panjangnya hampir dua meter, sudah menyerang
dada dari seseorang yang bertopeng. Orang bertopeng
tersebut tidak menyangka bahwa orang yang datang itu bisa
menyerang dari udara, dia tidak ada waktu menghindar,
tetapi orang ini juga bukan orang biasa, bersamaan bulu
hong menusuk dadanya, telapak tangannya bergerak
memukul, sungguhpun dia mendapat pukulan mematikan,
orang yang datang itu juga terkena pukulan telapak
tangannya, orang itu muntah darah segar, jatuh di sekitar
satu tombak lebih.
Perobahan mendadak seperti kilatan api dan halilintar, di
saat Hong San-ceng melihat jelas orang itu adalah si jubah
biru bersayap bulu burung Hong, Cukat Tong. Hatinya
terasa perih, hampir membuat dia pingsan, dia tidak jadi
menanyakan otak penyerangan ini, dengan secepat kilat,
telah meloncat di samping tempat tubuh Cukat Tong yang
roboh.
Lak-jiu-jin-wan menarik napas panjang, tersimpul
tertawa licik disudut mulutnya, dengan cepat dia
mengeluarkan sebuah kotak besi hitam dari dadanya, jari
tangannya menekan tombot dengan mengeluarkan suara
aneh sebuah panah beracun yang beruntai mutiara telah
melesat dengan kecepatan tinggi menuju punggung Hong
San-ceng.
Biarpun Hong San-ceng dalam keadaan sedih, indra
mata dan telinganya terganggu, tetapi reaksi terhadap
situasi masih melebihi orang biasa, pada saat panah beracun
mendekat ke tubuhnya, dengan cepat dia berputar,
menyelamatkan anak Pek Ciu-ping, tetapi punggung atas
kanannya terasa sakit hingga ke menusuk tulang.
Melihat sasarannya terkena panah racun, Lak-jiu-jin-wan
gembira sekali, dia melangkah ke depan, dengan tertawa
menghina dia berkata:
"Sin-ciu-sam-coat betul-betul menguasai ilmu hebat,
tetapi sayang,......ha......ha......ha......Giam Pouw tidak
punya kemampuan menawarkan racun pencabut nyawa
dari panah tersebut, terpaksa memohon maaf pada Hong
Tayhiap!"
Mati atau hidup, bahaya atau selamat, adalah
merupakan masalah yang berlawanan. Seseorang dalam
keadaan bahaya, mendadak bisa berubah jadi selamat,
perasaan hatinya tidak dapat dibayangkan, lebih-lebih orang
licik seperti Giam Pouw, kegembiraanya melebihi orang
lain.
Tetapi, kegembiraannya terlalu pagi diutarakan, begitu
tawanya baru berhenti, terlihat sesosok bayangan hitam
sudah berada didepan mata, seseorang dengan mata merah,
orang tua yang bulu jambangnya berdiri, seperti dewa langit
turun ke bumi, telah menghadang jalan Lak-jiu-jin-wan
Giam Pouw, raja bandit yang termasyur puluhan tahun ini,
tidak menyangka orang yang terkena racun pencabut nyawa
dari panahnya, masih bisa mempunyai tenaga sedemikian
rupa, dia pun tidak melihat jelas bagaimana Hong San-ceng
meloncat, saat ini bila dia diberi tiga bagian keberanian,
juga tidak akan berani berbicara.
Salah seorang yang bertopeng merasa kagum juga
terhadap kepandaian dan keperkasaan Hong San-ceng, dia
membungkukkan kepala dengan suara lembut
mengucapkan kata-kata Budha.
Hong San-ceng menggoyangkan dua alisnya, dengan
riang tertawa:
"Sin-ciu-sam-coat sudah puluhan tahun tidak terlibat
dalam perselisihan dunia persilatan, tidak disangka teman-
teman persilatan malah masih ingin berurusan dengan
kami, sampai murid dari biara Budha yang seharusnya
punya enam akar pikiran yang suci, dan empat tindakan
yang tidak boleh diperbuat, masih bisa mencari urusan
dengan kami, inilah kehormatan buat kami," katanya lagi,
"guru, kau dari biara mana? Apa pantas juga menyimpan
kepala dan hanya memperlihatkan ekornya saja?"
Setelah orang yang bertopeng tersebut terbongkar
identitasnya, dia menjadi ragu-ragu sejenak, akhirnya dia
membuka topeng hitamnya, terlihat seorang yang roman
mukanya jujur, matanya bersinar bulu alisnya tipis, dia
seorang rahib tua, dalam roman mukanya terlihat rasa
penyesalan yang hebat.
Hong San-ceng tertegun sejenak, dengan suara dingin
berkata:
"Tidak disangka ketua Siau-lim yang menjadi pemimpin
dunia persilatan juga bisa berbuat hal ini, sia-sia aku hidup
puluhan tahun, hari ini mataku baru bisa melihat dengan
jernih, tetapi guru besar telah menguasai ilmu agama yang
tinggi, seharusnya tahu dalam ajaran Budha ada perkataan
soal sebab dan akibat, guru telah menanam benih sebab
duluan, di kemudian hari tidak boleh menyesal atas
dilanggarnya olehku, jika membunuh murid-murid yang
ikut serta dalam penyerangan kali ini."
Ketua biara Siau-lim Pek Leng taysu dengan nada
menyesal berkata:
"Teman-teman dari dunia persilatan hampir semuanya
telah mati, dendam dan budi mereka, juga sebaiknya
sampai detik ini saja, anda tidak perlu memperbesar jaring
pembunuhan!"
Hong San-ceng dengan sinis berkata:
"Rahib terhormat dari Siau-lim, ternyata masih punya
rasa kasihan juga, tetapi perbuatanmu, jika dikatakan
sebagai kelompok busuk dari Budha, Tay-suhu Tat-mo juga
tidak akan mengelak dan membantah, apa taysu juga punya
pandangart demikian?" suaranya berhenti sejenak, dan
dengan mata membelalak, terdengar lagi suara nyaringnya,
"Kami bersaudara hidup di pengasingan, tidak ada ambisi
bermusuhan dengan siapa pun, kalian bangsat teri
menggunakan kesempatan kami sedang berkumpul setahun
sekali, menghimpun jago-jago dari kalangan hitam dan
putih, dengan cara yang licik, menyerang, sekarang Sin-ciu-
sam-coat telah mati dua orang, kau minta aku melepas
tangan, apa kau anggap aku ini orang yang takut mati!"
Pek Leng taysu batuk-batuk, lalu berkata:
"Aku bersedia bunuh diri di hadapan Tuan, untuk
mengakhiri masalah besar Siau-lim, aku harap tuan
menyayangi yang ingin hidup, budi tuan akan aku
kenang........."
Hong San-ceng berkata dingin:
"Filsafat yang agung... apa Tay-suhu terlibat dengan
penghadangan orang bertopeng tadi, sehingga perjalanan
Sin-ciu-sam-coat terhalang, dan perumahan Leng-in
terbasmi sampai tidak tersisa satu ayam dan anjing pun,
bagaimana penjelaskannya?"
Pek Leng taysu menutup sepasang matanya berkata:
"Aku terpaksa melakukannya...dan juga... aku tidak
pernah melukai orang......"
"Hm...!" Hong San-ceng dengan dingin dan hina berkata,
"Ketua Siau-lim yang menjadi pimpinan dunia persilatan,
malah bisa diancam orang, sungguh hal yang sangat
menakutkan orang, Taysu apakah kau bisa katakan orang
yang mengancam itu, agar pengetahuan-ku bertambah
luas?"
Guru besar Pek Leng diam sejenak:
"Ini......"
Mendadak tiga bayangan titik hitam, dengan kecepatan
tinggi menerjang dada Pek Leng taysu, meski hvveesio ini
sudah menguasai ilmu tinggi tetapi tidak dapat menghindar
dari serangan yang sangat dekat dari Ngo-tok-tui-hun-cian
(panah lima racun pencabut nyawa), tetapi pengurus biara
Siau-lim, sungguh punya ke-mampuan lebih dari orang lain,
dalam keadaan tubuhnya terkena panah beracun, dia masih
bisa melayangkan satu pukulan telapak tangan, ini adalah
jurus pukulan telapak tangan baja yang telah dikerahkan
dengan tenaga penuh, tiga panah beracun yang sangat
mematikan itu, membuat hweesio ternama mati ditempat,
tetapi orang yang melepaskan panah beracun, Lak-jiu-jin-
wan Giam Pouw, juga kena pukulan dahsyat tersebut,
sehingga urat nadi jantungnya putus seketika, darah pun
muncrat kemana-mana.
Angin gunung bersiul kencang, hujan lebat jatuh dari
langit, bau amis darah dari Perumahan Leng-in sedang
disapu bersih, tetapi Hong San-ceng yang berdiri dalam
terpaan hujan dan angin, tetap belum bisa mencuci dendam
dalam hatinya, dia meraba sebentar keponakan yang telah
ditotok jalan darah tidurnya, dia melangkahkan kakinya
yang berat, menuju tempat Cukat Tong yang tertelungkup.
Cukat Tong yang telah lama pingsan, lukanya di tempat
yang vital dan racunnya telah menyerang paru-paru. Air
hujan yang dingin seperti es, membuat dia sadar sejenak,
dia berkata dengan suara kecil dan terputus-putus:
"Toako........pergi......ke.....arah utara..."
Seorang Tayhiap meninggal di tempat setelah
mengucapkan kata terakhir. Bagi Hong San-ceng, ini
pukulan yang sangat berat, tetapi kata terakhir dari Cukat
Tong, dan lagu yang telah terdengar di daerah peninggalan
sejarah Pintu Naga dia paham, otak penbunuhan yang
sebenarnya belum muncuL saat ini, dia hanya sendirian,
dan luka racun di lengan kanannya semakin parah, pepatah
mengatakan selama gunung masih hijau, tidak usah takut
tidak ada kayu bakar, menimbang situasi dengan kepala
dingin, dia mengambil keputusan untuk bersabar, dan
setelah mengubur jenasah kedua adik seperjuangannya,
dengan hati penuh beban pembalasan, dia segera berlari
sangat kencang ke pegunungan arah utara.
Angin dingin bagaikan pisau, daun berguguran terbang
kemana-mana, pegunungan Lu-liang telah diselimuti oleh
warna malam yang tipis, Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng
telah menemukan sebuah goa terpencil, dia menurunkan
keponakannya dan membuka totokan nadi tidurnya, agar
darahnya berjalan normal kembali.
Satu-satunya keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, adalah
seorang anak remaja yang berumur 14-15 tahun, tetapi dari
alis matanya yang indah dan matanya yang jernih,
terpendam jiwa yang berbeda dari orang banyak. Begitu
nadi tidurnya terbuka, kedua matanya yang bagaikan
bintang di langit dengan lincah mengawasi situasi
sekelilingnya.
Angin dingin menusuk tulang, gua tua mengerikan,
malam dingin ini tidak saja sangat angker, dan diantara
bunyi binatang kecil, seperti tercampur sedikit suasana
setan.
Suasana sungguh mengerikan, tetapi di roman muka
yang masih terlihat kanak-kanak tersebut tidak terlihat rasa
takut, dan akhirnya, matanya yang jernih dengan seksama
melihat Hong San-ceng, dengan nada bicara yang sangat
datar, bertanya kepada paman tuanya.
"Supek....."
"Ya...."
"Ayahku......"
“Dia...”
"Bagaimana dia? Supek?"
"Soh-ciu, kau bilang dulu, Supek sayang padamu tidak?"
"Aku tahu, Supek sayang padaku, tetapi ayahku.........."
"Ayahmu......"
"Telah terbunuh oleh orang-orang bertopeng itu,
betulkan?"
"Ya, Supek tidak becus......"
"Waa......" dia menangis, biarpun dia sangat tahan uji,
tapi tetap masih seorang anak kecil, dan masih ada pertalian
jantung ayah dan anak, bila ayah kandungnya terbunuh dan
diam saja, bukankah dia seekor binatang berdarah dingin!
Dengan penuh kasih sayang, Hong San-ceng mengusap-
usap atas kepalanya dan berkata:
"Soh-ciu, anak laki-laki tidak pantas mengucurkan air
mata, keadaan kita masih belum keluar dari situasi
bahaya......."
Pek Soh-ciu menghapus air mata dengan lengan bajunya,
menggoyangkan alisnya berkata:
"Supek! Apa kita tidak membalas dendam untuk ayah?"
Hong San-ceng dengan kedua baris giginya beradu
berkata:
"Siapa bilang? Hai....." dengan suara lemas melanjutkan
katanya, "Supek tidak akan tinggal diam, Supek akan
membersihkan dunia persilatan dengan darah, tetapi aku
tidak berdaya......"
Dengan jawaban pamannya tersebut, Pek Soh-ciu sangat
tidak puas, dari hidungnya keluar suara hm... pelan, dan
menggetarkan kedua bahunya, berlari dengan kencang ke
mulut gua.
Hong San-ceng terkejut seketika, lalu segera menekan
ujung jari kakinya dengan kecepatan yang tidak
terbayangkan, dia memegang bahu Pek Soh-ciu berkata:
"A Ciu, dengar kata-kata Supek......"
Pek Soh-du berusaha melepaskan pegangannya, dan
berteriak:
"Lepaskan tangan......"
Dengan sedikit nada marah, Hong San-ceng berkata:
"A Ciu, kalau kau tidak mau dengar, Supek tidak akan
mengurusmu lagi!"
Dari mulut kecilnya Pek Soh-du berkata:
"Ayahku terbunuh, sudah sepantasnya aku membalas
dendam, apa tidak boleh ?"
Hong San-ceng dengan memandang atap gua, dengan
nada tidak berdaya berkata:
"Persahabatan aku dengan ayahmu seperti darah dan
daging, aku bukan tidak mau membalaskan dendamnya,
tetapi mereka yang bertopeng, semuanya adalah jagoan dari
dunia persilatan jaman sekarang, di belakang mereka ada
otaknya yang lebih lihai............"
Dengan sinis Pek Soh-ciu berkata:
"Kalau begitu, Supek takut pada mereka?"
Mata Hong San-ceng dibuka lebar, katanya:
"Saat ini, tidak ada orang yang bisa membuat Sin-ciu-
sam-coat takut."
"Bila Supek tidak takut, mengapa kita harus
bersembunyi?"
Hong San-ceng marah:
“Ratusan jagoan yang bertopeng, tidak satupun yang
boleh lolos dari tanganku, tetapi aku sekarang sudah
terkena panah beracun, belum kuat bertarung, bila bukan
Sam-susiokmu yang menggiring orang-orang itu kelain
tempat, hai......"
Pek Soh-ciu mengalihkan matanya, tampak bahu kanan
Supeknya bernoda darah, dengan muka sedih, dia
membalikkan tubuh dan memegang kedua kaki Hong San-
ceng berkata:
"Aku salah menilai Supek, bagaimana lukanya?"
Hong San-ceng dengan getir tertawa sejenak katanya:
"Racun Toan-hun-cauww tidak akan mengambil nyawa
tua Supek, tetapi tenaga dalam dan ilmu silat Supek
akan........."
Tubuh Pek Soh-ciu bergetar sejenak dan berkata:
"Apa yang harus kita perbuat?"
Hong San-ceng memejamkan sepasang matanya berkata:
"Jangan terburu-buru, Ciu-ji, walau Supek kehilangan
tenaga dalam, dalam sepuluh hari, kau tetap bisa mendapat
warisan kepandaian kami bertiga, tetapi kita harus hati-hati,
otak penyerangan ini, tidak akan melepaskan kita,
kelihatannya dunia ini walau begitu besar, tidak akan ada
tempat untuk kita bernaung!"
Pek Soh-ciu mengangkat alisnya:
"Bila mereka masih berani mengganggu kita, aku akan
bertarung sampai titik darah terakhir..."
Hong San-ceng menggelengkan kepala:
"Kita harus membuat rencana terlebih dulu baru
bergerak, sebelum ilmu silatmu berhasil dilatih, kita sama
sekali tidak boleh gegabah, Ciu-ji, apa ayahmu benar telah
berhasil mendapatkan pusaka Pouw-long-tui yang tiada
duanya itu?"
Pek Soh-ciu mengeluarkan sebuah kotak kayu berwarna
hitam dari dalam dadanya:
"Barang ini yang disimpan oleh ayah didalam dadaku,
paman lihatlah."
Hong San-ceng melihat kotak kayu itu, panjangnya kira-
kira delapan inci, tingginya empat inci, diatasnya diukir
seekor naga kecil yang sedang terbang, ukirannya bagus
sekali, seperti benar-benar hidup, dia membuka kotak kayu
itu, mengeluarkan sebuah bor besi yang panjangnya kira-
kira tujuh inci, kepalanya tajam ekornya bulat, dikatakan
dia itu adalah besi, sungguh kurang pas, karena dia lebih
berat dari pada besi biasa, seluruh tubuhnya hitam kelam,
tidak tahu terbuat dari logam apa, dibagian ekornya,
disambung dengan sebuah tali yang seperti sutra tapi bukan,
dia memegangnya lalu mencoba diayunkan, terlihat sinar
hitam berkilat-kilat, samar-samar ada suara gemuruh, dia
tahu Pouw-long-tui ini, sungguh merupakan pusaka dunia
persilatan, sehingga dengan hati-hati dia
mengembalikannya lagi kedalam kotak, dan memberikan
pada Pek Soh-ciu sambil berkata:
"Karena pusaka yang tiada duanya ini, Sin-ciu-sam-coat
mengalami nasib tragis, dan membuat jalan di depan tidak
menentu, baik buruknya nasib sungguh tidak dapat diduga,
haiii... dosanya memiliki pusaka, bisa sedemikian
kejamnya!"
Baru saja habis berkata, mendadak dia mendengar suara
kelebatan baju memecah angin, dengan cepat lewat dari
mulut goa, dia tahu mulut goa ini sangat tersembunyi, jika
tidak dicari secara inci demi inci sangat sulit bisa
ditemukan, tapi demi keamanan, dia tetap memaksakan
memusatkan tenaga dalamnya, sepasang mata melotot
mengawasi, bersiaga penuh menghadap ke mulut goa, lama
sekali, dia baru mengeluh dan duduk di mulut goa
bersemedi istirahat.
Keesokan paginya udara sangat kelabu, angin dingin
bertiup dengan liarnya, embun pagi yang menyedihkan,
sedang menutupi pegunungan Lu-liang.
Hong San-ceng pelan pelan membuka matanya, dia
melirik sekali pada Pek Soh-ciu yang sedang
menggulungkan tubuhnya, tertidur lelap disisinya, lalu
kembali menutup sepasang mata, membereskan pikiran
yang kacau sekali.
Waktu terus berlalu, Pek Soh-ciu akhirnya bangun dari
tidurnya, dia menggosok kulit mata yang masih mengantuk,
memperhatikan keadaan di sekeliling......
Goa yang sepi, rumput yang kering, liar dan tandus,
sejauh mata memandang, semua ini...... mengingatkan dia,
dirinya adalah anak yatim piatu yang keluarganya telah
hancur dan sedang menyelamatkan diri kepelosok dunia.
Sehingga dua jalur air mata panas mengucur deras seperti
parit dari sudut matanya, tapi dia menutup kuat kuat
bibirnya yang merah, sambil tersedu-sedu, tapi sedikitpun
tidak mengeluarkan suara tangisan.
Hong San-ceng sambil mengeluh berkata:
"Ciu-ji, Supek ada satu perkataan yang ingin memberi
tahu mu......"
"Silahkan katakan, Ciu-ji mendengarkan."
"Sin-ciu-sam-coat, adalah pesilat paling hebat jaman
sekarang, kau tahu tidak?"
"Aku tahu."
"Haiii... diatas orang ada orang, diluar langit masih ada
langit, Sin-ciu-sam-coat memang punya keberhasilan, tapi
juga tidak bisa dikatakan di dalam dunia persilatan tidak
ada lagi orang yang melebihi kami."
"Supek! Aku......tidak mengerti......"
"Di kemudian hari kau akan mengerti, Supek hanya
ingin kau tahu, ilmu silat dalamnya sedalam lautan, musuh
kita adalah penjahat ulung yang sangat licik, jika kau tidak
bisa mengesampingkan hawa amarahmu, dan giat berlatih,
kalau tidak dendam ayah dan Sam-susiokmu tidak akan ada
harapan bisa membalasnya."
Pek Soh-ciu mengangkat alis berkata:
"Aku akan dengarkan kata Supek, pasti giat belajar, tapi
siapa sebenarnya musuh kita itu?"
"Supek juga tidak tahu."
"Lalu mengapa Supek bisa tahu dia adalah penjahat
ulung yang sangat licik?"
"Itu adalah dugaan Supek atas dasar orang orang
bertopeng yang diutus oleh dia."
"Mereka itu siapa saja?"
"Kebanyakan adalah orang-orang hebat di dunia
persilatan, sampai ketua Siau-lim, Pek Leng taysu juga
termasuk salah satu diantaranya."
"Kita cari murid-murid mereka, pasti akan mendapatkan
sedikit keterangan."
"Tidak salah, tapi itu artinya kita harus berani melawan
zaman, bermusuhan dengan seluruh orang persilatan!"
"Aku tidak takut."
"Bagus, Supek akan menggunakan waktu sepuluh hari,
supaya kau bisa mendapatkan inti ilmu silat dari kami
bertiga, selanjutnya hidup mati, jaya atau hancur,
semuanya tergantung dirimu sendiri."
Pek Soh-ciu adalah satu-satunya keturunan Sin-ciu-sam-
coat, kecuali ilmu silat ayahnya Thian-yat-it-kiam Pek Ciu-
ping yang telah berhasil dikuasainya, Pouw-ci-sui-beng
Hong San-ceng, dan Lam-san-hong-ie Cukat Tong, juga
telah mengajarkan seluruh ilmu silatnya pada dia, hanya
karena dia usianya masih kecil, terhadap ilmu Pouw-ci-sin-
kang, dan Co-yang-kiu-tiong-hui (Menantang matahari
sembilan lapis.) dua jenis ilmu silat itu masih belum matang
dipelajarinya. Dengan kepintarannya yang hebat, dalam
sepuluh hari ini dia pasti akan dapat berhasil mematangkan
kepandaian itu semuanya.
Maka di bawah pengawasan Hong San-ceng, dia berlatih
dengan giat tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya,
jika dia haus, dia minum air gunung, jika lapar, dia makan
buah buahan, tidak tidur, tidak istirahat terus giat belajar, di
hari kesembilan, tengah harinya dia telah berhasil
menguasai dua jenis ilmu silat hebat ini. Mungkin sudah
takdirnya! Di saat malam tiba, di depan gua yang sepi ini,
kembali terjadi perubahan.
Saat ini angin sedikit pun tidak berhembus, sinar bulan
menyinari seluruh gunung, di hutan yang liar ini, nampak
sangat sepi, tapi suara sst.. sst.. yang pelan, tidak henti-henti
terdengar di dalam goa, jelas, di dekat persembunyian
mereka, telah kedatangan tidak sedikit pesilat tinggi dunia
persilatan.
Hong San-ceng menatap ke mulut goa sambil mengeluh
berkata:
"Ciu-ji tadinya Supek ingin kau mempelajari empat jurus
hebat yang terukir diatas Pouw-long-tui, tapi waktunya
tidak mengizinkan lagi, terpaksa harus kau sendiri yang
mempelajarinya."
Pek Soh-ciu berkata:
"Kita bereskan dulu orang-orang yang datang ini, empat
jurus itu, nanti di kemudian hari jika ada waktu senggang,
Supek ajarkan lagi pada ku."
Hong San-ceng tertawa pahit berkata:
"Selanjutnya kau harus seorang diri berkelana di dunia
persilatan, Supek, haiii......"
"Mengapa? Supek ingin meninggalkan aku?" kata Pek
Soh-ciu tertegun.
"Sebenarnya Supek tidak mau meninggalkanmu, tapi
racun didalam diriku belum ada obatnya, tinggal bersama
denganmu hanya menjadi beban buatmu, Supek akan pergi
ke dalam gunung dan dalam rawa besar, mencari obat
penawar racun, jika kau ikut dengan Supek, bukankah akan
menangguhkan banyak hal penting, yang lebih penting lagi
Supek harus memancing keluar orang-orang ini, supaya kau
bisa dengan selamat meninggalkan lempat yang berbahaya
ini, maka-nya......"
"Tidak, Supek! Kita harus bersama-sama menghadapi
bahaya, aku tidak bisa biarkan Supek sendirian menghadapi
bahaya."
Hong San-ceng dengan nada dalam berkata:
"Membalas dendam keluarga, mengembalikan nama
besar Sin-ciu-sam-coat, ini adalah hal yang sangat penting
sekali? satu hal pun kau belum ada yang kau kerjakan,
malah dengan enteng berani membicarakan soal hidup mati
itu bukankah nanti akan menghapus harapan paman dan
ayahmu dialam sana?"
Pek Soh-ciu dengan sedih mengucurkan air mata berkala:
"Aku salah, tapi......"
Hong San-ceng menggoyangkan tangan: "Anak, kau
dengar kata-kata Supek, jika Supek berhasil menyembuhkan
luka beracun dan bisa mempertahankan hidup, Supek akan
kembali ke dunia persilatan mencarimu, ini ada sedikit uang
untuk kau pakai, nanti saat aku memancing musuh, kau
segera lari ke timur sampai ke Hun-sie, lalu belok ke selatan
sampai ke Ho-lok......"
Pek Soh-ciu dengan perasaan aneh berkata: "Bukankah
itu akan kembali lagi kedekat Ku-seng?"
Hong San-ceng menganggukan kepala berkata:
"Musuh hanya mengira kita akan melarikan diri ke
dalam pegunungan atau perbatasan, pasti tidak akan
mengira kau langsung pergi ke Tionggoan, ini yang disebut
di luar dugaan musuh......" dia sejenak menghentikan
bicara, lalu dengan wajah serius berkata:
"Kita tidak boleh membiarkan musuh menutup mulut
goa, nak, harap kau jaga diri baik baik."
Baru saja Pek Soh-ciu tertegun, satu bayangan orang
telah menembus keluar goa, lalu terdengar teriakan dimana-
mana, dan diiringi dengan jeritan meregang nyawa,
pegunungan Lu-Iiang yang hampir gelap ini, sudah dibuat
kacau oleh Hong San-ceng, Pek Soh-ciu tahu ini adalah
kesempatan baik, lalu dia membuka rerumputan, dengan
perlahan keluar dari goa, dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya, dia lari kearah timur.
Kiu-tiong-hui (terbang sembilan lapis) adalah ilmu
meringankan tubuh yang dia gunakan, adalah ilmu
meringankan tubuh kelas satu di dunia persilatan, walau
latihan dia belum cukup matang, tapi kecepatannya, seperti
angin lewat, kilat berlalu, sekali meluncur ratusan li akan
terjangkau, ketika malam lewat dan pagi tiba, sebelum hari
terang, dia telah berlari keluar dari pegunungan, jaraknya
tidak sampai sepuluh li dari Hun-sie.
Bagaimana pun, manusia terbentuk dari darah dan
daging, setelah semalaman berlari, tidak minum tidak
makan, setinggi apa pun ilmu silatnya, akhirnya akan
merasakan sedikit kelelahan, apa lagi dia hanyalah seorang
remaja kecil, maka ketika dia sudah dapat melihat Hun-sie
dan di sisi jalan tidak ada tempat untuk beristirahat,
kelelahan yang dia rasakan, mulai dari kaki den tangan
menyebar ke seluruh syaraf, membuat dia merasakan
beratnya mengangkat langkah.
Tanpa sadar dia berjalan menuju ke sebuah rumah, tapi
menghadapi sepasang pintu yang tertutup rapat, dia jadi
sedikit ragu.
Ingin minta tolong menginap bukan hal yang
memalukan, tapi walau pun hari masih belum terang, tapi
malahari sebentar lagi terbit, waktunya untuk bekerja, selain
itu dia tidak biasa datang minta tolong menginap, jika tuan
rumah menanyakannya, akan menjadi sebuah masalah
yang memalukan, apa lagi di musim dingin ini, selimut
hangat di pagi hari, adalah hal yang paling dirindukan, buat
apa dia merusak suasana ini? Sungguh satu masalah yang
sulit dipecahkan, maka, dia hanya bisa berjalan bolakbalik
di depan rumah itu.
Mendadak, di dalam sorot matanya, dia seperti
menemukan sesuatu......
Sebuah jendela yang tidak dikunci, sedang bergoyang-
goyang ditiup angin.
"Masuk, sembarangan cari tempat untuk istirahat, lalu
berterima kasih pada tuan rumah bukan-kah selesai?" di
dalam hati dia telah memutuskan ini, sekali meloncat dia
masuk ke dalam rumah itu lewat jendela.
Perabotan di dalam rumah ini, bisa digambar-kan
dengan empat dinding ruang kosong, kecuali satu meja satu
ranjang, tidak ada bedanya dengan tanah liar, dan diatas
ranjang itu masih ada seorang yang tidur berselimut.
Sinar di dalam rumah tidak begitu terang, samar-samar
dia melihat orang yang sedang tidur itu adalah seorang anak
yang sebaya dengan dirinya, jika memang sama-sama
seorang anak kecil, tidak perlu banyak berpikir lagi, apa lagi
sekarang kulit matanya seperti digantung dengan dua bola
baja yang berat, dia sungguh tidak bisa banyak berpikir lagi,
maka langsung saja membaringkan diri.
Tidur pulas setelah kelelahan, adalah satu kenikmatan
hidup manusia, hanya saja dia merasakan kenikmatan ini
datangnya mendadak, hilangnya juga sangat sebentar,
sungguh terlalu singkat waktunya, dia merasa seperti baru
saja menutupkan kulit matanya, satu perasaan sakit
membuat dia terbangun kembali.
"Ada masalah apa?" dia didalam hati berpikir, dalam
telinga telah terdengar satu teriakan.
"Bangsat kecil, berani sekali kau, ingin mati juga harus
memilih tempat, sungguh berani tidur diatas ranjang nona,
jika tidak mengupas satu lapis kulitmu, kau tentu mengira
nonamu mudah di hina."
Dia membuka sepasang mata kebingungan, di dalam
sorot matanya, terlihat satu wajah cantik yang sedang
melotot, alisnya diangkat tinggi-tinggi, sekarang dia
mengerti, ternyata anak yang sedang tidur lelap diatas
ranjang itu, adalah seorang nona cilik yang cantik alamiah.
Melewati benteng memeluk gadis, menurut tata krama,
dosanya besar sekali! Maka dia jadi ketakutan, walau di
dalam hatinya tidak ada niat buruk, paling sedikit juga dia
harus meminta maaf.
Ketika dia ingin bangun, dia baru menyadari dirinya
telah ditotok jalan darahnya, yang lebih parah lagi adalah
tempat dia berada, adalah satu lantai batu yang dingin dan
keras, terpikir lagi kesakitan yang tadi dialami, mungkin
karena ditendang ke bawah oleh sinona yang wajahnya
penuh amarah.
Di tendang oleh seorang wanita, ini adalah satu
penghinaan yang besar sekali, tapi karena dirinya yang
bersalah, terpaksa dia menahan diri, katanya:
"Maaf, nona! Aku......tidak sengaja......" dia seperti
sedang meminta maaf, tapi wajahnya kaku, nada bicaranya
dingin, membuat orang yang mendengarnya tidak bisa
terima.
"Hm.... kau tidak sengaja, tapi naik keatas ranjang nona,
jika disengaja, bukankah......bukan-kah......"
Wajahnya yang cantik menjadi merah, setelah berkata
bukankah... tidak ada kata selanjutnya, saat ini, dua orang
pelayan wanita berbaju hijau ringkas, mendengar suara
ribut-ribut, datang menghampiri, mereka melihat sekali
pada Pek Soh-ciu yang ada diatas lantai dengan sorot mata
terkejut, salah satunya membalikan kepala berkata pada
nona itu:
"Sio......Sam-siocia! Apa yang terjadi?"
Nona itu berteriak marah:
"Jangan banyak bicara, ikat dulu bangsat kecil ini, biar
aku lampiaskan amarahku."
Pelayan wanita baju hijau menjawab sekali, lalu menarik
Pek Soh-ciu, diikatkan di satu tiang, nona itu mengikutinya,
di tangannya malah sudah memegang satu pecut kuda yang
panjangnya sekitar dua meter, satu angin dingin lewat
dengan cepat di depan hidung Pek Soh-ciu, tenaga yang di
kandung oleh ujung pecut, membuat dia merasakan sakit
dan panas, jelas dia tidak sembarangan memecut,
gerakannya hebat sekali, nona cantik ini mempunyai ilmu
silat yang tidak biasa.
Tapi, kesabaran seseorang ada batasnya, sebagai
keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, mana pernah dia
menerima penghinaan seperti ini? Maka dia mengangkat
sepasang alisnya, dengan dingin berkata:
"Prajurit boleh dibunuh tidak boleh dihina. Kau ingin
menghinaku, mungkin akan merugikan kedua belah pihak!"
Nona itu melayangkan pecutnya ingin memberi satu
pecutan yang keras, saat ini mendengar kata katanya, dia
jadi tertegun, ujung pecut yang hampir mengenai wajahnya,
mendadak berhenti diudara, dia sedikit merenungkan
maksud kata-kata Pek Soh-ciu, mendadak membentak:
"Jika aku ingin membunuhmu, hanya tinggal
mengangkat tangan saja, ada masalah apa? Coba kau
katakan!"
"Hm...!" Pek Soh-ciu mengeluarkan suara, lalu berkata,
"Aku telah berlari semalaman, tubuh dan hatiku kecapaian,
terhadap seseorang yang berada di jalan buntu, nona malah
sedikit pun tidak ada rasa iba, ini satu diantaranya. Lagi
pula, seorang wanita, seharusnya berkelakuan lemah
lembut, nona dengan begini marah mengancam orang,
bukankah kehilangan sifat lemah lembutnya seorang
wanita......"
"Bagus, kau malah mengajari aku, apa masih ada lagi?"
Sepasang alis nona itu diangkat, mulutnya tertutup rapat,
kelihatannya ingin membunuh orang, padahal sebenarnya
pecut dia yang siap dipukulkan diam-tham sudah
ditaruhnya ke bawah, ini bukan disebabkan oleh kata-kata
Pek Soh-ciu, yang membuat orang jadi tersentuh,
perubahan sikap sinona itu disebabkan oleh sikap gagah Pek
Soh-ciu yang alamiah itu.
Perbuatan Pek Soh-ciu yang tidak sopan terlebih dulu,
tadinya akan tidak bisa diterima oleh wanita mana pun,
untung mereka itu masih kanak-kanak, taraf keseriusannya
masih sangat kurang, ditambah prilaku laki laki dan wanita
di dunia persilatan, memang kurang mempedulikan sopan
santun, dia hanya merasakan Pek Soh Ciu yang tanpa
minta izin dulu langsung tidur, terlalu tidak memandang
dia. Di saat Pek Soh-ciu dengan lantangnya bicara,
sepasang sorot mata dia yang jernih bagaikan air di musim
gugur, sedang memper-hatikan dia dengan seksama.
Penampilan dia yang gagah, tingkahnya yang tenang,
wajah yang tampan, semua menampakan sinar yang
gemerlap, asalkan sekali melihat, semua orang akan
merasakan semua lelaki di dunia ini seperti tidak berharga,
maka akhirnya amarah dia menghilang, dan di ganti dengan
kehangatan dan kelembutan.
Pek Soh-ciu melihat keadaan akan membaik, maka
sambil tersenyum dia berkata:
"Mengikat dengan tali tampaknya bukan cara untuk
menyambut tamu, harap lepaskan aku dulu, nanti aku akan
memberi jawaban yang memuaskan buat nona."
Nona itu mencibirkan bibir munggilnya, membalikkan
kepala, berteriak pada pelayan wanita berbaju hijau:
"Lepaskan dia, tapi jaga jangan sampai dia kabur." Lalu
dia memutar tubuh, seperti kupu kupu indah masuk ke
dalam rumah.
Setelah pelayan wanita baju hijau melepaskan ikatannya,
dan membuka kembali jalan darahnya, Pek Soh-ciu
mengulurkan sepasang tangan, melemaskan otot sebentar,
lalu sambil tertawa berkata:
"Satu tamu tidak ingin merepotkan dua tuan rumah,
apakah kalian punya makanan untuk mengisi perut ini?"
Dua pelayan wanita berbaju hijau ini, usianya diantara
enam tujuh belasan, penampilan dan ilmu silatnya semua
adalah pilihan bagus, mereka berdua saling memandang
dan tertawa, seorang diantaranya berkata:
"Setelah mendapat izin dari nona, itu bukanlah hal yang
susah, tapi......"
Pelayan wanita baju hijau bicaranya belum habis, di
dalam kamar sudah terdengar suara merdu berkata:
"Kita juga sudah waktunya berangkat, siapkan
makanannya."
Pelayan wanita baju hijau tersenyum penuh arti pada
Pek Soh-ciu, dia segera menyahut dan lari ke dalam dapur,
dalam waktu sebentar saja sudah menyediakan makanan
yang panas, walau tidak ada makanan yang mahal, tapi
juga tidak bisa dibandingan keluarga biasa, mereka seorang
majikan dan dua pelayan wanita, malah mengandung
sedikit hal misterius.
Disaat nona itu kembali tampil, Pek Soh-ciu merasa
matanya menjadi terang, tadi karena dia terlalu tegang, dia
tidak memperhatikan nona ini adalah seorang nona cantik,
setelah sengaja berdandan dia baru terlihat sangat
mencolok? Tapi apa pun alasannya, nona cantik yang
berbaju merah sungguh adalah nona yang luar biasa cantik
tiada duanya, dan diantara tawa dan tingkahnya, semua
mengeluarkan cahaya gemerlapan, luar biasa Anggunnya,
saat ini dia tersenyum manis pada Pek Soh-ciu berkata:
"Masakannya biasa saja dan nasinya juga tawar, anggap
saja sebagai tanda minta maaf atas perbuatan salah tadi
mari mari,Siauhiap......"
Pek Soh-ciu berkata:
"Dengan hormat lebih baik aku menurut saja, aku akan
merepotkan."
Kehidupan manusia, sulit untuk diduga, Pek Soh-ciu
yang bertindak sembrono, malah bisa berteman dengan
seorang nona cantik, saat mereka minum-minum setelah
makan, wanita baju merah malah bertanya tidak henti-
hentinya pada anak muda remaja yang kebetulan bertemu
yang tampan tapi dingin.
"Aku belum menanyakan nama Siauhiap, sungguh tidak
sopan sekali."
"Sama, sama, aku......kek......she Ciu, namaku Soh-pek."
"Mendengar logatnya Siauhiap, sepertinya kau orang
pribumi disini?"
"Ooo, benar, aku tinggal di Tong-su, jaraknya dari sini
kira-kira dua ratus lie lebih."
"Lalu......kemarin malam......"
"Aku jarang keluar rumah, makanya......kek tersesat
dijalan."
"Kau datang ke Hun-sie, apa ada urusan penting?"
"Benar, aku ini sedang mencari seorang teman, datang ke
Hun-sie hanya untuk main-main saja. Kalau nona? Apakah
aku bisa sedikit mengetahuinya?"
"Aku she Siau nama Yam, aku disuruh ayahku berkelana
ke dunia persilatan, Siauhiap jangan menter-tawakan aku."
"Nona sangat sungkan sekali, ayah anda pasti seorang
Cianpwee dunia persilatan yang sangat ternama di dunia
persilatan?"
"Bukan, ayahku hanyalah seorang pesilat yang tidak
ternama, mungkin gurumu, baru seorang pesilat ternama di
dunia persilatan?"
"Dugaanmu hanya benar setengah, guruku seorang
ternama, tapi tidak bisa ilmu silat."
Siau Yam mengangkat alis, maksudnya tidak percaya
berkata:
"Ternyata Siauhiap mahir sastra juga mahir ilmu silat,
sungguh aku kurang hormat sekali."
Pek Soh-ciu hanya tertawa tawar, tidak menjelaskan
lebih lanjut, sepasang remaja yang kebetulan bertemu ini,
berbincang-bincang tanpa ketulusan, akhirnya pelayan
wanita baju hijau selesai menyiapkan kuda saat minta
petunjuk pada Siau Yam, mereka baru berhenti berbincang-
bincang.
Siau Yam pelan-pelan berdiri, di wajahnya yang cantik
seperti bunga di musim semi, tampak sekilas warna dingin,
mendadak matanya berputar, berkata pada pelayan wanita
baju hijau yang berdiri didepannya:
"Hu-in......"
Seorang pelayan wanita menyahut berkata:
"Aku disini, Siocia ada titah apa?"
Siau Yam melirik pada Pek Soh-ciu berkata:
"Kau pergi dulu ke Hun-sie, pesankan tiga kamar
penginapan, kita masih harus istirahat dengan baik."
"Baik, Siocia." Kata Hu-in membungkuk
"Pergilah berjalan kaki, kudanya tinggalkan untuk kami."
Kata Siau Yam
"Baik," dia segera membalikan tubuh meloncat, berlari
menuju Hun-sie.
Melihat Hu-in sudah tidak terlihat lagi, Siau Yam buru
membalikkan kepala tertawa manis pada Pek Soh-ciu,
katanya:
"Mari kita jalan, Ciu Siauhiap."
Pek Soh-ciu tertegun berkata:
"Kita? Maksud nona Siau......"
"Mmm" Siau Yam berkata, "Ciu Siauhiap bukankah
akan pergi ke Hun-sie? Karena tujuan kita sama dengan
berjalan bersama, kita jadi bisa berbincang di jalan"
Pek Soh-ciu ragu sejenak berkata:
"Ini......mungkin tidak pantas!"
"Ooo!" Siau Yam berkata, "mengapa?"
"Laki-laki sama perempuan berbeda, kita... kita......"
Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya: "Tidak diduga
Ciu Siauhiap adalah seorang yang sopan santun, tapi
kejadian kemarin malam... harus bagaimana
menjelaskannya?"
Wajah Pek Soh-ciu jadi merah, katanya:
"Ini......kek, itu hanyalah kesalahan yang tidak
disengaja."
Siau Yam mengangkat alis berkata: "Hm... kesalahan
tidak disengaja, tapi tidak tahu apakah Ciu Siauhiap pernah
memikirkan kedudukanku?"
Pek Soh-ciu merasa aneh: "Kedudukan nona?"
Siau Yam mengeluarkan suara "Hm...!" berkata dingin,
"Mengapa? Tidak harus...?"
"Kita belum pernah bertemu, nona ingin aku bagaimana
memikirkannya?"
Siau Yam memelototkan matanya berkata:
"Kau ingin setelah lewat kali lalu membongkar
jembatan? Hm... masalahnya sudah begini, itu tidak bisa
terserahmu!"
"Sebenarnya nona ingin aku bagaimana, nona jelaskan
saja." Pek Soh-ciu tampak bengong
Siau Yam menghentakan kakinya, berkata:
"Bagus, jika kau sengaja tidak mau mengakuinya, Siau
Yam terpaksa membuat kau merasakan sedikit hukuman."
Gerakannya nona cantik ini sungguh mengejutkan
orang, tidak melihat dia bagaimana bergerak, hanya
terdengar sst... satu suara, pecut yang hitam itu sudah
menuju bahunya Pek Soh-ciu.
Pek Soh-ciu memiliki tiga macam ilmu silat hebat dari
tiga guru, walau sabetan pecut ini lebih cepat lagi, jika ingin
melukai dia juga akan sulit, tapi terhadap nona C»ntik baju
merah yang dalam waktu sekejap bisa berubah sikapnya,
dia sungguh merasakan sangat berterima kasih, sehingga dia
hanya menghindar, tidak membalas menyerang.
Cara menghindarnya, begitu santai dan tidak tergesa-
gesa, kakinya hanya pelan melangkah, pecut yang seperti
kilat itu sudah mengenai tempat yang kosong.
Tapi sikapnya malah menimbulkan amarah Siau Yam,
dia berteriak, pecutnya digetarkan, kembali, seperti hujan
datang menyabet.
"Kek!" Pek Soh-ciu batuk ringan berkata, "Kita tidak ada
dendam dan bukan musuh, buat apa nona terlalu
memaksakan orang!" sambil bicara, tapi kakinya tidak
sekejap pun berhenti, hanya terlihat baju putihnya berkibar-
kibar, seperti air mengalir awan bergerak, ruangan yang
hanya seluas dua tombak, dia seperti berjalan ditempat yang
luas, gerakannya tenang sekali.
Siau Yam mengejar ke seluruh pelosok ruang, memecut
puluhan kali, tapi setiap serangannya tetap tidak mengenai
sasaran, sampai ujung baju Pek Soh-ciu juga tidak
tersentuh, jika terus bertarung, hanya menghabiskan tenaga
saja.
Rasa ingin menang adalah penyakit umum para nona,
setelah tidak bisa memukul lawan, dia merasa ini adalah
penghinaan yang tidak bisa diterima.
Saat ini dia telah berhenti, tapi di sudut matanya di ujung
alisnya di tutupi dengan hawa pembunuhan, mendadak, dia
melayangkan tangan halusnya, pecut yang lembut itu
dengan kekuatan yang amat dahsyat menancap di papan
pintu, lalu dia membalikkan tangannya, sebilah pedang
yang bersinar menyilaukan mata, telah berada dalam
genggaman tangannya, begitu pedang ada ditangan,
sikapnya berubah tidak terburu-buru, sepasang mata
bersinar seperti kilat, wajahnya tampak sangat serius.
Di dalam hati Pek Soh-ciu diam-diam tergetar, dia tidak
menduga nona baju merah yang secantik dewi ini, ternyata
adalah seorang ahli pedang, tentu dia keturunan dari
seorang jago pedang, berbicara soal pedang, dia merasa
lebih yakin, tapi latihannya belum cukup matang, masih
belum bisa mencapai menyerang dan menarik diri sesuai
dengan keinginan hati, maka kalau dia sampai melukai
lawannya bukankah akan menyesal seumur hidup, dia jadi
merasa ragu-ragu.
Pelayan wanita baju hijau lainnya Cu-soat yang melihat
di pinggir, juga merasakan masalahnya jadi serius, di saat
Siau Yam memusatkan tenaga dalam akan menyerang, dia
tidak tahan berteriak keras:
"Siocia tunggu, biar aku bicara dulu dengan Ciu
Siauhiap."
Bertarung bukanlah maksud hatinya Siau Yam, bisa
berunding tentu saja adalah hal yang paling baik, maka dia
mengeluarkan suara dengusan sekali, tenaga dalam yang
sudah di pusatkan menjadi buyar kembali.
Cu-soat maju dua langkah, menghormat pada Pek Soh-
ciu berkata:
"Cu-soat memberi hormat pada Siauhiap."
Pek Soh-ciu juga mengepal sepasang tangan berkata:
"Nona tidak perlu sungkan."
"Tadi nonaku mempersilahkan Siauhiap bersama-sama
pergi ke Hun-sie, Siauhiap harap jangan menolaknya."
"Hm...!" Pek Soh-ciu dengan dingin berkata, “Apa kau
takut pedang nonamu melukai aku?"
"Nonaku apakah bisa melukai Siauhiap, aku tidak berani
sembarangan mengatakan, tapi jika dua macan berkelahi,
pasti ada satu yang terluka, Siauhiap dengan nonaku kan
tidak perlu bertarung mati matian!"
"Kata-kata ini walau tidak salah, tapi masa-lahnya
adalah nonamu tidak bisa menerimanya!" kata Pek Soh-ciu
tawar
Cu-soat tertawa berkata:
"Asalkan Siauhiap mau bersama-sama pergi ke Hun-sie,
Siocia kami tentu tidak akan menggunakan pedangnya."
Pek Soh-ciu tampak sedikit marah berkata:
"Apakah ini ancaman?"
"Tidak, karena memang seharusnya."
"Aku ingin mendengar penjelasannya."
"Kek!" Cu-soat berkata, "Kita orang-orang persilatan
yang diutamakan adalah menerima budi harus
membalasnya, Siauhiap tentu tidak akan menyangkalnya?”
“Budi Mas makanan?"
"Bukan hanya makanan, Siauhiap apakah lupa kejadian
semalam?"
"Ini......"
"Hai... Siauhiap ahli silat juga ahli sastra, seharusnya
tahu masalah sopan santun..."
"Aku sudah katakan, aku ini tidak sengaja."
"Tapi tanpa alasan, sulit menutup mulut orang,
kesalahan yang tidak disengaja, bagaimana bisa membuat
orang percaya!"
"Lalu.. .menurut pendapatmu bagaimana?"
"Peristiwa kemarin malam, walau pun Siauhiap tidak
menyatakan penyesalan, tapi jika tersebar di dunia
persilatan, walau nonaku menggunakan air kali, empat
lautan, mungkin tetap tidak akan bisa membersihkan noda
yang dia dapat, jika benar demikian, bagaimana Siauhiap
bisa begitu saja meninggalkan?"
Pek Soh-ciu tidak bisa berbuat apa-apa lagi dia
mengeluh:
"Dengan demikian, aku terpaksa dengan tubuh yang
berdosa, menuruti apa kehendaknya."
Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya, mendengus
perlahan:
"Tidak butuh......" Tapi dia menatap dengan sorot mata
yang senang, lalu melirik pada Pek Soh-ciu, mencabut pecut
yang ada dipapan pintu, membalikkan kepala memberi
perintah pada Cu-soat:
"Siapkan kuda untuk Ciu Siauhiap, kita berangkat......"
Jarak perjalanan sepuluh lie, dalam sekejap sudah
sampai, Hu-in menyambut dan membawa mereka ke satu
penginapan yang dinamakan Sang-goan, tiga kamar diatas
dengan satu pekarangan, keadaannya tampak sangat
tenang.
Hun-sie berada dalam kabupaten Yong-an di masa
dinasti Han, sampai dinasti Sui baru diganti nama jadi Hun-
sie, dia termasuk daerah Leng-hun salah saru lembah ilatar
dari dua belah provinsi Soa-say, dengan pendapatan daerah
yang sangat besar, merupakan daerah penting provinsi ini.
Sejak meninggalkan tempat menginap semalam, l'ek Soh-
ciu seperti manusia besi, dia menutup rapat mulutnya, tidak
mengeluarkan satu patah kata pun, saat ini dia menjatuhkan
diri diatas ranjang, kedua mata melotot besar menatap
keatas langit-langit.
Seharusnya pada usia seperti dia ini, tidak mengerti apa
yang namanya kepusingan, namun kenyataannya
rumahnya hancur anggota keluarganya meninggal, tubuh
dia dipenuhi bara dendam, satu-satunya orang yang paling
dekat, paman Hong juga tidak tahu keberadaannya, juga
tidak tahu apakah masih hidup atau tidak, entah kapan dia
bisa bertemu lagi, sekarang dia malah mendapat masalah
yang tidak enak ini, bagaimana dia bisa tidak pusing,
bagaimana dia bisa tenang?
Sebelum dia berhenti berpikir lama, mendadak terputus
oleh satu suara ringan, dan setelah suara ringan Itu
terdengar, melayang keluar satu bayangan yang
mengejutkan.
Dia merasa aneh, lalu bangkit duduk, menatap bengong
pada bayangan cantik yang berdiri di depan pintu, beberapa
saat......
"Masih marah padaku?"
Suara yang lembut dan merdu itu, seperti mengandung
tenaga gaib yang tidak bisa ditolak, maka dia batuk pelan
sekali, berkata:
"Aku hanya merasa lelah, mana mungkin marah pada
nona Siau."
"Kalau begitu, hayo temani aku keluar jalan-jalan,
bagaimana?"
"Tapi......"
"Di kehidupan manusia delapan atau sembilan dari
sepuluh adalah hal yang tidak enak, keluar jalan-jalan
merupakan satu cara yang bagus untuk meng-hilangkan
kepusingan, ayolah.."
Dalam keadaan tidak bisa menolak, dia terpaksa
mengikuti Siau Yam keluar dari penginapan, tapi pikiran
nya tetap seperti kuda yang tidak diikat, terhadap
bermacam-macam orang, barang-barang dagangan yang
beraneka ragam, dia hampir seperti tidak melihatnya,
sedikit pun tidak ada gairah untuk melihatnya.
Setelah melewati dua jalur jalan, mereka sampai di
sebuah lapangan di depan kelenteng, di sana ada beberapa
kelompok orang, sedang menonton pertunjukan berbagai
macam akrobat.
Siau Yam seperti seekor kupu-kupu indah, di dalam
kerumunan orang menerobos kesana menerobos kesini, tapi
Pek Soh-ciu malas-malasan, tidak dapat mengikuti
kecepatan geraknya, ada beberapa kali hampir saja Pek Soh-
ciu kehilangan jejaknya, karena dia mencarinya terus, baru
bisa terhindarkan terpisah di dalam kerumunan orang,
sehingga dia mencibirkan bibir, dengan tidak senang
berkata dingin:
"Kau ini mengapa? Tidak mau menemani aku bermain
ya sudah, jalan, kita pulang saja."
Pek Soh-ciu belum keburu menjawab, di dalam
kerumunan orang muncul seorang pemuda tampan berbaju
biru, sambil tertawa melanjutkan perkataannya:
"Adik kecil, tidak perlu marah. Kalau dia tidak mau
menemanimu bermain biar aku yang temani, kita main
kesana."
Siau Yam mengangkat alis, berkata dingin:
"Siapa kau?"
Pemuda baju biru dengan sombong sambil tersenyum
berkata:
"Aku adalah Siauya perkumpulan Ci-yan (Walet Ungu.),
she Liu nama Ti-kie, adik kecil, siapa namamu?"
"Ooo!" Siau Yam bersuara sekali, "Ternyata Liu Siauya,
sungguh tidak sopan sekali."
"Ha ha ha!" Liu Ti-kie tertawa, "walau aku punya
kedudukan tinggi di dunia persilatan, tapi suka berteman
dengan adik kecil secantik kau ini, nanti kita bisa bermain
ke seluruhnegri, aku pasti bisa membuat-mu senang."
Mata Siau Yam yang jeli berputar berkata:
"Betulkah?"
Liu Ti-kie menepuk dada:
"Tentu saja, kau ingin bermain apa pun boleh, orang she
Liu tidak akan mengecewakanmu."
"Bagus kalau begitu, sekarang silahkan kau itu
merangkak tiga putaran ditanah, dan juga harus sambil
mengonggong, bagaimana? Siauya."
Wajah Liu Ti-kie berubah warna:
"Adik kecil! Aku dengan tulus ingin berteman
dangaumu, jika kau sengaja mau mempermainkan,
he..he..”
Siau Yam dengan tenang berkata:
"Mana berani aku mempermainkan Siau-kaucu Liu yang
punya kedudukan tinggi di dunia persilatan, sesungguhnya
orang yang ingin berteman dengan aku, harus menuruti
aturanku."
"Hm...!" Liu Ti-kie berkata lagi:
"Bocah yang pakai baju putih itu, apa juga pernah
merangkak di tanah sambil menggonggong?"
"Aturanku, berbeda-beda tergantung orang-nya."
"Apa maksud kata-kata ini?"
Siau Yam dengan sinisnya mencibir bibir:
"Apa ini masih perlu dijelaskan? Karena kau seperti
anjing, tentu saja kau harus menggonggong."
Liu Ti-kie jadi naik pitam:
"Baik, rupanya jika tidak diberi pelajaran, kau masih
belum tahu setinggi apa langit, setebal apa bumi!"
Begitu habis perkataannya, telapak tangan kanan nya
mendadak diulurkan, lima jarinya seperti kail mirip tinju,
seperti kilat menyabet ke arah pundak Siau Yam.
Orang mengatakan, seorang ahli sekali bergerak, sudah
tahu isi atau tidak lawannya, Liu Ti-kie Siauyanya
perkumpulan Ci-yan, rupanya tidak asal gagah-gagahan,
melihat dia mengeluarkan jurus, memang cukup berilmu,
sayangnya dia bertemu dengan Siau Yam, jika di ganti oleh
orang lain, mungkin sulit dapat menghindarkan
cengkeraman hebat ini.
Saat ini Siau Yam sudah tidak tampak main main lagi,
sepasang mata seperti senter, dengan tenang menatap
telapak kanan yang datang menyerang, benar saja tidak
menunggu jurusnya sampai, lengan kanan dia mendadak
turun ke bawah, lima jari dengan kuat dijentikan keluar,
angin kuat melesat menutup kearah jalan darah penting di
bahu Siau Yam.
"Hm...!" Siau Yam mendengus, pinggangnya sedikit di
turunkan ke bawah, telapak kiri dan kanan disodokkan
keatas, sepasang jari disatukan seperti pisau, mengarah
jalan darah di lengan Liu Ti-kie memotongnya, serangan
balik dia ini, waktu dan tenaganya tepat sekali, tapi lima
jarinya Liu Ti-kie, malah bisa berobah dari jurus sebenarnya
menjadi jurus tipuan, lengan kanannya mendadak ditekan
ke bawah, jalan darah di bawah pinggang Siau Yam hampir
semuanya di bawah ancaman tenaga jarinya Liu Ti-kie.
Wajah Siau Yam berubah warna, dia tidak menduga Liu
Ti-kie dalam satu jurusnya, bisa mengandung perobahan
jurus yang begitu hebat, segera dia membentak, telapak kiri
dari jarinya berobah jadi kail, dengan kuat mencengkram
pergelangan lawan, telapak tangan bersamaan waktu
dilayangkan, satu tenaga angin yang kuat, menerjang ke
arah dadanya Liu Ti-kie.
Mereka berdua adalah angkatan muda yang hebat di
antara angkatan muda dunia persilatan masa kini, begitu
bertarung jurus-jurus anehnya sudah keluar semua, keadaan
sangat menegangkan sekali, sehingga orang yang menonton
di sekeliling matanya jadi kabur, sampai nafas pun tidak
berani keras-keras.
Adat masyarakat Soa-say kebanyakan panas, disana
banyak berdiri perguruan silat, setiap orang hampir bisa dua
tiga jurus silat, tapi buat tingkat seperti Siau Yam dan Liu
Ti-kie yang berilmu setinggi ini, mereka seumur hidup baru
kali ini menyaksikannya, walau tidak ada seorang pun
yang berani mengeluarkan suara, tetap saja orang
berkerumun banyak sekali, di depan kelenteng menjadi
sesak tidak bisa dilewati orang.
Dalam sekejap tiga puluh jurus telah lewat, Liu Ti-kie
sudah lebih banyak bertahan dari pada menyerang, dia
terjerumus ke dalam keadaan yang sangat tidak
menguntungkan, kelihatannya tidak akan bertahan lebih
dari dua puluh jurus lagi, Siauya Liok yang angkuh ini,
akan mengalami kekalahan, dipermalu-kan oleh remaja
wanita yang tidak ternama ini.
Mendadak terdengar satu teriakan keras, tiga orang laki-
laki besar berbaju ringkas keluar dari kerumunan orang,
seorang diantarnya memegang senjata rantai dengan kuat
diayunkannya, rantai dijulurkan hingga lurus, menusuk ke
arah punggung Siau Yam, dua orang lagi menggunakan
golok berpunggung tebal, juga bersamaan dari dua arah kiri
dan kanan, menyabetkan goloknya pada kiri dan kanan
pinggang Siau Yam.
Dengan tingkat ilmu silat Siau Yam, memang lebih
tinggi beberapa kelas dari pada Liu Ti-kie, jika kedua belah
pihak bertarung dengan tangan kosong, dia pasti bisa
mengalahkannya dalam lima puluh jurus, tapi saat ini
mendadak lawan bertambah tiga orang, dan semuanya
menggunakan senjata, walau ilmu silat dia lebih tinggi juga
sulit bisa menahan serangan keroyokan ini, maka
serangannya jadi tertahan, sekejap saja keadaannya menjadi
berbahaya.
Di depan tontonan banyak orang, empat orang pesilat
bertubuh besar, menyerang seorang wanita kecil, sungguh
sangat tidak pantas, tapi masing-masing orang itu seperti
hanya menyapu es di depan pintu sendiri, walau pun ada
orang yang bersimpati, tapi siapa yang mau melibatkan diri
pada pertikaian dunia persilatan?
Di saat orang membicarakannya, mendadak terlihat satu
bayangan putih masuk ke dalam arena pertarungan,
kemudian terdengar beberapa jeritan mengerikan,
pertarungan yang sengit itu, mendadak berhenti, yang
membuat orang jadi heran adalah tiga orang laki-laki besar
yang bengis itu, semuanya sudah tergeletak diatas tanah,
dibandingkan dengan mayat, mereka hanya punya
kelebihan satu nafas saja.
Liu Siauya dari perkumpulan Walet Ungu bengong
seperti patung, wajahnya penuh dengan sikap ketakutan.
Di sisi lain, kecuali wanita baju merah Siau Yam yang
ikut bertarung, hanya ada seorang remaja tampan berbaju
putih yang berdiri santai. Jelas tiga orang anak buahnya Liu
Ti-kie sudah dirobohkan oleh remaja berbaju pulih ini.
Liu Ti-kie terdiam lama lalu dengan mendengus berkata:
"Tidak diduga anda adalah seorang pesilat tinggi, marga
Liu telah salah menilai orang!"
Remaja berbaju putih berkata dingin:
"Aku orang rendah yang tidak punya nama, tentu saja
dipandang sebelah mata oleh anda......"
Liu Ti-kie mengangkat sepasang alis berkata: "Bocah
jangan sombong, jika berani katakan sebutanmu, marga Liu
pasti akan menagih sepuluh kali lipat terhadap apa yang
telah kau berikan."
Remaja baju putih berkata:
"Bagus, asalkan kau berminat, Pek Soh-ciu setiap saat
menantinya."
Di dalam hati Liu Ti-kie tahu, remaja berbaju putih yang
menyebut dirinya Pek Soh-ciu memang bukan lawannya,
hanya dengan mata melotot bengis dia lalu membopong
tiga laki-laki besar yang terluka, menyusup masuk ke dalam
kerumunan orang.
Pertunjukan telah selesai, wajah tampan Pek Soh-ciu
kembali menjadi dingin lagi, dia melirik pada Siau Yam,
satu kata pun tidak berkata, langsung jalan keluar lapangan.
Sifat yang dingin dan sombong itu masih bisa
dimengerti, tapi tidak memandang keberadaan seorang
remaja cantik, itu adalah hal yang sulit diterima, apa lagi
keadaannya dibawah sorotan mata banyak orang, bukankah
ini penghinaan yang amat besar sekali? maka setelah Siau
Yam tertegun sebentar, lalu berteriak dan melayangkan
telapaknya menyerang.
Dalam keadaan marah besar, pukulannya menggunakan
seluruh tenaganya, Pek Soh-ciu tidak menduga nya, tenaga
telapak yang amat dahsyat itu, telah mengenai dengan telak
di punggungnya.
"Blek!" Pek Soh-ciu mengeluarkan suara sekali, tubuhnya
terdorong maju beberapa langkah, baru bisa berdiri, pelan-
pelan dia membalikan tubuh, menggunakan lengan baju
yang putih seperti es, mengelap darah di sudut mulutnya,
sepasang sorot mata yang tajam, melihat dingin pada Siau
Yam sekali:
"Kita masing-masing sudah tidak punya hutang,
aku......pamit......" langkahnya sedikit tidak mantap,
sepertinya pukulan Siau Yam tadi, telah membuat dia
terluka tidak ringan, tapi dia sedikit pun tidak
menghentikan langkahnya, dengan memaksakan diri dia
meloncat beberapa kali, menghilang di jalan yang ke arah
Leng-hun.
Dia telah pergi, tapi hati Siau Yam jadi sangat tidak
enak, dua aliran air mata menyesal, tanpa bisa ditahan
mengalir keluar dari sepasang matanya.
"Nona, jangan pedulikan si sombong itu, kita......pergi
saja......" Cu-soat di sampingnya menghibur, tapi tidak ada
gunanya, lama, Siau Yam menggigit giginya berkata:
"Baik, orang she Ciu, kita melihat buku sambil
menunggang keledai, kita lihat sambil berjalan."
Malam telah tiba, angin menjadi dingin air pun dingin,
di dalam angin gunung dan awan malam itu, melayang satu
bayangan orang seperti asap, terlihat tubuhnya berlari naik
dan turun dengan lincah, dalam sekejap, sudah sampai di
bawah sebuah bukit tinggi, sorot matanya yang seperti
bintang dingin, melihat-lihat ke sekeliling, mendadak dia
menghentakan kakinya pada batu gunung, satu garis
bayangan putih telah naik keatas, tapi tubuhnya yang
meloncat keatas, malah mendadak herhenti, lalu seperti
bintang jatuh dari langit, berguling guling jatuh ke bawah.
Di bawah gunung adalah batu-batu yang tajam, tajam
seperti gigi anjing, dia sudah mendapat luka dalam, lidak
bisa mengerahkan tenaga dalamnya, jika jatuh ke atas batu
yang tajam, maka tidak akan terhindar kan batu lajam akan
menembus perut atau dadanya.
Manusia siapa yang tidak akan mati, tapi jika dia harus
mati digunung liar ini, sungguh dia tidak sudi, tapi luka
dalamnya sangat parah, membuat dia tidak bisa
mengerahkan tenaga dalam, tidak ingin mati pun
bagaimana bisa! Setelah mengeluh panjang putus asa,
sepasang matanya pun dengan sedih di tutupnya.
Mendadak, dia merasakan tubuhnya ada yang menarik,
sepertinya di udara melayang satu kail dewa, mengail baju
putihnya, walaupun dia terluka dalam, dalam keadaan
setengah sadar, reaksinya masih tetap gesit, sepasang
matanya masih belum dibuka, sepasang tangannya sudah
melayang-layang sembarangkan menangkap.
Sepasang tangannya yang lemah tidak ada tenaga,
sepertinya mengenai sesuatu, di dalam perasaan dia, ini
adalah benda yang empuk, sangat elastis, dia baru saja
tertegun, terdengar suara 'paak', dan dia jadi pingsan.
Angin malam bertiup pelan, bayangan pohon bergoyang-
goyang, sinar bulan seperti satu cermin es, menyorot pada
wajah cantik yang dingin, dia berdiri bengong, tidak bicara
dan tidak bergerak, hampir dua jam lamanya.
Lama, alis dia yang hitam indah itu dengan pelan sedikit
diangkat, sepasang matanya yang jernih menyorot satu
sinar yang sulit diduga, lalu, dia pelan-pelan menggerakan
tubuhnya, melihat pada remaja berbaju putih yang pingsan
dengan sebalnya.
Tapi lirikan menyebalkan ini perlahan berubah,
perubahan ini diikuti sorot matanya, dari dingin lambat
laun menjadi lembut, dari lembut menjadi emosi, di dalam
sekejap perubahan-perubahan ini membuat dia sulit bisa
menyesuaikan diri, seperti sumur lama yang terjadi gejolak
yang tidak menentu, akhirnya, dia mengangkat remaja
berbaju putih yang bernoda darah itu, beberapa kali
loncatan masuk ke dalam satu vihara yang megah. Dia
menaruh remaja berbaju putih dialas ranjang, diam tidak
bicara menatapnya. Wajah dia sedikit pucat sepasang alis
yang panjang sampai ke pelipis sedikit mengkerut, di sudut
mulut dan di atas baju di dada, ada bercak-bercak bekas
darah.
Jelas, dia pernah mengalami satu pukulan yang ganas,
sehingga mendapatkan luka dalam yang parah, tadi satu
tangkapan yang kurang ajar itu, tentu tidak mengandung
sesuatu penghinaan, kalau begitu, dia tadi dengan marah
melempar dia, bukankah sudah jatuh tertimpa tangga pula?
Menyesal, merasa salah, bercampur dengan kekacauan
yang tidak bisa dijelaskan dan tidak tenang, lama... dia
mengeluh panjang dengan sedihnya, lalu dia mengeluarkan
satu botol giok, menyuapkannya padanya dua butir obat
mujarab.
Dia sedang menunggu perobahan lukanya, tapi hali yang
setenang danau, malah diam-diam terjadi riak yang kecil,
dia ingin menekan riak itu, tapi pikirannya bergejolak,
amarahnya tidak bisa dihentikan, membentuk satu
gelombang yang tidak bisa ditahan.
Akhirnya dia membuka mata, sepasang sorot matanya
yang penuh kasih, menatap pada wajah yang tampan,
alisnya, hidungnya... sepertinya setiap inci mempunyai
daya tarik yang membuat orang mabuk, seperti orang
minum madu, sehingga dengan bengong, matanya tanpa
gerak manatap terus pada dia.
Mendadak, remaja berbaju putih menggerakkan tangan
dan kakinya, mengeluarkan suara keluhan yang pelan, hati
dia jadi tergetar, seperti bertemu dengan ular beracun
pinggangnya diputar, tergopoh-gopoh keluar melarikan diri.
Angin menggerakan pohon tua, sinar bulan menyinari
jendela, remaja berbaju putih itu telah lolos dari ancaman
dewa maut, seperti telah bermimpi indah, ketika dia
membuka matanya, tempat dia rebah ini, malah membuat
dia keheranan.
Ini adalah kamar kecil tempat bersemedi, walau tidak
ada selimut sutra, kelambu halus, hio menyala diatas
tempat hio berbentuk hewan, tapi satu titik debu pun tidak
ada, bau hio samar-samar tercium, berada di dalam
membuat hati orang merasa jadi lapang dan segar, tapi, dia
tidak ada minat tinggal di tempat yang asing ini, lalu dia
berjalan keluar dari kamar semedi, melangkah masuk ke
ruang sembahyang yang penuh dengan asap hio. Di depan
meja sembahyang, bersujud seorang remaja wanita yang
hidungnya mancung, mulut munggil, walau dia memakai
jubah nikoh, tapi mempunyai rambut panjang yang hitam
bersinar.
Lampu bersinar jernih, suara ketokan kayu dan doa-doa,
adalah satu penampilan yang serius tidak bisa diganggu,
tetapi situasi yang serius ini, tidak menutupi penampilan dia
yang cantik, lama, dia pelan-pelan bangkit berdiri, sepasang
matanya dengan penuh kasih, menatap tajam pada remaja
berbaju putih, lalu berkata:
"Sicu, luka dalamnya baru sembuh, masih harus dirawat,
angin malam sangat dingin, silahkan kembali ke kamar
semedi untuk istirahaf."
Dengan sepasang alisnya diangkat, remaja berbaju putih
dengan wajah acuh berkata:
"Aku masih ada urusan penting, terima kasih atas
pengobatannya, budi ini akan kubalas di kemudian hari."
Begitu perkataannya habis, orangnya sudah berkelebat
pergi, sinar lampu masih bergoyang-goyang, orangnya
sudah berada beberapa tombak di luar.
Nikoh remaja tidak menduga, sekali berkata pergi dia
langsung pergi meninggalkan, begitu tidak tahu sopan
santun, saat dia loncat keluar vihara, hanya terlihat sinar
bulan seperti air menerangi bumi, bayangan orang itu sudah
menghilang!
Malam sangat dingin, gunung kosong hutan tenang,
jubah nikohnya yang besar, berkibar-kibar ditiup angin
malam, tapi dia seperti batu gunung yang tanpa roh, sedang
berdiri tanpa bicara.
"Jit-nio (Putri ke tujuh.)......"
Hatinya sedikit terkejut, dengan cepat dia menggunakan
lengan baju menyeka air mata disudut matanya, lalu
membalikan tubuh memberi hormat dengan menyatukan
telapak tangan pada seorang pendeta tua berkata:
"Bibi guru......"
"Jit-nio, siapa dia?"
"Tidak tahu......murid tidak tahu......"
"Haii... saat gurumu meninggal, pernah mengatakan kau
tidak ada jodoh dengan Budha, bajumu ada disini,
pergilah."
"Bibi guru......aku......"
"Anak itu sangat berbakat, bisa dikatakan jarang yang
berbakat seperti itu... aku mendoakan kau......" tidak
menunggu Jit-nio menjawab, dia sudah membalikan tubuh
melayang pergi.
0-dw-0

Suara guntur yang amat keras terdengar, titik hujan


sebesar kacang sudah turun ke bawah, tanah liar yang
sangat luas, hampir semuanya tertutup hujan, di dalam
hujan lebat ini, malah ada satu bayangan putih berlari
dengan cepatnya, walau seluruh bajunya sudah basah
kuyup, tubuhnya tetap meloncat-loncat, tetap gesit dan
cepat, mengejutkan orang yang melihatnya.
Akhirnya, hujan berhenti, bulan bersinar kembali,
gunung dan hutan yang sudah dibersihkan oleh hujan,
pemandangannya semakin segar.
Pek Soh-ciu sudah menemukan satu tempat untuk
berteduh, dia mengambil beberapa batang kayu,
menyalakan api, lalu melepaskan bajunya dan
mengeringkan diatas api.
Mendadak ada angin aneh yang bertiup menerbangkan
bajunya, dia seperti kupu kupu yang amat besar, melayang-
layang di udara.
Dia tertegun:
"Sungguh sial sekali, setan juga sampai datang
mempermainkan orang, sampai angin dan hujan juga
mengganggu aku!" dia mengikuti bajunya yang melayang-
layang, dia berlari sampai di satu hutan, bajunya di udara
mendadak berbelok, masuk ke dalam hutan itu, sungguh
sulit dibayangkan, apakah dihutan ini bersembunyi setan?
Dia mengangkat alisf menyusup masuk ke dalam hutan,
matanya melotot mencari kesegala arah, mendadak hatinya
tergetar, ternyata baju putihnya menggantung di atas
sebuah cabang pohon besar, dan ada satu kertas merah,
menempel di atas baju, melayang-layang ditiup angin.
Dia mendengus, mengulurkan tangan menurunkan baju
dan kertas itu, dia melihat di bawah sinar bulan, diatas
kertas tertulis begini:
"Masuk kedalam tanah larangan, harus di beri hukuman
kecil, bocah! Kau telah terkena racunku!"
Sungguh mala petaka yang tidak diharapkan, pemilik
hutan larangan ini hingga marganya apa, namanya apa dia
juga tidak tahu, tahu-tahu dirinya sudah lerkena racun,
jangan kata dia masih remaja yang emosinya tinggi, walau
seorang tua yang bisa menahan diri, juga sulit bisa
menerima hal ini, maka dia mengibaskan telapaknya, dan
terdengar suara sst... kertas yang tipis itu, seperti pisau
tajam menancap di atas batang pohon besar.
"Bocah! Tampaknya kau pemarah sekali, hmm......"
Sebuah suara kecil terdengar dari dalam hutan disisi
tubuhnya, dia bergerak seperti elang menerjang kearah
datangnya suara.
Terdengar pohon dan daun bersuara sst... sst... tanah liar
ini sangat sepi, sampai seekor burung terbang pun tidak ada,
bagaimana mungkin bisa ada orang?
Dia mencibirkan bibir, bibir merah yang seperti memakai
lipstik merah, tersenyum dingin menakutkan orang, sedikit
menggerakan sepasang lengannya, seperti asap tipis,
melayang ke atas puncak pohon yang bergoyang-goyang.
Matanya mencari ke segala arah, terlihat diatas tanah liar,
sepuluh tombak lebih ada satu bayangan hitam sedang
berlari dengan cepatnya.
"Bangsat keji, jika Siauya bisa menangkapmu, tidak
merobek-robek kau itu baru aneh!" didalam hati sedang
bicara, tapi kakinya sedikit pun tidak diam, baju putih
melayang-layang, cepat laksana angin ribut, mengejar dari
belakang orang itu.
Namun, bayangan hitam itu seperti air deras awan
mengalir, dia hampir mengerahkan tenaga dalam sampai
puncaknya, tapi tetap saja tidak bisa memper-pendek jarak
satu inci pun, dan juga bayangan hitam itu tidak lari hanya
lurus saja, dia lari mengitari rimba ini.
Tanpa alasan meracuni orang, malah masih sengaja
mempermainkan orang, bagaimana orang bisa tahan?
setelah sekali berteriak, dia sudah mengerahkan ilmu
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui.
Ilmu hebat yang hanya dimiliki oleh Sin-ciu-sam-coat,
bagaimana pun tidak seperti ilmu silat biasa, hanya dalam
waktu seperminuman teh, dia bukan saja sudah dapat
mengejar bayangan hitam itu, dan juga berhasil
menghadang jalannya orang yang melarikan diri.
"Bocah, kau sungguh hebat, aku sampai bisa dihadang
olehmu."
Ternyata dia adalah seorang tua yang rambutnya acak-
acakan, seluruh rubuhnya kotor seorang pengemis, melihat
usianya, hanya lima puluh tahun lebih, tapi bicaranya
seperti orang tua yang penuh pengalaman sekali.
Pek Soh-ciu mengangkat alis berkata: "Kita sama sekali
belum pernah bertemu, anda malah mencuri baju dan
meracuni aku, melakukan tindakan yang sangat hina, jika
anda tidak bisa memberikan alasan yang tepat, jangan
salahkan aku bertindak kejam."
Pengemis itu membuka mulut tertawa keras beberapa
saat berkata:
"Bagus, aku orang tua sudah berkelana di dunia
persilatan puluhan tahun, akhirnya malah masih membuat
seorang angkatan muda meminta pertanggung jawaban,
sungguh zaman sudah berubah, hati orang sudah tidak
seperti dulu lagi."
"Hm...!" Pek Soh-ciu dengan angkuh, "Aku tidak ada
minat bertengkar denganmu, berikan obat penawar
racunmu, mungkin kita masih bisa merundingkannya."
Pengemis merasa aneh berkata: "Obat penawar? Kau
ingin obat penawar racun apa? Aku orang tua sampai haus
ingin minum lapar ingin makan juga harus menunggu orang
beramal, kau meminta obat penawar racun padaku,
bukankah itu salah alamat!"
Ssst... terdengar suara aneh, Im-cu-kiam sudah dicabut
keluar, dalam getaran hawa pedang nya, samar-samar
mengandung hawa pembunuhan, pemuda tampan yang
sudah kenyang mendapat ejekan orang, amarahnya seperti
sudah sampai puncaknya.
Wajah pengemis sedikit berubah, tapi lalu dengan cepat
kembali keasal wajahnya, penuh dengan tertawa main-main
berkata:
"Bocah, aku orang tua kecuali sedikit miskin, tidak
berbeda jauh dengan kau bocah kecil, jika kau melihat aku
tidak berkenan dihati, kita kakek dan cucu bisa bermain-
main beberapa jurus untuk mencobanya."
Dia menghentikan wajah tidak seriusnya, membalikan
lengan merogoh ke belakang, dari belakang tubuh
mengeluarkan sepasang sumpit besar yang hitam pekat,
panjangnya sekitar dua kaki lima inci, kakinya dibuka
sedikit, menampilkan posisi siap bertarung.
Melihat senjata yang jarang terlihat itu, dalam hati Pek
Soh-ciu diam-diam terkejut, dia tidak menduga pengemis
yang biasa-biasa ini, ternyata adalah Oh-kui (Setan Lapar)
Ouwyang Yong-it yang julukannya setingkat dengan Sian-
put-cie (Dewa Miskin), tiga puluh tahun yang lalu, tapi dia
seperti anak sapi yang baru lahir yang tidak takut pada
harimau, tidak peduli kau adalah Dewa Miskin kek, Setan
Lapar kek, jika sengaja menggodaku, meski bukan lawan
seimbang juga harus dihadapinya, setelah dia meneguhkan
hati, dia jadi tidak pikir panjang lagi, pedang panjangnya
disabetkan miring, melancarkan jurus Ciu-sui-eng-hong
(Angin musim gugur mendadak bertiup), seperti air raksa
tumpah ke tanah menerjangnya.
Oh-kui Ouwyang Yong-it berdiri tegak sepera gunung,
menunggu sinar pedang mengurung tubuhnya, dia baru
membagi sepasang sumpitnya ke kiri dan kanan, sekali
berputar-putar, menusuk-nusuk, dalam sekejap dia telah
menyerang sebanyak sembilan jurus.
Di dalam hati Pek Soh-ciu terkejut, dia tidak tahu jurus
apa yang digunakan Ouwyang Yong-it, dia hanya
merasakan dari lingkaran dan tusukan sepasang sumpitnya,
ada angin bertenaga kuat, mengarah pada ke tiga puluh
enam jalan darah penting di seluruh tubuhnya, jurus Im-cu-
kiam yang menakutkan setan dan dewa itu, malah tidak
bisa leluasa dikembangkan, hampir satu jurus pun tidak bisa
dipakai menyerangnya.
Tapi walau pun dia baru pertama kali bertemu dengan
pesilat yang setinggi ini, dia tetap bisa tenang, jurus-jurus
aneh Im-cu-kiam nya segera dikeluarkan semua.
Bersamaan itu matanya menatap tajam, memperhatikan
arah serangan sepasang sumpit lawannya, dia ingin
mengambil kesempatan kekosongan lawan, mencari tilik
kelemahan jurus lawannya.
Tangan kirinya diam diam mengumpulkan tenaga
ilalam, lima jari panjang yang kemerahan, pelan-pelan
berubah warnanya, asalkan berubah jadi putih seperti giok,
maka dia bisa menggunakan Pouw-ci-sin-kang, membunuh
lawan yang kuat ini.
Tapi Ouwyang Yong-it orang yang berpengalaman,
mana mungkin dia tidak bisa melihat apa tujuannya Pek
Soh-ciu, maka dia mempercepat sepasang sumpitnya,
menimbulkan suara gemuruh angin, saat sepasang
telapaknya digerakan, menggetarkan awan mengalir embun
berputar, rumput dan batang pohon beterbangan.
Tekanan yang sebesar gunung ini, memaksa Pek Soh-ciu
melangkah mundur ke belakang, tapi Oh-kui Ouwyang
Yong-it sepertinya tidak menyerang sepenuh hati, setelah
dia menyerang beberapa saat, mendadak tertawa keras,
tubuhnya mundur satu tombak lebih, menyimpan sepasang
sumpitnya, dengan sorot mata yang dalam menatap
PekSoh-ciu berkata:
"Siau Pek, kita tidak perlu menghabiskan tenaga dengan
sia-sia, aku juga sudah puas bermain, mari kita ber bincang-
bincang saja."
Pek Soh-ciu marah sampai mengangkat alis berkata:
"Ilmu silatku walau tidak begitu hebat, juga tidak bisa
dihina begitu saja oleh anda, tidak bertarung juga boleh,
kita mencoba lagi beberapa jurus dengan tangan kosong."
Ouwyang Yong-it tertegun:
"Seseorang jika ingin sukses, ilmu silat dan kesabaran
satu pun tidak boleh kurang, kau bocah kecil menemani aku
bermain beberapa jurus, apakah itu merendahkan harga
dirimu?"
"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata, "kalau begitu Cianpwee
yang sudah diam-diam meracuni aku, tidak tahu itu harus
bagaimana menjelaskannya?"
"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa keras sejenak,
berkata, "bocah bodoh! Jika aku benar meracunimu, apa
kau masih punya nyawa sampai sekarang?"
Di dalam hati Pek Soh-ciu tertegun, diam-diam dia
mengerahkan tenaga dalam mencobanya, benar saja jalan
darah dia lancar semua, sedikit pun tidak ada tanda-tanda
terkena racun, maka dia mengepal sepasang tangannya,
membungkukkan tubuh:
"Kekesalan Cianpwee telah terpuaskan, aku sekarang
pamit saja......"
"Kek!" Ouwyang Yong-it batuk sekali kata-nya, "anak
muda segalanya bagus, cuma kurang kesabaran saja,
baiklah, kaki tumbuh ditubuhmu, jika kau tetap ingin pergi,
aku orang tua juga tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kita telah
bertemu itu artinya ada jodoh, apakah kau bisa
menyanggupi dua hal padaku?"
Pek Soh-ciu tertegun, berkata:
"Silahkan Cianpwee katakan lebih jelas lagi."
Ouwyang Yong-it berkata:
"Pertama, kau bocah memang orang yang menarik, jika
tidak merasa hina berteman dengan Oh-kui, mari kita
bersumpah menjadi teman, kedua, dunia persilatan
sekarang ini sedang terjadi gejolak, menandakan keadaan
akan terjadi pertarungan, kau harus berlapang dada,
menanggung tanggung jawab terhadap keselamatan dunia
persilatan......" sejenak katanya berhenti lalu melanjutkan,
"aku masih punya satu urusan ysmg harus diselesaikan, dua
tahun dari sekarang, aku akan ke dunia persilatan lagi
mencarimu."
Pek Soh-ciu dengan riang berkata:
"Perintah Cianpwee, Soh-ciu mana berani tidak menurut,
setelah dua tahun kemudian aku tentu akan terhormat
mendengar perintahmu, sekarang aku pamit."
Setelah Pek Soh-ciu meninggalkan Ouw-yang Yong-it,
dia berlari dengan cepatnya, sampai langit di timur menjadi
putih, baru dia beristirahat di bawah satu lereng gunung.
Tenaga manusia ada batasnya, semalaman tidak tidur
tidak istirahat, dan juga telah mendaki entah berapa banyak
bukit, walaupun ilmu silatnya sangat tinggi, tetap saja
merasakan seluruh tubuhnya lelah dan lapar, maka
akhirnya dia menutup mata tidur di bawah satu pohon
besar.
Saat sinar matahari menusuk mata, dia baru bangun dari
tidur, hal pertama yang harus dikerjakan, tentu saja mencari
makanan untuk mengisi perutnya yang lapar, dia
menelusuri gunung berjalan ke depan, dia menemukan satu
kampung kecil yang terdiri beberapa rumah pemburu, dari
dalam bungkusannya dia mengeluarkan sebuah topeng dari
kulit manusia, menyamar sebagai seorang sastrawan
setengah baya, sesudah itu baru mendatangi sebuah rumah
gubuk yang pintunya tidak tertutup rapat.
"Apa ada orang? Aku......orang yang numpang
lewat......"
Pek Soh-ciu tidak punya pengalaman di dunia persilatan,
terhadap hal mengunjungi orang asing untuk minta
makanan, lebih-lebih tidak pernah melakukannya, walau
pun dia punya uang untuk membayar, tapi kata-katanya
tetap ada perasaan tergagap-gagap sulit diucapkan.
"Kreek" satu suara pelan terdengar, sepasang daun pintu
dibuka, Pek Soh-ciu melirik pada orang yang berdiri di
depan pintu, tidak terasa mata jadi merasa terang.
Dia adalah seorang nyonya muda yang berhidung
mancung beralis seperti bulan, penampilannya anggun
sederhana, di dalam penampilannya yang anggun alami itu,
sepertinya terselubung sedikit kegusaran, dia melihat pada
Pek Soh-ciu mau bicara tapi tidak jadi, lama, baru dengan
sedih mengeluh berkata:
"Kau......haai......akhirnya kembali juga..."
"Apa?" Pek Soh-ciu seperti patung batu, sedikit tidak bisa
meraba kepala sendiri, sehingga dengan perasaan aneh
berkata, "Nyonya! Kau berkata......aku akhirnya kembali
juga?"
Dia baru saja berhenti bicara, nyonya muda itu
mendadak menutup wajah dengan sedihnya menangis, Pek
Soh-ciu terkejut sekali, tidak tahu ada masalah apa
membuat dia jadi menangis sedih, sejenak dia menjadi salah
tingkah.
Lama... nyonya muda itu menghentikan tangisnya,
kepalanya sedikit diangkat, menampakkan bunga Li
berteteskan hujan, tingkah yang sangat membuat orang
kasihan, dengan sedih menatap dia.
Ini adalah situasi yang sulit bisa dimengerti dia, dan juga
keadaan yang serba salah, dia terdiam sejenak, baru dengan
sekali batuk perlahan berkata:
"Hujin ada kesulitan apa, asalkan aku sanggup......"
Nyonya muda itu melotot, dengan nada kesal berkata:
"Meninggalkan rumah selama lima tahun, tidak
mempedulikan ibu yang sudah tua dan istri di rumah, hari
ini setelah capai berkelana kembali ke rumah, malah
berpura-pura bodoh, tidak mengaku anggota keluarga,
kau......kau sungguh keji sekali."
"Kek, hujin kau......" Dia di buat bengong oleh nyonya
muda, menghadapi situasi yang tidak masuk akal ini, sesaat
tidak tahu harus bagaimana menjelas-kannya.
Tiba tiba terdengar suara batuk pelan, dari luar pintu
jalan mendekat seorang nenek tua beruban yang ineinegang
tongkat jalan, seorang pelayan wanita kecil berbaju hijau
mengikuti dari belakangnya, berjalan gemetaran mendekati
Pek Soh-ciu, dia menghentikan langkah, dengan sepasang
mata berlinang air mata, memperhatikan Pek Soh-ciu dari
atas sampai kebawah, 1ama, baru dengan suara gemetar
emosi berkata:
"Ti-kie! Akhirnya kau kembali juga! Ibu hidup tidak lama
lagi, jika kau masih tidak kembali, itu akan Menyulitkan
istrimu."
Wajah Nyonya muda itu menjadi merah, sorot mata
yang menyiratkan benci sayang dan malu, melihat l«jam
pada dia, di bibir munggilnya keluar suara pelan " Ibu", lalu
dengan malunya menundukan kepala.
Sampai sekarang Pek Soh-ciu baru sadar, ternyata putri
dan neneknya ini salah mengenal orang, sehingga, dia
merubah wajah jadi serius, mengepal sepasang tangan
menghormat berkata:
"Aku bukanlah putra anda......"
Nenek tua menghentakan tongkatnya, dengan suara
gemetar berteriak:
"Liu Ti-kie! Kau binatang yang tidak tahu balas budi,
bagian mana dari istrimu yang tidak baik? Kau malah
berani menolak keinginan ibu, sudah lima tahun melarikan
diri menghindar perkawinan! Sekarang......heng, malah
sampai ibu sendiri juga tidak diakui, oh Tuhan, keluarga
Liu sebenarnya telah melakukan dosa apa.. “
Karena terlalu emosi belum lagi perkataannya habis,
mendadak tubuh nenek tua itu roboh ketanah.
Kejadian ini datang tidak diduga, Pek Soh-ciu tidak bisa
diam melihat orang akan mati tidak menolong, tidak
menunggu tubuh nenek tua menyentuh tanah, tubuhnya
bergerak, dia sudah membopong tubuhnya, lalu
mengulurkan telapak tangan kanan, menepuk pelan di
punggungnya, nenek tua itu lalu memuntahkan dahak yang
kental, sepasang matanya berlinang air mata.
Pek Soh-ciu mengeluh, dia membalikan kepala berkata
pada nyonya muda:
"Harap kau bopong nenek tua masuk ke dalam untuk
beristirahat, aku......"
Nenek tua mendadak berteriak:
"Tidak, kau ikuti dia, Siau-ceng! Bopong aku masuk ke
dalam."
Siau-ceng adalah pelayan berbaju itu dia menyahut
sekali, lalu maju ke depan membopong nenek tua, berjalan
masuk kedalam rumah gubuk.
Nyonya muda melirik Pek Soh-ciu sekali, lalu
membalikan tubuh melenggok dengan langkah pelan masuk
kedalam, melihat Pek Soh-ciu tidak mengikutinya, dia
menghentikan langkah dengan sedih berkata:
"Rumah ini sederhana, kau tidak sudi masuk?"
"Hai...!" Pek Soh-ciu menggelengkan kepala berkata:
"Hujin salah paham, aku ini sungguh bukan suami anda
Liu Ti-kie......"
"Hm...!" nyonya muda mengangkat alis, dingin berkata,
"walau dibakar jadi abu, aku Tan Li-ceng tetap bisa
mengenalmu, haai......"
Mendadak di hati Pek Soh-ciu bergerak, dia terpikir
Siauya perkumpulan Ci-yan yang pernah bertarung
dengannya, bukankah namanya Liu Ti-kie? Sehingga, dia
tertawa tawar, terpaksa melepaskan topeng kulit manusia di
wajahnya berkata:
"Tidak diduga topeng ini, malah mirip dengan wajahnya
suami anda......"
Nyonya muda terkejut dan bengong cukup lama oleh
perubahan yang terjadi di depan mata, lalu dengan sedih
mengeluh berkata:
"Kalau begitu, Liu Ti-kie sudah mati?"
Pek Soh-ciu sedikit ragu berkata:
"Aku pernah bertemu dengan seorang yang bernama Liu
Ti-kie, apakah dia itu adalah suami mu, aku tidak berani
sembarangan menuduhnya." Lalu dia menceritakan Liu Ti-
kie yang sekarang ini adalah Siauyanya perkumpulan Ci-
yan.
Nyonya muda Tan terdiam beberapa saat, katanya:
"Bisakah beritahukan nama tuan?"
"Aku Pek Soh-ciu penduduk kota kuno Soa-say."
"Aku ada satu permintaan, tidak tahu apakah Siauya bisa
menerimanya?"
"Asalkan di dalam kemampuanku, tentu tidak akan
mengecewakan hujin."
"Haai... nenekku mengharapkan putranya pulang sudah
lima tahun, sehingga mata hampir buta oleh air mata, jika
mendadak tahu Siauya bukan Liu Ti-kie, pukulan yang
sangat berat ini, pasti tidak akan bisa diterima oleh orang
tua yang tidak lama lagi akan mati, sehingga,......"
"Maksud nyonya, adalah......"
"Jika Siauya sementara bisa menggantikan suami ku,
bukan saja akan menyelamatkan satu nyawa......"
"Ini......Haai, aku punya dendam yang harus dibalas,
sungguh tidak bisa tinggal lama disini, apa ......"
"Asalkan menunggu beberapa hari, aku bisa pelan-pelan
menjelaskan pada nenek masalah sesungguhnya,
mengenai.. .kita.. .Siauya tidak perlu khawatir."
Pek Soh-ciu dengan terpaksa mengeluh lagi, diam-diam
memakai kembali topeng kulit manusia ke wajahnya.
"Siauya, silahkan..." Tan Li-ceng gembira. Dia
membawa Pek Soh-ciu ke sebuah kamar tidur, lalu
menyiapkan makanan dengan langsung turun tangan
sendiri, dia melayani Pek Soh-ciu hingga membuat Pek
Soh-ciu jadi merasa tidak tenang, tapi dia telah
menyanggupi permintaannya, terpaksa selama beberapa
hari ini diam-diam dia menahan diri, di dalam keadaan
tidak ada kegiatan ini, dia memusatkan seluruh pikirannya
pada empat jurus hebat yang ada di atas Potaw long-tui,
setelah siang malam mempelajarinya, akhirnya dia
mendapat hasil lumayan.
Suatu kali di saat bangun dari bersemedi, tampak Tan Li-
ceng berada di hadapannya sedang memegang cangkir teh,
dia berdiri di pinggir ranjang, sepasang matanya yang
sejernih air dengan penuh rasa cinta menatapnya.
"Hujin seperti......kek, kek, aku sungguh sulit
menerimanya......." dengan sopan dia menolaknya,
terhadap rasa cinta seperti ini, dia merasa sulit
menikmatinya.
Tan Li-ceng sedikit tersenyum, lalu duduk disisinya:
"Walau pun pura-pura menjadi suami istri,
melaksanakan kewajiban suami istri juga tidak halangan,
mengapa kau harus begitu sungkan?"
"Tidak." Kata Pek Soh-ciu dengan tegas, "ini adalah
siasat yang terpaksa dilakukan sementara, kita bukan saja
tidak boleh melakukan kewajiban suami istri, orang lain
juga tidak boleh tahu, jika tidak, di kemudian hari nanti,
meski kita menjelaskan bagaimana pun suamimu tidak akan
bisa mempercayainya!"
Tan Li-ceng sudah bertekad, katanya:
"Liu Ti-kie berhati kejam, sampai ibu yang sudah tua
hampir mati pun ditinggalkan dan tidak dipeduli-kan, mana
mungkin bisa dia ingat aku orang yang sial ini, Siauya jika
tidak merasa......"
Pek Soh-ciu dengan wajah serius berkata:
"Hujin salah, orang she Pek bukanlah seorang yang suka
merebut istri orang!" dia bangkit meloncat, mengambil
bungkusan dan pedang yang digantung di dinding, langsung
berlari keluar pintu.
Dia sudah mengampil keputusan, ini adalah tindakan
yang pintar, dia tidak mau melupakan dendam tanpa
membalasnya, dia tidak mau ditempat ini mendapatkan
nama buruk, maka dia memilih jalan yang benar, berlari ke
arah selatan, menelusuri Leng-hun, kota Keng, langsung
menuju Song-ciu
0-0dw0-0

Sinar pagi yang indah, diam-diam merayap naik keatas


puncak bukit Siau-su, di dalam kuil Siau-iim yang namanya
menggemparkan dunia persilatan, terdengar suara
sembahyang.
Suara lonceng yang damai dan agung terdengar]
berdentangan, menyebar ke segala arah tanpa bisa
dihentikan, membuat orang terhadap gunung dengan
ternama kuil bersejarah ini, timbul satu perasaan yang
memujanya.
Namun suara sembahyang itu, mendadak terhenti di
tengah, di depan kuil yang terhormat dan tenang ini, keluar
sekelompok hweesjo dengan wajah gelisah, mereka
mengangkat kepala melihat jauh ke atas langit, sepertinya di
puncak bukit gunung yang ternama ini, terjadi sesuatu hal
yang aneh.
Memang tidak salah, diatas puncak bukit Siau-su muncul
seekor kuda putih, yang meringkik sambil mengangkat
kepalanya, penampilannya sangat gagah, sepertinya sedang
menantang para hweesio Siau-lim.
Dan diatas kuda putih, duduk seorang remaja berbaju
putih, bajunya berkibar-kibar ditiup angin di bawah sinar
mentari yang menerangi seluruh gunung, lampak gagah
seperti dewa, para hweesio Siau-lim yang melihatnya
hatinya berdebar-debar, wajah menjadi tegang.
Tiba-tiba, satu suara siulan nyaring, terdengar dari
kejauhan di puncak bukit Siau-su, tubuh remaja berbaju
putih sudah melayang dari atas kuda, di bawah sinar pagi
yang cerah persis seperti dewa terbang di siang hari.
Di udara dia melakukan satu belokan, sepasang
lengannya sedikit dibuka, menggetarkan pelan lengan baju
yang besar, rubuhnya bergerak cepat laksana kilat
menyambar, dalam sekejap seperti segumpal kapas,
melayang ringan turun di depan para hweesio yang
wajahnya sedang tegang itu.
Hweesio kuil Siau-lim yang mempunyai kepandaian
hebat banyak sekali, namun, ilmu meringankan tubuh
sehebat remaja berbaju putih ini, mereka baru pertama kali
menyaksikannya, maka dalam ketakutannya, mereka
menambah kewaspadaannya.
Mata remaja baju putih seperti kilat menyambar, dengan
angkuh melirik pada para hweesio Siau-lim berkata:
"Siapa yang menjadi ketua perguruan Siau-lim, aku ada
hal ingin bertanya padanya."
"O-mi-to-hud" sebuah ucapan Budha terdengar, lalu
keluar seorang hweesio tua yang wajahnya bulat seperti
bulan purnama, dia menegakan telapak tangannya memberi
hormat:
"Pinceng Pek Hui, sebagai ketua Siau-lim, Sicu kecil
ingin bertanya apa?"
Remaja berbaju putih melihat pada Pek Hui taysu,
wajahnya jadi dingin, lalu berkata:
"Aku tidak bermaksud membunuh orang, asalkan
hweesio mau menjawab dengan jujur beberapa
pertanyaanku."
Pek Hui taysu berkata:
"Seorang hweesio tidak akan berkata tidak jujur, yang
aku tahu pasti aku katakan."
"Bagus, mohon tanya, ketua kuil terdahulu anda Pek
Leng taysu mengapa bisa menghilang?"
"Sicu kecil ada hubungan apa dengan Sin-ciu-sam-coat?"
"Harap hweesio jawab dulu pertanyaanku."
"Kakak sepergumanku diundang orang untuk
mengunjungi Sin-ciu-sam-coat, tapi begitu pergi lalu...”
"Ha ha ha... berkunjung! Dengan memakai topeng,
berkomplot melakukan pembunuhan, kunjungan apa yang
dikatakan oleh hweesio?"
Wajah Pek Hui taysu berubah: "Hong-thio Siau-lim
terdahulu, kedudukannya sangat tinggi, Sicu kecil
bagaimana bisa sembarangan menuduh orang!"
Remaja berbaju putih dengan sinis mendengus dingin:
"Aku masih belum mengatakan masalah mereka
menggunakan Ngo-tok-cian, dan secara sembunyi-
sembunyi menyerang, terhadap kuil anda aku sudah
memberi muka."
"Lalu dimana Suhengku sekarang?"
"Walau Sin-ciu-sam-coat, tidak bisa lolos dari serangan
keroyokan hina ini, tapi para penyerang gelap ini, tidak satu
pun bisa menyelamatkan jiwanya......"
"Apa Sicu kecil keturunan Sin-ciu-sam-coat? Kalau
begitu Suhengku pasti dibunuh oleh Sin-ciu-sam-coat!"
"Apakah aku keturunan Sin-ciu-sam-coat atau bukan,
aku tidak bisa memberitahukan sekarang, tapi Suhengmu,
Pek Leng taysu bukan mati di tangan Sin-ciu-sam-coat."
"Siapa yang telah membunuh kakak Suhengku?"
"Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw."
"Sicu kecil menyaksikan dengan mata kepala sendiri?"
"Percaya atau tidak terserah."
"Sicu kecil masih ada urusan apa?"
"Aku ingin tahu, dulu Suhengmu sebenarnya diundang
oleh siapa ?"
"Aku tidak mengetahuinya."
"Kalau begitu terpaksa aku menggunakan kekerasan!"
"Sicu kecil ingin bagaimana?"
"Gigi dibalas gigi, mencuci kuil Siau-lim dengan
darah......"
"O-mi-to-hud, Siau-lim bukan tempatnya untuk sicu kecil
membuat onar!"
"Ha ha ha, tujuh puluh dua jenis ilmu hebat dari kuil
Siau-lim, tidak satu pun yang tidak mengejutkan dunia, jika
aku tidak mencobanya sendiri, mungkin seumur hidup aku
akan menyesal! Hweesio bersiaplah." perkataannya belum
habis, sepasang telapaknya telah melancar-kan serangan,
dua tenaga tersembunyi, satu keras satu lembut, seperti
gelombang samudra menerjang kearah dada Pek Hui taysu.
Pek Hui taysu mendengus, lalu mengibaskan lengan
bajunya, pukulannya remaja berbaju putih yang keras dan
dahsyat, seperti kerbau tanah, sungai masuk ke laut, segera
menghilang tidak berbekas, tapi tenaga yang lembut malah
menerobos masuk di antara tenaga dalam Pek Hui taysu,
tenaga yang sangat lembut tapi bergelombang itu, tetap
menerjang kearah Pek Hui taysu.
Pek Hui taysu diam-diam terkejut, tubuhnya tidak goyah
Kim-Kong-cu-tee (Kim-kong menancap di tanah.) segera
bereaksi, walau demikian tubuhnya bergoyang dua kali,
baru dapat menghilangkan tenaga lembut yang dahsyat itu.
Seorang ketua perguruan yang begitu agung
kedudukannya, ilmu silatnya bisa di bayangkan tinggi apa,
tapi hanya dalam satu jurus, telah diungguli oleh seorang
remaja yang tidak ternama, kejadian ini membuat wajah
para hweesio Siau-lim yang kaku tanpa ekspresi, segera
menunjukkan wajah terkejut dan gentar.
Wajah tampan remaja berbaju putih yang dingin seperti
es, jadi menambah rasa dinginnya, dia memutar telapak
tangan kanannya, akan kembali menyerang, tiba-tiba
penyambut tamu Siau-lim Pek Kuo taysu meloncat keluar
berteriak:
"Sicu kecil tunggu dulu, aku masih ada hal yang ingin
ditanyakan."
Remaja baju putih menarik kembali lengan kanannya,
berkata dingin: "Silahkan katakan."
"Tadi ketua kami pernah menanyakan apa hubungannya
Sicu kecil dengan Sin-ciu-sam-coat, Sicu kecil masih belum
menjawabnya!"
"Apa hweesio merasa ini sangat penting?"
"Betul, Sicu kecil mengapa mencari perguruan kami
untuk balas dendam, pasti ada satu alasan yang sangat
penting?"
"Apakah tidak bisa karena di dorong oleh rasa ingin
tahu?"
"Hanya karena rasa ingin tahu, lalu Sicu kecil melakukan
pembunuhan besar-besaran?"
"Ini harus melihat bagaimana sikap kuil anda, jika kuil
anda bisa menjawab dengan jujur pertanyaanku, Pek Soh-
ciu tidak ada minat melakukan pembunuhan besar-
besaran."
Wajah Pek Kuo taysu berubah, katanya: "Keturunan Sin-
ciu-sam-coat, pasti punya ilmu silat yang mengejutkan
orang, aku ingin mencoba ilmu silatnya Sicu dengan Lo-
han-tin (Barisan Budha suci), tidak tahu Sicu kecil berani
tidak?"
Pek Soh-ciu mengangkat alis, matanya mengeluarkan
hawa membunuh:
"Bagus sekali, aku sudah datang ke Siau-lim, jika tidak
mencoba Lo-han-tin yang terkenal di dunia persilatan, aku
akan menyesal seumur hidup! Hweesio silahkan......"
Pek Kuo taysu mengambil satu tongkat hweesio lain
seorang murid yang ada di belakangnya, lalu tongkatnya di
angkat dan di ayunkan, satu persatu bayangan yang seperti
naga meluncur, dan muncul di depan kuil.
Dengan ilmu terhebat yang dimiliki perguruan silat yang
sangat ternama di dunia persilatan, menghadapi angkatan
yang masih sangat muda, tindakan Pek Kuo taysu ini,
bukan saja tidak pantas, malah belum pernah terjadi dalam
sejarah, tentu saja, ketua Siau-lim Pek Hui taysu bisa
mencegahnya, tapi baru saja bibirnya terbuka ingin berkata
tapi tidak ada suara yang keluar, akhirnya terjadi peristiwa
yang membuat perguruan Siau-lim mendapat malu.
Pek Soh-ciu sedikit pun tidak gentar menghadapi Lo-
han-tin yang terkenal di dunia persilatan ini, setelah bersiul
panjang yang nyaring, tampak baju putihnya melayang
miring, tubuhnya menerjang seperti anak panah, dalam
sekejap, sudah masuk ke dalam barisan yang penuh
bayangan golok dan tongkat.
Bayangan tongkat dan golok berputaran, di sekelilingnya
terdengar suara shaa... shaa... para murid Budha yang
seharusnya penuh welas asih, telah berubah menjadi
penjagal yang penuh hawa membunuh, mereka membuat
barisan menjatukan tenaga dalam di antara mereka secara
aneh. Lalu suara shaa... shaa... yang keluar semakin cepat,
dalam barisan Lo-han-tin sudah menggulung angin
kencang. Angin kencang itu berputar putar, makin lama
makin bertambah kencang, jika orang yang di kurung di
dalan Lo-han-tin itu tidak dapat menahannya, hanya
dengan tekanan angin kencang ini saja, sudah bisa
membuat orang binasa.
Pek Soh-ciu jadi terkejut, sekarang dia baru tahu Lo-han-
tin yang ternama di seluruh dunia persilatan, memang
benar-benar hebat bukan nama kosong belaka, tapi dia tidak
rela mengaku kalah begitu saja, keturunannya Sin-ciu-sam-
coat bukan orang yang takut akan mati! Dia berteriak
nyaring, dengan cepat mengayunkan tangan kanannya,
memukul dengan sebuah tenaga keras yang amat dahsyat.
"Paak!" terdengar suara keras, ternyata pukulannya
malah terpental kembali dengan satu tekanan yang sebesar
gunung ikut datang menekannya, dia tidak bisa bertahan
terpaksa mundur beberapa langkah ke belakang.
Sebuah sinar pembunuhan muncul di antara alisnya,
mendadak tubuhnya berputar, sepasang lengan diayunkan,
keturunan Sin-ciu-sam-coat yang wajahnya dingin, dalam
sekejap berturut-turut memukul delapan kali, hawa yang
dalam seperti lautan, diikuti dengan suara siulan yang
menggetarkan hati dari arah berbeda beda menggulung
keluar cepat seperti kilat.
Serangan cepat beruntun yang menakutkan orang mi,
tidak bisa diikuti mata manusia, barisan Lo-han-tin yang
amat kuat, menghadapi serangan beruntun yang icpat dan
keras, dipaksa berhenti berputar.
Hati Pek Kuo taysu tergetar, dia tidak menyangka anak
yang masih remaja, bisa memiliki ilmu silat sehebat ini,
tanpa sadar dia mengerutkan alis, timbul niat
membunuhnya, mulutnya berteriak melancarkan jurus Hud-
bun-cu-sai-houw (Auman singa dari aliran Budha), dalam
Lo-han-tin pun terjadi perubahan yang drastis.
Sengatan mengalir awan berputar, sinar golok
menyilaukan mata, gulungan hawa yang tidak tampak
mendadak seperti muncul dari bawah tanah, dengan
dahsyat gelombang pasang, dari segala arah menerjang
kepada Pek Soh-ciu, sepertinya di lapangan seluas sepuluh
tombak, di dalam barisan Lo-han-tin tidak bisa ditemukan
sedikit celah pun.
Barisan ini bergerak semakin cepat, begitu berputar satu
putaran, gulungan senjata yang dingin menusuk tulang,
menyerang berturut-turut sembilan jurus. Pek Soh-ciu
menghunus Im-cu-kiam, juga mengeluarkan jurus Im-cu-
kiam yang terhebat, tapi setiap menerima satu jurus
serangan golok, dia harus mengerahkan delapan puluh
persen lebih tenaga dalamnya.
Waktu terus berlalu, tenaga Pek Soh-ciu juga semakin
melemah, keringat bercucuran, menetes ke tanah yang
keras.
Dia tahu keadaannya sangat tidak menguntungkan,
bertarung dengan cara keras lawan keras, dia sendiri pasti
sulit bisa menahan sampai seratus jurus lebih, dalam
keadaan tidak dapat berbuat apa-apa, terpaksa dia bertarung
sekuat tenaga, segera dia memasukkan Im-cu-kiam kedalam
sarungnya, dari dalam dadanya dia mengeluarkan senjata
Pouw-long-tui, mulutnya berteriak dengan nyaring, Pouw-
long-tui yang bersinar hitam, dengan kecepatan kilat
dipukulkan kepada sinar golok dan bayangan tongkat yang
ada di depannya.
Inilah jurus pertama Ciauw-jit-hui-tui (Bor terbang
matahari muncul) dari jurus pembuka Pouw-long-kiu-hoat
(Sembilan jurus bor membuka dan membelah), baru saja
bor menerjang, angin dan geledek seperti bergerak, senjata
itu seperti batang besi dibakar sampai merah, mendadak
ditancapkan ke air yang dingin, terdengar suara sss... sss...
yang mengerikan bagi yang mendengarnya, begitu sinar
hitam sampai, darah dan daging berterbangan, Lo-han-tin
yang amat sangat kuat, di dalam serangan Pouw-long-tui,
jadi seperti kayu lapuk, tidak tahan satu pukulan pun.
Hantaman bor besi yang menggetarkan bumi dan langit
ini, membuat Lo-han-tin hancur tercerai berai, wajahnya
Pek Soh-ciu juga telah berubah penuh senyum, bagaimana
pun juga perguruan Siau-lim adalah salah satu perguruan
aliran putih, asalkan mau memberitahu siapa otak yang
secara menggelap menyerang Sin-ciu-sam-coat, dia tidak
akan tega membunuh semuanya.
Tapi, tiba-tiba terdengar suara 'traang' yang pelan,
senyuman di wajah Pek Soh-ciu mendadak lenyap, dengan
mendengus tertahan tubuhnya maju dua langkah, akhirnya
jatuh keatas tanah.
Perubahan yang tiba-tiba terjadi ini, buat kuil Siau-lim
mulai dari ketua sampai ke bawah, semua wajahnya
berubah menjadi pucat, tentu saja, ilmu silat Pek Soh-ciu
telah membuat nama besar kuil Siau-lim jatuh, walau pun
demikian para penganut Budha ini sama sekali tidak mau
menyerang secara menggelap terhadap Pek Soh-ciu.
Tapi, anak muda tampan yang berilmu tinggi ini, bukan
saja telah terkena sebuah serangan menggelap, diatas
pundaknya juga sudah tertancap sebatang anak panah yang
samar-samar bersinar biru, sedang bergetar.
Para murid Siau-lim yang memimpin dunia persilatan,
yang mengaku pembela kebenaran penyapu kejahatan ini,
malah menggunakan Ngo-tok-tui-hun-cian (Tanah lima
racun mengejar roh) yang dipandang hina di dunia
persilatan, sungguh ini merupakan satu aib bagi Siau-lim
yang sulit dibersihkan. Seluruh lapangan menjadi hening,
ratusan sorot mata yang memandang hina, melotot marah
pada Pek Kuo taysu yang sedang memegang kotak besi
berwarna hitam.
Matahari tidak begitu terik, tapi diatas kepala botaknya
para murid Siau-lim, semua bercucuran keringat, sampai
Pek Hui taysu yang sudah tinggi ajarannya hampir tidak
bisa mengatasi keadaan yang memalukan ini.
Lama, Pek Soh-ciu memaksakan diri berdiri, sepasang
matanya yang merah darah, seperti dua panah tanpa
perasaan, dengan kebencian yang amat sangat, menyapu
keseluruh lapangan, lalu dia berteriak nyaring, mencabut
keluar anak panah di atas bahu kirinya, sebelah tangannya
dengan kuat diayunkan, satu sinar biru melesat menerjang
menuju dada Pek Kuo taysu.
Pek Kuo taysu termasuk salah satu dari lima Tianglo
Siau-lim, lemparan Pek Soh-ciu ini seharusnya sulit bisa
berhasil melukai dia, tapi dibawah sorotan mata orang-
orang yang memandang hina padanya, telinga dan matanya
seperti kehilangan ketajaman, saat angin tajam mengenai
tubuhnya, ingin menghindar sudah tidak keburu, terdengar
suara 'bluuuk', anak panah beracun itu langsung menancap
masuk seluruh-nya di jalan darah Kie-kan-hiat di dadanya.
Dalam teriakan marah, terdengar satu suara tertawa
yang keras yang memekakan telinga, sinar putih berkelebat,
ringan seperti asap, Pek Soh-ciu yang membuat kekacauan
yang belum pernah terjadi sebelum nya pada kuil yang
bersejarah ini, seperti kilat berkelebat menghilang masuk ke
dalam hutan yang lebat.
Namun, racun Toan-hun-cauw yang bisa menghilangkan
nyawa, adalah racun yang tiada duanya di dunia, walau dia
bisa menutup jalan darah supaya racunnya tidak menjalar,
tapi di dalam sikapnya, dia sudah kehilangan
ketenangannya, sampai tenaga dalamnya juga sudah
berkurang banyak.
Dia berlari pontang-panting berjalan di antara hutan
pegunungan, terhadap harapan hidupnya, dia hampir
kehilangan kepercayaannya, sebab pamannya yang ilmu
silatnya begitu tinggi, setelah terkena panah Ngo-tok-tui-
hun-cian, tetap harus menjelajah ke seluruh pegunungan,
untuk mencari obat penawarnya, ilmu silat dia tidak
setinggi pamannya, dia juga tidak tahu harus mencari obat
penawar apa, untuk menawarkan racun iban-hun-cauw.
Jadi dia bertekad, jika dia seperti hidup tidak, mati pun
tidak, lebih baik sekalian mati saja.
Sebentar dia berlari sebentar berhenti, akhirnya sampai di
tepi selatan Huang-ho.
Gelombang air sungai yang keruh mengalir deras, sekali
melaju seribu li, tidak pedulikan sedih atau senang,
berkumpul atau berpisahnya manusia, juga tidak mengurusi
perseteruannya di dunia persilatan, tapi ombak itu, putaran
air itu, seperti ada semacam kegembiraan yang sulit
dirasakan manusia.
"Haai... pejabat ombak, biarkan aku berteman denganmu
saja!" Pek Soh-ciu yang telah kehilangan semangat hidup,
meloncat masuk ke dalam gelombang kisaran besaritu.
Setelah itu, tidak tahu berapa lama dia jatuh pingsan dia
kembali sadar lagi. Saat dia telah sadar benar, dia
menemukan dirinya berada diatas sebuah perahu besar
bertiang layar ganda, suara gemercik air sangat jelas
terdengar, perahu berlayar dengan cepat, kelihatannya dia
telah ditolong orang.
"Sahabat kau beruntung sekali, air Huang-ho yang
berasal dari langit, tapi tidak bisa membuatmu tenggelam!"
Pek Soh-ciu melihat pada laki-laki besar dengan berewok
hitam yang bicara, dia menekan tubuhnya dengan
entengnya meloncat melayang, katanya:
"Aku memang meloncat kesungai untuk bunuh
diri, buat apa anda menolongku!"
"Ha, ha ha!" Laki-laki berewok hitam tertawa, lalu
berkata, "Huang-ho tidak bertuan, silahkan saja kalau kau
mau terjun lagi."
Satu hawa amarah naik dari perutnya Pek Soh-ciu, dia
mengangkat alis, berkata dingin:
"Sekarang ini aku malah tidak mau mati..."
Laki-laki berewok hitam dengan nada dalam berkata:
"Di mata orang pintar tidak bisa ada pasir, sahabat jika
pura-pura jatuh ke dalam air... he he he, itu namanya cari
mati sendiri!"
"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata angkuh, "kalau begitu, aku
terpaksa menerima tantanganmu!"
Mendadak...
"Tuan Tan, mengapa kau ingin mempersulit orang!
Nona menyuruh kau siapkan makanan buat Siauya itu."
Pek Soh-ciu mendengar suara itu membalikkan kepala,
melihat seorang gadis berbaju hijau berlengan baju ketat,
dengan pinggang langsing sedang berdiri menatap Pek Soh-
ciu dengan malu-malu penuh rasa cinta.
Di dalam hati Pek Soh-ciu sedikit pun tidak ada perasaan
khusus pada wanita itu, tapi saat ini di dalam perutnya,
malah seperti ada gulungan hawa panas yang sulit ditahan,
di dalam hati dia terkejut sekali, bagaimana pun juga dia
tidak mengerti dari mana datangnya bara ini. Dia
mengepalkan tangannya, matanya melotot, menggunakan
gigi yang putih bersih menggigit bibirnya, dia ingin
menggunakan kekuatan-nya memadamkan gulungan hawa
panas itu.
Tapi laki-laki berewok hitam itu mengira sikapnya seperti
melecehkan, mulutnya berteriak marah langsung
menyerang dada Pek Soh-ciu dengan telapak tangannya.
Pek Soh-ciu sama sekali tidak menaruh hati pada laki-
laki berewok hitam ini, telapak tangan kanannya dengan
enteng dibalikan, dan berhasil mengunci pergelangan
tangan Laki-laki berewok hitam itu, telapak tangan kirinya
bersamaan dipukulkan ke depan, laki-laki berewok hitam
itu menjerit ngeri, dan roboh mati di tengah sungai.
Terdengar suara teriakan terkejut, berturut-turut keluar
tiga orang laki-laki besar berbaju ringkas sambil
mengayunkan senjatanya, menyerang ke bagian tubuh Pek
Soh-ciu.
Pek Soh-ciu seperti telah dikendalikan oleh gulungan
hawa panas itu, sepasang matanya seperti mengeluarkan
api, ingatannya setengah sadar dia mengeluarkan jurusnya,
semua adalah jurus-jurus dahsyat yang mematikan.
Para pesilat yang ilmunya biasa-biasa ini, mana bisa
menahan serangan yang begitu hebat, hanya dalam waktu
sekejap, para lelaki yang ada di atas perahu besar ini
semuanya sudah menjadi mayat, tidak satu pun yang
tinggal, perahu besar itu jadi tidak ada orang yang
mengemudikan, hingga perahu itu akhirnya terdampar
diatas satu pulau pasir.
Pembunuhan ini sangat keji, tapi dia seperti masih belum
puas, sekali bersiul panjang seperti naga, dia berkelebat
menerjang masuk ke ruang perahu.
Mendadak dua buah pedang tajam dari kiri kanan pintu
ruangan menyerangnya, Pek Soh-ciu tertawa keras,
sepasang telapak tangannya di ayunkan kearah kiri dan
kanan, dua orang remaja putri yang memegang pedang,
sudah ditotok roboh olehnya.
Di dalam ruangan perahu, ada satu ruangan yang diatur
dengan mewah, di atas ranjang mewah di sebelah kanan,
duduk seorang wanita cantik berbaju kuning yang seperti
telah mengenal nya.
Wajahnya berbentuk kwaci, bemulut kecil munggil,
sepasang alis yang melengkung di hiasi dengan sepasang
mata yang penuh dengan kepintaran.
Tubuhnya kecil munggil, seluruh tubuhnya dari atas
sampai bawah, hampir tidak ada saru bagian pun yang tidak
indah, kecantikannya bisa membuat orang tergila-gila,
saking cantiknya membuat orang tidak berani menatapnya.
Apa lagi penampilan dia yang menampilkan keanggunan
alami, samar-samar mengandung keanggunan yang tidak
bisa dilecehkan. Walau Pek Soh-ciu sedang tersiksa oleh
gulungan hawa panas yang membakarnya, tetap saja
tertahan oleh keadaan yang tidak ada bentuknya ini, dia
dipaksa menghentikan langkah-nya dalam jarak beberapa
kaki.
Nona baju kuning yang seperti pernah dikenal itu, dalam
matanya tampak satu perasaan cinta yang besar, menatap
Pek Soh-ciu beberapa saat, lalu berkata:
"Orang yang membunuh harus mati, hukum tidak
pandang famili, walau kau ada kesulitan yang tidak bisa
diutarakan, juga tidak bisa sembarangan membunuh orang
yang tidak berdosa!"
Beberapa kata-kata ini, suaranya seperti suara kicauan
burung Huang-eng, malah ada tekanan seperti seberat
puluhan ribu kati, dalam sisa kesadaran yang belum hilang,
membuat hati Pek Soh-ciu tergetar. Tapi begitu sorot
matanya kembali menatap pada tubuh yang menggiurkan
itu, gulungan hawa panas di perutnya seketika membakar
habis pertahanannya, seperti gunung meletus langsung
membakar seluruh wilayah yang terlanda oleh hawa panas
yang bergolak, membuat seluruh kesadarannya hilang,
sehingga tenggorokannya mengeluarkan satu auman seperti
binatang liar, dia meloncat menerkam tubuh yang
menggiurkan diatas ranjang itu.
Bersamaan itu suara geledek yang sangat keras
mendadak terdengar di atas langit, hujan angin, tanpa
ampun menyapu pulau pasir yang tenang ini...
Perahu besar bertiang layar ganda ini, sepertinya lulak
bisa menahan hujan angin ini, perahunya bergetar dengan
kerasnya, diiringi suara rintihan terputus-putus vang
membuat darah orang yang mendengar jadi bergolak.
Akhirnya, angin berhenti hujan pun reda, dunia kembali
hidup, tapi, di pulau pasir ini, di perahu besar ini, inilah
tampak berantakan seperti terkena mala petaka, dan di atas
ranjang mewah itu, ada noda darah dimana-mana,
membuat orang sekali melihatnya akan terkejut.
Di atas ranjang tergeletak satu tubuh telanjang yang
putih seperti susu kambing, tusuk kondenya terlepas
membuat rambutnya jadi berantakan, wajahnya pucat
putih, hujan angin yang tanpa perasaan sudah membuat
bunga yang cantik ini, mendapatkan luka yang tidak ringan,
tapi sikapnya, malah begitu tenang, sepasang mata cantik
yang berlinang air mata masih menyorot kasih yang tidak
terhingga.
Pek Soh-ciu telah mengeluarkan gulungan hawa panas di
dalam perutnya, dia sudah kembali menjadi tenang, tapi
juga merasakan keletihan yang tiada taranya, lama... dia
kembali sadar, setelah melihat dengan jelas kenyataan yang
telah dia perbuat, kenyataan ini begitu keji, hampir
membuat dia tidak percaya alas kenyataan yang sudah
terjadi, namun kenyataan tetap adalah kenyataan yang
tidak bisa dihapus, dia terkejut, marah, merasa bersalah,
seperti gelombang-gelombang senjata tajam, tidak henti-
hentinya menyerang kearah dada-nya...
Dia tidak bisa membela dirinya, juga tidak ingin
memaafkan perbuatannya yang sangat kejam, dia
mengangkat kepalanya bersiul panjang, menyatukan dua
jari seperti pisau, ditotokan pada jalan darah kematian di
atas kepalanya.
Tapi tiba-tiba.....
"Berhenti." Sebuah teriakan merdu terdengar, laksana
bedug malam lonceng pagi, yang mengandung tenaga
getaran yang tidak bisa dibayangkan, Pek Soh-ciu
merasakan hatinya tertegun, tanpa sadar menurunkan
tangannya.
Mulut munggil suara itu sedikit mencibir sepasang
matanya melotot, dengan sangat tenang dia berkata:
"Kau ingin mati?"
"Benar, aku sudah tidak ada muka lagi hidup dunia."
"Kau kira dengan demikian akan membersihkan dosa-
dosamu?"
"Aku seratus kali mati pun tidak akan bisa
menebusnya....."
"Hm... tidak salah kata-katamu, jika kau tidak
membunuhku, aku akan memberi satu balasan yang sangat
keji padamu."
"Balasan apa pun, aku rela menerimanya."
"Apa perkataan ini sungguh-sungguh?"
"Aku tidak pernah berkata main-main."
"Hm...!" setelah tertawa sinis dia melanjut-kan, "Seorang
penjahat yang sembarangan membunuh orang tidak
berdosa, memperkosa wanita yang lemah, juga berani
mengatakan tidak pernah berkata main-main!"
Pek Soh-ciu mengeluh panjang sekali:
"Kesalahan besar sudah terjadi, seratus mulut pun tidak
bisa membelanya, aku hanya berharap nona dengan cepat
bisa memberikan kematian padaku....."
"Hm... tidak semudah itu, aku ingin membuatmu
bersemangat dan mendapatkan siksaan keji yang tidak bisa
diterima oleh manusia, hingga akhir hayatmu."
Hati Pek Soh-ciu tergetar, dia tidak menduga wanita ini
bisa mempunyai hati sekejam ini, tapi dia memang telah
menghancurkan hidupnya, dia ingin membalas dengan cara
apa, sepertinya juga tidak keterlaluan.
Dia masih berpikir, telinganya mendengar lagi satu
bentakan:
"Balikan tubuhmu."
Dia menurut, dia menghadap ke sungai yang mengalir
deras, tidak tahan di dalam hati timbul perasaan sedih
melihat air sungai mengalir ke timur, melihat manusia mati,
tentu saja, dengan ilmu silat yang dimilikinya, tidak sulit
untuk dia untuk pergi begitu saja, kalau ingin membunuh
orang menutup mulut, juga dia bisa dengan mudah
melakukannya. Namun sebagai keturunan dari Sin-ciu-sam-
coat, harga diri, semangat berjuang, walau mengalami
seratus kali mati, juga tidak bisa melakukan hal seperti yang
tidak ada perikemanusiaan. Berpikir sampai disini, tidak
tahan dia mengeluh panjang.
Mendadak, satu bayangan hitam mendatangi, terbang
menuju dia, dengan tanpa perasaan dia menangkapnya, ini
adalah bungkusan kain berwarna hitam, dia membukanya
dan melihatnya, terlihat di dalamnya ada satu baju panjang
putih seputih salju, dan satu stel kaos kaki putih sepatu
merah, tidak sadar dia jadi tertawa pahit tanpa suara.
Baru saja selesai mengganti baju lamanya yang robek
dan kotor, gorden sudah ada yang membuka, masuk
seorang wanita berbaju kuning dengan rok panjang sampai
menyentuh tanah, wajahnya dingin seperti salju, sepasang
matanya bersinar seterang bulan, hidung sedikit diangkat,
mengeluarkan satu suara dengusan dingin berkata:
"Seorang Siauya yang tampan sekali, hanya sayang
adalah seorang yang berbaju..."
"Prajurit boleh dibunuh tidak boleh dihina, Pek Soh-ciu
walau telah berbuat salah pada nona, tapi diriku sendiri
juga seorang korban!"
"Ooo, kalau begitu, aku telah salah menuduhmu!"
"Hai..."
"Kau telah mendapat kecelakaan apa? Coba kau
katakan."-
"Aku dilukai orang dengan Ngo-tok-tui-hun-cian......"
"Dengan kami......ada hubungan apa?"
"Ngo-tok-tui-hun-cian telah dilapisi dengan racun Toan-
hun-cauw, karena sudah putus harapan, maka aku terjun ke
sungai untuk bunuh diri, tidak diduga ditolong oleh nona
keatas air......"
"Ternyata..... hai..." Si nona mengeluh, lalu melanjutkan
perkataannya, "Toan-hun-cauw termasuk racun negatif,
orang yang terkena racun ini, jika menekannya dengan
tenaga dalam, dan berada di dalam suhu yang lebih rendah
dari suhu tubuhnya, maka dia akan menyusup masuk ke
jalur air, melalui Ci-tang, lalu masuk ke dalam Tan-tian,
dan membuat nafsu birahi yang tidak bisa dikendalikan,
haai... mungkin ini adalah takdir...."
"Nona, kau...." Pek Soh-ciu tidak menduga wanita lemah
ini, malah mengetahui begitu banyak rahasia ilmu silat. Dia
membuka mulut ingin bertanya, akhirnya menahan diri
tidak menanyakan.
Mendadak wajah Nona baju kuning menjadi dingin lagi
katanya:
"Tidak peduli kau mengatakan apa, bagaimana pun aku
adalah korban yang tidak berdosa......"
"Benar, selama aku hidup aku pasti akan membayarnya."
"Mengapa! Kau ingin membatalkan janjimu untuk
menerima balasan?"
Pek Soh-ciu sejenak merasa tidak ada harapan berkata:
"Aku tidak bermaksud begitu."
"Hm... kecuali kau segera membunuh aku, jika tidak kau
akan menerima balasan tanpa batas waktu."
"Benar, nona......"
"Kau tahu siapa aku?"
"Harap nona memberi tahukannya."
"Ayahku Su Cong-pit, pejabat istana di ibu kota, kakakku
bernama Su Yi, panglima yang berjaga di Tong-koan,
namaku Su Lam-ceng, baru kembali dari melancong dengan
sepuluh lebih pengawal yang kubawa, tapi semuanya telah
habis dibunuh olehmu, walau aku tidak berniat membalas
dendam, empat lautan yang begini luas, di mana ada
tempat kau bisa berdiri.'"
Pek Soh-ciu menekan perasaan marah dan tidak bisa
berbuat apa-apa, katanya:
"Pembunuh harus mati, itu ada didalam hukum, aku
tidak ada niat menghindarnya."
Su Lam-ceng mengeluh:
"Dua pelayanku itu, juga tidak lolos dari kekejamanmu."
Pek Soh-ciu berkata:
"Mereka hanya ditotok jalan darahnya, jiwanya tidak
terancam." Habis bicara, dari kejauhan dia mengibaskan
telapak tangannya dua kali, tubuh dua pelayan itu bergetar
pelan, lalu keduanya bangkit berdiri, ketika mereka melihat
Pek Soh-ciu, mereka bersamaan mengeluarkan suara
terkejut, dan meloncat kesisinya Su Lam-ceng, melotot
sambil mengangkat alis, bersikap seperti akan bertarung
mati-matian.
Mendadak, terdengar suara derap kuda seperti geledek,
debu berterbangan keatas, sepasukan kuda berbaju seragam,
dalam sekejap sudah sampai di pulau pasir.
Su Lam-ceng sedikit tertegun, dia membalikkan kepala
berkata pada seorang pelayan yang ada disisinya:
"Su-sik, pergilah lihat apakah kakakku yang datang,
katakan saja aku ada disini."
Su-sik melirik sekali pada Pek Soh-ciu, saat akan
meloncat keluar dari ruang perahu, Su Lam-ceng dengan
wajah serius berkata:
"Sebelum ada izin dari aku, tidak boleh sembarangan
berkata pada kakakku, pergilah."
Su-sik mengiyakan lalu lari keluar, dalam waktu sekejap
sudah membawa masuk seorang laki-laki berperawakan
besar, memakai baju panjang membawa pedang, orangnya
sangat gagah, memang tidak salah menjadi seorang yang
berbakat sebagai panglima, dia mengangkat alis tebalnya,
mata macannya menyapu kesekeliling berkata:
"Ceng-moi, ada masalah apa ini?"
"Hm...!" Su Lam-ceng berkata, "Kau punya berpuluh
ribu tentara yang langsung dipimpin sendiri, disekitar Tong-
koan muncul perampok yang merampok dan membunuh
orang, kau juga sama sekali tidak tahu, malah masih ada
muka bertanya padaku!"
Pek Soh-ciu tidak bisa menahan diri lagi, dia mendadak
melangkah maju dua langkah, mengepalkan sepasang
telapak berkata:
"Aku......"
"Yaa!" Su Lam-ceng bersuara sekali, mengulurkan
tangan mencegah Pek Soh-ciu berkata:
"Toako, aku perkenalkan padamu, ini adalah Pek Soh-
ciu Siauhiap, jika bukan dia datang tepat pada waktunya,
kau ini sebagai panglima Tong-koan, juga akan terpaksa
mengundurkan diri."
Su Yi tertawa keras:
"Topi hitam Toako ini tidak penting, hanya saja Li Cukat
(Wanita pintar) banyak siasatnya, perhitungannya tidak
pernah gagal, mengapa bisa kehilangan tentaranya, dan
terkurung di pulau pasir, ini sungguh diluar dugaan kakak."
Dia menghentikan bicaranya sejenak, sepasang matanya,
mendadak menyorot tajam, pada Pek Soh-ciu membungkuk
memberi hormat:
"Su Yi dengan tulus sangat berterima kasih atas
pertolongan anda, tidak tahu saudara Pek berasal dari
mana, datang ke Tong-koan ada keperluan apa?"
Wajah Pek Soh-ciu sedikit berubah, di dalam hati
berpikir orang-orang pemerintahan, memang matanya
seperti senter, dia mungkin sudah melihat sedikit keganjilan
dari tingkah lakunya Sursik dan Hu-cen dua pelayan
wanita, maka dengan tertawa terbuka, dia berkata:
"Aku tidak bermaksud menutupi kesalahan sebaliknya
melaporkan jasa..."
Wajah Su Lam-ceng jadi dingin, dia memotong dengari
berteriak pelan:
"Kau ini mengapa, Pek Siauhiap......"
Pek Soh-ciu melihat wajah Su Lam-ceng dingin seperti
salju, di dalam hati dia tahu, dia tidak ingin dirinya bisa
mati dengan tenang, jika dia telah menyanggupi menerima
segala balas dendamnya, terpaksa dia menghentikan
pembica-raan yang belum selesai.
Saat itu juga Su Lam-ceng telah membalikkan tubuh
berkata pada Su Yi:
"Pek Siauhiap orangnya bertanggung jawab sekali,
karena tidak bisa menyelamatkan orang yang mengawal
aku jadi merasa bersalah, tapi Toako menanyakan dia
sampai keakar-akarnya, apa tidak takut dianggap tidak
sopan?"
Su Yi dengan hati terbuka, tertawa sebentar:
"Baik, baik, semuanya salah Toako, Pek-heng! Mari, kita
kembali ke Tong-koan dulu baru bicara panjang lebar." Dia
menuntun tangannya Pek Soh-ciu, segera meninggalkan
perahu naik kedarat, berangkat menuju Tong-koan.
Di Tong-kuan, di istananya jendral muda ini
mengadakan pesta, tapi di dalam obrolannya Su Yi terus
memancing, berharap terhadap masalah kecelakaan di
pulau pasir, bisa mendapatkan kabar yang lebih jelas lagi,
tapi Pek Soh-ciu demi menerima balas dendam Su Lam-
ceng, selalu dengan aa ee, tidak mau menjelaskannya, buat
Su Yi terhadap adik kecilnya yang pintar, setiap bertemu
masalah dia bisa mengetahui lebih dulu, sudah menjadi
kebiasaannya dia sangat percaya pada adiknya, saat ini
pakaian yang dikenakan oleh Pek Soh-ciu, semuanya
pakaian laki laki yang disukai oleh Su Lam-ceng, tentu saja
dia tidak berani kurang ajar terhadapnya, jika Pek Soh-ciu
tidak mau mengatakannya, maka dia juga dengan tertawa
menyudahinya.
0-0dw0-0

Waktu cepat berlalu, dalam sekejap sudah tiba musim


gugur yang menyebarkan harum wangi buah Kwi-ci, istana
jenderal di dekor meriah, tamu memenuhi ruangan,
dibawah genderang tambur musik, tiba sepasang pengantin
baru.
Setelah dua orang pelayan, Su-sik dan Hu-cen memberi
hormat pada sepasang pengantin mereka mengundurkan
diri, di kamar pengatin yang ditata mewah ini, hanya
tinggal sepasang pengantin remaja yang berpakaian
pengantin.
Orang yang melakukan tebak-tebakan yang salah
dihukum minum arak, teriakan gembira meme-nuhi setiap
pelosok ruangan, di kamar pengantin dengan lilin merah
menyala, malah sunyi tidak terdengar suara sedikit pun.
Lama... baru terdengar suara keluhan panjang: "Kau
tidak mau mempersunting aku?"
"Aku tidak ada maksud itu."
"Kalau begitu mengapa kau tidak membuka tutup
diwajahku?"
Tanpa perasaan Pek Soh-ciu membuka tutup merah yang
menutupi wajah istrinya, matanya sedikit melirik, tidak
sadar dia jadi tertegun oleh sebuah wajah cantik yang
muncul dibalik tutup merah itu. Setelah melakukan
kesalahan besar di pulau pasir di Huang-ho, dia selalu
menyalahkan dirinya, selalu tidak berani memandang
langsung pada Su Lam-ceng, saat dia melihat lagi wajah
yang begitu cantik, dia hampir tidak tahu kaki dan
tangannya dimana harus ditaruh. Su Lam-ceng dengan
genit tersenyum: "Mengapa, sebab pernah mengalami jadi
wajah orang baru kalah oleh orang lama, betulkan?"
Wajah Pek Soh-ciu jadi merah, katanya: "Nona secantik
dewi, sulit bisa melihat wajah secantik ini di dunia, mana
bisa dibandingkan, tapi......"
"Tapi wanita lemah yang selalu berada di dalam kamar,
tidak bisa mendampingi pendekar besar dunia persilatan?"
"Bukan, hanya saja cara nona seperti ini membalas
dendam, membuat aku jadi bingung."
"Terhadap kehidupan sekarang ini, apakah kau merasa
puas?"
"Kehidupan seperti ini, memakai baju mewah makanan
enak, aku seperti duduk diatas karpet jarum."
"Tidak salah, baju mewah makanan enak, seperti duduk
diatas karpet jarum, ini hanyalah pembukaan balas
dendam."
Hati Pek Soh-ciu tergetar:
"Tujuan nona adalah menghilangkan tujuan besar
hidupku, menjadi budakmu?"
"Kau menyesal?"
"Harga yang harus dibayar nona membalas dendam
dengan cara seperti ini, bukankah terlalu mahal?"
"Hm..., wanita mengikuti seorang sampai akhir
hayatnya, kau ingin aku menikah dengan orang lain?"
"Ini..."
"Sudahlah, kita tidak usah membicarakan ini, aku malah
ingin mendengarkan rencanamu, tidak ingin kau kehilangan
tujuan besar dan semangat hidup."
"Seluruh keadaan diriku, sudah diberi tahukan dengan
jujur......"
"Terjun ke dalam balas dendam saling membunuh di
dunia persilatan, membersihkan dan membalas dendam
mengangkat nama baik keluarga, itulah tujuan besar
semangat hidupmu!"
"Dendam pembunuh ayah, tidak bisa tidak harus dibalas,
apa lagi aku berada di dunia persilatan, bagaimana bisa
tidak mempedulikan kekacauan dan mala petaka yang
terjadi di dunia persilatan?"
"Kau merasa seorang diri kau mampu menyelamatkan
keributan dunia persilatan?"
"Manusia berusaha, langit yang menentukan, aku hanya
berusaha melakukan semampu diriku."
"Hm..., Cukat Liang seumur hidupnya berhati-hati, juga
tidak luput mengalami kegagalan di Kie-teng, keberanian
seorang manusia biasa, mana bisa selalu berhasil!"
"Maksud nona adalah......"
"Aku ingin kau memperdalam dulu ilmu silatmu, setelah
rencananya matang, baru bergerak."
"Apa nona tidak ingin membalas dendam lagi?" Tanya
Pek Soh-ciu
"Siapa bilang? Ini juga salah satu cara membalas
dendam."
Terhadap nona bangsawan yang kelihatannya lemah
sampai menangkap ayam juga tidak bisa, sungguh dia tidak
bisa menebak dengan betul tujuan isi hatinya, terpaksa
dengan sedih mengeluh:
"Baiklah, tidak peduli apa tujuan nona, aku hanya bisa
menuruti apa maumu saja."
"Itu baru betul."
Pelan-pelan Su Lam-ceng bangkit berdiri, dari satu peti
kayu merah bunga, dia mengeluarkan satu dus sutra yang
indah, setelah membuka tutup dus dengan jari munggilnya,
menjepit keluar satu botol kecil giok warna putih, dia
memberikan botol kecil itu pada Pek Soh-ciu berkata:
"Bukalah, lalu makan."
Pek Soh-ciu merasa aneh berkata:
"Apa isi didalam ini? Nona."
Alisnya diangkat, mata melotot memberi dia satu
pandangan mata putih yang menggiurkan berkata:
"Obat racun."
"Asalkan perintah nona, walau pun naik ke gunung
pisau, turun ke dalam katel minyak, aku juga wajib
melakukan, tidak bisa menolak, apa lagi hanya sebotol obat
racun." Dia membuka tutup botol giok, tidak peduli itu
adalah racun yang bisa menembus usus merobek perut,
langsung dihirupnya sampai habis, tapi baru saja masuk ke
mulut terasa ada bau wangi, jelas itu adalah obat, mana
mungkin racun! Dia jadi bingung berkata:
"Sebenarnya apa ini? Nona."
Su Lam-ceng tersenyum menekan bibir:
"Ini adalah sari Leng-san-giok-ki (Giok susu dari gunung
kepintaran) dari See-ih (Tiongkok barat), kalau iiiang biasa
yang memakannya bisa memperpanjang umur, kalau orang
yang berlatih silat jika memakannya, bisa melancarkan
jalan darah bagian bawah dan atas, membuat jalan darah
Jin dan Tok tembus......"
Pek Soh-ciu terbengong berkata: "Benda yang sangat
berharga ini, mengapa nona ingin aku memakannya?"
"Balas dendam!"
"Kek, kek, ini jadi membuat aku seperti berada di kabut
sepanjang lima lie, sungguh tidak tahu di mana timur, barat,
selatan, utara."
Wajah Su Lam-ceng mendadak berubah kembali, dengan
wajah serius berkata:
"Dengar, pertama, kuberi waktu sepuluh hari untukmu,
melancarkan jalan darah atas dan bawah, menembus jalan
darah Jin dan Tok."
Pek Soh-ciu tertegun berkata:
"Ini juga balas dendam?"
"Bagaimana kau tahu ini bukan?"
"Baiklah, aku akan berusaha sebisanya."
"Kedua, mulai dari sekarang, tidak boleh lagi memanggil
aku nona, kau sendiri juga tidak boleh menyebut diri
hamba."
"La......lalu panggil apa?"
"Kapan kau pernah mendengar suami memanggil
istrinya nona, dan menyebut diri sendiri hamba?"
"Ini hanya cara no......kau balas dendam, bagaimana bisa
dihitung benar-benar suami istri?"
"Hm... tidak peduli benar atau tidak balas dendam,
bagaimana pun kita telah melalui perintah orang tua,
dihubungkan oleh mak comblang dan lalu menjadi suami
istri, tentu saja harus dianggap benar-benar suami istri."
"Perintah orang tua......"
"Walau ayahku jauh ada di ibu kota, dengan pos kilat,
kurang lebih sebulan sudah bisa sampai, apa kau tidak
percaya?"
"Ini......"
"Masih ada, ketiga, seluruh keluargaku semuanya orang
terpelajar, atas kedudukannya tidak satupun yang buta
huruf, mulai hari ini kau harus masuk sekolah giat belajar,
musim semi tahun depan pergi ke ibu kota ambil ujian."
"Apa? Kau ingin aku belajar menulis, mengambil ujian?"
"Tidak salah? Apa ini tidak bagus?"
"Kek, no......Lam-ceng, aku tidak ada niat duduk di
pemerintahan, buat apa kau mempersulit orang!"
Su Lam-ceng memelototkan mata cantiknya:
"Di bawah sinar bulan membaca puisi, naik kuda sambil
baca buku, wanita cantik menemani minum arak, sambil
mendengarkan musik minum minum, begitulah hidup yang
menyenangkan, kau malah ingin makan ditempat terbuka
kalau hujan kehujanan, berkelana di dunia persilatan,
seharian berada di dalam situasi berbahaya balas membalas
dendam saling membunuh, haai... kalian ini para orang
dunia persilatan, sungguh membuat orang tidak mengerti."
Pek Soh-ciu mendengarnya sampai hati tergetar, di
dalam hatinya berkata, 'benar saja di dunia ini yang paling
beracun adalah hati wanita', malah akan menguning aku di
dalam sangkar mas, jadi boneka permainan dia, tidak tahan
dengan mendengus berkata:
"Aku memang orang bertulang hina, tidak pantas
menjadi boneka hidup jadi permainan yang
menggembirakan orang."
Su Lam-ceng mengeluh sedih, melangkah maju,
menggunakan tusuk konde membuang sumbu lilin merah,
sesaat dia mengangkat alis hitam, menatap Pek Soh-ciu,
katanya:
"Menikah dengan ayam turut ayam, menikah dengan
anjing turut anjing, baik, aku ikut kau pergi."
Pek Soh-ciu mendengarnya jadi tertegun, hampir tidak
percaya pada telinga sendiri, lama, baru menggelengkan
kepala berkata:
"Dunia persilatan adalah tempat yang sangat berbahaya,
bukanlah tempat baik untuk wanita lemah sepertimu yang
selalu tinggal di dalam kamar!"
Su Lam-ceng mencibirkan bibir:
"Mengapa? Lupa lagi janji yang telah kau sanggupi?"
"Apakah ini juga dianggap balas dendam?"
"Bisa dikatakan begitu."
Satu keluhan panjang tanpa berucap, mengakhiri
perbincangan panjang di malam ini, sepuluh hari kemudian,
di jalan raya Koan-lok, berlari datang empat kuda besar,
yang memimpin adalah seorang remaja berbaju putih
dengan alis tebal naik keatas, sepasang mata bersorot seperti
kilat, angin jmusim gugur yang bertiup kencang, meniup
jubah putih peraknya, melarikan kuda melawan angin,
tampak gagah sekali.
Disisi dia adalah nyonya muda yang masih remaja
dengan sanggul rambut tinggi, penampilannya anggun
sekali, memakai baju berwarna kuning angsa, menutupi
tubuhnya yang langsing seksi, kelihatannya sedikit lemah
lembut, tapi dia berkuda beriringan dengan remaja berbaju
putih, tetap bisa dengan santai mengendalikannya, apa lagi
di dalam tingkah lakunya, sangat alami tampak sangat
anggun, bisa membuat orang tanpa sadar, langsung timbul
perasaan menghormatinya.
Di belakang mereka berdua, adalah sepasang pelayan
kecil berbaju putih alami, di punggungnya terselip pedang
panjang, ikut melarikan kuda, gerakannya tampak sangat
cekatan.
Sinar mentari sore, menyorot miring wajah cantik wanita
berbaju kuning, diantara alis dia, tampak sedikit warna
lelah, dia melihat sebentar ke langit, membalikan kepala
berkata pada remaja berbaju putih disisinya:
"Soh-ciu, sebentar lagi matahari terbenam waktu nya
masak nasi, gunung dikejauhan seperti hitam semua,
pemandangan sore hari di musim gugur, sungguh memikat
orang."
Remaja berbaju putih adalah Pek Soh-ciu, sedang remaja
wanita baju kuning tentu saja adalah Su Lam-ceng. Suasana
sore ini bagi Pek Soh-ciu seperti tidak ada gairah untuk
menikmati nya, dia hanya sedikit mengerutkan alis, di
hidungnya mengeluarkan suara pelan.
Su Lam-ceng tersenyum pada dia berkata: "Hatimu
seperti penuh dengan kesedihan, tampaknya belum sampai
kau menentukan arah, mungkin kau sudah terjerumus
kedalam lumpur dan tidak bisa bangkit lagi."
Pek Soh-ciu dengan tawar berkata:
"Pek Soh-ciu berdosa dan sedang menerima hukuman,
ada keputusan apa yang perlu dipikirkan, tapi dunia
persilatan ini banyak jebakannya, hati manusia seperti
musang, jika kalian majikan dan pelayan sampai terjadi
kecelakaan, Soh-ciu semakin malu hidup didunia."
Su Lam-ceng dengan wajah serius berkata: "Kalau
demikian, demi menerima hukuman, kau tidak peduli lagi
pada balas dendam orang tua, dan tidak peduli lagi atas
gejolak dunia persilatan?"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Apakah mungkin kau bisa......"
"Tidak salah, aku izinkan kau membalas dendam, tapi
tidak boleh melibatkan diri pada gejolak dunia persilatan
lainnya."
"Apa kata-katamu sungguh sungguh?"
"Walau pun bukan seorang laki-laki, tapi terhadap
menepati janji dan kepercayaan, tidak akan sampai kalah
oleh laki-laki sejati."
Perkataannya berhenti sebentar: "Tapi di jalan raya
Koan-lok ini, halangan sudah tersebar dimana-mana, walau
kau berilmu tinggi, mungkin juga sulit bisa
menghadapinya."
Pek Soh-ciu mendadak menengadahkan kepalanya,
tertawa keras:
"Jika Pek Soh-ciu bisa membalaskan dendam keluarga,
di atas jalan raya Koan-lok walau sudah disiapkan gunung
golok, pohon pedang, aku juga akan berusaha melabraknya,
tapi......"
"Kau curiga aku yang lemah ini, bagaimana bisa tahu
masalah dunia persilatan?"
"Pek Soh-ciu memang ada pikiran ini."
"Apakah kau tahu manusianya tidak bersalah, salahnya
memiliki pusaka?"
"Orang she Pek kecuali punya satu bor, satu pedang, bisa
dikatakan tidak ada barang lainnya yang berharga."
"Im-cu-kiam, salah satu pedang pusaka, Pouw-long-tui,
lebih-lebih adalah pusaka tiada duanya, di dunia persilatan
lebih banyak orang yang melihat keuntungan, lupa akan
kesetia kawanan, lebih baik kau tingkatkan
kewaspadaanmu."
Terhadap analisa Su Lam-ceng, walau dia merasa masuk
akal, tapi dengan sifatnya yang tidak mau mengalah, mana
mungkin bisa memperhatikan masalah ini! Hanya dengan
mendengus pelan dia berkata:
"Orang tidak mengganggu aku, aku tidak mengganggu
orang, jika ada siapa yang tidak mempunyai mata......"
Perkataannya mendadak berhenti, tiba-tiba dia
membalikan tangannya, satu tenaga sekuat geledek,
dipukulkan pada satu pohon besar yang berada dua tombak
lebih disisinya.
Semenjak berhasil melancarkan jalan darah Jin dan Tok,
ini adalah pukulan pertamanya, walau dia hanya
menggunakan tenaga sebesar tujuh puluh persen, tapi
kekuatan tenaga telapaknya, seperti merobek langit, di
dalam gulungan angin, melayang satu bayangan orang
berwarna abu-abu, tubuhnya jatuh ke bawah, sempoyongan
mundur beberapa langkah, baru bisa berdiri memantapkan
diri.
Su Lam-ceng melihat pada orang itu, tidak tahan hatinya
jadi ciut, dengan ketakutan berdiri disisi Pek Soh-ciu,
kepalanya menunduk rendah, tidak berani mengangkat
kepala lagi.
Ternyata orang ini sepasang matanya berlubang, hanya
dua lubang yang tidak ada bola mata, malah pipi tajam
hidung bengkok, sepasang bibir terbalik keluar,
menampakan dua buah taring besar berwarna kuning
hitam, wajahnya bengis, jelek sekali, walau Su Lam-ceng
berpengetahuan tinggi, orangnya pintar sekali, seluruh
tempat ternama di dalam negeri, sering dikunjunginya, tapi
mana dia pernah bertemu dengan orang berwajah sebengis
ini.
Orang aneh berbaju abu-abu itu mendadak mengangkat
tangannya yang kurus kering seperti cakar burung, dengan
suara aneh yang tidak enak didengar berteriak aneh:
"Bocah! Orang tidak mengganggu aku, aku tidak
mengganggu orang, kata-kata ini kau yang ucapkan? Aku
beristirahat diatas pohon, tidak mengganggu jalan kudamu,
tapi pukulan telapakmu hampir saja mencabut nyawa aku
orang buta ini, orang yang tidak mempunyai mata, sudah
tersiksa oleh cacatnya, malah masih mendapat pandangan
rendah dimana-mana, coba kau katakan, tidakkah kau
seharusnya bertanggung jawab atas tindakanmu tadi."
Pek Soh-ciu melihat torang buta berwajah buruk ini,
malah tingkahnya anggun, wajah jujur, tadi dirinya tanpa
alasan memukul dia, sungguh merasa salah sendiri,
sehingga dengan perasaan bersalah dia meng-hormat:
"Tadi aku sembarangan memukul, harap anda
memaafkan."
"Hm... setelah memukul, lalu minta maaf padaku, ini
sungguh bisnis yang menguntungkan, tidak ada cara lain,
aku juga menurut resep mengambil obat, terima
pukulanku."
Si buta mengatakan pukulan langsung memukul,
cepatnya sulit dibayangkan, bayangan abu-abu berkelebat,
angin keras mendadak timbul, cakarnya sudah datang
menotok jalan darah Im-ku di kakinya Pek Soh-ciu,
kecepatan serangannya, ketepatan mengarah jalan darah,
sangat di luar dugaan Pek Soh-ciu.
Untung saja dalam sepuluh hari di Tong-koan, dengan
bantuan khasiat Leng-san-giok-ki, tenaga dalam Pek Soh-
ciu sudah mencapai tingkat kesempurnaan, jika tidak
terhadap cakarnya si buta ini, dia pasti tidak bisa
mengelaknya.
Di saat angin telunjuk menyentuh tubuh, mendadak dia
menjejakkan kaki, jubahnya melayang-layang, tubuhnya
sudah terbang ke atas meninggalkan pelana kuda, lalu
sepasang kaki mengayun, diatas udara menendang dengan
kuat ke jalan darah di pundak sibuta.
Si buta adalah seorang pendekar aneh yang sudah
ternama di dunia persilatan, saat di tendang oleh Pek Soh-
im dari udara, timbul rasa ingin menangnya, dia cepat
menurunkan pundaknya, tangan ditekan meloloskan diri
dari tendangan Pek Soh-ciu, lalu dia membalikkan telapak
kanan, dipukulkan ke jalan darah Cau-hai di kaki Pek Soli-
ciu.
Pek Soh-ciu berputar di udara, tubuhnya melayang turun
satu tombak lebih diluar jangkauan si buta, lalu mengepal
sepasang tangan, sedikit membungkuk berkata:
"Sekarang kita sudah tidak punya hutang piutang, anda
bisa kembali keatas pohon beristirahat."
"Ha ha ha!" si buta tertawa keras, "Boleh tahu, apakah
saudara kecil adalah Pek Siauhiap yang membuat ribut di
kuil Siau-lim, dan bertarung melawan Lo-han-tin?"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Benar aku adalah Pek Soh-ciu, tidak tahu anda ada
urusan apa?"
"Aku Ku-bok-it-kai (Pengemis buta), mendapat perintah
dari Pangcu perkumpulan kami Sangguan Ceng-hun, untuk
menyelidik sekelompok murid penghianat, tiga bulan lalu
disekitar Lam-yang, bertemu dengan seorang nona......"
"Ooo, apakah nona ini ada hubungannya dengan aku?"
"Ada kemungkinan."
"Bisakah Cianpwee menceritakan sedikit lebih jelas?"
Sepasang lubang matanya Ku-bok-it-kai mendadak
membalik, dua sinar tajam menyorot keluar, dia melirik
pada Su Lam-ceng, tampak sedikit ragu.
Pek Soh-ciu sudah tahu maksudnya, dia tertawa tawar
berkata:
"Ini adalah istriku Su Lam-ceng, kelakuan aku tidak ada
yang perlu disesalkan, Cianpwee ada perkataan apa
silahkan katakan saja, tidak apa-apa."
"Si buta telah bertemu dengan seorang nona, namanya
Siau Yam, dia melanglang buana puluhan ribu lie, hai...
seperti terbelit oleh cinta..."
"Dia......" Pek Soh-ciu wajahnya tertegun, tidak salah,
dia terpikir hari itu karena salah menginap. terjadilah hal
yang tidak mengenakan, teringat nona yang ingin menang
sendiri itu... tapi masa lalu biasanya tidak enak diingat
kembali, dia sendiri hampir saja tewas dibawah telapaknya,
lalu dengan batuk sekali dia berkata: "Aku memang kenal
dengan nona ini, tapi kami hanyalah bertemu sekali saja."
Ku-bok-it-kai tertawa keras lagi berkata: "Kata-kata
Siauhiap, si buta bisa percaya, nona Siau itu mungkin
seperti ulat membungkus diri sendiri dengan seratnya,
hanya saja dia mencari Siauhiap kemana-mana, si buta
akan memberitahukannya sebab sudah bertemu dengan
Siauhiap, sudahlah, kita bertemu lagi dilain hari."
Perkataannya baru saja habis, tubuhnya sudah meloncat,
bayangan abu-abu seperti anak panah, di rerumputan
pinggir jalan sekelebat menghilang.
Su Lam-ceng melihat kearah menghilangnya bayangan,
dia mengeluh:
"Benar saja, dunia persilatan yang besar, penuh dengan
segala keanehannya, orang ini malah seorang yang pura-
pura buta."
Karena tadi Sia-kai menceritakan masalah Siau Yam,
didalam hati Pek Soh-ciu jadi merasa sedikit tidak tenang,
saat ini dia tidak berani banyak bicara, ujung kaki sedikit
dihentakan, maka dia naik lagi diatas kuda, sepasang kaki
menjepit perut kuda, mendahului dan menuju jalan raya.
Begitu terhambat oleh peristiwa ini, hari sudah jadi
gelap, di dalam hati Pek Soh-ciu sudah tahu tidak mungkin
mereka bisa sampai ke Han-ku-koan, jadi terpaksa hanya
mencapai yang ada tempat menginap di depan sana.
Dengan Su Lam-ceng walau sudah menjadi suami istri
yang resmi, tapi dia menganggap ini hanyalah cara Su Lam-
ceng membalas dendam, maka dia selalu hanya berpura
pura jadi suami, tidak pernah ada pikiran untuk
mencumbunya.
Tampat yang menjadi tempat mereka istirahat
sementara, adalah tempat istirahatnya para pesuruh dan
para pedagang kecil, peralatannya tentu saja sangat
sederhana, Pek Soh-ciu dan Su Lam-ceng, Su-sik dengan
Hu-cen, masing masing tinggal di satu kamar, di dalam
kamar kecuali satu meja dua kursi, dan satu ranjang papan
keras yang sempit, tidak ada barang lain lagi, bagusnya Su
Lam-ceng walaupun seorang putri bangsawan, tapi
terhadap kehidupan berkelana yang situasinya tidak
menentu, malah bisa menerimanya dengan tulus.
Saat ini sinar bulan menerangi halaman, lampu kamar
seperti kacang, angin malam bertiup dingin, sering
terdengar suara merintih, keadaannya sungguh
menyedihkan.
Terhadap ini semua Su Lam-ceng seperti tidak
mempedulikan, dia mengganti pakaian dengan pakaian
malam, rambut panjangnya yang hitam bersinar, menutup
diatas bahunya yang mulus yang seperti minyak kambing,
rok panjangnya sampai ke tanah, wajahnya cerah tampak
anggun dan sederhana.
Dengan wajahnya yang, anggun, cantik seperti dewi,
walau pun orang yang pantang terhadap enam nafsu,
mungkin juga tidak akan tahan, seperti sumur tua jadi
bergelombang, hatinya bergerak, apa lagi sesudah seharian
berdampingan dengan dia, demikian juga buat seorang
remaja tampan yang gairahnya sedang tinggi! Di antara alis
Pek Soh-ciu, sering tampak wajah yang susah menahan diri.
Saat ini Su Lam-ceng seperti sengaja memutar tubuhnya,
sepasang tangannya memainkan rambut panjangnya, pada
Pek Soh-ciu yang sedang bengong dia tertawa pelan dan
memikat:
"Soh-ciu, sinar bulan menyinari jendela, suara musim
gugur mengejutkan kamar, keadaan ini dan pemandangan
ini, tidak heran orang dulu bersemangat sekali membawa
lilin melancong di malam hari."
"Aaa...! Pek Soh-ciu bersuara, "Ini......kek, benar......"
Su Lam-ceng menatap dia dengan tajam, melangkah
pelan, mengaet tangan dia duduk berdampingan di sisi
ranjang, lalu berkata:
"Soh-ciu, suatu kejadian semuanya sudah takdir, kita
sudah menjadi suami istri, mengapa kau masih begitu asing
terhadapku?"
Pek Soh-ciu bengong sesaat dan berkata:
"Orang she Pek berhadapan dengan nona cantik seperti
dewi, sungguh merasa rendah diri sendiri, apalagi......"
Wajah Su Lam-ceng menjadi merah, dengan serius
berkata:
"Dengan penampilanmu yang tampan dan gagah ini, jika
berada di dalam ruangan kuil, bukankah mengambil hio
merah semudah mengambil rumput. Mengenai jalan hidup
seseorang semua sudah takdir, balas dendamku, juga hanya
supaya kau mau jadi seorang suami yang setia."
Pek Soh-ciu menatap bengong Su Lam-ceng beberapa
saat, mendadak dia tertawa keras, tangannya dengan erat
merangkul, dua-duanya berguling di atas ranjang papan,
angin kencang masih tetap bertiup, bulan musim gugur
menyinari ruangan, di dalam kamar yang sederhana ini,
malah terdengar suara-suara yang menggairahkan, yang
memabukkan orang.
Lama sekali......akhirnya Su Lam-ceng menghela nafas
panjang, terengah-engah berkata:
"Ciu koko......"
"Ada apa? Adik Ceng."
"Kau tahu...... kita...... sebenarnya sudah dua kalinya
bertemu?"
"Dua kali?"
"Kau sudah lupa? Di vihara......"
"Ooo! Tidak aneh aku seperti merasa pernah kenal
dengan kau, tapi, mengapa kau bisa....."
"Gadis telah dewasa tidak bisa tinggal di rumah, seorang
gadis jika tumbuh dewasa, harus menikah, betulkan?"
"Tentu saja."
"Aku belajar buku peramalan, sementara tinggal di
vihara hweesio, berlayar di Huang-ho, semuanya
berdasarkan dari ramalan di buku peramalan, benar saja
dua kali bisa bertemu dergan kau......"
Mereka berdua sedang asyik berbincang romantis, di
dalam halaman rumput kering itu, terdengar satu suara
pelan yang aneh, dengan ilmu silat Pek Soh-ciu seperti
sekarang, dalam keadaan bagaimana pun, daun gugur
bunga terbang dalam jarak sepuluh tombah, juga sulit lolos
dari pendengaran dia, sehingga, dia berbisik pada Su Lam-
ceng:
"Adik Ceng! Diluar kedatangan orang jahat, mungkin
ditujukan pada kita, kau istirahat disini, biar aku keluar
melihatnya."
"Mmm." Su Lam-ceng menyahut sekali: "Ciu koko! Kau
jangan pergi terlalu jauh, hati-hati penjahat menggunakan
siasat menggiring macan meninggalkan gunung."
Pek Soh-ciu berpikir di dalam hati, kata kata ini tidak
salah, Su Lam-ceng tidak bisa silat, jika dia sembarangan
meninggalkan, bukankah akan memberi kesempatan pada
musuh! Maka, dia dengan Su Lam-ceng selesai memakai
baju dan sepatu, sambil menuntun tangan dia berkata:
"Adik Ceng! Kau takut tidak, kita bersama sama keluar
melihatnya, baik tidak?"
Dia baru saja selesai bicara, di luar pintu sudah terdengar
tawa dingin mengerikan berkata:
"Gadis kecil! Jangan takut, Sun Tay-ya akan
melindungimu."
Pek Soh-ciu mengangkat alisnya, sebuah tendangannya
menerbangkan daun pintu, lalu menuntun Su Lam-eeng
meloncat dan berdiri di tengah halaman, tapi ketika
matanya menyapu ke sekeliling, dia tidak bisa melihat
sekelilingnya.
Di dalam halaman yang penuh dengan rumput liar ini,
berdiri puluhan orang persilatan yang berpakaian macam-
macam, dua pelayan Su-sik dan Hu-cen, telah berada dalam
cengkraman mereka, Pek Soh-ciu yang belum lama
menginjakkan kaki ke dunia persilatan, tidak kenal pada
kawanan orang persilatan ini, walau pun mereka adalah
penguasa setempat, dia sedikit pun tidak takut, hanya saja
dengan ditawannya Su-sik dan Hu-cen, dia jadi tidak bisa
bebas bertindak.
Saat ini seorang sastrawan setengah baya yang tubuhnya
tinggi kurus, berwajah dingin licik, melenggang kehadapan
Pek Soh-ciu, berkata: "Apakah kau orang she Pek?"
"Betul, kalian ada urusan apa?"
"Heh......hanya ingin berunding saja."
"Dengan cara apa berundingnya? Aku ingin mendengar
penjelasannya."
"Mudah sekali, asalkan anda mengeluarkan Pouw-long-
tui, biar kami semua melihatnya."
"Benar, memang mudah sekali, tapi kita belum pernah
kenal, jika ingin berhubungan, anda juga harus
memperkenalkan diri dulu pada aku orang she Pek."
"He he......betul juga, lo......" Dia pertama menunjuk
hidungnya sendiri berkata, "aku......he he, Pek-san-han-tiok
(Gunung putih bambu dingin) Sun San-yat, yang itu adalah
ketua perkumpulan Ci-yan Oh-siucay (Sastrawan jelek) Liu
Giauw-kun, Giam-ong-leng (Perintah raja neraka) Sai
Hong, Sai Tayhiap, Kau-gick-hoan (Gelang cantik giok)
nona Ku Cu, pendeta To Cu-koan dari gunung Ceng-
seng...... silahkan kalian berakrab-akrab."
Pek Soh-ciu mendengar dia melaporkan begitu banyak
orang, dia merasa sangat tidak sabar, katanya:
"Sepasang pendekar dari Say-gwa (luar perbatasan), satu
pendeta To dari Ceng-seng, ditambah satu raja neraka,
seekor walet ungu, komposisinya memang sangat besar,
hanya sayang kalian tikus-tikus satu sarang ini, masih
belum pantas melihat Pouw-Iong-tuiku!"
Pek-san-han-tiok Sun San-yat membentak marah
katanya:
"Bocah, aku sudah memberi muka, kau masih tidak mau,
Tay-ya terpaksa menghabisimu."
Orang ini adalah Sun San-yat, dengan Kau-giok-hoan Ku
Cu, disebut sebagai Say-gwa-siang-hiap, ilmu silatnya
memang tidak bisa dianggap enteng, baru saja selesai
membentak, tubuhnya mendadak seperti elang putih
menerjang langit, sebatang Han-tiok berwarna hijau
membentuk bayangan tongkat memenuhi langit, dengan
kekuatan seperti Tay-san menindih telur bergerak memukul
ke arah kepala.
"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata tawar, "Kau tadi menghina
istriku, harus menerima hukuman putus tangan......" Sinar
putih mendadak keluar memancar, Im-cu-kiamnya bergerak
secepat angin kencang, begitu menerjang langsung sudah
kembali, cepat laksana kilat, terlihat Sun San-yat menjerit
ngeri, tubuhnya yang seperti bambu dengan bercucuran
darah melayang jatuh satu tombak lebih.
Gerakan Pek Soh-ciu begitu cepat, jago-jago silat dari
aliran putih mau pun hitam di lapangan sampai tidak
sempat melihat jelas, bagaimana jurus pedang Pek Soh-ciu
menerjang, tahu-tahu sudah kembali. Sun San-yat yang
namanya sangat termasyur dikalangan aliran hitam, sudah
menjerit kehilangan tangannya, darah bertebaran di rumput
liar.
Jurus pek Soh-ciu ini menimbulkan pengaruh besar,
ibarat membunuh ayam memperingati monyet, para pesilat
tinggi dunia persilatan yang berniat tidak baik, warna
wajahnya langsung berubah, tapi ketua perkumpulan Ci-
yan Oh-siucay Liu Giauw-kun malah melangkah maju dua
langkah, dengan wajah licik dia tertawa:
"Ilmu silat Siauhiap hebat sekali, aku... sangat
mengaguminya he he he, tapi, sepasang kepalan sulit
melawan empat tangan, pesilat tinggi tidak bisa menahan
orang banyak, jika istri anda mendapat sedikit saja kejutan,
bukankah Pek Siauhiap akan menyesal seumur hidup!"
Sungguh Liu Giauw-kun licik seperti musang, hanya
dengan beberapa kata, dia sudah menunjukan
kelemahannya Pek Soh-ciu, membuat warna wajahnya
bembah beberapa kali, dalam waktu sesaat, merasa sudah
maju mau pun mundur.
Giam-ong-leng Sai Hong juga dengan dingin
melanjutkan:
"Tidak salah, walau kami tidak bisa mengalah-kanmu,
kau juga mungkin sulit melindungi istrimu yang cantik, jika
ada orang dengan kasar meraba dia. He he he, kau merasa
sakit juga sudah tidak berdaya."
Mata Pek Soh-ciu menyorot sinar sadis dengan kesal
berkata:
"Tadinya aku tidak ada niat membunuh orang, jika
kalian terus memaksa......"
Semenjak Su Lam-ceng mengikuti Pek Soh-ciu meloncat
ke halaman, dia selalu bersembunyi di belakang tubuh Pek
Soh-ciu, hatinya tidak tenang melihat pada para pesilat
tinggi dunia persilatan ini, tapi saat ini mendadak dia
berdiri tegak disisi Pek Soh-ciu, sepasang matanya yang
seterang bulan di musim gugur menyapu ke sekeliling,
sikapnya tampak tenang sekali.
Dia seperti bulan terang di langit yang sinarnya
menyorot ke segala arah menerangi seluruh lapangan lebih-
lebih sepasang matanya yang hitam putihnya terlihat jelas
seperti lautan yang dalam dan matahari musim dingin di
dalam awan, membuat orang yang melihat sorot matanya
tidak bisa dialihkan lagi.
Dalam kelompok para pesilat tinggi dunia persilatan,
pendeta To Cu-koan dari Ceng-seng yang ilmu silatnya
paling tinggi, ketabahan dan pendidikan-nya juga lebih dari
pada orang biasa, tapi saat matanya menatap pada matanya
Su Lam-ceng, tetap saja tidak tahan, matanya terasa silau,
hatinya bergejolak, tidak berani melihat lagi.
Ini adalah situasi yang sulit bisa dipercaya orang,
puluhan pesilat tinggi dari kedua aliran, aliran putih dan
aliran hitam, semuanya terpesona oleh kecantikannya Su
l.am-ceng, seluruh lapangan hening, hampir tidak ada
seorang pun mau menghela nafas.
Sorot mata Su Lam-ceng menyapu lagi ke sekeliling
lapangan, akhirnya berhenti dan menatap pada seorang
ketua cabang perkumpulan Ci-yan yang menawan Su-sik
dan Hu-cen berkata:
"Dua pelayan wanitaku, sekali pun tidak pernah bertemu
dengan kalian, kalian adalah orang-orang yang ternama,
mana boleh melakukan tindakan menghina orang lemah
seperti ini!"
Dia mengatakannya dengan santai saja, tapi seperti ada
kekuatan gaib yang besar sekali, siapa pun orangnya setelah
mendengarkan, semua merasa melepaskan dua pelayan
wanita itu adalah hal yang pantas, tentu saja dua orang
kepala cabang itu dengan tanpa ragu menepuk membebas
kan jalan darah dua pelayan wanita itu, masih berkata:
"Silahkan nona." Lalu membiarkan mereka berdua
dengan tenang pergi meninggalkannya.
Su Lam-ceng tertawa ringan, dia membalikkan tubuh
berkata pada Pek Soh-ciu:
"Qiu koko! Mari kita pergi."
Tapi begitu dia memanggil Qiu koko, seperti satu suara
guntur menggelegar, semua para pesilat tinggi dilapangan
hatinya bergetar, mereka segera sadar kembali, dan timbul
amarah yang tidak tahu ujung pangkalnya, dengan cepat
menyebar ke seluruh lapangan, semuanya berteriak,
bersamaan maju men-desak mereka.
Yang pertama berteriak adalah Giam-ong-leng Sai Hong
berkata:
"Mau pergi boleh, tapi harus tinggalkan barang!"
Su Lam-ceng memutar tubuhnya berkata: "Kau mau
apa?"
Begitu mata Sai Hong bertatapan, amarahnya segera
menghilang entah kemana, sesaat baru berkata:
"Kami sudah mencari puluhan ribu lie, tujuan-nya
adalah melihat pusaka dunia persilatan......Pouw-Iong-
tui......"
"Kalian ingin lihat Pouw-long-tui?"
"Pusaka alam, siapa pun tentu ingin sekali melihatnya."
"Tapi pusaka alam, jugg paling mudah menyesatkan
pikiran orang, menambah nafsu serakahnya, kalian lebih
baik jangan melihatnya."
"Ini......"
Mendadak terdengar satu suara aneh dari kaki langit di
kejauhan, seluruh pesilat tinggi di lapangan, semua
merasakan hatinya bergetar, situasi yang ribut ini, segera
menjadi tenang.
Suara aneh itu mendadak berhenti, di pintu halaman
muncul seorang gadis bertopeng hitam, sambil melenggok
dalam sekejap dia sudah berdiri di depan Pek Soh-ciu
kurang lebih lima kaki.
Mata cantik di belakang topeng hitam berputar, menyapa
pada para pesilat di sekeliling, lalu menatap pada Pek Soh-
ciu, lalu berkata:
"Apa kau muridnya Sin-ciu-sam-coat, Pek Soh-ciu?"
"Hm...!" Kata Pek Soh-ciu, "Tidak salah."
"Aku ingin meminjam Pouw-long-tui."
"Maaf, aku belum ada minat meminjamkan pada orang
lain."
"Hm... sebagai ketua perkumpulan kata-kataku adalah
perintah, sekarang ini belum ada seorang pun yang berani
membantah perintah aku!"
"Yaaw...." Su Lam-ceng berteriak, lalu mengulurkan
tangannya, menunjuk ke lapangan:
"Kau sombong benar, apakah semua orang-orang mi
juga harus mendengar perintahmu?"
Wanita berbaju hitam itu tertawa dingin seperti es, pelan-
pelan mengulurkan tangan yang berwarna putih seperti
giok, mendadak menjentik-kan jarinya, seorang pesilat
tinggi dari perkum-pulan Ci-yan yang berdiri satu tombak
lebih, langsung berteriak ngeri, roboh terlentang jadi mayat
di atas rumput, seluruh pesilat tinggi di lapangan, walau
wajahnya berubah, tapi semua diam ketakutan, siapa pun
tidak berani mencari gara-gara pada wanita berbaju hitam.
Su Lam-ceng memutar matanya, tertawa tawar lalu
berkata:
"Tidak di duga, di dalam dunia persilatan, kebanyakan
adalah orang hanya berani menghina yang lemah, takut
pada yang kuat, orang-orang yang takut mati......"
Orang yang dibunuh oleh wanita baju hitam adalah anak
buahnya perkumpulan Ci-yan, Oh-siucay Liu Giauw-kun
masih belum bereaksi, malah Giam-ong-leng Sai Hong yang
berteriak lebih dulu, maju beberapa langkah, gada mas di
tangannya di angkat sambil berkata:
"Membunuh orang bayar nyawa, hutang uang bayar
uang, Sai Hong ingin minta keadilan pada ketua
perkumpulan Cu."
Wanita baju hitam mendengus sekali:
"Bagus, bagus, pemberani." Mendadak dia melayangkan
tangan kebelakang, "keluarkan satu matanya, putuskan satu
lengannya, sebagai peringatan menentang aku."
Di belakang tubuhnya entah kapan, sudah berdiri 4
orang bertopeng hitam, seorang bertopeng hitam yang
tubuhnya kurus kecil menyahut lalu meloncat keluar,
mengulurkan sebelah tangan menangkap pada gada mas Sai
Hong.
Orang ini menyerang laksana kilat, begitu tubuhnya
bergerak, lima jari seperti kail sudah menyentuh pinggir
gada mas.
Sai Hong terkejut, lengan kanannya cepat diturunkan,
ujung kaki dihentakan, tubuhnya terbang mundur
kebelakang, baru lolos dari cakaran ringan si orang topeng
hitam. Tapi Orang bertopeng hitam gerakannya cepat
sekali, sebelum Sai Hong berdiri mantap, orang bertopeng
hitam sudah seberti bayangan datang menerkam kembali. 6
0-0dw0-0

BAB 2
Putra-putri dunia persilatan

Sai Hong terkejut, dia tidak menduga dalam satu jurus


saja, dia sudah tertekan tidak bisa membalas menyerang
oleh orang bertopeng hitam, dalam keadaan marah sekali
dan menggigit gigi, gada emasnya segera dilemparkan
olehnya, lemparannya menggunakan seluruh tenaganya,
terlihat sinar mas berputar-putar cepat, mengeluarkan siulan
yang membelah udara, dan dahsyat sekali.
Orang bertopeng itu tidak menduga Sai Hong bisa
melemparkan senjata andalannya, sesaat dia dibuat kalang
kabut, tapi ilmu silat orang ini memang hebat, dalam waktu
yang sempit, dia merendahkan tubuhnya, tangannya
memukul, meski tergesa-gesa memukul dengan sebelah
tangan, terdengar satu suara keras, senjata tunggal Sai Hong
yang menggemparkan dunia persilatan itu, sudah terpukul
terbang sejauh tiga tombak lebih.
"Sobat, masih ada ini." Tiga titik bayangan hitam
melesat, seperti meteor mengejar rembulan, menuju dada
orang bertopeng, dan titik yang dituju bayangan hitam itu,
semuanya jalan darah penting yang begitu terkena paling
sedikit akan terluka parah atau mati.
Hati orang bertopeng itu tergetar, dia tahu bayangan
hitam itu adalah senjata gelap Giam-ong-leng andalannya
Sai Hong yang telah mem-buat dirinya ternama di dunia
persilatan, walau pun ilmu silat dia hebat, tapi dia tidak
berani bertindak sembrono, dia memutar tubuhnya,
melangkah ke samping, menghindarkan tiga buah Giam-
ong-leng.
Begitu lemparannya tidak mengenai sasaran, Sai Hong
mulai merasa ketakutan, dia langsung melayangkan tangan
kanan lagi, tiga buah Giam-ong-leng dengan garis
melengkung dan kecepatan tinggi, membelah angin
menerjang, diikuti dengan ayunan tangan kirinya, enam
titik hitam seperti hujan menyebar, mengikuti tiga buah
Giam-ong-leng, mengeluarkan suitan, datang menyerang.
Sai Hong bisa ternama di dunia persilatan, memang
bukan secara beruntung, cara dia menyerang seperti ini, tiga
terbang enam memukul, memang punya kehebatan
tersendiri, walau orang bertopeng itu berilmu tinggi, tetap
saja tidak bisa menghindar dari serangan Ciam-ong-leng,
setelah mengeluarkan satu suara tertahan, dia langsung
roboh di atas tanah rumput.
Wanita berbaju hitam itu sedikit terkejut, dia tidak
mempedulikan hidup mati anak buahnya, sorot matanya
malah menyapu pada Sai-wa-siang-sat yang berdiri paling
dekat dengan Sai Hong, pendeta To Cu-koan yang
mengeluarkan suara dengusan, lalu membalikkan kepala
pada tiga orang bertopeng yang berdiri dibelakangnya, dia
berkata:
"Tiga orang ini berani melihat orang mati tidak
menolong, habisi mereka!"
Tiga orang bertopeng itu menyahut lalu maju menerjang,
mereka sedikit pun tidak bersuara, masing-masing langsung
menyerang Sai-wa-siang-sat bertiga, pendeta To Cu-koan
tentu saja memandang sebelah mata orang bertopeng itu,
tapi Pek-san-han-tiok Sun San-yat lukanya belum pulih,
mana bisa melawan orang bertopeng, walau pun sudah
sekuat tenaga bertahan, tetap saja dia kewalahan.
Wanita baju hitam melihat keseluruh lapangan,
mulutnya mengeluarkan tawa dingin, tidak terlihat
bagaimana dia bergerak, tahu-tahu tubuhnya seperti roh
melayang datang di depan Giam-ong-leng Sai Hong, pelan-
pelan mengulurkan sebelah tangannya yang putih seperti
giok, memukul ke arah dadanya Sai Hong, bersamaan
waktunya dia membentak:
"Kau berani membunuh pengawalku, kau sangat
lancang, apakah kau tahu bagaimana caraku menghukum
musuhku?"
Terhadap ketua perkumpulan misterius yang bertopeng
ini, Sai Hong sudah wanti-wanti dari tadi, saat ini dia
berturut-turut mengeluarkan lima jurus serangan, dia sudah
merubah gerakan tiga kali, tapi tangan cantik yang mulus
itu, tetap seperti belatung menempel di tulang, bagaimana
pun caranya, dia tidak bisa melepaskan diri.
Wajahnya jadi dingin, seperti seorang terhukum
menunggu eksekusi, baju emasnya yang berkilauan, sudah
basah kuyup oleh keringat, kaki melangkah dengan terpaksa
sambil sempoyongan menghindarkan diri, tapi semua sudah
kacau tidak teratur, dia tahu tangan mulus yang terus
menempel dekat dadanya itu, asalkan dihentakan sekali,
atau jari mufps yang seperti giok itu, jika memukul kedepan
dengan tenaga dalam, maka raja neraka dunia yang
namanya termasyur di dunia persilatan, akan langsung
melapor kehadirannya di istana neraka.
Tapi wanita baju hitam tidak buru-buru mengambil
nyawanya, seperti kucing mempermain kan tikus
sesukanya, lama... dia dengan sekali bersuara hm... dingin
berkata:
"Pertama aku ingin kau merasakan seramnya menemui
ajal, aku akan mencongkel mata, memutuskan lengan,
memotong lidah menghancur kan tulang, setelah aku puas,
he he he, baru aku membunuhmu......"
Giam-ong-leng Sai Hong tahu keadaannya tidak bisa
dihindarkan, supaya tidak disiksa lawan, dia malah
menggigit gigi, tubuhnya maju menyam-but ujung jari dia.
"Hi hi hi!" wanita baju hitam tertawa berkata, "Kau ingin
mati? Tidak akan begitu gampang, siapa pun yang berani
melawan aku, akibatnya harus merasakan, mau mati atau
hidup pun sulit, kau juga tentu tidak terkecuali! Tapi, kau
tenang saja, bagaimana pun akhirnya kau pasti mati, buat
apa terburu-buru sekarang!"
Pek Soh-ciu menonton di pinggir cukup lama, dia tidak
menduga wanita baju hitam itu, mempunyai ilmu silat yang
begitu tinggi, tapi kekejaman hatinya, juga seumur hidup
baru dilihatnya, memang Giam-ong-leng Sai Hong juga
bukan orang baik, hanya saja cara kejamnya wanita baju
hitam ini, sungguh membuat dia tidak bisa menerimanya.
Su Lam-ceng sudah tahu maksud hatinya, lengannya
dijulurkan, menggait tangan dia berkata:
"Kelompok orang ini tidak satu pun yang bertujuan baik
pada kita, dengan susah payah aku sudah membuat mereka
seperti anjing berkelahi dengan anjing, menghibur sedikit
kekesalan hati kita, jadi kau jangan memisahkan mereka,
itu tidak boleh, apa lagi jika permusuhan mereka semakin
dalam, itu akan lebih menguntungkan kita, Ciu koko, kau
jangan bertindak lemah seperti seorang wanita."
Habis bicara dia memelotot genit pada Pek Soh-ciu, lalu
memanggil Su-sik dan Hu-cen ke depan dirinya,
membisikan beberapa kata di telinga mereka, dua pelayan
wanita itu langsung membalikkan tubuh dengan cepat
berlari pergi.
Pertarungan ditengah lapangan, keadaannya sudah jadi
berat sebelah, kecuali pendeta To Cu-koan masih
menggerakan pedangnya dengan lincah, bertarung imbang
dengan seorang bertopeng, Say-gwa-siang-hiap yang lainnya
sudah dalam posisi berbahaya.
Mendadak...
"Berhenti semua!" sepuluh lebih pesilat tinggi Kai-pang
dengan baju compang-camping ratusan tambalan, diringi
teriakan menerjang masuk lapangan, yang memimpin
adalah seorang laki-laki besar dengan wajah bersemangat,
kening seperti burung walet, wajahnya berewokan berusia
setengah baya, dari penampilannya yang gagah, tampak
sangat disegani orang.
Begitu wanita baju hitam melihat laki-laki besar setengah
baya, wajahnya sedikit bengong, Giam-ong-leng Sai Hong
menggunakan lawannya sedang bengong dia berguling,
akhirnya dia terlepas dari kendali wanita baju hitam itu.
Saat ini pertarungan yang terjadi di lapangan jadi
berhenti, laki-laki besar berewokan dengan sepasang mata
bersinar seperti kilat, menatap wanita baju hitam dengan
nada dalam berkata:
"Cu Kwan-cing, kau melakukan kejahatan lagi..."
Wanita baju hitam mengangkat tangan, membetulkan
rambut yang ada di keningnya, gerakannya membuat orang
terpesona, mulutnya bersuara "Yow...!" lalu berkata, "Ada
apa? Sute! Kau malah mengurusi urusan Suci?"
Laki-laki besar berewokan berkata dingin: "Siapa
Sutemu? Hm... aku sebagai Kai-pang Pangcu, sudah
mengejarmu puluhan ribu lie demi membalaskan dendam
perguruan....."
"Yaaw... Sangguan Sute, mengapa kau begitu galak, ada
masalah apa, bicaralah baik-baik, Suci tidak akan
mengecewakanmu."
Laki-laki besar brewokan mengangkat kepalanya, sambil
tertawa keras berkata:
"Perbuatan membunuh guru dan mengkhianati
perkumpulan akan membuat nama busuk tersebar kemana-
mana, para murid Kai-pang dan semua orang mgin sekali
menangkapmu, kau masih berani bertebal muka dan tidak
tahu malu, mengaku dirimu Sucinya k etua perkumpulan?'
Cu Kwan-cing tampak marah oleh tingkah laki-laki
berewokan itu, bajunya jadi bergerak-gerak meskipun Inlak
ada angin, sepasang telapaknya pelan-pelan diangkat sambil
memusatkan tenaga dalamnya siap menyerang.
Para pesilat tinggi yang ada di lapangan, melihat tenaga
dalam Cu Kwan-cing sangat hebat, wajah semua orang
berubah, laki-laki berewokan itu sedapat mungkin bersikap
tenang, diam-diam dia juga memusatkan tenaga dalamnya,
bersiap menyambut serangan dari Cu Kwan-
Kedua belah pihak tampak bersitegang, pertarungan
berdarah tampaknya akan berlangsung sebentar lagi, tapi
Cu Kwan-cing tiba-tiba mengeluh panjang dan sedih,
sepasang telapaknya yang mulus pelan-pelan diturunkan
lagi dan berkata:
"Sangguan Ceng-hun, Cu Kwan-cing sudah menjelajahi
seluruh dunia persilatan, dan tidak pernah terkalahkan,
sampai detik ini belum pernah melihat orang yang berani
bicara lantang dihadapanku, hai... mengingat hubungan
kita di masa lalu, kau pergilah......"

"Ha ha ha!" Sangguan Ceng-hun tertawa keras, "Pergi...?


Boleh, tapi aku harus meminjam sebuah benda darimu
untuk sembahyang guru."
"Hm.....!" Cu Kwan-cing berkata dengan dingin,
"kau ingin pinjam apa?"
"Kepala murid pengkhianat yang membunuh guru."
"Bagus, jika kau bersikeras ingin mati, Cu Kwan-cing
akan mengabulkan, hayo kita bertarung di luar."
Habis berkata begitu, tubuhnya sudah meloncat setinggi
dua tombak lebih, pinggangnya di putar, seperti seekor
burung hitam yang amat besar, hanya sekelebat, sudah
keluar seperti menembus langit.
Para pesilat tinggi di lapangan, seperti tidak mau
ketinggalan menyaksikan pertarungan yang amat jarang
terjadi ini, mereka semua melontat berlari mengikuti para
murid Kai-pang, dalam sekejap, halaman tempat bertarung
para pesilat tinggi ini, sudah menjadi tenang kembali.
Melihat para pesilat tinggi sudah menghilang Su Lam-
ceng cepat menarik lengan baju Pek Soh-ciu berkata:
"Ciu koko, biarkan mereka saling membunuh, kita pergi
saja."
Pek Soh-ciu menggelengkan kepala:
"Beberapa orang bertopeng hitam itu, mungkin ada
hubungannya dengan peristiwa berdarah di perumahan
Leng-in, apa tujuan kita berkelana di dunia persilatan?
Mana bisa melepaskan kesempatan yang baik ini di
lewatkan begitu saja?"
"Kelompok orang ini kebanyakan datang untuk Pouw-
long-tui, jika saat ini kita tidak pergi, pasti akan
mendatangkan kerepotan yang tidak ada habis-habisnya."
Pek Soh-ciu tertawa:
"Jika takut kerepotan, lebih baik jangan ber-kelana di
dunia persilatan, apa lagi... walau pun kita sekarang bisa
pergi, belum tentu bisa lolos dari pengejaran mereka."
"Kek!" Su Lam-ceng batuk sekali, "baiklah, tapi ingat,
jika kita menemukan bahaya, kau harus ingat mundur
kearah tenggara."
Pek Soh-ciu tidak mengerti:
"Mengapa harus mundur kearah tenggara?"
Su Lam-ceng mengalengkan tangannya berjalan keluar
dari pos persinggahan, katanya:
"Jangan tanya dulu, sampai waktunya kau akan tahu
sendiri."
Terhadap keberanian dan kepintarannya Su Lam-ceng,
Pek Soh-ciu sudah cukup hapal, jadi dia tidak banyak
bertanya lagi, dua orang itu bertuntunan tangan, berlari
menuju lapangan yang berada di luar pos persinggahan.
Saat itu Cu Kwan-cing dengan Sangguan Ceng-hun
sedang bertarung sengit, kedua orang itu sama-sama pesilat
tinggi dunia persilatan yang paling tinggi kedudukannya,
setiap gerakan tangan atau kakinya, semua adalah serangan
yang mematikan, hampir semua orang menjulurkan lidah
dan mengagumi tontonan yang berbahaya ini.
Pek Soh-ciu juga tertarik oleh kehebatan ilmu silat kedua
orang ini, angin pukulan mereka yang keras meniup baju
putihnya sampai berkibar-kibar, dia memperhatikan dengan
seksama dan di dalam hati mengerti bagaimana gerak dan
tujuan jurusnya, tapi dia sudah bisa melihat, walau dua
orang ini dari satu perguruan, jelas tenaga dalamnya
Sangguan Ceng-hun masih kalah satu urat, di dalam lima
ratus jurus, dia pasti akan dikalahkan oleh Cu Kwan-cing,
terhadap Kai-pang Pangcu yang berkharisma ini, dia
mempunyai perasaan dan pandangan baik, mungkin karena
orang tuanya mati oleh orang bertopeng, jadi dia merasa
sebal, sehingga, diam-diam dia sudah memusatkan tenaga
dalamnya, di saat perlu dia sudah memutuskan akan
bergerak membantu.
Kepandaian Cu Kwan-cing memang sudah sampai pada
tingkat yang mengejutkan orang, setelah lewat tiga puluh
jurus, dia sudah sepenuhnya menguasai pertarungan, di
antara serangan jari dan telapaknya, semua mengarah pada
jalan darah mematikan pada Sangguan Ceng-hun, jurusnya
dahsyat dan kejam.
Suatu ketika sebuah pukulan Sangguan Ceng-hun tidak
berhasil mengenai lawannya, tubuhnya sedikit doyong ke
depan, Cu Kwan-cing tidak menyia-nyiakan kesempatan
bagus ini, berturut-turut dia melancarkan tiga pukulan
telapak tangannya, setiap jurusnya mengandung tenaga
yang bisa menghancurkan batu dan besi, membuat
Sangguan Ceng-hun harus bertahan sekuat tenaga,
tubuhnya sampai terhuyung-huyung menyelamatkan diri.
Melihat kemenangan sudah diatas tangannya, Cu Kwan-
cing tidak tahan lalu bersiul panjang, mendadak dia
menyatukan jari seperti tombak, dengan tenaga sepenuhnya
ditonjokkan pada jalan darah Hian-ki di dada Sangguan
Ceng-hun, jurus ini di lancarkan dengan mengerahkan
seluruh tenaga dalamnya, walau tubuh Sangguan Ceng-hun
terbuat dari besi, tampaknya sulit bisa menahan totokan
mematikan yang akan menembus dadanya.
Tapi... tiba-tiba sebuah sinar putih menyilaukan mata,
bertenaga tidak terlihat seperti gelombang membawa angin
aneh yang amat dahsyat, seperti datang dari langit luar
menghadang serangan Cu Kwan-cing, hadangan ini
membuat tubuh Cu Kwan-cing yang langsing seperti batang
pohon Liu yang lemah bergoyang goyang, serangan jarinya
yang tidak bisa ditahan, jadi menotok ke tempat yang
kosong.
Ini kejadian aneh yang sulit bisa dipercaya orang, Cu
Kwan-cing juga jadi berhenti bergerak karena terkejut, dia
melihat Pek Soh-ciu yang berada didepan satu tombak
lebih, wajahnya jadi terbengong-bengong.
Pek Soh-ciu dengan santai, berkata tawar: "Pertarungan
antara kalian memang masalah Internal perkumpulan anda,
tidak ada hubungannya dengan aku, tapi aku ada satu
masalah ingin nona Cu memberi jawaban yang jelas,
sehingga, terpaksa mempersilahkan kalian beristirahat
sebentar!"
"Hm...!" Cu Kwan-cing berkata, "Anda ada masalah apa,
apakah tidak bisa menunggu sampai kami selesai
bertarung?"
"Tidak bisa, jika Shang Goan Pangcu tidak memberi
kesempatan kau bicara, bukankah aku akan menyesal
kehilangan kesempatan bagus ini!"
"Hm...!" dengan dingin Cu Kwan-cing berkata,
"maksudmu aku bisa mati ditangan dia?"
"Dalam pertarungan perubahannya sulit diduga, jadi
sulit bisa dikatakan."
"He... mundurlah, lihat saja dalam seratus jurus aku akan
mengambil nyawanya."
"Jika nona yakin bisa menang, setiap saat pun bisa
memenangkannya, kita membicarakan lebih dulu masalah
aku juga tidak apa-apa kan?"
"Baik, katakanlah, aku ingin lihat kau ada siasat apa."
"Aku dengar nona mengaku sebagai ketua perkumpulan
apa itu Oh Kai-pang."
"Sembarangan bicara, aku adalah ketua Kai-pang, siapa
yang memberitahu jahat atau tidak jahat?"
"Aku mendengar dari jalanan, jahat atau tidak jahat
memang tidak ada hubungan denganku, tapi aku dengar
nona mempunyai sebuah senjata gelap yang amat keji, yang
disebut Ngo-tok-tui-hun-cian, apa betul?"
Cu Kwan-cing sepertinya! sudah tidak sabaran, dia
berkata:
"Tidak salah, perkumpulanku memang punya senjata
rahasia ini, tapi tidak pernah meminjamkan pada orang
lain, saudara kecil jika perlu senjata ini, kita bisa
membicarakannya."
Wajah Pek Soh-ciu menjadi dingin, katanya:
"Ngo-tok-tui-hun-cian perkumpulanmu tidak pernah
dipinjamkan pada orang lain, kalau begitu orang yang
secara menggelap menyerang Sin-ciu-sam-coat,
perkumpulanmu pasti ikut terlibat didalamnya."
Cu Kwan-cing sedikit terbengong:
"Apa kau putranya Thian-yat-it-kiam Pek Tayhiap, salah
satu dari Sin-ciu-sam-coat? Kau ingin menyelidiki
pembunuh ayahmu?"
"Betul."
"Aku dengar saat itu perguruan yang terlibat di dalamnya
tidak sedikit!"
"Orang she Pek tidak akan segan-segan, mencuci dunia
persilatan dengan darah."
Cu Kwan-cing tertawa genit seperti mutiara berjalan di
piring giok, katanya:
"Di dunia persilatan banyak sekali orang pintar yang
berkemampuan hebat dan berilmu tinggi, saudara kecil
bicara seperti ini, tidakkah merasa terlalu menyombongkan
diri?"
Pek Soh-ciu mengangkat alis pedangnya: "Maksudmu,
kau mengaku telah terlibat dalam peristiwa berdarah itu."
Cu Kwan-cing membuka lebar sepasang matanya:
"Kapan aku pernah mengatakan demikian, kau jangan salah
paham."
Satu hawa pembunuhan menghiasi wajah Pek Soh-ciu,
dia tidak mau lagi berbicara panjang lebar, kakinya
dihentakkan, sebelah tangannya diulurkan, lima jarinya
mengeluarkan suitan tajam yang mengerikan, secepat kilat
menangkap pergelangan Cu Kwan-cing.
Dia seperti sembarangan menyerang, tapi akibatnya
sangat dahsyat sekali, Cu Kwan-cing berteriak terkejut,
sepasang kakinya dijejakkan, tubuhnya terbang mundur,
kecepatan reaksinya, sudah mencapai taraf sekali terlintas
niat langsung bergerak, tapi ssst... suara robek kain
terdengar, lengan baju Cu Kwan-cing, tetap terkoyak
sebagian.
Dengan kepandaian Cu Kwan-cing yang begitu hebat
hanya dalam satu jurus lengan bajunya telah robek, para
pesilat tinggi yang melihat di lapangan tidak satu pun tidak
mengeluarkan keringat dingin dan wajah terkesima, dalam
hati Cu Kwan-cing sendiri diam-diam mengeluarkan
keringat dingin, tapi dia juga merasa ini adalah sebuah
penghinaan yang besar, maka dia pelan-pelan mengulurkan
jari yang seperti bawang muda, putih bagaikan giok,
terdengar suara perlahan, dia malah membuka sendiri
topeng hitam yang menutupi wajahnya.
Seluruh pesilat tinggi di lapangan baik dari aliran lurus
maupun sesat, semua terperangah oleh tindakannya yang
mengejutkan ini, entah apa maksudnya? Tidak ada seorang
pun yang bisa menjawabnya, satu-satunya alasan yang bisa
dihubung-kan, mungkin dia ingin memperlihatkan bahwa
kecantikannya melebihi kecantikan Su Lam-ceng.
Dengan menghilangnya topeng, wajah yang ditampilkan
adalah wajah yang membuat orang tergila-gila, wajah yang
sedikit terasa putih pucat, dihiasi oleh sepasang mata yang
menggiurkan orang, hidung yang mancung lurus, serasi
dengan mulut munggil dan bibir tipis, dua alis panjang yang
melengkung hingga ke pelipis, cantiknya hingga ahli perias
wajah juga tidak bisa menandinginya.
Sebenarnya, dari pada mengatakan dia cantik, lebih tepat
mengatakan dia cabul, melihat alisnya diangkat miring,
sudut mata melirik penuh arti, pipi tersenyum menantang,
dan masih ada dua lesung pipi yang membuat orang
mabuk, pinggangnya yang langsing berputar, bokong
besarnya ikut bergoyang, seluruh tubuhnya dari atas sampai
bawah, hampir tidak satu tempat pun mengeluarkan daya
magis yang membuat tulang orang menjadi lemas, hati
menjadi gemas.
Tapi ini adalah iblis yang menggoda, tidak bisa
dibandingkan dengan keanggunannya Su Lam-ceng, buat
laki-laki di seluruh dunia kebanyakan mempunyai sifat
rendah yang suka mengejar bau busuk, wanita seperti Cu
Kwan-cing adalah wanita yang cantik yang tiada taranya,
genit menggiurkan, setiap gerakan dan senyumnya, semua
membuat orang jadi lupa diri, sehingga, tidak sedikit orang
tidak segan membuang nyawa, Cuma hanya ingin
mendapatkan tubuhnya.
Dua orang wanita cantik yang tiada duanya ini, seperti
bunga di musim semi, bulan di musim gugur, masing-
masing ada keunggulannya, mereka bersamaan iampil di
pos persinggahan, di lapangan yang sepi yang tidak banyak
orang, para pesilat tinggi dunia persilatan yang berada di
lapangan, matanya berkunang-kunang, hatinya berdebar-
debar, bengong dan seperti mabuk.
Mata Cu Kwan-cing melihat kesekeliling, dia tertawa
genit dengan bangga, lalu menghadap pada Pek Soh-ciu,
berkata:
"Saat terjadi peristiwa berdarah di perumahan Leng-in,
ratusan pesilat yang berilmu tinggi terlibat didalamnya,
tidak satu pun ada yang selamat, jika aku ikut terlibat dalam
penyerangan itu, tidak mungkin aku masih hidup sampai
sekarang, jadi ikut tidaknya aku dalam serangan gelap pada
Sin-ciu-sam-coat, dengan sendirinya tidak perlu
ditanyakan."
Pek Soh-ciu tertegun sebentar, dengan tetap dingin
berkata:
"Walau benar kau tidak ikut dalam penyerangan, tapi
tidak bisa lolos dari dugaan ikut merencanakan, tapi jika
kau bisa mengatakan otak yang menjadi penyerang
perumahan Leng-in, aku bisa memberi satu jalan hidup
buatmu."
Wajah Cu Kwan-cing berubah, dia berkata: "Saudara
kecil bagaimana bisa memaksa orang seperti ini, dengan
terpaksa Cu Kwan-cing ingin melihat kehebatan ilmu silat
Sin-ciu-sam-coat."
Baru saja habis berkata, sepasang tangannya seperti kilat
datang menotok, baru saja bergerak setengah jalan,
mendadak sepasang tangannya pecah menjadi dua arah, ke
atas menyerang kepala, ke bawah menyerang perut, satu
jurus dua serangan, kecepatannya tidak bisa di bayangkan.
Pek Soh-ciu mendengus, dia berdiri memasang kuda-
kuda, saat sepasang telapaknya menangkis, dia berturut
turut balas menyerang tiga kali...semenjak dia telah berhasil
melancarkan jalan darah atas dan bawahnya, menembus
jalan darah Jin dan Tok, kehebatan tenaga dalamnya sudah
tidak bisa dibayang-kan, saat ini begitu dia mengerahkan
tenaga dalamnya, dia merasakan tenaga dalamnya seperti
mata air mengalir seperti gelombang, walau jurus Cu
Kwan-cing aneh dan banyak tipuan, tapi begitu bertemu
dengan tekanan yang sangat besar ini, dia tidak bisa leluasa
melancarkan keunggulan jurusnya.
Sebentar saja mereka sudah bergebrak hampir mencapai
seratus jurus, Cu Kwan-cing menyerang mengandalkan
gerakan lincahnya, mencari celah menempuh bahaya,
sekuat tenaga dia bertahan, wajahnya yang putih bersih,
sudah berkeringat, dia tahu jika keadaan terus begitu, dia
sendiri pasti akan mendapat malu, dalam hatinya, dia
merasa sangat gelisah sekali.
Tiba-tiba... datang bergulung-gulung asap merah dari
arah Tong-koan, dalam sekejap seluruh lapangan sudah
tertutup oleh asap merah itu, Pek Soh-ciu dan seluruh
pesilat tinggi di lapangan, semua terkurung oleh asap
merah, semerah darah itu.
Kejadian mendadak ini, membuat seluruh pesilat tinggi
di lapangan menjadi terkejut ketakutan, Pek Soh-ciu
khawatir Su Lam-ceng terancam bahaya, buru-buru dia
mengayunkan telapaknya membuat Cu Kwan-cing mundur,
lalu berkelebat meloncat ke samping Su Lam-Ceng, dia
tetap sambil memusatkan tenaga dalamnya, dengan tenang
menunggu perubahan yang terjadi.
Di lapangan sangat hening, hanya di dalam asap merah
terdengar suara ssst... ssst... belum lagi suara aneh Itu
berhenti, tiga orang aneh berbaju merah telah muncul dari
dalam asap merah. Yang memimpin adalah seorang ini
bertubuh besar dan tegap, wajahnya putih dengan jenggot
perak, di sebelah kirinya berdiri seorang tua berwajah mirip
kuda tidak berjenggot, tubuhnya kurus kering, matanya
menggantung bertangan satu, di sebelah kanannya ada
seorang kerdil berbaju merah, berwajah seperti wajah bayi,
berkepala sangat besar.
Di antara para pesilat tinggi di lapangan, walau pun
terdapat tidak sedikit ketua ditempatnya dan namanya
termasyur di dunia persilatan, tapi begitu melihat tiga orang
aneh berbaju merah ini, semua wajahnya berubah hebat,
tubuhnya tidak tahan jadi gemetar, ternyata tiga orang itu
adalah pembunuh dunia persilatan yang berjuluk Cu-lay-
sam-koay (Tiga aneh misterius) dari perguruan Thian-ho,
mereka tadinya adalah tiga orang gembong penjahat yang
bergerak sendiri-sendiri. Entah sejak kapan sudah
bergabung dengan perguruan Thian-ho.
Perguruan Thian-ho adalah sebuah organisasi misterius
bagi setiap orang yang begitu mendengar namanya saja
sudah merinding ketakutan.
Di dunia persilatan memang banyak orang yang
berbakat, mereka memiliki kepandaian lebih dari orang lain,
tapi terhadap perguruan Thian-ho mereka hanya tahu
sedikit, tidak tahu seberapa besar kekuatannya, saat ini,
mereka melihat Cu-lay-sam-koay sekaligus dengan ratusan
anak buah pesilat tinggi dari Thian-kong-ti-sam-tin (Barisan
inti tiga bintang dari tujuh bintang), mereka mau tidak mau
jadi menarik nafas dalam-dalam!
Orang tua berjenggot perak, adalah Toakonya Cu-lay-
sam-koay, namanya Keng lt-ci, saat ini matanya yang
seperti elang menyapu ke sekeliling lapangan, Kemudian
mengeluarkan suara siulan panjang yang memekakan
telinga, lalu berkata:
"Bertarung di tempat persinggahan, di bukit terlantar ini
membicarakan ilmu silat, kalian sungguh bisa menikmati
hidup!"
Oh-siucay Liu Giauw-kun dengan tertawa terpaksa,
mengepal tangan membungkuk:
"Keng-heng sudah lama kita tidak bertemu, hari ini
kebetulan aku lewat disini, jadi sekalian menonton
keramaian, jika Keng-heng merasa terganggu, aku akan
segera pamit pergi."
Keng It-ci membelalakan sepasang matanya, dia tertawa
aneh, katanya:
"Ketua Ling adalah orang yang banyak pengalamannya,
apakah lupa aturan perguruan Thian-bo?"
Tubuh Liu Giauw-kun bergetar:
"Aku dengan kalian bersaudara sudah bertemu beberapa
kali, Keng-heng......kau tidak seharusnya membuat aku
malu."
"Ha ha ha!" Keng It-ci tertawa terbahak katanya, Ketua
Ci-yan yang namanya sangat termasyur di dunia persilatan,
ternyata seorang pengecut yang takut mati, sungguh
membuat orang she Keng kecewa sekali."
Perkataannya berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi
"Siapa pun orang yang terkurung didalam Thian-kong-ti-
sam-tin, jika bukan menyerah maka bagiannya adalah mati,
ini adalah aturan keras perkumpulan kami, nah saudara
Ling kenal dengan ketua cabang kami, orang she keng juga
tidak bisa mengecualikannya."
Cu Kwan-cing melihat Keng It-ci tidak memberi jalan
padanya, dia jadi tidak tahan maju ke depan, berkata:
"Cu-lay-sam-koay jangan menganggap tiap orang yang
bisa ditekan, Thian-kong-ti-sam-tin, belum tentu bisa
menahan orang yang berada di lapangan ini, aku lihat
saudara Keng lebih baik tarik saja keinginanmu, supaya
tidak merusak hubungan diantara kita!"
Keng It-ci berkata dingin:
"Cu-lay-sam-koay tentu saja tidak bisa di bandingkan
dengan ketua Kai-pang yang sahabatnya ada dimana-mana,
tapi aturan perguruan Thian-ho sangat tegas, walau orang
she keng ada niat membantu, tapi takut tidak ada gunanya
bagi kalian."
Cu Kwan-cing membentak:
"Keng It-ci, kau benar-benar tidak tahu arti
persahabatan!" sambil dia membentak, dia sudah
melangkah maju dua langkah, mengulurkan lengannya
yang telah robek lengan bajunya, berlagak genit, sorot
matanya menyorot sinar cabul, penampilannya membuat
orang terangsang.
Sorot mata Keng It-ci jadi membara, dia melotot pada
tubuh Cu Kwan-cing dengan penuh gairah, otot diwajahnya
bergerak-gerak, sikapnya gelisah, dia seperti sudah
terpengaruh oleh lagak cabul Cu Kwan-cing, tapi masih
tidak berani melanggar aturan perguruan, sehingga
wajahnya penuh dengan keraguan.
Seluruh pesilat tinggi di lapangan, tidak ada satu pun
yang tidak pernah mengalami keadaan bahaya,
pengalamannya sudah banyak, mereka melihat lagak Cu
Kwan-cing, mereka tidak melepaskan kesempatan bagus
yang sulit didapat ini, sehingga dibawah bentakan Cu
Kwan-cing, Say-gwa-siang-hiap pertama-tama bergerak,
pendeta To Cu-koan, Oh Kai-pang, perkumpulan Ci-yan,
murid-murid Kai-pang, dan juga Giam-ong-leng Sai Hong
dan kawan-kawan, seperti harimau ganas terlepas dari
kurungan, semuanya menerjang keluar, sesaat pertarungan
pun terjadi, masing-masing aliran berlari seperti serigala
mengejar mangsanya, membuat keadaannya menjadi kacau
balau.
Tapi Thian-kong-ti-sam-tin, memang punya kekuatan
yang tidak bisa di perkirakan orang, baru saja para pesilat
tinggi bergerak, terlihat asap merah bergulung-gulung,
dalam sekejap api berterbangan ke segala arah, para anak
buah dari masing-masing aliran, tidak sedikit yang roboh
dan tewas di bawah ayunan senjata dan panah beracun
tanpa ampun.
Suara jeritan mengerikan terdengar ramai, satu persatu
tubuh yang menyemburkan darah, dari atas jatuh ke tanah,
di lapangan terjadi penjagalan yang sadis dan mengerikan,
tapi keinginan untuk hidup yang besar, membuat mereka
menerjang tanpa berhenti, walau pun sadar ini seperti telur
menghantam batu, mereka tetap mencari celah kehidupan
yang mungkin bisa didapat, di dalam pertarungan berdarah
yang sengit ini, hanya ada dua orang yang tidak ikut dalam
pertarungan gila ini, mereka berdampingan dengan eratnya,
kadang saling memandang dan mengeluarkan tawa pahit
yang perlahan.
Lama... sepasang mata Su Lam-ceng sedikit ditutup,
dengan mengeluh sedih berkata:
"Orang-orang ini jika tidak tahu ilmu barisan, mengapa
masih bersikeras maju mengantarkan nyawa?"
Dalam hati Pek Soh-ciu tergerak berkata: "Toakomu
mengatakan ilmu pengetahuanmu amat luas, apakah kau
tahu cara menghancurkan Thian-long-ti-sam-tin ini?"
Su Lam-ceng tertawa kecil, berkata: "Kau jangan dengar,
dia sembarangan bicara, aku hanya sedikit belajar ilmu
barisan." Perkataannya terhenti sejanak lalu berkata lagi:
"Ini adalah Su-hiang-ho-tu-tin (Barisan empat lukisan
peta sungai), diluar dipecah empat gambar, di dalam ada
sembilan perubahan, api datang gali lubang, air penuh
tinggalkan perahu, sayang pintunya tidak jelas, gerakannya
masih kurang lancar, untuk memecah-kannya semudah
membalikan telapak tangan."
Dalam hati Pek Soh-ciu merasa senang, saat akan
menanyakan cara memecahkannya, para murid dari
masing-masing aliran, semuanya sudah mundur kembali,
satu persatu wajahnya pucat pasi, wajahnya penuh dengan
warna kecewa.
Sorot mata Keng It-ci menyapu kesekeliling:
"He......he......he!" tertawa dingin, "Thian-ho muncul,
semua perkumpulan menyembah, kalian jika tahu diri, lebih
baik menyerah saja!"
Walau para pesilat tinggi dilapangan merasa marah, tapi
tidak ada satu pun yang berani tampil keluar, membiarkan
angin sedih hujan pahit, menutupi lapangan yang dipenuhi
oleh asap merah ini.
Cu Kwan-cing tidak salah disebut sebagai setan wanita
sepanjang masa, dalarn keadaan berbahaya seperti ini, dia
tetap masih bisa memperhatikan sepasang suami istri
remaja yang berdiri dengan tenang. Terhadap kejadian di
depan mata, mereka seperti tidak melihatnya, saat ini tidak
ada seorang pun berani menjawab kata-kata Keng It-ci, dia
malah memberi satu senyuman genit pada Pek Soh-ciu
berkata:
"Anggota tubuh berterbangan, bau amis darah menyebar
keseluruh lapangan, saudara kecil! Kau malah sedikit pun
tidak merasa terganggu?"
Pek Soh-ciu belum sempat menjawab, Su Lam-ceng
sudah melanjutkan berkata:
"Cici, apakah mereka semua mau mendengarkan kata-
katamu?"
Cu Kwan-cing bengong katanya:
"Siapa yang kau maksud akan mendengar kata-kataku?"
Su Lam-ceng menunjuk pada para pesilat tinggi
dilapangan berkata:
"Jika mereka mau menuruti kata-katamu, aku bisa
membawa kalian keluar dari barisan ini."
Sejenak Cu Kwan-cing tertawa genit:
"Adik kecil! Apa kata-katamu sungguh-sungguh?"
Pembicaraan mereka berdua, tidak bedanya seperti
sebuah obor yang menerangi kegelapan, membuat orang-
orang yang sudah putus harapan, seperti mendapat
kehidupan baru, Oh-siucay Liu Giauw-kun perama-tama
yang maju ke depan Su Lam-ceng, berkata:
"Jika nona bisa memimpin kami keluar dari barisan ini,
perkumpulan Ci-yan akan menuruti perintah.?
Ketua Kai-pang Sangguan Ceng-hun, juga dengan suara
lantang berkata:
"Jika nona ada perintah apa, Kai-pang akan berada di
depan."
Su Lam-ceng melihat para pesilat tinggi ini semua mau
perintah, maka dia menyuruh Cu Kwan-cing
menyampaikan kepada masing masing perkumpulan
caranya keluar dari barisan, sesudah itu dia tertawa pada
Pek Soh-ciu. Kepada pendeta To Cu-koan, dan Say-gwa-
siang-hiap berkata:
"Kalian di pecah jadi tiga grup menahan Cu-lay-sam-
koay, perkumpulan lainnya, menurut cara yang telah
disampaikan, segera membongkar barisan keluar dari
kepungan."
Pek Soh-ciu melihat dia memberi tugas pada dirinya
untuk bertarung dengan Cu-lay-sam-koay, tidak tahan dia
jadi merasa kebingungan, tapi Su Lam-ceng sambil
tersenyum berkata:
"Ciu koko! Kita jalan." Habis bicara, langsung
melangkah jalan, menuju ke depan Keng It-ci.
Pek Soh-ciu terkejut, sepasang kakinya dihentakan,
secepat anak panah terlepas dari busurnya, tubuhnya seperti
kuda terbang, melewati Su Lam-ceng, berdiri didepan Keng
It-ci.
Ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dia, saat
ini digerakan dengan sepenuh tenaga, gerakannya seperti
segaris asap tipis, sampai penjahat seperti Keng It-ci, juga
hatinya tidak tahan bergetar keras, ketika sepasang matanya
melihat wajah Pek Soh-ciu, kembali langkahnya seperti
dipaksa melangkah mundur dua langkah oleh karismanya,
setelah dia menenangkan hati, dengan dingin dia berteriak:
"Bocah kau cari mati?"
Pek Soh-ciu menegakan telapaknya seperti pisau, di
dorong ke depan sejajar dengan dada, jurus Hong-han-wie-
lau (Angin jahat menggoyang gedung) dengan cepat
dilancarkan, mulutnya membentak:
"Aku masih ingin hidup."
Dalam hati Keng It-ci sadar walau Pek Soh ciu masih
berusia muda, tapi ilmu silatnya sudah mencapai taraf yang
mengejutkan orang, buru-buru dia memiringkan tubuh,
menghindarkan jurus yang bisa menghancurkan batu ini, di
ikuti sebelah tangannya diayunkan, menotok ke jalan darah
Ki-bun yang berada d ibawah dadanya.
Pek Soh-ciu tidak mau menyia-nyiakan waktu, begitu
menyerang dia langsung mengeluarkan jurus hebat Sin-ciu-
sam-coat. Karena dua jalan darah Jin dan Toknya sudah
tembus, setiap jurusnya yang dilancarkan hebatnya jadi
berlipat-lipat, laksana angin topan, badai salju yang
menerjang.
Keng It-ci terkejut bukan kepalang, dia tidak menduga di
tempat yang terpencil ini, bisa bertemu dengan seorang
pesilat muda yang ilmu silatnya tidak bisa di ukur dan
sangat hebat. Kelihatannya gelombang belakang sungai
Tiang-kang mendorong gelombang didepan, generasi baru
menggantikan generasi lama, mungkin sudah waktunya dia
mengundurkan diri.
Tapi buat Cu-lay-sam-koay yang orang-orangnya berhati
keji dan kejam, saat dia loncat menghindar, dia pelihat Su
Lam-ceng sedang berdiri satu tombak lebih darinya,
sepasang matanya dengan jernih sedang bergerak-gerak,
menatap pada Pek Soh-ciu dengan rasa cinta yang besar,
hati Keng It-ci jadi tergerak melihat itu, mendadak dia
memutar pinggangnya meloncat miring, sekali meloncat
jauhnya satu tombak lebih, lima jari dijulurkan, dengan
kecepatan laksana kilat, dengan kuat mencengkram bahu Su
Lam-ceng.
Perubahan besar ini diluar dugaan Pek Soh-ciu, ketika
dia berteriak keras maju mengejar, tapi lima jari Keng It-ci
seperti baja, sudah hampir menyentuh bahunya Su Lam-
ceng, didalam hati Pek Soh-ciu diam-diam teriak
"Habislah", jika Su Lam-ceng jatuh ke tangan lawan,
seluruh persoalannya akan jadi sia-sia!
Tetapi, kejadian di dunia sering timbul hal yang tidak
diduga, di luar perkiraan orang. Terlihat bayangan orang
berkelebat, tahu-tahu tangkapan Keng It-ci telah menemui
tempat kosong.
Pek Soh-ciu jadi melotot bengong tidak mengerti,
bagaimana pun berpikir dia tidak bisa mendapatkan
jawabannya, Su Lam-ceng ternyata bisa meloloskan diri
dari cengkraman lawan, Keng It-ci lebih-lebih terkejut,
mulutnya sampai menge-luarkan suara liih... hatinya jadi
menciut.
Di dalam hati dia tahu jika dia tidak bisa segera
menangkap Su Lam-ceng, hari ini mungkin dia akan
mengalami kekalahan, maka dia segera menggerakan
sepasang tangan, cepat laksana angin ribut, segera
mengurung Su Lam-ceng dalam bayangan telapaknya,
tapi... keinginan dia tetap saja tidak membuahkan hasil,
terlihat baju berkibar dan tubuh Su Lam-ceng seperti
melayang layang, persis seperti ikan bermain didalam air,
sia-sia saja dia mempunyai ilmu silat tinggi, malah sampai
ujung bajunya Su Lam-ceng juga tidak bisa menyentuhnya.
Pek Soh-ciu juga terpesona oleh gerakan kaki Su Lam-
ceng yang teratur melangkah, malah dengan pikiran takjub
dia melihatnya, hingga lupa maju menyelamatkan dia dari
bahaya.
Mendadak terdengar satu teriakan:
"Ciu koko! Kau mengapa? Cepat usir dia!"
Pek Soh-ciu terkejut dan sadar, diam-diam berkata, "Aku
pantas mati!", Pek Soh-ciu tahu walau pun langkahnya
hebat, tapi Su Lam-ceng adalah seorang wanita lemah yang
tidak bisa silat, mengapa dia malah jadi penonton! Di
barengi rasa gelisah, mendadak dia mengulurkan lengan
kanannya, lima jari yang mulus, segera berubah jadi putih
bersih, lalu dengan membentak, "Heh!", satu garis sinar
hitam meluncur seperti kilat dan, 'tak' terdengar suara
pelan, Keng It-ci langsung roboh terlentang tidak bisa
bangun lagi.
Segera Pek Soh-ciu melangkah maju beberapa langkah,
mengulurkan tangannya memeluk pinggang Su lam-ceng
dengan lembut, Su Lam-ceng menyandar ke dadanya yang
berotot sambil sedikit terngengah-engah berkata:
"Ciu koko! Apakah orang ini mati?"
Pek Soh-ciu dengan perasaan sesal berkata: "Karena
terus menikmati langkah adik Ceng, hampir saja membuat
kau celaka, orang jahat yang hatinya busuk seperti dia, di
biarkan hidup, dia membahayakan dunia!"
Su Lam-ceng beristirahat sebentar, lalu bangkit dan
berkata:
"Ciu koko! Mari kita pergi."
Asap merah masih tetap menyelimuti tempat ini, tapi
Thian-kong-ti-sam-tin yang hebat, yang kekuatannya tiada
duanya, malah tidak bisa menahan para pesilat tinggi dari
dua golongan putih dan hitam ini, walau pun dua golongan
itu ada yang terluka atau tewas, tapi akhirnya bisa mencari
lowongan, meloloskan diri keluar dari kepungan.
Mentari pagi bersinar indah, angin pagi meniup baju,
pagi hari ini adalah pagi keesokan harinya. Su Lam-ceng
mengangkat tangan membereskan rambut kacau
dipelipisnya, pada Pek Soh-ciu tersenyum mesra berkata:
"Walau pihak perguruan Thian-ho jatuh korban banyak,
tapi kekuatannya belum melemah, kita masih harus cepat
mundur ke arah tenggara."
Pek Soh-ciu mengangkat melihat jauh, benar saja terlihat
asap masih bergulung-gulung dengan cepat, Thian-kong-ti-
sam-tin sedang datang menelusuri jalan dengan cepatnya,
dia melihat wajah Su Lam-ceng yang kelelahan dan pucat,
terpaksa dia menuntunnya mundur dengan cepat ke arah
tenggara.
Di luar lima lie di sebuah hutan, di depan hutan bukit
naik turun, rumput kering tampak dimana-mana,
pemandangannya sangat gersang, baru saja mereka berdua
sampai disisi hutan, Su-sik dan Hu-cen sudah datang
menyambut, mereka membawa mereka ke satu tempat
dengan rumput yang hijau lembut, segera mengeluarkan
makanan melayani mereka makan, Pek Soh-ciu tertawa
penuh cinta pada nona bangsawan ini berkata:
"Makannya pelan-pelan saja, adik Ceng, jika tersedak
tidak enak rasanya."
Su Lam-ceng melirik dengan mata putih berkata:
"Gara-gara kau melepaskan kehidupan enak, sekarang
kita hanya bisa makan di alam terbuka, beralaskan tanah
beratapkan langit......"
"Ha......ha......ha!" Pek Soh-ciu tertawa keras, "langit dan
bumi sebagai gubuk, empat lautan sebagai rumah, kapan
kau pernah menikmati alam terbuka yang nikmat ini."
Di saat mereka bersenda gurau, terlihat ketua Kai-pang
Sangguan Ceng-hun memimpin puluhan murid murid Kai-
pang dengan cepat menghampiri, di belakangnya asap
menutup langit, anak buahnya perguruan Thian-ho, dengan
kekuatan besar sedang mengejar dari belakang.
Su Lam-ceng berkata pada Pek Soh-ciu: "ShangGoan
Pangcu dari Kai-pang orangnya terbuka, dia adalah seorang
yang suka membantu, Ciu koko berkelana di dunia
persilatan, tanggung jawabnya berat, perjalanannya masih
panjang, sangat baik kalau bisa bersahabat dengannya, juga
bisa dijadikan pembantu." habis bicara, tidak menunggu
Pek Soh-ciu menyatakan setuju, dia sudah menyuruh Hu-
cen membawa para murid Kai-pang masuk ke dalam hutan.
Pek Soh-ciu tidak mengerti:
"Kekuatan kita sangat kecil, orangnya pun sedikit,
mengapa saat ini tidak menghindar dari serangan musuh?"
Su Lam-ceng tertawa:
"Hutan ini nilainya sama dengan sepuluh ribu prajurit,
walau perguruan Thian-ho punya ribuan tentara dan
puluhan ribu kuda, jangan harap bisa melangkah masuk
kedalam."
Terhadap istrinya yang cantik penuh misterius ini, Pek
Soh-ciu merasakan sangat tidak mengerti? Sebagai seorang
wanita lemah yang sama sekali tidak bisa ilmu silat, malah
bisa dengan tenang menghindarkan cengkeraman jarinya
Keng It-ci, sedikit pun tidak mendapat luka, malah Thian-
kong-ti-sam-tin yang amat ditakuti oleh dunia persilatan,
dia dengan sesuka hati bisa keluar masuk, jika bukan
menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mungkin tiada
seorang pun yang bisa percaya, tapi, dengan sebuah hutan
bisa menangkal puluhan ribu tentara, kecuali Cukat Liang
kembali muncul......
"Kek... Ciu koko! Kau mengapa? Pangcu Kai-pang
ShangGoan menyapamu lho!"
Pek Soh-ciu jadi tertegun mendengar kata-kata ini, baru
saja menghentikan pikirannya yang kacau, Sangguan Ceng-
hun yang berdiri dengan hormat di sisinya sudah mengepal
tangan memberi hormat dan berkata:
"Atas pertolongan kalian suami istri, Sangguan Ceng-hun
dengan ini mengatakan terima kasih, di kemudian hari jika
Siauhiap memerlukan tenaga Kai-pang, asalkan menulis
sehelai kertas memanggilnya, para murid Kai-pang pasti
akan melaksanakannya dengan sekuat tenaga."
Pek Soh-ciu memberi hormat kembali: "Di dalam satu
perahu yang berbahaya, tentu saja sudah menjadi
berkewajiban kita saling membantu, ShangGoan Pangcu
tidak perlu sungkan."
Sangguan Ceng-hun tertawa keras, katanya: "Dengan
sikap Siauhiap yang berjiwa besar dan tidak seperti orang
biasa, studah berabad-abad dunia persilatan sulit bisa
menemukannya......kek, kek, jika Siauhiap tidak merasa
hina bergaul dengan pemimpinnya pengemis......"
Wajah Pek Soh-ciu jadi serius, dia lalu membungkuk
memberi hormat:
"Aku menghormat pada Toako."
Sangguan Ceng-hun langsung menangkap bahunya Pek
Soh-ciu, mengangkat kepala keatas langit tertawa keras,
lama... dari dalam dadanya dia mengeluarkan sebuah
Seruling Bambu berwarna ungu yang panjangnya hanya
tiga cun, menyodorkannya pada Pek Soh-ciu berkata:
"Adik! Seruling Bambu ini adalah penakluknya segala
racun, Couwsu perkumpulan kami. Dewa Pengemis Sie-ek
mengandalkan Seruling Bambu ini, memperoleh julukan
Thian-he-te-it-enghiong di dunia persilatan, sayang empat
buah lagu Angin, Guntur, Air, Api yang membuat beliau
ternama, semuanya telah hilang dan tidak ada yang bisa
melakukannya, Toako menyimpan seruling keramat ini,
hanya menyia-nyiakan benda pusaka saja, adik! Aku
berikan saja barang ini padamu."
Pek Soh-ciu berkata:
"Toako! Seruling Bambu adalah benda keramat kai-pang,
mana berani adik menerimanya."
Sangguan Ceng-hun dengan serius berkata: "Adik! Jika
kau memandangku, maka jangan menolaknya."
Su Lam-ceng melihat wajahnya Pek Soh-ciu merasa
kesulitan, maka pelan menariknya:
"Jika ShangGoan Toako begitu tulus memberikan, kau
terima saja, di kemudian hari jika kau bisa mendapatkan
empat lagu Angin Guntur Air Api, kau bisa kalian
kembalikan kepada Toako, bukankah akan lebih baik?”
Dalam hati Pek Soh-ciu berpikir, empat lagu Angin
Guntur Air Api entah berada dimana, Kai-pang yang
muridnya tersebar diseluruh pelosok dunia juga tidak bisa
mendapatkannya, dia sendiri mau mencari kemana, tapi Su
Lam-ceng sudah menyanggupinya, maka dia tidak baik
menolaknya lagi.
"Ha...ha...ha...ha" Sangguan Ceng-hun tertawa keras,
katanya lagi, "Toako tidak mengharapkan itu, setelah adik
mengatakan demikian, jadi menuduh Toako seperti ada
maksud tertentu."
Mereka berbincang-bincang beberapa saat, lalu Sangguan
Ceng-hun mengajarkan cara meniup Seruling Bambu
mengumpulkan ular dan serangga, berkata lagi:
"Adik! Apakah kau sudah menemukan musuh-musuh
yang diam-diam menyerang perumahan Leng-in?"
Pek Soh-ciu dengan sedih menggelengkan kepala:
"Adik berkelana di dunia persilatan, dalam sekejap sudah
lewat setahun, terhadap musuh yang menghancurkan
rumah dan membunuh ayah, malah sedikit pun tidak tahu,
tapi......"
"Adik jika ada yang ingin dikatakan, katakan saja, biar
kita merundingkannya."
"Apa Cu Kwan-cing Sucinya Toako?"
"Tidak salah, tapi wanita itu kejam seperti ular berbisa,
justru karena menginginkan Seruling Bambu ini, dia telah
berani meracuni guru hingga tewas, Kai-pang sudah lama
menghapus namanya, toako juga tidak bisa lagi
menganggap dia Suci lagi, mengapa? Apa Adik curiga pada
dia?"
"Aku dengar dia mendirikan Oh Kai-pang, dengan Ngo-
tok-tui-hun-cian sebagai senjata gelap nya, padahal para
penjahat bertopeng yang diam-diam menyerang perumahan
Leng-in, semua menggunakan senjata gelap ini."
"Belum tentu, yang kakak ketahui, di dalam dunia
persilatan, masih ada orang yang punya senjata gelap
semacam ini, salah satunya adalah perguruan Thian-ho."
Su Lam-ceng berkata:
"Semua perguruan yang memiliki senjata gelap semacam
ini, kita jadikan mereka sebagai sasaran penyelidikan, tapi
harus berencana, tidak boleh terburu-buru."
Sangguan Ceng-hun berkata: "Adik benar, kita memang
harus membalas dendam, tapi tidak harus terburu-buru,
tentang Cu Kwan-cing biar Toako yang menyelidikinya."
Saat ini karena tidak bisa masuk ke dalam hutan,
perguruan Tian Huo sudah meninggalkan tempat, Pek Soh-
ciu melihat ke atas langit, lalu membalikan kepala dan I
berkata pada Sangguan Ceng-hun:
"Jika demikian, penyelidikannya pada Cu Kwan-cing,
aku serahkan pada Toako saja, Siaute ingin berjalan-jalan di
dunia persilatan mencoba keberuntungan, jika toako tidak
ada urusan lain lagi, kita pamit disini......"
Sangguan Ceng-hun memegang tangan dia lama sekali,
berkata:
"Baik, jika ada masalah, setiap saat Adik bisa menyuruh
murid Kai-pang memberi kabar padaku." Habis bicara dia
mengepal tangan menghormat, setelah saling berpesan
supaya hati hati, lalu Pangcu Kai-pang memimpin para
muridnya pergi.
Menunggu Sangguan Ceng-hun pergi, Su Lam-ceng,
melirik Pek Soh-ciu berkata:
"Ciu koko, kemana kita mau pergi?"
Sekarang Pek Soh-ciu sadar, Su Lam-ceng orangnya
jenius, maksud hatinya sendiri, pasti tidak bisa lolos dari
perhatiannya, maka dengan mencobanya dia berkata:
"Di dunia persilatan itu banyak penipu, hati orang
banyak yang jahat, aku......aku......"
"Aku tahu kau sudah mulai bosan di dunia persilatan,
ingin membawa aku kembali ke Tong-koan, Su-sik cepat
bereskan barang barang, Siauya ingin membawa kita
kembali pulang."
"Pung!" hati Pek Soh-ciu meloncat, buru-buru membela
diri berkata, "tidak......kapan aku pernah bilang akan
membawa kalian kembali ke Tong-koan..."
Su Lam-ceng perlahan menyunggingkan bibir
munggilnya:
"Mengapa, apa aku salah menduga? Jika di dunia
persilatan banyak penipu, hati orang licik dan kejam, kita
menghindar dari mereka, bukankah masuk akal?"
Sesaat Pek Soh-ciu sulit bicara:
"Ini.. .kek, aku... aku masih belum dapat..."
"Hah......!" Su-sik tertawa, "sudahlah, nona Nanti Siauya
tambah gelisah, bukan lucu lagi."
Pek Soh-ciu melihat tingkah mereka majikan dan
pelayan, baru tahu Su Lam-ceng bukan benar-benar ingin
kembali ke Tong-koan, dan benar saja, istrinya yang cantik
jenius ini tidak mempermainkan dia lagi, beradu siasat
dengan dia, sungguh hanya mencari kerepotan sendiri,
maka dia dengan tertawa lega dia berkata:
"Aku tidak gelisah......aku tahu adik Ceng
sedang......kek......berkelakar......"
"Hm!" Su Lam-ceng mendengus, "berkelakar kali ini aku
ampuni, jika masih berani berbicara memulai mutar, lihat
apa aku masih mengampuni kau tidak?"
Pek Soh-ciu sambil tertawa membungkuk menghormat
berkata:
"Lain kali tidak berani lagi, adik Ceng, menurutmu
apakah kita harus mencari perguruan Thian-ho untuk
menyelidiki?"
"Kau tenang saja, kau tidak perlu pergi mencari
perguruan Thian-ho, perguruan Thian-ho juga tidak akan
membiarkanmu lolos, Su-sik bongkar barisannya, kita juga
sudah harus mencari tempat untuk beristirahat."
Su-sik segera membongkar barisan, Hu-cen
membawakan kuda, di dalam derap kuda yang seperti hujan
deras, mereka tiba di Han-ku-koan yang termasyur sekali
dalam sejarah, tempat ini berada satu li lebih di sebelah
barat daya kabupaten Leng-po provinsi Ho-lam, kota
penting kerajaan Cin di masa peperangan, karena Koan-
ceng didirikan ditengah lembah, maka disebut Yo-kok,
sementaranya dari timur sampai barat sepanjang lima belas
li berderet tebing tinggi, di atas tebing tumbuh pohon
cemara menjulang tinggi menutup bagian atas, hingga tidak
bisa melihat langit, mulai dari Siau-san yang di sebelah
timur, sampai Tong-king di sebelah barat, semua disebut
Yo-kok, keadaan tempatnya berbahaya, jadi disebut Thian-
hian.
Setelah masuk ke dalam kota, Hu-cen mendapatkan
penginapan Hong-lin-khe, sebuah penginapan paling besar
di kota ini, dia mengambil satu paviliun, mempersilahkan
Pek Soh-ciu suami istri tinggal, Su Lam-ceng segera
menjatuhkan diri diatas ranjang dengan lesu mengeluh:
"Beberapa hari ini tidak pernah bisa tenang istirahat,
hai... sungguh lelah sekali."
Pek Soh-ciu duduk di sisinya, tersenyum dan berkata:
"Sebenarnya nona bangsawan seperti kau, tidak
seharusnya ikut aku berkelana di dunia persilatan......"
Su Lam-ceng mendadak bangkit, mata cantiknya
melotot:
"Menyusahkanmu, betul? Hm......"
"Kek, Adik Ceng! kapan aku mengatakan kata-kata
ini......"
"Kalau begitu selanjutnya kau tidak boleh mengatakan
apa itu nona bangsawan segala, apakah nona bangsawan
juga terbuat dari tempelan kertas!"
"Baik, tidak mengatakan ya tidak mengatakan, itu sudah
bolehkan?"
"Tidak bisa, setelah makan masih harus menemani aku
keluar jalan-jalan."
"Menemani, tentu saja menemani, hai... tidak diduga
setelah mendapatkan istri, malah menambah..."
Su Lam-ceng memonyongkan mulutnya, baru saja akan
membantah, di luar terdengar suara ketokan pintu, mereka
berhenti berkelakar, Pek Soh-ciu berkata:
"Siapa?"
"Su-sik, Siauya! Tuan Gouw pejabat kota datang
berkunjung."
Pek Soh-ciu merapihkan baju, sambil membalikkan
kepala bertanya pada Su Lam-ceng dengan sorot matanya,
Su Lam-ceng berbisik:
"Han-ku-koan dibawah kekuasaan Toakoku, mungkin
dia datang hanya sebagai kunjungan kesopanan, kesopanan
tidak bisa diabaikan, kau pergilah menghadapinya."
Pek Soh-ciu membuka pintu kamar, terlihat seorang
jenderal tua yang rubuhnya tinggi besar, dengan jenggot
hitam panjang sampai kedada berdiri di depan pintu, di
belakang dia ikut empat orang laki-laki besar setengah baya
berpakaian preman, semua orang itu tampak segar bugar,
berdiri dengan wajah menghormat.
Jenderal tua itu memperhatikan Pek Soh-ciu sebentar,
lalu mengepalkan tangan membungkuk dan herkata:
"Pek Siauya, aku terlambat menyambut, harap siauya
bisa memaafkan."
Pek Soh-ciu balik menghormat:
"Tidak berani, aku hanya seorang rakyat biasa, harap
Ciangkun jangan terlalu banyak hormat."
"Ha......ha......ha" jenderal Gouw tertawa senang,
"Siauya adalah seorang yang berbakat, tidak tertarik pada
kekuasaan dan kemewahan, dimana Siocia? diluar sudah
disediakan kereta, silahkan Siauya dengan siocia pindah ke
rumah, supaya aku bisa melayani sebagai seorang tuan
rumah."
Pek Soh-ciu mengucapkan terima kasih tapi .....nolak
dengan halus, katanya:
"Istriku kecapaian di perjalanan, sekarang sedang
beristirahat, atas perhatian Ciangkun, aku ucapkan terima
kasih "
Saat mereka saling bersikeras, di luar terdengar lagi suara
teriakan istri jendral sudah tiba disana, Pek Soh-ciu
membalikkan kepala melihatnya, tampak seorang nyonya
setengah baya yang cantik dengan rambut digelung tinggi
keatas, memakai rok panjang sampai ke tanah, dengan
dituntun oleh empat orang pelayan wanita, melenggang
masuk ke dalam ruangan, jenderal Gouw cepat
memperkenalkan pada Pek Soh-ciu katanya:
"Ini istriku." Kata-katanya berhenti sejenak, lalu berbalik
pada nyonya setengah baya, berkata lagi, "Ini adalah Pek
Siauya, aku sedang mengundang dia tapi tidak berhasil,
Hujin masuk lah ke dalam melihat Siocia, aku menunggu di
sini."
Nyonya setengah baya yang cantik menghormat pada
Pek Soh-ciu, lalu melangkah masuk ke dalam kamar, Pek
Soh-ciu terpaksa berbincang bincang dengan jenderal Gouw
di pekarangan, sebentar kemudian nyonya setengah baya
yang cantik itu keluar lagi, benar saja dia bisa mengundang
Su Lam-ceng keluar, dia tertawa mantap pada Pek Soh-ciu
katanya:
"Siauya! Siocia sudah setuju, Siauya berilah kami sedikit
muka."
Pek Soh-ciu tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa dia
menjadi tamu terhormat di kediaman jenderal Gouw,
kemudian dia baru tahu, ini adalah pesan yang di
sampaikan oleh Su Yi, panglima Tong-koan selalu
memperhatikan adiknya yang lemah dan manja dan adik
iparnya yang tampan.
Setelah makan, mereka sedang berbincang-bincang,
jenderal Gouw menatap Pek Soh-ciu berkata:
"Siauya! Aku punya satu masalah yang tidak mengerti,
tidak tahu Siauya mau tidak menjelaskannya."
Pek Soh-ciu dengan wajah serius berkata:
"Ciangkun tidak perlu sungkan-sungkan, jika Soh-ciu
tahu pasti akan dikatakan."
"Siauya masih muda, tidak saja sudah termasyur di
dunia persilatan, tapi juga punya dendam yang begitu besar,
yang hampir membuat orang tidak bisa percaya, sepertinya
seluruh dunia persilatan, semua adalah musuhnya
Siauya......"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Termasyur di dunia persilatan, Soh-ciu tidak berani dan
malu menerimanya, musuhku dimana-mana, itu memang
benar, tapi......"
Jenderal Gouw mengusap jenggotnya sambil tertawa
sambil berkata:
"Siauya tentu tidak mengerti mengapa aku bisa tahu
persoalan di dunia persilatan, ha ha ha, jujur saja, ini semua
diberi tahukan oleh istriku."
"Ooo!" Pek Soh-ciu berkata, "kalau begitu istri anda pasti
seorang Lihiap."
“Mertuaku Suma Oey, namanya setara Oh-kui
Ouwyang Yong-it di dunia persilatan, Siauya tentu pernah
mendengarnya."
Pek Soh-ciu jadi tersadar:
"Ternyata Hujin adalah putri Suma Tayhiap, Soh-ciu
sungguh tidak hormat sekali."
Istri jenderal Gouw bernama Suma Hiang, dia tersenyum
berkata:
"Ayahku adalah Sian-put-cie (Dewa miskin) yang sudah
ternama, putrinya malah menikah dengan seorang menantu
kaya, harap Siauya jangan mengolok."
Su Lam-ceng berkata:
"Hujin pasti telah mendengar kabar apa yang tidak
bagus, betulkan?"
Suma Hiang tertawa berkata:
"Adik kecil memang seorang manusia krital berhati
cermin, segala sesuatunya tidak bisa lolos darimu, hai....
jika bukan karena telah mendengar kabar, mana kami
berani bersikeras pada kalian untuk tinggal di rumahku."
Su Lam-ceng merasa gelisah:
"Kalau begitu harap Hujin bisa menjelaskan pada kami,
supaya kami bisa bersiap-siap."
Suma Hiang berkata:
"Gerakan kalian suami istri, semua orang persilatan
sudah jelas mengetahuinya, saat ini pesilat tinggi dunia
persilatan yang berkumpul di daerah Yo-kok, jumlahnya
tidak kurang dari tiga ratus orang, perguruan yang ikut
diantaranya, ada perguruan Thian-ho, Siau-lim,
perkumpulan Ci-yan, Bu-tong, Bu-tai, Oh Kai-pang, berikut
sejumlah pesilat tinggi yang tidak termasuk dalam
perguruan......"
Wajah Pek Soh-ciu berubah:
"Bagus sekali, hutang bagaimana pun harus dibayar,
dengan membuat perhitungan sekaligus, malah bisa
menghilangkan banyak kerepotan."
"Kek." Jenderal Gouw batuk sekali, "Siauya memiliki
warisan ilmu silat dari tiga keluarga, tentu saja tidak takut
pada orang-orang ini, tapi Siocia dan dua pelayannya
mungkin tidak mampu melindungi dirimya......"
Suma Hiang melanjutkan:
"Menurut pendapat kami berdua, lebih baik Siauya
sementara tinggal dirumah kami, dengan batas waktu
selama seratus hari, supaya mereka majikan dan pelayan
bertiga bisa menambah sedikit kemampuannya melindungi
diri sendiri....."
Pek Soh-ciu berkata:
"Ilmu silat dalamnya seperti lautan, dengan batas waktu
seratus hari, mungkin tidak akan menghasilkan apa-apa,
apa lagi Soh-ciu, terlalu lama tinggal di rumah anda, dalam
hati juga merasa tidak bisa tenang."
"Ha......Ha......ha" jenderal Gouw tertawa, katanya,
"kalau Siauya berkata demikian, jadi menganggap kami
bukan orang sendiri, aku hanya takut rumahku tidak bisa
melayani kalian dengan baik, Siauya jangan merasa
sungkan, mengenai batas seratus hari.....pasti ku punya
pandangan lain."
Suma Hiang melanjutkan:
"Itu hanyalah satu ideku, betul atau tidak? Siauya bisa
mempertimbangkannya." Dia meng-hentikan perkataannya
sejenak, katanya:
"Siocia punya pengetahuan sangat dalam, tidak bisa
disamakan dengan nona lemah yang biasa tinggal di dalam
kamar mewah, sampai Thian-kong-ti-sam-tin, dan Keng It-
ci yang namanya termasyur di dunia persilatan Juga tidak
bisa berbuat banyak padanya, aku pikir di dalam seratus
hari, dia pasti mendapatkan hasil yang bisa mengejutkan
orang."
Setelah berpikir cukup lama Pek Soh-ciu jadi setuju.
Maka mereka sementara tinggal di Han-ku-koan. Pertama-
tama dia mengajarkan ilmu tenaga dalam Sin-ciu-sam-coat,
lalu setiap hari dengan tenaga dalamnya yang sangat hebat
membantu Su Lam-ceng melancarkan jalan arah di seluruh
tubuhnya, selanjurnya mengajarkan jurus Im-cu-kiam, Tiga
gerakan Ong-hong (angin topan), ilmu meringankan tubuh
Co-yang-kiu-tiong-hui, seluruhnya diajarkan pada mereka,
seratus hari belum sampai, Su Lam-ceng dan pelayannya
sudah berubah tidak seperti dulu lagi, Su Lam-ceng juga
telah menciptakan dan membuat delapan buah bendera besi
kecil diberikan pada setiap orang, Pek Soh-ciu dan dia
sendiri berikut pelayannya, berlatih melempar seperti cara
melempar senjata gelap, menancapkan bendera besi di
dalam radius sepuluh tombak, hingga dalam sekejap bisa
membentuk sebuah barisan Pat-bun-tiat-kie-tin (Barisan
delapan pintu bendera besi) yang baik dewa maupun setan
sulit memecahkannya, walau pun berhadapan dengan
musuh yang banyak sekali, asalkan tidak keluar dari
barisan, pasti akan selamat.
Setelah lewat seratus hari, mereka meninggalkanl Han-
ku-koan, menelusuri jalan raya Koan-lok menuju Lok-yang.
Hari pertama mereka sampai di kabupaten Hui-seng,
sepanjang perjalanan semua berjalan tenang, tidak bertemu
dengan orang yang mau cari masalah, baru pagi keesokan
harinya, dalam perjalanan ini masalah yang tidak
diharapkan, sudah mulai datang.
Pertama-tama adalah kuda mereka yang terjadi masalah,
untungnya Su Lam-ceng sudah tidak seperti dulu lagi,
ketika kudanya tiba-tiba jatuh ke depan, dia sudah meloncat
melepaskan diri dengan selamat, walau begitu, dia masih
ketakutan hingga wajahnya menjadi pucat.
Sekarang, empat ekor kuda mereka semuanya telah mati,
terpaksa Su-sik dan Hu-cen menggendong perbekalan,
bersama-sama mulai berjalan kaki kembali, buat Pek Soh-
ciu berjalan jauh seperti ini tidak menjadi masalah, tapi bagi
Su Lam-ceng dan pelayannya mungkin tidak akan bisa
bertahan, maka Pek Soh-ciu memutuskan, pertama-tama
pergi dulu ke kota kabupaten yang berada di depan,
menyelesaikan masalah kuda terlebih dulu.
Su Lam-ceng malah tersenyum katanya:
"Menurut pandanganku, keinginanmu mungkin akan
gagal."
Pek Soh-ciu merasa heran:
"Menurut yang aku tahu, kota yang ada di jalan iaya
Koan-lok ini, terdapat pasar kuda, mengapa Adik Ceng
berkata demikian?"
"Bangsat yang membunuh kuda kita, mereka juga pasti
tahu akan hal ini, jika kita bisa membelinya, buat apa
mereka berbuat hal bodoh ini!"
Li Cukat ini memang jenius, hingga mereka melewati
dua kota, disana sama sekali tidak ada kuda eekor pun, Pek
Soh-ciu mengeluh tapi tidak bisa berbuat apa apa, katanya:
"Kata-katamu kembali benar, selanjutnya kita harus
bagaimana, kau yang atur saja!"
Su Lam-ceng mengerutkan alis:
"Tadi aku melakukan satu ramalan, di dalam sepuluh
hari ini, kita hanya akan mengalami kejadian yang
mengejutkan, tapi tidak berbahaya, setelah sepuluh...”
Perkataannya tertahan, sepasang matanya, tampak
berlinang air mata, Pek Soh-ciu terkejut sekali, katanya:
"Mengapa, Adik Ceng......apakah kita akan mengalami
suatu bahaya?"
Su Lam-ceng mengeluh tanpa bersuara:
"Kita suami istri selamanya akan bersatu, hingga seratus
tahun, hanya, setelah sepuluh hari, akan berpisah
sementara......"
"Hay, Adik Ceng......ramalanmu itu, belum tentu bisa
selalu tepat."
"Aku pun berharap begitu!" dia terdiam sesaat, katanya
lagi:
"Aku ada dua hal yang ingin memberitahu kau......"
"Hal apa?"
"Aku sudah dua bulan tidak datang bulan.."
"Sungguh? Adik Ceng, ha ha ha......"
"Mmm, tapi aku ingin peringatkanmu, selanjutnya kau
akan dibelit cinta asmara, akan meninggalkan banyak
hutang asmara yang tidak bisa dibayar, walaupun itu takdir,
kau juga harus sedikit waspada."
Pek Soh-ciu terbengong berkata: "Soh-ciu bukanlah
orang yang tidak punya hati, melihat wanita hati langsung
tergerak, Adik Ceng harus bisa percaya padaku."
Su Lam-ceng mengangkat kepala berkata: "Sudahlah,
kita tidak usah membicarakan ini, di depan ada satu kota,
hari ini kita tinggal di sana saja."
Saat ini hari baru saja menjelang sore, melewati satu kota
lagi seharusnya tidak jadi masalah, tapi Pek Soh-ciu tidak
tega menolaknya, dia juga khawatir istrinya kelelahan,
maka beristirahatlah mereka di kota yang disebut Koan-in-
tong.
Su Lam-ceng bisa meramal, dia tahu setelah lewat
sepuluh hari mereka suami istri akan berpisah, hal ini yang
membuat dia sulit bisa menerimanya, sehingga, dia ingin
dalam sepuluh hari ini, sebisanya menikmati kemesraan
suami istri.
Tapi... saat mereka sedang berdampingan, dan memadu
kasih, sebuah bayangan berwarna merah menembus jendela
masuk ke dalam, begitu Pek Soh-ciu tahu, sebuah suara
pelan terdengar, bayangan merah itu sudah menancap
diatas dinding.
Dia lalu mencabut benda berwarna merah itu, begitu
melihat wajah tampannya mendadak di selubungi dengan
hawa membunuh.
Su Lam-ceng mengambil benda itu dari tangannya lalu di
lihatnya, tampak ini adalah sebuah bendera merah kecil, di
tiangnya terdapat satu kertas surat, di atasnya tertulis 'Para
sahabat dunia persilatan menunggu anda di Lo-houw-pai',
walau surat ini tidak dibubuhi tanda tangan si pengirim,
tapi Pek Soh-ciu tahu bendera merah kecil ini, adalah milik
perguruan Thian-ho.
Su Lam-ceng dengan perasaan was-was berkata: "Ciu
koko, kita pergi tidak?"
Pek Soh-ciu mengangkat alisnya: "Walau pun itu adalah
danau naga goa harimau, kita juga akan melabraknya,
apalagi jika kita tidak pergi, apakah bisa menjamin mereka
tidak datang!"
Su Lam-ceng mengeluh, membalikan kepala menyuruh
Su-sik menanyakan jalan ke Lo-houw-pai, lalu mereka
bersama-sama meninggalkan penginapan, pergi ke arah
utara kota, di sebelah kiri sekitar dua li, tibalah di satu
gunung yang megah.
Di atas lapangan datar di punggung gunung, telah
berkumpul sekelompok besar orang, di bagian tengah
berdiri orang-orang perguruan Thian-ho, baju merahnya
mencolok mata, di sorot matahari senja tampak lebih terang
lagi, di sebelah kiri ada orang-orang perkumpulan Ci-yan,
berseragam baju ungu, mengeluarkan warna merah padam,
di sebelah kanan adalah ratusan pesilat tinggi dari aliran
putih dan hitam dunia persilatan, melihat keadaannya,
setiap orang itu adalah orang yang sangat ternama.
Pek Soh-ciu berhenti di punggung gunung, matanya
menyapu, sambil tertawa keras dia berkata:
"Kelompok yang sangat besar sekali, orang she
Pek......hehe, sungguh beruntung sekali."
Yang menjadi pemimpin perguruan Thian-ho adalah
seorang tua bermantel biru, wajahnya persegi dengan
telinga besar, di depan dadanya melambai-lambai tiga
jenggot panjang, sorot mata orang ini samar-samar
menyorot sinar aneh, sikapnya mantap, jelas seorang ahli
silat hebat, di sisinya menempel ketat seorang wanita cantik
berkulit putih bersih, sepasang bola matanya bergulir-gulir
memandang Fek Soh-ciu, di-belakang mereka berdua, ada
orang kedua dan orang ketiga Cu-lay-sam-koay, empat
mata yang membawa api kemarahan dengan kebencian
memandang musuh pembunuh Toako mereka.
Yang memimpin perkumpulan Ci-yan, adalah seorang
tua kurus kering, mulutnya tajam pipinya tipis, di belakang
dia berdiri tiga laki-laki tegap berbaju ringkas, melihat
tampangnya, semuanya jelas para penjahat.
Di sebelah kanan ada gabungan dari hweesio, orang
biasa, pendeta To, walau mereka tidak terorganisii, tapi
kekuatannya mungkin masih di atas perguruan Thian-ho
dan perkumpulan Ci-yan.
Saat ini orang tua kurus kering dari perkumpulan Ci-yan,
dengan batuk kering berkata pada Pek Soh-ciu:
"Sungguh menyesal membuat Pek Siauhiap kecewa,
karena yang mau kami sambut bukanlah anda."
"Ooo!" Pek Soh-ciu berkata, "jadi aku yang suka sok
pintar sendiri, baiklah, kita bertemu di lain waktu."
Saat dia akan membalikkan tubuh untuk pergi, orang tua
kurus itu mendadak tertawa dingin, katanya:
"Jangan terburu-buru Pek Siauhiap, yang kami sambut
walau bukan kau, tapi berhubungan erat denganmu."
Pek Soh-ciu tertegun melirik pada Su Lam-ceng, di
dalam hati berkata:
"Tidak di sangka istriku yang cantik tiada dua-nya ini,
malah memiliki kemampuan menarik dunia persilatan!"
Tapi orang tua kurus itu kembali tertawa dingin: "Pek
Siauhiap jangan berpikir ke arah ujung tanduk sapi, yang
ingin kami sambut, hanyalah benda di dalam dadamu itu."
Pek Soh-ciu sedikit tertegun, lalu sambil tertawa lantas
berkata:
"Ooo, begitu! Tapi Pouw-long-tui hanya ada satu,
buburnya sedikit hweesionya banyak, lalu harus bagai mana
membaginya?"
Orang tua kurus itu tertegun:
"Ini......kek, kek, kita memang harus membuat satu
aturan yang adil......"
Su Lam-ceng melanjutkan:
"Apa yang dikatakan orang tua ini tidak salah, aku
punya satu cara yang adil......" suara dia nyaring merdu,
seperti burung Eng (elang) keluar dari lembah, seluruh
pesilat tinggi dilapangan, sorot matanya segera melihat
padanya.
Orang tua kurus begitu dipuji, tulangnya seperti menjadi
ringan sedikit, lalu dia tertawa, dan berkata:
"Aku adalah wakil ketua perkumpulan Ci-yan Elang
Botak Liu Peng, jika nona punya cara yang adil,
perkumpulan Ci-yan yang pertama menyetujuinya."
Satu dengusan dingin terdengar dari sebelah kanan:
"Perkumpulan Ci-yan apa, hem... jangan memalukan..."
Wajah Elang Botak Liu Peng jadi berubah, katanya:
"Sahabat yang mana itu? Jika berani keluar bicara."
Bayangan orang berkelebat, seorang laki-laki berotot
dengan wajah sombong keluar dari kerumunan orang,
pertama-tama dia melihat pada Su Lam-ceng, lalu
mendengus lagi dengan sombong berkata:
"Aku sudah keluar, wakil ketua mau apa?"
Liu Peng tertawa:
"Ternyata Tan-hoa-long-kun (Laki-laki jantan doyan
wanita) Ong Lan! Aku kira siapa, pengelana sepertimu yang
tahunya mencari wanita, bagaimana bisa tahu situasinya
berbahaya atau tidak?"
Tan-hoa-long-kun Ong Lan membalikkan tangan
merogoh sakunya, mengeluarkan sepasang kail mas yang
ada pelindungnya, kakinya melangkah maju langsung
menyerang, kail emas dengan membawa angin keras
membelah tubuh atas dan bawahnya Liu Peng, mulutnya
tertawa sambil berkata:
"Tidak salah kata-katamu, sampai istri ketua
perkumpulan kalian Ang Sian-yam juga pernah
mengundangku menjadi tamu pribadi di kamarnya, sayang
kau tidak punya istri, jika tidak, marga Ong juga akan
memberi kau sebuah topi hijau untuk dipakai olehmu."
Jurus sepasang kail emasnya Tan-hoa-long-kun sangat
dahsyat, walau mulurnya berbicara kotor dan terus
menghina, Liu Peng malah terdesak tidak berdaya, meski
sudah mencoba berturut-turut membalas lima bacokan
golok, masih belum dapat menahan serangan kail mas yang
sangat dahsyat, dia juga tidak sempat berbantah.
Tiga laki-laki tegap yang berada dibelakang Liu Pcng,
adalah tiga ketua cabang perkumpulan Ci-yan, mereka
semua tahu Tan-hoa-long-kun tidak mudah dihadapi, tapi
karena lawan berani menghina istri ketua perkumpulan,
juga melihat Elang Bodak akan segera mati dibawah kail
masnya, maka mereka sambil berteriak, segera melakukan
serangan beramai-ramai.
Mendadak, terdengar dua suara keras, Tan-hoa-Iong-kun
dan Elang Botak Liu Peng telah dipisahkan, yang berdiri di
tengah lapangan ialah orang tua bermantel biru dari
perguruan Thian-ho, sorot matanya yang dingin menyapu
pada Liu Peng berdua, lalu dengan tertawa keras berkata:
"Maaf, aku tidak bermaksud mengecewakan kalian
berdua, jika kalian berdua benar-benar ingin berkelahi, lebih
baik kalian cari lapangan lain, atau membuat janji di lain
waktu, hari ini harap beri aku orang she Hoan sedikit
muka."
Perkataannya sangat kebetulan buat Liu Peng untuk
mundur, dia menyimpan goloknya, pada orang tua mantel
biru mengepalkan tangan membungkuk:
"Yang terhormat telah mengatakan begitu, mana berani
aku tidak menurut." Dia segera mundur ketempatnya, Tan-
hoa-long-kun juga tidak mau membuat ulah pada orang
yang di panggil terhormat, tanpa buka suara dia langsung
meloncat ke kanan ke tempat semula.
Setelah selesai orang tua mantel biru kembali tertawa
panjang, berkata:
"Tidak makan nasi di dalam katel, tidak akan berdiri di
sisi katel, para sahabat yang ada di lapangan, mungkin
semua berminat pada Pouw-long-tui, tentu berharap ada
satu cara yang adil, begini saja, kita semua jangan terburu
nafsu, dengarkan dulu apa penjelasan dan cara yang
dikatakan oleh Pek Hujin."
Masalahnya kembali kepokoknya, maka Su Lam-ceng
dengan tertawa tawar yang sangat anggun, membuat orang
sulit menahan diri, sepasang matanya yang sejernih air
melihat ke sekeliling, membuat hati setiap orang tidak tahan
jadi tergetar tanpa sadar, tapi para pesilat tinggi yang
melanglang buana ini, malah tidak satu orang pun yang
mau mengeluarkan suara sekecil apa pun, mereka
semuanya terdiam, seperti sedang menghadap dewa, sedang
diam berdiri dengan horrnat mendengar perintah yang
mulia.
Su Lam-ceng mengangkat tangan memainkan rambut di
pelipisnya, perlahan batuk lalu berkata:
"Ratusan tahun yang lalu bangsawan Liu menusuk
penguasa kejam Cin, dengan menggunakan Pouw-long,
namanya menjadi harum sepanjang sejarah anda sekalian
harus tahu Pouw-long-tui adalah senjata sakral jaman
dahulu yang digunakan untuk menghancurkan penguasa
kejam......"
"Nona benar." Teriakan gemuruh terdengar ke seluruh
gunung, para pesilat tinggi yang melakukan segala
kejahatan ini, seperti sedang mendengar amanat
majikannya, mereka menurut seperti sekelompok kucing
kecil yang jinak.
"Makanya." Su Lam-ceng melanjutkan perkataan nya,
"orang yang memiliki Pouw-long-tui, yang utama harus
memiliki sifat yang benar, kalian bisa menanyakan pada diri
sendiri, orang yang seumur hidup tidak pernah berbuat
yang memalukan boleh tinggal ditempat ini, jika tidak dia
harus melepaskan haknya untuk bisa memiliki Pouw-long-
tui."
Baru saja dia selesai berkata, di lapangan sudah ada satu
orang yang diam-diam meninggalkan lapang, lalu dalam
sekejap ratusan pesilat tinggi dunia persilatan telah pergi
semua, satu pun tidak ada yang tersisa.
Angin gunung membelai rambut Su Lam-ceng, dia
membalikan tubuh pada Pek Soh-ciu yang bengong dengan
nada sedih berkata:
"Ciu koko, apakah dunia selebar ini, tidak ada satupun
orang yang benar-benar baik?"
"Hai...!" Pek Soh-ciu mengeluh, "para penjahat ini
kejahatan apa pun telah dilakukannya, mengapa mereka
bisa berubah jadi begitu penurut? Adik Ceng, apakah kau
memilik ilmu gaib?"
Su Lam-ceng memonyongkan mulurnya: "Dari mana
aku bisa ilmu gaib, orang-orang itu hanya mendadak saja
jadi sadar!"
Pek Soh-ciu tetap menggelengkan kepala:
"Kecuali Budha sendiri yang tampil, baru dapat
membuat batu bandel menganggukan kepala, hasil yang
demikian, sungguh terlalu aneh......"
"Hm... bagus, justru karena kau tidak percaya, maka
orang-orang itu kembali lagi." Di ikuti dengan perkataan Su
Lam-ceng, kelompok demi kelompok bayangan orang
kembali muncul di sekeliling, Pek Soh-ciu mengangkat
kepala melihat, benar saja orang-orang yang tadi
dilapangan, datang kembali dengan sangat cepat, dalam
sekejap telah mengurung mereka kembali.
"He...he..." orang tua mantel biru she Hoan tertawa
menghadap Pek Soh-ciu berkata:
"Istrimu memang hebat, aku sangat mengaguminya, tapi
manusia bukan dewa, mana mungkin tidak pernah berbuat
salah, Pek Siauhiap sendiri belum tentu tidak pernah
melakukan kesalahan, apa lagi kita yang berada di dunia
persilatan yang diandalkan adalah yang kuat yang menang,
jika Siauhiap berminat, kita main-mainlah beberapa jurus."
Pek Soh-ciu berkata tawar:
"Jika anda mengatakan demikian, Pek Soh-ciu juga tidak
bisa memuaskan harapan begitu banyak orang, ini sungguh
satu hal yang sangat sulit."
"Hm...!" dengan dingin orang tua she Hoan berkata,
"Sekali Thian-ho muncul, semua perkumpulan
menyembah, Hoan Liu tidak percaya ada orang berani
menentang aku!"
Su Lam-ceng dengan pilu berkata:
"Ciu koko, apakah perguruan Thian-ho benar-benar
selihay itu? Jika dia tahu kita tidak takut pada Thian-kong-
ti-sam-tin nya, mungkin dia tidak akan bicara seperti ini.”
Benar saja, kepintarannya seluas lautan, walau dia
berkata dengan tenang dan tawar, tapi seperti jarum
ditusukan ke tubuh, langsung terlihat darah, tepat mengenai
kelemahannya perguruan Thian-ho, walau pun benar Hoan
Liu adalah kepala penjahat yang menggemparkan dunia
persilatan, tapi ratusan pesilat tinggi yang ada dilapangan,
bukan takut pada dia, tapi mereka takut pada barisan
Thian-kong-ti-sam-tin hingga membuat para pesilat tinggi
dilapangan tidak berani sembarangah bergerak, tapi Su
Lam-ceng pernah memimpin para pesilat tinggi
menghancurkan Thian-kong-ti-sam-tin, peristiwa ini telah
tersiar ke seluruh dunia persilatan, sekarang setelah dia
mengatakan hal itu, tidak berbeda dengan menambah
keberaniannya para pesilat tinggi itu.
Saat ini seorang laki-laki setengah baya yang berwajah
bersih, berpakaian sastrawan, dengan tertawa berkata:
"Tidak salah, dengan ada Pek Hujin disini, paling sedikit
kita bisa mencoba Thian-kong-ti-sam-tin untuk menambah
pengetahuan kita."
Su Lam-ceng melihat orang yang berkata itu, walau dia
berpakaian panjang, tapi di pinggangnya terikat delapan
kantong sebagai lambang Kai-pang tianglo, dia merasakan
keadaannya ada yang tidak betul, dari wajahnya yang
kelihatan bersih itu, samar-samar terlihat ada sinar licik,
maka dia membalikkan kepala pada Pek Soh-ciu, tidak
mempedulikan kata-kata pujiannya.
Walau demikian, Hoan Liu yang menyebut dirinya Siau
giauw-te-kun (Tuan raja yang tidak terikat) telah
menyimpan kesombongannya, sambil tertawa dia berkata:
"Sin Bu-ki, bila kau ingin menyaksikan Thian-kong-ti-
sam-tin tentu saja boleh, tapi...... jika kalian semua menurut
caranya Pek Hujin, aku akan mengecewakan kalian, he he
he......"
Sin Bu-ki mengangkat jempol berkata:
"Pintar menyesuaikan diri, nama Siau-giauw-te-kun
memang bukan omong kosong."
Siau-giauw-te-kun tidak mempedulikan ejekkan nya, dia
berbalik pada Su Lam-ceng, berkata:
"Katakan saja Pek Hujin, kami semua dengan
hormat mendengarkan."
Su Lam-ceng mendengus perlahan, berkata: "Aku hanya
menyarankan prinsipnya saja, setuju atau tidak, kalian
boleh mempertimbangkan sendiri." Kata-katanya berhenti
sejenak, lalu berkata lagi:
"Jumlah kalian begitu banyak, jika ingin bertanding siapa
yang lebih tinggi, akan menghabiskan waktu lama, jika bisa
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, dan setiap
kelompok mengutus satu sampai tiga orang, bertanding
dengan sistem gugur, dalam tiga babak jika dua kali kalah
maka yang dua kali kalah tidak berhak memiliki Pouw-
long-tui, kelompok terakhir yang berhasil menang,
bertanding lagi dengan kami, yang menang boleh memiliki
Pouw-long-tui."
Usulan dia mendapatkan persetujuan banyak orang,
maka mereka membagi diri menjadi 4 kelompok, aliran
putih, aliran hitam, perguruan Thian-ho, perkuni pulan Ci-
yan, wakil dari aliran putih adalah guru besai Tiang Beng
dari perguruan Bu-tai, Gin-ie-siu-su (Sastrawan baju perak)
Bu Soh-koan, dan pendeta To
Hian-ho dari Bu-tang, dari aliran hitam seluruhnya di
pimpin perampok Gin-sai-tiang-wan (Monyet keriting
berjenggot perak) Tiat Kie-bu, Tui-hun-su-cia (Rasul
pengejar roh) Kui Ih-kang, dan Toako dari Kang-pak-siang-
eng (sepasang pendekar dari Kang-pak)" Cin ciu-hu, dari
perguruan Thian-ho adalah Siau-giauw-te-kun Hoan Liu,
istrinya Hoan Liu, Giok-ki-Sian-cu (Dewi berkulit giok) Sai-
Hoan, saudara kedua dari Cu-lay-sam-koay Ang-tai-jiu, dari
perkumpulan Ci-yan adalah wakil ketua perkumpulan
Elang Botak Liu Peng, ketua cabang I.u-kiu, Kim Si, ketua
cabang Sui-in, Bun Bun-thian, hasilnya setelah diundi,
aliran putih menghadapi perguruan Thian-ho, aliran hitam
bertemu dengan perkumpulan Ci-yan, menurut urutan
aliran putih yang pertama tampil.
Orang pertama yang loncat masuk ke lapangan adalah
Sastrawan Baju Perak Bu Soh-koan, orang ini •eluruh
pakaiannya berwarna perak, dengan wajahnya vang putih
berbibir merah, tubuhnya tinggi, penampilannya hebat
sekali, hanya sayang sorot matanya penuh kelicikan, penuh
dengan hawa kejam, dia mengeluarkan kipas lipat lapis
emas dari dalam lengan bajunya, pada 'Siau-giauw-te-kun
dia tertawa katanya:
"Aku she Bu melembar batu memancing Giok
(Menantang), siapa yang pertama mau keluar bertarung
denganku?"
Saudara kedua dari Cu-lay-sam-koay Ang-tai-jiu berebut
keluar, berkata:
"Sebuah kipas lipat lapis emas Bu Tayhiap, belum pernah
mendapat lawan, orang she Ang tidak ingin meewatkan
kesempatan bagus ini, untuk menambah pengalaman!"
Dua orang ini sama-sama orang yang sudah
menggemparkan dunia persilatan, begitu menjawab,
langsung memasang kuda-kuda, setelah cukup lama... Bu
Soh-koan lalu membentak, kipas lipat lapis emasnya
bersuara, ditotokan ke arah dadanya Ang-tai-jiu, Ang-tai-jiu
tidak mengelak tidak menghindar, lengan kanannya
dibalikan, lima cakarnya mencoba menangkap lengan Bu
Soh-koan, telapak kirinya terbang miring, pukulan telapak
yang bisa menghancurkan batu dengan kuat dipukulkan
pada bahunya Bu Soh-koan.
"Ha......ha......ha" Bu Soh-koan tertawa panjang, dia
menurunkan bahu menekan pergelangan tangan
menghindar pukulan, kipas lipat lapis emasnya mendadak
dibuka, pinggir kipas yang seperti pisau tajam, sekali
menyapu sekali diangkat, dada Ang-tai-jiu sudah terkena
dan mengalirkan darah.
Jurus ini dahsyat, kecuali beberapa pesilat tinggi, yang
lainnya malah tidak tahu bagaimana cara dia melukai
musuhnya, tapi bagaimana pun Ang-tai-jiu bukan orang
yang lemah, Bu Soh-koan memang membuat dia terluka,
tapi angin telapak dia juga menyapu mengenai bahu
lawannya, Bu Soh-koan hanya merasakan sebuah tenaga
yang amat dahsyat, menekan sampai dia mundur beberapa
langkah, membuat lengan kirinya hampir saja kehilangan
gunanya.
Mereka sejenak beristirahat, Bu Soh-koan langsung
berteriak keras berkata:
"Kali ini tidak dihitung, kita mulai lagi." Dua orang
pesilat tinggi yang namanya termasyur di dunia persilatan
ini, kembali saling menyerang, suara angin telapak
berkesiur, bayangan kipas berkelebat, pertarung an yang Lw
judi sengit sekali.
Mendadak terdengar saru dengusan dingin, dan
bayangan kipas jadi berhenti, kedua orang yang bertarung
bersamaan mundur, Ang-tai-jiu melangkah miring beberapa
langkah, lalu jatuh keatas tanah, bahu kanannya di dekat
lengan, tampak menyemburkan darah segar.
Walau Bu Soh-koan bisa menang, tapi menang dengan
tidak mudah, dia kecapaian juga setelah menguras
tenaganya, dengan tersenyum dia kembali jalan ke
kelompoknya.
Aliran putih berhasil meraih kemenangan pada
pertarungan pertama, seharusnya ini hal yang
menggembirakan, tapi malah sulit melihat sinar
kegembiraan diatas wajah mereka, sebab hasil kemudian
ternyata guru besar Tiang Beng kalah dari tangan mulusnya
Giok-ki-sian-cu, pendeta To Hian Ho terpaksa mengaku
kalah dari Siau-giauw-te-kun.
Selanjutnya pertarungan antara aliran hitam . lengan
perkumpulan Ci-yan, perkumpulan Ci-yan tidak berturut-
turut mengalami kekalahan, malah dua oranng ketua
cabang Liu-kiu dan Sui-in sampai kehilangan nyawanya,
lalu pertandingan di lanjutkan antara aliran hitam dengan
perguruan Thian-ho. Ternyata pertarungan nya terasa berat
sebelah, Siau-giauw-te-kun suami istri ternyata tidak ada
yang bisa mengalahkan, sepertinya dari seluruh pesilat
tinggi yang ada di lapangan, sulit mencari 'orang yang bisa
menahan mereka.
Ilmu silatnya sangat hebat, di wajah Siau-giauw-te-kun
yang gagah itu, terlihat kesombongan:
"Ha ha ha!" dia tertawa pada Pek Soh-ciu berkata,
"sekarang giliran kita, Siauhiap! Siapa diantara kalian yang
pertama tampil?"
Pek Soh-ciu berkata dingin:
"Aku sendiri bertarung dua babak, istriku satu babak,
perguruan anda sebagai tamu, kalian pilihlah seorang dulu."
Saat Siau-giauw-te-kun akan melangkah keluar
menantang Pek Soh-ciu, Ang-tai-jiu ber-teriak sambil
menerjang keluar, dia ingin membalaskan dendam
saudaranya, dia berkata:
"Te-kun! Aku ingin membalaskan dendam kakakku,
babak ini harap Te-kun mengalah padaku, biar aku tampil
duluan."
Siau-giauw-te-kun melihat luka Ang-tai-jiu sudah tidak
mengganggu, juga dia yakin dia bisa menangkap Pek Soh-
ciu seperti dia merogoh kantongnya sendiri, walau pun
babak ini kalah, tidak akan ada pengaruhnya, maka dia
menganggukkan kepala:
"Baiklah, tapi harus hati-hati sedikit." Ang-tai-jiu
mengiyakan lalu meloncat keluar, luka yang didapat tadi,
tampak sedikit pun tidak mempengaruhi gerakannya, dia
memandang Pek Soh-ciu sambil menggigit gigi berkata:
"Serahkan nyawamu, orang she Pek." Baru saja Pek Soh-
ciu akan melangkah keluar, Su Lam-ceng malah menarik
dia dengan tertawa manis berkata:
"Biar aku yang memukul anjing yang jatuh ke air, kau
awasilah."
Dia jalan melenggang, pelan-pelan berjalan menuju
tengah lapangan, mantel penahan angin berwarna kuning
angsa, melayang-layang ditiup angin gunung,
penampilannya yang anggun sulit digambarkan dengan
kata-kata, dia segera mendapat perhatian di seluruh
lapangan, malah ada orang tidak tahan berteriak:
"Pek Hujin! Orang ini punya dendam dengan suamimu,
kau harus hati-hati."
Sambil tersenyum dia menganggukan kepala, tetap
dengan tenang melangkah maju kedepan Ang-tai-jiu
berkata:
"Aku menggunakan pedang, silahkan siapkan
senjatamu." Dia menghunus Im-cu-kiam pemberian Pek
Soh-ciu, tersenyum menatap Ang-tai-jiu.
Ang-tai-jiu seperti terdesak oleh kecantikan yang
menyilaukan mata hingga menundukkan kepala, sepasang
mata dia menurun rendah dan mengeluh:
"Demi membalas dendam saudara, Hujin! Aku terpaksa
harus......"
"Aku tahu, kau mulailah."
"Hujin lebih baik suruh suamimu keluar?"
"Tidak perlu."
"Hai kalau begitu aku terpaksa menyerang."
"Kusuruh kau mengeluarkan senjata!"
"Telapak tangan adalah keahlianku, Hujin hati-hatilah!"
Habis bicara, lalu Ang-tai-jiu menyerang, sebuah
pukulan seperti gada besi, didorongkan datar di depan
tiada, dia seperti takut jurus telapak ini terlalu dahsyat, saat
memukul dia kembali mengurangi tenaganya sekitar
sepuluh persen, walau pun demikian, kekuatan pukulan ini,
tetap saja tidak akan bisa ditahan oleh tubuh yang terbentuk
dari darah dan daging, jika Su Lam-ceng tidak sempat
mengelaknya, mungkin dia akan kehilangan nyawanya,
sehingga, setelah Ang-tai-jiu memukul langsung menarik
kembali pukulannya, dengan mata membelalak bingung,
menatap Su Lam-ceng, dengan masih merasa sedikit
penyesalan berkata:
"Pek Hujin! Kau tidak apa apa kan?"
Su Lam-ceng tersenyum berkata:
"Aku baik."
Ang-tai-jiu seperti merasa lega, sebelah tangan diangkat,
kembali akan menyerang, mendadak ter-dengar teriakan:
"Berhenti." Giok-ki-sian-cu Sai-hoan sudah meloncat
keluar, dengan wajah hijau dia berteriak marah pada Ang-
tai-jiu:
"Pergilah, jika kau merasa sayangnya pada wanita
cantik, buat apa kau membalaskan dendam kakakmu!"
Apa yang dia katakan memang tidak salah, jika Ang-tai-
jiu takut melukai lawannya, lalu bagaimana bisa
membalaskan dendam kakaknya? Ang-tai-jiu dengan penuh
rasa malu kembali ketempatnya, tapi Giok-ki-sian-cu, Sai-
hoan juga tidak tega dengan tangan keji menghancurkan
nyonya cantik yang munggil ini, karena penampilan Su
Lam-ceng yang anggun, cantik tiada duanya, walau orang
yang paling kejam pun, akan seperti besi bertemu api,
dengan sendirinya menjadi lembek, sehingga, dia dengan
wajah serius dia berkata:
"Babak ini dihitung seri saja, Pek Hujin! sekarang kau
harus meninggalkan lapangan."
Su Lam-ceng tertawa berkata:
"Baiklah, tapi aku harus ingatkan ciri dulu, suamiku
adalah orang yang tidak mengerti menyayangi wanita
cantik, jadi cici lebih baik hati-hati."
Dia berjalan kembali ketempat asalnya, tapi Pek Soh-ciu
dengan perasaan canggung malah tertawa katanya:
"Adik Ceng! Mengapa kau berkata itu......"
Su Lam-ceng berbisik:
"Wanita itu cantik sekali, bukan? maka aku terpaksa
menjaganya sedikit."
Pek Soh-ciu tertawa pahit, lalu dengan langkah besar
masuk ke lapangan, dia memperhatikan Sai-hoan, wanita
ini' kulitnya putih seperti salju, tidak salah mendapat
julukan Giok-ki, dia tidak berani lama-lama memperhatikan
dia, dengan suara serak dan kaku berkata: "Hoan Hujin
silahkan mulai." Dari dalam dadanya Giok-ki-sian-cu pelan
pelan mengeluarkan sapu tangan wangi, lalu sapu tangan
itu dibukanya, dan bau wangi langsung menyebar kemana-
mana, ditambah pakaiannya yang indah mencolok mata,
sungguh seperti tarian pakaian indah, mana ada suasana
pertarungan hidup atau mati, saat melangkah tubuhnya
Kperti angin, pakaiannya yang berwarna-warni menit >lok
mata, sapu tangan wanginya sudah menyerang kearah
dadanya Pek Soh-ciu.
Pek Soh-ciu tidak menduga dia menyerang begitu tepat,
sedikit lengah saja hampir saja dia terkena pukulannya,
untung saja ilmu silat dia sangat tinggi, begitu pikirannya
bergerak, tubuhnya sudah melayang mundur lima kaki,
membalikkan tangan menghunus sebuah pedang panjang
dari baja murni, dengan jurus Ciu-Imng-kai-si (tiba-tiba
muncul angin musim gugur), dia membalas menyerang.
Sapu tangan wangi Giok-ki-sian-cu terbang miring,
menyerang pergelangan tangan kanan yang memegang
pedang, mulutnya malah tertawa dan berkata:
"Saudara! Kata-kata istrimu, tentu kau sudah
mendengarnya, tapi orang yang tampan seperti kau, jika
dikatakan tidak menyayangi wanita cantik, sungguh sulit
orang bisa percaya, ha ha ha......betulkan? Saudara......"
Dihadapan suaminya Siau-giauw-te-kun dan penonton
dari segala aliran, wanita ini berbicara dengan kata-kata
yang menggelitik, sungguh berani sekali. Tapi jurus sapu
tangan wanginya, malah bergerak membelit memukul
menotok membelah, sangat ganas sekali.
Pek Soh-ciu tidak berani menjawab kata-kata wanita
yang kulitnya seperti salju dengan bau wanginya yang
menyebar kemana-mana, hidungnya mengeluar-kan nafas
keras, serangkaian jurus Im-cu-kiam yang paling hebat telah
dia keluarkan.
Setelah lewat sepuluh jurus, tampak Giok-ki-sian-j cu
kewalahan, jurus sapu tangan wanginya memang aneh
tidak diduga, tapi tetap saja bukan lawan jurus Im-cu-kiam,
dan juga tenaga dalam dan ilmu silat meringankan
tubuhnya, tidak setinggi Pek Soh-ciu. Sehingga begitu
terjadi bentrokan, sapu tangan wangi seperti burung walet
berwarna-warni terbang keudara, dipukul oleh Pek Soh-ciu
hingga terlepas dari tangannya.
Mungkin dalam jurus ini Pek Soh-ciu menggunakan
tenaga terlalu besar, tubuh langsing Giok-ki sian-cu bergetar
sebentar, mulutnya mendehem, rubuh nya roboh ke arah
dada Pek Soh-ciu.
Sesaat Pek Soh-ciu tertegun, tanpa sadar dia
mengulurkan tangan memeluk tubuhnya, satu suara merdu
yang kecil seperti suara nyamuk, terdengar ditelinganya:
"Terima kasih." Baju warna-warninya ber-kelebat, dia
seperti burung walet terbang, tangan mulusnya diulurkan,
tepat menangkap sapu tangan wangi yang hampir jatuh ke
tanah, saat turun ke tanah dia sudah berdiri disisi Siau-
giauw-te-kun.
Dia sudah kalah, tapi dalam beberapa gerakan
terakhirnya, tidak saja dia bergerak secepat kilat,
gerakannya juga sangat manis tiada duanya, para pesilat
tinggi yang menonton, tidak tertahan semuanya bersorak,
tapi malah dengan wajah mengandung arti, gelombang
mata mengalun, dia melirik pada Pek Soh-ciu dengan genit
sekali.
Hati orang-orang disana masih terbayang pertarungan
yang sengit dan romantis tadi, tapi Siau-giauw-te-kun
dengan sorot mata ingin membunuh meloncat masuk ke
lapangan, kepala penjahat ini tidak bisa dianggap enteng,
dia bukan hanya meloncat begitu saja, malah bisa
mengeluarkan suara desingan yang menggetarkan hati
orang, sepasang mata dia membelalak, sinar matanya
mengeluarkan hawa pembunuh-an yang tebal, membuat
wajahnya yang gagah diselimuti oleh warna yang
menakutkan orang, dia melangkah maju satu ngkah lagi,
otot wajahnya bergerak sekali, begitu berteriak suara yang
keluar dari tenggorokannya seperti suara binatang liar.
"Orang she Pek, jika aku tidak bisa membunuhmu maka
aku akan mengganti she, terima ini.."
Satu garis sinar emas keluar dari dalam lengan bajunya
yang besar longgar itu, dia seperti meteor jatuh, saking
cepatnya sulit dilihat dengan mata telanjang, hanya
sekelebat sudah menutup diatas kepala Pek Soh-ciu.
Semenjak Pek Soh-ciu keluar gunung sampai sekarang,
dia sudah bertemu dengan tidak sedikit pesilat tinggi yang
ternama, tapi pesilat tinggi seperti Siau-giauw-te-kun, baru
pertama kalinya di temui, tentu saja, dengan ilmu silatnya
sekarang, belum tentu dia kalah oleh Siau-giauw-te-kun,
tapi semangat lawan yang dahsyat itu, membuat dia merasa
sedikit ngeri, di saat sinar mas datang menyerang, pedang
baja di tangannya secara bersamaan didorongnya, tetapi di
dalam satu benturan yang amat dahsyat, dia malah tidak
bisa menahan diri dan mundur beberapa langkah ke
belakang.
Sepertinya hanya dalam satu jurus saja, dia sudah berada
dibawah angin, dan sinar mas yang mengurung tubuhnya,
seperti gelombang laut gunung runtuh, tanpa ampun
menyerang dia.
Jurus Im-cu-kiam nya tidak bisa dikembangkan, Pouw-
ci-sin-kang yang hebat juga tidak bisa dipusatkan, hanya
dengan mengandalkan langkah Co-yang-kiu-tiong-hui, dia
bisa menghindar, mengelak, seperti anjing dirumah duka,
keadaannya sungguh berbahaya sekali.
"Saudara! Bersikap tenanglah, ilmu silatmu tidak kalah
dari dia, bertarung yang utama harus bersemangat, tidak
boleh sebelum bertarung sudah kalah semangat."
Sebuah suara merdu yang pelan seperti suara nyamuk
berkumandang pelan ditelinganya. Tidak salah, dia
menyadari ilmu silatnya memang tidak kalah dan
lawannya, hanya saja semangat bertarungnya tertekan oleh
lawan, maka dia segera bersiul nyaring, sebuah jalur hawa
pedang yang dingin, seperti salju di musim gugur menebar
keseluruh langit, sinar emas yang seperti naga marah,
dihantam oleh pukulan ini sehingga mundur kembali.
Kejadian ini di pandang oleh pihak Siau-giauw-te-kun,
seperti satu hal aneh yang tidak mungkin terjadi, karena
bukan saja tadi dia sudah mengendalikan situasi, juga sudah
sepenuhnya menguasai keadaan, membunuh lawan hanya
tinggal menanti beberapa saat saja, tidak diduga lawan yang
sudah terkurung, malah masih ada kemampuan balik
melawan.
Dia telah mundur dua langkah, dengan mengangkat
tongkat emas yang bersinar mencolok mata, dengan dingin
menatap lawan yang masih muda ini, lama... dia baru
dengan berteriak marah:
"Orang yang akan aku bunuh, pasti tidak akan ada
kesempatan bisa melihat matahari terbit besok hari, ayahmu
sedang menunggu, bocah...... aku antar kau bertemu
dengan ayahmu."
Mantel biru mengembang, sinar emas berkilat lagi, Giok-
giauw-te-kun dengan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya, melakukan serangan dahsyat, ingin dengan
sekali pukul membinasakan lawannya!
Ini adalah sebuah serangan dahsyat yang sangat hebat.
sinar emas seperti kilat, dengan suara gemuruh membelah
angin melintang menghantam, para penonton di lapangan
sedang gemetar dingin, Su-sik dan Hu-cen ketakutan
sampai menjerit keras, sampai wajah Giok-ti tian-cu Sai-
hoan juga keluar keringat, hanya Su Lam-ceng berdiri
seperti satu patung batu, wajahnya tenang, sedikit pun tidak
ada emosi.
Terdengar sebuah suara keras yang menggetarkan bumi
dan langit, membawa hawa kematian yang kental, orang-
orang membelalakan sepasang mata, menatap tajam pada
debu yang bertebaran di udara, setiap butir pasir kecil
muncrat menghantam tubuh orang-orang, menimbulkan
rasa pedas, panas.
Tidak ada seorang pun yang menggerakan tubuh, malah
mata mereka tidak berkedip sekali pun, umpana ada orang
menekankan golok diatas leher mereka, setelah mereka
menyaksikan akibat dari pukulan yang dahsyat itu, meski
kepala mereka terlepas juga mereka tidak akan
merasakannya.
Perlahan-lahan debu mulai menghilang, sinar senja yang
menyorot miring, memperluas pandangan orang-orang
disana, ternyata hasil yang terlihat sangat mengejutkan
orang, diantara para penonton ada, bersamaan waktu
mengeluarkan teriakan gembira.
Pek Soh-ciu memang, teriakan gembiranya Su-sik dan
Hu-cen, tentu saja sangat wajar, yang tidak diduga adalah
Giok-ki-sian-cu Sai-hoan, melihat suaminya kalah dia
malah berteriak gembira!
Tetapi, tidak ada orang yang memperhatikan dia, setiap
pasang mata yang bengong, tetap menatap tajam pada
bayangan orang dilapangan.
Pek Soh-ciu dengan tenang berdiri tegak, tapi wajahnya
yang tampan, yang bisa membuat wanita yang melihat
langsung jatuh cinta, sekarang sudah berubah menjadi pucat
putih, pedang bajanya, terjatuh sejauh satu tombak lebih,
tubuh pedang dan pegangan pedang sudah terpisah, malah
terputus jadi tiga bagian. Di tangannya sedang
menggenggam bor besi yang berwarna hitam mengkilat,
ternyata tadi dalam sekejap mata, dia telah mengganti
senjatanya.
Balik melihat Siau-giauw-te-kun, orang-orang jadi tidak
tahan timbul perasaan pahlawan sudah tiba diujung jalan,
tongkat komando warna emasnya pun telah lepas dari
tangannya, darah dari bahu kirinya masih meneteskan
darah segar, mantel besarnya robek dari dada hingga perut,
di bawah tiupan angin gunung, persis seperti jubah biru, dia
tampak marah sekali, tapi dia sudah kehilangan
kemampuan bertempur lagi, akhirnya dia membalikkan
tubuh, dengan langkah yang berat berjalan kembali
ketempat asalnya.
"Berhenti, orang she Hoan, aku masih ada satu
pertanyaan."
Siau-giauw-te-kun memutar tubuhnya dengan cepat,
sepasang matanya melotot dengan kesal berkata:
"Kau mau apa? Bocah! Apa kau kira aku benar-benar
takut padamu!"
"Aku tidak ada niat membunuh, asalkan kau bisa
menjawab satu pertanyaanku."
"Harus dilihat dulu apakah aku mau menjawabnya atau
tidak."
"Jika aku menukar jawaban itu dengan nyawamu, aku
pikir kau akan mau menjawabnya." Satu sinar
pembunuhan, sekelebat lewat di atas wajahnya, lalu berkata
lagi, "Perguruan Thian-ho memiliki satu jenis senjata gelap
yang disebut Ngo-tok-tui-hun-cian, betul tidak?"
"Tidak salah."
"Ketika diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat, apakah
perguruan Thian-ho ambil bagian."
"Terhadap kejadian waktu itu, sampai sekarang aku
sedikit pun tidak tahu, apa lagi, walau aku tahu juga tidak
akan memberitahukan padamu."
"Bagus, aku pernah mengatakan, ingin menukar
nyawamu dengan pertanyaan itu, jika kau berkata
demikian, kita terpaksa menentukan dengan pertarungan
lagi."
Pek Soh-ciu membalikkan pergelangan tangan, sebuah
garis sinar hitam, dengan kekuatan dahsyat menerjang,
tubuh Siau-giauw-te-kun yang begitu besarnya, malah
terbang melayang ke udara, dan 'Bruk', roboh diatas batu
satu tombah lebih.
Para muridnya perguruan Thian-ho jadi marah, asap
merah menggulung seperti api liar datang menerjang, tapi di
cegah oleh Giok-ki-sian-cu, dia memberi hormat pada Pek
Soh-ciu berkata:
"Siauhiap! Mungkin suamiku benar-benar tidak tahu,
sekarang dia mengalami luka parah, kau membunuh dia
juga percuma, dan Ngo-tok-tui-hun-cian bukan satu-satunya
senjata yang hanya dimiliki perguruan kami, harap
Siauhiap bisa mengerti."
Saat ini Su Lam-ceng tidak ingin ditempat ini
menimbulkan pembunuhan yang kacau balau, maka dia
menasihati Pek Soh-ciu untuk sementara melepaskan Hoan
Liu, akhirnya perguruan Thian-ho telah mengundurkan
diri, aliran lairt pun berturut turut meninggalkan lapangan.
Sinar senja semakin hilang di belakang gunung malam
telah menelan seluruh pegunungan, Su Lam-ceng
menghampiri Pek Soh-ciu, dengan lembut mengusap bahu
dia, berkata:
"Jalanlah, Ciu koko! Selain hari ini, masih ada hari esok,
masalah seperti ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat."
Pek Soh-ciu mengeluh, dengan perasaan kesal dia
membalikan tubuh, mendadak dia jadi tertegun, sepasang
matanya menatap pada satu bayangan orang yang sedang
lari mendekat, lalu muncul seorang kakek berambut putih
berperawakan tinggi besar, dia terus lari sampai didepan
Pek Soh-ciu, mengangkat alis dan berkata dingin:
"Kau orang she Pek?"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Cianpwee ada masalah apa?"
"Hm... masalah! Dimana putri ku?"
Pek Soh-ciu bengong:
"Siapa putri Cianpwee itu?"
"Hm... bocah kau sudah kebiasaan menarik perempuan,
aku tidak peduli, tapi kalau ingin meninggalkan putri ku itu
tidak bisa!" dia baru saja selesai bicara, mendadak
telapaknya melayang, dengan tepat sekali menangkap
pergelangan tangan Su Lam-ceng, kemudian bayangan-nya
berkelebat, dia sudah mengapit Su Lam-ceng lari terbang
menjauh. Sungguh kejadian yang tidak disangka sangka,
mimpi pun Pek Soh-ciu tidak menduga orang tua yang
belum pernah bertemu itu, malah bisa menyerang Su Lam-
ceng, dengan sangat marah dia mengejarnya, tapi
kecepatan-nya orang tua itu, tidak kalah oleh ilmu
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui nya, terakhir,
bukan saja dia kehilangan orang tua rambut putih, sampai
Su-sik dan Huncen juga kehilangan jejaknya, hanya saja
malam yang hening ini terdengar satu suara semut berkata:
"Apakah kau masih ingat Siau Yam? Bocah! Cari sampai
dapat putriku ini, maka aku akan kembalikan Su Lam-ceng,
ini adalah pertukaran, ingat!"
"Cianpwee tunggu, aku mau bicara." Sambil berteriak
sambil cepat berlari, mulai dari hari gelap sampai hari
terang benderang, tetap saja dia tidak berhasil mengejar, dia
mengeluh panjang, diam diam berpikir, 'kembali ramalan
Su Lam-ceng tepat, sekarang, kecuali pergi mencari Siau
Yam, sungguh tidak ada pilihan lain', sehingga, dia terpaksa
seorang diri menuju ke dunia persilatan yang penuh
kelicikan itu.
0-0dw0-0

BAB 3
Pesona laki-laki

Dunia persilatan sangat luas, dalam lautan manusia


mencari seorang gadis yang tidak ternama hanya mudah
diucapkan saja! Namun Pek Soh-ciu harus dapat mencari
Siau Yam, walau pun harus menjelajahi seluruh empat
lautan, sepatu besi pun sampai rusak, dia harus berhasil
menyelesaikan pekerjaan ini.
Dia masih memakai topeng seorang laki-laki setengah
baya, sebilah pedang mengikutinya, berlari dengan lesu,
mencari ke seluruh pelosok Lok-yang, melewati Ho-lam
yang jalanannya tertutup oleh pasir kuning, dia masih
belum berhasil mendapatkan jejak sedikit pun, hari ini di
senja hari, dia tiba di Ku-yun-beng, lari menelusuri pantai
sungai Yang-ce-yang airnya mengalir deras, dia berharap
mendapat satu tempat untuk beristirahat.
Malam sudah tiba, langit malam yang hening, kadang
terdengar suara gonggongan anjing, dia menghentikan
langkahnya, memperhatikan pada arah suara gonggongan
anjing.
Mendadak satu bayangan manusia muncul diantara
celah pohon Liu, sekali tubuhnya meloncat, loncatannya
sudah menjauh beberapa tombak, gesit dan Iincah, sangat
cepat.
Pek Soh-ciu sedikit tertegun, dia tidak menduga di topi
sungai yang liar dan sepi ini, malah bersembunyi seorang
yang berilmu setinggi ini, perasaan ingin tahunya bergerak,
maka dia langsung mengikutinya.
Setelah melalui jalan yang tidak pendek, lalu menerobos
sebuah hutan yang lebat, bayangan orang itu sudah
menghilang tidak terlihat, tapi di dalam hutan, malah ada
tangga tinggi menjulang ke langit, gedung yang besar
ratusan jumlahnya, sungguh satu pemandangan yang
megah, dia meloncat ke atas sebuah bangunan loteng,
sepasang matanya mengawasi ke sekeliling, menyapu sekali
pada bangunan besar ini sekali, mendadak terlihat di
sebelah kanan ada sinar lampu berkedip-kedip, ada
bayangan orang bergerak-gerak, seperti sedang terjadi
sesuatu peristiwa besar, dengan ringan dia menghentakan
kakinya ke genteng, maka dia melesat kearah tempat sinar
lampu.
Ada sebuah tanah lapang yang sangat besar, dengan
puluhan orang sedang memegang obor, berdiri di sekeliling
lapangan, api yang menyala menerangi lapangan, Pek Soh-
ciu bersembunyi diatas satu pohon Kuai tua didekat
lapangan, memperhatikan keadaan di lapangan.
Kira-kira ada tiga puluh pesilat berbaju ringkas dengan
tangan kiri memegang tameng, tangan kanan menggenggam
tombak, membentuk sebuah lingkaran, di tengah lingkaran
berdiri seorang laki-laki berperawakan tinggi, di tangannya
memegang sebuah kipas lipat, kipasnya sebentar dibuka
sebentar ditutup.
Laki-laki tinggi itu mendadak berteriak, bayangan orang
bergerak-gerak, tameng dan tombak masing-masing
diangkat, para pesilat yang berbaju ringkas itu, dengan
langkah ringan dan teratur, bergerak saling melintang,
bergerak keseluruh lapangan, kerja samanya sangat erat
sekali.
Pek Soh-ciu memperhatikan cukup lama, dalam hati dia
tahu mereka sedang berlatih satu barisan. Dia pernah
melawan Lo-han-tin yang sangat ternama di dunia
persilatan, hingga Thian-kong-ti-sam-tin juga pernah
mencobanya, barisan seperti ini sungguh hanya seperti
mainan anak-anak saja.
Saat dia akan pergi, satu bayangan pelangi, secepat kilat
melayang masuk ke lapangan, setelah bayangan pelangi itu
berhenti, seorang remaja berbaju putih dengan wajah dingin
angkuh, sudah berdiri d i tengah-tengah barisan.
Remaja baju putih yang mendadak turun seperti dari
langit luar, membuat gerakan barisan jadi terhenti bergerak,
para pesilat berbaju ringkas yang memegang tameng dan
tombak, tidak berani menyerang sebelum mendapatkan
perintah, tapi dengan wajah serius tampak jelas wajahnya
sangat tegang.
Mendadak terdengar tawa keras, laki-laki tinggi yang tadi
telah keluar dari barisan, di temani seorang wanita berbaju
indah, berjalan keluar dari bayangan pohon, setelah
tawanya berhenti, laki-laki tinggi itu mendengus dingin dan
berkata:
"Sungguh dunia ini kecil sekali, orang she Pek, akhirnya
kita berjodoh juga!"
Pek Soh-ciu mendengarnya jadi tertegun, didalam hati
berkata:
"Apa, orang ini juga she Pek?"
Saat ini remaja baju putih mengangkat alis, berkata
dingin:
"Aku dengar ketua muda dari perkumpulan Ci-yan,
Toat-hun-san (Kipas perampas nyawa) Liu Ti-kie, adalah
seorang yang sekali menghentakan kaki dunia persilatan
akan bergetar, Hun-hoan-ik-ki-tin (barisan hawa murni
bercampur unsur) dari perkumpulan Ci-yan, juga setara
dengan Lo-han-tin dari Siau-lim, malam ini......sungguh aku
merasa bangga sekali."
Toat-hun-san Liu Ti-kie? Satu peristiwa beberapa waktu
lalu, kembali timbul di dalam hati Pek Soh-ciu, dulu jika
bukan Liu Ti-kie, dia mungkin tidak akan mendapatkan
sebuah pukulan dari Siau Yam, dia juga pernah bertemu
dengan istri yang ditinggalkan Liu Ti-kie, Tan Li-ceng,
hampir saja terjadi kesalahan menganggap dia adalah Liu
Ti-kie, Liu Ti-kie... hubungan dengannya sungguh erat
sekali.
Mengenai remaja baju putih yang dingin angkuh, juga
seseorang yang tidak bisa dianggap enteng, dia she Pek,
berpakaian putih lagi, makanya tidak peduli apakah ini
kebetulan, juga perlu diselidiki lebih lanjut, sehingga, dia
jadi memusatkan perhatian, diam memperhatikan
perkembangan keadaan selanjutnya.
Pemikirannya belum habis, Liu Ti-kie sudah tertawa dan
berkata:
"Tidak salah kata-katamu, aku marga Liu memang tidak
berani menganggap enteng."
Remaja baju putih mencibirkan bibirnya, dengan sinis
dan dingin mendengus sekali, katanya:
"Jangan memuji diri sendiri, orang she Liu, menurut
pandanganku, Toat-huri-san mu paling banter hanya bisa
dihitung masuk kelas tiga saja, mengenai apa itu Hun-hoan-
itki-tin? Itu hanya vampire yang berjalan saja."
Warna wajah Liu Ti-kie berubah: "Kau sendiri yang cari
mati, aku she Liu terpaksa mengabulkannya."
Dia mengangkat lengan kanannya, saat akan memberi
perintah menggerakan Hun-hoan-it-ki-tin menyerang,
mendadak dia menurunkan lagi lengan tangan kanannya
dan mendengus dingin:
"Aku masih ada satu hal belum mengerti?"
Remaja baju putih dengan wajah tanpa ekspresi berkata:
"Coba kau katakan."
"Apa betul kau keturunannya Sin-ciu-sam-coat?"
"Kau hanya menginginkan pusaka Pouw-long-tui saja,
apakah aku keturunan Sin-ciu-sam-coat atau bukan,
sepertinya tidak ada sangkut pautnya."
"Kalau begitu kau sendiri mengaku membawa Pouw-
long-tui."
"Ini------aku tidak akan memberitahu."
"Baik, asalkan kau bisa lolos dari Hun-hoan-it-ki-tin
perkumpulan kami, orang she Liu tidak akan menahanmu."
"Hm... didunia ini mungkin tidak ada hal yang semudah
itu."
"Lalu, maksudmu......"
"Mulai dari kau sendiri, semuanya harus mening galkan
satu ciri!"
"Kau sungguh sombong sekali, hanya saja mungkin hari
ini di tahun depan adalah hari ulang tahun Kematianmu!"
Habis berkata Liu Ti-kie segera mengibaskan telapak
kanannya, terdengar suara mendesis, para pesilat Hun-
hoan-it-ki-tin sudah bergerak menurut cara barisan.
Awan hitam bergulung-gulung, ujung tombak
mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata, tameng saling
beradu, saling mendukung, puluhan pesilat bertombak
sepertinya di bawah pengaruh tenaga yang aneh, semakin
menyatu, menjadi satu kesatuan.
Mata Remaja baju putih itu bersinar, sedikit pun tidak
berkedip memperhatikan setiap bayangan tubuh yang
bergulung-gulung, wajahnya dingin, mulut mengulum
senyum, terhadap barisan yang bisa mem-buat orang pusing
hati menjadi getir, seperti tidak melihatnya.
Mendadak, satu kelompok bayangan sinar tombak
dengan kekuatan dahsyat menusuk seluruh tubuhnya,
kekuatan itu seperti gunung golok, seperti papan berpaku,
seperti air laksa yang dapat menembus menutupi seluruh
tubuhnya, kekuatannya yang dahsyat membuat Pek Soh-ciu
yang sembunyi menonton juga merasa tercekat.
Tapi, remaja baju putih sepertinya tidak pedulikan
segumpal ujung tombak ini, tampak dia melayangkan
sebelah tangannya, tubuhnya berputar, dalam sekejap sudah
menyerang dengan pedang ke kiri kanan depan belakang,
kecepatan dan kelincahannya, sungguh jarang ada di dunia
persilatan.
Serangan Hun-hoan-it-ki-tin jadi terhenti dan mundur
oleh empat tusukan pedang yang digerakan dalam sekejap
mata, tapi setelah mereka mundur langsung maju kembali,
kekuatannya lebih dahsyat dari pada yang sudah-sudah. .
Remaja baju putih sepertinya tidak menyangka empat
serangan pedangnya, sedikit pun tidak berhasil merusak
Hun-hoan-it-ki-tin, Saat hatinya tertegun, sinar tombak
bayangan tameng dan satu siulan panjang yang nyaring,
membuat sinar pedang dan sinar tombak sudah bercampur
jadi satu, terlihat awan bergulung gulung terdengar teriakan
berturut-turut, penglihatan Pek Soh ciu jadi tidak jelas,
hampir tidak bisa melihat dimana keberadaan remaja baju
putih.
Mendadak, segaris asap putih tipis, seperti pelangi
panjang melejit keatas, diudara dia sekali berputar, seperti
dewi menyebar bunga, dia melepaskan duri dingin
menyilaukan mata yang tidak terhitung banyaknya, para
pesilat yang gagah perkasa itu, tidak bisa menahan serangan
-duri dingin itu, segera mereka roboh bergelimpangan di
tanah liar, Hun-hoan-it-ki-tin yang dengan susah payah
dilatih oleh perkumpulan Ci-yan, tampak sudah hancur
berantakan.
Akibat yang berlangsung cepat ini, sulit bisa dibayangkan
oleh Liu Ti-kie, otot hijaunya menonjol, sepasang matanya
melotot bulat, amarahnya naik sampai taraf gila, kembali
terdengan satu suara pelan "Ahh!", Toat-hun-san nya
berturut-turut menyerang tiga jurus.
Remaja baju putih dengan angkuh mendengus sekali,
pedang panjangnya pelan-pelan digetarkan membalas
menyerang melawan tiga jurus pedang ciptaan liu Ti-kie
yang menganggap jurusnya terhebat di dunia persilatan.
Setelah jurus ciptaannya berhasil di patahkan oleh
lawannya, dia jadi sadar, remaja baju putih yang tampan
ini, sungguh mempunyai ilmu silat tidak terukur, dia tidak
tahan jadi gentar, dengan terkejut ketakutan mundur tiga
langkah berturut-turut.
Remaja baju putih itu berdiri ditempatnya, dia tidak
maju mendesak, hanya dengan menyunggingkan bibir,
dengan sinis sekali:
"Hm...!" dingin sekali berkata, "Ketua muda Liu, lebih
baik kita persingkat saja."
Liu Ti-kie berteriak sekali tapi di dalam hati merasa
takut:
"Kau mau apa?"
"Kau memang orang sibuk hingga cepat lupa, begitu
cepat melupakan apa yang aku katakan tadi."
"Aku sudah mengaku kalah, kau......"
"Jangan banyak bicara, orang she Liu, ucapan ku tidak
bisa ditarik kembali, tinggalkan ciri dan cepat pergi sana!"
"Hay, adik kecil, kau sungguh keterlaluan, apa bisa
melihat mukaku, kali ini lepaskan dia."
Tiba-tiba ada seorang nyonya muda yang memegang
pedang panjang berwarna hitam pekat, dengan tertawa
maju mendekat, dia berhenti lima che di depan remaja baju
putih, tawa di wajahnya belum hilang, pedang panjang di
tangannya mendadak ditusukan, dengan jurus Sia-cung-ci-
houw (turun keperkampungan menusuk harimau), dengan
cepat dia menusuk dadanya remaja baju putih, di atas sinar
pedangnya, masih menyemburkan asap hitam.
Remaja baju putih itu terkejut, telapak kiri segera
dikibaskan, menimbulkan angin telapak yang amat dahsyat,
kakinya pelan dihentakan, mendadak dia mundur lima
kaki.
Nyonya muda itu tertawa sebentar berkata:
"Mengapa adik kecil, cici hanya main-main denganmu."
Wajah remaja baju putih menjadi dingin:
"Apa kau Ang-tan-yan (bunga merah cantik) Hong Liu-
ceng?"
"Kau tahu aku? Adik kecil, matamu jangan melotot
seperti itu, mari ikut cici masuk ke dalam berbincang-
bincang."
"Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, adalah istri Oh-siucay Liu
Giauw-kun, mertua merangkap kekasihnya Liu Ti-kie,
nama busuknya tersebar kemana-mana, bagaimana aku bisa
tidak tahu!"
Secercah hawa pembunuhan, timbul di wajah Ang-tan-
yan Hong Liu-ceng, pedang hitamnya segera didorong,
menimbulkan angin keras menyambar, sebuah jurus Twie-
cong-kan-gwat (mendorong jendela melihat rembulan)
dengan ganas datang menyerang.
Membongkar borok orang adalah larangan besar, apa
lagi dihadapannya anak buah perkumpulan Ci-yan, tidak
heran saking marahnya dia ingin dengan sekali serangan
pedang membelah lawannya jadi dua.
Walau remaja baju putih itu berilmu tinggi, tapi karena
pedang Hong Liu-ceng berwarna hitam pekat, dia khawatir
ada racunnya, dan juga ujung pedangnya bisa
menyemburkan asap beracun, makanya saat bertarung,
sedikit pun dia tidak berani lengah. Saat dia menyerang, dia
tidak mau bersentuhan dengan pedang hitam, pergelangan
tangan kanannya diturunkan, tubuh mengikuti jalannya
pedang dalam sekejap berturu-turut menusuk tiga jalan
darah besar dipunggungnya.
Ang-tan-yan Hong Liu-ceng sedikit memi-ringkan tubuh,
pergelangan kanan mendadak diputar, pedang hitam
dengan membawa asap hitam, membelah kearah t ubuh
remaja baju putih.
Jurus ini sangat cepat, remaja baju putih tidak herani
bersentuhan dengan pedang hitamnya, mau menghindar
juga rasanya sudah terlambat, disaat bahaya yang sekejap
ini, dia malah melingkarkan jari telunjuk dengan jari tengah
lalu disentilkan, terdengar suara nyaring, pedang hitam
Hong Liu-ceng, terlepas dari tangannya oleh sentilan
jarinya. "Ah, Pouw-ci-sin-kang!"
Di lapangan terdengar teriakan terkejut, nama besarnya
Sin-ciu-sam-coat, membuat para anak buah perkumpulan
Ci-yan ketakutan, memang para anak buah yang ilmu
silatnya masih rendah, tidak tahu apa itu Pouw-ci-sin-kang,
mereka hanya terpengaruh oleh remaja baju putih yang
dikiranya adalah keturunannya Sin-ciu-sam-coat, jadi
tenaga sentilan jari ini disangka-nya adalah sentilan Pouw-
ci-sin-kang.
Remaja baju putih juga tidak menjelaskan, hanya dengan
dingin menatap pada Ang-tan-yan Hong Liu-ceng yang
wajahnya sudah jadi pucat pasi dan Toat-hun-san Liu Ti-kie
dan berkata:
"Apakah aku harus sendiri melakukannya? Kalian
berdua."
Liu Ti-kie berkata:
"Kita tidak ada permusuhan juga tidak ada dendam, ada
buat apa harus begitu kejam?"
"Hm...!" remaja baju putih dengan sinisnya
menyunggingkan bibir berkata:
"Tidak ada permusuhan tidak ada dendam? Ha ha
ha......" setelah tertawa dengan suara merdu, dia berkata
lagi, "Apakah kau masih ingat Siau Yam? Ketua muda, dia
adalah famili Siauya ini, kau pernah melecehkan dia,
sekarang dia hanya ingin supaya kalian meninggalkan ciri
saja, itu sudah sangat ringan, tahu tidak?"
Pek Soh-ciu tidak tahan lagi, jelas remaja baju putih itu
tidak saja menyamar sebagai dirinya, terhadap masa lalu
dirinya, juga begitu mengenalnya, siapa tahu dia itu adalah
temannya Siau Yam atau saudara seperguruannya, dia
ingin mencari Siau Yam, ini adalah kesempatan yang
sangat bagus untuk menyelidik, maka dia mengibaskan
pedang panjang, secepat meteor, melayang turun diatas
lapangan.
Remaja baju putih seperti tidak menduga di atas pohon
masih ada penonton, wajahnya sedikit tertegun, dia lalu
mengangkat kepala memperhatikan orang yang datang,
ketika dia melihat wajahnya yang dingin, tidak tahan dia
berteriak terkejut berkata:
"Siapa kau?"
Pek Soh-ciu dengan tawar berkata:
"Aku seseorang yang kebetulan lewat saja."
Remaja baju putih malah sepertinya tidak percaya, dia
mengawasi, lalu melihat pada Liu Ti-kie dengan
mendengus sekali berkata:
"Tidak diduga dikeluarga Liu, masih ada seorang yang
berilmu setinggi ini, aku sungguh tidak menduga
sebelumnya......."
Pek Soh-ciu menggelengkan kepala berkata:
"Kau jangan salah paham, aku bukan she Liu."
Remaja baju putih sedikit ragu.
"Kau ingin mengatakan wajahmu, hanya sedikit mirip
dengan Liu Ti-kie saja."
"Tidak salah."
"Jika demikian, aku memberikan satu nasihat padamu,
lebih baik keluar dari tempat yang bermasalah mi."
"Ini......kek, aku melibatkan diri juga tidak apa-apa kan?"
"Melibatkan diri artinya menantang, apakah anda
bersedia melanggar pantangan besar dunia persilatan?"
"Tidak, aku tidak bermaksud menantang."
"Kalau begitu kau boleh pergi."
"Sebagai orang pendamai apakah juga tidak boleh?"
"Tidak bisa."
"Membunuh orang hanya cukup menganggukkan kepala
saja, jika perkumpulan Ci-yan sudah mengaku kalah,
mengapa kau tidak bisa mengampuni-nya!"
"Maaf sekali, tujuanmu sangat baik, sayang aku tidak
berpikir menerimanya."
"Kek, permusuhan Liu Ti-kie denganmu tidak besar, kau
kan sudah banyak menghabisi nyawa mereka, masih ingin
meninggalkan ciri, bukankah akan membuat mereka
menyesal seumur hidup!"
"Dengan bicara demikian, kau sudah bertekad akan
melibatkan diri dalam masalah ini?"
"Harap kau bisa mengalah satu langkah." Sepasang mata
remaja baju putih bersinar-sinar, menyorot dua sinar dingin
katanya:
"Ilmu silatmu pasti sangat hebat, jika tidak pasti tidak
akan mau melibatkan diri!"
"Ha ha ha!" Pek Soh-ciu tertawa, "Di jalan bertemu
dengan ketidakadilan, mengangkat golok membantu adalah
pendirian murni orang-orang dunia persilatan, ilmu silat
tinggi atau tidak, aku tidak pernah memperhitungkannya!"
"Baik, cabut senjatamu."
Satu garis pelangi berkelebat di ikuti teriakan ke atas, dia
seperti dewa naga melayang di langit, seperti guntur dan
hujan, mendadak menyembur membuat hati orang-orang
tergetar, dalam sesaat ini, sinar api obor juga jadi meredup
karenanya.
Jurus pedangnya begitu dahsyat, lincah misterius tampak
lebih hebat lagi, tapi wajah tampan Pek Soh-ciu yang
ditutupi topeng itu, tetap saja tersenyum misterius, dia
tampak dengan santainya melangkah, tahu-tahu sudah lolos
dari pukulan yang amat dahsyat itu.
"Seranganmu memang luar biasa, tapi jika ingin
membandingkan dengan jurus Im-cu-kiam dari Sin-ciu-
sam-coat, sepertinya......kek, kek, masih sedikit
dibawahnya......"
Wajah remaja baju putih itu tertegun, mendadak dia
menurunkan tangannya, menyimpan pedang, mundur
beberapa langkah, wajah yang cantiknya tidak kalah dengan
Kiu-ie, mendadak timbul warna merah, sepasang mata yang
lebih terang dari pada bulan di musim gugur, kembali
mengawasi Pek Soh-ciu dengan seksama, lama, dia
mendengus:
"Di hadapan Budha yang asli tidak perlu berbohong, beri
tahu aku, siapa kau?"
"Aku?" Pek Soh-ciu tersenyum sedikit kata-nya, "Hanya
seorang sastrawan miskin yang menggelandang di dunia
persilatan, kau tidak perlu menanyakannya!"
"Baik, apa kau mau ikut jalan dengan aku?"
"Ikut jalan denganmu? Ha......tentu saja boleh, kalau di
dunia banyak teman, di ujung langit pun seperti tetangga,
bisa berteman dengan orang macammu, itu bukanlah hal
yang merugikan!"
"Hm... kau bicara harus hati-hati, jangan asal bicara pada
non......Siauya......"
Remaja cantik yang tampangnya cerah, baju putih
berkibar-kibar, sepertinya tidak pandai bertengkar, tidak
sampai bicara tiga kalimat, tidak saja wajahnya sudah
menjadi merah, sampai bicaranya pun terbata-bata.
Pek Soh-ciu tidak memperhatikan semua ini, hanya
dengan "Iii!" sekali berkata:
"Ikut denganmu, kau yang mengatakan sendiri, kalau
tidak mau ya sudah, buat apa marah begitu!"
Sebuah garis pelangi putih mendadak meloncat ke udara,
sekali menghentakan kaki dengan pelan saja dia sudah tiba
diatas atap rumah, dengan gaya Pek-ho-cong-thian, sekali
berkelebat menghilang di kegelapan malam, hanya
terdengar suara yang jernih berkata:
"Besok malam jam sepuluh, aku tunggu di penginapan
Cing-coan."
Pek Soh-ciu melihat pada kegelapan malam yang
menelan remaja baju putih, mendadak dia seperti teringat
sesuatu, dia mengeluarkan satu keluhan panjang, tubuhnya
memutar, akan meninggalkan pekarangan rumah.
"Liu Ti-kie dengan hati tulus mengucapkan terima kasih
atas pertolongan anda, apakah bisa mengundang Tayhiap
sementara mampir ke rumah, supaya perkumpulan kami
bisa menjamu anda, sebagai kewajiban seorang tuan
rumah."
Setelah lolos dari penghinaan yang amat memalukan,
semangatnya Liu Ti-kie sudah merosot drastis, dia tahu
pendekar setengah baya yang wajahnya mirip dia, ilmu
silatnya yang sulit diukur.
Maka dia ingin mengambil kesempatan mendekatinya,
mengajak dia membantu dirinya, maka dia langsung
mengundang dan sebisanya menahan dia. Pek Soh-ciu
dengan tanpa perasaan berkata: "Masalah sekecil ini, ketua
muda tidak perlu di pikirkan, tapi......"
"Tayhiap masih ada pesan apa?"
"Apakah ketua muda kenal dengan seorang wanita yang
bernama Tan Li-ceng?"
"Ini......kek......tidak kenal......"
Pek Soh-ciu jadi kecewa, segera mengangkat kepala
tertawa sinis:
"Membuang ibu meninggalkan istri, lupa diri lupa kesetia
kawanan, walau pun bisa mendapat nama yang
menggemparkan dunia, coba tanya pada diri sendiri,
apakah kau tidak merasakan perasaan bersalah? Aku sudah
selesai bicara, harap ketua muda bisa sadar."
Dia sudah lari keluar dari perkumpulan Ci-yan, lari
menelusuri jalan raya yang lebar.
Saat hari baru saja terang, Pek Soh-ciu sudah tiba di
Han-kou yang penuh dengan perahu layar, semalaman
belum tidur, dia tidak ada gairah menikmati pemandangan
pasar yang ramai dan makmur, dia cepat mencari sebuah
penginapan, setelah sedikit sarapan, dia langsung menutup
pintu naik ke ranjang, tidur.
Tidur di siang hari hanya bisa berlangsung sebentar,
suara yang ramai di luar membuat dia tidak bisa tahan lagi,
dia segera mengganti baju dengan baju biru yang bersih,
tetap memakai topeng itu, dia melangkah keluar kamar
berjalan keluar penginapan.
Han Kou juga disebut Han-pu, adalah satu di antara
empat kota besar ternama, perniagaannya ramai, adalah
kota pelabuhan yang rakyatnya makmur kotanya ramai.
Pek Soh-ciu belum lama terjun ke dunia persilatan, baru
pertama kali dia datang ke tempat ini, tapi sebelumnya dia
sudah menanyakan pada pelayan penginapan, terhadap
keadaan rakyat setempat juga sedikit mengenal, yang
disebut mengenal, sebenarnya juga sangat sedikit sekali.
Dia berjalan di jalan raya tanpa tujuan, mengikuti
keramaian orang, tanpa disadari dia sampai di sisi sebuah
lapangan, gelombang orang sudah berhenti, walau pun
masih ada orang pelan-pelan berdesakan maju kedepan, tapi
gerakannya sangat hati-hati sekali, sepertinya takut
mengeluarkan suara, orang yang didesaknya juga paling
banter hanya melihat dengan mata putih saja, satu orang
pun tidak ada yang mengeluarkan suara memarahi dia.
Satu keadaan yang sangat aneh sekali, Pek Soh-ciu
kebetulan menyaksikan hal ini, dia tidak bisa menahan rasa
ingin tahunya, dia melihat kesekelilingnya, melihat di dekat
sebelah kiri ada satu tiang bendera, pelan-pelan dia
mendesak mendekatinya, sedikit meng-angkat tenaga
dalamnya, segera melesat ke udara, lalu sebelah tangannya
memegang tiang dengan mantap turun di dalam sebuah
Soh-tou (semacam wadah diatas tiang), untungnya orang-
orang di sekitar, semuanya sedang tegang, menjulurkan
leher memperhatikan ke tengah lapangan, walau pun di
siang hari bolong, tidak ada orang yang tahu diatas tiang
bendera, disana sudah ada orang.
Dia duduk diatas Soh-tou, pandangannya bisa sampai
jauh sekali, terlihat pada arah yang di pandang orang-orang,
ternyata ada dua buah kuil yang berdiri berhadapan, dua
bangunan kuil itu tidak terhitung besar, tapi bangunannya
memang mewah, tiang bendera hanya berjarak satu
panahan pada kuil itu, dengan ketajaman pandangannya,
sampai tulisan di atas kuil itu juga bisa dilihat dengan jelas.
Bangunan sebelah kiri adalah rumah sembahyang
nyonya Sun. sebelah kanannya adalah kuil Raja Naga.
Di masyarakat tersebar dongeng, pada jaman Sam-kok
kaisar Lie-ti dari Han menyerang Gouw tapi kalah dan
hancur di kota Pek-ti, nyonya Sun bersembahyang sambil
menangis di pinggir sungai, kemudian dia bunuh diri
dengan terjun ke dalam sungai untuk menemani suaminya,
mayatnya malah naik melawan arus, baru ditemukan di
Han-kou, orang yang bertanggung jawab lalu menguburnya
di Kanglam, dan mendirikan rumah duka untuk
mengenangnya.
Rumah dukanya tepat di seberang Liong-ong-am (kuil
Raja Naga).
Yang tinggal di rumah sembahyang nyonya Sun adalah
tokouw, sedang yang tinggal di dalam kuil Raja Naga
adalah hweesio, To dengan Budha sebenarnya adalah satu
keluarga, bertahun-tahun tidak pernah terjadi masalah.
Siapa tahu beberapa tahun terakhir ini rumah sembahyang
nyonya Sun tiba-tiba ramai dikunjungi orang beribadah,
sedang kuil Raja Naga berubah jadi sepi, keadaan ini
membuat iri dalam kenyataan hidup, dua aliran yang sama-
sama menganut empat kosong, malah dari diam-diam
bertarung menjadi terang-terangan, sehingga akhirnya
sepakat membuat peraturan setahun sekali bertarung, hari
ini tepat hari mereka bertarung, hingga mendatangkan
begitu banyak penonton yang ingin melihat keramaian.
Pek Soh-ciu mengira, pertarungan orang orang ini adalah
pertarungan mengandalkan kekuatan otot, di luar dugaan
ternyata diantaranya ada orang yang berilmu tinggi, para
hwcesio sepertinya mengandalkan ilmu silat dari Siau-lim,
Hok-houw-koan (pukulan menaklukan harimau) dan Lo-
han-pang (tongkat Lo-han), semuanya sudah cukup terlatih,
sedang para tokouw, mengandalkan Gwat-cia-san-sau
(tangan rumah Gwat menabur) dan Gwat-lie-kiam-hoat
(jurus pedang wanita Gwat), setelah bertarung beberapa
babak, pihak nikoh sudah berada diatas angin.
Pertarungan yang sengit sudah terjadi berturut-turut, Pek
Soh-ciu jadi tidak ingin melewatkan hal ini, dia tetap diatas
menikmatinya, tiba-tiba didalam kuil Raja Naga, keluar lagi
sekelompok hweesio, yang paling depan memimpin seorang
hweesio tua berperawakan kurus kering, alisnya putih
seperti salju, Pek Soh-ciu merasa mengenalnya, hweesio tua
itu masuk ke lapangan. Setelah hweesio tua itu bertarung,
dengan jurus Cap-ie-cap-pwee-tiap (menyentuh baju
delapan belas kali jatuh.) salah satu dari tujuh puluh dua
macam ilmu hebat Siau-lim, berturut-turut dia
memenangkan beberapa babak, pendeta To wanita yang
tadinya sudah berada diatas angin, sekarangberbalik
menjadi kalah.
Orang-orang yang menonton menjadi ramai, mereka
seperti merasa bersimpati pada para nikoh, tapi tidak ada
seorang pun yang mampu membalikkan keadaan yang
sudah terjadi ini, sehingga, sebagian orang sudah dengan
sedih meninggalkan lapangan. Tiba-tiba.....
"Pertarungan ini sungguh tidak adil sekali, hweesio
besar! Mari...aku pelajar ingin mencoba Cap-ie-cap-pwee-
tiap kau sampai dimana kehebatannya."
Orang ini menyebut dirinya pelajar, tentu saja bukan
pendeta To juga bukan hweesio, tapi seorang manusia
biasa, pertarungan antara pendeta To dengan hweesio,
orang luar tidak boleh ikut campur, tampaknya remaja ini
terlalu sembrono, sehingga seluruh lapangan jadi ramai,
semua orang jadi memperhatikan pada arah orang yang
muncul itu.
Dia berpakaian putih, tampangnya tenang, berdiri tegak
di tengah di antara pendeta To dan hweesio, tampan seperti
pohon giok diterpa angin.
Pek Soh-ciu melihat orang itu adalah remaja baju putih
yang kemarin malam bertemu di perkumpulan Ci-yan, tidak
tahan dia mengerutkan alis, didalam hati berkata, 'Ilmu silat
orang ini, memang hebat sekali, tapi mengapa dia
menyamar jadi dirinya kemana-mana mencari musuh?
Apakah dia tampil keluar saat ini juga adalah satu siasat
liciknya?
Satu suara rendah menyebut nama Budha, menghentikan
jalan pikirannya, hweesio tua meng-angkat alis berkata:
"Sicu kecil tanpa diundang datang sendiri, sungguh Budha
maha penyayang......"
Remaja baju putih terbengong berkata: "Hweesio tua kau
sedang mencariku?"
"Tidak salah, Sicu kecil mengacau di Siau-lim, sudah
melanggar larangan Budha, juga membunuh adik
seperguruanku Pek Kuo, tidak bisa diampuni......"
"Ooo, kalau begitu, kau kenal denganku?"
"Keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, belum tentu bisa
meraja lela di dunia, Sicu kecil begitu sombong, mungkin
itu bukan keberuntungannya Sicu kecil!"
"Kalau begitu hweesio tua bisa menggunakan tujuh
puluh dua macam ilmu Siau-lim untuk membunuh ku,
bukankah itu sama sekali tepuk dapat tiga hasil."
"Sekali tepuk dapat tiga hasil? Apa maksud kata kata
Sicu kecil?"
"Mudah sekali, jika kau berhasil membunuhku, selain
bisa menyelesaikan masalah hari ini, juga bisa
membalaskan dendamnya Pek Kuo.
"Lalu apa hasil ketiganya?"
"Hasil ketiga, itu sedikit repot!"
"Coba katakan saja."
"Jika aku bisa mengalahkanmu, maka hilangnya ketua
Siau-lim yang terdahulu, dan siapa otak yang diam-diam
menyerang Sin-ciu-sam-coat? Harap kau memberitahukan
dengan terus terang."
"Ini... walau aku bisa dikalahkan oleh Sicu kecil,
mungkin juga akan mengecewakan harapannya Sicu kecil!"
"Kalau begitu kau jadi tidak- mau minum arak
kehormatan tapi ingin minum arak hukuman."
Hweesio tua seperti menjadi marah oleh tampang remaja
baju putih yang meremehkannya, mulutnya berteriak
marah:
"Tunggu setelah Sicu kecil bisa mengalahkan aku baru
kita bicara lagi." Sebuah angin pukulan yang amat dahsyat,
sudah dilancarkannya.
Remaja baju putih menyunggingkan bibir, tubuh nya
sedikit bergeser, menghindarkan angin pukulan, saat
sepasang tangannya diangkat dan diayunkan, berturut-turut
dia menyerang enam jurus telapak tangan, kecepatan jurus,
keanehan gerakannya, walau pun pesilat tinggi masa kini
juga jarang bisa ditemukan, hweesio tua yang di panggil
PekCan walau merupakan salah satu dari lima Tianglo
Siau-lim, dia juga sampai mundur terdesak, tidak mampu
balas menyerang.
Remaja baju putih tertawa, dia membalikan tangan
kcbelakang, satu sinar perak berkelebat, dengan
menggunakan jari telunjuk dia menyentil ujung pedang jadi
bergetar katanya:
"Hweesio tua! Menurut pandanganku, kita harus
membicarakan hasil ketiga, betul tidak menurutmu?"
Pek Kuo taysu mengambil tongkat hweesio dari seorang
hweesio dibelakangnya, dengan nada dalam berkata:
"Jurus Im-cu-kiam, adalah jurus pedang paling hebat
jaman sekarang, aku beruntung bisa bertemu dengan Sicu
kecil, mana mungkin aku melewatkan kesempatan yang
bagus ini."
Remaja baju putih mendengus sekali dengan dingin
berkata:
"Kata-kata Hweesio tua tidak salah, jurus Im-cu-kiam
memang tiada duanya di dunia persilatan, tapi menyesal
sekali, terhadap jurus pedang ini aku tidak sembarangan
menggunakannya, terhadap kau hweesio tua......he he he,
masih belum perlu menggunakan jurus Im-cu-kiam."
Kedudukan Pek Can adalah salah satu dari lima Tianglo
Siau-lim, belum pernah dia mendapat penghinaan seperti
ini, dia langsung membentak, melintangkan tongkat
hweesionya, dengan kekuatan yang amat dahsyat
tongkatnya menyapu.
Melihat tongkat Pek Can taysu mengeluarkan kekuatan
yang begitu dahsyat, dia jadi tidak berani menangkis
menggunakan pedangnya, terlihat bayangan putih
berkelibat, pedang dengan lincah menyerang seperti kilat,
menyabet mengikuti tongkat hweesio, hawa dingin pedang
yang tajam sudah mengarah pada pergelangan tangan Pek
Can taysu. Pek Can tidak menduga jurus pedang remaja
baju putih begitu hebatnya, beruntung tenaga dalamnya
memang luar biasa, cepat dia menurunkan lengan memutar
tubuh, dengan ekor tongkat memukul sambil memotong,
baru dia bisa terhindar dari jurus berbahaya ini, tapi diatas
kepalanya yang botaknya sampai bersinar, sudah muncul
keringat sebesar kacang kedele.
Sambil tersenyum remaja baju putih berdiri di tempat,
dengan sorot mata sinis melirik hweesio tua, berkata:
"Hweesio tua, apakah masih mau mencoba lagi?"
"Hm...!" dengan marah Pek Can taysu berkata, "Sicu
kecil sudah bisa melakukan diam laksana gunung, bergerak
laksana kelinci lepas, memang tidak malu sebagai
keturunan Sin-ciu-sam-coat, tapi, hanya dengan sedikit
jurus ini, aku masih belum sampai harus mengaku kalah."
Remaja baju putih mengangkat sepasang alis: "Cianpwee
kuil Siau-lim, tentu saja malu mengaku kalah pada seorang
angkatan muda, tapi kenyataannya kau tidak mungkin bisa
mengalahkan aku, jika menunggu sampai melihat dulu peti
mati baru meneteskan air mata, mungkin saat itu waktunya
sudah terlambat."
Baru saja remaja baju putih selesai berkata, satu
bayangan manusia berwarna merah yang tinggi besar, dari
arah pantai sungai dengan cepat menghampiri, dalam
sekejap mata, bayangan orang itu sudah sampai didepan
remaja baju putih, seperti sebuah menara besi, dia menatap
tajam pada remaja cantik itu, sesaat kemudian dia
membelalakan sepasang mata, berkata:
"Bocah! Apa kau sungguh-sungguh keturunan Sin-ciu-
sam-coat?"
Remaja baju putih tanpa perasaan berkata:
"Tuan ada masalah apa?"
"Aku ingin meminjam Pouw-Iong-tui."
"Pouw-long-tui adalah pusaka bersejarah, orang
semacam kau mana boleh menyentuhnya."
"Bocah! Kau tahu siapa aku?" orang ini berambut merah,
panjangnya menutupi bahu, matanya bersinar hijau seperti
mata macan, dibawah hidung elangnya yang seperti kail
tajam, ada mulut besar yang seperti baskom,
penampilannya yang bengis jelek itu, sungguh tiada
duanya, saat sedang teriak marah, rambut merahnya berdiri
semua, ilmu silatnya tampak sangat tinggi, cukup
mengejutkan orang.
Remaja baju putih mundur dua langkah, tampangnya
tampak sedikit ketakutan, tapi tetap dengan nada bicara
yang tegas berkata:
"Tidak peduli kau dewa atau iblis dari mana, jika ingin
Pouw-long-tui? Kalahkan aku terlebih dahulu."
"Hi hi hi!" orang aneh berambut merah itu tertawa, "aku
sudah puluhan tahun tidak terjun ke dunia persilatan,
sekarang sudah ada bocah yang tidak tahu tingginya langit
tebalnya bumi, baiklah, jika aku tidak bisa mcngalahkanmu,
aku tidak mau lagi pada Pouw-long-tui."
Satu aliran hawa yang panasnya seperti api, menyembur
dari tengah telapak tangannya orang aneh berambut merah,
seperti lahar panas yang menyembur dari mulut gunung
berapi, tempat yang dilalui aliran hawa semuanya hangus
menjadi terbakar, pukulan telapak tangan seperti ini yang
sangat jarang ditemui di dunia persilatan, sungguh
mempunyai efek kekuatan yang menakutkan orang, remaja
baju putih itu pun terkejut setengah mati, sampai Pek Soh-
ciu yang menonton dari kejauhan juga hatinya tergetar.
Orang aneh berambur merah menghentikan pukulannya,
menatap pada remaja baju putih dengan dingin berkata:
"Di dunia persilatan sekarang belum ada satu orang pun
yang berani mengatakan tidak pada Liat-hwee-sin-kun
(Dewa memisahkan api), serahkan Pouw-long-tui itu, aku
ampuni kau sekali ini."
"Kita masih belum tahu rusa mati ditangan siapa, buat
apa kau merasa yakin terlebih dulu."
Remaja baju putih sungguh pemberani sekali, dia jelas
tahu Liat-hwee-sin-kun, adalah seorang kepala penjahat
ulung di dunia persilatan, dia malah menggetarkan pedang
panjangnya, sekilas sinar perak menerjang, dengan hawa
pedang yang tiada benda yang keras bisa menahannya,
berturut-turut menyerang lima jurus pedang pada Liat-
hwee-sin-kun.
Liat-hwee-sin-kun berteriak marah berkata: "Jika kau
tidak ingin hidup, maka aku kabulkan keinginanmu!"
telapak tangan kanannya dibalikan, hawa panas bergulung-
gulung menerjang, lima jenis pedang yang kekuatannya
amat dahsyat, seperti terjun ke dalam lautan luas, tubuhnya
juga digulung oleh kekuatan telapak Liat-hwee, tergulung di
udara lalu jatuh di tepi sungai.
Dalam hati Pek Soh-ciu berteriak celaka, tidak peduli apa
tujuannya remaja baju putih, bagaimana pun jangan sampai
dia jatuh ditangan penjahat ini, segera dengan satu
bentakan keras, dari atas tiang bendera dia terjun menerjang
ke bawah, tapi jarak dia ke tempat jatuhnya remaja baju
putih itu terlalu jauh, saat dia tiba di tepi sungai, remaja
baju putih sudah dibawa oleh Liat-hwee-sin-kun masuk ke
dalam perahu, dengan cepat berlayar mengikuti arus sungai.
Pek Soh-ciu mengejar dengan menelusuri pantai, disatu
cekungan yang dangkal, terikat sebuah perahu kecil tanpa
ada orangnya, maka segera menggunakan ilmu
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dia melayang
turun di atas perahu, dengan cepat men-dayung keluar dari
cekungan, dengan ketat mengejar pada perahu yang
jaraknya semakin jauh itu.
Saat ini sedang di musim hujan, aliran sungai kuning
yang besar, dengan kekuatan ribuan kuda berlari mengalir
ke bawah, perahu kecil yang terapung dalam aliran sungai
deras, kecepatannya seperti anak panah lepas dari busurnya,
di tempat yang berbahaya, hampir saja membuat dia
tenggelam.
Kira-kira ada dua jam, Liat-hwee-sin-kun menepikan
perahunya di bawah bayangan pohon, dia meletakan
remaja baju putih di bawah bayangan pohon, dengan sorot
mata bengis, menatap pada Pek Soh-ciu. Pek Soh-ciu
melihat kepala penjahat itu sedang menunggu dia, maka
pelan-pelan dia pun menepi, diam-diam dia menyiapkan
tenaga dalamnya, dan berjalan menuju bayangan pohon itu.
"Hi hi hi.......bocah! siapa kau? Berani sekali mengejar
aku, apa kau telah makan hati naga empedu harimau?"
Liat-hwee-sin-kun melihat orang yang mengejar dia, adalah
seorang sastrawan setengah baya dengan wajah yang kaku,
tidak tahan dia jadi merasa aneh.
Pek Soh-ciu tertawa:
"Mengapa, sudah mendapatkan Pouw-long-tui, sampai
teman lama tiga puluh tahun lalu juga dilupakan?"
Liat-hwee-sin-kun bengong, dia berkata: "Sahabat,
berapa usiamu tahun ini?"
"Aku......kek, usiaku enam puluh tahun."
"Jangan main-main denganku, siapa dirimu sebenarnya?"
"Apakah kau sungguh ingin tahu siapa aku?"
"Hm... kalau kau tidak mau mengatakannya, aku akan
bunuh kau."
"Sebenarnya aku memberitahukan padamu juga tidak
apa apa, aku she Pek......"
Belum habis perkataannya langsung jarinya menotok,
terlihat bayangan merah menggelinding, disertai suaranya
seperti longlongan serigala, dalam sekejap, longlongannya
sudah berada sejauh satu li lebih.
Pek Soh-ciu tidak menduga dengan Pouw-ci-sin-kang dia
bisa melukai Liat-hwee-sin-kun, tapi memang ilmu silat
penjahat tua ini sungguh hebat, setelah mendapat luka
parah, dia masih tetap bisa melarikan diri dengan kecepatan
yang mengejutkan.
Dia mengeluh merasa sayang, lalu membalikkan kepala
melihat sekali pada remaja baju putih yang terlentang
pingsan dibawah bayangan pohon, lalu dari kejauhan
mengibaskan telapaknya, melancarkan jalan darah yang
ditotok oleh Liat-hwee-sin-kun, sambil menghadap pada
sungai, dia berkata dingin:
"Apakah kau sudah sadar?"
"Heh!......"
"Apakah kau bisa menjawab beberapa pertanyaan
dariku?"
"Apa karena jasa pertolongannya?"
"Bukan, mau jawab atau tidak, aku tidak memaksa."
"Coba kau katakanlah."
"Kau kenal dengan Siau Yam?"
"Ini......"
"Tidak mau mengatakannya?"
"Bisa dikatakan kenal."
"Sekarang dimana dia?"
"Ini......maaf tidak bisa memberitahukan."
"Ada hubungan apa kau dengan Sin-ciu-sam-coat?"
"Tidak ada."
"Lalu, mengapa kau mau menyamar sebagai
keturunannya Sin-ciu-sam-coat, mengapa menarik
perhatian orang?"
"Bicaramu lebih baik sopan sedikit!"
"Kau tidak perlu marah, aku hanya membicarakan apa
adanya." Kata Pek Soh-ciu.
"Apakah kau pernah dengar aku mengaku keturunannya
Sin-ciu-sam-coat"
"Diam tidak bicara dan tidak mengaku, seperti tidak ada
bedanya!"
"Jika saudara berpikiran demikian, itu terserah saja."
"Baik, kita tidak membicarakan ini lagi, sekarang, aku
ada satu permohonan."
"Kau mau apa?"
"Jika kau kenal dengan Siau Yam, aku harus mencari
Siau Yam, sehingga, aku terpaksa mengikutimu."
"Apa, kau mau ikut aku?"
"Tidak salah."
"Tidak bisa."
"Masalahnya sudah sampai disini, mungkin kau tidak
ada pilihan."
"H... aku tahu ilmu silatmu sangat tinggi, tapi kalau kau
mau ikut aku, kecuali kau bunuh aku baru bisa!"
"Aku ikut denganmu, itu tidak ada masalah bagimu, buat
apa begitu serius!"
"Aku katakan tidak bisa ya tidak bisa."
"Apakah ada alasannya?"
"Seseorang harus bisa menilai diri sendiri, apakah kau
sendiri tidak tahu kau......"
"Maaf aku bodoh, katakan saja yang jelas."
"Kek... saudara... wajahmu menyebalkan"
“Ha ha ha......setelah tertawa terbahak bahak, Pek Soh-
ciu melepaskan topeng kulitnya, lalu dia pelan-pelan
membalikan tubuh, berkata:
"Ternyata aku begitu menyebalkan, hai... ini sungguh
satu hal yang menyedihkan."
Remaja baju putih yang tadi menutup matanya, dia
mendengar Pek Soh-ciu bicara seperti sangat sedih, tidak
tahan dengan simpati melihat sekali, tapi begitu melihat
hatinya sangat terkejut, sorot matanya seperti tidak bisa
ditarik lagi. Sesaat, dia menghentakan sepasang kakinya,
dengan suara benci berkata:
"Kau jahat......aku tidak ingin melihatmu..." dia
membalikan tubuh lalu lari, baju putihnya melayang-layang
menyusup kedalam hutan Liu.
Wajah Pek Soh-ciu sedikit tertegun, dia segera mengejar
sambil berteriak:
"Hey, hey, kau dengar aku......"
Remaja baju putih tidak menerobos keluar hutan Liu, dia
hanya memutar di pepohonan, Pek Soh-ciu menggunakan
ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, akhirnya
dapat menghadang di depannya, lalu mengepal sepasang
tangannya berkata:
"Supaya bisa bergerak leluasa, maka......"
"Hm... mengapa kau justru memakai topeng yang mirip
dengan Liu Ti-kie, apa sengaja membuat aku marah, benar
tidak?"
"Tidak, topeng ini, adalah pemberian supek Hong......"
"Kalau begitu......aku ampun......kek, tidak salahkan
kau."
Remaja baju putih yang misterius ini, tidak saja ilmu
ulatnya sangat tinggi, juga tampan tiada duanya, dan juga
sering menampilkan gerakan mirip wanita, saat mengatakan
'tidak salahkan kau', dia mengangkat alis tersenyum manis,
Pek Soh-ciu yang melihatnya, sepasang matanya jadi
melotot, tidak berkedip menatap, mendadak wajah tampan
remaja itu jadi merah berkata:
"Kau ini mengapa, Pek Toako......"
"Aku....." Pek Soh-ciu sedikit ragu ber-kata, "aku ada
satu omongan yang tidak pantas..."
Mulut kecilnya dimonyongkan, remaja baju putih
tersenyum berkata:
"Jika kata yang tidak pantas, buat apa dikatakan?"
"Kek..... karena seperti tulang yang tersedak di
tenggorokan, tidak enak kalau tidak dikeluarkan."
"Kalau begitu katakanlah!"
"Apakah kau she Siau?"
"Jika she Siau lalu mengapa?"
"Kalau begitu kau pasti saudaranya nona Siau!"
"Kali ini dugaanmu tepat sekali, nama ku Siau Kun."
"Kakakmu dimana dia berada?"
"Siapa yang tahu dia ada dimana, mungkin., mungkin
dia akan mencariku, eeh kau cari kakakku ada perlu apa?"
"Aku dengan dia pernah bertemu sekali......"
"Hanya demi ini?"
"Tidak, ayahmu menculik istriku, maka aku men cari
kakakmu untuk ditukarkan......"
"Tidak bisa." Kata-katanya ada nada kebencian, muncul
diantara alis Siau Kun, mendadak dia membalik-an tubuh
meloncat, menembus hutan lari menjauh.
Pek Soh-ciu tidak mengerti sifat Siau Kun, mengapa bisa
tidak menentu seperti ini, dia tertegun sebentar, lalu lari
mengejarnya.
Siau Kun tidak bisa meloloskan diri dari kejaran-nya,
maka dia menghentikan langkah, dengan nada dalam
teriak:
"Kau mau apa! Mengapa menempel terus tidak mau
melepaskan? Apa ingin mempermainkan aku, betul tidak?"
Pek Soh-ciu tertawa tanda mengalah:
"Siau-heng jangan salah paham, aku hanya......"
"Hm...!" sekali Siau Kun berkata, "hanya ingin
menggunakan aku supaya bisa mencari cici? Hm... tidak
semudah itu!"
Pek Soh-ciu berkata tawar:
"Kesalahan bukan ada padaku, harap Siau-heng bisa
memaafkan."
Siau Kun berpikir sebentar, katanya: "Dimanfaatkan
orang, itu bukanlah hal yang enak, jika kau mau minta
tolong, kau harus membantu aku melakukan satu hal kecil."
"Asalkan dalam batas kemampuanku, pasti tidak akan
mengecewakan Siau-heng."
"Baik, mari kita jalan." Selesai bicara dia langsung berlari
kearah tenggara.
Sebuah perumahan yang megah, berdiri di dalam hutan
pinus, di gerbang perumahan tertulis dua huruf besar warna
emas 'Yun-liu'.
Sepuluh lebih laki-laki besar berbaju ringkas bergolok,
seperti sayap walet berdiri di kedua sisi gerbang, seorang
berbaju hitam berusia empat puluh tahunan, dengan wajah
tersenyum sedang menyambut seorang tamu yang datang
berkunjung.
Pek Soh-ciu mengikuti Siau Kun masuk ke dalam Yun-
liu, di gerbang perumahan mereka melaporkan nama palsu,
di dalam perumahan jalannya di hampar batu putih, kebun
bunga dimana-mana, sangat luas sekali, sampai di ujung
jalan, tiba di satu bangunan besar, terlihat banyak bayangan
orang, ruangan sudah dipenuhi oleh orang-orang yang
datang dari segala penjuru, kecuali kenal Pek Can taysu dari
kuil Siau-lim, ketua para perampok Gin-sai-riang-wan Tiat
Kie-bu, Hai-thian-sang-sat, Kang-pak-siang-eng, nyonya
ketua perkumpulan Ci-yan Ang-tan-yan Hong Liu-ceng,
dan Liu Ti-kie, yang lainnya semua dia tidak kenal.
Mereka duduk tidak lama, di dalam kelompok orang
berjalan keluar seorang tua berjenggot putih dengan alis
panjang matanya sipit, berperawakan gemuk pendek, walau
pun sepasang kakinya kecil pendek, tapi sekali melangkah
jauhnya satu kaki lebih, orang tua kecil yang tidak
mencolok mata ini, adalah seorang yang hebat di dunia
persilatan, dia tertawa dan mengepal sepasang tangan,
memberi hormat ke sekeliling berkata:
"Para pendekar berkunjung ke tempatku, aku Goan Ang
merasa sangat bangga sekali, silahkan para hadirin masuk
ke ruang dalam untuk, sarapan, kalau ada pembicaraan apa
nanti kita pelanipelan merundingkannya, silahkan."
Di bawah undangan tulus dari tuan rumah, para pesilat
tinggi di ruangan itu berturut-turut masuk ke ruang dalam,
Pek Soh-ciu dan Siau Kun juga terpaksa mengikuti masuk
ke ruang dalam, setelah sarapan, orang baju hitam yang
menyambut tamu di gerbang perumahan, membawa keluar
sebuah kotak kayu Ci-tan yang panjangnya kira-kira
delapan inci, lebarnya hanya tiga jari, Goan Ang
mengambilnya, setelah itu dengan tertawa keras berkata:
"Tahun lalu kebetulan aku berhasil men-dapatkan sebuah
pusaka yang berumur ribuan tahun..."
Perkataan Goan Ang belum selesai, sudah ada orang
dengan gembiranya berteriak:
"Ho-leng-ci?"
Goan Ang tersenyum:
"Tidak salah, memang Ho-leng-ci, barang ini walau
adalah barang pusaka, tapi harus di makan bersama dengan
air liurnya Sian-giok-!eng-coa (Ular giok yang misterius dan
pintar), Sian-giok adalah makhluk pintar perliharaan
seseorang Cianpwee, sudah puluhan tahun ular pintar itu
tidak muncul, dan usia ku juga sudah tua, aku khawatir
sebelum Sian-giok ditemukan, aku sudah meninggal dunia,
maka......"
Sepasang sorot matanya yang seperti sinar dingin,
menyapu kesekeliling, lalu melanjutkan perkataannya:
"Aku ingin memberikan Ho-leng-ci pada orang yang
berjodoh dengannya, tapi......aku sulit mendapatkan cara
yang bagus untuk melaksana-kannya."
"Kita hidup di dunia persilatan, yang dibicara-kan adalah
yang kuat hidup yang lemah mati, yang benar hidup yang
palsu mati, pendekar besar Yuan jika tidak keberatan,
persilahkan saja teman-teman yang ada di lapangan,
bertarung dalam ilmu silat menentukan siapa yang paling
tinggi!"
Yang bicara adalah Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu,
dengan nada bicara seorang perampok ulung, tapi usulan
dia ini yang penuh dengan bau amis darah, malah
mendapatkan tepukan tangan tanda setuju. Goan Ang
tertawa:
"Jika kalian semua setuju dengan usulannya ketua Tie,
aku tentu saja tidak bisa menolaknya, dengan demikian
tanggung jawabku atas Ho-leng-ci sudah lepas, selanjutnya
aku bisa tenang." Ujung kaki dia perlahan di hentakan,
tubuhnya yang gemuk pendek seperti anak panah melejit ke
udara, dari tempat asalnya naik lurus ke atas, tangan kiri
menangkap palang atap, tangan kanan sudah dengan
tepatnya ditaruh di atas palang atap.
Tangan kiri dia tetap masih memegang palang atap, jari
telunjuk dan jari tengah tangan kanannya dengan pelan
menekan tombol kotak kayu Ci-tan, lalu tutup kotak
terbuka. Dia dengan hati hati mengeluarkan Ho-leng-ci,
sebuah sinar merah padam, membuat jenggot dan alisnya
para pesilat tinggi jadi merah semua.
Ini adalah sebatang pohon yang panjangnya sekitar enam
cun, warnanya merah api, mulai dari akar sampai
kepucuknya tumbuh tujuh daun merah yang indah, di
kepala Ci nya di selubungi oleh asap, berwarna-warni
mencolok mata, dilihat dari kejauhan seperti awan warna-
warni, di langit berputar putar.
Benda pusaka didepan mata, para pesilat tinggi didalam
ruangan, semua menyorotkan sinar mata ingin
memilikinya, ada orang yang keserakah annya sangat berat,
langsung memegang senjata, siap keluar, di dalam ruangan
segera terbentuk situasi bergejolak.
Mata sipit Goan Ang melihat ke sekeliling, di sudut
bibirnya tampak senyum dingin penuh arti, pelan-pelan
menaruh kembali Ho-leng-ci ke dalam kotak. tangan kiri
dilepaskan, perlahan dia melayang turun di sudut ruangan,
tangannya mengusap jenggot perak, dengan tertawa
berkata:
"Tanggung jawabku sudah selesai, sementara ini aku
mengundurkan diri." Dia lalu membalikan tubuh, melayang
pergi ke belakang pekarangan.
Tidak ada orang yang memperhatikan keberadaannya
Goan Ang lagi, seluruh perhatian para pesilat tinggi, sudah
terfokuskan pada kotak kayu Ci-tan yang berada di atas
palang atap, mereka semua menginginkannya, tapi tidak
ada seorang pun yang bergerak.
Para pesilat tinggi di dalam ruangan, tidak sedikit adalah
ahli silat yang menggemparkan dunia persilatan, dan para
pesilat tinggi hebat yang tersohor, tapi tidak peduli siapa
dia, asalkan di tangannya menggenggam Ho-leng-ci, maka
dia langsung akan menjadi sasaran semua orang, di dalam
keadaan demikian, walau pun dia berilmu sangat tinggi,
juga tidak berani sembarangan bergerak, sehingga, mereka
berada dalam keadaan yang sangat tegang sekali, tetap
bertahan diam, tapi setiap pasang sorot mata yang
mengandung permusuhan, tidak henti-hentinya bergulir.
Satu jam sudah berlalu, diam-diam suasana tegang
mengalir dalam hati semua orang, akhirnya, satu bayangan
orang, tanpa suara tanpa gejala meloncat ke atas, ilmu
meringankan tubuh orang ini walau pun tidak sehebat ilmu
silat meringankan tubuh It-hui-cong-thian (terbang
menerjang langit) Goan Ang, tapi juga ringan lincah dan
cepat, sudah sampai tingkat yang tinggi sekali, tapi ketika
dia mengulurkan tangan akan menangkap tiang palang
atap, mendadak dia menjerit ngeri, bergulung jatuh ke
bawah, di atas punggungnya, menancap sebuah pisau kecil
yang bersinar.
Sesaat setelah bayangan orang itu meloncat, para pesilat
tinggi diruangan hampir semuanya juga ingin meloncat
maju, sekarang mereka kembali menjadi ragu, yang
pertama tadi bisa diambil contoh, siapa orangnya yang
ingin mempertaruhkan nyawa sendiri! tapi daya tarik Ho-
leng-ci sungguh terlalu besar, asalkan masih ada sedikit
harapan, siapa pun tidak mau melepas-kannya, walau pun
harapan itu kecil sekali.
Gejolak semakin kentara, permusuhan di antara para
pesilat tinggi juga semakin dalam, mereka seperti busur
yang ditarik penuh, setiap saat juga bisa terjadi pertarungan.
Terhadap keadaan ini Pek Soh-ciu sangat tidak sabar, dia
sedikit mengerutkan alis berkata:
"Siau-heng......"
Siau Kun mengangkat wajahnya menyahut: "Ada apa?"
"Aku merasa dadaku sedikit sesak."
"Ooo, mari kita pergi keluar mencari angin."
"Tapi......"
"Aku tahu, Ayolah."
Mereka tadinya juga berdiri dibelakang para pesilat
tinggi, saat ingin mengundurkan diri dari dalam ruangan
juga jadi mudah sekali, Siau Kun menuntun tangan Pek
Soh-ciu berkata:
"Kak, kita sembunyi diatas pohon yang ada di sebelah
kanan itu, dari atas ke bawah, mengawasi seluruh lapangan,
menunggu orang yang mendapatkan pusaka keluar dari
ruangan, baru kita hadang dia."
Tangan Pek Soh-ciu yang di pegang oleh dia, seperti
berada di dalam kapas yang lembut hangat, tidak tahan di
dalam hati berpikir saudara Siau ini mengapa tangannya
begitu lembut seperti tangan wanita? Mungkin dia adalah
seorang putra yang hidup di dalam kemewahan, maka dia
tidak berpikir ke arah yang lainnya. Mereka meloncat ke
atas pohon, duduk berdampingan di satu batang cabang
pohon, angin meniup lembut, meniup wangi yang seperti
dikenalnya, Pek Soh-ciu jadi merasa sangat heran, dia
mengangkat angkat hidung, lama menghirup wewangian
itu, tampangnya tampak sangat bingung.
Siau Kun menatap dia dengan merasa heran berkata:
"Kak, kau menemukan apa?"
Pek Soh-ciu tersenyum malu berkata:
"Tidak apa, aku mencium bau wewangian, dan merasa
sedikit bingung saja."
Wajah tampan Siau Kun menjadi merah, lalu melihat dia
dengan mata putih berkata:
"Dipekarang banyak ditanami bunga, wewangian itu
tentu saja tidak aneh, lihatlah, sudah ada orang yang
keluar."
Tidak salah apa yang dikatakan Siau Kun, benar ada
orang yang keluar, tapi orang yang keluar itu, semuanya
roboh ke tanah tidak bisa bangkit lagi, dalam sesaat, di luar
pintu ruangan, sudah tergeletak tidak kurang tidak lebih tiga
puluh sosok manusia.
Saat ini di dalam ruangan sangat ramai suara manusia,
benturan senjata dan suara jeritan mengerikan, tidak henti-
hentinya keluar dari dalam ruangan, setelah satu jam,
pertarungan sepertinya sudah berhenti. kembali terdengar
suara pertengkaran, Siau Kun jadi bersemangat berkata:
"Sudah waktunya, kak, kita masuk kedalam untuk
melihatnya."
Waktu masuk ke dalam ruangan, Siau Kun melihat ke
sekeliling, melihat kota kayu Ci-tan tempat menyimpan Ho-
leng-ci, sudah pecah di atas lantai, tapi Ho-leng-ci tidak ada
disitu, tidak tahan dia mengangkat sepasang alis, wajahnya
jadi dingin, katanya:
"Dimana Ho-leng-cinya? Siapa yang mendapatkannya?"
Pek Can taysu, pendeta To Hoan-ho, Ang-tan-yan Hong
Liu-ceng, dan Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu yang berdiri di
sisi pecahan kotak kayu, wajahnya membeku, diam tidak
bicara, hanya seorang laki-laki besar berwajah bengis yang
berdiri agak jauh dengan mendengus sekali berkata:
"Pergilah, bocah, di dalam ruangan ini kau tidak pantas
bicara!"
Siau Kun memutar sepasang matanya, satu tangan
diayunkan pada laki-laki besar itu berkata:
"Kau punya mata anjing hanya melihat orang di bawah,
sepasang matamu itu tidak ada gunanya ditinggalkan di
situ, lebih baik buang saja."
Dua titik sinar berkelebat, laki-laki besar yang lantang
itu, dua tangannya segera menutup sepasang matanya,
sambil menjerit berguling-guling di lantai.
Gin-sai-tiang-wan yang pertama terkejut, Pek Can taysu
dan pendeta To Hoan-ho berikut para pesilat tinggi yang
ternama di dunia persilatan, juga warna wajahnya berubah,
dua titik sinar perak itu mengandung kekuatan yang tiada
tandingnya, orang yang julukannya sebesar apa pun, juga
harus sedikit mengalah.
Sehingga, Pek Can taysu dengan menyebut nama Budha
sekali berkata:
"Aku menurunkan kotak kayu dari atas tiang palang
atap, Sicu Tiat dan kawan-kawan datang merebutnya,
dalam keadaan saling berebut, sehingga kota kayu itu jadi
pecah, tapi Ho-leng-ci malah sudah hilang entah kemana,
tidak ada didalam kotaknya......"
Siau Kun balik bertanya pada Gin-sai-tiang-wan:
"Apa betul begitu Ketua Tiat."
Tiat Kie-bu berbatuk sekali berkata:
"Kejadiannya memang begitu, tapi......"
"Tapi bagaimana?"
"Pek Can taysu pernah memasukan kotak kayu itu ke
dalam lengan bajunya......"
Pek Can taysu cepat berkata: "Sicu jangan sembarang
menuduh orang, bagaimana aku bisa melakukan hal sehina
itu!"
Mata Siau Yam menyorot terang, melihat ke seluruh
tubuh Pek Can taysu berkata:
"Apakah Pek Can taysu pernah menggunakan siasat To-
long-hoan-hong (mencuri naga menukar burung hong.)
untuk mencuri Ho-leng-ci, kita jadikan saja itu kecurigaan
kita, hanya saja jika Ho-leng-ci sudah hilang, kalian
sepertinya tidak perlu lagi tinggal lama-lama disini."
Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu menyahut: "Kata-kata
Siauhiap benar, aku segera mengundurkan diri." Dia
mengepal tangan menyapa, langsung memimpin para
pesilat tinggi aliran hitam meninggalkan ruangan.
Siau-lim, Bu-tong, perkumpulan Ci-yan, dan para pesilat
tinggi lainnya, semua masing masing mengepal tangan
menyapa Siau Kun, masing-masing memimpin
kelompoknya meninggal kan tempat yang berbau amis
darah ini.
Sekarang, didalam ruangan besar ini, hanya tinggal Pek
Soh-ciu dan Siau Kun dua orang, lama, Pek Soh-ciu "kek!"
sekali batuk berkata:
"Siau-heng......"
Siau Kun tawar tertawa berkata:
"Kakak ingin menanyakan mengapa mereka ada sedikit
segan pada kita?"
"Benar."
"Guruku berkelana di dunia persilatan menggunakan
Pek-lek-bie-sin-ciam (Jarum sakti menghancurkan geledek)
sebagai tanda beliau, orang-orang ini hanya melihat muka
guru ku saja."
"Gurumu pasti seorang pesilat tinggi yang amat lihay?"
"Ini......kek, beliau memang ada sedikit nama, tapi
karena larangan perguruan, harap maklum aku tidak bisa
memberitahukan sebutan beliau padamu."
"Ooo!" sekali, Pek Soh-ciu berkata, "Tidak apa-apa,
hanya saja terhadap masalah Ho-leng-ci, aku tidak bisa
membantu Siau-heng, sungguh merasa sedikit tidak enak."
"Seluruh pesilat tinggi di dunia persilatan juga
terperangkap di dalam siasatnya Goan Ang, mana bisa
salahkan kakak."
Pek Soh-ciu dengan perasaan heran berkata:
"Maksudmu, Ho-leng-ci masih berada ditangan-nya Goan
Ang?"
Siau Kun tertawa:
"Jika Toako tidak percaya, bisa naik ketiang palang atap
memeriksanya."
Terhadap kata-kata Siau-kun, Pek Soh-ciu memang
merasa ragu, maka dia menuruti kata-katanya meloncat
keatas tempat di mana Wan Hong tadi menaruh kotak kayu
Ci-tan, benar saja dia melihat satu lubang yang dalam, dan
di bawah lubang, ada sebuah papan hidup yang bisa
digerakan, menembus sampai ke dalam dinding, dia lalu
turun sambil mengangguk dan mengeluh:
"Saudara orang yang sangat pintar, tapi mengapa masih
menaruh curiga pada Pek Can taysu?"
Siau Kun memonyongkan bibir: "Ketua Siau-lim
terdahulu, pernah terlibat peristiwa di perumahan Leng-in,
hweesio tua itu tidak tahu malu masih berani mengganggu
kita berdua, biarkan dia saja menjadi kambing hitam,
anggap saja itu hukuman ringan bagi kuil Siau-lim." Dia
habis bicara lalu dia bersiul panjang, beberapa saat
kemudian, lima orang laki-laki besar berbaju ringkas hitam
berlari mendekat, mereka berdiri berbaris, bersamaan
menyapa pada Siau Kun, dari penampilannya, tampak
sangat menghormat sekali. Siau Kun dengan dingin
berkata: "Dimana Goan Ang?"
Salah seorang laki-laki baju hitam berkata: "Kami dari
tadi mengawasi terus, tapi masih belum melihat Goan Ang
atau satu orang pun yang meninggalkan Yun-liu......"
Wajah Siau Kun menjadi dingin berkata: "Geladah......"
Lima laki-laki besar baju hitam segera menerjang masuk
ke dalam rumah, kira-kira lewat sepertanakan nasi, lima
orang itu berturut-turut kembali melapor:
"Siauya, seluruh Yun-liu sekarang sudah kosong tidak
ada satu orang pun......"
Siau Kun mendengus sekali berkata:
"Siau-han-ngo-liong (Lima naga basah) yang namanya
menggemparkan dunia persilatan, malah tidak bisa menjaga
seorang Goan Ang, hm... apakah terpikir kalian akibat
melalaikan tugas?"
Semua rubuh lima orang baju hitam itu bergetar, wajah
yang tidak gentar apapun terlihat pucat, tidak diduga
perkataan marah Siau Kun, membuat laki-laki yang gagah
perkasa ini, seperti terhukum yang menunggu eksekusi. Pek
Soh-ciu malah merasa tidak tega dia berkata:
"Pertemuan di Yun-liu, sudah merencanakan Goan Ang,
kita semua bersalah, mana bisa hanya menyalahkan mereka
berlima, saudara, sudahlah."
Siau Kun berpikir sebentar berkata:
"Kalian beruntung, Ada Pek Toako yang membela, tapi
jika dalam waktu tiga bulan kalian tidak bisa mendapatkan
Goan Ang, kalian bersiap-siap menanggung."
Siau-han-ngo-liong menyahut sekali, lalu membalikan
tubuh meloncat dengan cepat meninggal-kan tempat itu.
Siau Kun melihat bayangan mereka telah hilang, baru
membalikan kepala tersenyum manis pada Pek Soh-ciu
berkata:
"Toako! Temani aku lagi pergi ke gunung Kwo-
tiang...ya?"
Pek Soh-ciu tertegun:
"Maksudmu, Goan Ang telah pergi ke gunung Kwo-
tiang?"
"Lembah Ceng-eng di gunung Tian-chang, baru benar
sarangnya Goan Ang, tapi lembah Ceng-eng tidak saja
penuh jebakan tersembunyi, juga sangat dingin sekali,
bahayanya, tidak kalah dengan neraka dingin, jika kakak
ada minat, kita pergi kesana untuk menambah
pengalaman."
Pek Soh-ciu tertawa:
"Bagus, aku bisa menambah pengalaman, hayo kita
jalan."
Siau Kun mendapatkan dua ekor kuda tunggang, mereka
berdua berdampingan berangkat dari Yun-liu, derap suara
kuda, tertawa, berkata keras di daerah Kanglam ini,
kembali akan membuat cerita muda mudi dunia persilatan
yang mengharukan.
0-0dw0-0

BAB 4
Bersama-sama menunggang kuda ribuan li
Siau Kun menunggang kuda melawan angin, dia tampak
bersemangat sekali, ikat kepala putih dikepalanya seperti
burung walet sedang terbang, melayang-layang dibelakang
kepalanya, sepasang matanya yang hitam bersinar, mulut
munggilnya yang seperti dicat merah, dengan tawanya
tampak senang, lama... dia mendadak menghentikan
kudanya, membalikan kepala pada Pek Soh-jiu sambil
tersenyum manis berkata:
"Pegunungan di Kanglam ini sungguh indah sekali,
penoramanya seperti didalam gambar saja, kali ini kita
melancong ke Kwo-tiang, sungguh tidak sia sia." Pek Soh-
jiu tersenyum, berkata: "Tidak salah, tanahnya bagus pasti
orangnya hebat-hebat, mungkin kita bisa bertemu dan
berkenalan dengan orang Kanglam yang hebat-hebat." Siau
Kun menyunggingkan bibir: "Pemandangan Kanglam yang
indah, sungguh keadaan yang nyata, jika mengatakan di
Kanglam juga muncul orang hebat, aku tidak sependapat."
"Ha...ha...ha!" Pek Soh-jiu tertawa, "Kau tidak percaya?
Lihat itu, bukankah sudah datang!"
Sst...ssst terdengar beberapa suara, diantara bayangan
pepohonan dan celah rumput, berturut-turut meloncat
keluar sepuluh lebih laki-laki besar, setiap orang berpakaian
ringkas, bersenjata dan wajahnya bengis.
Siau Kun melirik sekali pada mereka, mendadak dia
tertawa keras berkata:
"Kata-kata Toako tidak salah, orang orang ini bertubuh
hina, berwajah bengis, memang orang-orang yang luar
biasa, ha......"
Orang-orang ini dipimpin oleh seorang laki-laki besar
yang berkepala musang bermata tikus, tubuhnya kekar
sekali, dia melihat pada dua remaja yang lemah lembut
yang sangat berani mengejek pada mereka, tidak tahan dia
maju beberapa langkah, dengan marah membentak:
"Anjing kecil, kau sedang membicarakan siapa?"
Siau Kun mengangkat alisnya, berkata:
"Siauya menunggang kuda dijalan raya, tidak
mengganggu sarang penyamun, suka membicarakan siapa
ya bicara siapa, apa urusannya denganmu?"
Traang... seorang laki-laki besar mencabut golong
pembelah gunung berpunggung tebal, mcng-getarkan
lengannya, membuat ring besi di kepala golok berbunyi
suara logam beradu, lalu mengangkat alis tebalnya,
berteriak dingin:
"Bocah, jika Tay-ya ingin membunuhmu semudah
mengangkat tangan saja, maka jika kau sudah bosan hidup,
katakan saja pada Tay-ya!"
Siau Kun menggoyang-goyangkan sepasang tangannya
berkata:
"Tunggu, tunggu, laki-laki sejati mulut bicara tangan
tidak bergerak, kau jangan galak seperti ini, menakuti
orang?"
Laki-laki besar itu dengan bangganya bersuara "Hemm!"
sekali berkata:
"Baik baik, coba jawab pertanyaan Tay-ya, jika tidak,
jangan salahkan Tay-ya berlaku kejam."
Siau Kun seperti ketakutan:
"Kau ingin tanya apa? Raja gunung."
Laki-laki besar itu berteriak marah:
"Apa? Kau panggil Tay-ya Raja gunung?
"Maaf, aku tidak tahu harus memanggil apa terhadap
para Tay-ya yang menghadang jalan." Kata Siau Kun
Laki-laki besar bermata tikus itu bersuara "Hemm!"
sekali tampak akan marah lagi, akhirnya menahan diri
bertanya:
"Kalian berasal dari mana?"
"Han-kou."
"Apa pernah datang ke Yun-liu?"
"Pernah, aku bertamu beberapa hari dirumahnya Goan
Tayhiap."
"Dengan tampang kalian berdua, sastrawan miskin, juga
bisa bertamu kerumahnya Goan?"
"Ini......kek, karena kami dengan pendekar besar Goan
ada sedikit......hubungan keluarga jauh......"
"Kalau begitu ya benar.... apa di dalam Yun-liu, ada
tidak teman teman dunia persilatan lainnya?"
"Ada......"
"Siapa saja?"
"Aku dengar ada yang dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam-
cong, Cu apa itu Yan, haii, terlalu banyak, aku seorang
sastrawan miskin, bagaimana bisa ingat para pesilat tinggi
dunia persilatan......"
"Hemm, mereka sedang apa di Yun-liu, seharusnya kau
ada dengar beritanya!"
"Itu......kek, bukan haik) a dengar beritanya......"
"Lalu apa yang sedang mereka kerjakan?"
"Masih bertarung memperebutkan Ho-leng-ci." Warna
wajah laki-laki besar segera menjadi tegang, dia kembali
maju satu langkah, katanya:
"Katakan, Ho-leng-ci akhirnya jatuh ketangan siapa?"
Siau Kun seperti sengaja, seperti tidak disengaja
mengusap sekali pinggangnya, sambil terbata-bata sebentar
berkata:
"Tidak ada orang yang bisa mengalahkan Goan Tayhiap,
tapi dia juga tidak ingin lagi menyimpan Ho-leng-ci itu,
sehingga......sehingga......"
"Bagaimana?"
"Maka dia memberikannya padaku."
"Apa benar kata-kata kau?"
"Keberanian sebesar langit pun aku tidak berani
membohongi Raja gunung!"
Sampai disini laki-laki besar baru sadar remaja tampan
yang seperti giok ini, sejak dari awal terus membual, tidak
tahan dia berteriak marah, berkata:
"Anjing kecil, berani kau mempermainkan aku, aku
congkel dulu sepasang mata anjingmu itu baru berurusan."
Sepasang kaki dihentakan, telapak melancar kan sebuah
pukulan secepat angin, dua jarinya yang besar-besar,
dengan dahsyat menotok kearah sepasang mata Siau Kun.
Siau Kun dengan menjerit:
"Hey, kau tahu aturan tidak? Aku sudah bilang laki-laki
sejati hanya menggunakan mulut tidak menggunakan
tangan......"
Tapi teriak tinggal teriak, serangan laki-laki besar itu
datangnya terlalu cepat, dalam sekejap mata, ujung jarinya
sudah menotok di depan mata, hanya terdengar suara
teriakan menggelegar, dua buah bola mata dengan darah
segar, bercucuran diatas jalan raya, satu bayangan orang
bersamaan waktu menjerit bergulung dibawah.
Beberapa gerakan ini, cepatnya laksana kilat, saat semua
orang melihat jelas, orang yang menutup kepala menjerit-
jerit, dan wajahnya tampak berlumuran darah, ternyata
adalah laki-laki besar bermata tikus, orang-orang yang
berkumpul menghadang jalan, berubah semua warna
wajahnya.
Siau Kun mengeluarkan sapu tangan dari dalam
dadanya, dengan pelan mengelap darah diujung jarinya,
sesaat kemudian dia mengangkat sepasang matanya, dua
sorot matanya yang tajam, menatap pada orang-orang yang
menghadang jalan tidak maju maupun mundur:
"Kalian ini pesilat tinggi dari perguruan mana?"
Diantara para penghadang jalan, ada seorang yang
menjawab:
"Kami dari perumahan Si-liu."
"Kanglam Liu?"
"Benar."
"Baik, mengingat Kanglam Liu namanya tidak buruk,
kalian congkel sepasang mata kalian dengan tangan sendiri,
lalu pergilah."
"Ini......" para laki-laki besar itu sekarang baru tahu
mereka telah bertemu dengan seorang yang berhati kejam,
menyumh mereka mencongkel sepasang matanya sendiri,
ini sungguh tindakan keterlaluan, baru saja Pek Soh-jiu
akan menengahinya, mendadak dari kejauhan terdengar
suara siulan aneh, para laki-laki besar itu bangkit kembali
semangatnya, mereka segera mencabut senjatanya masing-
masing, dan melakukan pengepungan terhadap Pek Soh-jiu
berdua.
Suara siulan itu berhenti seorang tua dengan kening lebar
berhidung mancung, bermantel sutra, sepatu merah,
melayang tunin seperti daun jatuh, dia melirik sekali pada
laki-laki besar yang telah kehilangan sepasang matanya, lalu
membalikan kepala kepada Pek Soh-jiu dan Siau Kun
dingin berkata:
"Siapa yang berbuat?"
"Hmm!" Siau Kun berkata, "Aku."
"Kenapa?"
"Tanya saja pada anak buahmu."
"Bocah yang sombong sekali, jika aku tidak
menghajarmu, kau akan mengira di Kanglam ini tidak ada
orang!"
"Benar aku justru ingin tahu To-pa-thian-lam (Penguasa
tunggal langit selatan.) Liu-cengcu (ketua perumahan Liu),
sebenarnya mempunyai ilmu silat hebat apa."
"Bagus, terima ini!"
Kanglam Liu belum habis bicara, lima jarinya sudah
berterbangan, dalam sekejap telapak tangannya yang besar
sudah mencengkram ke arah dadanya Siau Kun.
Siau Kun bersuara dingin, tubuhnya meloncat keatas,
setangkas asap ringan, belum lagi tangan Kanglam Liu
ditarik kembali, dia sudah seperti roh melayang ke
belakangnya Kanglam Liu, bersamaan itu telapaknya
dihantam ke depan, memukul punggung belakang lawan,
sambil mulutnya dengan sekali bersuara "Hemm!" sinis
berkata:
"Kelihatannya Kanglam Liu yang menguasai daerah
selatan ini, hanyalah seseorang yang mencuri nama saja!"
Kanglam Liu tidak menduga seorang remaja muda
seperti ini bisa memiliki ilmu silat sehebat ini, buru-buru dia
menjatuhkan tubuhnya ke depan, lalu membalikan tubuh,
telapak kirinya berturut-turut memukul dua kali, begitu dia
menghindar dari serangannya Siau Kun, dengan
kegesitannya dia membalikan tubuh, melancarkan pukulan
balik, menghindar dan membalas serangannya di dunia
persilatan terhitung kelas paling top, hanya saja dalam
pertarungan ini, dia sepertinya sudah berada di bawah
angin, sehingga, ketua perumahan Liu yang namanya
termasyur didunia persilatan, menjadi marah tidak
terkendali, tubuhnya meloncat, sepasang tangannya
dikibaskan bersilang, di bawah ribuan bayangan telapak,
dengan kandungan hawa dingin yang menusuk tulang,
seperti serat perak yang tidak terhingga banyaknya,
menusuk tiga puluh enam jalan darah penting di depan
tubuh Siau Kun.
Siau Kun terkejut sekali, dia tidak menduga Kanglam
Liu yang tampangnya seperti aliran lurus, bisa melancarkan
jurus telapak yang sangat keji, buru-buni dia memutar
tubuhnya, sepasang telapaknya berturut turut dikibaskan,
dia mengerahkan seluruh'kemampuan nya, tapi tetap saja
tidak bisa menahan serangan hawa dingin itu, segera dia
menjadi kelabakan, keadaannya sangat tidak enak
dipandang.
Pek Soh-jiu yang melihat jadi terkejut, buni-buru dia
mengangkat telapak tangannya, didorong ke depan sejajar
dengan dada, satu hembusan angin keras seperti kekuatan
gelombang pasang menerpa karang, mener-jang bagian
belakang Kanglam Liu.
Tiga jurus telapak Kang-hong (angin yang berkecepatan
sangat tinggi) kekuatannya sangat hebat, Kanglam Liu
sebagai penguasa tunggal di Thian-lam juga tidak berani
menghadapi serangan ini dengan kekerasan, mantel
sutranya tampak berkelebat, men-dadak dia mundur tiga
tombak lebih.
Siau. Kun melihat pada Pek Soh-jiu dengan perasaan
terima kasih, lalu berpaling, sepasang matanya dibuka,
menyorotkan dua sinar tajam, telapak kanan merogoh ke
dalam dada, mengeluarkan sebilah pedang pendek yang
bersinar, dingin, berkata:
"Hian-im-cap-sa-hoat (Tiga belas jurus gaib hawa dingin)
sungguh mengandung kekuatan yang sulit dibayangkan,
aku jadi penasaran, aku masih ingin mencoba permainan
senjatamu."
Begitu sorot mata Kanglam Liu melihat pedang pendek
ditangan Siau Kun, warna wajahnya berubah besar,
mendadak dia bertepuk tangan, tubuhnya seperti bangau
besar melejit kelangit, jagoan yang sangat ternama di Thian-
lam ini, pergi begitu saja tanpa banyak bicara, puluhan laki-
laki besar yang tadi menghadang di jalan, juga
mengikutinya berlari tunggang langgang.
Siau Kun menyimpan kembali pedang pendeknya lalu
mendengus dingin, lalu melihat pada Pek Soh-jiu berkata:
"Menunggang kuda di jalan raya sambil mengobrol,
seharusnya adalah hal yang menggembirakan, tidak diduga
keadaan nyaman ini dirusak oleh para perampok kecil tadi."
Pek Soh-jiu tertawa tawar:
"Tidak apa, bisa bertemu dengan jago-jago Kanglam, itu
juga satu hal yang menggembirakan." Tidak menunggu Siau
Kun menjawab, dia sudah meloncat naik keatas kuda,
sepasang kakinya perlahan dihentakan, dengan cepat
melarikan kuda menuju Hiu-sui.
Terhadap saudara Siau Yamg baru dikenal tidak lama,
sungguh Pek Soh-ciu merasa sangat misterius, di Yun-liu,
dia dengan dua senjata gelapnya, membuat para pesilat
tinggi dunia persilatan menjadi ketakutan seperti bertemu
dengan ular berbisa, sekarang kembali dengan sebilah
pedang pendeknya, membuat Kanglam Liu yang penguasa
tunggal Thian-lam ketakutan dan melarikan diri, tentu saja,
walau di dalam hati dia banyak pertanyaan, tapi dia tidak
enak menanyakannya, hanya saja terhadap perjalanan ke
Kwo-tiang ini, dia jadi ada sedikit menyesal.
Saat ini angin tidak bertiup, matahari terik seperti bara
api, setelah beberapa saat melarikan kudanya, orang dan
kuda pun sudah bercucuran keringat, Pek Soh-jiu melihat
wajah Siau Kun menjadi merah, keringat keluar seperti air
hujan, maka dia memperlambat lari kudanya dan berkata:
"Cuaca di pegunungan sangat sulit diduga, siang dan
malam, seperti dua musim yang berbeda, saat ini matahari
sangat terik sekali, kenapa saudara Siau tidak melepaskan
saja sapu tangan kepala, supaya sedikit jadi dingin!"
Wajah Siau Kun menjadi merah, berkata: "Sapu tangan
kepala walau menjadikan lebih panas, tapi bisa menahan
sinar matahari, aku memilih, lebih baik memakai sapu
tangan kepala saja."
Terhadap remaja tampan yang sulit diduga sifatnya ini,
Pek Soh-jiu merasakan tidak bisa berbuat banyak, jika dia
merasa lebih baik memakai sapu tangan di kepalanya, buat
apa dia sendiri repot repot, sehingga, dia membiarkannya
dengan tersenyum.
Hari semakin larut malam, mereka tiba di depan pohon
yang ada bayangannya, Siau Kun menunjuk dengan ujung
pecutnya berkata:
"Toako! Kita istirahat dulu di bawah bayangan pohon,
sekalian mengisi perut sedikit."
Setelah Pek Soh-jiu menganggukan kepala tanda setuju,
mereka beristirahat di bawah bayangan pohon, mungkin
karena penguapan dari keringat, wewangian yang seperti
pernah dikenal itu, melayang masuk ke dalam hidung Pek
Soh-jiu, dia sedikit mengerutkan alis, melihat kearah
datangnya wewangian itu dengan penuh pertanyaan.
Ini adalah satu ciptaan Tuhan yang hebat, walau pun
Song-ih atau Suto hidup kembali, saudara Siau ini juga
tidak akan kalah oleh mereka, dan dari penampilannya
seperti ada penampilan genit yang memikat, saat ini pipi dia
merah, lesung pipinya samar samar terlihat, sepasang mata
yang jelas hitam dan putihnya, bergelimang air jernih, dia
sepertinya sudah merasakan tatapan Pek Soh-jiu itu, lalu
dengan wajah serius berkata:
"Toako.
"Eeii—
"Hawanya begini panas, kenapa kau tidak melepaskan
saja topengmu?"
“Aku juga ada Piklran begitu, hanya takut
mendatangkan kerepotan."
"Di tempat ini kecuali kita tidak ada orang lain lagi,
walau pun ada orang yang menemukan kita, dengan
kekuatan kita berdua, apakah masih takut ada orang yang
mengganggu!"
"Haai!" Pek Soh-jiu mengeluh berkata, "Jika aku
mempunyai perguruan sehebat perguruan saudara Siau,
maka tidak perlu lagi menggunakan topeng seperti
sekarang."
"Kalau begitu, Toako! Aku ajarkan kau cara
menggunakan Pek-lek-bie-sin-ciam, nanti kubagi satu
kantong Sin-ciam buatmu, mau tidak?"
"Tidak, maksud baik saudara Siau, aku terima di dalam
hati saja."
"Kenapa? Kau masih memandang aku orang luar!"
"Aku adalah seorang yang pembawa mala petaka, lebih
baik jangan melibatkan teman......apa lagi......"
"Kek... Kau malah memandang aku ini seorang yang
takut mati."
"Aku tahu saudara Siau adalah seorang yang
mementingkan rasa setia kawan, tapi kita baru
berkenalan......"
"Di dunia ada teman sependirian, bumi dan langit seperti
bertetangga, buat apa Toako berpandangan seperti orang
biasa saja."
Perkataan Siau Kun belum habis,' tiba tiba 'Paak!'
terdengar satu suara keras, di dalam hutan tempat mereka
istirahat, terdengar suara teriakan orang tua.
" Yaaw, kau pukul orang?"
"Tua bangka tidak tahu mati, kau teriak apa?"
"Kenapa, sudah dipukul masih tidak boleh keluar suara?"
"Kau lihat mereka suami istri remaja, tapi kelakuannya
tidak seperti kau ini!"
"Orang adalah suami mesra istri setia, dengan apa kau
bandingkan mereka?"
"Bagus, tua bangka tidak tahu mati, kau berani menghina
aku, rasakan kau nanti!"
Ssst ssst dua suara pelan terdengar, dua bayangan orang
selincah burung terbang, meloncat dari puncak pohon,
hanya satu kali loncatan saja, tubuhnya sudah berada dalam
sepuluh tombak lebih, ilmu meringankan tubuhnya, bisa
dikatakan sangat jarang terlihat di dunia persilatan.
Pipi Siau Kun jadi merah, dia meludah sekali pada
bayangan orang itu, malunya sampai tidak berani
mengangkat kepalanya, lama, dia baru dengan kesal
berkata:
"Dua setan tua ini sungguh menyebalkan sekali, mereka
malah menganggap aku......aku ini perempuan......"
Perkataannya terhenti sebentar, dia kembali mengangkat
kepala dan tertawa, katanya:
"Toako! Hari akan segera gelap, kita lebih baik ke Lam-
tiang saja, ngobrol disana."
Tiba di Lam-tiang, tepat jam sembilan malam, mereka
mencari penginapan, tapi tidak bisa mendapatkan dua
kamar, Siau Kun seperti tidak biasa satu kamar dengan
orang lain, dengan alasan terlalu lelah, dia jadi tidur dengan
pakaian lengkap, hari baru saja fajar, dia sudah bangkit
duduk, tepat diwaktu itu, di kamar sebelah mereka,
terdengar lagi suara yang telah di kenal.
"Tua bangka, rubuhmu terlentang kenapa masih
matanya masih melotot?"
"Sst......nenek tua, pelan sedikit, aku tidak ada waktu
bicara denganmu."
"Puuih, sudah terlentang masih mau sibuk apa? Apakah
raja neraka ingin mengundang kau datang?"
"Kek, aku ini sedang memperhatikan bocah kecil yang
menyamar jadi laki-laki itu."
"Orang sudah ada bocah yang menemaninya, urusan apa
denganmu? Hemm, kau tidak perhatikan nenek tua ini,
malah memperhatikan bocah perempuan itu!"
"Kau? Kek, kek......"
"Kenapa, dimananya aku tidak pantas buatmu?"
"Jangan sembarangan omong, nenek tua, apakah kau
tidak berpikir bocah perempuan itu ada sedikit aneh?"
"Jangan buat teka teki dengan aku, jika ada yang mau
dibicarakan cepat katakan, jika ingin kentut cepat
keluarkan."
"Kau tentu tahu peristiwa Leng-in?"
"Mmm......."
"Lalu kau tidak merasa ada yang aneh?"
"Aku justru tidak mengerti."
"Hai, bocah perempuan itu paling sedikit datang bukan
untuk bermesra-mesraan, betul tidak?"
"Apa yang kau katakan walau pun ada sedikit masuk
akal, tapi aku tetap saja tidak sependapat."
"Kek, nenek tua, kau ini sungguh jadi nenek tua yang
bodoh."
"Kaulah orang tua yang bodoh, hemm, permusuhan
antara generasi sebelumnya, tidak ada hubungannya
dengan mereka! Coba pikir, aku ini bagaimana caranya bisa
cinta padamu?"
"Ini......ha ha......tidak salah, tidak salah, bocah itu juga
memang cukup tampan, kecuali aku ini, kek, kek......"
"Jangan memuji diri sendiri, tua bangka, kau pernah
berkata, akan membawa aku melancong kota Lam-tiang,
kau tidak boleh mengingkarinya."
"Kapan aku pernah bohong padamu, nenek tua, kita ini
adalah......"
Percakapan di kamar sebelah ini, Siau Kun bisa
mendengar, satu kata pun tidak ada yang lolos, wajah
tampannya seperti dilapisi lipstik merah, cantiknya seperti
sekuntum bunga To, dengan gerakan yang lincah dan
ringan dia menotok jalan darah tidur Pek Soh-jiu, sepasang
mata cantiknya, sedikit pun tidak berkedip menatap wajah
tampan yang membuat hatinya bergetar.
Tidak salah, dia mendekati Pek Soh-jiu, memang dia ada
tujuan lain, namun, di Hun-sie, remaja tampan ini telah
membuka hatinya, telah mencuri hatinya, kemudian walau
dia sudah tahu remaja yang mengaku she Ciu itu, adalah
tujuan yang dia cari-cari, tapi cintanya sudah tertanam
dalam, sudah tidak bisa dicabut lagi, sehingga, dia
meninggalkan dua orang pelayannya Hu-in dan Cu-soat,
dengan menyamar sebagai keturunannya Sin-ciu-sam-coat
berkelana di Bulim, sekarang, dia telah menguasai dia
sepenuhnya, tapi tidak ingin dia mendapatkan sedikit pun
luka, lama, wanita cantik yang menyamar sebagai Siau
Kun, mengeluarkan keluhan panjang, lalu, dia merapihkan
baju, membuka kembali jalan darah tidur Pek Soh-jiu,
hari lagi.'
Siau Kun tertawa: matanya mengerling, dengan suara
malu-malu dia memanggil berkata:
"Toako! Hari sudah siang, sudah saatnya kau bangun."
Pek Soh-jiu membuka sepasang mata, meloncat bangun
dari tidur, dia melihat matahari dari jendela, dengan
bengong berkata:
"Aneh, tidur kali ini begitu nyenyaknya......"
Siau Kun menutup bibirnya tertawa tertahan:
"Daerah ini udaranya lembab panas, tengah hari paling
membuat orang tidak tahan, tidur lama sedikit juga tidak
apa apa."
"Kalau begitu ayo kita cepat pergi dari sini, gunung Kwo-
tiang ribuan li jaraknya dari sini, untuk kesana harus
menghabiskan beberapa hari."
Siau Kun mengangkat-angkat alis, berkata: "Buat apa
harus terburu buru begitu? Pasar di Lam-tiang adalah paling
ramai di daerah tenggara, bagaimana pun kita harus
melihatnya."
Pek Soh-jiu menggelengkan kepala berkata: "Maaf
saudara Siau, aku benar benar tidak ada gairah untuk itu."
Siau Kun berkata:
"Aku telah berjanji dengan Siau-wan-ngo-liong (Lima
naga dari berbagai rawa) bertemu ditempai ini, kita
berangkat besok pagi saja, bagaimana?')'
PekSoh-jiu tidak bisa berbuat apa-apa berkata: "Jika
saudara Siau sudah ada janji bertemu dengan Siau-wan-
ngo-liong disini, terpaksa kita tinggal disini satu
"Temani aku jalan-jalan di gedung Seng-ong, untuk
menghabiskan waktu, mau tidak?"
Walau bagaimana pun hari ini dia sedang senggang,
pergi menikmati pemandangannya San-kang dan Ngo-
houw bisa juga menghilangkan kekesalan yang menumpuk
didalam hati. Maka, mereka menggunakan waktu sehari
mengunjungi pemandangan yang ternama di Lam-tiang,
semuanya meninggalkan jejak mereka.
Saat senja hari, mereka kembali dari melancong ke istana
Wan-jiu, sambil diterpa angin sore, menikmati matahari
terbenam di pegunungan Kiu-leng, sedang mereka santai
mengobrol, Pek Soh-jiu tidak disengaja melirik kesamping,
dia melihat ada satu bayangan orang, sedang berlari dengan
cepat sekali, mendadak kakinya tidak terkontrol, langsung
jatuh ke tanah, tapi dia meloncat bangun, kembali berusaha
lari, belum ada beberapa tombak, kembali tersungkur jatuh
ke bawah, dia merasakan gerakan orang ini sangat
mencurigakan, sesaat timbul rasa ingin tahunya, maka
bersama Siau Kun dia mendatangi orang itu ingin melihat
apa sebenarnya yang terjadi, setelah mendekat hampir
kurang dari satu tombak, Siau Kun berteriak terkejut:
"Celaka, Toako! Dia adalah salah satu Siau-wan- ngo-
liong......" tidak menunggu jawaban dari Pek Soh-jiu,
dengan gerakan lincah, dia lari kesisi orang itu, saat
membalikan tubuh orang itu, melihat, benar saja orang ini
adalah saudara ketiga dari Siau-wan-ngo-liong, tapi seluruh
tubuhnya penuh dengan luka, sudah tidak bisa ditolong
lagi, walau pun ada obat hebat, juga sulit bisa menolong
nyawanya, untuk sesaat, dia malah jadi terdiam bengong.
Pek Soh-jiu berkata:
"Saudara Siau, orang ini terluka parah, tapi masih
berusaha lari, pasti ada hal yang sangat penting yang akan
dilaporkan padamu, biar aku bantu dia dengan tenaga
dalam, kau perhatikan dia berkata apa." Dia segera
mengulurkan telapak tangan kanannya, ditempelkan di
jalan darah Ki-ciat-hiat, lalu menyalur-kan tenaga dalam ke
tubuh orang yang terluka itu.
Kira kira seperminuman secangkir teh panas, orang yang
terluka menghela nafas panjang, kulit matanya juga pelan-
pelan dibuka, Pek Soh-jiu cepat-cepat menarik tangannya,
pergi jalan menjauh.
Siau Kun sudah tidak sabar bertanya: "Bagaimana kau
bisa sampai terluka separah ini, dimana saudaramu yang
lainnya? Apakah sudah mendapatkan beritanya Goan
Ang?"
Orang yang terluka mengeluh sekali berkata:
"Tuan muda......kita......sudah kalah...... kami bersaudara
dipancing oleh Goan Ang, gagal...... melaksanakan tugas
yang diberikan majikan......"
Dia dengan susah payah mengeluarkan satu potongan
kain baju dari dalam dadanya, masih belum sampai
ketangannya Siau Kun, sudah menghembuskan nafas yang
terakhir.
Siau Kun mengambil potongan kain baju itu, terlihat
diatasnya adalah peta sederhana yang digambar dengan
darah segar, cepat-cepat dia memanggil Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! Buat apa menghindar? Coba lihat ini!"
Pek Soh-jiu mendekat, melihat langsung kain diatas
tangannya Siau Kun, lalu melihat ke arah pegunungan Ciu-
leng, katanya:
"Melihat dari kasarnya, sarang sementaranya Goan Ang,
pasti di dalam pegunungan Ciu-leng, tapi tepatnya dimana,
masih harus diurut menurut peta baru bisa diketahui."
Siau Kun berkata:
"Jika Toako tidak lelah,......"
Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa: "Mari kita pergi."
Mereka segera menguburkan mayat ditempat itu, lalu
dengan baju berkibar diterjang angin, mereka berdua lari
menuju pegunungan Ciu-leng, sampai hari telah menjadi
gelap, mereka baru bisa mendapatkan tempat yang mirip
dengan peta yang digambar dengan darah segar itu.
"Pada saat itu." Satu sinar hitam, mendadak terbang
keluar dari dalam hutan, Pek Soh-jiu dan Siau Kun
meloncat berlawanan arah, ssst... suara keras, dalam
bebatuan telah tertancap sebuah anak panah yang panjang
yang masih bergetar.
Siau Kun berteriak, dia meloncat masuk kedalam hutan,
Pek Soh-jiu takut Siau Kun mendapat luka, juga mengikuti
meloncat masuk ke dalam hutan, tapi setelah seluruh hutan
diperiksa, setengah bayangan orang pun tidak ada, jelas
orang yang diam-diam memanah, dari tadi telah
meninggalkan tempatnya, maka mereka berdua kembali
berkumpul, tetap mengikuti petunjuk yang ada di dalam
gambar peta darah, maju ke depan mencarinya.
Mendadak terlihat satu garis bayangan hitam, kembali
muncul dari belakang batu besar, tubuhnya bergerak cepat
dan lincah, berkelebat masuk kedalam hutan Tho tidak jauh
di sebelah kiri, di dalam hati Siau Kun tahu, pasti dia orang
yang tadi diam-diam memanah itu, mulutnya langsung
berteriak, sekali lagi meloncat segera mengejarnya, Pek Soh-
jiu juga langsung mengejar, Siau Kun membalikan kepala
berkata:
"Toako! Orang ini pasti sudah melarikan diri masuk
kedalam hutan Tho, bagaimana kalau kita masuk ke dalam
hutan mencarinya, baik tidak?"
Pek Soh-jiu berpikir sebentar: "Orang ini mungkin
sengaja memancing kita masuk kedalam jebakannya, jika
tidak terlalu penting, sepertinya tidak perlu menempuh
bahaya."
Siau Kun memonyongkan mulutnya: "Aku sungguh
tidak percaya ada orang yang mampu meloloskan diri dari
kita, begini saja, Toako menjaga diluar biar aku masuk ke
dalam memeriksa-nya." Pek Soh-jiu sambil tertawa keras
berkata: "Jalanlah, kita lihat sebenarnya mereka punya
jebakan lihay apa." Tubuhnya berkelebat, dia pertama-tama
meloncat masuk ke dalam hutan.
Mereka berdua bersama sama masuk ke dalam hutan,
kira kira tidak sampai setengah li, di dalam hutan Tho itu
tampaklah perumahan yang sangat luas. Siau Kun berkata:
"Toako! Perumahan ini dimana-mana ditumbuhi rumput
liar, kelihatannya sudah lama tidak ada orang yang tinggal
disini, orang itu memancang kita masuk ke dalam sini, tidak
tahu ada tujuan apa."
Belum sempat Pek Soh-jiu menjawab, di dalam rumah
yang kelihatannya tidak ada penghuninya itu, sudah
terdengar suara tawa dingin berkata:
"Masuklah ke dalam melihatnya, bukankah akan nona
akan segera tahu."
Siau Kun merasa malu dan menjadi marah dia berteriak:
"Justru kami bersaudara ingin masuk melihatnya."
Tubuhnya meloncat, langsung menerjang kearah keluarnya
suara.
Pek Soh-jiu mengikuti, terlihat Siau Kun berdiri di
tengah ruangan sepi yang penuh dengan debu dan sarang
laba-laba, mata cantiknya meneliti kesekeliling, wajahnya
tampak kebingungan, tidak tahan dia jadi memegang
tangan Pek Soh-ciu berkata:
"Ruangan ini sepertinya sudah lama tidak ditinggali
orang, kita lihat-lihat ke tempat lain saja."
Siau Kun menggelengkan kepala: "Menurut
pendengaranku, orang yang berbicara itu pasti bersembunyi
diruangan ini! Kita geledah."
"Hemm, kau terlalu percaya diri, nona." Kembali satu
kata sindiran terdengar, tapi suara itu sudah pindah ke
sebelah kiri.
Siau Kun sudah tahu musuh di tempat yang gelap
dirinya ditempat yang terang, keadaan dia dan Pek Soh-jiu
sangat tidak menguntungkan, tapi dua kali panggilan nona,
sudah menimbulkan amarahnya, dia tidak lagi
mempedulikan keadaannya berbahaya atau tidak, tubuhnya
telah berputar menerkam kearah asalnya suara.
Itu adalah halaman yang ditumbuhi rumput setinggi
lutut, tapi bangunan dan kebunnya yang sudah lama tidak
terurus, masih tampak kemegahannya di waktu dulunya, di
belakang halaman ada satu bangunan yang catnya telah
terkelupas, satu parit yang air nya jernih mengalir
melingkar.
Siau Kun memutar matanya, dengan dingin berkata:
"Orang yang selalu bersembunyi seperti ini, pasti adalah
orang yang hina yang tidak berani bertemu dengan orang,
kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk ini, Toako! Kita
pergi saja."
"Diri sendiri tidak punya mata, masih berani
menyombongkan diri, he he......"
Saat ini mereka telah mengawasi, suara tawa belum
selesai, mereka bersama-sama menerjang masuk ke dalam
ruangan itu, tapi huuut..... sebuah jaring baja hitam, seperti
petir menutup di atas kepala mereka, tapi dua orang pesilat
tinggi remaja ini, kecepatan gerakannya tidak bisa di
samakan dengan orang biasa, sebelum jaring baja
menyentuh tanah, tubuh mereka berdua mendadak rebah ke
tanah, begitu hampir menempel di lantai dengan cepat
meluncur keluar, nyaris dapat meloloskan diri.
Namun, ketika mereka mendekati pintu ruangan,
paang... sederetan anak panah sudah melesat menyambut
mereka, sepertinya sudah diperhitungkan waktu dan
jaraknya, tepat menyambut kedatangan tubuh mereka, saat
ini, walau pun orang yang berilmu silat amat lihay pun,
mungkin tidak bisa menghindarkan serangan mendadak ini.
Tapi ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dari
Sin-ciu-sam-coat adalah ilmu meringan-kan tubuh nomor
satu di dunia persilatan, di saat yang sangat genting itu dia
menangkap lengan Siau Kun, sebelah telapaknya memukul
ke arah anak panah itu, tubuhnya seperti sebuah arwah saja,
tahu-tahu sudah meloncat kembali kearah yang sebaliknya,
anak panah itu sambil mengeluarkan suara siutan lewat dari
atas kepala mereka.
Setelah dua kali lolos dari jebakan, Pek Soh-jiu baru
menghela nafas lega, tapi ketika kakinya menyen-tuh lantai,
mendadak injakannya jadi kosong, dia langsung jatuh ke
dalam lubang jebakan.
Saat ini dia tidak sempat menarik napas, dia berusaha
meloncat sekali lagi, tapi tenaganya sudah tidak ada lagi,
terpaksa dengan mengeluh sekali, mereka berdua jatuh ke
dalam lubang yang gelap.
Sebenarnya lubang ini tidaklah terlalu dalam, hanya dua
puluh tombak lebih, tapi lubang diatasnya sempit sedang
dibawahnya lebar, sulit untuk bisa meloncat keluar, dan
didalam lubang masih dipenuhi oleh satu hawa panas yang
membuat orang jadi lemas, mereka berdua tidak lama jatuh
kedalam lubang, tapi langsung merasakan tubuhnya jadi
lemas tidak bertenaga.
Pek Soh-ciu menarik nafas dulu beberapa saat, baru
memeriksa kesekeliling, terlihat lubangnya itu dipenuhi oleh
asap tebal, panasnya tidak tertahan, tekanan yang
menyesakan ini, membuat dia sulit bernafas.
Sambil memegang tangan Pek Soh-ciu, Siau Kun
mengeluh:
"Didalam lubang ini udaranya tipis, panasnya tidak
tertahan, mahluk apa pun, akan sulit bertahan hidup lebih
dari tiga hari, kelihatannya kita akan mati disini."
"Hemm!" Pek Soh-jiu berkata, "Hidup atau mati, orang
she Pek tidak pernah menaruh di dalam hati, asal bisa mati
bersama dengan saudara Siau di lubang ini, itu malah juga
satu jodoh dalam kehidupan ini."
"Toako, aku telah mengecewakanmu, tapi enci Su Lam-
ceng apa benar-benar ditangkap oleh ayahku?"
Pek Soh-jiu dengan perasaan tidak senang berkata:
"Apakah aku mau membohongimu?" "Tapi semenjak aku
tumbuh besar dan menjadi mengerti, aku tidak pernah tahu
bahwa diriku masih mempunyai seorang ayah."
Pek Soh-jiu tertegun:
"Mungkin ayahmu terlalu lama meninggalkan rumah,
aku pikir kakakmu pasti tahu."
Siau Kun berlagak ragu-ragu sebentar, pelan-pelan
melepaskan kerudung kepalanya, segera saja rambut hitam
yang halus dan panjang terurai, dia dengan menatap Pek
Soh-jiu yang tampak wajahnya keheranan, sambil
tersenyum manis berkata: "Tidak kenal lagi, betul?"
Sambil mengeluh Pek Soh-jiu berkata: "Nona Yam! Kau
sudah lama mengelabui aku!"
Siau Yam dengan sedikit kesal melotot, berkata: "Masih
mau mengatakan ayahku yang menculiknya?"
"Itu adalah apa yang dikatakan, oleh orang tua berambut
putih itu, jika nona Yam benar-benar tidak mempunyai
ayah, masalahnya jadi membuat orang tidak mengerti."
Siau Yam berkata:
"Jika kita tidak mati, aku akan kembali ke dunia
persilatan dengan wajah asliku, mungkin, pada suatu hari
nanti keadaannya akan menjadi jelas, sayang......" dia
menghentikan perkataannya sejenak, lalu melanjut-kan,
"Sebenarnya dia mendapatkan sebelah, aku mendapatkan
sebelah, Tuhan masih adil terhadap kami."
Pek Soh-jiu jadi bengong mendengarnya berkata:
"Apa maksud kata kata nona Yam?"
Siau Yam mengangkat alis berkata:
"Kau ini benar benar tidak tahu, atau pura pura tidak
tahu?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Tentu saja tidak mengerti."
Siau Yam menegakan tubuhnya, lalu dengan perasaan
kecewa mengeluh berkata:
"Kau benar mau jadi orang yang tidak ada perasaan,
hanya ada awal tidak ada akhir?"
Pek Soh-ciu buru buru berkata: "Bicara nona terlalu
berat, aku tidak merasa pernah berbuat tidak senonoh pada
nona!"
Siau Yam berteriak marah:
"Apakah kau sudah melupakan malam hari di Hun-
sie......"
Pek Soh-jiu dengan tergagap-gagap berkata:
"Ini......haai......"
"Hemm!" Siau Yam berkata, "Walau Siau Yam bukan
gadis bangsawan, tapi juga bukan seorang gadis murahan,
semalam tidur bersama di satu ranjang, seratus tahun telah
ditetapkan, apakah kau menginginkan aku menikah dengan
orang lain?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Sekarang ini jiwa kita di dalam bahaya, buat apa adik
Yam memperdebatkan masalah ini!"
Siau Yam dengan wajah serius berkata: "Justru jiwa kita
diambang bahaya, aku baru mau kau mengatakannya
sendiri, haai, bisa mati bersamamu, sebenarnya adalah hal
yang menggembira-kan, jika kau tidak mengaku aku adalah
istrimu, maka aku mati pun tidak akan bisa menutup mata."
Pek Soh-jiu berkata:
"Tapi......Su......."
Mulut Siau Yam dimonyongkan: "Kenapa? Hemm, aku
lebih dulu kenal denganmu, dia hanya melangkah lebih
dulu dari padaku, atau biar aku mengalah sedikit pada dia,
panggil dia enci saja, apakah dengan begini juga dia berani
tidak menerima aku?"
Pek Soh-jiu mengeluh berkata:
"Jika adik Yam sudah bicara begini, aku mengaku saja."
Saat ini di dalam lubang sangat panas sekali, sepertinya
lebih panas dari pada sebelumnya, mereka berdua bermandi
keringat, bajunya jadi basah semua, Siau Yam dengan
lembut merebahkan kepala pada dadanya Pek Soh-jiu,
wajahnya tampak tenang sekali.
Mereka berdua sulit memusatkan tenaga dalam, hingga
tidak mampu melarikan diri dari lubang maut ini, tapi
sampai pada saat yang akan benar-benar mati, waktunya
masih panjang, rasanya menunggu kematian seperti ini,
sungguh terasa menyiksa. Tanpa sadar Pek Soh-jiu
mengeluarkan Seruling Bambu ungu pemberian Sangguan
Ceng-hun dan meniupnya.
"Angin musim semi di bulan kedua, tepat disaat bunga
matahari memenuhi jalanan, mana dapat menahan
kesedihan perpisahan! Sapu tangan menjadi kotor oleh
bedak karena mengusap air mata. Apa boleh buat, dengan
cara apa pun membujuknya juga tidak bisa membuat dia
tinggal bersama. Arak tidak hentinya ditumpahkan, alis
mengerut, hati sedih, kecapi berhenti. Berjumpa lagi di
kemudian hari, tidak tahu di dalam impian yang mana, juga
harus sering terbang mencarinya."
Yang dia nyanyikan adalah Ti-jin-tiauw (cerita asmara
wanita cantik.) karangan Yan-su dari dinasti Sung Utara,
iramanya menyedihkan sekali, seluruh lubang bawah tanah
sudah di penuhi oleh suara yang menyedihkan ini.
Sehabis Pek Soh-jiu melantunnya, saat akan menyimpan
Seruling Bambu ungu, tiba-tiba Siau Yam berkata:
"Aku senang mendengarnya, Toako! Tiuplah beberapa
kali lagi, boleh?"
Pek Soh-jiu tidak tega menolaknya, kembali dia
melantunkan lagi Ti-jin-tiauw.
Dia meniup sekali dua kali, malah akhirnya tidak ingat
sudah meniupnya berapa kali, hanya dengan lupa diri
meniupnya saja, pikiran mereka berdua, sudah seluruhnya
melebur ke dalam sajak lagu itu.
Mendadak, Siau Yam bangkit berdiri, teriak berkata:
"Toako! Jangan meniupnya lagi, kita cepat keluar dari
sini."
Pek Soh-jiu berhenti meniup tertegun:
"Apa, adik Yam! Kau kata kita keluar dari sini?"
Siau Yam tertawa:
"Kenapa? Apakah kau benar-benar ingin mati disini?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Tapi......" dia belum habis berkata, mendadak dia
merasakan panas yang tidak tertahankan di dalam lubang
ini, sudah menghilang dan menjadi sejuk, dia mencoba
mengerahkan tenaga dalamnya, dirasakan tenaga dalamnya
lancar tidak ada hambatan, seluruh kepandaiannya sudah
pulih seperti semula, di dalam hati dia menjadi sangat
gembira, dia menduga mungkin semua ini karena seruling
ajaib yang dia tiup tadi, segera dia mengeluarkan Pouw-
long-tui, dilemparkannya ke atas, sebuah sinar hitam
langsung sudah menancap di dinding lubang sekitar setinggi
dua tombak, lalu membalikan kepala berkata pada Siau
Yam: "Adik Yam! Kau naik terlebih dulu."
Siau Yam sedikit mengangguk, kaki munggilnya
dihentakan, tubuhnya seperti asap yang ringan, meloncat
naik ke atas dinding, lalu menangkap tali yang terurai dari
Pouw-long-tui, seperti kera naik ke atas pohon, dengan
lincahnya naik sampai ke atas Pouw-long-tui, lalu telapak
kirinya menempel ke dinding, telapak tangan kanannya
diayunkan, Pouw-long-tui bersuara hut..., jarak ke mulut
lubang sudah tidak sampai setengah tombak, mendadak
tubuhnya meluncur ke atas, dengan gaya Hoan-in-cong-
thian (awan menembus langit), dia meloncat keluar dari
lubang, dia memperhatikan cuaca dan situasi sebentar, dia
tahu tidak lama lagi hari akan terang, disekeliling sunyi
senyap, dia menduga orang yang menjebak mereka berdua,
pasti mengira mereka tidak mungkin bisa hidup. lalu
dengan tenang meninggalkan mereka tanpa ada penjagaan,
dia tidak berani membuang-buang waktu, segera
melemparkan Pouw-long-tui ke bawah, berteriak kearah
mulut lubang:
"Cepat naik keatas."
Pek Soh-jiu sudah naik ke atas, setelah lolos dari bahaya
maut, mereka berdua jadi gembira, hanya saja keringat dan
kotoran tanah membuat sepasang remaja yang tampan dan
cantik ini, menjadi seperti sepasang suami istri pengemis,
Siau Yam tersenyum manis berkata: "Sekarang jika
bertemu dengan Sangguan Toako, dan para murid Kai-pang
pasti akan mengadakan sambutan yang sangat meriah
sekali."
Pek Soh-jiu memegang tangan mulus dia sambil
tersenyum berkata:
"Aku belum ada niat bergabung ke dalam Kai-pang, jika
kau sungguh ingin menjadi seorang pengemis, harus
tanyakan dulu padaku, apakah aku mengizinkannya tidak."
Mereka berkelakar, bersamaan waktu itu juga mereka
mencari satu tempat yang sepi, mengganti baju dengan yang
bersih, Siau Yam masih tetap menyamar sebagai seorang
laki laki, rambut panjangnya dibungkus dengan sapu tangan
sutra putih, di belakang kepalanya masih disimpulkan
dengan sepasang kupu-kupu terbang, dia memutar
tubuhnya, dengan malu-malu kucing melirik Pek Soh-jiu
berkata:
"Toako! Bagus tidak?"
Pek Soh-jiu menatap dengan mesra pada istri cantik yang
baru dipinangnya di dalam goa, mendadak membentangkan
tangan, lalu memeluk tubuhnya yang seksi itu ke dalam
pelukannya, sepasang kakinya dihentakan, meloncat naik
ke atas cabang pohon, di dalam angin sepoi-sepoi pagi
terdengar suara tawa yang memikat orang, dengan segera
mereka pergi menuju Lam-tiang.
Sepasang mata cantik Siau Yam terpejam, dengan manja
terlena di dada yang kuat itu, ujung alisnya perlahan
bergetar-getar, wajahnya yang merah, tampak begitu cerah
dan bahagia. Lama----
"Toako! Turunkanlah aku."
"Baik, baik, aku terlalu gembira, sehingga mungkin
membuat kau tidak nyaman." Dia menurun-kan, lalu
mereka berdua jalan berdampingan.
"Tidak! Aku sangat nyaman, hanya...... takut membuat
kau lelah." berhenti sejenak, lanjutnya, "Toako! Hutan Tho
yang misterius itu, apakah kita tidak perlu menyelidikinya?"
"Melihat keadaannya, Goan Ang pasti tidak akan
bersembunyi disana, walau pun ada beberapa anak buah
dia, hanya untuk memancing orang ke dalam jalan yang
menyesatkan, atau membunuhnya, buat apa kita
menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna!"
"Maksudmu kita tetap langsung menuju ke gunung Kwo-
tiang saja?"
"Aku pikir begitu."
Mereka berdua mengikuti rencana semula, dengan santai
berjalan kembali ke penginapannya, pelayan penginapan
melihat Siau Yam, segera memberikan satu kertas surat
berkata:
"Tuan muda! Kemarin ada seorang tamu wanita,
menyuruh aku memberikan surat ini padamu."
Siau Yam menerima surat itu, wajahnya sedikit berubah,
dia berkata:
"Terima kasih." Lalu dengan tergesa gesa dia masuk ke
dalam kamar, Pek Soh-jiu mengikuti dari belakang,
menatap wajahnya yang dingin berkata:
"Adik Yam! Ada masalah apa?"
Siau Yam merobek hancur surat itu, sambil tersenyum
berkata:
"Jangap khawatir, kita tidak akan ada masalah." Lalu
kembali berkata, "Topeng kulit manusia itu, apakah hanya
ada satu buah saja?"
"Yang laki-laki hanya ada satu buah, tapi yang wanita
ada dua buah." Dari dalam dada dia mengeluarkan satu
bungkusan kecil diberikannya pada Siau Yam, Siau Yam
membuka bungkusan dari kain sutra itu, begitu dilihat, di
dalamnya adalah sebuah topeng wajah wanita berusia
sekitar tiga puluhan, satu lagi adalah wajah wanita berusia
lima-enam belasan remaja wanita, semuanya cantik-cantik,
dia menyimpan topeng itu, pada Pek Soh-jiu sambil tertawa
genit berkata:
"Toako! Kau lihat aku pakai yang mana lebih pantas?"
Pek Soh-jiu tanpa pikir berkata:
"Tentu saja pakai topeng wanita remaja itu lebih pantas."
"Kenapa?"
"Karena hanya dengan topeng itu, baru sesuai dengan
wajah adik Yam yang cantik jelita."
"Mmm, aku tidak secantik itu! Kau bohong."
"Kenapa? Kau ingin jadi wanita yang tua?"
"Kau adalah sastrawan setengah baya, kalau aku adalah
wanita setengah baya, bukankah itu adalah pasangan yang
amat serasi? Hemm, kau ingin aku menyamar jadi wanita
remaja, supaya bisa meninggal-kan aku, betul tidak?"
"Kek, kek, aku sama sekali tidak ada pikiran itu......"
"Masih mau membantahnya, hemm, coba kalau aku
menyamar jadi wanita remaja, tentu kita harus menyamar
mengaku sebagai kakak beradik, dan malam hari kau jadi
terpisah dengan aku, bukankah itu rencanamu!"
Pek Soh-jiu jadi sadar, dia lalu menarik tangan-nya yang
mulus, dipeluknya erat-erat dan berkata:
"Tidak dinyana kau ini banyak curiganya, mari, sekarang
biar aku menciummu."
Siau Yam memonyongkan mulutnya, tangannya
mencubit dengan keras pada lengan pek Soh-ciu berkata:
"Toako! Cepat pesan makanan, aku sudah hampir mati
kelaparan."
Pek Soh-jiu tertawa, segera memanggil pelayan untuk
pesan makanan... setelah habis makan, Siau Yam berkata:
"Toako! Kau lelah tidak?"
Pek Soh-jiu sedikit tertegun berkata: "Apakah adik Yam
mau langsung berangkat?"
Siau Yam menganggukan kepala:
"Aku ingin segera tiba di gunung Kwo-tiang......"
Pek Soh-jiu berpikir sejenak, berkata: "Adik Yam! Suami
istri adalah orang yang paling dekat, bukan begitu?"
"Benar."
"Kalau begitu diantara kita, seharusnya tidak ada yang
disembunyikan, betulkan?"
"Aku tahu Toako tidak tahu banyak tentang aku, tapi
aku harus bagaimana mengatakannya?"
"Pertama katakanlah tentang ayahmu."
"Aku sungguh tidak tahu aku punya ayah, dari kecil aku
dibesarkan oleh guruku."
"Siapa guruku?"
"Thian-ho-leng-cu, Ang-kun-giok-hui, Hai Keng- sim
(ketua api langit, Giok gaib, pakaian merah)."
"Ooo, adik Yam benar saja seorang yang mempunyai
latar belakang yang hebat, tidak aneh para penguasa
setempat itu, sekali melihat senjata rahasia dan pedang
pendekmu, semua jadi menghormat, tanpa bertarung
langsung mengundurkan diri."
"Perguruan Thian-ho sudah menguasai dunia persilatan
sampai ratusan tahun, para angkatan tua mau tidak mau
memandang wajah guruku."
Pek Soh-jiu mengangkat alis berkata:
"Itu belum tentu......"
Siau Yam melihat warna wajah Pek Soh-jiu mcnunjukan
rasa tidak senang, dia segera menyandar-kan dirinya dalam
pelukan Pek Soh-jiu sambil ter-senyum manis berkata:
"Kau jangan salah paham, yang aku maksud adalah
angkatan tua dunia persilatan yang biasa biasa saja, tentu
saja tidak bisa disamakan dengan Sin-ciu-sam-coat."
Pek Soh-jiu sambil mengeluh: "Aku tidak menyalahkan
kau, Adik Yam, tapi, kau sepertinya pernah mengatakan
padaku, ayahmu adalah seorang jago silat."
Siau Yam mencibir mulutnya yang munggil, dengan
tersenyum ringan berkata:
"Kau pun pernah mengatakan bahwa gurumu tidak bisa
bersilat!"
"Aku memang tidak membohongimu, guruku memang
seorang yang tinggi kesusastraannya, ilmu silat ku adalah
almarhum ayahku yang mengajarkannya."
"Katanya namamu adalah Ciu Soh-pek lho?" dia
berhentikan sejenak, lanjutnya lagi:
"Sudahlah, kita waktu itu baru pertama kali bertemu,
tentu saja tidak akan mengatakan seluruhnya, apakah kau
masih ada pertanyaan lain?"
"Tidak ada, kita jalan saja."
Mereka berdua menyelesaikan rekening penginapan,
mengeluarkan kuda dari tempatnya, bersama-sama keluar
dari penginapan, Di toko pakaian jadi Siau Yam membeli
beberapa setel pakaian wanita, lalu bersama-sama
melarikan kuda menuju danau Po-yang. Hingga matahari
hampir tenggelam, burung gagak mengitari pohon pulang
kesarangnya, Siau Yam masih tidak bermaksud berhenti
untuk istirahat, Pek Soh-jiu jadi tak tahan dia bertanya:
"Adik Yam! Hari hampir gelap, kita harus mencari
penginapan untuk beristirahat."
Siau Yam mencibirkan bibirnya sambil tersenyum
berkata:
"Bumi dan langit sebagai tempat berteduh, empat lautan
sebagai rumah, itu yang dinamakan kegembiraan dunia
persilatan, kau sendiri masih menyebut dirimu penerus Sin-
ciu-sam-coat, tapi hal seperti ini kau tidak mengerti!"
"Ahh, penerusnya Sin-ciu-sam-coat? Ini sungguh sangat
beruntung sekali."
"Mmm, dan masih ada seorang gadis kecil yang
menyamar jadi seorang laki-laki, hanya dengan melihat
tampangnya yang memikat orang, he he, kita bersaudara
sungguh beruntung sekali."
Diikuti dengan suara perbincangan, muncul dua orang
laki-laki besar berpakaian ringkas dengan wajah yang
bengis, dengan langkah yang cepat menghampiri ke depan
kuda mereka, diatas baju mereka tersulam satu tempat hio
mas, sambil membawa golok tersenyum bengis datang
menghampiri.
"Hemm!" Siau Yam dengan sinis mengeluarkan
suaranya, lalu memalingkan kepala berkata pada Pek Soh-
jiu:
"Toako! Apakah kau kenal dengan dua orang tinggi ini?"
"Sangat asing." Kata Pek Soh-jiu.
"Mereka adalah anak buahnya perumahan Bu-ting yang
mengkhususkan diri berdagang tanpa uang, yang baru
sepuluh tahun lalu muncul di Bulim."
"Ooo begitu!" Pek Soh-jiu berkata, "Aku dulu pernah
bertemu dengan seorang yang menggunakan senjata tempat
hio emas dengan julukan Giam-ong-leng (Perintah raja
neraka) Sai Hong, entah apakah dia ketua perumahan Bu-
ting?"
"Dia adalah wakil ketua mereka, kepandaian Giam-ong-
leng cukup hebat."
Dua orang laki-laki besar itu melihat mereka dengan
tenangnya berbicara, sama sekali memandangnya, mereka
jadi naik pitam dengan membentak berkata:
"Turun, biar aku menghadapi kau."
Wajah Siau Yam berubah menjadi dingin, pinggangnya
sedikit diputar, lalu dengan enteng melayang turun
dihadapan mereka berdua, alis di angkat, dengan dingin
berkata:
"Aku sudah turun, kalian mau apa silahkan katakan."
Seorang ahli sekali mengulurkan tangan, sudah tahu isi
tidaknya lawan, ilmu meringankan tubuh dia yang
melayang turun bagaikan kapas melayang, turun ke tanah
tanpa bersuara, segera membuat dua orang laki-laki besar
ini ketakutan mundur beberapa langkah, tapi orang yang
disebelah kanan memaksakan diri berkata:
"Bocah, kau memang punya sedikit kemampuan, tapi,
tuan-tuan dari perumahan Bu-ting, bisa besar bukan dari
hasil menakut nakuti orang, jika kalian tahu diri, he he......"
"Hemm!" Siau Yam berkata, "Penyakit nonamu justru
tidak tahu diri, jika kalian mencari masalah dengan
menghadang jalan kami, maka kalian harus mengeluarkan
kemampuan kalian untuk membuktikannya."
Kata-katanya sungguh sangat menghina, laki-laki besar
itu mana bisa menahan amarahnya, goloknya langsung
diayunkan, disabetkan ke pinggang, Siau Yam sepertinya
tidak merasakan sinar golok yang dingin itu, tapi ketika
mata golok sudah hampir mengenai tubuhnya, dia baru
mengayunkan tangannya, tjari telunjuk dan tengah bergerak
menjepit, tepat menjepit di atas mata golok, laki-laki besar
itu bersuara hemm sekali, dia menambah tenaga dorong
kedepannya, tapi meski dia sudah menggunakan seluruh
tenaganya, tetap saja tidak bisa maju biar satu inci pun, dia
tahu rencananya telah menemui halangan keras, lawannya
walau pun seorang bocah wanita yang cantik, tapi adalah
seorang yang berilmu tinggi, sehingga, seluruh tubuh dia
mengucurkan keringat dingin, tapi mulutnya dengan
berteriak marah, dia kembali mengerahkan tenaga dalam
sekuatnya didorongkan kedepan, tetap saja seperti capung
menggoyang tiang batu, golok itu sepertinya sudah tumbuh
akar.
Satu aliran hawa dingin terasa dari punggung langsung
menusuk ke hati, dia tahu jika tidak mengambil kesempatan
melarikan diri, mungkin nyawa pun akan hilang, maka dia
segera melepaskan golok ditangannya, membalikan tubuh
meloncat ke belakang, masuk ke padang rumput
menyelamatkan diri.
Siau Yam berteriak dingin berkata: "Apa kau kira bisa
meloloskan diri? Ambil ini!" sinar golok berkelebat
membentuk pelangi, buuk... menancap di belakang
punggung laki-laki besar itu. Laki-laki besar lainnya sejenak
tertegun, dia juga membalikan tubuh ingin melarikan diri,
Siau Yam mendengus sekali berkata:
"Kau juga ingin mati?"
Kaki kiri laki-laki besar yang telah diangkat itu, cepat-
cepat diturunkan kembali, dengan ketakutan membalikan
tubuh berlutut:
"Nona besar, anggap saja hamba telah buta, harap kau
jangan bunuhku."
"Ampuni kau boleh saja, tapi harus jawab pertanyaanku
dengan jujur." Kata Siau Yam
"Silahkan tanya saja nona besar, hamba pasti akan
menjawabnya."
"Siapa namamu?"
"Hamba dipanggil Tiauw Keng-houw (menggantung
mata macan) Tan Wan-hiong."
"Kenapa kalian menghadang jalan kami?"
"Hamba diperintahkan oleh ketua tiga perumahan,
mengawasi orang-orang Bulim yang lewat dijalan ini,
karena kami mendengar keturunan Sin-ciu-sam-coat, jadi
kami ingin melihat Pouw-long-tui......"
"Apa kalian pantas bisa melihatnya?"
"Benar, hamba pantas mati."
"Kenapa perumahan Bu-ting ingin menyelidiki orang-
orang Bulim yang lewat tempat ini?"
"Ini......hamba sungguh tidak tahu."
Pek Soh-jiu menyela:
"Hasil dari penyelidikanmu sudah berapa banyak orang-
orang Bulim yang lewat disini?"
"Yang sudah lewat, ada dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam-
cong, Bu-tai, perkumpulan Ci-yan dan yang lainnya, aku
dengar masih ada banyak perguruan lainnya juga akan
tiba."
"Apa kau tahu untuk apa?"
"Ini......"
Siau Yam mengangkat alis:
"Kenapa, tidak mau mengatakannya?"
Tubuh Tan Wan-hiong gemetaran, berkata:
"Aku dengar demi Ho-leng-ci, dan......itunya Pek
Siauhiap......" .
Siau Yam mendengus, mendadak dia menjentikan
jarinya, tampak tubuh Tan Wan-hiong bergetar, lalu
tersungkur dan mati, Siau Yam mengangkat kepala melihat
kesekeliling, dia menemukan di lereng gunung sebelah kiri,
sepertinya ada bangunan kuil, baru saja membalikan kepala
akan memanggil, dia melihat wajah
Pek Soh jin seperti tidak senang dia jadi tidak tahan
dengan keheranan berkata :
"Kenapa kau”
Pek Soh pil mengeluh sedikit:
"Golongan jahat dalam dunia persilatan, tidak semuanya
adalah para penjahat yang melakukan sepuluh kejahatan
besar yang tidak bisa diampuni, dikemudian hari adik Yam
bertindak, seharusnya memberi sedikit jalan pada mereka."
Siau Yam menundukkan kepala berkata: "Kata-kata
Toako benar, tapi orang ini telah mengetahui keberadaan
kita, membiarkan dia hidup mungkin akan menimbulkan
banyak masalah, dalam dunia persilatan memang penuh
dengan tipu muslihat, sulit di ramalkan, ada saatnya kita
tidak bisa berhati kasihan, tapi, aku tetap akan
mendengarkan nasihatmu." Berhentikan sejenak, lanjutnya
lagi:
"Toako! Disana ada sebuah kuil, malam ini menginap
disana saja, baik tidak?"
"Para pendetanya mungkin tidak akan menyambut
kedatangan kita menginap di kuil mereka, begini saja, aku
lebih dulu mendatanginya dan kau mengikuti setelannya."
Setelah tiba di depan kuil, Pek Soh-ciu baru tahu ini
adalah sebuah kuil kosong yang telah lama ditinggalkan, dia
melihatnya temboknya rusak dimana-mana dan rumput liar
tumbuh disekelilingnya, patung dewanya pun tidak ada satu
yang utuh, untungnya ada satu sudut kuil yang cukup untuk
berteduh, baru saja selesai menyapu bersih, Siau Yam
sudah tiba dihadapannya, dia membuka bungkusan baju,
dipaparkannya di dekat bawah jendela, Siau Yam juga
sudah mengikat kudanya, membawa kendi air dan
makanan kering, berdua sambil melihat lihat bulan, mereka
pelan-pelan menikmati makanannya, setelah makan, sambil
bergandengan dibawah sinar bulan, mereka menikmati
bayangan pohon yang bergoyang-goyang. Suara serangga
bercitcitan, kadang diselingi beberapa longlongan binatang
liar dan kera, menginap di gunung liar, sungguh ada
kenikmatan tersendiri.
Lama... Siau Yam mengangkat kepala, berkata:
"Toako......"
"Ada apa?"
"Terhadap perjalanan kegunung Kwo-tiang ini, aku
sedikit merasa menyesal."
"Kenapa? Bukankah kau menginginkan Ho-leng-ci itu?"
"Haai, itu karena perintah perguruan......."
"Jika itu perintah dari perguruan, lebih-lebih harus mati-
matian diperjuangkan."
"Tapi perjalanan ini banyak bahayanya, aku sangat
pesimis!"
"Asalkan kau memperlihatkan pedang pendek itu,
bukankah itu akan membuat mereka yang melihat-nya
langsung melarikan diri!"
"Saat benar-benar dalam keadaan untung rugi, tidak
akan semudah itu, jika tidak, bagaimana Siau-wan-ngo-
liong bisa terpancing sampai mengorbankan nyawanya!
Dan juga, aku khawatir kau......"
Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa:
"Aku berkelana di dunia persilatan, justru tujuan nya
mencari otak pembunuh ayahku, walau mereka tidak
mencariku, aku tetap tidak akan melepaskan mereka, jadi
mengambil kesempatan para jago-jago berkumpul, mungkin
harapanku akan terkabul "
"Tapi......haai......"
Pek Soh-jiu melihat Siau Yam mengerutkan alisnya,
akan bicara tapi tidak dilanjutkan, tidak tahan di dalam
hatinya bergerak, katanya:
"Adik Yam! Tamu tidak diundang yang mengunjungi
kau di Lam-tiang itu, apakah dia orang perguruanmu?"
Siau Yam sedikit tertegun:
"Benar, Oww...Toako! Malam indah mudah berlalu,
kita......tidurlah."
Dalam hati Pek Soh-jiu mengerti, dia merasa sulit untuk
menjawab, maka dia hanya bisa tersenyum.
Padang rumput liar, gunung dingin dan kuil rusak yang
ditinggalkan orang, pemandangan ini sungguh
menyedihkan, namun angin yang bertiup membuat
bayangan bergoyang, suara serangga ter-dengar dimana-
mana, di satu sudut kuil rusak itu, malah samar-samar
terdengar suara yang merangsang.
Bersambung....
o-odwo-o
JILID KE 2

Bab 5
Di perjalanan

Pagi keesokan harinya, saat matahari menyinari jendela,


burung pagi berkicauan, ketika Pek Soh-jiu bangun dari
tidur, dia merasakan orang yang ada dalam pelukannya
sudah tidak ada, saat dia membuka mata terlihat sebuah
sinar warna yang gemilang, hampir membuat matanya jadi
silau.
Seorang wanita yang sangat cantik berpakaian hitam
dengan lengan baju berwarna giok, berdiri di hadapannya,
matanya yang cantik tapi sayu, bibirnya tersenyum. Diatas
pipinya yang merah terlihat sepasang lesung pipi yang
samar-samar, rambutnya yang lembut melayang-layang
ditiup angin, pinggangnya bergerak gerak-pelan seperti tidak
mampu menahan beban tubuhnya. Cantik, cantik sekali
tiada duanya. Meski dibandingkan dengan Su Lam-ceng,
dia masih kalah sedikit, tapi pendekar wanita dengan
penampilan yang liar tetap mempesona siapapun yang
melihat.
Melihat Pek Soh-jiu bengong menatap, dengan tertawa
ringan berkata:
"Toako, kau lihat aku persis tidak?"
"Persis, persis, persis, persis sekali."
"Heng, persis apa?"
"Ah, persis......dewi di khayangan."
"Dan persis apa lagi?"
"Persis.....astriku."
"Toako jahat......"
Di dalam kuil yang rusak tampak pemandangan musim
semi yang indah, terdengar tawa cekikikan yang merdu,
cukup lama... suara tawanya baru berhenti, kemudian
terlihat dua ekor kuda tunggangan yang gagah berturut-
turut keluar dari kuil, yang di depan adalah seorang
sastrawan setengah baya berbaju biru, diikuti seorang
wanita setengah baya. Tidak lama setelah mereka berdua
sampai di jalan raya, dari belakang mereka terdengar suara
gerombolan kuda berlari membawa derap yang ramai,
dalam sekejap, tiga puluh ekor lebih kuda telah melewati
mereka.
Siau Yam yang menyamar menjadi seorang wanita
setengah baya, sedikit mempercepat lari kuda-nya, hingga
kudanya berlari berendengan dengan kuda Pek Soh-jiu, dia
memalingkan kepala sambil tertawa berkata:
"Toako, mungkin seluruh jago dunia persilatan sudah
berkumpul di gunung Kwo-tiang, kekuatan kita masih
lemah, kita harus sedikit hati hati."
"Kata-kata adik Yam tidak salah, kita lihat keadaan
saja."
Mereka berdua melewati lembah Poyang, tiba di kota
kabupaten Tong-hiang, sepanjang perjalanan tidak terjadi
masalah apa-apa, di Tong-hiang mereka menginap
semalam. Keesokan harinya baru masuk ke wilayah timur
perbukitan, setelah melarikan kuda beberapa saat, orang
dan kudanya pun telah mengucur-kan keringat, terpaksa
mereka beristirahat dulu di satu warung teh. Dasar memang
harus bertemu, tidak disangka-sangka di dalam warung teh,
sudah duduk dua puluh lebih para hweesio Siauw-lim.
Pek Soh-jiu pura-pura tidak mengenalnya, dia mengikat
tali kudanya di atas cabang pohon, lalu menyuruh Siau
Yam duduk di atas batu yang rata, dia mengambil dua gelas
teh dingin, berdua dengan santai mereka minum.
Mata Siau Yam melirik pada para hweesio Siauw-lim,
terus berkata:
"Toako, ketua Siauw-lim yang terdahulu, diam-diam
pernah ikut dalam penyerangan perumahan Leng-in, kali ini
tanpa disengaja bisa bertemu disini, bagaimana pun kita
harus minta penjelasannya."
"Minta penjelasann memang itu harus, tapi sekarang
bukan waktu yang tepat." Kata Pek Soh-ciu.
"Kenapa?"
"Jika sampai tidak bisa diselesaikan dengan kata kata,
maka jati diri kita tidak bisa disembunyikan lagi, lebih baik
kita bertindak melihat keadaannya saja."
Siau Yam adalah orang yang sedikit liar, dia merasa
tidak bisa menerima tekanan ini, amarah di dalam dadanya
bagaimana pun tidak bisa dihentikan, tapi Pek Soh-jiu tidak
mengizinkan dia bertindak, terpaksa dia disamping
memonyongkan mulutnya menahan rasa tidak senangnya.
Saat ini didalam kelompok para hweesio Siauw-lim, ada
seorang hweesio paling tinggi kedudukannya diantara para
murid generasi ketiga, nama hweesio ini adalah Kong Tie,
dia pernah ikut dengan Pek Can taysu ke Yun-liu, maka
pada kepala ruang Tat-mo yaitu Pek Na taysu dia berkata:
"Susiok, sastrawan baju biru setengah baya itu, pernah
datang ke Yun-liu, jika kuil kita ingin menjelas-kan hal
ikhwal kesalah pahaman paman guru Pek-can, orang ini
adalah saksi hidup."
Pek Na taysu bersuara "Ooo!" dia lalu bangkit berdiri,
perlahan mengucapkan pujian Budha, sebelah telapak
tangannya ditegakan, memberi hormat pada Pek Soh-jiu
berkata:
"Pinceng Pek-na, ingin mengajukan satu
permohonan......"
Pek Soh-jiu tidak menduga hweesio Siauw-lim malah
sebaliknya yang bertanya pada dia, dengan perasaan heran
dia berkata:
"Toa-hweesio jangan sungkan begini, aku merasa sangat
terhormat, tapi kita belum pernah ber-temu, permohonan
Toa-hweesio seperti terlalu di luar dugaan."
Pek Na taysu adalah kepala lima tianglo Siauw-lim, dia
juga seorang yang sangat dihormati di dunia persilatan,
walau pun seorang pakar ilmu silat di dunia persilatan, tapi
dia tidak pernah memandang sebelah mata, melihat
jawaban seperti ini, keruan warna wajahnya sedikit
berubah, berkata:
"Aku cuma ingin bertanya pada Sicu, mau dijawab atau
tidak itu terserah Sicu sendiri, aku tidak bermaksud
memaksa......."
Siau Yam tidak tahan, dengan membentak dingin
berkata:
"Kau boleh coba memaksa, boleh mencoba kekuatan
kami suami istri apakah bisa memecahkan kepala botakmu
itu!"
Kelakuan Siau Yam terhadap Pek Na taysu, tentu saja
menimbulkan rasa tidak senang para hweesio Siauw-lim,
saat ini mereka sudah tidak bisa menahan diri lagi, segera
dua orang hweesio setengah baya, menerjang maju dari
belakangnya Pek Na taysu, mereka berdiri dihadapan Pek
Soh-jiu dan Siau Yam, dengan dingin berkata:
"Kong Ceng dan Kong Se ingin minta petunjuk dari anda
suami istri."
Siau Yam menyunggingkan bibirnya:
"Toako minggirlah, biar aku yang menghadapi dua
hweesio ini."
Pek Soh-jiu tahu bagaimana kepandaian Siau Yam,
walau pun dua orang hweesio itu bersama-sama maju,
mereka tidak akan bisa mengalahkannya, dia
menganggukan kepala sambil tersenyum berkata:
"Tujuh puluh dua jenis ilmu silat hebat Siauw-lim jangan
dianggap enteng, kau harus hati-hati."
Siau Yam pelan-pelan berdiri, lalu melangkah maju dua
langkah ke depan, mengangkat alisnya berkata:
"Kalian berdua majulah sekaligus, supaya nanti tidak
merepotkan aku lagi."
Walau bagaimanapun murid-murid Siauw-lim adalah
dari aliran lurus dan ternama, mana mau mereka bersama-
sama menghadapi seorang wanita dengan tangan kosong,
Kong Ceng menggoyangkan tangan, memberi isyarat pada
Kong Se untuk mundur, baru memasang kuda-kuda,
bentaknya:
"Sicu, silahkan."
Siau Yam mendadak menjulurkan telapak tangan
kanannya, dua jari yang putih seperti giok, dengan
kecepatan yang sulit dipercaya, menotok ke arah sepasang
mata Kong Ceng, dengan enteng mulutnya berkata:
"Seorang hweesio memang sangat ramah, maka terpaksa
aku lebih dulu menyerangnya."
Kepandaian Kong Ceng, di dalam angkatan ketiga
Siauw-lim termasuk seorang yang menonjol, dia melihat
begitu Siau Yam melayangkan telapak tangan kanannya,
angin jarinya sudah menyentuh kulit dan wajahnya, tidak
tahan hatinya jadi terkejut, cepat-cepat dia menyerang
dengan kepalannya, bersamaan waktu itu dia meloncat
kebelakang, dalam sejurus dia sudah bergerak menyerang
dan bertahan, ilmu silat Siauw-lim, memang berbeda
dengan ilmu silat cabang perguruan lain.
Tapi jurus dia Hok-houw-sin-koan (kepalan dewa
penakluk harimau.), seperti batu jatuh ke laut, sepasang jari
mungil Siau Yam malah seperti belatung menempel di
tulang, selalu bergerak-gerak di depan matanya.
Sepasang telapak Kong Ceng tidak henti-hentinya
dikebutkan, satu persatu tenaga tamparan yang dapat
menghancurkan batu di kerahkan, angin pukulannya
membuat debu berterbangan. Namun meski dia sudah
mengeluarkan seluruh kemampuannya, semua sia-sia saja,
tubuh Siau Yam yang langsing itu, menari-nari mengikuti
gerakannya tangan Kong Ceng, sepasang jarinya yang
munggil, tetap berjarak setengah inci dari sepasang
matanya.
Pesilat tinggi angkatan ketiga Siauw-lim ini menjadi
ketakutan, dia tahu dirinya sudah bertemu dengan seorang
wanita persilatan yang amat lihay, sehingga akhirnya dia
melepaskan usaha bertahannya, sepasang tangannya
dijulurkan kebawah, siap menerima nasib kehilangan
sepasang matanya, terdengar suara pelan "Hemm!",
tubuhnya yang besar itu, berputar di pukul telapak tangan
Siau Yam, meski tidak tega menghilangkan sepasang
matanya, tapi pukulan telapak tangan yang keras ini, telah
membuat dia menerima luka dalam yang cukup parah.
Pesilat tinggi dari angkatan muda Siauw-lim, tidak bisa
menahan satu jurus serangan seorang nyonya setengah
baya, ini sungguh satu berita yang menakut-kan. Pek Na
taysu dengan menyebut nama Budha berkata:
"Hebat benar ilmu silat Sicu ini, guru anda pastilah
seorang pesilat tinggi yang namanya meng-gemparkan
dunia persilatan."
Siau Yam mendengus dingin, berkata:
"Kalau begitu taysu tidak memandang diriku!"
Pek Na taysu berkata:
"Aku tidak bermaksud itu, kenapa Sicu berpikir yang
lain-lain."
Siau Yam kembali mendengua dingin:
"Taysu tidak perlu banyak bicara lagi, sekarang kau m.m
bagaimana, aku barsedin menerima."
Walau Pek Na Taysu seorang petapa yang sudah tinggi
kesabarannya, umbul juga sedikit amarah oleh tingkah Siau
Yam yang sombong itu, alis panjangnya sedikit diangkat,
tapi akhirnya d ia menahan diri berkata:
"Aku hanya ada sedikit permintaan pada suami anda,
anda tidak perlu mendesak aku seperti ini."
Siau Yam berkata dingin:
"Berarti taysu ada permintaan pada kami suami istri."
Pek Na taysu terdiam sejenak, lalu dengan menghela
napas dia berkata:
"Anggap saja aku ada permintaan pada suami anda."
"Masalah suamiku, aku juga bisa bertanggung jawab
setengahnya, hweesio boleh mencoba mengutarakannya."
"Haai!" Pek Na taysu mendesah:
"Suami anda pernah ikut dalam perebutan pusaka di
Yun-liu......"
"Tidak salah, terhadap masalah Ho-leng-ci, suamiku
memang pernah menyaksikannya sendiri."
Pek Na taysu dengan wajah tegang berkata:
"Apa yang telah suami anda saksikan?"
Siau Yam mencibirkan bibirnya sedikit:
"Suamiku sudah biasa menutup kejelekan, memuji
kebenaran, kau tidak perlu terlalu tegang!"
Wajah Pek Na taysu berubah:
"Murid Siauw-lim sangat taat aturan, harap anda suami
istri jangan percaya omongan orang yang menjelekan
Siauw-lim......"
Siau Yam berkata tawar:
"Apa permohonan ini yang taysu inginkan?"
"Jika kalian suami istri bisa menjadi saksi yang
membersihkan nama baik Suteku, maka aku akan sangat
berterima kasih sekali."
"Kami suami istri bisa saja menjadi saksi untuk
membersihkan nama baik kuil anda, tapi anda harus
menyanggupi satu hal padaku sebagai imbalannya."
"Asal didalam kemampuan kami, tentu tidak akan
membuat Sicu kecewa."
"Permintaanku sebenarnya juga hal yang mudah sekali,
asalkan taysu mengatakan siapa otak yang pada tahun itu
diam-diam menyerang perumahan Leng-in......"
Tubuh Pek Na taysu bergetar, sepasang matanya yang
bersinar, menatap pada Siau Yam, setelah beberapa saat
baru berkata:
"Ada hubungan apa anda dengan Sin-ciu-sam-coat (Tiga
pendekar wahid)?"
Siau Yam berkata dingin:
"Kita hanya membicarakan masalah, buat apa taysu
bicarakan hal yang lainnya!"
Pek Na taysu menutup sepasang matanya: "Pertanyaan
Sicu ini, aku tidak bisa menjawabnya."
Siau Yam dengan sinis mendengus:
"Kalau begitu keinginan taysu membersihkan nama baik
kuilmu, bukankah itu hal yang berlebihan!"
Pek Na taysu membuka sepasang matanya berkata:
"Otak yang diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat, aku
sungguh tidak tahu."
"Kalau begitu hilangnya ketua kuil anda yang terdahulu,
kau juga sama sekali tidak tahu!"
"Kenyataannya memang begitu."
"Maaf, perundingan kita terpaksa selesai sampai disini
saja."
Pek Na taysu mengangkat alisnya, dia berteriak marah
berkata:
Apa anda sungguh ingin merusak nama baik kuil
Siau Yam dengan sinis mencibirkan bibirnya, berkata:
"Masalah siapa benar atau salah, dunia persilat-an tentu
akan menilainya sendiri, anda keluar dengan membawa
orang-orang yang begini banyak, bagaimana pun tidak akan
bisa menutupi mata telinga seluruh orang-orang persilatan!"
Tujuan utama Pek Na taysu sebenarnya berharap Pek
Soh-jiu bisa menjadi saksi dan menjelaskan bahwa Pek Can
taysu tidak pernah merampas Ho-leng-ci, tidak diduga
suami istri ini punya pandangan negatif terhadap Siauw-
lim-sie, begitu pembicaraannya tidak cocok, maka semakin
dibicarakan semakin tegang, sampai saat ini sudah sampai
taraf tidak bisa menerima-nya, sehingga akhirnya Pek Na
taysu mengebutkan lengan baju besarnya, mengerahkan
tenaga dalam yang amat dahsyat, sambil mulutnya
bersamaan berteriak marah:
"Jika Sicu sengaja ingin menghina kuilku, maka aku
terpaksa melanggar larangan membunuh orang."
Satu gelombang tenaga dalam ini, di dalamnya
mengandung Siau-sai-pit-kim-kong-sin-kang (tenaga sakti
Kim-kong menutup kumis kecil) salah satu dari kami?
Tujuh puluh dua ilmu silat Siauw-lim yang sangat
dahsyat. Pek Soh-jiu khawatir Siau Yam terluka karena
menganggap enteng lawan, dia tertawa keras dan melayang,
ketika tubuhnya masih melayang, tenaga telapaknya dengan
dahsyat membelah udara datang menerjang, mulutnya
berkata:
"Adik Yam, kau minggir dulu, biar aku yang
menghadapi para hweesio yang tidak bersih ini, aku mau
lihat sebenarnya mereka mempunyai ilmu silat sehebat
apa."
Boom.....Pek Soh-jiu seperti layang-layang putus tali,
sekali melayang sudah meluncur tiga tombak lebih, baru
kakinya menginjak ke bumi.
Siau Yam berteriak terkejut, kakinya dihentakan, berlari
kedepan Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! Apa kau terluka?"
Pek Soh-jiu dengan tenang berkata:
"Siau-sai-pit-sin-kang walau pun salah satu ilmu silat
terhebat di dunia persilatan, tapi tidak lebih tinggi dari pada
aku punya Kong-hong-sam-si (tiga jurus angin ribut), mari,
kita lihat para hweesio terkenal ini masih punya jurus hebat
apa lagi."
Siau Yam sedikit tidak tenang, bertanya lagi:
"Toako, ini salahku, kita......"
Pek Soh-jiu memegang tangannya yang munggil:
"Jika para hweesio liar itu sengaja mencari gara-gara
pada kita, ingin menghindar juga sulit, kau lihat mereka
sudah mengepung kita, kecuali kita bertarung, tidak ada
pilihan lain!"
Lalu mereka saling bergandengan tangan, melangkah
dengan mantap, pelan-pelan berjalan menuju ke tengah
kepungan.
Mendadak, sebuah sinar kilat berkelebat membelah
langit, setelah itu terdengar suara geledek yang
menggelegar, lalu turunlah hujan yang lebat, jalan raya
lebar yang penuh dengan hawa pembunuhan ini, mendadak
terguyur oleh hujan deras dan angin kencang.
Walau pun angin sangat kencang, namun tidak bisa
menyapu bersih hawa pembunuhan yang kental ini,
bayangan orang masih pelan-pelan bergerak, karena
pandangannya terhalang, mereka sedang memperketat
kepungannya.
Di pihak Siauw-lim kecuali ketua Tat-mo-tong Pek Na
taysu, masih ada seorang ketua Lo-han-tong, Pek Keng
taysu, dia juga seorang hweesio yang namanya telah
menggemparkan dunia persilatan, sisa dua puluh orang
lebih lainnya dari angkatan kedua dan ketiga, tapi semua
rata-rata mempunyai ilmu tinggi. Jelas, dalam hal kekuatan
Pek Soh-jiu dan istri berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan.
Namun kedua belah pihak tampaknya tidak ada
keinginan mengalah, seperti keadaan anak panah yang
sudah ditarik pada busurnya, mau tidak mau harus
dilepaskan. Pek Na taysu melangkah maju tiga langkah, dia
pertama yang menyerang dengan telapaknya ke tengah
alisnya Pek Soh-jiu, tangan kanannya dengan kecepatan
tinggi dan gerakan yang tidak terduga, mengunci gerak
pergelangan tangan Pek Soh-jiu.
Tadi ketika dia menggunakan Siau-sai-pit-sin-kang
menyerang Pek Soh-jiu dari jauh tidak ada hasilnya, maka
sekarang begitu menyerang dia langsung menggunakan
salah satu jurus terhebat Siauw-lim lainnya yaitu Jit-cap-ji
Kin-na-jiu (tujuh puluh dua jurus cengkeraman tangan
kosong), nampak jelas sekali, Pek Na taysu yang
merupakan salah satu dari lima tianglo Siauw-lim, sudah
memandang sastrawan setengah baya ini sebagai satu lawan
yang tangguh.
Pek Soh-jiu mendengus, tubuhnya mendadak diputar,
telapak tangan kanan ditarik lalu dilontarkan, jurus Hong-
lui-peng-hoat (Angin dan halilintar muncul bersamaan
waktu) dilancarkan menghantam Pek Na taysu.
Salah satu jurus Kong-hong-sam-si ini bisa dianggap
jurus yang tiada tandingannya di dunia persilatan, walau
pun terdiri dari tiga jurus, selama Hong San-ceng berkelana
di dunia persilatan puluhan tahun, belum pernah bertemu
dengan orang yang sanggup menahan dua jurus
serangannya, walau ilmu silat Pek Soh-jiu belum mencapai
kesempurnaan, tapi karena dua jalan darah pentingnya
yaitu jalan darah Jin dan Tok sudah tembus, jadi tenaga
telapaknya sudah tidak bisa disetarakan dengan pesilat
tinggi biasa, saat menyerang dengan jurus Kong-hong-sam-
si, kekuatan tenaganya seperti gunung meletus.
Pek Na taysu yang latihannya sudah sangat tinggi,
hatinya telah bergetar, mimpi pun tidak terpikir, sastrawan
baju biru yang wajahnya asing, ternyata telah mempelajari
kepandaian Sin-ciu-sam-coat, tenaga dalam dan kecepatan
geraknya untuk pesilat tinggi masa kini, bisa dikatagorikan
yang paling hebat, sehingga, dia tidak berani menghadapi
lawannya dengan cara keras, dia mengebutkan lengan baju
besarnya, sambil melangkah ke samping tiga langkah.
Pek Soh-jiu tertawa panjang, dia kembali meneruskan
serangan Kong-hong-sam-si, di bawah hujan yang lebat itu,
terdengar suara petir menggelegar.
Pek Na taysu segera menggunakan jurus Pek-poh-sin-
koan (kepalan dewa seratus langkah) dari kuil Siauw-lim, di
gabungkan dengan Siau-sai-pit kim-kong sin-kang, dia
melakukan pertarungan sengit dengan Pek Soh-jiu,
pertarungan yang jarang bisa ditemukan di dunia persilatan,
selain itu Pek Soh-jiu meneruskan menyerang dengan ilmu
hebatnya lagi, dalam sesaat sulit bisa membedakan siapa
yang lebih unggul.
Di sisi lain Siau Yam juga bertarung hidup mati dengan
Pek Keng taysu, tenaga dalam Siau Yam walau kalah saru
tingkat dari Pek Keng taysu, tapi dia sangat gesit, gerakan
jarinya hebat sekali, setiap serangan jarinya membuat ketua
Lo-han-tong ini sibuk meng-hindari.
Pertarungan ini tampaknya akan menjadi pertarungan
panjang, namun Pek Soh-jiu dan istri sudah sedikit lebih
diatas angin, ini adalah satu berita aneh yang cukup
menggemparkan dunia persilatan, dua orang dari lima
tianglo Siauw-lim-sie yang sudah ternama, ternyata tidak
bisa memenangkan pertarungan melawan sepasang suami
istri yang tidak ternama!
Demi melindungi nama baik dan kehormatan Siauw-lim-
sie yang sudah berumur ratusan tahun, dua orang hweesio
ternama dari agama Budha ini makin keluar amarahnya,
setelah Pek Keng taysu melancarkan serangan telapak yang
memaksa Siau Yam mundur, pada para murid Siauw-lim
dia mengeluarkan sebuah perintah yang mengejutkan
'siapkan Lo-han-tin1, maka, para murid Siauw-lim-sie yang
ada disekeliling, semua langsung bergerak membentuk
barisan.
Pertarungan sementara jadi terhenti, Pek Na dan Pek
Keng, segera memimpin barisan Lo-han itu.
Tentu saja, Pek Soh-jiu yang pernah masuk ke kuil
Siauw-lim-sie seorang diri, punya pengalaman menghadapi
Lo-han-tin yang di bentuk ratusan orang, dia tetap tidak
berani memandang enteng terhadap Lo-han-tin yang
dibentuk hanya oleh dua puluh orang lebih ini, karena dia
tahu lawan yang dihadapinya sekarang, adalah intinya para
pesilat tinggi Siauw-lim, sekali barisannya bergerak, pasti
sangat berbahaya sekali. Maka dia menyuruh Siau Yam
mengeluarkan pedang pendek Siau-suang dan Pek-lek-bie-
sin-ciam yang jarang dia gunakan, dia sendiri juga
mengeluarkan Pouw-long-tui nya.
Lalu, sambil bersiul panjang, alisnya sedikit di angkat,
dia berkata dingin:
"Aku tidak ingin membunuh tanpa ada penjelasan
terlebih dulu, sebelum kalian menyerang bersama-sama,
paling baik dengarkan terlebih dulu nasihatku."
Dia menghentikan perkataannya sejenak, sorot matanya
melihat kesekeliling, lalu berkata lagi:
"Lo-han-tin adalah salah satu barisan Siauw-lim-sie,
sudah ratusan tahun ternama dan tidak pernah melemah,
tapi, barisan hebat yang terkenal di dunia persilatan ini,
mungkin tidak mampu menahan sebuah serangan Pouw-
long-tui, jika kalian tidak cepat lupa, kata-kataku ini
bukanlah kata-kata yang menakut-nakuti, sekali Pouw-long-
tui ini bergerak, maka tidak akan bisa meninggalkan
seorang lawan yang hidup. Maka kalian para hweesio, lebih
baik pikirkan sekali lagi baik-baik."
Baju hweesio yang warnanya abu-abu, masih melayang-
layang dan mengeluarkan suara sst....sst di timpa hujan
angin, Lo-han-tin tidak melakukan penyerangan, tapi juga
tidak berhenti bergerak.
Pek-na dan Pek Keng, dua hweesio luhur dari Siauw-lim-
sie memang sedang mempertimbangkan keadaan di
hadapan mereka, sesaat tidak mampu mengambil
keputusan yang tepat, tentu saja mereka tahu Lo-han-tin
sulit menahan sebuah serangan dahsyat dari Pouw-long-tui,
apa lagi pedang pendek Siau-suang dari perguruan Thian-ho
yang diperlihatkan oleh Siau Yam, sama dengan sebuah
lambang perintah pengambil nyawa.
Keadaan saat ini adalah pertarungannya belum dimulai,
kalah dan menang sudah ditentukan, kecuali membubarkan
barisan dan mengaku kalah, para hweesio Siauw-lim sulit
bisa memilih satu keputusan yang memuaskan. Akhirnya
Pek Na taysu menggerakan tangan menghentikan gerakan
Lo-han-tin, alisnya diangkat, dengan suara rendah berkata:
"Sicu, kita kemari tidak disengaja bertemu, bukan
begitu?"
"Tidak salah." Kata Pek Soh-ciu dingin. "Kalau begitu
buat apa kita melakukan pertarungan hidup mati!"
"Anda tidak takut nama baik kuilmu rusak?"
"Asalkan bertindak sesuai aturan, buat apa takut
perkataan orang......"
"Seorang hweesio luhur, memang harus berbesar hati,
sayang kata-kata taysu sedikit terlambat datangnya."
Warna wajah Pek Na taysu berubah: "Hemm!" marah
berkata, "Dalam sejarah ratusan tahun, murid Siauw-lim
dipaksa membubarkan barisan dan mengaku kalah, kau lah
orang yang pertama." Dia menghentikan bicaranya sejenak,
dengan sedih berkata lagi, "Aku tidak ada kemampuan,
sehingga membuat nama baik ratusan tahun kuilku, hancur
dalam sehari, aku......hai, hanya bisa menebus dosa dengan
kematian."
Ternyata Pek Na taysu yang menjadi kepala dari lima
tianglo Siauw-lim, sudah bertekad dengan kematian,
membebaskan keadaan yang memalukan untuk nama baik
Siauw-lim-sie, baru saja habis bicara, telapak tangan
kanannya' dengan cepat diayunkan, buuk...., dia
memukulkan kepalanya sendiri, terlentang mati di bawah
guyuran hujan angin.
Terdengar suara doa yang rendah dan pilu, di saat para
hweesio berdoa di dalam hujan ini, Pek Soh-jiu tanpa bicara
lagi menuntun kudanya, bergandengan dengan Siau Yam
meninggalkan lapangan pertarungan. Waktu berlalu... Siau
Yam perlahan mengeluh:
"Tidak terpikir hweesio tua itu orangnya sangat keras,
hai......"
Perasaan Pek Soh-jiu sangat berat, dia terdiam beberapa
saat, katanya:
"Melihat kematiannya Pek Na taysu, aku merasa sangat
tidak tenang......"
Siau Yam mencibirkan bibirnya:
"Kita tidak memaksa mereka mengatakan siapa otaknya
yang diam-diam menyerbu perumahan Leng-in, terhadap
hweesio kuil Siauw-lim ini kita sudah sangat bermurah hati,
hweesio tua itu ingin mati sendiri, ada hubungan apa
dengan kita?"
"Kek!" sekali Pek Soh-jiu berkata, "Adik Yam benar,
tapi...... kelihatannya kita sudah terlibat dalam pergolakan
dunia persilatan yang sangat dalam, selanjutnya pekerjaan
kita, mungkin akan mendapat banyak halangan."
"Aku pikir para hweesio itu tidak akan menyiarkan
penyamaran kita, karena kematiannya Pek Na, bagaimana
pun bukanlah hal yang membanggakan."
"Harap saja begitu."
Saat ini hujan sudah berhenti, di langit sudah tampak
matahari, tubuh mereka berdua seluruhnya basah kuyup,
setelah terkena sinari panas matahari, terasa tidak enak,
maka mereka melarikan kuda dengan cepat, ingin mencari
satu tempat untuk istirahat dan berganti baju, tapi
mendadak kuda mereka meringik keras, kedua telinganya
berdiri tegak, bagaimana di paksa pun tidak mau maju lagi.
Dalam hati Pek Soh-jiu tahu pasti ada masalah lagi, dari
atas kuda dia langsung meloncat keatas, sesudah berdiri
diatas puncak pohon yang ada disampingnya, matanya
melihat ke arah tikungan yang ada di depan, tidak tahan
hatinya jadi tergetar.
Ternyata di tengah jalan raya, melingkar seekor ular
berbisa yang panjangnya sekitar satu tombak lebih,
tubuhnya sebesar lengan anak kecil, lidah merahnya keluar
masuk, mengeluarkan suara sst.... sst, bentuknya
menyeramkan sekali, dia mematahkan sepotong dahan,
sekali tangannya diayunkan, dahannya melesat ke arah
bagian tujuh cun ular itu.
Dahan yang terlepas dari tangan, kecepatannya laksana
kilat, tapi ular berbisa itu mendadak bergoyang, dahan
pohon itu malah tidak mengenainya, tak.... menancap
diatas tanah jalan raya.
Siau Yam juga loncat ke samping Pek Soh-jiu, dia juga
melihat ular berbisa itu mampu menghindarkan senjata
gelap, dia merasa heran, lalu mengambil dua buah Pek-lek-
bie-sin-ciam, tangannya diayunkan, dua buah jarum
melesat, masing-masing mengarah pada sepasang matanya
ular berbisa itu.
Walau bentuk jarum itu sangat kecil, tapi karena
keahlian melepaskan jarumnya sangat hebat, walau pun
seorang pesilat tinggi kelas satu, yang dapat lolos dari
serangan Pek-lek-bie-sin-ciam juga tidak banyak, ular
berbisa itu walau pun sudah terlatih, tetap tidak bisa lolos
dari kematian!
Ular berbisa itu setelah berguling-guling, lalu mati
terlentang di pinggir jalan, Siau Yam segera menatap ke
pepohonan di samping ular, dengan mendengus dingin
berkata:
"Ayo keluar, biar kami suami istri menghadapimu."
"He.. .he.. .he!" terdengar sebuah tawa dingin, lalu
melangkah keluar seorang manusia aneh yang berwajah
monyet, mulut monyong hidung mancung ke dalam,
tubuhnya kurus kecil, di tangannya sedang
mempermainkan seekor ular berbisa sebesar kawat besi,
sepasang matanya bersinar hijau, berjalan pelan menuju
tengah jalan.
Siau Yam dan Pek Soh-jiu bersama-sama meloncat turun
dari puncak pohon, dia memperhatikan orang aneh itu
beberapa saat, mendadak wajah cantik Siau Yam jadi d
ingin berkata:
"Apakah anda anggotanya Jit-kaw-kok? (tujuh keahlian)"
Orang aneh berwajah monyet itu tertegun, dia
menghentikan langkah, sepasang matanya yang bersinar
hijau dingin, berputar putar sebentar, lalu berkata:
"Mata yang tajam, mantu Sin-ciu-sam-coat ternyata
punya sedikit kehebatan."
Pek Soh-jiu berkata:
"Kami suami istri tidak ada permusuhan dengan Lembah
Jit-kaw, kenapa tuan menghadang jalan mencari masalah?"
"He...he...he!" orang aneh berwajah monyet tertawa,
"Setelah melihat gerakan kalian yang sangat hebat, monyet
tua jadi merasa tangan gatal, selain itu, he... he... selain itu
aku juga ingin berunding dengan Siauhiap."
"Ha.. .ha.. .ha!" Pek Soh-jiu tertawa keras, katanya,
"Tuan ini ingin melihat-lihat Pouw-long-tui?"
Orang aneh berwajah monyet itu berkata:
"Lihat, ini hanyalah salah satu sebab, jika Pek Siauhiap
bisa memberikannya, itu akan lebih baik lagi."
"Hemm!" Siau Yam berkata dingin, "Ide bagus, ketua
lembah kalian Pek-tok-lo-cia (Iblis seratus racun.) Bong
San-san, apakah dia sudah ikut datang?"
Orang aneh berwajah monyet membelalakan sepasang
matanya:
"Kenapa, apakah Tok-hou (Monyet racun) The Hoan
masih kurang berbobot?"
"Tok-hou The Hoan walau pun seorang yang ternama,
tapi terhadap masalah ini mungkin kau tidak bisa
memutuskannya." Kata Siau Yam
Tok-hou The Hoan berkata:
"Ada masalah seperti ini? mohon Pek hujin jelaskan."
Siau Yam mengangkat alisnya:
"Aku telah kehilangan pelayanku, kehidupan ku sehari-
hari, terasa kurang leluasa, aku dengar Bong San-san itu
orangnya sangat pengertian, menjadi pelayanku mungkin
akan cekatan."
Sepadang mata Tok-hou The Hoan menyorot sinar
ganas, dia tertawa dingin berkata:
"Berani menghina kokcu kami, kau pantas mati, terima
ini." Lengan kanannya mendadak diayunkan, ular berbisa
sebesar kawat besi seperti sebuah tombak panjang, menusuk
ke arah dada Siau Yam.
Tubuh Siau Yam berkelebat, dia sudah melayang
mundur tiga tombah, membalikan lengan mencabut pedang
panjang di punggungnya, sebuah jurus Ki-hwee-liauw-thian
(Mengangkat api membakar langit.) di sabetkan ke arah
bagian tujuh inci ular kawatbesi.
Tok-hou The Hoan tertawa dingin, lengan kanannya
digerakan perlahan, huut... tubuh ular kawat besi itu
bergoyang, dengan jurus Coan-thian-it-cu-hiang (Mengarah
langit membakar dupa) dari jurus toya Pan-liong,
menyerang kearah pipinya Siau Yam.
Siau Yam tidak menduga ular kawat besinya Tok-hou
The Hoan begitu gesit, cepat cepat bergeser, kembali
mundur tiga langkah.
Begitu Tok-hou dapat mendesak, dia tidak memberi
nafas pada Siau Yam, sambil mulutnya bersiul aneh,
langsung menerjang masuk, ular kawat besi diayunkan
secepat angin, segera terlihat berlapis-lapis bayangan ular,
bau amis menyebar luas, mengurung rapat Siau Yam.
Pek Soh-jiu melihat ular berbisa kawat besi itu lidahnya
keluar masuk, tidak henti-hentinya menyemburkan asap
beracun, dan juga ilmu silatnya Tok-hou The Hoan juga
sangat hebat, dia khawatir Siau Yam mendapat luka, tidak
tahan lagi dia mencabut pedang-nya, ingin mendesak
masuk kedalam pertarungan.
Siau Yam yang melihatnya, lalu berteriak: "Toako
mundurlah, menghadapi orang kecil seperti ini, kita tidak
perlu melawan bersama-sama!"
Pek Soh-jiu menghentikan langkah, dia menggeleng-
gelengkan kepala, terpaksa mundur lagi ke belakang
menonton, tapi dia tetap memusatkan tenaga dalam Pouw-
ci-sin-kang, jika Siau Yam benar-benar dalam bahaya, maka
dia akan tidak pedulikan apa yang namanya keroyokan.
Siau Yam menahan nafas, pedangnya seperti naga
menari, walau jurus Tok-hou sangat dahsyat, tapi tetap
tidak bisa berbuat banyak, tapi, Siau Yam juga tidak bisa
menahan nafas terlalu lama, apalagi harus menggunakan
tenaga dalam, keadaannya memang sangat berbahaya
sekali.
Dalam sekejap sudah lewat tiga puluh jurus, dipelipis
Siau Yam sudah nampak ada keringat, melihat keadaan,
kekalahannya akan terjadi dalam beberapa saat lagi.
Sebenarnya Siau Yam sendiri juga menyadari
keadaannya, ketika pertama dia bertarung, di telapak
tangan kirinya sudah menggenggam dua buah jarum Pek-
lek-bie-sin-ciam, jika tidak sampai bahaya sekali, dia tidak
mau mempergunakan.
Saat ini, dadanya sedang naik turun dengan derasnya,
karena terlalu lama menahan nafas, tenaga dalamnya
nampaknya akan habis, gerakannya pelan pelan mulai
menurun, jurus pedangnya juga nampak tidak segesit
semula, tampak seperti lampu yang kehabisan minyak,
walau pun sekuat tenaga meronta, juga tidak akan lolos dari
kematian.
Tok-hou The Hoan tertawa keras, lalu berkata:
"Menyerahlah Pek hujin, monyet tua adalah orang yang
sayang wanita, pasti tidak akan membuat kau sangat......"
Seseorang di saat dalam keberhasilan, tidak luput
pemusatan pikirannya akan mengendur, saat inilah yang
ditunggu Siau Yam, sebab kesempatan bagus ini yang
dalam sekejap akan menghilang dan tidak terulang, segera
dia menggetarkan pedang panjangnya, menyebar kan
ribuan titik-titik sinar pedang, menyerang kearah wajahnya
Tok-hou The Hoan, lalu telapak kirinya diayunkan,
terdengar Pek-lek-bie-sin-ciam bersuara dua kali, langsung
menancap di mata kiri dan bahu kirinya rbk-hou The Hoan.
Perubahan besar ini, sungguh seperti sambaran kilat,
Tok-hou The Hoan tidak menduga menyerang balasan Siau
Yam di dalam keadaan bahaya, bisa sedahsyat ini.
Tapi Tok-hou juga adalah seorang yang nekad, meski
mata kirinya dibutakan oleh Pek-lek-bie-sin-ciam, dan
lengan kirinya tidak berguna lagi karena terluka, dia unilah
dengan berteriak keras, lengan kanannya diayunkan sekuat
tenaga, ular kawat besi seperti sebuah panah beracun,
dengan kecepatan yang sulit dibayangkan, langsung
mengarah dadanya Siau Yam.
Jurus ini sangat diluar dugaan Siau Yam, saat ini lenaga
dalam nya sudah habis digunakan, walau pun ?a-l'iiah
senjata gelap yang biasa, dia juga sudah tidak bisa
menghindar, apa lagi ular kawat besi berbisa yang
dilemparkan sekuat tenaga oleh Tok-hou The Hoan.
Nampak ular kawat besi dengan kecepatan tinggi akan
mengenai dada montoknya Siau Yam, asalkan maju lima
ini lagi saja, wanita cantik ini akan tewas di gunung liar ini.
Keadaan yang sangat berbahaya ini terjadi dalam
sekejap, Pek Soh-jiu yang menonton disisi, hampir saja mati
ketakutan, dia berteriak keras, tangan kanannya dengan
kuat diayunkan, lima titik sinar hitam dengan kecepatan
tidak terbayangkan, mengenai tubuh ular kawat besi, tubuh
Pek Soh-ciu juga langsung terbang, mengerahkan ilmu silat
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui sampai puncak
tertinggi, hanya terlihat sebuah gumpalan asap tipis
menggulung, tubuh Siau Yam yang bergoyang-goyang akan
jatuh itu sudah berada di luar sepuluh tombak lebih.
Mereka akhirnya dapat lolos dari bahaya, tapi keadaan
bahaya yang dialaminya, tetap saja begitu mengge tarkan
hati.
Wajah Siau Yam menjadi putih pucat, dadanya tidak
henti-hentinya kembang kempis, dengan lemah dia
menyandar di tangannya Pek Soh-jiu, sepasang matanya
terbuka lebar, melihat pada mayat ular di tanah yang
hampir merengut nyawanya, lalu melihat pada Tok-hou
The Hoan yang wajahnya putih seperti kertas. Beberapa
saat, dia baru dapat melancarkan nafas dengan meniup
nafas panjang berkata:
"Terima kasih, demi menutupi jejak kita, Tok-hou ini
tidak boleh dilepaskan!"
Pek Soh-jiu menganggukan kepala, sambil menggandeng
tubuh dia, perlahan melangkah maju ke depan Tok-hou The
Hoan berkata:
"The Tayhiap! Istriku tadi tidak bisa mengendalikan diri,
aku sungguh menyesal sekali."
Mata Tok-hou The Hoan yang tinggal satu sudah
kehilangan sinar, setelah berputar sekali, dia berkata dingin:
"Jangan sombong orang she Pek, walau aku mati,
lembah Jit-kaw pasti akan membalaskan dendam hari ini."
Pek Soh-jiu dengan tawar berkata:
"Aku suami istri setelah berani melukai anda, tidak akan
takut pembalasan dari lembah Jit-kaw, tapi membicarakan
masalahnya, masalah hari ini kau sendiri yang
menimbulkannya......"
"Hemm!" Tok-hou The Hoan dengan marah berkata,
"Tidak salah, memang aku yang mencari mati, tapi kalian
juga mendesak sampai tianglo kuil Siauw-lim-sie mati,
banyak orang yang menyaksikan, kau lihat saja nanti,
bocah......"
Baru saja selesai bicara, tubuhnya mendadak gemetar,
jatuh ke atas jalan raya, di sudut mulutnya keluar darah
yang bau amis, dia sudah menggigit pil beracun, bunuh diri.
Pek Soh-jiu tanpa suara mengeluh, dia tahu pertarungan
dengan Siauw-lim di warung teh, sudah menimbulkan
masalah yang tidak ada ujungnya, kali ini d ia pergi
kegunung Kwo-tiang, mungkin setiap langkah-nya akan
penuh dengan halangan, tapi mala petaka tidak bisa
dihindari, jika bisa dihindari itu bukan mala petaka,
sehingga, mereka berdua tetap mengikuti rencana
semula, berjalan melalui Kwie-ciu, lewat Ke-yang, menuju
kepegunungan Heng-ih......
Di malam hari yang pekat, Pek Soh-jiu dan Siau Yam
tiba di kota kabupaten Ih-san, kota kabupaten Ih-san
terletak di lereng selatan gunung Huai-ih, di sebelah
tenggaranya adalah pegunungan Hian-sia-leng, karena
mereka berdua tiba terlalu malam, setelah mencari ke
seluruh kota, juga tidak mendapakan satu penginapan pun.
Pek Soh-jiu tidak bisa berbuat apa-apa, menatap pada
benteng kota yang megah itu dia tertawa, berkata:
"Adik Yam! Kelihatannya kita terpaksa menganggap
benteng kota sebagai kamar tidur, angin bertiup menyapu
lantai, kegembiraan ini tidak ada di dalam kamar tidur."
Siau Yam dengan manisnya tersenyum, kepalanya
sedikit tunduk, tubuhnya merendah menghormat berkata:
"Benar, harap suamiku......"
Perkataan Siau Yam belum habis, di atas benteng kota
tiba-tiba terdengar suara tawa yang panjang:
"Suami istri yang serasi, wanita ini sungguh baik, nenek
tua! Kita harus meninggalkan tempat ini untuk mereka, ayo
jalan."
Dua bayangan manusia, secepat kilat berkelebat, dengan
ilmu silat mereka yang sangat tinggi, sampai wajah mereka
juga tidak bisa terlihat dengan jelas, hanya terdengar suara
tawa yang memekakan telinga menjauh, dan masih
terdengar juga teriakan wanita:
"Tua bangka, kau berani tidak menunggu nenek tua, kau
lihat mereka begitu mesranya." Suara pembicara itu
menghilang, dalam sekejap sudah berada sejauh seratus
tombak lebih jauhnya.
Pek Soh-jiu menggeleng gelengkan kepala, memegang
lengan Siau Yam sambil tersenyum berkata:
"Sungguh masalah aneh yang ada setiap tahun, hanya
tahun ini yang paling banyak, mau menginap di benteng
kota, malah bisa kebetulan ada yang menginap juga."
Siau Yam membantingkan tangannya, bibirnya mencibir,
pura-pura marah berkata:
"Kau sih......lihat aku nanti masih pedulikan kau
tidak......"
Pek Soh-ciu menghela napas:
"Harap hujin maafkan aku kali ini, hamba tidak berani
lagi."
Siau Yam psss... tertawa berkata:
"Sepasang setan tua ini sungguh menyebalkan,
sepertinya sengaja terus mengikuti kita."
"Siapa mereka? Kau kenal?"
Siau Yam mencibirkan mulutnya:
"Kau anggap aku sudah setua tujuh, delapan puluh
tahun, hemmm!"
"Kau jangan salah paham, yang aku maksud adulah
mungkin kau tahu merekaitu siapa."
"Mereka itu adalah sepasang pendekar yang ln-rkelana
puluhan tahun, kalau kau tidak tahu bisa changgap kau
kurang pergaulan, masih tanya aku kenal alau tidak!"
"Ooo!" Pek Soh-jiu berkata, "Ternyata adalah Thian-ya-
hiap-lu (Sepasang pendekar dari ujung langit), tidak aneh
ilmu silatnya setinggi ini."
Baru saja mereka berdua naik ke atas benteng kota, tiba-
tiba terlihat diatas rumah di pinggir jalan, muncul dua
bayangan orang, setelah sebentar memper-hatikan keadaan,
lalu dengan cepat lari kearah utara.
Pek Soh-ciu tertegun berkata:
"Apa... di kota kabupaten Ih-san ini ternyata banyak
orang-orang hebat, adik Yam! Kita sedang tidak ada
kerjaan, kita ikuti mereka dam melihat ada apa sebenarnya,
bagaimana?"
"Baik," lalu dua orang itu bersama-sama meloncat,
dengan cepat berlari ke utara mengikuti bayangan tadi,
setelah melewati sebuah lapangan rumput liar, di depan
tampak sebuah kuil yang megah, terlihat bentengnya tinggi,
pohonnya hijau rimbun, tapi jejak dua orang itu sudah
menghilang.
"Toako! Dua orang itu menghilang disini, kau lihat
apakah mereka ini hweesio bukan?"
"Sulit mengatakannya, mungkin saja mereka itu dua-
duanya nikoh."
"Kau sengaja berkata sebaliknya, aku katakan hweesio,
maka itu pasti hweesio."
"Dengan alasan apa memastikan mereka pasti hweesio."
"Apa kau tidak melihat ini adalah bangunan kuil
hweesio?"
"Tidak juga."
Belum selesai mereka berdebat, mereka sudah sampai di
depan pintu, Siau Yam menjejakan kakinya, tubuhnya
sudah meloncat setinggi tiga tombak, seperti daun yang
melayang jatuh, dengan pelan berdiri diatas gerbang itu,
Pek Soh-jiu mengikuti meloncat keatas, dua orang dengan
hati-hati sekali berjalan menuju ke dalam.
Setelah melalui lapangan rumput yang halus seperti
karpet, lalu meloncat ke atas atap ruangan, mata Pek Soh-
jiu mendadak melotot, perlahan menarik Siau Yam berkata:
"Di kuil hweesio tapi yang tinggal adalah nikoh, kali kau
harus mengaku salah."
Siau Yam melihat kearah tempat yang ditunjuk Pek Soh-
jiu, benar saja melihat seorang nikoh yang tubuhnya
langsing, sedang berjalan perlahan kearah pintu bundar, dia
mendengus sekali berkata:
"Kau lihat lagi kesitu."
Tidak salah, diatas satu koridor, memang ada seorang
nikoh sedang berjalan bolak balik, jelas, di dalam kuil ini,
seperti tersembunyi hal yang misterius, mereka berdua demi
memuaskan rasa ingin tahunya, dari atap bangunan
langsung berlari menuju pintu bundar, apa yang dilihat,
malah membuat hati jadi lapang.
"Keadaannya indah sekali," Siau Yam memuji, dia
memalingkan kepala berkata pada Pek Soh-jiu:
"Danau teratai gunung buatan, daun hijau bertebaran,
bau harum sepoi-sepoi, tidak diduga di dalam kuil ini ada
tempat yang luar biasa ini."
Pek Soh-jiu tertawa:
"Tidak salah, kau lihat bangunan yang indah itu, l
iangnya berukir, indah sekali, kebunnya dipenuhi bunga,
pemandangannya luar biasa, walau pun istana bangsawan
juga tidak bisa seperti ini."
Mereka berdua jadi ingin menikmati situasi mempesona
ini, lalu bersama-sama mereka meloncat ke alas gunung
buatan, sambil ditiup angin malam, berbincang-bincang
keindahan kebun bunga
"O-mi-to-hud", terdengar satu suara pujian Budha, dari
dalam rimbunnya pohon bambu melangkah keluar seorang
hweesio berusia empat puluhan, dia melangkah lalu
berhenti di depan gunung buatan berkata:
"Di kuil ini, anda berdua Sicu mana boleh sembarang
masuk, malam sudah larut sekali, harap kalian berdua
keluar mengikuti jalan semula."
Siau Yam tidak menduga perkataan hweesio ini begitu
tidak sopan, maka dengan mendengus, dia berkata:
"Kuil adalah tempat suci, para pengunjung adalah
tuannya para hweesio, kami hanya melihat-lihat
pemandangan, kenapa kau melarang!"
Hweesio setengah baya itu sedikit tertegun, lalu tertawa
terbahak-bahak, suaranya keras sekali, sampai burung yang
pulang kandang pun beterbangan terkejut.
Siau Yam mengangkat alis, menatap hweesio setengah
baya yang berteriak:
"Melihat kelakuanmu yang sombong begini, pastilah
seorang hweesio murtad yang tidak menuruti aturan Budha,
setelah hari ini bertemu dengan aku, kau ini pasti sedang
sial, terimalah ini." Tubuhnya ber-kelebat, jarinya secepat
angin menyerang kearah dadanya hweesio itu.
Hweesio setengah baya tertawa, kaki dengan ringan
bergeser dua langkah ke samping, telapaknya ditegakan
seperti pisau, disabetkan kearah pergelangan Siau Yam.
Sebuah jurus memotong melintang dia ini, terbilang
cukup hebat, pengambilan waktu dan ketepatannya juga
sedikit pun tidak salah, sayang yang dia hadapi adalah
seorang wanita yang berilmu tinggi, jurusnya walau pun
hebat, tapi malah gagal total.
Baru saja sisi telapaknya menempel di pergelangan Siau
Yam, mendadak terdengar suara krek... sakit yang menusuk
keulu hati, membuat dia tidak tahan menjerit kesakitan, dia
balik meloncat kebelakang satu tombak lebih, keringat di
atas kepala botaknya, seperti biji kacang bercucuran ke
bawah.
Hanya satu jurus lawan telah mematahkan telapaknya,
hweesio setengah baya ini tahu dia telah bertemu dengan
seorang lawan tangguh, yang seumur hidup dia belum
pernah ditemui, dengan menahan sakit sepasang matanya
melotot benci pada Siau Yam, lalu membalikan tubuh,
meloncat masuk ke dalam rumpun bambu.
Kembali terdengar suara rendah pujian Budha, di dalam
hutan bambu melangkah keluar tiga orang hweesio, langkah
mereka mantap, melangkah seperti lerbang, dalam waktu
sekejap, sudah berhenti lima kaki di d e pan Siau Yam.
Pemimpinnya adalah seorang hweesio tua dengan wajiih
seperti cemara tua, rambut dan alisnya sudah putih Kmua,
dia memperhatikan Pek Soh-jiu dan Siau Yam sejenak,
dengan "kek!" sekali berkata:
"Kuil Pel-liong berkat perlindungan Budha, tidak pernah
berselisih dengan teman teman Dunia persilatan, anda dua
orang Sicu malam ini tanpa permisi masuk kedalam kuil,
pasti ada alasan yang kuat."
Pe k Soh-jiu mengepalkan tangannya berkata:
"Kami suami istri tersesat jalan, salah masuk ke dalam
kuil anda, atas kecerobohannya, harap guru bisa
memaafkannya."
Mendadak hweesio tua itu melototkan matanya, dua
sorot matanya yang tajam, menatap pada Siau Yam
berkata:
"Tersesat dijalan minta menginap, sebenarnya tidak ada
masalah, tapi Sicu wanita ini malah dengan latahnya
melukai murid kami yang meronda, ini sepertinya sudah
keterlaluan!"
Pek Soh-jiu dengan menyesal berkata:
"Istriku sedikit ceroboh sehingga melukai murid anda,
aku disini meminta maaf, tapi kelakuan kasar murid anda
terhadap orang yang tersesat, anda juga harus mengajarkan
disiplin padanya!"
Hweesio tua berkata dingin:
"Sicu malam-malam masuk ke kuil tanpa izin, tidak
terhindar murid yang meronda mencurigai sebagai orang
yang bermaksud jahat, walau bertemu dengan aku, juga
sama akan timbul kecurigaan......"
Wajah Siau Yam jadi dingin:
"Kalau begitu, hweesio tua mengira kami berdua ini,
datang ada maksud tertentu?"
Hweesio tua juga tampak sedikit marah berkata:
"Malam-malam masuk kuil tanpa izin, semba-rangan
melukai orang, apakah aku salah pada Sicu?"
Siau Yam berkata:
"Kelihatannya di dalam kuil Pek-liong ini, benar-benar
tersembunyi banyak jagoan, rupanya kami suami istri tidak
sia-sia dalam perjalanan ini."
Masing-masing pihak mempunyai pendirian,
keadaannya sudah tidak bisa didamaikan lagi, di belakang
hweesio tua, maju melangkah dua langkah dua orang
hweesio setengah baya berkata:
"Murid minta izin untuk menghadapi dua orang Sicu
ini."
Hweesio tua sedikit menganggukan kepala, dua orang
hweesio setengah baya ini segera membalikan tubuh berkata
pada Pek Soh-jiu suami istri:
"Bu Can, Bu Ceng, meminta pelajaran dari dua orang
Sicu."
Pek Soh-jiu berkata tawar:
"Agama Budha mementingkan pengampunan, kalian
berdua buat apa harus menyelesaikan dengan senjata!"
Bu Can bersuara "Hemm!" sekali berkata:
"Jika Sicu mau mematahkan sendiri satu pergelangan,
kuil Pek-liong juga tidak ingin melanggar larangan
membunuh......"
Pek Soh-ciu menggelengkan kepala mengeluh berkata:
"Tidak disangka seorang hweesio, juga seorang yang
suka berkelahi, tidak aneh kekacauan dunia persilatan,
selalu tidak ada habisnya!"
Bu Can tidak menjawab lagi, mendadak dia maju ke
tengah, sepasang telapak disatukan lalu dibalikan, dengan
cepat didorong mendatar ke depan dada.
Pek Soh-jiu melihat tenaga dorongan sepasang
telapaknya Bu Can, suara anginnya menggelegar, di dalam
hati tahu tenaga dalam telapaknya sangat hebat, cepat-cepat
dia menarik nafas, lengan kanannya di putar, dengan
santainya menyambut datang sepasang telapak Bu Can.
Tenaga kedua belah pihak beradu, terdengar satu suara
keras, Bu Can merasakan dadanya seperti dipukul martil
besar, "Hek —!" Dia mundur miring beberapa langkah,
walau pun dia dapat memaksakan tetap berdiri, tapi
wajahnya berubah pucat putih, keadaannya sangat kacau.
Dalam satu jurus dia sudah kalah, Bu Can jadi marah
karena malu, dia mencabut golok di punggungnya,
mulutnya berteriak keras, meloncat menerjang
menyabetkan goloknya.
Pek Soh-jiu memiringkan tubuhnya, telapak kanannya
berturut-turut dipukulkan tiga kali, dalam jarak tiga kaki di
depan dia, seperti berdiri satu tembok tembaga, sia-sia saja
Bu Can memainkan goloknya, tidak bisa menempel
sedikitpun pada sudut baju Pek Soh-jiu.
Di tempat lain Bu Ceng juga sedang bertarung sengit
melawan Siau Yam, keadaan dia, dibandingkan Bu Can
malah lebih mengkhawatirkan, hanya terlihat satu
bayangan langsing, bermain-main di dalam bayangan
goloknya, bayangan jari tampak malang melintang,
memukul melintang menotok lurus, dia kecuali sering
menjerit, ingin berhenti pun tidak bisa.
Hweesio tua alis putih tidak menduga sepasang suami
istri setengah baya ini, berilmu silat sedemikian tingginya,
didalam hati sadar walau pun dirinya maju bertarung, tatap
sulit bisa bertahan sampai seratus jurus, sesaat, dia jadi
tidak tahu harus berbuat bagaimana.
Mendadak, terdengar dua suara gerungan yang tertahan,
sinar golok mendadak berhenti, bayangan orang sudah
berpisah, dua orang hweesio pesilat tinggi dari kuil Pek-
liong„ sama sama terjatuh duduk diatas lapangan rumput,
golok mereka telah berada di tangan-nya Pek Soh-jiu suami
istri.
Wajah hweesio tua jadi merah padam berkata:
"Ilmu silat Sicu berdua hebat sekali, aku mengaku kalah,
tapi kuil Pek-liong memang tempat berkumpulnya para
jago, anda berdua jika tidak cepat cepat meninggalkan
tempat ini, mungkin akan sangat menyesal......."
Sorot matanya melirik kearah bangunan mewah, dengan
mengeluh dalam sekali, lalu membawa Bu Can dan Bu
Ceng berjalan masuk ke dalam hutan bambu.
Siau Yam membuang golok ditangannya, sambil tertawa
berkata:
"Toako, di dalam bangunan mewah itu, mung-kin
tersembunyi seorang jago hebat dunia persilatan, apakah
kita perlu melihatnya?"
"Jika sudah masuk ke dalam gunung pusaka, mana
mungkin pulang tanpa hasil, jalanlah, kita pergi
melihatnya." Dua orang itu sambil bergandengan berjalan
menuju ke bangunan mewah itu.
Dua daun pintu besar cat hitam tampak tertutup rapat,
sebuah papan yang bertuliskan huruf besar Tee-cui-ki,
berwarna kuning mas berkilauan disorot sinar bulan,
mereka berdua ragu-ragu sebentar, berdiri cukup lama, liil a
k berani menyentuh dua daun pintu besar cat hitam itu.
Mendadak ngeek....., sepasang daun pintu itu terbuka
sendirinya, mereka berdua saling berpandangan seka1i, lalu
melangkah masuk ke dalam pintu.
Di dalamnya ada satu koridor yang panjangnya kira-kira
enam tombak, kedua sisinya ada beberapa pintu yang
tertutup rapat, setelah melewati koridor, ada satu kebun
bunga yang indah, bunganya berwarna warni, ln rium
harum yang diantar tiupan angin, dalam keheningan,
tampak sangat tenang sekali.
Melintasi kebun bunga ada sebuah gerbang tanpa pintu
berbentuk bulan bulat, dua buah lentera istana berselayar,
bergoyang goyang ditiup angin.
Di dalam gerbang, berdiri seorang nikoh setengah baya
berwajah cantik, tubuhnya langsing, dia melihat sekali pada
Pek Soh-jiu dan Siau Yam, dengan kaku berkata:
"Aku Ih-hun, mendapat perintah menyambut tamu
agung, Sicu silahkan......" habis bicara tubuhnya melangkah
kesisi pintu, kebutan di tangan pelan diputar,
memperagakan posisi mempersilahkan tamu.
Baru saja Pek Soh-jiu dan Siau Yam akan melangkah,
mendadak merasakan satu tenaga berputar, seperti
gelombang datang menerpa, mereka berdua karena tidak
waspada, tubuhnya berhuyung-huyung ditarik oleh tenaga
itu, untung saja kepandaian mereka sangat hebat, walau
pun di dalam hati tergetar, tapi tetap dengan santainya bisa
melangkah masuk ke dalam gerbang itu.
Di sudut mulut Ih-hun tampak tersenyum ringan, dia
membalikan tubuh mengikuti dari belakang Siau Yam
berkata:
"Majikan ku tinggal di kuil Pek-liong, dalam sepuluh
tahun ini sudah banyak tamu yang ingin bertemu, tapi
keadaan seperti kalian berdua, sangat jarang terjadi."
"Majikan anda pasti adalah seorang pesilat tinggi yang
hebat sekali." Kata Siau Yam dengan tawar.
Ih-hun tertawa:
"Sepanjang pengetahuanku, dalam sepuluh tahun
terakhir, majikanku belum pernah bertemu orang yang
mampu menahan lima jurus serangannya"
"Jika ada begitu banyak teman persilatan yang datang
berkunjung, majikanmu kecuali ilmu silatnya hebat,
mungkin juga adalah seorang wanita yang cantik sekali?"
ih-hun dengan wajah serius berkata:
"Kata-kata Sicu tidak salah, sayang orang-orang yang
berkunjung itu, tidak satu pun bisa keluar dari sini dalam
keadaan hidup hidup......"
Siau Yam mendengarnya sampai tertegun, mendadak
teringat seorang wanita iblis di dalam dongeng, tidak tahan
hatinya tergerak, berkata:
"Apakah majikan anda itu adalah Hud-bun-it-mo (iblis
dari aliran Budha.) Leng-bin-sin-ni (nikoh bermuka
dingin)?"
Baru saja Siau Yam berkata habis, disisi telinga-nya tiba-
tiba terdengar "Hemm!" dingin, suaranya walau pun kecil,
tapi seperti guntur, sampai telinga pun berdengung.
Pek Soh-jiu dan Siau Yam sama-sama merasa hatinya
tergetar, mereka berdua tahu iblis wanita yang telah
menggemparkan dunia persilatan ini, benar saja bukan
orang yang mudah dihadapi.
Ih-hun tersenyum pada mereka berdua berkata:
"Anda berdua silahkan tunggu disini sebentar, .aku
sementara pamit dulu." Tidak menunggu mereka
menjawab, tubuhnya berkelebat menghilang di belakang
timi penghalang angin.
Siau Yam melirik pada tirai penghalang angin itu,
dengan wajah yang sangat serius berbisik:
"Hud-bun-it-mo, wajah dan hatinya dingin, selain ilmu
silatnya hebat, hatinya juga sangat keji, jika kita terpaksa
bertarung, maka harus sekuat tenaga menghadapinya."
Dia menghentikan bicaranya sejenak, mengulurkan
tangan melepaskan topeng diwajahnya, berkata lagi:
"Kudengar dia tidak suka terhadap orang yang
menyembunyikan wajah aslinya, dia menganggap sangat
tidak menghormati, walau pun kita belum tentu takut pada
dia, tapi lebih baik jangan menimbulkan masalah yang tidak
perlu oleh karena hal ini."
Pek Soh-jiu merasa kata-katanya masuk akal, maka dia
juga melepaskan topeng diwajahnya, tapi dengan tertawa
lepas berkata:
"Seorang nikoh, pasti tidak akan terlalu keji, mungkin
kabar itu tidak benar."
Mereka berdua melewati sekat penghalang angin,
tampak sebuah ruangan yang mewah, di belakang ruangan
ditutupi oleh gorden sutra, tercium samar-samar bau
harum, menembus keluar dari celah gorden, seperti tiba di
kamar wanita, sama sekali tidak terlihat suasana tempat
pendeta.
Baru saja Pek Soh-jiu tertegun, satu angin lembut dengan
pelan menggulung gorden, satu sinar biru yang lembut dan
warna yang sejuk di mata, membuat mata mereka jadi
terang.
Ini adalah satu kamar tidur yang sangat mewah, satu
tombak lebih diatas ranjang sutra, duduk seorang nyonya
muda yang cantik sekali, wajahnya secantik bunga teratai,
tingkahnya sejernih air di musim gugur, dia memakai baju
nikoh berwarna biru langit, rambut panjang yang halus,
terurai diatas bahunya seperti awan hitam.
Pipinya malah dingin sekali, mengawasi seluruh
indranya, juga sulit bisa menemukan sedikit gambaran
perasaan, tapi hal ini tidak bisa menutupi kecantikannya,
sebaliknya, malah membuat orang merasakan kesuciannya,
tinggi tidak terjangkau.
Tapi, seorang wanita yang memakai baju nikoh, tapi
memelihara rambut panjang yang halus, sepertinya sedikit
mencolok mata orang, yang membuat Pek Soh-jiu
keheranan adalah, Hud-bun-it-mo yang menggempar-kan
dunia persilatan ini, kelihatannya sangat muda sekali, dan
wajahnya, hampir persis sama dengan Siau Yam, seperti
terbentuk dari cetakan yang sama saja.
Ketika dia sedang kebingungan memperhatikan, di atas
ranjang itu sudah terdengar satu teriakan dingin:
"Apakah Sicu datang berkunjung karena mendengar
nama besar?"
Pek Soh-jiu bersoja membungkuk:
"Aku dengan istriku kebetulan lewat di kuil anda, karena
menikmati keindahannya Tee-cui-ki, sehingga mengejutkan
Cianpwee, atas kecerobohannya, mohon dimaalkan."
"Hemm!" nikoh berwajah dingin itu berkata:
"Jika Sicu sudah masuk ke dalam Tee-cui-ki, aku
terpaksa menyambut kedatangannya dengan aturan
biasanya," Dia pelan-pelan bangkit berdiri, mengangkat
kepala berjalan keluar, terhadap Pek Soh-jiu dan istri,
seperti memandangrendah.
Pek Soh-jiu dan Siau Yam saling pandang sekali,
terpaksa mengikuti dia jalan kepekarangan, dia berhenti dan
berkata dingin:
"Aku tidak ingin mengambil keuntungan dari orang
muda. kalian berdua majulah bersama-sama."
Pek Soh-jiu tertegun:
"Aku suami istri tidak pernah bertemu muka dengan
Cianpwee, buat apa harus menggunakan senjata?"
"Jika sudah masuk ke dalam Tee-cui-ki, maka kau harus
mengikuti aturannya."
"Kenapa? Cianpwee, walau pun kami telah mengejutkan
anda, tapi itu juga tidak begitu serius sampai harus
diselesaikan menggunakan senjata!"
"Sebelum Sicu masuk ke dalam Tee-cui-ki, apakah tidak
pernah menyelidik terlebih dahulu?"
"Aku telah katakan, kami suami istri kebetulan lewat kuil
anda...."
"Baik disengaja atau pun tidak disengaja, larangan
sepuluh tahun, tidak bisa dibatalkan oleh kedatangan
sehari..."
"Apa larangan Cianpwee itu?"
"Setiap orang yang masuk ke dalam Tee-cui-ki, jika bisa
menahan serangan sepuluh jurusku, boleh bebas
meninggalkan tempat ini, jika tidak....."
"Bagaimana?"
"Potong satu lengan, musnahkan ilmu silatnya!"
"Ha...ha...ha....sungguh satu larangan yang kejam,
memang tidak salah disebut Hud-bun-it-mo......"
Terhadap nyonya muda berpakaian nikoh ini, Pek Soh-
ciu sudah merasa sangat sebal, sehingga perkataannya juga
jadi tidak mengandung hormat lagi.
Leng-bin-sin-ni menjadi marah dia membentak:
"Bocah yang sombong, aku mau lihat kau berani
melanggar masuk ke dalam Tee-cui-ki, sebenarnya punya
kemampuan apa." Tangannya mendadak diulur-kan...
angin pukulan seperti panah dengan tenaga yang lembut,
seperti sebuah jaring langit, menutup ke arah kepala Pek
Soh-jiu.
Pek Soh-jiu melihat Leng-bin sinni dengan ringan
melayangkan tangannya, tapi tenaganya terasa sangat
dahsyat, hatinya merasa terkejut, namun dia memiliki ilmu
dari tiga aliran, walau pun mendadak bertemu dengan
lawan kuat, tetap bisa bersikap tenang, sekali menggerakan
lengannya, pedang Im-cu sudah dicabutnya.
Boom..... dia terdorong mundur beberapa langkah ke
belakang, walau pun pedangnya tidak sampai teriepas dari
tangannya, tapi lengan kanannya terasa kesemutan, dia
baru menyadari wanita iblis ini, memang benar ilmu
silatnya sangat tinggi.
Tapi Leng-bin-sin-ni juga tidak mendapat keuntungan
besar, tubuhnya juga terhuyung-huyung oleh hawa pedang
Pek Soh-jiu, setelah lengan bajunya di kibaskan berturut-
turut dua kali, baru dia bisa menstabilkan dirinya. Sepasang
matanya menatap dengan seram, hemm... berkata lagi:
"Ternyata Sicu adalah muridnya Sin-ciu-sam-coat, tidak
aneh berani kurang ajar padaku, masih ada sembilan jurus,
mari kita coba lagi."
Bahunya tidak bergoyang, kaki tidak melangkah, begitu
tubuhnya bergoyang, dia sudah maju tiga kaki, tangannya
memukul, segulung tenaga dalam yang hangat perlahan
menekan ke dada Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu yang melihat gerakan telapak dia walau pun
pelan, tapi diam-diam mengandung jurus mematikan yang
tiada taranya, membuat orang seperti minum arak keras,
seluruh tubuh merasa tidak bertenaga, tidak tahan hatinya
menjadi dingin. Tapi dia tahu jika sampai telapak dia
mengenai tubuhnya, dia pasti tidak akan selamat, maka dia
mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, pedang ditangan
kanan digerakan seperti kilat, telapak kiri digerakan seperti
guntur, dalam satu jurus dia sudah menggunakan jurus
pedang Im-cu, dan juga jurus Kong-hong-sam-si, memaksa
Leng-bin-sin-ni mundur.
Wajah Leng-bin-sin-ni berubah, lalu mendengus sekali,
berkata lagi:
"Sicu sungguh hebat, bersiaplah kembali."
Dua jurus menyerang tanpa hasil, membuat Leng-bin-
sin-ni timbul nafsu membunuhnya, sepasang telapak tangan
segera bergerak bergantian menyerang, pukulannya
mengeluarkan angin keras dan mengeluarkan hawa panas,
membuat bajunya Siau Yam yang berdiri satu tombak lebih
ikut berkibar-kibar, wajahnya tampak terkejut.
Ini adalah pertarungan sengit yang belum pernah dialami
oleh Pek Soh-jiu, dia harus mengerahkan seluruh
kemampuannya, sekuat tenaga bertahan sampai sembilan
jurus, baju sastrawan yang dipakainya, hampir seluruhnya
sudah basah oleh keringat.
Leng-bin-sin-ni sudah mengalami ratusan kali
pertarungan, di bawah tangannya yang mulus itu, entah
sudah berapa banyak pesilat tinggi ternama yang telah dia
kalahkan, tidak di sangka Pek Soh-jiu yang begitu muda
malah mampu bertahan sampai sembilan jurus, kejadian ini
sungguh membuat dia sangat terkejut.
Pada jurus yang paling terakhir, dia telah mengerahkan
seluruh kemampuannya, puluhan tahun berlatih silat
dengan keras, begitu tenaga telapaknya baru saja keluar,
dunia seperti akan kiamat, seluruh mahluk di bumi, dalam
sekejap seluruhnya seperti mati.
Serangan telapak tangan kali ini, sungguh terlalu hebat,
Siau Yam yang menonton di pinggir hatinya pun jadi
berdebar keras, dia takut Pek Soh-jiu terluka oleh Leng-bin-
sin-ni, lengan mulusnya diayunkan, tiga titik bintang dingin
melepas kearah dadanya Leng-bin-sin-ni.
Pek-lek-bie-sin-ciam adalah senjata rahasia perguruan
Thian-ho yang paling hebat, walau seorang ahli silat yang
manapun begitu mendengar nama jarum lembut ini
wajahnya akan menjadi pucat, kepandaian Leng-bin-sin-ni
yang sangat tinggi pun, tetap harus berhati-hati
menghadapinya, jurus yang baru dilakukan setengah jalan,
terpaksa di rubah, dia menurunkan pergrlangan tangannya,
memutar tubuh, lengan bajunya digetarkan, tiga buah Pek-
lek-bie-sin-ciam Siau Yam yang sangat dahsyat itu, semua
berhasil digulung ke dalam lengan bajunya, namun karena
gerakannya tertahan, Pek Soh jiu jadi bisa menarik nafas,
dia melayang mundur lima langkah, jari tengahnya
dijentikan, tak... terdengar suara ringan, wajah cantik Leng-
bin-sin-ni yang dingin itu, tampak berubah menjadi merah.
Ternyata karena Pek Soh-jiu terdesak mengerahkan
tenaga dalam, Pouw-ci-sin-kangnya tidak bisa digerakan
dengan sepenuh tenaga, walau pun bisa memecahkan
tenaga dalam pelindung tubuh Leng-bin-sin ni, tapi tenaga
luncurnya sudah habis begitu menyentuh sasarannya, titik
sinar itu dengan tepatnya mengenai tempat yang sangat
empuk dan sensitif di bagian dada, hal ini telah membuat
Leng-bin-sin-ni yang menjaga tubuhnya sangat suci itu,
tenggelam kedalam perasaan yang belum pernah dirasakan.
Siau Yam yang melihat jadi gembira, cepat-cepat
mengulurkan tangan menarik Pek Soh-jiu, mereka berdua
meloncat kebelakang, dengan beberapa loncatan, mereka
melarikan diri menuju kegelapan malam.
Setelah Mereka berdua mendapatkan kudanya, langsung
lari keluar puluhan lie, sampai terlihat terang diufuk timur,
mereka baru bisa merasakan lega, Siau Yam duduk disisi
sebuah pohon, dengan memelas sekali berkata:
"Kau, kau sungguh jahat."
Pek Soh-jiu tertegun berkata:
"Aku jahat? Aneh, aku kapan jahat?"
Siau Yam melirik dia dengan mata putih, katanya:
"Masih berani berkata tidak jahat, kau membawa orang
semalaman berlari kesana-kemari, sampai kulit mata pun
menjadi berat tidak bisa dibuka......"
Pek Soh-ciu duduk disebelahnya, dengan lembut
memeluk tubuh Siau Yam, berkata:
"Oh gitu, aku punya satu obat mujarab yang bisa
memulihkan rasa lelah, sini, aku berikan padamu!"
Siau Yam mengangkat alis, baru saja mau mengatakan
tidak percaya, dua bibir munggil semerah delima itu sudah
disumbat olehnya, benar saja ini resep obat yang mujarab,
semalaman kelelahan, setelah dicium lama, rasa lelahnya
jadi tersapu bersih sedikit pun tidak tersisa, lama... dia baru
mendorong Pek Soh-jiu, tubuh menggeliat, rebah dalam
pelukannya berkata:
"Hemm, masih berkata tidak jahat, sedikit lagi jahatnya
akan keluar minyak." berhenti sejenak, berkata lagi, "Hai,
Toako, kau tahu Leng-bin-sin-ni, sebenarnya siapa?"
"Tentu saja tahu, jika tidak bagaimana masih bisa disebut
seorang Bulim kelas satu?"
"Kalau begitu siapa dia?"
"Hud-bun-it-mo'
"Dan?"
"Leng-bin-sin-ni."
"Omong kosong."
"Kau tahu?"
"Tentu."
"Coba katakan."
"Sepuluh tahun lalu, di dunia persilatan muncul m-orang
remaja putri berbaju biru langit, dia cantik tiada duanya,
sehingga tidak tahu sudah memikat berapa banyak laki-laki,
tapi ilmu silatnya sangat tinggi, hatinya malahan dingin
sekali juga sangat kejam, di dalam waktu tidak sampai tiga
tahun, para pesilat tinggi dari berbagai aIiran, entah sudah
berapa yang mati atau terluka dibawah sepasang tangannya,
kemudian tidak tahu apa sebabnya, mawar berduri ini
malah menghilang. Menjadi murid Budha, tapi rambut dia
dan warna biru langit kesukaannya, tetap menjadi lambang
khususnya, dan wajah dingin hati kejam, kecantikannya,
tetap tidak memudar, makanya mendapatkan julukan Hud-
bun-it-mo, Leng-bin-sin-ni, mengenai bagaimana dia
menetap di Pek-Iiong, itu jadi misteri."
Pek Soh-ciu mengeluh:
"Kepandaianku berasal dari tiga keluarga, malah tidak
bisa menahan sepuluh jurus serangannya, tampak ilmu
silatnya sungguh susah di ukur, dalam seperti lautan....."
Siau Yam berkata:
"Semenjak leng bin sin ni masuk kedalam dunia
persilatan, hampir belum pernah bertemu dengan lawan
seimbang, guruku yang ilmu silatnya sulit diperkirakan,
dalam pembicaraan sehari-harinya, juga sangat memuji dia,
Toako bisa menahan sepuluh jurus serangannya, sudah
cukup menggemparkan dunia."
Pek Soh-jiu membalikan tubuh dia berkata:
"Nama Thian-hoTeng dan gurumu juga telah
menggemparkan dunia persilatan, dan di dalam hati semua
orang ada rasa ketakutan, ini menjadi teka tekiku, apa
sebabnya?"
Siau Yam tertegun:
"hal ini aku sendiri juga tidak jelas......, kita jangan hanya
berbincang saja, carilah makanan untuk mengisi perut."
Pek Soh-jiu melihat Siau Yam tidak mau membicarakan
perguruannya, dia tahu pasti ada hal yang sulit dibicarakan,
maka dia tidak banyak tanya lagi, pelan-pelan memapah
dia, baru saja mau naik keatas kuda, mendadak sebuah
garis bayangan merah dengan mengeluarkan suara yang
tajam, melesat ke arahnya, bayangan itu berasal dari dalam
sebuah hutan lebat disisi jalan, dengan ringan dia
mengangkat lengannya, menangkap kearah bayangan
merah itu, telapak tangannya merasa panas, hampir saja
bayangan merah itu terlepas dari tangannya, cepat-cepat dia
melihat kearah telapaknya, telihat sebuah bendera merah
berbentuk segi tiga kecil berwarna merah api.
Ketika dia bengong tidak mengerti, Siau Yam tiba-tiba
berteriak terkejut, seperti melihat ada ular berbisa, wajah
cantik yang tadinya kemerah-merahan sekarang malah
menjadi pucat.
Pek Soh-jiu terkejut berkata: "Kenapa? Adik Yam."
Siau Yam tidak menjawab, sepasang matanya, menatap
ketakutan ke arah sisi hutan, Pek Soh-jiu melihat mengikuti
arah pandangannya, barulah dia melihat di bawah
bayangan pohon, berdiri tiga orang nona berbaju yang satu
ungu yang dua hijau, dan dua nona berbaju hijau itu,
adalah Hu-in dan Cu-soat yang pernah bertemu di Hun-sie,
dia sekarang mengerti, ternyata nona berbaju ungu itu,
adalah saudara seperguruannya dari Thian-ho-leng, dia
akan maju ke depan, tapi Siau Yam mencegahnya berkata:
"Toako, kau tunggu disini, biar aku yang bicara dengan
dia."
Urusan perguruan orang lain, Pek Soh-jiu tentu saja
tidak bisa ikut campur, dia memberikan bendera segi liga
merah pada Siau Yam, lalu berdiri dibawah pohon,
menunggu perkembangannya.
Siau Yam mendatangi nona berbaju ungu, membungkuk
menghormat berkata:
"Apa kabar Ji-suci."
Nona berbaju ungu mendengus dingin:
"Sam-sumoi kapan sudah bersuami? Bisa berkelana di
dunia persilatan, begitu mesra, sungguh membuat orang
ngiler, tapi segelas arak bahagia pun tidak mengundang
Suci meminumnya?"
Siau Yam berkata tawar:
"Asalkan Ji-suci mau memberi muka, aku pasti
mempersembahkannya."
Wajah nona berbaju ungu tiba-tiba menjadi dingin,
katanya:
"Aku tidak seberuntung itu, tapi tiga hal yang guru
perintahkan padamu, kau pasti sudah menyelesaikannya,
betul?"
Siau Yam dengan gagap berkata:
"Ini......"
"Kenapa, apakah kau sudah melupakan perintah guru?"
"Aku tidak berani."
"Lalu sudah menyelesaikan berapa?"
"Harap Ji-suci bisa memaafkan ketidak mampuanku."
"Kau berani membangkang perintah guru?"
"Aku tidak ada maksud sedikitpun, tapi......"
"Baik, kau ikut aku pergi menghadap guru."
"Dimana guru sekarang?"
"Thian-ciat-leng."
Siau Yam begitu guru tidak keluar gunung, semangatnya
naik lagi berkata:
"Aku masih ada urusan yang belum selesai, harap Ji-suci
memberi aku waktu beberapa hari."
Nona berbaju ungu berteriak marah:
"Kau berani menghianati perguruan?"
"Keberanian setinggi langit pun, aku tidak berani
melakukan penghianatan pada perguruan, ucapan Ji-suci
terlalu serius."
"Kalau begitu, kau ini bertekad tidak mau ikut bersama-
sama aku?"
"Harap Ji-suci memaklumi."
"Baiklah, mengingat sama-sama seperguruan, aku tidak
memaksa, tapi kekasihmu ini, bagaimana pun aku harus
membawanya pergi!"
Wajah Siau Yam berubah:
"Harap Ji-suci jangan terlalu memaksa, perbuatanku,
nanti pasti akan kutanggung pada guru untuk menerima
hukumannya, tapi masalah hari ini, aku tetap berharap Ji-
suci bisa mengabulkannya."
Nona berbaju ungu tertawa dingin:
"Baik, baik, karena Sam-sumoi sudah berhasil
mempelajari seluruh kepandaian guru, kita kakak beradik
bisa saling mengujinya."
Tangan mulusnya langsung diayunkan, segera timbul
angin kencang, Pek Soh-jiu yang berdiri sejauh satu tombak
lebih, juga merasakan seperti dilanda oleh tenaga yang
berhawa dingin, tapi Siau Yam sepertinya tidak begitu
peduli pada jurus telapak yang hebat ini, hanya setengah
memutar tubuhnya, dia sudah menghindar serangan ini,
lengan kirinya diputar, telapaknya membalas menyerang ke
arah tulang iga kiri nona berbaju ungu.
Nona berbaju ungu mendengus, dia menarik tangannya
lalu memotong dengan kuat kearah perge-langan tangan
Siau Yam, kaki kanannya menendang ke alas, diujung
kakinya yang mulus ternyata dipasang besi tajam,
menendang kearah dada Siau Yam.
Begitu mereka bertarung dalam sekejap lima puluh jurus
lebih sudah lewat, kedua belah pihak walau pun saling
mengerahkan jurus jurus hebat, tapi karena masing-masing
pihak hafal akan ilmu silat lawannya, selalu hanya sekali
menyentuh langsung menghindar, sekali menyerang
langsung ditarik kembali, keadaannya sulit bisa
menentukan siapa menang siapa kalah.
Setelah bertarung lama tidak ada hasilnya, nona berbaju
ungu seperti sudah tidak sabaran lagi, mendadak dia
merubah jurusnya, setiap jurusnya mengeluar kan gemuruh
angin dan kilat, serangannya sangat dahsyat sekali.
Siau Yam juga mengerahkan seluruh kemampuannya,
setiap gerakan sepasang telapak tangannya, mengeluarkan
suara siulan yang memekakan telinga, dua orang kakak
beradik seperguruan ini, ilmu silatnya seimbang, bertarung
tidak ada keputusannya.
Dengan satu teriakan keras, pertarungan di lapangan
akhirnya berhenti, Pek Soh-jiu melihat Siau Yam diam
berdiri di sisi kiri jalan, baju dibahu kanannya robek, diatas
dadanya yang padat itu, ada titik-titik merah bekas darah,
tidak tahan dia jadi berteriak terkejut, dia meloncat maju,
mengangkat lengannya Siau Yam berkata:
"Adik Yam, bagaimana lukamu? Cepat......biar aku
lihat."
Wajah Siau Yam, terkilas senyum kebahagiaan, sepasang
mata cantiknya sedikit memejam, dengan lembut
menyandar keatas dadanya Pek Soh-jiu berkata:
"Tidak apa-apa, aku hanya terluka ringan, Toako, kita
pergi saja."
Pek Soh-jiu berkata baik, sambil memeluk Siau Yam
mereka berjalan menuju ke tempat berhentinya kuda, dia
melihat kebelakang pada nona berbaju ungu, terlihat wajah
dia putih pucat, dadanya kembang kempis dengan cepat,
luka yang diderita, sepertinya lebih parah dari pada Siau
Yam, mendadak hatinya bergerak, dia melepaskan Siau
Yam, sekali meloncat satu tombak lebih, pada nona baju
ungu bersoja:
"Nona......."
Nona berbaju ungu mendadak mengangkat kepala,
berkata dingin:
"Apakah kau ingin menghabisi aku? Hemm, walau Giok
Ie-ko terluka parah, tapi kau belum tentu bisa mengambil
keuntungan."
Pek Soh-jiu tertawa:
"Aku tidak biasa memukul anjing yang jatuh ke air, nona
Giok tidak perlu cemas."
"Hemm, lalu kenapa menghadang jalanku?"
"Aku punya beberapa hal yang tidak mengerti, ingin
meminta jawaban dari nona Giok."
"Giok Ie-ko selamanya tidak pernah terima ancaman,
anda lebih baik tutup mulut saja."
"Aku memohon dengan hormat, kenapa nona Giok terus
menolaknya!"
"Hemm......"
"Guru anda menugaskan istriku tiga hal penting, .
apakah nona Giok bisa beri tahukan apa isinya?"
"Anda bisa tanyakan saja pada istri anda, Giok Ie-ko
tidak bisa menjawabnya."
"Istriku tidak berniat mengkhianati perguruannya, nona
tanpa penyelidikan terlebih dulu, malah bertarung dengan
sesama perguruan, aku sungguh sangat tidak setuju dengan
nona."
"Masalah perguruanku, orang luar tidak perlu ikut
campur, harap anda tahu diri."
"Jika nona Giok bersikeras tidak mau memberi tahukan,
aku juga tidak akan bertanya, tapi, tidak peduli siapa pun,
jika berani melukai sehelai rambut istriku, aku pasti
membalasnya sepuluh kali lipat."
"Sungguh bermulut besar, sayang perguruan Thian-ho
bukan lawan yang bisa anda takut takuti!"
Saat ini Siau Yam sudah datang kesamping Pek Soh-jiu,
dengan lembut menarik lengan Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! Urusan kita masih banyak, buat apa berkata sia-
sia, mari jalan."
Pek Soh-jiu merasakan tangannya Siau Yam, sedikit
gemetaran, lalu melihat wajahnya, tampak sangat gelisah,
tidak tahan dia jadi terkejut, katanya:
"Ada apa? Adik Yam! Apakah merasa sakit lukanya?"
"Aku baik-baik saja! Tempat ini tidak baik untuk tinggal
lama-lama, lebih baik kita pergi saja."
"Kenapa? Sam -sumoi tidak mau bertemu dengan Toa-
suci, betul tidak?"
Tiba-tiba seorang wanita baju merah, memimpin dua
belas laki-laki besar berbaju ketat melangkah keluar dari
dalam hutan, dia menyebut dirinya Toa-suci, pasti adalah
Toa-sucinya Siau Yam. Ditangannya membawa sebuah
bendera merah bertiang besi yang panjangnya sekitar tiga
kaki, matanya menyorot sekali pada Pek Soh-jiu, di sudut
mulutnya tampak sebuah senyum dingin mengerikan,
kemudian bendera merahnya dikibaskan, dua belas laki-laki
besar yang tangan kiri memegang tameng, tangan kanan
memegang golok, segera mengurung Pek Soh-jiu dan Siau
Yam.
Siau Yam menegakan tubuhnya, menghormat sekali
pada wanita baju merah berkata:
"Siau Yam menghadap Toa-suci."
Wanita baju merah menjawab yaa sekali berkata:
"Tidak berani, sampai guru pun kau pandang sebelah
mata, bagaimana bisa memandang aku."
Siau Yam batuk perlahan, berkata:
"Aku tidak menghianati perguruan, Toa-suci......"
Wanita baju merah mencibirkan bibirnya:
"Kalau begitu tiga hal penting yang diperintah guru
padamu, pasti telah berhasil kau laksanakan!"
"Toaci, kalian berdua terus menerus menekan aku
dengan tiga hal penting yang guru perintahkan padaku, aku
tanya pada Toa-suci apakah tahu batas waktu yang di
tentukan guru padaku untuk menyelesai-kan tiga hal
penting itu?"
"Aku memang belum pernah mendengar beliau
mengatakannya."
"Kalau begitu Toa-suci tidak perlu karena ingin
bersenang-senang sesaat, jadi memperbesar masalahnya."
"Sungguh mulut yang tajam sekali, walau lidahmu bisa
berkembang bunga teratai, tetap saja tidak bisa menghindar
dari hukuman menipu guru, dimulut berkata iya tapi
kelakuannya bertentangan!"
"Aku tidak berniat mengambil keuntungan sedikit pun
dari bersilat lidah, tapi jika Toa-suci bersikukuh
mengatakannya, terpaksa persilahkan Ji-suci untuk
bertanggung jawab atas memperlambatnya penyelidikan."
Walau wanita baju merah diperintahkan untuk
menyelidiki tingkahnya Siau Yam, tapi tidak berani
menanggung tanggung jawab terlambatnya penyelidikan,
maka begitu mendengar ini dia jadi tertegun, lalu dengan
wajah tersenyum berkata:
"Kalau demikian, jadi ini semua salahku, tapi jika tidak
perhatikan masalah tidak apa-apa, begitu memperhatikan
masalah maka akan jadi kacau, kata-kataku tadi, semuanya
berniat baik......"
Wanita baju merah mengibaskan lengan mulusnya, dua
belas laki-laki besar baju silat, segera mundur kebelakang
dirinya, dia melirik pada Pek Soh-jiu berkata:
"Siauhiap ini......kenapa tidak Sam-sumoi perkenalkan
padaku?"
Siau Yam sudah menduga Toa-sucinya pasti akan
menanyakan hal ini, dengan tersenyum tenang berkata:
"Siauhiap ini adalah Ciu-bu muridnya Leng-bin-sin-ni,
aku juga baru berkenalan."
Wanita baju merah berkata yaa sekali, sepasang matanya
yang besar dan dalam itu, menatap pada Pek Soh-jiu
berkata:
"Ciu Siauhiap ternyata adalah muridnya Leng-bin-sin-ni
.... Wie Pui-hoa sungguh tidak sopan."
Pek Soh-jiu bersifat sombong dan kaku, juga tidak biasa
berbohong, apa lagi terhadap wanita cantik yang tidak
dikenal, lebih-lebih merasa canggung.
Siau Yam melihat Pek Soh-jiu terdesak malu, cepat-cepat
mewakili menjawab:
"Ciu Siauhiap baru berkelana ke dunia persilatan, tidak
pandai bicara, harap Toa-suci memakluminya."
Saat ini Giok Ie-ko sudah selesai mengobati lukanya dia
mendengus padd,Wie Pui-hoa berkata:
"Aku tadi pernah melihat bocah Yam dengan bocah
itu......hemm, sangat menggelikan membuat orang ingin
muntah......."
Wie Pui-hoa mendadak membelalakan matanya, di
sudut mulutnya tampak senyum dingin penuh siasat
berkata:
"Apa jawaban Sam-sumoi terhadap ini?"
Wajah Siau Yam berubah berkata:
"Guru mengutus aku berkelana ke dunia persilatan, tidak
membatasi tingkah laku pribadiku, terhadap masalah ini
aku tidak ingin membahasnya lebih lanjut."
Wie Pui-hoa berkata dingin:
"Guru perintahkan aku menyelidiki para murid
perguruan kita, boleh melakukan tindakan apapun, jika
Sam-sumoi tidak mau menjelaskannya, aku terpaksa
persilahkan Ciu Siauhiap datang ke Thian-ciat-leng."
"Toa-suci mempersulit orang saja, maaf aku tidak bisa
menerimanya."
Wie Pui-hoa berteriak lalu berkata:
"Perintah Thian-ho sekali keluar, seperti guru sendiri
yang datang, jika Sam-sumoi berani tidak memandang
perintah bendera dari perguruan, maka maafkan aku jika
tidak pedulikan hubungan kita sebagai saudara
seperguruan." Perkataannya belum habis, mendadak dia
maju dua langkah, lengan kanannya diayunkan, sebuah
sinar merah yang menyilaukan mata, secepat kilat
menggulung kearah dada Siau Yam.
Dalam hati Siau Yam tahu masalah hari ini, pasti tidak
akan bisa diselesaikan baik-baik, untungnya bukan gurunya
sendiri yang datang, jika dia dengan suaminya bersama-
sama menghadapi, mungkin bisa lolos dari maut, saat
melihat Wie Pui-hoa menyerang dengan gulungan bendera,
segera dia menyabetkan pedang panjangnya, dengan cepat
menyerang kearah jalan darah Kut-cie, Kiam-keng, Hian-ki,
Hu-tiong.
Tapi Wie Pui-hoa adalah murid pertama dari Thian-ho-
leng, murid kesayangannya Ang-kun-giok-hui, di dunia
persilatan orang yang dapat menandinginya hanya bisa di
hitung jari, walau Siau Yam satu perguruan dengan dia,
tetap saja merasa kewalahan menghadapinya, tapi dia
sudah tidak pedulikan lagi hidup atau mati, demi cintanya
yang abadi, akibat apa pun yang terjadi, dia tidak akan ragu
ragu lagi, dia sudah jelas tahu ilmu silat Wie Pui-hoa lebih
tinggi darinya, makanya begitu menyerang, dia langsung
menggunakan jurus nekad biar sama-sama terluka.
"He...he...he!" Wie Pui-hoa tertawa dingin berkata,
"Kenapa Sam-sumoi! Suci hanya mewakili guru memberi
pelajaran padamu, kau malah bertarung mati matian! Kita
kakak beradik, tidak perlu bertarung mengadu nyawa."
Dimulutnya bicara enteng, tapi jurusnya sangat keji
sekali, benderanya menyerang malang melintang, setiap
jurusnya adalah jurus mematikan, hanya terlihat beribu-ribu
bayangan bendera, angin pukulannya bergerak ke segala
penjuru, dengan tekanan sebesar gunung dari empat
penjuru menyerang kearah Siau Yam.
Dalam hati Siau Yam tahu bendera Thian-ho di tangan
Wie Pui-hoa, adalah senjata terhebat perguruan yang
dikagumi di dunia persilatan, bukan hanya jurusnya saja
yang banyak tipuan, tiang benderanya juga terbuat dari baja
murni berumur ribuan tahun, walau pun ditangannya ada
golok pusaka, jangan harap bisa merusakannya, selain itu
benderanya telah diolesi racun. asalkan terkena sedikit saja,
meski tenaga dalamnya lebih tinggi pun akan sia-sia, tapi
saat ini dia seperti anak panah sudah ditarik diatas busur,
mau tidak mau harus dilepaskan, terpaksa dia
mengerahkan seluruh kemampuannya, mencari celah
menghindar serangan utama, sebisanya bertahan, Pek Soh-
jiu melihat keadaannya menjadi gelisah, dia berteriak keras,
menerjang maju ke arah Wie Pui-hoa, tapi Giok Ie-ko
hanya tertawa dingin, dia menghadang Pek Soh-jiu dan
berkata:
"Ji-ie-sin-kang (tenaga sakti dua penampilan) nya Leng-
bin-sin-ni, adalah salah satu ilmu silat misterius dunia
persilatan, Giok Ie-ko ingin mencoba beberapa jurus dari
Ciu Siauhiap, supaya aku bisa menambah pengalaman."
Pek Soh-jiu tidak mau bicara banyak lagi, dia
mengangkat alisnya, telapak kanan melancarkan jurus
Hong-kan-wie-lauw (Angin menggetarkan loteng), sebuah
jurus mematikan yang dahasyat dari tiga jurus Kong-hong-
sam-si, telah menerjang ke arah dadanya Giok le-ko, hati
Giok Ie-ko tergetar, kakinya cepat-cepat menjejak, tubuh
direbahkan, akhirnya dia dapat menghindar dari serangan
yang dahsyat ini, tapi wajahnya, tampak berubah jadi
ketakutan.
Mendadak, terdengar suara ssst.....ssst.... berkali kali dari
empat penjuru arah, di lapangan pertarungan lelah muncul
banyak sekali pesilat tinggi yang bertopeng hitam, membuat
lapangan pertarungan yang penuh hawa kematian ini,
bertambah selapis hawa setan yang dingin mengerikan.
Pohon dan rumput bergoyang tanpa ada angin, sepuluh
lebih orang yang bertopeng dengan membawa kotak besi
hitam, pelan-pelan mendesak ke medan pertarungan.
Pek Soh-jiu dan istri serta dua murid dari perguruan
Thian-ho, semuanya terkejut oleh perubahan yang terjadi
ini, beberapa saat kemudian Wie Pui-hoa berteriak dan
berkata dingin:
"Apa maksud kedatangan kalian?"
Disaat ini dari belakang pohon keluar seorang bertopeng
yang bertubuh tinggi besar, sepasang matanya yang seperti
bintang dingin, menyapu ke seluruh lapangan, lalu berkata:
"Maaf, nona! Jika kau berkenan, boleh tidak usah
melibatkan diri."
Wie Pui-hoa mencibirkan bibirnya:
"Begitu muncul Thian-ho, dunia persilatan
menyembahnya, anda berani sekali menyuruh aku jangan
melibatkan diri, keberaniannya sungguh besar sekali."
Orang bertopeng itu berkata lagi pada Wie Pui-hoa
dengan menggunakan ilmu penghantar suara, lalu tertawa
berkata:
"Pergilah nona! Di dalam radius seratus li ini, sudah
tidak ada satu tempat pun yang aman, sekali kami
melakukan serangan, maka tidak terhindar akan
mengejutkan anda!"
Wie Pui-hoa memutar matanya, lalu berkata: "Baik!",
dan pada Siau Yam sambil menekan wajahnya berkata,
"Sejarah akan kembali terulang, bocah Yam! Ikutlah
dengan Suci baru kau dapat menyelamat-kan nyawa
kecilmu, dengarlah kata-kataku, kemarilah."
Siau Yam tertawa keras sambil mengangkat kepalanya
berkata:
"Sejarah akan terulang kembali sungguh bagus... terima
kasih Toa-suci, aku berniat menghadapi para pesilat tinggi
ini."
Wie Pui-hoa sedikit tertegun berkata: "Jika Sam-sumoi
berkepala batu seperti ini, kek, Suci jadi sulit membantu."
Dia melihat pada Siau Yam dengan perasaan sayang, lalu
membalikan tubuh pergi, membawa para anak buahnya.
Setelah orang-orang Thian-ho-leng meninggalkan
tempat, Siau Yam tahu orang-orang bertopeng ini segera
akan melakukan serangan, pada Pek Soh-jiu yang sedang
mengerutkan alisnya dia berbisik:
"Toako! Para bangsat ini mengerahkan banyak orang,
bertekat menangkap kita, kekuatan kita terbatas, sepertinya
tidak baik bertarung dengan mereka......"
Kejadian berdarah perumahan Leng-in dulu, sudah
membuat Pek Soh-jiu marah sekali, pada saat ini, sekarang,
bagaimana dia mau mendengar analisanya Siau Yam,
diiringi sebuah teriakan marah yang seperti guntur di
musim semi, sinar pedang seperti bintang dingin yang
melayang di langit, dengan gerakan tubuh yang cepatnya
sulit dibayangkan, dia menerjang ke arah orang bertopeng
yang tubuhnya tinggi besar itu.
Siau Yam terkejut sekali, dia cepat-cepat mengejarnya,
sepasang telapaknya diayun-ayunkan, sinar perak
berkelebat, Pek-lek-bie-sin-ciam yang halus yang jumlahnya
tidak terhitung, di bawah serangan seluruh tenaganya,
menyerang ke arah menusia bertopeng yang di tangannya
memegang Ngo-tok-tui-hun-cian.
Orang-orang bertopeng yang ada dilapangan, semua
perhatiannya sedang tertuju pada Pek Soh-jiu, tidak
menduga Siau Yam bisa menyerang lebih dulu, dua
genggam senjata rahasia dari Thian-ho-leng, seperti hujan
angin tiba-tiba datang menyerang, sepuluh lebih orang
bertopeng yang memegang kotak besi, dalam sekejap sudah
jatuh setengahnya, beberapa yang tersisa juga ketakutan
sampai bengong, wajahnya menjadi pucat tidak berdarah.
Beberapa kejadian ini waktunya sangat singkat, saat
mereka sadar kembali, Pek Soh-jiu sudah menerjang sampai
di depan orang bertopeng yang rubuhnya tinggi besar,
dendam kematian ayah terus terbayang, api amarah di
dalam dada, membuat dia lupa akan kesela-matan dirinya.
Hawa pedangnya sedang membelah angin, tenaga yang
seperti golok menerjang kearah dada orang bertopeng itu,
terjangan pedang yang amat dahsyat ini, sepertinya
membuat angin dan awan berubah drastis, langit dan bumi
seperti kehilangan warna.
Tapi ilmu silatnya salah seorang bertopeng itu, tidak
kalah dengan seorang ahli silat biasa, meski terkejut sampai
hati berdebar oleh kedahsyatannya serangan Pek Soh-jiu.
Tapi bagaimana pun juga dia adalah seorang penjahat
besar, akhirnya dia bisa juga menggerakan senjatanya,
sebuah Kui-jiu (Tangan setan) berhasil menahan tekanan
dahsyat hawa pedangnya Pek Soh-jiu, setelah
mementahkan hawa pedang yang seperti dahsayat seperti
gunung runtuh itu, lalu dia mencoba menotok kearah jalan
darah Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu bersiul rendah, mendadak dia melangkah
miring dua langkah, pedangnya dipindah-kan ketangan kiri,
pergelangan tangan kanannya digetarkan, sebuah Hong-ie
(Bulu burung hong) yang panjangnya tiga kaki, dengan
gerakan Loan-tian-huanyang (burung sembarang
menghitung) menerjang keluar, bersamaan itu tangan
kirinya diayunkan, sinar perak berkelebat miring, dengan
tangan kiri memegang pedang, tangan kanan memegang
bulu, dia mengerah-kan dua macam ilmu silat yang
menggemparkan dunia persilatan, segera menekan orang
bertopeng, hingga masuk ke dalam keadaan bahaya.
Mendadak, ssst...ssst...ssst, di dalam teriakan, berturut-
turut meloncat keluar lima orang bertopeng, sinar golok
berkilat-kilat, bersamaan menyerang dengan dahsyat pada
Pek Soh-ciu. Siau Yam yang melihat jadi gelisah, dia tidak
bisa lagi mengawasi orang-orang bertopeng yang memegang
Ngo-tok-tui-hun-cian, mulutnya berteriak keras:
"Bangsat, beraninya hanya main keroyokan, kalian tahu
malu tidak!" pedang digetarkan, masing masing menyerang
titik kematiannya tiga orang bertopeng.
Orang bertopeng yang bertarung dengan Pek Soh-jiu,
mendadak mengeluarkan siulan aneh, jurus Kui-jiu nya
berubah, menyesuaikan dengan serangan dua orang
lainnya, kembali mengambil alih posisi diatas angin.
Siau Yam jadi bertarung dengan tiga orang bertopeng,
dia bergerak santai mengayunkan pedang-nya, tapi ketika
dia melirik kearah Pek Soh-jiu, tidak tahan hatinya jadi
tergetar.
Saat ini yang mengeroyok Pek Soh-jiu adalah tiga orang
bertopeng, jurus-jurus mereka tampak sangat hebat,
sepertinya ilmu silat mereka diatas latihan puluhan tahun.
Setelah melihat lagi bayangan orang disekeliling, mereka
ini sungguh-sungguh adalah para pesilat tinggi yang
banyaknya sulit dihitung, menebar di dalam radius puluhan
lie, ada yang terang-terangan ada yang menggelap,
kelihatannya peristiwa perumahan Leng-in akan terulang
kembali, keadaannya malah lebih berbahaya melebihi
waktu itu.
Satu aliran hawa dingin, masuk kearah hatinya, dia
sadar, ini bukanlah permusuhan dunia persilatan yang
biasa, tapi sebuah siasat busuk menakutkan yang bisa
berhenti jika ada satu pihak yang mati.
Maka, dia tidak berharap lagi bisa beruntung lolos,
mendadak dia menghimpun hawa murninya, pedang
panjangnya tambah bersinar menyilaukan mata, dengan
sebelah tangan dia membuat lubang di dada dua orang
bertopeng sampai tergeletak mati diatas tanah, lalu dia
mengayunkan telapak kirinya, seorang bertopeng lagi mati
terkena serangan Pek-lek-bie-sin-ciam.
Begitu dia bergerak, berturut-turut telah membunuh tiga
orang pesilat tinggi lawan, tapi dia bukan saja tidak bisa
berkumpul dengan Pek Soh-jiu, malah telah dikepung oleh
lautan manusia.
Keadaannya Pek Soh-jiu lebih bahaya dari pada Siau
Yam, tiga orang bertopeng yang mengeroyok dia, semuanya
berilmu sangat tinggi, apalagi orang bertopeng yang
tubuhnya tinggi besar, ilmu silatnya sangat hebat, tiga orang
itu berkerja sama dengan baik sekali, sedikit celah pun tidak
ada.
Matahari sudah merah miring ke barat, waktu-nya telah
lewat tengah hari, di lapangan gunung liar ini, tetap tertutup
oleh bau amis darah yang kejam. Siau Yam sedang
bertahan sekuat tenaga, walau setiap gerakan pedangnya,
tentu membuat darah dan daging berterbangan, tapi para
orang bertopeng makin bertambah terus, membuat tetap
bertahan dengan lautan menusia yang menakutkan.
Mendadak, sebuah teriakan yang menakutkan terdengar,
hati Siau Yam tergetar, dia tahu Pek Soh-jiu sudah terluka,
maka dia berteriak keras, segenggam Pek-lek-bie-sin-ciam
segera dilepaskan, sepasang kakinya menjejak, pinggang
langsingnya diputar, tubuhnya meloncat ke atas, menerjang
kearah para orang ber topeng yang mengeroyok Pek Soh-
jiu.
Ternyata tiga orang pesilat bertopeng yang mengeroyok
Pek Soh-jiu, dengan posisi tiga lawan satu, masih tetap
tidak bisa mengambil keuntungan.
Mereka lalu memberi isyarat gelap, mendadak
menyerang satu jurus, kemudian tubuhnya dengan cepat
mundur kebelakang satu tombak lebih, bersamaan itu
terdengar suara ringan, pang.....panah beracun secepat kilat
menyerang ke arah punggung belakangnya Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu terkejut, lengan kirinya bergerak, pedang
panjangnya mengeluarkan hawa pedang yang amat kuat,
menyapu kearah panah beracun itu, bersamaan kaki
menghentak, cepat laksana kilat Hong-ie nya digetarkan,
menotok kearah dada orang ber-topeng yang menggunakan
golok yang berada di sebelah kiri.
Gerakan dia sangat cepat sekali, orang bertopeng itu
sama sekali tidak menduga dalam ancaman serangan panah
beracun, dia masih mampu membalas serangan, maka
segera terdengar satu jeritan mengerikan, Hong-ie di tangan
Pek Soh-ciu telah menembus dadanya, namun lengan kiri
dia pun terasa sakit yang amat sangat, traang.......pedang
panjangnya dijatuhkan di atas batu gunung, di dalam hati
dia tahu lengan kirinya telah terluka oleh panah beracun,
cepat-cepat dia menotok jalan darah Jang-koan-hiat di
lengan kiri, menghambat aliran racunnya, lalu membelitkan
Hong-ie dipinggang, dengan cepat mengeluarkan Pouw-
long-tui dari dalam dadanya, mulutnya bersiul panjang,
menerjang kearah orang-orang bertopeng.
Sinar hitam tampak bergulung-gulung seperti naga
bermain, dia menyapu melintang memukul lurus,
berkelebat di seluruh lapangan, Pouw-long-tui nya
menimbulkan suara guntur dan hawa panas, mematahkan
kaki tangan lawan, membuat daerah yang berbau amis
darah ini, lebih mengerikan seratus kali dari pada neraka.
Orang-orang bertopeng jadi ketakutan, di bawah sapuan
Pouw-long-tui, mereka pontang panting melarikan diri ke
dalam hutan, maka pertarungan sengit pun berakhir, tapi
meninggalkan keadaan yang mengerikan..
0-0dw0-0

BAB 6
Dibawah telapak tangan raja neraka

Diantara celah rumput gunung liar, tergeletak mayat-


mayat tanpa kaki atau tangan, darah berceceran dimana-
mana, dalam sinar sore sangat mencolok mata dan
mengerikan, namun, di dalam lapangan liar yang
mengerikan ini, malah berdiri sepasang remaja yang seluruh
rubuhnya penuh dengan bercak darah, mereka adalah Pek
Soh-jiu dan Siau Yam yang baru lolos dari pertarungan
berdarah.
Dengan sepasang mata Pek Soh-jiu yang merah
membara, dia melihat pada mayat-mayat yang
bergelimpangan cacat itu, dia tertawa keras memekikan
telinga dan memilukan:
"Rumah hancur......orang mati......Leng-in meninggalkan
kebencian! Ha...ha...ha...kalian tidak melepaskan aku,
bagaimana aku bisa melepaskan kalian para bangsat keji ini!
Ha...ha......"
Dua sorot mata selembut air dimusim semi, diiringi
dengan suara merdu yang mesra tapi ketakutan,
memanggil-manggil disisi telinganya:
"Toako! Lengan kirimu sudah terluka oleh panah
beracun, sama sekali tidak boleh emosi, mari, makan dulu
obat ini."
Tapi dendam baru dan lama, kepedihan di dalam hati,
kenyataan yang kejam berdarah ini, hampir membuat dia
tidak bisa mengendalikan diri, lama......dia baru bisa
tenang, memandang ke gunung yang jauh, dengan sedih
dan mengeluh berkata:
"Adik Yam! Aku......hanya, merepotkan kau......"
Siau Yam mengangkat alis:
"Kata-kata apa ini! Toako! Kau lupa kita ini adalah
suami istri?"
"Benar, adik Yam! Lautan mengering batu melepuh,
cinta kita tidak berubah, tapi... para bangsat ini menyiapkan
jebakan dalam radius seratus lie, ditambah aku sudah
terluka panah beracun, perjalanan kita... haai......"
"Jangan putus asa! Para bangsat yang menyiapkan
jebakan dalam seratus lie, belum tentu bisa menahan kita,
tapi racun dari Toan-hun-cauww, jaman sekarang, hanya
guruku dan ketua Kai-pang sesat Cu Kwan-cing yang punya
obat penawarnya, kita pergi saja ke Thian-ciat leng
mengadu nasib, bagaimana?"
"Haai, adik Yam! Demi aku, kau sudah menjadi murid
yang berkhianat pada guru, pergi ke Thian-ciat-leng,
bukankah itu sama dengan menyerahkan diri!"
"Kalau begitu......kita cari saja Cu Kwan-cing......."
"Dunia begitu luas, tidak mudah mencari orang, tapi kau
tidak perlu gelisah, untuk mengobati racun Toan-hun-
cauww, masih ada satu cara yang aneh!"
"Cara apa itu? Cepat katakan."
"Ini......haai......"
"Kau ini kenapa? Kak! Apakah......apakah terhadap aku
pun merahasiakannya!"
"Kau jangan salah paham, adik Yam, sebenarnya cara
itu......cara itu......"
"Katakan! Kita suami istri apakah masih harus ada
pertimbangan."
Pek Soh-jiu terdiam sejenak berkata:
"Sebenarnya cara aneh itu kau juga sudah tahu, aku
pernah terkena panah beracun yang dilakukan oleh Pek
Kuo taysu dari Siauw-lim, kemudian meloncat ke dalam
Huang-ho, baru......"
Wajah Siau Yam jadi merah, perlahan merebahkah diri
pada Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! cepat kita cari air, bagaimana pun......aku ini
istrimu......"
Demi untuk bisa lolos dari kepungan seratus lie, demi
melawan musuh kuat yang akan dihadapi, mengobati racun
Toan-hun-cauww, adalah hal yang tidak bisa ditunda, maka
mereka berdua di dalam kegelapan malam segera menuju
arah Sin-an-kang di tenggara.
Siau Yam mendadak menghentikan langkah berkata:
"Toako, cara ini kurang baik......"
Pek Soh-jiu merasa aneh:
"Apanya yang kurang baik? Adik Yam."
"Musuh telah membuat jebakan dimana-mana, dengan
dadanan seperti kita ini, bagaimana bisa mengelabui mata
mereka!"
Pek Soh-jiu melihat pada mayat mayat diatas tanah dan
berkata:
"Tidak salah, kita pinjam saja baju mereka untuk
digunakan."
Mereka berdua memilih baju yang pas untuk tubuh
mereka, lalu menutup wajah dengan topeng hitam, dengan
baju berkibar-kibar mereka bergandengan berlari cepat,
ketika kentongan dua berbunyi, akhirnya mereka tiba di tepi
Sin-an-kang, Pek Soh-jiu segera melepaskan seluruh
bajunya, dengan bertelanjang bulat masuk ke dalam air,
Siau Yam sendiri duduk di atas gunung kecil yang ada di
pinggir sungai, mengawasi sekeliling, menjadi penjaganya.
Kira-kira lewat dua jam lebih, Pek Soh-jiu merasakan
timbul panas di Tan-tian, dia tahu racun telah bereaksi,
sepasang tangan mendayung air, berenang kearah tepi
pantai.
Mendadak......
"Pakailah bajumu, binatang kecil." terdengar teriakan
merdu, seperti geledek di siang hari, hati Pek Soh-jiu
tergetar, dengan cepat menenggelamkan kembali tubuhnya
ke dalam air, setelah beberapa saat, pelan pelan dia
memunculkan kepalanya ke atas permukaan air, terlihat
seorang wanita yang sangat cantik berbaju biru langit,
berdiri dibawah sinar bulan, melihat dari baju dan
suaranya, tentu saja tidak salah lagi dia adalah Hud-bun-it-
mo Leng-bin-sin-ni yang tinggal di kuil Pek-liong, tapi
pakaian yang dia pakai sekarang ada pakaian yang ketat,
pakaian wanita yang sangat seksi, apakah Sin-ni yang
namanya menggemparkan dunia persilatan ini, malah
seorang yang tidak bisa mensucikan diri.
Tidak peduli wanita cantik ini betul atau bukan Leng-
bin-sin-ni, dia tidak bisa terus menerus merendam dirinya di
dalam air seperti ini, untungnya dia menghadap dengan
punggungnya, walau keadaannya serba salah, tapi tidak
terlalu memalukan; sehingga diam diam dia naik kepantai,
dengan gerakan yang paling cepat, dia memakai bajunya.
Saat ini... sesungguhnya tidak perlu tahu siapakah wanita
ini, tubuhnya berkelebat, langsung berlari ke arah gunung
tempat Siau Yam berjaga.
"Ingin pergi? Hemm tidak segampang itu!" bayangan
orang berkelebat, wanita yang berbaju biru langit itu, telah
menghadang di depan jalannya.
Dia melirik pada wajah yang kecantikannya membuat
hati orang berdebar, dinginnya membuat hari orang
kedinginan, lalu dengan mengepalkan sepasang telapaknya
berkata:
"Pek Soh-jiu menghormat Cianpwee."
Wanita yang berpakaian baju manusia biasa ini, memang
betul Hud-bun-it-mo yang ternama di dunia persilatan,
dengan wajah dan hatinya yang dingin, dan tindakannya
yang kejam, dia mendengus sekali berkata:
"Jangan pura-pura, menyeranglah!"
Pek Soh-jiu bengong sebentar, lalu berkata:
"Kita ini tidak ada permusuhan dan juga tidak ada
dendam, apa maksud Cianpwee ini?"
Leng-bin-sin-ni berteriak marah berkata:
"Jangan pura pura bodoh, orang she Pek, jika kau tidak
menyerang, nonamu terpaksa menghabisimu!"
Pek Soh-jiu sedikit tertegun, mendadak tertawa terbahak-
bahak. Seorang Sin-ni yang termasyur di dunia persilatan,
malah memakai baju orang biasa yang seksi memikat,
menyebut dirinya sendiri nona, tentu saja ini adalah hal
yang aneh juga sangat menggelikan, tetapi tertawa kerasnya
mengakibatkan dua akibat yang berbeda, Leng-bin-sin-ni
memang mengira dia melecehkan dirinya, dari sorot
matanya timbul hawa mem-bunuh, padahal yang paling
parah adalah dirinya sendiri, tadinya di dalam Tan-tian nya,
sudah terasa ada gulungan hawa yang membara, karena dia
menghormati Leng-bin-sin-ni sebagai seorang Lo-cianpwee
dunia persilatan, sehingga dia memaksakan diri menahan.
siapa tahu setelah tertawa keras beberapa saat, hawa
panasnya jadi meluap, dia seperti Huang-ho yang bobol
tanggulnya, sekali menerjang seribu lie, membentuk satu
situasi yang tidak bisa dikendalikan.
Di dalam tenggorokannya mengeluarkan suara auman,
sepasang mata yang merah bersinar, menatap tajam bagian
tubuh Leng-bin-sin-ni yang memikat itu, sepasang kakinya
sedang bergerak, setiap langkah seperti godam memukul
tanah, membuat sisi sungai juga bergetar pelan.
Wajahnya sangat mengejutkan orang, sampai Leng-bin-
sin-ni yang namanya menggemparkan dunia persilatan, juga
sampai tergetar mundur beberapa langkah oleh wajahnya
yang kasar seperti binatang buas ini.
Kembali terdengar teriakan rendah, dia meloncat
menerjang, sepasang tangannya terbuka lebar, menangkap
kearah dada Leng-bin-sin-ni.
"Binatang! Kau berani......"
Leng-bin-sin-ni dalam teriakannya dapat menghindar
dari tangkapannya, lengannya cepat dikibaskan, Ji-ie-sin-
kangnya dikerahkan keluar dari tangannya, tapi tenaga
dalam Pek Soh-jiu, seperti bertambah dua kali lipat lebih
tinggi dari biasanya, Ji-ie-sin-kang adalah salah satu ilmu
hebat dunia persilatan, jika di kerahkan lawan akan seperti
memukul kapas, hingga tidak bisa mengeluarkan tenaga.
Mereka melakukan pertarungan yang sangat sengit
sekali, kedua belah pihak menggunakan jurus jurus
mematikan, setiap jurus diarahkan ketitik yang mematikan,
setelah lewat seratus jururs, Leng-bin-sin-ni jadi merasa
gentar sendiri, dia tidak mengerti remaja tampan yang
memikat ini, kenapa bisa berhasil melatih tubuhnya
menjadi begitu kuat hingga tidak bisa terluka? Sudah
beberapa kali telapaknya yang mampu menghancurkan batu
itu, mengenai tubuhnya, tapi dia seperti tidak merasakan
kesakitan, kedahsyatan menyerangnya, malah semakin
menjadi-jadi.
Akhirnya, Leng-bin-sin-ni sedikit lengah, bretttt.. baju di
depan dadanya sudah dirobek oleh lawannya.
Seorang wanita aneh yang amat suci, kesucian seumur
hidupnya, malah berantakan hanya dalam sehari, ini adalah
penghinaan yang sulit di terima, walau pun di cuci
menggunakan seluruh air See-kang, dia jadi tertegun, tapi
tubuh nya yang memikat itu, di saat dia tertegun ini, telah
di peluk oleh Pek Soh-jiu, sambil tertawa terbahak, dia
berlarian, menelusuri pantai lari ke dalam hutan.
Leng-bin-sin-ni benci sekali pada orang yang sombong
ini, jari telunjuk dan tengah tangan kanannya dirapatkan,
dengan kuat ditatokan kearah titik saluran kematian di
belakang tubuh Pek Soh-jiu, tenaga dalam dia belum hilang,
jalan darahnya juga tidak ditotok oleh Pek Soh-ciu, jika
membiarkan dua jarinya menotok, walau Pek Soh-jiu
adalah seorang Kim-kong (pengawal Budha), juga tidak
mungkin bisa lolos dari kematian, namun baru saja jarinya
mau keluar, segera ditarik kembali olehnya, akhirnya, dia
mengeluarkan keluhan tanpa suara, matanya yang cantik
perlahan dipejamkan, disudut matanya mengalir dua tetes
air mata seputih giok putih.
Dia melepaskan pertahanannya, Pek Soh-jiu yang telah
lewat dari pintu neraka, dia tetap tidak tahu menahu, hanya
dengan kecepatan semampunya, dia berlari ke dalam hutan
yang gelap itu.
Kemudian Pek Soh-ciu merebahkannya diatas lapangan
rumput, sepasang tangannya dengan liar bergerak kesana-
kemari, membuat Leng-bin-sin-ni berubah menjadi seorang
manusia purba yang seutas benang pun tidak ada yang
menempel....
"Orang she Pek, kau...... jika...... tidak bertanggung
jawab terhadap perbuatanmu, aku jadi setan pun tidak akan
mengampunimu."
"Apa....? Kau.....ini siapa?"
"Nama ku Hun-ni, dulu adalah Leng-bin-sin-ni, haai, kau
belum tahu nama dan she ku, apakah kau juga tidak
mengenal orangnya? Masalahnya sudah sampai begini,
kau......kau masih mau menerangkan apa?"
"Tidak, Cianpwee......nona Hun, aku salah lihat,
kukira......keek, kau adalah istri ku....... sungguh......maaf
sekali......"
Mendengar nama yang terasa asing, mendadak Pek Soh-
ciu jadi tersadar, walau gulungan hawa panas di dalam Tan-
tiannya masih belum habis, bagaimana pun dia tidak bisa
setelah berbuat dosa, terus menerus berbuat dosa terhadap
seorang wanita melakukan perbuatan memaksa, dia segera
membalikan tubuh meloncat lalu berlari menembus hutan,
dengan hati penuh penyesalan, dia berlari menuju tempat
Siau Yam berjaga.
Dia mengira dirinya sudah berhasil menahan dirinya,
setelah melakukan kesalahan, tidak melakukan kesalahan
lainnya, mana dia bisa tahu, ketika malam hari itu dia
masuk ke dalam kuil Pek-liong, dengan menggunakan
Pouw-ci-sin-kang tanpa sengaja jarinya menyentuh tempat
yang paling sensitifnya dari tubuh Leng-bin-sin-ni, kejadian
ini sudah menjadi satu penyebab munculnya masalah, apa
lagi ketika seorang wanita yang merasa dirinya sangat suci,
telah mengalami kekerasan seksual, telah telanjang bulat di
depan mata tanpa berusaha melawan, dan dengan suka rela
menyerahkan diri, itu artinya cinta sudah tertanam dalam,
kuat tanpa bisa dicabut lagi, sekali dia menahan diri tidak
melakukannya, penghinaan yang diberikan padanya jadi
sulit bisa dilukiskan oleh kata-kata, dalam sekejap mata, dia
seperti sebuah tubuh yang kehilangan jiwanya, air matanya
mengalir deras seperti mata air, dirinya telah kehilangan
semangatnya.
Malam, pelan-pelan menghilang, sinar matahari,
menembus masuk dari celah-celah pohon. Leng-bin-sin-ni
terbayang kejadian semalam, Pek Soh-ciu dengan
bernafsunya melakukan segala sesuatu, juga mencium
tubuh yang seperti minyak kambing. Dia membuka kulit
matanya, matanya yang cantik yang mengandung api
kemarahan yang tidak terhingga, menyemburkan hawa
pembunuhan yang dahsyat, lama... hutan yang tenang ini,
telah ditutupi oleh teriak kesedihan yang menyeramkan,
lalu teriakan itu menjauh, bayangan biru bergerak seperti
kilat, nona Hun-ni yang telah terhina itu, seperti asap tipis
menggulung ke arah pantai.
Pagi hari tampak tenang sekali, hanya aliran kali sedang
berbisik tanpa suara, tapi siapa yang bisa mengatakan dunia
yang indah ini, diam-diam menyembunyikan kepedihan
yang mendalam!
Dia, Leng-bin-sin-ni yang suci, sombong, percaya diri,
tadinya mengira laki-laki di seluruh dunia ini seperti tanah
busuk, sampai sekarang dia sulit mendapatkan seorang yang
pantas untuk dijadikan suami, dia membunuh semua laki-
laki yang datang melamarnya, dia tinggal di dalam kuil
supaya bisa tenang, tidak di duga takdir mempermainkan
manusia, dia malah menemukan sebutir bintang meteor,
tentu saja, ketampanan Pek Soh-jiu, memang setampan
Song-ih, yang paling memikat hati wanita, adalah
karismanya yang sulit digambarkan.
Satu jurus Pouw-ci-sin-kang nya, telah membuka hati
dia, seperti satu tenaga penggerak yang aneh bin ajaib,
membuat sumur tua, timbul gelombang tidak hentinya.
Namun dia itu begitu kasar, dan juga sangat tidak
berperasaan, penghinaan ini buat wanita mana pun tidak
dapat menerimanya, sehingga dalam kemarahannya dia
menjerit sedih dengan kerasnya, membuat pagi yang tenang
ini menjadi rusak berantak-an.
Sebenarnya, di dunia persilatan selamanya selalu ada
satu gelombang yang mendera, walau pun tidak ada jeritan
sedihnya, pagi ini tetap saja tidak akan bisa tenang sekejap
pun.
Saat ini, dia telah menghentikan jeritannya, tapi di atas
satu gunung kecil, tidak henti-hentinya terdengar jeritan
mengerikan yang mendebarkan hati.
Dia berpikir, pasti orang yang menyebalkan itu bertemu
lawan tangguh, hemm... aku akan menguliti dia, tapi aku
tidak akan membiarkan orang lain melukai nya, dia
mengerahkan seluruh kemampuan ilmu meringankan
tubuhnya, hampir seperti mengendalikan angin, sekuatnya
berlari menuju ke gunung kecil itu.
Gunung kecil sudah kelihatan, darah panasnya telah
bergolak, segerombolan 'srigala' itu yangbanyak-nya tidak
terhitung, sedang menerkam, mengeroyok seekor 'harimau'
gila, orang-orang bertopeng hitam berlapis-lapis mengurung
gunung kecil itu, segelombang gelombang sedang
menyerang satu orang.
Pek Soh-jiu, remaja tampan yang membuka hatinya,
seperti ikan berenang di dalam tempurung, sedang bergerak
tanpa arah menerjang ke segala arah, sungguh tenaganya
sangat mengejutkan orang, serangan dahsyat yang
dilakukan oleh orang bertopeng hitam terhadapnya, dia
seperti membabat rumput, dia bersiul panjang, bertarung
dengan penuh semangat, tempat yang dia lewati, seperti
gelombang menjadi pecah, tempat yang dilewati Pouw-
long-tui, darah dan daging berterbangan, ini adalah
pertarungan yang sulit disaksikan dalam kurun waktu
berabad-abad, pembunuhan manusia yang sangat
mengerikan, walau pun seorang Leng-bin-sin-ni yang
disebut orang sangat sadis, juga terkejut menyaksikannya.
Namun, perasaan dia seperti bunga mekar di musim
semi, karena keperkasaannya orang yang menyebalkan itu
seperti dewa langit turun dari langit, membuat hatinya
kagum, lalu dia dengan mengeluh berkata:
"Mendapatkan suami seperti ini, mati pun tidak
menyesal......" segera pedang panjang di tangan kanannya
dengan cepat diayunkan, tangan kirinya mengerahkan Ji-ie-
sin-kang, setelah berteriak dia juga ikut terjun ke dalam
pertarungan yang sengit ini.
Menghadapi satu Pouw-long-tui saja, orang-orang
bertopeng ini sudah banyak yang mati atau terluka,
sekarang ditambah lagi seorang Hud-bun-it-mo, kecuali
kakek berulang tahun menggantung diri, bosan hidup,
hanya ada satu cara terbaik, yaitu melarikan diri.
Pertarungan sudah selesai, Pek Soh-jiu sudah berubah
menjadi orang darah, tenaga dalam dia sudah terkuras
banyak, tapi diluar dugaan gulungan hawa panas di dalam
dadanya sudah tertahan, dia diam-diam beristirahat
bersemedi sejenak, baru melangkah maju beberapa langkah,
sepasang telapaknya dikepal sedikit membungkuk berkata:
"Pek Soh-jiu berterima kasih atas bantuannya..."
Tentu saja, wajah dia sudah tidak tidak karuan,
perkataannya belum habis, dia sudah ingin melangkah
meninggalkan tempat, tapi perbuatannya malah
membangkitkan lagi amarahnya Hun-ni, alisnya diangkat,
wajah cantiknya kembali penuh dengan hawa membunuh
berkata:
"Ingin pergi boleh, tapi kau harus jelaskan dulu......"
"Cianpwee ada petunjuk apa?"
"Kata-katamu lebih baik dijaga, siapa yang berhubungan
Cianpwee dengan kau."
"Itu......"
"Itu apa? Aku ini bukan seorang tua ompong, juga tidak
lebih tua dua tiga tahun darimu, hemm... kemarin
malam......kau kenapa tidak memanggil Cianpwee?"
"Keek, keek, nona......Hun! Aku sungguh ada
kesulitan......dan juga, haai, cintanya nona, Pek Soh-jiu
mungkin tidak ada rezeki menikmatinya......"
Gulungan hawa panas di dalam dadanya, kembali
sepertinya akan membara, apa lagi Siau Yam sudah
menghilang, hidup matinya tidak jelas, dia harus mengejar
para orang bertopeng untuk menyelidikinya, maka kata-
katanya belum selesai, tubuhnya sudah meloncat, dengan
ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, dia seperti
terbang berlari ke arah timur laut, dia tidak ingin terlibat
dalam asmara lagi, terpaksa dengan berat hati, pergi
meninggalkan.
Sampai lewat tengah hari, dia baru bisa lolos dari
kejarannya Hun-ni, dia mengelap keringat, duduk diatas
sebuah batu gunung.
Mendadak, ada saru angin pukulan yang diam-diam
menyerang punggungnya, walau pun hatinya sedang
gundah, tapi serangan gelap itu, tetap tidak bisa lolos dari
ketajaman mata dan telinganya, sambil tersenyum dingin,
terhadap senjata gelap yang meng-arah kepunggungnya itu,
dia seperti tidak merasakan, menunggu saat tenaga angin
itu menekan tubuhnya, baru dia mendadak merubah posisi,
posisi duduknya tidak berubah, tapi sudah berpindah
tempat tiga kaki lebih, sebilah pisau tajam yang bersinar
biru ssst... lewat dari samping rubuhnya.
"Robohlah, kau." Dia pelan menjentikan jarinya,
sepotong gagang rumput kecil, sudah memukul jatuh
sebuah benda besar dari atas cabang pohon, saat dia melihat
penyerang gelap itu, tidak tahan tubuhnya meloncat
melayang, sepasang alis diangkat, berkata dingin:
"Orang bertopeng! Bagus, bagus, tuan muda sedang tidak
ada kerjaan, di hari yang mendung memukul anak, kita bisa
bermain-main."
Baru saja habis bicara, satu jentikan lagi sudah
dilakukan, tapi angin jentikan yang mengenai sasaran,
seperti menotok pada sebatang pohon, jentikan dia yang
bisa membuat kaku otot, malah sepertinya tidak ada
fungsinya! Dia tidak percaya ini adalah kenyataan, pedang
panjang dengan cepat disabetkan, topengnya orang
bertopeng segera terlepas.
Tampak sebuah wajah yang buruknya sampai orang
tidak ingin melihatnya, ternyata sebuah mayat yang sudah
tidak bernyawa lagi, memperkirakan dari bau busuk yang
keluar dari rubuhnya, orang ini pasti sebelumnya telah
mengulum dulu pil beracun dimulut-nya, begitu gagal dan
tertangkap, maka dia menggigit pecah racunnya membunuh
diri, entah organisasi apa yang bisa membuat orang tidak
menyayangi nyawanya sendiri, hingga rela mengorbankan
nyawanya, kedisiplinan organisasi orang bertopeng ini,
sungguh sangat mengejutkan orang.
Mendadak, dia cepat membalikan tubuh, satu angin
pukulan yang dahsyat menghantam kearah pohon cemara
yang berada satu tombak lebih. Tempat yang terkena angin
pukulan, daun jarum cemaranya ber-terbangan, di dalam
potongan cabang pohon masih terselip satu bayangan hitam
yang sangat cepat sekali.
Bayangan hitam itu begitu turun langsung meloncat lagi,
sepertinya ingin melarikan diri ke dalam hutan, Pek Soh-jiu
berteriak dingin berkata:
"Apa kau ingin meloloskan diri?" telapak kanannya
diayunkan, pedang panjang dilemparkan ssst... sudah
menancap dibahu kanan orang itu, tapi karena tenaganya
terlalu kuat, membuat orang itu ikut terdorong, tok....
memaku orang itu diatas pohon.
Pek Soh-jiu datang mendekati, mengulurkan tangan
membuka topeng orang itu, tersiar bau busuk menusuk
hidung, membuat dia mundur dengan perasaan kecewa.
Gunung kosong hutan hening, di sekeliling sedikit pun
tidak ada suara, hanya Pek Soh-jiu seorang diri berdiri
bengong, dia bisa memastikan para orang bertopeng ini,
pasti ada hubungannya dengan peristiwa perumahan Leng-
in beberapa tahun lalu, tapi dia tidak bisa menangkap
seorang pun yang masih hidup, meski sudah beberapa
tahun berkelana, dia masih belum menemukan jejak otak
pembunuh ayahnya, dia sendiri bersama istrinya malah
mendapatkan serangan gelap dari para bangsat itu, amarah
di dalam dada tidak bisa dilampiaskan, sedih tiada teman
yang bisa berbagi rasa, dengan kecewa dia duduk diatas
satu batu gunung.
Angin gunung bertiup, daun pohon melambai-lambai,
sebuah suara seruling yang membuat orang jadi sedih,
melayang-layang di udara, dia menggunakan seruling Ci-cu
pemberian Sangguan Ceng-hun, untuk melampiaskan beban
di dalam hati, mengenai apa lagu yang dia tiup, dia sendiri
juga tidak tahu, tapi sekali dia meniup seruling ini, maka
menimbulkan satu keadaan yang mengejutkan sekali,
terlihat sepuluh tombak diluar dia, puluhan ribu kepala
bergerak-gerak, lidah merah keluar masuk, puluhan ribu
ular telah menguning dia dengan ketatnya.
Dia jadi terkejut sekali, dengan usia semuda ini, belum
pernah dia melihat lautan ular mengerikan seperti ini
Dia ketakutan sampai tidak tahu harus berbuat
liagaimana, suara seruling dengan sendirinya jadi btrhenti,
namun keadaan bersitegang seperti ini tidak akan
menyelesaikan masalah, terpaksa dia mencoba lagi
menggunakan seruling Ci-cu, meniupkan lagu pengusir
ular.
Suara seruling kembali terdengar, benar saja sekali suara
seruling terdengar langsung ada hasilnya, kelompok ular
menjadi bubar, kelompok ular yang besar yang kecil, yang
bentuknya aneh-aneh, dalam waktu sekejap, sudah pergi
satu pun tidak tertinggal.
Tidak, masih tertinggal seekor ular kecil, sedang pelan
pelan bergerak, namun arah maju dia, sebaliknya dari arah
kelompok ular lainnya, dia sedang menuju kedepan Pek
Soh-jiu.
Seluruh ular begitu mendengar suara seruling semuanya
bubar berpencar, jadi lagu pengusir ular ini tentu tidak
salah, lalu kenapa ular kecil ini tidak mundur malah
sebaliknya maju? Sungguh membuat Pek Soh-jiu tidak
mengerti. Dia melanjutkan meniup seruling, ular kecil itu
juga terus maju kedepan. Akhirnya, ular kecil itu sampai di
depan kakinya, jika terus meniup seruling, mungkin akan
maju keatas tubuhnya. Sehingga dia dengan kecewa
menghentikan meniup seruling.
Ini adalah seekor ular kecil putih yang seluruh tubuhnya
tembus pandang, berkilap seperti giok, dia mengangkat
kepalanya, menggoyang-goyangkan ekornya, dua mata ular
yang seperti pasir merah, menyorotkan sinar seperti
meminta belas kasihan, juga sepertinya jinak sekali, dan
juga sangat cantik. Pek Soh-jiu jadi tidak tahan, timbul hati
kekanak-kanakannya, ia menyimpan seruling Ci-cu nya,
sepasang tangan diulurkan ke arah ular putih kecil itu.
Huut... Pek Soh-jiu kembali merasa pandangannya jadi
kabur, ular kecil itu sudah loncat ke atas telapak tangannya,
melingkarkan tubuhnya seperti piring, kembali hanya
tinggal kepalanya, diangkat tinggi-tinggi, setelah sedikit
tertegun, dia jadi tahu ini pastilah ular ini jinak, dan karena
bentuknya cantik, maka dengan gembiranya dimain-
mainkan diatas tangannya.
Mendadak, dua bayangan orang, dengan kecepatan yang
tinggi, melayang kearah tempat dia berdiri, dalam sekejap
mata, sudah berada sepuluh tombak di dekatnya, dari jauh
memandang, seperti ketua Kai-pang Sangguan Ceng-hun
dan Oh-kui (Setan lapar) Ouwyang Yong-it. Namun, dia
tidak mempunyai hati ingin mencelakai mereka, hanya
hatinya waspada terhadap mereka, disaat ini dia dalam
keadaan bahaya, musuhnya ada dimana mana, terpaksa dia
harus hati hati, maka dia bangkit berdiri, berjaga-jaga.
Siapa tahu baru saja dia berdiri, ssst.... ular putih kecil itu
sudah melayang ke udara, seperti macan menerkam kearah
dua orang yang datang mendekat itu. Pek Soh-jiu baru saja
tertegun, dua orang itu mendadak berteriak terkejut,
bersama-sama meloncat-loncat kesana kemari menghindar,
sejengkal pun tidak bisa maju lagi. Pek Soh-ciu merasa aneh
lalu maju melihatnya, dia baru tahu seutas bayangan putih,
didepan dua orang itu melayang-layang sambil mematuk,
tempat yang dipatuk semuanya ditujukan pada jalan darah
mematikan, benar-benar bahayanya hanya dalam sebatas
rambut.
Dia sudah melihat dua orang itu, memang benar
Sangguan Ceng-hun dan Ouwyang Yong-it, bayangan putih
yang berusaha menggigit mereka, juga benar adalah ular
kecil cantik yang jinak itu, tapi dia tidak tahu caranya
menghentikan serangan ular putih itu, sesaat, dia jadi
gelisah tidak bisa berpikir.
Untungnya walau pun dia berbaju hitam, tapi tidak
memakai topeng, akhirnya Oh-kui (Setan lapar) Ouwyang
Yong-it dapat mengenalinya, maka dengan gembiranya
teriak-teriak:
"Adik kecil! Kau ini bagaimana? Cepat tarik kembali
Sian-giok, apa benar-benar mau membuat Toako menjadi
malu?"
Hati Pek Soh-jiu tergerak, tanpa sadar dia berteriak:
"Sian-giok kembali."
Bayangan putih berkelebat, ular putih kecil itu sudah
menurut panggilannya terbang kembali ke telapak
tangannya.
Ouwyang Yong-it mengusap keringat dikepala-nya,
dengan erat memegang lengannya Pek Soh-jiu, berkata:
"Adik kecil, kau sungguh hebat, sampai ular pintar Sian-
giok juga bisa kau jinakan."
Wajah Pek Soh-jiu menjadi merah berkata:
"Maaf toako, aku mendapatkan Sian-giok, masih belum
sampai seperminuman secangkir teh, dan juga......"
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Kau tidak perlu menjelaskannya, menurut perkiraanku,
pasti kau tadi saat meniup seruling tanpa di sengaja
memanggilnya, mahluk ini pintar memilih majikan, setelah
melihat kau tentu saja tidak mau pergi lagi. Kau mungkin
saat tadi dari kejauhan melihat aku dan Lo-ko Ouwyang, di
dalam hati waspada bersiap-siap, ular pintar yang mengerti
maksud manusia, langsung menghadang tidak mengizinkan
maju lagi, jika kau ada niat menghabisi kami berdua,
mungkin kami sudah pergi melapor ke akhirat!"
Pek Soh-jiu bersoja berkali kali berkata:
"Maaf sekali, harap Toako dan Lo-ko Ouwyang
memaafkannya, karena banyak musuh berada dimana-
mana, terpaksa aku meningkatkan kewaspadaan."
Ouwyang Yong-it dengan wajah serius berkata:
"Diantara kita, tidak perlu sungkan seperti ini, he, adik
kecil! Siapa musuhmu itu, apakah sudah berhasil
menyelidikinya?"
Pek Soh-jiu dengan wajah kecewa berkata: "Aku ini
bodoh......"
"Kau jangan sedih, terhadap para orang baju hitam
bertopeng itu, aku sudah mendapatkan sedikit kejelasan."
Kata Sangguan Ceng-hun.
"Cepat katakan, Toako! Siapa majikan mereka itu?" kata
pek Soh-ciu antusias.
"Mereka adalah anak buahnya penjahat nomor satu di
dunia Ang-kun-giok-hui (Selir raja giok berbaju merah.) Hai
Keng-sim, tapi diantaranya masih ada beberapa hal yang
sulit dimengerti, sebelum mendapatkan bukti yang benar-
benar jelas, kita masih tidak bisa mengambil kesimpulan!"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Tahun itu yang melakukan serangan gelap terhadap
perumahan Leng-in, bukankah orang-orang baju hitam
bertopeng?"
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Benar, tapi para orang bertopeng itu tidak satu pun bisa
pulang hidup-hidup, dan juga setelah kejadian, terbukti
mereka itu semuanya adalah penyamaran dari para pesilat
tinggi dari berbagai perguruan, malah ahli silat......"
Ouwyang Yong-it menggeleng gelengkan kepala berkata:
"Aku tidak percaya dari ratusan pesilat tinggi itu tidak
ada satu pun yang lolos!"
Pek Soh-jiu jadi bersemangat berkata:
"Kata-kata Lo-ko, aku dengar dari perkataan Hong
Supek, orang yang bernyanyi di Liong-bun (Pintu naga),
sepertinya adalah musuh almarhum ayahku, dan dia tidak
pernah menampilkan diri."
"Apakah adik kecil masih ingat syair lagunya?" Kata
Ouwyang Yong-it
Pek Soh-jiu mengingat-ingat sebentar, berkata:
"Aku pernah mendengar Hong Supek mengatakan, yang
masih aku ingat, betul atau salahnya tidak bisa dipastikan."
Lalu dia membacakan syair lagu itu:
Beruban seperti bintang-bintang
Menyesal cita-cita menjadi hampa
Tubuh ini seperti titipan
Tubuh terasa sakit dan menyendiri
Menuju Pintu Naga
Membangkitkan semangat masa lalu
Dengan senjata sakti dari Liu-yang
Melanglang buana ribuan lie
Membasmi Sin-ciu-sam-cbat
Menguasai dunia
Coba tanya siapa yang bisa menandingi."
Ouwyang Yong-it berkata:
"Orang itu pasti seorang penjahat besar yang
mengacaukan dunia persilatan, tidak beruntung dikalahkan
oleh Sin-ciu-sam-coat, sehingga angan-angannya tidak
terkabulkan......"
"Dia kemudian melarikan diri keperbatasan, berlatih
ilmu silat hebat, walau tubuhnya sakit, tapi angan-angannya
tidak berkurang, dan pada tahun itu......" kata Sangguan
Ceng-hun
Pek Soh-jiu berteriak gembira, katanya:
"Kalian sudah tahu siapa dia itu?"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Tidak, kami hanya tahu ini adalah satu petunjuk saja,
adik kecil, apakah kau tahu pamanmu waktu itu punya
musuh seperti ini?"
Pek Soh-jiu dengan sedih berkata:
"Terhadap masalah dunia persilatan, almarhum ayah
tidak pernah menceritakannya."
"Adik jangan khawatir, kita bisa mencoba mencari Ang-
kun-giok-hui." Kata Sangguan Ceng-hun.
Ouwyang Yong-it berkata:
"Bukankah kau mengatakan diantaranya masih ada hal
yang sulit dijelaskan?"
"Karena sampai saat ini, para anak buahnya rhian-ho-
leng belum ada orang yang menggunakan Ngo-tok-tui-hun-
cian sebagai senjata gelap, para orang bertopeng itu walau
sering keluar masuk di Thian-ciat-leng, tapi terhadap
penjahat seperti Ang-kun-giok-hui, kita tidak bisa hanya
berdasarkan dugaan......"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Kata kata ini tidak salah, menghadapi Ang-kun-giok-hui
sungguh tidak bisa tidak harus hati hati." Pek Soh-jiu
mengeluh:
"Tapi aku telah menjadi orang yang ingin di dapatkan
oleh Ang-kun-giok-hui...."
Sangguan Ceng-hun merasa aneh berkata:
"Kenapa? Adik! Kek, adik ipar Lam-ceng itu kenapa
tidak ada disisimu?"
"Panjang ceritanya! Sekarang aku sudah lapar, jika kau
punya makanan kering, kita berbincang lagi setelah mengisi
perut."
Lalu, mereka mencari satu batu gunung yang datar,
makan makanan kering, minum air gunung. Sambil makan
Pek Soh-jiu menceritakan dengan singkat kejadian yang dia
alami.
Ouwyang Yong-it tertawa terbahak-bahak berkata:
"Adik kecil! Kau ini terpojokan oleh asmara! Menurut
pikiran aku, Su dan Siau dua adik ipar, semuanya bukanlah
orang biasa, walau ada halangan, di kemudian hari pasti
akan bertemu lagi, yang sedikit sulit diurus adalah nona
Hun, dia adalah seorang yang namanya termasyur di dunia
persilatan, pandangannya tinggi sekali, saat itu kau
dikendalikan oleh nafsu birahi, kelakuanmu yang
melecehkan dia, menurut aturan dan keadaan, seharusnya
kau tidak boleh meninggalkannya, adik kecil! Menurutmu
betul tidak?"
Sangguan Ceng-hun dengan wajah serius berkata:
"Kata-kata Ouwyang Lo-ko betul, kesalahan ada dipihak
kita, kita bersaudara adalah laki-laki sejati, bagaimana bisa
jadi orang yang tidak bertanggung jawab!"
Pek Soh-jiu yang mendengar punggungnya sampai
bercucuran keringat, dengan perasaan bersalah buru-buru
berkata:
"Nasihat kalian berdua betul, aku sudah mengerti."
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Jangan sedih, adik! Tujuanmu adalah baik, kita tidak
usah membicarakan ini lagi, selanjutnya kau ada rencana
apa?"
"Tadinya aku ingin pergi ke gunung Kwo-tiang, sekarang
terpaksa pergi ke Thian-ciat-leng mengadu nasib."
Ouwyang Yong-it berkata:
"Salah, adik kecil! Di gunung Kwo-tiang sekarang ini
sedang berkumpul para jago dunia persilatan, tidak peduli
untuk menyelidik jejaknya adik ipar Su dan Siau, atau
menyelidik otak pelaku serangan gelap ke perumahan Leng-
in, gunung Kwo-tiang adalah tempat yang paling ideal, apa
lagi Ho-leng-ci adalah pusaka, kenapa kita tidak adu nasib
di sana."
Sangguan Ceng-hun juga setuju dengan pandang annya
Ouwyang Yong-it, sehingga mereka bertiga bersama-sama
pergi ke arah tenggara, kurang lebih lewat dua jam, mereka
telah tiba dilereng timur gunung Hoai-ie. Ouwyang Yong-it
tiba-tiba menghentikan langkahnya berkata:
"Adik kecil! situasi sepertinya sedikit mencurigakan?"
"Tidak salah, ada teman baik yang datang menyambut
kita."
"Adik! Jumlah mereka terlalu banyak, jika bisa bertarung
ya bertarung, jika tidak bisa bertarung kita tinggalkan saja,
jangan inginmerasakan kesenangan sesaat!" Kata Sangguan
Ceng-hun.
"Toako tenang saja, aku mengerti."
Saat ini bayangan orang berkelebatan, orang baju hitam
bertopeng yang banyaknya tidak terhitung, seperti arwah
meloncat keluar dari belakang batu dan celah pohon.
Orang-orang ini gerakannya sangat cekatan sekali,
gerakannya seperti setan, bisa dilihat mereka mempunyai
kepandaian yang sangat tinggi, terhadap orang-orang
bertopeng ini, Pek Soh-ciu sudah tidak ada niat untuk
menangkap hidup-hidup, tangan kanannya mengeluarkan
Pouw-long-tui, dengan wajah tersenyum dingin, dia
menunggu lawan.
Ouwyang Yong-it mengeluarkan sepasang sumpit yang
bentuknya seperti koas hakim neraka terbuat dari besi
dingin, yang digunakan Sangguan Ceng-hun adalah tongkat
bambu hijau dengan jurusnya Tongkat pemukul anjing yang
sudah ternama di dunia persilatan itu, mereka membentuk
segi tiga, mengawasi gerakannya para orang bertopeng itu.
Tapi yang paling sulit di mengerti adalah para orang
bertopeng itu setelah maju sampai jarak satu panahan,
maka semuanya jadi berhenti, walau pun bersitegang,
namun tidak ada gerakan menyerang.
Pek Soh-jiu dengan perasaan aneh berkata:
"Toako! Para bangsat ini berniat mengurung kita......"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Tidak salah, kedua sisi kita adalah tebing gunung, jika
para bangsat itu bisa menghadang dari depan dan belakang
kita, situasinya sungguh tidak menguntungkan......."
Perkataan dia belum habis, dari depan dan belakang
bersamaan waktu terdengar suara menggelegar memekakan
telinga, jalan gunung dari depan dan belakang telah
ditutup oleh orang-orang bertopeng ini. begitu Ouwyang
Yong-it melihat keadaan ini jadi marah besar, dia
membalikan kepala berkata pada Pek Soh-jiu:
"Adik kecil! Kita terjang!"
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Tunggu, jika mereka menyiapkan panah beracun di
tempat penghadangan, bukankah kita masuk perangkap
mereka?"
Disaat mereka berdebat, mendadak ada sinar berkelebat,
banyak gulungan rumput kering yang menyala api,
berguling-guling turun dari atas tebing. Segera saja asap
menutupi jalan gunung, kelihatannya kecuali tumbuh
sepasang sayap di punggung, mereka sulit bisa lolos dari
kematian!
Mereka mengandalkan ilmu silat meringankan tubuh
yang hebat, sebisanya menghindar, tapi gulungan api
rumput kering tidak hentinya berguling ke bawah, walau
luas jalanan lebih besar lagi pun, akhirnya juga akan penuh.
Ouwyang Yong-it menggunakan sumpit memukul
rumput kering, mulutnya juga tidak henti-hentinya
menyumpah:
"Bangsat sialan, jika berani bertarunglah dengan aku Oh-
kui tiga ratus jurus, menggunakan siasat busuk bukanlah
seorang laki-laki sejati!"
Sangguan Ceng-hun tertawa dengan keras:
"Lo-ko, tidak ada gunanya kau memaki orang, para
bangsat yang orang bukan orang, setan bukan setan Ini,
hanya bisa dianggap mayat berjalan, yang disesalkan adalah
kita bersaudara malah jatuh ditangan mereka, mati nya
sedikit tidak berharga."
Saat ini mereka telah mundur ke bawah tebing yang batu
cadasnya bertonjolan, Pek Soh-jiu mengibaskan lengan
bajunya, satu garis sinar putih telah melayang keluar, dia
membalikan kepala, berkata pada Ouwyang Yong-it dan
Sangguan Ceng-hun:
"Sian-giok sedang membuka jalan untuk kita, kalian
berdua ikuti aku......"
Benar saja, Sian-giok adalah binatang pintar, di tebing
gunung dia bolak-balik melayang-layang, begitu bertemu
orang langsung menggigit, diatas gunung walau pun banyak
penjahatnya, mereka telah berteriak-teriak menjerit sedih,
susana jadi kacau sekali.
Pek Soh-jiu bertiga orang menggunakan batu gunung
sebagai perisai, dalam situasi kacau menembus keatas
gunung, mereka seperti tiga ekor harimau terlepas dari
kurungan, segera menerjang masuk ke dalam kerumunan
orang.
Pouw-long-tui nya menyapu, seperti membabat rumput
kering saja, diatas gunung liar ini langsung menggema suara
jeritan mengerikan.
Suitan yang tajam, menggelagar disana sini tidak
berhentinya, orang bertopeng seperti gelombang berkumpul
kearah tempat pertarungan.
Pelan-pelan, mereka terpisah, tiga orang di tiga tempat
yang berbeda, sedang bertarung dengan musuh yang
jumlahnya sepuluh kali lipa't lebih banyak.
Para penjahat ini walau jumlahnya banyak, tapi Pek Soh-
ciu berada diatas angin sepenuhnya, Pouw-long-tui
memang mempunyai kedahsyatan membabat ribuan
pasukan, ular pintar Sian-giok berkelebat menggigit orang,
cepat laksana angin, serangannya lebih lebih membuat
gentar ha ti orang-orang bertopeng.
Pek Soh-ciu membunuh hingga matanya menjadi merah,
dia mengayun-ayunkan Pouw-long-tui kesana kemari telah
berhasil membunuh musuh-musuhnya, seorang yatim piatu
yang telah hancur keluarganya, berkelana di dunia
persilatan, setiap saat masih ditekan orang, dendam yang
dalam hingga masuk ke dalam tulang ini, sekarang
mendapatkan kesempatan melampiaskan dengan baik.
Maka dia dengan sepuas hati, dengan senangnya mengubar
kesana-kemari, membiarkan darah segar membasahi
sepasang tangannya, memerahkan seluruh baju putihnya.
Ketika dia melabrak masuk ke lingkaran orang lainnya,
dia jadi tertegun, dia melihat seorang wanita yang berbaju
biru langit, sedang bertarung mati-matian dengan orang-
orang bertopeng.
Tangan kanan dia melayang-layang membentuk
bayangan pedang yang memenuhi langit, telapak tangan
kirinya mengerahkan Ji-ie-sin-kang, menyapu melintang
menerjang lurus, ganas seperti seekor macan betina, namun,
rambut halusnya sudah tidak karuan, bajunya kucai, lengan
kiri dan bahu kanannya, terlihat ada bekas luka dibeberapa
tempat. Kelihatannya Leng-bin-sin-ni ini yang dulunya
menggemparkan dunia persilatan, juga sudah bertarung
cukup lama.
Karena diantara orang bertopeng, banyak juga yang
berilmu silat tinggi, ilmu silat Hun-ni walau pun tinggi,
sudah nampak kehabisan tenaga, saat ini dia telah melihat
Pek Soh-jiu, wajahnya yang pucat karena kehabisan tenaga,
tiba-tiba tampak secercah merah, diisudut matanya, juga
tampak gembira malu-malu.
"Soh......ciu......kau......bukannya cepat kesini"
Jika bukan ada ular pintar Sian-giok, Pek Soh-jiu sesaat
tertegun ini, mana masih bisa bernyawa!
Akhirnya dibawah teriakannya Hun-ni, dia jadi sadar,
mulutnya menjawab sekali:
"Cici jangan marah, aku datang."
Begitu Pouw-long-tui diayunkan, sinar hitam seperti
panah datang dengan suara menggelegar, berbareng
sepasang kakinya dihentakan, menggunakan ilmu
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui yang hebat, dia
meloncat kearah Hun-ni.
Tapi paak.-.paak... tertengar beberapa kali suara pegas,
puluhan panah beracun melesat ke arah tubuhnya yang
sedang meloncat, hatinya terkejut, pinggangnya langsung
diputar, meluncur seperti anak panah, akhirnya dia bisa
lolos dari panah beracun itu, saat dia dalam keadaan
tergoncang dia melihat ke bawah, dia jadi terkejut setengah
mati.
Ternyata tempat bertarung mereka, adalah di pinggir
sebuah jurang, ketika dia meluncur, tepat mengarah turun
ke jurang yang kedalamannya tidak terlihat, saat ini tenaga
dia sudah habis, dia tidak dapat menghentikan arah
jatuhnya, terpaksa dengan dia hanya mengeluh, tidak
pedulikan lagi mau mati atau hidup.
Kecepatan jatuhnya sangat mengerikan, namun
kesadaran dia tidak hilang, yang membuat dia jadi ngeri
adalah kecuali suara angin kencang yang terdengar akibat
turun tubuhnya, suara angin itu masih diselingi suara jeritan
menyedihkan:
"Soh... Ciu......Soh......Ciu... kau. .dimana..."
Akhirnya buuk... terdengar suara yang keras sekali,
dibarengi rasa sakit yang sampai ke dalam tulang, dia telah
tidak sadarkan diri, sebenarnya jika bukan karena Sian-giok
yang telah menahan tubuhnya, akibatnya dia bukan hanya
tidak sadarkan diri saja.
Karena bantuan Sian-giok, tidak lama dia telah sadar
kembali, tapi suara jeritan sedih itu, tetap masih
mendengung ditelinganya:
" Soh... Ciu......kau......dimana... Soh......Ciu..."
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sebentar, dia
menemukan suara jeritan itu walau pun lemah, tapi itu
adalah nyata, sehingga, sehingga dia memaksakan diri,
berjalan menuju arah suara itu.
Di dalam satu rerumputan yang tinggi, dia menemukan
orang yang menjerit itu, dia, betul adalah nona Hun-ni yang
penyendiri, tenaga dalam dia lebih tinggi dari Pek Soh-jiu,
tapi karena jatuh dari jurang yang dalam sekali, siapa pun
tidak akan bisa selamat, untung dia masih bernasib baik,
beberapa kali tertahan oleh cabang pohon, walau pun
terluka, tapi akhirnya tidak tewas, sayang cabang pohon
yang tidak berperasaan itu, merubah bajunya menjelma jadi
kupu kupu terbang menari, saat ini tubuh dia yang seperti
minyak kambing itu, kembali terpampang dihadapan Pek
Soh-jiu.
Sekarang adalah siang hari bolong, bisa dikata-kan
seluruh tempat terlarangnya, semua bisa terlihat jelas,
sehingga, hawa birahi Pek Soh-jiu yang terkumpul di Tan-
an, kembali bergerak lagi, sepasang mata dia melotot,
menyorotkan sinar binatang liar.
Dengan langkah yang berat, dia berjalan menuju tempat
Hun-ni merintih, giginya menggigit bibir bawah, tampak
menjadi merah darah.
Dia dengan perlahan duduk disisinya Hun-ni, sepasang
matanya dengan sekuat tenaga ditutup, dengan tekad yang
sulit ditahan, dia mengerahkan tenaga dalam untuk
melancarkan nafasnya yang kacau.
Hawa birahi yang terbentuk oleh racun aneh itu, di
dalam tubuhnya kembali membara tanpa ampun, dan tubuh
bugil itu, rintihan itu, semuanya mengandung pancingan
yang sulit ditahan. Tapi kesadarannya mengharuskan dia
melakukan pengobatan pada bagian yang terluka, ini adalah
hal yang sangat sulit sekali!
Akhirnya, dia dapat melancarkan nafasnya,
mengulurkan sepasang tangan, meraba di atas tubuhnya
yang mulus hangat dan wangi itu, terakhir, dia telah
mengetok seluruh tiga puluh enam titik saluran yang ada
diseluruh tubuhnya, dan dengan tenaga dalam mengobati
luka dalamnya, selesai melakukan pengobatan, dia hampir
kehabisan tenaga.
Saat dia bangun dari bersemedi, hari sudah gelap, bulan
menggantung di timur, mata dia belum dibuka, pertama
yang dirasakan adalah wangi hangat dihidungnya, dia
segera menggunakan tenaga dalam untuk menahan hawa
birahi yang menggelora itu, lalu dengan tenang berkata:
"Apakah ini cici Hun? Bagaimana lukamu?"
Sesosok tubuh yang panas sekali, menempel kearah
dadanya, di dalam desahan yang lembut, terdengar satu
suara gemetaran:
"Terima kasih, adik! Aku sudah sembuh total, tapi,
kenapa kau tidak membuka matamu? Apakah kau tidak
sudi melihat cici? Adik......"
"Bukan, aku......sungguh ada masalah yang sulit
diutarakan......"
"Katakanlah! Aku ini sudah milikmu, tidak ada yang
perlu disembunyikan lagi?"
"Keek, aku telah terluka oleh racun Toan-hun-cauw,
untuk menghilangkan racun itu aku menggunakan cara
sendiri, merubah racun menjadi hawa birahi yang sulit
ditahan, waktu dipantai sungai......harap cici bisa
memaafkan!"
"Haai...! Aku sudah menduga kau bukanlah orang yang
tidak tahu diuntung, tapi tidak peduli niatmu itu
apa......bagaimana pun kau tidak akan meninggalkan cici,
betul?"
"Benar! Tapi aku sudah mempunyai dua......"
"Aku sudah tahu dua orang perempuan kecil itu, kau
tenang saja, aku tidak akan permasalahkan semua ini."
"Sungguh terlalu merendahkanmu! Sekarang harap kau
menjauh sedikit......"
"Kenapa?"
"Karena......keek, saat aku......membuka mata, mungkin
tidak akan tahan......"
"Jangan menahannya lagi, adik! Hawa birahi yang
terlalu lama membakar tubuh, itu bisa melukai tubuh,
apalagi jika kau ketemu wanita lain, bukankah..."
Sebuah desahan, sebuah tubuh yang panas merangsang,
menggesek di dadanya yang berotot itu, menimbulkan
gemuruh angin kencang, membuat rumput di dalam lembah
ini, semuanya gemetaran tidak bisa menahan diri.......
Lama... setelah satu helaan nafas panjang:
"Adik......"
"Mmm......"
"Kau coba salurkan tenaga dalammu."
"Aku sangat baik."
"Kalau begitu aku akan buat aturan denganmu."
"Silahkan ciri katakan!"
"Cici berkelana di dunia persilatan, selalu memandang
rendah laki-laki, setelah bertemu denganmu, malah
mendapatkan kedudukan terkecil......"
"Cici sangat ternama di dunia persilatan dengan
demikian...... sungguh membuat hatiku tidak bisa tenang."
"Aku sudah katakan aku tidak pedulikan masa-lah ini,
tapi mulai dari sekarang dan selanjutnya, kau tidak boleh
mempunyai wanita keempat! Apakah kau dengar?"
Dia sepertinya berusaha membuat suaranya lembut, tapi
di dengar di telinganya Pek Soh-jiu, tetap ada mengandung
kekuasaan, dia hanya merasakan hatinya sedikit tergetar,
lalu tanpa sadar berkata:
"Aku dengar! Aku tidak berani lagi......"
"Hemm, apa berani tidak berani, kau tidak perlu
gunakan siasat ini padaku, jika di dengar orang, mereka
akan mengatakan aku merendahkan laki sendiri."
"Ya, ya, cici! Aku salah bicara."
"Kedua, tidak peduli dua wanita itu siapa yang jadi istri
tertua, tapi usia ku lebih tua dari pada mereka, maka
mereka harus memanggil cici padaku."
"Aku pikir mereka pasti bisa......"
"pasti bisa? Hemm jika tidak bisa aku hanya akan
berurusan denganmu!"
"Baik, baik! Aku pasti bisa melakukannya."
"Ketiga, jika aku adalah yang terbesar, maka di keluarga
kita akulah yang memimpin, maka kau dan dua wanita itu,
semuanya harus menurut perintahku."
"Ya, kami akan menurut."
"Walau kau sudah menyanggupi semuanya, aku masih
harus peringatkan kau satu kata, jika sampai tidak bisa
terlaksana, hemm.. hati-hati akan kukupas kulit-mu."
"Ini......keek, keek, bukankah akan jadi pembunuh
suami?"
"Dimulai dari kuil Pek-Iiong, aku sudah berniat
mengulitimu, tidak di duga tidak berhasil menguliti, malah
sebaliknya......keek......bangunlah! Tolong carikan
bungkusanku, jika tidak sekali ada orang datang, bagaimana
aku menemui mereka!"
Pek Soh-jiu menyahut sekali, dengan pelan mendorong
tubuhnya, lalu memakaikan baju panjang dia diatas
tubuhnya, kemudian berkelebat, meloncat keluar dari
rerumputan, tapi setelah dia mencari ke seluruh lembah,
dua bungkusan baju mereka bayangannya pun tidak ada,
dia terpaksa kembali kesisi Hun-ni berkata:
"Kak! Sudah dicari keseluruh tempat terdekat, lapi
bungkusan kita tidak ada."
Hun-ni menuntun tangan dia duduk bergandengan
berkata:
"Kenapa kau tidak mencari lebih jauh sedikit?"
"Hari terlalu gelap! Mencari terlalu jauh aku juga tidak
bisa tenang."
Hun-ni mencibirkan bibir, perlahan merebahkan
tubuhnya kepelukan Pek Soh-ciu berkata:
"Mulutmu ini manis sekali, tidak heran banyak wanita
yang menyukaimu, sudahlah, kita istirahat dulu sebentar,
menunggu setelah hari terang baru mencari lagi."
Sepasang laki-laki dan perempuan yang mengikat janji di
dalam lembah ini, semuanya berilmu sangat tinggi, asalkan
bersemedi sebentar, sudah bisa menghilangkan rasa lelah
setelah bekerja semalaman, tapi sampai matahari melewati
puncak gunung, sinar matahari memenuhi seluruh lembah
sunyi, mereka masih belum berniat bangun.
Hal ini tidak mengherankan, wanita seperti Hun-ni yang
memandang rendah laki-laki, sekali mendapatkan
kesenangan yang luar biasa, jadi merasakan hangatnya
malam hari terlalu pendek, sampai terakhir, dia merasakan
tidak bisa memaksa lagi, baru dengan bermalas-malas
bangkit duduk, sorot matanya melirik pada Pek Soh-jiu,
wajahnya yang cantik segera timbul warna merah, sesaat,
dengan tersenyum manis berkata:
"Adik Qiu! Kau telah mencelakai aku."
Pek Soh-jiu bengong:
"Kak! Kau mengatakan......"
Dia memberi sebuah lirikan mata putih padanya berkata:
"Hemm... kau pura-pura bodoh, kau lihat aku mirip tidak
dengan Leng-bin-sin-ni?"
Pek Soh-jiu memeluk tubuhnya, mencium mesra dia
lama sekali lalu berkata:
"Ini hanya bisa menyalahkan Gwat-sia Lojin (Dewa
Jodoh didalam dongeng) yang tidak ada kerjaan, tidak bisa
salahkan diriku."
Tiba-tiba Hun-ni berteriak genit, katanya:
"Apa? Kau bilang Dewa Jodoh tidak ada kerjaan?"
"Tidak, tidak," Pek Soh-jiu buru-buru berkata, "Yang aku
maksud adalah mungkin cici bisa menyalahkan Dewa
Jodoh tidak ada kerjaan, mengenai aku sih berterima kasih
juga takut tidak keburu."
Hun-ni melotot dia sekali, lalu pssst... tertawa, Pek Soh-
jiu baru merasa bisa lega hatinya, berhubungan dengan
wanita, dia sudah pengalaman, tapi dihadapan Hun-ni, dia
punya perasaan selalu salah gerak, terhadap Su Lam-ceng,
Siau Yam, Hun-ni, dia suka semua, karena mereka adalah
cantik seperti bidadari, tapi terhadap Hun-ni, di dalam
sukanya ada perasaan sedikit segan.
Saat ini Hun-ni memakai baju panjang dia, dia sendiri
hanya memakai baju dalam saja, mereka bergandengan
berjalan keluar dari rerumputan, mendadak mereka berdua
mengeluarkan suara iiih... keheranan, keduanya berdiri
terbengong bengong.
Ternyata jurang ini, bentuknya adalah persegi panjang,
empat tebingnya menjulang tinggi ke langit, tidak tahu
berapa tinggi, tebingnya tegak lurus, kera pun sulit untuk
mendakinya, jika ingin keluar dari jurang ini, mungkin lebih
sulit dari pada naik kelangit, tapi yang membuat mereka
terkejut, bukan sulitnya keluar dari jurang. Tapi adalah
bungkusan yang dicari-cari tidak diketemukan oleh Pek
Soh-jiu, saat ini sedang dilempar dipermainkan oleh seekor
kera yang besar sekali.
Dia menggunakan sepasang tangannya dari tangan kiri
dilemparkan ketangan kanan lalu sebaliknya, setiap kali
melemparkan, tingginya hampir sepuluh tombak lebih, lalu
dia meloncat keatas, di udara dia menangkap bungkusan
itu, sekali bersalto dengan ringannya turun diatas satu batu
gunung.
Hun-ni memperhatikan beberapa saat, lalu membalikan
kepala berkata pada Pek Soh-jiu:
"Adik Ciu! Di dalam jurang ini, mungkin ada seorang
aneh persilatan yang bertapa disini, kita harus sedikit hati-
hati."
Pek Soh-jiu dengan perasaan keheranan berkata:
"Bagaimana cici bisa tahu?"
Hun-ni menatap pada kera besar itu berkata:
"Kera walau pun kemahirannya adalah meloncat loncat,
tapi jelas kera ini mempunyai ilmu silat yang cukup tinggi,
mungkin adalah hewan peliharaan seorang pesilat tinggi tua
untuk menjaga jurang."
"Bagaimana pun juga, kita harus ambil dulu bungkusan
itu," kata Pek Soh-ciu.
"Baik, biar aku mencobanya dulu."
Pek Soh-jiu tertawa:
"Tidak perlu kita yang melakukannya, cukup Sian-giok
yang melakukannya." Lalu lengan kanannya dengan pelan
melemparkan Sian-giok ke udara, bayangan putih itu seperti
anak panah, dalam sekejap mata tubuhnya yang kecil,
dengan membawa angin kencang menyerang kearah
dadanya sikera.
Kera besar itu baru saja melemparkan bungkusannya ke
atas, ketika Sian-giok sudah datang menyerang dadanya,
dia tidak sempat mempedulikan bungkusan itu, cet.cet..
kera itu berteriak, sekali meloncat jauhnya satu tombak
lebih, membuat serangan Sian-giok gagal, lalu secepat angin
balik menerkam* mengulurkan telapak tangannya yang
besar, dipukulkan pada titik tujuh cun nya Sian-giok.
Pek Soh-jiu tahu Sian-giok tidak akan terluka, dia
mengambil dulu bungkusan itu, dengan Hun-ni masing-
masing mengganti baju dengan yang bersih, lalu
bergandengan tangan, menonton seekor ular dengan seekor
kera, saling kejar-kejaran diantara bebatuan gunung, kira-
kira sepertanakan nasi, kera besar itu sudah kewalahan,
setiap kali bertarung dia melarikan diri beberapa tombak,
selalu di desak mundur kembali oleh Sian-giok, sehingga
cet.. cet.. dia berteriak gelisah menyedihkan.
Pek Soh-jiu takut kera besar itu benar-benar ada
pemiliknya, jika sampai Sian-giok melukainya, pasti akan
menimbulkan masalah, dia baru saja akan memanggil
kembali Sian-giok, mendadak dia melihat satu bayangan
orang berwarna merah, bergerak lebih cepat dari pada
panah, dia lari ke dekat pertarungan kera dan ular, sebuah
telapak tangannya memukul, suaranya seperti sutra sobek,
ular pintar Sian-giok yang terbangnya secepat kilat,
sepertinya tidak tahan pada angin pukulan aneh orang itu,
tubuhnya dilengkungkan lalu dihentakan, terbang miring
beberapa tombak keluar, Pek Soh-jiu cepat-cepat bersiul,
Sian-giok yang di udara sekali menghentakan tubuhnya,
sudah terbang kembali keatas lengannya.
Bayangan orang warna merah itu sedikit tertegun,
tubuhnya berkelibat, dia seperti dewa langit berdiri satu
tombak didepan Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu dan Hun-ni sama sama merasa terkejut,
mereka berdua tidak menduga di lembah yang liar ini,
malah bisa bertemu dengan seorang yang berilmu sangat
tinggi, apalagi pukulan telapak tangan dia barusan, sungguh
sangat hebat sekali, entah dia menggunakan jurus aliran
mana. Tapi mereka berdua di dalam hati tahu, maka lawan
tidak menyerang tidak ada apa-apa, tapi sekali dia
menyerang, pasti dunia seperti akan kiamat, maka diam-
diam mereka memusatkan tenaga dalamnya, bersiap
melakukan pertarungan.
Tapi orang tua baju merah itu, sepertinya tidak ada niat
untuk menyerang, pertama-tama dia melihat sekali pada
Pek Soh-jiu, lalu matanya diputar, dengan tanpa berkedip
matanya memperhatikan seluruh tubuh-nya Hun-ni.
Wajahnya, tadinya sangat serius, tapi dalam sekejap
mata, sudah berubah jadi tersenyum, yang lebih lebih
membuat orang sulit mengerti adalah sepasang matanya
berlinang air mata, seluruh rambut putihnya dan berdiri
semua, sampai mantel merah yang besar itu juga berkibar-
kibar tanpa ada angin, rupanya yang perkasa itu, sungguh
membuat orang jadi terkejut.
Sesaat, mendadak tubuhnya berkelebat, secepat roh
setan, mengulurkan tangan telah menangkap lengan nya
Hun-ni, dan dengan suara gemetar emosi yang tidak bisa
ditahan berkata:
"Anak Yam! Kau... ha...ha...ha akhirnya...... pulang
juga, ayah......keek keek......mati pun akan bisa
memeramkan mata."
Saat orang tua baju merah menangkap lengan Hun-ni,
Pek Soh-jiu sudah mengangkat Pouw-long-tui akan
menyerang, tapi dia sedikit ragu, karena dia sudah
terpikirkan orang tua ini adalah orang tua rambut putih
yang membawa lari Su Lam-ceng, karena waktu itu baju
nya berbeda dengan sekarang, dia sendiri juga tidak
menduga di lembah liar ini bisa bertemu dengannya, setelah
terpikirkan ini, dia jadi amat gembira sekali. Tadinya dia
ingin maju menjawabnya, tapi sesaat tidak bisa menyela
pembicaraan, karena......
"Orang tua, harap lepaskan tanganmu, nama ku Hun-ni,
bukan Siau Yam yang kau sebutkan."
"Apa, kau bukan Siau Yam? Keek, ayah ini sungguh
ayah yang tidak bertanggung jawab, ini tidak bisa salahkan
kau. Tapi, anak Yam...! Tapi juga tidak bisa salahkan ayah,
haai......"
"Orang tua, kau sungguh telah salah mengenal orang,
aku sungguh bukan Siau Yam!"
"Hm.., jangan sangka setelah ayah meninggalkan kau
sepuluh tahun lebih lalu tidak mengenal, walau kau berubah
terus, ayah tetap saja bisa mengenalimu, apa lagi dikaki
kananmu......"
Saat ini akhirnya Pek Soh-jiu mendapat kesempatan
bicara, dia dengan tersenyum berkata:
"Paman! Di telapak kaki adik Yam ada tanda lahir
berwarna merah, dia bukan adik Yam, tentu tidak ada
tanda lahir merah itu '
Orang tua mantel merah tertegun, lalu dengan marah
sekali berkata:
"Bocah, bagaimana kau bisa tahu? Cepat katakan!"
Hun-ni berkata tawar:
"Orang tua harap jangan marah, Siau Yam adalah
isterinya, apa anehnya dia tahu! Yang lebih aneh lagi
adalah mungkin kau orang tua juga tidak bisa percaya, aku
juga isterinya, tapi tanda lahir merah di telapak kaki
kananku, dia sampai sekarang juga belum tahu!"
“Apa...”
“Apa...”
Begitu Hun-ni mengumumkan ini, tidak ada bedanya
dengan menjatuhkan sebuah bom, orang tua bermantel
merah dan Pek Soh-jiu hampir bersamaan waktu bengong
melotot.
Sesaat, orang tua bermantel merah berteriak marah:
"Bocah, dengan cara apa kau bisa berhasil menipu
putriku? Dimana orangnya sekarang? Kau sudah apakan
dia? Katakan dengan jujur, jika tidak aku bunuh kau!"
Pertanyaannya orang tua bermantel merah, seperti
rentetan peluru, selain nadanya menekan, juga menghina
orang, membuat Pek Soh-jiu sulit bisa menerimanya. Dia
mengangkat alisnya, berkata dingin:
"Putrimu terpisah denganku di pantai sungai Sin-an,
keberadaannya ada dimana, aku tidak bisa menduganya,
mengenai masalah aku dengan putrimu, tunggu sampai kau
bertemu dengan putrimu, baru tanyakan pada dia juga tidak
terlambat, dan masih ada, istriku Su Lam-ceng sekarang
ada dimana? bagaimana kau perlakukan dia?"
Pek Soh-jiu tanpa tedeng aling-aling membantahnya,
hingga menimbulkan hawa membunuh orang tua bermantel
merah, dia melepaskan lengan Hun-ni berkata:
"Mengingat kau dengan anak Yam banyak miripnya, aku
tidak mempersulitmu, tapi bocah ini, aku harus
membunuhnya."
Sifat kerasnya orang tua ini, sungguh tiada duanya, baru
saja selesai bicara dia langsung mengayunkan tangan
memukul, diudara seperti timbul guntur, dalam sekejap
mata dia berturut turut telah menyerang delapan jurus
telapak tangan, kehebatannya tenaga dalam orang tua ini,
belum pernah Pek Soh-ciu melihatnya, setiap pukulan
yang dikeluarkan, semuanya mampu menghancurkan batu
kali, jika bukan ular pintar Sian-giok membantu maju
menyerang, hanya dengan kekuatan serangan telapak ini,
Pek Soh-jiu mungkin sudah kehilangan muka.
Sifat Pek Soh-jiu yang tinggi hati, bagaimana bisa
menerima penghinaan ini, dia mengeluarkan Pouw-long-
tui, dengan jurus Ciau-ji-hui-tui (Bor terbang matahari
bersinar terang), sinar hitam mendadak timbul, ssst... bor
besi menembus angin pukulan lawan, menerjang kearah
dadanya.
Ular pintar Sian-giok juga seperti dewa naga, dia
menerkam dari udara, arah yang dituju ular, tidak jauh dari
titik mematikan orang tua itu.
Serangan dahsyat seorang manusia dan seekor ular ini,
walau pesilat tinggi nomor satu masa kini, mungkin juga
tidak mampu menahannya, walau tenaga dalam orang tua
ini tinggi, dia dipaksa jadi kalang kabut, situasinya
berbahaya seperti telur diujung tanduk.
Mendadak, terdengar siulan keras seperti geledek, jurus
telapak orang tua bermantel merah berubah, tampak bumi
dan langit menjadi gelap, sinar matahari seperti kehilangan
cahayanya, lembah yang tumbuh subur pohon hijau, dalam
sekejap mata, berubah jadi seperti daerah mati tidak
bernyawa.
Serangannya Pouw-long-tui, tampak seperti tidak
bertenaga, kecepatan terbang ular pintar Sian-giok, juga
berubah menjadi pelan dan kaku.
Hun-ni yang menyaksikan menjadi terkejut, dia tahu
pukulan telapak yang aneh dari orang tua itu, pasti ilmu
hebat dari aliran aneh yang sudah lama meng-hilang, walau
pun dia ikut membantu, mungkin juga tidak ada gunanya,
tapi dia tidak ingin setelah semalaman bercinta, lalu
menjadi seorang janda yang menghabiskan masa remaja,
suami mendapat kesulitan, tidak peduli bagaimana
bahayanya, dia juga wajib menemaninya. Maka dia teriak:
"Maaf, orang tua, walau kau tidak mempersulit aku, tapi
aku tidak bisa tinggal diam kau membunuh suamiku, apa
lagi dia itu juga menantumu! Membunuh dia, mungkin adik
Yam juga akan membenci kau seumur hidupnya,
pikirkanlah, orang tua."
0-0dw0-0

BAB 7
Mayat bergelimpangan darah

Sehabis Hun-ni berbicara, sepasang tangannya tidak


tinggal diam, Ji-ie-sin-kangnya dikerahkan sampai
puncaknya, sepasang tangannya menyapu melintang
memukul lurus, ikut bertarung dengan sangat sengitnya.
Ini adalah pertarungan yang sulit bisa disaksikan di
dunia persilatan, juga yang paling aneh, tiga orang, tua
muda ini, semuanya adalah orang yang top di dunia
persilatan masa kini, termasuk ular pintar Sian-giok, juga
bukan sembarang jago bisa melawannya.
Tapi, setelah lewat tiga ratus jurus, mereka seperti telah
melampiaskan amarah di dalam dada mereka, saat
menyerang, sudah tidak dengan sekuat tenaga lagi, karena
mertua membunuh menantu, tidak bedanya dengan
memutuskan sendiri hubungan ayah dengan putrinya.
Orang tua bermantel merah yang sangat merindukan
putrinya, sama sekali tidak ingin melakukan hal yang
bodoh, jika menantu membunuh mertua? Lalu bagaimana
mempertanggung jawabkan pada teman seranjang?
Sehingga mereka bertarung kesana-kemari, malah makin
bertarung semakin tidak bersemangat, tapi siapa pun tidak
mau berhenti duluan, orang-orang persilatan, seringkah
bertarung karena mempertahankan gengsi dengan alasan
yang tidak masuk akal.
Ular pintar Sian-giok telah terbang kembali ke
tempatnya, dia berhenti di atas bahunya Pek Soh-jiu,
sepasang matanya yang merah tidak berhentinya berputar,
sepertinya sedang menikmati pertunjukan ilmu silat yang
sulit ditemukan. Memang tepat sekali kalau dikatakan
mereka sedang mengadakan pertunjukan, jarak mereka jadi
jauh sekali, seperti menari-nari tanpa mengeluarkan tenaga,
dan selalu memperhatikan lawannya, sepertinya takut kalau
kurang hati-hati bisa melukai lawannya.
Lama sekali... sebuah tawa yang seperti bel perak,
terdengar di sisi mereka:
"Guru! Apa kau ini sedang mengajar ilmu silat pada Ciu
koko? Hematlah tenaga, jika mau setelah makan kalian
boleh ulangi lagi."
Orang tua bermantel merah meloncat menying-kir
keluar, kepada seorang wanita yang cantik dan manis
berbaju kuning, mendengus, melotot sambil marah berkata:
"Anak yang nakal, kau jelas-jelas tahu guru tidak ingin
melukai bocah bodoh itu, kau malah diam berdiri di
pinggir, ingin melihat guru mendapat malu ya? Henmm
ulurkan tanganmu, guru harus memberi pukulan beberapa
kali pada telapak tanganmu."
"Yaaw!" sekali wanita baju kuning berkata, "Tidak mau,
guru berat sebelah, kau tidak mampu mengurus menantu
malah mengalihkan marahnya pada murid, aku tidak......"
Disaat dua orang guru dan murid ini berbicara, Pek Soh-
jiu sudah emosi, rasanya dia ingin meloncat, dia menyadari
wanita berbaju kuning itu adalah Su Lam-ceng yang sudah
cukup lama berpisah, penampilannya masih cantik seperti
dulu, melihat keadaannya, dia telah berhasil belajar ilmu
yang hebat, saat ini dia sudah tidak tahan lagi, langsung
berteriak:
"Adik Ceng' langsung berlari maju, Su Lam-ceng
dipeluknya dengan erat. Tentu saja perkataan Su Lam-ceng
tidak bisa diteruskan, dia dengan jinaknya diam tidak
bicara, merebahkan diri di dalam pelukan Pek Soh-ciu,
mengusap-usap, sepasang mata yang berlinang air mata,
mulut munggilnya sedikit terbuka, di dalam kepedihannya
bercampur rasa bahagia yang sulit diutarakan.
Lama, wajah dia jadi sedikit merah, bibirnya dicibirkan
dia mendorong dengan lembut berkata:
"Ada adik Yam, ada kakak Hun, hemm, kapan kau ingat
aku?"
Pek Soh-jiu membalikan kepala melirik, melihat orang
tua bermantel merah dan Hun-ni sudah tidak ada, baru dia
menghembus nafas lega berkata:
"Adik Ceng, kau sungguh pintar menyalahkan orang,
jika bukan demi kau, aku bagaimana bisa mencari adik
Yam,......mengenai kakak Hun itu......"
"Sudahlah, kau tidak perlu menjelaskan padaku, haai,
setiap peristiwa semuanya sudah ditakdirkan, semua ini aku
sudah tahu sejak dulu. Jalanlah, jika kita terlalu lama disini,
kakak Hun mungkin tidak mengampuni kau."
Hati Pek Soh-jiu meloncat, wajahnya juga tampak serba
salah, cinta dia terhadap Su Lam-ceng, jika harus
membandingkan, tidak ada orang yang bisa
menandinginya, cantiknya memang bisa disetarakan
dongan dewi khayangan, dan aura dia yang istimewa,
anggun, sulit dicari ada orang kedua, yang paling membuat
Pek Soh-jiu mengaguminya, adalah pengalaman dia yang
begitu luas, kepintarannya seluas lautan, masalah apa saja,
jangan harap bisa mengelabui dia, tidak bedanya dengan
seorang idiot membicarakan mimpi! Maka dia tidak berani
mendebat, dituntunnya, diam seribu bahasa lari cepat
kedepan, lama, akhirnya dia mendapatkan bahan bicara:
"Keek!" katanya, "Adik Ceng, segala sesuatunya setelah
kita berpisah, kau harus menceritakan padaku, kau
bagaimana bisa jadi muridnya ayahnya adik Yam?"
Su Lam-ceng mendengus:
"Kenapa bukan ceritakan lebih dulu cerita asmaramu itu
padaku?"
"Keek, Li Cukat (wanita pintar) bisa meramal segala
sesuatu, buat apa menyuruh aku menghambur hamburkan
lidah?"
"Memperkirakan dengan dasar situasi, hanya bisa tahu
garis besarnya saja, aku ini bukan dewa, bagaimana bisa
tahu cerita detailnya!"
"Apakah kau mau mendengarnya?"
"Bukan ingin, tapi suka."
"Haai......"
"Kau ini kenapa? Ciu koko, kalau tidak mau
menceritakannya ya sudah, kenapa harus berkeluh kesah
segala."
"Ha...ha...ha bukankah Li Cukat bisa tahu sebelum
masalah akan terjadi, kali ini malah salah besar, aku
beritahukan padamu, adalah gembira kau......"
"Kau jangan bicara sembarangan......"
"Baik, aku tidak katakan, aku akan ceritakan
pengalaman yang terjadi setelah kita berpisah, itu kan
boleh."
Maka mereka berdua bercerita, tertawa, mengeluh,
mendengarkan, walau sebisanya memperlambat
langkahnya, akhirnya tiba juga di goa tempat tinggalnya
Su Lam-ceng, Pek Soh-jiu mengangkat kepala melihat
pada papan yang bertuliskan melintang dua huruf Ce-hian
berkata:
"Haai, kenapa begitu cepat sudah sampai, aku masih
belum mendengar ceritanya!"
Su Lam-ceng tersenyum simpul berkata:
"Hari masih panjanglah, buat apa terburu buru?"
Didalam goa ada beberapa kamar, kecuali orang tua
bermantel merah, Su Lam-ceng, kera besar masing masing
satu kamar, masih ada kamar latihan, ruang tinggal, ruang
kamar dan lain lain, perabotannya walau pun sederhana,
tapi semuanya komplit, tapi yang mereka minum adalah air
gunung, makanan mereka adalah buah liar, bukan makanan
manusia biasa, mereka hidup seperti kehidupan para dewa.
Su Lam-ceng memimpin masuk kedalam ruang tinggal,
memonyongkan mulut pada dia, berbisik:
"Terhadap mertua, menantu harus ada hormat, cepat
temani dia."
Pek Soh-jiu segera maju beberapa langkah, bersoja
membungkuk sampai ke tanah berkata:
"Gak-hu, maaf atas kekurangajaran ku tadi..."
Orang tua bermantel merah mendengus berkata:
"Bagaimana hilangnya anak Yam? Kau bocah kecil jika
memang suaminya, apakah kau sedikit tanggung jawab,
melindungi dia juga tidak bisa?"
Su Lam-ceng berkata:
"Guru jangan salahkan dia, saat itu dia sedang
mengobati lukanya, adik Yam berjaga-jaga untuk dia, saat
dia selesai mengobati luka, adik Yam sudah menghilang
tidak ada jejaknya."
Orang tua bermantel merah kembali bertanya pada Pek
Soh-jiu:
"Apa kau tidak mencoba mencari, sedikit jejak pun tidak
diketemukan?"
"Aku sudah datang di tempat jaganya adik Yam, malah
menemukan beberapa orang bertopeng, setelah bertarung
sengit, walau pun tidak sedikit yang mati, tapi sulit bisa
menangkap hidup hidup......"
"Orang-orang bertopeng itu berasal dari aliran mana?"
"Aku dengar mereka adalah anak buahnya Ang-kun-
giok-hui Hai Keng-sim."
"Apa? Wanita hina itu? Dia......dia......"
Rupanya orang tua bermantel merah terhadap Ang-kun-
giok-hui Hai Keng-sim, seperti punya dendam yang sangat
dalam, tampak alis dan jenggotnya berdiri, matanya
melotot seperti hampir pecah, sepertinya ingin sekali
menguliti dia.
Pek Soh-jiu berkata:
"Adik Yam adalah murid ketiganya Ang-kun-giok-hui,
dia seperti mendapat perintah dari Ang-kun-giok-hui,
sepertinya akan mencelakai aku, tapi dia tidak
melaksanakan perintah gurunya, maka dia jadi murid yang
mengkhianati guru, makanya, jika benar-benar telah
ditangkap oleh Ang-kun-giok-hui, mungkin...... mungkin
bisa berbahaya sekali......"
Orang tua bermantel merah mendadak mengangkat
kepalanya, tertawa keras berkata:
"Wanita hina, sudah mencelakai suami, hingga putri
sendiri juga tidak mau diakuinya! Ha ha...ha bagaimana
pun anak Yam adalah anak yang baik, jika dia benar-benar
mencelakai mu, bocah kecil, maka aku tidak menginginkan
lagi dia sebagai putriku."
Hati Pek Soh-jiu tahu, antara orang tua ber-mantel
merah dengan Ang-kun-giok-hui, pasti ada sesuatu
hubungan istimewa, tentu saja dia tidak enak
menanyakannya, maka matanya memandang pada Su
Lam-ceng, berharap mendapatkan sedikit kejelasan,
sebenarnya Su Lam-ceng sudah mengikuti guru setahun
lebih, belum pernah mendengar orang tua bermantel merah
menyebut-nyebut Ang-kun-giok-hui, hanya tahu namanya
Siau Ji-po, dulu adalah seorang yang membawa adat
sendiri, julukannya Thian-ho-sat-kun (Pembunuh api
langit), Siau Ji-po, tidak peduli dari aliran hitam atau putih,
siapapun yang mendengar namanya jadi ketakutan, yang
dia ketahui hanya segitu saja. Tapi dia juga sungguh berakal
banyak, tampak dia tersenyum manis, menarik lengan baju
Thian-ho-sat-kun berkata:
"Guru, kalau murid punya cara mengembalikan seorang
putri yang segar bugar, guru akan memberikan hadiah apa
pada murid?"
Thian-ho-sat-kun sedikit tertegun, lalu tertawa berkata:
"Nona kecil, kau jangan mempermainkan guru, seluruh
ilmu guru yang jelek ini, sudah diperas semua olehmu
setetes pun tidak tersisa, kecuali tulang tua ini, guru sudah
tidak punya apa-apa lagi, tapi, nona kecil, jika kau benar
dapat mencari adikmu, guru masih dapat melakukan satu
hal yang bisa menggembirakanmu."
Su Lam-ceng mengangkat alisnya berkata: "Hal apa?
Katakan dulu biar aku pertimbangkan”
"Bocah she Pek ini, semakin dilihat, guru semakin sebal,
tadinya aku ingin memukul dia untuk meredakan
amarahku, demi supaya kau sedikit gembira, pukulan ini
terpaksa dibatalkan."
Su Lam-ceng mencibirkan bibir berkata:
"Hemm, semakin dilihat semakin menggembirakan itu
baru betul, ingin memukulnya? Jangan kata adik Yam, dua
orang yang ada ditempat sudah pasti tidak rela."
Thian-ho-sat-kun tertawa terbahak-bahak, dia seharian
mendapat hal yang tidak menggembirakan, setelah dibuat
kelakar oleh Su Lam-ceng, kekesalannya jadi buyar semua,
dia melihat Thian-ho-sat-kun masih ada sedikit tidak
percaya, maka sambil tertawa berkata:
"Guru tenang saja, di dalam waktu seratus hari, pasti aku
akan mengembalikan seorang adik Yam padamu, sekarang
kita istirahat dulu, besok pagi-pagi kita berangkat."
Saat ini kera besar membawakan makanan dan
minuman, setelah makan Thian-ho-sat-kun bersemedi,
mereka bertiga berbincang-bincang di dalam kamarnya Su
Lam-ceng, Pek Soh-jiu tidak tahan bertanya:
"Adik Ceng, cepat ceritakan segala kejadian tentang kau,
setelah kita berpisah, aku sungguh sudah tidak tahan lagi."
Su Lam-ceng tertawa berkata:
"Sebenarnya tidak ada apa-apa, guru tadinya
menganggap aku ini sebagai sanderanya, kemudian aku bisa
dengan tepat menebak beberapa masalah didalam hati dia,
maka dia jadi gembira. Keek, kakak ini, kau tidak
perkenalkan padaku?"
Setelah diperkenalkan oleh Pek Soh-jiu, Su Lam-ceng
segera memberi hormat pada Hun-ni berkata: "Adik
menghormat ciri."
Hun-ni membalas menghormat: "Kau masuk lebih dulu,
kata hormat ini, aku tidak berani menerimanya, seharusnya
aku yang harus menghormatimu sebagai istri tertua, namun
usiaku lebih tua dari padamu, memanggil aku kakak juga
tidak berlebihan, dan juga......"
Su Lam-ceng dengan anggunnya tertawa: "Kami turut
kau saja, cici masih ada pesan apa?"
"Aku dengar kau pandai meramal, bertemu masalah bisa
tahu sebelumnya, aku dengan adik Ciu mengalami bahaya
jatuh kedalam jurang, kau seharus-nya cepat-cepat datang
menolong baru betul!"
"Keek, cici jangan menyalahkan orang yang baik hati,
jangan kata cepat-cepat datang menolong, walau pun aku
datang pagi hari ini......cici tentu akan memaki adik ini
pembongkar mimpi indah, tidak tahu perasaan orang."
Wajah Hun-ni menjadi merah: "Mulut munggil yang
sangat lihai, cici kalah berdebat denganmu."
Pek Soh-jiu menonton mereka berdua berdebat, dia
melihat kanan menatap kiri, senang tidak terhingga, tiba
tiba teringat Hun-ni dengan Siau Yam tidak saja wajahnya
mirip sekali, sampai ditelapak kaki kanan juga sama-sama
mempunyai tanda lahir merah yang sama, timbul sedikit
pertanyaan dalam hatinya, katanya:
"Cici Hun, di telapak kakimu apa benar ada sebuah
tanda lahir merah?"
Hun-ni mendengus:
"Kau tidak percaya?"
"Bukan tidak percaya, hanya merasa terlalu kebetulan
sekali."
Su Lam-ceng berkata:
"Di dalam masalah ini mungkin ada sesuatu yang
penting, kalian jangan bertengkar dulu, biar aku coba
meramal dulu."
Yang dia gunakan adalah cara Liu-jin, Liu-jin dengan
Tun-kah-tai-it disebut tiga cara. Cara peramalannya
berjumlah enam puluh empat pelajaran, berasal dari Ih-
keng, setelah lama menghitung, mendadak dengan wajah
serius dia berkata:
"Cici......"
"Mmm......"
"Kau lahir diatas air."
"Tidak salah."
"Gunung tinggi mengalir jauh, airnya deras, mungkin
adalah San-sia di sungai Tiang-kang......"
"Kek......"
"Cu-gouw saling bertentangan, papan mengambang di
atas air, ketika cici baru berusia satu tahun, sudah menjadi
yatim piatu."
"Kek, adik! Aku sungguh kagum padamu."
"Beruntung ada seorang yang memelihara, hingga
berhasil belajar ilmu silat yang hebat sekali, sayang aku
bernasib menyendiri, harus tinggal terlebih dulu di kuil......,
kalau sekarang, bulan purnama bunga bagus, suami nyanyi
istri mengikuti, melihat dari ramalan, cici seharusnya she
Siau, guruku adalah ayah kandungmu......"
Hun-ni jadi tertegun, dia tidak menduga adik Ceng nya
memang memiliki ilmu yang mampu menembus langit,
dalam sesaat dia malah jadi melongo tidak bisa bicara.
Tepat disaat ini, sinar merah berkelebat, Thian-ho-sat-
kun menerjang masuk, dengan bercucuran air mata tuanya
menangkap Hun-ni berkata:
"Ibumu she Hun namanya Sang-ku?"
Hun-ni bengong:
"Benar, aku pernah mendengar almarhum guru
mengatakannya."
Thian-ho-sat-kun dengan marah berkata: "Hai Keng-sim
hatinya sungguh kejam, dia diam diam mencelakai kalian
ibu dan anak, malah mem-bohongiku mengatakan kau
mendapat musibah perahunya terbalik, Siau Ji-po jika tidak
membunuh wanita ini dengan tangan sendiri, bagaimana
bisa bertanggung jawab pada arwah ibumu dilangit, anak!
Tahun-tahun ini sungguh membuat kau menderita."
"Ayah......" wanita yang kesepian menyendiri, kepedihan
yang terkumpul didalam hatinya sungguh terlalu banyak,
nama yang termasyur di dunia persilatan, tidak bisa
menghibur kekosongan di dalam hati. Walau, sekarang dia
telah mempunyai seorang suami, mempunyai seorang ayah
kandung, tetap saja tidak terhindar merasakan ingin
menguatarakan kepedihan hati.
Beberapa saat, Thian-ho-sat-kun baru menggandeng
Hun-ni sambil tertawa berkata:
"Anak Hun, demi memperingati ibumu, nama kau
jadikan Siau Hun saja." berhenti sejenak lalu berkata lagi:
"Kita ayah dan anak bisa berkumpul, anak Hun, nona
kecil ini berjasa dan sungguh lihay, kau cepat-cepat
berterima kasih padanya!"
Maka Siau Hun dengan serius menghormat dan
berterima kasih, Su Lam-ceng malah memonyongkan
mulutnya berkata:
"Menjadi orang baik sungguh sulit, guru sendiri
mengatakan aku ini sangat lihay, sebenarnya kalau ingin
berterima kasih, harus pada Ciu koko, guru jangan lupa,
cici Hun dibawa kemari oleh dia."
Thian-ho-sat-kun sambil tertawa lalu bersuara
"Hemm!" berkata:
"Berterima kasih pada dia? Hemm, dua putri guru, satu
orang murid, semuanya telah habis dibohongi dia,
memarahi dia saja belum cukup!"
Ha...ha......
Keek..keek......
Suasana gembira memenuhi lembah sunyi gunung liar
ini, sampai kera besar yang namanya Huan-nio itu, juga
sedang menari-nari kegirangan.
Tiba-tiba Pek Soh-jiu seperti teringat sesuatu, dia
menghentikan tawanya, dengan wajah seriusberkata:
"Celaka, kita hanya tahu kesenangan, tapi melupakan
dua orang teman."
Siau Hun berkata:
"Yang kau maksud apakah Sangguan Toako, dan
Ouwyang Lo-ko?"
"Benar, membiarkan mereka terluka ditangan orang-
orang bertopeng itu, bukankah kita akan menyesal seumur
hidup!"
Siau Hun membalikan kepala berkata pada Su Lam-
ceng:
"Adik Ceng, di dalam jurang ini ada tidak jalan keluar
gunung?"
Su Lam-ceng berkata:
"Ada, tapi jalan keluarnya berbelok belok dan panjang
sekali, kira-kira memerlukan waktu seharian." Kata Su
Lam-ceng.
"Itu terlalu makan waktu, adik Ceng, tolong kau carikan
kertas dan koas, aku ada akal bisa segera mendapatkan
mereka." Kata Pek Soh-ciu.
Setelah Su Lam-ceng menyediakan kertas dan koas, Pek
Soh-jiu segera membuka, menulis surat singkat, berpesan
pada Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun datang ke
mulut lembah Ce-hian untuk berkumpul, dan juga
menggambarkan peta tempat mulut lembah berada, supaya
mereka bisa mencari dengan mudah, lalu kertas lipat, diikat
dengan benang, menyuruh Sian-giok menggigitnya mencari
mereka.
Sian-giok dengan cepat melayang menghilang, tidak
perlu empat jam, dia sudah kembali dengan membawa surat
balasan dari Ouwyang Yong-it, menetapkan setelah lewat
tengah hari dihari ketiga bertemu dimulut lembah.
Karena masih ada cukup waktu, maka Thian-ho-sat kun
menguji ilmu silat mereka bertiga, dan memberikan
petunjuk, tentu saja diantara mereka bertiga ilmu silat Siau
Hun yang paling tinggi, tapi jika Pek Soh jiu juga bisa
mempelajari Ji-ie-sin-kang, lalu digabung dengan Kong-
hong-sam-si, maka kepandaian-nya tentu makin pesat,
mungkin Siau Hun juga sulit menandinginya. Siau Hun
sangat mencintai Pek Soh-jiu, walau harus mati demi Pek
Soh-jiu, dia juga tidak akan mengerutkan alisnya. Tentu
saja dia dengan rela mengajarkan ilmunya pada Pek Soh-
jiu, sehingga, walau waktunya singkat, ilmu silatnya Pek
Soh-jiu sudah maju pesat, sudah sulit diukur.
Setelah Pek Soh-jiu berhasil, Siau Hun malah berkata
pada Thian-ho-sat-kun:
"Ayah, mengapa kau menyembunyikan ilmu sendiri,
kenapa tidak mengajari adik Ciu, ilmu silatmu yang
misterius itu?"
Thian-ho-sat-kun membuka sepasang telapak tangannya,
menggelengkan kepala berkata:
"Benar saja anak perempuan selalu memihak orang luar,
jika ayah sendiri berharga dijual, beberapa batang tulang tua
ini, pasti akan dibongkar habis habisan oleh kalian putri dan
murid!"
Su Lam-ceng tertawa:
"Ini tidak ada urusannya denganku, dengan satu tongkat
guru memukul seluruh perahu, aku tidak terima!"
Sepasang mata Thian-ho-sat-kun melotot: "Jangan pura
pura jadi orang baik, di dalam hari kecilmu itu, kau kira
guru tidak tahu?"
"Kalau begitu guru ajarkan saja Yu-bun-si-kang pada dia,
bereskan?"
Thian-ho-sat-kun dengan wajah serius berkata: "Bukan
guru menyimpannya, sesungguhnya Yu-bun-si-kang adalah
ilmu silat misterius dari aliran sesat, walau ampuh dan keji,
sulit digabungkan dengan ilmu silat aliran kurus, sudut
kepala anak Ciu tampak bersinar, jalan di depannya tidak
bisa dibatasi, ilmu silat aliran sesat seperti ini sangat tidak
pantas dipelajari, Ji-ie-sin-kang yang diajarkan anak Hun,
jika dilatih sampai puncaknya, rasanya didunia persilatan
tidak ada orang yang dapat menandinginya."
Siau Hun mengerti apa yang dikatakan Thian-ho-sat-kun
itu tidak bohong, lalu sambil mencibirkan bibir berkata:
"Baiklah, adik Ciu tidak belajar ya sudah, jika tidak kau
akan mengatakan lagi wanita memihak orang luar."
Mereka berkelakar sebentar, setelah waktunyajuga sudah
tidak lama lagi, setelah meninggalkan kera Huan-nio untuk
menjaga goa, mereka berempat dan seekor ular, bersama-
sama meninggalkan lembah Ce-hian, di mulut lembah
berkumpul dengan Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-
hun, tentu saja, dua orang hebat dunia persilatan ini, juga
harus menghormati Thian-ho-sat-kun sebagai orang tua,
setelah Pek Soh-jiu memperkenalkan mereka dia berkata:
"Toako dan Lo-ko pergi kemana saja, sungguh membuat
aku khawatir."
Ouwyang Yong-it mengeluh sekali lalu berkata:
"Saat aku dengan adik Sangguan bertarung mati-matian
bertahan, para bangsat bertopeng itu tiba-tiba semuanya
pergi membubarkan diri, haai, kami demi mencari kau dan
Hun......keek, keek, adik ipar Hun, kami hampir
membalikan seluruh gunung, jika bukan karena Sian-giok,
kami sungguh tidak tahu harus bagaimana berbuat."
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Adik, sekarang bagaimana? Pergi kemana ?"
Baru saja Pek Soh-jiu akan meminta nasihat dari Thian-
ho-sat-kun, orang tua yang rambutnya telah putih semua ini
tertawa lalu berkata:
"Bukankah kau pernah mengatakan Li Cukat ini
perhitungannya tidak pernah meleset? Buat apa masih
bertanya pada ku?"
Su Lam-ceng tersenyum berkata:
"Kita pergi saja ke gunung Kwo-tiang, tetapi kembali
harus meminta Ciu koko menampilkan kemahirannya
merayu orang."
Pek Soh-jiu dengan malu-malu berkata:
"Adik Ceng kau jangan sembarangan bicara, aku kapan
pernah......pernah......"
Siau Hun berkata dingin:
"Tidak peduli kau pernah atau belum pernah, jika masih
mau begitu......hemm, kau harus pikir matang matang!"
"Ya, ya, aku akan perhatikan." Su Lam-ceng tertawa
sambil mulut ditutup, Thian-ho-sat-kun malah pada
Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun mengedipkan
mata berkata:
"Apakah kalian tahu apa yang disebut burung bodoh
terbang duluan? Cepatlah jalan, kalian."
Siau Hun melihat wajah Pek Soh-jiu malu-malu, tidak
tahan jadi tertawa berkata:
"Dia menampilkan wajah lucu supaya ayah
mentertawakan kita, hemm, adik Ceng, kita jalan saja
jangan pedulikan dia."
Sekelompok pendekar dunia persilatan itu, dengan
bebasnya berkelakar, bergurau, sambil berlari menuju ke
gunung Kwo-tiang, mereka jumlahnya tidak banyak, tapi
kekuatannya tidak bisa di bayangkan, hanya Thian-ho-sat-
kun seorang diri saja, di dunia siapa yang berani
mengusiknya? Maka setelah tiba di gunung Kwo-tiang,
mereka sedikit pun tidak mendapatkan kesulitan.
Gunung Kwo-tiang ada juga yang menyebutnya Yin-san,
ada juga yang menyebut gunung Thian-pek, juga disebut
Tiang-leng, bukit utamanya di empat puluh lie sebelah
tenggara kabupaten Hian-ki Ciat-kang, bukitnya lenai,
menghampar tiga ratus lie lebih, walau mereka sudah tiba di
daerah pegunungan, ingin mendapatkan Goan Ang, itu
bukanlah hal yang mudah.
Sore hari ini, mereka tinggal di rumah seorang pemburu,
setelah berhari-hari melalukan perjalanan, semua merasa
sedikit lelah, maka setelah makan malam, semuanya
langsung pergi tidur.
Pek Soh-jiu juga merebahkan diri diatas ranjang, tapi
pikiran dia tidak tenang, hingga tidak bisa memejam kan
matanya, saat ini sinar rembulan menyinari jendela,
kiyangan pohon bergoyang goyang, suara serangga dan
hewan liar bersahut-sahutan, suara dipegunungan ini
membentuk lagu yang indah, dia lalu menerobos keluar
jendela, berjalan-jalan di dalam hutan, menikmati indahnya
malam hari pegunungan.
Mendadak, ada angin keras menerjang kesisi dirinya, dia
langsung menangkapnya, ternyata ini adalah sapu tangan
hangat yang harum baunya, setelah dibuka dan dilihat
dibawah sinar bulan, terlihat diatasnya ada tulisan, dia
membacanya:
"Ingin melantunkan lagu cinta dengan kecapi tunggal,
lagunya ada, tapi tidak ada orang yang menerimanya,
mengirim kekesalan hati menggunakan angin musim gugur,
merindukan kanda yang terpisah jauh Setelah berpisah di
Huan-lo, sekarang sudah kembali musim berkembangnya
bunga Hong, pendekar muda berhasil dalam asmara,
apakah masih ingat orang yang sedih ini? Aku ada hal
penting untuk dibicarakan, harap datang sendirian sepuluh
li sebelah barat daya bukit Ho-wie untuk membicarakannya,
masalahnya penting sekali, harap jangan diabaikan."
Tanpa ada tanda tangan, juga tidak ada nama, tapi dia
menduga dari harumnya sapu tangan, orang yang ingin
bertemu dengan dia ini pastilah seorang wanita muda,
teringat ramalannya Su Lam-ceng dan peringatannya Siau
Hun, dia jadi ragu-ragu sulit melangkah, tapi tulisannya
mengatakan, 'masalahnya penting sekali, harap jangan
diabaikan' sepertinya dia datang dengan sesuatu ancaman,
lalu apa ancaman lawan itu? Apakah dia telah menangkap
Siau Yam? Jika benar demikian, maka dia tidak bisa
pedulikan peringatannya Siau Hun, keputusannya lebih
baik dia percaya, maka dia lari kearahbarat daya.
Perjalanan sepuluh li di pegunungan, dalam sekejap
sudah sampai, dari kejauhan dia melihat, diatas batu
gunung di bukit Ho-wie, duduk seorang wanita cantik
berambut panjang sampai menutup bahu. Wajahnya
menghadap ke bulan, di bawah sinar bulan tampak cantik
bersinar, sepasang matanya yang bersinar menandingi sinar
bulan, berputar putar, diatas wajahnya yang seksi, tampak
ada sedikit kemarahan, juga tampak sedikit sedih.
Pek Soh-jiu melihat wanita itu adalah ketua Oh Kai-pang
Cu Kwan-cing, dia jadi merasa keheranan, cepat-cepat
menghampiri ke depan batu itu, sepasang tangan
dikepalkan berkata:
"Ternyata ketua Cu, sungguh beruntung sekali."
Cu Kwan-cing mengangkat alisnya, dengan malas-
malasan bangkit berdiri, matanya melirik dia sekali, lalu
dengan tertawa genit yang membuat orang jadi gairah
berkata:
"Apa betul? Saudara."
Pek Soh-jiu dengan wajah serius berkata: "Ketua
memanggil aku, tidak tahu ada kepentingan apa?"
Cu Kwan-cing mencibirkan bibirnya, membalas dengan
keluhan sedih dan pelan:
"Apakah kita tidak bisa hanya berbincang? Kenapa harus
ada hal penting!"
Wajah Pek Soh-jiu berubah berkata:
"Tidak satu jalan tidak ada yang perlu dibicarakan, kita
mungkin sulit bisa berbincang-bincang, sampai jumpa,......"
Dia tidak mau berbicara lebih lama lagi dengan wanita
yang hina ini, perkataannya belum habis, dia meloncat
beberapa tombak ke belakang, dia berlari kembali ke jalan
arah datangnya.
Tapi......
"Orang She Pek, apakah kau tidak ingin tahu siapa otak
pembunuh ayahmu? Walau pun kau bisa tidak pedulikan
dendam keluarga, di dunia persilatan menjadi seorang anak
yang tidak berbakti sangat hina, dan nona kecil itu juga kau
sudah tidak mau lagi?"
Pek Soh-ciu terkejut mendengar kata-katanya, memang
sampai mati pun dia tidak akan berhenti menyelidik otak
penyerangan tempat tinggalnya, Hal yang dikatakan Cu
Kwan-cing, adalah hal yang sangat penting yang ingin dia
ketahui, terpaksa dia cepat-cepat berlari kembali.
Mulut Cu Kwan-cing tersenyum, menatap wajahnya
yang tampan, dia jengah tampak sulit bicara:
"Saudara! Kelihatannya kau ingin bicara dengan aku,
kalau begitu duduklah, di bawah pemandangan rembulan
yang seperti syair cinta ini, kenapa harus seperti ayam jago
mau bertarung!" lalu dia mengguna-kan lengan bajunya
membersihkan batu, tubuhnya menggeliat lalu duduk diatas
batu.
Karena membutuhkan kabar, Pek Soh-jiu terpaksa
menahan kesebalan dalam hatinya, katanya:
"Ketua Cu jika bisa memberitahukan otak pembunuh
ayahku dan keberadaan istriku, aku akan sangat berterima
kasih sekali."
Dengan sepasang tangannya memeluk lutut, Cu Kwan-
cing tersenyum berkata:
"Apa semudah itu? Saudara..."
"Ini......atas kemurahan hati ketua, aku pasti akan
membalasnya......"
"Bagaimana cara membalasnya, coba katakan dulu."
"Ini......keek, keek, jika ketua Zhu mendapatkan
kesulitan, aku pasti dengan sekuat tenaga akan membantu
menyelesaikannya."
"Apa kata katamu sungguh sungguh?"
"Tanpa kepercayaan aku tidak bisa berdiri."
"Kalau begitu tampaknya, aku harus percaya padamu."
"Betul."
"Kalau begitu aku ingin tahu terlebih dulu, satu teka teki
yang sulit dipecahkan."
"Teka teki apa yang sulit dipecahkan?"
"Teka-teki ini, bila dikatakan juga lucu sekali, yaitu
kenapa bisa begitu banyak perempuan yang suka padamu?"
"Ketua berkelakar."
"Berkelakar? Tidak... kau telah mendapatkan wanita
secantik bidadari Su Lam-ceng, ini masih belum cukup
mengherankan, yang paling membuat orang tidak mengerti
adalah, Leng-bin-sin-ni yang tinggal di dalam kuil, yang
pandangannya sangat tinggi itu, sehingga di dalam lautan
manusia, juga sulit mendapatkan laki-laki yang pantas
dijadikan suami, dalam kekecewaan hatinya membuat dia
nekad tinggal di dalam kuil, tapi karena kau dia rela
membuka baju nikohnya menjadi istri muda, sehingga itu
membuat ......hi...hi...hi......cici berniat
mencobanya."
Wajah Pek Soh-jiu menjadi dingin, katanya:
"Ketua Cu adalah seorang ketua perguruan yang
namanya sudah termasyur diseluruh dunia persilatan,
katanya lebih baik bisa menyesuaikan diri!"
Cu Kwan-cing dengan tenangnya berkata:
"Sebutan cici, mana bisa dibandingkan dengan Leng-bin-
sin-ni, saudara terlalu memandang tinggi cici."
Pek Soh-jiu marah:
"Sebenarnya apa keinginanmu?"
Cu Kwan-cing malah tertawa:
"Bukankah aku telah mengatakan, hanya ingin mencoba
saja."
"Bagaimana cara mencobanya?"
"Haai, adik Yang bodoh sekali, kecuali benar benar
menikmatinya, antara laki dan perempuan ada cara apa lagi
mencobanya?"
"Ha...Ha...ha!" Pek Soh-jiu tertawa keras, sesaat berkata,
"Seorang wanita yang laki-laki mana pun bisa jadi
suaminya, yang nama kotornya tersebar ke seluruh pelosok,
ternyata tampangnya hina begini, orang she Pek sekali lagi
terbuka matanya."
Wajah Cu Kwan-cing berubah, dia berteriak dingin
berkata:
"Orang she Pek, kau berani tidak menepati janji?"
Pek Soh-jiu mendengus dingin berkata:
"Orang she Pek adalah seorang laki-laki sejati, mana
mungkin bisa menerima ancamanmu!"
"Apa kau sudah tidak ingin tahu lagi otak pembunuhan
itu?"
"Aku tentu mampu mencari sendiri bangsat itu, kau
katakan atau tidak bukanlah hal yang penting."
"Mungkin kata-katamu benar, tapi bagaimana Siau
Yam? Apakah kau tega tidak menolong nyawanya?"
"Ha...ha...ha...sudah ada kau, aku sudah tidak risau
tidak bisa menolong Siau Yam!"
"Kelihatannya kita harus bertarung."
"Kenyataannya terpaksa demikian!"
"Sayang kau sudah terkena racun, sudah tidak ada
kemampuan untuk bertarung!"
Begitu Pek Soh-jiu mendengar hati jadi tergetar, diam-
diam mencoba tenaga dalamnya, benar saja jalan darahnya
telah tersumbat, tanpa sadar dia sudah berubah menjadi
orang yang kehilangan ilmu silatnya, tidak tahan dirinya
menjadi marah sekali, paak... telapak telah memukul ke
arah wajah Cu Kwan-cing.
Cu Kwan-cing tidak menghindar, tangannya diulurkan,
dan berhasil mengunci pergelangan tangan Pek Soh-jiu,
sedikit menekan pergelangan, Pek Soh-jiu sama sekali tidak
bisa berdiri mantap, langsung roboh menindih tubuh Cu
Kwan-cing.
"Turuti saja! cici tidak akan merugikanmu!" saat dia
bicara, sepasang tangannya tidak hentinya bergerak ke alas
kebawah, kelakuannya persis seperti orang kelaparan.
"Wanita hina, kau sungguh tidak tahu malu, sekarang
aku akan menghujat kau!" diperkosa oleh wanita, Pek Soh-
jiu mana pernah mengalami penghinaan seperti ini, tapi
seorang yang kehilangan ilmu silatnya, kecuali menyerah
pada kehendak orang, hanya ada satu cara yaitu menghujat
orang, tapi Pek Soh-jiu memang punya kelebihannya dari
pada orang lain, di saat dia tidak bisa berbuat apa apa, satu
benda putih, mendadak meloncat keluar dari dalam
bajunya, dia adalah ular pintar Sian giok. Ketika Pek Soh-
jiu membuka dan membaca sapu tangan itu, hawa beracun
yang terdapat di sapu tangan melayang masuk kedalam
hidungnya, Sian-giok juga mengalami hal yang sama,
sehingga dia merayap masuk kedalam bajunya Pek Soh-jiu,
menggunakan racunnya sendiri menawarkan racun yang
menyerang dari luar ketika dia belum selesai menawarkan
seluruh racunnya, dia tahu majikannya dalam bahaya, tidak
bisa ditunda lagi, terpaksa keluar melakukan serangan
terhadap musuh majikannya, Cu Kwan-cing mimpi pun
tidak terpikirkan, ketika sedang membayangkan pada hal
yang cabul, tiba-tiba tenggorokannya terasa sakit sekali,
wanita iblis yang sedang meraja lela, mimpi indahnya
belum selesai, nyawanya sudah melayang tanpa tahu
sebabnya.
Pek Soh-jiu tertolong dari mara bahaya, tapi ular pintar
Sian-giok jadi semakin berbahaya, dengan pelan dia
merayap kembali ke dalam lengan baju Pek Soh-jiu, lalu
menggulung diri tidak bergerak lagi.
Pek Soh-jiu memaksakan tubuhnya berdiri, dengan benci
melihat sekali pada mayat Cu Kwan-cing, lalu membalikan
tubuh, berjalan pulang.
Mendadak, dia mendengar teriakan panggilan yang halus
seperti suara serangga, seperti semut bicara, juga seperti
suara langit yang merdu, mendengung terus tanpa berhenti
ditelinganya, dia merasa pikirannya sedikit kacau, tubuhnya
juga sangat lelah sekali, tanpa sadar dirinya berjalan
mengikuti suara aneh itu.
Akhrinya, dia melangkah masuk ke dalam mulut sebuah
goa yang ukuran lobangnya hanya sebesar tubuh manusia,
dia melangkah di dalam lorong yang gelap, sempoyongan
dan tanpa arah, menuju ke arah yang tidak diketahui itu.
Di dalam saru ruangan batu, suara aneh itu mendadak
berhenti, tapi pemandangan di depan matanya kembali
membuat dia tercengang.
Sebuah ramput panjang yang awut-awutan seperti
rumput liar, tumbuh diatas satu kepala yang besarnya
mengejutkan orang- di bawah kepala seperti sebatang tiang
pohon, menempel diatas satu batu hitam yang rata
mengkilap, ternyata dia adalah seorang aneh yang
kepalanya besar tanpa sepasang kaki, jika bukan karena
diatas wajahnya yang kurus dan pucat itu, berputar putar
dua butir bola mata yang bersinar, dalam keadaan ini,
sungguh sulit sekali bisa mengetahui dia adalah manusia
hidup.
Pek Soh-jiu melihat pada orang aneh berkepala besar itu,
sepatah pun tidak berkata, dia langsung duduk, dia juga
ingin beristirahat sebentar untuk mengembalikan
tenaganya, terhadap suara aneh tadi, dan orang aneh
berkepala besar di depan matanya, dia seperti tidak pernah
mendengar, dan tidak melihatnya.
Dia ingin beristirahat dengan tenang, tapi satu suara
tertawa keras yang mengejutkan hati, membuat dia tidak
bisa tenang, dia pelan-pelan membuka matanya, pada orang
aneh kepala besar itu berteriak rendah berkata:
"Kenapa kau berteriak-teriak? Jika ingin mati juga harus
tenang!"
Suara tawa itu mendadak berhenti, sepasang mata di atas
kepala besar itu melihat sekali pada dia:
"Kau mengatakan aku? Bocah."
"Di dalam goa ini hanya ada kita berdua, tentu saja yang
kukatakan itu untukmu!" kata Pek Soh-ciu
"He...he...he tidak diduga sampai sekarang, masih ada
orang yang berani berkata begini pada Giam-lo-Cun-cia
(Raja neraka yang terhormat.), he.. .he.. .he"
"Hemm, kalau begitu, kau tambah satu pengalaman
lagi."
Giam-lo-cun-cia tertegun:
"Bocah! Kau ini cari mati ya? Mmm, jangan ter buru-
buru, mati, mudah sekali, hanya saja aku tidak Ingin kau
mati terlalu enak."
Giam-lo-cun-cia baru saja habis bicara, mendadak Pek
Soh-jiu merasakan tubuhnya bergetar, ada satu aliran
hangat yang lembut mengalir, mengalir dalam jalan
darahnya, masuk ke dalam Beng-bun-hiat membuat seluruh
tubuhnya kesemutan, dari dalam dirinya timbul satu
perasaan gatal yang aneh.
Lalu seperti ada ratusan semut menggigit hatinya,
sampai tulang pun seperti retak retak, terhadap seorang
yang tidak ada kemampuan melawan, sungguh sakitnya
tidak tertahankan.
Tubuhnya jadi gemetaran, keringat dingin membasahi
seluruh baju putihnya, namun, dia sedikit pun tidak
mengeluarkan suara rintihan, juga di wajah-nya, tetap
tampak sikap kesombongan yang pantang menyerah oleh
kekerasan.
Wajah orang tua tanpa kaki yang menyebut dirinya
Giam-lo-cun-cia itu jadi berubah:
"Bocah kau memang berbakat, tapi aku tetap mau
mencobanya siapa yang lebih kuat!" angin lembut keluar
dari telunjuknya, mengikuti jarinya yang seperti dahan
kering itu, menotok ke arah dada Pek Soh-jiu, tenaga
jarinya membelah angin, terdengar ssst...ssst... tidak henti-
hentinya terdengar di telinga, bisa dibayang-kan betapa
mengejutkan kekuatan tenaga jari orang ini.
Terhadap orang yang tidak pernah bertemu ini, Pek Soh-
ciu merasa sulit mengerti, tidak terpikir kenapa dia
menggunakan suara aneh memancing dirinya datang, dan
sekali bicaranya tidak cocok maka langsung ingin
membunuh dirinya, sebagai seqrang laki-laki kepala boleh
putus, darah boleh mengalir, tapi jangan harap meminta
ampun, melakukan hal yang merendah-kan harga diri Maka
dengan mendengus dingin, dengan angkuhnya tidak
memandang pada tenaga jari yang segera membuat dia
tewas.
Tok...... terlihat batu kecil berhamburan, angin kencang
menusuk telinga, tenaga jari itu malah menotok di dinding
samping tubuhnya hingga membuat satu lubang yang besar.
Giam-lo-cun-cia yang telah bertemu dengan seorang
bocah yang tidak takluk oleh ancaman hidup atau mati, dia
jadi menyerah, sesaat dia teriak keras:
"Bocah! semangatmu sungguh membuat aku kagum,
keek......bagaimana kalau kita berdamai?"
"Jika anda ingin menggunakan cara tolol mengancam
atau menyogok, lebih baik tutup saja mulut anda itu!" kata
Pek Soh-ciu tawar.
Wajah Giam-lo-cun-cia berubah, lama... baru dengan
menarik napas berkata:
"Demi menebus dosa yang aku lakukan waktu dulu,
disini aku menghukum diriku dengan menahan penderitaan
selama tiga puluh tahun, kau bocah malah tidak
mempercayai aku......" berhenti sejenak lalu melanjutkan,
"Bocah walau dua jalan darah Jin dan Tok mu sudah
tertembus, sayang tenaga dalamnya masih agak kurang, ah..
.harapan aku mungkin tidak akan terlaksana, sepertinya kau
telah terkena racun yang amat mematikan, jika aku tidak
mengobatimu, tidak lewat tiga hari, kau pasti mati oleh
racun itu, kelihatannya dalam perdagangan kita ini, aku
mungkin akan rugi besar......"
Pek Soh-jiu mendengus dingin berkata: "Jika anda
merasa takut rugi, aku juga tidak berniat berdagang dengan
anda, bukankah itu akan menguntungkan kedua belah
pihak!"
"Ha... ha... ha!" Giam-lo-cun-cia tertawa terbahak-
bahak, "Keinginanmu sungguh cantik, harus tahu jika aku
sudah berniat mensukseskan perdagangan ini, kau tidak ada
pilihan lain?"
Dia mendadak mengulurkan tangan, tubuh Pek Soh-jiu
malah terbang ke depan seperti ditarik oleh satu tenaga
hisapan aneh yang tidak bisa dilawan, lalu orang itu
menyatukan jari seperti tombak, berturut turut menotok
pada tiga puluh enam titik jalan darah besar di seluruh
tubuh Pek Soh-jiu, dan telapak tangan kanannya di
tempelkan di atas jalan darah Pek-hui-hiat pemuda
sombong ini, mengalirlah satu hawa hangat tidak putus-
putusnya ke dalam tubuh Pek Soh-jiu.
Cara pengobatan paksaan ini, membuat Pek Soh-jiu jadi
merasa sangat malu dan sedih, setelah terdengar suara
"Boom!" yang keras, akhirnya dia tidak sadarkan diri.
Lama, dia sudah bangun kembali, perasaan pertama dia
adalah seluruh jalan darahnya lancar tidak ada halangan,
tenaga dalamnya seperti mata air, seluruh tubuhnya terasa
nyaman sekali, tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya,
saat matanya melihat pada orang tua yang mengobatinya,
dia malah jadi terkejut sampai tertegun, karena orang tua
cacad yang tidak ada sepasang kakinya ini, sudah menciut
tidak berbentuk manusia lagi, sepertinya dia telah
menyalurkan seluruh tenaga dalamnya pada Pek Soh-jiu,
apa sebabnya? Dia tidak bisa mengerti, tapi terhadap
orangtua asing dan cacad ini mau tidak mau timbul
perasaan menyesal yang mendalam, sehingga sepasang
matanya, meneteskan air mata yang mengandung perasaan
bermacam macam.
0-0dw0-0
BAB 8
Kasih seorang pendekar

Saat ini Giam-lo-cun-cia mendadak membuka sepasang


matanya, dua sorot mata yang bersinar gelap namun damai
berkata:
"Kemarilah, bocah."
Pek Soh-jiu dengan perasaan tidak tenang maju kedepan,
berkata:
"Lo-cianpwee ada nasihat apa?"
Giam-lo-cun-cia "keek!" sekali berkata:
"Aku telah membalikan aliran darah dan membalikan
jalan darahmu, membuat seluruh tenaga dalammu, tidak
peduli maju atau mundur jadi lancar, selanjutnya jalan
darahmu bisa dengan sekehendak hati berpindah tempat,
juga bisa dengan otomatis menahan tenaga dalam lawan
yang mengenai dirimu, keek... di dunia persilatan walau
pun tidak sedikit orang berbakat dan berkemampuan hebat,
yang dapat dengan sukses tenaga dalamnya mencapai
tingkat tertinggi ini, kaulah yang pertama."
Dia menghentikan bicaranya sejenak, setelah meluruskan
nafasnya berkata lagi:
"Aku telah menggunakan cara Kai-teng-siu-kang
(membuka gunung mengirim keahlian) menyalurkan
seratus tahun latihan tenaga dalamku kedalam tubuhmu,
sekarang di seluruh dunia persilatan, kau sudah tidak ada
lawan lagi."
Pek Soh-jiu mendengarnya jadi tergetar berkata:
"Lo-cianpwee, kita tidak saling kenal, pemberian anda
ini bukankah sedikit terlalu beresiko!"
"Ha...ha...ha" Giam-lo-cun-cia tertawa terbahak bahak
sesaat berkata, "Apakah kau melihat aku ini orang yang
sembarangan mengambil resiko? Aku beritahu, selama tiga
puluh tahun ini orang licik yang mati ditanganku,
jumlahnya sudah melebihi tiga puluh, jika aku tidak melihat
kau orangnya bisa dipercaya, hemm, bagaimana bisa
membiarkanmu hidup sampai saat ini!"
"Kalau begitu, Lo-cianpwee ingin aku lakukan apa?"
"Tidak perlu terburu buru, bocah! Aku ingin beri tahukan
padamu satu hal yang menyakitkan hati dimasa lalu......"
berhenti sejenak lalu dilanjutkan lagi:
"Apakah kau pernah dengar perguruan Thian-ho?"
"Aku pernah mendengarnya."
"Apakah kau tahu siapa itu Thian-ho-leng-cu?"
"Thian-ho-sat-kun."
"Tidak salah, tapi, Leng-cu melampiaskan kegemarannya
pada air dan gunung, mendamaikan diri di alam bebas,
bukan saja kekuasaannya jatuh ke tangan orang lain, juga
membawa mala petaka berdarah bagi dunia persilatan......"
"Aku pernah bertemu dengan beliau, dia memang orang
tua yang sangat terbuka"
"Justru karena itu, istrinya Leng-cu yaitu Ang-kun-giok-
hui Hai Keng-sim dengan leluasa mengambil
kekuasaannya, lalu diam-diam memelihara pengikut setia,
di dalam perguruan Thian-ho, mendirikan lagi Hek-it-kau
(Aliran baju hitam), yang diketuai oleh dua orang
kepercayaannya sebagai ketua dan wakil ketua......"
"Apakah mereka itu adalah para orang baju hitam
bertopeng itu?"
"Benar, haai... Hek-it-kau meraja lela di dunia persilatan,
melakukan segala kejahatan, maka di dalam dunia
persilatan timbul keadaan api di dalam sekam."
"Berbagai perguruan di dunia persilatan, apakah tidak
ada satu orang pun yang berani melawannya?"
"Dalam berbagai perguruan tidak ada orang yang
berbakat, melindungi diri sendiri saja sudah kewalahan,
apalagi melawan Hek-it-kau! Namun akhir-nya masalah mi
membuat marah Sin-ciu-sam-coat, di dalam satu
pertarungan sengit mereka berhasil menyapu sarangnya,
habislah pasukan intinya Hek-it-kau, ketua dan wakil
ketuanya juga mengalami luka parah, maka aliran sesat
yang melakukan kejahatan di dunia persilatan ini seperti
Bunga Eng, hanya sebentar mekarnya, lalu hancur
lebur......"
"Lalu Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim mengigat luka
ketua dan wakil ketua Hek-it-kau, mereka kembali dengan
mengancam para pesilat tinggi dari berbagai perguruan
untuk melakukan serangan diam-diam ke perumahan Leng-
in, mengakibatkan Sin-ciu-sam-coat yang sebagai pembela
kebenaran di dunia persilatan, dua orang mati satu terluka,
keluarga hancur, betul tidak locianpwee?"
Ciam-lo-cun-cia melihat mata Pek Soh-jiu mengandung
hawa membunuh, alis mengangkat tinggi, wajahnya marah
sekali, tidak tahan dia jadi bengong betapa saat berkata:
"Apa kau keturunan Sin-ciu-sam-coat?"
"Aku telah mengatakan pemberian Lo-cianpwee terlalu
berisiko!"
"Ha...ha...ha" Giam-lo-cun-cia tertawa lepas beberapa
saat, lalu berkata:
"Dulu aku sudah terlalu banyak melakukan kejahatan,
tiga puluh tahun menghadap dinding untuk menyadarkan
diri, terhadap kebencian hati pada Sin-ciu-sam-coat sudah
lama hilang......"
"Harapan Lo-cianpwee telah terkabulkan, kebenciannya
tentu saja hilang. Tapi dendam ayah tidak bisa dimaafkan,
aku mungkin akan mengecewakan Lo-cianpwee atas budi
memberikan kesuksesan padaku!"
Giam-lo-cun-cia melototkan sepasang matanya berkata:
"Kau mengira aku pembunuh ayahmu?"
"Apakah salah?" Kata Pek Soh-ciu dingin.
"Bocah, kau sungguh kurang pengalaman, otakmu
tampaknya pintar sekali, namun karena niat membalas
dendam, malah telah menutupi kepintaran-mu."
"Lo-cianpwee sedang menasihati aku?"
Giam-lo-cun-cia mendengus berkata:
"Dengan usiaku yang sudah setua ini, tidak keterlaluan
kalau menasihatimu. Haai... apakah tidak terpikirkan oleh
kau aku adalah orang cacad, tinggal di dalam gunung liar,
bersembunyi sudah ada tiga puluh tahun?"
"Ini......" Pek Soh-jiu diam-diam berpikir, Giam-lo-cun-
cia memang pernah mengatakan dia telah mengalami
siksaan hidup selama tiga puluh tahun, saat itu dia belum
tahu dirinya adalah keturunannya Sin-ciu-sam-coat,
kelihatannya aku salah menyalahkan dia.
Setelah masalahnya jelas, dengan sendirinya timbul
penyesalan di dalam hati terhadap orang tua cacad yang
asing ini, apalagi pemberiannya sudah terlalu besar. Maka
dia buru-buru membungkukkan tubuh menghormat.
berkata:
"Tepat sekali Lo-cianpwee menasihatiku, aku...keek,
sungguh bodoh sekali."
Sambil menghela napas Giam-lo-cun-cia berkata:
"Kecurigaanmu bukan tidak ada alasan, dulu aku adalah
ketuanya Hek-it-kau Ho-giam-Io (Raja neraka hidup) Liauw
Ji-ang......"
"Lalu kenapa Lo-cianpwee sampai jadi sedemikian
buruk?"
"Waktu itu aku terluka oleh Pouw-ci-sin-kang Hong San-
ceng, sudah tidak mampu bertarung lagi, Sin-cin sam-coat
sudah tidak mengejar dan mengancam aku lagi, tapi wakil
ketua Hek-it-kau Oh-long (Srigala jahat) To Co an malah
tidak membiarkan aku, dia bersekongkol dengan istriku,
memaksaku menyerahkan cara membuat Ngo-tok-tui-hun-
cian, lalu memenggal sepasang kaki ku, dan melemparkan
aku ke dalam jurang......"
"Semalam suami istri ratusan hari mengingatnya, Isteriya
Lo-cianpwee kenapa bisa sekejam itu!"
"Keek, wanita hina itu sudah lama berselingkuh dengan
Oh-long,aku......haay......"
"Istri Lo-cianpwee, pasti seorang wanita yang cantik
sekali."
Giam-lo-cun-cia jadi bersemangat lagi berkata: "Bocah,
jika kau lahir lebih pagi sepuluh tahun, maka kau akan tahu
nyonya ketua Hek-it-kau Cu Kwancing, benar-benar adalah
wanita cantik yang memikat dunia."
Pek Soh-jiu tertegun:
"Cu Kwan-cing......"
Sepasang mata Giam-lo-cun-cia melotot:
"Kenapa? Aku tidak pantas? Aku hanya lebih tua lima
puluh tahun saja dari dia, hemm, kau jarang melihatnya
jadi merasa aneh." Dia baru saja habis bicara, dia seperti
teringat Pek Soh-jiu kenal dengan Cu Kwan-cing, kembali
berkata, "Beritahu aku, bagaimana kau bisa kenal dengan
dia?"
Pek Soh-jiu tidak menduga wanita iblis yang cantiknya
aduhai itu adalah istrinya Giam-lo-cun-cia, jika bukan
mendengar sendiri, dia hampir saja tidak percaya, tapi
bicara soal usia mereka, Giam-lo-cun-cia hanya pantas jadi
kakeknya Cu Kwan-cing, bunga jatuh ke laut, tidak
terhindar kesedihan pun terjadi! Tapi melihat warna
wajahnya Giam-lo-cun-cia, terhadap istri mudanya yang
cantik, yang selingkuh, yang mencelakai suami, dia masih
tetap mencintainya, dia sendiri malah telah membunuh
istrinya, harus bagaimana mencerita-kan pada orang tua
ini? Sesaat, dia jadi gagu sulit menjawabnya.
Giam-lo-cun-cia mendadak mengangkat alisnya berteriak
marah:
"Bocah, apa yang telah kau lakukan dengan dia?
Katakan!"
Pek Soh-jiu terpaksa dengan sekali mengeluh berkata:
"Harap Lo-cianpwee memaafkan, aku......telah
membunuh dia......"
Giam-lo-cun-cia seperti tersambar petir, seluruh
semangatnya jadi mati rasa, lama, orang tua cacad yang
lama terkurung digunung liar ini, mendadak tertawa keras
yang tidak lebih enak di dengar dari pada tangisan, dua
baris air mata tua seperti aliran sungai mengalir.
Pek Soh-jiu melihat Giam-lo-cun-cia karena kematiannya
Cu Kwan-cing, sedihnya sampai sedemikian parah, jadi
tidak tahan buru-buru berkata:
"Lo-cianpwee, aku......haay, sungguh terpaksa sekali, jika
'Lo-cianpwee ingin membalaskan dendam istri...”
"Tidak," Giam-lo-cun-cia mendadak menghentikan
tangisnya berkata, "Aku tidak menyalahkanmu, membunuh
wanita hina itu, memang ini juga satu diantara dua hal yang
aku ingin kau lakukan untukku, tadi hanya karena terlalu
kebetulan sekali, jadi tertawa."
Setelah Giam-lo-cun-cia berkata demikian, Pek Soh-jiu
baru merasa hatinya sedikit lega, dia sungguh tidak ingin
orang tua cacad yang seperti lampu kehabisan minyak ini,
saat akan menemui ajalnya, masih menerima siksaan yang
pedih, maka dengan lapang dada dia berkata:
"Lo-cianpwee masih ada pesan apa?"
Karena emosinya bergejolak, Giam-lo-cun-cia yang
sudah sampai keadaan lampu kehabisan minyak, tadinya
nyawanya masih bisa bertahan tiga sampai lima jam lagi,
sekarang dia sudah sampai diujung batas, saat ini dia
mulutnya menganga, nafasnya walau pun lemah, namun
masih terngengah-engah. Beberapa saat, dia baru mi
lanjutkan berkata:
"Satu lagi......yaitu......yaitu laki yang selingkuh itu... Oh-
long... kau...... bunuhlah dia...... dengar...... bocah,
Oh......Long itu......sekarang ini ada di Thian-ho-
leng....mungkin..... dia itu adalah pembunuh ayahmu......
dan juga......wanita hina itu......pernah menangkap......"
Menangkap apa? Dia tidak bisa menyelesaikan kata-
katanya, kepala besar dengan rambutnya yang acak acakan
itu roboh, orang hebat yang aneh ini, telah menyelesaikan
hidupnya yang menyedihkan.
Ini adalah akibat yang pasti, tapi meninggalkan
kesedihan yang berat bagi Pek Soh-jiu, karena Giam-lo-cun-
cia menyalurkan seratus tahun tenaga dalam pada dirinya,
akibatnya jadi begini, dengan berlinang air mata, dia
menguburkan jenasah Giam-lo-cun-cia, menghadap pada
gundukan tanah kuning, dia sedang memikirkan pesan
terakhir Giam-lo-cun-cia:
"Oh-long sekarang ada di Thian-ho-leng, mungkin dia
adalah pembunuh ayahmu......"
Tidak salah, Ngo-tok-rui-hun-cian adalah senjata rahasia
khusus Giam-lo-cun-cia, tapi berhasil dikuasai oleh istrinya
Cu Kwan-cing dan Oh-long To Cu-an, dan To Cu-an
adalah wakil ketuanya Hek-it-kau, nyawa yang lolos dari
tangannya Sin-ciu-sam-coat, maka otak yang diam-diam
menyerang perumahan Leng-in, sudah tentu Oh-long ini. '
Jejak musuh sudah diketemukan, dia tidak tidak bisa
tinggal lebih lama lagi, sekali bersiul ke langit, dia langsung
ingin berlari pulang tapi, kakinya jadi tertahan lagi, diam-
diam berpikir:
"Bukankah Giam-lo-cun-cia pernah mengatakan Cu
Kwan-cing pernah menangkap...? Jika yang dia tangkap itu
adalah manusia, pasti dikurung di suatu tempat rahasia,
sekarang Cu Kwan-cing dan Giam-lo-cun-tia sudah mati,
jika dirinya pergi begitu saja, bukankah akan memutuskan
harapan orang itu untuk bisa hidup? Keturunannya Sin-ciu-
sam-coat, mana bisa tidak menolong orang yang ada dalam
kesulitan?" maka dia balikan tubuh, kembali lagi ke goa
tempat tinggalnya Giam-lo-cun-cia.
Setelah menyelidiki dengan seksama, dia menemukan
batu besar yang bisa digerakan, sepasang tangan pelan
mengangkatnya, maka terlihatlah satu lubang goa kecil
yang hanya cukup masuk satu tubuh saja.
Sinar bulan tidak bisa mencapai ke dalam, goa kecil itu
tentu saja gelap gulita, tapi sekarang dia memiliki tenaga
dalam latihan ratusan tahun, matanya jadi sangat tajam
sekali? Melihat sebentar, dia sudah dapat melihat sesosok
tubuh manusia yang menggulung, memang dia adalah Siau
Yam yang hilang di pantai sungai. Dia sangat gembira
sekali, dia mengulurkan tangan, dengan cepat
menggendong Siau Yam keluar goa, lalu menepuk-nepukan
telapaknya dengan cepat, membuka totokannya, menekuk
sikutnya, memeluk erat di dalam pelukannya berkata:
"Adik Yam, kau sudah mengalami kesusahan..."
Siau Yam tersenyum manis:
"Wanita itu sungguh jahat, dia diam-diam menebarkan
asap beracun, membuat aku jadi tidak sadarkan diri,
kemudian dia meminta padaku, ingin dengan kau......
dengan kau......hemm, sungguh tidak tahu malu."
"Keek!" sekali Pek Soh-jiu berkata, "Adik Yam kau
jangan marah, wanita yang tidak tahu malu itu, sudah mati
digigit Sian-giok!"
Siau Yam memelalakan mata berkata: "Sungguh? Sian-
giok itu apa? Dia bisa menggigit orang?"
Pek Soh-jiu setelah menceritakan dengan singkat
bagaimana pengalaman dia mendapatkan ular pintar Sian-
giok, berkata:
"Tentu saja benar, saat itu aku juga sudah terkena racun
yang dia lakukan dengan diam-diam, jika bukan karena
Sian-giok, mungkin juga tidak bisa lolos dari tangan jahat
dia."
Siau Yam mendadak bangkit berdiri, sepasang mata
melotot, menatap Pek Soh-jiu berkata:
"Apa Racun Toan-hun-cauww itu sudah sembuh?"
Wajah Pek Soh-jiu menjadi merah berkata: "Sudah..."
"Bagaimana sembuhnya?"
"Keek, adik Yam, aku sudah sembuh bukankah itu
bagus? Buat apa bertanya terus seperti ini!"
"Tidak, tentu kau kembali mendapatkan seorang wanita
busuk, aku tidak mau, kau katakan, siapa wanita busuk
itu?"
""Haai, adik Yam, ini tidak bisa salahkan aku, siapa
suruh kau tidak baik-baik menjaga aku!"
"Hemm, aku hampir saja kehilangan nyawa, kau malah
sebaliknya menyalahkan aku, baik, biar aku mengalah pada
kalian saja..." benar saja setelah mengatakan langsung pergi,
tubuh berkelebat, langsung lari keluar goa.
Pek Soh-jiu mengejar keluar goa, menangkap lengan dia
berkata:
"Adik Yam, kau dengarkan aku dulu "
“Dengarkan? Baik, kau katakan siapa wanita itu."
Pek Soh-jiu tertawa berkata:
"Sebenarnya, keek, dia itu juga bukan orang luar...."
"Hemmm, bukan orang luar? Sudah menjadi Istrimu, dia
itu tentu saja bukan orang luar."
"Haay, bukan itu maksudku, karena... dia itu adalah
cicimu."
"Puuih, sudah jelas kau tahu aku adalah seorang anak
tunggal, dari mana datangnya seorang cici!"
"Sungguh, aku tidak membohongimu."
"Ooo, kalau begitu dia itu jika bukan Wie Pui-hoa pasti
Giok Ie-ko benar."
"Bukan Suci, tapi adalah kakak sedarahmu sendiri...."
"Aku tidak percaya, kau menipu aku..."
Perkataan Siau Yam belum habis, dalam bayangan gelap
saru tombak lebih melangkah keluar tiga sosok bayangan
orang, yang paling depan adalah orang tua yang tamburnya
beruban, bajunya merah api, dibelakang dia ada dua orang
wanita cantik yang satu berbaju kuning yang satunya lagi
berbaju biru, dibawah sinar bulan, tampak mempesona,
seperti dewi turun dari khayangan.
Disaat Siau Yam keheranan, wanita baju kuning itu
sudah maju beberapa langkah, tangannya, menggenggam
telapak tangan kanannya dengan lembut berkata:
"Kau ini pasti adik Yam kan? Sungguh membuat kau
menderita saja, namaku Su Lam-ceng, mari, aku
perkenalkan."
Sifatnya Siau Yam, ada sedikit liar, kecuali guru dia
Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim yang dia tidak berani
membangkangnya, hanya Pek Soh-jiu yang sedikit bisa
membuat dia jadi penurut, namun wajah dan senyumnya
Su Lam-ceng yang hangat, bicaranya yang familiar,
sepertinya ada satu tenaga yang sulit bisa menahannya, dia
malah tanpa sadar ditariknya maju ke depan. Pertama, Su
Lam-ceng menunjuk Thian-ho-sat-kun berkata:
"Ini adalah ayahmu, ketua sebenarnya dari Thian-ho-
leng, Thian-ho-sat-kun Siau Ji-po."
Sepasang mata Siau Yam membelalak, mengawasi
Thian-ho-sat-kun, lalu mengawasi Su Lam-ceng, terakhir
menatap Pek Soh-jiu berkata: "Ciu koko, apa ini betul?" Pek
Soh-jiu menghela napas: "Menjadi seorang anak yatim piatu
hampir selama dua puluh tahun, sekali bertemu dengan
ayah kandung dengan mendadak, di dalam hati pasti sulit
bisa menerimanya, namun, ini adalah kenyataan yang
sebenarnya, dan juga kau masih ada seorang kakak yang
sebapa tidak seibu, dia adalah Hud-bun-it-mo yang
menggemparkan dunia persilatan.
Saat ini Thian-ho-satf-kun dengan berlinang air mata,
datang mendekat berkata:
"Anak Yam, kau lihat kaki ayah, kita ayah dan anak
bertiga di tempat yang sama semuanya sama tumbuh
sebuah tanda lahir merah, ini adalah tanda yang diberikan
oleh langit pada kita ayah dan anak, kau masih tidak
panggil ayah... "
Siau Yam tidak bisa menahan lagi, dia maju ke depan,
memeluk Thian-ho-sat-kun, dengan emosi berteriak
"Ayah!", lalu menangis dengan sedihnya.
Lama... Thian-ho-sat-kun menahan tubuhnya, dengan
kasih sayang mengusap rambut halusnya berkata:
"Beritahu ayah, apakah bocah itu telah menyulitkanmu?"
Siau Yam tertegun:
"Siapa yang ayah bicarakan?"
"Hemm!" Thian-ho-sat-kun berkata, "Kecuali bocah she
Pek itu siapa lagi!"
Dua baris air mata masih menempel dipipinya Siau
Yam, dia malah "Psss!" tertawa berkata:
"Benar, ayah tidak katakan aku hampir saja lupa,
dia.....sengaja khusus mempersulit aku..."
Thian-ho-sat-kun membelalakan mata berkata:
"Anak manis jangan takut, biar ayah hajar dia."
Siau Yam buru-buru menarik lengan baju Thian-ho sat-
kun:
"Ayah! Dia juga sangat kasihan, kita ampuni dia sekali
ini."
Thian-ho-sat-kun dengan wajah seperti marah berkata:
"Bocah ini semakin dilihat semakin tidak
menyenangkan, aku hanya ada dua orang putri, malah
semuanya ditipu dia, terakhir malah ditambah kerugian
seorang murid lagi. Hemm, jika tidak menghajar dia,
sungguh sulit meredakan kekesalan hati."
Pek Soh-jiu tersenyum pada Su Lam-ceng berkata:
"Mereka ayah dan anak bersatu, aku jadi tidak bisa
melawannya! Adik Ceng kau harus bantu aku ya."
Su Lam-ceng mencibirkan bibirnya berkata: "Orang yang
tahu keadaan baru disebut orang pintar, suruh aku bantu
kau lebih baik aku bantu guru saja, lebih aman."
"Ha...ha...ha jangan takut, adik kecil, kakak yang tua ini
akan membantumu." Diikuti tertawanya, Oh-kui Ouwyang
Yong-it, dan Sangguan Ceng-hun bergandengan berjalan
keluar, pertama-tama mereka mengedip-ngedipkan mata
pada Pek Soh-jiu, lalu membungkuk menghormat pada
Thian-ho-sat-kun berkata:
"Apa kabar Lo-cianpwee."
Thian-ho-sat-kun bersuara "Hemm!" lalu melotot pada
Ouwyang Yong-it berkata:
"Kau akan membantu bocah itu, betul tidak?"
Ouwyang Yong-it menggeleng-gelengkan kepala berkata:
"Tidak, aku akan bantu Lo-cianpwee."
"Aku jelas-jelas mendengar kau mengatakan akan bantu
dia, kenapa dalam sekejap sudah tidak mengaku lagi?"
"Keek, jika Lo-cianpwee benar-benar telah menghajar
adik kecilku! Walau memukulnya tidak sakit tidak berasa,
masih saja akan ada orang yang merasa sedih beberapa hari,
dengan demikian kebencian Lo-cianpwee belum
terhapuskan, lalu amarahnya mungkin malah akan
meletuskan kulit perut."
"Ha...ha...ha...!" Thian-ho-sat-kun tertawa terbahak-
bakah sejenak berkata, "Betul juga, bocah ini juga kasihan
sekali, kita ampuni dia saja kali ini."
Pemandangan bahagia sekeluarga ini, malam hari di
gunung liar ini telah menimbulkan kegembiraan yang
sampai kepuncaknya, lama, Thian-ho-sat-kun baru
menghentikan tawanya, sambil memegang tangan Siau
Yam berkata:
"Anak Yam, bagaimana kabar ibumu?"
"Ibuku?" Siau Yam keheranan berkata, "Ayah! Siapa
ibuku?"
Thian-ho-sat-kun tertegun:
"Anak Yam! Kau ini bagaimana? Bukankah kau ini
muridnya Thian-ho-leng?"
"Betul, aku memang muridnya Thian-ho-leng."
"Yang menguasai Thian-ho-leng bukankah Ang-kun-
giok-hui Hai Keng-sim?"
"Benar dia, dia itu adalah guruku."
"Apa? Dia itu gurumu? Dia tidak memberitahukan, dia
itu adalah ibu kandungmu?"
"Aaa......"
Ini sungguh sulit dipercaya, tapi beritanya keluar dari
mulutnya Thian-ho-sat-kun, membuat orang tidak bisa tidak
percaya, tapi, kenapa Ang-kun-giok-hui melakukan
demikian, sebenarnya apa tujuannya? Tentu saja, Ang-kun-
giok-hui berambisi menguasai dunia persilatan, tapi ini apa
hubungannya dengan mengakui anak kandung sendiri?
Tidak ada orang yang bisa menjawab teka-teki ini, dan
Siau Yam tidak tahan bertanya:
"Ayah, jika kau ketuanya perguruan ini, lalu mengapa
meninggalkan Thian-ciat-leng? Dan malah sekali
meninggalkan hampir dua puluh tahun?"
"Haai......" Thian-ho-sat-kun menghela napas panjang
berkata, "Ayah meninggalkan Thian-ciat-leng, adalah untuk
mengabulkan harapan ayah berkeliling dunia, tidak diduga
ketika sampai di pegunungan Hoai-ie, aku diam-diam telah
diracun orang, ayah terpaksa memetik beberapa macam
rumput obat, mencari satu lembah mati untuk
menyembuhkan racun, siapa tahu dasar sedang sial, petaka
datangnya bukan hanya satu, walau pun telah menawarkan
racun, tapi jalan darahnya jadi tersesat, jika bukan bertemu
dengan kera pintar Hoan-nio itu, ayah tidak akan bernyawa
lagi!"
Dia menghentikan bicaranya sejenak, mendadak
mengangkat alis berkata lagi:
"Wanita hina itu jika tidak mengakui anak kandung
sendiri, siapa yang tahu dia tidak mencelakai suaminya
sendiri, hemm, ayah seumur hidup tidak berselisih dengan
orang, kali ini terpaksa menggunakan kekerasan, untuk
membersihkan perguruan."
"Lalu! Ayah! Apa kita akan pergi ke Thian-ciat- leng?
Atau......"
"Ha ha ha!" Thian-ho-sat-kun tertawa, "Jika sudah
masuk ke dalam gunung pusaka, bagaimana bisa kita
pulang dengan tangan hampa, jalanlah, kita hadapi para
teman-teman dunia persilatan dari aliran hitam mau pun
putih."
Lalu, mereka kembali masuk ke pegunungan Kwo-tiang
untuk menyelidiki, pergi mencari sarangnya Goan Ang,
tentu saja, mereka bertemu dengan tidak sedikit pesilat
tinggi dari berbagai aliran, karena mereka tidak ingin
membuat masalah, dengan cepat tiba di Thian-ciat-leng,
dengan tidak terjadi pertengkaran, tapi, akhirnya Pek Soh-
jiu tetap saja bisa dikenali orang, Ho-leng-ci adalah pusaka
alam, Pouw-long-tui juga adalah pusaka yang tiata tara, di
bawah dorongan ingin memiliki, ada orang yang mulai
melakukan penyerangan pada dia, mereka telah menerobos
banyak sekali hadangan berbahaya, akhirnya di kepung
oleh para pesilat tinggi dari berbagai aliran yang banyaknya
sepuluh kali lipat dari mereka, saat itu tepat di hari yang
paling gelap saat akan fajar, dalam pertarungan itu mereka
kembali terpisah, setelah musuh mundur semua, haripun
terang benderang, disisi Pek Soh-jiu, hanya tinggal Su Lam-
ceng seorang, untungnya tempat tujuan sudah tidak jauh,
berkumpul lagi tentunya tidak akan sulit, sehingga, mereka
berdua bergandengan berlari melanjutkan perjalanan.
Mendadak tercium bau amis darah, terbawa mengikuti
angin masuk kehidung mereka, Pek Soh-jiu berlari
kesamping menuju arah bau aneh itu, belum lagi mereka
berlari sampai tiga tombak, sudah melihat mayat mayat
bergelimpangan diatas tanah, luka mereka semuanya sama
atas kepalanya pecah, mati terkena sekali pukulan.
Mulai dari sini terus ke depan, di sepanjang jalan mereka
menemukan tidak sedikit mayat yang tewas terkena
pukulan keras, sepertinya para pesilat tinggi dari berbagai
aliran yang berniat merebut pusaka tidak ada satu pun yang
selamat.
Su Lam-ceng dengan menghela napas, perlahan bn kata:
"Orang yang berhasil merebut Ho-leng-ci ini, bukan saja
ilmu silatnya sudah sampai tingkat teratas, tindakannya
yang kejam juga jarang ditemui didunia!" baru saja habis
bicara, Pek Soh-jiu mendadak menangkap pelelangan
tangan kanannya, tubuhnya bergerak, meloncat melintang
lima kaki, tepat berada di belakang satu pohon besar, baru
saja dia bengong, di belakang dirinya sudah terdengar satu
letusan yang keras sekali, terlihat dahan dan daun-daun
berterbangan, debu berhamburan, diatas tanah, sudah
tampak satu lubang dalam yang besar sekali.
Hati Su Lam-ceng tergetar keras sekali, dia tidak pernah
terpikir ada tenaga telapak yang sedahsyat ini, saat
dilancarkan sedikit pun tidak mengeluarkan tanda-tanda,
tidak aneh begitu banyak orang bisa mati mendadak, dia
tertawa manis pada Pek Soh-jiu, berkata:
"Ciu koko! Terima kasih, tenaga telapak orang ini terlalu
dahsyat, kita harus hati-hati sekali."
Pek Soh-jiu mendengus dengan dingin, sorot matanya
ditujukan pada sebuah pohon yang ada didepannya dengan
sorot mata sinis berkata:
"Keluarlah, tuan seorang yang ternama di dunia
persilatan, memalukan melakukan tindakan seperti pencuri
ayam ini!"
"He...he...he" diiringi tawa panjang, keluar seorang tua
berusia lima puluh tahunan yang bertubuh pendek gemuk,
sepasang mata elangnya yang bersinar, memperhatikan Pek
Soh-jiu dari atas sampai kebawah, berkata:
"Membunuh orang demi melindungi diri, apakah itu
salah?"
Pek Soh-jiu dengan benci mengeluarkan "Heng!" sekali
berkata:
"Alasannya cukup bagus, tapi tindakannya sangat hina."
"Setiap orang yang berani masuk ke bukit Ci-ih, tentu
ada alasan untuk mati, kalian berdua juga tidak terkecuali!"
"Asalkan kau punya keyakinan itu, nyawa kami berdua
akan kami serahkan padamu."
"Baik, terima ini."
Sebuah cengkeraman meluncur, datangnya laksana kilat,
dilangit mengaris seperti lembayung, jurus baru dimulai,
ujung cakarnya sudah sampai di depan tubuh.
Pek Soh-ciu tidak menghindar juga tidak mengelak,
tubuhnya seperti sebatang pohon Liu, bergoyang-goyang
terhadap cengkeraman yang amat keji Itu, orang tua
bertubuh pendek gemuk berturut-turut beberapa kali
merubahnya, akhirnya ditarik kembali tanpa hasil.
Sekali tertawa panjang, orang tua pendek itu mundur tiga
langkah kebelakang, berkata:
"Kepandaian Siauhiap hebat sekali, tidak tahu siapa
nama anda?"
"Aku Pek Soh-jiu, tampaknya Cianpwee adalah Goan
Ang, GoanTayhiap?"
"Tidak salah, aku memang Goan Ang, nona ini siapa?"
Su Lam-ceng memberi hormat: "Aku Su Lam-ceng,
harap Goan Cianpwee memberi petunjuk."
"Ha ha ha!" Goan Ang tertawa, "Walau pun aku telah
berhasil mendapatkan Ho-leng-ci, tapi tidak berani
menguasai sendirian, setiap teman yang datang ke bukit
Giok-hong, asalkan dapat lolos terhadap cengkeraman
tanganku, maka dia ada kesempatan mendapatkan Ho-leng-
cii......"
Pek Soh-jiu berkata:
"Aku tidak ada niat memiliki Ho-leng-ci, hanya tertarik
mendapatkan dua helai daun Leng-ci saja, sudah cukup."
"Hemm!" Goan Ang berkata, "Baiklah, kalian ikut aku."
Lengan baju yang besar itu sekali diayunkan, tubuhnya
yang pendek gemuk sudah melayang naik ke atas, ketika di
udara bergerak bayangannya sudah berada tiga tombak
lebih, ketinggian ilmu silatnya, sungguh mengejutkan
orang.
Pek Soh-jiu suami istri mengikuti dari belakang,
menempel ketat satu langkah pun tidak tertinggal, dalam
sekejap mereka tiba diatas puncak tebing yang tingginya
sampai sebuah jejak burung terbangpun tidak ada.
Setelah menghentikan langkah, Goan Ang dengan
tertawa dingin berkata:
"Ho-leng-ci ada di bawah jurang yang tertutup awan ini,
kalian berdua jika tidak takut, silahkan ikut aku untuk
mengadu keberuntungan."
Habis bicara tubuhnya seperti burung bangau terbang,
meloncat ke dalam jurang yang dalamnya tidak terlihat, dan
ditutupi awan itu, Pek Soh-jiu melirik pada Su Lam-ceng
berkata:
"Adik Ceng di bawah jurang pasti tempat yang sangat
berbahaya, kau......"
Su Lam-ceng mencibirkan bibirnya, menghentikan
pembicaraan yang belum selesai dia berkata:
"Kau kira aku takut mati? Hemm!" bayangan kuning
berkelebat, dia langsung meloncat ke dalam jurang yang
dalam itu.
Seperti panah yang sudah di tarik diatas busur, mau tidak
mau harus dilepas, Pek Soh-jiu bersiul sekali, tubuhnya
sudah melayang datar, lalu menghirup nafas, pelan-pelan
turun ke dalam jurang yang dalam, yang tidak tahu akan
bernasib sial atau beruntung.
Terasa sebuah hembusan hawa dingin yang aneh sekali,
seperti jutaan benang juga seperti satu jaring ikan yang
besar sekali, dari segala arah menciut ke tengah, seluruh
otot di tubuhnya bergetar, tenaga dalam yang sudah di
pusatkan, hampir saja buyar semua, diam-diam dia berkata,
"Celaka." Segera dia mengayunkan telapak tangan
kanannya, sekuat tenaga dipukulkan ke tebing di sebelah
kiri, tubuh yang melayang, menggunakan tenaga balik
turun ke arah kanan, dalam waktu sekejap mata, lima jari
tangan kanan telah di tanjapkan ke tebing dingin yang dekat
tubuhnya, namun apa yang disentuh lima jari, seperti pasir,
sama sekali tidak bisa dipergunakan untuk menahan beban,
tidak ada kesempatan untuk dia menggunakan gerakan lain,
huut... dia sudah jatuh kedalam jurang dengan anginnya
yang dingin itu, untungnya ilmu silat dia sudah sampai
tingkat teratas, walau pun jatuhnya tidak ringan, namun
lukanya tidak mengganggu.
Dia melakukan pernapasan sebentar, lalu dengan
kewaspadaan yang tinggi mengikuti jurang yang tandus ini
maju ke depan, mendadak, dia menemukan di telapak
tangan kanannya, masih menggenggam satu batu kecil yang
terbawa saat tadi jatuh ke dalam jurang, karena terlalu
tegangnya jadi hingga sekarang belum dibuang, maka
dengan tertawa tidak bersuara, melemparkan batu kecil itu.
Batu kecil itu terlepas dari tangan, dia merasakan hawa
dingin di dalam jurang sepertinya mendadak jadi
meningkat, dengan tenaga dalamnya yang sudah sampai
tingkat tertinggi, malah sampai tidak tahan tubuhnya
gemetar kedinginan.
"Apakah batu kecil itu ada kegunaannya untuk menahan
dingin?" diam-diam dia berpikir, lalu membalikan tubuh
menuju ke tempat tadi dia melempar batu.
Batu itu ternyata sebutir batu kecil bundar sebesar
kelereng yang warnanya merah tua, baru saja mengambil
batu itu ke dalam tangannya, satu hawa yang hangat
menelusuri lengannya naik ke atas, sungguh segala ini
seperti yang sudah diatur oleh alam, dia jatuh ke dalam
jurang yang dingin, tapi malahan tanpa sengaja
mendapatkan batu aneh yang bisa menahan dingin,
membuat keberanian dia semakin bertambah, segera dia
melakukan pencarian keberadaan-nya Su Lam-ceng, tapi
setelah hampir menghabiskan waktu dua jam, satu
bayangan orang pun tidak di temukan, mungkin Su Lam-
ceng sudah masuk duluan, dia terpaksa berlari ke depan
mengikuti jalan setapak.
Di ujung jalan, adalah sebuah pintu batu yang terbuka
lebar, dia sedikit ragu tapi lalu melangkah masuk kedalam.
Di dalam ternyata adalah lapangan es yang luasnya
kurang lebih seratus tombak, ada kebun bunga yang telah
diatur manusia, bermacam-macam bunga aneh tumbuh,
membuat lapangan es ini menjadi indah, saking indahnya,
hampir membuat orang terpesona.
Pek Soh-jiu mengikuti jalan kecil di kebun melangkah
maju, terhadap harum yang keluar dari pot bunga, dia
sedikit merasakan perasaan mabuk.
Di saat dia sedang menikmatinya, mendadak terdengar
satu teriakan, delapan orang laki-laki besar dengan
menghunus golok bulu tipis, menerjang kearah dia, mereka
tanpa basa-basi bergerak bersama-sama mengeluarkan
serangan, dia merasa sebuah tekanan yang sangat dahsyat
dari atas kepala sampai ujung kaki.
Dia dapat melihat jurus delapan orang ini sangat kompak
tidak ada celah, bagaimana pun mencoba, sulit bisa
menghindar dari serangan ini, tapi wajah dia tampak sangat
tenang, dia sedikit pun tidak tampak gelisah menghadapi
serangan delapan orang ini, mendadak tubuhnya berputar
secepat angin kencang, disekelilingnya segera terdengar
suara trang trang trang, delapan bilah golok sayap tipis yang
sangat tajam, delapan laki-laki besar yang ilmu silatnya
cukup tinggi, bersamaan terbang jatuh sejauh satu tombak
lebih, diatas lantai es yang putih itu tinggal sekuntum bunga
darah merah yang mencolok mata.
"Bocah, sudah sampai keajalnya, masih berani
melakukan kejahatan menggunakan ilmu silat......"
Dari sebuah lubang goa, berturut-turut meloncat keluar
tiga orang, yang paling depan adalah seorang tua yang
kumis dan rambutnya sudah putih semua, memakai baju
biru, ditangannya memegang sebuah pipa bako,
tampangnya sangat angker.
Yang lainnya seorang nyonya tua baju hijau, matanya
menonjol keluar hidung terbalik, di lengan kanannya
membelit sebuah pecut tujuh bagian wajahnya buruk sekali,
langkahnya terlihat mantap sekali.
Yang terakhir adalah seorang laki-laki besar setengah
baya dengan wajah dingin, di punggungnya ada sepasang
Wan-yo-pit (Wan-yo= semacam bebek yang berpasangan
dengan satu pasangannya saja seumur hidupnya; Pit=pena),
sepasang matanya bersinar tampak wajahnya keheranan.
Sorot mata Pek Soh-jiu menyapu dia sekali, lalu berkata
dingin:
"Aku tidak ingin lebih banyak lagi membunuh orang
tidak berdosa, harap kalian bertiga panggilkan Goan Ang
keluar untuk menjawab pertanyaan ku."
Orang tua berrambut putih tertawa: "Ketua Goan adalah
seorang yang terhormat, bagaimana orang seperti kau ini
bisa sembarang bertemu dia!"
Pek Soh-jiu dengan angkuhnya mendengus sekali,
katanya:
"Jika kalian berniat menghalangi jalan, aku terpaksa
menggunakan kekerasan."
Laki-laki besar setengah baya yang wajahnya dingin
mendadak maju selangkah berkata:
"Berani bertingkah dihadapan Im-yang-sam-ih (Tiga
serangkai Im-yang), kau sudah bosan hidup, mari, biar aku
Tiauw Pat-ya menghabisimu."
Disaat bicara, Huan-yang-pienya sudah berada ditangan,
tapi terhadap Pek Soh-jiu yang bisa menahan hawa dingin,
dan dalam satu jurus bisa melukai Peng-kok-pat-hiong
(Delapan jago dari lembah es) merasakan sedikit ragu-ragu,
dia adalah seorang yang licin, maka dia tidak mau
menyerang duluan.
Pek Soh-jiu mengangkat alisnya: "Bagus, terima ini."
Kaki kirinya melangkah, telapak tangan kanannya
memukul dengan jurus Hoa-liong-tian-ceng (Menggambar
naga menitik mata), jari telunjuk dan jari tengah dengan
membawa suara ssst... sudah hampir mengenai wajah
Tiauw Pat-ya.
Angin jarinya seperti senjata tajam, bersuit tajam
memecah angin, jurus serangan yang tampak asal-asalan
ini, ternyata dahsyatnya luar biasa, wajah Tiauw Pat-ya
berubah, tidak tahan dia mundur kebelakang beberapa
langkah, tapi sepasang jari pek Soh-ciu seperti belatung
menempel di tulang, saat tubuh Tiauw Pat-ya berkelibat
menghindar, sepasang Pit ditangannya juga mengeluarkan
jurus hebatnya melindungi diri, namun tetap tidak bisa
menahan ancaman dari sepasang jari Pek Soh-jiu, wajahnya
yang pucat dingin itu mengeluarkan tetes-tetes keringat
sebesar kacang.
Orang tertua dari Im-yang-sam-ih Thian Ceng, dan orang
kedua Lai San-siu melihat pertarungan ini dengan wajah
berubah, segera dua suara teriakan terdengar, pipa bako dan
pecut bersamaan waktu menyerang Pek Soh-jiu.
"Ha...ha...ha" terdengar tawa yang keras, menggema di
seluruh lembah es, Im-yang-sam-ih tampak tertegun seperti
patung ayam, ternyata semuanya telah tertotok jalan
darahnya oleh Pek Soh-jiu dengan jurus yang tidak
terbayangkan. Pek Soh-ciu tidak mempedulikan lagi mereka
bertiga, tubuhnya berkelebat, berlari mengikuti jalan lorong.
Keluar dari lorong, adalah sebuah ruang goa es yang
besar sekali, esnya keras berkilauan, putih seperti giok,
embun putih yang ditimbulkan oleh hawa dingin menguap
keluar dari balok es, segumpal hawa putih yang seperti
embun atau asap, menutupi seluruh ruang, bukan saja
hawanya sangat dingin sekali, sampai jarak pandang pun
tidak bisa mencapai lima kaki lebih.
Dengan hati hati dan pelan Pek Soh-ciu maju kedepan,
dia juga memindahkan batu kecil berwarna merah itu
kedepan dadanya, diam-diam mengerahkan tenaga dalam,
menghisap daya panasnya.
Mendadak, langkah dia terhenti, sepasang matanya
melotot, menatap tajam pada satu bayangan orang
didepannya.
Itu adalah satu bayangan seorang tua yang tubuhnya
tinggi besar, rambut dan kumisnya berdiri keras, sepasang
mata ikannya, melotot seperti bel tembaga, tapi hidungnya
bengkok mulut menganga, sedikit pun tidak ada tanda
kehidupan, ternyata sebuah mayat yang sudah lama mati
kedinginan, selanjutnya setiap jarak yang tidak jauh, dia
pasti menemukan mayat yang serupa, mereka ada yang
dalam posisi duduk ada yang terlentang, posisinya berbeda-
beda, menggambarkan suasana yang menyeramkan pada
lembah dingin yang aneh ini.
Mendadak, mata dia menjadi terang, sepasang kakinya
langsung meloncat, dia sudah melewati sepuluh lebih
hweesio dan berdiri dibelakang mereka, sepasang matanya
bersinar, mengeluarkan sinar keheranan.
Tampak dua belas orang hweesio dan tiga orang pendeta
To diam seperti patung, mereka semua menutup matanya,
duduk bersila sedang mengerahkan tenaga dalam dari aliran
Budha dan To melawan dinginnya hawa di dalam goa.
Setelah diam-diam dia mengawasi mereka sejenak, tidak
terasa dia menghela napas, dia tahu mereka adalah seluruh
kekuatan inti dari Siauw-lim-sie di bawah ketuanya, dan
tiga tetua dari Bu-tong yaitu Ceng-yang, Cuan-yang, Cu-
yang, jika membiarkan mereka mati disini, tidak saja
membuat dua perguruan aliran lurus dari dunia persilatan
ini sulit bisa bangkit kembali, juga akan membuat kerugian
yang amat mengerikan bagi dunia persilatan.
Namun saat ini dia seperti Budha tanah menyeberang
sungai, melindungi diri sendiri saja sulit, apalagi dengan
kekuatan seorang diri, walau pun tenaga dalamnya lebih
tinggi lagi juga sulit bisa menghilang-kan racun yang
dialami sepuluh lebih orang-orang ini, terpaksa dia
sementara melepaskan menolong mereka, pikirnya nanti
setelah bertemu dengan Goan Ang, dia akan memaksa
menyerahkan Ho-leng-ci, baru menentukan cara menolong
mereka.
Keluar dari bagian goa ini, hawa dingin sudah tidak
sedingin tadi, dengan lega dia menghela nafas, melanjutkan
larinya kedepan.
Sekarang di hadapannya ada sebaris rumah yang
dibangun oleh batu dan papan, pohon bambu tampak di
mana-mana, ada satu parit mengalir melintang,
pemandangannya luar biasa, segulung hawa yang hangat,
ditiup angin menerpa mukanya, dibandingkan dengan
ruangan es yang tadi dilalui, benar-benar dunia yang
berbeda sekali.
Saat ini matahari berada ditengah-tengah kepala, sinar
matatari dari atas tebing yang tinggi curam menyinari
lembah yang misterius sulit di duga ini, tampak sinarnya
sudah lemah tidak bertenaga, saat dia mengawasi
kesekeliling, sebaris pasukan pesilat dengan baju ringkas,
keluar dari belakang rumpun bambu, orang yang meminpin
di depan, alisnya tebal matanya besar, tampangnya sangat
galak, dia mengayunkan golok panjang ditangannya, lalu
bayangan orang berkelebatan mengepung Pek Soh-jiu di
tengah lingkaran.
"Hemm!" Pek Soh-jiu berkata dingin, "Panggil Goan
Ang keluar menemui aku, jika tidak jangan salahkan aku
bertindak kejam!"
Terhadap teriakan Pek Soh-jiu, pengepungnya sedikit
pun tidak mempedulikannya, sambil memeluk golok
panjang, mereka berdiri tegak tanpa perasaan, diatas
wajahnya sedikitpun tidak ada ekspresi.
Pek Soh-jiu mendengus, telapak tangan kanannya
mendadak dikibaskan, dengan lima puluh persen tanaga
dalamnya, didorongkan kedepan, mendadak satu sinar
golok berkelebat, sebuah tirai sinar, menahan tenaga
telapaknya, di kedua sisi kiri kanan dan belakang tubuh,
juga bersamaan waktu datang menyerang tiga kelompok
tirai golok, namun gerakan-nya melayang-layang, begitu
menyentuh langsung menghindar, Pek Soh-jiu hanya
menyerang satu jurus, mereka telah menyerang empat jurus,
juga telah berganti tiga tempat.
Pek Soh-jiu terkejut, dia tidak menduga di dalam lembah
yang misterius ini, ada barisan golok sehebat ini, dia segera
mengumpulkan hawa murni kedalam Tan-tian, tenaga
dalamnya menyebar keseluruh tubuh, tubuh mendadak
berputar, sepasang tangan melayang-layang, dalam sekejap
mata, menyerang berturut-turut delapan telapak tangan,
sekejap kemudian terdengar beberapa kali suara jeritan
mengerikan, sekeliling kembali menjadi hening, namun
sepasukan pesilat berbaju ringkas ini, sudah roboh
setengahnya.
"Ha...ha...ha seumur hidup aku belum pernah
mengagumi orang, ilmu silat sehebat Pek Siauhiap ini,
sungguh-sungguh belum pernah terlihat dalam seratus
tahun, namun......"
Akhirnya Goan Ang menampakkan diri, di belakangnya
mengikuti seorang laki-laki besar setengah baya yang
tampan, bermulut tajam, pipinya tipis, matanya berputar-
putar. Melihat Pek Soh-jiu yang dapat melalui lorong es,
dan kepandaian hebat yang tadi diperagakan, tampaknya
memuji, tapi di dalam kata-katanya, sedikit pun tidak
mengadung ketakutan.
Pek Soh-jiu berkata dingin:
"Maksudmu, orang she Pek terlalu lama hidup?"
Goan Ang menyipitkan sepasang matanya, wajahnya
yang bulat tampak bersinar dingin, katanya:
"Bukan, bukan, aku hanya merasa sedikit sayang saja."
Pek Soh-jiu mendengus:
"Anda tidak perlu menakut-nakuti, jika masih punya
kepandaian lain, silahkan keluarkan biar menambah
pengetahuanku."
"He he he!" Goan Ang tertawa, "Terhadap orang yang
telah keracunan, tidak perlu menggunakan jurus hebat lagi,
he......"
Hati Pek Soh-jiu tergerak, dia segera mengerahkan
tenaga dalam, benar saja diantara Ciu-wie, ada satu hawa
yang dingin, wajah dia berubah berkata:
"Aku mengikuti anda datang kemari, hanya
menginginkan dua helai daun Ho-leng-ci, untuk
menyembuhkan penyakit pamanku, tidak diduga anda
malah ingin menghabisi orang-orang Bulim dalam satu
pukulan, hemm, walau pun aku terkena racun aneh, tapi
aku masih mampu menghabisi nyawa orang she Goan
dibawah telapak tanganku."
"Siauhiap sepertinya terlalu percaya diri.'"
"Kalau tidak percaya, boleh kau coba?"
"Aku justru menginginkan."
"Baik, terima ini."
Kakinya melangkah, menciutkan jarak jadi inci, lima
jarinya dibuka, secepat kilat mencengkram perge-langan
tangan kanan Goan Ang.
Goan Ang melihat Pek Soh-jiu lalu melayangkan
telapaknya, tapi angin jari Pek Soh-ciu sudah menyentuh
diatas jalan darahnya, kecepatan gerak ini sangat
mengejutkan dirinya, tapi ilmu silat dan refleknya berada
diatas rata-rata orang, walau jurus Pek Soh-jiu ini dahsyat,
tetap saja tidak bisa melukainya, terlihat dia mundur
selangkah lalu lengan kirinya diayunkan, sebilah golok
lentur seperti seekor ular pintar membabat kearah Pek Soh-
jiu.
Pek Soh-jiu mendengus, gerakan telapak tangan
kanannya berubah, lima jari turun kebawah, dari kejauhan
dia menjentikan jarinya, lima jalur angin, menotok kearah
jalan darah di rubuh bagian bawah Goan Ang.
Hati Goan Ang tergetar, kaki kanannya bergeser
kesamping, melangkah melintang tiga langkah, sebelah
lengannya diputar, golok lentur dengan mengeluarkan
bunyi ssst...membelah angin, dengan cepat membabat bahu
kiri Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu sedikit memiringkan tubuh, menghindar satu
babatan golok ini, mendadak dia membentak keras, telapak
tangan kanan diputar lalu didorongkan, tenaganya telah
menjelma menjadi ribuan benang perak, seperti air raksa
tumpah ke tanah, segera menutup Goan Ang tanpa celah.
Goan Ang diam-diam mengeluh, "Celaka." Mendadak
tubuhnya terasa kesemutan, seluruh tubuh mendadak kaku
tidak bertenaga, selain golok lentur yang tajamnya bisa
memotong rambut yang terbang itu, telah jatuh ketangan
Pek Soh-jiu, dia sendiri juga seperti sebuah patung kayu,
berdiri tertegun tidak bisa bergerak.
Pek Soh-jiu dengan dingin berkata:
"Jika kau sayang pada nyawamu, kita bisa berbicara
dengan jujur......."
Goan Ang mengeluh sedih:
"Kepandaian Siauhiap hebat sekali, orang she Goan
dengan tulus mengaku kalah, kau ingin bagai-mana,
silahkan saja perintahkan."
"Dimana istri ku Su Lam-ceng?"
"Dia lebih beruntung dibandingkan Siauhiap, dia di
bawa oleh Jit-kaw kokcu (ketua lembah tujuh kepandaian)
Bong San-san, melalui jalan rahasia lain masuk ke dalam
lembah gunung, penjaga lembah dari kami sedang
memancing mereka masuk ke daerah mati, keadaan
selanjutnya bagaimana, aku masih belum tahu."
"Baiklah, kau serahkan dulu delapan belas butir obat
penawar padaku, lalu kita bicarakan lebih jelas lagi."
"Siauhiap seorang diri, buat apa perlu begitu banyak obat
penawar?"
"Aku ingin menolong lima belas orang Siauw-lim dan
Bu-tong yang ada di goa es, dan meninggalkan dua butir
obat untuk istriku......."
"Haai!" Goan Ang mengeluh, dengan pelan, berkata
pada laki-laki besar setengah baya yang berdiri tertegun satu
tombak lebih:
"Ji-te, harap berikan obat penawar pada Pek Siauhiap,
kita mengaku kalah!"
Laki-laki besar itu berkata dingin:
"Sisa obat penawar tinggal sedikit, tidak cukup untuk
keperluan sepuluh orang lebih."
Goan Ang mendengarnya jadi tertegun berkata:
"Tidak peduli isinya ada berapa banyak, semua serahkan
saja pada Pek Siauhiap."
Laki-laki besar itu bersuara "Hemm!" berkata:
"Obat perawar ini sulit membuatnya, ingin memberikan
semuanya pada orang ini, maaf aku tidak bisa
menurutinya!"
Goan Ang bengong:
"Adik kedua, kau......"
Laki-laki besar itu tidak mempedulikan Goan Ang lagi,
dia menepuk tangannya berkata:
"Tangkap orang she Pek itu."
Segera bayangan orang berseliweran, keluar puluhan
orang pesilat berbaju ringkas, namun wajah mereka, tampak
merasa ragu-ragu.
Goan Ang melihat keadaannya begini jadi marah teriak:
"Cuan-ce, berani kau melupakan budi, mengkhianati
aku?"
Dengan dingin Cuan-ce berteriak pada orang orang yang
mengepung Pek Soh-jiu berkata:
"Orang ini sudah terkena racun dan segera akan bereaksi,
tidak perlu ditakutkan lagi, kalian serang saja dia......"
Hati Pek Soh-jiu diam-diam terkejut, buru-buru mencoba
tenaga dalamnya, benar saja satu aliran hawa dingin, pelan-
pelan menyebar ke kaki dan tangan, tenaga dalamnya jadi
hanya bisa digunakan lima puluh pemen
Saat ini sinar golok dan bayangan pedang, dari segala
arah sudah datang menyerang, para pesilat itu tanpa
tanggung-tanggung menyerang ke tempat-tempat yang
mematikan.
Pek Soh-ciu sadar jika dia bergerak melakukan
perlawanan, racun dingin itu bisa lebih cepat menyebar,
namun nyawanya sangat berharga, asal masih ada harapan,
bagaimana pun tidak akan membiarkan orang sembarangan
mengambilnya! maka dia mengerahkan sisa tenaganya,
menggunakan golok sebagai pedang, menyerang dengan
jurus pedang yang amat dahsyat.
Satu jurus Ciu-hong-su-khi (angin musim gugur timbul di
empat penjuru), terlihat sinar golok seperti kilat berputar
bintang melayang, menimbulkan suara ssst.... yang
menakutkan orang, mendadak warna merah herterbangan
di barengi suara jeritan kesakitkan, para pesilat yang
menyerang dia, ada lima tewas tiga terluka, dalam satu
jurus delapan orang telah roboh.
Tapi keadaan dia juga semakin parah, kakinya
sempoyongan, keringat dingin mengucur dari pelipis-nya,
aliran darahnya jadi cepat, membuat dia tidak tahan
mengeluarkan dengusan satu kali, ketika orang-orang yang
mengepung dia kembali melakukan penyerangan, dia tetap
terpaksa melakukan cara bertarung minum arak beracun
melepas dahaga.
Goan Ang yang melihat, matanya seperti timbul bara,
dengan keras membentak:
"Berhenti!"
Cuan-ce dengan mata dingin melirik dia berkata:
"Buat apa berteriak? Nanti juga aku akan
membereskanmu, sekarang tenanglah dulu!"
Goan Ang tidak menduga orang kepercayaan-nya, bukan
saja memimpin kelompok berkhianat, malah ingin
membunuh dirinya, sesaat kepedihan menyerang
jantungnya, saking marahnya hingga memuntahkan darah
segar, orang yang seperti dia, penguasa setempat yang
menggemparkan dunia persilatan, bagaimana bisa
menerima siksaan ini, lebih baik dia mati dari pada hidup
seperti ini, maka dengan menghela napas yang panjang,
segera akan menggigit lidah mengakhiri hidupnya, tepat
disaat ini dua bayangan orang yang bertubuh ramping, dari
belakang lembah berlari mendekat, hanya beberapa kali
loncatan, orangnya sudah tiba dilapangan pertarungan.
Goan Ang melihat orang yang datang itu adalah Jit-kaw
Kokcu Bong San-san dan istrinya Pek Soh-jiu Su Lam-ceng,
maka dia membatalkan niatnya bunuh diri, dengan keras
memanggil:
"Bong Kokcu......"
Bong San-san melihat Su Lam-ceng sudah berlari pada
Pek Soh-jiu yang sedang bertarung, dia jadi menghentikan
langkah, dia mendekati Goan Ang, berkata:
"Ada perlu apa? Goan Tayhiap."
"Keek!" sekali Goan Ang berkata, "Aku ingin......keek,
minta pertolongan Bong Kokcu......"
Bong San-san dengan genit tertawa berkata:
"Maksud Goan Tayhiap ingin aku membuka jalan
darahmu?"
"Betul......betul......"
"Sayang cara menotok Pek Siauhiap, aku tidak mampu
membukanya, namun asalkan Goan Tayhiap bisa
memberitahukan keberadaan Ho-leng-ci padaku, aku bisa
jamin keselamatanmu."
"Keek... kita berhubungan atas dasar kebenaran dan
moral, Bong Kokcu tidak seharusnya mengambil
kesempatan dalam kesempitan."
"Meski perdagangan gagal persahabatan tetap masih ada,
aku tidak akan memaksa orang, namun, bisa
mempertahankan gunung selama masih hijau, tidak usah
takut tidak ada kayu bakar, Goan Tayhiap bisa
pertimbangkan lagi."
Goan Ang mengeluh:
"Ho-leng-ci memang satu pusaka di dunia, tapi jika tidak
di minum bersama-sama dengan air liurnya ular Sian-giok,
sama saja dengan minum racun yang amat berbisa, ketua
walau pun mendapatkan Ho-leng-ci, hanya akan
mendatangkan mala petaka yang tidak ada habisnya."
Bong San-san mencibirkan mulutnya, berkata:
"Lalu kenapa Goan Tayhiap tidak sekalian saja
merelakannya!"
Goan Ang mengemtkan alis:
"Sayang aku telah menjelajahi seluruh ribuan
pegunungan, tapi tetap sulit mendapatkan ular Sian-giok
itu!"
Bong San-san tertawa dingin, berkata: "Jika Goan
Tayhiap telah menjelajahi ribuan pegunungan, dan masih
belum mendapatkan ular Sian-giok itu, sungguh sulit orang
bisa mempercayainya!"
Goan Ang menggelengkan kepala sambil menghela
napas:
"Jika bisa mendapatkan Sian-giok, bagaimana aku bisa
berakibat begini......"
Bong San-san pikir, kata-kata dia memang tidak salah,
jika dia telah minum Ho-leng-ci, di dunia ini, siapa yang
bisa melukai dia, namun, dia tetap dengan tawar berkata:
"Baiklah, jika Goan tayhiap tidak punya Sian-giok, aku
hanya menginginkan Ho-leng-ci saja."
GoanAng dengan serius berkata:
"Aku menyimpan Ho-leng-ci di tempat yang sangat
rahasia......."
"Jika Goan Tayhiap ada kesulitan, maka tidak perlu
mengatakannya."
"Tidak, aku sudah bertekad memberikan Ho-leng-ci pada
Kokcu, hanya saja peta penyimpanan pusakanya ada di
dalam pegangan golok ditangan Pek Siauhiap, jika Kokcu
ingin mendapatkan Ho-leng-ci, harus menolong Pek
Siauhiap terlebih dulu."
"Apakah aku tidak boleh merampas senjatanya?
Menolong orang bukankah akan sangat repot sekali!"
"Tidak, ini adalah satu satunya permintaan aku......"
"Baiklah, aku menurut padamu sekali ini......"
"Tunggu, Bong kokcu! Di dalam kantongku masih ada
sebutir obat penawar racun, harap ambil dan berikan pada
Pek Siauhiap untuk menawarkan racun rumput es nya,
cepat......"
Jit-kaw Kokcu Bong San-san, sebenarnya juga seorang
ahli menggunakan racun, di dunia persilatan asal menyebut
Pek-tok-lo-cia (iblis seratus racun) Bong San-san, siapa pun
akan merasa sakit kepala, dia melihat wajah Pek Soh-jiu
yang terlihat hijau ungu, langkahnya kacau, benar saja
bahayanya sudah sampai diatas alis, tidak ragu ragu lagi,
dengan cepat mengambil obat penawar racun dari
kantongnya Goan Ang, mulutnya berteriak, dia sudah
bergerak seperti asap berwarna merah muda.
Saat ini Su Lam-ceng sedang sibuk oleh Cuan-ce dan
lima orang laki-laki besar, walau pun tahu keadaan Pek
Soh-jiu sangat kritis, namun dia tidak mampu membagi
tubuh.
Datangnya Bong San-san sangat tepat waktu, begitu
angin pukulannya sampai, seperti air mendidih menciprat
es, hanya dalam waktu singkat, dia sudah menerjang
mendekati Pek Soh-jiu, lalu menjentikan jarinya,
melemparkan pil mujarab penawar racun itu ke dalam
mulut Pek Soh-jiu, sesudah itu sepasang telapak tangannya
dikibaskan kekiri dan kekanan, kembali menjatuhkan
beberapa pesilat yang datang menyerang, baru dengan
tertawa genit berkata:
"Obat penawar racun ini diberikan oleh Goan Kokcu
untuk saudara kecil. Cepat gunakan tenaga dalam mengusir
racunnya, para anak setan ini, serahkan saja pada cici."
Di mulutnya berkelakar, tapi sepasang telapak tangannya
melancarkan jurus yang mematikan, para anak buah setia
yang di pupuk bertahun tahun oleh Cuan-ce, dalam waktu
singkat, hampir tidak ada satu pun yang selamat, satu rasa
terkejut yang amat sangat, membuat Cuan-ce berniat untuk
mundur, namun begitu tekanannya berkurang, Su Lam-
ceng sudah meloncat menghadang jalannya Cuan-ce.
"Orang she Cuan, sudah tiba saatnya kita selesaikan,
terima ini......"
Lima buah bendera besi, dihamburkan dengan jurus
Boan-thian-hoa-ie (Hujan bunga memenuhi udara), walau
pun Cuan-ce bisa tumbuh dua buah sayap, tetap sulit lolos
keluar dari senjata rahasia dia ini, maka dia berikut empat
orang anak buah setianya, bersama-sama menjerit ngeri
roboh ke bawah.
Pertarungan sengit sudah selesai, di dalam lembah sepi
ini, sudah kembali jadi tenang, tapi Goan Ang mengerutkan
sepasang alisnya, wajahnya semakin berubah jadi serius
berkata:
"Lewat dua jam lagi, seluruh lembah akan berubah jadi
semakin dingin, jika Pek Siauhiap belum bangun, terpaksa
aku menemani dia mati disini."
Pek-tok-lo-cia Bong San-san berkata:
"Bagaimana jika aku pindahkan kau dulu ke dalam
kamar?"
Goan Ang menggelengkan kepala berkata:
"Pek Siauhiap adalah mutiara terang embun dewa,
bunga hebat dunia persilatan, aku sudah tua, bisa
menemani dia mati disini, itu malah harapanku."
Bong San-san keheranan berkata:
"Aku sungguh tidak mengerti, Goan Tayhiap bagaimana
bisa ditotok oleh dia......"
"Itu tidak bisa salahkan dia, jika bukan aku memancing
dia datang kemari, bagaimana dia bisa menempuh bahaya
ini!"
"Tidak diduga Goan Tayhiap yang disebut-sebut
bertangan kejam, bisa berlapang dada seperti ini!"
"Kehidupan manusia seperti embun pagi, seluruh ambisi
ingin punya nama ingin menang, akhir-nya tetap saja
menjadi segunukan tanah kuning! Pengkhianatan Cuan-ce,
membuat aku jadi sadar, jika Pek Siauhiap beruntung bisa
lolos dari ujian yang sulit ini, aku akan menggunakan sisa
hidupku, membantu dia mendirikan satu pahala besar."
Baru saja habis bicara, mendadak satu bayangan orang
berkelebat, satu angin lembut yang hangat, mengikutinya
datang melayang, dia merasakan seluruh jalan darahnya
menjadi lancar semua, seluruh aliran darah sudah terbuka
kembali, dia segera bangkit berdiri, sambil memegang
tangan berototnya Pek Soh-jiu berkata:
"Terima kasih, saudara Pek! Mari kita masuk ke dalam
rumah berbincang-bincang......"
Ini adalah gedung besar yang sangat mewah, satu-
satunya yang sangat berbeda, adalah pintu dan jendalanya
ditutup rapat dengan karpet kulit, untuk mencegah hawa
dingin masuk ke dalam.
Goan Ang menggunakan tangannya menekan pelan
sebuah bata persegi, memunculkan lubang goa yang kecil,
dia mengulurkan tangan mengeluarkan sebuah kotak papan
sepanjang kira-kira satu kaki, memberikannya pada Bong
San-san berkata:
"Inilah Ho-leng-ci yang menggemparkan dunia
persilatan, harap ketua menyimpannya baik-baik."
Mata Pek Soh-jiu menyorot sinar aneh, begitu melihat
kotak papan, dia mau bicara tapi tidak jadi, kelihatan sekali
wajahnya sedikit tidak tenang.
Bong San-san menerima kotak papan, sambil tersenyum
pada Pek Soh-jiu berkata:
"Jika cici tidak salah menduga, adik kecil sudah berhasil
mendapatkan ular pintar Sian-giok yang sama berharganya
dengan Ho-leng-ci, bisakah cici melihatnya?"
Dari dalam dadanya Pek Soh-jiu mengeluarkan ular
pintar Sian-giok diserahkan pada Bong San-san berkata:
"Aku tanpa sengaja mendapatkan dia, usianya sudah tua
makanya jadi pintar, dapat mengerti maksud manusia,
ketua tidak perlu khawatir."
Bong San-san setelah memain-mainkannya sebentar,
mengembalikan pada Pek Soh-jiu berkata:
"Masing-masing barang memiliki masing masing
pemilik, manusia sama sekali tidak bisa memaksakan
memilikinya, cici meminjam bunga mempersembahkan
pada Budha, Ho-leng-ci ini, aku serahkan pada adik kecil
saja."
Pek Soh-jiu bengong berkata:
"Tadi aku sudah mendapat pertolongan dari cici, aku
sudah sangat berterima kasih, seumur hidup akan kuingat,
jika Ho-leng-ci adalah pemberiannya Goan Tayhiap, aku
tidak bisa menerimanya."
Goan Ang di pinggir membujuknya, katanya:
"Pek-tok-sin-kang nya Bong Kokcu, tiada duanya di
dunia, pusaka alam di lembah Jit-kaw, melebihi pusaka
yang ada dimana-mana, jika dia dengan tulus memberikan
Ho-leng-ci, maka adik kecil tidak perlu sungkan."
Di bawah hati yang tulus sulit menolaknya, Pek Soh-jiu
terpaksa menerima kotak papan itu, katanya:
"Aku tidak tahu, bagaimana cara menggabungkan Ho-
leng-ci dengan air liur ular untuk bisa dipergunakan, mohon
penjelasan dari Goan Tayhiap."
Goan Ang dengan terperinci menjelaskan cara
menggunaannya, lalu sambil tertawa lega berkata:
"Kita menyesalkan pertemuan kita terlambat, saudara
Pek jika masih memandang Lo-ko, harap jangan menyebut
aku dengan tayhiap lagi."
Pek Soh-jiu membungkukan tubuh menghormat berkata:
"Perintah Goan Lo-ko, aku tidak berani tidak menurut,
selanjutnya harap Lo-ko jangan bosan-bosan memberi
nasihat padaku."
Pek-tok-lo-cia tertawa:
"Jika telah mengakui Lo-ko, maka harus mengakui juga
seorang Lo-ci, jika tidak adik Pek terlalu berat sebelah."
Saat ini Su Lam-ceng sedang berdiri disamping Pek Soh-
jiu, mendengar hal itu, dia langsung menyahutnya:
"Cici San telah memberi banyak pada kami suami istri,
bisa mendapatkan cici sepertimu, kami suami istri sangat
senang, namun cici adalah wanita cantik yang masih muda,
kata tua itu, kami suami istri mungkin sulit untuk
menurutinya."
Pek-tok-lo-cia Bong San-san sambil memegang tangan Su
Lam-ceng berkata:
"Mulut kecil yang pandai sekali bicara, adik Pek
mendapat pembantu sepertimu yang sifatnya keibuan dan
setia, tidak tahu dia sudah berapa generasi bertapa-nya."
Belum habis Bong San-san bicara, mendadak dia
menemukan Pek Soh-jiu sedang membelalakan sepasang
matanya, menatap tegang pada Su Lam-ceng, wajahnya,
juga nampak sedikit kebingungan, tidak tahan dia jadi
merasa heran berkata:
"Kenapa adik Pek! Apakah Cici salah bicara apa?"
Pipi Su Lam-ceng sedikit merah, menghela napas pelan
berkata:
"Dia bukan menyalahkanmu, cici San! Tapi
aku......berbuat salah pada dia, membuat kandunganku......"
Pek Soh-jiu menjadi emosi berkata:
"Kita masih muda, adik Ceng tidak perlu di simpan
dihati."
Bong San-san dan Goan Ang, tidak tahu ada masalah
apa diantara sepasang sejoli pendekar ini. Namun masalah
pribadi suami istri orang lain, orang ketiga tentu saja tidak
enak terlibat, tapi Bong San-san bagaimana pun adalah
seorang wanita, sedikit-sedikit sudah tahu, karena Pek Soh-
jiu mengatakan mereka masih muda, kebanyakan
masalahnya, masalah antar muda mudi, dia hanya tidak
enak mengatakannya saja.
Terakhir, tetap Pek Soh-jiu yang memecahkan keadaan
canggung ini, dia berkata pada Bong San-san:
"Cici San! Aku juga punya satu permintaan maaf
padamu."
Bong San-san tertawa berkata:
"Kau tidak perlu sungkan, kecuali meminta cici memetik
bintang dilangit, semua permintaanmu akan cici kabulkan."
Pek Soh-jiu mengepal tangan membungkuk berkata:
"Aku berterima kasih dulu pada Cici......"
"Kalau begitu, katakanlah."
"Di lembah cici apa ada seorang yang bernama Tok-hou
(Monyet racun) The Hoan?"
"Tidak salah, apa dia telah menyerangmu?"
"Hanya sedikit salah paham, tapi aku kelepasan tangan
telah membunuhnya."
"Tidak apa-apa! Orang ini sangat liar sulit dikendalikan,
cici juga sudah lama ingin menghabisi dia, sekarang kau
telah membunuhnya, tidak bedanya dengan telah
menghilangkan satu kanker racun di lembah ini, cici malah
harus berterima kasih padamu."
Su Lam-ceng berkata:
"Ciu koko! Jika cici San tidak menyalahkan kita, rasanya
sudah tidak ada urusan lain, hanya kita sampai sekarang
masih belum melihat guru dan yang lainnya, aku sungguh
tidak bisa tenang."
Pek Soh-jiu juga mengkhawatirkan Thian-ho-sat-kun dan
putrinya bertiga, mendengar kata kata ini dia berbalik pada
Goan Ang berkata:
"Lo-ko! Kapan hawa dingin di dalam lembah bisa
menghilang?"
"Kira-kira masih perlu satu jam lagi, sekarang gelisah
juga tidak ada gunanya, adik! Sekarang kita istirahat dulu
sebentar, nanti aku antar kalian mencari teman-temanmu
itu."
Hawa dingin di dalam lembah, tidak bisa di tahan oleh
kekuatan manusia, walau hati Pek Soh-jiu gelisah, juga
terpaksa menunggu satu jam lagi.
Akhirnya, hawa dingin telah lewat, Goan Ang
membagikan pada mereka setiap orang sebutir batu warna
ungu gelap berkata:
"Di lembah ini kecuali setiap hari di waktu tengah
malam jam sebelas sampai jam satu dan tengah hari jam
sebelas sampai jam satu hawanya sangat dingin sekali, di
waktu lainnya hawa dingin yang dikeluarkan-nya, untuk
orang yang berlatih silat masih mampu menahannya, hanya
ada beberapa gua yang sangat dingin, apalagi orang yang
masuk kedalamnya terlebih dulu kena racun rumput es,
maka begitu masuk ke dalam goa es, akan kehilangan daya
tahannya, tapi sebuah barang pasti ada barang penakluk
lainnya, dengan mempunyai sebutir batu es kecil ini,
kecuali waktu yang paling dingin tadi dan terhadap rumput
es, bisa dikatakan semua akan lancar tidak ada yang
menghalangi.
Dari dalam dadanya Pek Soh-jiu mengeluarkan sebuah
batu bulat berkata:
"Batu bulat aku ini, juga dapat menahan dingin, tidak
tahu apakah ini sejenis dengan batu es?"
Goan Ang melihat batu bulat itu bersinar ungu, bisa
membuat kumis dan alis tersorot, tidak tahan dia tertawa
terbahak-bahak, katanya:
"Ini sungguh-sungguh sudah ditakdirkan, aku telah
menjelajahi seluruh lembah es, tidak pernah mendapatkan
sebutir Thian-can-peng-bo (Biang es langit), tidak diduga
adik Pek bisa mendapatkannya tanpa disengaja, batu ini
bisa menahan api dan air, orang yang memegang batu ini
asalkan menggunakan tenaga dalam menggerakan kilap
ungunya, tidak saja bisa menahan panas dan dingin, air
atau api pun bisa dilaluinya tanpa cidera, selain itu racun
apa pun, juga tidak bisa melukai orang yang memegang
batu ini, adik kecil! Selamat."
Pek Soh-jiu mendengar begitu berharganya batu kecil ini,
dia merasa tidak enak hati, maka dia memberikan Thian-
can-peng-bo kepada Goan Ang berkata:
"Lo-ko! Batu ini tadinya juga milik lembah ini,
sepantasnya mengembalikannya pada pemiliknya, apalagi
saat ini aku sudah tidak memerlukannya lagi, harap Lo-ko
menerimanya kembali."
Goan Ang berkata:
"Pusaka alam, orang yang berbudi yang baru dapat
memilikinya. Jika aku harus mendapatkannya, buat apa
menunggu sampai hari ini, apa lagi adik Pek mempunyai
tugas berat, batu pusaka yang didapat karena nasib ini, pasti
akan berguna bagi adik Pek, simpanlah, temanmu mungkin
sedang dalam bahaya, kita tidak bisa menunggu lagi."
Karena Goan Ang bersikeras tidak mau menerimanya,
Pek Soh-jiu juga tidak enak memaksa terus, terpaksa dia
menyimpan batu pusaka, mengikuti Goan Ang dan lainnya
berlari menuju goa es, keadaan goa es tetap seperti semula,
yang berbeda adalah orang yang terkena racun dingin,
mereka tampak bertambah kepayahan, setelah mendapat
pertolongan Goan Ang menggunakan obat penawar khusus,
maka mereka berturut-turut sadar kembali, tianglo Siauw-
lim-sie Pek Can taysu pelan-pelan bangkit berdiri, sambil
mengangkat alis panjangnya, menyebutnama Budha
berkata:
"Goan Sicu akhirnya bisa sadar dan kembali ke jalan
benar, aku harus berterima kasih pada Budha atas......"
"Ha ha ha!" Goan Ang tertawa keras dan berkata
panjang, "Aku tidak berani membohongi taysu, Aku orang
she Goan memang sudah sadar, namun kalau taysu
mengatakan atas jasanya pada Budha, orang she Goan sulit
bisa menyetujuinya."
"Hemm!" Pek Can taysu berkata, "Sicu berkata begini,
tidak tahu apa tujuannya?"
"Mudah sekali, aku menolong kalian semua, hanya
untuk menghormati tujuannya adikku saja, ketua tidak
tanya dulu sebabnya, malah mengambil kesimpulan sendiri
memberikan jasanya pada Budha, bukankah itu akan
membuat orang yang memberikan budi, hatinya jadi merasa
dingin!"
Pek Soh-jiu tersenyum berkata:
"Kau ini kenapa? Loko, Aku tidak bermaksud menolong
orang mengharapkan imbalan......"
Ketua Siauw-lim-sie Pek Hui taysu menegakan satu
telapaknya, menyapa pada Pek Soh-jiu berkata:
"Sicu kecil tidak mengingat perlakuan jahat yang telah
lewat, kebesaran hatinya begitu besar, selanjutnya aliran
Siauw-lim-sie selamanya akan menjadi teman setianya Sicu
kecil."
"Terima kasih, tapi......"
Goan Ang menggoyangkan tangan berkata:
"Ketua Siauw-lim-sie sekali bicara akan memegang teguh
janjinya, adik kecil tidak perlu menjelaskannya lagi."
Sejenak menghentikan kata-katanya, lalu mengepal tangan
menghormat pada Pek Can taysu berkata:
"Dalam peristiwa Yun-liu, Orang she Goan sama sekali
tidak ada niat menfitnah Siauw-lim, hanya saja Toa-
hweesio kebetulan hadir dipertemuan itu, mengenai nama
baik Toa-hweesio, orang she Goan tentu saja akan
bertanggung jawab menjernihkannya."
Tiga angkatan tua Bu-tong juga bersamaan mengucapkan
terima kasih pada Pek Soh-jiu, mereka juga bersedia
membantu pekerjaan Pek Soh-jiu di dunia persilatan dengan
sekuat tenaganya dan seluruh kekuatan perguruan.
Goan Ang mengambil kesempatan ini menjelaskan niat
Pek Soh-jiu mengatasi mala petaka dunia persilatan, dan
juga membalas dendam kematian ayahnya, akan pergi ke
bukit Thian-ciat, berharap Siauw-lim dan Bu-tong bisa
bersama-sama mendukung-nya, tentu saja masalah ini tidak
bisa ditolak, maka dua perguruan besar yang pemimpin
dunia persilatan ini, menggabungkan diri ke dalam
rombongan Pek Soh-jiu.
Mereka melalui lorong es, hingga ke mulut goa, tapi
tidak menemukan Thian-ho-sat-kun dan putrinya,
Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun, setelah
berbelok ke lorong rahasia lain, baru bisa berkumpul
dengan mereka, ternyata Thian-ho-sat-kun banyak akalnya,
dia tidak saja bisa menghindarkan serangan hawa dingin,
juga bisa menemukan jalan rahasia menuju ke belakang
lembah, ini malah jadi menghindarkan beberapa kesulitan.
Sekarang, serombongan pesilat tinggi yang terdiri dari
orang biasa, hweesio dan pendeta To, berada dalam
perjalanan menuju ke bukit Thian-ciat, di pimpin seorang
tua tinggi besar, rambutnya putih berbaju merah,
dibelakangnya mengikuti tiga laki-laki tiga wanita,
dengan baju berkibar-kibar, berjalan memimpin di depan.
Di belakang mereka ada Jit-kaw Kokcu, Pek-tok-lo-cia
Bong San-san dengan delapan pesilat tinggi dari lembah Jit-
kaw, mereka semuanya adalah laki-laki bertubuh tegap,
berrambut panjang terurai menutup bahu, berbaju ketat
menyandang pedang, di belakang orang-orang lembah Jit-
kaw, tampak Goan Ang dan Im-yang-sam-ih, Peng-kok-pat-
hiong, paling belakang adalah murid-muridnya Siauw-lim
dan tiga angkatan tua Bu-tong.
Kekuatan rombongan ini sangat mengejutkan, jika
mengatakan masih ada orang yang berniat mengusik
mereka, ini tidak bedanya dengan serangga menerjang api,
mencari jalan mati sendiri, tapi Pek Soh-jiu sedikit pun
tidak berani berpikiran gegabah, dia tahu di dalam dunia
persilatan, banyak sekali orang-orang tidak menggunakan
aturan, yang melihat keuntungan lupa kesetia kawanan,
dari tempatnya sekarang ke bukit Thian-ciat jaraknya masih
ribuan lie, hidup mati beruntung atau mala petaka, masih
dalam tanda tanya.
Bukit Thian-ciat tadinya adalah nama gunung Suku,
sepuluh li diutara kabupaten Jin-ciu provinsi Su-cuan, di
puncak gunung ada tebing batu seperti benteng kota,
makanya juga disebut gunung Si-ceng, diakhir dinasti Si-
wie, pejabat Kang-ciu Lu-teng menyerang pemberontak
Liauw-jin, para orang-orang Liauw menduduki gunung
untuk bertahan, ada seorang jendral yang mampu menahan
serangan ribuan tentara karena keadaan gunungnya, setelah
Lu-teng dan The Cu-lo memancing musuhnya dibawah
gunung, baru dapat mengalahkannya. Bisa dibayangkan
keadaan gunungnya yang begitu strategis, untungnya
Thian-ho-sat-kun, tadinya juga pemilik gunung Thian-ciat
ini, dia hafal sekali akan keadaan gunungnya, maka
kesulitannya tidak terlalu banyak.
Mereka merencanakan dari Jin-hoa, melalui selatan An-
hwi, menerobos Ho-pak langsung ke Su-cuan, namun baru
saja tiba di sebelah tenggara Yam-su, sudah bertemu dengan
beberapa orang yang mencari masalah.
Masih berjarak setengah lie dari kabupaten Yam-su, di
pinggir jalan ada sebuah hutan yang lebat, Wie Pui-hoa dan
Giok Ie-ko dari Thian-ho-leng memimpin sepuluh lebih
pesilat tinggi, sedang menanti di pinggir hutan menunggu
kedatangan mereka.
Begitu bertemu musuh, mata menjadi sangat terang,
Giok Ie-ko langsung datang menyambut sambil
mengangkat alis berkata:
"Orang she Pek, hari ini bisa melarikan diri, besok tidak
akan lolos, aku akan memberi kau satu kesempatan lagi."
Satu sinar membunuh, menyorot keluar dari sepasang
matanya Pek Soh-jiu, berkata:
"Aku sedang mendengarkannya."
"Bawa istrimu dan ikut aku ke Thian-ciat-leng untuk
menerima hukuman......."
"Mmm, memang benar satu kesempatan yang bagus
sekali, tapi aku juga ada satu permintaan kecil pada nona!"
"Ooo, coba katakan."
"Nona dengan Sucimu, akan kuberi kelonggaran, kalau
orang yang lain? Cukup tinggalkan sedikit tanda mata saja."
Selesai berkata itu, terdengar sebuah suara teriakan yang
seperti geledek, lalu melayang keluar satu bayangan orang
yang kurus, gerakan dia menimbulkan angin keras,
keadaannya sangat menakutkan orang, dalam hati Pek Soh-
jiu tahu ilmu silat orang ini sangat hebat, diam-diam
memusatkan tenaga dalamnya, lalu melihat pada orang itu.
Dia adalah seorang yang tinggi kurus seperti sebatang
bambu, dibawah bajunya yang sampai kelutut, tampak
sepasang kaki dibungkus kulit berbulu hitam, tampangnya
membuat orang tidak ingin melihatnya, wajahnya yang
kurus hanya ada kulit tanpa daging, tertanam dua butir
mata yang bersinar, dia melotot pada Pek Soh-jiu, berkata
dingin:
"Bocah! Kau ini yang ingin kutinggalkan sedikit tanda?
He he he, biar aku congkel dulu sepasang matamu."
Habis berkata orang ini langsung mengeluarkan
serangan, gerakannya sangat lincah, lengan kanannya
dijulurkan, malah bisa mencapai lima kaki, lima jarinya
yang kurus kering dengan angin serangannya, hampir saja
menotok diatas wajahnya Pek Soh-jiu.
Wajah Jit-kaw Kokcu Bong San-san sedikit berubah, dia
takut Pek Soh-jiu tidak tahu kelihayannya orang ini, buru
buru teriak:
"Adik Pek! Dia adalah seekor naga beracung sepuluh
jarinya telah dioles dengan racun mematikan, ilmu Tong-
pik-kang (ilmu memanjangkan tangan) dan Tai-eng-jauw
(Elang cakar besar) nya bisa disebut salah satu ilmu terhebat
di dunia persilatan! Kau harus hati-hati sedikit!"
Tangan yang telah dijulurkan oleh Tok-jauw-kauw-liong
(Cakar beracun naga durhaka), mendadak ditarik kembali,
sepasang bola matanya berputar-putar, menatap Bong San-
san dengan bangganya berkata:
"Nona Bong! Kau mengatakan bocah ini adalah adikmu?
Keek, kenapa bukan dari tadi kau katakan, hampir saja
Ciang Pu-hai melakukan kesalahan besar!"
"Hemm!" dengan dingin sekali Bong San-san berkata,
"Kau tidak perlu memuji, Bong San-san juga tidak akan
menerima penghormatanmu."
Tok-jauw-kauw-liong Ciang Pu-hai "Ha ha ha!" Nona
Bong! Kita sama-sama orang ternama di dunia persilatan,
sepuluh tahun berhubungan, tidak terhalang oleh panas
atau dingin, apakah kau sedikit pun tidak ada perasaan?"
Bong San-san mencibirkan bibirnya:
"Kau lebih baik mengaca dulu dalam air kencing sendiri,
lihat wajahmu yang sejak dilahirkan sudah memalukan."
Wajah Ciang Pu-hai berubah, dengan marahnya
menatap pada Pek Soh-jiu berkata:
"Bagus, bagus, biar aku bunuhmu dulu, supaya putus
harapan wanita kecil itu." Habis bicara, bayangan telapak
memecah angin, lima jari sedahsyat gunung runtuh,
gelombang laut menerjang, mencengkram ke arah bahu Pek
Soh-jiu.
Pertama-tama Pek Soh-jiu mengerahkan tenaga
dalamnya untuk mengerakan sinar ungu Thian-can-cu di
dalam dadanya, lalu sembarangan memungut sebatang
ranting pohon, pergelangan tangan sedikit digetarkan,
dengan cepat menotok keluar, ujung ranting memecah
angin seperti anak panah, langsung menusuk kearah telapak
tangannya Ciang Pu-hai yang datang.
Ciang Pu-hai mendengus, lengan kanannya ditarik,
telapak tangan kiri berganti menyerang keluar, meski
jaraknya kurang lebih lima kaki, tapi begitu menjulurkan
tangan, langsung mencapainya, terlihat hanya dalam
sekejap, jari kurus keringnya itu, sudah mencapai dibawah
ketiaknya Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu terkejut, dia tidak menduga Tong-pik-kang
nya Ciang Pu-hai sedemikian lihaynya, sekali tidak
menduganya, hampir saja dia terkena serangan lawan.
Untungnya dia memiliki tenaga dalam latihan seratus
tahun, jalan darahnya bisa dengan otomatis berubah
tempat, jika tidak, hanya dalam satu jurus ini saja, dia
sudah tidak bisa mundur dengan selamat.
Namun hati Ciang Pu-hai lebih terkejut, sebab dia sudah
mengerahkan delapan puluh persen tenaga dalamnya, tepat
mengenai jalan darah besar Thian-su lawannya, asalkan
tubuh manusia yang dibentuk oleh darah dan daging, walau
tidak mati, juga akan mengalami luka parah, apa lagi diatas
jarinya, telah dilumuri racun mematikan, walau pun punya
tenaga dalam pelindung tubuh, juga sulit menahan serangan
racunnya, sekarang dibawah dua serangan mematikan, dia
malah sedikit pun tidak berhasil, malah jari tangan kiri dan
tulang pergelangannya, telah remuk oleh getaran tenaga
dalani, lawannya.
Tok-jauw-kauw-liong yang sudah sepuluh tahun meraja
lela di dunia persilatan, malah telah diremukan sebelah
tangannya oleh seorang Boanpwee dalam satu jurus, bukan
saja ini penghinaan yang tidak pernah dia alami seumur
hidupnya, juga hal yang hampir membuat orang sulit untuk
bisa mempercayainya, namun kenyataannya sudah terjadi
di depan mata, sakit yang menyayat hati membantah
keraguan hatinya, tapi dasar sifatnya licik, dia sudah biasa
tidak mempedulikan aturan dunia persilatan, dalam hati
walau pun bencinya sampai ingin memakan bulat daging
Pek Soh-jiu, akhirnya ditahan sebab ilmu silatnya kalah dari
musuhnya, sambil memegangi tangan yang remuk dia
mundur tiga langkah kebelakang, mulutnya tertawa aneh
berkata:
"Orang she Pek, berani sekali diam-diam kau melukai
orang? Baiklah, lewat hari ini masih ada hari esok, asal aku
tidak mati, pasti akan membalaskan dendam ini."
Pek-tok-lo-cia dengan sinis berkata:
"Aku dengar sekecil apa pun dendam Tok-jauw-kauw-
liong pasti membalasnya, dendam karena tangan remuk,
buat apa menunggu hari lainnya?"
Ciang Pu-hai marah sekali, dia teriak:
"Wanita hina! Walau pun aku terkena serangan gelap,
ingin membunuhmu itu bukan hal yang sulit."
"Hemm!" Pek-tok-lo-cia berkata dingin, "Walau aku
tidak suka memukul anjing yang sudah jatuh kedalam air,
jika kau bersiteguh ingin mencari mati, terpaksa aku
meluluskan." Dari dalam satu kantong kulit, dia
mengeluarkan sarung tangan yang mengeluar-kan sinar
perak, dengan gerakan yang sangat cepat memakainya, lalu
dengan wajah dingin, berkata:
"Menyesal? Orang she Ciang panggil tiga kali nona
besar, merangkak di tanah menyembah dua kali, asal Bong
San-san senang, mungkin akan mengampuni nyawa
anjingmu."
Ciang Pu-hai jadi sedikit sedikit menyesal, sebab ilmu
silatnya tidak lebih tinggi dari Bong San-san, sekarang
tangan kirinya tidak bisa digunakan, bagai-mana dia bisa
melawan Jit-kaw Kokcu! Hanya saja kata katanya Bong
San-san terlalu keji, walau kulit wajah lebih tebal lagi, juga
sulit bisa menahan amarah ini. terpaksa sepasang ahli
menggunakan racun ini, melaku-kan pertarungan yang
amat sengit.
Disisi lain, Wie Pui-hoa dengan Siau Yam juga sedang
bersitegang, sudah diambang pertarungan. Sebabnya adalah
Wie Pui-hoa dengan kedudukannya sebagai kakak tertua di
perguruan, ingin Siau Yam menerima hukuman peraturan
perguruan, karena Siau Yam sudah tahu akar persoalannya,
tentu saja tidak mau menyerah begitu saja, terakhir, Wie
Pui-hoa dengan mengeluh panjang berkata:
"Sam-sumoi begini keras kepala tidak mau sadar, Suci
jadi tidak bisa mempertimbangkan hubungan kita sebagai
saudara seperguruan." Thian-ho-leng di tangannya
dilambaikan ke belakang, sepuluh lebih pesilat tinggi dari
perguruan Thian-ho yang berwajah sadis, semuanya
langsung maju menyerang.
"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa, "Adik Sangguan!
Mari kita ikut meramaikannya."
Sangguan Ceng-hun menyahut:
"Baik." Maka mereka bersama-sama keluar maju",
menerjang, menyambut pesilat tinggi perguruan Thian-ho
bertarung sengit.
Pek Soh-jiu, Siau Hun, Siau Yam, Su Lam-ceng, juga
meloncat keluar, masing-masing menghadang beberapa
musuh, melakukan pertarungan seru.
Pek Soh-jiu tetap dengan ranting pohonnya, melawan
lima pesilat tinggi, ranting pohonnya bergerak kemana,
menimbulkan angin keras, walau lawannya banyak, dia
tetap saja masih kelebihan tenaga.
Siau Hun bertarung dengan tiga orang pesilat tinggi, Su
Lam-ceng juga menggunakan pedang Im-cu, memaksa dua
orang murid perguruan Thian-ho mempertahankan
nyawanya, hanya Siau Yam bertarung satu lawan satu,
dengan Ji-sucinya Giok Ie-ko, Suci dan Sumoi ini bertarung
seimbang, didalam perguruan Thian-ho satu satunya yang
tidak bertarung, tinggal Wie Pui-hoa seorang, dengan
sepasang alis berkerut, wajahnya serius, diam tidak bersuara
mengawasi seluruh lapangan pertarungan, dia tampak
terkejut keheranan.
Dia didalam hati dia berpikir, prajurit yang berpisah tiga
hari, sungguh harus dilihat dengan mata yang berbeda,
tingginya kepandaian Pek Soh-jiu, sudah membuat hatinya
terkejut, malah dengan penampilan Siau Yam hari ini
belum tentu dia bisa menandinginya, kelihatannya
pertarungan hari ini, murid-murid perguruan Thian-ho akan
mengalami kekalahan total.
Tapi, sebagai murid tertua perguruan Thian-ho, walau
pun mati berlumuran darah dalam pertarungan, juga tidak
boleh melarikan diri, maka dia menghentakan kakinya,
akan langsung menerjang ikut kedalam pertarungan.
Mendadak, satu tiupan angin yang dingin sekali, pelan-
pelan meniup kerubuhnya, dalam pikirannya dia ingin
menghentakan kaki, melayangkan bendera menyerang
musuh, tapi dia tidak bisa memerintahkan tubuhnya, jelas
jelas dia merasakan akan meloncat, hasilnya malah sedikit
pun tidak bergerak, keterkejutan ini, hampir membuat dia
mati ketakutan, hingga sampai Thian-ho-sat-kun melangkah
ke depan dia, baru sadar ketika angin dingin menerpa
dirinya, jalan darah dia sudah tertotok.
Thian-ho-sat-kun mengambil bendera Thian-ho-leng dari
tangannya, mulutnya dengan tegas membentak:
"Kau murid perguruan Thian-ho?"
"Benar, Cianpwee."
"Lalu siapa pemilik Thian-ho-leng ini?"
"Guru ku Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim."
"Baik, kau pulang beritahu dia, dalam waktu setengah
tahun, aku pribadi akan datang ke Su-ceng."
"Sebutan Cianpwee adalah......"
"Siau Ji-po."
"Aku sudah mengingatnya."
"Baik, pergilah."
Satu angin dingin yang lembut namun tidak bisa ditahan,
menerbangkan pada dirinya, dia tidak mampu
menghentikan tubuh, tapi merasakan tenaga dalamnya
mulai lancar, jalan darahnya sudah terbuka kembali, maka
dengan menusatkan tenaga dalamnya, di saat luncuran
tubuhnya akan habis, dengan pelan dia turun di atas tanah,
tempat dia berdiri, sudah menjauh sepuluh tombak lebih
dari lapangan pertarungan.
Dengan bengong dia menatap Giok Ie-ko yang lari.
sempoyongan mendekatinya, lalu melihat mayat-mayat'
anak buah Thian-ho-leng yang bergelimpangan dilapangan
pertarungan, rasanya seperti mimpi buruk, lama... dua
orang Suci Sumoi yang lolos dari maut, dengan sedih lari
meninggalkan tempat itu.
Untuk pertama kalinya Pek Soh-jiu mencoba
kepandaiannya setelah dia sukses melatih ilmu silat. Thian-
ho-leng yang disegani oleh ratusan perguruan itu tampak
seperti rumput kering, sehingga setelah pertarungan di
Yam-su, dia menjadi seorang pesilat hebat yang diketahui
oleh semua orang, perguruan yang tidak mau diperbudak
Thian ho-Ieng, tidak tanggung lagi datang menggabungkan
diri, kekuatan dan ketenarannya bisa dikatakan tidak
pernah ada di dalam sejarah.
0-0dw0-0

BAB 9
Pertarungan di pegunungan Thian-ciat.

Ci Leng-sia, disebut juga Ih-leng, berada dua puluh lima


li di barat daya Ih-tiang provinsi Ho-pak, adalah pintu
pertama sungai Kau mengalir masuk ke Cuan, aliran sungai
dari hulu turun mengalir deras setelah lewat Ci Leng-sia
baru alirannya menjadi datar, makanya Ci Leng-sia biasa
disebut juga Peng-san-pa.
Saat ini matahari senja bersorot, awan bergelombang di
depan Peng-san-pa, berlabuh sepuluh lebih perahu kecil
berlayar tunggal, mereka seperti pasukan perahu yang
terorganisir, saat bergerak, tampak sangat teratur dan rapi.
Satu suara seruling yang memekak seperti membelah
batu, terdengar dari salah satu perahu kecil, seperti awan
melayang, air mengalir, di langit, di sungai, di bukit yang
menjulang ke awan, menggema!
"Gunung menyapa awan tipis, langit menambah
gelombang kotor, di sudut gambar suara terputus di pintu.
Sementara menghentikan peperangan, untuk memancing
keluar gentong mas. Berapa banyak masa lalu di dunia
persilatan, hanya gema kosong, asap bergulung gulung. Di
luar mentari senja, beberapa gagak terbang, aliran atf
memutar di kampung menyendiri..."
Ini adalah sebuah Boan-teng-pui, syair yang langsung
diciptakan menurut pemandangan yang di lihat, sangat
menyentuh hati, sayang di dalam syairnya penuh rasa
malas-malasan dan sedih kesepian.
"Haai!" baru saja suara seruling berhenti, seorang nyonya
muda yang berpakaian ringkas warna biru langit mengeluh:
"Adik Ciu! Harapan membalaskan dendam sudah ada di
depan mata, dendam akan segera terselesaikan,
kau.......seharusnya bisa berlega hati."
Remaja baju putih yang meniup seruling terdiam sejenak
berkata:
"Kata-kata Cici Hun benar, namun di dunia persilatan ini
banyak perubahan-dan jebakan, Thian-ciat-leng bukan saja
sangat berbahaya seperti goa macan, To Cu-an juga seorang
yang tidak mudah dihadapi! Apa lagi membalas dendam
adalah masalah kita, sekarang..."
"Adik Ciu jadi orang jangan merendahkan diri sendiri,
dengan kepandaian kita suami istri, menghadapi para kecoa
ini rasanya tidak perlu khawatir."
Sepasang suami istri yang sedang berbincang ini adalah
Pek Soh-jiu dan Siau Hun yang datang dari lembah es,
mereka berdua sambil meniup seruling, berbicara terhadap
masalah yang akan datang, tampaknya diam-diam sedikit
merasa khawatir, saat ini Su Lam-ceng dan Siau Yam sudah
datang ke depan perahu, mencibirkan bibir munggilnya,
Siau Yam berkata:
"Ada apa? kita sekarang ini bukan sedang mengadakan
pertemuan, Kenapa harus merasa gelisah segala?"
Su Lam-ceng melanjutkan:
"Perjalanan, kita ini sudah membuat tidak sedikit
perhatian teman-teman dunia persilatan, orang orang ini
campur aduk, ada yang baik ada yang tidak, maksud
tujuannya juga sulit diduga, apa lagi kecuali To Cu-an,
hubungan kita dengan Thian-ho-leng sangat rumit, Ciu
koko kenapa tidak mengambil sebuah keputusan terhadap
orang-orang ini, semua orang ini tolak saja secara halus!"
Pek Soh-jiu berkata:
"Benar adik Ceng, aku juga sedang berpikir demikian."
Dia segera memusatkan tenaga dalamnya, lalu bersiul
panjang seperti dengungan naga, diatas perahu perahu kecil
itu, tidak lama bayangan orang datang berseliweran,
semuanya keluar oleh siulan Pek Soh-jiu, lalu mata Pek
Soh-ciu menyapu ke sekeliling, dengan keras berkata:
"Kalian jauh-jauh sudah datang kemari, ingin bersama-
sama melakukan pekerjaan menegakan kebenar an, aku she
Pek terlebih dulu mengucapkan banyak terima kasih atas
kesetia kawanan kalian."
Berhenti sejenak lalu melanjutkan:
"Namun membalas dendam, menagih hutang, adalah
masalah pribadiku, tujuan kalian walau pun baik, namun
aku she Pek sulit menerimanya......"
"Menghabisi setan melindungi kebenaran, wajib bagi
setiap orang, Pek Siauhiap bagaimana boleh menolak
orang?"
Pek Soh-jiu melihat orang yang bicara itu, adalah Gin-ie-
siu-su (Sastrawan baju perak) Gouw Soh-cian, maka dia
mengepal sepasang tangan berkata:
"Mana berani aku tidak sopan begitu, hanya saja ? tidak
berani menanggung tanggung jawab karena bantuan orang
lain, jika kalian berkeinginan keras mendatangi Thian-ciat-
leng, silahkan kalian melalui jalan lain, bagaimana?"
Ketua perkumpulan Ci-yan Liu Giauw-kun yang berada
diatas perahu kecil lainnya, berkata:
"Sebutan berhasil karena bantuan orang lain, malah kami
merasa pantas, tapi seperti anak panah yang sudah di
pasang diatas busurnya mau tidak mau harus dilepas, Pek
Soh-jiu ingin menghindar dari kita, mungkin sulit
memenuhi harapannya."
Siau Hun mengangkat alis berkata:
"Mungkin hal ini tidak bisa kau putuskan sendiri."
perkataannya berhenti sejenak, lalu melanjut-kan:
"Jika kalian bisa menuruti apa yang dikatakan suamiku,
kami akan tetap menerima persahabatan kalian, tapi jika
ada orang yang masih berani mengikuti di belakang kami
suami istri, maka jangan salahkan kami berbalik menjadi
marah!"
Siau Hun mengangkat sepasang alisnya, mata-nya
mengandung hawa membunuh, Leng-bin-sin-ni yang
namanya telah menggemparkan dunia persilatan,
kharismanya masih tetap menakutkan orang, dibawah
wajahnya yang serius, Liu Giauw-kun tidak berani
berbicara lagi!
Perahu-perahu kecil pun bubar, setelah beberapa saat, di
depan Peng-san-pa, hanya tinggal orang-orang lembah es,
Jit-kaw-kok, Siauw-lim, Bu-tong, dan Pek Soh-jiu, yang
menggunakan empat perahu
Keesokan harinya, mereka melaju naik melawan arus,
terus sampai tiba di Pat-tong, tidak terjadi peristiwa apa-
apa, dilanjutkan naik keatas. Bu-sia yang ternama diseluruh
negeri itu, panjang keseluruhannya seratus enam puluh li,
kedua sisi tebingnya menjulang tinggi ke langit, batu
cadasnya berlapis lapis, matahari pun tidak bisa menembus,
disaat hari terang, hutan tidak dingin, sering terdengar
pekikan suara monyet kesepian, membuat orang merasa
pilu, makanya ada dongeng yang mengatakan, "Tiga
lembah Pat-tong, panjangnya Bu-sia, kera menyerit tiga
kali, air mata membasahi baju".
Empat hari kemudian, mereka mendapatkan angin yang
searah, sehingga empat perahu berbaris, melaju masuk ke
dalam Bu-sia.
Di Bu-sia aliran airnya deras dan berputar, sangat
berbahaya sekali untuk dilalui, namun pemandangannya
indah dan megah, pemandangan indah yang sulit seumur
manusia hidup, Pek Soh-jiu yang pertama kali datang
kesini, tentu saja sangat menikmati pemandangan ini.
Melewati Cian-ce di Bu-sia, pendayung perahu harus
menepikan perahu ke pantai, untuk pergi kekota kabupaten
membeli perbekalan makanan, setelah pergi beberapa jam,
tidak nampak ada tanda-tanda mereka kembali, hingga
awak perahu lainnya menyusul pergi kekota kabupaten, tapi
dari tengah hari hingga hari menjadi gelap, dua gelombang
awak perahu yang mau membeli perbekalan malah seperti
burung terbang entah kemana, jelas, kota kecil kabupaten
yang terpencil ini, mungkin satu tempat yang
mencurigakan, sehingga, Pek Soh-jiu membawa kakak
beradik Siau, dengan Goan Ang, Bong San-san, Ouwyang
Yong-it, Sangguan Ceng-hun, pergi kekota kabupaten untuk
menyelidiknya. *
Kota kabupaten Bu-san tidak besar, namun karena^
berada diantara Ku-tang-sia dan Bu-sia, perahu yang naik
turun disungai, kebanyakan berhenti disini sehingga
rumah makan dan penginapan, menjadi usaha yang paling
menonjol di kota kabupaten ini.
Pek Soh-jiu dan kawan-kawannya berkeliling satu
putaran di kota kabupaten ini, sepuluh lebih awak perahu
itu, seperti mendadak hilang diatas bumi, sampai mencari
ke setiap pelosok kota, juga tidak menemukan jejak mereka,
yang paling mengherankan adalah muridnya Kai-pang ada
diseluruh dunia, tapi dikota ini, malah satu pun tidak ada
jejak pengemis, Sangguan Ceng-hun tidak bisa menemukan
satu orang pengemis pun.
Akhirnya mereka berkumpul di satu rumah makan yang
namanya Ki-cian, Ouwyang Yong-it pertama memesan
dulu tiga kati arak putih yang paling bagus, lalu ditambah
dengan beberapa masak masakan kecil, siapa tahu pelayan
rumah makan dengan sekali mendengus dingin berkata:
"Maaf, masakan di rumah makan kami telah habis,
silahkan ke rumah makan lain saja."
Ouwyang Yong-it sedikit tertegun, dia berkata:
"Pelayan, kau takut kami tidak mampu bayar?"
Pelayan itu dengan kaku berkata:
"Walau uang anda segunung, sayang rumah makan kami
tidak beruntung bisa menikmatinya!"
Ouwyang Yong-it melihat tamu lainnya, masih tetap
sedang menambah masakan dan araknya, tidak tahan dia
menjadi marah berkata:
"Ini artinya kalian tidak ingin berdagang dengan kami.
Betul tidak?"
"Anda betul, terhadap orang yang tidak jelas asal
usulnya, kami tidak melayani."
"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa katanya:
"Tidak diduga kota kecil di gunung ini, bisa ada banyak
jagoannya, pelayan! Apakah kau tahu siapa kau ini?"
Pelayan melirik padanya dengan dingin berkata: "Oh-
kui, tidak bisa dihitung sebagai orang yang terpandang,
berada dikota kami, anda lebih baik merendah hati sedikit!"
Ouwyang Yong-it terkejut, dia menyadari kota kecil ini,
benar-benar tidak sederhana, namun orang seperti dia yang
namanya sudah termasyur di dunia persilatan, mana bisa
menerima penghinaan dari seorang pelayan seperti ini,
walau pun tahu lawan tidak mudah ditaklukan, tapi
bagaimana pun dia tidak bisa menerima penghinaan ini,
maka segera sepasang tangannya menekan meja, tubuh
melayang tangan dijulurkan, lima jarinya dibuka, dengan
keras mencengkram ke arah bahu pelayan itu.
"Aku sudah katakan, anda lebih baik merendah hati,
sekarang...he he he, terpaksa aku memberimu sebuah
pelajaran."
Seorang pelayan, malah bisa bicara dengan nada yang
mengejutkan orang, Pek Soh-jiu dan kawan kawan yang
melihat dari pinggir, walau semuanya marah, namun
Ouwyang Yong-it sudah bergerak duluan, terpaksa mereka
sementara jadi penonton, tidak diduga pesilat tinggi
ternama seperti Ouwyang Yong-it ini, dalam marahnya
mencengkram, malah sudut baju pelayan ini pun tidak
terkena.
Ouwyang Yong-it tertegun, lalu dia tertawa keras
berkata:
"Tidak disangka salah seorang dari Kang-pak-siang-eng
(Sepasang pendekar dari utara sungai), malah mau
merendahkan diri menjadi seorang pelayan rumah makan!
Akhir dari seorang petualang, sungguh mem-buat orang
prihatin......"
Wajah pelayan itu berubah, katanya:
"Ikan yang berenang di dalam tempurung, berani juga
berbicara sembarangan, sungguh tidak sayang nyawanya!"
Goan Ang tertawa memotong:
"Setelah berpisah di Yun-liu, ternyata Ki Tayhiap sudah
mendapatkan majikan kuat, sungguh hal yang sangat
menggembirakan, kita tidak perlu banyak basa basi lagi,
mahon tanya siapa majikan anda itu? Silahkan panggil
keluar, biar kita berkenalan."
Ki Ie-beng berkata dingin:
"Sama-sama, orang she Ki memang rela menjadi
bawahan orang, bukankah Goan Tayhiap juga sama
menjadi budak orang!"
Goan Ang berkata tawar:
"Kang-pak-siang-eng bisa dihitung terhebat di antara
angkatan muda, tidak diduga sekali jatuh semakin hari
semakin dalam, tampaknya kelakuan seseorang sehari-hari,
sedikit pun tidak boleh tidak lengah!"
Wajah Ki Ie-beng kembali berubah lagi, dari dalam
dadanya mengeluarkan sebuah bendera kecil dari sutra,
begitu tangannya terayun, bendera sutra itu mengeluarkan
suara berdesis terbang kearah dada Pek Soh-jiu.
Ouwyang Yong-it dan Goan Ang melihat dia mengarah
ke Pek Soh-jiu, mereka tersenyum saling pandang, lalu
mundur ke tempat mereka semula, mereka tahu ilmu
silatnya Pek Soh-jiu, di dunia persilatan masa kini,
mungkin sudah tidak ada orang yang bisa menandinginya,
Ki Ie-beng mengarahkan pada dia, bukankah sama dengan
mencari jalan mati sendiri!
Tapi sebelum Pek Soh-jiu bergerak, Siau Yam yang ada
disisinya sudah mengulurkan tangannya, menerima bendera
sutra yang datang dengan kekuatan dahsyat, terlihat
diatasnya tertulis:
"Orang she Pek, jika bukan kau yang hidup, pasti aku
yang hidup, aku tunggu kau di bukit Song-boan, yang tidak
datang adalah anak kura-kura."
Nada tulisannya kasar, jelas yang menulis sedang marah,
di bagian bawah bendera sutra, ada gambar seekor srigala
yang sedang beraksi.
Wajah Siau Yam menjadi dingin, telapaknya digetarkan
sambil berkata:
"Kukembalikan." Ssst..... bendera sutra itu dengan
bentuk lemparan berbeda, melayang pelan ke arah Ki Ie-
beng, baru saja Ki Ie-beng akan mengulurkan tangan
menangkap, mendadak terdengar suara "Paak!", bendera
kecil itu hancur menjadi potongan kecil-kecil, seperti
dilemparkan dengan jurus Boan-thian-hoa-ie, semuanya
mengarah pada jalan darah kematikannya Ki Ie-beng,
saudara tertua dari Kang-pak-siang-eng ini, tidak ada
kesempatan membela dirinya, nyawanya begitu saja
melayang sia-sia.
Tentu saja, di dalam rumah makan Ki-cian ini, bukan
hanya ada Ki Ie-beng saja, namun kehebatan ilmu silat Siau
Yam tadi terlalu mengejutkan semua orang, kecuali
terdesak sekali, siapa pun tidak berani mempertaruhkan
nyawanya, maka pesanan masakan mereka jadi mendapat
pelayanan dan menyediakan beberapa masakan untuk
orang-orang di dalam perahu.
Setelah makan kenyang, mereka berniat akan pergi ke
bukit Song-boan, jika Oh-long berani muncul, Pek Soh-jiu
bagaimana pun tidak akan melepaskan otak pembunuh
ayahnya ini.
Dari dua belas bukit Bu-san, bukit Coh-yang paling
tinggi, bukit Sin-ni paling indah, bukit Song-boan paling
berbahaya. Jika Oh-long menduduki tempat yang paling
berbahaya ini, pasti telah menyiapkan satu strategi yang
sangat keji. Tapi istilahnya, meski tahu di dalam gunung
ada harimau, tetap saja ingin masuk mengambil kayu bakar,
mana mungkin Pek Soh-jiu takut pada Oh-long!
Berangkat dari kota kabupaten, sampai di pegunungan
sudah nampak hari akan gelap, dalam hati Pek Soh-jiu tahu
di dalam dua belas bukit yang megah ini, mungkin telah
penuh dengan jebakan mematikan, apa lagi jarak
pandangan kurang jelas, suasananya tepat untuk
menggunakan Ngo-tok-tui-hun-cian, maka dia melepaskan
Sian-giok, menyuruh ular pintar itu membuka jalan,
membersihkan musuh yang tersembunyi.
Mulai dari bukit Sin-cian, ular pintar Sian-giok sudah
menampakan kehebatannya, para penyerang gelap yang
bertopeng hitam yang menghadang jalan itu, tidak satu pun
bisa lolos dari kematian, Sian-giok meloncat-loncat
berkelebat, bolak-balik menggigit, di dalam bebatuan yang
gelap, tidak henti-hentinya terdengar suara jeritan
mengerikan.
Hal ini sulit bisa diduga oleh Oh-long To Cu-an, jaringan
penyerang gelap yang sudah diatur dengan susah payah,
sebelum melihat bayangan musuh, semua sudah tewas tidak
tersisa.
Sekarang, Sian-giok sudah kembali, di dalam kegelapan
hening sekali.
Mereka melewati bukit-bukit Sin-cian, Teng-lung, Ki-in,
Hui-hong, masuk ke dalam hutan yang pohon-pohonnya
besar-besar.
Seperti setan iblis berteriak mengeluh kesedihan, pekikan
kera yang kesepian, membuat hati orang menjadi tegang,
malam yang gelap terasa menyeramkan, juga mengandung
banyak suasana misterius.
Tentu saja, dalam pandangan para jago-jago dunia
persilatan, semua ini tidak ada pengaruhnya. Tapi yang
paling terasa diantara mereka, ada tiga orang wanita yang
agak lemah!
Malam gelap gulita, takut serangga dan ular, adalah
kelemahan umum para wanita. Walau kakak beradik Siau,
Bong San-san, adalah orang yang telah menggemparkan
dunia. Namun saat di tempat ini, tetap saja tidak bisa
terlepas dari kelemahan sifat wanita yang alami, mungkin
karena ilmu silat Pek Soh-jiu yang paling tinggi, bukan saja
kakak beradik Siau, sampai Jit-kaw Kokcu Bong San-san
pun, setiap langkahnya terus menempel di dekat Pek Soh-
jiu.
Setelah lewat dua jam, mereka masih berlari di dalam
hutan lebat, yang lebatnya sampai langit pun tidak terlihat,
dan jarak pandangnya semakin terbatas, akhirnya sampai
mengulurkan tangan juga tidak bisa melihat lima jarinya.
Setelah beberapa saat berjalan meraba-raba, dalam hati
Pek Soh-jiu berteriak celaka, karena menurut pendengaran
dia yang tajam, yang mengikuti di belakang dia, hanya
tinggal satu suara derap kaki yang lemah, dia mendadak
menghentikan langkah berkata:
"Apakah ini adik Yam? Dimana cici Hun dan yang
lainnya?"
"Tidak tahu, Ciu......aku takut......" sebuah tangan yang
lembutnya seperti tidak ada tulangnya, merangkul
lengannya, tubuh yang seperti ular, menempel padanya,
menggosok-gosok rubuhnya seperti yang ingin masuk ke
dalam tubuhnya saja.
"Jangan takut, adik Yam! Di dalam hutan lebat ini,
mungkin adalah satu barisan yang sangat rumit, kau
duduklah terlebih dulu, biar aku dengan tenang
memikirkannya."
"Sudah tidak keburu, Ciu koko, kau dengar...."
Tidak salah, musuh sudah datang tidak sedikit, terdengar
suara langkah kaki yang sangat ringan sekali, mungkin
mereka pesilat tinggi yang ilmu silatnya sangat tinggi sekali.
Satu hawa pembunuhan yang dahsyat, keluar di
wajahnya, dia mendengus sekali, berkata:
"Ikuti terus aku, adik Yam, kita......bunuh......"
"Tapi...... Ciu koko, aku......telah kehilangan senjata......"
"Jangan khawatir, gunakan pedang panjang ku saja."
"Tidak, di dalam rimba yang lebat, pedang panjang lebih
berguna dari pada Pouw-long-tui, kau berikan saja Pouw-
long-tui padaku, aku ikuti kau, mungkin aku tidak perlu
ikut bertarung!"
"Baik." Dia memberikan Pouw-long-tui pada orang di
sisinya, mulutnya berteriak nyaring, langsung menggulung
kearah tempat suara langkah kaki.
Pedang panjang seperti naga marah, melakukan serangan
dahsyat yang membabi buta, dia hanya mengandalkan
pendengarannya, namun gerakan pedangnya tidak satu pun
meleset.
Musuh walau pun orang orang pilihan, tapi tidak satu
pun yang mampu lolos dari tiga jurus serangannya, tubuh
seperti batang pohon satu persatu jatuh ketanah.
Demi membalas dendam, dia melupakan segalanya,
sambil berteriak dia menyerang sengit, membuat hutan
lebat yang menutup langit ini, menyebarkan bau amis darah
yang menyeramkan.
Mendadak, terdengar suara ringan ssst.... Di depan
matanya tampak satu garis sinar merah, satu bau khas
mesiu, menggulung masuk ke dalam penciumannya,
hatinya bergetar keras, matanya pun timbul serat darah.
"Oh-long yang sangat keji, asalkan masih ada nafas, aku
bersumpah akan menghancurkan dirimu..."
Tapi makiannya tidak akan bisa menyelesaikan masalah,
letusan mesiu akan menghancurkan harapan dia tanpa
ampun, sehingga, dia harus segera memutuskan, cepat
kakinya melangkah, lengannya balik merangkul sesosok
tubuh yang hangat dan harum, yang telah menempel di
dadanya yang berotot itu.
"Ke kanan belakang enam belas tombak, cepat......."
Ada apa di kanan belakang enam belas tombak? Dia...
tubuh yang menempel di dadanya, bagaimana bisa tahu di
kanan belakang enam belas tombak ada apa sajat Tapi dia
tidak ada waktu memikirkannya, dalam waktu sekejap ini,
reaksi di dalam otaknya, hanya merasakan kanan belakang
enam belas tombak pasti dapat menghindar dari ledakan
mesiu itu. Maka dengan reflek dia menggunakan ilmu
meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, melayang
menempel tanah, kecepatannya seperti kilat, suara ledakan
yang menggetarkan telinga, memecahkan gelapnya malam,
dia sudah merasakan di bawah tubuhnya kosong, dia telah
jatuh di atas jaring yang sangat elastis.
"Hmm ini sebuah jebakan lagi, bagaimana aku bisa
menyerah begitu saja!" di saat sekejap tubuhnya terlontar ke
atas, dia sudah mengerahkan Ji-ie-sin-kang yang disalurkan
ke badan pedang, tidak menunggu jatuh kembali di atas
jaring, pedang panjangnya sudah diayunkan.
"Tidak, kau tidak bisa......"
Teriakan terkejut orang di dalam pelukannya, tidak
dapat dengan tepat waktu mencegah gerakannya yang
sangat cepat, jaring otot sapi yang ada dibawah tubuh
mereka, pecah oleh sabetan pedang yang bertenaga, tidak
bisa di tahan lagi maka tubuh mereka jatuh kebawah
menerobos keluar dari lubang i tu.
"Haai......"
Tubuh yang lembut hangat itu, di dalam pelukannya
bergetar ringan, dua buah lengan lembut, memeluk dia
dengan eratnya, suara ledakan sudah lewat, hutan telah
kembali menjadi hening, kecuali suara kiblatan baju mereka
yang jatuh ke bawah, hanya ada suara keluhan ringan tadi.
"Jangan gelisah, adik Yam, walau pun lembah penuh
dengan pisau tajam, kita juga akan seperti melangkah di
tanah datar, sekarang......peluklah lebih ketat lagi......"
Dia memasukan kembali pedangnya ke dalam sarung,
dengan lengan kiri memeluk pinggangnya yang langsing
dan licin itu, mulutnya bersuara "heh!" dengan sembilan
puluh persen tenaga dalamnya dia memukul.
Tenaga pululan sangat dahsyat, aliran angin dari tenaga
baliknya, malah membuat tubuh mereka yang jatuh seperti
meteor itu terhenti di udara, mengambil kesempatan yang
sedetik ini, tubuhnya diayunkan di udara, berputar cepat
seperti kincir.
Kecepatan jatuhnya sudah melambat, diperkirakan
menurut waktunya, tempat mereka jatuh, pasti sebuah
lembah maut yang kera pun tidak bisa mencapainya.
Terakhir, bluur.... mereka terjun ke dalam air yang
dinginnya menusuk tulang, untungnya tenaga dalam dia,
sudah mencapai tingkat tertinggi, walau pun beberapa kali
mengalami perubahan, tapi masih tetap mampu lolos dari
maut, saat ini dia merayap naik keatas sebuah batu cadas,
dengan lembut melepaskan orang dalam pelukannya.
"Tidak, adik ciu, aku dingin......"
Dia tetap merangkulnya dengan erat, tubuhnya bergerak-
gerak di dalam pelukannya seperti ular, tapi:
"Siapa kau?"
Sekarang Pek Soh-ciu telah mendengar dengan jelas, dia
ternyata bukan Siau Yam, keadaan terkejut dan marah,
mendadak dengan kuat dia melontarkan tubuhnya keatas,
getaran tenaga dalam ratusan tahun, dahsyatnya bisa
dibayangkan, hanya terdengar praak... lalu terdengar
rintihan kesakitan, tubuh yang lembut seperti tidak
bertulang itu, menjadi pingsan sambil memuntahkan darah
segar.
Lama.....:.......
"Haay....istrimu tidak salah mengatakannya, kau ini
sungguh orang yang tidak tahu kasih sayang
perempuan......"
"Kau siapa? Apa yang kau perbuat pada Siau Yam?"
"Saudara kecil ini sungguh orang penting jadi pelupa,
sampai suaraku juga sudah tidak kenal?"
"Kau ini Giok-ki-sian-cu (Dewi berkulit giok) Sai-hoan?"
"Akhirnya kau ingat, aku ini orang yang tidak
beruntung......"
"Aku tanya, kau apakan istriku Siau Yam?"
"Haai, saudara kecil, walau cici tidak bisa mendapatkan
kasih sayangmu, bagaimana pun kau tidak bisa membalas
budi dengan dendam! Jika cici tidak menunjukan tempat
untuk menghindar, apakah kau mampu menahan ledakan
mesiu yang bertenaga ribuan kati itu?"
"Hemm, mungkin aku harus membunuhmu, jika aku
tidak memecahkan jebakan kalian, sekarang ini mungkin
aku telah menjadi tawanan kalian!"
"Ini......bukan aku yang mengusulkan......"
"Apakah Oh-long To Cu-an?"
"Benar."
"Apa dia ada di bukit Song-boan?"
"Mungkin disana, mungkin tidak."
"Apa maksudmu?"
"Orang ini licik sekali, banyak siasatnya, walau pun bukit
Song-boan adalah sarang Hek-it-kau, tapi bukan markas
pusat, di dalam setengah bulan ini cici juga tidak pernah
melihat Oh-long."
"Istri Siau-yauw-tee-kun, seharusnya punya kedudukan
tinggi didalam Thian-ho-leng, kau malah berada dibawah
perintah ketua Hek-it-kau, sungguh membuat orang sulit
percayai."
"Adik Ciu! Kau benar-benar tidak tahu, atau sudah tahu
tapi sengaja bertanya?"
"Masalah di dalam Thian-ho-leng, tentu saja aku benar-
benar tidak tahu."
"Dulu dalam pertarungan di kuil Goan-in, Ang-kun-giok-
hui merasa kami suami istri telah memalukan perintah
perguruan kami, Hoan Liu telah dihukum mati,
cici......haai, malah hidup dalam kehidupan yang lebih baik
mati dari pada hidup......"
"Hal ini sungguh sangat menyesalkan, sebenarnya, ini
juga akibat dari orang-orang yang membantu melakukan
kejahatan......"
"Adik Ciu! Dalam aliran Budha ada kata-kata, lepaskan
golok pembunuh, segera berpaling menjadi Budha, apakah
kau tidak memberi kesempatan pada cici untuk bertobat?"
"Aku adalah angkatan muda di dunia persilatan,
terhadapmu mungkin ada keinginan besar tapi tidak ada
kemampuan."
"Kau tidak ingin menangkap Oh-long?"
"Tentu aku percaya aku mampu menangkapnya......kita
tidak bicarakan ini, hujin! Teman-teman aku, apakah dalam
bahaya?" '
"Jika istrimu dan teman-temanmu tidak maju terus,
mungkin tidak akan berbahaya......"
"Apakah hujin bisa mengatakan lebih jelas lagi?"
"Dari sini pergi ke bukit Song-boan, harus melalui tiga
halangan besar yaitu Api pemisah arwah, Racun tanpa
bayangan, dan Senjata pemusnah mayat, bagaimana pun
manusia terbentuk dari darah dan daging, adik Ciu walau
tenaga dalammu sudah hebat sekali, mungkin juga akan
kesulitan melewati jebakan yang sangat sadis dan berlapis-
lapis ini!"
"Bagus, aku malah ingin mencoba Senjata pemusnah
mayat itu, bagaimana kelihayannya."
"Adik Ciu! Jika Oh-long To Cu-an tidak berada di bukit
Bu-san, menempuh bahaya secara sembarangan rasanya
tindakan yang kurang pintar."
"Lalu markas pusat Hek-it-kau sebenarnya berada
dimana?"
"Bukit Thian-ciat."
"Berarti berada di dalam Thian-ho-leng."
"Tidak salah."
"Terima kasih, aku pamit dulu."
"Tempat ini tebingnya curam dan berbahaya, lembahnya
dalam sekali, adik Ciu sebagai orang dari aliran lurus,
seharusnya tidak meninggalkan orang yang bermaksud
bertobat!"
"Ini.. .kita laki dan perempuan ada perbedaan..."
Benar, tebing curam berbahaya tidak menjadi kesulitan
bagi Pek Soh-jiu yang berilmu tinggi, tapi jika harus
membawa orang bersama-sama mendaki tebing curam,
maka tidak akan terhindarkan terjadi sentuhan tubuh.
Terdiam beberapa saat, Giok-ki-sian-cu perlahan
mengeluh, katanya:
"Ci-huan menyadari wajahnya jelek, tidak berani ada
pikiran yang bukan-bukan pada adik Ciu, tapi melihat
orang dalam kematian dan tidak menolong, apa didalam
hatimu tidak akan merasa menyesal?
Walau Pek Soh-jiu tidak suka kelakuannya, tapi dia juga
tidak tega pergi begitu saja, dalam keadaan apa boleh buat
terpaksa dia menggendongnya, dengan mengibaskan
sepasang lengannya, tubuhnya naik lima tombak, terus
mengayunkan tangan menekan tebing, kembali naik tiga
tombak lebih, saat tenaganya akan habis, lalu ssst.... lima
jarinya sudah ditancapkan pada dinding tebing yang keras,
setelah melalui beberapa kali istirahat, akhirnya dia sudah
mencapai puncak tebing, lalu menurunkan Giok-ki-sian-cu,
berkata tawar:
"Kewajiban ku sudah selesai, hujin...."
"Terima kasih adik Ciu! kuharap kita masih bisa bertemu
lagi." Kata Giok-ki-sian-cu, dia masih merasa sedih
terhadap perpisahan ini, tapi dia tahu merindukan nya
hanya akan menambah kesedihan, maka dengan sedikit
menggigit bibir, dia melayangkan lengan bajunya yang
indah, tubuh langsingnya berputar menerobos hutan berlari
meninggalkan tempat itu.
Pek Soh-jiu terdiam sesaat, lalu bersiul panjang, getaran
suara yang dikeluarkan dengan tenaga dalam latihan
ratusan tahun, dalam kegelapan malam menggema sampai
jauh sekali, dia juga melepaskan ular pintar Sian-giok,
menyuruh dia mencari istri dia dan teman-temannya.
Yang pertama datang adalah Siau Hun, wanita cantik
yang ternama dengan sikap dinginnya, pada wajahnya
masih nampak hawa pembunuhan, setelah melihat Pek
Soh-jiu, dia seperti telah berhasil memetik bintang,
kegembiraannya sulit bisa ditutup tutupi, tapi tetap dengan
wajah marah berkata:
"Kau lari kemana saja? Membuat orang bisa mati karena
terlalu gelisah, kau seperti tidak punya tanggung jawab
saja!"
"Toa-ci harus baik-baik tanyakan pada dia, kulihat
kebanyakan dia telah terpikat lagi oleh wanita genit
sehingga sampai tersesat!"
Pek Soh-jiu tidak perlu melihat kebelakang, dia sudah
tahu orang yang melanjutkan perkataan itu adalah Siau
Yam yang liar, maka dengan wajah tersipu-sipu dia tertawa
berkata:
"Cici Hun jangan dengarkan dia, karena menghindarkan
ledakan mesiu, tidak sadar jatuh ke dalam satu lembah
maut, lihat bajuku yang basah kuyup, cici tentu tahu apa
yang aku katakan tidak bohong."
Saat ini Goan Ang, Bong San-san, Ouwyang Yong-it,
dan Sangguan Ceng-hun juga berturut-turut datang, Siau
Yam mencibirkan bibir munggilnya:
"Aku melihat ada satu bayangan yang ramping, berlari
keluar dari hutan ini, Ouwyang Lo-ko! Kau katakan,
bayangan itu betul tidak seorang wanita?"
"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa, "Adik ipar
sungguh tajam matanya, tidak salah, dia memang adalah
seorang wanita....."
Wajah Siau Hun berubah:
"Hemm!" Dia marah berkata, "Kata-kata Ouwyang Lo-
ko, mungkin akan merugikanmu!"
Ouwyang Yong-it berkata:
"Lo-ko sudah hidup begini tua, bagaimana bisa
sembarangan berkata!"
"Keek! Sangguan Ceng-hun batuk-batuk, berkata, "Lo-ko
kerjakan masalah serius, buat apa terus banyak bicara yang
tidak ada artinya."
Ouwyang Yong-it melototkan sepasang matanya berkata:
"Siapa bilang aku bicara yang tidak ada guna-nya! Dia
memang seorang wanita, hanya saja sedikit tua, jika
mundur lima puluh tahun, dijamin pasti seorang wanita
cantik, tapi bagaimana pun karena dia terlalu tua jadi
mengatakan dia bukan wanita!"
Siau Hun mendengarnya jadi tertegun, wajahnya yang
dingin penuh salju itu, melebur seperti ditiup angin musim
semi, Sangguan Ceng-hun mengambil kesempatan ini
tertawa:
"Saudara! Kita ini sudah banyak menghabiskan waktu
tidak berguna oleh hutan iblis itu, bukit Song-boan masih
terhalang oleh beberapa gunung, jika ingin kesana, sudah
harus cepat-cepat berangkat."
Pek Soh-jiu berkata:
"Sebelum aku jatuh ke dalam jurang, pernah menangkap
seorang anak buahnya Hek-it-kau, menurut dia Oh-long
sama sekali tidak berada di Bu-san, markas pusat mereka
ada di bukit Thian-ciat, sepertinya kita tidak perlu
membuang-buang waktu disini."
Goan Ang berkata:
"Aku juga merasa Bu-san hanya satu jebakan Oh-long
saja, jika kau sudah mendapatkan kabar yang benar',
lebihbaik langsung saja pergi ke bukit Thian-ciat."
Mereka menghentikan langkah kuda di tepi tebing ini
dan kembali pulang, gerakan ini tidak terduga oleh musuh,
sehingga sepanjang perjalanan kembali, sedikit pun tidak
mendapat halangan, tapi, keadaannya kota kabupaten, tetap
saja sangat buruk, mereka tidak bisa membeli makanan,
juga tidak bisa menemukan sepuluh lebih awak perahu yang
hilang, berlayar di sungai pegunungan, harus ada awak
perahu yang sudah berpengalaman berlayar di sungai
pegunungan. Meski mereka memiliki ilmu silat yang tinggi,
tetap saja masuk dalam situasi maju mundur salah.
Yang lebih celaka lagi adalah para pesilat tinggi dari
berbagai perguruan yang diusir mereka, semuanya juga
telah tiba dikota pegunungan ini, tadinya mereka juga
sudah berniat jahat, saat ini menampakan wajah mereka
yang bengis, hingga membuat penduduk seluruh kota tidak
bisa berdagang, langit marah, manusia gelisah.
Tentu saja, Pek Soh-jiu dan kawan-kawan dari aliran
pendekar menjadi sasaran mereka, tapi mereka tidak berani
terang-terangan berhadapan, dengan cara licik membuat
orang sulit menghadapinya, apa lagi seluruh kota dan Bu-
san, sudah dibawah kekuasaannya Hek-it-kau, dalam
pemandangan yang indah itu, mengandung bahaya yang
tidak terhingga, di pantai sungai, Thian-ho-sat-kun
mengadakan pertemuan darurat untuk menghadapi
keadaan ini, masalah yang pertama diusulkan oleh orang
tua itu adalah bagaimana caranya meninggalkan Bu-san.
Kota kabupaten Bu-san berada di sebelah utara Tiang-
kang, melalui jalan pegunungan bisa langsung menuju kota
Pek-tee, jika melalui jalan air, harus melalui Ku-tang-sia,
tapi aliran sungai diantara tebing itu baik bahaya atau tidak,
karena tidak ada awak kapal, mereka hanya dapat
mengeluh memandangi sungai, terpaksa mereka semua
setuju, menuju kota Pek-tee melalui jalan pegunungan.
Masalah lainnya, para awak kapal yang hilang itu entah
hidup atau mati, seharusnya kewajiban mereka
menyelidikinya, apa lagi masalah makanan harus bisa
diselesaikan, melalui jalan pegunungan juga harus
mempersiapkan perbekalan, sehingga, mereka memutus kan
untuk bertarung dengan Hek-it-kau dikota pegunungan.
Mereka dibagi jadi empat kelompok, berangkat menuju
ke empat arah, kelompok pertama adalah Thian-ho-sat-kun
memimpin Pek Soh-jiu dan istri dengan Ouwyang,
Sangguan dua orang, langsung menuju ke kantor bupati.
Karena orang kota kabupaten melakukan pemogokan,
walau di siang hari, di jalan raya sulit bisa menemukan satu
orang pun, tapi di ujung jalan dan ganggang yang gelap,
sering terlihat ada bayangan orang, tidak perlu ditanya, itu
pasti para anak buahnya Hek-it-kau yang mengawasi
mereka.
Pintu kantor kabupaten adalah terbuka, tapi sepi sampai
orang yang menjaga pintu pun tidak ada, Thian-ho-sat-kun
pertama-tama yang melabrak masuk, tidak berduli ada
orang atau tidak, langsung berlari masuk ke pintu kedua.
Mendadak.....
"Mundur." Satu rentetan suara pegas terdengar
membawa sepuluh lebih anak panah beracun, melesat
kehadapan mereka, Thian-ho-sat-kun berteriak marah,
lengan bajunya yang besar dikibaskan, bayangan merah
menutup udara, anak panah yang seperti kuda lari itu,
semuanya telah digulung ke dalam lengan bajunya,
bersamaan waktu bayangan orang berkelebat, kakak beradik
Siau secara berpasangan menerjang maju, dalam sekejap,
sepuluh lebih anak buahnya Hek-it-kau yang sembunyi di
balik pintu, semuanya telah ditotok jalan darahnya oleh
mereka.
Di pintu kedua ada pekarangan yang luas sekali, puluhan
orang bertopeng hitam, sedang berdiam berdiri menunggu
mereka, Thian-ho-sat-kun menghentikan langkahnya, dia
berkata dingin:
"Dimana Bupati disini? Kalian para penjahat, apa
bersungguh-sungguh akan memberontak!"
Terdengar tawa aneh, dalam kelompok orang bertopeng
hitam melangkah keluar seorang yang tubuhnya seperti
raksasa, sepasang matanya yang bersinar memperhatikan
sejenak pada Thian-ho-sat-kun berkata:
"Apakah kau ingin melakukan sidang? Orang tua! Aku
inilah Bupati kabupaten ini, ada perkara apa? Katakan
saja!"
"Hemm!" Thian-ho-sat-kun berkata, "Orang asing juga
berani menghina hukum Tionggoan, jika aku tidak memberi
sedikit hukuman padamu, kau akan mengira di Tionggoan
tidak ada orang."
Siau Hun maju dua langkah berkata:
"Ayah! Kau mengatakan dia itu orang asing?"
"Mendengar logat bicaranya, mungkin adalah bangsa
Tong-it." Kata Thian-ho-sat-kun.
Orang bertopeng itu tertawa sejenak:
"Tidak diduga orang tua ini punya sedikit pengetahuan,
tidak salah, aku memang orang Tong-it, memandang remah
aku, betul tidak? Mari, kita mencoba nya!"
Siau Hun mengangkat alisnya:
"Kau tidak pantas bertarung dengan ayahku, biar aku
yang habisi kau."
Orang Tong-it itu mendengus, kakinya dengan ringan
melangkah, dengan kuat memukul, kepalannya yang seperti
godam itu, mengeluarkan suara huut... terlepas dari
tubuhnya, terbang datang menyerang, saat bayangan
tinjunya melayang, angin tenaganya sudah menyentuh bahu
Siau Hun.
Hati Siau Hun terkejut kakinya dihentakan ringan,
meloncat mundur delapan kaki lebih, reaksinya walau
tepat, tapi bagian yang tersentuh bayangan kepalan terasa
seperti dibakar api, kakinya jadi sempoyongan, berturut-
turut dua kali seperti gemetar dingin, usianya walau belum
tua, namun tidak sedikit dia melawan pesilat tinggi, ilmu
aneh yang diperagakan orang Tong-it ini, sungguh belum
pernah dilihatnya.
Dia tertegun, matanya muncul dua api dingin,
mengawasi kearah kepalan yang super besar orang Tong-it
itu.
Ototnya menonjol keluar, penuh dengan bulu hitam,
sepasang lengannya yang panjang, jelas-jelas tumbuh diatas
bahunya, tadi kepalannya yang terbang, apakah karena
mata sendiri yang salah lihat?
Walau pun ini hal yang aneh yang mengejutkan orang,
tapi dengan ilmu silat Siau Hun yang tinggi,
pengalamannya yang banyak, akhirnya bisa mengerti
bagaimana kepalan itu terbang itu, alasannya adalah lengan
orang Tong-it ini panjangnya melebihi orang biasa,
kekuatan kecepatan gerakan kepalannya, dari seluruh
perguruan yang ada di Tionggoan, tidak terpikirkan
perguruan mana yang bisa menandinginya, kalau hanya
sekilas melihatnya, maka tidak akan terhindar terjadi salah
pemikiran terhadap kepalan terbang itu, tapi sesudah
mengerti hal ini, kepalan orang Tong-it yang cepat dan
dahsyat itu, sungguh tidak bisa dipandang enteng, untung
saja luka bahunya tidak parah, sambil mulutnya berteriak,
dia langsung maju menerkam.
Saat ini dia telah mengerahkan tenaga dalam Ji-ie-sin-
kangnya sampai batas tertinggi, tiga kaki di sekeliling
tubuhnya, telah diselimuti oleh hawa keras seperti tong
baja, lalu sepasang telapaknya" bersamaan dijulurkan,
memukul dengan dua tenaga yang satu lembut yang
satunya lagi keras, seperti dua ekor naga marah, menyerang
kearah dada orang Tong-it itu.
Orang Tong-it berteriak keras:
"Bagus." Sepasang tinjunya diayunkan, angin
pukulannya bergerak kemana-mana, dalam sekejap telah
melancarkan delapan pukulan, setiap jurus seperti godam
besi memukul gunung, dahsyanya sungguh bisa membuat
angin dan awan berubah warna.
"Hujin! Kau hebat, kita......he he......harus bertarung
sepuasnya, he he......"
Sambil bicara, dia mengerakan tangannya menyerang
habis-habisan, berteriak-teriak. Telapak Siau Hun sudah
beberapa kali mengenai tubuhnya, tapi semua seperti
menggaruk di atas sepatu, dia sedikit pun seperti tidak
merasakan sakit.
Keringat mulai mengucur di pelipis Siau Hun, wajah
yang dingin seperti salju, telah menjadi merah.
Dia tidak bisa mempertahankan posisinya, tekanan yang
amat dahsyat, memaksa dia mundur ke belakang, keadaan
ini sangat mengejutkan orang, dengan ilmu silat Siau Hun
yang amat tinggi, malah tidak bisa menahan pukulannya
seorang asing, kelihatan-nya di dalam Hek-it-kau, sudah
menjaring tidak sedikit orang-orang hebat.
Pek Soh-jiu melihat Siau Hun sudah nampak kewalahan,
buru-buru meloncat, melayang masuk ke dalam
pertarungan, telapaknya dengan ringan diayunkan,
berturut-turut menahan serangan sepasang kepalan orang
Tong-it itu, dia sepertinya tidak peduli akibat dari
pertarungan ini, segera membalikan tubuh memapah
tubuhnya Siau Hun berkata:
"Kau tidak apa-apa? Cici istirahatlah dulu, biar aku yang
membereskan si bodoh itu."
Siau Hun dengan manis tersenyum:
"Kau sudah datang, tentu saja tidak apa-apa, hati-hati,
orang ini ilmu silatnya rada aneh, kita jangan membiarkan
dia lolos!"
Pek Soh-jiu tertawa:
"Jangan khawatir, kau istirahatlah."
Melihat Siau Hun telah mundur, Pek Soh-jiu dengan
pelan memutar tubuh, melihat pada orang Tong-it yang
seperti tugu besi, terlihat sepasang matanya melotot,
mulutnya menganga lebar, dengan bengong melihat pada
Pek Soh-jiu, saat ini dia sepertinya baru tersadar, mulutnya
berteriak keras berkata:
"Jurus apa yang tadi kau gunakan, kita bertaning lagi
biar aku bisa melihatnya!"
Pek Soh-jiu berkata dingin:
"Jurus ini disebut membunuh babi menyembelih anjing,
kau ingin melihatnya? bersiaplah." Sebelah telapaknya
dihentakan mendatar sejajar dada, satu tenaga yang lembut
seperti angin musim semi, berhembus keluar.
Orang Tong-it bengong memperhatikan seben-tar, baru
saja akan mengejek serangan Pek Soh-jiu yang kelihatannya
tidak bertenaga itu, mendadak dia merasakan dadanya
menjadi sasak, seperti ada sebuah geledek mendadak
menyambar, menyusup masuk ke dalam paru-parunya, dia
hanya merasakan sebuah suara yang menggelegar, bluuk.....
dia sudah tidak sempat bereaksi langsung roboh, rohnya
sudah berpindah ke dunia lain.
Dalam satu jurus saja, Pek Soh-ciu sudah membunuh
mati seorang pesilat tinggi kelas wahid Hek-it-kau, di dunia
siapa lagi yang mampu menahan sebuah pukulannya?
Orang-orang bertopeng hitam yang melihat, jadi
ketakutan, mereka semua memegang senjata, tapi tidak ada
seorang pun yang berani maju, melawan anak muda
tampan yang penuh dengan hawa membunuh ini.
"Anak Ciu......" Thian-ho-sat-kun merasa khawatir
malam panjang akan banyak mimpinya, dia ingin
memerintah melakukan penyerangan total:
"Anak buahnya Hek-it-kau, semuanya pantas mati,
walau ingat langit yang memberikan kehidupan, tapi tidak
bisa membiarkan ilmu silat mereka mencelakai manusia,
jangan ragu lagi, kita bertindak."
Satu pertarungan yang brutal telah terjadi, para anggota
Hek-it-kau demi mempertahankan ilmu silat-nya,
melakukan pertahanan mati-matian, dalam jumlah orang,
Hek-it-kau berada dalam posisi menguntungkan sekali, dan
disekeliling pekarangan, masih tersembunyi tidak sedikit
anggota yang memegang Ngo-tok-tui-hun-cian.
Tapi karena Pek Soh-jiu pernah mengalami kekejaman
panah ini, saat sebelum menyerang ke dalam pekarangan,
dia terlebih dulu membersihkan pemanah yang
bersembunyi di sekelilingnya, lalu dengan kekuatan seperti
membabat rumput kering, dia membabat musuh yang ada
di dalam pekarangan.
Selain para pemanah, mereka tidak membunuh satu pun
musuh, tapi tawanan yang mereka tangkap, malah
jumlahnya mencapai empat puluh sembilan orang, Pek Soh-
jiu membuka topeng-topeng mereka, dia terkejut
menemukan diantara mereka malah termasuk orang-orang
penting dari berbagai perguruan, seperti ketua perguruan Ci-
yan Liu Giauw-kun, Toat-hun-san Liu Ti-kie, Giam-ong-
leng Sai Hong, Tiam-cong, Bu-tai, dan beberapa orang
ternama dari aliran hitam.
"Kenapa?" ini pertanyaan yang membingung-kan,
seorang yang berkedudukan terhormat di perguruan,
seorang penguasa setempat, kenapa sudi membantu
melakukan kejahatan, melakukan perbuatan hina yang
melanggar rasa setia kawan dunia persilatan, membuat
orang merasa jijik?
"Haai......" Giam-ong-leng Sai Hong menghela napas
panjang berkata, "Atas pertolongannya pendekar muda,
orang she Sai sedikit pun tidak berani melupakannya, tapi
masalah hari ini, sungguh terpaksa sekali......"
Pek Soh-jiu berkata tawar:
"Perbuatan yang kumelakukan tidak ada niat mendapat
balasan, anda tidak perlu menaruh di dalam hari, jika anda
bisa menjelaskan alasan terpaksanya, aku akan sangat
menghargai!"
Sai Hong mengangkat sepasang matanya, melihat pada
seorang laki-laki besar berjanggut pendek berwajah bengis,
matanya menyorot sadis, dia ingin bicara tapi tidak jadi, dia
hanya menghela napas, tampak tampangnya kesulitan
sekali.
Sangguan Ceng-hun mendadak maju dua langkah,
menyatukan jari telunjuk dan jari tengah, menotok jalan
darah mematikan Huan-ki di depan dada orang itu,
bersamaan kakinya menyapu, menendang mayat orang itu
ke dalam hutan, berkata:
"Apa masih ada yang menghalangi? Saudara Sai."
Sai Hong berkata:
"Didalam Hek-it-kau, selain pengikut setia Oh-long To
Cu-an, kebanyakan perguruan-perguruan melakukan
kejahatan dalam keadaan terpaksa......"
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Melakukan perbuatan karena terpaksanya pasti sangat
serius sekali."
"Haai... istri disandera, diri sendiri dikendalikan oleh
racun, mala petaka yang dialami kami semua, tidak ada
yang lebih dari ini......"
Pek Soh-jiu mengangkat alis:
"Seekor Oh-long yang sangat keji sekali, Toako! Aku
pikir......"
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Apa kau berniat menggunakan daun Leng-ci
menyembuhkan racun mereka?"
"Aku memang berpikir begitu."
Holeng-ci adalah benda pusaka, demi sehelai daun,
entah sudah mengorbankan berapa banyak nyawa orang-
orang persilatan, tapi Pek Soh-jiu malah tanpa merasa
sayang sedikit pun ingin menggunakan daun Leng-ci
menolong musuhnya, seberapa besar lapang dadanya!
Seberapa agung sifatnya! Saat ini kebetulan Goan Ang dan
kawan-kawan dengan tiga kelompok lainnya telah tiba
dikantor kabupaten, Bong San-san mendengar Pek Soh-jiu
ingin menggunakan daun Leng-ci menolong orang maka
dengan "Keek!" batuk sekali, berkata:
"Jangan terburu-buru, biar kakak mencobanya terlebih
dulu."
Terhadap menggunakan racun Pek-tok-lo-cia memang
punya kelebihan dari orang, empat puluh orang lebih,
orang-orang dari berbagai perguruan yang terkena racun ini,
akhirnya telah tertolong, tapi, apakah mereka bisa bertobat?
Apakah dapat menyelesaikan persoalan dengan Hek-it-kau
selanjurnya? Pek Soh-jiu sulit bisa memastikannya, dia
sudah berusaha semampunya, asal sudah bisa melakukan
hal yang tidak menyesalkan hati saja dia sudah merasa
cukup.
Terakhir, mereka mendapatkan awak perahu yang
ditahan, tapi mereka tetap tidak merubah rencana semula,
melalui jalan pegunungan menuju ke kota Pek-tee.
Jebakan yang telah diatur oleh Hek-it-kau jadi sia-sia,
Oh-long To Cu-an mungkin tidak berani menunjukkn
kekuatannya lagi, sehingga setelah sampai di kabupaten Jin-
ciu, mereka hampir tidak terlihat satu pun orang-orang Hek-
it-kau, sedikit pun tidak ada pergerakan dari lawan, namun
di dalam kelompok mereka, Thian-ho-sat-kun beserta
anaknya, setiap orang merasakan tekanan berat, sebab Oh-
long To Cu-an berada di bawah perlindungan Thian-ho-
leng, dan hubungan Ang-kun-giok-hui dengan mereka juga
begitu ruwetnya.
Di Jin-ciu setelah beristirahat dua hari, mereka akhirnya
menginjakan kaki di jalan bukit Thian-ciat, seperti perahu
tiba di tengah sungai dengan sendirinya akan berjalan lurus,
mereka terpaksa maju selangkah demi selangkah.
Di dunia persilatan, Thian-ho-leng tadinya adalah
sebuah perguruan misterius yang tidak meng-injakan
kakinya di dunia persilatan, Thian-ho-leng sebuah
kelompok yang berada diluar lingkaran, tapi semenjak Ang-
kun-giok-hui berhasil mengambil kedudukan ketua, di dunia
persilatan, bertambah banyak peristiwa kejahatan dan
pembunuhan, sekarang Thian-ho-sat-kun kembali ke bukit
Thian-ciat, gunung yang megah pepohonan dan rumput
yang menghijau, semua terasa asing olehnya, dalam
hatinya, dia merasa-kan satu perasaan kesepian yang sulit
diutarakan.
Semenjak pagi hingga siang hari, mereka telah tiba di
Touw-goan bukit Thian-ciat, ini adalah satu lubang retakan
di tengah tebing yang curam, langit hanya terlihat sebuah
garis saja, asalkan gerbang ini ditutup, setinggi apa pun
ilmu silat orang itu, jika ingin melewati gerbang, mungkin
lebih sulit dibandingkan naik keatas langit.
Thian-ho-sat-kun melihat sekali pada Touw-goan, lalu
membalikan kepala berkata pada Siau Yam:
"Anak Yam, apa kode untuk membuka gerbang? Kau
pergi mencobanya!"
Siau Yam menyahut dia meloncat ke depan gerbang,
kaki sedikit dihentakan, tubuhnya seperti burung walet
terbang kelangit, sesudah meloncat setinggi tiga tombak
lima kaki, satu tangannya dengan cepat menekan, jari
telunjuk dan jari tengah tepat menekan diatas sebuah batu
bulat berwarna merah gelap.
Ini adalah kode untuk memanggil penjaga gerbang,
asalkan menggunakan tenaga dalam menekan batu bulat
itu, di dalam gerbang akan terdengar serentetan suara bel,
penjaga gerbang pertama akan membuka dulu satu jendela
batu, setelah melihat dengan jelas siapa yang membunyikan
bel, lalu memutar roda besi, membuka pintu batu yang
berat sekali.
Tapi baru saja Siau Yam menyentuh batu bulat,
mendadak terdengar suara ringan ssst.... diatas dinding
tebing itu, menyemprot beberapa asap tebal yang berbau
amis menyengat hidung, Siau Yam terkejut dan berteriak
keras, lalu seperti layang-layang putus talinya jatuh ke
bawah.
Kejadian ini sangat mengejutkan orang, siapa pun tidak
menduga Siau Yam yang besar di bukit Thian-ciat, bisa
mendapat kecelakaan saat membunyikan bel, untung Siau
Hun tidak jauh dari dinding tebing, dia segera meloncat,
kecepatannya laksana angin, sepasang telapaknya
digetarkan, dengan enteng meringankan terlebih dulu
tenaga jatuhnya tubuh Siau Yam, lalu membuka lengannya,
menyambut tubuh Siau Yam.
Rupanya asap tebal itu adalah semacam racun yang
sangat mematikan, hanya dalam sekejap, wajah cantiknya
Siau Yam sudah berubah menjadi warna ungu tua.
Pek-tok-lo-cia membuka kelopak mata Siau Yam,
melihatnya sebentar lalu berkata:
"Tidak disangka di atas bukit Thian-ciat ini ada ahli
racun yang sehebat ini, tidak aneh bibi Siau bisa meraja lela
di dunia."
Pek Soh-jiu dengan wajah gelisah berkata:
"Cici San! Dia......"
Bong San-san tersenyum:
"Jangan gelisah Adik Ciu! Julukan Pek-tok-lo-cia tidak
mudah didapat, Kiu-ih-bi-sin-san (Bubuk sembilan dewa
linglung), masih belum bisa menyulitkan cici."
Dia membuka kantong kulit dipinggangnya,
mengeluarkan sepuluh macam lebih obat penawar racun,
menimbang-nimbang dengan teliti lalu mencampurnya,
pekerjaannya menghabiskan tidak sedikit waktu, setelah
jadi baru obatnya disuapkan ke dalam mulut Siau Yam.
Lama.... Siau Yam siuman kembali, warna di wajahnya
juga berubah semakin merah, tapi semangat dia tetap lesu,
jelas... bukit Thian-ciat sudah menganggap dia sebagai
seorang penghianat.
Su Lam-ceng tahu isi hati Siau Yam, maka dia
menghiburnya:
"Adik Yam tidak perlu khawatir, asalkan kita bisa
bertemu dengan bibi, segala kesalah pahaman pasti akan
terselesaikan, saat ini yang paling penting adalah
bagaimana caranya masuk ke dalam Touw-goan, coba adik
Yam pikir! Kecuali tempat ini, apakah masih ada jalan
lainnya?"
"Ada sih ada, tapi yang aku tahu, dalam sepuluh tahun
ini, tidak ada orang yang mampu melewati Thian-cian-ciat-
ih."
Thian-ho-sat-kun berkata:
"Anak Yam, yang kau katakan itu apakah lembah maut
Lam-san, seratus tombak pasir meng-ambang?"
"Benar, ayah, tapi di belakang seratus tombak pasir
ngambang, sekarang telah ditambah lagi empat barisan
besar yang mematikan, yaitu Thian-lui (Guntur langit) Bu-
im (Tanpa bayangan) Sin-liong (Dewa naga) dan Thian-
kong-tee-sat (pembunuh langit bumi)."
Thian-ho-sat-kun tertegun:
"Apa yang disebut empat barisan besar mematikan itu?"
"Barisan Thian-lui dipasang di belakang seratus tombak
pasir mengambang, disana di timbun puluhan ribu kati
mesiu, di dalam mesiu, dicampur dengan bahan bakar yang
mudah terbakar, asalkan tersentuh benda yang sangat
ringan saja, maka akan mengakibat-kan ledakan dahsyat
yang dapat menghancurkan gunung, barisan Bu-im
dibangun di belakangnya Thian-lui, adalah barisan racun
tanpa bayangan, walau pun merupakan sebuah tempat yang
sangat tenang, tapi tingkat bahayanya, lebih dahsyat dari
pada barisan Thian-lui, barisan Sin-liong adalah wilayah
ular, ular-ular beracunnya ribuan jenis, menutupi seluruh
celah bebatuan dan rerumputan, membuat orang sulit untuk
menghindar, yang terakhir adalah Thian-kong-tee-sat nya
Thian-ho-leng, menurut perhitungan perputaran semesta,
dibentuk sebuah barisan Ho-to-si-hiang, ditambah dengan
Racun tanpa bayangan dan Ngo-tok-tui-hun-cian,
keampuhannya, bisa dikatakan tidak ada yang menandingi
di dunia."
Orang-orang di lapangan ini tidak ada satu pun yang
tidak memiliki ilmu silat hebat, tapi setelah Siau Yam
menerangkan dengan singkat empat barisan besar itu,
semuanya jadi bengong dengan mulut menganga,
terperanjat sampai wajahnya berubah.
Empat barisan besar ini, tidak mungkin bisa dilawan
dengan kekuatan manusia, hanya bicara seratus tombak
pasir mengambang saja, mungkin ketua Siauw-lim yang
menguasai tujuh puluh dua macam ilmu silat terhebat di
dunia persilatan, juga tidak akan mampu menyeberanginya!
Pek Soh-ciu bisa melihat wajah mereka yang putus asa,
tidak tertahan dia berteriak marah sambil berkata:
"Seratus tombak pasir mengambang, empat barisan
besar, belum tentu bisa menghadang kita, silahkan kalian
tunggu disini sebentar, biar aku pergi mencoba terlebih
dulu, ada seberapa hebat barisan itu."
Siau Yam berteriak terkejut, segera menangkap lengan
baju dia berkata:
"Kau ini kenapa, Ciu koko? Ini bukan main-main!"
Pek Soh-jiu menghela napas:
"Tebing disini tidak bisa dibuka, di sana juga ada
berlapis-lapis barisan maut menghadang, kita jauh-jauh
datang kesini, apakah mau menyerah begitu saja?"
Siau Hun batuk sekali berkata:
"Kenyataannya memang begitu, kita tidak boleh karena
emosi......"
Su Lam-ceng berkata:
"Menurut pendapatku, jika Ciu koko seorang diri
melabrak barisan maut itu, sangat mungkin bisa berhasil,
lebih baik kita pergi dulu ke Lam-san, lalu mendiskusikan
satu cara yang sempurna."
Siau Yam membelalakan sepasang matanya, berkata:
"Cici Ceng! Kau sudah gila? Seratus tombak pasir
mengambang, burung terbang pun sulit melewati-nya...."
Thian-ho-sat-kun menggoyangkan tangannya:
"Apa yang dikatakan Lam-ceng tidak salah, kita pergi
dulu ke Lam-san."
Thian-ho-sat-kun lalu mengayunkan langkah-nya berlari
menuju ke Lam-san, yang lainnya walau masih banyak
pertanyaan, juga tidak bisa mengajukan pertanyaan,
terpaksa mengikuti ke Lam-san.
Lam-san adalah lembah mati yang tidak ada rumput atau
pohon, bahkan mahluk hidup pun tidak ada, lapangan pasir
kuning, luasnya diatas seratus tombak lebih, udara yang
dingin, membuat orang bisa merinding.
Di luar lembah, batu-batu tajam bertebaran bersilangan,
pemandangannya sangat tandus, Thian-ho-sat-kun
mendapatkan satu tempat yang tersembunyi,
mempersilahkan semua orang duduk diatas tanah, lalu
mengerutkan alis, katanya:
"Anak Ciu! Coba kau uraikan terlebih dulu rencanamu."
Pek Soh-jiu menenangkan pikirannya, lalu berkata:
"Aku bicarakan kemampuan kita terlebih dulu." Sejenak
dia menghentikan perkataannya, kemudian melanjutkan
perkataannya, "Adik Ceng banyak sekali kepandaiannya,
hafal dengan barisan, barisan Thiankong-tee-sat walau pun
sangat berbahaya, sebenarnya tidak menakutkan, tiba di
barisan Sin-liong, aku bisa menggunakan seruling dewa Ci-
cu mengusir ular, hadangan yang tampak berbahaya ini,
sebenarnya bisa diatasi."
Pek-tok-lo-cia Bong San-san menambahkan: "Bagus
sekali! Untuk Racun tanpa bayangan, biar aku yang
mengatasinya.
"Aku ucapkan terima kasih dulu pada cici San,
sekarangan tinggal barisan Thian-lui, dan seratus Tombak
pasir mengambang."
Ketua Siauw-lim Pek Hui taysu mengucap Budha
berkata:
"Di dunia ini, mungkin sulit bisa menemukan seorang
yang mampu melintasi seratus tombak pasir mengambang,
apa lagi kedahsyatannya Lui-ho itu...... haai......"
Pek Soh-jiu tersenyum berkata:
"Kata-kata taysu tidak salah, seratus tombak pasir
mengambang, burung terbang pun sulit melintasinya. Tapi
jika bisa meminjam tenaga luar, melintas diatasnya, itu
bukanlah hal yang tidak mungkin!"
Dia sembarangan memungut beberapa potong dahan
kering, dan dua butir batu gunung sebesar telur angsa,
tubuhnya berkelebat, tampak bayangan putih melintas di
udara, menggunakan ilmu meringankan tubuh dari Sin-ciu-
sam-coat yang tiada taranya, dia meloncat melintasi pasir
mengambang itu.
Gerakan dia yang tiba-tiba ini, sungguh mengejutkan
orang, kecuali teriakan-teriakan terkejut, tidak ada orang
yang bisa menghentikannya, terlihat satu kilatan putih
melayang, dia telah melayang sejauh tiga puluh tombak
lebih, tubuhnya bersalto sekali, dengan kecepatan sekali
meluncur seribu lie, dia meloncat ke pinggir pasir
mengambang, saat tenaga dalam dia akan habis, tubuhnya
dari terbang lurus berubah jadi turun ke bawah, mendadak
dia melayangkan telapak tangan kanannya, dua butir batu
gunung dengan kuat di lemparkan ke arah barisan Thian-
lui, lalu melemparkan sepotong dahan kering pohon, ujung
kakinya menotol meminjam tenaga, maka tubuhnya sudah
memutar meloncatkembali balik ke mulut lembah.
Pek Soh-ciu dengan gampang bolak-balik melewati
seratus tombak pasir mengambang, jika bukan menyaksikan
dengan mata kepala sendiri, mungkin siapa pun sulit
mempercayainya, hal ini masih belum terhitung hal yang
sangat mengejutkan orang, peristiwa yang mengejutkan
orang sedang datang.
Sinar api berkilat-kilat tampak di dalam barisan Thian-
lui, suara ledakan dahsyat yang memekakan telinga sedang
menggetarkan bumi.
Batu gunung dan debu, berterbangan di atas langit, satu
demi satu suara ledakan membuat bumi bergetar.
Barisan Tian-lui sudah menampakan kedahsyatannya,
sayang kecuali dua butir batu gunung sebesar telur angsa
yang dilemparkan oleh Pek Soh-jiu, satu mahluk hidup pun
tidak ada yang dilukainya.
Lama... semuanya kembali tenang, dan barisan Thian-
lui, telah berubah menjadi jalan datar yang lebar.
Sekarang.... sedikit demi sedikit kegembiraan timbul di
dalam hati, nampak di wajah orang-orang, akhirnya,
mereka tidak tahan berteriak tertawa keras. lupa diri,
bersorak mengitari Pek Soh-jiu yang telah menciptakan satu
keajaiban.
Hanya Siau Yam yang terkecuali, dia mengucurkan air
mata emosi, mengangkat sepasang kepalannya, seperti
memukul genderang dipukulkan di dadanya Pek Soh-jiu.
"Ciu koko, aku benci, kenapa kau mau menempuh
bahaya, apakah tidak terpikirkan olehmu, tindakan gila itu
bisa membuat orang mati gelisah? Aku tidak mau, aku ingin
kau menggantinya......"
Mengganti apa? Dia tidak menjelaskan, tapi Pek Soh-jiu,
Siau Hun, Su Lam-ceng, sampai Jit-kaw Kokcu Bong San-
san itu, sedang tersenyum mengerti.
Akhirnya Pek Soh-jiu sambil membopong tubuhnya Siau
Yam berkata:
"Adik Yam, ayo bantu aku mengambil rotan gunung,
kita harus menggunakan untuk menyeberangi seratus
tombak pasir mengambang."
Siau Yam menyatakan baik, tapi dia tetap berada tidak
beranjak, sebab Im-yang-sam-ih, Peng-kok-pat-hiong, dan
para pesilat tinggi dari Jit-kawkok, sudah pergi mengambil
rotan gunung, tentu saja Siau Yam jadi ongkang-ongkang
kaki, tidak perlu bekerja..
Rotan gunung telah terkumpul, lalu Pek Soh-jiu
menyambungkannya, ujung satunya diikatkan disatu batu
besar di mulut lembah, lalu meloncat terbang, membawa
ujung satunya melintasi pasir mengambang. Karena
beratnya rotan gunung, beberapa kali dia harus meminjam
tenaga dahan pohon kering, baru berhasil tiba diseberang
pasir mengambang, hasilnya, sebuah jembatan terbuat dari
rotan gunung berhasil dibangun diatas pasir ngambang.
Mereka lalu melintas seratus tombak pasir mengambang,
berjalan melewati barisan maut Thian-ciat, setelah lewat
barisan Racun tanpa bayangan yang dingin mengerikan,
kembali menghadang jalan mereka.
Bong San-san mengeluarkan sebuah botol giok berwarna
kehijauan, menumpahkan sepuluh butir lebih pil berkilap
membagi-bagikan, lalu berkata:
"Obat penawar racun yang aku bawa tidak banyak, tidak
bisa membersihkan seluruh Racun tanpa bayangan, harap
kalian menempel di belakangku, siap!"
Lalu jarinya dijentikan, sebuah sinar sekelebat timbul di
depan dirinya langsung menghilang, pinggang nya sedikit
diputar, dia meluncur kedepan beberapa tombak, dengan
cara ini, sekelompok para pendekar yang ingin membalas
dendam, kembali dengan selamat melintasi satu hadangan
maut. Sekarang, angin bau amis menyebar dimana-mana,
ular berbisa samar-samar kelihatan, dengan mata hijau
lidah merah bergerak gerak diantara bebatuan dan
pepohonan, Pek Soh-jiu mengeluarkan seruling dewa Ci-cu,
baru saja akan meniupnya, Su Lam-ceng mendadak tertawa
berkata:
"Tunggu, Ciu koko! Kenapa kita tidak mengguna kan
racun menyerang racun!"
Pek Soh-jiu keheranan berkata:
"Bagaimana caranya?"
Su Lam-ceng berkata:
"Kau gunakan seruling dewa Ci-cu mengusir ular, lalu
suruh Sian-giok menghadang di sekeliling, supaya para ular
berbisa itu berlari masuk ke dalam barisan Thian-kong-tee-
sat, bukankah akan menghemat tidak sedikit tenaga kita!"
Pek Soh-jiu menganggukan kepala:
"Cara bagus." Dia segera melepaskan Sian-giok, lalu
meniup serulingnya dengan lagu pengusir ular yang
suaranya menggema ke seluruh gunung.
Berpuluh ribu ular berbisa, besar kecil menyusup keluar
dari tempat persembunyiannya, di bawah hadangan Sian-
giok, semuanya menyusup masuk ke dalam strategi Thian-
kong-tee-sat, puluhan ribu ular berbalik menggigit orang-
orang di dalam barisan yang mematikan itu, hingga
menimbulkan kekacauan yang amat sangat, dalam waktu
sekejap, barisan Thian-kong-tee-sat jadi hancur berantakan,
anak buah setia Ang-kun-giok-hui yang diandalkan, yang
biasa melakukan kejahatan di dunia persilatan, juga berhasil
dilukai atau dibunuh dalam jumlah yang amat banyak.
Tanpa ada kerja keras berturut turut telah menghancurkan
empat barisan besar, sehingga membuat Thian-ho-leng yang
meraja Iela di dunia persilatan, pertama kalinya merasa-kan
ancaman maut, tentu saja, Ang-kun-giok-hui tidak rela
menerima kekalahan ini, dia mengumpulkan orang-orang
Hek-it-kau, dan pasukan inti dari Thian-ho-leng, berniat
membalas dengan sekuat tenaga.
Gedung Thian-ciat adalah tempat tinggal sehari harinya
ketua Ang-kun-giok-hui, di dalam Thian-ho-leng, selain
tempatnya yang tertinggi, juga adalah markas pusat yang
sangat misterius, jika melihat wajah luarnya, gedung itu
memang sangat indah dan megah, tapi bangunan di
dalamnya, dimana-mana ada jebakan yang berbahaya.
Di atas bukit Thian-ciat sedang dipenuhi oleh hawa
pembunuhan yang dahsyat, Ang-kun-giok-hui Hai Keng-
sim akan melakukan satu serangan habis habisan dengan
cara kilat.
Lapangan batu di depan gedung Thian-ciat, sedang
berdiri lautan manusia dengan tanpa bersuara, mereka
adalah para anak buahnya Thian-ho-leng dengan seragam
baju ringkas merahnya, setengahnya lain adalah anggota
Hek-it-kau yang bertopeng.
Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim dengan wajah dingin
berdiri diatas lapangan batu, penjahat nomor satu di dunia
ini walau pun usianya sudah tua, namun tetap tampak
masih cantik, tetap masih ada kelebihannya.
Di sebelah kiri dia, adalah seorang tua bertopeng hitam,
tubuhnya tinggi kurus, dua sorot mata yang dingin berputar-
putar di dalam topeng hitamnya.
Di belakang orang tua kurus kering, berbaris tujuh orang
bertopeng berbaju hitam, tidak berbeda jauh dengan orang-
orang Tong-it yang berada di kota kabupaten di Bu-san.
Di belakang Ang-kun-giok-hui, selain Wie Pui-hoa, Giok
Ie-ko dua orang muridnya, masih ada sembilan orang
wanita baju merah yang usianya di atas setengah baya,
memperkirakan menurut sorot mata mereka yang bersinar,
setiap orang pasti memiliki ilmu silat yang mengejutkan.
Saat ini Thian-ho-sat-kun memimpin Pek Soh-jiu dan
kawan-kawan dengan langkah tenang naik ke atas lapangan
batu, dia melihat sekali pada Ang-kun-giok-hui, orang tua
yang sangat terbuka ini, wajahnya tampak sedikit emosi, dia
melayangkan tangan menghentikan Pek Soh-jiu dan kawan-
kawan, maju dua langkah berkata:
"Keng-sim! Apa maksudnya ini? Apakah tidak senang
atas kembalinya aku?"
"Heeh!" dengan dingin Ang-kun-giok-hui berkata:
"Siapa dirimu? kau bicara lebih baik sedikit hati-hati,
bukit Thian-ciat bukan tempat kalian mengacau!"
Thian-ho-sat-kun tertegun berkata:
"Hai Keng-sim! Kau sungguh sudah tidak kenal aku
lagi?"
Ang-kun-giok-hui berteriak marah, berkata:
"Sembarangan masuk ke dalam bukit Thian-ciat, dosanya
sudah tidak bisa diampuni, disini masih berani
sembarangan bicara, orang tua tengik, kau sungguh
sungguh tidak tahu mati."
Thian-ho-sat-kun marah sekali, dia tidak menduga
istrinya bisa berbalik muka tanpa perasaan sedikit pun,
sesaat amarahnya meledak, tidak tahan dia mengangkat
kepalanya menhadap ke langit, sambil tertawa keras
berkata:
"Wanita hina yang kejam sekali, kau sampai tidak
mengakui anak dan suami, lima anak buah setiaku itu juga
pasti telah dibunuh olehmu, jika kau sudah mencari jalan
mati sendiri, aku jadi tidak perlu mempedulikan perasaan
cinta dahulu." Orang tua dengan mantel merahnya jadi
mengembang, meski tanpa ada angin berhembus, tampak
marah sekali, dia mengangkat lengan kanan, saat akan
menghantam, terlihat satu bayangan putih berkelibat, Pek
Soh-jiu sudah berdiri disisinya berkata:
"Gak-hu (mertua) harap sabar dulu, nanti setelah aku
menyelesaikan perhitungan dengan ketua Hek-it-kau, baru
kita perhitungan di dalam perguruan sendiri."
Walau Thian-ho-sat-kun marah sekali terhadap Ang-kun-
giok-hui, tapi tetap masih ada sedikit perasaan hubungan
suami istri, apa lagi Pek Soh-jiu ingin membalas dendam
ayahnya dulu, seharusnya masalah-nya dikedepankan
terlebih dulu, sehingga untuk sementara dia menahan
amarahnya mundur kebelakang.
Pek Soh-jiu mengangkat alisnya, wajahnya menghadap
pada orang bertopeng disisi Ang-kun-giok-hui berkata:
"Aku Pek Soh-jiu, berharap ketua Hek-it-kau Oh-long To
Cu-an menjawab pertanyaanku."
Ang-kun-giok-hui teriak sekali, berkata:
"Bocah yang masih bau kencur, juga berani
menampilkan cakarnya di bukit Thian-ciat, heh... tidak sulit
mau bertemu dengan ketua Hek-it-kau, aku ingin
perhitungkan dulu dengan kau, masalah hutang lama
diantara kita."
Namun Pek Soh-jiu tidak berani kurang ajar terhadap
Ang-kun-giok-hui, bagaimana pun, dia adalah ibu
mertuanya, sehingga dengan mengepal sepasang tangan dia
berkata:
"Cianpwee ingin bagaimana menghukumnya, aku tidak
akan mengelak, hanya saja dendam mem-bunuh ayah tidak
bisa diampuni, harap Cianpwee bisa memakluminya."
"Heh!" Ang-kun-giok-hui berkata, "Kata-kataku sekali
keluar tidak bisa dirubah, ingin bertemu dengan ketua Hek-
it-kau, harus lunasi dulu hutang pada perguruanku."
Pek Soh-jiu berkata tawar:
"Oh-long To Cu-an, juga adalah seorang yang ternama,
Cianpwee demikian melindunginya, walau pun sementara
bisa menghindar dari kematian, di dalam dunia persilatan,
mungkin tidak akan ada lagi sebutan Oh-long ini!"
Orang dunia persilatan, kebanyakan lebih mementingkan
nama dari pada nyawa, bagaimana Oh-long To Cu-an bisa
menerima hinaan tanpa perasaan dari Pek Soh-jiu! Dia
meminta izin dulu pada Ang-kun-giok-hui, lalu meloncat,
melesat seperti kilat, dalam jarak lima tombak, seperti
hanya dalam satu langkah sudah berada dihadapan.
Oh-long To Cu-an bisa menduduki kursi ketua Hek-it-
kau, dan menjadi alat kejahatannya Ang-kun-giok-hui di
dunia persilatan, memang kepandaiannya tidak bisa
dianggap enteng, dia menghentikan langkah, dengan
mendengus dingin berkata:
"Bocah, apa kau anak haramnya Sin-ciu-sam-coat? Bagus
sekali, ini yang disebut ada jalan surga tidak mau kau
tempuh, malah ingin masuk neraka, mari.... Biar aku coba,
kau sudah berhasil mendapatkan berapa banyak ilmu silat
dari tiga setan tua itu!"
Pek Soh-jiu dengan sorot mata membunuh, berteriak
marah:
"Jadi kau bangsat yang menjadi otak serangan gelap di
perumahan Leng-in saat itu! Betul tidak?"
To Cu-an dengan bangga bersuara "Hemm!" berkata,
"Tidak salah."
"Giam-lo-cun-cia juga kau bangsat tua yang diam-diam
menyiksanya?"
"Bocah, kematian kau sudah didepan mata, masih berani
menimbulkan masalah, sungguh terlalu tidak tahu diri!"
"Baik, bangsat tua, kau harus mati......"
Pek Soh-jiu mengerahkan tenaga dalam ke seluruh
tubuhnya, setelah tenaga memenuhi sepasang lengan,
telapak tangan kanannya pelan-pelan diangkat, Kong-hong-
sam-si yang menggemparkan dunia persilat-an dikerahkan,
bersiap akan menyerang.
Mendadak, "Tunggu." Dua bayangan orang yang seperti
pagoda besi, dengan membawa angin kencang bergulung
datang, pada Oh-long To Cu-an mereka berkata, "Kami
ingin membalaskan dendam kakak kami, harap ketua bisa
mengalah untuk kami."
To Cu-an melihat pada mereka, lalu membalikan kepala,
berkata pada Pek Soh-jiu:
"Tiga pengawal pribadiku, satu telah dibunuh olehmu,
jika mereka ingin membalaskan dendam, aku tidak bisa
menghalanginya, begini saja, jika kau bisa selamat dari
tangan mereka, aku yang akan mengantar mu ke akherat."
Dia tidak peduli apakah Pek Soh-jiu setuju atau tidak, ujung
kaki dihentakan, maka sudah meloncat kembali ke tempat
semula, walau dia menghadap pada Pek Soh-jiu, tapi
loncatan dia ke tempat semula, jarak dan tempatnya,
hampir semili pun tidak salah.
Saat ini dua orang Tong-it yang tinggi besar dengan dua
telapak yang sangat besar sekali, sudah menyerang dari kiri
dan kanan, kekuatan telapaknya dahsyat sekali, seperti
kapak putih membelah gunung, kecepatan serangannya,
ketepatan mengarah pada jalan darah, dibandingkan
dengan Tong-it, sepertinya lebih tinggi tiga puluh persen.
Hawa membunuh membayang diantara alisnya Pek Soh-
jiu, wajahnya yang tampan setampan Goan-ie itu ada
sekelumit senyuman yang sulit diartikan, tubuhnya tegak
berdiri seperti gunung, terhadap empat buah serangan
telapak yang bisa membelah gunung itu, sepertinya tidak
memandangnya, sampai telapak lawannya hampir
menyentuh tubuh, anginnya ingin merobek baju, terlihat
kilatan putih berkelebat, tubuhnya yang tegap itu, seperti
roh melesat keluar dari serangan telapak. Cara dia
melepaskan diri ini, sungguh terlalu tiba-tiba, dua orang
Tong-it itu ingin menarik kembali pukulannya, tapi
bagaimana bisa menariknya, tidak tertahan mereka sudah
saling menyerang, sesudah dua telapak nya bentrok baru
bisa memisahkan diri, walau tidak mendapatkan luka, tapi
juga membuat hal yang memalukan sekali.
Setelah berteriakan seperti macan terluka, mereka
kembali menyerang, tapi saat menyerang kembali mereka
telah bertambah hati-hati. Dalam sekejap puluhan jurus
telah lewat, Pek Soh-jiu hanya melenggok di antara dua
raksasa itu, bajunya berkibar-kibar, tidak saja tidak
membalas menyerang, tampang-nya juga sangat santai
sekali.
Setelah lewat puluhan jurus, Pek Soh-jiu tidak lagi
menghindar, dengan satu siulan nyaring, dua orang raksasa
itu diputar oleh sebelah tangannya, malah telah terbang ke
udara, jatuh tepat di tempat mereka berdiri semula
dibelakangnya Oh-long, ketajaman matanya, penggunaan
tenaganya yang tepat, sungguh jarang tandingannya.
Oh-long To Cu-an melihat dua orang itu sudah tidak
bernyawa lagi, topeng hitamnya tidak tahan bergetar karena
marah dan terkejut, walau dia sudah tahu ilmu silatnya Pek
Soh-jiu hebat sekali, tapi tidak menduga bisa sehebat ini.
dia lalu mengangkat sudut bibirnya, lima orang laki-laki
besar yang ada dibelakang dia, bersamaan menerjang
keluar.
Sangguan Ceng-hun yang melihat berteriak marah
berkata:
"Sungguh tidak tahu malu, bertarung menggunakan cara
bergilir, sungguh tidak jantan sekali, saudara Ciu! Lima
orang ini serahkan saja pada Toako, kau cepat bereskan Oh-
long saja."
Ouwyang Yong-it, murid murid dari Siauw-lim dan Bu-
tong, semuanya meloncat keluar, para pesilat tinggi Hek-it-
kau, juga bersama sama ikut kedalam pertarungan,
lapangan batu yang dikelilingi oleh pegunungan ini, segera
terjerumus kedalam pertarungan kacau-balau.
Pek Soh-jiu tidak ragu ragu lagi, mendadak tubuhnya
berkelebat, seperti kuda langit berjalan dilangit, dalam
sekelebat, sudah berada di depan Oh-long, dia
mengeluarkan Pouw-long-tui, sepasang alisnya diangkat,
berkata dingin:
"Bangsat keji, yang pergi ke Liong-bun, bercerita lagi
semangat di tahun itu, adalah ucapanmu bukan? Mana
semangatmu itu? Heh heh......"
Dia pelan-pelan mendesak maju, tapi setiap
melangkahnya, menimbulkan angin keras sampai tiga kaki
di depan dirinya seperti dinding baja.
Sepanjang hidupnya, Oh-long melakukah kejahatan,
pesilat tinggi yang telah dia hadapi tidak terhitung
banyaknya, kecuali Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim, yang
bisa bertahan lebih dari tiga jurusnya, tentu orang itu bisa
dihitung orang ternama, tidak salah, ditahun itu dia pernah
mengalami kekalahan dari tangan
Sin-ciu-sam-coat, tapi sakarang ada berapa banyak
pesilat tinggi yang seperti Sin-ciu-sam-coat!
Dia sudah terkejut, tapi dia sedikit pun tidak merasa
menyesal, sifat jahatnya yang terhimpun dari kejahatan
selama bertahun-tahun, membuat keinginannya tidak
pernah gagal, maka dia mengeluarkan senjata khususnya
Bu-ceng-put-ho-soat (Senjata pemusnah mayat tanpa
ampun), mulutnya teriak:
"Bocah, pergilah susul ayahmu!" dalam sinar kuning
yang menyilaukan mata, berturut-turut menyerang sembilan
jurus dahsyat.
Pek Soh-jiu bersiul panjang, Pouw-long-tui dengan sinar
kemilau hitam memenuhi langit, memo-tong masuk ke
dalam sinar kuning, lalu terdengar suara beberapa
bentrokan yang keras sekali, cepat sekali mereka telah
bertarung sebanyak dua puluh jurus lebih.
Serangan senjata Bu-ceng-put-ho-soat dari Oh-long
biasanya tidak pernah gagal, jurusnya telah dia latih dengan
keras selama puluhan tahun, tidak di duga, meski telah
menyerang dengan sekuat tenaga, sedikit pun dia tidak bisa
mendapatkan keuntungan.
Dia jadi putus asa, seperti jatuh ke dalam lubang es, dia
merinding dua kali. Sebagai laki-laki besar yang bisa tegak
bisa bungkuk, jika ilmu silatnya kalah dari orang, terpaksa
menggunakan siasat terakhir, maka dia telah memutuskan
menggunakan jurus ke tiga puluh enam, yaitu melarikan
lari, Put-ho Soat nya di tegakan, dengan seluruh tenaganya,
melakukan satu serangan.
Ini adalah rencana yang dia siapkan sendiri, asalkan bisa
mendesak Pek Soh-jiu mundur beberapa langkah, maka dia
tidak akan sulit lari melepaskan diri, sayang perkiraan dia
kali ini salah, Pek Soh-jiu justru menggunakan cara
bertempur kucing mempermainkan tikus, sejak pertarungan
dimulai, dia belum mengerahkan seluruh tenaganya.
Serangan Oh-long To Cu-an ini, bisa dikatakan
mempercepat kematian sendiri, Pek Soh-jiu melihat dia
begitu berani, maka dia tidak ingin lagi menghabiskan
waktu, lengan berototnya diayunkan, Pouw-long-tui seperti
gemuruh guntur, di dalam satu bentrokan logam, telapak
tangan Oh-long sudah pecah berdarah, Bu-ceng-put-ho-soat
sudah terlepas dari tangannya terpental jatuh ke dalam
jurang.
Terjerumus ke dalam keadaan buntu, dia masih bisa
menghadapinya dengan tenang, dia seorang penjahat ulung,
memang berbeda dari pada orang biasa, saat Put-ho-soat
terlepas dari tangannya, dia dengan cepat mengayunkan
sepasang lengannya, melemparkan segenggam jarum baja
beracun, rubuhnya bersamaan waktu meloncat ke atas,
meloncat ke arah sisi bukit yang banyak batu berserakan.
"Hemm!" Pek Soh-jiu marah sekali, membentak:
"Tinggalkan nyawamu, bangsat keji." Dengan kuat dia
mengayunkan telapak tangan kanannya, jarum baja beracun
itu terpukul jatuh semuanya oleh Pouw-long-tui, berbareng
telapak tangan kirinya menghantam, Pouw-ci-sin-kang
melesat tepat mengenai jalan darah Khi-hai di tubuh Oh-
long.
Dari kejauhan menjentikan jari, bukan saja telah
menahan Oh-long, juga telah menghancurkan jalan darah
Khi-hainya, memusnahkan ilmu silat yang biasa digunakan
untuk melakukan kejahatan, lalu dia menangkap dan
menotok beberapa jalan darah dia.
Pek Soh-jiu telah berhasil menangkap otak pembunuhan,
harapannya telah terkabul, pertarungan sengit yang terjadi
di lapangan, juga bersamaan waktunya selesai,. Karena
Hek-it-kau telah kehilangan ketuanya, seperti menjadi naga
tidak ada kepalanya, para anggota yang sedang bertarung,
juga terpaksa melepaskan perlawanannya.
Lalu Su Lam-ceng menggaet tangan Siau Hun, Siau
Yam, sambil tertawa menyambut Pek Soh-jiu berkata:
"Selamat, Ciu koko! Kau serahkan dulu Oh-long pada
Sangguan toako, aku ingin mendiskusikan satu hal yang
sangat penting denganmu."
Pek Soh-jiu menurut, menyerahkan Oh-long pada
Sangguan Ceng-hun, membalikan kepala bertanya pada Su
Lam-ceng:
"Hal apa yang sangat penting itu? Adik Ceng."
"Menurutmu kenapa Subo mau melakukan hal yang
tidak ada perasaan itu?"
Pek Soh-jiu diam-diam melihat pada Ang-kun-giok-hui
yang wajahnya sangat serius berkata:
"Ini......... masih perlu petunjuk hebat dari Li Cukat."
Su Lam-ceng tertawa:
"Memperkirakan menurut keadaan tadi, ketika kita
menghabisi Hek-it-kau, para anggota Thian-ho-leng tidak
ada satu pun yang melibatkan diri, pertentangan diantara
Suhu dan Subo mungkin terjadi karena masalah sepele,
karena berbeda pendapat, sehingga masing masing
memaksa berjalan ke ujung yang berbeda, sebenarnya Subo
masih sangat mencintai Suhu, jika kita bisa membuat Suhu
mengalah sedikit pada Subo, segala salah paham ini pasti
akan bisa diuraikan."
Siau Hun berkata:
"Apakah adik Ceng bisa memperkirakan, apa penyebab
yang membuat kedua orang tua berselisih?"
"Mungkin karena Suhu hobinya melancong ketempat
jauh, membuat Subo merasa kesepian......pokoknya, tidak
jauh dari cinta kasih, dua kata ini, wanita lebih memandang
penting cinta, betul tidak?"
Siau Hun menghela napas berkata:
"Adik Ceng pikiranmu sangat teliti, bisa menguraikan
masalah sampai ke masalah yang kecil, memang pantas
disebut Li Cukat, tapi bagaimana kita melakukannya?"
Su Lam-ceng berkata:
"Di pihak Suhu, biar aku yang bertanggung jawab
membujuknya, di pihak Subo, harus Ciu koko yang tampil,
minta dukungan dari ketua Siauw-lim, tiga tetua Bu-tong
pergi membujuknya, pasti akan berhasil membuat keluarga
kembali berkumpul."
Kata Pek Soh-ciu:
"Aku? Kalau ada Siauw-lim dan Bu-tong beberapa
Cianpwee yang tampil, tentu saja aku tidak perlu tampil."
Su Lam-ceng tersenyum manis:
"Siapa bilang? Mertua wanita melihat menantu, semakin
melihat semakin senang, kau tidak bisa tidak harus tampil."
Perhitungan Li Cukat tidak pernah salah.
Setelah Pek Soh-ciu menghadap Ang-kun-giok-hui dan
dengan sabar membujuk, dengan kecakapan dan
kesopanannya, akhirnya hati Ang-kun-giok-hui yang keras
seperti batu, bisa lumer seperti air, rencana Su Lam-ceng
telah berhasil, sehingga di atas bukit Thian ciat, akhirnya
dipenuhi dengan kegembiraan dan kebahagiaan.
Dunia persilatan menjadi aman dan damai, sekali waktu
tampak jejak mereka, muncul di dunia persilatan sebagai
pendekar kebenaran.
Tamat
Bandung, 25 April 2008 Salam Hormat
(SeeYanTjinDjin)

You might also like