Professional Documents
Culture Documents
D mbbaahh LLiiaarr
Daarrii LLeem
Karya Liu Can Yang
Saduran : Liang YL Editor : Adhi H
JILID KE 1
Bab 1
Jejak keluarga pendekar
BAB 2
Putra-putri dunia persilatan
BAB 3
Pesona laki-laki
BAB 4
Bersama-sama menunggang kuda ribuan li
Siau Kun menunggang kuda melawan angin, dia tampak
bersemangat sekali, ikat kepala putih dikepalanya seperti
burung walet sedang terbang, melayang-layang dibelakang
kepalanya, sepasang matanya yang hitam bersinar, mulut
munggilnya yang seperti dicat merah, dengan tawanya
tampak senang, lama... dia mendadak menghentikan
kudanya, membalikan kepala pada Pek Soh-jiu sambil
tersenyum manis berkata:
"Pegunungan di Kanglam ini sungguh indah sekali,
penoramanya seperti didalam gambar saja, kali ini kita
melancong ke Kwo-tiang, sungguh tidak sia sia." Pek Soh-
jiu tersenyum, berkata: "Tidak salah, tanahnya bagus pasti
orangnya hebat-hebat, mungkin kita bisa bertemu dan
berkenalan dengan orang Kanglam yang hebat-hebat." Siau
Kun menyunggingkan bibir: "Pemandangan Kanglam yang
indah, sungguh keadaan yang nyata, jika mengatakan di
Kanglam juga muncul orang hebat, aku tidak sependapat."
"Ha...ha...ha!" Pek Soh-jiu tertawa, "Kau tidak percaya?
Lihat itu, bukankah sudah datang!"
Sst...ssst terdengar beberapa suara, diantara bayangan
pepohonan dan celah rumput, berturut-turut meloncat
keluar sepuluh lebih laki-laki besar, setiap orang berpakaian
ringkas, bersenjata dan wajahnya bengis.
Siau Kun melirik sekali pada mereka, mendadak dia
tertawa keras berkata:
"Kata-kata Toako tidak salah, orang orang ini bertubuh
hina, berwajah bengis, memang orang-orang yang luar
biasa, ha......"
Orang-orang ini dipimpin oleh seorang laki-laki besar
yang berkepala musang bermata tikus, tubuhnya kekar
sekali, dia melihat pada dua remaja yang lemah lembut
yang sangat berani mengejek pada mereka, tidak tahan dia
maju beberapa langkah, dengan marah membentak:
"Anjing kecil, kau sedang membicarakan siapa?"
Siau Kun mengangkat alisnya, berkata:
"Siauya menunggang kuda dijalan raya, tidak
mengganggu sarang penyamun, suka membicarakan siapa
ya bicara siapa, apa urusannya denganmu?"
Traang... seorang laki-laki besar mencabut golong
pembelah gunung berpunggung tebal, mcng-getarkan
lengannya, membuat ring besi di kepala golok berbunyi
suara logam beradu, lalu mengangkat alis tebalnya,
berteriak dingin:
"Bocah, jika Tay-ya ingin membunuhmu semudah
mengangkat tangan saja, maka jika kau sudah bosan hidup,
katakan saja pada Tay-ya!"
Siau Kun menggoyang-goyangkan sepasang tangannya
berkata:
"Tunggu, tunggu, laki-laki sejati mulut bicara tangan
tidak bergerak, kau jangan galak seperti ini, menakuti
orang?"
Laki-laki besar itu dengan bangganya bersuara "Hemm!"
sekali berkata:
"Baik baik, coba jawab pertanyaan Tay-ya, jika tidak,
jangan salahkan Tay-ya berlaku kejam."
Siau Kun seperti ketakutan:
"Kau ingin tanya apa? Raja gunung."
Laki-laki besar itu berteriak marah:
"Apa? Kau panggil Tay-ya Raja gunung?
"Maaf, aku tidak tahu harus memanggil apa terhadap
para Tay-ya yang menghadang jalan." Kata Siau Kun
Laki-laki besar bermata tikus itu bersuara "Hemm!"
sekali tampak akan marah lagi, akhirnya menahan diri
bertanya:
"Kalian berasal dari mana?"
"Han-kou."
"Apa pernah datang ke Yun-liu?"
"Pernah, aku bertamu beberapa hari dirumahnya Goan
Tayhiap."
"Dengan tampang kalian berdua, sastrawan miskin, juga
bisa bertamu kerumahnya Goan?"
"Ini......kek, karena kami dengan pendekar besar Goan
ada sedikit......hubungan keluarga jauh......"
"Kalau begitu ya benar.... apa di dalam Yun-liu, ada
tidak teman teman dunia persilatan lainnya?"
"Ada......"
"Siapa saja?"
"Aku dengar ada yang dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam-
cong, Cu apa itu Yan, haii, terlalu banyak, aku seorang
sastrawan miskin, bagaimana bisa ingat para pesilat tinggi
dunia persilatan......"
"Hemm, mereka sedang apa di Yun-liu, seharusnya kau
ada dengar beritanya!"
"Itu......kek, bukan haik) a dengar beritanya......"
"Lalu apa yang sedang mereka kerjakan?"
"Masih bertarung memperebutkan Ho-leng-ci." Warna
wajah laki-laki besar segera menjadi tegang, dia kembali
maju satu langkah, katanya:
"Katakan, Ho-leng-ci akhirnya jatuh ketangan siapa?"
Siau Kun seperti sengaja, seperti tidak disengaja
mengusap sekali pinggangnya, sambil terbata-bata sebentar
berkata:
"Tidak ada orang yang bisa mengalahkan Goan Tayhiap,
tapi dia juga tidak ingin lagi menyimpan Ho-leng-ci itu,
sehingga......sehingga......"
"Bagaimana?"
"Maka dia memberikannya padaku."
"Apa benar kata-kata kau?"
"Keberanian sebesar langit pun aku tidak berani
membohongi Raja gunung!"
Sampai disini laki-laki besar baru sadar remaja tampan
yang seperti giok ini, sejak dari awal terus membual, tidak
tahan dia berteriak marah, berkata:
"Anjing kecil, berani kau mempermainkan aku, aku
congkel dulu sepasang mata anjingmu itu baru berurusan."
Sepasang kaki dihentakan, telapak melancar kan sebuah
pukulan secepat angin, dua jarinya yang besar-besar,
dengan dahsyat menotok kearah sepasang mata Siau Kun.
Siau Kun dengan menjerit:
"Hey, kau tahu aturan tidak? Aku sudah bilang laki-laki
sejati hanya menggunakan mulut tidak menggunakan
tangan......"
Tapi teriak tinggal teriak, serangan laki-laki besar itu
datangnya terlalu cepat, dalam sekejap mata, ujung jarinya
sudah menotok di depan mata, hanya terdengar suara
teriakan menggelegar, dua buah bola mata dengan darah
segar, bercucuran diatas jalan raya, satu bayangan orang
bersamaan waktu menjerit bergulung dibawah.
Beberapa gerakan ini, cepatnya laksana kilat, saat semua
orang melihat jelas, orang yang menutup kepala menjerit-
jerit, dan wajahnya tampak berlumuran darah, ternyata
adalah laki-laki besar bermata tikus, orang-orang yang
berkumpul menghadang jalan, berubah semua warna
wajahnya.
Siau Kun mengeluarkan sapu tangan dari dalam
dadanya, dengan pelan mengelap darah diujung jarinya,
sesaat kemudian dia mengangkat sepasang matanya, dua
sorot matanya yang tajam, menatap pada orang-orang yang
menghadang jalan tidak maju maupun mundur:
"Kalian ini pesilat tinggi dari perguruan mana?"
Diantara para penghadang jalan, ada seorang yang
menjawab:
"Kami dari perumahan Si-liu."
"Kanglam Liu?"
"Benar."
"Baik, mengingat Kanglam Liu namanya tidak buruk,
kalian congkel sepasang mata kalian dengan tangan sendiri,
lalu pergilah."
"Ini......" para laki-laki besar itu sekarang baru tahu
mereka telah bertemu dengan seorang yang berhati kejam,
menyumh mereka mencongkel sepasang matanya sendiri,
ini sungguh tindakan keterlaluan, baru saja Pek Soh-jiu
akan menengahinya, mendadak dari kejauhan terdengar
suara siulan aneh, para laki-laki besar itu bangkit kembali
semangatnya, mereka segera mencabut senjatanya masing-
masing, dan melakukan pengepungan terhadap Pek Soh-jiu
berdua.
Suara siulan itu berhenti seorang tua dengan kening lebar
berhidung mancung, bermantel sutra, sepatu merah,
melayang tunin seperti daun jatuh, dia melirik sekali pada
laki-laki besar yang telah kehilangan sepasang matanya, lalu
membalikan kepala kepada Pek Soh-jiu dan Siau Kun
dingin berkata:
"Siapa yang berbuat?"
"Hmm!" Siau Kun berkata, "Aku."
"Kenapa?"
"Tanya saja pada anak buahmu."
"Bocah yang sombong sekali, jika aku tidak
menghajarmu, kau akan mengira di Kanglam ini tidak ada
orang!"
"Benar aku justru ingin tahu To-pa-thian-lam (Penguasa
tunggal langit selatan.) Liu-cengcu (ketua perumahan Liu),
sebenarnya mempunyai ilmu silat hebat apa."
"Bagus, terima ini!"
Kanglam Liu belum habis bicara, lima jarinya sudah
berterbangan, dalam sekejap telapak tangannya yang besar
sudah mencengkram ke arah dadanya Siau Kun.
Siau Kun bersuara dingin, tubuhnya meloncat keatas,
setangkas asap ringan, belum lagi tangan Kanglam Liu
ditarik kembali, dia sudah seperti roh melayang ke
belakangnya Kanglam Liu, bersamaan itu telapaknya
dihantam ke depan, memukul punggung belakang lawan,
sambil mulutnya dengan sekali bersuara "Hemm!" sinis
berkata:
"Kelihatannya Kanglam Liu yang menguasai daerah
selatan ini, hanyalah seseorang yang mencuri nama saja!"
Kanglam Liu tidak menduga seorang remaja muda
seperti ini bisa memiliki ilmu silat sehebat ini, buru-buru dia
menjatuhkan tubuhnya ke depan, lalu membalikan tubuh,
telapak kirinya berturut-turut memukul dua kali, begitu dia
menghindar dari serangannya Siau Kun, dengan
kegesitannya dia membalikan tubuh, melancarkan pukulan
balik, menghindar dan membalas serangannya di dunia
persilatan terhitung kelas paling top, hanya saja dalam
pertarungan ini, dia sepertinya sudah berada di bawah
angin, sehingga, ketua perumahan Liu yang namanya
termasyur didunia persilatan, menjadi marah tidak
terkendali, tubuhnya meloncat, sepasang tangannya
dikibaskan bersilang, di bawah ribuan bayangan telapak,
dengan kandungan hawa dingin yang menusuk tulang,
seperti serat perak yang tidak terhingga banyaknya,
menusuk tiga puluh enam jalan darah penting di depan
tubuh Siau Kun.
Siau Kun terkejut sekali, dia tidak menduga Kanglam
Liu yang tampangnya seperti aliran lurus, bisa melancarkan
jurus telapak yang sangat keji, buru-buni dia memutar
tubuhnya, sepasang telapaknya berturut turut dikibaskan,
dia mengerahkan seluruh'kemampuan nya, tapi tetap saja
tidak bisa menahan serangan hawa dingin itu, segera dia
menjadi kelabakan, keadaannya sangat tidak enak
dipandang.
Pek Soh-jiu yang melihat jadi terkejut, buni-buru dia
mengangkat telapak tangannya, didorong ke depan sejajar
dengan dada, satu hembusan angin keras seperti kekuatan
gelombang pasang menerpa karang, mener-jang bagian
belakang Kanglam Liu.
Tiga jurus telapak Kang-hong (angin yang berkecepatan
sangat tinggi) kekuatannya sangat hebat, Kanglam Liu
sebagai penguasa tunggal di Thian-lam juga tidak berani
menghadapi serangan ini dengan kekerasan, mantel
sutranya tampak berkelebat, men-dadak dia mundur tiga
tombak lebih.
Siau. Kun melihat pada Pek Soh-jiu dengan perasaan
terima kasih, lalu berpaling, sepasang matanya dibuka,
menyorotkan dua sinar tajam, telapak kanan merogoh ke
dalam dada, mengeluarkan sebilah pedang pendek yang
bersinar, dingin, berkata:
"Hian-im-cap-sa-hoat (Tiga belas jurus gaib hawa dingin)
sungguh mengandung kekuatan yang sulit dibayangkan,
aku jadi penasaran, aku masih ingin mencoba permainan
senjatamu."
Begitu sorot mata Kanglam Liu melihat pedang pendek
ditangan Siau Kun, warna wajahnya berubah besar,
mendadak dia bertepuk tangan, tubuhnya seperti bangau
besar melejit kelangit, jagoan yang sangat ternama di Thian-
lam ini, pergi begitu saja tanpa banyak bicara, puluhan laki-
laki besar yang tadi menghadang di jalan, juga
mengikutinya berlari tunggang langgang.
Siau Kun menyimpan kembali pedang pendeknya lalu
mendengus dingin, lalu melihat pada Pek Soh-jiu berkata:
"Menunggang kuda di jalan raya sambil mengobrol,
seharusnya adalah hal yang menggembirakan, tidak diduga
keadaan nyaman ini dirusak oleh para perampok kecil tadi."
Pek Soh-jiu tertawa tawar:
"Tidak apa, bisa bertemu dengan jago-jago Kanglam, itu
juga satu hal yang menggembirakan." Tidak menunggu Siau
Kun menjawab, dia sudah meloncat naik keatas kuda,
sepasang kakinya perlahan dihentakan, dengan cepat
melarikan kuda menuju Hiu-sui.
Terhadap saudara Siau Yamg baru dikenal tidak lama,
sungguh Pek Soh-ciu merasa sangat misterius, di Yun-liu,
dia dengan dua senjata gelapnya, membuat para pesilat
tinggi dunia persilatan menjadi ketakutan seperti bertemu
dengan ular berbisa, sekarang kembali dengan sebilah
pedang pendeknya, membuat Kanglam Liu yang penguasa
tunggal Thian-lam ketakutan dan melarikan diri, tentu saja,
walau di dalam hati dia banyak pertanyaan, tapi dia tidak
enak menanyakannya, hanya saja terhadap perjalanan ke
Kwo-tiang ini, dia jadi ada sedikit menyesal.
Saat ini angin tidak bertiup, matahari terik seperti bara
api, setelah beberapa saat melarikan kudanya, orang dan
kuda pun sudah bercucuran keringat, Pek Soh-jiu melihat
wajah Siau Kun menjadi merah, keringat keluar seperti air
hujan, maka dia memperlambat lari kudanya dan berkata:
"Cuaca di pegunungan sangat sulit diduga, siang dan
malam, seperti dua musim yang berbeda, saat ini matahari
sangat terik sekali, kenapa saudara Siau tidak melepaskan
saja sapu tangan kepala, supaya sedikit jadi dingin!"
Wajah Siau Kun menjadi merah, berkata: "Sapu tangan
kepala walau menjadikan lebih panas, tapi bisa menahan
sinar matahari, aku memilih, lebih baik memakai sapu
tangan kepala saja."
Terhadap remaja tampan yang sulit diduga sifatnya ini,
Pek Soh-jiu merasakan tidak bisa berbuat banyak, jika dia
merasa lebih baik memakai sapu tangan di kepalanya, buat
apa dia sendiri repot repot, sehingga, dia membiarkannya
dengan tersenyum.
Hari semakin larut malam, mereka tiba di depan pohon
yang ada bayangannya, Siau Kun menunjuk dengan ujung
pecutnya berkata:
"Toako! Kita istirahat dulu di bawah bayangan pohon,
sekalian mengisi perut sedikit."
Setelah Pek Soh-jiu menganggukan kepala tanda setuju,
mereka beristirahat di bawah bayangan pohon, mungkin
karena penguapan dari keringat, wewangian yang seperti
pernah dikenal itu, melayang masuk ke dalam hidung Pek
Soh-jiu, dia sedikit mengerutkan alis, melihat kearah
datangnya wewangian itu dengan penuh pertanyaan.
Ini adalah satu ciptaan Tuhan yang hebat, walau pun
Song-ih atau Suto hidup kembali, saudara Siau ini juga
tidak akan kalah oleh mereka, dan dari penampilannya
seperti ada penampilan genit yang memikat, saat ini pipi dia
merah, lesung pipinya samar samar terlihat, sepasang mata
yang jelas hitam dan putihnya, bergelimang air jernih, dia
sepertinya sudah merasakan tatapan Pek Soh-jiu itu, lalu
dengan wajah serius berkata:
"Toako.
"Eeii—
"Hawanya begini panas, kenapa kau tidak melepaskan
saja topengmu?"
“Aku juga ada Piklran begitu, hanya takut
mendatangkan kerepotan."
"Di tempat ini kecuali kita tidak ada orang lain lagi,
walau pun ada orang yang menemukan kita, dengan
kekuatan kita berdua, apakah masih takut ada orang yang
mengganggu!"
"Haai!" Pek Soh-jiu mengeluh berkata, "Jika aku
mempunyai perguruan sehebat perguruan saudara Siau,
maka tidak perlu lagi menggunakan topeng seperti
sekarang."
"Kalau begitu, Toako! Aku ajarkan kau cara
menggunakan Pek-lek-bie-sin-ciam, nanti kubagi satu
kantong Sin-ciam buatmu, mau tidak?"
"Tidak, maksud baik saudara Siau, aku terima di dalam
hati saja."
"Kenapa? Kau masih memandang aku orang luar!"
"Aku adalah seorang yang pembawa mala petaka, lebih
baik jangan melibatkan teman......apa lagi......"
"Kek... Kau malah memandang aku ini seorang yang
takut mati."
"Aku tahu saudara Siau adalah seorang yang
mementingkan rasa setia kawan, tapi kita baru
berkenalan......"
"Di dunia ada teman sependirian, bumi dan langit seperti
bertetangga, buat apa Toako berpandangan seperti orang
biasa saja."
Perkataan Siau Kun belum habis,' tiba tiba 'Paak!'
terdengar satu suara keras, di dalam hutan tempat mereka
istirahat, terdengar suara teriakan orang tua.
" Yaaw, kau pukul orang?"
"Tua bangka tidak tahu mati, kau teriak apa?"
"Kenapa, sudah dipukul masih tidak boleh keluar suara?"
"Kau lihat mereka suami istri remaja, tapi kelakuannya
tidak seperti kau ini!"
"Orang adalah suami mesra istri setia, dengan apa kau
bandingkan mereka?"
"Bagus, tua bangka tidak tahu mati, kau berani menghina
aku, rasakan kau nanti!"
Ssst ssst dua suara pelan terdengar, dua bayangan orang
selincah burung terbang, meloncat dari puncak pohon,
hanya satu kali loncatan saja, tubuhnya sudah berada dalam
sepuluh tombak lebih, ilmu meringankan tubuhnya, bisa
dikatakan sangat jarang terlihat di dunia persilatan.
Pipi Siau Kun jadi merah, dia meludah sekali pada
bayangan orang itu, malunya sampai tidak berani
mengangkat kepalanya, lama, dia baru dengan kesal
berkata:
"Dua setan tua ini sungguh menyebalkan sekali, mereka
malah menganggap aku......aku ini perempuan......"
Perkataannya terhenti sebentar, dia kembali mengangkat
kepala dan tertawa, katanya:
"Toako! Hari akan segera gelap, kita lebih baik ke Lam-
tiang saja, ngobrol disana."
Tiba di Lam-tiang, tepat jam sembilan malam, mereka
mencari penginapan, tapi tidak bisa mendapatkan dua
kamar, Siau Kun seperti tidak biasa satu kamar dengan
orang lain, dengan alasan terlalu lelah, dia jadi tidur dengan
pakaian lengkap, hari baru saja fajar, dia sudah bangkit
duduk, tepat diwaktu itu, di kamar sebelah mereka,
terdengar lagi suara yang telah di kenal.
"Tua bangka, rubuhmu terlentang kenapa masih
matanya masih melotot?"
"Sst......nenek tua, pelan sedikit, aku tidak ada waktu
bicara denganmu."
"Puuih, sudah terlentang masih mau sibuk apa? Apakah
raja neraka ingin mengundang kau datang?"
"Kek, aku ini sedang memperhatikan bocah kecil yang
menyamar jadi laki-laki itu."
"Orang sudah ada bocah yang menemaninya, urusan apa
denganmu? Hemm, kau tidak perhatikan nenek tua ini,
malah memperhatikan bocah perempuan itu!"
"Kau? Kek, kek......"
"Kenapa, dimananya aku tidak pantas buatmu?"
"Jangan sembarangan omong, nenek tua, apakah kau
tidak berpikir bocah perempuan itu ada sedikit aneh?"
"Jangan buat teka teki dengan aku, jika ada yang mau
dibicarakan cepat katakan, jika ingin kentut cepat
keluarkan."
"Kau tentu tahu peristiwa Leng-in?"
"Mmm......."
"Lalu kau tidak merasa ada yang aneh?"
"Aku justru tidak mengerti."
"Hai, bocah perempuan itu paling sedikit datang bukan
untuk bermesra-mesraan, betul tidak?"
"Apa yang kau katakan walau pun ada sedikit masuk
akal, tapi aku tetap saja tidak sependapat."
"Kek, nenek tua, kau ini sungguh jadi nenek tua yang
bodoh."
"Kaulah orang tua yang bodoh, hemm, permusuhan
antara generasi sebelumnya, tidak ada hubungannya
dengan mereka! Coba pikir, aku ini bagaimana caranya bisa
cinta padamu?"
"Ini......ha ha......tidak salah, tidak salah, bocah itu juga
memang cukup tampan, kecuali aku ini, kek, kek......"
"Jangan memuji diri sendiri, tua bangka, kau pernah
berkata, akan membawa aku melancong kota Lam-tiang,
kau tidak boleh mengingkarinya."
"Kapan aku pernah bohong padamu, nenek tua, kita ini
adalah......"
Percakapan di kamar sebelah ini, Siau Kun bisa
mendengar, satu kata pun tidak ada yang lolos, wajah
tampannya seperti dilapisi lipstik merah, cantiknya seperti
sekuntum bunga To, dengan gerakan yang lincah dan
ringan dia menotok jalan darah tidur Pek Soh-jiu, sepasang
mata cantiknya, sedikit pun tidak berkedip menatap wajah
tampan yang membuat hatinya bergetar.
Tidak salah, dia mendekati Pek Soh-jiu, memang dia ada
tujuan lain, namun, di Hun-sie, remaja tampan ini telah
membuka hatinya, telah mencuri hatinya, kemudian walau
dia sudah tahu remaja yang mengaku she Ciu itu, adalah
tujuan yang dia cari-cari, tapi cintanya sudah tertanam
dalam, sudah tidak bisa dicabut lagi, sehingga, dia
meninggalkan dua orang pelayannya Hu-in dan Cu-soat,
dengan menyamar sebagai keturunannya Sin-ciu-sam-coat
berkelana di Bulim, sekarang, dia telah menguasai dia
sepenuhnya, tapi tidak ingin dia mendapatkan sedikit pun
luka, lama, wanita cantik yang menyamar sebagai Siau
Kun, mengeluarkan keluhan panjang, lalu, dia merapihkan
baju, membuka kembali jalan darah tidur Pek Soh-jiu,
hari lagi.'
Siau Kun tertawa: matanya mengerling, dengan suara
malu-malu dia memanggil berkata:
"Toako! Hari sudah siang, sudah saatnya kau bangun."
Pek Soh-jiu membuka sepasang mata, meloncat bangun
dari tidur, dia melihat matahari dari jendela, dengan
bengong berkata:
"Aneh, tidur kali ini begitu nyenyaknya......"
Siau Kun menutup bibirnya tertawa tertahan:
"Daerah ini udaranya lembab panas, tengah hari paling
membuat orang tidak tahan, tidur lama sedikit juga tidak
apa apa."
"Kalau begitu ayo kita cepat pergi dari sini, gunung Kwo-
tiang ribuan li jaraknya dari sini, untuk kesana harus
menghabiskan beberapa hari."
Siau Kun mengangkat-angkat alis, berkata: "Buat apa
harus terburu buru begitu? Pasar di Lam-tiang adalah paling
ramai di daerah tenggara, bagaimana pun kita harus
melihatnya."
Pek Soh-jiu menggelengkan kepala berkata: "Maaf
saudara Siau, aku benar benar tidak ada gairah untuk itu."
Siau Kun berkata:
"Aku telah berjanji dengan Siau-wan-ngo-liong (Lima
naga dari berbagai rawa) bertemu ditempai ini, kita
berangkat besok pagi saja, bagaimana?')'
PekSoh-jiu tidak bisa berbuat apa-apa berkata: "Jika
saudara Siau sudah ada janji bertemu dengan Siau-wan-
ngo-liong disini, terpaksa kita tinggal disini satu
"Temani aku jalan-jalan di gedung Seng-ong, untuk
menghabiskan waktu, mau tidak?"
Walau bagaimana pun hari ini dia sedang senggang,
pergi menikmati pemandangannya San-kang dan Ngo-
houw bisa juga menghilangkan kekesalan yang menumpuk
didalam hati. Maka, mereka menggunakan waktu sehari
mengunjungi pemandangan yang ternama di Lam-tiang,
semuanya meninggalkan jejak mereka.
Saat senja hari, mereka kembali dari melancong ke istana
Wan-jiu, sambil diterpa angin sore, menikmati matahari
terbenam di pegunungan Kiu-leng, sedang mereka santai
mengobrol, Pek Soh-jiu tidak disengaja melirik kesamping,
dia melihat ada satu bayangan orang, sedang berlari dengan
cepat sekali, mendadak kakinya tidak terkontrol, langsung
jatuh ke tanah, tapi dia meloncat bangun, kembali berusaha
lari, belum ada beberapa tombak, kembali tersungkur jatuh
ke bawah, dia merasakan gerakan orang ini sangat
mencurigakan, sesaat timbul rasa ingin tahunya, maka
bersama Siau Kun dia mendatangi orang itu ingin melihat
apa sebenarnya yang terjadi, setelah mendekat hampir
kurang dari satu tombak, Siau Kun berteriak terkejut:
"Celaka, Toako! Dia adalah salah satu Siau-wan- ngo-
liong......" tidak menunggu jawaban dari Pek Soh-jiu,
dengan gerakan lincah, dia lari kesisi orang itu, saat
membalikan tubuh orang itu, melihat, benar saja orang ini
adalah saudara ketiga dari Siau-wan-ngo-liong, tapi seluruh
tubuhnya penuh dengan luka, sudah tidak bisa ditolong
lagi, walau pun ada obat hebat, juga sulit bisa menolong
nyawanya, untuk sesaat, dia malah jadi terdiam bengong.
Pek Soh-jiu berkata:
"Saudara Siau, orang ini terluka parah, tapi masih
berusaha lari, pasti ada hal yang sangat penting yang akan
dilaporkan padamu, biar aku bantu dia dengan tenaga
dalam, kau perhatikan dia berkata apa." Dia segera
mengulurkan telapak tangan kanannya, ditempelkan di
jalan darah Ki-ciat-hiat, lalu menyalur-kan tenaga dalam ke
tubuh orang yang terluka itu.
Kira kira seperminuman secangkir teh panas, orang yang
terluka menghela nafas panjang, kulit matanya juga pelan-
pelan dibuka, Pek Soh-jiu cepat-cepat menarik tangannya,
pergi jalan menjauh.
Siau Kun sudah tidak sabar bertanya: "Bagaimana kau
bisa sampai terluka separah ini, dimana saudaramu yang
lainnya? Apakah sudah mendapatkan beritanya Goan
Ang?"
Orang yang terluka mengeluh sekali berkata:
"Tuan muda......kita......sudah kalah...... kami bersaudara
dipancing oleh Goan Ang, gagal...... melaksanakan tugas
yang diberikan majikan......"
Dia dengan susah payah mengeluarkan satu potongan
kain baju dari dalam dadanya, masih belum sampai
ketangannya Siau Kun, sudah menghembuskan nafas yang
terakhir.
Siau Kun mengambil potongan kain baju itu, terlihat
diatasnya adalah peta sederhana yang digambar dengan
darah segar, cepat-cepat dia memanggil Pek Soh-jiu berkata:
"Toako! Buat apa menghindar? Coba lihat ini!"
Pek Soh-jiu mendekat, melihat langsung kain diatas
tangannya Siau Kun, lalu melihat ke arah pegunungan Ciu-
leng, katanya:
"Melihat dari kasarnya, sarang sementaranya Goan Ang,
pasti di dalam pegunungan Ciu-leng, tapi tepatnya dimana,
masih harus diurut menurut peta baru bisa diketahui."
Siau Kun berkata:
"Jika Toako tidak lelah,......"
Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa: "Mari kita pergi."
Mereka segera menguburkan mayat ditempat itu, lalu
dengan baju berkibar diterjang angin, mereka berdua lari
menuju pegunungan Ciu-leng, sampai hari telah menjadi
gelap, mereka baru bisa mendapatkan tempat yang mirip
dengan peta yang digambar dengan darah segar itu.
"Pada saat itu." Satu sinar hitam, mendadak terbang
keluar dari dalam hutan, Pek Soh-jiu dan Siau Kun
meloncat berlawanan arah, ssst... suara keras, dalam
bebatuan telah tertancap sebuah anak panah yang panjang
yang masih bergetar.
Siau Kun berteriak, dia meloncat masuk kedalam hutan,
Pek Soh-jiu takut Siau Kun mendapat luka, juga mengikuti
meloncat masuk ke dalam hutan, tapi setelah seluruh hutan
diperiksa, setengah bayangan orang pun tidak ada, jelas
orang yang diam-diam memanah, dari tadi telah
meninggalkan tempatnya, maka mereka berdua kembali
berkumpul, tetap mengikuti petunjuk yang ada di dalam
gambar peta darah, maju ke depan mencarinya.
Mendadak terlihat satu garis bayangan hitam, kembali
muncul dari belakang batu besar, tubuhnya bergerak cepat
dan lincah, berkelebat masuk kedalam hutan Tho tidak jauh
di sebelah kiri, di dalam hati Siau Kun tahu, pasti dia orang
yang tadi diam-diam memanah itu, mulutnya langsung
berteriak, sekali lagi meloncat segera mengejarnya, Pek Soh-
jiu juga langsung mengejar, Siau Kun membalikan kepala
berkata:
"Toako! Orang ini pasti sudah melarikan diri masuk
kedalam hutan Tho, bagaimana kalau kita masuk ke dalam
hutan mencarinya, baik tidak?"
Pek Soh-jiu berpikir sebentar: "Orang ini mungkin
sengaja memancing kita masuk kedalam jebakannya, jika
tidak terlalu penting, sepertinya tidak perlu menempuh
bahaya."
Siau Kun memonyongkan mulutnya: "Aku sungguh
tidak percaya ada orang yang mampu meloloskan diri dari
kita, begini saja, Toako menjaga diluar biar aku masuk ke
dalam memeriksa-nya." Pek Soh-jiu sambil tertawa keras
berkata: "Jalanlah, kita lihat sebenarnya mereka punya
jebakan lihay apa." Tubuhnya berkelebat, dia pertama-tama
meloncat masuk ke dalam hutan.
Mereka berdua bersama sama masuk ke dalam hutan,
kira kira tidak sampai setengah li, di dalam hutan Tho itu
tampaklah perumahan yang sangat luas. Siau Kun berkata:
"Toako! Perumahan ini dimana-mana ditumbuhi rumput
liar, kelihatannya sudah lama tidak ada orang yang tinggal
disini, orang itu memancang kita masuk ke dalam sini, tidak
tahu ada tujuan apa."
Belum sempat Pek Soh-jiu menjawab, di dalam rumah
yang kelihatannya tidak ada penghuninya itu, sudah
terdengar suara tawa dingin berkata:
"Masuklah ke dalam melihatnya, bukankah akan nona
akan segera tahu."
Siau Kun merasa malu dan menjadi marah dia berteriak:
"Justru kami bersaudara ingin masuk melihatnya."
Tubuhnya meloncat, langsung menerjang kearah keluarnya
suara.
Pek Soh-jiu mengikuti, terlihat Siau Kun berdiri di
tengah ruangan sepi yang penuh dengan debu dan sarang
laba-laba, mata cantiknya meneliti kesekeliling, wajahnya
tampak kebingungan, tidak tahan dia jadi memegang
tangan Pek Soh-ciu berkata:
"Ruangan ini sepertinya sudah lama tidak ditinggali
orang, kita lihat-lihat ke tempat lain saja."
Siau Kun menggelengkan kepala: "Menurut
pendengaranku, orang yang berbicara itu pasti bersembunyi
diruangan ini! Kita geledah."
"Hemm, kau terlalu percaya diri, nona." Kembali satu
kata sindiran terdengar, tapi suara itu sudah pindah ke
sebelah kiri.
Siau Kun sudah tahu musuh di tempat yang gelap
dirinya ditempat yang terang, keadaan dia dan Pek Soh-jiu
sangat tidak menguntungkan, tapi dua kali panggilan nona,
sudah menimbulkan amarahnya, dia tidak lagi
mempedulikan keadaannya berbahaya atau tidak, tubuhnya
telah berputar menerkam kearah asalnya suara.
Itu adalah halaman yang ditumbuhi rumput setinggi
lutut, tapi bangunan dan kebunnya yang sudah lama tidak
terurus, masih tampak kemegahannya di waktu dulunya, di
belakang halaman ada satu bangunan yang catnya telah
terkelupas, satu parit yang air nya jernih mengalir
melingkar.
Siau Kun memutar matanya, dengan dingin berkata:
"Orang yang selalu bersembunyi seperti ini, pasti adalah
orang yang hina yang tidak berani bertemu dengan orang,
kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk ini, Toako! Kita
pergi saja."
"Diri sendiri tidak punya mata, masih berani
menyombongkan diri, he he......"
Saat ini mereka telah mengawasi, suara tawa belum
selesai, mereka bersama-sama menerjang masuk ke dalam
ruangan itu, tapi huuut..... sebuah jaring baja hitam, seperti
petir menutup di atas kepala mereka, tapi dua orang pesilat
tinggi remaja ini, kecepatan gerakannya tidak bisa di
samakan dengan orang biasa, sebelum jaring baja
menyentuh tanah, tubuh mereka berdua mendadak rebah ke
tanah, begitu hampir menempel di lantai dengan cepat
meluncur keluar, nyaris dapat meloloskan diri.
Namun, ketika mereka mendekati pintu ruangan,
paang... sederetan anak panah sudah melesat menyambut
mereka, sepertinya sudah diperhitungkan waktu dan
jaraknya, tepat menyambut kedatangan tubuh mereka, saat
ini, walau pun orang yang berilmu silat amat lihay pun,
mungkin tidak bisa menghindarkan serangan mendadak ini.
Tapi ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dari
Sin-ciu-sam-coat adalah ilmu meringan-kan tubuh nomor
satu di dunia persilatan, di saat yang sangat genting itu dia
menangkap lengan Siau Kun, sebelah telapaknya memukul
ke arah anak panah itu, tubuhnya seperti sebuah arwah saja,
tahu-tahu sudah meloncat kembali kearah yang sebaliknya,
anak panah itu sambil mengeluarkan suara siutan lewat dari
atas kepala mereka.
Setelah dua kali lolos dari jebakan, Pek Soh-jiu baru
menghela nafas lega, tapi ketika kakinya menyen-tuh lantai,
mendadak injakannya jadi kosong, dia langsung jatuh ke
dalam lubang jebakan.
Saat ini dia tidak sempat menarik napas, dia berusaha
meloncat sekali lagi, tapi tenaganya sudah tidak ada lagi,
terpaksa dengan mengeluh sekali, mereka berdua jatuh ke
dalam lubang yang gelap.
Sebenarnya lubang ini tidaklah terlalu dalam, hanya dua
puluh tombak lebih, tapi lubang diatasnya sempit sedang
dibawahnya lebar, sulit untuk bisa meloncat keluar, dan
didalam lubang masih dipenuhi oleh satu hawa panas yang
membuat orang jadi lemas, mereka berdua tidak lama jatuh
kedalam lubang, tapi langsung merasakan tubuhnya jadi
lemas tidak bertenaga.
Pek Soh-ciu menarik nafas dulu beberapa saat, baru
memeriksa kesekeliling, terlihat lubangnya itu dipenuhi oleh
asap tebal, panasnya tidak tertahan, tekanan yang
menyesakan ini, membuat dia sulit bernafas.
Sambil memegang tangan Pek Soh-ciu, Siau Kun
mengeluh:
"Didalam lubang ini udaranya tipis, panasnya tidak
tertahan, mahluk apa pun, akan sulit bertahan hidup lebih
dari tiga hari, kelihatannya kita akan mati disini."
"Hemm!" Pek Soh-jiu berkata, "Hidup atau mati, orang
she Pek tidak pernah menaruh di dalam hati, asal bisa mati
bersama dengan saudara Siau di lubang ini, itu malah juga
satu jodoh dalam kehidupan ini."
"Toako, aku telah mengecewakanmu, tapi enci Su Lam-
ceng apa benar-benar ditangkap oleh ayahku?"
Pek Soh-jiu dengan perasaan tidak senang berkata:
"Apakah aku mau membohongimu?" "Tapi semenjak aku
tumbuh besar dan menjadi mengerti, aku tidak pernah tahu
bahwa diriku masih mempunyai seorang ayah."
Pek Soh-jiu tertegun:
"Mungkin ayahmu terlalu lama meninggalkan rumah,
aku pikir kakakmu pasti tahu."
Siau Kun berlagak ragu-ragu sebentar, pelan-pelan
melepaskan kerudung kepalanya, segera saja rambut hitam
yang halus dan panjang terurai, dia dengan menatap Pek
Soh-jiu yang tampak wajahnya keheranan, sambil
tersenyum manis berkata: "Tidak kenal lagi, betul?"
Sambil mengeluh Pek Soh-jiu berkata: "Nona Yam! Kau
sudah lama mengelabui aku!"
Siau Yam dengan sedikit kesal melotot, berkata: "Masih
mau mengatakan ayahku yang menculiknya?"
"Itu adalah apa yang dikatakan, oleh orang tua berambut
putih itu, jika nona Yam benar-benar tidak mempunyai
ayah, masalahnya jadi membuat orang tidak mengerti."
Siau Yam berkata:
"Jika kita tidak mati, aku akan kembali ke dunia
persilatan dengan wajah asliku, mungkin, pada suatu hari
nanti keadaannya akan menjadi jelas, sayang......" dia
menghentikan perkataannya sejenak, lalu melanjut-kan,
"Sebenarnya dia mendapatkan sebelah, aku mendapatkan
sebelah, Tuhan masih adil terhadap kami."
Pek Soh-jiu jadi bengong mendengarnya berkata:
"Apa maksud kata kata nona Yam?"
Siau Yam mengangkat alis berkata:
"Kau ini benar benar tidak tahu, atau pura pura tidak
tahu?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Tentu saja tidak mengerti."
Siau Yam menegakan tubuhnya, lalu dengan perasaan
kecewa mengeluh berkata:
"Kau benar mau jadi orang yang tidak ada perasaan,
hanya ada awal tidak ada akhir?"
Pek Soh-ciu buru buru berkata: "Bicara nona terlalu
berat, aku tidak merasa pernah berbuat tidak senonoh pada
nona!"
Siau Yam berteriak marah:
"Apakah kau sudah melupakan malam hari di Hun-
sie......"
Pek Soh-jiu dengan tergagap-gagap berkata:
"Ini......haai......"
"Hemm!" Siau Yam berkata, "Walau Siau Yam bukan
gadis bangsawan, tapi juga bukan seorang gadis murahan,
semalam tidur bersama di satu ranjang, seratus tahun telah
ditetapkan, apakah kau menginginkan aku menikah dengan
orang lain?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Sekarang ini jiwa kita di dalam bahaya, buat apa adik
Yam memperdebatkan masalah ini!"
Siau Yam dengan wajah serius berkata: "Justru jiwa kita
diambang bahaya, aku baru mau kau mengatakannya
sendiri, haai, bisa mati bersamamu, sebenarnya adalah hal
yang menggembira-kan, jika kau tidak mengaku aku adalah
istrimu, maka aku mati pun tidak akan bisa menutup mata."
Pek Soh-jiu berkata:
"Tapi......Su......."
Mulut Siau Yam dimonyongkan: "Kenapa? Hemm, aku
lebih dulu kenal denganmu, dia hanya melangkah lebih
dulu dari padaku, atau biar aku mengalah sedikit pada dia,
panggil dia enci saja, apakah dengan begini juga dia berani
tidak menerima aku?"
Pek Soh-jiu mengeluh berkata:
"Jika adik Yam sudah bicara begini, aku mengaku saja."
Saat ini di dalam lubang sangat panas sekali, sepertinya
lebih panas dari pada sebelumnya, mereka berdua bermandi
keringat, bajunya jadi basah semua, Siau Yam dengan
lembut merebahkan kepala pada dadanya Pek Soh-jiu,
wajahnya tampak tenang sekali.
Mereka berdua sulit memusatkan tenaga dalam, hingga
tidak mampu melarikan diri dari lubang maut ini, tapi
sampai pada saat yang akan benar-benar mati, waktunya
masih panjang, rasanya menunggu kematian seperti ini,
sungguh terasa menyiksa. Tanpa sadar Pek Soh-jiu
mengeluarkan Seruling Bambu ungu pemberian Sangguan
Ceng-hun dan meniupnya.
"Angin musim semi di bulan kedua, tepat disaat bunga
matahari memenuhi jalanan, mana dapat menahan
kesedihan perpisahan! Sapu tangan menjadi kotor oleh
bedak karena mengusap air mata. Apa boleh buat, dengan
cara apa pun membujuknya juga tidak bisa membuat dia
tinggal bersama. Arak tidak hentinya ditumpahkan, alis
mengerut, hati sedih, kecapi berhenti. Berjumpa lagi di
kemudian hari, tidak tahu di dalam impian yang mana, juga
harus sering terbang mencarinya."
Yang dia nyanyikan adalah Ti-jin-tiauw (cerita asmara
wanita cantik.) karangan Yan-su dari dinasti Sung Utara,
iramanya menyedihkan sekali, seluruh lubang bawah tanah
sudah di penuhi oleh suara yang menyedihkan ini.
Sehabis Pek Soh-jiu melantunnya, saat akan menyimpan
Seruling Bambu ungu, tiba-tiba Siau Yam berkata:
"Aku senang mendengarnya, Toako! Tiuplah beberapa
kali lagi, boleh?"
Pek Soh-jiu tidak tega menolaknya, kembali dia
melantunkan lagi Ti-jin-tiauw.
Dia meniup sekali dua kali, malah akhirnya tidak ingat
sudah meniupnya berapa kali, hanya dengan lupa diri
meniupnya saja, pikiran mereka berdua, sudah seluruhnya
melebur ke dalam sajak lagu itu.
Mendadak, Siau Yam bangkit berdiri, teriak berkata:
"Toako! Jangan meniupnya lagi, kita cepat keluar dari
sini."
Pek Soh-jiu berhenti meniup tertegun:
"Apa, adik Yam! Kau kata kita keluar dari sini?"
Siau Yam tertawa:
"Kenapa? Apakah kau benar-benar ingin mati disini?"
Pek Soh-jiu berkata:
"Tapi......" dia belum habis berkata, mendadak dia
merasakan panas yang tidak tertahankan di dalam lubang
ini, sudah menghilang dan menjadi sejuk, dia mencoba
mengerahkan tenaga dalamnya, dirasakan tenaga dalamnya
lancar tidak ada hambatan, seluruh kepandaiannya sudah
pulih seperti semula, di dalam hati dia menjadi sangat
gembira, dia menduga mungkin semua ini karena seruling
ajaib yang dia tiup tadi, segera dia mengeluarkan Pouw-
long-tui, dilemparkannya ke atas, sebuah sinar hitam
langsung sudah menancap di dinding lubang sekitar setinggi
dua tombak, lalu membalikan kepala berkata pada Siau
Yam: "Adik Yam! Kau naik terlebih dulu."
Siau Yam sedikit mengangguk, kaki munggilnya
dihentakan, tubuhnya seperti asap yang ringan, meloncat
naik ke atas dinding, lalu menangkap tali yang terurai dari
Pouw-long-tui, seperti kera naik ke atas pohon, dengan
lincahnya naik sampai ke atas Pouw-long-tui, lalu telapak
kirinya menempel ke dinding, telapak tangan kanannya
diayunkan, Pouw-long-tui bersuara hut..., jarak ke mulut
lubang sudah tidak sampai setengah tombak, mendadak
tubuhnya meluncur ke atas, dengan gaya Hoan-in-cong-
thian (awan menembus langit), dia meloncat keluar dari
lubang, dia memperhatikan cuaca dan situasi sebentar, dia
tahu tidak lama lagi hari akan terang, disekeliling sunyi
senyap, dia menduga orang yang menjebak mereka berdua,
pasti mengira mereka tidak mungkin bisa hidup. lalu
dengan tenang meninggalkan mereka tanpa ada penjagaan,
dia tidak berani membuang-buang waktu, segera
melemparkan Pouw-long-tui ke bawah, berteriak kearah
mulut lubang:
"Cepat naik keatas."
Pek Soh-jiu sudah naik ke atas, setelah lolos dari bahaya
maut, mereka berdua jadi gembira, hanya saja keringat dan
kotoran tanah membuat sepasang remaja yang tampan dan
cantik ini, menjadi seperti sepasang suami istri pengemis,
Siau Yam tersenyum manis berkata: "Sekarang jika
bertemu dengan Sangguan Toako, dan para murid Kai-pang
pasti akan mengadakan sambutan yang sangat meriah
sekali."
Pek Soh-jiu memegang tangan mulus dia sambil
tersenyum berkata:
"Aku belum ada niat bergabung ke dalam Kai-pang, jika
kau sungguh ingin menjadi seorang pengemis, harus
tanyakan dulu padaku, apakah aku mengizinkannya tidak."
Mereka berkelakar, bersamaan waktu itu juga mereka
mencari satu tempat yang sepi, mengganti baju dengan yang
bersih, Siau Yam masih tetap menyamar sebagai seorang
laki laki, rambut panjangnya dibungkus dengan sapu tangan
sutra putih, di belakang kepalanya masih disimpulkan
dengan sepasang kupu-kupu terbang, dia memutar
tubuhnya, dengan malu-malu kucing melirik Pek Soh-jiu
berkata:
"Toako! Bagus tidak?"
Pek Soh-jiu menatap dengan mesra pada istri cantik yang
baru dipinangnya di dalam goa, mendadak membentangkan
tangan, lalu memeluk tubuhnya yang seksi itu ke dalam
pelukannya, sepasang kakinya dihentakan, meloncat naik
ke atas cabang pohon, di dalam angin sepoi-sepoi pagi
terdengar suara tawa yang memikat orang, dengan segera
mereka pergi menuju Lam-tiang.
Sepasang mata cantik Siau Yam terpejam, dengan manja
terlena di dada yang kuat itu, ujung alisnya perlahan
bergetar-getar, wajahnya yang merah, tampak begitu cerah
dan bahagia. Lama----
"Toako! Turunkanlah aku."
"Baik, baik, aku terlalu gembira, sehingga mungkin
membuat kau tidak nyaman." Dia menurun-kan, lalu
mereka berdua jalan berdampingan.
"Tidak! Aku sangat nyaman, hanya...... takut membuat
kau lelah." berhenti sejenak, lanjutnya, "Toako! Hutan Tho
yang misterius itu, apakah kita tidak perlu menyelidikinya?"
"Melihat keadaannya, Goan Ang pasti tidak akan
bersembunyi disana, walau pun ada beberapa anak buah
dia, hanya untuk memancing orang ke dalam jalan yang
menyesatkan, atau membunuhnya, buat apa kita
menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna!"
"Maksudmu kita tetap langsung menuju ke gunung Kwo-
tiang saja?"
"Aku pikir begitu."
Mereka berdua mengikuti rencana semula, dengan santai
berjalan kembali ke penginapannya, pelayan penginapan
melihat Siau Yam, segera memberikan satu kertas surat
berkata:
"Tuan muda! Kemarin ada seorang tamu wanita,
menyuruh aku memberikan surat ini padamu."
Siau Yam menerima surat itu, wajahnya sedikit berubah,
dia berkata:
"Terima kasih." Lalu dengan tergesa gesa dia masuk ke
dalam kamar, Pek Soh-jiu mengikuti dari belakang,
menatap wajahnya yang dingin berkata:
"Adik Yam! Ada masalah apa?"
Siau Yam merobek hancur surat itu, sambil tersenyum
berkata:
"Jangap khawatir, kita tidak akan ada masalah." Lalu
kembali berkata, "Topeng kulit manusia itu, apakah hanya
ada satu buah saja?"
"Yang laki-laki hanya ada satu buah, tapi yang wanita
ada dua buah." Dari dalam dada dia mengeluarkan satu
bungkusan kecil diberikannya pada Siau Yam, Siau Yam
membuka bungkusan dari kain sutra itu, begitu dilihat, di
dalamnya adalah sebuah topeng wajah wanita berusia
sekitar tiga puluhan, satu lagi adalah wajah wanita berusia
lima-enam belasan remaja wanita, semuanya cantik-cantik,
dia menyimpan topeng itu, pada Pek Soh-jiu sambil tertawa
genit berkata:
"Toako! Kau lihat aku pakai yang mana lebih pantas?"
Pek Soh-jiu tanpa pikir berkata:
"Tentu saja pakai topeng wanita remaja itu lebih pantas."
"Kenapa?"
"Karena hanya dengan topeng itu, baru sesuai dengan
wajah adik Yam yang cantik jelita."
"Mmm, aku tidak secantik itu! Kau bohong."
"Kenapa? Kau ingin jadi wanita yang tua?"
"Kau adalah sastrawan setengah baya, kalau aku adalah
wanita setengah baya, bukankah itu adalah pasangan yang
amat serasi? Hemm, kau ingin aku menyamar jadi wanita
remaja, supaya bisa meninggal-kan aku, betul tidak?"
"Kek, kek, aku sama sekali tidak ada pikiran itu......"
"Masih mau membantahnya, hemm, coba kalau aku
menyamar jadi wanita remaja, tentu kita harus menyamar
mengaku sebagai kakak beradik, dan malam hari kau jadi
terpisah dengan aku, bukankah itu rencanamu!"
Pek Soh-jiu jadi sadar, dia lalu menarik tangan-nya yang
mulus, dipeluknya erat-erat dan berkata:
"Tidak dinyana kau ini banyak curiganya, mari, sekarang
biar aku menciummu."
Siau Yam memonyongkan mulutnya, tangannya
mencubit dengan keras pada lengan pek Soh-ciu berkata:
"Toako! Cepat pesan makanan, aku sudah hampir mati
kelaparan."
Pek Soh-jiu tertawa, segera memanggil pelayan untuk
pesan makanan... setelah habis makan, Siau Yam berkata:
"Toako! Kau lelah tidak?"
Pek Soh-jiu sedikit tertegun berkata: "Apakah adik Yam
mau langsung berangkat?"
Siau Yam menganggukan kepala:
"Aku ingin segera tiba di gunung Kwo-tiang......"
Pek Soh-jiu berpikir sejenak, berkata: "Adik Yam! Suami
istri adalah orang yang paling dekat, bukan begitu?"
"Benar."
"Kalau begitu diantara kita, seharusnya tidak ada yang
disembunyikan, betulkan?"
"Aku tahu Toako tidak tahu banyak tentang aku, tapi
aku harus bagaimana mengatakannya?"
"Pertama katakanlah tentang ayahmu."
"Aku sungguh tidak tahu aku punya ayah, dari kecil aku
dibesarkan oleh guruku."
"Siapa guruku?"
"Thian-ho-leng-cu, Ang-kun-giok-hui, Hai Keng- sim
(ketua api langit, Giok gaib, pakaian merah)."
"Ooo, adik Yam benar saja seorang yang mempunyai
latar belakang yang hebat, tidak aneh para penguasa
setempat itu, sekali melihat senjata rahasia dan pedang
pendekmu, semua jadi menghormat, tanpa bertarung
langsung mengundurkan diri."
"Perguruan Thian-ho sudah menguasai dunia persilatan
sampai ratusan tahun, para angkatan tua mau tidak mau
memandang wajah guruku."
Pek Soh-jiu mengangkat alis berkata:
"Itu belum tentu......"
Siau Yam melihat warna wajah Pek Soh-jiu mcnunjukan
rasa tidak senang, dia segera menyandar-kan dirinya dalam
pelukan Pek Soh-jiu sambil ter-senyum manis berkata:
"Kau jangan salah paham, yang aku maksud adalah
angkatan tua dunia persilatan yang biasa biasa saja, tentu
saja tidak bisa disamakan dengan Sin-ciu-sam-coat."
Pek Soh-jiu sambil mengeluh: "Aku tidak menyalahkan
kau, Adik Yam, tapi, kau sepertinya pernah mengatakan
padaku, ayahmu adalah seorang jago silat."
Siau Yam mencibir mulutnya yang munggil, dengan
tersenyum ringan berkata:
"Kau pun pernah mengatakan bahwa gurumu tidak bisa
bersilat!"
"Aku memang tidak membohongimu, guruku memang
seorang yang tinggi kesusastraannya, ilmu silat ku adalah
almarhum ayahku yang mengajarkannya."
"Katanya namamu adalah Ciu Soh-pek lho?" dia
berhentikan sejenak, lanjutnya lagi:
"Sudahlah, kita waktu itu baru pertama kali bertemu,
tentu saja tidak akan mengatakan seluruhnya, apakah kau
masih ada pertanyaan lain?"
"Tidak ada, kita jalan saja."
Mereka berdua menyelesaikan rekening penginapan,
mengeluarkan kuda dari tempatnya, bersama-sama keluar
dari penginapan, Di toko pakaian jadi Siau Yam membeli
beberapa setel pakaian wanita, lalu bersama-sama
melarikan kuda menuju danau Po-yang. Hingga matahari
hampir tenggelam, burung gagak mengitari pohon pulang
kesarangnya, Siau Yam masih tidak bermaksud berhenti
untuk istirahat, Pek Soh-jiu jadi tak tahan dia bertanya:
"Adik Yam! Hari hampir gelap, kita harus mencari
penginapan untuk beristirahat."
Siau Yam mencibirkan bibirnya sambil tersenyum
berkata:
"Bumi dan langit sebagai tempat berteduh, empat lautan
sebagai rumah, itu yang dinamakan kegembiraan dunia
persilatan, kau sendiri masih menyebut dirimu penerus Sin-
ciu-sam-coat, tapi hal seperti ini kau tidak mengerti!"
"Ahh, penerusnya Sin-ciu-sam-coat? Ini sungguh sangat
beruntung sekali."
"Mmm, dan masih ada seorang gadis kecil yang
menyamar jadi seorang laki-laki, hanya dengan melihat
tampangnya yang memikat orang, he he, kita bersaudara
sungguh beruntung sekali."
Diikuti dengan suara perbincangan, muncul dua orang
laki-laki besar berpakaian ringkas dengan wajah yang
bengis, dengan langkah yang cepat menghampiri ke depan
kuda mereka, diatas baju mereka tersulam satu tempat hio
mas, sambil membawa golok tersenyum bengis datang
menghampiri.
"Hemm!" Siau Yam dengan sinis mengeluarkan
suaranya, lalu memalingkan kepala berkata pada Pek Soh-
jiu:
"Toako! Apakah kau kenal dengan dua orang tinggi ini?"
"Sangat asing." Kata Pek Soh-jiu.
"Mereka adalah anak buahnya perumahan Bu-ting yang
mengkhususkan diri berdagang tanpa uang, yang baru
sepuluh tahun lalu muncul di Bulim."
"Ooo begitu!" Pek Soh-jiu berkata, "Aku dulu pernah
bertemu dengan seorang yang menggunakan senjata tempat
hio emas dengan julukan Giam-ong-leng (Perintah raja
neraka) Sai Hong, entah apakah dia ketua perumahan Bu-
ting?"
"Dia adalah wakil ketua mereka, kepandaian Giam-ong-
leng cukup hebat."
Dua orang laki-laki besar itu melihat mereka dengan
tenangnya berbicara, sama sekali memandangnya, mereka
jadi naik pitam dengan membentak berkata:
"Turun, biar aku menghadapi kau."
Wajah Siau Yam berubah menjadi dingin, pinggangnya
sedikit diputar, lalu dengan enteng melayang turun
dihadapan mereka berdua, alis di angkat, dengan dingin
berkata:
"Aku sudah turun, kalian mau apa silahkan katakan."
Seorang ahli sekali mengulurkan tangan, sudah tahu isi
tidaknya lawan, ilmu meringankan tubuh dia yang
melayang turun bagaikan kapas melayang, turun ke tanah
tanpa bersuara, segera membuat dua orang laki-laki besar
ini ketakutan mundur beberapa langkah, tapi orang yang
disebelah kanan memaksakan diri berkata:
"Bocah, kau memang punya sedikit kemampuan, tapi,
tuan-tuan dari perumahan Bu-ting, bisa besar bukan dari
hasil menakut nakuti orang, jika kalian tahu diri, he he......"
"Hemm!" Siau Yam berkata, "Penyakit nonamu justru
tidak tahu diri, jika kalian mencari masalah dengan
menghadang jalan kami, maka kalian harus mengeluarkan
kemampuan kalian untuk membuktikannya."
Kata-katanya sungguh sangat menghina, laki-laki besar
itu mana bisa menahan amarahnya, goloknya langsung
diayunkan, disabetkan ke pinggang, Siau Yam sepertinya
tidak merasakan sinar golok yang dingin itu, tapi ketika
mata golok sudah hampir mengenai tubuhnya, dia baru
mengayunkan tangannya, tjari telunjuk dan tengah bergerak
menjepit, tepat menjepit di atas mata golok, laki-laki besar
itu bersuara hemm sekali, dia menambah tenaga dorong
kedepannya, tapi meski dia sudah menggunakan seluruh
tenaganya, tetap saja tidak bisa maju biar satu inci pun, dia
tahu rencananya telah menemui halangan keras, lawannya
walau pun seorang bocah wanita yang cantik, tapi adalah
seorang yang berilmu tinggi, sehingga, seluruh tubuh dia
mengucurkan keringat dingin, tapi mulutnya dengan
berteriak marah, dia kembali mengerahkan tenaga dalam
sekuatnya didorongkan kedepan, tetap saja seperti capung
menggoyang tiang batu, golok itu sepertinya sudah tumbuh
akar.
Satu aliran hawa dingin terasa dari punggung langsung
menusuk ke hati, dia tahu jika tidak mengambil kesempatan
melarikan diri, mungkin nyawa pun akan hilang, maka dia
segera melepaskan golok ditangannya, membalikan tubuh
meloncat ke belakang, masuk ke padang rumput
menyelamatkan diri.
Siau Yam berteriak dingin berkata: "Apa kau kira bisa
meloloskan diri? Ambil ini!" sinar golok berkelebat
membentuk pelangi, buuk... menancap di belakang
punggung laki-laki besar itu. Laki-laki besar lainnya sejenak
tertegun, dia juga membalikan tubuh ingin melarikan diri,
Siau Yam mendengus sekali berkata:
"Kau juga ingin mati?"
Kaki kiri laki-laki besar yang telah diangkat itu, cepat-
cepat diturunkan kembali, dengan ketakutan membalikan
tubuh berlutut:
"Nona besar, anggap saja hamba telah buta, harap kau
jangan bunuhku."
"Ampuni kau boleh saja, tapi harus jawab pertanyaanku
dengan jujur." Kata Siau Yam
"Silahkan tanya saja nona besar, hamba pasti akan
menjawabnya."
"Siapa namamu?"
"Hamba dipanggil Tiauw Keng-houw (menggantung
mata macan) Tan Wan-hiong."
"Kenapa kalian menghadang jalan kami?"
"Hamba diperintahkan oleh ketua tiga perumahan,
mengawasi orang-orang Bulim yang lewat dijalan ini,
karena kami mendengar keturunan Sin-ciu-sam-coat, jadi
kami ingin melihat Pouw-long-tui......"
"Apa kalian pantas bisa melihatnya?"
"Benar, hamba pantas mati."
"Kenapa perumahan Bu-ting ingin menyelidiki orang-
orang Bulim yang lewat tempat ini?"
"Ini......hamba sungguh tidak tahu."
Pek Soh-jiu menyela:
"Hasil dari penyelidikanmu sudah berapa banyak orang-
orang Bulim yang lewat disini?"
"Yang sudah lewat, ada dari Siauw-lim, Bu-tong, Tiam-
cong, Bu-tai, perkumpulan Ci-yan dan yang lainnya, aku
dengar masih ada banyak perguruan lainnya juga akan
tiba."
"Apa kau tahu untuk apa?"
"Ini......"
Siau Yam mengangkat alis:
"Kenapa, tidak mau mengatakannya?"
Tubuh Tan Wan-hiong gemetaran, berkata:
"Aku dengar demi Ho-leng-ci, dan......itunya Pek
Siauhiap......" .
Siau Yam mendengus, mendadak dia menjentikan
jarinya, tampak tubuh Tan Wan-hiong bergetar, lalu
tersungkur dan mati, Siau Yam mengangkat kepala melihat
kesekeliling, dia menemukan di lereng gunung sebelah kiri,
sepertinya ada bangunan kuil, baru saja membalikan kepala
akan memanggil, dia melihat wajah
Pek Soh jin seperti tidak senang dia jadi tidak tahan
dengan keheranan berkata :
"Kenapa kau”
Pek Soh pil mengeluh sedikit:
"Golongan jahat dalam dunia persilatan, tidak semuanya
adalah para penjahat yang melakukan sepuluh kejahatan
besar yang tidak bisa diampuni, dikemudian hari adik Yam
bertindak, seharusnya memberi sedikit jalan pada mereka."
Siau Yam menundukkan kepala berkata: "Kata-kata
Toako benar, tapi orang ini telah mengetahui keberadaan
kita, membiarkan dia hidup mungkin akan menimbulkan
banyak masalah, dalam dunia persilatan memang penuh
dengan tipu muslihat, sulit di ramalkan, ada saatnya kita
tidak bisa berhati kasihan, tapi, aku tetap akan
mendengarkan nasihatmu." Berhentikan sejenak, lanjutnya
lagi:
"Toako! Disana ada sebuah kuil, malam ini menginap
disana saja, baik tidak?"
"Para pendetanya mungkin tidak akan menyambut
kedatangan kita menginap di kuil mereka, begini saja, aku
lebih dulu mendatanginya dan kau mengikuti setelannya."
Setelah tiba di depan kuil, Pek Soh-ciu baru tahu ini
adalah sebuah kuil kosong yang telah lama ditinggalkan, dia
melihatnya temboknya rusak dimana-mana dan rumput liar
tumbuh disekelilingnya, patung dewanya pun tidak ada satu
yang utuh, untungnya ada satu sudut kuil yang cukup untuk
berteduh, baru saja selesai menyapu bersih, Siau Yam
sudah tiba dihadapannya, dia membuka bungkusan baju,
dipaparkannya di dekat bawah jendela, Siau Yam juga
sudah mengikat kudanya, membawa kendi air dan
makanan kering, berdua sambil melihat lihat bulan, mereka
pelan-pelan menikmati makanannya, setelah makan, sambil
bergandengan dibawah sinar bulan, mereka menikmati
bayangan pohon yang bergoyang-goyang. Suara serangga
bercitcitan, kadang diselingi beberapa longlongan binatang
liar dan kera, menginap di gunung liar, sungguh ada
kenikmatan tersendiri.
Lama... Siau Yam mengangkat kepala, berkata:
"Toako......"
"Ada apa?"
"Terhadap perjalanan kegunung Kwo-tiang ini, aku
sedikit merasa menyesal."
"Kenapa? Bukankah kau menginginkan Ho-leng-ci itu?"
"Haai, itu karena perintah perguruan......."
"Jika itu perintah dari perguruan, lebih-lebih harus mati-
matian diperjuangkan."
"Tapi perjalanan ini banyak bahayanya, aku sangat
pesimis!"
"Asalkan kau memperlihatkan pedang pendek itu,
bukankah itu akan membuat mereka yang melihat-nya
langsung melarikan diri!"
"Saat benar-benar dalam keadaan untung rugi, tidak
akan semudah itu, jika tidak, bagaimana Siau-wan-ngo-
liong bisa terpancing sampai mengorbankan nyawanya!
Dan juga, aku khawatir kau......"
Pek Soh-jiu dengan lantang tertawa:
"Aku berkelana di dunia persilatan, justru tujuan nya
mencari otak pembunuh ayahku, walau mereka tidak
mencariku, aku tetap tidak akan melepaskan mereka, jadi
mengambil kesempatan para jago-jago berkumpul, mungkin
harapanku akan terkabul "
"Tapi......haai......"
Pek Soh-jiu melihat Siau Yam mengerutkan alisnya,
akan bicara tapi tidak dilanjutkan, tidak tahan di dalam
hatinya bergerak, katanya:
"Adik Yam! Tamu tidak diundang yang mengunjungi
kau di Lam-tiang itu, apakah dia orang perguruanmu?"
Siau Yam sedikit tertegun:
"Benar, Oww...Toako! Malam indah mudah berlalu,
kita......tidurlah."
Dalam hati Pek Soh-jiu mengerti, dia merasa sulit untuk
menjawab, maka dia hanya bisa tersenyum.
Padang rumput liar, gunung dingin dan kuil rusak yang
ditinggalkan orang, pemandangan ini sungguh
menyedihkan, namun angin yang bertiup membuat
bayangan bergoyang, suara serangga ter-dengar dimana-
mana, di satu sudut kuil rusak itu, malah samar-samar
terdengar suara yang merangsang.
Bersambung....
o-odwo-o
JILID KE 2
Bab 5
Di perjalanan
BAB 6
Dibawah telapak tangan raja neraka
BAB 7
Mayat bergelimpangan darah
BAB 9
Pertarungan di pegunungan Thian-ciat.