You are on page 1of 183

-1-

KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN

A. Kewajiban Memiliki NPWP/NPPKP ( 250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Wajib Pajak ?


WP adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

2. Apa yang dimaksud dengan Nomor Pokok Wajib Pajak


(NPWP) ?
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
Wajib Pajak.

3. Dimanakah tempat pendaftaran Wajib Pajak untuk


mendapatkan NPWP dan atau tempat pelaporan bagi Pengusaha
Tertentu ?
Tempat pendaftaran Wajib Pajak/pelaporan Pengusaha Tertentu:
 Seluruh WP BUMN dan WP BUMD di wilayah DKI Jakarta:
di KPP BUMN Jakarta;
 WP PMA tidak Go Public: di KPP PMA, kecuali yang telah
terdaftar di KPP lama dan WP PMA di Kawasan Berikat dengan
permohonan diberikan kemudahan mendaftar di KPP setempat;
 WP Badan dan Orang Asing: di KPP Badora;
 WP Go Public: di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go
Public), kecuali WP BUMN/BUMD serta WP PMA yang
berkedudukan di kawasan berikat;
 WP BUMD di luar DKI Jakarta: di KPP setempat;
 Untuk WP BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar
DKI Jakarta, khusus PPh Pemotongan/Pemungutan dan
PPN/PPnBM: di KPP tempat cabang atau kegiatan usaha.

4. Apa saja fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan


Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) ?
Fungsi dari Nomor Pokok Wajib Pajak:
-2-

 Untuk mengetahui identitas Wajib pajak;


 Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan;
 Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan;
 Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam pengisian
SSP;
 Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang
mewajibkan pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan.
Misal : Dokumen Impor (PPUD, PIUD). Setiap WP hanya diberikan
satu NPWP

5. Dalam hal apakah NPWP diterbitkan secara jabatan ?


Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan NPWP secara jabatan,
apabila Wajib Pajak tidak mendaftarkan diri pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak.

6. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh


NPWP?
Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP:
a. Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:
 Fotocopy KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.
b. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan:
 Fotocopy KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor;
 Fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha
dari instansi yang berwenang.
c. Untuk WP Badan:
 Fotocopy akte pendirian;
 Fotocopy KTP salah seorang pengurus;
 Fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha
dari instansi yang berwenang.
d. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong:
 Fotocopy surat penunjukan sebagai bendaharawan;
 Fotocopy tanda bukti diri KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.
e. Apabila WP pemohon berstatus cabang, maka harus melampirkan
fotocopy kartu NPWP atau Bukti Pendaftaran WP Kantor
Pusatnya. Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain,
-3-

perlu dilengkapi surat kuasa.

10. Dalam hal apa kelengkapan formulir pendaftaran Wajib Pajak


dianggap sah ?
Fotocopy sebagai kelengkapan formulir pendaftaran WP tersebut
di atas harus disahkan oleh Petugas Pendaftaran WP kecuali
dalam hal pendaftaran dilakukan melalui pos, maka fotocopy harus
disahkan oleh pejabat/instansi yang berwenang.

11. Bagaimanakah cara mendaftarkan diri dan melaporkan


usaha bagi Wajib Pajak ?
Tatacara mendaftarkan diri dan melaporkan usaha bagi Wajib Pajak:
a. Mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan
kelengkapannya;
b. Menyampaikan secara langsung atau melalui pos
ke Kantor Pelayanan Pajak/KP4 setempat.

12. Perubahan data apa saja, yang dapat diberitahukan Wajib Pajak
untuk dapat dilakukan perubahan data Wajib Pajak ?
Hal-hal yang yang berkenaan dengan perubahan data Wajib Pajak:
a. Perbaikan data karena kesalahan data hasil
komputer;
b. Perubahan nama WP karena penggantian nama,
disyaratkan adanya keterangan dari instansi yang berwenang;
c. Perubahan alamat WP karena perpindahan tempat
tinggal;
d. Perubahan NPWP karena adanya kesalahan nomor
(misalnya NPWP cabang tidak sama dengan NPWP Pusat);
e. Perubahan status usaha WP dilampiri pernyataan
tertulis dari WP atau fotocopy akte perubahan;
f. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan
kegiatan usaha WP;
g. Perubahan bentuk Badan;
h. Perubahan jenis pajak karena sesuatu hal yang
mengakibatkan kewajiban jenis pajaknya berubah;
i. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan NPPKP
karena dipenuhinya persyaratan yang ditentukan;
-4-

13. Bagaimana cara pembetulan data Wajib Pajak


Tatacara pembetulan data Wajib Pajak:
a. Mengisi formulir perubahan/mutasi data WP yang diambil
secara langsung atau meminta melalui pos dari KPP/KP4 dan
menyampaikan formulir tersebut secara langsung atau melalui
pos ke KPP/KP4 yang bersangkutan, atau
b. Melalui formulir SPT Tahunan.

14. Apakah persyaratan yang harus dipenuhi Wajib Pajak untuk


menghapus dan mencabut NPWP ?
Syarat penghapusan dan pencabutan NPWP:
a. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan
warisan, disyaratkan adanya fotocopy akte/laporan kematian dari
instansi yang berwenang;
b. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan
dari catatan sipil;
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai
Subyek Pajak apabila sudah selesai dibagi disyaratkan adanya
keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para
ahli waris;
d. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi,
disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan
surat keterangan dari instansi yang berwenang;
e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal
kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya
permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa
BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan
sebagai WP;
f. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat
lagi sebagai WP.

B. Kewajiban Setelah Memperoleh NPWP ( 250304 )

1. Apa saja kewajiban Wajib Pajak setelah memperoleh


NPWP/ NPPKP ?
-5-

Kewajiban yang harus dilaksanakan setelah memperoleh NPWP


oleh Wajib Pajak:
a. Kewajiban sehubungan dengan Pajak Penghasilan
(PPh);
b. Kewajiban sehubungan dengan Pajak Pertambahan
Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPnBM);
c. Pembukuan/Pencatatan.

2. Apa saja kewajiban Wajib Pajak Sehubungan dengan


Pajak Penghasilan ?
Kewajiban Wajib Pajak sehubungan dengan Pajak Penghasilan:
a. SPT Masa;
b. SPT Tahunan (Badan/Orang Pribadi/Pasal 21);
c. Pelunasan utang pajak yang tercantum dalam "surat
ketetapan Pajak” dan surat keputusan lainnya.

3. Kapankah batas waktu pembayaran dan pelaporan PPh ?


Batas waktu pembayaran :
a. PPh Pasal 25 selambat-lambatnya tanggal 15
bulan berikutnya;
b. PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 10
bulan berikutnya;
c. PPh Pasal 22:
- Impor harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan
dengan pembayaran Bea Masuk;
- Yang pemungutannya dilakukan oleh Bea Cukai disetor dalam
jangka waktu satu hari;
- Bendaharawan disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran.
- Penyerahan dari Pertamina, Bulog harus dilunasi sendiri oleh
Wajib Pajak sebelum Delivery Order ditebus.
- Penyerahan yang dilakukukan selain Pertamina dan Bulog
harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya.
-6-

Batas waktu untuk pelaporannya, setelab melakukan pembayaran /


penyetoran:
Apabila Anda sudah membayar angsuran PPh, Anda harus melaporkan
pembayaran itu ke KPP sebagai berikut:
a. PPh Pasal 25 selambat-lambatnya tanggal 20
bulan berikutnya;
b. PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 20
bulan berikutnya;
c. PPh Pasal 22:
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selambat-
lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran berakhir.
- Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan
Pemerintah, BUMN/ BUMD, selambat-lambatnya 14 hari
setelah masa.pajak berakhir.
- Badan usaha yang bergerak di bidang industri
semen, rokok, kertas, baja, dan otomotif yang ditunjuk oleh
Kepala KPP atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri,
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
- Pertamina dan badan usaha lain selain Pertamina
yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan
gas dan atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh
BULOG, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.

4. Apa saja yang menjadi dasar penagihan pajak?


Macam-macam surat ketetapan yang berkenaan dengan utang
pajak yang harus dilunasi:
Utang pajak yang tercantum dalam:
a. Surat Tagihan Pajak (STP);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT);
d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Surat Putusan Banding yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah.

5. Apakah kewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan


Pajak Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang
-7-

Mewah ?
Kewajiban Wajib Pajak sehubungan dengan Pajak Pertambahan
Nilai/Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN/PPnBM):
a. Melakukan pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM
yang telah dipungut;
b. Membuat faktur Pajak;
c. Mengisi SPT masa PPN dan melaporkan ke KPP.

6. Siapakah yang wajib melakukan pembukuan ?


Yang wajib melakukan pembukuan/pencatatan:
Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia, harus mengadakan
Pembukuan/Pencatatan menurut ketentuan yang berlaku.

C. SPT Tahunan PPh ( 250304 )

1. Apakah pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) ?


Pengertian dari Surat Pemberitahuan (SPT):
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP)
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang
terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Apa fungsi SPT ?


Sebagai sarana WP untuk:
a. Bagi Wajib
Pajak PPh untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang untuk
melaporkan tentang :
 Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam
1 tahun pajak atau bagian tahun pajak;
 Penghasilan yang merupakan obyek pajak dan atau bukan obyek
pajak;
 Harta dan kewajiban;
b. Mempertanggungjawabkan
-8-

penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang;


c. laporan tentang pemenuhan pembayaran
pajak yang telah dilaksanakan sendiri dalam satu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak;
d. laporan pembayaran dari pemotong atau
pemungut tentang pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan
lain dalam satu Masa Pajak.

3. Dimanakah Wajib Pajak dapat memperoleh


SPT ?
Setiap WP pada dasarnya harus mengambil sendiri SPT di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau KP4.

4. Bagaimana cara pengisian SPT dan siapa yang


berwenang menandatangani ?
Cara pengisian SPT dan yang menandatanganinya:
SPT harus diisi secara benar, jelas, lengkap, dan harus ditandatangani
oleh Wajib pajak. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain
bukan WP, harus dilampiri surat kuasa khusus.

5. Kapankah batas waktu Pelunasan setoran akhir


(PPh Pasal 29) ?
Batas waktu pelunasan setoran akhir (PPh Pasal 29):
Kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya
tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT
Tahunan disampaikan.

6. Bagaimana prosedur penyampaian SPT ?


Prosedur penyampaian SPT:
SPT disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke
KPP/Kapenpa setempat.

7. Apa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib


Pajak untuk mengajukan permohonan perpanjangan waktu
penyampaian SPT ?
Syarat-syarat permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT
Tahunan:
-9-

a. Permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis sebelum batas


waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir;
b. Memberikan pernyataan tertulis tentang besarnya pajak yang harus
dibayar berdasarkan penghitungan sementara;
c. Melunasi kekurangan penyetoran pajak yang terutang.

8. Sanksi apa yang dikenakan pada Wajib Pajak


yang tidak/terlambat menyampaikan SPT ?
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan
batas waktu yang ditentukan , dikenakan sanksi administrasi berupa
denda:
a. Rp50.000,- untuk SPT Masa;
b. Rp100.000,- untuk SPT Tahunan.

9. Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh


Wajib Pajak untuk dapat membetulkan sendiri SPT Tahunan ?
Syarat bagi Wajib Pajak untuk dapat membetulkan sendiri SPT
Tahunan PPh:
Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan atas kemauan sendiri:
a. Sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, dan Tahun Pajak:
 menyampaikan pernyataansecara tertulis;
 melunasi pajak yang kurang dibayar;
 ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang
dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai
dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPT;
b. Sesudah dilakukan tindakan
pemeriksaan:
 sepanjang belum dilakukan tindakan. penyidikan
mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan oleh Wajib
Pajak;
 mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut;
 melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
sebenarnya terutang;
- 10 -

 ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar


dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar;
c. Sesudah jangka waktu pembetulan SPT
berakhir:
 belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak;
 mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang
ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan, yang
mengakibatkan:
- pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar; atau
- rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil;
atau jumlah harta menjadi lebih besar; atau jumlah modal
menjadi lebih besar;
 melunasi kekurangan pajak yang kurang dibayar;
 ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar.

D. PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK ( 250304 )

1. Apa pengertian
Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau
sanksi administrasi berupa denda, dan atau bunga.

2. Apa fungsi Surat


Tagihan Pajak ?
Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a. sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut
SPT Wajib Pajak;
b. sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau
denda;
c. sarana untuk menagih pajak.

3. Dalam hal apa Surat


Tagihan Pajak diterbitkan ?
Sebab diterbitkannya STP:
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
- 11 -

b. berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran


akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan
atau bunga;
d. Pengusaha yang dikenakan pajak tidak melapor untuk
dikukuhkan sebagai PKP;
e. Pengusaha yang tidak/bukan PKP membuat Faktur Pajak.
f. PKP tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak
tapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak dengan lengkap.

4. Sanksi administrasi
apa saja yang dapat ditagih dengan STP ?
Jenis administrasi yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak:
a. denda administrasi Rp. 50.000,00 bagi
Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan SPT Masa;
b. denda administrasi Rp. 100.000,00 bagi
Wajib Pajak yang tidak atau terlambat menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan;
c. denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang tidak
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, PKP yang
tidak membuat atau tidak lengkap mengisi Faktur Pajak;
d. bunga, bagi Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan sehingga
mengakibatkan kurarng bayar;
e. bunga, bagi Wajib Pajak yang terlambat atau tidak membayar pajak
yang sudah jatuh tempo pembayarannya

5. Apakah yang
dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak ?
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Kurang Bayar
Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Nihil.

6. Apa yang dimaksud


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ?
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang
menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, kredit pajak,
- 12 -

kekurangan pembayaran pokok pajak, sanksi administrasi dan jumlah


yang masih harus dibayar.

7. Dalam hal apa


SKPKB diterbitkan ?
SKPKB diterbitkan dalam jangka jangka 10 tahun apabila:
- berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar
- SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan
dalam Surat Teguran

8. Apa yang dimaksud


dengan SKPKBT ?
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat Keputusan
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
a. SKPKBT diterbitkan dalam jangka
waktu 10 tahun sesudah saat terutang pajak, berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak atau tahun pajak,
b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak
yang terutang atau seharusnya tidak terutang;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat
Keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak atau tidak terutang pajak dan
tidak ada kredit pajak.

E. UTANG PAJAK ( 250304 )

1. Apa pengertian Utang Pajak ?


Utang Pajak adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa
Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Apa yang dimaksud dengan Surat Teguran ?


Surat Teguran adalah surat peringatan kepada Wajib Pajak agar segera
melunasi utang pajak.
- 13 -

Surat Teguran dikirimkan kepada Wajib Pajak apabila Wajib Pajak tidak
melunasai utang pajak 7 hari setelah jatuh tempo.

3. Apa yang dimaksud dengan Surat Paksa ?


Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya
penagihan.
Surat Paksa diterbitkan apabila Wajib Pajak belum melunasi utang pajak
setelah 21 hari sejak tanggal surat Tegoran.
Bersamaan dengan penyampaian Surat Paksa tersebut Wajib Pajak
dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp. 25.000,-
Wajib Pajak wajib melunasi utang pajak dalam waktu 2 x 24 jam

4. Apa kewajiban WajibPajak berkaitan dengan


pelaksanaan sita
Kewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan pelaksanaan sita
- membantu Juru Sita dalam melaksanakan tugasnya
- memperbolehkan Juru SIta untuk memasuki ruangan,tempat
usaha/tempat tinggal Wajib Pajak
- memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan
- barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan atau
disewakan.

5. Apa yang dimaksud dengan lelang ?


Tindakan lelang dilakukan apabila Wajib Pajak dalam jangka waktu 14
hari setelah tindakan penyitaan dilakukan Wajib Pajak tidak melunasi
utang pajak. Tindakan Lelang dilakukan melalui Kantor Lelang Negara.
Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum
dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk
pengumumam lelang di surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

6. Apa saja hak-hak Wajib Pajak yang berkaitan


dengan Pelunasan utang pajak ?
Hak-hak Wajib Pajak yang berkaitan dengan pelunasan utang pajak:
a. meminta juru sita memperlihatkan tanda pengenal Juru Sita
Pajak Negara
b. menerima Salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara
Penyitaan
- 14 -

c. Menentukan urutan barang yang akan dilelang


d. Sebelum Pelaksanaan lelang, mendapat kesempatan
terakhir untuk melunasi utang pajak termasuk biaya penyitaan, iklan,
dan biaya pembatalan lelang dan melaporkan pelunasan tersebut
kepada Kepala KPP yang bersangkutan.

F. KEWAJIBAN MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DAN


PENCATATAN (250304 )

1. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak


untuk dapat menyelenggarakan pembukuan ?
Syarat-syarat penyelenggaraan pembukuan/pencatatan:
a. diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
b. sekurang-kurangnya terdiri dari catatan yang dikerjakan
secara teratur keadaan kas dan bank, daftar utang piutang, daftar
persediaan barang, dan membuat neraca dan perhitungan laba rugi
pada setiap akhir Tahun Pajak;
c. diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf
latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan;
d. Pembukuan atau pencatatan dan dokumen yang menjadi
dasarnya serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak harus disimpan selama
sepuluh tahun.
e. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain wajib
disimpan di Indonesia.
 Wajib Pajak Oarang Pribadi, di tempat kegiatan atau di tempat
tinggal
 Wajib Pajak Badan, di tempat kedudukan

2. Apa yang dimaksud dengan pembukuan ?


Pembukuan adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi tentang:
 keadaan harta
- 15 -

 kewajiban atau utang


 modal
 Penghasilan dan biaya
 harga perolehan dan penyerahan barang/jasa yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), yang tidak terutang, yang dikenakan PPN
dengan tariff 0% dan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Yang ditutup dengan menyusun Laporan keuangan berupa neraca dan
Perhitungan laba rugi pada setiap akhir Tahun Pajak.

3. Siapa saja yang Wajib menyelenggarakan


pembukuan ?
Yang wajib memyelenggarakan pembukuan:
a. Wajib Pajak (WP) Badan
b. WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas

4. Apa tujuan pembukuan ?


Tujuan pembukuan:
a. mempermudah pengisian SPT;
b. mempermudah penghitungan
Penghasilan Kena Pajak;
c. mempermudah penghitungan PPN dan
PPnBM;
d. mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan bebas

5. Siapa saja yang diperkenankan meyelenggarakan


pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah?
Yang dapat melakukan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang
selain rupiah:
a. Wajib Pajak Penanaman Modal Asing;
b. Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya pertambangan;
c. Wajib Pajak dalam rangka kontrak bagi hasil;
d. Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di luar
negeri;
e. Bentuk Usaha tetap (BUT).
- 16 -

6. Apa persyaratan bagi Wajib Pajak untuk


diperkenankan menyelengggarakan pembukuan dalam bahasa asing
dan mata uang selain rupiah ?
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menyelengggarakan pembukuan
dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah:
a. bahasa asing dan mata uang selain rupiah
yang boleh dipergunakan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar
Amerika Serikat;
b. mendapat izin Menteri Keuangan;
c. permohonan izin kepada Menteri
Keuangan harus dilampiri dengan:
 Wajib Pajak yang telah berdiri lebih dari 1 tahun
 Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan tahun terakhir
 Wajib Pajak yang baru berdiri dalam tahun berjalan:
- fotokopi NPWP
- fotokopi Akte Pendirian, atau dokumen lain yang serupa
(bagi WP BUT)
Jika telah memnuhi syarat, Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri
Keuangan akan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan dalam
jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima

7. Apa yang dimaksud dengan pencatatan ?


Pencatatan:
Pencatatan adalah pengumpulan data secar teratur tentang peredaran bruto
dan atau penerimaan Penghasilan sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang.

8. Apa tujuan pencatatan bagi Wajib Pajak ?


Tujuan pencatatan:
a. mempermudah pengisian SPT
b. mempermudah penghitungan Penghasilan Kena Pajak
c. mempermudah penghitungan PPN dan PPn BM

9. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan ?


Norma penghitungan adalah pedoman untuk menentukan penghasilann
netto Wajib Pajak, karena Wajib Pajak tersebut tidak wajib melakukan
pembukuan.
- 17 -

Wajib Pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan :


1. WP Orang Pribadi yang peredaran brutonya di bawah Rp.
600.000.000,00
2. memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka
waktu 3 bulan pertama dari tahun buku
3. menyelenggarakan pencatatan.

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan pemberitahuan akan menggunakan


Norma Penghitungan sebagai dasar penghitungan pajaknya kepada
Direktur Jenderal Pajak dianggap memilih untuk menggunakan
pembukuan.
Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau
pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau
bukti-bukti pendukungnya, maka Penghasilan nettonya dihitung
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atau cara lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak
wajib menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak
Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh

G. KEBERATAN DAN BANDING ( 250304 )

1. Apa yang dimaksud dengan keberatan ?


Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa
tidak/kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya
atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

2. Dalam hal apa keberatan dapat diajukan ?


Keberatan dapat diajukan atas :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

3. Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan ?


Yang dapat mengajukan keberatan:
a. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;
- 18 -

b. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib


Pajak yang bersangkutan;
c. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga;
d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir a
s.d. c diatas.

4. Kepada siapa Wajib Pajak mengajukan keberatan ?


Pengajuan Keberatan diajukan kepada kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) di tempat Wajib Pajak terdaftar.
5. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi Wajib Pajak
dalam mengajukan keberatan ?
Syarat-syarat mengajukan keberatan:
a. Satu Keberatan harus diajukan
untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
b. Diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia;
c. Wajib menyatakan alasan-alasan
secara jelas;
d. Wajib menyebutkan jumlah pajak
yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.

6. Kapankah Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan ?


Jangka waktu pengajuan keberatan:
a. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak
tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal
dilakukan pemotongan/pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di
luar kekuasaannya
b. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan
Pajak, maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
c. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos
tercatat), maka jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
- 19 -

pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal


bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

7. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan


apakah Wajib Pajak masih tetap berkewajiban melunasi utang
pajaknya ?
Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.

8. Apabila Wajib Pajak merasa kurang puas dengan


Putusan Keberatan, apa yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
selanjutnya ?
Jika Wajib Pajak masih kurang puas juga atas keberatannya maka ia dapat
mengajukan Banding.
9. Kepada siapa Banding dapat diajukan oleh Wajib
Pajak ?
Banding ditujukan ke Pengadilan Pajak.

10. Siapa saja yang dapat mengajukan permohonan


banding ?
Yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak:
a. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus
b. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan
atau ahli warisnya
c. Kuasa Hukum dari butir a dan b

11. Apa saja persyaratan pengajuan banding ?


Syarat-syarat dan tatacara pengajuan banding:
- Surat banding
ditulis dalam bahasa Indonesia;
- Dalam jangka
waktu 3 bulan sejak keputusan yang dibanding diterima;
- Terhadap satu
keputusan diajukan satu surat banding;
- Banding
diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan
tanggal diterima surat keputusan yang dibanding;
- 20 -

- Dilampiri
salinan Surat Keputusan yang dibanding;
- Jumlah pajak
yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.

12. Apa pengertian Surat Uraian Banding ?


Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak
yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon
banding.

13. Bagaimanakah sifat kekuatan hukum Putusan


Banding ?
Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan
hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara.

14. Dalam hal apa imbalan bunga dapat diberikan kepada


Wajib Pajak ?
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian
atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24
bulan.

H. IMBALAN BUNGA ( 250304 )

1. Jenis ketetapan pajak apa saja yang


diberikan imbalan bunga sehubungan dengan Keputusan Keberatan
atau Putusan Banding ?
Imbalan bunga hanya diberikan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.

2. Dalam hal yang bagaimana imbalan


bunga diberikan sehubungan dengan Keputusan Keberatan dan
Putusan Banding ?
Apabila pengajuan keberatan atau banding diterima sebagian atau
seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKBKB
atau SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak.
- 21 -

3. Bagaimana perhitungan imbalan bunga


diberikan sehubungan dengan Keputusan Keberatan dan Putusan
Banding ?
Perhitungan imbalan bunganya adalah sebesar 2 % (dua persen) sebulan
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) dari besarnya kelebihan
pembayaran pajak yang dikembalikan yang dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai
dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

4. Apabila Wajib Pajak mengajukan


banding atas SKPLB ke Badan Penyelesaian Pajak untuk Tahun
Pajak 2001, apakah atas putusan BPSP/Pengadilan Pajak yang
dibacakan (diputus) sejak Tahun Pajak 2001 untuk SKPLB yang
diajukan banding masih diberikan imbalan bunga ?
Tidak diberikan imbalan bunga, karena dalam Pasal 27A Undang-undang
KUP diatur dengan tegas bahwa imbalan bunga atas kelebihan
pembayaran pajak hanya diberikan sepanjang utang pajak tersebut
sebagaimana dimaksud dalam SKPKB atau SKPKBT.

I. PENGURANGAN, PENGHAPUSAN DAN PEMBATALAN (250304)

1. Dalam hal bagaimana Direktur


Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administrasi?
Dalam hal sanksi administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahannya, misalnya karena tidaktelitian
petugas pajak.

2. Dalam hal bagaimana Direktur


Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan
pajak.
Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat mengurangkan atau
membatalkan ketetapan pajak apabila diketahui bahwa ketetapan pajak
tersebut tidak benar dengan berlandaskan unsur keadilan.
- 22 -

J. TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN ( 250304 )

1. Sanksi apa yang dikenakan terhadap Wajib pajak yang


melakukan pelanggaran ?
Pelanggaran terhadap kewajiban administrasi perpajakan yang dilakukan
Wajib Pajak dapat dikenakan sanksi administrasi. Sedangkan pelanggaran
yang menyangkut tindak pidana perpajakan dikenakan sanksi pidana.

2. Dalam hal apa Wajib Pajak dapat dinyatakan melakukan


kealpaan ?
Wajib Pajak dinyatakan melakukan kealpaan jika:
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau ;
b. Menyampaiakan Surat Pemberitahauan tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar,
sehingga menimbulkan kerugian pada negara.

3. Dalam hal apa Wajib Pajak dapat dinyatakan


melakukan kesengajaan ?
Wajib Pajak dinyatakan melakukan kesengajaan jika :
a. Tidak mendaftar diri, atau menyalah gunakan, atau
menggunakan tanpa hak NPWP atau NPPKP;
b. Tidak menyampaikan SPT;
c. Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap;
d. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan;
e. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lainnya;
f. Tidak menyetor pajak yang telah dipotong
sehingga menimbulkan kerugian pada negara.
- 23 -

4. Berapa lama jangka waktu daluwarsa tindak pidana di


bidang perpajakan ?
Daluwarsa tindak pidana di bidang perpajakan adalah sepuluh tahun sejak
saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya masa pajak,
berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak yang
bersangkutan.

5. Sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang


melakukan pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan
Wajib Pajak ?
Sanksi yang dapat dikenakan terhadap Pejabat yang melakukan
pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak dapat
diancam sanksi pidana:
a. Kealpaan, dipidana kurungan
selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua juta
rupiah;
b. Kesengajaan, dipidana selama-
lamanya dua tahun dan denda setinggi-tingginya dua juta rupiah.

6. Sanksi apa saja yang dikenakan kepada pihak ketiga


berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan ?
Sanksi terhadap pihak ketiga berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan :
a. Pihak ketiga yang
dengan sengaja :
- Tidak memberikan keterangan/bukti;
- Memberikan keterangan/bukti yang tidak benar;
diancam pidana selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-
tingginya sepuluh juta rupiah
b. Pihak ke
penyidikan tindak pidana perpajakan diancam penjara selama-
lamanya tiga tahun dan denda setinggi-tingginya sepuluh juta rupiah.
- 24 -

PAJAK PENGHASILAN

A. SUBJEK PAJAK (250304 )

1. Siapa Subjek Pajak ?

Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak
luar negeri.
 Subjek Pajak dalam negeri adalah :
 orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan;
 orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia;
 warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
 badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
 Subjek Pajak luar negeri adalah :
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan;
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia,
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia;
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan;
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia,
yang yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
UU Pajak Penghasilan menganut resident principle untuk Wajib
Pajak dalam negeri dan source principle untuk Wajib Pajak luar
negeri, yang terlihat dari perlakuan pajaknya, yakni sebagai berikut :
- 25 -

a. Wajib Pajak dalam negeri :


1). dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum;
3). wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
b. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT :
pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan
pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dalam negeri,
namun terbatas pada penghasilan yang bersumber dari Indonesia.
c. Wajib Pajak luar negeri non-BUT :
1). dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilan di Indonesia;
2). berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
3). tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan,
karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.

2. Kapan bermula dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif ?


 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri :
 dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada,
atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
 berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya.
 Wajib Pajak badan dalam negeri :
 dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia;
 berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat
kedudukan di Indonesia.
 Warisan yang belum terbagi :
 dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi
tersebut;
 berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.
 Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT :
 dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT;
- 26 -

 berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau


melakukan kegiatan melalui BUT.
 Wajib Pajak Orang pribadi atau badan luar negeri non-BUT :
 dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia;
 berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.

3. Siapa yang bukan Subjek Pajak ?


 Badan perwakilan negara asing.
 Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
 bukan warga negara Indonesia; dan
 di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
 negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik.
 Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat :
 Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
 tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota.
 Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat :
 bukan warga negara Indonesia; dan
 tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

B. OBJEK PAJAK (250304 )

1. Apa yang menjadi Objek Pajak ?


Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
- 27 -

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, meliputi antara
lain :
 Imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, seperti : gaji,
upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
 Laba usaha.
 Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta,
seperti :
 keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
 keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
 keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
 keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-
pihak yang bersangkutan.
 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya.
 Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
 Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
 Royalti.
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
- 28 -

 Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.


 Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
 Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
 Premi asuransi.
 Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas.
 Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
Pengertian ‘bunga’ termasuk pula premium, diskonto dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. Premium terjadi
apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya
sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai
nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang
menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang
membeli obligasi.
Pengertian ‘dividen’ termasuk pula :
a. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung,
dengan nama dan dalam bentuk apapun;
b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah
modal yang disetor;
c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran
termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
d. Pembagian laba dalam bentuk saham;
e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa
penyetoran;
f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya
yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian
kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
g. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari
modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau
diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu
adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang
dilakukan secara sah;
- 29 -

h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba,


termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba
tersebut;
i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
j. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
k. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota
koperasi;
l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi
pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Pengertian ‘royalti’ adalah imbalan sehubungan dengan
penggunaan :
a. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten,
merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
b. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri,
komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-
alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap
peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatan-
peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti
anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya;
c. informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara
umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya
pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri
dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah
tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset
untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam
pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan
oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai
dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap
orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

2. Apa yang bukan Objek Pajak ?


 Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.
 Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau
- 30 -

badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil


termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
 Warisan.
 Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah.
 Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
 Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan
Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
 dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
 bagi perseroan terbatas, BUMN / BUMD yang menerima
dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham
tersebut;
 Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
 Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
 Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksa dana selama
lima tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak.
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
- 31 -

didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,


dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
 merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. dan
 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

3. Apa yang menjadi Objek Pajak BUT ?


 Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta
yang dimiliki atau dikuasai
 Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia (
force of attraction rule ).
 Penghasilan tersebut dalam Pasal 26 UU Pajak Penghasilan yang
diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat
hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan dimaksud ( effective connection rule ).

C. PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK (250304 )

1. Apa yang boleh dikurangkan ?


Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk
uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan
limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali
Pajak Penghasilan.
 Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya
lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
 Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan
- 32 -

 Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki


dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
 Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
 Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan
di Indonesia.
 Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
 Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
1). telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi
komersial; dan
2). telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara
(DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur dan
debitur yang bersangkutan; dan
3). telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;
dan
4). Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada DJP,
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
 Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi
kantor pusat yang boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan
dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
 Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ).

Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan


Penghasilan Kena Pajak, biaya atau pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan
Objek Pajak Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan Objek Pajak, tidak boleh dikurangkan atau dibebankan.
Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham
- 33 -

tidak boleh dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang


diterimanya bukan merupakan Objek Pajak. Akan tetapi dalam hal ini
biaya bunga pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah
harga perolehan saham.

2. Berapa besarnya PTKP ?


 Rp 2.880.000,00 untuk diri Wajib Pajak ybs.
 Rp 1.440.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang berstatus
kawin.
 Rp 2.880.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
 Rp 1.440.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah / semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
tiga orang.
Besarnya PTKP disesuaikan dari waktu ke waktu dengan Keputusan
Menteri Keuangan.

3. Bagaimana perlakuan pajak bagi wanita yang berstatus kawin


dan anak yang belum dewasa ?
 Penghasilan wanita yang berstatus kawin digabung dengan
penghasilan suaminya, kecuali penghasilan yang berasal dari satu
pemberi kerja yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan
tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan
bebas suaminya.
 Penghasilan suami-isteri dikenakan pajak secara terpisah dalam
hal :
 suami-isteri telah hidup berpisah;
 dikehendaki oleh suami-isteri yang bersangkutan berdasarkan
perjanjian tertulis.
 Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan
penghasilan orang tuanya, kecuali penghasilan yang berasal dari
pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau
pekerjaan bebas orang tuanya.

4. Apa yang tidak boleh dikurangkan ?


- 34 -

Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak


dalam negeri dan BUT, tidak boleh dikurangkan :
 Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti :
dividen, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
 Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha
dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan
syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
 Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib
Pajak yang bersangkutan.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
 Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
yang bukan merupakan Objek Pajak, kecuali zakat atas
penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri
yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah.
 Pajak Penghasilan.
- 35 -

 Biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan


atau orang yang menjadi tanggungannya.
 gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta
sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
 Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran
kepada kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan adalah :
 royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan
harta, paten, atau hak-hak lainnya;
 imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa
lainnya;
 bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan.

5. Bagaimana perlakuan pajak terhadap kerugian fiskal ?


Dalam hal penghasilan bruto setelah pengurangan menghasilkan
kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan
Penghasilan Kena Pajak mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan lima tahun.

D. PENILAIAN HARTA DAN PERSEDIAAN BARANG (250304 )

1. Bagaimana cara penilaian harga perolehan atau harga jual /


pengalihan harta dan cara penilaian persediaan barang ?
 Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli
harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah
yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila
terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima.
 Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-
menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar.
 Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam
rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
- 36 -

pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang


seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan
sumbangan atau hibah :
 yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang
menerima pengalihan, sama dengan nilai sisa buku dari pihak
yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak;
 yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi
yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari
harta tersebut.
 Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran
modal ( inbreng ) bagi badan yang menerima pengalihan, sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.
 Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga
pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara
rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang
diperoleh pertama ( FIFO ).

E. PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP PERUSAHAAN (250304 )

1. Apa dan bagaimana ketentuan penilaian kembali aktiva tetap


perusahaan untuk tujuan perpajakan ?

 Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan peraturan


tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila
terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan
penghasilan karena perkembangan harga.

F. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI (250304 )

1. Bagaimana cara penyusutan harta berwujud


 Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud, kecuali tanah yang
berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak
pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan dilakukan dengan metode garis lurus
- 37 -

( straight-line method ) dan atau metode saldo menurun


( declining balance method ) secara taat azas.
 Khusus bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis
lurus.
 Penyusutan untuk pertama kali dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut.
 Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta
tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan
mulai menghasilkan.
 Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian
kembali ( revaluasi ) adalah nilai setelah dilakukan penilaian
kembali aktiva tersebut.
 Menteri Keuangan menetapkan jenis-jenis harta yang termasuk
dalam Kelompok Harta Berwujud dan ketentuan khusus
mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan
digunakan dalam usaha tertentu.
 Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta, maka jumlah
nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan
jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima
atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun
terjadinya penarikan harta atau pada tahun terjadinya penggantian
asuransi atas persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
 Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan
sumbangan atau hibah yang memenuhi syarat sebagai bukan
Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak
boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

2. Bagaimana cara amortisasi harta tak berwujud ?


 Amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dan pengeluaran
lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai yang dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan
dengan metode garis lurus ( straight-line method ) dan atau
- 38 -

metode saldo menurun ( declining balance method ) secara taat


azas.
 Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal
suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran
atau diamortisasi sesuai dengan table masa manfaat dan tarif
amortisasi.
 Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
pengeluaran lain di bidang penambangan minyak dan gas bumi
dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
 Pengeluaran sebelum operasi komersial dikapitalisasi dan
diamortisasi sesuai dengan table masa manfaat dan tarif
amortisasi.
 Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak
lainnya, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai
penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya
pengalihan tersebut.
 Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan
sumbangan atau hibah berupa harta tak berwujud yang memenuhi
syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku
harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak
yang mengalihkan.

G. NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK


(250304 )

1. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan Penghasilan


Neto ?

 Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah persentase tertentu


dari peredaran atau penghasilan bruto usaha atau pekerjaan bebas
yang merupakan standar umum besarnya penghasilan neto yang
dianggap normal atau wajar, yang dibuat dan disempurnakan
terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- 39 -

2. Siapa yang dapat menggunakan Norma Penghitungan


Penghasilan Neto ?
 Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas, yang peredaran atau penghasilan
brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 600.000.000,00.
Besarnya batasan peredaran bruto dapat diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
 Wajib Pajak yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu tiga bulan pertama
dari tahun pajak yang bersangkutan.
 Wajib Pajak yang bersangkutan wajib menyelenggarakan
pencatatan sebagai pengganti tidak menyelenggarakan kewajiban
pembukuan.
 Apabila Wajib Pajak tidak memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak, maka dianggap memilih menyelenggarakan
kewajiban pembukuan.
 Apabila ternyata Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan atau
tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-
bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung
berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

3. Apa yang dimaksud dengan Norma Penghitungan Khusus ?

 Norma Penghitungan Khusus adalah persentase tertentu dari


peredaran atau penghasilan bruto usaha untuk menghitung
penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat
dihitung berdasarkan ketentuan umum penghitungan Penghasilan
Kena Pajak. Norma Penghitungan Khusus Wajib Pajak tertentu
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

4. Wajib Pajak tertentu mana saja yang dikenakan pajak dengan


Norma Penghitungan Khusus ?
 Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional.
 Perusahaan asuransi luar negeri.
 Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi.
- 40 -

 Perusahaan dagang asing.


 Perusahaan yang melakukan investasi dengan pola ‘bangun-guna-
serah’ ( build-operate-transfer ).
 Wajib Pajak tertentu lainnya.

H. PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN (250304 )

Pemotongan PPh Pasal 21

1. Apa objek pemotongan pajak ?


 Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2. Siapa yang dikenakan pemotongan pajak ?


 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

3. Apa dan siapa yang tidak dikenakan pemotongan pajak ?


 Penghasilan yang diterima oleh :
 Pejabat Negara, berupa gaji kehormatan dan tunjangan lain
yang terkait atau imbalan tetap sejenisnya;
 Pegawai Negeri Sipil dan Anggota TNI / POLRI, berupa gaji
dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait
dengan gaji;
 Pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya,
berupa uang pension dan tunjangan-tunjangan lain yang
sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun,
yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan
Daerah, PPh Pasal 21 ditanggung oleh Pemerintah.
 Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama
apapun selain gaji, tunjangan, dan uang pensiun, yang dibebankan
kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, yang diterima
oleh Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d ke bawah dan Anggota
TNI / POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.
 Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri berupa uang pesangon, uang tebusan pension yang dibayar
- 41 -

oleh dana pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari
Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara
Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
sampai dengan sejumlah Rp.25.000.000,00.
 Penghasilan berupa gaji, upah, serta imbalan lainnya dari
pekerjaan yang diberikan dalam bentuk uang sampai dengan
sejumlah Rp.1.000.000,00 sebulan, yang diterima oleh pekerja
yang bekerja sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap pada
satu pemberi kerja dengan gaji, upah, serta imbalan lainnya dalam
bentuk uang tidak melebihi Rp.2.000.000,00 sebulan, PPh Pasal
21 ditanggung oleh Pemerintah .

4. Siapa pemotong pajak ?


 Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
 bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain, sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
 dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun
dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
 Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas.
 penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

5. Siapa bukan pemotong pajak ?


 Badan perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi
internasional.

6. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ?


 Pada umumnya berlaku tarif umum, kecuali ditetapkan lain
dengan Peraturan Pemerintah.

7. Penghasilan apa saja yang dikenakan PPh Pasal 21 yang


bersifat final dan berapa tarifnya ?
- 42 -

 Penghasilan berupa honorarium dan imbalan lain yang


dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah,
yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil
( kecuali Golongan II/d ke bawah ), Anggota TNI / POLRI
( kecuali berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah ) dan
pensiunan, dikenakan tarif sebesar 15%.
 Penghasilan berupa hadiah undian, dikenakan tarif sebesar 25%.
 Penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar
oleh dana pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari
Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara
Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
dikenakan tarif progresif sebesar 5% sampai dengan 25%.

Pemungutan PPh Pasal 22


1. Apa objek pemungutan pajak ?
 Pembelian barang oleh Pemerintah.
 Impor barang.
 Pembelian / penjualan barang di bidang usaha tertentu.

2. Siapa yang dikenakan pemungutan pajak ?


 Pemasok barang kepada Pemerintah.
 Importir / pengimpor barang.
 Pemasok / pembeli barang dari badan-badan tertentu.

3. Apa yang tidak dikenakan pemungutan pajak ?


 Impor dan atau penyerahan barang yang berdasarkan UU Pajak
Penghasilan tidak terutang pajak.
 Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau PPN ( 18
jenis ).
 Impor barang sementara yang nyata-nyata akan diekspor kembali.
 Pembayaran yang berjumlah tidak lebih dari Rp.1.000.000,00.
 Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air minum /
PDAM, dan benda pos.
 Emas batangan untuk diproses menjadi perhiasan dan ditujukan
untuk ekspor.
- 43 -

 Pembayaran dana Jaring Pengaman Sosial ( JJS ) oleh KPKN.


 Impor kembali barang yang sama yang sebelumnya telah diekspor
dan barang yang telah diekspor untuk tujuan perbaikan,
pengerjaan dan pengujian.
 Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Perum
BULOG.

4. Siapa pemungut pajak ?


 Bank devisa dan DJBC, atas impor barang.
 DJA, Bendaharawan Pemerintah Pusat / Daerah, atas pembelian
barang.
 BUMN / BUMD, atas pembelian barang dengan dana APBN /
APBD.
 Bank Indonesia, Perum BULOG, PT. TELKOM, PT.PLN, PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, PT.
PERTAMINA, dan bank-bank BUMN, atas pembelian barang
dengan dana baik dari APBN / APBD maupun dari non-APBN /
APBD.
 Badan usaha industri semen, rokok, kertas, baja ( hulu ), dan
otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP, atas penjualan hasil
produksi di dalam negeri.
 PT. PERTAMINA dan badan usaha lainnya di bidang industri
produk bahan bakar migas ( premix / pertamax, super TT /
pertamax plus, dan gas ), atas penjualan hasil produksinya.
 Industri dan eksportir di sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal
Pajak, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
untuk keperluan diolah / diekspor.

5. Berapa besarnya tarif pemungutan pajak ?


 Atas impor barang :
 Yang menggunakan API, sebesar 2,5% dari nilai impor;
 Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor;
 Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang.
- 44 -

Penjelasan :
Nilai impor adalah nilai yang menjadi dasar penghitungan Bea
Masuk yaitu Cost, Insurance and Freight ( CIF ) ditambah Bea
Masuk dan pungutan impor lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan pabean.

 Atas pembelian barang oleh Pemerintah dan BUMN / BUMD,


sebesar 1,5% dari harga pembelian.
 Atas penjualan hasil produksi tertentu :
 Atas penjualan hasil produksi PT. PERTAMINA dan badan usaha
lainnya di bidang BBM :
 Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk
keperluan diolah / diekspor, sebesar 1,5% dari harga pembelian.

Pemotongan PPh Pasal 23


1. Apa objek pemotongan pajak ?
 Dividen.
 Bunga.
 Royalti.
 Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal
21.
 bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
 imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21.

2. Siapa yang dikenakan pemotongan pajak ?


Wajib Pajak dalam negeri dan BUT.

3. Apa dan siapa yang tidak dikenakan pemotongan pajak ?


 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
 Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan hak opsi.
- 45 -

 Dividen. ( inter-corporate dividend ) yang diterima oleh PT,


BUMN / BUMD, dan koperasi yang memenuhi persyaratan
tertentu
 Bunga obligasi yang diterima reksa dana selama lima tahun
pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak.
 Bagian laba yang diterima anggota CV yang modalnya tidak
terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
 Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.
 Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggotanya.

4. Siapa pemotong pajak ?


 Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya.
 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak.
sebagai pihak yang wajib membayarkan penghasilan.

5. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ?


 Sebesar 15% dari jumlah bruto, atas dividen, bunga, royalti, serta
hadiah dan penghargaan.
 Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final, atas bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.
 Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto, atas :
 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
 imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang
telah dipotong PPh Pasal 21.

I. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI ( PPH PASAL 24 ) (250304 )

1. Bagaimana ketentuan pengkreditan Pajak Penghasilan yang dibayar


atau terutang di luar negeri ?
- 46 -

 Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas


penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak dalam negeri dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang
berdasarkan UU Pajak Penghasilan dalam tahun pajak yang sama.
 Besarnya kredit pajak yang dapat diperhitungkan adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi
tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan UU Pajak Penghasilan ( ordinary tax credit per
country basis ).
 Sumber penghasilan ( source of income ) :
Untuk keperluan pengkreditan Pajak Penghasilan luar negeri, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut :
 Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya, adalah negara
tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut
bertempat kedudukan;
 Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak, adalah negara tempat pihak yang
membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut
bertempat kedudukan atau berada;
 Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta
tak gerak, adalah negara tempat harta tersebut terletak;
 Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan, adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
 Penghasilan BUT, adalah negara tempat BUT tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
 Penentuan sumber penghasilan lainnya menggunakan prinsip
yang sama.

J. PEMBAYARAN SENDIRI ANGSURAN BULANAN DALAM


TAHUN BERJALAN ( PPH PASAL 25 ) (250304 )

1. Bagaimana ketentuan pembayaran angsuran bulanan oleh Wajib


Pajak sendiri ?
 Besarnya angsuran bulanan dalam tahun pajak berjalan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang atas penghasilan teratur menurut SPT
- 47 -

Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, dikurangi


dengan kredit pajak PPh Pasal 21 ( khusus bagi WP orang pribadi
), PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 24 atas penghasilan
teratur tahun pajak yang lalu tersebut, dibagi 12 atau banyaknya
bulan dalam bagian tahun pajak.
 Khusus besarnya angsuran pajak yang harus dibayar untuk bulan-
bulan ( dua bulan pertama ) sebelum batas waktu penyampaian
SPT Tahunan Pajak Penghasilan, ditetapkan sama dengan
besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang
lalu.
 Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan
pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak
dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan
berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat
ketetapan pajak.
 Dalam hal-hal tertentu, yaitu :
 Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
 Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
 SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
 Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
 Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak
Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih
besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;
 terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak,
cara penghitungan besarnya angsuran bulanan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal Pajak.
 Khusus bagi Wajib Pajak baru, bank, BUMN / BUMD, dan Wajib
Pajak tertentu lainnya termasuk Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu, cara penghitungan besarnya angsuran bulanan
diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
 Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri,
wajib membayar pajak ( Fiskal Luar Negeri ) yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
 Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, angsuran
bulanan merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun
- 48 -

pajak yang bersangkutan ( menjadi bersifat final pada akhir


tahun ), kecuali apabila Wajib Pajak yang bersangkutan menerima
atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan PPh
final.

K. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN PADA AKHIR TAHUN


BAGI WAJIB PAJAK DALAM NEGERI DAN BUT (250304 )

1. Bagaimana ketentuan penghitungan Pajak Penghasilan yang


terutang pada akhir tahun ?
 Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun dihitung
berdasarkan Penghasilan Kena Pajak dikalikan tarif umum,
dikurangi dengan kredit pajak dan angsuran bulanan yang telah
dibayar atau telah ditetapkan untuk tahun pajak yang
bersangkutan, berupa :
 PPh Pasal 21 ( khusus WP orang pribadi );
 PPh Pasal 22;
 PPh Pasal 23;
 PPh Pasal 24 ( kredit Pajak LN );
 PPh Pasal 25;
 PPh Pasal 26 ayat (5), yaitu PPh final yang berubah sifat
menjadi kredit pajak karena perubahan status Subjek Pajak
luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri.
 Apabila pajak yang terutang pada akhir tahun pajak lebih kecil
dari kredit Pajak dan angsuran bulanan, maka kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan setelah dilakukan pemeriksaan.
 Apabila pajak yang terutang pada akhir tahun pajak lebih besar
dari kredit pajakdan angsuran bulanan, maka kekurangan pajak
yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 25 bulan
ke tiga setelah tahun pajak berakhir, sebelum SPT Tahunan
disampaikan.
- 49 -

L. PENGHASILAN TERTENTU YANG DIKENAKAN PAJAK


TERSENDIRI ( PASAL 4 AYAT 2 ) (250304 )

1 Bagaimana ketentuan pengenaan pajak atas penghasilan tertentu


yang diatur tersendiri ?
Pengenaan pajak atas penghasilan tertentu tidak didasarkan atas
ketentuan umum penghitungan Penghasilan Kena Pajak maupun
penerapan Norma Penghitungan, melainkan berdasarkan penerapan
tarif efektif atas peredaran atau penghasilan bruto atau dasar
pengenaan pajak lainnya ( presumptive tax ) yang diatur tersendiri
dengan Peraturan Pemerintah.

2 Penghasilan tertentu apa saja yang pengenaan pajaknya diatur


tersendiri dan berapa tarifnya ?
 Bunga deposito dan tabungan lainnya serta diskonto SBI. Tarif
sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final.
 Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa
efek. Tarif sebesar 0,1% dari harga jual yang bersifat final, dan
tambahan pembayaran pajak untuk saham pendiri sebesar 0,5%
dari harga saham perdana yang bersifat final atau dapat memilih
perlakuan berdasarkan ketentuan UU Pajak Penghasilan.
 Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan. Tarif sebesar 5% dari harga jual dan bersifat final bagi
Wajib Pajak orang pribadi, tidak bersifat final bagi Wajib Pajak
badan.
 Penghasilan dari persewaan harta berupa tanah dan bangunan.
Tarif sebesar 10% dari jumlah bruto dan bersifat final.

M. PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SUBJEK PAJAK


LUAR NEGERI NON-BUT ( PPh PASAL 26 ) (250304 )

1. Apa objek pemotongan pajak ?


 dividen;
 bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
- 50 -

 royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan


penggunaan harta;
 imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
 hadiah dan penghargaan;
 pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
 Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri.
 Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu
bentuk usaha tetap di Indonesia ( branch profit tax ), kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

2. Siapa pemotong pajak ?


Badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

3. Berapa besarnya tarif pemotongan pajak ?


20 % atau sesuai ketentuan / tarif khusus P3B ( tax treaty ) yang
berlaku, dari jumlah bruto yang terutang atau dibayarkan, kecuali
untuk penghasilan dari penjualan harta dan premi asuransi dihitung
dari perkiraan penghasilan neto.

4. Bagaimana sifat pemotongan pajak ?


Pemotongan pajak bersifat final, kecuali:
 pemotongan atas penghasilan kantor pusat yang menjadi
penghasilan BUT di Indonesia;
 pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Subjek
Pajak luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam
negeri atau BUT.

Penjelasan :
Perlu diperhatikan bahwa dalam penerapan ketentuan PPh Pasal 26 ini,
ketentuan yang diatur dalam P3B yang berlaku mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain, ketentuan PPh Pasal 26 berlaku
- 51 -

sepanjang menurut P3B yang berlaku hak pemajakannya ada pada pihak
Indonesia sebagai negara sumber ( source country ).

N. KETENTUAN KHUSUS ANTI PENGHINDARAN PAJAK ( ANTI


AVOIDANCE RULES ) (250304 )

1. Apa saja ketentuan khusus anti penghindaran pajak ?


 Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan besarnya
perbandingan antara utang dan modal perusahaan ( debt to equity
ratio / DER rule ).
 Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat
diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri dari
penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan
usaha yang menjual sahamnya di bursa efek ( controlled foreign
corporation / CFC rule ).
 Direktur Jenderal Pajak berwenang
untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan
pengurangan ( transfer pricing rule ) serta menentukan utang
sebagai modal ( hybrid loan recharacterization rule ) untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya
sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
 Direktur Jenderal Pajak berwenang
untuk melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak ( advance
pricng agreement / APA ) dan bekerja sama dengan pihak
otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
- 52 -

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI,


PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA

A. ISTILAH YANG UMUM


DIGUNAKAN DI BIDANG PPN & PTLL (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?


Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi Barang Kena Pajak
(BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan di dalam Daerah
Pabean.

2. Kemudian siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha dalam UU


PPN?
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor
barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

3. Apakah yang dimaksud dengan Kawasan Berikat (KB)?


Kawasan Berikat adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu, di
wilayah Daearah Pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan
ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean terhadap barang yang
dimasukkan dari luar Daerah Pabean atau dari dalam Daerah Pabean
lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai, dan/atau
pungutan lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor,
ekspor atau reekspor.

4. Apakah pula yang dimaksud dengan Gudang Berikat (GB)?


Gudang Berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas
tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan,
pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label,
pemotongan, atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat
distribusi barang-barang asal impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah
- 53 -

Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat atau reekspor tanpa adanya


pengolahan.

B. PENGUSAHA KENA PAJAK


(250304 )

1. Siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP)?


Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN yang wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil kecuali
Pengusaha Kecil tersebut memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

2. Siapakah yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil?


Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto
dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus
juta rupiah).

3. Apa kewajiban dari PKP?


Secara umum kewajiban PKP adalah :
a. Membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan
JKP;
b. Memungut, menghitung, dan menyetorkan PPN & PPn
BM yang terutang atas penyerahan BKP atau JKP atau ekspor BKP ;
c. Mengisi dan menyampaikan SPT Masa (paling lambat 20
hari setelah berakhirnya Masa Pajak).

C. OBJEK PPN (250304 )

1. Apa yang termasuk ke dalam objek PPN?


Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) macam, yaitu :
a. Barang Kena Pajak (BKP);
b. Jasa Kena Pajak (JKP).

2. Apakah yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak (BKP)?


- 54 -

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan
barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.

3. Apakah yang dimaksud dengan Jasa Kena Pajak (JKP)?


Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau
fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa
yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan
PPN.

4. Dalam hal apakah PPN dikenakan?


PPN dikenakan dalam hal :                                        
a. penyerahan BKP/JKP di dalam Daerah Pabean (DP)  yang
dilakukan oleh Pengusaha;
b. impor BKP;
c. pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar DP di dalam DP;
d. pemanfaatan JKP dari luar DP di dalam DP; atau
e. ekspor BKP oleh PKP.

5. Apakah yang termasuk ke dalam pengertian penyerahan BKP?


Yang termasuk ke dalam pengertian penyerahan BKP adalah :
a. penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
b. pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan
perjanjian leasing;
c. penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui
juru lelang;
d. pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
e. persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas
perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
f. penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP antar Cabang;
g. penyerahan BKP secara konsinyasi.
- 55 -

6. Apakah terdapat kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak yang


dikecualikan dari pengenaan PPN?
Ada. Kegiatan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP
yang dikenakan PPN adalah :
a. penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang;
b. penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;
c. penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang dalam hal PKP
memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang.

7. Apakah terdapat pula jenis barang dan jenis jasa yang dikecualikan
dari pengenaan PPN?
Ada. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah :
1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya, yaitu :
a. minyak mentah (crude oil);
b. gas bumi;   
c. panas bumi;
d. pasir dan kerikil;
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara;
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan
bijih perak; dan       
g. barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil
langsung dari sumbernya.
2. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, yaitu :
a. beras;
b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai; dan
f. garam baik yang berjodium maupun yang tidak berjodium.
3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya;
4. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
- 56 -

8. Apakah pula jenis jasa yang bukan merupakan objek PPN?


Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah :
1. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi :
a. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
b. Jasa dokter hewan;
c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur,  ahli gigi, ahli gizi, dan
fisioterapi;
d. Jasa kebidanan dan dukun bayi;
e. Jasa paramedis dan perawat; dan
f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan sanatorium
2. jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi :
a. Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;
b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;
c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d. Jasa Lembaga Rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;
e. Jasa pemakaman termasuk krematorium;
f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial; dan
g. Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
3. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
4. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha
dengan hak opsi;
5. jasa di bidang keagamaan, meliputi :
a. Jasa pelayanan rumah ibadah;
b. Jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan
c. Jasa lainnya di bidang keagamaan.
6. jasa di bidang pendidikan, meliputi :
a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional;
dan
b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-
kursus
7. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan
pajak tontonan;
- 57 -

8. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;


9. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.
10. jasa di bidang tenaga kerja, meliputi :
a. Jasa tenaga kerja;
b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia
tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga
kerja tersebut; dan
c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja
11. jasa di bidang perhotelan;
12. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum.

D. DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP) (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Dasar Pengenaan


Pajak (DPP)?
Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar
untuk menghitung Pajak yang terutang, dapat berupa Harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2. Apakah yang dimaksud dengan Harga Jual?


Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-
Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Apakah yang dimaksud dengan Penggantian?


Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak
termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang PPN dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

4. Apakah yang dimaksud dengan Nilai Impor?


Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor
- 58 -

Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang


dipungut menurut Undang-undang PPN.

5. Apakah yang dimaksud dengan Nilai Ekspor?


Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

6. Apakah yang dimaksud dengan DPP Nilai Lain?


Yang dimasud dengan DPP Nilai lain adalah suatu Nilai yang ditetapkan
sebagai DPP karena kesulitan dalam menetapkan Harga Jual atau Nilai
Penggantian yang sebenarnya. DPP Nilai Lain ditetapkan oleh Menteri
Keuangan untuk :
a. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP : Harga Jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor;
b. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP : Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c. Penyerahan media rekaman suara atau gambar : perkiraan Harga Jual
rata-rata;
d. Penyerahan film cerita : perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e. Persediaan BKP yg masih tersisa pd saat pembubaran perusahaan :
harga pasar wajar;
f. Aktiva yg menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan
dapat dikreditkan : harga pasar wajar;
g. Kendaraan bermotor bekas : 10% dari Harga Jual;
h. Penyerahan jasa biro perjalanan/biro pariwisata: 10% dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
i. Jasa pengiriman paket : 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih.
j. Jasa anjak piutang : 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima,
berupa service charge, provisi dan diskon;
k. penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya
dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang : Harga Jual atau
Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
- 59 -

l. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang:


adalah harga lelang.

E. TARIF PPN & PPnBM (250304 )

1. Berapakah besarnya tarif PPN?


Sistem PPN menganut tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Namun demikian,
mengingat UU PPN menganut azas “destination principle” dalam
pengenaan pajaknya maka untuk kegiatan ekspor dikenakan tarif 0%.
Pengenaan tarif 0% atas ekspor BKP adalah dimaksudkan agar dalam
harga barang yang diekspor tidak terkandung PPN.
a. Tarif PPN 10% untuk:
- Impor BKP;
- Penyerahan BKP dan atau JKP;
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari Luar Daerah
Pabean di Dalam Daerah Pabean.
b. Tarif PPN 0% untuk ekspor BKP

2. Berapakah besarnya tarif PPn BM?


Tarif PPn BM paling rendah adalah 10% dan paling tinggi 75%. Tarif PPn
BM dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :
a. Kendaraan Bermotor, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60% dan 75%
b. Non Kendaraan Bermotor, 10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 75%

3. Bagaimanakah cara menghitung PPN dan PPn


BM yang terutang?
Cara menghitung PPN dan PPn BM yang terutang adalah tarif x DPP

F. PAJAK MASUKAN (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Pajak Masukan ?


Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP
karena perolehan BKP dan atau penerimaan JKP dan atau pemanfaatan
BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP
dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP.

2. Kapan Pajak Masukan dikreditkan?


- 60 -

Pajak Masukan dikreditkan pada Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak


Masukan tersebut.

3. Bila Pajak Masukan belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam


Masa Pajak yang sama, Apakah masih dapat Pajak Masukan tersebut
dikreditkan dalam Masa Pajak yang lain?
Dalam hal Faktur Pajak lambat diterima atau belum dikreditkan dengan
Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama, masih dapat dikreditkan
pada Masa Pajak yang tidak sama paling lambat 3  (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang PM tersebut tidak
dibebankan sebagai biaya.

4. Bagaimana apabila sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah


berakhirnya Masa Pajak, Faktur Pajak belum diterima atau belum
dikreditkan. Apakah masih dapat dikreditkan?
Faktur Pajak tersebut masih dapat dikreditkan dengan cara pembetulan
SPT Masa PPN Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak tersebut
sepanjang PM tersebut tidak dibebankan sebagai biaya dan Masa Pajak
tersebut belum dilakukan pemeriksaan.

5. Bagaimana Pengkreditan Pajak Masukan, apabila dalam suatu Masa


Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang
pajak?
Sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan
pasti dari pembukuan, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan
yang terutang pajak.

6. Bagaimana pengkreditan Pajak Masukan, apabila dalam suatu Masa


Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
tetapi Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak
dapat  diketahui  dengan pasti?
a. Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang menggunakan
Barang Modal untuk kegiatan usaha yang menghasilkan BKP dan atau
JKP yang atas penyerahannya terutang PPN dan kegiatan lain yang
- 61 -

tidak terutang atau dibebaskan dari pengenaan PPN adalah sebanding


dengan prosentase penggunaan Barang Modal yang digunakan untuk
kegiatan usaha yang menghasilkan BKP dan atau JKP yang
penyerahan yang terutang PPN; atau

b. Pengkreditan Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang


Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk unit atau
kegiatan usaha yang atas penyerahannya terutang PPN maupun yang
tidak terutang PPN adalah :
- Dalam hal Pajak Masukan tersebut dapat diketahui dengan pasti
dari pembukuan maka yang dapat dikreditkan adalah hanya atas
perolehan BKP dan atau JKP yang nyata-nyata digunakan untuk
unit atau kegiatan yang atas penyerahannya terutang PPN;
- Dalam hal Pajak Masukan tersebut tidak dapat diketahui dengan
pasti dari pembukuan maka yang dapat dikreditkan adalah
sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang PPN terhadap
peredaran seluruhnya.

7. Apakah yang termasuk ke dalam Pajak Masukan yang tidak dapat


dikreditkan?
Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan adalah Pajak Masukan
atas :
a. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sbg PKP.
b. Perolehan BKP atau JKP yg tdk mempunyai hubungan langsung dgn
kegiatan usaha.
c. Perolehan & pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station
wagon, van dan combi kecuali merupakan barang dagang atau
disewakan.
d. Pemanfaatan BKP tdk berwujud atau JKP dr luar DP sebelum
pengusaha dikukuhkan sbg PKP
e. Perolehan BKP atau JKP yg bukti pungutannya FP Sederhana.
f. Perolehan BKP atau JKP yg FP-nya tdk memenuhi ketentuan.
g. Pemanfaatan BKP tdk berwujud atau JKP dr luar DP yg FP-nya tdk
memenuhi ketentuan.
h. Perolehan BKP atau JKP yg PM-nya ditagih dgn penerbitan ketetapan
pajak.
- 62 -

i. Perolehan BKP atau JKP yg PM-nya tdk dilaporkan dlm SPT Masa
PPN, yg ditemukan pd waktu dilakukan pemeriksaan.

G. RESTITUSI ( 250304 )

Restitusi terjadi apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali.

1. Berapa lama jangka waktu penyelesaian restitusi?


- Untuk Wajib Pajak Kegiatan Tertentu yaitu PKP eksportir dan PKP
yang melakukan penyerahan kepada Pemungut PPN adalah 2 (dua)
bulan sejak permohonan diterima lengkap. kecuali permohonan restitusi
yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis
pajak, maka permohonan restitusi harus diselesaikan paling lambat 12
(dua belas) bulan.
- Untuk PKP yang merupakan Wajib Pajak Patuh berhak mendapatkan
pengembalian pendahuluan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima lengkap. Kepala KPP harus menerbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP)
paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima lengkap.
- Untuk PKP lainnya selain Wajib Pajak Patuh dan Wajib Pajak Kegiatan
Tertentu sesuai dengan Pasal 17B UU KUP, jangka waktu penyelesaian
restitusinya adalah 12 (dua belas) bulan Kepala KPP harus
menyelesaikan restitusi paling lambat 6 (enam) bulan sejak permohonan
diterima lengkap.
- Dalam hal permohonan restitusi oleh PKP sehubungan dengan adanya
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas perolehan atau impor barang
modal yang tidak mendapat fasilitas dibebaskan atau tidak dipungut
PPN maka atas Faktur Pajak Masukan karena impor/pembelian Barang
Modal tersebut dapat dimintakan restitusi dan diselesaikan paling
lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima lengkap
- 63 -

2. Siapakah yang dimaksud dengan Wajib Pajak Patuh dan apa kriteria
tertentu Wajib Pajak Patuh?
Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu
sebagaimana ditetapkan dengan Menteri keuangan yang dapat diberikan
pembayaran pendahuluan pengembalian kelebihan pajak.
Kriteria Tertentu Wajib Pajak Patuh adalah:
a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak
dalam 2 tahun terakhir
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali
telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena tindak pidana dibidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir
d. Dalam hal Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP
harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan
pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut
tidak mempengaruhi rugi fiskal.

Apabila Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, maka laporan


audit harus:
a. disusun dalam bentuk panjang (long form report)
b. menyajikan rekonsialiasi laba rugi komersial dan fiskal

Apabila Laporan Keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik, Wajib


Pajak dapat mengajukan permohonan kepada untuk ditetapkan sebagai
Wajib Pajak Patuh sepanjang memenuhi persyaratan huruf a sampai
dengan c di atas dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menyelenggarakan pembukuan;
b. dalam hal Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang
terutang paling banyak 5% (lima persen).

H. SAAT DAN TEMPAT PPN TERUTANG ( 250304 )

1. Kapan saat terutang PPN dan PPn BM?


Pada dasarnya pemungutan PPN dan PPn BM menganut prinsip akrual.
a. Saat terutang PPN adalah pada saat :
- 64 -

- Penyerahan BKP atau JKP;


- Impor BKP;
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean;
- Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean;
- Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima
sebelum penyerahan BKP atau sebelum pemanfaatan BKP tidak
brewujud atau JKP dari luar Daerah Pabean.
- Saat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak
b. Saat terutangnya PPn BM adalah pada saat:
- impor BKP yang tergolong mewah; atau
- penyerahan kepada pembeli dilakukan oleh produsen BKP yang
tergolong mewah tersebut.
Perlu diingat bahwa pengenaan PPn BM hanya satu kali, sesuai
dengan saat terutangnya PPn BM tersebut.
c. Terutangnya PPN atas penyerahan BKP dalam rangka perubahan
bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pemekaran usaha atau
pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan
pihak yang berhak atas BKP tersebut, adalah terjadi pada saat
ditandatanganinya akte yang berkenaan oleh Notaris

2. Dimana tempat terutang PPN?


a. Tempat terutang pajak bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP,
JKP dan ekspor BKP terutang pajak adalah:
- tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
- tempat kegiatan usaha dilakukan atau
- tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak.
b. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat BKP
dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
c. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud
dan atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
terutang pajak adalah:
- tempat tinggal atau tempat kedudukan dan
- tempat kegiatan usaha.
d. tempat lain yang ditetapkan dengan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:
- 65 -

- bagi PKP yg terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar dan yang terdaftar
di KPP BUMN ditetapkan tempat terutang pajak hanya di tempat
PKP terdaftar (otomatis terpusat di KPP WP Besar dan KPP
BUMN).

I. PEMUSATAN TEMPAT TERUTANG PAJAK (SENTRALISASI


PPN) ( 250304 )

1. Apabila PKP terutang pajak pada lebih dari satu tempat kegiatan
usaha, dapatkah PKP memohon untuk memilih salah satu tempat
kegiatan usaha atau lebih sebagai tempat terutang pajak (pemusatan
PPN)?
Dapat

2. Bagaimana caranya untuk mendapatkan izin pemusatan PPN?


Untuk mendapatkan izin sentralisasi PPN, PKP harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Kepala Kanwil yang membawahi KPP lokasi
tempat kegiatan usaha yang akan dipilih sebagai tempat terutangnya pajak.
Dalam permohonan agar dicantumkan tempat kegiatan usaha yang dipilih
sebagai tempat terutang pajak serta tempat-tempat kegiatan usaha yang
akan dipusatkan.

3. Apakah seluruh tempat kegiatan usaha dapat dimintakan izin untuk


dipusatkan? dan PKP mana yang dapat mengajukan izin untuk
pemusatan ?
Semua tempat kegiatan usaha dapat dimintakan untuk dipusatkan kecuali
pabrik. Dalam hal PKP mempunyai tempat kegiatan usaha yang terdiri
dari pabrik, gudang, tempat pemasaran, dan cabang-cabang lainnya maka
pabrik hanya dapat menjadi tempat kegiatan usaha yang dipilih untuk
menjadi tempat terutang pajak, sedangkan tempat kegiatan lainnya
merupakan tempat kegiatan usaha yang dipusatkan ke pabrik.
PKP yang dapat mengajukan permohonan untuk pemusatan tempat
terutang pajak adalah semua PKP kecuali PKP yang tempat terutang
pajaknya telah ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak (antara lain
PKP yang terdaftar di KPP WP Besar, KPP BUMN)
Bagi PKP yang menyampaikan SPT Masa dengan e-filling dapat
melakukan Pemusatan PPN dengan cara memberitahukan kepada KPP
- 66 -

yang membawahi lokasi tempat terutang pajak yang akan dipilih sebagai
tempat terutang pajak

4. Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi untuk penetapan salah


satu tempat usaha sebagai tempat pemusatan PPN bagi PKP selain
Pedagang Eceran dan Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan
SPT Masa PPN dan PPn BM dengan Media Elektronik (e-filing) :
- Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dipusatkan tidak
menyelenggarakan administrasi penjualan dan administrasi
pembelian, semua administrasi dilakukan di tempat pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai terutang;
- Fungsi tempat kegiatan usaha yang dipusatkan hanya melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli
barang atau penerima jasa atas perintah tempat pemusatan Pajak
Pertambahan Nilai;
- Semua Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan diterbitkan oleh tempat
pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang;
- Tempat kegiatan usaha yang dipusatkan tidak membuat Faktur Pajak
dan atau Faktur Penjualan, kecuali Faktur Pajak dan atau Faktur
Penjualan yang dicetak berdasarkan data yang diinput secara on line
dari Kantor Pusat atau tempat pemusatannya; dan
- Kantor Cabang Unit yang dipusatkan hanya mengadministrasi
persediaan dan administrasi kegiatan perolehan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak untuk keperluan operasional kantor atau unit
bersangkutan yang dananya berasal dari kas-kecil (petty cash).

J. FAKTUR PAJAK DAN NOTA RETUR (250304 )

1. Apa yang dimaksud dengan Faktur Pajak?


Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.

2. Ada berapa jenis Faktur Pajak menurut UU PPN?


Terdapat 3 (tiga) jenis Faktur Pajak menurut UU PPN, yaitu:
a. FP Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang
diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar;
b. FP Gabungan;
- 67 -

c. FP Sederhana.

3. Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi Faktur Pajak Standar?


Faktur Pajak harus memenuhi syarat formal maupun material. Yang
dimaksud dengan syarat formal, bahwa Faktur Pajak Standar paling
sedikit harus memuat keterangan:
a. Nama, alamat, NPWP yang melakukan penyerahan atau pembeli BKP
atau JKP;
b. Jenis Barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan
potongan harga;
c. PPN yang dipungut;
d. PPn BM yang dipungut;
e. Kode, nomor seri dan tgl pembuatan FP; dan
f. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak.
Sedangkan yang dimaksud dengan syarat material, bahwa barang yang
diserahkan benar baik secara nilai maupun jumlah. Demikian juga
pengusaha yang melakukan dan yang menerima penyerahan BKP tersebut
sesuai dengan keterangan yang tercantum pada Faktur Pajak.

4. Apakah yang dimaksud dengan Faktur Pajak Gabungan?


Faktur Pajak Gabungan adalah satu Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP
yang meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang terjadi
selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP
yang sama.

Hal ini diperkenankan untuk meringankan beban administrasi PKP. Faktur


Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat
paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP
dan atau JKP.

5. Apakah yang dimaksud dengan Faktur Pajak Sederhana?


Faktur Pajak Sederhana adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP dan atau JKP yang
- 68 -

dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir dan pembeli BKP atau
penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya.
Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli BKP atau
penerima JKP sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan.

6. Apakah yang harus tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana?


Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat :
a. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. Jenis dan kuantum BKP atau JKP yang diserahkan;
c. Jumlah Harga Jual atau Peggantian yang sudah termasuk pajak atau
besarnya pajak dicantumkan secara terpisah;
d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

7. Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak


Standar?
a. PIB yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen
Bea dan Cukai untuk impor BKP;
b. PEB yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen
Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/ dikeluarkan
oleh BULOG/ DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
d. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/ dikeluarkan oleh
Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM;
e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa
telekomunikasi;
f. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery
Bill, yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara
dalam negeri;
g. SSP untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan
BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean;
h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhan;
i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.

8. Kapan saat pembuatan/penerbitan Faktur Pajak Standar?


- 69 -

Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat :


a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau
penyerahan keseluruhan JKP dalam hal pembayaran diterima setelah
bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali
pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur
Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan
pembayaran; atau 
b. pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP;
atau 
c. pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan; atau 
d. pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai. 

9. Apabila Faktur Pajak yang dibuat/diterbitkan tidak tepat waktu,


apakah masih merupakan Faktur Pajak dan apakah sanksinya?
Faktur Pajak yang diterbitkan sebelum melewati 3 (tiga) bulan sejak
berakhirnya batas waktu penerbitan Faktur Pajak (Kepdirjen Nomor-KEP-
549/PJ./2000), dianggap sebagai Faktur Pajak Standar.

Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati batas waktu tersebut di


atas tidak dapat dianggap sebagai Faktur Pajak Standar. Dengan demikian,
bagi PKP yang menerima Faktur Pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan
PPN yang dibayarnya sebagai Pajak Masukan

PKP yang menerbitkan Faktur Pajak terlambat dikenakan sanksi 2% dari


DPP.

10. Apakah yang dimaksud dengan Nota Retur?


Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima BKP karena adanya
pengembalian atas BKP yang telah dibeli/diterimanya. Dengan adanya
Nota Retur tersebut maka PKP penjual dapat mengurangkan PPN dan PPn
BM (PK) atas penyerahan BKP yang dikembalikan, sedangkan bagi PKP
pembeli harus mengurangkan PPN dan PPn BM (PM) yang telah
dikreditkan atau biaya, dan harta. Nota Retur diterbitkan dan dilaporkan
- 70 -

baik oleh PKP penjual maupun PKP pembeli pada Masa Pajak terjadinya
pengembalian BKP tersebut.

Nota Retur sekurang-kurangnya hrs mencantumkan :


a. Nomor urut;
b. Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
c. Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
d. Nama, alamat, NPWP, yang menerbitkan Faktur Pajak;
e. Jenis barang dan harga jual BKP yang dikembalikan;
f. PPN atas BKP yang dikembalikan;
g. PPn BM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
h. Tanggal pembuatan Nota Retur;
i. Tanda tangan pembeli. 

Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan-


keterangan di atas maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur,
sehingga tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak
Masukan atau biaya, dan harta bagi pembeli. 

Dalam hal pengembalian BKP terjadi masih dalam Masa Pajak yang sama
dengan terjadinya penyerahan BKP tersebut, tidak perlu dibuatkan Nota
Retur, melainkan dapat dilakukan dengan pembatalan atau perbaikan
Faktur Pajak atas penyerahan BKP tersebut.

K. PEMUNGUT PPN DAN PPn BM (250304 )

1. Siapakah pemungut PPN dan PPn BM?


Pemungut PPN & PPnBM adalah:
a. Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran yang
dananya berasal dari APBN/APBD.
b. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh
PKP kepada Pemungut PPN, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh
Pemungut PPN atas nama PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP
tersebut (PKP Rekanan).
- 71 -

2. Kapan PPN harus dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut


PPN?
PPN harus dipungut adalah pada saat dilakukan pembayaran oleh
Pemungut PPN kepada PKP Rekanan, disetor ke kas negara melalui
kantor penerima pembayaran paling lambat 7 hari setelah berakhirnya
bulan terjadinya pembayaran tagihan, kemudian dilaporkan dalam SPT
Masa Pemungut PPN pada Masa Pajak paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan.

3. Kapan PKP Rekanan melaporkan PPN yang dipungut oleh Pemungut


PPN?
PKP Rekanan melaporkan PPN yang dipungut oleh Pemungut PPN pada
SPT Masa PPN Masa Pajak diterimanya pembayaran dari Pemungut PPN.

4. Dalam hal apakah PPN dan PPn BM tidak dipungut oleh Pemungut
PPN?
PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Pemungut PPN dalam hal :
a. Pembayaran yang jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.000.000,00 yang
tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.  PPN dan PPnBM
yang terutang untuk jumlah pembayaran tersebut disetor sendiri oleh
Rekanan yang bersangkutan.
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena
Pajak yang menurut ketentuan perundnag-undangan yang berlaku,
PPN yang terutang tidak dipungut dan atau dibebaskan dari
pengenaan PPN.
d. Pembayaran atas penyerahan BBM dan Bukan BBM oleh Pertamina
e. Pembayaran atas rekening telepon
f. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan
g. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidakdikenakan PPN

L. FASILITAS DI BIDANG PPN DAN PPn BM (250304 )

1. Apa sajakah fasilitas PPN dan PPn BM?


- 72 -

Fasilitas di bidang PPN dan PPn BM adalah PPN dan PPn BM yang
terutang dibebaskan atau tidak dipungut, baik sebagian atau seluruhnya,
sementara waktu atau selamanya.

2. Kepada siapakah fasilitas PPN dan PPn BM terutang tidak dipungut


atau dibebaskan diberikan?
Fasilitas PPN dan PPn BM terutang tidak dipungut atau dibebaskan,
diberikan terhadap :
a. Kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah
Pabean, seperti Kawasan Berikat, KAPET
b. Penyerahan BKP/JKP Tertentu
c. Impor BKP Tertentu
d. Pemanfaatan BKP tdk berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
e. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean

3. Apakah atas penyerahan BKP/JKP mendapat fasilitas PPN & PPnBM


terutang tidak dipungut Pajak Masukan sehubungan dengan
penyerahan tersebut dapat dikreditkan?
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau
perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan sepanjang Pajak Masukan tersebut
tidak termasuk dalam Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (8) atau telah dibebankan sebagai biaya.

4. Apakah atas penyerahan BKP/JKP mendapat fasilitas PPN & PPnBM


terutang dibebaskan Pajak Masukan sehubungan dengan penyerahan
tersebut dapat dikreditkan?
Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau
perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.

5. Atas kegiatan apakah PPN & PPn BM terutang tidak dipungut di


Kawasan Berikat selain Kawasan Berikat P. Batam?
PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut di Kawasan Berikat atas :
- 73 -

a. Impor barang modal atau peralatan perkantoran yang semata-mata


dipakai oleh Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) termasuk PKB
merangkap PDKB (Pengusaha Di Kawasan Berikat);
b. Impor barang modal dan peratan pabrik yang berhubungan langsung
dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;
c. Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB;
d. Pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke
PDKB untuk diolah lebih lanjut;
e. Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk
diolah lebih lanjut;
f. Pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri
di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;
g. Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak  oleh PKP di
DPIL atau PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB
lainnya kepada PKP PDKB asal;
h. Peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka
subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau
PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal;
i. Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang ditujukan kepada
orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan Bea
Masuk, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor

6. Apakah atas penyerahan Jasa Kena Pajak ke Kawasan Berikat


mendapat fasilitas PPN terutang tidak dipungut?
Penyerahan Jasa Kena Pajak ke Kawasan Berikat baik yang dilakukan
oleh Pengusaha di Daerah Pabean Indonesia Lainnya maupun oleh
Pengusaha di Kawasan Berikat lainnya tidak diberikan fasilitas PPN
terutang tidak dipungut. Dengan demikian, Pengusaha yang melakukan
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada pengusaha di Kawasan Berikat wajib
memungut PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut.

7. Atas kegiatan apakah PPN & PPn BM terutang tidak dipungut di


Kawasan Berikat Pulau Batam?
PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut di KB Pulau Batam atas :
a. penyerahan BKP antar Pengusaha di KB Daerah Industri P. Batam
sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP
yang diekspor;
- 74 -

b. penyerahan BKP dari PKP di luar P. Batam kepada Pengusaha di KB


Daerah Industri P. Batam sepanjang BKP tersebut akan digunakan
untuk menghasilkan BKP yang diekspor;
c. impor BKP oleh Pengusaha di KB Daerah Industri P. Batam
sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP
yang diekspor.

PKP yang melakukan penyerahan wajib membuat Faktur Pajak dengan


dibubuhi cap ”PPN dan atau PPn BM Tidak Dipungut

Atas impor BKP, Dirjen BC membubuhkan cap “PPN dan atau PPn BM
Tidak Dipungut pd setiap lembar PIB pada saat penyelesaian dokumen.

8. Bagaimanakah penerapan PPN dan PPn BM di Kawasan Berikat


Industri P. Batam?
PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut atas :
1 penyerahan BKP antar Pengusaha di KB Daerah
Industri P. Batam sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk
menghasilkan BKP yang diekspor;
2 penyerahan BKP dari PKP di luar P. Batam
kepada Pengusaha di KB Daerah Industri P. Batam sepanjang BKP
tersebut akan digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor;
3 impor BKP oleh Pengusaha di KB Daerah
Industri P. Batam sepanjang BKP tersebut akan digunakan untuk
menghasilkan BKP yang diekspor.

Atas penyerahan BKP dan atau impor BKP selain yang dimaksud di atas,
dan atas penyerahan JKP di/ke/dari Kawasan Berikat Daerah Industri
Pulau Batam terutang PPN dan atau PPn BM dan pengenaannya dilakukan
secara bertahap, yaitu :
1 Tahap Pertama, mulai 1 Januari 2004, PPN dan
PPn BM dikenakan atas :
a. kendaraan bermotor segala jenis;
b. rokok dan hasil tembakau lainnya;
c. minuman yang mengandung alkohol.
2 Tahap Kedua, mulai 1 Maret 2004, PPN dan PPn
BM dikenakan atas barang elektronik segala jenis.
- 75 -

3 Pertahapan selanjutnya, akan ditetapkan oleh


Menteri Keuangan.

9. Apa yang dimaksud dengan Gudang berikat? dan atas kegiatan


apakah fasilitas PPN & PPn BM terutang tidak dipungut yang
diberikan di Gudang Berikat?
Gudang berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas
tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan,
pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label,
pemotongan, atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat
distribusi barang-barang asal impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah
Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat atau reekspor tanpa adanya
pengolahan.

Fasilitas PPN dan PPn BM yang terutang tidak dipungut diberikan atas
kegiatan:
a. impor barang dan peralatan oleh Pengusaha GB dalam rangka
pembangunan dan kegiatan Gudang Berikat;
b. impor barang dan bahan oleh Pengusaha GB.

10. Jenis kegiatan PPN dan PPn BM apakah yang mendapat fasilitas
dibebaskan?
PPN & PPnBM terutang dibebaskan dari pengenaan atas :
a. Impor dan atau penyerahan BKP tertentu dan atau JKP tertentu,
seperti
b. Impor dan atau penyerahan BKP strategis
c. Impor dan atau penyerahan BKP/JKP Kepada Perwakilan Negara
Asing/Badan International serta Pejabat/Tenaga Ahlinya berdasarkan
azas timbal balik.

11. Bagaimanakah penerapan PPN di Kawasan Perdagangan Bebas dan


Pelabuhan Bebas Sabang?
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dinyatakan
bukan merupakan Daerah Pabean menurut UU Kepabeanan. Dengan
demikian UU PPN tidak dapat diterapkan di Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Sabang.
- 76 -

M. KETENTUAN KHUSUS (250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri dan


apakah atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN?
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun sendiri
bangunan yang diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha
dengan luas bangunan 200 m2 atau lebih. Atas kegiatan membangun
sendiri tersebut dikenakan PPN.

2. Bagaimanakah cara penghitungan, saat dan tempat terutang PPN atas


kegiatan membangun sendiri?
- PPN yang terutang dan disetor ke kas negara = 10% x 40% x jumlah
seluruh biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan setiap bulannya
- Saat terutangnya PPN adalah pada saat mulai dilaksanakannya
pembangunan (menggali fondasi, memasang tiang pancang, dan lain-
lain)
- Tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan.

3. Apakah atas kegiatan membangun sendiri PPN terutang yang telah


disetor harus dilaporkan? Bila ya kemana?
PPN atas kegiatan membangun sendiri yang telah disetor harus dilaporkan
dengan cara sebagai berikut :
- bagi pengusaha (OP atau Badan) yang bukan Pengusaha Kena Pajak
melaporkan bukti setoran pajak (Surat Setoran Pajak) ke Kantor
Pelayanan Pajak lokasi bangunan didirikan.
- Sedangkan bagi PKP dapat dilaporkan di Kantor Pelayanan Pajak
ditempat PKP dikukuhkan melalui SPT Masa PPN setiap Masa Pajak
pelaksanaan kegiatan membangun sendiri

4. Bagaimana penghitungan PPN atas pengusaha emas?


Penghitungan PPN atas pengusaha emas, yaitu:
a. Orang Pribadi
 Dapat menggunakan DPP Nilai Lain sebagai DPP PPN.
 PPN yg terutang adl sebesar 10% x harga jual emas
perhiasan
 PPN yg hrs disetor = 10% x 20% x jml slrh penyerahan
emas
- 77 -

 PM tidak dpt dikreditkan

b. Badan
 menggunakan DPP sebesar harga jual
 PPN yg terutang 10% x harga jual
 PPN disetor = PK – PM
 PM dapat dikreditkan

5. Bagaimanakah penghitungan PPN atas pengusaha pedagang eceran?


Penghitungan PPN atas pengusaha pedagang eceran, yaitu:
a. Pedagang Eceran Yang Menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Netto
 PK = 10% x jml peredaran dan atau penerimaan bruto
 PM yg dpt dikreditkan= 80% x PK
 PPN disetor = 20% x PK

b. Pedagang Eceran Selain Yang Menggunakan Norma


Penghitungan Penghasilan Netto
 PK menggunakan DPP sebesar harga jual
 PPN terutang sebesar 10% x harga jual
 PPN disetor = PK - PM
 PM dapat dikreditkan

6. Bagaimana perlakuan PPN atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah


dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum?
Atas penyerahan Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum :
a. terutang PPN, jika :
Jasa yang disediakan oleh instansi pemerintah yang juga dapat
dilakukan oleh bentuk usaha lain, sepanjang tidak termasuk jasa yang
tidak dikenakan atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai sesuai ketentuan yang berlaku

b. tidak terutang PPN, jika :


Semua jenis jasa yang berasal dari semua kegiatan pelayanan yang
hanya bisa dilakukan oleh instansi pemerintah meliputi Departemen
- 78 -

dan Lembaga Non Departemen dan tidak dapat dilakukan oleh bentuk
usaha lain.

7. Bagaimana perlakuan PPN atas penyerahan jasa di bidang tenaga


kerja?
Perlakuan PPN atas penyerahan jasa di bidang tenaga kerja:
a. tidak terutang PPN
Penyerahan jasa di bidang tenaga kerja meliputi : Jasa tenaga kerja,
Jasa penyediaan tenaga kerja, dan Jasa penyelenggaraan latihan bagi
tenaga kerja.

b. terutang PPN
Jasa penyediaan tenaga kerja yang dilakukan oleh Pengusaha di
mana :
- Pengusaha penyedia tenaga kerja melakukan pembayaran gaji,
upah, honorarium, tunjangan dan sejenisnya kepada tenaga kerja;
atau
- Pengusaha penyedia tenaga kerja bertanggung jawab atas hasil
kerja dari tenaga kerja tersebut.
- Tenaga kerja dimaksud termasuk dalam struktur kepegawaian
pemberi jasa tenaga kerja.

8. Bagaimanakah perlakuan PPN atas penyerahan jasa penyelenggaraan


kegiatan?
Penyerahan jasa penyelenggaraan kegiatan adalah :
a. Jasa Penyelenggara Kegiatan (Event Organizer) adalah kegiatan
usaha yang dilakukan oleh Pengusaha Jasa Penyelenggara Kegiatan
antara lain meliputi kegiatan-kegiatan seperti penyelenggaraan
pameran, pameran konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar,
peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lainnya yang
memanfaatkan Jasa Penyelenggara Kegiatan termasuk di dalamnya
kegiatan-kegiatan yang mendukung kegiatan-kegiatan tersebut baik
atas permintaan dari Pengguna Jasa Penyelenggara Kegiatan
maupun diselenggarakan sendiri oleh Pengusaha Jasa
Penyelenggara Kegiatan;
- 79 -

b. Kegiatan lainnya adalah kegiatan-kegiatan lain dalam bentuk


apapun yang memanfaatkan Jasa Event Organizer seperti talk show,
penarikan undian, fashion show, ajang lomba, dan sejenisnya; atau
c. Kegiatan-kegiatan yang mendukung terselenggaranya suatu
kegiatan adalah suatu kegiatan baik sebelum, sesudah atau pada saat
terselenggaranya kegiatan seperti pemesanan gedung, penyediaan
ruangan, persiapan interior, penyediaan sound system, penyediaan
penari latar, dan sebagainya yang memanfaatkan Jasa
Penyelenggara Kegiatan.

Atas penyerahan Jasa Penyelenggara Kegiatan di dalam Daerah Pabean


dan atas pemanfaatan Jasa Penyelenggara Kegiatan yang berasal dari luar
Daerah Pabean, di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai.

Dasar pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang


terutang atas penyerahan Jasa Penyelenggara Kegiatan adalah meliputi :
a. biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Jasa
Penyelenggara Kegiatan kepada Pengguna Jasa Penyelenggara
Kegiatan;
b. imbalan yang diperoleh dari kegiatan tersebut termasuk bagi hasil; dan
c. biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Jasa
Penyelenggara Kegiatan kepada Pengguna Jasa Penyelenggara
Kegiatan karena pembatalan pemesanan kegiatan oleh Pengguna Jasa
Penyelenggara Kegiatan.

9. Bagaimana fasilitas PPN dan PPn BM atas Proyek Pemerintah yang


dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri?
Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar
negeri, mendapat fasilitas PPN dan PPn BM tidak dipungut yang
dilakukan oleh Kontraktor Utama. Dalam hal proyek tersebut didanai
sebagian oleh dana APBN/APBD/lainnya dan sebagian lagi oleh pinjaman
luar negeri/hibah maka fasilitas tersebut hanya berlaku atas bagian Proyek
Pemerintah yang dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar
negeri.
- 80 -

Apabila kontraktor utama meminta kontraktor lain untuk melakukan


sebagian atau seluruh pekerjaan proyek pemerintah tersebut maka atas
penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh kontraktor lain kepada
kontraktor utama tidak diberikan fasilitas sehingga PPN yang terutang
tetap dipungut.

PPN dan PPn BM  yang tidak dipungut, yaitu:    


a. Impor Barang Kena Pajak (BKP);
b. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean;
c. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean;
d. Penyerahan BKP dan/atau JKP.

Atas PPN dan PPn BM yang tidak dipungut sehubungan dengan impor
oleh Kontraktor Utama tidak perlu dibuatkan Surat Setoran Pajak.

Atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut tersebut,


Kontraktor Utama wajib membuat Faktur Pajak yang dibubuhi cap "PPN
dan PPn BM tidak dipungut"

10. Bagaimana perlakuan PPN atas penyerahan jasa keagenan tiket


kepada perusahaan penerbangan?
Perlakuan PPN atas penyerahan jasa keagenan tiket kepada perusahaan
penerbangan:
a. PPN terutang adalah 10% x DPP.
b. Dasar Pengenaan Pajak atas jasa keagenan adalah jumlah imbalan jasa
keagenan yang diterima atau seharusnya diterima oleh perusahaan
jasa keagenan.
c. Yang bertanggung jawab atas pemungutan PPN terutang atas
penyerahan jasa keagenan adalah :
- Atas penyerahan jasa keagenan oleh perusahaan jasa keagenan
kepada Pemungut PPN (Badan-badan Tertentu dan
Bendaharawan Pemerintah serta KPKN), pajak yang terutang
dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut PPN.
- Atas penyerahan jasa keagenan oleh Pemungut PPN kepada
Pemungut PPN, pajak yang terutang dipungut, disetor dan
dilaporkan oleh Pemungut PPN yang melakukan penyerahan Jasa
Kena Pajak.
- 81 -

- Atas penyerahan jasa keagenan kepada perusahaan angkutan yang


bukan Pemungut PPN, pajak yang terutang dipungut, disetor dan
dilaporkan oleh perusahaan jasa keagenan.

Namun dengan berlakunya sejak tanggal 24 Desember 2003 dengan


diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003,
Badan-badan tertentu bukan lagi merupakan Pemungut PPN. Sehingga
hanya KPKN dan Bendaharawan Pemerintah saja sebagai Pemungut PPN.

11. Bagaimana perlakuan PPN atas Jasa Boga (Catering)? Dan Apa yang
dimaksud dengan objek pajak restoran dan jasa boga?
a. atas penyerahan Jasa Boga (Catering) dikenakan PPN. DPP atas
penyerahan jasa boga atau katering adalah sebesar semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh Pengusaha Jasa Boga atau
Katering. Dengan demikian, PPN terutang atas penyerahan jasa boga
atau katering 10% x DPP.
b. Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran
dengan pembayaran. Tidak termasuk Pelayanan usaha jasa boga atau
katering.
c. Objek Jasa Boga atau Katering adalah penyediaan makanan dan atau
minuman lengkap dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya, untuk
keperluan tertentu berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau
tidak tertulis.
d. Keperluan tertentu adalah :
- pesta, resepsi, atau
perayaan;
- perjamuan;
- rapat atau pertemuan;
- makan karyawan pada
instansi Pemerintah atau Badan Usaha Pemerintah, perusahaan
swasta maupun perusahaan perseorangan;
- makan untuk pelanggan
perseorangan;
- perlombaan atau
pertandingan; atau
- acara-acara lain yang
sejenis.
- 82 -

12. Bagaimana perlakuan PPN atas service charge dalam rangka kegiatan
persewaan ruangan?
a. atas service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan
dikenakan PPN. Ada (2) dua elemen utama dalam kegiatan jasa
persewaan ruangan yaitu Sewa dan Service Charge.
b. Service charge adalah balas jasa yang menyebabkan ruangan yang
disewa tersebut dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan
oleh penyewa. Service charge dapat terdiri dari biaya listrik, air,
keamanan, kebersihan dan biaya administrasi.
c. Dasar Pengenaan Pajak atas service charge dalam rangka kegiatan
persewaan ruangan sejak bulan 3 Juni 2003 (Faktur Pajak Standar
yang dibuat/diterbitkan setelah 3 Juni 2003) adalah sebesar nilai
penggantian, yakni sebesar nilai tagihan service charge yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa.
d. PPN Terutang adalah 10% x DPP.

13. Bagaimana perlakuan PPN atas kegiatan freight forwarding?


a. atas kegiatan freight forwarding dikenakan PPN.
b. Freight Forwarding (Jasa Pengurusan Transportasi) adalah kegiatan
usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang
untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya
pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut dan
atau udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan,
sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan,
pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angakutan,
perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang
serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan
pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang
oleh yang berhak menerimanya.
c. Dasar Pengenaan Pajak :
Dalam hal dokumen-dokumen pabean (dokumen) untuk menagih
biaya freight dan biaya lainnya dari shipping line atau airline atau
supplier dibuat langsung atas nama
- Penerima jasa (konsumen perusahaan forwarder), maka biaya
freight dan biaya lainnya dapat dikurangkan dari Dasar
Pengenaan Pajak, karena dianggap sebagai reimbursement; atau
- 83 -

- Pemberi jasa (perusahaan forwader) dan bukan atas nama


penerima jasa (konsumen perusahaan forwarder), maka biaya
freight dan biaya lainnya tidak dapat dianggap sebagai
reimbursement, sehingga merupakan bagian dari Dasar
Pengenaan Pajak yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

14. Apabila Instansi Pemerintah memberikan Jasa Kena Pajak kepada


Instansi Pemerintah Lainnya apakah PPN yang terutang harus
dipungut oleh Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan?
Atas penyerahan JKP oleh Instansi Pemerintah kepada Instansi
Pemerintah Lainnya yang pembayarannya melalui KPKN atau
Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN sepanjang :
- pembayaran tersebut berasal dari APBN atau APBD; dan
- Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan
pembayaran yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Instansi Pemerintah tersebut.

15. Bagaimana perlakuan PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud


dan atau JKP dari Luar Daerah Pabean ?
Perlakuan PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari
Luar Daerah Pabean:
a. Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari
Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
orang pribadi (Non-PKP) atau badan (PKP) dikenakan PPN.
b. PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau
JKP dari luar Daerah Pabean dipungut oleh orang pribadi atau badan
yang memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah
Pabean, pada saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan
atau JKP dari luar Daerah Pabean.
c. PPN yang dipungut harus disetorkan seluruhnya ke Kas Negara
melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan dan dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak
yang sama dengan bulan penyetoran.
- 84 -

16. Apakah atas penyerahan aktiva berupa tanah/bangunan yang


diperoleh sebelum berlakunya UU PPN Tahun 1984 atau dibeli dari
non-PKP?
Perlakuan PPN atas aktiva berupa tanah/bangunan yang diperoleh sebelum
berlakunya UU PPN Tahun 1984 atau dibeli dari non-PKP
a. Atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya menurut
ketentuan dapat dikreditkan, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
berdasarkan Pasal 16D Undang-undang No. 18 Tahun 2000 (UU
PPN).
b. Dengan demikian, Atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjualbelikan, tidak terutang PPN apabila :
- Atas penyerahan aktiva tersebut dilakukan oleh bukan PKP; atau
- Pajak Masukan pada waktu perolehan aktiva tersebut tidak dapat
dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) UU PPN atau aktiva
tersebut diperoleh sebelum berlakunya Undang-undang PPN 1984
(sebelum 1 April 1985), sepanjang selama memiliki aktiva
tersebut tidak ada PPN yang dibayar dikreditkan sebagai Pajak
Masukan (misalnya dalam rangka perawatan, perbaikan dari
kerusakan, renovasi dll)

17. Bagaimana perlakuan atas PPN yang dipungut lebih besar atau lebih
kecil dari yang seharusnya terutang, atau tidak seharusnya terutang?
Perlakuan atas PPN yang dipungut lebih besar atau lebih kecil atau tidak
seharusnya terutang:
a. Pajak yang dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang atau
tidak seharusnya terutang dimana Pajak yang salah dipungut tersebut
telah disetorkan dan dilaporkan, maka PKP yang memungut Pajak
tersebut tidak dapat meminta kembali Pajak yang salah dipungut
tersebut. Yang dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut
tersebut adalah pihak yang terpungut dengan syarat Pajak yang salah
dipungut tersebut belum dikreditkan atau belum dibebankan sebagai
biaya.
- 85 -

b. Pihak yang terpungut adalah importir, pembeli barang, penerima jasa,


atau pihak yang memanfaatkan barang tidak berwujud atau jasa dari
luar Daerah Pabean.
c. Dalam hal pajak yang dipungut lebih kecil dari yang seharusnya
terutang maka pihak yang melakukan penyerahan harus memungut
kekurangan pajak tersebut. Pemungutan kekurangan pajak tersebut
dapat dilakukan dengan cara perbaikan Faktur Pajak (untuk
penyerahan BKP/JKP) dengan menggunakan SSP (untuk impor dan
pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari Luar daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean).

18. Dalam hal terjadi retur Jasa Kena Pajak? Apakah atas PPn yang telah
disetor dan dilaporkan dapat dikurangkan atau dikembalikan?
Dalam hal terjadi retur Jasa Kena Pajak, maka PPN yang telah terlanjur
dipungut, disetor dan dilaporkan oleh PKP yang melakukan penyerahan
dapat dikurangkan dengan cara perbaikan Faktur Pajak atas yang
berkenaan dengan penyerahan JKP tersebut. Sebagai konsekuensinya baik
PKP yang melakukan penyerahan maupun PKP yang menerima
penyerahan JKP harus memperbaiki SPT Masa PPN Masa Pajak Faktur
Pajak yang diperbaiki tersebut dilaporkan.

19. Bagaimana Perlakuan PPN Impor yang ditagih dengan SPKPBM?


Perlakuan PPN Impor yang ditagih dengan SPKPMB :
a. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Nihil.
b. Atas pembayaran PPN Impor (Pajak Masukan) yang ditagih dengan
SPKPBM dapat dikreditkan, sepanjang pembayaran PPN Impor
belum diterbitkan SKP-nya oleh Ditjen Pajak tersebut dan tidak
termasuk dalam pembayaran (pengeluaran) yang Pajak Masukannya
tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8)
UU PPN serta belum dibebankan sebagai biaya.
c. Atas pembayaran PPN tersebut dilaporkan pada SPT Masa PPN pada
Masa Pajak dilakukan pembayaran.
- 86 -

20. Bagaimana perlakuan PPN atas penyerahan kardus atau pembungkus


ke Kawasan Berikat?
Atas penyerahan kardus atau pembungkus ke Kawasan Berikat tidak
diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPn BM karena
kardus/pembungkus bukan untuk diproses lebih lanjut.

21. Barang-barang apa saja yang termasuk BKP Tertentu yang Bersifat
Strategis yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN?
Barang-barang yang termasuk BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang
atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:
a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;
c. bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan.

22. Barang-barang apa saja yang termasuk BKP Tertentu yang Bersifat
Strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN?
Barang-barang yang termasuk BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang
atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:
a. barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan
terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
b. makanan ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk
pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;
c. barang hasil pertanian oleh petani atau kelompok petani;
d. bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, penangkaran, atau perikanan;
e. air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
f. listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 watt.

23. Apa yang dimaksud dengan bibit dan atau benih yang dibebaskan dari
pengenaan PPN?
Bibit dan atau benih yang dibebaskan dari pengenaan PPN adalah bibit
dan atau benih sebagaimana didefenisikan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 135/KMK.05/1997, bahwa yang dimaksud dengan bibit
dan benih adalah segala jenis tumbuhan atau hewan yang nyata-nyata
- 87 -

untuk dikembangbiakan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang


pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.

24. Apakah batasan bahan baku makanan ternak yang dibebaskan dari
pengenaan PPN?
Bahan baku makanan ternak yang dibebaskan dari pengenaan PPN tidak
termasuk Pelengkap Makanan Ternak (Feed Suplement) dan Imbuhan
Makanan Ternak (Feed Additive).

25. Apakah defenisi barang hasil pertanian yang dibebaskan dari


pengenaan PPN?
Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha
di bidang :
a. pertanian, perkebunan dan kehutanan;
b. peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya.
Yang diserahkan oleh petani atau kelompok petani. Petani adalah orang
yang melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran,
penangkapan atau budidaya perikanan.

26. BKP Tertentu apa saja yang atas impornya dibebaskan dari
pengenaan PPN?
BKP Tertentu yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN
adalah:
a. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat
angkutan di udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja,
kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku
cadangnya  yang diimpor oleh Departemen Pertahanan,  Tentara
Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
(POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen
Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor tersebut, dan
komponen atau bahan yang belum dibuat di dalam negeri, yang
diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam
pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen
Pertahanan, TNI atau POLRI;
- 88 -

b. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi


Nasional (PIN);
c. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran
agama;
d. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap
ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan
oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan
Nasional, atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai,
Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan kegiatan
usahanya;
e. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan
atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan 
Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh
pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional
yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi
pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
f. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT
(PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan komponen atau bahan yang
diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api
Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang
akan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; dan
g. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen
Pertahanan atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung
pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI
atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.

27. BKP tertentu apa saja yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN?
- 89 -

BKP tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN


adalah:
- Rumah sederhana, rumah sangat
sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa
dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah;
- Senjata, amunisi, alat angkutan di air,
alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat angkutan di
darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli dan kendaraan angkutan
khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada
Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, dan komponen atau bahan
yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan amunisi oleh PT.
(PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI
atau POLRI;
- Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan
Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
- Buku-buku pelajaran umum, kitab suci
dan buku-buku pelajaran agama;
- Kapal laut, kapal angkutan sungai,
kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku
cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia
yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran
Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan
Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
- Pesawat udara dan suku cadang serta
alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia,
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan kepada
dan digunakan oleh Perusahaan  Angkutan Udara Niaga Nasional dan
suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam
rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
- 90 -

- Kereta api dan suku cadang serta


peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang
diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api
Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak
yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang
digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan
oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
- Peralatan berikut suku cadangnya yang
digunakan untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah
Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional
yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.

28. JKP Tertentu apa saja yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN?
JKP Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN:
a. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut
Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan
Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional, atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Nasional,  yang meliputi:
- Jasa persewaan kapal;
- Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa
pandu, jasa tambat, dan jasa labuh;
- Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal;
b. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional yang meliputi:
- Jasa persewaan pesawat udara;
- Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;
c. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh
PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
d. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan
bangunan berupa rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah
susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta
perumahan lainnya dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk
keperluan ibadah;
- 91 -

e. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana,


dan rumah sangat sederhana; dan
f. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI
yang dimanfaatkan dalam rangka penyediaan data batas photo udara
wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan
nasional.

29. Atas impor barang apa saja yang dibebaskan dari pungutan Bea
Masuk maka PPN dan PPn BM nya tidak dipungut?
Yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, tidak dipungut PPN dan PPn
BM. BKP yang dimaksud tersebut adalah:
a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas
di Indonesia berdasarkan azaz timbal balik;
b. barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar
pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di
Indoensia dan tidak memegang paspor Indonesia;
c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
atau kebudayaan;
d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain
semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan;
f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat
lainnya;
g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. barang pindahan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri,
mahasiswa yang belajar di luar negeri, Pegawai Negeri Sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Republik
Indonesia yang bertugas di luar negeri sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun, sepanjang barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan
mendapat rekomendasi dari Perwakilan Republik Indonesia setempat;
i. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas,
dan barangan kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan Pabean;
j. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
yang ditujukan untuk kepentingan umum;
- 92 -

k. perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi


keperluan pertahanan dan keamanan negara.

30. Barang-barang apa saja yang merupakan objek PPn BM?


Barang-barang yang menjadi objek PPn BM:
a. kendaraan bermotor;
b. non kendaraan bermotor, seperti:
- Kelompok alat rumah tangga, pesawat
pendingin, pesawat pemanas,  dan pesawat penerima siaran
televisi, misalnya lemari es, mesin cuci, televisi.
- Kelompok hunian mewah seperti rumah
mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya;
- Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan
antena serta reflektor antena;
- Kelompok wangi-wangian;
- Kelompok permadani tertentu selain yang
terbuat dari serabut kelapa (coir), sutera atau wool atau bulu
hewan halus;
- Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya,
sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan
umum;
- Kelompok peralatan dan perlengkapan olah
raga.

31. Jenis kendaraan bermotor apa saja yang tidak dikenakan PPn BM?
Jenis kendaraan bermotor yang tidak dikenakan PPn BM adalah CKD,
sasis, untuk pengangkut barang, kendaraan bermotor beroda dua dengan
kapasitas isi silinder sampai dengan 250 CC dan kendaraan untuk
pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih termasuk pengemudi.

32. Jenis kendaraan bermotor apa saja yang dibebaskan PPn BM?
Jenis kendaraan bermotor yang dibebaskan PPn BM adalah ambulan,
kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan,
kendaraan pengangkutan umum; kendaraan protokoler kenegaraan;
kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai
dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, yang digunakan untuk
kendaraan dinas TNI atau POLRI, dan kendaraan patroli TNI/ POLRI.
- 93 -

33. Apakah yang dimaksud dengan Stiker Lunas PPN?


Stiker Lunas PPN adalah pita yang terbuat dari kertas atau bahan lain yang
digunakan sebagai bukti pemungutan dan pelunasan Pajak Pertambahan
Nilai atas penyerahan produk rekaman suara maupun produk rekaman
gambar.

34. Jenis Stiker Lunas PPN apa saja yang ada?


a. Stiker Lunas PPN atas Produk Rekaman Suara:

JENIS DPP PPN TERUTANG


Kaset jenis A (berbahasa Indonesia) 8.000 800
Kaset jenis B (berbahasa Asing) 16.000 1.600
Kaset jenis C (berbahasa Daerah) 7.500 750
Compact Disc 1 (Indonesia & campuran 20.000 2.000
daerah)
Compact Disc 2 (Asing & campuran 48.000 4.800
Indonesia)
Video Compact Disc K-1 18.000 1.800
(Indonesia & campuran daerah)
Video Compact Disc K-2 50.000 5.000
(Asing & campuran Indonesia)

b. Stiker Lunas PPN untuk Produk Rekaman Gambar:

JENIS DPP PPN TERUTANG


JENIS I (Harga Jual s.d 10.000 1.000
10.000)
JENIS II (Harga Jual >10.000 12.500 1.250
s.d 20.000)
JENIS III (Harga Jual >20.000 25.000 2.500
s.d 40.000)
JENIS IV (Harga Jual >40.000 47.500 4.750
s.d 60.000)
JENIS V (Harga Jual >60.000 65.000 6.500
s.d 80.000)
JENIS VI (Harga Jual >80.000 85.000 8.500
s.d 100.000)
- 94 -

JENIS VII (Harga Jual >100.000) 150.000 15.000

35. Bagaimanakah perlakuan PPN atas hasil tembakau?


Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau
oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di
luar negeri oleh importir hasil tembakau dihitung dengan menerapkan tarif
efektif dikalikan dengan Harga Jual Eceran.
Besarnya tarif efektif atas penyerahan hasil tembakau adalah sebesar 8,4
% (delapan koma empat persen).

36. Apakah yang merupakan obyek Bea Meterai (Dokumen-dokumen


yang dikenakan BM) berdasarkan Pasal 2 UU BM?
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan
untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,
kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata, contoh : surat kuasa,
surat hibah, surat pernyataan.
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c. Akta-akta yg dibuat oleh PPAT, termasuk rangkap-rangkapnya.
d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:
- Yang menyebutkan penerimaan uang;
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang
dalam rekening di Bank;
- Yang berisi pemeberitahuan saldo rekening di Bank; atau
- Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.
e. Surat berharga seperti wesel, promes dan aksep.
f. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan, yaitu:
- Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
- Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, selain dari maksud semula.

37. Apakah yang bukan merupakan objek Bea Meterai (Dokumen-


dokumen yang tidak dikenakan BM) berdasarkan Pasal 4 UU BM?
- 95 -

a. Dokumen yang berupa:


- Surat penyimpanan barang;
- Konosemen;
- Surat angkutan penumpang dan barang;
- Keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen tersebut
di atas;
- Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
- Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
- Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat
tersebut di atas.
b. Segala bentuk ijazah.
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayarannya lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja
serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
d. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas
Pemerintah Daerah, dan bank.
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang
dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintah Daerah
dan bank.
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern
organisasi.
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan
kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lain yang
bergerak di bidang tersebut.
h. Surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian.
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.

38. Kapan saat terutang Bea Meterai?


a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak :
pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa
dokumen itu dibuat (bukan pada saat ditandatangani), misalnya
kuitansi, cek, dsb.
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak :
pada saat selesainya dokumen itu dibuat, yang ditutup dengan
pembubuhan tandatangan yang bersangkutan, misalnya surat
perjanjian jual beli, sewa menyewa, dsb.
- 96 -

c. Dokumen yang dibuat di Luar Negeri :


pada saat dokumen itu digunakan di Indonesia

39. Bagaimana cara pelunasan Bea Meterai?


a. Menggunakan Benda Meterai (meterai tempel),
yaitu :
- Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak
rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai, pada tempat
dimana tandatangan akan dibubuhkan.
- Pembubuhan ttd disertai dg pencantuman tgl, bl dan th dilakukan
dg tinta atau yg sejenis dg itu, shg sebagian ttd ada di atas kertas
dan sebagaian lagi di atas meterai tempel.
- Jika digunakan lbh dr satu meterai tempel, ttd hrs dibubuhkan
sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas.
- Apabila ketentuan tsb di atas tidak dipenuhi, mk dokumen ybs
dianggap tidak bermeterai.
b. Menggunakan cara lain yg ditetapkan oleh Menteri Keuangan
 KMK No. 133b/KMK.04/2000. Pasal 1 KMK mengatur bahwa
cara lain adalah dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
dengan menggunakan :
- mesin teraan meterai,
- teknologi percetakan,
- sistem komputerisasi, dan
- alat lain dengan teknologi tertentu.

40. Dokumen-dokumen apakah yang harus dilakukan Pemeteraian


Kemudian dan berapa besar Bea Meterai yang terutang?
a. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan
digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
Bea Meterai yang dilunasi adalah sebesar yang terutang pada saat
pemeteraian kemudian dilakukan;
b. Dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang dilunasi
sebagaimana mestinya.
Bea Meterai yang dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang terutang
dan ditambah denda sebesar 200% dari yang kurang dilunasi/terutang;
c. Dokumen yang dibuat di Luar Negeri yang akan digunakan di
Indonesia.
- 97 -

PP No. 7 Th.
UU BM 1995
No. Jenis Dokumen
(1 Jan 86 )- ( - 30 April (
2000)
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya Rp. 1.000,- Rp. 2.000,- R
yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau
keadaan yang bersifat perdata.
2. Akta-akta Notaris termasuk salinannya. Rp. 1.000,- Rp. 2.000,- R
3. Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Rp. 1.000,- Rp. 2.000,- R
Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk
rangkap-rangkapnya.
4. Surat-surat yang memuat jumlah uang : Berdasarkan batas Berdasarkan B
a.  Yang menyebutkan penerimaan harga nominal : batas harga b
uang a.   Sampai dengan nominal : n
b.  Yang menyatakan pembukuan uang Rp 250.000,- a.   Sampai a
tidak dikenakan dengan Rp
atau penyimpanan uang dalam
Bea Meterai. 250.000,-
rekening di Bank b.   Lebih dari Rp tidak
250.000,- s/d Rp dikenakan
c.  Yang berisi pemberitahuan saldo
1.000.000,- Bea
rekening di Bank
dikenakan Bea Meterai.
d.  Yang berisi pengakuan bahwa
Meterai Rp 500,-. b.   Lebih dari
hutang uang seluruhnya atau
c.    Lebih dari Rp Rp b
sebagiannya telah dilunasi atau
1.000.000,- 250.000,-
diperhitungkan.
dikenakan Bea s/d Rp
Meterai Rp 1.000.000,-
1.000,- dikenakan
Bea
Meterai Rp
1.000,-.
c.    Lebih dari
Rp
1.000.000,-
dikenakan c
Bea
- 98 -

PP No. 7 Th.
UU BM 1995
No. Jenis Dokumen
(1 Jan 86 )- ( - 30 April (
2000)
Meterai Rp
2.000,-

5. Cek dan Bilyet giro. Berdasarkan batas Rp. 1.000,- R


harga nominal (sesuai
dengan butir 4)  s/d
tg 14 Nop 89, mulai
tg 15 Nop 89 tarif Rp
500,-

6. Surat berharga seperti wesel, promes, Berdasarkan batas Berdasarkan B


dan aksep. harga nominal : batas harga b
a.  Sampai dengan nominal n
Rp 1.000.000,-, (sesuai dengan (
tidak dikenakan butir 4) d
Bea Meterai 4
b.   Lebih dari Rp
1.000.000,-
dikenakan Bea
Meterai Rp.
6.000,- 
7. Efek dan sekumpulan efek dengan Berdasarkan batas Berdasarkan B
nama dan dalam bentuk apapun. harga nominal batas harga b
(sesuai dengan butir nominal : n
6) a.  Sampai
dengan Rp
1.000.000,-
dikenakan
Bea
Meterai Rp
1.000,-
- 99 -

PP No. 7 Th.
UU BM 1995
No. Jenis Dokumen
(1 Jan 86 )- ( - 30 April (
2000)
b.   Lebih dari
Rp
1.000.000,-
dikenakan
Bea
Meterai Rp
2.000,- 

8. Dokumen yang akan digunakan sebagai Rp 1.000,- Rp 2.000,- R


alat pembuktian di muka pengadilan :
a.  Surat-surat biasa dan surat-surat
kerumahtanggaan
b.  Surat-surat yang semula tidak
dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk
tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, selain dari maksud
semula. 
- 62 -

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN,


BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

A. SUBJEK PAJAK ( 250304 )


1 Siapa Subjek PBB ?
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi,
dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek PBB yang dikenakan kewajiban
membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku menjadi Wajib Pajak.
 Dalam hal objek PBB belum jelas diketahui Wajib Pajaknya, maka Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak.
 Apabila Wajib Pajak dimaksud memberikan keterangan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak atas objek pajak
dimaksud, maka :
 Direktur Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya surat keterangan
dimaksud apabila keterangan dimaksud disetujui;
 Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan
disertai alasan-alasannya apabila keterangan yang diajukan itu tidak
disetujui;
 Apabila setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan,
maka keterangan yang diajukan itu dianggap diterima.
 Tanda pembayaran/pelunasan PBB bukan merupakan bukti pemilikan hak.

B. OBJEK PAJAK ( 250304 )

1 Apa yang menjadi Objek PBB ?


Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan.
 Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya;
 Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan/atau perairan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
- jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan
dengan kompleks bangunan tersebut;
- jalan TOL;
- kolam renang;
- pagar mewah;
- tempat olah raga;
- galangan kapal, dermaga;
- taman mewah;
- tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
- fasilitas lain yang memberikan manfaat.
- 63 -

2 Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan PBB ?


 Objek Pajak yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
 Objek Pajak yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu;
 Objek Pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak;
 Objek Pajak yang digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik;
 Objek Pajak yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan adalah
bahwa objek PBB semata-mata hanya digunakan untuk pelayanan umum dan nyata-
nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat diketahui antara lain
dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak
dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional
tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik Negara sesuai Pasal 2
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan.

3 Bagaimana perlakuan atas Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk
penyelenggaraan pemerintahan ?

Objek PBB yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,


penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

C. TARIF PAJAK (250304 )

1 Berapa besarnya tarif PBB ?


Tarif PBB adalah tunggal sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen).

D. DASAR PENGENAAN DAN CARA MENGHITUNG PBB (250304 )

1 Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan PBB ?


Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). NJOPTKP diberikan kepada
setiap Wajib Pajak sebagai pengurang penghitungan PBB terutang.

2 Berapa besarnya NJOPTKP ?


NJOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak sebesar
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak oleh Kepala
Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat
Pemda setempat.

3 Bagaimana perlakuan pemberian NJOPTKP kepada Wajib Pajak yang memiliki


lebih dari satu Objek PBB ?
NJOPTKP diberikan hanya sekali untuk Objek PBB yang nilainya paling tinggi
untuk satu tahun pajak.
- 64 -

4 Apakah dasar pengenaan PBB ?


Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (sales value = NJOP), yaitu
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
Bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual
Objek Pajak pengganti.
NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.
Yang dimaksud dengan :
 Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu
pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
 Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu
objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi
dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut;
 Nilai jual pengganti, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu
objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.

5 Bagaimana cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang ?


Cara untuk memudahkan penghitungan PBB terutang adalah dengan membuat
klasifikasi bumi dan bangunan, yaitu pengelompokan bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya. Klasifikasi dimaksud sekaligus sebagai pedoman penentuan
NJOP.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bumi adalah :
1. letak;
2. peruntukan;
3. pemanfaatan;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam dalam penentuan klasifikasi bangunan
adalah :
1. bahan yang digunakan;
2. rekayasa;
3. letak;
4. kondisi lingkungan dan lain-lain.

6 Apakah dasar penghitungan PBB ?


Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value = NJKP)
yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP yang dipergunakan sebagai dasar
penghitungan PBB. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen)
dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen) dari NJOP.
Berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2002:
 Objek PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sebesar 40 % dari
NJOP ;
 Objek PBB lainnya :
1) sebesar 40 % dari NJOP apabila NJOP bernilai Rp1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah ) atau lebih;
- 65 -

2) sebesar 20 % dari NJOP apabila NJOP bernilai kurang dari


Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah ).

7. Bagaimana cara menghitung PBB terutang ?


Penghitungan PBB adalah sebagai berikut :
- NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Jumlah NJOP bumi dan bangunan
- NJOP untuk penghitungan PBB = NJOP sebagai dasar pengenaan PBB
dikurangi dengan NJOPTKP
- NJKP = (20% atau 40%)* x NJOP untuk penghitungan PBB
- PBB yang terutang = 0,5% x NJKP
NJOP bumi = luas bumi x NJOP bumi per m2
NJOP bangunan = luas bangunan x NJOP bangunan per m2
*) Besarnya ditentukan berdasarkan jumlah NJOP bumi dan
bangunan dan sektor.

E. TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT YANG MENENTUKAN PBB


TERUTANG (250304 )

1. Kapan saat PBB terutang?


Saat PBB terutang adalah keadaan objek PBB pada tanggal 1 Januari untuk suatu
tahun pajak tertentu (jangka waktu satu tahun takwim)

2. Dimana tempat PBB terutang?


Tempat PBB terutang adalah :
a. untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang meliputi
letak objek PBB;
b. untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota, yang meliputi letak objek
PBB.

F. PENDAFTARAN, SURAT PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK (SPOP),


SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG (SPPT), DAN SURAT
KETETAPAN PAJAK (SKP) (250304 )

1. Apa kewajiban subjek PBB dalam rangka pendaftaran Objek PBB ?


Mendaftarkan objek PBB-nya dengan mengisi SPOP secara jelas, benar, dan
lengkap serta ditandatangani dan disampaikan ke KPPBB/KP4/tempat lain yang
ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi letak objek PBB, selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek PBB.
Pelaksanaan dan tata cara pendaftaran objek pajak sebagaimana diatur lebih lanjut
oleh Menteri Keuangan.
SPOP adalah sarana bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan Objek PBB yang akan
dipakai sebagai dasar untuk menghitung PBB yang terutang.
Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah :
 Jelas, berarti penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa,
sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun
Wajib Pajak sendiri;
 Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya;
- 66 -

 Lengkap berarti seluruh bagian yang harus diisi oleh Wajib Pajak terisi semua
dan ditandatangani.

2. Apa sanksi yang dapat dikenakan apabila Wajib Pajak tidak mengembalikan
SPOP atau mengisi SPOP secara jelas, benar, dan lengkap ?
a. Sanksi Administrasi
- Dalam hal WP tidak menyampaikan kembali SPOP pada waktunya dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan
dalam surat teguran, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
dengan sanksi berupa denda administrasi sebesar 25% dari PBB yang
terutang.
- Apabila pengisian SPOP setelah diteliti atau diperiksa ternyata tidak benar
(lebih kecil), maka akan diterbitkan SKP dengan sanksi berupa denda
administrasi sebesar 25% dari selisih besarnya PBB yang terutang.
b. Sanksi Pidana
- Barang siapa karena kealpaannya tidak mengembalikan SPOP atau
mengembalikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan/ atau
melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga menimbulkan kerugian
bagi negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam)
bulan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali lipat pajak yang terutang;
- Barang siapa karena dengan sengaja :
1). Tidak mengembalikan atau menyampaikan SPOP kepada Direktorat
Jenderal Pajak;
2). Menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan
atau melampirkan keterangan yang tidak benar;
3). Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen yang palsu
atau dipalsukan seolah-olah benar;
4). Tidak memperlihatkan data atau tidak meminjamkan surat atau
dokumen lainnya;
5). Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan;
sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima)
kali pajak yang terutang. Sanksi pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang
dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

3. Apakah yang dimaksud dengan SPPT ?


SPPT adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB mengenai besarnya PBB terutang
yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada 1 (satu) tahun pajak tertentu. SPPT
diterbitkan berdasarkan data sebagaimana tertulis pada SPOP.

4. Apa hak Wajib Pajak atas SPPT ?


 Menerima SPPT PBB setiap tahun pajak.
 Mendapatkan penjelasan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketetapan
PBB.
 Mengajukan keberatan dan atau pengurangan.
- 67 -

 Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau Bukti Pelunasan


Pembayaran PBB dari Tempat Pembayaran (TP yaitu Bank/Kantor Pos yang
tercantum pada SPPT atau ATM) atau Tanda Terima Sementara (TTS) dari
petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK
Walikota/Bupati.

5. Apa kewajiban Wajib Pajak atas SPPT ?


 Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan menyampaikannya kembali
kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP4 untuk diteruskan ke
KPPBB yang menerbitkan SPPT atau menyampaikannya ke KPPBB.
 Membayar/melunasi PBB terutang pada tempat yang telah ditentukan.

6. Apakah yang dimaksud dengan SKP PBB?


SKP PBB adalah Surat Keputusan Kepala KPPBB yang memberitahukan besarnya
PBB yang terutang termasuk denda administrasi kepada Wajib Pajak yang tidak
memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana mestinya.

7. Apa yang menyebabkan SKP PBB diterbitkan ?


SKP diterbitkan apabila :
 Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidak disampaikan kembali dalam
jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
 Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada ternyata jumlah
PBB yang terutang lebih besar dari jumlah PBB yang dihitung berdasarkan
SPOP yang disampaikan oleh WP.

8. Berapakah besarnya PBB terutang dalam SKP PBB?


 Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh pengembalian
SPOP lewat 30 hari setelah diterima WP adalah sebesar pokok pajak ditambah
dengan denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
 Jumlah PBB yang terutang dalam SKP yang disebabkan oleh hasill pemeriksaan
atau keterangan lainnya, dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda
administrasi 25% dari selisih PBB yang terutang.

G. TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN (250304 )

1. Kapan batas waktu pelunasan utang PBB ?


 Berdasarkan SPPT yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-
nya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.
 Berdasarkan SKP yang diterima, Wajib Pajak harus melunasi utang PBB-
nya selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP.

2. Berapa denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang belum melunasi utang
PBB-nya setelah lewat jatuh tempo ?
PBB terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung
- 68 -

dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

3. Bagaimana cara membayar PBB ?


Wajib pajak membayar PBB terutang melalui :
- Bank atau Kantor Pos yang tercantum pada SPPT atau
- ATM bank-bank tertentu (BCA, BII) atau
- Counter/teller bank-bank tertentu (Bank Nusantara Parahyangan) atau
- Petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dengan SK
Walikota/Bupati.
Catatan : Pembayaran harus dilakukan sekaligus (tidak diperkenankan mencicil).

4. Apakah dasar penagihan PBB ?


Dasar penagihan PBB adalah SPPT, SKP, dan Surat Tagihan Pajak (STP).

5. Apa saja yang dapat ditagih dengan STP PBB?


Pokok pajak terutang yang belum atau kurang dibayar dan atau denda administrasi.
STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya STP
oleh Wajib Pajak.

6. Dalam hal bagaimana STP PBB diterbitkan ?


 Wajib pajak tidak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo
pembayaran SPPT/SKP.
 Wajib pajak melunasi PBB terutang setelah lewat jatuh tempo pembayaran
SPPT/SKP, tetapi denda administrasi tidak dilunasi.

7. Apakah upaya yang dapat dilakukan apabila STP PBB telah lewat jatuh tempo dan
tidak dilunasi ?
Apabila STP PBB tidak dibayar setelah lewat jatuh tempo ditagih dengan Surat
Paksa (SP) berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa s.t.d.d. UU Nomor 19 Tahun 2000.

H. KEBERATAN DAN BANDING (250304 )

1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan PBB ?


Yang dapat diajukan keberatan PBB adalah besarnya PBB terutang sebagaimana
tercantum dalam SPPT atau SKP.
Keberatan dimaksud dapat dikarenakan :
 Kesalahan luas bumi dan atau bangunan;
 Kesalahan klasifikasi bumi dan atau bangunan;
 Kesalahan penetapan/pengenaan;
 Terdapat perbedaan penafsiran peraturan perundang-undangan PBB antara
Wajib Pajak dan fiskus;
 Kesalahan Penetapan Subjek Pajak.
Keberatan atas SPPT atau SKP harus diajukan masing-masing dalam satu surat
keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.
- 69 -

2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan PBB ?


 Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala
KPPBB disertai dengan alasan yang jelas.
 Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT atau SKP,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
 Diajukan per Objek PBB dan per tahun pajak.
 Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
o Bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat; dan/atau
o Bukti Surat Ukur/Rincik; dan/atau
o Akta Jual Beli; dan/atau
o SPPT/SKP; dan/atau
o Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan/atau
o Bukti pendukung (resmi) lainnya.
 Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat
Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan
melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut
bagi kepentingan Wajib Pajak.
 Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan PBB.
 Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar PBB dan pelaksanaan
penagihan.

3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan PBB ?


Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat
dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima.

4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan keberatan
diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan
alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

5. Apa bentuk keputusan keberatan ?


Keputusan Keberatan dapat berupa :
 menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti
kebenarannya.
 menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti
kebenarannya.
 menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan
dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
- 70 -

 menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam


pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan
peningkatan jumlah PBB-nya.

6. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya


ditolak ?
Wajib pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan
Pengadilan Pajak (BPP).
Ketentuan banding PBB mengikuti ketentuan dalam UU Nomor 6 Tahun 1983
tentang KUP stdtd UU Nomor 16 Tahun 2000.

7. Apa bentuk putusan Banding ?


Putusan Banding dapat berupa :
- menolak;
- mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
- menambah pajak yang harus dibayar;
- tidak dapat diterima;

8. Bagaimana sifat Putusan Banding ?


Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan
Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

9. Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?

Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan


pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran
yang menyebabkan kelebihan pembayaran PBB sampai dengan diterbitkannya
Putusan Banding.

I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB (250304 )

1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan PBB ?

Hasil penerimaan PBB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :


 10 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat (6,5% dikembalikan lagi secara
merata ke setiap kabupaten/kota dan 3,5% diberikan kepada kabupaten/kota yang
mencapai target penerimaan sektor pedesaan dan perkotaan);
 16,2 % (enambelas koma dua persen) untuk propinsi;
 64,8 % (enampuluh empat koma delapan persen) untuk kabupaten/kota.
 9 % (sembilan persen) untuk biaya pungut (diberikan kepada kabupaten/kota,
propinsi, dan Ditjen Pajak)

J. PENGURANGAN (250304 )

1. Kepada siapa pengurangan PBB dapat diberikan ?


Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang atas
Objek PBB dapat diberikan kepada :
- 71 -

 Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang
ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu
lainnya, yaitu :
o lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat
terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi;
o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat
disebabkan karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun,
sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
o Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
o Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak
Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius
sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin
perusahaan;
Pemberian pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh
lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.

 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti
gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebab-
sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan
hama tanaman.
Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100%
(seratus persen).
 Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan termasuk janda/dudanya.
Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan
tetapi bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75%
(tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib
Pajak.

2. Bagaimana tata cara pengajuan permohonan pengurangan PBB ?


 Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB yang
menerbitkan SPPT/SKP dengan menyebutkan persentase pengurangan yang
diminta.
 Pengajuan permohonan dilakukan dengan ketentuan :
o Untuk ketetapan PBB s/d Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dapat diajukan
secara perseorangan atau kolektif (melalui Kepala Desa/Lurah dan diketahui
oleh Camat).
o Untuk ketetapan PBB di atas Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) harus
diajukan oleh WP yang bersangkutan dengan melampirkan :
1). fotokopi SPPT/SKP PBB Tahun Pajak yang dimohonkan;
2). fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
3). fotokopi KTP/SIM/Tanda Pengenal Diri lainnya.
o Untuk WP Badan, melampirkan fotokopi :
- 72 -

1). SPPT/SKP PBB tahun yang dimohonkan;


2). fotokopi STTS tahun pajak terakhir;
3). SPT PPh tahun terakhir;
4). Laporan Keuangan Perusahaan.
o Untuk Objek Pajak yang terkena bencana alam, hama tanaman dan sebab
lain yang luar biasa dan bersifat massal diajukan oleh Kepala Desa/Lurah
dengan diketahui oleh Camat dengan mencantumkan nama-nama Wajib
Pajak yang dimohonkan pengurangannya dengan mempergunakan formulir
yang telah ditentukan.
 Permohonan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak
SPPT/SKP diterima Wajib Pajak atau terjadinya bencana alam atau sebab-sebab
lain yang luar biasa.
 Pengurangan atas SKP hanya dapat diberikan atas pokok ketetapan PBB terutang;
 Apabila batas waktu pengajuan tersebut tidak dipenuhi, maka permohonannya
tidak diproses, dan Kepala KPPBB yang bersangkutan harus memberitahukan
secara tertulis kepada WP/Kepala Desa/Lurah, disertai penjelasan seperlunya.

3. Apa kriteria pengajuan permohonan pengurangan PBB ?


 Pengurangan PBB untuk masing-masing kabupaten/kota hanya diberikan untuk
1 (satu) objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak;
 Dalam hal Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki, menguasai dan atau
memanfaatkan lebih dari 1 (satu) objek PBB maka objek yang dapat diajukan
permohonan pengurangan adalah objek PBB yang menjadi tempat domisili
Wajib Pajak;
 Dalam hal Wajib Pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih
dari 1 (satu) objek PBB adalah Wajib Pajak Badan, maka objek yang dapat
diajukan permohonan pengurangan adalah salah satu objek pajak yang dimiliki,
dikuasai, dan atau dimanfaatkan Wajib Pajak.

K. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PBB (250304 )

1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran PBB ?


Kelebihan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terjadi dalam hal
pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP) lebih besar dari jumlah PBB
yang seharusnya terutang.

2. Apakah penyebab terjadinya kelebihan pembayaran PBB ?


 Perubahahan peraturan;
 Surat Keputusan Pemberian Pengurangan;
 Surat Keputusan Penyelesaian Keberatan;
 Putusan Banding;
 Kekeliruan pembayaran.

3. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran PBB ?


Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi),
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.
- 73 -

4. Bagaimana tata cata pengajuan permohonan atas kelebihan pembayaran


PBB ?
 WP mengajukan permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
menyebutkan jumlah kelebihan pembayaran disertai alasan yang jelas kepada
Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP/STP.
 Surat permohonan disampaikan langsung atau dikirim melalui pos tercatat;
 Surat permohonan dilampiri dengan dokumen yang berkaitan dengan Objek
Pajak yang dimohonkan berupa:
- fotokopi SPPT/SKP/STP dan Surat Keputusan Keberatan/Banding
dan/atau Surat Keputusan pemberian pengurangan;
- Asli Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB.

5. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan


jawaban atas surat permohonan dari Wajib Pajak ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib
Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka
permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan.

6. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas pengembalian


kelebihan pembayaran PBB ?
Kepala KPPBB atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan :
 Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak PBB (SKKPP PBB), apabila
jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;
 Surat Pemberitaan (SPb), apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah
PBB yang seharusnya terutang;
 Surat Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang
dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.

7. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama Kepala KPPBB harus


menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB (SPMKPPBB)?
Kepala KPPBB harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak PBB
(SPMKPPBB) dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKKPPPBB.
Dalam hal KPPBB terlambat menerbitkan SPMKPPBB, maka WP diberikan bunga
sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKPPBB.

L. LAIN-LAIN (250304 )

1. Siapakah yang dimaksud Pejabat yang berkaitan dengan Objek PBB ?


Pejabat yang tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan objek PBB adalah :
Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah,
dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

2. Apa kewajiban Pejabat ?


Pejabat yang dalam jabatannya atau tugas pekerjaannya berkaitan langsung dengan
objek pajak, wajib :
- 74 -

 menyampaikan laporan bulanan mengenai semua mutasi dan perubahan keadaan


objek PBB secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek PBB;
 memberikan keterangan yang diperlukan atas permintaan Direktorat Jenderal
Pajak.

3. Selain Pejabat dimaksud siapakah yang mempunyai kewajiban untuk


memberikan keterangan yang ada hubungannya dengan objek PBB ?
Pejabat lain yang ada hubungannya dengan objek PBB yang mempunyai kewajiban
memberikan keterangan adalah Lurah atau Kepala Desa, Pejabat Dinas Tata Kota,
Pejabat Dinas Pengawasan Bangunan, Pejabat Agraria, Pejabat Balai Harta
Peninggalan..

4. Bagaimana seandainya pejabat dimaksud terikat dengan rahasia jabatan yang


harus dipegang sehubungan dengan penyampaian keterangan yang ada
hubungannya dengan objek PBB ?
Dalam hal pejabat dimaksud terikat oleh kewajiban untuk memegang rahasia
jabatan, kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan sepanjang menyangkut
pelaksanaan Undang-undang PBB.

5. Apa sanksi bagi Pejabat yang tidak menyampaikan laporan ?


Pejabat yang tidak memenuhi kewajiban dapat dikenakan sanksi menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain : Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Staatsblad Nomor 3
tentang Peraturan Jabatan Notaris.

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN


A. SUBJEK PAJAK (250304 )
1. Siapa Subjek BPHTB ?

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB
menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.
B. OBJEK PAJAK (250304 )

1. Apa yang menjadi objek BPHTB ?


Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
1. jual beli;
2. tukar-menukar;
3. hibah;
4. hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai
pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau
badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat
meninggal dunia;
5. waris;
- 75 -

6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan


hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada
Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal
pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian
hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan
kepada sesama pemegang hak bersama;
8. penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh
Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang;
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu
adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah
satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;
10. penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih
dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan
melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
11. peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha
dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan
usaha yang bergabung tersebut;
12. pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan
usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan
sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang
dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
13. hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan
atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada
penerima hadiah.

b. Pemberian hak baru karena:


1. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak
baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang
berasal dari pelepasan hak;
2. di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru
atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari
pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa
hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan
oleh orang pribadi atau badan.
o Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan
BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000;
o Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan pengenaan
BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun 2000;

2. Apa saja yang termasuk hak atas tanah ?


Hak atas tanah meliputi :
a. hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
b. hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku;
- 76 -

c. hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
d. hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
e. hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat
perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak
atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan.
f. hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain,
berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk
keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut
kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

3. Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?


 objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik;
 objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan
atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
 objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi
tersebut;
 objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau
karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
 objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf;
 objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah.

o Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan


untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang
digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat
maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang
digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.
o Yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak
lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk
pengakuan hak oleh Pemerintah.
o Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau
badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak
- 77 -

milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya


untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan
apapun.

C. TARIF PAJAK (250304 )

1. Berapa besarnya tarif BPHTB ?


Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).

D. DASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK (250304 )

1. Apakah dasar pengenaan BPHTB ?


Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu
a. jual beli adalah harga transaksi;
b. tukar-menukar adalah nilai pasar;
c. hibah adalah nilai pasar;
d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
e. waris adalah nilai pasar;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap adalah nilai pasar;
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
nilai pasar;
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
n. hadiah adalah nilai pasar;
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam Risalah Lelang.
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB
yang dipakai adalah NJOP PBB.

o Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan
telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
o Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum
ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2. Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan BPHTB ?


Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP diberikan
untuk setiap perolehan hak sebagai pengurang penghitungan BPHTB terutang.

3. Berapa besarnya NPOPTKP ?


NPOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak
Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi dalam hubungan keluarga
- 78 -

sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP regional paling
banyak Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
o Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri
Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat
Pemda setempat.

o Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 113 Tahun
2000.

4. Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?


 BPHTB terutang = 5 % x NPOP Kena Pajak;
 NPOP Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP.

E. SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG (250304 )

1. Kapan saat BPHTB terutang dan harus dilunasi ?


Saat terutang dan pelunasan BPHTB untuk:
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu tanggal
dibuat dan ditandatanginya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah/Notaris;
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
Kantor Pertanahan;
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta;
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal
ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau
kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang memuat antara lain nama pemenang lelang.
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap;
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke Kantor Pertanahan;
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah
sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani
dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

2. Dimana tempat BPHTB terutang?


Tempat BPHTB terutang adalah wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang
meliputi letak tanah dan atau bangunan.
- 79 -

F. PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN (250304 )

1. Sistem apakah yang dipakai sebagai dasar pemungutan BPHTB ?


Sistem self assessment, dimana Wajib Pajak membayar BPHTB yang terutang
dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.

2. Bagaimana cara membayar BPHTB ?


BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi
BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank
Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (SSB).

3. Dalam waktu berapa lama SKBKB dapat diterbitkan ?


Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.

4. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKB ?


BPHTB terutang dalam SKBKB adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang
dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan
dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya BPHTB sampai dengan
diterbitkannya SKBKB dimaksud.

5. Dalam waktu berapa lama SKBKBT dapat diterbitkan ?


Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru
dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah
BPHTB yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB.

6. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKBT ?


BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang
dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan
sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

7. Bilamana STB diterbitkan ?


Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) diterbitkan
apabila :
a. BPHTB yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai
akibat salah tulis dan atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
- 80 -

8. Berapa besarnya BPHTB terutang dalam STB ?


BPHTB terutang dalam STB akibat tidak atau kurang dibayar dan akibat salah tulis
dan atau hitung adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah
kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan sejak saat terutangnya BPHTB.

9. Bagaimana kedudukan STB dalam proses penagihan BPHTB ?

STB mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak sehingga
penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.

10. Apakah dasar penagihan BPHTB ?


 Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding
yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah.
 Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Keuangan.

11. Berapa lama jangka waktu pelunasan SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan
Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah?
 BPHTB terutang dalam SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah harus dilunasi
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak;
 Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud
tidak atau kurang dibayar, dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah
membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mempunyai kekuatan sama
dengan putusan pengadilan (parate executie).

G. KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN (250304 )

1. Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan BPHTB ?


Yang dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak adalah :
a. SKBKB, yaitu surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah BPHTB
terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
b. SKBKBT, yaitu surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah BPHTB
yang telah ditetapkan;
c. SKBLB, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
BPHTB karena jumlah BPHTB yang telah dibayar lebih besar daripada BPHTB
yang seharusnya terutang;
d. SKBN, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah BPHTB yang terutang
sama besarnya dengan jumlah BPHTB yang dibayar..

2. Bagaimana tata cara permohonan keberatan BPHTB ?


- 81 -

 Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala


KPPBB dengan mengemukakan jumlah BPHTB yang terutang menurut
penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang jelas, yaitu didukung
dengan data atau bukti bahwa jumlah BPHTB yang terutang atau lebih bayar
yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar;
 Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SKBKB, SKBKBT,
SKBLB, atau SKBN; kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
 Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
o Fotocopy SSB
o Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
o Fotocopy Akta/Risalah Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak
Baru/Putusan Hakim
o Fotocopy KTP/ Paspor / KK /identitas lain
 Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai
Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
 Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal
Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos
tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan
Wajib Pajak.
 Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar
pengenaan BPHTB.
 Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar BPHTB dan pelaksanaan
penagihan.

3. Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan BPHTB ?

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat
dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima.

4. Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan keberatan
BPHTB diterbitkan ?
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan
alasan tambahan atau penjelasan tertulis.

5. Apa bentuk keputusan keberatan ?


Keputusan Keberatan dapat berupa :
 menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti
kebenarannya.
 menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan
keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti
kebenarannya.
- 82 -

 menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan


dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
 menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam
pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan
peningkatan jumlah BPHTB-nya.

6. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya ditolak
?
 Wajib Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan
Pengadilan Pajak (BPP).
 Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

7. Apa bentuk putusan Banding ?


Putusan Banding dapat berupa :
- menolak;
- mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
- menambah pajak yang harus dibayar;
- tidak dapat diterima;

8. Bagaimana sifat Putusan Banding ?


Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan
Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

9. Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?


Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan
pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran
yang menyebabkan kelebihan pembayaran BPHTB sampai dengan diterbitkannya
Putusan Banding.

10. Kepada siapa pengurangan BPHTB dapat diberikan ?


Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib Pajak melalui permohonan karena:
a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek BPHTB, atau
b. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, atau
c. tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan
yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan.

H. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN (250304 )

1. Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?


Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a. BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;
b. BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang;
c. permohonan pengurangan dikabulkan;
d. pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau sebagian;
e. permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan seluruhnya atau
sebagian;
f. perubahan peraturan.
- 83 -

2. Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran BPHTB ?


Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi),
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.

3. Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan


jawaban atas surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB
dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib
Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka
permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan serta Kepala KPPBB harus
menerbitkan SKBLB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

4. Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas pengembalian


kelebihan pembayaran BPHTB ?
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan (sederhana dan lapangan)
menerbitkan:
 SKBLB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar daripada
jumlah BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran BPHTB yang tidak
seharusnya terutang;
 SKBN, apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah BPHTB yang
terutang;
 SKBKB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah
BPHTB yang seharusnya terutang.

5. Kapan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan ?


Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKBLB, yaitu dengan diterbitkannya Surat
Perintah Membayar Kelebihan BPHTB (SPMKB) oleh Kepala KPPBB. Dalam hal
Kepala KPPBB terlambat menerbitkan SPMKB, maka Wajib Pajak diberikan bunga
sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKB dimaksud.
.
I. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB (250304 )

1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ?


Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
- 20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah
pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
- 16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
- 64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.

J. KETENTUAN BAGI PEJABAT (250304 )

1. Kapan Pejabat dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan
atau bangunan, menandatangani risalah lelang, menandatangani dan
menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah (SKPH), mendaftar
peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat ?
- 84 -

 Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta


pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
 Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan
hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti
pembayaran berupa SSB.
 Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan SKPH hanya dapat
menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib
Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
 Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat
dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.

2. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris atau Pejabat Lelang Negara yang


menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan/risalah
lelang tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima
ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.

3. Apa kewajiban PPAT/Notaris atau Pejabat Lelang Negara ?


Melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan atau
Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat
Jenderal Pajak (KPPBB setempat) selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh)
bulan berikutnya.

4. Apa sanksi bagi PPAT/Notaris yang tidak melaporkan pembuatan akta


pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.

5. Apa sanksi bagi Pejabat Pertanahan yang menandatangani dan menerbitkan


SKPH atau mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah
wasiat tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

4. Apa sanksi bagi Kepala Kantor Lelang Negara yang tidak melaporkan
pembuatan risalah lelang ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
- 85 -

PEMERIKSAAN PENYIDIKAN DAN PENAGIHAN

A. Pemeriksaan (250304 )

1. Apakah yang menjadi tujuan pemeriksaan


 Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
 Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan

2. Mengapa Pemeriksaan Pajak Perlu dilakukan dalam Sistem Self


Assesment ?
 Pemeriksaan Pajak dilakukan dalam
upaya menguji kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya dalam menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan
membayarkan pajak terhutang sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku secara benar dan lengkap.
 Pemeriksaan Pajak juga merupakan
suatu sarana pengawasan untuk meningkatkan kepatuhan WP dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya

Penjelasan
Dalam Sistem sef assessment, Pemeriksaan Pajak perlu dilakukan untuk memberi
rasa keadilan pada WP yang telah memenuhi kewajiban perpajakannya dalam
menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan membayarkan pajak terhutang
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku secara benar dan lengkap.
Dalam proses Pemeriksaan Pajak juga dilakukan peyuluhan dan pembinaan kepada
WP yang diperiksa sehingga tingkat kepatuhannya semakin meningkat sekaligus
memberikan detterent effect kepada WP yang lain meskipun mereka tidak
diperiksa.

3. Apakah semua pegawai DJP boleh melakukan pemeriksaan ?


Tidak, hanya pegawai yang dinilai mampu dan kompeten saja yang boleh melakukan
pemeriksaan
Penjelasan
Tehadap pegawai yang dinilai mampu tersebut, Dirjen Pajak akan menerbitkan kartu
tanda pengenal pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak. Tanda pengenal
dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak tersebut harus diperlihatkan kepada Wajib
Pajak pada saat melakukan pemeriksaan. Wajib Pajak dapat menolak dilakukannya
pemeriksaan apabila pemeriksa tidak dapat menunjukkan kedua hal tersebut.

4. Apakah semua WP harus diperiksa ?


Tidak.
Penjelasan
Pemeriksaan Pajak dilakukan terhadap WP yang mencoba untuk tidak patuh atau
memutuskan untuk tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya perlu
dilakukan pemeriksaan sehingga menjadi WP patuh. Sedangkan bagi WP yang telah
patuh atau telah berupaya menjadi WP patuh perlu diberikan pembinaan dan
- 86 -

pelayanan dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sehingga menjadi


WP yang patuh secara sukarela.

5. Apa yang menjadi kriteria dilakukannya pemeriksaan ?


 SPT menunjukkan kelebihan pembayaran pajak;
 SPT menunjukkan rugi;
 SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu
yang ditetapkan;
 SPT yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak;
 Ada indikasi kewajiban perpajakan tidak dipenuhi.
Penjelasan
Semua Wajib Pajak berpeluang untuk dilakukan pemeriksaan sepanjang
memenuhi kriteria tersebut.

6. Apa jenis pemeriksaan dan berapa lama jangka waktunya?


 Pemeriksaan Sederhana Kantor: 4 minggu dan dapat
diperpanjang 2 minggu
 Pemeriksaan Sederhana Lapangan: 1 bulan dan dapat
diperpanjang 1 bulan
 Pemeriksaan Lengkap: 2 bulan dan dapat diperpanjang 6
bulan

7. Apa yang menjadi kewajiban Wajib Pajak yang sedang diperiksa?


 Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri
pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
 Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku,
catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran
pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut
tidak dipenuhi oleh wajib pajak, maka pajak yang terhutang dapat dihitung
secara jabatan;
 Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan
persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya;
 Dalam hal pemeriksaan lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib
menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan
tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui.

8. Apa yang menjadi hak dari Wajib Pajak yang diperiksa ?


 Wajib Pajak berhak meminta kepada
Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda
pengenal Pemeriksa;
 Wajib Pajak berhak meminta kepada
Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasn tentang maksud dan tujuan
pemeriksaan;
- 87 -

 Wajib Pajak berhak meminta kepada


Pemeriksa rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berkenaan dengan hal-
hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat pemberitahuan.

9. Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa diwakili oleh kuasanya, apakah syarat-
syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi kuasa dari Wajib Pajak
 Menyerahkan surat kuasa khusus yang asli;
 Menguasai ketentuan-ketentuan di bidang perpajakan, yang
dibuktikan dengan memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak atau ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh
lembaga pendidikan negeri/ swasta dengan status disamakan dengan negeri;
 Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lain di bidang keuangan negara

Penjelasan
Kewenangan kuasa dari Wajib Pajak tersebut meliputi pelaksanaan kewajiban formal
dan materiil serta pemenuhan hak Wajib Pajak yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan.

10. Dapatkah Pemeriksaan Lapangan dilaksanakan apabila Wajib Pajak atau


kuasanya tidak berada di tempat?
Dapat, sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk bertindak
selaku yang mewakili Wajib Pajak. Meskipun demikian terbatas untuk hal yang ada
dalam kewenangannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada
kesempatan berikutnya. Untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, maka sebelum
Pemeriksaan Lapangan ditunda, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan.

11. Apakah pemeriksaan dapat dilakukan oleh pemeriksa yang berbeda dalam
waktu yang bersamaan ?
Dapat. Apabila jenis pajak yang diperiksa atau tahun pajak nya atau lokasi tempat
pemeriksaannya berbeda / tidak sama.

12. Dapatkah Wajib Pajak diperiksa beberapa tahun berturut-turut?


Dapat.
Penjelasan
Wajib Pajak dapat diperiksa beberapa tahun berturut-turut dengan alasan
pemeriksaan yang berbeda-beda, misalnya:
 Surat Pemberitahuan Tahunan PPh
setiap tahun menyatakan lebih bayar;
 Surat Pemberitahuan Tahunan PPh
menyatakan rugi;
 Data Baru atau data yang belum
terungkap;
 Adanya data dari pihak ketiga, misalnya
pengaduan masyarakan;
 Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib
Pajak terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem Kriteria Seleksi;
- 88 -

13. Dapatkah pemeriksaan pajak diperluas ke tahun pajak sebelumnya?


Dapat, dengan alasan:
 Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak menyatakan adanya
kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan
pemeriksaan;
 Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Pemeriksaan,
Penyidikan dan Penagihan Pajak

14. Mengapa dilakukan pemeriksaan terhadap WP yang pindah alamat atau


daerah tempat tinggalnya ?
Pemeriksaan pada WP yang pindah alamat dilakukan sebagai langkah antisipatif
terhadap WP yang bersangkutan mempunyai itikad tidak baik untuk menggelapkan
kewajiban pajaknya dan juga untuk tertib administrasi perpajakan dimana WP yang
terdaftar di suatu KPP jika ingin pindah ke KPP lain maka berkas-berkas pajaknya
tetap berkelanjutan.

15. Apakah suatu kewajiban perpajakan yang telah di SKP bisa diperiksa kembali
oleh pihak fiskus?
Setiap SKP bisa diperiksa kembali atau dibetulkan kecuali bila telah lewat waktu
(daluwarsa 10 tahun). Kewajiban perpajakan yang telah di SKP akan diperiksa
kembali bila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum diungkap.
Data baru artinya data itu berasal dari temuan pemeriksa dari sumber lain dan atau
data yang semula belum diungkap adalah data yang belum disampaikan oleh WP
dalam laporan pajaknya. Bila data baru/data yang semula belum diungkap itu berasal
dari temuan pemeriksa sendiri maka disamping pokok pajak, WP juga harus
membayar sanksi kenaikan 100 % dan ditetapkan via SKPKBT. Tetapi bila data
baru/data yang semula belum diungkap itu disampaikan sendiri oleh WP maka
sanksi kenaikan tidak dikenakan.

16. Apa kriteria Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan ulang ?


 Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap
 Adanya laporan pengaduan yang masuk dari masyarakat
 Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Dirjen Pajak

17. Oleh karena pemeriksaan tahun berjalan membutuhkan buku-buku, catatan-


catatan dan dokumen pendukung yang mungkin dibutuhkan oleh Wajib Pajak
dalam menjalankan kegiatan usahanya pada tahun yang bersangkutan,
dapatkah buku-buku, catatan-catatan dan dokumen pendukung yang
dipinjamkan tersebut hanya berupa fotokopi?
Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang dipinjam dapat berupa
fotokopi dan atau hasil pengolahan data elektronik, dengan ketentuan Wajib Pajak
yang diperiksa membuat Surat Pernyataan Wajib Pajak bahwa fotokopi dan atau
hasil pengolahan data elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah
sesuai dengan aslinya.

19 Apabila Wajib Pajak tidak bersedia meminjamkan


buku-buku, catatan-catatan dan atau dokumen pendukung, bolehkah
Pemeriksa Pajak mengambil data-data tersebut secara paksa?
- 89 -

Tidak. Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Tidak Dapat Dipenuhinya
Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen.

20. Mengapa dalam pemeriksaan pajak Wajib Pajak yang


selalu membawa/menggotong semua file yang diminta ke kantor pajak dan
mengapa bukan Petugas Pajak yang datang ke kantor karena semua file ada
dikantor Wajib Pajak agar pemeriksaannya cepat selesai ?
Pelaksanaan Pemeriksaan tidak sepenuhnya dapat dilakukan ditempat WP oleh
petugas pemeriksa pajak yang bersangkutan, oleh karenanya jalan keluar yang
diambil adalah petugas pemeriksa meminjam dokumen WP untuk diperiksa di
Kantor Pajak atau WP diminta mengirimkan dokumen pembukuan ke Kantor Pajak
untuk diperiksa.
Penjelasan
Untuk jenis Pemeriksaan Kantor (PK), karena pemeriksaan pajak dilakukan di
Kantor Pajak maka tidak mungkin pemeriksaan dapat dilakukan kalau dokumen WP
yang diperlukan tidak dipinjamkan dan dikirimkan ke Kantor Pajak

21. Apa hak dan kewajiban pemeriksa pajak ?


Hak Pemeriksa pajak :
 Memanggil WP ke Kantor DJP dengan surat panggilan
pada pemeriksaan kantor
 Memeriksa dan atau meminjam buku, catatan dan
dokumen
 Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis
 Memasuki tempat atau ruangan tertentu
 Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu
 Meminta keterangan dan/atau data dari pihak ketiga
Kewajiban Pemeriksa pajak :
 Pemeriksa harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa dan dilengkapi Surat
Perintah Pemeriksaan
 Memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan Pemeriksaan
 Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan
 Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
 Membuat Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP)
 Memberi petunjuk kepada WP tentang penyelenggaraan pembukuan
 Mengembalikan buku, catatan, dan dokumen
 Tidak memberitahukan kepada pihak lain tentang segala sesuatu yang berkenaan
dengan Wajib Pajak yang diperiksa..

22. Apakah pemeriksa pajak berhak meminta fotokopi


rekening koran bank yang bukan atas nama perusahaan itu sendiri,?
Petugas pemeriksa pajak hanya boleh memeriksa dan meminjam dokumen
pembukuan yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang sedang diperiksanya (WP yang
tercantum dalam Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, sesuai dengan tahun pajak dan
jenis pajak-nya). Jadi dia tidak berhak meminta fotokopi rekening koran atas nama
pribadi pegawai perusahaan yang sedang diperiksa, tetapi dimungkinkan bagi
pemeriksa untuk meminta keterangan tertulis dari pihak ketiga (termasuk
pegawai/sekretaris dari perusaahaan yang sedang diperiksa) sehubungan dengan
- 90 -

transaksi yang pernah terjadi antara perusahaan yang sedang diperiksa dengan pihak
ketiga tersebut

24. Apakah Wajib Pajak mempunyai hak untuk meminta dasar koreksi dari
Pemeriksa Pajak?
Pemeriksa berkewajiban memberikan dasar koreksi pemeriksaan pajak apabila
diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan keberatan

25. Bolehkah Wajib Pajak tidak menyetujui hasil pemeriksaan?


Boleh. Hal ini merupakan salah satu hak dari Wajib Pajak dimana atas produk hasil
pemeriksaan tersebut dapat diajukan permohonan keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak.

26. Dalam hal apa pemeriksa dapat melakukan penyegelan ?


Penyegelan dapat dilakukan terhadap orang atau badan yang pada saat dilakukan
pemeriksaan tidak bersedia memberi kesempatan kepada petugas pemeriksa untuk
memasuki tempat-tempat/ruangan-ruangan tertentu yang diduga disimpan
didalamnya pembukuan, dokumen-dokumen, dan catatan-catatan yang diperlukan,
hal ini dilakukan guna mengamankan atau mencegah hilangnya pembukuan,
dokumen-dokumen dan catatan-catatan tersebut.

B. Penyidikan ( 250304 )

1. Apa yang termasuk dalam tindak pidana di bidang


perpajakan
Perbuatan yang
 dilakukan oleh seseorang atau badan yang diwakili orang tertentu
(pengurus);
 memenuhi rumusan undang-undang;
 diancam dengan sanksi pidana;
 melawan hukum;
 dilakukan di bidang perpajakan;
 dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara

2. Perbuatan apa saja yang termasuk tindak pidana di bidang


perpajakan ?
 Apabila Wajib Pajak karena kealpaannya :
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
 Apabila Wajib Pajak dengan sengaja :
- tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa
hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap; atau
- 91 -

- menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


29; atau
- memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar; atau
- tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,

3. Apa yang dimaksud dengan Penyidik Pajak ?


Pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak, yang
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku

4. Siapa saja yang dapat disidik dalam bidang perpajakan?


 Setiap orang yang karena kealpaannya:
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
 Setiap orang yang dengan sengaja:
- tidak mendaftarkan diri, atau
- menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak
atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; atau
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap; atau
- menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau
- memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar; atau
- tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
 Setiap orang yang melakukan percobaan untuk
melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau
melakukan kompensasi pajak.

4. Apakah Wajib Pajak yang diduga melakukan tindak pidana di bidang


perpajakan dapat langsung disidik?
Tidak, terhadap Wajib Pajak dilakukan Pengamatan atau Pemeriksaan lebih dahulu.
Penjelasan
Apabila berdasarkan hasil Pengamatan atau Pemeriksaan ditemukan indikasi tindak
pidana di bidang perpajakan, maka dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
Apabila hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan menunjukkan bahwa telah terdapat
- 92 -

bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, maka barulah diusulkan untuk
ditindaklanjuti dengan Penyidikan Pajak.

5. Apa saja yang menjadi wewenang penyidik pajak?


 Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan
dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan
bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
 Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
 Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana
dimaksud pada huruf e;
 Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
 Memanggil orang untuk didengar keterangannya
dan diperiksasebagai tersangka atau saksi;
 Menghentikan penyidikan;
 Melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang
bertanggung jawab.

6. Dalam hal apa penyidikan dapat dihentikan?


Penyidikan dihentikan dalam hal:
 Tidak terdapat cukup bukti, atau
 Peristiwa tersebut bukan merupakan
tindak pidana di bidang perpajakan, atau
 Daluwarsa (sepuluh tahun sejak saat
terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak,
atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan), atau
 Tersangka meninggal dunia, atau
 Perintah Jaksa Agung atas permintaan
Menteri Keuangan karena alasan penerimaan negara.
Penjelasan
Penghentian Penyidikan sebagaimana dimaksud pada butir terakhir hanya dilakukan
setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang
tidak seharusnya dikembalikan, ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda
sebesar empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak
seharusnya dikembalikan.
- 93 -

C. PENAGIHAN ( 250304 )

1. Apakah yang dimaksud dengan Penagihan Pajak?


Serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak yang dilakukan dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,
menjual barang yang telah disita.

2. Apa yang menjadi dasar penagihan pajak?


a. Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding,
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (STB), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak
c. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB, Surat Ketetapan
(SKP) PBB, dan Surat Tagihan PBB.
Penjelasan
Terbitnya ketetapan di atas, merupakan sarana administrasi bagi Direktur
Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak.

3. Berapa lama daluwarsa penagihan pajak?


Daluwarsa penagihan pajak adalah 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Penjelasan,
Daluwarsa ini dapat tertangguh apabila; diterbitkan surat teguran dan Surat Paksa,
ada pengakuan utang pajak dari WP baik langsung maupun tidak langsung.

4. Siapa yang dapat melaksanakan tugas penagihan pajak?


Jurusita Pajak.
Penjelasan
Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan
seketika sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan. Jurusita
Pajak diangkat dan diberhentikan oleh Pejabat.

5. Apakah Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengangsur atau


menunda pembayaran pajak terutang?
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak yang terutang dalam:
- Surat Tagihan Pajak,
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
- 94 -

- Surat Keputusan Pembetulan,


- Surat Keputusan Keberatan,
- Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang
bertambah
- Pajak Penghasilan Pasal 29

7. Kegiatan apa saja yang termasuk tahapan penagihan pajak ?


- Penerbitan Surat Teguran
- Penerbitan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus
- Penerbitan Surat Paksa
- Pelaksanaan penyitaan
- Pengumuman lelang
- Lelang

8. Dalam hal apa Surat Teguran diterbitkan?


Surat Teguran diterbitkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo
pembayaran STP/SKPKB/SKPKBT/SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding
yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

9. Dalam hal apa Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan?


Jurusita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran dan diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa,
apabila:
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya atau berniat untuk itu;
b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki
atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan
membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau
memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau
dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; atau
d. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga
atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

10. Dalam hal bagaimana Surat Paksa diterbitkan?


a. Jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi setelah
lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan pajak
seketika dan sekaligus
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam
Keputusan Persetujuan Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak.

11. Bagaimana kekuatan hukum dari Surat Paksa ?


Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penjelasan
- 95 -

Penerbitan Surat Paksa secara sah oleh Pejabat berwenang merupakan modal utama
bagi pelaksanaan penagihan pajak yang efektif, karena dengan terbitnya Surat Paksa
memberikan kewenangan kepada petugas penagihan pajak untuk melaksanakan
eksekusi langsung (parate executie) dalam penyitaan atas barang milik Penanggung
Pajak dan melakukan penjualan langsung atau melalui lelang atas barang-barang
tersebut untuk pelunasan pajak terutang tanpa melalui prosedur di pengadilan
terlebih dahulu.

12. Bagaimana caranya untuk memberitahukan Surat Paksa kepada Wajib Pajak
yang tidak ditemukan alamatnya?
- Mengirimkan foto kopi SP ke Pemda dimana Wajib Pajak
terakhir bertempat tinggal.
- Menempelkan SP atas nama Wajib Pajak tersebut di papan
pengumuman KPP.
- Mengumumkan SP atas nama Wajib Pajak tersebut di media
massa.

13. Bagaimana Pelaksanaan Surat Paksa terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak


yang bertempat tinggal / berdomisili / bertempat kedudukan diluar wilayah
KPP/KPPBB dimana WP terdaftar?
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tersebut wajib meminta bantuan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah
kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa.

14. Apa yang harus dilakukan oleh jurusita apabila dilarang memasuki tempat
Wajib Pajak?
- Memberi penjelasan kepada Wajib Pajak/PP bahwa tindakannya
menghalangi pelaksanaan tugas jurusita adalah berlawanan dengan hukum dan
dapat diancam pidana.
- Berdasarkan Hukum Pidana, jurusita tidak dapat memaksa Wajib
Pajak untuk memberi ijin memasuki tempatnya. Agar jurusita tidak melanggar
hukum pidana, ia harus meminta bantuan kepada Kepolisian untuk bersama-
sama melakukan penyitaan.
- Mengadukan Wajib Pajak/PP ke Polsek/Polres setempat
mengenai adanya pelanggaran pasal 212.
15. Apakah KPP/KPPBB dapat melakukan lelang atas aset yang disita, namun
tidak diberikan dokumen/sertifikat atas aset tersebut?
Dapat, sepanjang prosedur penyitaan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Penjelasan,
Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli
dan kepadanya diberikan Risalah Lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar
pendaftaran dan pengalihan hak. Risalah lelang tersebut memberikan perlindungan
hukum bagi pembeli lelang karena berfungsi sebagai akte jual beli. Disamping itu
Badan Pertanahan Nasional menjamin bahwa dalam proses pendaftaran tanah,
Risalah Lelang yang diterbitkan oleh Kantor Lelang Negara menggantikan
sertifikat sebelumnya.
- 96 -

16. Apakah KPP dapat melakukan penyitaan dan penjualan/lelang atas aset yang
dijaminkan Wajib Pajak kepada Bank?
KPP dapat menyita kalau bank belum menyita dan melelang aset Wajib Pajak yang
telah diletakkan hak tanggungan, guna membayar utang pajaknya lebih dahulu
sebelum membayar hutang yang lain termasuk hak tanggungan dan jaminan fidusia.
Penjelasan,
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak termasuk yang
penguasaannya ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang
tertentu.
Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik
Penanggung Pajak

17. Apakah KPP/jurusita dapat melakukan sita atas aset yang telah telah disita oleh
Pengadilan Negeri atau Instansi lain yang berwenang ?
Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh
Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.

18. Bagaimana dengan pelunasan


hutang pajak Wajib Pajak dalam hal aset Wajib Pajak / Penanggung Pajak
telah disita Pengadilan Negeri atau instansi lain?
Apabila Pengadilan Negeri/polisi/BPPN telah melakukan penyitaan terhadap aset
Wajib Pajak tersebut, maka jurusita segera menyampaikan salinan Surat Paksa dan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan kepada instansi tersebut, dengan permintaan
agar hasil penjualan/lelang aset yang disita PN/instansi lain tersebut untuk pelunasan
utang pajak.

19. Apakah sah


pelaksanaan penyitaan apabila Wajib Pajak/PP menolak menandatangani
Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS)?
Pelaksanaan sita tetap sah meskipun WP/PP menolak menandatangani BAPS.
Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam BAPS dan BAPS
ditandatangani oleh jurusita dan saksi-saksi. BAPS tersebut tetap sah dan
mempunyai kekuatan mengikat.

20. Bagaimana jurusita melaksanakan penyitaan atas aset WP di luar


wilayah KPP?
Dalam hal penyitaan harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, maka:
- Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah
kerjanya meliputi tempat aset Wajib Pajak/PP.
- KPP yang diminta bantuan setelah menerima Surat Permintaan
KPP (KPP domisili), KPP lokasi disertai salinan SP, segera menerbitkan SPMP.
- Jurusita KPP lokasi melaksanakan penyitaan dengan
menyerahkan SPMP dan BAPS.

21. Apakah penyitaan dapat dilakukan tanpa hadirnyaWajib Pajak?


Penyitaan tetap dapat dilaksanakan walaupun Wajib Pajak tidak hadir, sepanjang
salah seorang saksi berasal dari Pemda setempat, sekurang-kurangnya setingkat
Sekretaris Kelurahan/Desa.
- 97 -

22. Apabila WP/PP tidak bersedia memberitahukan saldo kekayaannya


yang tersimpan di bank , bagaimana tindak lanjutnya?
- DJP (Pejabat) mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank
disertai dengan penyampaian salinan SP dan SPMP.
- Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan
pemblokiran dan membuat Berita Acara Pemblokiran (BAP) serta
menyampaikan salinannya kepada DJP dan Penanggung Pajak.
- Jurusita setelah menerima BAP dari bank memerintahkan PP
untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya
yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita.
- Bila PP menolak memberikan kuasa pada bank, Pejabat meminta
bantuan Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank
memberitahukan saldo kekayaan WP yang tersimpan di Bank.
- Jurusita melakukan penyitaan dan membuat BAPS dan
menyampaikan salinan BAPS kepada Penanggung Pajak dan bank ybs.
- Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada
bank, setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak.

22. Bagaimana dengan pelunasan hutang pajak Wajib Pajak yang dinyatakan pailit
oleh pengadilan?
- Apabila Wajib Pajak telah dinyatakan pailit sebelum penyitaan
dilakukan, maka jurusita tidak dapat secara langsung menyita aset Wajib Pajak.
Jurusita menyampaikan Surat Paksa kepada Kurator, Hakim Pengawas atau
Balai Harta Peninggalan.
- Apabila jurusita telah melaksanakan penyitaan atas aset Wajib Pajak
sebelum Wajib Pajak dinyatakan pailit oleh PN, maka barang yang telah disita
dapat dilelang.
Penjelasan
Wajib Pajak yang dinyatakan pailit oleh pengadilan masih mempunyai kewajiban
untuk melunasi hutang pajaknya..

23. Apabila Wajib Pajak yang masih mempunyai utang pajak dinyatakan bubar
atau dilikuidasi oleh pengadilan, bagaimana dengan pelunasan utang pajak
Wajib Pajak?
Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan
pemberesan, atau likuidator.
Penjelasan
Wajib Pajak yang dinyatakan bubar atau dalam likuidasi oleh pengadilan masih
mempunyai kewajiban untuk melunasi utang pajaknya. KPP menyerahkan salinan
SP dan SPMP kepada likuidator atau orang/badan yang melaksanakan pemberesan.

24. KPP telah menyita aset WP tetapi belum dijual/dilelang, karena nilainya kecil
tidak sebanding dengan utang pajak dan biaya iklan pengumuman, bagaimana
tindak lanjutnya?
- KPP melakukan penyitaan tambahan sampai mencukupi untuk
pelunasan utang pajak.
- Dilanjutkan penjualan/lelang aset yang disita.
- 98 -

25 Apabila WP memperoleh Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang


mengakibatkan utang pajak berkurang atau nihil sehingga terdapat lebih bayar
sedangkan barang yang disita telah dilelang, apakah WP dapat meminta
kembali barangnya tersebut?
Tidak.
Penjelasan
Wajib Pajak tidak dapat meminta atau tidak berhak menuntut pengembalian barang
yang telah dilelang, apabila setelah pelaksanaan lelang Wajib Pajak memperoleh
keputusan keberatan atau putusan banding yang mengakibatkan utang pajak menjadi
berkurang atau nihil sehingga menimbulkan kelebihan pembayaran pajak,
Dalam hal ini, Pejabat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak dalam bentuk
uang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

26 Apa yang dimaksud dengan pencegahan?


Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak
tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

27 Apa kriteria Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dapat dilakukan


pencegahan?
a. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
b. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
c. Telah mendapat keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri

28 Apakah setelah dilakukan pencegahan terhadap WP/PP mengakibatkan


hapusnya utang pajak?
Tidak.
Penjelasan
Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak
dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

29 Apa yang dimaksud dengan penyanderaan?


Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak
dengan menempatkannya di tempat tertentu.

30 Apa kriteria Wajib Pajak / Penanggung Pajak yang dapat dilakukan


penyanderaan?
Kriteria Penanggung Pajak yang akan disandera adalah:
a. Mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
c. Telah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
d. Telah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan
Republik Indonesia.
Penjelasan
- 99 -

Penyanderaan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan


yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan
atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (untuk pajak daerah).

31 Apakah tindakan penyanderaan dapat dilakukan tanpa keputusan pengadilan?


Dapat
Penjelasan
Tindakan Penyanderaan adalah merupakan tindak lanjut pelaksanaan Surat Paksa
yang oleh UU diberikan kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

32 Siapa sajakah Penanggung Pajak yang dapat disandera?


1. Wajib Pajak Orang Pribadi, termasuk ahli waris.
2. Wajib Pajak Badan, diwakili oleh Pengurus, Komisaris, Pemegang saham
mayoritas atau pengendali, termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai
wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan
dalam menjalankan perusahaan.
Penjelasan
Wakil dari Wajib Pajak bertangggung jawab secara pribadi dan secara renteng atas
pembayaran pajak yang terutang.

33 Berapa lama masa penyanderaan?


Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk
selama-lamanya 6 (enam) bulan.

35 Apakah dengan berakhirnya masa penyanderaan tanpa pembayaran, utang


pajak Wajib Pajak/Penanggung Pajak menjadi hapus (dianggap lunas)?
Tidak,
Penjelasan
Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang
pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
Utang Wajib Pajak baru dianggap lunas setelah adanya pembayaran. Penyanderaan
hanyalah suatu sarana untuk memaksa Penanggung Pajak untuk melunasi utang
pajaknya dan bukan merupakan pengganti dari utang pajak.

36 Apa syarat dilakukannya pencabutan penyanderaan?


a. Utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas,
b. Jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan itu
telah terpenuhi,
c. Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; atau
d. Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan.

37. Apakah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung
Pajak yang disandera?
Wajib Pajak dapat melakukan gugatan rehabilitasi nama baik dan ganti rugi melalui
Pengadilan Negeri.
Penjelasan
- 100 -

Apabila ternyata Pengadilan Negeri mengabulkan gugatan tersebut, maka DJP


berkewajiban untuk merehabilitasi nama baik Penanggung Pajak dan memberikan
ganti rugi sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu) per hari selama Penanggung pajak
disandera.
- 101 -

LAIN-LAIN

1. Apakah ada cara lain bagi Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri selain di
KPP dan KP4?
Selain di KPP dan KP4, Wajib Pajak dapat menggunakan sarana pendaftaran secara
on-line dengan internet melalui e-registration di www.pajak.go.id
Penjelasan
Dengan adanya e-registration, Wajib Pajak dapat melakukan pendaftaran kapan dan
dimana saja tanpa perlu datang ke KPP. Pada saat mendaftar melalui internet, Wajib
Pajak akan langsung mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar Sementara yang berisi
keterangan Wajib Pajak dan NPWP serta KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

2. Apakah fungsi dari Surat Keterangan Terdaftar Sementara ?


Fungsinya sebagai sarana bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan.
Penjelasan
Surat Keterangan Terdaftar Sementara itu hanya dapat digunakan untuk pembayaran
serta pemotongan pajak sedangkan untuk transaksi dengan pihak ketiga tidak
berlaku.

3. Mengapa Surat Keterangan Terdaftar bersifat sementara ?


Surat Keterangan Terdaftar yang asli hanya dikeluarkan oleh KPP tempat Wajib
Pajak terdaftar.
Penjelasan
Apabila Wajib Pajak dalam janga waktu 30 hari sejak pendaftaran tidak
mengirimkan formulir pendaftaran beserta persyaratannya ke KPP, maka Wajib
Pajak tersebut tidak akan mendapatkan SKT dan Kartu NPWP asli dan NPWP Wajib
Pajak tersebut akan dihapus dari sistem e-registration.

4. Apakah e-registration hanya untuk kepentingan pendaftaran saja?


e-registration tidak hanya digunakan untuk kepentingan pendaftaran saja.
Penjelasan
Dengan e-registration, Wajib Pajak dapat melakukan perubahan data, mengajukan
pindah KPP dan juga penghapusan NPWP

5. Mengapa saya harus mempunyai account untuk pendaftaran On-Line ini?


Account tersebut sebagai sarana untuk dapat mengakses aplikasi e-registration.
Penjelasan
Account digunakan sebagai key untuk masuk ke aplikasi e-registration. Selama tidak
memiliki account Wajib Pajak tidak dapat mengakses e-registartion.

6. Ke KPP mana saya harus mengirimkan dokumen yang dibutuhkan untuk


proses pendaftaran secara On-Line ini ?
Ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Penjelasan
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan domisilinya sedangkan untuk Wajib
Pajak Badan berdasarkan lokasi usaha berada. Tempat KPP terdaftar dapat dilihat
langsung di Formulir Pendaftaran.
- 102 -

7. Dalam hal perlu dilakukan perubahan data-data Wajib Pajak, bagaimana


prosedurnya dalam e-registration?
Cukup dengan login dan langsung melakukan perubahan data. Setelah proses
perubahan dilakukan, Wajib pajak mengirimkan formulir dan lampiran yang
menyatakan perubahan item tersebut ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

8. Berapa lama saya akan mendapatkan SKT dan Kartu NPWP asli yang
dikeluarkan KPP dan kemana saya harus mengambilnya?
SKT dan Kartu NPWP asli diterbitkan oleh KPP sepajang KPP telah menerima
secara lengkap formulir dan persyaratannya dari Wajib Pajak. Wajib Pajak dapat
mengambilnya di KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar.

9. Bagaimana cara pembayaran pajak sehubungan dengan adanya sistem


MP3?
Pembayaran pajak dilakukan pada bank persepsi yang sudah On-Line dengan DJP.
Penjelasan
Untuk daerah yang belum On-line tidak diperbolehkan menerima pembayaran Pajak
dari Wajib Pajak

10. Bagaimana konsekuensi bank persepsi yang masih menerima pembayaran


pajak?
Bank persepsi yang masih menerima pembayaran dari Wajib Pajak tersebut akan
mendapatkan pinalti dari Direktorat Jenderal Anggaran.

11. Bagaimana kemudahan e-SPT bagi kepentingan pelaporan pajak?


Efisiensi
Penjelasan
Dengan aplikasi e-spt, Wajib Pajak dalam melaporkan pajaknya tidak perlu lagi
melampirkan lampirannya, tetapi cukup dengan merekamnya di disket atau CD dan
melampirinya dengan SPT induk. Disamping itu dilengkapi juga dengan petunjuk
pemakaian yang mampu mengupdate data SPT induk dari lampiran-lampirannya dan
juga perhitungan perpajakan dalam SPT secara otomatis sesuai dengan peraturan
yang berlaku

12. Bagaimana kemudahan e-filling bagi kepentingan pelaporan pajak ?


Memudahkan Wajib Pajak terutama dalam hal waktu.
Penjelasan
Dengan dibangunnya system e-filling akan sangat memudahkan Wajib Pajak karena
waktu akses menjadi lebih cepat, karena pada prinsipnya Wajib Pajak langsung me-
“load” data SPTnya ke Database DJP tanpa melalui KPP, disamping itu Wajib Pajak
hanya menyampaikan SPT Induk dan Berita Acara yang telah ditandatangani oleh
Wajib Pajak dan pengiriman data SPT dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja
dalam batasan waktu yang ditentukan

13. Dapatkah fasilitas dial up untuk mengakses layanan e-filling Jika di kantor
kami telah terkoneksi dengan jaringan internet, apakah kami dapat meng-akses
layanan e-filing tanpa menggunakan dial up?
Harus tetap menggunakan fasilitas dial up
Penjelasan
- 103 -

Saat ini layanan e-filling dengan cara dial up connection, kedepannya direncanakan
layanan e-filling akan tersedia di internet, sehingga memudahkan wajib pajak untuk
mengakses e-filling.

14. Jika Wajib Pajak menggunakan layanan e-filing, apakah masih harus
melapor ke KPP?
Ya.
Penjelasan
Pada prinsipnya layanan e-filing adalah mengirimkan file SPT ke DJP, sedangkan
pelaporannya masih harus dilakukan dan masih terikat dengan peraturan perpajakan
yang berlaku, yaitu dilaporkan sebelum tanggal 20 setiap bulannya, Yang dilaporkan
ke KPP adalah SPT Induk (tanpa lampiran) dan Berita Acara yang telah
ditandatangani serta kelengkapan SPT lainnya (SSP, Surat Lainnya).

15. Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika terjadi kesalahan pengiriman
data SPT melalui layanan e-filing?
Apabila belum melewati batasan tanggal pengiriman, dapat dilakukan pengiriman
ulang data SPT, sedangkan apabilan sudah lewat batasan tanggal pengiriman dapat
mengirimnya dalam bentuk spt pembetulan.

16. Apakah layanan e-filing mengikuti jam kerja KPP?


Tidak
Penjelasan.
pengiriman melalui layanan e-filing dapat dilakukan kapan saja, selama tidak
melewati batasan waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang.

17. Apa yang dilakukan untuk melakukan koneksi ke layanan e-filing?


a. Menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan antara lain PC dengan OS
WindowsXP, Windows2000,Windows2003, Modem dan Line Telepon eksternal
b. Mengedit file hosts (lokasinya : c:\windows\system32\drivers\etc),
tambahkan 10.254.22.234 apps1, lalu simpan
c. Menbuat windows dial up connection, isi nomor telepon, username dan
password yang telah diberikan.
d. Jalankan Dial up connection, lalu buka internet explorer, buka webpage
dengan alamat http://apps1:7778

18. Jika kami melakukan pengiriman data SPT berkali-kali melalui layanan e-
filing, berita acara mana yang harus dilaporkan ?
Berita acara dari pengiriman data SPT yang terakhir. Hal ini karena diasumsikan
yang dikirim terakhir oleh Wajib Pajak adalah data yang up todate

19. Jika pada saat pengiriman data, terjadi masalah sehingga mengakibatkan
berita acara tidak tercetak, apa yang harus dilakukan ?
Harus dilakukan pengiriman ulang data SPT, namun apabila kegagalan tetap terjadi
berulang-ulang, segera hubungi petugas yang bertanggung-jawab di KPP.
- 104 -

20. Bagaimana melakukan proses impor data kedalam aplikasi e-SPT ?


Data dapat diimpor ke dalam aplikasi e-SPT dengan mengikuti format yang telah
ditentukan dalam aplikasi e-SPT. Format Standar file impor tersebut dapat dilihat
pada petunjuk penggunaan aplikasi e-SPT.

21. Bagaimana Setting ODBC ?


Setting ODBC (Open Database Connectivity) dapat dilihat pada petunjuk
penggunaan aplikasi e-SPT yang disertakan dalam aplikasi e-SPT.

22. Apakah e-SPT bisa dipakai multi user ?


Dapat.
Penjelasan
Aplikasi bisa digunakan bersama-sama dengan banyak user agar memudahkan
pekerjaan dan efisiensi waktu.

23. Dalam satu PC, apakah bisa digunakan untuk mengiput data e-SPT untuk
beberapa WP/NPWP ?
Bisa.
Penjelasan
Input data e-SPT dalam satu PC untuk beberapa WP/NPWP dilakukan dengan cara :
a. Meng-copy database kosong kedalam beberapa folder sesuai dengan jumlah
WP.
b. Ketika melakukan perekaman, ODBC disesuaikan dengan database yang akan
diakses.

24. Apakah yang harus dilakukan, jika akan merekam data SSP namun tidak
memiliki NTPP ?
Mengisikan ‘0’ sebanyak 16 digit pada kolom NTPP dengan tujuan agar data dapat
direkam melalui sistem MP3.
- 105 -

SEKRETARIAT

1. Siapakah Pegawai Negeri Sipil ?


Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pegawai Negeri Sipil terdiri dari :


a. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Daerah;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Siapa saja yang berhak menjadi Pegawai Negeri Sipil?


Yang berhak menjadi Pegawai Negeri Sipil adalah :
a. Setiap Warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan, mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Pegawai
Negeri Sipil;
b. Apabila pelamar yang dimaksud di atas diterima, maka ia harus melalui masa
percobaan dan selama itu berstatus sebagai calon Pegawai Negeri Sipil;
c. Calon Pegawai Negeri Sipil diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil setelah
melalui percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan selama-lamanya 2
(dua) tahun.

3. Apa saja kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi oleh Pegawai Negeri
Sipil?
Kewajiban bagi Pegawai Negeri Sipil adalah :
a. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah;
b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri
sendiri serta menghindarkan segala sesuatu yang mendesak kepentingan Negara
oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai
Negeri Sipil;
d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji
jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang
langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
Negara;
i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan
Korps Pegawai Negeri Sipil;
j. Segera melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat
membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang
keamanan, keuangan, dan materiil;
k. Mentaati ketentuan jam kerja;
l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
- 106 -

m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-


baiknya;
n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut
bidang tugasnya baik-baik;
o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;
r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya;
t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun
terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
v. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk
agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;
w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat;
x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku;
y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang
diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Larangan bagi Pegawai Negeri Sipil adalah :


a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara,
Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
b. Menyalahgunakan wewenangnya;
c. Tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing;
d. Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik Negara;
e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan
barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak
sah;
f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau
orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan
keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan Negara;
g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam
terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan
kerjanya;
h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga
yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau
mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil;
i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat
Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang
dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang
dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayaninya;
l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena
kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain;
- 107 -

n. Bertindak selaku perantara bagi suatu pengusaha atau golongan untuk


mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;
o. Memiliki saham modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam
ruang lingkup kekuasaannya;
p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan sahamnya tidak dalam ruang
lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa
sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung
menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi
direksi, pimpinan, atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat
Pembina (Gol. IV/a) ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;
r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan
tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.

4. Apa saja hak-hak yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil?


Setiap Pegawai Negeri Sipil memperoleh hak-hak sebagai berikut :
a. Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya;
b. Memperoleh cuti;
c. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan
karena menjalankan tugas dan kewajibannya, berhak memperoleh perawatan;
d. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkannya
tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berhak memperoleh
tunjangan;
e. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang
duka.

5. Hukuman apa saja yang dapat dikenakan atas pelanggaran peraturan disiplin
oleh Pegawai Negeri Sipil ?

No Tingkat Hukuman Jenis Hukuman Disiplin


Disiplin
1. Hukuman Disiplin a. Tegoran lisan
Ringan b. Tegoran tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
2. Hukuman Disiplin a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun
Sedang b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1
(satu) tahun
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun
3. Hukuman Disiplin a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling
Berat lama 1 (satu) tahun
b. Pembebasan dari jabatan
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai
Negeri Sipil
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil

6. Siapakah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin terhadap


Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan disiplin?
Pejabat yang berwenang menghukum adalah Menteri dan Jaksa Agung, kecuali jenis
hukuman disiplin :
No Jenis Hukuman Disiplin Terhadap Pegawai Negeri Sipil
- 108 -

1. a. Pemberhentian dengan hormat tidak atas


permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil Berpangkat Pembina Tk. I (Gol. IV/b) ke atas
b. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
Pegawai Negeri Sipil

2. Pembebasan Jabatan Memangku jabatan struktural eselon I atau jabatan


lain yang wewenang pengangkatan dan
pemberhentiannya berada di tangan Presiden

Selanjutnya wewenang penjatuhan hukuman disiplin tersebut didelegasikan oleh


Menteri Keuangan kepada para pejabat di lingkungan Departemen Keuangan RI
yaitu sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini :

No. Pejabat Hukuman Disiplin Yang Terhadap PNS


Didelegasikan
1. PEJABAT ESELON I :
a. Sekretaris Jenderal a. Tegoran lisan
b. Dirjen Anggaran b. Tegoran tertulis
c. Dirjen Pajak c. Pernyataan tidak puas secara
tertulis Yang memangku jabatan
d. Dirjen Bea dan Cukai d. Penundaan kenaikan gaji berkala struktural eselon II atau yang
untuk paling lama 1 (satu) tahun setingkat di lingkungan
e. Dirjen Pembinaan BUMN e. Penurunan gaji sebesar satu kali masing-masing
kenaikan gaji berkala untuk
paling lama 1 (satu) tahun
f. Dirjen Lembaga Keuangan f. Penundaan kenaikan pangkat
untuk paling lama 1 (satu) tahun
g. Dirjen PKPD
h. Dirjen Piutang & Lelang g. Penurunan pangkat pada pangkat Yang memangku jabatan
Negara yang setingkat lebih rendah untuk struktural eselon II, III, IV, V
paling lama 1 (satu) tahun dan yang setingkat serta
Pegawai Negeri Sipil lainnya
di lingkungan masing-masing
i. Inspektur Jenderal
j. Ketua Bapepam h. Pembebasan jabatan Yang memangku jabatan
k. Kepala BAF struktural eselon IV, V dan
yang setingkat di lingkungan
l. Kepala BAKUN masing-masing
m. Kepala Bintek
n. Kepala BPPK

2. PEJABAT ESELON II : a. Tegoran lisan Yang memangku jabatan


Sekretaris Direktorat Jenderal b. Tegoran tertulis struktural eselon III atau yang
/Badan, Sekretaris Inspektorat c. Pernyataan tidak puas secara setingkat di lingkungan
Jenderal, Kepala Biro, Direktur, tertulis masing-masing
Inspektur, Kepala Pusat
Pendidikan dan Pelatihan, Kepala d. Penundaan kenaikan gaji berkala Yang memangku jabatan
Pusat, Sekretaris BPSP, Kepala untuk paling lama 1 (satu) tahun struktural eselon III, IV, V
Kantor Wilayah atau jabatan lain e. Penurunan gaji sebesar satu kali dan yang setingkat serta
yang setingkat kenaikan gaji berkala untuk Pegawai Negeri Sipil lainnya
paling lama 1 (satu) tahun di lingkungan masing-masing
- 109 -

No. Pejabat Hukuman Disiplin Yang Terhadap PNS


Didelegasikan
f. Penundaan kenaikan pangkat
untuk paling lama 1 (satu) tahun

3. PEJABAT ESELON III : a. Tegoran lisan Yang memangku jabatan


Kepala Bagian, Kepala Sub b. Tegoran tertulis struktural eselon IV dan yang
Direktorat, Kepala Bidang, c. Pernyataan tidak puas secara setingkat di lingkungan
Sekretaris Pengganti BPSP, tertulis masing-masing
Kepala Kantor (eselon III),
Kepala Balai, Kepala Pangkalan
Sarana Operasional atau jabatan
lain yang setingkat
4. PEJABAT ESELON IV : a. Tegoran lisan Yang memangku jabatan
Kepala Sub Bagian, Kepala b. Tegoran tertulis struktural eselon V dan yang
Seksi, atau jabatan lain yang c. Pernyataan tidak puas secara setingkat serta Pegawai
setingkat tertulis Negeri Sipil lainnya di
lingkungan masing-masing

7. Kapan berlakunya hukuman disiplin?


Keputusan hukuman disiplin mulai berlaku sebagaimana dijelaskan dalam tabel
berikut :

No. Jenis Hukuman Disiplin Mulai Berlaku


1. Hukuman disiplin tingkat ringan
Sejak tanggal disampaikan oleh
a. Tegoran lisan
pejabat yang berwenang menghukum
b. Tegoran tertulis
kepada Pegawai Negeri Sipil yang
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
dijatuhi hukuman disiplin
2. Hukuman disiplin tingkat sedang dan berat
Apabila tidak ada keberatan
a. Penundaan kenaikan gaji berkala Pada hari ke - 15 (lima belas)
b. Penurunan gaji terhitung mulai tanggal penyampaian
c. Penundaan kenaikan pangkat surat keputusan hukuman disiplin itu
d. Penurunan pangkat pada pangkat setingkat lebih rendah kepada Pegawai Negeri Sipil yang
e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri bersangkutan
f. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

Apabila ada keberatan


a. Penundaan kenaikan gaji berkala
Sejak tanggal keputusan atas
b. Penurunan gaji
keberatan itu ditetapkan oleh atasan
c. Penundaan kenaikan pangkat
pejabat yang berwenang menghukum
d. Penurunan pangkat pada pangkat setingkat lebih rendah
atau oleh Badan Pertimbangan
e. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri Kepegawaian
f. Pemberhentian tidak dengan hormat

3. Hukuman disiplin pembebasan dari jabatan Sejak tanggal keputusan hukuman


disiplin itu ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang menghukum

4. Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir Hari ke-30 (tiga puluh) terhitung
pada waktu penyampaian keputusan hukuman disiplin mulai tanggal yang ditentukan untuk
penyampaian keputusan hukuman
disiplin
- 110 -

8. Apakah sanksi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh
yang berwajib?
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib karena
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian
sementara sampai mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

No. Alasan Pemberhentian Sementara Besarnya Gaji Yang Dibayarkan


1. Melakukan kejahatan/pelanggaran jabatan a. Jika terdapat petunjuk-petunjuk yang
cukup meyakinkan bahwa ia telah melakukan
pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan
berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar
50 % dari gaji pokok yang diterimanya terakhir;

b. Jika belum terdapat petunjuk-petunjuk


yang jelas tentang telah dilakukannya pelanggaran yang
didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia
diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75 % dari gaji
pokok yang diterimanya terakhir.

2. Melakukan kejahatan/pelanggaran yang Mulai bulan berikutnya ia diberhentikan bagian gaji sebesar
tidak menyangkut jabatannya 75 % dari gaji pokok yang diterimanya terakhir

1. Pegawai Negeri yang menerima bagian gaji seperti disebutkan di atas mendapat
tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain, kecuali
tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan
jabatannya menurut peraturan yang berlaku dan dihitung atas dasar bagian gaji
yang diterimanya.
2. Untuk menghindarkan kerugian bagi keuangan negara, maka perkara yang
menyebabkan seorang Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian
sementara, harus diperiksa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya agar dapat
diambil keputusan yang tepat terhadap diri pegawai yang bersangkutan.

9. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, tindakan apa yang
harus dilakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut?
Perlakuan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah dilakukan pemeriksaan oleh
pihak berwajib atas dakwaan yang ditujukan kepadanya sebagaimana tabel di bawah
ini :

Perlakuan Terhadap PNS Yang Sebelumnya


No. Hasil Pemeriksaan
Telah Diberhentikan Sementara
1. Terbukti Tidak a. PNS tersebut direhabilitasikan yaitu diaktifkan dan
bersalah dikembalikan pada jabatan semula terhitung sejak ia dikenakan
pemberhentian sementara;

b. Selama masa diberhentikan untuk sementara ia


berhak mendapat gaji penuh serta penghasilan-penghasilan lain
yang berhubungan dengan jabatannya.
2. Terbukti Bersalah a. Dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak
diberhentikan karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
- 111 -

Perlakuan Terhadap PNS Yang Sebelumnya


No. Hasil Pemeriksaan
Telah Diberhentikan Sementara
karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman
hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun;
b. Dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena dihukum
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan yang ancaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih;
c. Diberhentikan tidak dengan hormat karena
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang
ada hubungannya dengan jabatan.

10. Apabila dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terdapat tindakan


dari aparat pajak yang menyimpang atau masyarakat merasa kurang/tidak
puas terhadap pelayanan yang diberikan, bagaimana cara menyampaikan
pengaduan masyarakat agar perbuatan aparat/oknum tersebut dapat
ditindaklanjuti?
Pengaduan masyarakat dapat disampaikan ke Kotak Pos 5000, Kotak Pos 111
JKTM 12700, Komisi Ombudsman, dan Inspektorat Jenderal (sesuai flow chart
dibawah), pengaduan yang masuk kemudian akan disampaikan ke Direktur
Jenderal Pajak untuk ditindaklanjuti.
Pengaduan
Masyarakat

Kotak Pos Kotak Pos Komisi Inspektorat


5000 111 JKTM 12700 Ombudsman Jenderal

Direktur Jenderal
Pajak

Tindak lanjut
- 112 -

11. Apakah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Direktorat Jenderal


Pajak menerapkan transparansi (bersifat terbuka), transparansi tersebut
meliputi apa?
Ya, meliputi:

a. Transparansi manajemen penyelenggaraan pelayanan publik


b. Prosedur pelayanan
c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
d. Rincian biaya pelayanan
e. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
f. Lokasi pelayanan
g. Janji pelayanan
h. Standar pelayanan publik
i. Informasi pelayanan

12. Hukuman apa saja yang dapat dikenakan atas pelanggaran peraturan disiplin
oleh Pegawai Negeri Sipil ?

Tingkat
No Hukuman Jenis Hukuman Disiplin
Disiplin
1. Hukuman Disiplin a. Tegoran lisan
Ringan b. Tegoran tertulis
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
2. Hukuman Disiplin a. Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun
Sedang b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling
lama 1 (satu) tahun
c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun
3. Hukuman Disiplin a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk
Berat paling lama 1 (satu) tahun
b. Pembebasan dari jabatan
c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil
d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil

13. Siapakah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin terhadap


Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan disiplin?
Pejabat yang berwenang menghukum adalah Menteri dan Jaksa Agung, kecuali jenis
hukuman disiplin :

No. Jenis Hukuman Disiplin Terhadap Pegawai Negeri Sipil

1. a. Pemberhentian dengan hormat tidak


atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil Berpangkat Pembina Tk. I (Gol. IV/b) ke atas

b. Pemberhentian tidak dengan hormat


sebagai Pegawai Negeri Sipil
- 113 -

14. Apakah sanksi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh
yang berwajib?
Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwajib karena
disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan dikenakan pemberhentian
sementara sampai mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

No. Alasan Pemberhentian Sementara Besarnya Gaji Yang Dibayarkan


1. Melakukan kejahatan/pelanggaran jabatan a. Jika terdapat petunjuk-petunjuk yang cukup
meyakinkan bahwa ia telah melakukan
pelanggaran yang didakwakan atas dirinya
mulai bulan berikutnya ia diberhentikan
diberikan bagian gaji sebesar 50 % dari gaji
pokok yang diterimanya terakhir;

b. Jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang


jelas tentang telah dilakukannya pelanggaran
yang didakwakan atas dirinya mulai bulan
berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian
gaji sebesar 75 % dari gaji pokok yang
diterimanya terakhir.

2. Melakukan kejahatan/pelanggaran yang Mulai bulan berikutnya ia diberhentikan bagian gaji


tidak menyangkut jabatannya sebesar 75 % dari gaji pokok yang diterimanya terakhir

3. Pegawai Negeri yang menerima bagian gaji seperti disebutkan di atas mendapat
tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan umum, dan lain-lain, kecuali
tunjangan jabatan dan fasilitas yang ada hubungannya langsung dengan
jabatannya menurut peraturan yang berlaku dan dihitung atas dasar bagian gaji
yang diterimanya.
4. Untuk menghindarkan kerugian bagi keuangan negara, maka perkara yang
menyebabkan seorang Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian
sementara, harus diperiksa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya agar dapat
diambil keputusan yang tepat terhadap diri pegawai yang bersangkutan.

15. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak yang berwajib, tindakan apa yang
harus dilakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil tersebut?
Perlakuan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah dilakukan pemeriksaan oleh
pihak berwajib atas dakwaan yang ditujukan kepadanya sebagaimana tabel di bawah
ini :

No. Hasil Pemeriksaan Perlakuan Terhadap PNS Yang Sebelumnya


Telah Diberhentikan Sementara
1. Terbukti Tidak bersalah a. PNS tersebut direhabilitasikan yaitu diaktifkan dan dikembalikan
pada jabatan semula terhitung sejak ia dikenakan pemberhentian
sementara;
- 114 -

No. Hasil Pemeriksaan Perlakuan Terhadap PNS Yang Sebelumnya


Telah Diberhentikan Sementara
b. Selama masa diberhentikan untuk sementara ia berhak mendapat
gaji penuh serta penghasilan-penghasilan lain yang berhubungan
dengan jabatannya.

2. Terbukti Bersalah a. Dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan


karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya
kurang dari 4 (empat) tahun;
b. Dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
atau tidak dengan hormat karena dihukum penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman
hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih;
c. Diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara atau
kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan.

16 pakah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat Direktorat Jenderal


Pajak menerapkan transparansi (bersifat terbuka), transparansi tersebut
meliputi apa?
Ya, meliputi:
a. Transparansi manajemen penyelenggaraan pelayanan publik
b. Prosedur pelayanan
c. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
d. Rincian biaya pelayanan
e. Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
f. Lokasi pelayanan
g. Janji pelayanan
h. Standar pelayanan publik
i. Informasi pelayanan
- 115 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

RASIO PENERIMAAN PAJAK DAN PDRB TH 2002

KANWIL I (DJP SUMATERA BAGIAN UTARA)

(Rp.Juta)
  KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 264,967 36,262,982

2 20000 PERTAMBANGAN 48,705 11,858,368

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 394,245 31,336,666

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 19,838 1,127,145

5 50000 KONSTRUKSI 394,581 4,574,269

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 459,479 18,583,739

7 70000 ANGKUTAN 288,359 6,641,869

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 826,288 4,272,604

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 342,120 7,554,782

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 331,823 -

JUMLAH 3,370,404 122,212,424

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 116 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL II (DJP SUMATERA BAGIAN TENGAH)

(Rp.Juta)
  KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 472,614 14,436,861

2 20000 PERTAMBANGAN 559,827 36,211,005

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 809,837 14,878,846

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 42,871 802,080

5 50000 KONSTRUKSI 512,264 2,923,853

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 439,681 10,563,794

7 70000 ANGKUTAN 214,072 6,189,267

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 612,871 2,667,535

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 152,571 8,108,424

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 270,131 -

JUMLAH 4,086,739 96,781,665

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 117 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL III (DJP SUMATERA BAGIAN SELATAN)

(Rp.Juta)
  KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 324,594 26,664,500

2 20000 PERTAMBANGAN 202,852 13,731,305

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 1,026,334 19,997,004

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 9,545 943,543

5 50000 KONSTRUKSI 325,714 5,030,326

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 365,355 27,358,910

7 70000 ANGKUTAN 152,513 7,804,330

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 401,090 10,058,374

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 188,367 8,839,706

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 197,035 -

JUMLAH 3,193,399 120,427,998

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 118 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL IV+V+VI (DJP JAKARTA RAYA I+II+III)

(Rp.Juta)
  KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 230,465 516,547

2 20000 PERTAMBANGAN 349,657 -

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 3,723,973 54,252,816

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 58,508 3,157,603

5 50000 KONSTRUKSI 1,327,600 30,466,532

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 9,510,986 60,469,474

7 70000 ANGKUTAN 1,054,933 21,605,925

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 4,839,511 58,935,114

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 813,325 25,331,417

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 3,013,804 -

JUMLAH 24,922,761 254,735,428

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 119 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL VII (DJP JAKARTA RAYA KHUSUS)

(Rp.Juta)
PEREDARAN
KLU JENIS USAHA PAJAK
USAHA

1 10000 PERTANIAN 346,187 15,794,840

2 20000 PERTAMBANGAN 8,367,373 57,326,087

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 10,807,323 145,027,222

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 664,127 60,360,530

5 50000 KONSTRUKSI 710,448 19,928,774

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 2,519,058 38,598,832

7 70000 ANGKUTAN 7,129,779 56,655,699

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 9,077,690 121,580,979

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 1,883,563 19,399,597

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 12,396,167

JUMLAH 53,901,715 534,672,559

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 120 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL VIII+IX (DJP JAWA BAGIAN BARAT I+II)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 51,601 38,534,896

2 20000 PERTAMBANGAN 108,054 22,235,502

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 5,155,052 110,309,820

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 54,549 8,524,577

5 50000 KONSTRUKSI 315,259 7,676,192

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 1,142,209 41,283,457

7 70000 ANGKUTAN 906,627 14,219,024

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 2,148,361 8,079,296

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 1,119,985 21,632,235

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 1,101,809

JUMLAH 12,103,507 272,494,999

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 121 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL X (DJP JAWA TENGAH DAN DIY)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 4,730 38,919,283

2 20000 PERTAMBANGAN 6,922 1,866,021

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 2,765,613 50,300,037

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 41,481 1,475,091

5 50000 KONSTRUKSI 35,701 7,592,090

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 908,256 40,435,576

7 70000 ANGKUTAN 138,817 9,485,159

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 1,120,480 7,445,036

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 790,183 15,730,694

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 279,099

JUMLAH 6,091,283 173,248,987

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 122 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL XI+XII (DJP JAWA BAGIAN TIMUR I+II)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 97,739 47,360,511

2 20000 PERTAMBANGAN 147,026 4,519,693

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 6,467,167 60,337,145

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 64,785 6,164,081

5 50000 KONSTRUKSI 355,179 9,637,495

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 1,079,995 54,849,450

7 70000 ANGKUTAN 577,898 14,516,370

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 2,000,313 9,230,582

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 681,774 20,341,981

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 894,712

JUMLAH 12,366,588 226,957,308

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 123 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL XIII (JDP KALIMANTAN BARAT+KALIMANTAN TENGAH)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 102,351 12,271,296

2 20000 PERTAMBANGAN 44,840 589,170

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 128,198 5,929,002

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 719 260,865

5 50000 KONSTRUKSI 126,049 1,926,984

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 977,562 6,992,597

7 70000 ANGKUTAN 58,853 2,705,336

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 187,255 1,485,628

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 109,017 3,291,586

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 60,057 -

JUMLAH 1,794,899 35,452,464

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 124 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL XIV (DJP KALIMANTAN TIMUR + KALIMANTAN SELATAN)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 512,395 8,752,187

2 20000 PERTAMBANGAN 984,692 5,494,410

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 107,365 38,064,918

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 40,392 459,081

5 50000 KONSTRUKSI 540,663 2,722,204

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 459,490 9,335,211

7 70000 ANGKUTAN 364,286 4,662,222

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 402,338 2,426,831

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 115,682 3,460,835

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 378,884 -

JUMLAH 3,906,187 75,377,899

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 125 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL XV (DJP SULAWESI SELATAN + SULAWESI TENGGARA)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 6,800 17,040,837

2 20000 PERTAMBANGAN 55,887 3,123,473

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 179,162 4,752,319

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 8,290 503,796

5 50000 KONSTRUKSI 156,336 2,088,819

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 39,545 7,243,091

7 70000 ANGKUTAN 27,197 3,047,644

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 369,998 1,624,857

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 161,562 5,160,071

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 184,111

JUMLAH 1,188,888 44,584,907

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 126 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL XVI (DJP SULAWESI UTARA + SULAWESI TENGAH)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 18,322 8,815,409

2 20000 PERTAMBANGAN 29,738 886,061

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 73,742 2,119,217

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 5,985 199,836

5 50000 KONSTRUKSI 125,459 2,657,839

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 93,954 3,115,898

7 70000 ANGKUTAN 67,333 2,464,982

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 158,671 750,249

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 82,906 3,598,816

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 130,518 -

JUMLAH 786,627 24,608,307

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 127 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL XVII (DJP BALI+NTB+NTT)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 2,605 12,011,216

2 20000 PERTAMBANGAN 3,844 5,113,710

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 58,358 2,984,699

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 19,285 461,757

5 50000 KONSTRUKSI 169,978 2,624,301

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 366,678 10,404,194

7 70000 ANGKUTAN 176,093 4,577,057

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 575,096 1,843,467

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 158,930 6,476,577

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 227,954 -

JUMLAH 1,758,822 46,496,978

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 128 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL XVIII (DJP MALUKU + PAPUA)

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 24,619 6,626,610

2 20000 PERTAMBANGAN 219,573 12,516,209

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 9,583 1,355,735

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 11,161 118,379

5 50000 KONSTRUKSI 295,735 877,633

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 125,725 2,647,466

7 70000 ANGKUTAN 134,743 1,219,930

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 150,414 517,911

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 80,763 2,606,678

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 157,034 -

JUMLAH 1,209,351 28,486,551

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 129 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

KANWIL XIX DJP WAJIB PAJAK BESAR)

(Rp.Juta)
PEREDARAN
KLU JENIS USAHA PAJAK
USAHA

1 10000 PERTANIAN 61,404 3,180,965

2 20000 PERTAMBANGAN 658,650 14,910,056

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 4,000,607 260,685,689

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR - -

5 50000 KONSTRUKSI 78,524 9,660,091

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 634,339 70,480,219

7 70000 ANGKUTAN 639,042 69,880,095

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 898,715 1,734,386

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 16,199 1,801,682

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 160,599 -

    JUMLAH 7,148,079 432,333,183

Sumber : Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji


Direktorat Jenderal Pajak
- 130 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

NASIONAL

(Rp.Juta)
KLU JENIS USAHA PAJAK PDRB

1 10000 PERTANIAN 2,521,392 281,349,755

2 20000 PERTAMBANGAN 11,787,641 103,571,523

3 30000 INDUSTRI PENGOLAHAN 35,706,558 345,893,862

4 40000 LISTRIK, GAS DAN AIR 1,041,535 29,144,366

5 50000 KONSTRUKSI 5,469,491 92,408,964

6 60000 PERDAGANGAN DAN JASA 19,122,312 258,887,268

7 70000 ANGKUTAN 11,930,547 97,384,832

8 80000 LEMB. KEUANGAN, REAL ESTATE 23,769,090 105,630,555

9 90000 KEMASYARAKATAN SOSIAL 6,696,946 169,596,865

10 00000 KEGIATAN YG BELUM JELAS 19,783,737 -

    JUMLAH 137,829,249 1,483,867,990


up date 16 Maret 2004
Catatan :
Data dari Kanwil dan BPS, diolah kembali
Sekretariat Tim Tenaga Pengkaji
Direktorat Jenderal Pajak
- 131 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

Jumlah Wajib Pajak Terdaftar (Tahun 2002)


   
Kantor Orang
No Bendaharawan Badan Jumlah
Wilayah Pribadi
1 Kanwil I 12,517 62,898 181,777 257,192
2 Kanwil II 12,339 54,880 111,958 179,177
3 Kanwil III 17,377 53,024 176,233 246,634
4 Kanwil IV 2,758 107,695 151,403 261,856
5 Kanwil V 920 86,431 140,245 227,596
6 Kanwil VI 1,838 63,322 55,209 120,369
7 Kanwil VII 331 14,856 10,835 26,022
8 Kanwil VIII 10,373 67,357 182,707 260,437
9 Kanwil IX 11,934 59,062 217,145 288,141
10 Kanwil X 19,228 61,207 176,653 257,088
11 Kanwil XI 6,587 51,700 110,071 168,358
12 Kanwil XII 8,780 32,779 127,886 169,445
13 Kanwil XIII 8,019 18,979 42,532 69,530
14 Kanwil XIV 10,583 36,093 79,947 126,623
15 Kanwil XV 12,218 33,565 82,433 128,216
16 Kanwil XVI 9,696 22,602 42,247 74,545
17 Kanwil XVII 14,960 39,940 102,412 157,312
18 Kanwil XVIII 10,244 21,879 36,201 68,324
19 Kanwil XIX 0 692 0 692
Jumlah 170,702 888,961 2,027,894 3,087,557

Sumber : Direktorat Informasi Perpajakan DJP


- 132 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

Jumlah Instansi Vertikal

No Uraian 2000 2001 2002 2003

1 Kanwil 15 18 19 24

2 KPP 141 173 175 178

3 KPPBB 107 141 141 146

4 Karikpa 55 55 55 55

5 KP4 211 236 236 236

Jumlah SDM Berdsarkan Eselon

No Uraian 2000 2001 2002 2003

1 Eselon II 25 28 28 37

2 Eselon III 347 514 521 559

3 Eselon IV 2071 3302 3317 3576

Jumlah SDM Berdasarkan Pendidikan

No Uraian 2000 2001 2002 2003

1 Strata 3 8 7 7 7

2 Strata 2 232 557 721 691

3 Strata 1 5658 6056 6708 7124

4 Lainnya 22401 22356 22329 22002


- 133 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

SPT Orang Pribadi Tahun 2002

NO Kanwil SPT Penghasilan Kotor PPh

1 Kanwil I   54,197 1,621,737,493,527 108,396,330,841


2 Kanwil II   27,133 766,286,828,193 211,681,854,848
3 Kanwil III   51,037 2,307,065,352,398 270,696,296,353
4 Kanwil IV   40,674 989,300,894,013 868,971,023,134
5 Kanwil V   49,864 2,363,228,173,480 628,572,671,960
6 Kanwil VI   18,219 550,473,227,088 508,540,392,720
7 Kanwil VII   5,825 473,995,473 1,806,509,452,838
8 Kanwil VIII   57,334 2,283,753,937,776 462,426,245,452
9 Kanwil IX   72,717 1,300,157,847,190 263,375,540,736
10 Kanwil X   82,119 3,518,490,141,821 197,502,512,139
11 Kanwil XI   45,434 4,302,180,758,493 260,871,471,972
12 Kanwil XII   45,812 2,679,601,940,001 127,800,056,595
13 Kanwil XIII   10,725 815,554,637,835 22,829,890,507
14 Kanwil XIV   22,614 1,030,439,924,450 327,478,233,194
15 Kanwil XV   22,842 2,025,407,985,689 39,453,486,564
16 Kanwil XVI   10,664 691,716,081,506 20,620,296,502
17 Kanwil XVII 34,193 1,243,044,903,121 137,286,137,686
18 Kanwil XVIII 5,551 247,057,654,763 22,207,747,523
Jumlah 656,954 28,735,971,776,817 6,285,219,641,564

Sumber : Direktorat Informasi Perpajakan DJP


- 134 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

SPT PPh Badan Tahun 2002

NO Kanwil SPT Penghasilan Kotor PPh

1 Kanwil I   14,645 42,302,418,865,601 349,978,489,494

2 Kanwil II   18,773 35,969,883,383,053 588,929,011,833

3 Kanwil III   16,240 34,729,526,494,016 309,677,796,638

4 Kanwil IV   28,958 140,298,486,578,985 2,161,911,339,442

5 Kanwil V   27,602 156,814,497,733,919 1,487,645,817,371

6 Kanwil VI   15,893 106,312,984,971,364 977,032,297,773

7 Kanwil VII   6,841 534,672,559,417,055 10,310,733,052,796

8 Kanwil VIII   19,909 68,523,956,477,562 542,057,027,187

9 Kanwil IX   19,856 47,927,864,331,208 320,194,925,884

10 Kanwil X   30,267 72,079,665,741,593 461,338,777,998

11 Kanwil XI   20,647 93,520,586,996,099 669,836,665,275

12 Kanwil XII   13,129 38,872,507,548,590 402,324,057,903

13 Kanwil XIII   5,911 6,457,902,628,209 48,787,519,763

14 Kanwil XIV   10,813 19,256,714,762,228 244,211,892,727

15 Kanwil XV   13,107 10,059,235,282,399 82,463,196,742

16 Kanwil XVI   6,129 4,433,574,425,599 37,929,641,170

17 Kanwil XVII   17,123 16,269,661,129,052 120,662,893,129

18 Kanwil XVIII   5,059 3,289,357,076,743 67,581,180,351

19 Kanwil XIX   179 62,356,067,784,671 10,594,465,564,829

Jumlah   291,081 1,494,147,451,627,950 29,777,761,148,305

Sumber : Direktorat Informasi Perpajakan DJP


- 135 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

Data Keberatan PPh (Tahun 2002 - 2003)

Tahun 2002 Tahun 2003


No Kantor
Diajukan WP Selesai Diproses Diajukan WP Selesai Diproses
1 Kanwil I 125 75 136 73
2 Kanwil II 44 24 95 48
3 Kanwil III 35 17 144 122
4 Kanwil IV 582 319 399 308
5 Kanwil V 395 201 401 210
6 Kanwil VI 264 120 248 156
7 Kanwil VII 271 158 522 206
8 Kanwil VIII 152 91 304 118
9 Kanwil IX 159 80 151 71
10 Kanwil X 149 72 210 136
11 Kanwil XI 167 116 191 147
12 Kanwil XII 46 18 91 60
13 Kanwil XIII 40 28 26 33
14 Kanwil XIV 66 33 87 102
15 Kanwil XV 33 16 49 41
16 Kanwil XVI 17 15 27 15
17 Kanwil XVII 17 19 91 45
18 Kanwil XVIII 19 18 19 13
19 Kantor Pusat 0 0 187 49
Jumlah 2581 1420 3378 1953
Sumber : Direktorat Pajak Penghasilan DJP
- 136 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

Data Keberatan PPN/PPnBM dan PTLL (Tahun 2002 - 2003)

Tahun 2002 Tahun 2003


No Kantor
Diajukan WP Selesai Diproses Diajukan WP Selesai Diproses

1 Kanwil I 649 416 909 528


2 Kanwil II 358 246 565 363
3 Kanwil III 541 381 703 494
4 Kanwil IV 1396 774 1821 1252
5 Kanwil V 1433 881 1485 921
6 Kanwil VI 971 594 1221 723
7 Kanwil VII 1075 768 1377 891
8 Kanwil VIII 1184 608 1375 940
9 Kanwil IX 1071 571 787 732
10 Kanwil X 1164 847 1765 1261
11 Kanwil XI 1216 935 1399 1060
12 Kanwil XII 533 400 943 734
13 Kanwil XIII 145 115 182 153
14 Kanwil XIV 380 191 499 349
15 Kanwil XV 386 159 512 304
16 Kanwil XVI 190 114 155 80
17 Kanwil XVII 399 296 655 439
18 Kanwil XVIII 49 29 62 43
Jumlah 13140 8325 16415 11267
Catatan :
Kanwil DJP Jawa Bagian Barat I dan
Kanwil DJP Sulut & Sulteng s.d. Triwulan III (2003)
Kanwil DJP Sulut & Sulteng s.d. Triwulan III (2003)
Sumber : Direktorat PPN dan PTLL Direktorat Jenderal Pajak
- 137 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP
Data Keberatan PBB (Tahun 2002 - 2003)

Tahun 2002 Tahun 2003


No Kantor
Diajukan WP Selesai Diproses Diajukan WP Selesai Diproses
1 Kanwil I 1,106 1,077 1,654 1,640

2 Kanwil II 1,470 1,289 606 585

3 Kanwil III 6,609 7,404 4,798 4,692

4 Kanwil IV 618 611 524 523

5 Kanwil V 763 762 903 894

6 Kanwil VI 147 138 205 188

7 Kanwil VII 1,220 1,304 1,342 1,280

8 Kanwil VIII 20,504 20,309 28,478 28,283

9 Kanwil IX 20,342 20,092 16,519 16,492

10 Kanwil X 4,062 4,062 6,225 6,221

11 Kanwil XI 8,723 8,703 10,288 10,195

12 Kanwil XII 685 661 625 620

13 Kanwil XIII 663 662 694 688

14 Kanwil XIV 1,534 1,534 1,412 1,421

15 Kanwil XV 871 870 741 737

16 Kanwil XVI 2,686 2,713 871 873

17 Kanwil XVII 134 110 115 104

18 Kanwil XVIII 0 0 0 0

Jumlah 72,137 72,301 76,000 75,436

Sumber : Direktorat PBB dan BPHTB DJP


- 138 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

Data Keberatan BPHTB (Tahun 2002 - 2003)

Tahun 2002 Tahun 2003


No Kantor
Diajukan WP Selesai Diproses Diajukan WP Selesai Diproses
1 Kanwil I 1 1 17 0

2 Kanwil II 1 1 1 0

3 Kanwil III 0 0 1 1

4 Kanwil IV 1 1 0 0

5 Kanwil V 0 0 1 1

6 Kanwil VI 13 12 3 3

7 Kanwil VII 0 0 0 0

8 Kanwil VIII 34 34 13 13

9 Kanwil IX 38 38 24 21

10 Kanwil X 6 1 5 5

11 Kanwil XI 2 1 3 3

12 Kanwil XII 0 0 1 1

13 Kanwil XIII 1 1 0 0

14 Kanwil XIV 16 16 9 9

15 Kanwil XV 0 0 38 38

16 Kanwil XVI 0 0 12 0

17 Kanwil XVII 0 0 8 8

18 Kanwil XVIII 0 0 0 0

Jumlah 113 106 136 103

Sumber : Direktorat PBB dan BPHTB DJP


- 139 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

Data Usulan Pencekalan (Tahun 2002 – 2003)

Jumlah Wajib Hutang Pajak


NO Kanwil
Pajak (dlm ribuan)

1 I 6 53.790.606

2 II 1 1.417.450

3 IV 5 36.369.497

4 V 12 82.361.738

5 VI 18 121.123.546

6 VII 18 431.662.349

7 XI 4 5.577.876

8 XII 5 30.638.444

9 XIV 1 5.926.329

10 XV 2 1.427.824

Jumlah 72 770.295.662

Sumber : Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak DJP


- 140 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

Data Tunggakan Wajib Pajak (Tahun 2002 - 2003)

Tunggakan Akhir Tahun


NO Kanwil (dalam ribuan Rp)
2002 2003
1 I 539,249,354 607,314,448

2 II 253,433,500 470,104,154

3 III 253,743,350 525,843,900

4 IV 2,037,788,749 2,163,509,201

5 V 1,462,949,171 2,251,303,190

6 VI 1,136,370,170 1,347,970,965

7 VII 6,283,068,918 11,603,592,124

8 VIII 533,707,489 682,194,975

9 IX 198,406,865 450,898,522

10 X 434,922,299 460,928,046

11 XI 539,772,870 617,459,716

12 XII 228,901,824 290,934,688

13 XIII 131,685,967 138,141,522

14 XIV 224,135,756 338,511,733

15 XV 156,495,883 238,760,086

16 XVI 109,361,611 155,791,627

17 XVII 152,559,966 172,632,750

18 XVIII 68,421,273 73,709,456

19 XIX 3,836,672,606 4,000,205,128

JUMLAH 18,581,647,621 26,589,806,231

Sumber : Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak DJP


- 140 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

REKAPITULASI PENJATUHAN
HUKUMAN DISIPLIN TAHUN 2003
PERIODE : JANUARI S/D DESEMBER 2003

  JENIS HUKUMAN                          
NO JU
JAN FEB MAR APR MEI JUL AGT SEP OKT NOV DES JML
      N
1   2 3 4 5 6 7 8 9 10 11   12 13 15
KEPMEN KEU
I NO.15/KMK.01/UP.6/1985                          
- Peringatan Pertama 181 10 16 10 10 12 9 19 6 6 1 10 290
- Peringatan Kedua 11 3 16 5 6 5 3 4 6 3 3 6 71
- Peringatan Ketiga 2 3 4 6 1 7 7 4 6 0 0 1 41
    JUMLAH 194 16 36 21 17 24 19 27 18 9 4 17 402
 
                             
II   PP No 30 TAHUN 1980                          
    Tingkat Ringan :                          
  - Tegoran lisan 0 4 0 1 3 1 0 1 5 0 2 0 17
  - Tegoran tertulis 3 2 1 2 0 0 0 0 1 0 1 2 12
Pernyataan tidak puas
  - secara tertulis 0 0 0 0 0 0 1 0 2 1 0 0 4
    Tingkat Sedang :                          
Penundaan kenaikan gaji
  - berkala 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 3 1 6
Penurunan gaji sebesar 1
  - kali kenaikan gaji berkala 0 0 1 0 1 0 0 2 1 3 0 0 8
Penundaan kenaikan
  - pangkat 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 3
    Tingkat Berat :                          
  - Penurunan pangkat 1 0 0 1 0 3 1 0 2 1 0 6 15
  - Pembebasan jabatan 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 3
Pemberhentian dgn hormat
  - tdk atas permintaan sendiri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pemberhentian tidak dengan
  - hormat 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

III   PP No 32 TAHUN 1979                          


Pemberhentian dgn hormat
  - tdk atas permintaan sendiri 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3
Pemberhentian tidak dengan
  - hormat 0 0 0 1 0 5 0 0 2 2 0 0 10
                               
IV   PP No 6 TAHUN 1976                          
Pemberhentian dengan
  - hormat sebagai CPNS 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2
                               
V   PP No 4 TAHUN 1966                          
  Pemberhentian Sementara
  (Skorsing) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
                               
    SUB TOTAL (II S/D IV) 6 6 3 6 6 10 2 3 14 7 7 14 84
    TOTAL ( I S/D IV) 200 22 39 27 23 34 21 30 32 16 11 31 486
- 141 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

PERKEMBANGAN PENERIMAAN PBB DAN BPHTB


TAHUN 1996 - 2003
(dalam ribuan rupiah)
PBB Persentasi BPHTB Persentasi
Tahun
Renpen Realisasi ( 3/2 ) Renpen Realisasi ( 6/5 )

1 2 3 4 5 6 7

1996-1997 2,277,300,000 2,437,642,171 107% - - -

1997-1998 2,505,000,000 2,643,422,066 106% - - -

1998-1999 *) 2,911,000,000 3,298,882,206 113% 500,000,000 309,401,606 62%

1999-2000 2,854,800,000 3,267,339,453 114% 475,800,000 805,095,877 169%

2000 **) 2,730,700,000 3,562,203,706 130% 700,000,000 922,008,078 132%

2001 4,800,000,000 5,287,035,640 110% 1,489,400,000 1,425,198,779 96%

2002 6,030,600,000 6,376,769,910 106% 1,500,100,000 1,648,262,041 110%

2003 8,873,500,000 8,762,967,600 99% 1,850,100,000 2,143,153,600 116%

*) BPHTB efektif berlaku sejak 1 Juli 1998


**) Periode 1 April s.d. 31 Desember 2000.
- 142 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

Penerimaan Perpajakan

Pajak Lainnya Jumlah


Tahun      
Anggaran Pajak Penghasilan PPN dan PPnBM PBB & BPHTB
         
Realisa
Rencana Realisasi % Rencana Realisasi % Rencana Realisasi % Rencana % Rencana Realisasi %
si

1994/1995 18.713,6 18.764,1 100,3 41.852,8 16.544,8 111,4 1.628,7 1.647,3 101,1 296,8 301,9 101,7 35.491,9 37.258,1 105,0

1995/1996 19.238,6 21.012,0 109,2 18.523,2 18.519,4 100,0 1.923,4 1.893,4 98,5 550,0 452,8 82,3 40.235,2 41.878,1 104,1

1996/1997 27.252,9 27.062,1 99,3 22.575,2 20.351,2 90,1 2.277,3 2.413,2 106,0 635,8 590,7 92,9 52.741,2 50.417,2 95,6

1997/1998 30.620,0 34.388,3 112,3 24.601,4 25.198,8 102,4 2.505,0 2.640,9 105,4 632,5 477,8 75,5 58.358,9 62.705,2 107,4

1998/1999 35.703,3 55.944,3 156,7 30.424,7 27.803,2 91,4 3.411,0 3.565,3 104,5 669,6 413,0 61,7 70.208,6 87.725,8 125,0

1999/2000 53.975,0 72.792,0 134,7 34.621,6 33.087,0 95,6 3.344,2 4.107,3 122,8 567,6 610,9 107,6 92.508,4 110.534,2 119,5

2000 44.188,9 38.421,4 86,9 27.002,3 35.231,8 130,5 3.430,7 4.456,1 129,9 1.138,7 836,7 73,5 75.760,6 78.946,0 104,2

2001 69.696,2 71.474,4 102,6 55.840,8 55.957,0 100,2 6.289,4 6.662,9 105,9 1.669,5 1.383,9 82,9 133.495,9 135.478,2 101,5

2002*) 87.200,0 84.460,8 96,9 67.800,0 65.243,7 96,2 7.530,7 7.985,8 106,0 1.455,2 1.468,9 100,9 163.985,9 159.159,1 97,1

2003**) 104.304,8 75.862,7 10.723,6 1.752,7 192.643,8

2004**) 120.835,0 86.272,7 10.696,6 1.614,0 219.420,3

Sumber : Nota Keuangan dan APBN TA


2003
Keterangan :
PDB Tahun 2000 adalah PDB 9
Bulan
Realisasi Tahun 2000 adalah angka
realisasi 9 bulan
*)Tahun Anggaran 2002 adalah angka realisasi sementara revisi
VIII Fax DJA tgl. 4 Juni 2003
**)Tahun anggaran 2003 adalah angka
APBN
***)APBN 2004
Penerimaan PPh Migas mulai Tahun
Anggaran 2000
Tahun 2000 18.651,6 miliar
Tahun 2002 17.032,8 miliar
Tahun 2004 13.132,6 miliar
Tahun 2001 23.101,7 miliar
Tahun 2003 18.143,5 miliar
- 143 -

Lampiran Buku Informasi Perpajakan


Statistik Kinerja DJP

JUMLAH WAJB PAJAK TERDAFTAR NASIONAL 10 TAHUN TERAKHIR

JENIS WAJIB PAJAK 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

BENDAHARAWAN 84,113 91,475 97,939 105,869 117,194 129,756 147,131 170,519 195,556 198,430

BADAN 458,732 499,361 543,433 582,018 650,691 726,655 804,959 888,949 975,004 991,641

ORANG PRIBADI 1.086,488 1.163,974 1.232,457 1.274,719 1.316,259 1.381,194 1.697,180 2.028,026 2.330,802 2380771

WAJIB PPH PASAL 21 571,071 622,409 675,622 724,184 806,480 899,299 1,001,298 1,114,467 1,232,626 1,251,079

WAJIB PPN 325,354 351,801 374,793 391,963 416,867 451,797 489,232 526,854 559,247 563,570

Sumber : Direktorat Informasi Perpajakan DJP


TANGGAL PROSES : 15-03-2004
- 120 -

You might also like