Professional Documents
Culture Documents
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Kebudayaan adalah sesuatu yang
dinamis. Setiap saat ia bisa berubah, tentu saja ada penyaringan, sehingga
perubahan itu tidak menghilangkan identitas sekaligus tidak bertentangan
dengan kebudayaan tempatan. Apabila berlawanan maka terjadilah
penolakkan kebudayaan asing tersebut.
Budaya juga dapat diartikan suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi
ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan
bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.
Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau
unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur
pokok, yaitu:
○ alat-alat teknologi
○ sistem ekonomi
○ keluarga
○ kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
○ sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya
○ organisasi ekonomi
○ alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
○ organisasi kekuatan (politik)
Wujud dan komponen
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
gagasan, aktivitas, dan artefak.
• Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.
Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
• Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut
dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
• Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh:
wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan
(aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama:
• Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi:
mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin
cuci.
• Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)
3. Barongsai
Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari Kebudayaan
Tionghoa, kini telah berakulturasi dengan kesenian lokal.
Hubungan yang dimaksud Redfield bisa saja hubungan yang tidak diingini
oleh suatu masyarakat, tetapi karena suatu masyarakat lain terlebih dahulu
maju maka pengaruh kebudayaannya tidak dapat dielakan. Biasa
masyarakat kebudayaan yang maju itu melakukan pemaksaan dalam bentuk
menjajah masyarakat lain.
* AkulturasiTeaterBangsawanRiau
Sebagaimana seni teater lainnya di Riau, seni teater Bangsawan juga bukan
asli kepunyaan masyarakat Riau. Tetapi teater Bangsawan saat ini melekat
menjadi hak milik masyarakat Riau. Hal ini disebabkan adanya proses
akulturasi di antara kebudayaan Riau dengan kebudayaan Persia. Dalam
buku Teater Tradisi Riau¸ Karangan Ediruslan dan Hasan Junus mengatakan
bahwa teater Bangsawan berasal dari masyarakat Persia, tetapi karena
adanya pertentangan idiologi, sebahagian masyarakat itu hitrah ke India.
Masayarakat Parsia yang pindah ke India inilah mengembangkan teater
tersebut, kemudian berkembang di Pulau Penang (Malaysia) dan menyebar
pula ke daerah Kepuluan Riau (1993, 96).
Zaini KM mengatakan dalam buku Interkultural dalam Teater, teater trans-
etnik muncul di Indonesia dari India lewat Malaysia (Penang). Dinamakan
Wayang Parsi oleh orang Malaysia. Karena berbagai alasan, kelompok itu
pulang ke India dan menjual segala peralatan kepada seorang Malaysia,
Mohamad Pushi. Mohamad mengantikan nama teater itu menjadi teater
Bangsawan, dimana bahasanya menggunakan bahasa Melayu (2000, 33).
Setelah orang Melayu menguasai seni pertunjukan itu, maka cerita dan
bahasa diadaptasi ke bahasa Melayu dan ceritanya pun diganti dengan
cerita-cerita yang berkembang di masyarakat Melayu sendiri. Tarian dan
nyanyian juga dimodefikasi sesuai dengan kebudayaan Melayu yang
berkiblat pada kebudayaan Timur Tengah.
Biasanya hidangan yang dimakan bersama ialah pulut (ketan) kuning, yaitu
kentang yang dikuningkan dengan menggunakan kunyit. Selain itu pulut
kuning itu dilengkapi terlebih dahulu dengan lauk pauknya dan pisang.
Setelah semua tersedia maka sebelaum pementasan diadakan makan
bersama sesama pendukung pementasan di atas panggung tempat
pementasan dilaksanakan.
Setiap orang mungkin saja memaknai Imlek dengan berbeda, tapi bagi Sastrawan dan
Budayawan Sunda keturunan Tionghoa, Drs. Soeria Disastra, tahun baru Imlek dipenuhi harapan
untuk mendapat kehidupan yang aman, bahagia, dan mudah rezeki. Biasanya, Imlek juga
dirayakan dengan berbagai kebudayaan Tionghoa seperti Barongsai, lentera merah, dan petasan.
Memang, kebudayaan Tionghoa tak hanya terlihat saat perayaan Imlek. Dalam kehidupan sehari-
hari, meja makan kita terasa tak lengkap tanpa teufu (tahu), yang notabene dari Tionghoa.
Sebenarnya pembauran kebudayaan Tionghoa dengan kebudayaan Sunda sudah terjadi di
Bandung sejak lama. Hal tersebut diakui Soeria Disastra saat ditemui di kediamannya, Sabtu
(2/2) pagi. Ia mengatakan, warga Tionghoa yang lahir dan besar di Bandung pada umumnya
memiliki dua bahasa ibu, yaitu bahasa dialek Tionghoa dan bahasa Sunda. “Kebudayaan Sunda
dan Tionghoa saling mempengaruhi,” kata pria yang fasih berbahasa Sunda ini.
Banyak unsur-unsur kebudayaan Sunda yang ada dalam kebudayaan Tionghoa, begitupun
sebaliknya. Dalam kehidupan sehari-hari, contoh pembauran budaya Sunda ke dalam budaya
Tionghoa misalnya saja penggunaan kain khas orang Sunda, samping atau sinjang, dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat keturunan Tionghoa. Padahal di Tiongkok sendiri tidak ada
samping. Ada pula tradisi menebar bunga rampe di malam Jumat yang ada dalam tradisi Sunda,
kini sudah menjadi kepercayaan bagi beberapa orang Tionghoa yang tinggal di Bandung. Konon,
mereka percaya dengan menebar bunga rampe maka rejeki bakal lebih mudah datang.
Sedangkan pembauran budaya Tionghoa ke dalam budaya Sunda dapat dilihat dari berbagai
makanan atau masakan seperti capcay, somay atau siomay, dan lain-lain yang asli dari Tiongkok
tapi disukai orang Sunda. Contoh lainnya, di Cirebon pernah ada acara kesenian Sunda yang
menggunakan alat musik dari Tionghoa.
Selain itu, dalam hal kesenian, banyak idiom gerak, warna, kostum, dan instrumen kesenian
Mandarin yang diadaptasi dan menjadi bentuk kesenian Sunda, terutama di pesisir. Topeng
Banjet, Gambang Kromong, Topeng Cisalak, silat (maen po), dan sebagainya sarat dengan warna
Mandarin.
***
Pengaruh kebudayaan Tionghoa pada masyarakat Sunda pada mulanya tumbuh melalui
hubungan dagang. Namun hubungan tersebut beberapa kali mengalami pasang surut, terutama
pada zaman Belanda. Pada masa itu posisi orang Tionghoa berada di tengah antara orang
Belanda dengan penduduk pribumi. Karena sebagian besar orang Tionghoa bersikap kooperatif
dengan Belanda, hal ini menimbulkan sikap sinis dari orang Sunda.
Setelah komunisme di Indonesia hancur, hubungan Tionghoa-Sunda sedikit demi sedikit mulai
dibangun kembali. Hasilnya dapat disaksikan saat ini, salah satunya dengan pembauran budaya
Tionghoa dengan budaya Sunda. Juga dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, kini warga
keturunan Tionghoa dapat hidup berdampingan dalam suasana aman dan damai dengan urang
Sunda.
Menurut pengamatan Drs. Soeria Disastra saat ini jumlah warga keturunan Tionghoa mncapai 10
hingga 15 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar
setelah jumlah suku Jawa dan Sunda. Sedangkan di Bandung jumlahnya kurang lebih
sepersepuluh dari jumlah penduduk Bandung.
Dengan jumlah populasi yang cukup banyak dan tersebar di seluruh Indonesia, terbentuklah
beberapa komunitas diantara mereka. Di Bandung sendiri terdapat komunitas Tionghoa pecinta
Sunda yang mendirikan lembaga-lembaga kebudayaan. Tidak hanya pendiri bahkan pengurus
dan anggota seluruhnya warga keturunan Tionghoa. Misalnya saja Lembaga Kebudayaan Mekar
Parahyangan, Pasundan Asih dan Komunitas Sastra Tionghoa Indonesia.
Lembaga-lembaga tersebut biasanya melakukan kegiatan bersama dengan lembaga kebudayaan
Sunda lain dengan tujuan agar kebudayaan Sunda dan Tionghoa bisa bersatu. Salah satu
kegiatannya, misalnya dalam perayaan 17 Agusutus-an, mereka bersama-sama mengadakan
acara pembacaan sajak Sunda atau lomba menulis cerpen Sunda. Selain itu lembaga-lembaga
tersebut juga acapkali mengadakan acara kesenian Sunda seperti Jaipongan dan gamelan Sunda.
Jadi lembaga-lembaga ini juga turut memberikan sumbangsih dalam mengembangkan
kebudayaan lokal (Sunda), selain juga untuk mengembangkan kebudayaan Tionghoa sendiri.