You are on page 1of 25

* Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Kebudayaan adalah sesuatu yang
dinamis. Setiap saat ia bisa berubah, tentu saja ada penyaringan, sehingga
perubahan itu tidak menghilangkan identitas sekaligus tidak bertentangan
dengan kebudayaan tempatan. Apabila berlawanan maka terjadilah
penolakkan kebudayaan asing tersebut.

Budaya juga dapat diartikan suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi
ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan
bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.
Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau
unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur
pokok, yaitu:
○ alat-alat teknologi
○ sistem ekonomi
○ keluarga
○ kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
○ sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya
○ organisasi ekonomi
○ alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
○ organisasi kekuatan (politik)
Wujud dan komponen
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
gagasan, aktivitas, dan artefak.
• Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.
Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
• Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut
dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
• Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh:
wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan
(aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama:
• Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi:
mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin
cuci.
• Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Hubungan Antara Unsur-Unsur Kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
Peralatan dan Perlengkapan Hidup (Teknologi)

Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.


Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta
memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam
cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara
mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil
kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang
hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi
tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
• alat-alat produktif
• senjata
• wadah
• alat-alat menyalakan api
• makanan
• pakaian
• tempat berlindung dan perumahan
• alat-alat transportasi
Sistem Mata Pencaharian Hidup
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada
masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
• berburu dan meramu
• beternak
• bercocok tanam di ladang
• menangkap ikan
Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur
sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu
masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari
masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang
terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu,
cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian
sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang
jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri,
dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok
kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan
keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk
oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam
pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup
bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk
saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun
gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau
kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia
dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama
masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala
bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum
dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk
berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan
adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk
mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni
(sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kesenian
Karya seni dari peradaban Mesir kuno.
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi
hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun
telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia
menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga
perwujudan kesenian yang kompleks.
Sistem Kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam
menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem
jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian
jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup
bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem
kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan
kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasar dari bahasa
Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur
kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of
Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama
sebagai berikut:
... sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan biasa berkumpul
bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang
menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu
untuk mendapatkan kebahagiaan sejati.[3]
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama
Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama
dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem
teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
Agama Samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai
agama Samawi[4] atau agama Abrahamik.[5] Ketiga agama tersebut memiliki
sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang
mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang
besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang
pertama, adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang
masih ada sampai sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi
yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen
dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.[6]
Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah
kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern
pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas
Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1
milyar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia.[7]
Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak mempengaruhi
kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia
Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di
dunia.[8]
Agama dan Filosofi dari Timur

Agni, dewa api agama Hindu


Agama dan filosofi seringkali saling terkait satu sama lain pada kebudayaan
Asia. Agama dan filosofi di Asia kebanyakan berasal dari India dan China,
dan menyebar di sepanjang benua Asia melalui difusi kebudayaan dan
migrasi.
Hinduisme adalah sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang
menyebar di sepanjang utara dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia,
Jepang dan Korea dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme
menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut
China, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen nonmateri
sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk
mencari kenikmatan di dunia.
Konghucu dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Cina, mempengaruhi
baik religi, seni, politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling padat se-Asia, dua
aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan pengertian baru
tentang Ahimsa, inti dari kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan memberikan
definisi baru tentang konsep antikekerasan dan antiperang. Pada periode
yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi sistem kepercayaan
sekuler yang sangat kuat di China.
Agama Tradisional
Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai "agama nenek
moyang", dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika.
Pengaruh bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap
kedalam kebudayaan atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya
agama Shinto. Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional
menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat
bermasalah, tertimpa musibah, tertimpa musibah dan menyediakan ritual
yang ditujukan untuk kebahagiaan manusia itu sendiri.
"American Dream"
American Dream, atau "mimpi orang Amerika" dalam bahasa Indonesia,
adalah sebuah kepercayaan, yang dipercayai oleh banyak orang di Amerika
Serikat. Mereka percaya, melalui kerja keras, pengorbanan, dan kebulatan
tekad, tanpa memedulikan status sosial, seseorang dapat mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. [9] Gagasan ini berakar dari sebuah keyakinan
bahwa Amerika Serikat adalah sebuah "kota di atas bukit" (atau city upon a
hill"), "cahaya untuk negara-negara" ("a light unto the nations"),[10] yang
memiliki nilai dan kekayaan yang telah ada sejak kedatangan para
penjelajah Eropa sampai generasi berikutnya.
Pernikahan
Agama sering kali mempengaruhi pernikahan dan perilaku seksual.
Kebanyakan gereja Kristen memberikan pemberkatan kepada pasangan
yang menikah; gereja biasanya memasukkan acara pengucapan janji
pernikahan di hadapan tamu, sebagai bukti bahwa komunitas tersebut
menerima pernikahan mereka. Umat Kristen juga melihat hubungan antara
Yesus Kristus dengan gerejanya. Gereja Katolik Roma mempercayai bahwa
sebuah perceraian adalah salah, dan orang yang bercerai tidak dapat
dinikahkan kembali di gereja. Sementara Agama Islam memandang
pernikahan sebagai suatu kewajiban. Islam menganjurkan untuk tidak
melakukan perceraian, namun memperbolehkannya.
Sistem Ilmu dan Pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan
dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan
melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau
percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
• pengetahuan tentang alam
• pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
• pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan
tingkah laku sesama manusia
• pengetahuan tentang ruang dan waktu
Perubahan Sosial Budaya

Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan


kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial
dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya
merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap
masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar
manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan
bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari
perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:
1. tekanan kerja dalam masyarakat
2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.[11]
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan
lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan
lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya
sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya
dalam kebudayaan.
Penetrasi Kebudayaan
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh
suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat
terjadi dengan dua cara:
Penetrasi damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya,
masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia[rujukan?].
Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan
konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat.
Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya
unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi,
Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan
sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur
kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang
merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan
kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan
sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah
bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya
sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan
asli.
Penetrasi kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak.
Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman
penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan
goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam
masyarakat[rujukan?]. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah
budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya.
Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada
sistem pemerintahan Indonesia.
Cara Pandang Terhadap Kebudayaan
Kebudayaan Sebagai Peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang
dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan
tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara
kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka
menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari
"alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain
dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari
kebudayaan lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar
Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas
yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau
mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan
untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari
aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat
bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni,
sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan
ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang
sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya
ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya
ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut
cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan
mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak
berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang
yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat
seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high
culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan
antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu
-berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi
perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang
merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat
dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh
masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang
alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan
kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara
kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan
"kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki
kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial
membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture)
atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan
dikonsumsi oleh banyak orang.
Kebudayaan sebagai "Sudut Pandang Umum"
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang
peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan
nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis
minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah
gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum". Pemikiran ini
menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan
kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan.
Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara
"berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata
kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi,
mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi
bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit
berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh
para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan
perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau
tempat bekerja.
Kebudayaan sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah
sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju
kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa
disebut dengan tribalisme.
Kebudayaan Diantara Masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa
disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit
perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya.
Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena
perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan,
pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan
imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang
dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan
induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang,
watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar
budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
• Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi
kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi
satu dan saling bekerja sama.
• Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh
Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat
menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa
bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat
asli.
• Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan
kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
• Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan
kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-
masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
Kebudayaan Menurut Wilayah
Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan saling
keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat tinggi. Selain
kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi, migrasi, dan agama.
Afrika
Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui penjajahan Eropa,
seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu, wilayah Afrika Utara lebih
banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab dan Islam.

Orang Hopi yang sedang menenun dengan alat tradisional di Amerika


Serikat.
Amerika
Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli benua
Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat), dan para
imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis, Jerman, dan
Belanda.
Asia
Asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda satu sama lain, meskipun
begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut memiliki pengaruh yang
menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti misalnya pengaruh kebudayaan
Tiongkok kepada kebudayaan Jepang, Korea, dan Vietnam. Dalam bidang
agama, agama Budha dan Taoisme banyak mempengaruhi kebudayaan di
Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut, norma dan nilai Agama Islam juga
turut mempengaruhi kebudayaan terutama di wilayah Asia Selatan dan
tenggara.
Australia
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa
dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut kemudian
dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan benua Australia, serta
diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua Australia, Aborigin.
Eropa
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negara-negara
yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan sebutan
"kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak kebudayaan,
hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris dan bahasa
Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara
yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan
Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen, meskipun kepercayaan akan
agama banyak mengalami kemunduran beberapa tahun ini.
Timur Tengah dan Afrika Utara
Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini kebanyakan
sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam, meskipun tidak hanya
agama Islam yang berkembang di daerah ini.
* Akulturasi(acculturation atau culture contact) adalah suatu proses
sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.
Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan
kelompokitusendiri.sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat
launditerima dan
diolahkedalamkebudayaansendiritanpamenyebabkanhilangnya kepribadian
kebudayaan itusendiri.Secarasingkatanakulturasiadalah bersatunya dua
kebudayaan atau lebih sehinggamembentukkebudayaan baru tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan asli.

Masalah yang Timbul dalam Akulturasi


Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai
akulturasi, yaitu :
1.masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat,
dan melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat.
2.masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang
mudah diterima, dan unsur-unsur kebudayaan asing apa yang sukar
diterima oleh masyarakat penerima.
3.masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti
atau diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau
diubah oleh unsur-unsur kebudayaan asing
4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat
menerima, dan individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima
unsur-unsur kebudayaan asing;
5. masalah mengenai ketegangan-
ketegangan dan krisis-krisis sosial yang timbul sebagai akibat
akulturasi.

Hal-hal Penting Mengenai Akulturasi


Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan oleh para peneliti yang akan
meneliti akulturasi adalah :
1. keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai
berjalan; Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima
sebenarnya merupakan bahan tentang sejarah dari masyarakat yang
bersangkutan. Apabila ada sumber-sumber tertulis, maka bahan itu dapat
dikumpulkan dengan menggunakan metode yang biasa dipakai oleh para
ahli sejarah. Bila sumber tertulis tidak ada,
peneliti harus mengumpulkan bahan tentang keadaan masyarakat
penerima yang kembali sejauh mungkin dalam ruang waktu, misalnya
dengan proses wawancara. Dengan demikian, seorang penelitidapat
mengetahui keadaan kebudayaan masyarakat penerima
sebelum proses akulturasi mulai berjalan. Saat inilah yang disebut “titik
permulaan dari proses akulturasi” atau base line of
acculturation.

2. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur


kebudayaan asing; Individu-individu ini disebut juga agents of
acculturation. Pekerjaan dan latar belakang dari agents of
acculturation inilah yang akan menentukan corak kebudayaan dan
unsur-unsur apa saja yang akan masuk ke dalam suatu daerah. Hal
ini terjadi karena dalam suatu masyarakat, apalagi jika masyarakat itu
adalah masyarakat yang luas dan kompleks, warga hanya
mengetahui sebagian kecil dari kebudayaannya saja, biasanya yang
berkaitan dengan profesi dan latar belakang warga tersebut.
3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing
untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima;Hal ini penting untuk
mengetahui gambaran yang jelas dari suatu proses akulturasi.
Contohnya adalah apabila kita ingin mengetahui proses yang harus
dilalui oleh kebudayaan pusat untuk masuk ke dalam kebudayaan
daerah, maka saluran-salurannya adalah melalui sistem propaganda
dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis hirarki pegawai
pemerintah, dan lain-lain.
4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh

unsur-unsur kebudayaan asing tadi;Kadang, unsur-unsur kebudayaan


asing yang diterima tiap golongan-golongan dalam masyarakat
berbeda-beda. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagian-
bagian mana dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh
unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.
5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan
asing,Terbagi menjadi 2 reaksi umum, yaitu reaksi “kolot” dan reaksi
“progresif”. Reaksi “kolot” adalah reaksi menolak unsur-unsur
kebudayaan asing, yang pada akhirnya akan menyebabkan

pengunduran diri pihaknya dari kenyataan kehidupan masyarakat,


kembali ke kehidupan mereka yang sudah kuno. Reaksi “progresif”
adalah reaksi yang berlawanan dengan”kolot”, reaksi yang menerima
unsur-unsur kebudayaan asing.
Contoh-contoh Akulturasi

1.Kereta Singo Barong (Cirebon)


Kereta Singa Barong, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan
refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah kereta
ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah
dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak. Belalai
gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu, kepala
naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama Buddha,
dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan
dengan Mesir yang beragama Islam. Kereta ini dibuat oleh seorang arsitek
kereta
Panembahan Losari dan pemahatnya Ki Notoguna dari Kaliwulu. Pahatan
pada kereta itu memang detail dan rumit. Mencirikan budaya khas tiga
negara sahabat itu, pahatan wadasan dan megamendung mencirikan khas
Cirebon, warna-warna ukiran yang merah-hijau mencitrakan khas Cina.
Dalam kereta itu, tiga budaya (Buddha, Hindu, dan Islam) digambarkan
menjadi satu dalam trisula di belalai gajah.
2. Keraton Kasepuhan Cirebon

Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan


menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa,
Cina, Arab, maupun budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, yaitu
Hindu dan Jawa. Semua elemen atau unsur budaya di atas melebur
pada bangunan Keraton Kasepuhan tersebut. Pengaruh Eropa tampak
pada tiang-tiang bergaya Yunani. Arsitektur gaya Eropa lainnya
berupa lengkungan ambang pintu berbentuk setengah lingkaran
yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu sembilan).

Pengaruh gaya Eropa lainnya adalah pilaster pada dinding-dinding


bangunan, yang membuat dindingnya lebih menarik tidak datar. Gaya
bangunan Eropa juga terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela pada
bangunan bangsal Pringgondani, berukuran lebar dan tinggi serta
penggunaan jalusi sebagai ventilasi udara.Bangsal Prabayasa
berfungsi sebagai tempat menerima tamu-tamu agung. Bangunan tersebut
ditopang oleh tiang saka dari kayu. Tiang saka tersebut diberi hiasan motif
tumpal yang berasal dari Jawa. Pengaruh arsitekturHindu-Jawa yang jelas
menonjol adalah bangunan Siti Hinggil yang
terletak di bagian paling depan kompleks keraton. Seluruh
bangunannya terbuat dari konstruksi batu bata seperti lazimnya
bangunan candi Hindu. Kesan bangunan gaya Hindu terlihat kuat
terutama pada pintu masuk menuju kompleks tersebut, yaitu berupa
gapura berukuran sama atau simetris antara bagian sisi kiri dan kanan
seolah dibelah. Pada dinding kiri dan kanan bangsal Agung diberi
hiasan tempelan porselen dari Belanda berukuran kecil 110 x 10 cm
berwarna biru (blauwe delft) dan berwarna merah kecoklatan. Pada
bagian tengahnya diberi tempelan piring porselen Cina berwarna
biru. Lukisan pada piring tersebut melukiskan seni lukis Cina dengan
teknik perspektif yang bertingkat. Secara keseluruhan, warna keraton
tersebut didominasi warna hijau yang identik dengan simbol Islami.
Warna emas yang digunakan pada beberapa ornamen melambangkan
kemewahan dan keagungan dan warna merah melambangkan
kehidupan ataupun surgawi. Bangunan Keraton Kasepuhan menyiratkan
perpaduan antara aspek fungsional dan simbolis maupun budaya lokal dan
luar. Mencerminkan kemajemukan gaya maupun kekayaan budaya bangsa
Indonesia.

3. Barongsai
Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari Kebudayaan
Tionghoa, kini telah berakulturasi dengan kesenian lokal.

* Hasil akulturasi dalam bidang agama islam hindu dan budha


Islam serta unsur-unsur budayanya di Nusantara merupakan hasil akulturasi
antara budaya Islam dengan Hindu-Buddha yang lebih dulu ada di
Nusantara. Menurut Habib, catatan tertua tentang peninggalan purbakala
Islam di Nusantara, antara lain, terdapat dalam kisah-kisah pelayaran para
pelaut Belanda yang mengunjungi Nusantara pada akhir abad XVI. Pelayaran
pertama dilakukan Cornelis de Houtman (1595-1597), yang kedua oleh Jacob
van Neck dan Wybrant Warwyck tahun 1598-1600. Studi orang Eropa Selama
abad XVII studi tentang Islam di Jawa mulai mendapat perhatian di
lingkungan universitas di Negeri Belanda dan Eropa berkat laporan-laporan
tersebut. Misalnya, R van Goens (1648-1654) menguraikan Islam yang
terdapat di pedalaman Jawa Tengah dan kehidupan masyarakatnya, Wouter
Schouten (1676) menggambarkan masjid di Jepara. Nicolas de Graaf (1701)
mengisahkan pengislaman di Maluku serta memuat informasi bentuk masjid
yang dilihatnya di Aceh, Jawa, Sulawesi, dan Maluku. Pandangan kedua
mengemukakan, Islam di Nusantara disebarkan dari daerah yang telah lebih
dahulu memeluk Islam, misalnya Persia, India, dan Campa. Keduanya
menyanggah pendapat para sarjana Belanda sebelumnya, yang berpendapat
bahwa Islam di Nusantara berasal dari tanah Arab langsung dibawa oleh
para pedagang. India Selatan Kemungkinan India selatan sebagai pusat
kebudayaan Islam yang berpengaruh di Nusantara, di antaranya dapat
ditunjukkan oleh data teks, seperti dikemukakan oleh Van Ronkel dan
Robson. Van Ronkel dalam kajiannya tentang roman Amir Hamzah dan ciri-
ciri mistik dalam karya abad XVI di Nusantara menunjukkan pengaruh yang
kuat dari India selatan. Pendapat tersebut diperkuat oleh Robson, dengan
merujuk sejumlah istilah yang digunakan dalam masyarakat Islam, antara
lain: lebai atau lebe, santri, maulaKeterbukaan suatu komunitas masyarakat
akan mengakibatkan kebudayaan yang mereka miliki akan terpengaruh
dengan kebudayaan komunitas masyarakat lain. Selain keterbukaan
masyarakatnya, perubahan kebudayaan yang disebabkan “perkawinan“ dua
kebudayaan bisa juga terjadi akibat adanya pemaksaan dari masyarakat
asing memasukkan unsur kebudayaan mereka. Tentulah hal ini terjadi
masyarakat asing tersebut mengusai atau menjajah masyarakat tempatan.
Proses perubahan kebudayaan yang kedua biasanya akan mendapat
perlawanan dari masyarakat tempatan, tetapi bagaimanapun juga lambat-
laun perubahan kebudayaan akan terjadi.
Pengaruh kebudayaan asing terhadap kebudayaan tempatan di suatu dearah
atau negara tidak pernah dapat dielak. Walaupun demikian perubahan
kebudayaan itu tidak akan menghilangkan kebudayaan tempatan. Dalam
mengadopsi kebudayaan lain atau adanya pemaksaan kebudayaan lain,
masyarakat tempatan akan mempertahankan kebudayaan yang dimilikinya.
Kebenaran atau identitas suatu masyarakat selalu terpancar dari
kebudayaan yang turun-temurun dimilikinya.

Manusia dalam suatu masyarakat dengan suatu kebudayaan tertentu


dipengaruhi oleh unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang sedemikian
berbeda sifatnya, sehingga unsu-unsur kebudayaan asing tadi lambat-laun
diakomudasi dan dintegrasikan ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa
kehilangan kepribadian dari kebudayaan sendiri, disebut alkuturasi
(Koejtaraningrat, 1990, 99).

Banyak sekali pakar Antropologi berselisih pendapat mengenai akulturasi.


Bagaimanapun juga penulis meyakini bahwa proses akulturasi terjadi di
antara dua kebudayaan dan masing kebudayaan memiliki karakter yang
berbeda, bukan antar individu-individu masyarakat. Redfiel mengatakan
bahwa akulturasi merupakan proses dua arah atau dua kelompok yang
saling mengadakan hubungan (Hari Poerwanto, 2000, 107).

Hubungan yang dimaksud Redfield bisa saja hubungan yang tidak diingini
oleh suatu masyarakat, tetapi karena suatu masyarakat lain terlebih dahulu
maju maka pengaruh kebudayaannya tidak dapat dielakan. Biasa
masyarakat kebudayaan yang maju itu melakukan pemaksaan dalam bentuk
menjajah masyarakat lain.

Perubahan kebudayaan selalu berkaitan dengan kebudayaan yang


dipengaruhi dan kebudayaan yang terpengaruhi. Kedua sifat ini menjadi
tolok belakang pemikir Antropologi meletakan gagasan akulturasi.
Malinowski mengatakan bahwa perubahan kebudayaan mungkin
disdebabkan faktor-faktor dan kekuasaan spontan yang muncul dalam
komunitas, atau mungkin hal itu terjadi melalui kontak dengan kebudayaan
yang berebeda (Hari Poerwanto, 2000, 105).

Dalam proses akulturasi yang berlangsung dengan cara pemaksaan oleh


masyarakat asing atau penjajah, biasanya perubahan kebudayaan hanya
terjadi pada tatanan permukaan saja. Maksudnya, masyarakat tempatan
hanya melaksanakannya pada aktivitas formal saja. Tetapi karena
kebudayaan itu sering diperlihatkan maka lama-kelamaan kebudayaan asing
itu menjadi kebudayaan tempatan.

Pihak penjajah yang menguasai suatu daerah akan menyebarkan


kebudayaannya dengan paksa. Kebudayaan yang mereka miliki, dianggap
lebih maju dari kebudayaan tempatan. Selain itu, dengan memaksa
kebudayaan, mereka dapat melakukan eksploitasi kekayaan di daerah
jajahannya (Soerjono Soekanto, 1942, 307).

Perubahan kebudayaan dengan cara pemaksaan, jelas sekali ada keinginan-


keinginan di baliknya. Keinginan ini tentu merugikan masyarakat tempatan,
tetapi karena adanya kekuasaan bermain maka masyarakat jajahan
menerima. Tentu saja kebudayaan penjajah berbaur dengan kebudayaan
jajahan yang mereka miliki selama ini.

Di atas telah disinggung bahwa keterbukaan juga menyebabkan perubahan


kebudayaan. Keterbukaan yang dimksud di sini adalah keterbukaan sutau
komunitas masyarakat menerima komunitas masyarakat lainnya tanpa ada
perselisihan, kalaupun ada perselisihan itu cuma terjadi pada individu-
individu dan perselisihan itu bukan menjadi pembahasan akulturasi. Sebab
akulturasi ruang lingkupnya bukan individu tetapi pada masyarakat banyak
atau kebudayaan.

Proses akulturasi yang tidak mengalami pertentangan di masyarakat


tempatan dibawa oleh komunitas masyarakat asing yang memberi
pencerahan pada masyrakat tersebut. Para cendikiawan, agamawan dan
para pedagang, selalu mendapat tempat di tengah masyarakat dan mereka
berpeluang menyebarkan kebudayaan yang mereka punyai (Ediruslan dan
Hasan Junus, 1993, 45).

Tidak adanya pertentangan dari masyarakat tempatan disebabkan


komunitas kebudayaan asing ini melakukan dengan pendekatan dan juga
dilakukan dengan adaptasi kebudayaan yang tidak memaksa. Selain itu,
kebudayaan yang mereka bawa berdaya-guna bagi masyarakat tempatan.
Ralp Linton mengatakan perubahan kebudayaan yang diterima oleh suatu
masyarakat dari masyarakat lainnya disebabkan ada kegunaan bagi
masyaraakat lokal untuk memperoleh peradaban yang lebih baik dari
sebelumnya (Soerjono Soekamto, 1989, 309).

Proses akulturasi pada prinsipnya mengubah kebudayaan lokal yang


terkebelakang menjadi kebudayaan yang sesuai dengan perkembangan
zaman. Perkembangan ini tentu tidak berlawanan dengan konsep
kebudayaan tempatan. Selain itu, pendekatan penyebaran kebudayaan juga
menjadi dasar diterimanya kebudayaan asing menyatu ke dalam
kebudayaan tempatan.

Dalam penyatuan ini, terjadilah “tawar-menawar”, yang mana dari


kebudayaan asing itu diterima dan mana yang tidak diterima. Tawar-
menawar ini bisa menyebabkan kebudayaan asing yang lebih dominan dan
bisa juga kebudayaan asing sebagai pelengkap mengisi kekurangan
kebudayaan tempatan.

* AkulturasiTeaterBangsawanRiau

Tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas masyarakat Riau adalah suku


Malayu yang berhubungan erat dengan Malaysia. Pada tahun 1824 terjadilah
pemisahan disebabkan adanya perjanjian Tratat of London, jajahan Belanda
dinamakan Indonesia dan jajahan Inggris dinamakan Malaysia. Sebelumnya
kedua daerah ini saling berhubungan. Untuk itu kebudayaannya juga tidak
jauh berbeda.

Sesatu kebudayaan yang berkembang di tanah Malaysia akan menyebar ke


daerah Riau. Melaka sebagai pusat kerajaan Melayu, ramai dikunjungi oleh
bangsa-bangsa lain. Selain itu kota-kota kecil seperti Johor, Sabah dan
Penang merupakan tempat-tempat yang strategis dikungi bangsa-bangsa
asing itu. Dari daerah inilah penyebaran kebudayaan sampai ke daerah
kepulauan Riau.

Di sinilah awal penyebaran berbagai macam kebudayaan di Riau. Kesenian


sebagai cabang dari kebudayaan juga berkembang di daerah ini melalui jalur
yang sama. Salah satunya cabang seni yang berkembang di Riau adalah
seni teater. Bidang seni teater khususnya teater Bangsawan menjadi dasar
tulisan akulturasi penulis.

Kehidupan seni pertunjukkan tradisional khususnya seni teater di Riau


sampai saat ini masih bisa dinikmati, walaupun kehidupannya tidak semeriah
di Pulau Jawa. Ada beberapa jenis seni teater di Riau yang berkembang
antara lain: Makyong, Mendu, Randai, Mamanda dan Teater Bangsawan.

Pada umumnya, masyarakat Malayu (Riau) tidak menutup diri, sehingga


kebudayaan asing bisa masuk dan akulturasi biasanya tidak mengalami
pertikaian yang mendasar.

Sebagaimana seni teater lainnya di Riau, seni teater Bangsawan juga bukan
asli kepunyaan masyarakat Riau. Tetapi teater Bangsawan saat ini melekat
menjadi hak milik masyarakat Riau. Hal ini disebabkan adanya proses
akulturasi di antara kebudayaan Riau dengan kebudayaan Persia. Dalam
buku Teater Tradisi Riau¸ Karangan Ediruslan dan Hasan Junus mengatakan
bahwa teater Bangsawan berasal dari masyarakat Persia, tetapi karena
adanya pertentangan idiologi, sebahagian masyarakat itu hitrah ke India.
Masayarakat Parsia yang pindah ke India inilah mengembangkan teater
tersebut, kemudian berkembang di Pulau Penang (Malaysia) dan menyebar
pula ke daerah Kepuluan Riau (1993, 96).
Zaini KM mengatakan dalam buku Interkultural dalam Teater, teater trans-
etnik muncul di Indonesia dari India lewat Malaysia (Penang). Dinamakan
Wayang Parsi oleh orang Malaysia. Karena berbagai alasan, kelompok itu
pulang ke India dan menjual segala peralatan kepada seorang Malaysia,
Mohamad Pushi. Mohamad mengantikan nama teater itu menjadi teater
Bangsawan, dimana bahasanya menggunakan bahasa Melayu (2000, 33).

Para pekerja Wayang Parsi datang ke tanah Melayu bertujuan untuk


menghibur para pedagang India di kawasan itu. Bahasa yang digunakan
tentu bahasa India dan mengangkat cerita dewa-sewa. Walaupun
dipergelarkan untuk para pedagang India, pergelaran ini terbuka untuk
umum. Jadi orang Melayu juga bisa menikmati pegelaran tersebut.

Setelah orang Melayu menguasai seni pertunjukan itu, maka cerita dan
bahasa diadaptasi ke bahasa Melayu dan ceritanya pun diganti dengan
cerita-cerita yang berkembang di masyarakat Melayu sendiri. Tarian dan
nyanyian juga dimodefikasi sesuai dengan kebudayaan Melayu yang
berkiblat pada kebudayaan Timur Tengah.

Cerita-cerita yang selalu mendapat tempat dalam Bagsawan antaranya,


Hang Tuah Lima Bersaudara, Sultan Mahmud Mangkat Dijulang dan
Laksemana Bintan. CH. E.P. van Kerckhoff mengatakan pada masa untuk
menggantikan cerita-cerita berasal dari India, kelompok Bangsawan mencari
cerita-cerita asli daerah itu dari cerita sastra lisan yang hidup di tengah
masyarakat (Ediruslan dan Hasan, 1993, 100).

Pernyataan ini menyiratkan bahwa masyarakat Melayu ingin melastarikan


Wayang Parsi ini dengan kebudayaan tempatan. Selain itu perubahan yang
akan terjadi tidak terasa karena menganggap Wayang Parsi bukan milik
orang India tetapi sudah menjadi milik orang Melayu. Selain itu, tatacara
pelaksanaan pertunjukkan itu diubah menurut kebudayaan Melayu.

Dalam pelaksanaannya untuk memainkan cerita-cerita Malayu asli ini, selalu


didahului dengan upacara kenduri kecil, yaitu membaca doa selamat dengan
makanan seadanya. Acara itu juga menandakan bahwa masyarakat
menyetujui cerita-cerita sakral tersebut dipentaskan.

Biasanya hidangan yang dimakan bersama ialah pulut (ketan) kuning, yaitu
kentang yang dikuningkan dengan menggunakan kunyit. Selain itu pulut
kuning itu dilengkapi terlebih dahulu dengan lauk pauknya dan pisang.
Setelah semua tersedia maka sebelaum pementasan diadakan makan
bersama sesama pendukung pementasan di atas panggung tempat
pementasan dilaksanakan.

Dasar melaksanakan kegiatan ini adalah cerita-cerita yang akan dipentaskan


mempunyai kekuatan gaib dan merupakan cerita mengenai nenek-moyang
mereka. Untuk itu sebelum melakukan pementasaan harus minta restu
terlebih dahulu, kalau tidak akan terjadi bencana yang tidak diingini.
Pelaksaanaan yang sama juga dilakukan oleh kelompok Wayang Parsi dari
India, tetapi caranya berbeda. Kalau kelompok Wayang Parsi menggunakan
adat istiadat India sedangkan kelompok Bangsawan menggunakan adat
istiadat setempat berdasarkan Islam.

Setelah melakukan upacara permohonan tersebut barulah pertunjukan itu


dimulai dengan sebuah lagu yang dikarang sendiri atau lagu yang
berkembang di masyarakat. Lagu ini hanya berfungsi sebagai penarik
penonton agar bersiap-siap mempersiapkan diri menyimak segala pelajaran
yang terkandung dalam pertunjukan itu. Pada Wayang Parsi tidak ditemukan
lagu pemukaan tersebut.

Penggunaan kostum juga mengalami perubahan yang sangat mencolok.


Kalau Wayang Parsi menggunakan baju India, sedangkan pada pertunjukan
Bangsawan Bajunya disesuaikan dengan keadaan raja-raja Melayu.
Kesamaannya adalah kedua-duanya menggunakan baju yang sangat
mewah.

Memang terjadi perubahan dari Wayang Parsi ke Bangsawan. Walaupun


demikian bentuk pertunjukannya tidak mengalami perubaahan. Selain itu
tema cerita tentang kebesaran-kebesaran penokohan juga tidak mengalami,
cuma di Wayang Parsi mengangkaat tokoh-tokoh besar dewa-dewa
sedangkan Bangsawan mengangkat kebasaran para sultan (raja).

Perkembangan berikutnya, Teater Bangsawan sudah mengalami perubahan


yang sangat signifikan. Dimana pengaruh teater Barat mulai merasuki seni
pertunjukan ini. Segala diatur sedemikian rupa sehingga Bangsawan bukan
lagi merupakan seni yang sakral dengan segala macam persemahan, tetapi
menjadi seni pertunjukan biasa. Segala yang diyakini sebagai penghantar
permohonan sebelum pementasan ditiadakaan. Walaupun terjadi perubahan
besar dalam Bangsawan, ada nilai-nilai yang mendukung pementasan itu
yang tidak hilang. Kostum raja-raja yang mewah, cerita masih berdasarkan
cerita rakyat dan kadang kala Setting panggung juga masih dipertahankan,
dengan menggunakan terai-terai kain yang melukiskan tempat kejadian
dalam pementasan itu.

Teater Bangsawan terus berkembang sampai sekarang. Di daerah


Kabupaten Bengkalis Riau, seni teater Bangsawan menjadi ciri khas teater di
daerah ini, walaupun “dihukum” oleh ketentuan teater barat. Perbedaan
lainnya juga terletak pada cerita. Teater Bangsawan yang hidup di Bengkalis
ini, ceritanya lebih mengangkat masalah sosial yang terjadi di daerah itu. Hal
ini dilakukan disebabkan adanya tuntutan dari penikmnat seni yang lebih
menyukai kejadian yang sedang mereka hadapi.
Pada saat sekarang ini masyarakat Riau sudah menganggap Bangsawan
milik mereka. Dengan demikian Bangsawan terus hidup menjadi identitas
seni teater Riau dan untuk itu teater Bangsawan terus saja disosialisasikan
ke anak-anak sekolah. Bahkan Dewan Kesenian Riau telah mengadakan
festival teater Bangsawan, demi terlestarikan teater tradisional ini di tengah
generasimudaRiau.

Akulturasi teater Bangsawan di Riau merupakan salah satu perubahan


kebudayaan yang tidak mendapat halangan dari masyarakat setempat.
Malahan Bangsawan menjadi sesuatu yang dapat dibanggakan. Tidak itu
saja Bangsawan sudah pula dianggap milik masyarakat Riau.

Proses akulturasi Bangsawan merupakan sdalah satu contoh perubahan


kebudayaan yang tidak meml;alui pemaksaan. Dapat juga digarisbawahi
bahwa kebudayaan asing yang memilikidayaguna bagi masyarakat
tempatan, maka kebudayaan itu akan diterima.

Akulturasi budaya cina

Budaya Cina Perantauan di Indonesia


Wayang potehi
Kesenian ini mirip wayang golek (wayang kayu), namun cerita yang ditampilkan berasal dari
legenda rakyat tiongkok, seperti Sampek Engthay, Sih Djienkoei, Capsha Thaypoo, Sungokong,
dll
bacang
Dahulu bacang diyakini orang China adalah makanan untuk menghormati seorang pahlawan
yang mati akibat difitnah orang bentuk peringatan adalah makan bakcang (Hanzi: 肉粽, hanyu
pinyin: rouzong) Penganan ini terdiri dari daging cacah sebagai isi dari beras ketan dibungkus
daun bambu dan diikat tali bambu. Di beberapa tempat Indonesia,diadakan festival memperingati
sembahyang bacang atau disebut juga Duan Wuji.
Festival ini disebut pehcun. Atraksi yang menjadi maskot festival ini adalah perlombaan balap
perahu naga.Duanwu Jie (Hanzi: 端午節) atau yang dikenal dengan sebutan festival Peh Cun di
kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah
Tiongkok. Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan (Hanzi: 扒船, bahasa Indonesia:
mendayung perahu). Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktek umum di kalangan
Tionghoa-Indonesia, namun istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini.
Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah
berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou.Dan perlombaan dayung perahu naga.
Karena dirayakan secara luas di seluruh Tiongkok, maka dalam bentuk kegiatan dalam
perayaannya juga berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Namun persamaannya masih
lebih besar daripada perbedaannya dalam perayaan tersebut.
Kiasu
Kiasu adalah ejaan Hokkien (fujianese) untuk Bhashu / pasu. Jargon ini sangat sering
didengungkan di Singapura.
Istilah ini mengandung arti (kira-kira) suatu ketakutan akan tertinggal karena kurang menguasai
ilmu.
Ai Pia Cia E Ya 爱拼才会赢
爱拼才会赢 atau dalam mandarin = Ai Pin Cai Hui Ying Adalah "Lagu kebangsaan" suku
Hokkien di seluruh dunia. Isi lirik lagu dari Taiwan ini mencerminkan etos kerja dan spirit
berusaha yang sangat tinggi dari suku ini. Sebagaimana umumnya lagu-lagu Hokkien lainnya,
lagu ini sangat menjiwai, bukankah arti judulnya saja "Cinta (suka) berjuang baru bisa menang"
Budaya Cina Peranakan Banyak budaya, aksen maupun produk tionghoa yang bukan
berasal dari negeri cina daratan, namun merupakan produk setempat yang dinamai istilah cina.
Kalau di Malaysia, kita kenal ikan Louhan yang bukan dari Cina, tapi "penemuan" peternak ikan
China dari Malaysia, di Indonesia kita mengenal "lontong capgomeh" yang tidak ada di negeri
cina, maupun wingko babat yang berasal dari kota Babat di Jawa Timur.
Budaya blasteran Cina-Indonesia
Tak hanya etnik saja yang sudah berasimilasi, aspek lain juga ikut berasimilasi: Makanan
Contoh: Lunpia semarang, isi utamanya adalah irisan kulit rebung sedangkan lunpia yang dari
China isi utamanya mihun.

Setiap orang mungkin saja memaknai Imlek dengan berbeda, tapi bagi Sastrawan dan
Budayawan Sunda keturunan Tionghoa, Drs. Soeria Disastra, tahun baru Imlek dipenuhi harapan
untuk mendapat kehidupan yang aman, bahagia, dan mudah rezeki. Biasanya, Imlek juga
dirayakan dengan berbagai kebudayaan Tionghoa seperti Barongsai, lentera merah, dan petasan.
Memang, kebudayaan Tionghoa tak hanya terlihat saat perayaan Imlek. Dalam kehidupan sehari-
hari, meja makan kita terasa tak lengkap tanpa teufu (tahu), yang notabene dari Tionghoa.
Sebenarnya pembauran kebudayaan Tionghoa dengan kebudayaan Sunda sudah terjadi di
Bandung sejak lama. Hal tersebut diakui Soeria Disastra saat ditemui di kediamannya, Sabtu
(2/2) pagi. Ia mengatakan, warga Tionghoa yang lahir dan besar di Bandung pada umumnya
memiliki dua bahasa ibu, yaitu bahasa dialek Tionghoa dan bahasa Sunda. “Kebudayaan Sunda
dan Tionghoa saling mempengaruhi,” kata pria yang fasih berbahasa Sunda ini.
Banyak unsur-unsur kebudayaan Sunda yang ada dalam kebudayaan Tionghoa, begitupun
sebaliknya. Dalam kehidupan sehari-hari, contoh pembauran budaya Sunda ke dalam budaya
Tionghoa misalnya saja penggunaan kain khas orang Sunda, samping atau sinjang, dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat keturunan Tionghoa. Padahal di Tiongkok sendiri tidak ada
samping. Ada pula tradisi menebar bunga rampe di malam Jumat yang ada dalam tradisi Sunda,
kini sudah menjadi kepercayaan bagi beberapa orang Tionghoa yang tinggal di Bandung. Konon,
mereka percaya dengan menebar bunga rampe maka rejeki bakal lebih mudah datang.
Sedangkan pembauran budaya Tionghoa ke dalam budaya Sunda dapat dilihat dari berbagai
makanan atau masakan seperti capcay, somay atau siomay, dan lain-lain yang asli dari Tiongkok
tapi disukai orang Sunda. Contoh lainnya, di Cirebon pernah ada acara kesenian Sunda yang
menggunakan alat musik dari Tionghoa.
Selain itu, dalam hal kesenian, banyak idiom gerak, warna, kostum, dan instrumen kesenian
Mandarin yang diadaptasi dan menjadi bentuk kesenian Sunda, terutama di pesisir. Topeng
Banjet, Gambang Kromong, Topeng Cisalak, silat (maen po), dan sebagainya sarat dengan warna
Mandarin.
***
Pengaruh kebudayaan Tionghoa pada masyarakat Sunda pada mulanya tumbuh melalui
hubungan dagang. Namun hubungan tersebut beberapa kali mengalami pasang surut, terutama
pada zaman Belanda. Pada masa itu posisi orang Tionghoa berada di tengah antara orang
Belanda dengan penduduk pribumi. Karena sebagian besar orang Tionghoa bersikap kooperatif
dengan Belanda, hal ini menimbulkan sikap sinis dari orang Sunda.
Setelah komunisme di Indonesia hancur, hubungan Tionghoa-Sunda sedikit demi sedikit mulai
dibangun kembali. Hasilnya dapat disaksikan saat ini, salah satunya dengan pembauran budaya
Tionghoa dengan budaya Sunda. Juga dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, kini warga
keturunan Tionghoa dapat hidup berdampingan dalam suasana aman dan damai dengan urang
Sunda.
Menurut pengamatan Drs. Soeria Disastra saat ini jumlah warga keturunan Tionghoa mncapai 10
hingga 15 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar
setelah jumlah suku Jawa dan Sunda. Sedangkan di Bandung jumlahnya kurang lebih
sepersepuluh dari jumlah penduduk Bandung.
Dengan jumlah populasi yang cukup banyak dan tersebar di seluruh Indonesia, terbentuklah
beberapa komunitas diantara mereka. Di Bandung sendiri terdapat komunitas Tionghoa pecinta
Sunda yang mendirikan lembaga-lembaga kebudayaan. Tidak hanya pendiri bahkan pengurus
dan anggota seluruhnya warga keturunan Tionghoa. Misalnya saja Lembaga Kebudayaan Mekar
Parahyangan, Pasundan Asih dan Komunitas Sastra Tionghoa Indonesia.
Lembaga-lembaga tersebut biasanya melakukan kegiatan bersama dengan lembaga kebudayaan
Sunda lain dengan tujuan agar kebudayaan Sunda dan Tionghoa bisa bersatu. Salah satu
kegiatannya, misalnya dalam perayaan 17 Agusutus-an, mereka bersama-sama mengadakan
acara pembacaan sajak Sunda atau lomba menulis cerpen Sunda. Selain itu lembaga-lembaga
tersebut juga acapkali mengadakan acara kesenian Sunda seperti Jaipongan dan gamelan Sunda.
Jadi lembaga-lembaga ini juga turut memberikan sumbangsih dalam mengembangkan
kebudayaan lokal (Sunda), selain juga untuk mengembangkan kebudayaan Tionghoa sendiri.

You might also like