Professional Documents
Culture Documents
KABUPATEN BLORA
TAHUN 2007
SKRIPSI
Oleh
Heny Sulistyowati
NIM 6450403206
2007
2
ABSTRAK
Heny sulistyowati. 2007. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian
Makanan Pendamping ASI Dengan Status Gizi Balita Usia 4-24 Bulan Di Desa
Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora Tahun 2007. Skripsi. Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing I Drs. Bambang BR, M.Si, pembimbing II dr. Arulita Ika Fibriana,
M.Kes(Epid).
Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Makanan Pendamping ASI, Pola
Pemberian Makanan Pendamping ASI, dan Status Gizi
ABSTRACT
Key Word : the level of mother’s knowledge about supplement food of ASI. The
pattern of giving supplement of ASI, nutrition status.
PENGESAHAN
Panitia Ujian
Dewan Penguji
MOTTO
¾ ”Keberhasilan merupakan tetesan dari jerih payah perjuangan, luka,
pengorbanan dan hal-hal mengejutkan. Kegagalan merupakan tetesan dari
kemalasan, kebekuan, kelemahan, kehinaan dan kerendahan” (Aidh bin
Abdullah Al-Qarni)
¾ ”Jangan biarkan masa sulit menjatuhkanmu, belajar untuk bangkit kembali dari
kegagalan merupakan nilai yang berharga” ( Lauren Fox)
PERSEMBAHAN
Setetes peluh dan karya kecil ini
kupersembahkan untuk :
1. Bapak dan Ibu tercinta sebagai Darma Bakti
Ananda karena beliau yang selalu
mengasihiku, menyayangiku dan selalu
mengiringi langkahku dengan doa,
2. Mas Hery, mba Desi yang selalu memberikan
perhatian dan motivasinya selama ini,
3. My Sweetheart Sigit Widhi Nugroho yang
selalu memberikan motivasi, semangat dan
do’anya selama ini,
4. Keluarga besarku di Griha Gharini, Nemi,
Mini, Dian, Evi yang selalu memberikan warna
dan makna dalam kehidupanku,
5. Almamaterku UNNES
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga skripsi yang berjudul : “Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola
Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan Status Gizi Balita Usia 4-24 Bulan Di
Desa Sendangharjo Kecamatan Blora Kabupaten Blora Tahun 2007” dapat diselesaikan.
Semarang.
Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segenap ketulusan hati,
6. Dosen serta staf tata usaha Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora dr. Henny Indriyanti M.Kes atas
10. Ibu Zulka, ibu Ratna dan ibu Ir selaku koordinator kader Posyandu desa
11. Bapak dan Ibu tercinta (Bapak Sutardjo dan Ibu Isbandiyah), atas motivasi
dan doa-doanya.
12. Mas Hery, mba’ Desi, mas Iwan, mba’ Heni, warga Griha Gharini atas
baik dari semua pihak senantiasa mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah
SWT. Untuk kesempurnaan skripsi ini, diharapkan kritik dan saran yang
bidang kesehatan.
Penulis
8
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................. ii
PENGESAHAN ..................................................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................... vi
BAB I : PENDAHULUAN
3.5.2 Sampel.................................................................... 32
LAMPIRAN .......................................................................................... 59
11
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori................................................................................... 28
Konsumsi Energi................................................................................. 43
Konsumsi Protein................................................................................ 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi ................. 60
2. Surat Permohonan Ijin Penelitian untuk DKK Blora dari
Fakultas Ilmu Keolahragaan UNNES............................................... 61
3. Surat Ijin Penelitian untuk Puskesmas Medang dari Fakultas
FIK.................................................................................................... 62
4. Surat Permohonan Ijin untuk Kepala Desa Sendangharjo................ 63
5. Surat Telah Melakukan Penelitian dari DKK Blora ......................... 64
6. Surat Telah Melakukan Penelitian dari Puskesmas Medang ............ 65
7. Surat telah Melakukan Penelitian dari Kepala Desa Sendangharjo.. 66
8. Pengambilan Sampel Penelitian........................................................ 67
9. Kuesioner Penelitian ......................................................................... 68
10. Formulir Recall 24 Jam.................................................................... 71
11. Contoh Perhitungan AKE dan AKP ................................................. 72
12. Validitas dan Rebilitas ...................................................................... 75
13. Tabel Nilai r Product Moment .......................................................... 78
14. Rekapitulasi Data Tingkat Pengetahuan Ibu tentang MP-ASI ......... 79
15. Data Rekapitulasi Tingkat Kecukupan Gizi ..................................... 80
16. Data Tingkat Status Gizi .................................................................. 81
17. Hasil Analisis Data (Distribusi Frekuensi tiap Variabel) ................ 82
18. Hasil Analisis Data (Analisis Bivariat)............................................. 83
19. Surat Keterangan Tera Timbangan ................................................... 88
20. Surat Keterangan Tera Dacin............................................................ 90
21. Surat Keterangan Tera Mikrotoa ...................................................... 92
22. Dokumentasi Penelitian ................................................................... 94
14
BAB I
PENDAHULUAN
kesehatan anak dilakukan sejak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia
prasekolah dan usia sekolah (UU Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992, pasal 17).
1995:6). Pada masa balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang
sangat pesat sehingga memerlukan zat- zat makanan yang relatif lebih banyak
dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat
tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. Gizi kurang atau
gizi buruk pada bayi dan anak- anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun
Djaeni,2000:239).
pertumbuhan bayi, maka bertambah pula kebutuhan gizinya, sebab itu sejak usia
4-6 bulan, bayi mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI) (Jihat
Santoso,2005).
1
15
Semakin meningkat umur bayi/ anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah
untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang
yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Prevalensi kurang gizi di Jawa Tengah,
terutama pada bayi dibawah 5 tahun dinilai masih tinggi. Pada tahun 2002,
tercatat sebanyak 4.378 balita atau 1,51 % balita di Jawa Tengah bergizi buruk.
Sebanyak 40.255 balita atau 13,88% balita bergizi kurang (Profil Kesehatan Jawa
Tengah, 2003).
Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi atau anak melalui
yang tidak dapat dipisahkan dari upaya perbaikan gizi secara menyeluruh
pada bayi dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan pendamping
ASI yang tidak tepat. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan
anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak
langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak,
maupun orang dewasa. Anak- anak serta ibu yang sedang mengandung dan
sedang menyusui merupakan golongan yang sangat rawan. Usia 2-3 tahun
merupakan usia yang sangat rawan karena pada usia ini merupakan masa
peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau ke makanan sapihan dan paparan
16
terhadap infeksi mulai meningkat karena anak mulai aktif sehingga energi yang
pada umumnya mengandung karbohidrat dalam jumlah besar tetapi sangat sedikit
kandungan proteinnya atau sangat rendah mutu proteinnya, justru pada usia
tersebut protein sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan anak (Winarno, 2002: 46).
sepenuhnya pada perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Oleh karena itu
Makanan Pendamping ASI dan sikap yang baik terhadap pemberian Makanan
baik untuk dikonsumsi oleh bayinya. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang
anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan
secara dijatah oeh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri mana yang
disukainya (Ahmad Djaeni, 2000:12). Untuk dapat menyusun menu yang adekuat,
seseorang perlu memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan dan zat gizi,
Umumnya menu disusun oleh ibu (Soegeng Santoso dan Anna Lies Ranti,
1999:123).
17
2003/2004 tercatat sebesar 4,28 % balita berstatus gizi buruk, 18,09% balita
berstatus gizi kurang, dan 71,41% balita berstatus gizi baik serta 6,22 % balita
dengan gizi lebih. Kabupaten ini merupakan kabupaten dengan jumlah balita gizi
balita yang dinyatakan gizi buruk di kabupaten Blora pada bulan Juli tahun 2005
mencapai 801 bayi, sehingga perlu diadakan perbaikan status gizi, salah satunya
yaitu dengan memperhatikan pemberian makanan bayi atau balita dengan tepat
menyebutkan bahwa di seluruh kabupaten Blora termasuk daerah yang rawan gizi.
Di setiap kecamatan terdapat balita dengan status gizi kurang maupun gizi buruk.
Dari laporan tersebut, jumlah balita dengan status gizi buruk sebesar 2,1 %,
sedangkan status gizi kurang sebesar 12,5% (Profil Dinkes Blora, 2006).
kecamatan Blora kabupaten Blora, desa Sendangharjo termasuk desa yang rawan
gizi. Dengan status gizi kurang sebesar 4,7 % sebanyak 8 anak dan gizi buruk
sebesar 1,2 % sebanyak 2 anak untuk tahun 2006. Jika dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya status gizi kurang dan gizi buruk di desa Sendangharjo
mengalami penurunan yaitu pada tahun 2004 gizi kurang sebesar 6,7 % dan tahun
2005 sebesar 5,3 %. Sedangkan gizi buruk pada tahun 2004 2,2 % untuk tahun
pendamping ASI,dan pola pemberian makanan pendamping ASI serta status gizi
balita merupakan masalah yang penting untuk dikaji lebih dalam, untuk itu perlu
diadakan suatu penelitian yang mengkaji tentang masalah tersebut dengan judul “
ASI dengan Status Gizi Balita Usia 4-24 Bulan di Desa Sendangharjo Kecamatan
1.2.1 Umum
ASI dan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita usia
1.2.2 Khusus
ASI dengan status gizi balita usia 4-24 bulan di desa Sendangharjo
dengan status gizi balita usia 4-24 bulan di desa Sendangharjo kecamatan
pendamping ASI dan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status
gizi balita usia 4-24 bulan di desa Sendangharjo kecamatan Blora kabupaten
Blora.
pendamping ASI dengan status gizi balita usia 4-24 bulan di desa
dengan status gizi balita usia 4-24 bulan di desa Sendangharjo kecamatan
pemberian makanan pendamping ASI dan tingkat status gizi balita di desa
Tabel 1
Keaslian Penelitian
Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu tahun dan
tempat penelitian, serta variabel penelitian. Pada penelitian yang pertama variabel
bebasnya adalah pengetahuan ibu, variabel antaranya adalah praktik MP-ASI dan
variabel terikatnya adalah status gizi. Sedangkan pada peneliti kedua variabel
bebasnya adalah pola pemberian MP-ASI, tingkat konsumsi energi dan protein,
variabel terikatnya adalah status gizi. Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah
Ruang lingkup penelitian ini mencakup materi ilmu gizi dasar, gizi daur
BAB II
LANDASAN TEORI
yaitu:
1) Tahu (know)
kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
2) Memahami (comprehension)
3) Aplikasi (application)
9
23
4) Analisis (analysis)
objek kedalam komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan
5) Sintesis (synthetis)
6) Evaluasi
mengandung gizi diberikan pada bayi/ anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Semakin meningkat umur bayi/ anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah
untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi
perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini (Departemen
ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein dan zat-zat gizi lainnya (vitamin
dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang. Penting untuk diperhatikan agar
sejumlah energi dan protein yang bermutu tinggi. Untuk mengajarkan anak
mengunyah dan terbiasa dengan makanan baru, pertama-tama berikan satu atau
fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo, 1986: 35). Pengertian pola
makan menurut Lie Goan Hong dalam Sri Karjati (1985) adalah berbagai
makanan yang di makan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk
suatu kelompok masyarakat tertentu (Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti,
1999: 89).
adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau
bayi mengenai beberapa zat gizi, tetapi direkomendasikan untuk dikonsumsi yang
1) Energi
Konsumsi energi sebanyak 115 Kkal per kgberat badan (sekitar 95-145
kehidupannya. Dari jumlah energi yang dikonsumsi bayi, 50% digunakan untuk
tubuh, peredaran darah, dan sebagainya), 25% untuk aktivitasnya, 25% lainnya
untuk pertumbuhan badan yang berkisar antara 5 sampai 7 gr per hari.untuk umur
6 bulan energi yang dibutuhkan turun menjadi 95 Kkal/kg berat badan. Bayi yang
pendiam membutuhkan energi sebesar 71 Kkal/kg BB, sedangkan bayi yang aktif
2) Protein
keseimbangan metabolisme tubuh. Kebutuhan protein bagi bayi relatif lebih besar
dari orang dewasa, karena bayi mengalami pertumbuhan yang pesat (Departemen
Kesehatan, 1995:5)
otot yang cepat pada masa bayi, relatif tinggi. Konsumsi sebanyak 2,2 gr protein
bernilai gizi tinggi per kg BB per hari menghasilkan retensi nitrogen sekitar 45%,
jumlah ini cukup unuk pertumbuhan bayi yang normal. Pada minggu ketiga,
proporsinya adalah 45% dan 55%. Pada umur 5 bulan, kebutuhan proteinnya
Kebutuhan bayi akan vitamin yang larut dalam air sangat dipengaruhi oleh
makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi harus memperoleh 0,5 mg ribovlavin per
1000 Kkal energi yang dikonsumsi untuk memelihara kejenuhan jaringan, berarti
bahwa bayi yang berumur 3-6 bulan membutuhkan 0,4 mg tiamin dan pada umur
(niacin equivalent) dapat dibutuhkan oleh ASI yang menyediakan 0,15 mg niasin
kalsifikasi tulang dan gigi yang cepat. Konsumsi vitamin D dianjurkan sebanyak
400 IU/ hari. Disarankan untuk memberikan vitamin E pada bayi sebanyak 2-4
5) Mineral
berat badan pada waktu bayi mulai belajar berjalan, kalsium sangat dibutuhkan.
ASI mengandung 280 mg kalsium per liter, yang berarti dapat mensuplai sekitar
210 mg kalsium perhari. Kebutuhan bayi akan zat besi sangat ditentukan oleh
umur kehamilan. Bayi yang dikandung cukup umur akan menerima sejumlah zat
besi dari ibunya selama kandungan. Tingginya kadar seng dalam kolostrum (4 mg
27
per liter yang menurun jumlahnya menjadi 2 mg/liter pada air susu putih setelah 6
Pengaturan makanan anak usia dibawah lima tahun mencakup dua aspek
pokok, yaitu pemanfaatan ASI secara tepat dan benar dan pemberian makanan
pendamping ASI dan makanan sapihan serta makanan setelah usia setahun.
Penelitian Oomen terhadap 415 usia balita dibawah lima tahun di Jakarta tahun
1957 menunjukkan bahwa anak-anak yang disusui ibunya, keadaan gizinya tidak
lebih baik dari gizi anak yang tidak diberi ASI. Masalahnya bukan dikarenakan
mutu gizi ASI, akan tetapi karena penggunaan ASI yang tidak tepat dan salah.
berikut :
Tabel 2
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tinkat
makanan yang dikonsumsi responden pada periode 24 jam yang lalu. Dimulai
sejak ia bangun pagi sampai istirahat malam hari. Metode ini cenderung bersifat
Metode ini digunakan untuk mengatur rata-rata konsumsi pangan dan zat gizi
pada kelompok besar. Daya ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran
Responden diminta mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali
sebelum makan. Menimbang dalam ukuran berat pada periode tertentu, termasuk
cara persiapan dan pengelolaan makanan. Metode ini dapat memberikan informasi
konsumsi yang mendekati sebenarnya tentang jumlah energi dan zat gizi yang
beberapa hari tergantung dati tujuan, dana penelitian, dan tenaga yang tersedia.
29
Terdapatnya sisa makanan setelah makan juga perlu ditimbang sisa tersebut untuk
berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama (bias 1 minggu, 1 bulan,
1 tahun). Metode ini terdiri dari 3 komponen yaitu : wawancara, frekuensi jumlah
bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu. Meliputi hari, minggu,
bulan, atau tahun, sehingga diperoleh gambaran pola konsumsi makanan secara
1) Pendapatan
anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang
2) Besar Keluarga
Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi, karena
jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup
untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Akan tetapi tidak
cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut
(Suhardjo, 2003:23).
30
Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak
yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian
anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahanpun tidak
1995:10)
Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis
makanan tertentu dalam keluarga. Untuk bayi dan anak-anak yang masih muda
dan wanita selama tahun penyapihan, pengaruh tambahan dari pembagian pangan
yang tidak merata dalam unit keluarga, dapat merupakan bencana, baik bagi
4) Pengetahuan
makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara
langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang
gizi pada anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (Departemen Kesehatan
kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat
energi lain yang belum diperoleh. Dari pangan dan makanan yang dampak
31
menurut Supariasa, status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara
konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi dalam seluler
tubuh. Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dan nutritur dalam bentuk variabel tertentu.
Statistic) dengan skor simpangan baku (z skor) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3
cara, yaitu :
dilakukan dengan cara survey dan akan menghasilkan data yang kuantitatif
maupun kualitatif. Secara kuantitatif akan deketahui jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi.
2) Cara Biokimia
dengan cara biokimia dan lazim disebut cara laboratorium. Dengan demikian, cara
penting dalam era pengobatan preventif. Metode ini bersifat sangat obyektif,
bebas dari faktor emosi dan subyektif lain sehingga biasanya digunakan untuk
3) Cara Antropometri
luas dalam penelitian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik
antara energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu
komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass) (Yayuk
Farida, 2004:79-80).
manusia antara lain; umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa,
2002:38).
33
misalnya karena terserang penyakit infeksi, maka nafsu makan atau jumlah makan
badan. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih
pertumbuhan skeletal. Perubahan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam jangka pendek. Pengaruh
defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam jangka waktu relatif
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam
dan jaringan lemak bawah kulit. Lingkar Lengan atas berkolerasi dengan indeks
sebagaimana dengan berat badan merupakan parameter yang labil, dapat berubah-
ubah dengan cepat. Indeks LILA sulit untuk melihat perkembangan anak.
Masalah kekurangan dan kelebihan pada gizi orang usia 18 tahun keatas
pemantauan keadaan tertentu perlu mempertahankan berat badan yang ideal atau
normal. Dalam hal ini indeks massa tubuh digunakan untuk melakukan
pengukuran.
bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada
bagian lengan atas triseps dan biseps, lengan bawah (foream), tulang belikat
(subscapular), dan pertengahan tungkai bawah (medial calf). lemak tubuh dapat
4) Cara Klinis
manifestasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala ini sering tidak spesifik dan hanya
berkembang selama tahap deplesi (pengosongan cadangan zat gizi dalam tubuh)
yang sudah parah. Karena alasan tersebut, diagnosis defisiensi gizi tidak
mengandalkan hanya pada metode klinis, oleh karena itu, metode laboratorium
yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi 2 yaitu secara langsung dan tidak
langsung.
1) Konsumsi makanan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan
Susunan hidangan baik dari segi kualitas maupun kuantitas maupun memenuhi
kebutuhan tubuh, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang
36
kualitas maupun kuantitas akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau
keluarga atau kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain
pendidikan dan pengetahuan gizi serta jumlah anggota keluarga (Wied Hary
Apriyadji, 1986:42).
2) Infeksi
Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus, parasit) dengan
malnutrisi. Ada interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi
dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi
(Supariasa, 2002:177).
1) Pendapatan Keluarga
Ada penelitian yang menemukan bahwa sebab utama pada anak balita
dengan baik, akibatnya bahan makanan yang dibeli tidak mencukupi untuk
keluarga. Ada juga keluarga yang membeli bahan pangan dalam jumlah cukup
akan tetapi kurang pandai dalam memilih tiap jenis pangan yang dibeli akibatnya
dalam susunan makanan akan tetapi, pengeluaran uang lebih banyak untuk pangan
perubahan terutama yang terjadi dalam kebiasaan makanan ialah pengan yang
Bahan makanan yang sampai keluarga akan diolah dan dimasak dan
dibagikan kepada anggota keluarga. Bila mana tidak diatur dengan baik akan
tersebut. Anak yang lebih kecil biasanya makan lebih lambat dan dalam jumlah
kecil sekali makan dari pada kakaknya sehingga mudah tersisihkan dan
memperoleh bagian yang terkecil, mungkin tak mencukupi bagi keperluan anak
3) Sosial Budaya
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang sangat
dominan terhadap pola konsumsi ialah pantangan dan tabu. Bahan makanan juga
mempunyai nilai sosial tertentu. Ada makanan yang dianggap bernilai sosial
tinggi dan ada yang menganggap bernilai sosial rendah. Orang akan suka
38
menerima makanan yang dianggap mempunyai nilai sosial yang setaraf dengan
kebudayaan dan daerah yang berlainan di dunia. Bila pola pantangan makanan
cenderung tidak akan berkembang seperti jika pantangan itu hanya berlaku bagi
(Suharjo, 1996:22).
4) Pendidikan
faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan menekuni
5) Pengetahuan gizi
nilai pangan adalah umum disetiap negara di dunia. Penduduk dimanapun akan
informasi tersebut untuk orang yang berbeda tingkat usia dan keadaan fisiologis
6) Pelayanan Kesehatan
yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih
lain seperti keberadaan posyandu, puskesmas, praktek bidan, dokter dan rumah
2.1.4 Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Makanan Pendamping ASI dan
nilai pangan adalah umum di setiap negara di dunia. Penduduk dimanapun akan
informasi tersebut untuk orang yang berbeda tingkat usianya dan keadaan
adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung
menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya
2000:1).
Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti
dapat diperoleh bila ibu aktif dalam kegiatan posyandu, PKK maupun kegiatan
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, dimana hal itu dikuatkan dengan
makanan yang tidak benar. Pemilihan makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
(Suharjo, 2003:25).
pentingnya gizi didasari pada 3 kenyataan yaitu : 1) status gizi seseorang yang
cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, 2) setiap orang hanya
akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi
energi, 3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
tubuh didalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang
Konsumsi pangan yang tidak cukup energi biasanya juga kurang dalam
satu atau lebih zat gizi esensial lainnya. Konsumsi energi dan protein yang kurang
selama jangka waktu tertentu akan menyebabkan gizi kurang, sehingga untuk
Pendidikan
Pengetahuan
Daya beli
Pola pemberian MP-ASI
Pendapatan
Konsumsi makanan
Sosial budaya
Status Gizi Balita
Jumlah Keluarga
Gambar 1
Kerangka Teori
(Sumber: Modifikasi Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti, 1999:82, Yayuk
BAB III
METODE PENELITIAN
Variabel Pengganggu
¾ Pendapatan Keluarga
¾ Jarak Pelayanan Kesehatan
¾ Penyakit Infeksi pada Balita
¾ Pendidikan Ibu
Gambar 2
Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
29
43
3.2.2.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita usia 4-24
3.2.2.2 Ada hubungan antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan
status gizi balita usia 4-24 bulan di desa Sendangharjo Kecamatan Blora
Kabupaten Blora.
Tabel 4.
Definisi Operasional
survey dengan pendekatan cross sectional dimana variabel bebas dan variabel
terikat yang terjadi pada obyek penelitian diobservasi dan diukur dalam waktu
3.5.1 Populasi
Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah ibu balita yang memiliki
balita berumur 4-24 bulan yang ada di desa Sendangharjo Kecamatan Blora
3.5.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita usia 4-24
bulan yang terdapat dalam populasi dan memenuhi kriteria inklusi dan esklusi.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu total sampling, dengan
1. Ibu yang memiliki balita yang berusia 4-24 bulan dan bersedia jadi responden
Z 2 1 − a / 2 ⋅ p (1 − p ) N
n= 2 .......Rumus 1
d ( N − 1) + Z 2 1 − a / 2 ⋅ p (1 − p )
Keterangan :
n = jumlah sampel
N = total populasi
P = proporsi (50%)
D = presisi
Z 2 1 − a / 2 ⋅ p (1 − p ) N
n=
d 2 ( N − 1) + Z 2 1 − a / 2 ⋅ p (1 − p )
42,14
n=
1,34
n = 31,4 = 32
penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebanyak 57 responden, yang telah
3.6.1 Kuesioner
3.6.4 Mikrotoa
metode ini dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi, sampel dan data-data
yang mendukung penelitian ini seperti monografi desa, dan data jumlah balita
sosial dan gejala-gejala fisik dengan jalan mengamati dan mencatat (Soekidjo
dilakukan secara langsung dengan ibu-ibu yang mempunyai balita umur 4-24
bulan yang memenuhi kriteria sampel, untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu
Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur
lebih besar dari nilai korelasi tabel yang didapatkan dari korelasi Product
Moment.
karena nilai korelasi hitung lebih kecil dari nilai korelasi table, yang kemudian
tidak digunakan.
49
3.7.2.2 Reabilitas
pendamping ASI adalah 0,875 dan r tabel product moment adalah 0,361,
pengukuran dinyatakan reliabel karena nilai alpha lebih besar dari r tabel.
pengolahan data.
3.9.3 Entri data : Proses pemindahan data ke dalam media komputer agar
menganalisis data. Analisis data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan
atau berkolerasi. Untuk uji statistik data dengan skala ordinal dan data ordinal
menggunakan uji statistik Chi Square karena sesuai dengan data yang digunakan.
Taraf kepercayaan 95% dengan nilai kemaknaan 5%. Untuk mengetahui tingkat
keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka digunakan
sebagai berikut :
(Sugiyono, 2002:216)
BAB IV
Blora kabupaten Blora dengan luas wilayah 746.663 Km2 yang meliputi 5 dukuh
yaitu dukuh Sendang, dukuh Medang, dukuh Polaman, dukuh Kedawung, dan
sebagai berikut :
desa Sendangharjo. Sedangkan untuk bidan desa, hanya terdapat 2 bidan desa.
4.1.3 Demografi
dari penduduk laki-laki sebanyak 1.587 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak
1.636 jiwa.
38
52
sebagai berikut :
Umur Ibu
19
20 17
18
16
14
12
12
8
Jumlah 10
8
6
4 1
2
0
20-24 tahun 25-29 tahun 30-34 tahun 35-40 tahun 40-45 tahun
Gambar 3
diteliti, jumlah responden dengan umur 30-34 tahun merupakan kelompok umur
yang terbanyak yaitu sebanyak 19 orang (33,3 %), dan distribusi yang terkecil
sebagai berikut :
53
Gambar 4
berikut :
35 32
30
25
20
Jumlah
15 12
10
4
5
0
PNS Petani Ibu RT
Gambar 5
Distribusi Pekerjaan Responden
54
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu yang terbanyak
adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 32 orang (56%), sedangkan
yang terkecil pada ibu yang bekerja sebagai PNS hanya 4 orang (7 %).
antar 4-12 bulan dan 13-24 bulan, besarnya distribusi balita menurut umur adalah
sebagai berikut :
Umur Balita
35
35
30
25 22
20
Jumlah
15
10
5
0
4-12 bln 13-24 bln
Gambar 6
yang pada rentan umur 4-12 bulan yaitu sebanyak 22 balita (38,6%) lebih sedikit
kecamatan Blora kabupaten Blora ini meliputi tingkat pengetahuan ibu tentang
55
makanan pendamping ASI, pola pemberian makanan pendamping ASI dan tingkat
menjadi 3 kriteria yaitu kurang, sedang dan baik. Untuk lebih jelasnya dapat
35
30 27
25
25
20
Jumlah
15
10
5
5
0
Kurang Cukup Baik
Gambar 7
pengetahuan ibu yang paling banyak terdapat pada tingkat pengetahuan baik yaitu
kategori yaitu baik, sedang, kurang dan defisit. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
45 40
40
35
30
25
Jumlah
20
15
10
9
5
4 4
0
Defisit Kurang Sedang Baik
Gambar 8
kategori defisit merupakan yang terbesar yaitu sebesar 40 orang (70,2 %).
kategori yaitu defisit, kurang, sedang dan baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
35 33
30
25
20
Jumlah
15 12
10 7
6
5
0
Defisit Kurang Sedang Baik
Gambar 9
kategori baik merupakan yang terbesar yaitu sebesar 33 orang (57,9 %) dan
tingkat konsumsi protein terkecil pada tingkat konsumsi protein deficit sebesar 7
yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. Untuk lebih jelasnya dapat
45 43
40
35
30
25
Jumlah 20
15 13
10
5 1
0
0
buruk kurang baik lebih
Gambar 10
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa status gizi balita di desa
Sendangharjo Kecamatan Blora kabupaten Blora mempunyai status gizi yang baik
sebesar 43 balita (74 %) dan tidak terdapat gizi buruk dan tidak terdapat gizi
buruk.
square, jika tidak memenuhi syarat uji chi square maka dipakai uji fisher untuk
alternatif uji chi square untuk tabel selain 2 x 2 dan 2 x K sehingga terbentuk
tabel B x K yang baru. Setelah penggabungan sel, uji hipotesis dipilih sesuai
dengan B x K tersebut.
ASI menurut tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi protein dikategorikan
menjadi 4 kategori yaitu baik, sedang, kurang, defisit dan untuk variabel status
gizi dikategorikan menjadi 4 kategori yaitu buruk, kurang, baik, lebih. Dalam
melakukan uji chi square agar memenuhi syarat tabel harus 2 X 2, oleh karena itu
pengetahuan cukup, pengetahuan baik, dan tabulasi yang kedua terdiri dari
kategori pengetahuan kurang serta pengetahuan cukup dan baik. variabel pola
tingkat konsumsi protein tabulasi pertama terdiri dari kategori defisit, kurang,
cukup, baik, dan tabulasi yang kedua terdiri dari kategori defisit dan kurang serta
cukup dan baik Variabel status gizi tabulasi pertama terdiri dari kategori buruk,
59
kurang, baik, lebih tabulasi yang kedua terdiri dari kategori buruk dan kurang
Tabel 5
tentang MP-ASI F % F %
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa ibu balita dengan tingkat
pengetahuan tentang MP-ASI yang kurang pada balita yang memiliki status gizi
buruk dan kurang adalah sebesar 92,3%, lebih tinggi dari pada balita yang
memiliki status gizi baik dan lebih (45,5%). Sedangkan ibu balita dengan tingkat
pengetahuan tentang MP-ASI yang sedang dan baik pada balita yang memiliki
status gizi buruk dan kurang adalah sebesar 7,7%, lebih rendah dari pada balita
status gizi tidak memenuhi syarat karena terdapat sel yang nilainya kurang dari 5,
maka dilakukan uji fisher diperoleh nilai p sebesar 0,003 lebih kecil dari 0,05
60
(0,003 < 0,05), sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI dengan status gizi
balita umur 4-24 bulan di desa Sendangharjo kecamatan Blora kabupaten Blora.
ibu tentang makanan pendamping ibu dengan status gizi mempunyai hubungan
Tabel 6
Status Gizi
Tingkat Konsumsi
Buruk dan Kurang Baik dan Lebih Nilai p
Energi
F % F %
energi defisit dan kurang pada balita yang memiliki status gizi buruk dan kurang
adalah sebesar 100 %, lebih tinggi dari pada balita yang memiliki status gizi baik
dan lebih (70,4%). Sedangkan balita yang memiliki tingkat konsumsi energi
61
sedang dan baik yang memiliki status gizi buruk dan kurang sebesar 0 %, lebih
rendah dari pada balita yang memiliki status gizi baik dan lebih (29,6%).
terhadap pola pemberian MP-ASI menurut tingkat konsumsi energi dengan status
gizi tidak memenuhi syarat karena terdapat sel yang nilainya kurang dari 5, maka
dilakukan uji fisher diperoleh nilai p sebesar 0,027 < 0,05, sehingga Ha
pendamping ASI menurut tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita,
dengan nilai koefisien kontingen sebesar 0,283 yang artinya tingakat hubungan
antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi sedang.
Tabel 7
F % F %
protein defisit dan kurang pada balita yang memiliki status gizi buruk dan kurang
adalah sebesar 61,5% lebih tinggi dari pada balita yang memiliki status gizi baik
62
dan lebih (11,4%). Sedangkan balita yang memiliki tingkat konsumsi protein
sedang dan baik pada balita yang memiliki status gizi buruk dan kurang adalah
sebesar 38,5% lebih rendah dari pada balita yang memiliki status gizi baik dan
lebih (88,6%).
terhadap pola pemberian MP-ASI menurut tingkat konsumsi protein dengan status
gizi tidak memenuhi syarat karena terdapat sel yang nilainya kurang dari 5, maka
dilakukan uji fisher diperoleh nilai p sebesar 0,001 < 0,05, sehingga Ha
pendamping ASI menurut tingkat konsumsi protein dengan status gizi balita,
dengan nilai koefisien kontingen sebesar 0,448 yang artinya hubungan yang
sedang antara pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita.
4.3 Pembahasan
pengetahuan tentang MP-ASI yang kurang pada balita yang memiliki status gizi
buruk dan kurang adalah sebesar 92,3%, lebih tinggi dari pada balita yang
memiliki status gizi baik dan lebih (45,5%). Sedangkan ibu balita dengan tingkat
pengetahuan tentang MP-ASI yang sedang dan baik pada balita yang memiliki
status gizi buruk dan kurang adalah sebesar 7,7%, lebih rendah dari pada balita
yang memiliki status gizi baik dan lebih (54,5%). Didapatkan Nilai p 0,003 <
0,05 yang artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan keeratan
63
hubungan sebesar 0,368 yang artinya ada hubungan yang lemah antara
bahan dan keragaman jenis masakan jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan
Hal ini sejalan dengan pernyataan Ahmad Djaeni (1996: 12-13), yang
pengetahuan yang baik untuk konsumsi sehingga bayi tidak akan menderita
kurang gizi.
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
sangat penting. Hal ini berarti bahwa masing-masing individu didalam msyarakat
Hal ini sejalan dengan teori Green tentang perilaku manusia dari tingkat
kesehatan yaitu perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama dimana salah satu faktor
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang terdahulu
(Dwi Jata, 2000) bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi pada bayi umur 4-24 bulan, tetapi
4.3.2 Hubungan antara Pola Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Balita
4.3.2.1 Hubungan Pola pemberian MP-ASI Menurut TKE dan Status Gizi
konsumsi energi defisit dan kurang pada balita balita yang memiliki status gizi
buruk dan kurang adalah sebesar 100 %, lebih tinggi dari pada balita yang
memiliki status gizi baik dan lebih (70,4%). Sedangkan balita yang memiliki
tingkat konsumsi energi sedang dan baik yang mamiliki status gizi buruk dan
kurang sebesar 0 %, lebih rendah dari pada balita yang memiliki status gizi baik
dan lebih (29,6%), dengan nilai p sebesar 0,027 < 0,05 yang artinya ada hubungan
antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita dengan keeratan
status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat-zat yang akan
(Depkes RI, 2003: 1). Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas
hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan
tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang
Konsumsi pangan yang tidak cukup energi biasanya juga kurang dalam
satu atau lebih zat gizi esensial lainnya. Konsumsi energi dan protein yang kurang
selama jangka waktu tertentu akan menyebabkan kurang gizi sehingga untuk
Pola makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak.
kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan dalam
masyarakatnya. Jika menyusun hidangan untuk anak, hal ini perlu diperhatikan di
samping kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang.
Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka
pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu
hal yang amat penting (Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti, 1999: 41).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang sebelumnya ( Carnoto SM, 2000),
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola pemberian MP-ASI dan
tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada balita usia 4-12 bulan
4.3.2.2 Hubungan Pola pemberian MP-ASI menurut TKP dan Status Gizi
66
protein defisit dan kurang pada balita yang memiliki status gizi buruk dan kurang
adalah sebesar 61,5 % lebih tinggi dari pada balita yang memiliki status gizi baik
dan lebih (11,4%). Sedangkan balita yang memiliki tingkat konsumsi protein
sedang dan baik pada balita yang memiliki status gizi buruk dan kurang adalah
sebesar 38,5% lebih rendah dari pada balita yang memiliki status gizi baik dan
lebih (88,6%), dengan nilai p sebesar 0,001 < 0,005 yang artinya ada hubungan
antara pemberian MP-ASI menurut Tingkat Konsumsi Protein dengan status gizi
sedang.
Kebutuhan protein bagi bayi relatif lebih besar dari orang dewasa, karena
bayi mengalami pertumbuhan yang pesat (Depkes RI, 1995: 5). Keadaan
kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang
mengandung semua kebutuhan tubuh. Ada tingkatan kesehatan gizi lebih dan
kesehatan gizi kurang. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul
penyakit gizi. Umumnya pada anak balita didera penyakit gizi kurang dan gizi
Hal ini sesuai dengan penelitian yang sebelumnya ( Carnoto SM, 2000),
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola pemberian MP-ASI dan
tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada balita usia 4-12 bulan
berikut :
67
4.4.1 Bias recall, meliputi daya ingat responden dalam mengingat makanan dan
BAB V
5.1 SIMPULAN
5.1.1 Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI,
dan pola pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita.
5.2 SARAN
faktor lain yang belum diteliti dalam penelitian ini yang berhubungan dengan
DAFTAR
55 PUSTAKA
Ahmad Djaeni S. 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia Jilid
I. Jakarta: Dian Ratna
. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia Jilid II.
Jakarta: Dian Ratna
Deddy Muhtadi. 1996. Gizi untuk Bayi: ASI, Susu Formula dan Makanan
Tambahan. Jakarta: Penebar Swadaya
Direktorat Gizi Depkes RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta:
Bhratara
Dwi Jata. 2000. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Praktek Ibu dalam
Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status Gizi Anak pada 4-24
Bulan di Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten Bali. Semaran: UNDIP
Handrawan Nadesul. 1995. Makanan Sehat untuk Bayi. Jakarta: Puspa Swara
Maman Rachman, dkk. 2003. Filsafat Ilmu. Semarang: UPT UNNES Press
Oktia Woro KH, dkk. 2005. Petunjuk Praktikum Gizi Kesehatan Masyarakat.
Semarang: UPT UNNES Press
56
Pradipta.2005. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2005. http://www.jawatengah.go.id
Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti. 1999. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka
Cipta
Sopiyudin Dahlan. 2004. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Uji Hipotesis
dengan Manggunakan SPSS Program 12 Jam. Jakarta: PT.Arkan.
Yayuk Farida, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
Winarno. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama