You are on page 1of 84

PASTUR MENUDUH SANTRI MENJAWAB

Di edarkan oleh : Rahamanhadiq

 
Judul asli :    Liman Dzaa Anan Muslimin?          
Oleh : Abdul Muta’al As‐Sa’idy                       
 
Penerbit :  Maktab Al‐ Adab – Jammazat Cairo 
 

Kata pengantar 
Segala puji bagi Allah swt yang telah menurunkan nikmat dan karuniaNYA kepada hambaNYA yang mau 
mengikuti petunjuk.  Salam dan shalawat kita panjatkan pada junjungan kita Muhammad SAW, penutup 
para  Nabi  dan  Rasul.  tak  lupa  doa'  kita  panjatkan  pada  hamba‐hambanya  yang  tetap  berpegang  pada 
kitab  suci  Al  Qur'an  dan  Sunnah  Nabinya.  Semoga  petunjuk  diberikan  kepada  hamba‐hambaNya  yang 
mau mencari petunjuk, dan tiada petunjuk kecuali atas izin‐Nya.  

Sesungguhnya  kebenaran  Islam  dan  kemurnian  agamanya  telah  mengundang  perhaitan  dari  kalangan 
non Islam untuk turut mempelajarinya. Sayangnya mereka mempelajari seluk‐beluk kitab Al Qur'an dan 
sejarah  Nabi  bukan  untuk  mencari  kebenaran  ,  namun  hanya  untuk  meniupkan  api  keragu‐raguan 
kepada umat islam sendiri. Mereka gunakan agama islam yang dikiranya mengandung kelemahan, untuk 
digunakan sebagai senjata makan tuan. 

Kedengkian mereka jauh‐jauh hari sudah diperingatkan Allah dalam firmannya ;  

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka .
katakanlah. Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) (QS Al Baqarah 2:120)

 Semoga kita semua dijauhkan dari keraguan‐keraguan dan semoga Allah memberi petunjuk pada yang 
mau tetap bepegang pada pentunjuknya. 

PENDAHULUAN 

Memperkenalkan dua palaku dialog  Pastu Z  (nama  selengkapnya Patur Zwimer, Pent) adalah seorang 


pendeta Nsrani yang mempelajari islam dengan maksud tidak terpuji. Ia mempelajari islam tidak untuk 
mencari  kebenaran.  Ia  meneliti  islam  tidak  dalam  kedudukannya  sebagai  seorang  Pastur  Nasrani  yang 
baik, tetapi ia bermaksud untuk memperoleh bahan yang dapat menimbulkan  keraguan‐raguan seorang 
muslim  terhadap  agamanya,  dengan  mengemukakan  beberapa  hal  yang  dianggap  kabur  dan 
mengajukan pemikiran yang kontras. Seandainya dia mempelajari islam untuk memperolah pandangan 
yang benar, niscayalah hal‐hal yang masih kabur itu gampang dimengerti dan tentu tidak akan senang 
mereka  mengajukan  hal‐hal  yang  kabur  tersebut  terhadap  seorang  muslim  agar  timbul  keraguannya 
terhadap kebenaran agamanya , sehingga ia menghadapi agamanya dengan rasa menghina, karena sifat 
remeh dan sepele masalahnya. 

Sedangkan  Muhammad  Muhktar  ,  salah  seorang  penduduk  Kairo  ,  adalah  seorang  anak  yang  oleh 
ayahnya sejak kecil dididik dalam suasana keagamaan. Ia telah hafal Al Qur’an, mengerti aqidah‐aqidah 
agamanya secara benar, bersopan santun secara baik menurut islam dan berkepribadian terpuji.  Pada 
waktu  ia  berumur  sepuluh  tahun  ,  ia  dimasukkan  sekolah  dasar  Amiryah  .  Ia  tergolong  murid  rajin  , 
sehingga setiap tahun memperoleh derajat bintang kelas. Setelah menamatkan sekolah dasarnya, oleh 
ayahnya dimasukkan ke sekolah lanjutan Pertama di Amiriyah.  Di sinipun ia  memperoleh  keberhasilan 
seperti  ketika  di  Sekolah  Dasar  ,  sehingga  ayahnya  sangat  mencintainya  dan  menjadi  anak  yang 
memperoleh  perhatian  besar  .  Setiap  tahun  dibawa  oleh  ayahnya  berlibur  ke  kota  Iskandaryah  untuk 
menghabiskan  waktu  liburan  di  musim  panas  dan  untuk  menghilangkan  ketegangan  belajar  selama 
setahun. Ketika tiba musim panas tahun 1345 H, atau 1926 M , ayahnya berangkat lebih dahulu ke kota 
Iskandaryah, sedangkan Muhammad ditinggal untuk mengikuti ujian dan supaya ia menyusul nanti. 

Tatkala  Muahammad  telah  menyelesaikan  ujiannya,  lalu  dia  berjalan‐jalan  menelusuri  separuh  kota 
Iskandaryah.  Ia  menumpang  kereta  api  pagi  hari  yang  berangkat  di  kota  Kairo  ke  Iskandaryah.  Ia 
mengambil  tempat  duduk  di  dalam  kereta  api  bersebelahan  dengan  Pastus  Z,  yang  pada  hari  itu  juga  
berpergian  menuju  kota  Iskandaryah  dalam  tugas  misionaris  Nasrani.  Sang  Pastur  ini  dengan  teman‐
temannya  sesama  misionaris  Nasrani  mencurahkan  seluruh  hidupnya  untuk  kegiatan  misi  Kristen,  
sehingga  kesempatan  sekecil  apapun  pasti  mereka  gunakan  sebaik‐baiknya  dan  tidak  pernah  berhenti 
baik  ketika  dalam  perjalanan  maupun  di  kampung  halaman.  Demi  misinya  ini,  mereka  bertebaran  di 
berbagai kota dan desa, di rumah‐rumah dan jalan‐jalan, di tempat pertemuan umum maupun khusus, 
tidak pernah mau merasa jenuh maupun letih, dan tidak pernah memperdulikan kesulitan dan rintangan 
apapun.  Sekalipun  demikian  toh  mereka  tidak  memperoleh  sukses  dakwah  di  negeri‐negeri  islam. 
Ketidak  suksesan  ini  bukanlah  lantaran  usaha  mereka  yang  kurang  ,  tetapi  hanyalah  karena  kekuatan 
aqidah  Islam.  Aqidah  yang  kuat  semacam  ini  seandainya  berada  di  tangan  para  da’i  yang  memiliki 
semangat  dan  aktivitas  yang  ada  pada  kaum  misionaris  Nasrani  tersebut  ,  niscayalah  berduyun‐duyun 
manusia  menjadi  muslim.  Islam  seperempat  abad  setelah  munculnya,  telah  berhasil  menyebar  ke 
sebagian  besar    daerah  di  belahan  bumi  ini,  padahal  tidak  memiliki  sarana  dakwah  yang  terorganisir 
seperti  yang  dipergunakan  oleh  kaum  misionaris  Kristen.  Maka  betapalah  jadinya  keadaan  sekarang 
kalau  islam  memiliki  sarana‐sarana  lengkap  seperti  itu  dan  dalam  pengembangan  dakwahnya 
menggunakan berbagai jalan seperti tersebut yang menyediakan dana yang tidak terbatas seperti yang 
dilakukan oleh golongan Nasrani. 

Tak  seberapa  lama  Muhammad  duduk  disamping  Pastur  Z  yang  lihai  tersebut,  sudah  muncullah 
semangatnya    untuk  menjadikan    Muhammad  sebagai  mangsa  dan  Muhammad  terpedaya  oleh  gaya 
pakaian  Eropahnya.  Sang  Pastur  mengira  anak  kecil  ini  tidak  mengerti  apa‐apa  tentang  agamaya  .           
Ia  merasakan  menemukan  jalanan  yang  beruntung,    karena  duduk  disamping  seorang  pemuda    belia 
yang  dapat  dijadikan  umpan  menanamkan  pengaruhnya  dan  menimbulkan  keraguan  didalam 
agamanya. 

Sang Pastur berpaling kepada Muhammad seraya  berujar ; 

Partur (P) : Mari, silahkan Affandi (bahasa jawanya sama dengan “Mas”) 

Muhamamd (M) : Terima Kasih Mr. 

P : Saya bukan Mr, tetapi saya Pastur Z, penginjil di Mesir ini. Lalu dia menanyakan nama sang pemuda  

M: Nama saya Muhammad 

P: Jadi anda seorang Muslim? 

M: Ya , saya Muslim 

P: Adakah anda mengafal sesuatu ayat al‐qur’an yang  diturunkan kepada Muhammad Nabi anda? 

M: Saya hafal semuanya 

Sang Pastur nampak sekali terkejut. Sebab ia belum pernah mengenal anak seumur Muhammad ini yang 
menaruh kesungguhan dalam menghafal al Qur’an. Lalu sang Pastur  berkata kepadanya. 

P : Golongan nasrani mendapat pujian yang baik di dalamAl Qur’an surat Al Maidah 82‐85; 

“ Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang
yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang
paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata:
"Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu
(orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya
mereka tidak menyombongkan diri (82). Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan
kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran
(Al Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan
kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas
kebenaran Al Qur'an dan keNabian Muhammad saw.) 83. Mengapa kami tidak akan beriman kepada
Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami
memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?"84. Maka Allah memberi mereka pahala
terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya,
sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang
ikhlas keimanannya). (QS Al Maidah 5: 82- 85). “

M;  Benar  Pastur.  Ayat  itu  memuji  kaum  nasrani  dan  melebihkan  mereka  dari  kaum  Yahudi.  Secara 
keseluruhan umat Nasrani lebih dekat rasa kecintaannya kepada kaum muslimin dibandingkan dengan 
umat Yahudi.  Karena kaum Nasrani agamanya diikuti oleh berbagai macam bangsa,  bangsa Romawi , 
bangsa  Mesir,  Habsy  dan  lain  sebagainya,  sedangkan  agama  Yahudi  hanya  diikuti  bangsa  Yahudi  saja. 
Jadi  mereka  punya  fanatisme  keagamaan  dan  kebangsaan  sekaligus.  Disamping  itu  mereka  punya 
anggapan  sebagai  bangsa  pilihan  dan  memandang  bangsa  lain  dengan  penuh  kebencain  dan 
penghinaan. Mereka sangat berbangga diri dengan agamanya sebagai bukti Tuhan melebihkan mereka 
dari bangsa‐bangsa lainnya. Sikap ini membuat mereka menaruh jarak dengan bangsa‐bangsa lain dan 
tidak mau  menyempaikan dakwah kepada orang luar untuk masuk agamanya. Karakter ini mereka bawa 
sampai zaman kita sekarang. Selain itu dapat pula dilihat betapa besarnya pengaruh‐pengaruh islam di 
Negara‐negara  Nasrani  dan  sambutan  rakyat  kepada  agama  ini,  sehingga  dapat  menjadi  agama 
mayoritas. Sebaliknya dengan bangsa Yahudi mereka menjauh diri dari Islam dan lebih senang diusir dari 
negeri arab yang beriman kepada islam. Umat islam tidaklah berbuat jahat karena mengusir Yahudi dari 
negari mereka tetapi hanyalah mengembalikan  mereka ke tanah air mereka semula, yakni negri syam 
(Syria)  yang  sejak    mereka  terusir  dari  bangsa  Romawi  dilarang  menetap  dinegri  ini,  bahkan  negri 
mereka digusur. 

P: Tetapi kami melihat Al Qur’an anda memuji umat Nasrani di dalam ayat‐ayat tersebut, kemudian di 
ayat‐ayat lain mencelanya. Celaan itu diantara lain terdapat juga dalam surat al Maidah 72‐73; 

“ Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih
putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan
Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu
seorang penolong pun 72. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah
salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan
Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir
di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS Al Maidah 5:72-73)”.

Bagaimana Al Qur’an anda ini, sekali memuji tetapi  kali ini mencela umat Nasrani di dalam surat yang 
sama pula, serta caci maki dan berdebat secara tidak sehat dan tidak sanggup menerima kritik terhadap 
agamanya,  sehingga  seolah‐olah  ia  memaksa  kehendaknya  kepada  orang  lain  dan  bukan  bermaksud 
membuat lawan bicaranya menerima dengan penuh rasa hormat. 

M:  Al Qur’an kami mengajarkan kepada kami cara‐cara bertukar pikiran di dalam urusan agama . Kami 
diperintahkan  untuk  bertukar  pikiran  secara  lemah  lembut  dan  berlaku  baik.  Allah  berfirman  di  dalam 
surat Al Ankabut  29:46 ; 

“ Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali
dengan orang-orang lalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-
kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah
satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri ( QS Al Ankabuut 29:46)".

Boleh jadi , wahai Pastur , anda sepakat dengan saya bahwa cara untuk memperoleh kebenaran agama 
yakni dengan melakukan pembahasan tentang pokok‐pokok agama. Sedangkan cara yang anda tempuh 
dengan  menaburkan  keraguan  disana  sini  tidaklah  akan  dapat  memperoleh  kebenaran  dan  hanya 
bertujuan memasang duri di tengah jalan menuju kepada tidakbenaran yang membuat manusia menjadi 
bingung memikirkan masaalahnya. 

P : Wahai Muhammad, kalau demikian tidak ada lagi peluang baik terhadap anda kecuali menyetujui apa 
yang anda sebutkan tadi , tetapi saya melihat anda menyia‐nyaikan waktu begitu banyak dengan urusan‐
urausan  kecil agama anda. Anda  telah mengabaikan usaha di dalam urusan  keduniaan anda sehingga 
anda  hanya  mengikuti  undang‐undang  buatan  manusia.  Tetapi  anehnya  saya  melihat  anda  ini  tetap 
bersikap fanatik memegang prinsip‐prinsip keislaman yang begitu hebat.  

Cobalah  anda  katakan  kepadaku  ,  wahai  Muhammad;  apa  sebabnya  anda  menjadi  seorang  muslim? 
Padahal perintah Islam telah abaikan dan anda sibuk melaksanakan hal‐hal sepele dari ajaran islam. 

M: memang , wahai Pastur. Akan saya terangkan kepada anda mengapa saya menjadi muslim? Mengapa 
keislaman  kami  tetap  bertahan  sekalipun  kami  berlebih‐lebih  melaksanakan  hal‐hal  yang  sepele.  Akan 
saya terangkan kepada anda batapa kuatnya prinsip‐prinsip islam yang menyebabkan orang‐orang tetap 
bertahan dengan cara yang mengangumkan itu, padahal mereka begitu berlebih‐lebihan dalam soal‐soal 
yang sepele dan tersita perhatiannya  pada hal‐hal yang remeh tersebut.   

Sementara itu Kereta Api sudah pun telah masuk kota Iskandarya. Kedua orang ini sepakat mengadakan 
dialog‐dialog  di  dalam  masaalah  agama  ini    dengan  mengundang  banyak  orang    bertempat  di  gedung 
Seminary di kota Iskandariayah ini. 

 Lalu  kedua  orang  ini  turun  dari  Kereta  Api  dan  saling  mengucapkan    selamat  berpisah,  setelah 
menyepakati  waktu  dan  tempat  untuk  melakukan  dialog‐dialog  yang  akan  datang.  Muhammad 
kemudian  pindah  ke  tempat  yang  akan  menuju  ketempat  ayahnya  berlibur  musim  panas  di  daerah 
Ramal    kota  Iskadaryah.  Ketika  ia  sampai  ditempat,    ayahnya  menayakan  apa  yang  ia  kerjakan  selama 
ujian. Ia menjawab telah dapat mengerjakan sola‐soal dengan baik. Ayahnya merasa sangat gembira dan 
berdoa semoga ia lulus dan berhasil. Lalu Muhammad bercerita kepada ayahnya kejadian yang dialami 
selama  dalam  perjalan  dalam  Kereta  Api  dengan  seorang  Pastur.  Ayahnya  semakin  bergembira    dan 
memberinya  semangat  untuk  melaksanakan  dialog‐dialog  tersebut  agar  dia  bisa    tergolong    sebagai 
pembela‐pembela di jalan Allah dan memperoleh keridlaan Allah di dunia dan akhirat. 

ooOoo 

 
Dialog ke satu:

TAUHID DALAM ISLAM, YAHUDI DAN NASRANI 

Muhammad  dan  ayahnya  telah  menghabiskan  waktu  beberapa  hari  untuk  menikmati  udara  kota 
Iskandaryah yang sejuk. Setiap pagi mereka pergi ke Laut. Mereka berjalan‐jalan menelusuri pantai yang 
indah menawan. Kota ini memiliki ciri menarik yang merupakan karunai Allah kepadanya. 

 Sebelum  tiba  saat  yang  disepekati  ,  sebagaimana  tertera  dalam  undangan  dari  kantor  Seminary 
Iskandaryah,  Mahammad  telah  tiba  dikota  tersebut.  Pada  saat  yang  telah  ditentukan  ,  ia  bersama 
ayahnya dan saudara perempuannya serta beberapa orang teman kerabatnya dan sejumlah besar umat 
Islam  kota  Iskadaryah  datang  ke  kantor  Seminary  tersebut.  Di  sana  ia  melihat  sebuah  ruangan  besar 
yang  memang  disediakan  untuk  dialog‐dialog  semacam  ini.  Di  ruangan  ini  kursinya  tertata  rapi. 
Rombangan  Muhammad  masuk    dan  mengambil  tempat  di  ruangan  tersebut,  kemudian  Muhammad 
ditemui  oleh  Pastur  Z  seraya  memberi  salam.  Kedua  orang  ini  kemudian  mulai  berbincang‐bincang 
tentang keadaan masing‐masing setelah berpisah  beberapa hari sesudah pertemuan pertama.  

Selanjutnya pastur mengajukan pertanyaannya.  

Pastur: Bagaimana pengertian anda mengenai ajaran tauhid menurut islam? 

M:  Ajaran  Tauhid  di  alam  agama  islam  berpedoman  kepada  Al  qur’an  yang    menjelaskannya  sejak  13 
abad yang lalu. Kami umat islam meyakini bahwa  bahwa Al Qur’an sungguh‐sungguh berasal dari Allah 
bukan  buatan  seorang  Nabi  yang  buta  huruf  yang  nota  bene  tidak  pernah  belajar  agama‐agama 
manusia.  Sedangkan  pengetahuan  bangsa  Arab  saat  itu  belumlah  sampai  ke  tingkat  pendapat  seperti, 
menurut anggapan dari penganut agama Yahudi dan Nasrani berkata serupa dengan keyakinan orang‐
orang kafir sebelumnya. 

Seorang  muslim  harus  berpendirian  dengan  aqidah  yang  murni  ,    tentang  keesaan  Allah  dengan  sikap 
gagah,  argumentatif  dan  penuh  keberanian  terhadap  kaum  peng‐ingkar    yang  tidak  mengakui    ujud  
Tuhan, dan terhadap  penyembah berhala yang menyembah patung dan batu, serta terhadap ahli kitab  
yang  ternyata  ajaran    aqidah  agamanya  terpengaruh  dengan  ajaran  dari  sebagaian  kepercayaan 
politeisme. 

Seorang  muslim  bila  berhadapan  dengan  seorang  Atheis    maka  dia  akan  menyodorkan  secara  telak  
bukti alam yang mengagumkan dengan segala tatanan yang begitu rapi  dan kokoh. Alam semacam ini 
tidak  mungkin  muncul  secara  kebetulan    lagi  membabi  buta  seperti  anggapan  kaum  atheis    itu. 
Sekiranya  bukti  alam    yang  semacam  ini  tidak  mampu  meyakinkan  si  Atheis  ,  maka  keyakinannya 
tentang  adanya  Tuhan  berguna  bagi  dirinya  ,  kalau  ia  bersunguh‐sungguh  dalam  keyakinannya  dan  ia 
tidak merasa rugi seandainya salah di dalam keyakinan ini. Tetapi bagi si Atheis  dengan tidak percaya 
kepada  Allah  membuat  kerugian  buat  didrinya  sendiri,  jika  keyakinan  itu  tidak  benar.  Sebab  si  Atheis 
kelak akan mendapatkan murka dan sama sekali tertutup dari kesempatan memperoleh pahala. Maka 
keyakinan  seseorang  terhadap  adanya  Allah  itu  menjadi  kekuatan  penyelamat  bagi  dirinya  , 
menguntungkan  nasibnya  di  kemudian  hari.  Karena  itu  ia  seharusnya  lebih  mengutamakan 
keyakinannya ini dari yang lainnya. 

Adapun  seorang  Nasrani  ,  kalau  berhadapan  dengan  seorang  Atheis  tidak  sanggup  memberikan 
kepuasan  kepadanya  dalam  memberikan  pengertian  tentang  Trinitas  atau  Yesus  sebagai  putra  Allah. 
Sebab Yesus adalah manusia biasa yang butuh makan seperti manusia lainnya dan minum sebagaimana 
orang  lain  minum.  Yesus  lahir  dari  seorang  ibu  dan  keluar  dari  perut  ibunya  seperti  bayi‐bayi  lain. 
Kepercayaan semacam ini menurut agama Nasrani adalah suatu perkara yang tidak dapat dinalar sesuai 
akal,  sebab  isinya  kontradiktif.  Karena  itu  merekapun  mempercayainya  tidak  dengan  rasa  kepuasan 
rasional dan argumentasi yang nalar. Tetapi mereka terima keyakinan ini secara membeo. Aqidah yang 
seperti ini bagi si Atheis sama sekali tidak berguna. Sebab ia hanya percaya kepada akal semata‐mata, 
tidak mau tunduk kepada keterangan –keterangan yang tidak argumentatif. 

Bila seorang muslim berhadapan dengan seorang Nasrani yang berkeyakinan  Trinitas, maka ia mampu 
menunjukkan dan memaparkan kesalahannya dengan menggunakan ayat‐ayat suci kitab mereka senidri, 
yang diakuinya telah diturunkan Tuhan kepada Nabinya dari sejak Nabi Adam sebagai bapak  manusia 
sampai  Nabi  Isa  As.  Kitab  Taurat  yang  berada  ditangan  bangsa    Yahudi  ,  tidaklah  dirasakan  sebagai 
halangan bagi seorang muslim untuk menggunakannya sebagai argumentasi dalam masalah Tirnitas ini 
ketika  berhadapan  dengan  Nasrani,  sebaliknya  si  Nasrani  tidak  dapat  melarikan  diri  dari  kitab  sucinya 
sendiri, sebab dia percaya kepada Taurat sebagaimana ia percaya kepada Injilnya. 

P;  Tetapi  bagaimana  seorang  muslim  bisa  rela  berargumentasi  dengan  ayat‐ayat  Taurat  ,  padahal  ia 
meyakini adanya pemalsuan kitab suci tersebut? 

M: Sekalipun seorang muslim percaya bahwa Taurat telah dipalsukan , namun tidak berarti bahwa setiap 
ayat‐ayat  Taurat  mesti  palsu.  Sebab  kepercayaan  tentang  keesaan  Allah  tetap  tercantum  di  dalam 
Taurat dan banyak lagi masalah‐masalahh lain yang masih terjaga kemurniannya. Islam tidak melarang 
seorang  muslim  untuk  menggunakan  nara  sumber  Ahli  Kitab  selagi  ini  mendukung  kebenaran.  Banyak 
terdapat  di  dalam  ayat‐ayat  Al  Qur’an  mengenai  persoalan  ini  dan  antara  lain  terdapat  dalam  surat 
Yunus : 94 ; 

“Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan
kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sesungguhnya
telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu-ragu (QS Yunus 10:94)”.

Dengan demikian kami ridha untuk bersama‐sama dengan penganut Nasrani bernara sumberkan agama 
Yahudi di dalam masalah keesaan Allah. Karena umat yahudi adalah Ahli Kitab terdahulu yang masih ada 
sampai  sekarang.  Tidak  disangsikan  lagi  jika  kami  menggunakan  mereka    sebagai  nara  sumber  dalam 
keEsaan  Allah  ini  sama  saja  halnya  dengan  sikap  kami  bernara  sumber    kepada  agama  Nasrani.  Sebab 
mereka  semua  sepakat  dengan  kami  di  dalam  kepercayaan  monotheis,  dan  menolak  kepercayaan 
adanya Tuhan berputra maupun Trinitas. 
P:  Sekalipun  agama  Yahudi  menolak  kepercayaan  Trinitas,  namun  mereka  punya  keyakinan  Tuhan 
berputra.  Qur’an  anda  sebagaimana  ayat  terdahulu  telah  menerangkan  bahwa  mereka  berkeyakinan 
Uzair  sebagai  putra  Allah  dan  siapa  yang  berkeyakinan  Tuhan  berputra,  tentulah  dia  berkeyakinan 
Trinitas. 

M:  Mayoritas  umat  Yahudi  tidaklah  berkepercayaan  Uzair  sebagai  putra  Allah.  Hanya  minoritas  tidak 
terkenal lagi terkucilkan yang berkeyakinan seperti itu. Ibnu Hazm di dalam bukunya “ Mila wan‐Nihal” 
menulis  bahwa  di  dalam  setiap  setiap  agama  tidaklah  akan  pernah  terlapas  dari  adanya  sekelompok 
kecil  penyelewengan.  Di  dalam  islampun  ada  sekelompok  kecil  yang  berkeyakinan  bahwa  Ali  bin  Abi 
Thalib  itu  seperti  halnya  Isa  As  di  dalam  kepercayaan  umat  Nasrani.  Adanya  kelompok‐kelompok  kecil 
penyelewengan  ini  tidaklah  boleh  dijadikan  dasar  penilaian  aqidah  agama  yang  bersangkutan.  Tetapi 
yang dijadikan dasar penilaian adalah mayoritas pengikutnya. Yang serupa dengan kepercayaan tentang 
Uzair sebagai putra Allah  pada lingkungan minoritas Yahudi adalah satu kepercayaan yang diikuti oleh 
seluruh umat yahudi, bahwa mereka adalah putra –putra Allah dan kekasih‐kekasih Allah, sebagaimana 
Allah kisahkan di dalam Al Qur’an surat Al Maaidah 18, baik tentang umat Yahudi maupun umat Nasrani 

“ Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-
kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" (Kamu
bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara
orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada
antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu) (QS Al Maidah 5:18)”.

Ini berarti bahwa Uzair sebagai putra Allah bukanlah dalam pengertian hakiki, tetapi dengan pengertian 
sebagai kekasihNYa, sehingga dia  dipandang tidak memiliki sifat‐sifat ketuhanan. 

P:  Kalau  begitu  hai  Muhammad.,  aqidah  tauhid  kami  sama  dengan  aqidah  tauhid  Yahudi.  Lalu  dimana 
letak  kelebihan  kamu  dari  mereka  di  dalam    masalah  tauhid?  Lalu  apa  bedanya  antara  agama  kamu 
dengan agama mereka kalau ketauhidan sama? 

M:  sekalipun  kami  sepaham  dengan  agama  Yahudi  di  dalam  satu  prinsip  ,  namun  pada  prinsip‐prinsip 
lain berbeda. Banyak masalah –masalah cabang yang tidak sama. Contohnya, mereka mendustakan Nabi 
Isa As. Namun kami meyakini kebenarannya, mempercayai kerasulannya. Kami menolak anggapan keji 
terhadap diri beliau dan diri ibundanya. Disamping itu kami menyatakan umat yahudi itu sebagai umat 
kafir karena ketidak percayaannya itu. Namun sayang tuan tidak membalas kami dengan kebajikan. Dan 
dengan serbuan tuan itu, diperoleh suatu hasil gemilang dalam menghancurkan umat islam, yang tidak 
pernah didapat oleh Yahudi hasil seperti itu dari tuan. 

Sampai  pada  pembicaran  ini  para  hadirin  merasa  cukup  berkepanjangan  jalannya  dialog,  lalu  mereka 
minta  kepada  kedua  pembicara  agar  dicukupkan  sampai  disini  dahulu  untuk  hari  ini  dan  besok  dapat 
dilanjutkan kembali. 
Kedua pembicara memperkenankan permintaan  hadirin. Merekapun bubar dan meninggalkan tempat 
dialog untuk kembali lagi mengikuti acara beriutnya besok pagi. 

ooOoo 

Dialog kedua: 

PANDANGAN ISLAM , YAHUDI DAN  NASRANI TENTANG RASUL ALLAH 

 Telah tiba saat dialog kedua. Muhammad dan teman‐temannya pergi ke gedung Seminary dan disana 
ruangan  telah  penuh  dengan  para  peserta.  Semua  orang  menunggu  kedatangannya  untuk  dapat 
mendengarkan dialog yang penting ini. Mereka sangat tertaik oleh sikap anak remaja  yang tenang dan 
pemikirannya  yang  jernih,  tutur  katanya  yang  baik,  dan  logikanya  yang  kuat  pada  dialog  kemarin. 
Kemudian ia , dan Pastur lawan bicaranya menuju ke tempat yang tersedia. Pada dialog pertama telah 
dibicarakan tentang prinsip‐prinsip islam, kemudian pada kesempatan kali  ini akan dilanjutkan dengan 
prinsip yang lainnya yaitu “ Mengakui kebenaran semua Rasul” 

Pada dialog kali ini Muahammad memulai pembicaraan berkisar pada prinsip kedua ajaran islam, yaitu 
mengakui kebenaran semua rasul. 

M: Prinsip yang kedua ini mencakup pula pengertian mempercayai segala ajaran yang dibawa oleh para 
Rasul,  baik  berupa  iman  kepada  malaikat,  kitab‐kitab  suci  yang  diturunkan  kepada  Rasul,  hari  akhirat 
dan  prinsip‐prinsip  serta  bagian‐bagian  iman  lainnya.  Dalam  hal  ini  islam  telah  mengakui  semua  umat 
memperoleh pengiriman Rasul. Karena Al Qur’an menyatakan bahwa tidak satupun umat yang dibiarkan 
tanpa mempunyai Rasul Allah, sebagaimana firmanNYa pada surat Fathir :24 

“ Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira
dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang
pemberi peringatan (QS Fathir 35: 24)”.

Adapun  umat  Yahudi  dan  Nasrani  tidaklah  mengakui  adanya  pengiriman  rasul  Allah  kepada  segala 
golongan  umat  manusia.  Mereka  hanya  mengakui  bahwa  Rasul  Allah  itu  tidak  keluar  dari  lingkungan 
bani  Israel.  Adanya  pengakuan  islam  sepeti  ini  menjadikan  islam  sebagai  agama  toleran  dan 
memperlakukan  semua  bangsa  dengan  baik.  Hal  ini  berbeda  dengan  Yahudi  dan  Nasrani  yang 
memperlakukan  bangsa‐bangsa  lain  tidak  sebaik  dari  pengakuan  islam.  Sebab  mereka  beranggapan 
bangsa‐bangsa lain tidak sama dengan dirinya dalam pandangan Tuhan, seperti islam memandang nya 
sama. Hal ini dikatakan Al Qur’an dalam surat Al Hujarat 49:13 

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al Hujarat 49 : 24)”.

P:  Islam  sejalan  dengan  Yahudi  dan  Nasrani  dalam  hal  menganggap  bani  Israel  mempunyai  kelebihan 
kelebihan di atas bangsa‐bangsa lain. Hal ini disebutkan dalam qur’an anda surat Ali Imran 33 

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala
umat (di masa mereka masing-masing), (QS Ali Imran 3:33)”

M:  Yang  dimakasud  oleh  Al  Qur’an  tersebut  adalah  mengakui  kelebihan  para  Nabi  dan  Rasul  dari 
keturunan Adam, Nuh, Ibrahim dan Imran di atas orang‐orang lain, bukan pengakuan tentang kelebihan 
bani  Israel  atas  segala  bangsa‐banga  lain.  Karena  islam  tidak  mengakui  kelebihan  atas  bangsa‐bangsa 
terhadap  bangsa  lain,  kecuali  karena  taqwa  dan  amal  kebajikannya.  Allah  melebihkan  kaum  muslimin 
dari  umat  yang  lain  dalam  pengertian  kelebihan  karena  kemanusiaan  dan  kebangsannya,  tetapi 
kelebihannya semata‐mata berdasarkan norma‐norma sebagaimana tersebut di dalam surat Ali Imran : 
110 ; 

“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik (QS Ali Imran 3:110)”.

Manusia  sekarang  dapat  dikatakan  tergabung  di  dalam  tiga  agama  monotheis  (Islam,  Kristen  dan 
Yahudi).  Permusuhan  dan  perperangan  yang  berjalan  sesama  mereka  titik  pangkalnya  pun  pada 
pertentangan ini. 

Sekiranya sesame mereka berhasil diperoleh satu kesepakatan untuk berpegang kepasa satu agama saja 
,  niscaya  permusuhan    dan  perperangan  bisa  dihindarkan,  dan  tidak  diragukan  lagi  islam  akan 
merupakan  agama  yang  paling  tepat  untuk  merealisasikan  tujuan  akhir  yang  diperjuangkan  oleh  para 
pembela islam pada abad kita ini. Seruan ke arah perdamaian ini, telah  jauh lebih dahulu diketengahkan 
oleh AL Qur’an pada surat Al Baqraah 208 : 

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu
(QS Al Baqaraah 2:208)”.

Islam agama yang paling andal merealisasikan tujuan ini, karena ia memandang semua bangsa dengan 
pandangan yang telah lama berjalan, percaya kepada Isa As yang menjadi Rasul umat Nasrani di samping 
percaya kepada rasul‐rasul yang lainnya. Maka kalau orang Yahudi dan Nasrani menjadi Muslim, ia telah 
menemukan  adanya  pengakuan  yang  sama  terhadap  kebenaran  rasul‐rasul  mereka  sendiri  dan  islam 
akan menyambut mereka di tengah jalan dengan baik sebagaimana mereka akui sendiri. 
Adapun Yahudi , walaupun beragama, namun mereka mendustakan Isa dan Muhammad. Dengan sikap 
seperti  ini  kaum  Nasrani  dan  Muslim  tidaklah  akan  bisa  menyatu  ke  dalam  agama  mereka  ,  karena 
adanya jarak perselisihan di dalam masalah keimanan ini antara mereka dengan pemeluk kepada agama 
tersebut. 

Adapun umat nasrani, walaupun beragama, namun mereka mendustai Nabi Muhammad saw, sehingga 
tidak mungkin umat islam bisa menyatu ke dalam agama mereka. 

 Umat Yahudi dan Nasrani bersifat ekstrim terhadap Isa As. Umat Yahudi menuduh beliau sebagai anak 
zina.  Sedangkan  umat  Nasrani  mempercayai  beliau  sebagai  putra  Allah.  Adapun  umat  islam  percaya 
bahwa beliau adalah Ruh dan kalimat Allah yang ditiupkan ke dalam diri Maryam As. Beliau adalah salah 
seorang  hamba  Allah  dan  sama  dengan  hamba  Allah  lainnya.  Adapaun  beliau  lahir  tanpa  ayah,  hal  ini 
berbeda  dengan  proses  penciptaan  Adam  As,  yang  diciptakan  hanya  dari  tanah  tanpa  ibu‐bapak 
sebagaimana tersebut dalam surat Ali Iman 59; 

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah
menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia),
maka jadilah dia (QS Ali Imran 3:59)”.

Tidak  ada  keraguan  mengenai  pendapat  umat  islam  tentang  diri  Nabi  Isa  as,  bahwa  dengan  pendapat 
seperti  itu  ketiga  agama  monotheis  ini  pasti  bisa  sepakat.  Sebab  islam  bersikap  moderat  antara  sikap 
agama Yahudi yang rasialis anti Isa dan sikap umat Nasrani yang cinta secara fanatik kepada beliau. 

Sebagian  misionaris Nasrani di dalam sebuah bulletin menyebutkan bahwa pengertian Isa sebagai putra 
Allah  ialah  dalam  arti  kata  Isa  sebagai  kekasih‐Nya.  Dalam  pengertian  seperti  itu  tidak  bertentangan 
dengan islam, ialah Isa Al Masih sebagai kekasih Allah tidaklah diingkari oleh agama ini. Al qur’an telah 
menyebutkan di dalam banyak ayatnya kata‐kata yang mempunyai pengertian kiasan. 

Kami  muslim  memberikan  arti  dengan  mudah  pada  kata‐kata  kiasan  seperti  itu  sejalan  dengan  akal 
mengenai ke Maha sempurnaan Allah seperti firmannya pada surat Thaha :5 ‘ 

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy (QS Thaha 20:5)”

Bila umat Nasrani sepakat dengan perubahan arti kata Isa purta Allah dengan pengertian kekasih Allah, 
maka ia padat memasuki tahap baru dalam masalah ini dan dapat  diperoleh kesepakatan antara kami 
dengan mereka. 

P:  Wahai  anak  muda  ,  apakah  kalau  kami  menerima  perubahan  pengertian  Isa  sebagai  putra  Allah 
dengan arti sebagai kekasih Allah, lalu kalian  bisa bersama‐sama kami memeluk agama nasrani? 

M:  Wahai  tuan  Pastur  yang  terhormat,  seharusnya  andalah  yang  bila  sudah  menerima  perubahan 
pengertian keputraan Isa dengan arti seperti itu,  untuk masuk kedalam islam. Karena tindakan seperti  
ini berarti kalian mengakui pandangan Islam tentang diri Isa sebelum terjadinya takwil yang baru ini. Bila 
Isa  sebenarnya  sebagai  kekasih  Allah  ,  maka  hal  ini  sesungguhnya  sama  dengan  Ibrahim  yang  juga 
menjadi  kekasih  Allah  ,  atau  Musa  yang  menjadi  orang  yang  dapat  berdialog  langsung  dengan  Allah. 
Dengan demikian keyakinan Trinitas menjadi batal. Sebab pada hakekatnya tidak ada bapak atau anak 
dalam  hubungan  dengan  Allah.  Padahal  keyakinan  Trinitas  merupakan  salah  satu  keyakinan  utama 
dalam  agama  Nasrani.  Jika  keyakinan  ini  batal,  maka  ajaran‐ajaran  keyakinan  nya  tidak  berhak  dinilai 
sebagai suatu agama yang memiliki keistimewaan dari agama –agama  yang lain. 

Selanjutnya  ,  islam  tidak  pernah  memaksa  umat  Yahudi  atau  Nasrani  yang  sudah  mengakui  Allah 
sebagaimana semestinya, kecuali mereka harus mengakui kerasulan Muhammad.saw,  terhadap hal ini 
mereka  tidaklah  dipaksa  secara  membuta  atau  untuk  menerimanya  dengan  mengenyampingkan  akal 
atau merugikan mereka. Untuk mengakui kerasulan Muhammad saw, cukuplah dengan memperhatikan 
sejarah kehidupan  beliau tanpa mempedulikan mukjizat‐mikjizat yang mengokohkan kebenaran beliau, 
sepeti  yang  diterima  oleh  rasul‐rasul  lainnya.  Bila  umat  Yahudi  dan  Nasrani  mau  menyadari  hal  ini, 
niscaya mereka mau beriman kepada Muhammad, Nabi umat islam, sebagaimana  umat Musa percaya 
kepada Musa, Nabi umat Yahudi, dan kepada Isa , Nabi  umat Nasrani. Bila mereka ini berbuat demikian, 
maka  seluruh  umat  manusia  hidup  dalam  persaudaraan  yang  diliputi  penuh  ketenangan  dan 
keselamatan, dan terhindar dari perperangan dan permusuhan. 

Tidak  diragukan  lagi,  bahwa  inilah  satu‐satunya  cara  untuk  mempersatukan  semua  bangsa‐bangsa  di 
dunia  ini.  Sebab  selama  agama  berbeda‐beda  tentu  kata  sepakat  yang  jujur  tidak  akan    diperoleh. 
Karena  setiap  pemeluk  agama  berkeyakinan  merekalah  yang  kelak  di  akhirat  yang  menjadi  golongan 
yang  selamat,  sedangkan  yang  lain  akan  mengalami  siksa.  Maka  kalau  mereka  bersatu  dalam  agama  , 
nisaya akan dapat menghilangkan rintangan yang menghalangi terwujudnya persatuan mereka. 

P:  Wahai  Muhammad,  kami  telah  mengikuti  perubahan  pengertian  Isa  sebagai  putra  Allah.  Namun 
kalian ternyata tetap menolak peristiwa penyaliban orang‐orang Yahudi terhadap beliau. Padahal Taurat 
mengesankan hal ini pada kami. Penyaliban bukan semata‐mata soal keagamaan, tetapi merupakan soal 
keagamaan  dan  sejarah  sekaligus.  Peristiwa  penyaliban  telah  diterangkan  dalam  buku  sejarah‐sejarah 
modern.  Kepercayaan  terhadap  penyaliban  merupakan  salah  satu  kepercayaan  kaum  Nasrani  yang 
penting. 

M:  Tuan  telah  menjadikan  masalah  penyaliban  Isa  sebagai  suatu  kepercayaan  agama.  Tuan  katakan 
bahwa  beliau  mempersembahkan  dirinya  ditiang  salib  untuk  menebus  dosa‐dosa  manusia  yang 
diwariskan dari bapak mereka, yaitu Adam As. Ia berdosa sehingga diusir dari syorga. Padahal tidaklah 
diragukan bahwa perbuatan ini dilakukan oleh Adam As, tidaklah pada tempatnya anda anggap sebagai 
persolan  yang  dominan,  sebab  bila  Adam  telah  berbuat  salah,    maka  tidaklah  dengan  sendirinya  anak 
cucunya  turut  melakukan  kesalahannya  itu.  Karena  seseorang  tidaklah  dapat  dibebani  tanggungjawab 
atas kesalahan orang lain. Penyaliban Isa sama sekali tidak ada hubungannya dengan kesalahan Adam, 
sehingga Isa dijadikan sebagai alat penebusnya. Umat Nasrani mengakui hal seperti ini dalam keyakinan 
penyaliban.  Soal  penyaliban  ini  bagi  mereka  sama  dengan  kepercayaan  Trinitas  yang  bersumber  pada 
sikap menerima secara membabi buta. Sebab soal penyaliban merupakan bagian ajaran iman yang tidak 
dapat dinalar sebagai tak ada gunanya dipikirkan. Sikap yang seperti ini oleh manusia pada jaman kita ini 
tidaklah dapat disetujui. 
Demikianlah  nilai  kepercayaan  penyaliban  Isa  dari  aspek  kefahaman  menurut  penilaian  islam.  Adapun 
dari aspek sejarahnya, islam tidaklah menyangkal bahwa peristiwa penyaliban itu pernah terjadi, namun 
terjadinya bukan pada diri Isa As. Tetapi orang yang disalib itu adalah seseorang yang berwajah persis 
dengan  beliau,  yaitu  Yudas  Asharit,  yang  semula  menjadi  petunjuk  jalan  musuh  untuk  menangkap  Isa. 
Yudas  ini  telah  mati  pada  malam  hari,  saat  mana  orang  menganggap  sebagai  waktu  penyaliban  Isa. 
Maka orang yang disalib itu sebenarnya adalah Yudas setelah mengalami perubahan wajah menyerupai 
Isa.  Lalu  dia  disalib  oleh    musuh‐musuh  Isa,  dan  mereka  berkeyakinan  telah  berhasil  menyalib  Isa  itu 
sendiri.  Kejadian  luar  biasa  ini  adalah  suatu  hal  biasa  yang  dialami  Nabi  Isa  As.  Sebab  beliau  banyak 
mengalami  mukjizat  yang  lebih  besar  dari  pada  itu.  Masalah  ini  dikabarkan  oleh  seorang  Rasul  Allah, 
yaitu  Muhammad  saw.  Para  rasul  adalah  manusia  yang  lebih  tahu  dari  kita  tentang  masalah‐masalah 
seperti ini.  Bila mereka mengabarkan sesuatu masalah ghaib sudah  tentu tidak ada seorangpun yang 
dapat membantahnya, atau mengatakan , bahwa peristiwa terjadi atau tidak terjadi. Sebab Allah telah 
menjadikan Yudas berwajah persis Isa as. Adalah suatu kejadian tanpa memeperlihatkan kepada siapa 
pun.  Oleh  sebab  itu  ,  manusia  bukan  Rasul  tentulah  tidak  akan  dapat  memberikan  sanggahan  yang 
meyakinkan. 

Selanjutnya  dapatlah  kami  mengatakan  bahwa  penyaliban  Isa  As    hanyalah  semata‐mata  soal  sejarah. 
Kami  dapat  menyatakan  bahwa  yang  menjadi  kepentingan  sejarah  hanyalah  menjelaskan  bahwa  pada 
malam  itu  terjadi  penyaliban.  Sejarah  tidak  menganggap  suatu  yang  istimewa,  apakah  korban 
penyaliban  itu  Isa  atau  orang  lain  yang  persis  dengan  beliau.  Sebab  masalah  ini  berbeda  di  luar  objek 
pembicaraan sejarah. 

Sampai disini Muhammad melihat para pendengarnya agaknya ingin mengakhiri pembicaraan pada hari 
ini    sampai  di  sini  saja.  Lalu  ia  mengumumkan  berakhirnya  pertemuan  dan  diharapkan  bisa  kembali 
untuk ikut mendengarkan pada dialog ketiga besok pagi. 

ooOoo 

Dialog ketiga: 

PRINSIP MENGUSAHAKAN KEMASHLAHATAN DAN MENOLAK BAHAYA 

Esok  harinya  Muhammad  datang  ke  asrama  para  misionaris  Nasrani.  Ia  disertai  ayahnya  ,  saudara‐
saudaranya  dan  teman‐temannya.  Sesampai  di  sana  ia  menuju  ruang  dialog,  lau  mengambil  tempat 
berdampingan  dengan  sang  Pastur  Z.  Selanjutnya  kedua  pembicara  melanjutkan  dialognya  tentang 
prinsip islam yang ketiga yaitu; 

Prinsip mengusahakan kemashlahatan dan menolak bahaya 

M: Dua prinsip sebelumnya adalah dua prinsip tentang aqidah islam, yang keduanya merupakan pondasi 
seluruh  aqidah.  Sedangkan  prinsip‐prisisp  islam  tentang  masalah  syari’ah  berpangkal  pada  satu  dasar 
yang  menjadi  pondasi  seluruh  masalah  hukum,  yaitu  prisip  ;  “  mengusahakan  kemashlahatan  dan 
menolak bahaya”. Prinsip ini merupakan dasar utama yang tidak dapat dibantah oleh siapapun. Sebab 
manusia  butuh  kemashlahatan  dunia  dan  kemashlahatan  akhirat.  Begitu  pula,  manusia  butuh 
kemashlahatan khusus dan kemashlahatan umum. Masing‐masing kemashlahatan ini menjadi perhatian 
agama  islam  dan  kepada  masing‐masingnya  diberikan  perhatian  secara  tepat.  Ketentuan‐ketentuan 
islam mengenai  prisip ini tersebut dalam sabda rasululah saw; 

Tidak boleh menimbulkan bahaya dan membalas dengan cara berbahaya” 

Dan dalam al Qur’an dinyatakan pada surat Qashas 77; 

“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS Al
Qashas 28:77)”.

Di dalam ayat ini terdapat  celaan terhadap orang‐orang yang mengutamakan kepentingan diri sendiri 
diatas kepentingan masyarakat yang juga tercantum , di dalam firman Allah surat At Taubah :58 

Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi
sebahagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian
daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah (QS At Taubah 9 : 58”.

P: Di dalam persoalan ini agama islam,  sebenarnya tidak berbeda dari agama–agama lain. Karena agama 
pada  hakekatnya  segala  ketentuan  hukumnya  bertujuan  mengupayakan  kemashlahatan  dan  menolak 
bahaya. 

M: Itu tidak benar. Karena syareat agama Yahudi dan Nasrani tidak sama dengan Islam , di dalam aspek 
ini.  Sebab  kedua  agama  tersebut  mengadakan  perbedaan  kebangsaan.  Tetapi  Islam  universal  untuk 
semua bangsa, tidaklah  membedakan bangsa atau dengan lainnya dalam aspek kemashlahatan. Agama 
Yahudi di satu agama yang khusus untuk bani Israel dan  semata‐mata memperhatikan kemashlahatan 
bangsa  ini,  akibatnya    bangsa  Yahudi  mencintai  dirinya  sendiri  begitu  rupa  dan  mengutamakan 
kepentingan  materi  untuk  dirinya  sendiri  di  atas  bangsa  lain.  Akibatnya  kemashlahatan  agama  dan 
kebangsaan menjadi satu kesatuan bagi mereka. Mereka begitu mencintai  materi dan kesengan lebih 
besar daripada mencintai rohani dan budi‐budi yang luhur. Sebab mencintai rohani dan budi‐budi luhur 
merupakan  dorongan  kemanusiaan  secara  universal.  Dan  pandangan  sebagai  bangsa  pilihan  di  atas 
bangsa lain. 

Agama Nasrani datang dan menerima sikap ekstrim yang berlawanan dengan pandangan bangsa Yahudi 
terhadap  materi.  Agama  Nasrani  mengutamakan  aspek  rohani  dan  mestrerilkan  hubungan  satu  pola 
tertinggi bagi mereka dan suatu citra yang paling ideal bagi pemeluknya. Mereka mencurahkan segenap 
pikiran  untuk  dapat  mencapai  tujuan  tersebut.  Agama  Nasrani  tidak  memperhatikan  hukum 
keduniawian  secara patut. Karena itu  dalam urusan  hukum agama Nasrani berpegang pada ketentuan 
Taurat  yang  telah  ada  sebelumnya.  Padahal  hukum  Taurat  khusus  untuk  bangsa  Yahudi  bukan  untuk 
bangsa‐bangsa  lain  di  dunia  ini.  Jadi  hanya  Islam  sajalah  yang  merupakan  jalan  tengah  dalam 
memperhatikan  kemashlahatan  kehidupan  manusia,  tanpa  mengabaikan  yang  satu  dan  melebihkan 
yang lain. Agama Nasrani telah membawa hukum cinta kasih, yang timbul sebagai reaksi  terhadap sikap 
permusuhan yang terpendam di dada bangsa Yahudi terhadap bangsa‐bangsa lain. Namun hukum cinta 
kasih  seperti  itu  hanyalah  merupakan  aturan  moral,  sedangkan  sebaliknya  cinta  kasih  di  dalam  Islam 
merupakan ketentuan hukum dan moral sekaligus 

Dialog ketiga ini terjadi pada hari ahad. Para peserta yang ada di gedung  Seminary tidak menginginkan 
diperpanjang lebih lama dari waktu pembicaraan tersebut. Maka diberhentikanlah pembicaraan sampai 
disini dan ditunda pada dialog berikutnya pada hari senen besok. 

ooOoo 

Dialog ke empat : 

FAKTOR‐FAKTOR WAKTU DAN TEMPAT MODERAT 

Dialog  kali  ini  diadakan  tepat  waktunya.  Muhammad  dan  sang  Pastur  duduk  di  tempat  yang  telah 
disediakan kemudan kedua pembicara mulai memasuki pokok pembicaraan prinsip ke empat dan kelima 
dari ajaran –ajaran islam. 

Prinsip ke empat : faktor waktu dan tempat. 

M:  Hukum  Islam  yang  berprinsip  “  mengusahakan  kemashlahatan  dan  menolah  bahaya”.  Maka 
selanjutnya  dari  prinsip  ini  muncul  dua  prinsip  baru  yang  saling  berkaitan  atau  dapat  dikatakan  kedua 
prisnsip ini merupakan cabangnya. Namun disamping itu kedua prinsip baru ini pun termasuk diantara 
prinsip‐prinsip islam yang utama. Jadi kalau kedua prinsip baru ini kita tambahkan pada prinsip‐prinsip 
sebelumnya, maka ia akan merupakan prinsip ke empat dan kelima. 

Prinsip ini yaitu faktor waktu dan tempat. Hukum hubungan antara pinsip ini dengan ke tiga ialah bahwa 
kemashlahatan ini berkaitan dengan waktu dan tempat. Islam tidaklah merupakan sesuatu hukum untuk 
bangsa  tertentu  dan  waktu  tertentu  sehingga  kemashlahatan  tempat  atau  waktu  ini  menjadi  pokok 
perhatian  bagi  bangsa  tertentu.  Akan  tetapi  Islam  merupakan  syariatnya  untuk  semua  bangsa  dan 
sepanjang  masa.  Karena  itu  sudah  tentu  prinsip  ke  empat  ini  menjadi  perhatian  Islam  agar 
kemashlahatan yang ingin diwujudkan dapat terealisir di  segala waktu dan tempat.  
Agama Yahudi dan Nasrani menolak prinsip yang dibawa oleh islam ini. Sebab agama Nasrani dan Yahudi 
menolak  adanya  penghapusan  hukum  ilahi  yang  telah  ada  sebelumnya  dan  mencela  tindakan  agama 
Islam dalam  soal penghapusan hukum  ini.  Disamping itu kedua  agama tersebut  menolak  adanya sifat 
berangsur‐angsur di dalam penetapan hukum ilahi, dimana sesuatu hukum ditetapkan pada jaman dan 
tempat  yang  selaras  dengan  tuntutannya.  Tatkala  umat  Yahudi  dan  Nasrani  mencela  adanya 
penghapusan hukum yang diakui oleh Islam, maka Allah telah berfirman di dalam Al Baqaraah 106: 

Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan
yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (QS Al Baqaraah 2:106)”.

Dengan adanya prinsip ke empat ini, maka terbukalah pintu ijtihat dalam Islam dan akan terus berlaku 
sampai waktu yang dikehendaki oleh Allah. Karena itu pintu ijtihad tidak tertutup karena wafatnya Nabi 
saw. Bahkan terus terbuka untuk segenap ulama Islam. Agar mereka dapat menggariskan hukum sesuai 
dengan waktu dan tempat dan tidak mengalami satu kesulitan pelaksanaan hukum seperti yang pernah 
membelenggu kehidupan umat Nasrani dan Yahudi dahulu.  

Karena  itu  pembinaan  hukum  Islam  mempunyai  sifat  luwes  dan  fleksibel,  sehingga  hukum  Islam  tidak 
mengalami  kesulitan  untuk  menerima  pembaharuan  yang  bermamaat  kepada  pelakunya.  Adapun 
agama Yahudi dan  Nasrani tidaklah memiliki sifat  keluwesan dan  fleksibelitas di dalam hubungannya 
sebagai  suatu  penghapusan  dan  penggantian  hukum‐hukum  Tuhan.  Sebagai  akibatnya  hukum  agama 
mereka menjadi belenggu dan beban berat pada pemeluknya, serta tidak bisa dilaksanakan dengan baik. 
Inilah yang diisyaratkan oleh firman Allah dalam suarat Al A’raf 157; 

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di
dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya,
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al
Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS Al A’raf 7 : 157)”.

Seharusnya umat Yahudi dan Nasrani menyambut baik agama Islam yang menyelamatkan mereka dari 
sikap  keagamaan  yang  kolot,  melepaskan  mereka  dari  kebekuan  dan  belenggu  yang  menghambat 
mereka.  Namun  mereka  ternyata  tidak  dapat  menghargai  nikmat  Islam  kepada  mereka  seperti  ini 
bahkan  mereka  mulai  meributkan  penghapusan  hukum  oleh  agama  islam  dan  menyerang  Allah  serta 
beranggapan  bahwa  adanya  penghapusan  hukum  berarti  bukti  kebodohan  Tuhan,  padahal  Tuhan  suci 
dalam  urusan  ini  ataupun  yang  lainnya.  Sebenarnya  masalah  bagi  mereka  adalah  sebagaimana  kata 
penyair ; 

 
Masa-masa datangnya ujian

Sesorang akan tersingkap

Sehingga bisa terjadi

Barang buruk terlihat baik

Barang baik terlihat salah

Prinsip ke lima  Moderat, tidak mengutamakan materi, tetapi tidak pula mengabaikan materi. 

M : Prinsip ke lima ini merupakan salah satu dari prinsip‐porinsip ajaran islam yang sudah tercakup pada 
prinsip  kemashlahatan  diatas.  Karena  cara    yang  moderat  mempertemukan  kepentingan–kepentingan  
manusia  pada  berbagai  tingkat  dan  keadaan  untuk  selamanya.  Islam  menuju  adanya  sikap  tengah‐
tengah dan moderat dalam segala urusan. Allah  menjadikan umat Islam sebagai umat yang moderat di 
tengah  umat‐umat yang lain, sebagaimana difirmankan NYa di dalam surat Al Baqaarah 143; 

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan)
kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia (QS Al Baqaraah 2 : 143)”.

Karena itu Islam memperhatikan aspek rohani dan jasmani di dalam setiap ketentuan hukumnya.  Begitu 
pula  aspek  duniawi  dan  ukhrawi.  Sebab  hukum  Islam  dibuat  untuk  tujuan  mendidik  jiwa  agar  dapat 
mengontrol  emosi.  Ini  adalah  merupakan  pokok  hikmah  yang  praktis.  Jadi  sikap  tengah‐tengah  adalah 
merupakan tuntunan ajaran islam di dalam tiap urusan, walaupun dalam bidang ibadah. Sebagai suatu 
contoh, diriwayatkan bahwa Nabi melihat seorang laki‐laki sangat tekun dalam ibadah sampai matanya 
sembab. Lalu Nabi bersabda kepadanya : “islam ini agama yang kokoh. Maka lakukanlah dengan penuh 
rasa  sayang.  Orang  yang  memaksakan  dirinya  ,  takkan  bumi  ditembus,  takkan  punggung  dapat 
menahan”. 

Sikap  mengabaikan  yang  satu  dan  melebih‐lebihkan  yang  lain  dalam  hal  papun  dicela  oleh  Islam, 
sebagaimana hal seperti ini dicela dalam hikmah praktis. Atas dasar prinsip inilah Islam membenarkan 
setiap muslim untuk berusaha mendapatkan dunia dan perhiasan sesuai dengan haknya, asalkan tidak 
berlaku berlebih‐lebihan, sebagaimana Tuhan firmakan pada surat Al A’raf 31; 

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan
(QS Al A’raf 7 : 31)”.
Islam jelas bertentangan dengan agama Yahudi dalam prinsip ini. Karena umat Yahudi berlebihan dalam 
mencintai materi dan mengabaikan akherat. 

Kemudian,  setiap  muslim  juga  dibenarkan  bersikap  mengambil  jarak  dengan  kesenangan  dunia  dan 
kebutuhan materi dengan tidak berlebih‐lebihan. Sikap seperti ini bertentangan dengan ajaran Nasrani 
yang  menuntut  cara  hidup  kependetaan  begitu  rupa  ,  memutuskan  diri  kesenangan  duniawi  dan 
menyendiri di gereja jauh dari kegiatan duniawi. 

Pernah  seorang  laki‐laki  datang  kepada  Nabi  saw  menawarkan  diri  untuk  memupus  syahwatnya 
(dikebiri)  supaya  tidak  punya  selera  pada  wanita.  Lalu  Nabi  saw  bersabda  kepada  nya  ;  ”  Islam  tidak 
kenal  kependetaan”.  Sebab  sikap  hidup  kependetaan  tidak  sejalan  dengan  fitrah  manusia  dan  tidak 
akan  dapat  memenuhi  tuntutan  membangun  kesejahteraan  hidup.  Dan  ternyata  peradaban  modern 
muncul  kepermukaan  dunia    dengan  sikap  memerangi  cara  hidup  kependetaan.  Karena  itu  bagi 
peradaban  modern,  islam  sejalan  pandangannya  dari  pada  dengan  pandangan  agama‐agama 
sebelumnya.  Dalam  masalah  materipun  Islam  bersikap  moderat,  Islam  mengharamkan  cinta  membuta 
kepada  harta,  sehingga  melahirkan  sifat  bathil.  Hal  ini  berlawanan  dengan  sikap  umat  Yahudi  yang 
sangat  rakus  terhadap  harta  sampai  mau  menghalalkan  segala  cara,  sehingga  membolehkan  riba, 
asalkan  dilakukan  terhadap  non  Yahudi.  Islam  pun  melarang    mempergunakan  harta  secara  boros, 
sebagaimana Allah menyebutkan di dalam surat Al Isra’ 27; 

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat
ingkar kepada Tuhannya (QS Al Isra’ 17: 27)”.

Kemudian  Islam  menyuruh  bersikap  moderat  antara  bakhil  dan  boros  sebagaimana  firman  Allah 
tersebut di dalam ayat sesudahnya ( Al Isra’ 29) ; 

Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (QS AL Isra’ 17 : 29)”.

Sebagai  realisasi  Islam  telah  menentukan  adanya  infaq  (derma)  untuk  hal‐hal  kebaikan  dan  juga 
penetapan  wajib  zakat.  Orang  yang  mau  melaksanakan  kewajiban  ini  terhadap  harta  yang  dimiliknya  , 
maka  ia  akan  selamat  dari  sikap‐sikap  ekstrim  yaitu  sikap  bakhil  dan  boros.  Dengan  demikian  ia  tidak 
menjadi seorang yang bakhil atau seorang pemboros. Karena pemborosan bukanlah hal terpuji dan  ia 
hanya merupakan bagian dari pelampiasan duniawi. 

Islampun  menentukan  sikap  tengah‐tengah  mengenai  masalah  wanita.  Islam  tidaklah  merendahkan 
wanita  seperti  yang  dilakukan  oleh  agama‐agama  lain.  Tetapi  juga  tidak  menyamakannya  dengan  laki‐
laki secara mutlak, seperti yang dilakukan oleh beberapa aliran lain. Namun islam menyamakan hak dan 
kewajiban  wanita  dengan  laki‐laki  selaras  dengan  kodratnya.,  bahkan  Islam  dalam  beberapa  hal 
melebihkan laki‐laki sesuai dengan fitrah dan tuntunan kehidupan sosial sebagai mana diisyaratkan oleh 
firmanNya pada surat An Nisa’ 34; 

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar
(QS An Nisaa’ 4 : 34)”.

Syariat agama Yahudi dan agama‐agama yang lain tidak membenarkan wanita memperoleh warisan, dan 
hanya  laki‐laki  yang  berhak  menjadi  pewaris.  Sedangkan  beberapa  undang‐undang  menyamakan  laki‐
laki dan wanita dalam memperoleh warisan. Tindakan seperti ini tidak selaras dengan kaedah kehidupan 
soaial,  karena  laki‐laki  lebih  banyak  menerima  tanggung  jawab  daripada  wanita,  disamping  adanya 
kecendrungan  pada  pemberi  waris  untuk  melebihkan  laki‐laki  dari  wanita.  Kecendrungan  seperti  ini 
adakalanya berlebih‐lebihan, sehingga diantara mereka melarang wanita mewarisi hartanya. Dalam hal 
ini  islam  bukan  semata‐mata  menempuh  jalan  tengah  antara  kedua  macam  hukum  yang  berlawanan 
tersebut, tetapi islam menentukan wanita memperoleh hak waris setengah dari laki‐laki. Ketentuan ini  
adalah adil tanpa wanita merasa dizalimi atau laki‐laki dirugikan. 

Demikianlah  dalam setiap hukum islam bersikap tengah‐tengah, sehingga kaum muslimim mempunyai 
kodifikasi  hukum  yang  tidak  tersamai  oleh  hukum‐hukum  lain  dalam  kekayaan  pemikiran  hukumnya, 
aliran  pikirannya,  perbedaan‐perbedaan  ketetapannya,  sekalipun  pada  masa‐masa  umat  islam 
menghalami  kemegahan.  Umat  islam  dapat  berbangga  diri  berhadapan  dengan  kedua  hukum  agama 
langit  sebelumnya,  yang  senantiasa  berlomba  untuk  menyainginya.  Sebab  di  dalam  kedua  agama  itu 
tidak terdapat pembinaan hukum yang luas, sehingga pemeluknya tidak merasa perlu hukum yang lain. 

Perhatikanlah bangsa‐bangsa Kristen dewasa ini yang berada pada masa kemegahannya, tetapi ternyata 
mereka  mempergunakan  perundang‐undangan  modern  Eropah  yang  kini  sebenarnya  sedang  berjalan 
mendekati syariat Islam. Bahkan banyak hukum barat yang jujur mengakui bahwa hukum barat modern 
menyadur dari fiqih islam. 

P:  Wahai  anak  muda  ,  saya  rasa  sudah  cukup  anda  menerangkan  prinsip‐prinsip  Islam  yang  anda 
inginkan. Saya telah bersabar untuk memberikan kesempatan kepada anda sehingga dapatlah apa yang 
anda  kehendaki  tercurahkan  sepenuhnya.  Sikap  sopan  santun  dan  keterangan  anda  memberikan 
pengaruh yang besar terhadap rasa kesabaran saya untuk mendengarkan anda. 

Karena  itu  bersediakah  anda  utuk  bersama  pindah  kepada  beberapa  hal  pokok  pembicaraan  tentang 
Islam  yang  akan  kami  sodorkan?  Maukah  anda  bersabar  seperti  kesabaran  yang  saya  lakukan  kepada 
anda? Dan  maukah anda melanjutkan dialog yang tenang sampai  kita selesai? 

M; anda berhak untuk itu wahai Pastur. Saya sangat berterima kasih atas pujian anda. Saya memohon 
kepada Allah semoga saya diberi  hidayah untuk memperoeh keridhaannya dalam kesempatan ini, apa 
yang tuan inginkan , waktu nya akan tiba pada dialog berikut nanti. 

ooOoo 
 

Dialog ke lima : 

POLIGAMI DAN POSISI WANITA 

Pengunjung  pada  dialog  kali  ini  lebih  banyak  dari  sebleumnya  ,  karena  Pastur    Z  sebelumnya  telah 
mengumumkan  akan  mengajukan  beberapa  gugatan  keras  terhadap  ajaran  Islam.  Sebab  itu  banyak 
orang  yang  ingin  mendengarkan  sanggahan‐sanggahan  Pastur  tersebut  dan  bagaimana  jawaban‐
jawaban Muhammad 

P:  Mengapa anda berpendapat bahwa islam berlaku adil kepada wanita, bukan menghinanya? Padahal 
Islam  membenarkan  Poligami.  Sedangkan  Poligami  ini  besar  bahayanya  terhadap  mereka  dan 
menciptakan pertengkaran di dalam kehidupan suami‐istri. Padahal seharusnya kehidupan antara suami 
istri  berjalan penuh kerja sama secara ikhlas. Sedangkan keikhlasan dapat tercipta bila  berada dalam 
satu ikatan baik rumah, kekayaan maupun anak‐anak. 

M:  Anda  terlalu  ekstrim  melihat  poligami  di  dalam  Islam.  Seolah‐olah  Islam  membenarkan  apa  yang 
dilarang agama‐agama sebelumnya, seperti zina atau perbuatan‐perbuatan maksiat lainnya. Seolah‐olah 
perbuatan‐perbuatan  tersebut  tidak  dibenarkan  oleh  Islam  padahal  oleh  agama  –agama  sebelumnya 
dibenarkan. Juga seolah‐olah Islam tidak menertibkan dan tidak membolehkan lebih dari 4 istri. Padahal 
poligami  pada  agama  –agama  sebelumnya  tidak  mempunyai  batas,  sebagaimana  pembatasasn  itu 
dilakukan oleh islam. 

Islam  menetapkan  kebolehan  poligami  bukanlah  sebagai  sesuatu  yang  wajib  atau  sunnah,  melainkan 
hanya  suatu  ketetapan  mubah.  Ketetapan  mubah  dalam  Poligami  merupakan  hukum  yang  sungguh 
terpuji, karena sesuai dengan sifat Islam sebagai agama universal, yang berlaku untuk segala masa dan 
tempat serta segala macam bangsa. Sebab hukum mubah tidaklah sama dengan empat ketentuan yang 
lainnya  (wajib,  sunat,  haram  dan  makhruh).  Dengan  demikian  mubah  dapat  diterapkan  pada 
kebanyakan  hukum,  sehingga  pihak  pemerintah    dapat  melakukan  perubahan  atau  menggantikannya 
sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi. Poligami dalam islam termasuk kategori hukum yang elastis, 
sehingga  hukum  poligami    berlaku  menurut  tuntutan  kebutuhan.  Jika  ternyata  dengan  poligami  ini 
menimbulkan  hal‐hal  yang  merusak    dapatlah  diadakan  larangan.  Sekiranya  Islam  mengharamkan 
poligami secara mutlak, niscaya manusia akan mengalami kesulitan sepanjang jaman, misalnya keadaan 
sesudah perang yang pada umumnya jumlah wanita lebih banyak dari laki‐laki dan umat tersebut sangat 
membutuhkan  pertambahan  penduduk  setelah  masa  perang.  Keadaan  seperti  ini  memerlukan  system 
poligami.  Karena  poligami  adalah  satu‐satunya  cara  terbaik  mengantisipasi  perzinaan.  Walaupun  di 
dalam  sistim  poligami  ini  terdapat  hal‐hal  yang  negatif  padahal  sebenarnya  kenegatifan  ini  ada  pada  
pelaksanaan,  bukan  pada  hakekat  poligami,  namun  toh  negatifnya  jauh  lebih  kecil  daripada  perzinaan 
yang selamanya berbahaya dan menimbulkan kerugian besar terhadap kesehatan tubuh, keluarga dan 
lingkungan  kehidupan  umat,  serta  membuat  yang  bersangkutan  menjadi  proaktif  bila  membiarkan 
dikuasai oleh dorongan seksual kebinatangan. 
Islam  tidaklah  melupakan  adanya  bahaya  poligami  karena  penyalahgunaan.  Karena  itu  islam 
menetapkan  syarat‐syarat  yang  ketat,  yaitu  poligami  hanya  dibenarkan  bagi  orang  yang  yakin  dan 
mampu  berlaku  adil  sesama  istrinya,  agar  kehidupan  rumah  tangga  terajaga  dengan  baik,  penuh  rasa 
ihklas, penuh keterbukaan dan kejujuran antara istri dan suami, antara anak‐anak, ayah dan ibu mereka. 
Poligami ini penetapan hukumnya tercantum dalam firman Allah suara an nisa’ 3 

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana
kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-
budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya
(QS An Nisaa’ 4 : 3)”.

Dan firman Allah dalam surat An Nisaa’ 129 

Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri (mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang
kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang ( QS An Nisaa’ 4 : 129)”.

Maksud ayat ini adalah sikap adil yang menjadi syarat kebolehan poligami adalah tidak dapat dipenuhi 
oleh  seseorang  secara  tuntas.  Karena  itu  seseorang  agar  lebih  selamat  kepentingan  agamanya 
hendaknya  ia  tidak  bermonogami,  ini  berarti  bahwa  poligami  pada  dasarnya  dipandang  makhruh, 
karena  kebolehan  ini  tidak  begitu  saja  boleh  dilaksanakan  dan  terlepas  dari  sifat  makhruh,  tanpa 
adanya suatu keperluan yang mendesak. Poligami yang kebolehannya bersyarat bukanlah timbul oleh 
serangan‐serangan  terhadap  hukum  poligami  pada  zaman  kita  ini,  akan  tetapi  seorang  ulama  besar 
bernama  Syihabudin  Ahmad  bin  Muhammad  bin  Ali  Rabi’  dalam  bukunya  “  Sulukul  malik  I  fadbiril 
mamalik”,  menegaskan  kepada  para  suami  untuk  memenuhi  enam  tugas  kepada  istri  dan  tugas 
kelimanya  ialah  sebaik‐baiknya  bermonogami  sejauh  dirasakan  cukup  bagi  dirinya.  Sebab  monogami 
lebih mampu menegakkan ketertitaban rumah tangga. Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa beliau 
beranggapan  berpologami  itu    makruh  seperti  pendapat  saya,    beliau  berbeda  dengan  kalangan 
mayoritas  ulama karena ia berpendapat pada dasarnya hukum poligami tidak mubah. 

P: Saya ingat bahwa poligami adalah cara yang terbaik untuk mengantisipasi perzinaan. Namun kenapa 
umat Islam yang membolehkan poligami ini tetap terdapat perzinaan seperti yang terdapat di tengah 
masyarakat Nasrani, yang notabene melarang poligami? 

 
M:  Saya  hanya  mengatakan  bahwa  poligami  hanya  salah  satu  cara  ,  bukan  satu‐satunya  cara  untuk 
mengantisipasi  perzinaan.  Bila  yang  menjadi  soal  adalah  pemberantasan  perzinaan  itu  sendiri,  maka 
poligami semata‐mata tidak cukup memberantas penyakit sosial ini. Tetapi ia sudah pasti memerlukan 
perangkat‐perangkat  lain,  seperti  hukuman  terhadap  pelaku  zina  di  dunia  ini  dan  lain  sebagainya. 
Semua  cara‐cara  ini  hanyalah  bertujuan  untuk  memperkecil  penyakit‐penyakit  sosial  yang  menimpa 
kehidupan  masyarakat.  Sebab  menghilangkannya  sama  sekali  adalah  tidak  mungkin  .  tetapi  suatu 
kenyataan yang tidak dapat diragukan lagi, perzinaan yang terjadi di negri‐negri islam jauh lebih sedikit 
dibandingkan dengan negeri‐negeri lain. Terutama sekali pada saat hukum‐hukum islam itu berlaku di 
negri  mereka  sendiri  dan  bukan  di  saat  umat  islam  di  bawah  cengkraman  penjajah  Kristen.  Sebab 
penjajahan ini memaksa untuk diperbolehkannya perzinaan dan minuman keras secara terbuka. Hal‐hal 
seperti ini sudah merupakan suatu perbuatan yang tersebar di  negeri‐negeri islam dibawah kekuasaan 
penjajah. 

P: Wahai anak muda, kalau anda beranggapan poligami pada dasarnya makhruh, maka mengapa Nabi 
anda membolehkan hal itu untuk dirinya sendiri? Mengapa beliau membolehkan  dirinya sendiri untuk 
berpoligami  dalam  jumlah  yang  lebih  dari  yang  diperbolehkan  untuk  penganutnya?  Beliau  telah 
beristrikan sembilan orang dan bukan sampai batasan 4 orang, sebagaimana yang diberlakukan kepada 
orang‐orang lain untuk mencukupkan diri beristri 4 orang saja? 

M: Baiklah wahai Pastur yang mulia, tidaklah benar jika Nabi kami hanya membolehkan dirinya sendiri 
berpoligami dengan sejumlah istri, yang beliau sendiri melarang orang lain untuk berpoligami sejumlah 
yang  beliau  lakukan.  Perlu  diketahui  bahwa  ketentuan  berpolohami  turun  pada  akhir  tahun  8  hijrah. 
Padahal  Nabi  telah  berpoligami  dengan  sejumlah  istri  beliau  sebelum  tahun  tersebut  dan  istri  beliau 
yang terakhir ialah Maimunah putri Harits Al Halaliyah, janda yang terakhir pamam beliau yaitu Hamzah 
bin  Abdul  Muthalib  pahlawan  perang  Uhud,  dan  juga  bibi  Abdullah  bin  Abbas.  Perkawinan  ini  terjadi 
pada  saat  beliau  melakukan  Umratul  Qodho’  (tahun  7  Hijriah).  Nabi  tidaklah  mencampuri  istrinya  ini 
terkecuali  setelah  keluar  dari  Mekkah  yaitu  di  kampung  Safir.  Tatkala  hukum  poligami  ini  turun  dan 
dilarang beropoligami lebih dari empat istri, maka Nabipun dilarang untuk kawin lagi lebih dari jumah 
istri‐istri  beliau  yang  sudah  ada.  Berkenaan  dengan  ini  Allah  menurunkan  firmanNYa  pada  surat  Al 
Ahzab : 52; 

Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti
mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-
perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu
(QS Al Ahzab 33 : 52)”

Dalam  masalah  poligami  tidaklah  ada  perlakuan  istimewa  terhadap  diri  Nabi,  terkecuali  beliau 
dibolehkan  untuk  tetap  meneruskan  poligami  dengan  sembilan  istrinya    dan  tidak  disuruh  untuk 
menceraikan yang lebih dari empat istri, sedangkan orang lain disuruh menceraikan istrinya bila istrinya 
berjumlah  lebih  dari  4.  Pengertian  seperti  ini  adalah  untuk  kemasylahatan  istri‐istri  Nabi.  Karena 
mereka tentu tidaklah rihdo untuk menerima orang lain sebagai gantinya, karena kedudukan Nabi tidak 
sama dengan orang‐orang  lain.  Maka kemashlahatan di dalam pengecualian tersebut bukanlah demi 
kepentingan Nabi, tetapi untuk kepentingan istri‐istrinya. Sebab itu isti‐istri Nabi tidak dihalalkan untuk 
diambil  orang  lain  sepeninggal  beliau,  sehingga  mereka  tetap  menyendang  gelar  “ibu‐ibu  Mukmin” 
sampai wafatnya. Jadi beliau tidak dibenarkan untuk menceraikan salah seorang istrinya. 
Sang  Pastur  nampaknya  berharap  bahwa  pembicaraan  yang  belum  selesai  ini  bisa  diteruskan  pada 
dialog berikutnya, karena itu dialog kelima  ini ditutup sampai disini. 

ooOoo 

Dialog ke enam : 

THALAQ DAN HAK WANITA 

Jumlah  pengunjung  tidaklah  berkurang  dibandingkan  dengan  jumlah  sebelumnya.  Pastur    Z  mulai 
mengajukan gugatan‐gugatan dan Muhammad memberikan jawabannya; 

 P:  Masih terdapat persoalan tertinggal yang dapat kita bicarakan mengenai islam ini, yaitu soal Thalaq.  
Islam  telah  memberikan  senjata  yang  kejam  kepada  laki‐laki  untuk  membunuh  sang  istri, 
menghancurkan  ketenangan  hidup  berkeluarga  dan  tidak  memberikan  suasana  kehidupan  bersama 
kepada  sang    suami  yang  penuh  kasih  sayang,  tetapi  penuh  ketakutan  bukan  suasana  penuh 
kebahagiaan dan ketenangan. 

M:  Persoalan  Thalaq  pada  agama  kami  sama  dengan  persoalan  poligami.  Islam  tidak  membenarkan 
dengan begitu saja, padahal agama‐agama sebelumnya mengharamkannya, tetapi Islam membolehkan  
sesuatu  yang  agama‐agama  sebelumnya  juga    dibolehkan.    Jadi  dalam  persoalan  Thalaq  agama  Islam 
tidaklah  melakukan  hal‐hal  yang  tercela.  Anda  mengetahui  bahwa  hukum  mubah  termasuk  dalam 
kategori  eksperimen diantara hukum‐hukum yang lima. Mubah ini merupakan suatu ketentuan hukum 
yang  mudah  karena  mengingatkan  kondisi  dan  situasi,  sehingga  ia  terkadang  tetap  mubah  dan 
terkadang  bisa  dilarang,  terkadang  tanpa  syarat  dan  terkadang  terikat  oleh  syarat‐syarat.  Dengan 
demikian  hukum  melakukan  Thalaq  bisa  selalu  sejalan  dengan  segala  jaman  dan  tempat  dan  selaras 
pula dengan hukum –hukum lainnya dari agama islam yang universal ini. 

Sebab  islam  tidaklah  memberikan  kebolehan  melaksanakan  Thalaq  secara  bebas  begitu  saja.  “ 
perbuatan  halal  yang  paling  dibenci  oleh  Aklah  adalah  “Thalaq”.  Jadi  sebenarnya  kebolehan  Thalaq 
hanyalah karena keadaan sangat mendesak. Jika tidak ada tuntutan yang sangat mendesak hukumnya 
makhruh,  dan  kalau  tidak  ada  alasan  apa‐apa  maka  hukumnya  haram.  Sebab  thalaq  adalah  tindakan 
kelaliman  kepada  istri dan berbuat zalim adalah haram dalam urusan apapun. 

Selain  itu  Islam  tidaklah  melupakan  bahaya  Thalaq  dan  adanya  penyalahgunaan  sehingga 
mengakibatkan kecaunya tatanan keluarga dan bahaya besar yang menimpa umat. Thalaq dibolehkan 
dengan  syarat  adanya  tuntutan  kepentingan  yang  menguntungkan  dan  demi  mengatasi  kerusakan 
hubungan  suami  istri  yang  tidak  dapat  didamaikan.  Jadi  thalaq  bukan  seenak  hawa  nafsu  untuk 
melaksanakannya  .    Bahkan  islam  mendorong  sang  suami  untuk  tetap  melangsungkan  ikatan  dengan 
istrinya,  walaupun  rasa  cintanya  sudah  pudar  dan  keinginan  suami  pada  istri,  tidak  tumbuh  lagi.  Jadi 
Thalaq  ini  hanya  boleh  dilakukan  kalau  hubungan  suami  istri  rusak  dan  tidak  harmonis,  segala  jalan 
sudah  buntu  untuk  memperbaiki  kerusakan  tersebut.  Hal  ini  dinyatakan  dalam  firman  Allah  di  dalam 
surat An Nisa’ 19 ; 

Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan
janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang
telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak (QS An Nisaa’ 4 : 19)”.

Thalaq di dalam Islam di atas untuk tujuan –tujuan yang menjadi tuntutan hidup manusia, antara lain ; 
karena adanya hubungan suami‐istri yang buruk akibat kepribadian yang tidak cocok dan sebagainya. 
Pada  saat  seperti  ini  bercerai  adalah  lebih  baik  daripada  meneruskan  kehidupan  rumah  tangga  yang 
buruk, sebab akibatnya merusak akhlak dan pendidikan anak‐anak disamping nama cemar dan riwayat 
hidup  yang  jelek.  Sebelum  melakukan  Thalaq  Islam  menyuruh  agar  sang  suami  lebih  dulu  melakukan 
upaya mendidik terhadap istrinya dan janganlah baru bertindak (untuk mendidik) setelah terjadi krisis. 
Tindakan  yang  tepat    adalah  menasehati  dan  pisah  ranjang.  Juga  suruh    agar  suami  mengupayakan 
perdamaian  dengan  istrinya  lewat  bantuan  keluarga  masing‐masing,  jika  tidak  mampu 
menyelesaikannya sendiri. Hal ini Allah Firmankan dalam surat An Nisaa’ 34‐35 

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar
34. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam
dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS An NIsaa’ 4 : 34-35)”.

Jika  semua  ini  ternyata  tidak  berhasil,  maka  Allah  mengizinkan  dilakukan  Thalaq.  Thalaq  satu  kali 
bukanlah Thalaq untuk berpisah selamanya, melainkan sebagai tenggang waktu yang ada kemungkinan 
rujuk  kembali.  Thalaq  ini  tidaklah  hanya  diizinkan  sekali  untuk  selama‐lamanya,  tetapi  sesudah  itu 
dibolehkan  untuk  rujuk  kembali  kepada  istrinya,  bila  hal‐hal  yang  menyebabkan  perpecahan  sudah 
hilang. Bahkan Islam memperbolehkan Thalaq sampai tiga kali. Sesudah yang pertama dan yang kedua 
suami masih boleh kembali. Sebab dua kali percoban ini dipandang cukup bagi kedua belah pihak untuk 
saling  mengoreksi  diri.  Tetapi  dilarang  untuk  rujuk  setelah  Thalaq  ke  tiga.  Hal  ini  dimaksudkan  agar 
perkawinan  tidak  menjadi  permainan  dan  tidak  menyia‐nyiakan  sesuatu  yang  berharga  dalam 
pandangan masyarakat. Allah telah menyatakan ketentuan Thalaq ini di dalam surat Al Baqaraah 229 ; 
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa
yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang lalim (QS Al Baqaraah 2:229)” .

Dengan  uraian  ini  tidaklah  dapat  disangsikan  lagi  bahwa  Thalaq  dalam  hukum  islam  adalah  suatu 
ketentuan  yang  adil  dan  suatu  cara  yang  mutlak  dibutuhkan  dalam  kehidupan  masyarakat  manusia. 
Telah  cukup  banyak  bukti  pada  pemerintah‐pemerintah  Kristen  ,  baik  di  Amerika  maupun  Negara‐
negara Eropah sekarang telah mulai memberlakukan hukum perceraian sesuai menurut syariat Islam, 
padahal agama Kristen sama sekali melarangnya. 

P: Kenyatan‐kenyataan tersebut tidaklah dapat dijadikan argumentasi untuk menyalahkan kami. Sebab 
pemerintah‐permerintah  tersebut,  ternyata  membolehkan  perzinaan  dan  perbuatan  tercela  lainnya 
yang  dilarang  oleh  agana  Nasrani  (Kristen).  Jadi  masalah  bolehnya  thalaq  di  negara  tersebut,  sama 
halnya dengan membolehkan zina dan lainnya. 

M: Wahai Pastur, sungguh amat jauh berbeda antara soal Thalaq dan zina. Karena apa yang saya uraikan 
tentang  langkah  pemerintah‐pemerintah  anda  di  dalam  soal  membolehkan  perceraian  itu  bukanlah 
suatu  masalah  yang  pada  hakekatnya  negarif,  terlepas  dari  bagaimana  pemerintah‐permerintah 
tersebut menjadikannya.  

Sampai disini Muhammad dan Pastur  bersepakat untuk  menghakhiri dialog  kali ini pada  masalah yang 


sudah dibicarakan dan akan dilanjutkan besok pada dialog berikutnya. 

ooOoo 

Dialog ke tujuh: 

PERBUDAKAN DAN HARKAT MANUSIA 

Dialog  yang  lalu  berakhir  dengan  rasa  puas  para  hadirin  ,  tentang  betapa  sikap  adil  hukum  islam 
mengatur  wanita.  Pembicaraan  dalam  dialog  kali  ini  berpindah  dalam  mengatur  wanita.  Pembicaraan 
dalam  dialog  ini  pada  masalah  perbudakan  dalam  islam.  Inilah  masalah  yang  sekarang  akan  dijadikan 
topik dan banyak dibicarakan oleh orang. 
P: Wahai  anak muda, anda mengatakan bahwa Islam memandang semua manusia itu sama, tidak ada 
kelebihan  antara  bangsa    Arab  dengan  bangsa  lain,  kecuali  karena  taqwa.  Tetapi  mengapa  Islam 
mengakui  perbudakan  dan  menjadikan    sebagian  orang  laksana  barang  dan  binatang  yang  dapat 
diperjual  belikan  dipasar,  lalu  dibebani  kerja  paksa  dan  penghinaan  sebagai  budak  selama  hidupnya. 
Fakta ini tidaklah mungkin dapat dianggap bahwa semua manusia itu sama dan martabatnya  dihadapan 
Allah.  Kami , umat Kristen  telah berjuang mati‐matian pada abad ini dengan perjuangan yang terpuji 
untuk  menghapus  perbudakan  manusia  sehingga  seluruh  permukaan  bumi  telah  merasakan  hasil 
perjuangan kami  dari  bangsa‐bangsa di segenap penjuru dunia menikmati kemerdekaan. 

M:  Islam di dalam membenarkan adanya perbudakan  sebenarnya tidaklah membolehkan sesuatu  yang 
oleh agama‐agama sebelumnya diharamkan. Sebab dalam agama Yahudi dan Nasrani yang ada sebelum 
Islam dan perundang‐undangan yang ada sesudahnya membenarkan adanya perbudakan. Umat Kristen 
dalam  perjuangan  modernnya  untuk  menghapuskan  perbudakan  bukanlah  suatu  hal  yang  dapat 
dianggap kebajikan utama, tetapi justru kami memandang sebagai  suatu perjuangan yang cacat. Kami 
melihat upaya pembebasan perbudakan tidak mempunyai makna penting. 

P : Anak muda, mengapa anda menolak anggapan kebajikan utama dari perjuangan semacam ini? 

M:  Memang saya menolak anggapan kebajikan dari perjuangan semacam itu, wahai Pastur yang mulia. 
Anda    memang  dapat  dimaafkan  karena  tidak  bisa  merasakan  apa  yang  kami  rasakan  ,  orang  –orang 
timur  pada  umumnya,  kaum  muslimin  khususnya  merasakan  perbudakan  yang  anda  paksakan  kepada 
kami. Padahal kami , sebelum anda datang menjadi tuan di tengah kaum muslimin dan orang‐orang yang 
berkemajuan. Namun setelah anda menjajah kami, semuanya menjadi budak anda, darah kami  begitu 
saja dialirkan sia‐sia, harta benda kami dirampok, kemerdekaan kami ditumpas. Wahai sang pastor, tidak 
ada  perbudakan  keji  dari  pada  yang  kami  derita  sekarang.  Karena  memperbudak  bangsa‐bangsa  lebih 
tercela dari pada memperbudak individu. 

Wahai sang Pastur, anda telah mengabaikan begitu rupa kata perbudakan, ketika anda menyangka telah 
berjuang  melakukan  penghapusan  perbudakan  di  jaman  ini.  Padahal  perbudakan  pada  hakekatnya 
belumlah  terhapuskan.,  selama  belum  berhenti  perperangan  antar  manusia.  Selama  masih  terjadi 
perperangan selama itu masih ada tawanan, dan selama ada tawanan, niscaya ada perbudakan. Karena 
perbudakan  merupakan  konsekwensi  adanya  tawanan.  Perbudakan  akan  tetap  ada  selama  ada 
perperangan. Seseorang tertawan tidak memiliki dirinya sendiri di tangan penawannya. Ia tidak memiliki 
kemerdekaan dan kemauan sendiri. Jika perperangan tidak berhenti dengan perdamaian antara kedua 
belah pihak, lalu para tawanan dibebaskan dan memperoleh kemerdekaannya kembali, maka selama itu 
pula para tawanan menjadi budak di tangan mereka. 

Perbudakan  Islam  bukanlah  pengertian  seperti  ini  (tawanan  perang),  yang  akan  selalu  terus  berjalan. 
Para budak dalam Islam adalah para tawanan perang yang bisa lepas bila dibebaskan secara gratis atau 
melalui penebusan dengan perdamaian. Islam tidak mengakui perbudakan yang dilakukan dalam bentuk 
perampokan dan perampasan terhadap orang‐orang merdeka. Bahkan perbudakan semacam ini adalah 
bathil  dan  memperjualbelikan  budak  semacam  ini  termasuk  dosa  besar.  Para  tawanan  yang  hidup 
ditengah umat islam, yang tidak berhasil untuk memperoleh pembebasan dirinya secara damai tidaklah 
diragukan  lagi  bahwa  kepentingan  yang  lebih  luas  memang  menuntut  adanya  penguasaan  mereka  di 
bawah  umat  islam.  Karena  itu  tidaklah  mereka  berhak  diberi  kemerdekaan  untuk  bergerak  ditengah 
umat islam. Sebab mereka bersikap permusuhan terhadap islam. Dengan ditempatkan mereka dibawah 
penguasaan  umat  islam,  maka  mereka  tidak  dapat  menimbulkan  bahaya  terhadap    kaum  muslim  dan 
melakukan  kegiatan  mata‐mata  untuk  musuh.  Jika  masa  perbudakan  sudah  berjalan  cukup  lama  dan 
dirasakan  cukup  aman  keadaan  mereka,  karena  masuk  Islam  atau  lain  sebagainya,  maka  Islam 
menganjurkan pada umatnya untuk membebaskan manusia.  

Islam dengan keras merangsang umat Islam menghapuskan perbudakan yang telah ditetapkan beberapa 
cara untuk membebaskan ini. Barang siapa membebaskan seorang budak di dalam masa hidupnya ini, 
dengan  harapan  memperoleh  pahala  dari  Allah  demi  memperhatikan  akhiratnya  dengan  sebagian 
hartanya akan merupakan penebusan dosa dan mendapatkan pahala yang tidak terhitung banyaknya. 

Selanjutnya  kami  katakan  bahwa  pada  dasarnya  Islam  tidak  membenarkan  perbudakan.  Karena 
perbudakan sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Perbudakan dapat disamakan dengan kasus  Thalak 
dan sejenisnya, yang dibolehkan hanya karena darurat. 

Perbudakan  di  dalam  islam  tidaklah  mempunyai  tempat.  Hanya  sedikit  sekali  hukum  yang 
membicarakan  perbudakan  ini.  Sebagian  dari  perbudakan  ini  adalah  sebagai  pernyataan  belas  kasihan 
terhadap  budak,  sebagaian  lagi  pembicaraan  tantang  budak  yang  timbul  sebagai  kasus  yang  memang 
sudah  ada  si  tengah‐tengah  masyarakat.  Padahal  sebenarnya  para  budak  dan  orang‐orang  merdeka 
adalah  sama  di  hadapan  Allah.  Bahkan  mereka  bisa  mempunyai  kelebihan  dari  orang‐orang  merdeka, 
bila  bertaqwa  dan  beramal  saleh.  Islam  memandang  para  budak  bersaudara  dengan  orang‐orang 
merdeka.  Orang‐orang  merdeka  tidak  boleh  melanggar  dan  menempatkan  diri  mereka  di  atas  para 
budak,  baik  dalam  soal  makan,  minum,  pakaian  dan  lain‐lainnya.  Tidak  boleh  bersikap  kasar  kepada 
mereka atau merendahkan martabat mereka. Perbudakan di dalam pandangan Islam telah memperoleh 
kedudukan sedemikian terhormat yang tidak pernah diberikan oleh agama lain. Diantara para budak ada 
yang  memperoleh  kedudukankan  sebagai  Raja,    Gubernur,  Menteri,  Politikus,  Jendral    serta  Panglima 
Perang  dan  lain‐lainnya.  Dan  Nabi  saw  ada  diriwayatkan  sebuah  sabda  beliau  yang  menyatakan  :  “ 
dengarkanlah dan taatilah, walaupun yang memerintah kamu seorang budak habsy kecil lagi hitam.” 

 Bila demikian halnya, islam menangani soal perbudakan ini berarti Islamlah yang pertama kali berupaya 
untuk  menghapuskan  perbudakan  ,  dengan  syarat  dilakukan  untuk  mencari  keridaah  Allah  dan  jangan 
sampai  setelah  menghapuskan  perbudakan  secara  induvidu‐induvidu  justru  memaksakan  perbudakan 
atas suatu bangsa. Islam sama sekali tidak memberikan hak untuk melakukan perbudakan. Islam hanya 
memberikan ketentuan mubah yakni sebagaimana yang telah disebutkan,  adalah suatu persoalan yang 
diserahkan  pada  kebijakan  pemimpin‐pemimpin  umat  islam  untuk  mempergunakan  atau  tidak  sesuai 
dengan tuntutan kepentingan dan dibenarkan menjalankan sesuai dengan situasi dan kondisi. 

Sampai  disini  sang  Pastur  meminta  kepada  muhammad  untuk  menghentikan  pembicaran  dan  tanpa 
memberikan  komentar  apapun.  Kemudian  para  hadirin  bubar  untuk  kembali  lagi  besok,  guna 
mendengarkan dialog selanjutnya. 

ooOoo 
Dialog kedelapan: 

NABI MUHAMMAD DAN PARA RAJA SERTA  PENGUASA DUNIA 

Ketika  esok  hari  tiba  ,  dialog  diadakan  tepat  pada  waktunya.  Muhammad  dan  Pastur  sepakat 
pembicaraan kali ini ialah perang dalam Islam. 

P:  Nabi  anda  dalam  pandangan  kami  adalah  seorang  raja,  bukan  seorang  Nabi.  Kerena  sepanjang 
hidupnya  menyerupai  kehidupan  raja‐raja.  Beliau  menjalankan  urusannya  dengan  perang  dan 
menggunakan pedang. Pola dakwahnya tidaklah bersifat damai dan bersih seperti yang dilakukan oleh 
Nabi  yang  lain,  yang  bertopang  kepada  mukjizat  –mukjizat  ketuhanan  dan  tanda‐tanda  Ilahiyah  yang 
biasa  digunakan  rasul‐rasul  Tuhan  sebagai  alat  pendukung.  Orang    yang  mau  beriman  kepada  tanda‐
tanda tersebut, mereka akan selamat, sedangkan yang mengingkari akan dihukum oleh Tuhan baik di 
dunia maupun di aklhirat. Di dalam hal ini tidaklah ada hak bagi seorang Nabi untuk memerangi atau 
membunuh  manusia  yang    menjadi  objek  dakwahnya.  Karena  Tuhan  mengutus  para  Nabi  sebagai 
penyuluh yang memberikan kabar baik dan ancaman bukan untuk menjadi raja‐raja penakluk.  Namun 
agama  anda  memberikan  hak  kepada  pemeluknya  untuk  melakukan  penaklukan,  sehingga  terkenal 
pedang  mereka  di  tengah‐tengah  umat  manusia  dan  menjadikan  seluruh    dunia  sebagai  medan 
peperangan yang kejam lagi lestari. Dengan demikian agama anda hanya mempunyai kesan ditengah –
tengah masyarakat dalam bentuk kekerasan, karena agama anda ditegakkan dengan perperangan dan 
jihad dianggap sebagai salah satu kewajiban yang ditekankan.  

M: sabar sebentar, wahai  Pastur yang  mulia.  Anda  telah  melepaskan tuduhan tidak benar. Saya akan 


manyampaikan jawaban tersebut kepada anda satu persatu. 

Pertama anda menuduh bahwa Nabi kami menurut pandangan anda seorang raja, bukan seorang Nabi. 
Karena  kehidupan  beliau  menyerupakan  pola  hidup  raja  daripada  kehidupan  para  Nabi.  Ini  berarti  anda 
punya anggapan, bahwa antara keNabian dan raja tidak bisa di satu tangan. Anggapan anda ini sama sekali 
tidak  mempunyai  nilai  kebenaran.  Sebab  antara  keNabian  dan  jabatan  raja  sama  sekali  tidak  saling 
bertentangan. Sebab beberapa Nabi sebelum Nabi kami Muhammad saw. Ada yang memang menjadi Nabi 
saja,  tetapi  ada  sebagian  yang  menjadi  Nabi  juga  raja;  misalnya  ;  Nabi  Daud  ,  beliau  memegang  jabatan 
raja  di  tengah  bangsa  mereka  yang  pertama.  Contoh  lain  ialah  Nabi  Sulaiman,  beliau  menjadi  raja 
sepeninggal  Nabi  Daud.  Beliau  menjadi  pewaris  raja  seperti  yang  berlaku  pada  kerajaan‐kerajaan  lain. 
Namun  demikian  Nabi  kami  bukanlah  seorang  Nabi  yang  menjadi  raja.  Tidak  seorangpun  dari  kerabat 
beliau  yang  menggantikan  sebagai  raja  setelah  beliau  wafat.  Ada  sebagian  gubernur  di  zaman  khalifah 
Umar bin Abdul Aziz ingin memungut pajak kepala dari sementara orang‐orang yang masuk islam sebagai 
siasat  mengelak  dari  pengutan  pajak  kepala,  tetapi  khalifah  Umar  menolaknya  dan  melarang  memungut 
pajak tersebut dari mereka khalifah berkata; “ Allah mengutus Muhammad saw untuk menjadi penyuluh 
kebenaran dan bukan sebagai penarik pajak”. 

Kedua  ,    anda  menuduh  bahwa  islam  ditegakkan  dengan  perang,  dan  dahwah  Islam  tidaklah 
dihalangkan  secara  damai  lagi  bersih,  seperti  agama‐agama  lainnya.  Tuduhan  seperti  ini  adalah  tidak 
benar,  sebab  dahwah  Islam  berjalan  dengan  damai  lagi  bersih  seperti  agama‐agama  langit  lainnya.  Nabi 
saw  di  dalam  menyamapaikan  dakwah  diperkuat  dengan  berbagai  mukjizat  seperti  halnya  yang  berlaku 
kepada  Nabi‐Nabi  lain.  Bukankah  umat  islam  seharusnya  menempuh  jalan  kepada  perdamaian  seperti 
firman Allah dalam surat Al Baqaraah 208 ; 

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah
kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu
(QS Al Baqaraah 2:208)”.

Kemudian islam , menyuruh kepada para pengikutnya agar bersikap mengutamakan perdamaian bila 
musuh‐musuh merekapun bersikap serupa, sekalipun mereka itu tidak melakukannya secara ikhlas. Hal 
ini Allah nyatakan dalam surat An Anfal 61‐63; 

“ Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah
kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui 61. Dan jika
mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu).
Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu'min 62, dan Yang
mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua
(kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi
Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS Al Anfaal 8:61-63)”.

Islam  tinggal  di  Makkah  selama  13  tahun  dan  selama  itu  dakwah  dilakukan  secara  damai,  bersabar 
menerima  siksaan  yang  tiada  terperikan  penderitaannya,  sampai  tiba  saat  golongan  musyrik 
berkomplot untuk membunuh Nabi saw, disaat itulah beliau meninggalkan cara ini untuk bertahan dan 
membalas  serangan  mereka.  Perang  terhadap  mereka  bukan  untuk  mengajak  mereka  masuk  Islam, 
tetapi  untuk  mencegah  berlanjutnya  permusuhan  mereka    terhadap  islam,    sebagaimana  yang  Allah 
sebutkan di dalam surat Al Hajj, 39‐40  

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah
dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu 39. (yaitu) orang-
orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena
mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan)
sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-
gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama
Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa (QS Al Hajj 22 : 39-40)” .

 
Dan surat Al Baqaraah 190‐191 

“ Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui
batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas 190. Dan
bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah
mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu
memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka
memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir
(QS Al Baqaraah 2:190-191)”.

Bilamana merupakan suatu keharusan berdakwah secara damai, maka juga merupakan suatu keharusan 
penegak  dakwah  diberi  hak  mempertahankan  diri,    sebab  hak  seperti  ini  merupakan  fitrah  yang  tidak 
boleh  diingkari.  Kalau  hak  fitrah  seperti  ini  tidak  ada  ditengah  masyarakat  niscaya  rusaklah 
kehehahteraan hidup dan tatanan sosial, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Baqarah 251; 

Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu)
Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah,
(sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya
Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi
ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam (QS Al Baqaraah 2:251)”.

Ketiga  ,  anda  menuduh  islam  memberikan  hak  kepada  pemeluknya  untuk  mengadakan  penaklukan, 
sehingga pedang mereka menjadi begitu terkenal di seluruh penjuru dunia dan selalu melakukan perang 
yang tiada berkesudahan. Padahal sebenarnya Islam tidak memberikan hak seperti ini sedikitpun kepada 
pemeluknya.  Sebab  Islam  bertujuan  menegakkan  keadilan  dari  tengah‐tengah  umat  manusia      dan 
menghapus  pemerintahan  yang  didasarkan  pada  penindasan  dan  pengrusakan.  Kaum  muslimin  telah 
menaklukkan  negeri  Parsi  dan  Romawi  tanpa  melakukan  penyerangan  kecuali  kepada  fihak‐fihak  yang 
terlibat,  tidak  pula  mereka  menimpakan  diri  sebagai  golongan  istimewa  di  kalangan  para  penduduk, 
bahkan  bergabung  menjadi  satu  dengan  penduduk,  mengikuti  sebagian  besar  tradisi‐tradisi  mereka, 
melakukan  perkawinan  dengan  mereka    dan  lain  sebagainya,  sehingga  fihak  penguasa  menyatu 
kepribadiannya  kepada  rakyat  dan  menjadi  suatu  bangsa  baru  tanpa  perbedaan  penguasa  dengan 
rakyat. Realitas semacam ini bukanlah sebuah penaklukan suatu golongan atas suatu bagsa. Tetapi yang 
sebenarnya terjadi ialah upaya pendekatan antar bangsa dan melenyapkan faktor‐faktor pertentangan  
yang  dapat  menimbulkan  perpecahan  antar  mereka.  Hal  seperti  ini  tidak  dapat  diragukan  lagi 
merupakan maksud yang mulia dan tujuan yang paling utama. 

Islam  sama  sekali  tidak  memberikan  hak  kepada  pemeluknya  untuk  melakukan  penaklukan,  kecuali 
dalam  rangka  memperthankan  diri  dalam  menyampaikan  kebenaran.  Bila  dirasakan  aman 
menyampaikannya  kepada  suatu  kaum,  maka  tidaklah  akan  dilakukan  perang  terhadap  mereka  atau 
bermaksud  merampas  negeri  dan  harta  mereka.  Kaum  muslimin  tumbuh  di  negeri  mereka,  di  jazirah 
Arab.  Sebagian  dari  negeri  ini  dikuasi  oleh  imperium  Parsi  dan    sebagian  lain  dikuasai  oleh  Romawi 
tatkala  kaum  Muslimin  jaya  di  negeri  Arab  ,  mulailah  mereka  meminta  kepada  imperium  Parsi  dan 
omawi  mengembalikan    wilayah  dan  menyampaikan  seruan  masuk  Islam  secara  damai  lagi  bersih. 
Namun  mereka  bersikap  menentang  dan  bermusuhan  sehingga  terjadilah  perang  antar  dua  golongan 
dan  terjadilah  berbagai    penaklukan‐penaklukan  Islam  dan  kekuatan  iman  berhasil  mengalahkan 
perlengkapan  dan  jumlah  militer  yang  lebih  kuat,  sehingga  Kaisar  dan  raja  Romawi  yang  congkak 
menjadi terhina, sedangkan Abu Bakar dan Umar yang begitu rendah  hati menjadi perkasa dan jaya. 

Apa  yang  dicapai  oleh  Islam  di  dalam  bidang  ini  samalah  dengan  yang  diperoleh  umat  Yahudi  dalam 
masa perkembangan di Mesir. Kemudian umat Yahudi pergi ke tanah yang dijanjikan yakni Palestina dan 
Syria  untuk  ditaklukkannya  dan  mendirikan  Negara  Yahudi  menggantikan  Negara  paganism  yang  telah 
berdiri sebelumnya di sana. Dalam kasus seperti ini sudah merupakan sunatullah bahwa hamba‐hamba 
yang  shaleh  akan  memperoleh  kekuasaan  di  atas  buminNYa,  sebagaimana  firmanNYa  pada  Al  Anbya’ 
105 ; 

Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lohmahfuz, bahwasanya
bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh ( QS Al Anbiyaa’ 21:105)”.

Golongan  orang‐orang  baik  yang  datang  mensejahterakan  dunia  ini,  merubah  tanah  tandus  menjadi  
subur,  suasana  ketakutan  menjadi  aman,  dan  kekacauan  menjadi  ketentraman,  sehingga  masyarakat 
dapat berdaya guna dan warga masyarakat memperoleh kesejahteraan dan kebajikan,. 

Lalu sang Pastur berkata kepada Muhammad , “cukupklah samai disini dulu wahai anak muda dan besok 
akan kita lanjutkan dialog berikutnya. 

ooOoo 

Dialog ke Sembilan ; 

MU’JIZAT PARA NABI SEBELUM MUHAMMAD  

DAN MU’JIZAT NABI MUHAMMAD 

Pastur  Z  melihat  argumentasi  Muhammad  selalu  kuat  di  dalam  segala  persoalan  yang  telah 
diketengahkannya.  Maka  dalam  dialog  kali  ini  sang  Pastur  ingin  mengungkapkan  persoalan  yang 
menurut  anggapan  Muhammad  tidak  akan  mampu  mengutarakan  argumentasinya,  sebagaimana 
berjalan pada persoalan‐persoalan sebelumnya. Kali ini Pastur mengajukan topik pembahasan mukjizat 
Al Qur’an; 

P:  Suatu  risalah  keNabian  tidaklah  dipandang  benar  bila  tanpa  mukjizat.  Allah  senantiansa  mengutus 
seorang  rasul  dengan  disertai  mukjizat  yang  membuktikan  kerasulannya.  Misalnya  Nabi  Nuh  punya 
mukjizat angin topan, Nabi Ibrahim punya mukjizat tidak termakan oleh api yang membakarnya. Nabi Isa 
As  punya  mukjizat  menghidupkan  orang  mati  dan  lain  sebagainya.  Tetapi  Nabi  anda  tidak  mempunyai 
mukjizat  seperti  Nabi‐Nabi  sebelumnya.  Kaum  beliau  menuntut  mukjizat‐mukjizat  seperti  itu,  namun 
beliau tidak pernah membuktikannya, bahkan beliau berkata kepada kaumnya seperti yang di nyatakan 
dalam surat Al Israa’ 59 ; 

“ Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda
(kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan
telah kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi
mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk
menakuti (QS Al Israa’ 17 : 59)”.

dan pada ayat berikutnya 90‐91 ; 

“ Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air
dari bumi untuk kami 90, atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan
sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya (QS Al Israa’ 17 : 90-91)”,

M: Sesungguhnya Nabi kami , Muhammad saw punya mukjizat yang besar dan jika boleh dikatakan dan 
terabadikan  sepanjang  zaman,  yakni  Al  Qur’an.  Kaum  beliau  telah  ditantang  sebagaimana  Nabi‐Nabi 
yang lain ditantang kaum mereka dengan mukjizat‐mukjizatnya, sebagaimana tersebut di dalam firman 
Allah pada surat Hud 13; 

“ Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu", Katakanlah: "(Kalau
demikian), maka datangkanlah sepuluh surah-surah yang dibuat-buat yang menyamainya, dan
panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-
orang yang benar"(QS Hud 11:13).

Kemudian  di  dalam  surat  An  Nisaa’  diumumkan  kelemahan  manusia  dan  jin  untuk  bisa  menyambut 
tantangan ini, sebagaimana firmanNya dalam surat al israa’ 88 

“ Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an
ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka
menjadi pembantu bagi sebagian yang lain"( QS Al Israa’ 17:88)”.

Dengan  demikian  sempurnalah  mukjizat  beliau  dan  setelah  terbukti  kebenarannya,  kami  tidak  lah 
maksudkan sekedar segi kesusasteraannya yang ternyata membuat lawan‐lawannya tidak berdaya atau 
menarik perhatian orang dan lain sebagainya. Yang orang katakan sebagai keunggulan Al Qur’an ini. 

P:  Jika  seperti  itulah  mukjizat  Nabi  anda,  apa  artinya  ayat‐ayat  yang  saya  sebutkan  kepada  Nabi  anda 
tadi, yakni ayat yang dengan jelas menyatakan bahwa Tuhan tidak mengirim sesuatu tanda sebagaimana 
yang telah dikirimkan kepada para Nabi sebelumnya. 

M: Kata‐kata “tanda” yang dimaksud oleh tuhan di dalam firmanNYa, Al Israa’ 59 ; adalah dengan arti 
azab yang membinasakan kaum “ad”, Thamud, kaum Nuh dan lain sebagainya, yang telah mendustakan 
rasul‐rasul mereka. Karena risalah Nabi Muhammad saw adalah misi rahmat bukan misi azab. Sebab itu 
Allah memilihkan mukjizat Al Qur’an yang bersifat langgeng, agar kaumnya dapat menerima dengan rasa 
puas  bukan  dengan  rasa  penuh  ketakutan,  dan  tetap  ada  harapan  bagi  mereka  untuk  mengimani 
mukjizat  (Al  Qur’an)  karena  lestarinya  tanpa  pernah  putus  dan  jangan  sampai  mereka  di  jatuhi  azab 
dunia  seperti  yang  menimpa  umat‐umat  sebelumnya,  sesudah  putusnya  mukjizat  kepada  mereka  dan 
mereka  mendustakannya.  Sebab  sudah  tidak  ada  harapan  mereka  untuk  beriman  setelah  putusnya 
mukjizat. 

Tuduhan  anda  wahai  Pastur  yang  mulia  bahwa  kerasulan  tidak  dapat  diakui  kebenarannya  bila  tanpa 
mukjizat  adalah  tidak  benar,  mukjizat  itu  dibutuhkan  untuk  membuktikan  kerasulan  seseorang.  Pada 
umumnya sikap seperti ini hanyalah tumbuh karena kebodohan dan keingkaran orang‐orang yang tidak 
mau  menggunakan  akal.  Mereka  hanya  mau  percaya  berdasarkan  apa  yang  tertangkap  oleh  indra 
mereka. Iman semacam ini adalah kerdil , tidak akan lestari. Iman model ini dilakukan oleh bani Israel  
pada  waktu  di    Mesir.  Allah  telah  memperlihatkan  kepada  mereka  mukjizat‐mukjizat  yang  hebat 
sebagiaman  mereka  dapat  menyaksikan,  mereka  diselamatkan  dari  kezaliman  firu’n  yang  selama  ini 
menyembelih  anak‐anak  laki‐laki  mereka  dan  membiarkan  hidup  anak  –anak  perempuan  mereka. 
Kemudian diantara mereka ini Allah telah sebutkan perangainya di dalam surat Al A’raf 130; 

“ Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Firaun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim
kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran
(QS Al A’raf 7 : 130)”.

Begitulah juga sebagaian bagi Allah telah sebutkan karakternya di dalam surat Al Maidah, yang karakter 
ini menjadikan salah satu faktor mereka mengalami penderitaan di padang Tursina yang disebut dalam 
ayat 20‐26; 

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu
ketika Dia mengangkat Nabi-Nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan
diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-
umat yang lain"20. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah
bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-
orang yang merugi 21. Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang
yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar
daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya.22". Berkatalah dua
orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas
keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya
niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-
benar orang yang beriman"23. Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan
memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama
Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja 24."
Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu
pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu 25" Allah berfirman: "(Jika demikian),
maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu)
mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih
hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS Al Maidaah 20-26)”.

Inilah  kadar  iman  bani  Israel  kepada  Nabi  Musa  setelah  berlalunya  mukjizat‐mukjizat  yang  bersifat 
indrawi.  Hal  ini  tidaklah  dapat  disebut  sebagai  suatu  perbandingan  bila  dihadapkan  dengan  keimanan 
kaum muslimin kepada mukjizat Al Qur’an. Mereka menerima Al Qur’an dengan sifat argumenatif dan 
memuaskan  akal.  Nabi  saw  pernah  mengalami  sesuatu  kejadian  ketika  perang  Badar  seperti  kejadian 
Nabi  Musa  dengan  kaumnya.  Lewat  seorang  juru  bicara  bernama  Miqdad  bin  AL  Aswad  para  sahabat 
Nabi  berkata  kepada  Nabi;  “wahai  rasululah  teruskanlah  melaksanakan  apa  yang  Allah  perintahkan 
kepada  tuan.  Demi  Allah,  kami  tidak  akan  berkata  kepada  tuan  sperti  bani  Israel  kepada  Musa  ;  “ 
Pergilah  engkau  sendiri  dan  Tuhanmu  lalu  berperanglah  engkau  berdua,  sedangkan  kami  akan  duduk 
disini  saja”.  Namun  kami  berkata;  ”pergilah  tuan  dan  Tuhan  tuan  untuk  berperang  bersama  kami 
menyertai  tuan  berdua.  Demi  Allah  sekiranya  tuan  memberi  kami  berjalan  sampai  daerah  Baequl 
Ghamat  niscaya  kami  menyertai  tuan  dengan  sabar  untuk  kepentingan  itu  sehingga  kami  sampai  di 
tempat itu”. 

ooOoo 

Dialog ke sepuluh; 

ISI AL QUR’AN YANG SALING BERTENTANGAN  

SATU SAMA LAINNYA 

 
 Muhammad datang ke gedung Seminary ketika terjadi dialog kesepuluh dan ia dapati sang Pastur sudah 
menunggunya disana. Kemudian terjadilah dialog antara keduanya. 

P:  Wahai  Muhammad,  mukjizat  Al  Qur’an  tidaklah  cukup  membuat  bangsa  Arab  lemah  untuk 
menandinginya jika sekedar mengenai aspek gaya bahasa dan susunannya yang indah. Tetapi disamping 
itu  haruslah  Al  Qur’an  mempunyai  sifat  tidak  terjamah  oleh  kebathilan  baik  semasanya  maupun 
kemudian hari, sebagaiman disebutkan pada beberapa suratnya. Sekiranya Al Qur’an benar dari Tuhan , 
tentulah  tidak  ada  saling  bertentangan  di  dalamnya  atau  kesalahan  di  dalam  menyebutkan  kejadian 
sejarah atau keterangan asal‐usul keturunan  dan lain sebagainya. 

M:  Kami umat islam , mengakui apa yang anda katakan itu wahai Pastur dan kamipun mempercayainya. 
Hal seperti itu Tuhan sendiri telah memfirmankan di dalam surat Fushilat 42; 

“ Yang tidak datang kepadanya (Al Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang
diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji (QS Ash Fushilat 41:42)”.

Hal ini menurut kami sudah termasuk dalam bagian kemukjizatan Al Qur’an. Karena kalau Al Qur’an ini 
buatan  manusia  sudah  tentu  akan  mengalami  kekeliruan  dan  kelupaan  sebagai  bagian  dari  sifat 
manusia. 

P: Wahai Muhammad, saya tidaklah mengatakan sesuatu secara ngawur. Saya mengatakan sesuatu itu 
dengan dengan fakta‐fakta dan akan saya sebutkan contoh‐contohnya. 

Al Qur’an menyebutkan Nasab Maryam , ibu isa , kepada Imran, bapak Musa dan dikatakannya sebagai 
saudara Harun. Padahal Musa jauh lebih dahulu adanya dari Isa yang kurang lebih 1600 tahun yang lalu. 
Sedangkan bapak Maryam namanya adalah Haali atau Aali, keturunan Nabi Dawud dan Daud keturunan 
Lawi  bin  Ya’qub.  Sedangkan  Musa    dan  Harun  kerutunan  Lawi  bin  Ya’qub.    Karena  itu  bagaimana  Al 
Qur’an bisa menyebutkan Imran sebagai bapak Mmaryam dan harus sebagai saudaranya? Padahal yang 
sebenarnya rasal‐usul keturunan Maryam seperti saya sebutkan tadi. 

Asal‐usul keturunan Maryam ini dikatakan dari Imran , tersebutkan di dalam surat Tahrim 12; 

“ dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya
sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-
Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat (QS At Tahrim 66:12)”.

Dan surat Ali Imran 33‐36 

Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala
umat (di masa mereka masing-masing) 33, (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (keturunan)
dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui 34. (Ingatlah), ketika istri Imran
berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku
menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitulmakdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari
padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"35. Maka tatkala istri
Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang
anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah
seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan
untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada setan yang
terkutuk."(QS Ali Imran 3 : 33-36)”.

Lalu dalam hal ini apa yang hendak engkau katakan wahai Muhammad? 

M: Saya akan jawab  masalah ini kepada anda, bukan sekedar cukup soal itu saja sekalipun bagi orang 
yang  mau  berpikir  jernih  ayat‐ayat  tersebut  sudah  cukup  jelas.  Sebab  nampaknya  anda  ingin 
memperoleh suatu pengesahan untuk mencela Al Qur’an sekiranya terdapat kesempatan pembenaran 
Al  Qur’an  terhadap  segala  isi  yang  ada  di  dalam  kitab‐kitab  suci  anda,  tetapi  ternyata  oleh      Al  Quran 
tidak  diterima  kebenarannya.  Bahkan  terdapat  banyak  ayat  Al  Qur’an  yang  menjelaskan  adanya 
pemalsukan  yang  anda  masukkan  di  dalam  kitab  suci  anda.  Dengan  dimikian  Al  Qur’an  merupakan 
korektor  terhadap  kitab‐kitab  suci  itu  dan  tidak  sebaliknya,  yakni  kitab‐kitab  suci  tersebut  menjadi 
korektor terhadap Al Qur’an, sehingga dapat dijadikan suatu alasan untuk mencela Al Qur’an. 

Tidaklah  diragukan  dengan  keterangan  ini  apa  yang  anda  sebutkan  secara  tidak  kritis  dan  tanpa 
penelitian menjadi batal. Karena anda tidak mungkin membantah suatu dalil naqli secara provokatif, bila 
tidak  diketahui  sampai  di  mana  akuratnya  penukilan  tersebut  seperti  yang  telah  diakui  oleh  ilmu 
pengetahuan dan perdebatan.  

P: Uraian ini cukuplah merupakan jawaban wahai Muhammad. Namun tidaklah dapat memuaskan hati 
terhadap  apa  yang  sudah  saya  sebutkan  tadi.  Lebih‐lebih  orang  yang  tidak  mengakui  kebenaran  kitab 
kamu dan kitab kami dan ia hanya bersandar pada anggapan  bahwa ayat‐ayat kitab suci itu hanya bathil 
karena adanya saling bertentangan di dalam dirinya sendiri. 

M: Memang , wahai Pastur, terkadang orang‐orang yang memusuhi agama menggunakan hal‐hal seperti 
itu  untuk  mencela  agama.  Namun  menurut  saya  bahwa  jika  apa  yang  sudah  saya  jawab  itu  tadi  tidak 
cukup  untuk  membuktikan  batalnya  apa  yang  anda  katakan,    akan  saya  tambahkan  jawaban  lain  yang 
dapat diterimanya kebenaran isi dari kitab‐kitan suci ini.  

P: Wahai Muhammad, kalau anda dapat menyetujui apa yang ada pada kitab suci kamu dan kitab suci 
kami,  seperti  yang  anda  katakan  maka  berarti  kita  peroleh  kesepakatan  tuntas.  Dan  dengan  demikian 
anda telah mempunyai pandangan baik terhadap kitab‐kitab suci kami dan kitab suci anda. 

M:  Memang  tidak  ada  salahnya,  kalau  Imran  yang  disebutkan  sebagai  asal‐usul  Maryam  di  dalam  Al 
Qur’an  itu  adalah  Imran  ayah  Musa.  Karena  dalam  hal  ini  beliau  seperti  halnya  Ibrahim,  Ishaq,  Ya’qub 
dan para leluhur yang syah sebagai asal‐usul keturunan setiap orang Yahudi, karena mereka popular dan 
dihormati ditengah‐tengah bangsa Yahudi. Di dalam Bible disebutkan  Isa duduk di atas kursi ayahnya , 
yakni  Dawud.  Padahal  masa  antara  beiau  dan  Nabi  Daud  berjarak  lebih  dari  sepuluh  keturunan.  Nabi 
Ya’qub pun berkata kepada Yusuf putranya di alam surat Yusuf 6; 

“ Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu
sebahagian dari takbir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada
keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu
sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana (QS Yusuf 12:6)”.

Padahal Ibrahim adalah kakek tingkat kedua dan Ishaq kakek tingkat pertama. 

Anda , wahai Pastur , jika mau meneliti kembali ayat‐ayat yang anda kutip dari surat Ali Imran, dengan 
jelas anda akan menemukan bahwa Imran yang tersebut di dalam ayat‐ayat ini orang satu. Karena nama 
tertentu kalau kembali lagi di sebutkan berarti orangnya itu‐itu juga. Dan tidak diragukan bahwa Imran 
yang tersebut pada surat Ali Imran 33 adalah Imran ayah Musa. 

Ibu Maryam namanya Hannad Putri Faqudza, saudara perempuan dari Isyasa (Ali Shabat) yang menjadi 
istri  dari  Nabi  Zakaria.  Keduanya  keturunan  Nabi  Harun  bin  Imran.  Dengan  demikian  Imran  ini  adalah 
kakek    dari  ibu  Maryam.  Maka  adalah  benar  jika  dikatakan  bahwa  Maryam  putri  dari  Imran,  karena 
kakek yang sama  seperti yang juga disebutkan  di dalam Lukas 1 : 5 pada kitab Bible. 

5Pada zaman Herodes, raja Yudea, adalah seorang imam yang bernama Zakharia dari rombongan Abia. 
Isterinya juga berasal dari keturunan Harun, namanya Elisabet. 6Keduanya adalah benar di hadapan 
Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat. (Lukas 1:5) 

P:  Wahai Muhammad, apakah Imran ini sama dengan Ibrahim, Ishaq, Ya’qub dan nenek moyang bangsa 
Yahudi  yang  dahulu  sehingga  dipadang  benar  menghubungkan  keturunan  tiap‐tiap  orang    Yahudi 
kepadanya? 

M:  Imran  sama  dengan  Ibrahim  dan  nenek  moyang  bangsa  Yahudi  terdahulu.  Dan  cukuplah  untuk 
dikatakan  bahwa  anak  keturunannya  disebut  bersama‐sama  dengan  anak  keturunan  Ibrahim  sebagai 
orang‐orang  yang  Allah  beri  kelebihan  di  antara  manusia  seluruh  alam  seperti  yang  disebut  di  dalam 
surat  Ali  Imran  diatas.  Mengapa  Imran  dan  keluarganya  boleh  dianggap  sama  dengan  Ibrahim  dan 
keluarganya? Bukankah Musa dan Harun yang merupakan kedua putra Imran adalah orang‐orang yang 
mengangkat derajat bani Israel, menyelamatkan mereka dari perbudakan di negeri Mesir dan membawa 
mereka  ke  tanah  yang  dijanjikan  bagi  mereka  sehingga  mereka  menjadi    bangsa  yang  penting  dan 
termasuk salah satu Negara besar. 

P:  Wahai  Muhammad  sekiranya  saya  bisa  menerima  keterangan  mu  bahwa  Maryam  boleh  dikatakan 
sebagai putri Imran dalam pengertian seperti itu. Namun bisakah dibenarkan bahwa ia adalah saudara 
perempuan Harun, purta Imran. Mengapa anda mengatakan ia sebagai saudara perempuannya, bukan 
saudara perempuan Musa, yang menjadi saudara  laki‐laki Harun? 

M: Wahai Pastur,  soal ini mesti kembali kepada sejarah bani Israel, yang Nabi kami Muhammad saw, 
tidaklah  mengetahui  soal  itu  karena  beliau  buta  huruf.  Namun  beliau  adalah  rasul  Allah.  Beliau 
mendapat  ilmu  dari  Allah  apa  yang  tadinya  tidak  pernah  diketahuinya.  Di  dalam  Al  Qur’an  disebutkan 
kepadanya tentang masalah ini dan lain sebagainya sebagai bukti bahwa keterangan tersebut bukan dari 
beliau sendiri. 

Para  pendeta  Yahudi  adalah  anak  keturunan  Harun,  para  dukun  bani  Israel  adalah  penerima  warisan 
mereka.  Mereka  menjadi  pelayan  baitul  Maqdis  seperti  halnya  bangsa  Arab  yang  terdapat  di  dalam 
golongan yang menjadi pelayan di Ka’bah. Ketika Hanna, ibu Maryam menjadi dewasa , namun belum 
punya anak , lalu berdoa kepada Allah agar dikarunia anak laki‐laki. Iapun bernazar untuk menyerahkan 
purtanya  berkhidmat  di  Baitul  Maqdis  untuk  menjadai  salah  seorang  pendeta  dan  pelayanNYa.  Allah 
mengabulkan  permintaanyanya,  sehingga  kemudian  ia  mengandung  Maryam.  Ketika  Maryam  lahir, 
suaminya  sudah  meninggal  dunia.  Tatkala  bayi  perempuan  itu  lahir,  ibunya  membungkusnya  dalam 
sebuah  kain  dan  dibawanya  ke  Baitul  Maqdis,  lalu  ia  titipkan  pada  salah  seorang  pendeta  keturunan 
Harun.  Para    pendeta  ini  bersaing,  siapakah  yang  memelihara  bayi  perempuan  ini?  Lalu  mereka 
mengadakan undian dan yang keluar dari undian ini sebagai pemenangnya adalah Zakaria, suami bibinya 
Isyasa.  Beliau  sangat  meperhatikan  pendidikan  si  Maryam.  Tatkala  Maryam  tumbuh  sebagai  seorang 
gadis,  beliau  membangun  sebuah  Mihrab  di  Baitul  Maqdis  untuk  kepentingan  Maryam.  Bangunan  ini 
pintunya  ditengah.  Untuk  masuk  kedalamnya  harus  memakai  tangan  dan  tidak  ada  orang  yang  bisa 
masuk kedalam tempat  Maryam ini selain dari Zakaria sendiri. 

Dengan  pendidikan seperti ini akhirnya Maryam menjadi salah seorang pendeta Yahudi, sebagaimana 
Allah sebutkan dalam surat At Tahrim 12 ; 

“ dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya
sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan Kitab-kitab-
Nya; dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat (QS At Tahrim 66:12)”.

Di atas telah disebutkan bahwa para pendeta Yahudi adalah keturunan Harun, Sebab beliaulah  asal usul  
Kakek  yang  pertama  bagi  mereka.  Dalam  hal  ini  dapat  disamakan  dengan  kakek  dari  Qabilah‐qabila 
bangsa Arab, suku Quraisy  Tamin, Qais, dan lain sebagainya. Antar suku Arab satu dengan yang lainnya 
memanggil dengan sebutan “ saudara Quraysi “ tersebut. Dengan ini dapatlah dikatakan bahwa adalah 
benar pengilan terhadap seseorang pendeta Yahudi dengan “saudara Harun”  bagi yang laki‐laki begitu 
pula  bagi  perempuan  yang  mengikuti  jejak    kependetaan  ini,  dipanggil  dengan  “saudara  perempuan 
Harun”. 
Ketika  Maryam  mengandung  isa,  kaumnya  mencuriagainya  berlaku  serong  dan  mereka  berkata 
kepadanya sebagaimana disebutkan di dalam surat Maryam 28; 

“ Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali
bukanlah seorang pezina", (QS Maryam 17:28)”.

Kaumnya memilih penggilan seperti itu kepada Maryam, karena seorang wanita seperti dia,  yang akan 
menjadi  pendeta  adalah  tidak  patut  melakukan  perbuatan  yang  menurut  anggapan  mereka  dilakukan 
oleh  Maryam.  Tidaklah  diragukan  bahwa  hal  ini  juga  menunjukkan  adanya  pembenaran  untuk 
menyatakan Maryam sebagai Putri Imran, ayahnya Harun. Karena kalaulah benar, menyatakan Maryam 
sebagai    “saudara  perempuan  Harun  “    berarti  dibenarkan  juga  menyatakannya    sebagai  “  putri  dari 
ayah Harun”. 

P:  Wahai  Muhammad  ,  keterangan  ini  baik  sekali.  Tetapi  sayang  ,  di  dalam  kitab‐kitab  tafsir  dan  kitab 
ulama anda yang terdahlu tidak saya temukan keterangan seperti itu. 

M:  Wahai  Pastur,  berapa  banyak  peluang  yang  ditinggalkan  orang  terdahulu  bagi  angkatan  kemudian. 
Tetapi  saya  ingin  mengingatkan  anda    untuk  selanjutnya  ,  bahwa  telah  berselisih  tentang  nama  ayah 
Maryam.  Didalam  injil    Ya’qub,  sekalipun  anda  tidak  mau  mengakuinya,    bahwa  ayah  Maryam  ialah 
Yahwi Yaqim, sebagaimana disebutkan Ibnu Khaldun, yang sama artinya dengan Imran ( dalam bukunya 
Al‐bar hal 144). 

Di    dalam  injil  Lukas    ,  namanya  disebut  Haali  atau  Thaali.  Kata  Lukas  :  ketika  telah  Yesus  telah 
menginjak  umur  kurang  lebih  30  tahun,  beliau  ini  dianggap  oleh  masyarakat  sebagai  putra  Yusuf  ibnu 
Halali  bin  Minsat  (  edisi  Bible    Indonesia  =      anaknya  Yusuf,  anaknya  Eli  dan  anaknya  Matat)  .  Hal  ini 
jelaslah bahwa Haali adalah ayah Yusuf bukan ayah Maryam.  

" 23Ketika Yesus memulai pekerjaan‐Nya, Ia berumur kira‐kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan 
orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli, 24anak Matat, (Lukas 3:23) 

Tetapi Injil Matius  menjelaskan asal keturunan Yesus sebagai putra Yusuf bin Ya’qub bin Matan. Maka 
jelaslah bahwa ayah Yusuf adalah Yaqub bukan Halii ; 

“ Matan memperanakkan Yakub, 16Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus 
yang disebut Kristus (matius 1: 15‐16)” 

Ketika  para  pendeta  menemukan  pertentangan‐pertentangan  antara  sesama  Injil,  maka  mereka 
mendakwakan bahwa Haali  adalah ayah Yusuf dari pihak Maryam ( saudara tiri), padahal ayah Maryam 
tidak mempunyai anak laki‐laki. Lalu didalam injil Lukas dinisbatkan Yesus kepada Yusuf sesuai dengan 
apa yang sudah  terkenal di kalangan bangsa yahudi. 

Dialog  ini  berhenti  sampai  disini.  Para  pengunjung  bubar  untuk  hadir  kembali  besok  mendengarkan 
dialog berikutnya.     

ooOoo 
Dialog ke sebelas; 

BENARKAH AGAMA MUHAMMAD  

KELANJUTAN AGAMA SEMUA NABI? 

 Para  hadirin  dalam  dialog  kali  ini  telah  berkumpul  pada  waktunya,    dan  Pastur  Z  menyampaikan 
beberapa tuduhan kepada Muhammad. 

P  :  Wahai  Muhammad  anda  beranggapan,  bahwa  islam  adalah  agama  Nabi  Ibrahim,  Ismail,  Ishaq  dan 
para Nabi‐Nabi dahulu, seperti tersebut pada surat Al Baqaraah 132 ; 

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim
berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam" (QS Al Baqaraah 2:132)”.

Bagaimana anda bisa dikatakan mengikuti agama para Nabi dahulu? Padahal para Nabi itu kiblatnya di 
Baitul  Maqdis,  sedangkan  kalian  berkiblat  ke  Ka’bah.  Sekiranya  agama  anda  sama  dengan  mereka, 
tentulah kiblat anda ke Baitul Maqdis seperti mereka. 

M: Tuduhan semacam ini telah pernah dikemukanan orang Yahudi di masa hayat  Rasullulah. Namun Al 
Qur’an telah membantahnya dengan menyatakan bahwa kiblat bukanlah persoalan pokok agama. Sebab 
pada dasarnya agama dapat dilihat dari ciri‐ciri prinsip‐prinsip yang benar, hukum‐hukum yang adil dan 
aturan  akhlak  yang  mulia  yang  menjadi  materi  dakwahnya.  Sedangkan  Kiblat  bukanlah  merupakan 
pokok persoalan yang permanen dalam agama, karena Tuhan berfirman dalam surat Al Baqaraah 177 

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, Nabi-Nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa (QS Al Baqaraah 2:177)”.

Selanjutnya  Kiblat  dipergunakan  sebagai  arah  di  dalam  shalat  tempat  manusia  menghadap  dirinya 
kepada Tuhannya. Sedangkan Allah tidak bertempat di sesuatu arah yang khusus sebagaimana disebut 
di dalam firmannya di surat Al Baqaraah 115; 

“ Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS Al Baqaraah 2 : 115)”.
Batul Maqdis baru dibangun pada masa Nabi Sulaiman dan hanya sejak saat itulah dijadikan Kiblat . Jadi 
Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, dan Nabi‐Nabi sebelumnya tidak menghadap ke Baitul Maqdis. 

P:  Tidak disangsikan lagi , bahwa Baitul Maqdis lebih baik dari Ka’bah. Karena yang membangun adalah 
salah  satu  Nabi  Allah,  sedangkan  Ka’bah  merupakan  salah  satu  tempat  pemujaan  berhala.  Dimana 
patung  dan  area  mereka  tidak  patut  menjadikan  Ka’bah  sebagai  kiblat  dan  bersekutu  dengan  kaum 
penyembah berhala dalam menghormati tempat tersebut. 

M : Sejarah membantah keterangan anda tentang Ka’bah itu, wahai Pastur. Karena tempat ini dibangun 
oleh  Nabi  Ibrahim  dan  Ismael.  Ibrahim  telah  diwajibkan  untuk  melakukan  haji  sesudah  selesai 
membangun  .  Ibrahim  memohon  kepada  Allah  supaya  Makkah  dijadikan  sebuah  kota  yang  aman. 
Penduduknya  dilimpahi  penuh  rezki,  buah‐buahan  dan  umat  manusia  dijadikan  hatinya  selalu  tertarik 
kepadanya.  Dengan  demikian  Ka’bah  merupakan  rumah  suci  yang  lebih  tua  dari  pada  Baitul  Maqdis. 
Bahkan  rumah  tertua  yang  pernah  dibangun  oleh  manusia  untuk  tempat  beribat  menyembah  Allah, 
sebagaimana tersebut di dalam  surat Ali Imran 96; 

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah
yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia
(QS Ali Imran 3:96)”.

Jadi  Ka’bah  lebih  baik  dari  Baitul  Maqdis  ,    karena  pendirinya  ialah  Ibrahim  ,  bapak  para  Nabi,  rumah 
pertama  yang  dibangun  oleh  manusia  untuk  tempat  beribadat.  Setiap  yang  kuno  memiliki    nilai 
kehormatan  dan  kesuciannya.  Jika  bangsa  Arab  mengotori  Ka’bah  ini  dengan  patung  dan  berhala‐
berhala,  maka  kesalahannya  bukanlah  menjadi  tanggung  jawab  Ka’bah,  tetapi  pada  mereka  yang 
menempatkan  berhala  dan  patung  tersebut  serta  orang  yang  menyembah  dan  menjadikannya  alat 
mediator  beribadah  kepada  Allah.  Maka  tugas  orang  yang  berdakwah  kepada  tauhid  berjuang 
membersihkan Ka’bah ini dari kekotoran tersebut. Islamlah yang telah melaksanakan perjuangan suci ini 
sehingga  dapat  mengembalikan  Ka’bah  kepada  pangkuan  agama  Tauhid,  menjadikannya  kiblat  kaum 
muslimin dan diakui kelebihannya yang oleh agama‐agama lainya tidak pernah mengenalnya. 

P:  Kami  tidak  dapat  menerima  keterangan  anda  ,  wahai  anak  muda,  bahwa  ka’bah  hasil  dari 
pembangunan Ibrahim dan Ismael , karena kedua orang ini belum pernah ke kota makkah dan tidak pula 
ada  hubungan  dengan  penduduknya.  Di  dalam    Taurat  disebutkan,  bahwa  Ismael  dan  ibunya  tatkala 
keluar  dari  rumah  Ibrahim,  mereka    tinggal  di  daratan  Paran,  yakni  daratan  Sina,  yang  terletak  antara 
Mesir dan negeri Tsamud, yang jauhnya puluhan kilometer dari Mekkah. 

M: Sudah saya terangkan kepada anda , wahai Pastur, bahwa Taurat tidaklah menjadi suatu argumentasi 
yang  benar  dalam  penilaian  kami.  Sebab  tidaklah  setiap  yang  tertera  di  dalamnya  dapat  kami  terima 
kebenarannya. Jadi hal ini sudah cukuplah sebagai bantahan atas tanggapan anda tentang Ismael yang 
katanya  tidak  pernah  tinggal  di  kota  Makkah  dan  ia  bersama  bapaknya  tidak  pernah  membangun 
Ka’bah. 

Di  dalam  Taurat  disebutkan  bahwa  Hajar  dan  putranya,  Ismael,  ketika  keluar  dari  rumahnya  Ibrahim, 
mereka menuju kesatu daratan bersama Bi‐ir Saba’. Di  sini sang bayi hampir binasa karena kehausan. 
Kemudaian  mereka  tinggal  di  daratan  Paran.  Tidaklah  disangsikan  bahwa  daratan  Bi‐ir  Sab’  yang 
dimaksud adalah  daratan Sinai itu sendiri. Jadi sesudah daratan Paran adalah Makkah dan Hijaz. Ahli‐
ahli  gelogi  menerangkan  bahwa  daratan  Paran  itu  terletak  di  antara  Makkah  dan  Sinai.  Paran  adalah 
sebuah gunung  di daerah Hijaz. 

Hal  ini  mudah  dimengerti,  karena  bangsa  Arab  pendatang    di  dalam  Taurat  dan  kitab‐kitab  suci  lain 
dikenal sebagai golongan Ismael. Sedangkan bangsa  Arab pendatang ini menisbatkan silsilahnya kepada 
Adnan, yakni nenek dari bangsa Quraysi yuag pertama, yang tinggal di Makkah. Di dalam Kitab Kejadian 
pada Taurat disebutlkan bahwa ; “ (Allah) aku telah mengabulkan permintaan Ismael, seorang yang aku 
beri berkah,  aku besarkan dan  aku beri karunia yang banyak, sehingga ia melahirkan dua  belas tokoh 
dab Aku jadikan dia suatu bangsa yang besar. 

Seandainya  suku  Quraisy  dan  bangsa‐bangsa  Arab  pendatang  lainnya  bukan  merupakan  keturunan 
Ismael, berarti keterangan Taurat itu tidak benar dan injil Allah kepadanya tidak dipenuhi, padahal Allah 
tidak pernah menyelahi janjinya. Karena di Makkah tiada keturunan Ismael yang Allah beri berkah dan 
diperbanyak keturunannya serta tidak ada suatu bangsa besar di penjuru manapun di bumi ini yang syah 
dinisbatkan  kepada  beliau.  Maka  kalau  hal  ini  tidak  benar,  lalu  dari  mana  asal‐usul  bangsa  beliau 
tersebut  jika  mereka  bukan  bangsa  Arab  pendatang?  Dimana  tempat  mereka  itu  bermukim,  agar  janji 
Tuhan  yang  tidak  pernah  menyalahi  janjiNYa  itu  menjadi  suatu  kenyataan  dan  kabar  gembira  terujud, 
karena tiadalah kebohongan dengan kabar tersebut. 

Di samping itu bahasa Arab pendatang ini dekat sekali dengan bahasa Hibru (Yahudi) , yang merupakan 
bahasa kebangsaan Yahudi. Adanya persamaana‐persamaan antara dua bahasa ini tidak mungkin timbul 
jika  tidak  ada  hubungan  silsilah  antara  kedua  kelompok  ini.  Sejarah  telah  menerangkan  adanya 
hubungan  tersebut.  Diriwayatkan  bahwa  bangsa  Arab  bersilsilah  kepada  Ishaq  bin  Ibrahim.  Disini  ilmu 
sejarah dan ilmu bahasa sejalan di dalam menegaskan kebenaran adanya hubungan dan cukup sebagai 
dalil kebenaran. 

P:  Jika  kedudukan  Ka’bah  bagi  anda  seperti  itu  halnya,  mengapa  anda  dahulu  ragi‐ragu  menjadikan 
Ka’bah sebagai kiblat anda? Karena sebelumnya anda telah menjadikannya kiblat yakni sebelum Hijrah 
dari Mekkah ke Madinah. Tetapi kemudian anda  berpindah ke Baitul Maqdis pada masa awal‐awal anda 
tinggal di Madinah.  Lalu anda kembali lagi ke Ka’bah dan menjadikan Kiblat di dalam shalat anda serta 
tempat  tujuan Haji pada bulan‐bulan Haji. 

M:  Saya  akan  terangkan  kepada  anda  rahasia  masalah  ini,  wahai  Pastur  yang  mulai.  Islam  menjadikan 
Ka’bah sebagai kiblatnya pada masa‐masa awal munculnya. Karena Ka’bah lah merupakan kiblat fitrah 
bagi  agama  kami.  Sebab  setiap  agama  punya  Kiblat  yang  dijadikan  arah  pemeluknya  di  dalam  shalat, 
tempat  mereka  berkumpul  setiap  tahun  untuk  berhaji,  adalah  menjadi  kepentingan  setiap  pemeluk 
agama  mempunyai  Kiblat    khusus  demi  menghindari  kekisruhan  dan  pertentangan.  Bila  telah  sepakat 
mereka  menghadap  ke  satu  Kiblat  untuk  berhaji  atau  yang  lain  dapat  diharapkan  kekisruhan  dan 
pertentangan mereka dapat dihindari sebagaimana firman NYa dalam surat Al Baqaraah 148; 

 
“ Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-
lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan
kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS Al
Baqaraah 2:148)”.

Umat  islam  telah  menggunakan  Kiblat  ini  pada  masa‐masa  mereka  tinggal  di  Makkah.  Tatkala  mereka 
Hijrah ke  Madinah wawasan dakwah Islam semakin  luas, sebab di sana terdapat bangsa Arab, Yahudi, 
dan Nasrani yang ingin dijadikan sasaran dakwah Islam dan bertujuan menghimpun mereka dalam satu 
agama  guna  mengibarkan  paji  perdamaian  di  tengah  mereka,  memupus  perperangan  menyebarkan 
panji perdamaian pada semua manusia dan memupus perperangan antar bangsa‐bangsa seluruhnya. 

Namun  umat  Yahudi  dan  Nasrani  sulit  menerima  Ka’bah  sebagai  kiblat  mereka,  bahkan  menyebabkan 
mereka  salah  faham  terhadap    dakwah  islam.  Mereka  menyangka  Islam  merupakan  dakwah    politik 
kebangsaan  demi  politik  bangsa  Arab,  mengajak  bangsa‐bangsa  lain  ke  arah  Ka’bah  dalam  shalat  dan 
haji  agar  nantinya  dapat  menjadi  pemimpin  mereka  semua,  pasar‐pasar  mereka  supaya  laris  setiap 
tahun karena datangnya orang‐orang haji ke tempat itu. Islam ingin menghapus prasangka buruk seperti 
ini  dari  benak  mereka,  bersedia  mengorbankan  kiblatnya    bergabung  dengan  kiblat  mereka  sehingga 
tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak beriman kepada agama baru ini. Alangkah ringannya untuk 
berkorban,  sekiranya  memang  akan  memberikan  hasil  positif  kepada  diri  mereka  dan  semua  manusia 
menjadi satu saudara di dalam agama ini, tidak ada fanatisme kebangsaan maupun golongan , tidak ada 
perang  maupun  permusuhan.  Sebab  islam  tidaklah  menganggap  kiblat  sebagai  perkara  yang  dominan 
dibadingkan dengan nilai kepentingan mempersatukan umat manusia di dalam satu wadah islam. Islam 
juga tidak bermaksud untuk mengarahkan manusia ke Ka’bah atau Baitul Maqdsis atau ketimur, maupun 
ke barat sebagaimana maksudnya,  membawa manusia pada tujuan yang luhur dan cita‐cita yang lebih 
tinggi  karena  semua  arah  adalah  milik  Allah.  Kemanapun  orang  menghadap,  maka  dihadapkannya  ia  
dapat  menemui  Allah.  Karena  yang  utama  di  dalam  agama,  ialah  kita  semua  memasrahkan  diri 
kehadapanNYA,  kita  bersatu  di  dalam  wadah,  satu  agama  yang  menghimpun  kita  semua  dalam  satu 
wadah.  Memupus  perpecahan  kita,  memberikan  hak‐hak  yang  sama  kepada  semua  manusia  dan 
memandang manusia sama derajat. 

Tatkala  pengorbanan  islam  seperti  ini  tidak  membuahkan  hasil  apa‐apa,  Bangsa  Yahudi  dan  umat 
Nasrani  tetap  fanatik  dalam  agamanya,  maka  Islam  kembali  kepada  Kiblat  asalnya,  yakni  ke  Kiblatnya 
sendiri  satu‐satunya,  dan  umat  Yahudi  punya  kiblat  sendiri  begitu  juga  Nasrani.  Pemecahan  masalah 
semacam  ini  akan  lebih  dekat  kepada  upaya  menciptakan  perdamaian  daripada  memaksa  mereka 
menerima  satu  kiblat.  Sebab  mereka  adalah  golongan  yang  keras  kepala  memusuhi  Islam,  fihak  yang 
sangat suka membenci. Maka menaruh jarak dengan mereka di dalam persolan ini adalah lebih selamat 
dan  setiap  agama  memiliki  Kiblatnya  sendiri  yang  lebih  bisa  mendorong  kepada  suasana  menciptakan 
perdamaian. 

ooOoo 

 
Dialog ke duabelas; 

BENARKAH ISLAM SUATU AGAMA UNIVERSAL? 

Pada  dialog  kali  ini  Muhammad  datang  terlambat  seperempat  jam.  Karena  Trein  yang  ditumpanginya 
mengalami kerusakan kecil. Para pengunjung telah menanti‐nantinya. Kemudian mereka duduk laksana 
seorang  sedang  kehausan  menanti  air.  Sebab  diaolog‐dialog  yang  telah  berjalan  menarik  perhatian 
mereka sepenuhnya, sehingga mereka setiap hari selalu merasa dituntut untuk mengikutinya. 

Ketika  Muhammad  hadir  mengambil    tempat  di  samping  sang  Pastur,    sesudah  lebih  dahulu 
menyampaikan  permintaan  maaf  kepada  hadirin  atas  keterlambatannya  yang  terjadi  diluar 
kemampuannya.  Kemudian  Pastur  mulai  melanjutkan  tuduhan‐tudahan  lainnya.  Dan  sebagaimana 
biasanya , Muhammad pun mulai menjelaskannya. 

P:  Wahai  Muhammad,  anda  telah  menyebutkan  bahwa  islam  adalah  agama  universal  untuk  semua 
bangsa.  Setiap  bangsa  dalam  pandangan  Islam  adalah  sama.  Islam  bertujuan  menyatukan  manusia 
dalam  satu  agama,  tiada  kelebihan  satu  bangsa  dengan  yang  lainnya.  Bahkan  dalam  kebijaksanannya 
mempunyai pandangan kemanusiaan universal, bukan pandangan nasionalistis , seperti yang diikuti oleh 
Negara‐negara kuno sebelumnya atau Negara‐negara modern sekarang. 

Adakah  pandangan  ini  sesuai  dengan  ciri  yang  telah  berjalan  pada  Negara  islam  yang  bercorak  Arab? 
Sebab  yang  menjadi  bahasa  penghubungnya  adalah  bahasa  Arab,  pemiminnya  juga  orang  Arab, 
sehingga bangsa Arablah yang memimpin Negara mereka ditengah bangsa‐bangsa bukan Arab. Bahasa 
Arab  mendominir  bahasa‐bahasa  lain.  Hal  ini  telah  berjalan  di  masa  Nabi  anda,  khalifah  yang  empat 
sesudah  beliau  (  Abu  Bakar,  Umar,  Utsman,  dan    Ali  )  ,  pada  masa  dinasti  Ummmayah  dan  di  nasty 
Abbasiyyah.  Negara  anda  tidaklah  mengalami  perubahan  dari  bentuk  semacam  ini  sampai  datangnya 
bangsa‐bangsa  lain  yang  merampas  kekuasaan  dari  bangsa  Arab  ,  sehingga  tumbuhlah  Negara  Turki 
Utsmani dan Negara‐negara lain yang tidak lagi bercirikan Arab. 

M: Wahai pastur yang terhormat, Islam menghendaki menyatukan semua manusia dalam satu agama, 
bukan satu Negara dan bukan satu bangsa maupun satu bahasa. Allah , Tuhan pencipta umat manusia , 
telah  menjadikan  mereka  bersuku‐suku  dan  berbangsa‐bangsa.  Sekiranya  Allah  berkehendak 
menjadikan  mareka  satu  bangsa  saja  ,  niscaya  terjadilah,  namun  tidaklah  demikian  yang  menjadi 
kehendakNya, sebagaimana firmanNya pada surat Hud 118; 

“ Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat (QS Hud 11 :118)”.

Jadi  islam  tidaklah  mempersoalkan  pentingnya  lestarinya  bangsa‐bangsa  dan  suku‐suku  ini,  ciri‐ciri 
bahasa  ,  dan  tradisi  mereka  masing‐masing.  Tetapi  yang  menjadi  kepentingan  Islam,  ialah  untuk 
menimbulkan saling mengenal antar bangsa‐bangsa dan bukan saling bertengkar, saling mencintai dan 
bukan saling membenci, agar yang lemah dapat hidup dengan aman di samping yang kuat dan yang kuat 
tidak  mempunyai  nafsu  rakus  menjarah  tanah  air  bangsa  yang  lemah,  mengintai  harta  kekayaannya, 
menghalangi usaha mencapai tujuannya, sehingga bangsa‐bangsa yang lemah selamat dari penderitaan 
dan  terhindar  dari  kekafiran.  Inilah  Qur’an  kami  yang  ada  di  hadapan  anda,  wahai  pastur.  Anda  tidak 
akan  menemukan  satupun  ayat  yang  menyatakan  agar  berupaya  membangun  sebuah  Negara  Arab, 
menjadikan  bangsa  Arab  mendominir  bangsa‐bangsa  lain  dan  menjadikan  bahasa  Arab  di  atas  bahasa 
yang lain. Sikap seperti itu hanyalah tumbuh karena fanatisme kebangsaan yang justru hendak dipupus 
oleh Islam, baik fanatisme antar bangsa ataupun antar suku di dalam satu banga. 

P: Adakah saya boleh memahami apa yang anda ucapkan itu , wahai Muhammad, menyatakan bahwa 
Islam tidaklah berupaya untuk mendirikan suatu Negara, misalnya sepertri Nasrani yang didalam perkara 
seperti ini tidak menaruh kepentingan kecuali hanya dimaksudkan untuk memperbaiki akhlak manusia 
atau mengurus akhirat semata‐mata.  

M:  Tidak  begitu  ,  wahai  pastur.  Kalau  islam  ini  seperti  agama  Nasrani  di  dalam  masalah  kenegaraan, 
tentulah tidak punya makna apa‐apa Islam ini sesudah agama Nasrani. Islam sebenarnya muncul untuk 
mengatur  ketertiban  masalah  dunia  dan  akhirat,  sehingga  ia  menjadi  sebuah  agama  yang  utuh  lagi 
sempurna dan merupakan penutup risalah langit ke bumi. Jadi islam berupaya untuk mendirikan sebuah 
Negara  ideal  di  bumi  ini  ,  guna  menjamin  kebahagiaan  dunia  dan  akhirat  umat  manusia,  menegakan 
keadilan, yang mencakup golongan fakir maupun kaya, golongan lemah maupun kuat, golongan Muslim, 
Yahudi  ,  maupun  Nasrani,  bangsa  Arab,  Parsi  maupun  Romawi.  Dengan  demikian  jadilah  Negara  Islam 
kemudiannya sebagai satu Negara untuk segenap umat manusia atau beberapa Negara untuk beberapa 
bangsa,  yakni  satu  Negara  untuk  bangsa  Arab,  satu  Negara  lagi  untuk  bangsa  Parsi,  satu  Negara  lagi 
untuk angsa Romawi dan setiap Negara untuk setiap bangsa. Akan tetapi semua Negara‐negara tersebut 
dipayungi rasa perdamaian dan terhimpun pada ikatan persaudaraan, kesatuan  dan kasih sayang. 

Islam tidak melarang misalnya satu Negara untuk bagsa Arab atau beberapa Negara untuk bangsa Arab. 
Iapun tidak melarang bangsa Parsi punya satu atau beberapa Negara. Begitu pula dengan bangsa‐bangsa 
lain.  Karena  Islam  suatu  agama  universal  yang  tidak  mungkin  mengutamakan  bangsa  Arab  sehingga 
menjadikan suatu negara untuk mereka dan memaksa kepada bangsa lain untuk menerimanya. 

Nabi  saw  pernah  mengirimkan  utusan  menyampaikan  surat‐surat  dakwah    kepada  para  raja  di 
zamannya.  Beliau  tidak  pernah  berusaha  merampas  kekuasaan  dari  salah  seorang  diantara  mereka. 
Tetapi  beliau  hanya  mengajak  mereka  masuk    islam  dan  membiarkan  kekuasaan  itu  ditangannya, 
asalkan  mau  masuk  islam.  Namun  isi  nya  tidak  menyimpang  dari  pengertian  ini.  Beliau  tidak  meminta 
pada raja‐raja  Arab, Parsi, Romawi maupun Habsy , kecuali hanya  permintaan masuk islam dan tiap –
tiap  raja  dibiarkan  tetap  dalam  kedudukannya.  Islam  sedikitpun  tidak  merampas  kekuasaan  itu  dari 
tangan mereka. Sebagai contoh, inilah surat Nabi kepada raja Harits nbin Abi Syamr. 

” Dengan nama Allah yang pengasih lagi penyayang. Dari Muhammad rasulluah kepada raja Harits bin
Abi Syamr. Selamatlah orang yang mau mengikuti petunjuk, beriman kepada Alla membenarkan-NYa.
Aku mengajak anda untuk beriman kepada Allah semata-mata Tuhan yang tiada bersekutu. Anda akan
tetap di dalam kedudukan anda”.
Raja Haruts adalah merupakan gubernur raja Hercules, pengguasa Romawi, berkedudukan di Damaskus. 
Nabi  tidaklah  berusaha  mencabutnya  dari  kekuasaannya.  Beliau  hanya  meminta  kepadanya  untuk 
masuk islam saja. Begitu pula isi surat‐surat beliau yang lainnya kepada para raja lainnya. 

Negara  idealis  dalam  Islam  mempunyai  karakter  universal,  bukan  berkarakter  Arab,  atau  Parsi,  atau 
Romawi dan lain sebagainya. Kepala negaranya Arab atau Parsi atau Romawi dan lain sebagainya. Tetapi 
seorang  kepala  Negara  adalah  seorang  Muslim,  apapun  bangsanya.  Karena  Nabi  saw  telah  bersabda  ;      
“  dengarkanlah  dan  patuhilah  pemimpin  kamu  sekalipun  yang  memerintah  kamu  seorang  budak 
Habsy yang kecil lagi hitam.” 

Umar  bin  Khatab  telah  mengangkat  Syuhaib  Ar‐Rumi  untuk  menjadi  Imam  shalat  jamaa’h  sepeninggal 
beliau  sampai  terpilihnya  seorang  Khalifah  baru.  Dan  Syuaib  tetap  mengimani  shalat  jamaah    mereka  
sampai  terpilihnya  Utsman  bin  Affan  menjadi  Khalifah.  Dengan  demikian  Umar  telah  memberikan 
contoh  kepada  kaum  muslimin  bahkan  hukum  mereka  memandang  semua  manusia    sama,  tanpa 
melebihkan yang Arab dari bangsa‐bangsa lain. 

P:  Tetapi  memngapa  bangsa  Arab  dominan  dalam  Islam  sampai  kekuasaan  itu  kemudian  terlepas  dari 
tangan mereka? Apakah hal ini merupakan ketentuan agama atau dari mereka sendiri 

M:  Sepeninggal  Nabi  saw  ,  agama  islam  menyebarkannya  masih  hanya  di  tengah‐tengah  bangsa  Arab 
sendiri.  Jadi  wajarlah  kaumn  muslimin  memilih  khalifahnya  dari  kalangan  mereka  itu  sendiri.  Mereka 
memilih seorang Arab yang ada di waktu itu dan orang‐rang non arab hanya beberapa orang, tidak lebih 
dari  sejumlah  jari‐jari  tangan,  misalnya  :  Salman  al  Farizi,  Syahaib  Ar  Rumi  dan  Bilal  al  Habsy.  Dengan 
sendirinya bangsa Arab tidak mau mengenyampingkan orang semacam Abu Bakar, Umar dan Ali sebagai 
tokoh  yang  akan  memimpin  mereka.  Sebab  tidak  ada  orang  lain  yang  mempunyai  kesanggupan  untuk 
memerintah seperti tokah‐tokoh tersbut, tidak ada pula orang lain yang mempunyai kesanggupan untuk 
membangun  Negara  yang  baru  tumbuh  selain  mereka  itu.  Padahal  bangsa  Arab  baru  saja  melewati 
periode jahiliah. Karena itu tidak mudah bagi mereka untuk menerima kepemimpinan orang  lain seperti 
Salman, Syahaib dan Bilal ini. 

Kemudian  silih  bergantilah  peristiwa  demi  peristiwa  dan  bangsa  Arab  terlihat  dalam  berbagai 
perperangan  yang  terus  menerus  dengan  bangsa  Parsi,  Romawi,  dan  lain  sebagainya.  Perperangan‐
perperangan semacam ini sudah tentu menjadi faktor penentu mengapa Negara islam hanya terpegang 
di tangan bangsa arab, sehingga dinasti bani Ummayah benar‐benar bercorak Arab saja. Tetapi tatkala 
dinasti  Abbasyah  dapat  berdiri  dengan  bantuan  bangsa  Parsi,  mulailah  muncul  golongan  dalam 
menggalang  kekuasaan  Negara  dan  peranan  Arab  mulai  melemah.  Kelemahan  bangsa  Arab  ini  terus 
berjalan sampai saat runtuhnya kerajaan Bani Abbasyah. Kemudian muncullah di belahan timur Negara 
turki Utsmani yang dapat menyebarkan kekuasaannya ke sebagian besar Negara‐negara Islam di Timur 
maupun di barat. Kaum muslimin akhirnya merasa lebih dekat kepada Turki dari pada bangsa Arab dan 
lain‐lainnya.  Sebab  dalam  Islam  pemerintahan  itu  bukanlah  khusus  di  tangan  satu  bangsa  saja,  tetapi 
dapat dipegang oleh siapaun yang mendapat persetujuan kaum muslimin untuk menjadi penguasa baik 
dari kalangan Arab maupun yang lainnya., 

ooOoo 
Dialog ke tigabelas 

SIKAP ISLAM TERHADAP ILMU DAN FILASAFAT 

Pada  dialog  kali  ini  kedua  pembicara  sepakat  untuk  mengambil  tema  tentang  pandangan  Islam  dan 
Kristen terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat sebagai objek dialog kali ini. Karena itu banyak kalangan 
terpelajar  yang  hari  ini  berlomba  hadir  guna  mengikuti  dialog,  agar  dapat  mengetahui  pandangan  
agama pada umumnya terhadap ilmu dan filsafat dan khususnya agama Islam dan agama Nasrani. Kali 
ini pastur Z memulai pembicaraannya. 

P:  Islam  bersikap  permusuhan  terhadap  ilmu  dan  filasafat.  Pandangan  semacam  ini  terlihat  terhadap 
kaum  muslimin  yang  tidak  mau  mengupayakan  kemajuan  ilmu  dan  filsafat,  seperti  yang  pernah 
dilakukan oleh Negara‐negara lain sebelumnya dan oleh Negara‐negara Nasrani dewasa ini, padahal di 
dalam  Al  Qur’an  terdapat  ayat‐ayat  yang  menganjurkan  untuk  menuntut  ilmu,  diantaranya  ialah  surat 
Thaha 114 ; 

“ Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca
Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."(QS Thaahaa 20:114)”.

Tetapi sayang , yang dimasksud dengan ilmu di dalam ayat ini ialah ilmu agama, seperti fiqih ilmu aqaid, 
dan lain sebagainya. 

M: Pertama kali, wahai pastur, saya ingin agar anda mengetahui pandangan agama terhadap ilmu dan 
filsafat. Jika hal ini telah anda ketahui, selanjutnya akan saya terangkan kepada anda pandangan islam 
terhadap kedua hal tersebut dan bagaimana pula pandangan agama Kristen. 

Tujuan agama adalah untuk dapat mengetahui kebenaran dengan melalui wahyu. Sedangkan ilmu dan 
filsafat  bertujuan  mengetahui  kebenaran  dengan  melalui  nalar  dan  akal.  Kadi  keduanya  sama  dalam 
tujuan  tetapi  berbeda  caranya.  Dengan  cara  yang  berbeda  ini  tidaklah  mungkin  untuk  menetapkan 
bahwa yang satu memandang yang lain sebagai musuh. Karena tujuannya satu, terkadang dengan dua 
cara tersebut, masing‐masing dapat mencapai tujuan yang sama itu, tetapi  terkadang harus ditempuh 
dengan  beberapa  cara.  Berbagai  cara  yang  dipergunakan  untuk  mencapai  tujuan  yang  sama  ini  dapat 
saling  bekerjasama  dan  saling  melengkapi.  Agama  mengakui  bahwa  akal  adalah  salah  satu  alat  untuk 
memperoleh  pengetahuan.  Ilmu  dan  filsafat  juga  mengakui  bahwa  wahyu  merupakan  salah  satu  alat 
untuk  mendapatkan    pengetahuan.  Karena  itu  tidaklah  benar  agama  mempunyai  sikap  permusuhan 
terhadap  ilmu  dan  sebaliknya  ilmu  serta  filsafat  bersikap  perusuhan  terhadap  agama,  baik  dipandang 
dari segi tujuan mapun caranya. 

P:  Wahai  Muhammad,  saya  sepakat  dengan  anda  bahwa  demikian  itulah  seharusnya  sikap  agama 
terhadap ilmu dan filsafat, tetapi bagaimana pandangan islam terhadap kedua hal tersebut? 
M:  Sekarang  saya  hendak  terangkan  kepada  anda  padangan  –pandangan  ini.  Catatan‐catatan  ini  akan 
berguna kelak ketika menerangkan sikap agama Nasrani terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat. Untuk 
menjelaskan  pandangan  Islam  terhadap  ilmu  dan  filsafat,  maka  terlebih  dahulu  perlulah  diberi 
penjelasan  arti  kata  “filsafat”  dalam  bahasa  Yunani.  Kedua  ,  perlu  penjelasan  arti  kata  ini  menurut 
filosof  sendiri.  Asal  arti  kata  filsafat  di  dalam  bahasa  Yunani  terdiri  dari  dua  kata  yaitu  Phelos  dan 
Sophia.  Phelos  artinya  mengutamakan  atau  mencintai  .  Shopia  artinya  kenajikan.  Jadi  kata  filsafat 
berarti  mencintai  kebajikan.  Kata  ini  setelah  digabungkan  dalam  satu  kata  yang  ringkas  (filsafat)  lalu 
dalam  bahasa  arab  bermakna  “hikmah”.  Dan  menurut  kalangan  filosof  sendiri,  filsafat  berarti 
mengetahui hakekat sesuatu menurut kemampuan manusia. 

Al Qur’an terkadang menyebut hikmah dengan arti ilmu, sebagaimana tersebut dalam surat Al Baqaraah 
269; 

“ Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah
dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah) (QS Al Baqaraah 2:269)”.

Begitu  pula  Allah  menyebutkan  ihwal  beberapa  orang  ahli  hikmah  di  dalam  Al  Qur’an,  misalnya 
Luqmanul Hakim sehingga di dalam Al Qur’an dicantumkan satu surat dengan namanya . Dan terkadang 
Al Qur’an menyebut kata ini dengan arti hikmah itu sendiri sebagaimana firman NYa pada surat Luqman 
12‐19; 

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan
barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri;
dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"12.
Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kelaliman yang besar"13. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu 14. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan 15. (Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui 16. Hai
anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah) 17. Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri 18. Dan
sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara
ialah suara keledai (QS Luqman 31 : 12-19)”.

Tidaklah  diragukan  lagi  hikmah  masuk  dalam  kategori  akhlak  yang  merupakan  hikmah  praktis,  yaitu 
hikmah yang berada di dalam jangkauan kemampuan manusia merealisasikannya. 

Begitu pula Al Qur’an menyebutkan bahwa Allah memberikan hikmah kepada Yahya bin Zakaria semasa 
kanak‐kanak sebagaimana tersebut di dalam surat Maryam 12; 

“ Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya
hikmah selagi ia masih kanak-kanak (QS Maryam 19:12)”,

Hukum dimasukkan di dalam ayat ini ialah hikmah yang diberikan kepada nya sebelum diberi keNabian. 
Karena keNabian diberikan kepada seseorang setelah lewat umur tiga puluh. 

Allah  pun  memberikan  kepada  beberapa  orang  NabiNya  kenabian  dan  hikmah  sebagaimana  tersebut 
pada surat An Nisa’ 54; 

“ ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan
kepadanya? sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan
Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar (QS An Nisaa’ 4:54)”.

Dengan demikian maka hikmah telah tercakup di dalam ruang ajaran yang disampaikan oleh Nabi saw, 
sebagaimana tersebut di dalam surat Al Jumu’ah 2; 

“ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka
Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata (QS Al Jumu’ah 62:2) “,

Ayat  ini  dengan  jelas  menyatakan  bahwa  hikmah  sudah  tercakup  di  dalam  ajaran  risalah  Nabi  saw. 
Untuk  memupus  kebodohan  bangsa  arab,  agar  dinatara  mereka  timbul  kelompok  terpelajar  yang 
mampu  membaca  dan  menulis,  mengerti  ilmu‐ilmu  agama  dan  dunia.  Karena  kata‐kata  “mengajarkan 
kitab  kepada  mereka”  mengisyaratkan  pengertian  ilmu  dunia.  Sebab  itu  hikmah  ini  diberikan  kepada 
Yahya  semasih  umur  kanak‐kanak  sebelum  menjadi  Nabi.  Dengan  demikian  menjadi  jelas  pula  ilmu 
hikmah  mempunyai  cara  yang  berbeda  dari  cara  wahyu,  yaitu  cara  nalar  dan  akal.  Sebab  Yahya  telah 
diberi  hikmah  ini  sebelum  beliau  memperoleh  wahyu.  Berarti  hikmah  beliau  sebelumnya  hanya  masih 
berupa akal dan nalar. 

Dengan demikian sikap islam terhadap ilmu dan filsafat bukanlah sikap bermusuhan, tetapi merupakan 
tujuan  yang  dicari  dan  barang‐barang  yang  hendak  ditemukan  kembali.  Sebab  itulah  ada  beberapa 
riwayat sahabat disebutkan “ hikmah adalah barang  orang mukmin yang hilang, karena itu hendaklah 
ia  dicari  dimanapun  dapat  diperoleh”.  Maksudnya,  hendaklah  seorang  mukmin  menutut  hikmah  dari 
siapapun  sekalipun  dari  orang  kafir  dan  di  negeri  manapun,  sekalipun  diluar  negeri  islam.  Jadi  hikmah 
bukanlah ilmu agama. Sebab ilmu agama tidak bisa dicari dengan cara seperti itu, dan hanya bisa dicari 
melalui cara khusus. 

P:  Bila  semacam  itulah  sikap  islam  terhadap  filsafat,  mengapa  sebagaian  ahli  fiqih  berjuang 
memeranginya? 

M:  memang  sebagian  ahli  fiqih  berjuang  memerangi  filsafat  sesat,  karena  tidak  didasari  dengan  nalar 
yang  sehat.  Sebab  filsafat  semacam  itu  tidaklah  dapat  mencapai  tujuan  yang  diinginkan  oleh  agama, 
bahkan  berlawanan,  sehingga  manusia  yang  berfilsafat  terjerumus  di  dalam  jahil  murakkab  (bodoh 
membabi buta). Dia menyangka dirinya intelek padahal sebenarnya bodoh. Bodoh semacam itu sungguh 
sangat tercela. Namun ada sebagian ahli fiqih memerangi filsafat kerena kebodohannya terhadap filsafat 
dan hakekat islam itru sendiri. Ahli fiqih semacam ini boleh dijadikan alasan untuk menyalahkan agama 
kami. 

P:  Adakah  sikap  islam  terhadap  ilmu  dan  filsafat  berlainan  dengan  sikap  agama  Nasrani  terhadap 
keduanya? 

M: Memang berbeda antara sikap Islam dan Nasrani terhdap ilmu dan filsafat. Sebab ajaran islam tidak 
ada  yang  bertentangan  dengan  akal  dan  fitrah  yang  sehat.  Tetapi  agama  Nasrani,  ajaran‐ajarannya, 
seperti Trinitas , penyaliban dan penebusan dosa bersifat doktrin (mesti diterima tanpa boleh dipikirkan) 
dan  menolak  penalaran  dan  pembahasan.  Dengan  demikian  maka  sikap  agama  Nasrani  sudah  tentu 
bermusuhan  dengan  ilmu  dan  filsafat.  Sebab  filsafat  hanya  bisa  diterima  dengan  pembahasan  dan 
berdasarkan nalar. 

P:  Penjelasan  anda  ini  tidak  cukup  menjelaskan  sikap  Nasrani  terhadap  ilmu  dan  filsafat.  Maka  untuk 
menjelaskan sikap agama Nasrani kehadap keduanya haruslah berdasarkan ayat‐ayat Taurat atau  Injil 
yang  memberikan  uraian  secara  jelas,  sehingga  dapat  dibuktikan  adanya  sikap  permusuhan  tersebut 
bukan sekedar sikap kesesuaian. 

M: Wahai pastur, kalau anda memang  bersabar sudah barang tentu akan saya sebutkan ayat‐ayat yang 
anda minta itu. Saya akan nukilkan kepada anda ayat‐ayat sepeti itu yang telah termaktub di dalam buku 
“  bahaya  pengajaran  Taurat  dan    Injil”  yang  ditulis  oleh  Charles  Watt.  Buku  ini  diterjemahkan  dari 
bahasa inggris kepada bahasa Arab oleh Abdul Wahhab Salim At Tannir. 

Di dalam buku ini disebutkan bahwa di dalam Taurat tersebut: “ hikmah adalah suatu pokok. Karena itu 
ambillah”.  Kemudian  disebutkan  pula  :  dengan  banyaknya    berhikmah(  fislsafat)  ,  berarti  banyak 
kesedihan”.  Kemudian  disebutkan  lagi;  “  hikmah  orang  alim  berarti  kebodohan”.  Inilah  salah  satu 
kutipan dari Perjanjin Lama. 

Adapun  perjanjian  baru  ,  dalam  surat  Paulus  disebutkan  (  hal  ini  merupakan  catatan  tertulis)  :  “  aku 
akan menghancurkan hikmah para filosof dan kutolak pikiran orang‐orang yang mengerti”. 
Tersebut  pula  didalam  surat  Paulus  kepada  penduduk  negeri  Kolose;  “  Perhatikanlah,  supaya  tidak 
seoprang  pun,  yang  karena  tingkah  filsafat  kamu  dan  tipu  daya  kebathilan  karena  membeo  orang 
banyak, mengikuti syarat‐syarat orang pandai, tetapi bukan mengikuti Al Masih”. 

Di  dalam  kitab  suci  tersebut  memang  tidak  terdapat  nash‐nash  yang  lebih  keras  pernyataan  sikapnya 
terhadap  ilmu‐ilmu  dan  filsafat  dari  pada  nasih‐nash  ini.  Dan  tidak  dapat  diragukan  lagi  nash‐nash 
seperti  inilah  yang  mengilhami  tokoh‐tokoh  gereja  pada  abad  pertengahan  untuk  mendirikan 
pengadilan‐pengadilan guna melakukan seleksi pemikiran ilmu dan filsafat ,  yang oleh sejarah dikenal 
dengan  pengadilan‐pengadilan  yang  sangat  kejam.  Pengadilan‐pengadilan  ini  telah  menjatuhkan 
hukuman mati terhadap orang‐orang yang terbukti menekuni pekerjaan ilmu‐ilmu dan filsafat. Diantara 
orang yang dijatuhi hukuman seperti ini  ialah Galileo, sarjana kosmografi, karena berpendapat matahari 
merupakan pusat alam raya dan bukan bumi. 

P:  Wahai  Muhammad,  anda  telah  menerangkan  bahwa  ada  sebagaian  tokoh  agama  anda  memerangi 
ilmu pengetahuan dan filsafat karena kebodohan. Karena itu mengapa tidak boleh dikatakan bahwa apa 
yang terajadi dikalangan kamipun karena kebodohan pemuka‐pemuka Nasrani di abad pertengahan. 

Cobalah anda perhatikan bangsa‐bangsa Nasrani didataran Eropah maupun Amerika sekarang menekuni 
ilmu dan filsafat dan tidak seoerang pun tokoh agama Kristen yang menentang atau memerangi mereka 
yang berkecimpung di dalam ilmu dan filsafat, seperti yang terjadi pada abad pertengahan. 

M: Wahai pastur, tidaklah mungkin hal seperti itu dianalogikan , antara sikap tokoh‐tokoh gereja Nasrani 
dengan  beberapa  ulama  Islam  itu.  Sebab  kami  mempunyai  keterangan‐keterangan  ayat  suci  yang 
mengetengahkan  pujian  terhadap  masalah  hikmah,  menganjurkan  menggunakan  penalaran  sebagai 
salah  satu  cara  mencapai  kebenaran.  Sehingga  orang  yang  menemukan  kebenaran  diberi  pahala  dan 
orang  yang  mengalami  kekeliruan  diampuni.  Adalah  suatu  keharusan  dalam  mencari  kebenaran  itu 
dengan  menunjukan dalil yang memuaskan penalaran. Maka bila sebagai ulama islam melanggar garis 
ketentuan  ini  membuktikan  kebodohannya  mengenai  sikap  agama  mereka  terhadap  ilmu  dan  filsafat. 
Sebab itu tidaklah islam dapat disalahkan karena kebodohan mereka. 

Adapaun tokoh‐tokoh gereja Nasrani pada abad pertengahan mereka berpegang pada ayat‐ayat Taurat 
dan  injil  yang  mengencam  orang‐orang  yang  berkecimpung  di  dalam  filsafat.  Sebab  orang  yang  tekun 
dengan  filsafat  akan  tertimpa  malapetaka  besar,  banyak  sedihnya  dan  penderitaannya.  Kemudian 
dinyatakan  bahwa  seorang  yang  berfilsafat  berarti  melakukan  kebodohan.  Kitab  suci  Nasrani 
menganjurkan  membinasakan  hasil  filsafat  para  filosof  dan  menolak  pikiran‐pikiran  orang  yang 
mengerti.  Maka  dengan  demkian  tidaklah  dapat  dikatakan  bahwa  sikap  mereka  terhadap  ilmu  dan 
filsafat yang bermusuhan itu timbul karena kebodohan terhadap agama mereka. Jadi keadaan mereka 
tidak sama dengan sikap sebagian ulama islam yang bermusuhan terhadap ilmu dan filsafat. 

Adapun bangsa‐bangsa Nasrani pada zaman kita ini tidaklah dapat dijadikan satu alasan  untuk menilai 
sikap  agama  Kristen  yang  menekuni  kedua  hal  tersebut  tidak  dapat  dijadikan  sebagai  dasar  bagi  sikap 
agama Kristen terhadap kedua hal tersebut. Sebab agama Kristen telah mereka kesampingkan dan ilmu 
serta Filsafat mengungguli kehidupan mereka dan menghancurkan kekuasaan tokoh‐tokoh gereja serta 
pemerintahan‐pemerintahan umat Nasrani yang sekarang adalah pemerintah duniawi yang sama sekali 
tidak  menggunakan  agama  sebagai  dasar.  Selain  itu  sikap  mereka  terhadap  ilmu  dan  filsafat  pada 
hakekatnya tidaklah menjelmakan apa yang  menjadi sikap agama Nasrani terhadap keduanya. Karena 
itu  adanya  sikap  mereka  ini  tidaklah  dapat  dikaitkan  degan  agama  Nasrani.  Adapun  Islam  telah 
memberikan  sokongan  terhadap  ilmu‐ilmu  filsafat  yang  dilakukan  oleh  para  Raja‐rajanya  yang 
bertanggung  jawab  terhadap  agama  ,  misalnya  khalifah  Makmun  dari  kerajaan  Abbasyiah,  Khalifah  
Yusuf bin Abdul Mukmin dari kerajaan Muwahhidin.  

Dengan demikian tidaklah benar adanya tuduhan yang menyatakan bahwa kaum muslimn tidak pernah 
membagun ilmu dan filsafat seperti yang dilakukan oleh umat‐umat lainnya. 

ooOoo 

Dialog ke empatbelas; 

NERAKA DAN SYORGA BERSIFAT ROHANIAH BUKAN MATERIAL 

Pokok  pembicaran  dalam  dialog  ini  ialah  soal  akhirat  yang  oleh  Al  Qur’an  telah  diberi  gambaran 
visualitas  tentang  adanya  pahala  di  syorga  dan  siksa  dineraka.    Setelah  Muhammad  dan  pastur 
mengambil tempat masing‐masing, mulailah sang pastur mengajukan tuduhan‐tuduhannya. 

P:  Wahai  Muhammad  ,  kami  beranggapan  bahwa  kenikmatan  akhirat  dan  siksanya  bersifat  abstrak 
(rohaniah).  Dalam  hal  ini  para  ahli  ilmu  dan  filsafat  yang  kuno  maupun  yang  modern  sejalan  dengan 
kami. Kenikmatan bersifat rohaniah adalah kenikmatan sempurna yang selaras bagi kehiduan di akhirat. 
Kenikmatan materi adalah kenikmatan tidak sempurna, bahkan tidak dianggap sebagai kenimatan bagi 
orang‐orang yang berjiwa suci. Karena bagi mereka yang dinilai sebagai kebahagian adalah terletak pada 
ilmu dan pengetahuan dan keberhasilan mencapai derajat tinggi disisi Tuhan. 

Namun  Al  Qur’an  telah  menjadikan  soal  nikmat  dan  siksa  neraka  sebagai  soal  yang  amat  dirasakan. 
Syorga  dinyatakan  sebagai  tempat  makan  dan  minum  yang  juga  memiliki  sungai  –sungai  terdiri  dari 
madu  dan  khamar.  Saya  tidak  mngerti,  mengapa  di  dunia  ini  Islam  melarang  minum  khamar  tetapi  di 
akhirat kelak diperbolehkan. Penjelasan ini tersebut di dalam surat Muhammad 15; 

(Apakah) perumpamaan (penghuni) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di
dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu
yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya
dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-
buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya? (QS Muhammad 47:15)”.
Apakah hakekat sungai‐sungai di dalam syorga itu? Dari mana bersumber alirannya dan sampai dimana 
berakhir muaranya? Lalu apa faedahnya? 

Di  dalam  Al  Qur’anpun  disebutkan  bahwa  di  dalam  syorga  terdapat  gadis‐gadis  cantik  yang  sangat 
menyenangkan para penghuninya, sebagaiman yang tersebut di dalam suarat Ar Rahman 70‐74; 

“ Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik 70. Maka nikmat
Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan 71? (Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih
dipingit dalam rumah 72. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan 73? Mereka
tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami
mereka) dan tidak pula oleh jin (QS Ar Rahmaan 55: 70-74)”.

Di dalam Al Qur’an disebutkan pula bahwa di dalam syurga terdapat tempat‐tempat dengan pelayanan 
gadis‐gadis  muda  belia  yang  mengitari  para  peminum,  sebagaimana  tersebut  di  dalam  surat  Al  insane 
15‐19; 

“ Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca 15,
(yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya 16. Di
dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe 17. Yang
didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil 18. Dan mereka dikelilingi oleh
pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka kamu akan mengira mereka,
mutiara yang bertaburan (QS Al Insaan 76 : 15-19)”.

Apakah  hakekat  tempat‐tempat  minum  di  syurga?  Bagaimanakah  dengan  gadis‐gadis  muda  belia  yang 
mengedarkan  minuman  disana?  Apakah  kesenangan‐kesenangan  seperti  itu  sama  degan  kesenangan  
yang ada di dunia ini? 

M: Wahai Pastur , sabar sebentar. Anda anda telah berbicara dengan gaya retorik yang sama sekali tidak 
ada gunanya dalam pembicara yang bersifat analisis dalam dialog ini. Pembicaran anda menjadi musnah 
di  hadapan  penalaran  yang  benar  dan  argument  yang  bertumpu  pada  keyakinan,  sehingga  apa  yang 
anda utarakan  secara retorik itu tidakalah menjadi pengaruh. 

Anda  telah  mengatakan  bahwa  kenikmatan  dan  siksa  diakhirat,  menurut  islam  bersifat  materil  (dapat 
dirasakan) bukan bersifat rohaniah (moril). Kenikmatan dan siksa akhirat menurut islam dikenakan  pada 
badan  dan  roh  sekaligus.  Ini  merupakan  pandangan  mayoritas  umat  islam,  bukan  semua  umat  islam. 
Karena  beberapa  filosof  muslim  dan  akhli‐ahli  tasawufnya  berpendapat  bahwa  keterangan  Al  Qur’an 
tentang  nikmat  dan  siksa  akhirat  yang  divisualisasi    dimaksudkan  sebagai  perumpamaan.  Karena 
mayoritas  manusia  tidak  akan  sanggup  memahami  kenikmatan  rohani.  Karena  itu  lalu  diberikan 
gambaran bersifat materi. 

P:  Wahai  anak  muda,  apakah  anda  mengingkari  bahwa  kebahagiaan  yang  hakiki  adalah  kebahagiaan 
rohani? 
M:  Mayoritas  kaum  muslimin  tidaklah  beranggapan  sebagai  suatu  hal  yang  menyalahi  akal  kalau 
kenikmatan  dan  siksa  akhirat  dikenakan  kepada  roh  dan  jasad.  Tetapi  disamping  itu  mereka 
berpendapat bahwa kenikmatan rohani lebih tinggi tingkatannya, sebagai firman Tuhan di dalam surat 
Taubah, 72.  

“ Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga
yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat
yang bagus di surga Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar
(QS At Taubah 9:72)”.

Disini keridhaan Allah, suatu yang bersifat rohani, dikatakan lebih besar dari kenikmatan jasmani yang 
tersebut sebelumnya. Pandangan seperti inilah yang sesuai dengan suatu agama yang mempunyai sifat 
tengah‐tengah antara rohani dan jasmani, tidak melebihkan tuntutan rohani di atas kepentingan jasmani 
seperti  yang  dilakukan  umat  Nasrani.  Kerena  Nasrani  merupakan  agama  zuhud,  pengekangan  diri  dan 
kependetaan.  Tatkala  cara  seperti  ini  yang  ditempuh  oleh  Nasrani  di  dalam  kehidupan  dunia,  maka 
masalah akhirat pun dipandang nya seperti ini, sehingga menjadikan segala sesuatu tentang manusia ini 
baik dunia maupun di akhirat diangap hanya punya sifat rohani. Pandangan ini seperti menyalahi sikap 
tengah‐tengah dan karena itu dinilai tidak terpuji. 

Wahai pastur yang terhormat, menurut saya kebahagiaan rohani memang merupakan kebahagiaan yang 
sempurna.  Tetapi  saya  tidak  sependapat  dengan  anda  bahwa  kebahagiaan  semacam  itu  adalah 
kebahagiaan yang hakiki. Karena kebahagiaan itu terdapat pula diluar rohani, walaupun kebahagian itu 
tidak sempurna. Sebagai manusia yang hidup di dunia ini ada yang tidak dapat menghadapi kebahagiaan 
rohani. Maka bagi mereka ini yang dianggap kelezatan adalah yang bersangkutan dengan syahwat dan 
naluri, bukan yang bertalian dengan potensi akalnya. Maka kesenangan semacam ini tidaklah dipandang 
oleh akal sebagai hal yang tidak dapat diterima kalau ada  di akhirat kelak. Sebab kemampuan manusia 
itu  berbebda‐beda  seperti  halnya  di  dunia  ini.  Bilamana  orang  di  akhirat  kelak  sama  tingkat 
kesempurnaannya,  niscayalah  tepat  sekali  bila  kenikmatan  disana  hanya  bersifat  rohaniah.  Tetapi 
keadaan seperti ini tidak benar. Yang benar ialah  setiap orang akan dibangkitkan kembali sesuai dengan 
kondisinya ketika di dunia ini.  Ia akan menerima nikmat atau siksa akhirat sesuai dengan kondisinya. Ia 
akan memperoleh kenikmatan sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan jasmani dan rohaninya. Jika ia 
tidak  memperoleh  apa  yang  menjadi  tuntuannya  tentu  ia  merasakan  suatu  penderitaan,  karena  tidak 
dapat  mencapai  kehendaknya.  Sedangkan  syorga  adalah  merupakan  tempat  kesenangan  tanpa  ada 
sedikitpun  penderitaan  dan  halangan.  Oleh  karena  itu  di  dalam  syorga  ini  menyediakan  apa  yang 
menjadi  keinginan  hati  dan  yang  menghibur  mata  sehingga  setiap  orang  mendapatkan  apapun  yang 
menjadi  kesenangannya  dan  sedikitpun  tidak  akan  merasakan  penderitaan  karena  terhalang 
maskudnya. 

P: Seorang terkadang menginginkan kesenangan yang seharusnya tidak boleh untuk dinikmati. Adakah 
di syorga nanti seseorang memperoleh apa saja kesenangan yang diinginkannya? 
M: Seseorang yang menikmati kesenangan yang sebenarnya tidak boleh dinikmatinya hanyalah terjadi di 
neraka  bukan  di  syorga.  Di  syorga  hanyalah  terdapat  orang—orang  yang  berjiwa  baik  yang  hanya 
menginginkan sesuatu kesenangan di bolehkan saja. 

P: Mengapa begitu yang terjadi di dalam syorga, padahal disana ada tempat minum khamar? 

M:  Bukan  begitu  wahai  Pastur  yang  mulia.  Di  Syorga  tidak  ada  tempat‐tempat  minum  khamar  atau 
tempat‐tempat  hiburan  terlarang.  Khamar  di  syorga  bukanlah  khamar  sebenarnya,  tetapi  cuma  nama 
karena  warnanya  serupa  dengan  khamar  di  dunia  atau  yang  sejenisnya,  yang  berasal  dari  perahan 
anggur. Tetapi tidak memabukkan seperti khamar di dunia. Khamar di dunia di cela karena memabukkan 
bukan karena warnanya ataupun asalnya yang berasal dari perahan anggur. Karena khamar syorga tidak 
memabukkan,  maka  dengan  sendirinya  bukan  perbuatan  dosa  ditempat‐tempat  minumnya  ini  bukan 
merupakan hiburan tercela. Hal ini Allah nyatakan di dalam surat Al Waqiqh 17‐19; 

“ Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda 17, dengan membawa gelas, cerek dan sloki
(piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir 18, mereka tidak pening karenanya dan
tidak pula mabuk (QS Al Waqia’ah 56 : 17-19)”.

Jadi maksudnya mereka tidak sampai mabuk atau kehilangan kesadaran. Dengan demikian memperkuat 
penegasan ayat sebelumnya yaitu mereka itu tidak merasa pening karena minum khamar.  

Hal ini tersebut pula dalam surat At‐Thur 22‐24 

“ Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka
ingini 22. Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan)
kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa 23. Dan berkeliling di sekitar mereka
anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan
(QS At Thuur 52:22-24)”.

Namun  anda  ,  wahai  pastur  yang  terhormat,  telah  menilai  secara  berlebih‐lebihan  terhadap  khamar 
syurga yang tidak ada dosa untuk meminumnya. Padahal anda lupa bahwa anda tidak mengharamkan 
khamar  di  dunia  yang  ternyata  menjadi  sumber  segala  kejahatan.  Bahkan  anda  membolehkan  untuk 
golongan  awam  sampai  elite,  maupun  pemuka‐pemuka  agama  anda,  sampai‐sampai  Paulus 
mensyaratkan  di  sidang  supaya  mereka  menjadi  pecandu  khamar,  sebagaimana  ia  katakan  di  dalam 
suratnya  yang  pertama  kepada  Timotius  pada  pasal  ke  tiga;  “  Demikianlah  pembela  sidang  haruslah 
bersikap  tenang  bukan  bersikap  seperti  orang‐orang  yang  berlidah  dua,  yang  tidak  banyak 
merindukan  minuman  khamar  dan  tidak  menyenangi  mendapat  laba  yang  kotor.”  Selanjutnya  di 
dalam fasal ke lima dari suratnya ia berkata; “ Janganlah engkau menjadi orang yang senang minum 
air tetapi gunakanlah khmar sedikit demi perutmu dan kelemahanmu yang besar itu.” 

Di  dalam  fasal  kedua  dari  injil  Yohana  disebutkan  ;  “  pada  hari  ke  tiga  adalah  perkawinan  terjadi  di 
Qana dan disana ada ibu Yesus. Diundang juga Yesus dan muridnya keperkawinan ini. Setelah habis 
meminum khamar ibu Yesus berkata kepadanya;” Tidak ada lagi pada mereka khamar”.Yesus berkata 
kepadanya ; “ Wahai perempuan, lalu bagaimana aku dengan engkau? Waktuku belum datang lagi.” 
Di  dalam  fasal  ke  tujuh  dari  injil  Lukas  disebutkan  :  “  Bahwa  Yahana  Ma’madamu  datang  ke  tempat 
perkawinan”  tidakmau  makan  roti  dan  minum  khamar.  Karena  itu  lalu  kamu  mengatakan  kepadanya 
setan.  Datang  seorang  anak  manusia  makan  dan  minum,  lalu  kamu  mengatakan  kepadanya  inilah 
manusia yang gemar makan dan minum khamar, gemar kepada pemetik hasil pertanian dan pembajak 
sawah.” 

Kemudian  Lukas  berkata:  “  kegemaranmu  kepada  khamar  itu  tidak  terbatas  Cuma  di  sini  saja.  “ 
Bahkan  di  dalam  injil  Matrius  disebutkan;  “  sesungguhnya  kamu  akan  meminum  khamar  ini  juga 
didalam  kerajaan  Tuhan”.    Disini  disebutkan  khamar  yang  sifat‐sifatnya  tidaklah  mempunyai 
pengecualian sebagaimana khamarnya  yang disebutkan di dalam islam, yaitu sebagai khamar yang tidak 
menyebabkan  orang  berbuat  dosa  dan  menimbulkan  kelalaian,  dan  peminumnya  tidak  merasa  pening 
dan menjadi mabuk.       

Bahkan  di  dalam  fasal  26  injil  Matius  disebutkan  keterangan  sebagai  berikut  ;”29Akan  tetapi  Aku 
berkata  kepadamu:  mulai  dari  sekarang  Aku  tidak  akan  minum  lagi  hasil  pokok  anggur  ini  sampai 
pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama‐sama dengan kamu dalam Kerajaan Bapa‐Ku 
“.  

Ayat ini jelas menunjukkan bahwa di dalam syurga itu ada minuman khamar. Karena itu mengapa anda 
kemudian  berpendangan  bahwa  syorga  itu  hanya  bersifat  rohani.  Tidak  bersifat  jasmani.  Padahal  ayat 
tersebut seperti itulah  isinya? Dan mengapa pula anda , wahai pastur berbicara tentang khamar syorga 
yang  ada  pada  agama  kami  dengan  gaya  bicara  retorika  yang  memukau  seperti  itu?  Padahal  khamar 
syorga tersebut sama sifat‐sifatnya seperti khamar di syorga anda. Khamar syorga hanya sekedar nama 
dan bukan khamar sesungguhnya. 

Sampai  disini  dialog  ke  empat  belas  ini  selesai.  Para  hadirin  bubar  utuk  kembali  lagi  besok 
mendengarkan dialog selanjutnya. 

ooOoo 

 
Dialog ke lima belas; 

PERKAWINAN NABI MUHAMMAD  

DENGAN ZAINAB, BEKAS ISTRI ZAID 

Pada dialog kali ini pokok pembicarannya ialah sejarah perkawinan Nabi saw dengan Zainab putri Jahsy. 
Dengan  topik  ini  sang  Pastor  bermaksud  menggiring  Muhammad  mengamati    kasus  ini  dari  berbagai 
buku  yang  membahas  persolan  ini.  Sang  pastur  menceritakan  bahwa  telah  menelaah  berbagai  tulisan 
tentang  sejarah  kasus  ini,  tetapi  tidak  ada  yang  memuaskan  hatinya  dan  ia  berkeinginan  untuk 
meneruskan dialognya ini dengan topik tersebut. Lalu sang pastur mulai pembicarannya. 

P: Para periwayat dari kalangan anda menyebutkan bahwa Zainab putri Yahsy tadinya adalah istri Zaid 
bin  Haritsah,  yang  dahulunya  menjadi  anak  angkat  Nabi  anda.  Suatu  ketika  Nabi  masuk  kerumahnya 
untuk sesuatu keperluan lalu terlihat olehnya Zainab dalam pakaian kerudung, berparas putih cantik dan 
merupakan  wanita  Quraisy  yang  paling  sempurna.  Nabi  merasa  tertarik  dan  menganggumi 
kecantikannya.  Saat  itu  beliau  mengucapkan  kata‐kata  ;  “  maha  suci  tuhan  yang  mengendalikan  hati.” 
Kemudian beliau pergi.  

Tatkala suaminya datang di rumah, Zainab menceritakan kepadanya apa yang ia dengar dari Nabi anda. 
Maka  diapun  marfum  dan  mengerti  maksudnya,  saat  itu  timbul  ketidak  senangan  di  dalam  hatinya 
kepada  istrinya.  Lalu  ia  datang  kepada  Nabi  anda  dan  menceritakan  keinginannya  untuk  berpisah  dari 
Zainab.  Lalu  beliau  bertanya  ;”  sesuatu  apakah  yang  membuat  engkau  menjadi  cemburu  kepadanya?” 
jawabnya  ;”  tidak  ada.  Saya  hanya  melihat  kebaikan  semata‐mata  pada  dirinya.  Tetapi  dia  begitu 
menyombongkan dirinya kepadaku  karena kemuliaanya dan suka menyakiti hatiku dengan ucapannya”. 
Lalu  beliau  bersabda  kepadanya  ;”  tetap  peliharalah  istrimu  itu.  Bertaqwalah  kepada  Allah  di  dlam 
mengurusinya”.  Tetapi  kemudian    ia  menceritakannya  karena  ia  mengerti  bahwa  Nabi  anda 
berkeinginan kepadanya. Di dalam kasus ini kemudian turunlah firman Tuhan dalam surat Al Azab 37; 

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya
dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada
Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid
telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia
supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat
mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah
ketetapan Allah itu pasti terjadi (QS Al Ahzab 33:37)”.

M: Wahai pastur yang mulai. Qur’an kami merupakan dasar pokok bagi kami. Sedangkan hadis‐hadis dan 
riwayat  di  dalam  agama  kami  hanya  bisa  diterima  dengan  syarat  sesuai  dengan  Qur’an.  Tetapi  kalau 
tidak sesuai maka harus di tolak, tidak boleh diterima. Pada setiap agama akan mengalami noda karena 
sekelompok  orang‐orang  bodoh  yang  memahami  agamanya  dengan  tidak  semestinya,  atau  karena 
tingkah  laku  orang‐orang  munafik  yang  membuat  berita  palsu  dan  memasarkannya  di  tengah‐tengah 
orang‐orang  bodoh  itu,  sehingga  laris  di  kalangan  mereka.  Merekapun  mengambilnya  sebagai  bagian 
dari ajaran agama padahal sama sekali bukan ajaran agama. Jadi sebab‐sebab seperti itu kiranya riwayat 
yang telah dicampurkan oleh beberapa ahli riwayat tentang sebab turunya ayat tersebut. 

P: Kalau begitu apa sebenarnya sebab turunnya ayat tersebut , wahai Muhammad? 

M: Kisah perkawinan Nabi dengan Zainab putrid Jahsy bukanlah berawal dari saat Zaid menceraikannya. 
Tetapi  sebenarnya  bermula  jauh  sebelum    saat  Zaid  mengawinanya.  Dari  sinilah  awal  pelacakan  kita 
yang  bisa  mengantarkan  kita  untuk  mencari  kebenaran  kasus  ini  dan  terbuktinya  kebohongan  cerita 
yang telah anda ceritakan sekitar sebab turunnya ayat diatas. 

P: Mengapa justru demikan wahai Muhammad? 

M: Zainab putrid Umaimah , putri Abdul Muthalib , kakek Nabi saw sendiri adalah putri yang dipinang 
oleh  Nabi  untuk  Zaid  bin  Haritsah,  bekas  budak  beliau.  Karena  Nabilah  yang  telah  membelinya  pada 
kaum  jahiliyah,  lalu  memerdekakannya  dan  mengangkatnya  sebagai  anak.  Ketika  Nabi  meminangnya 
untuk  diri  Zaid  itu,  Zainab  mau  menerimanya  karena  menyangka  bahwa  Nabi  sendiri  yang  akan 
menikahinya. Tetapi tatkala ia tahu bahwa pinangan tersebut adalah untuk Zaid , ia enggan menerima 
dan  berkata  kepada  Nabi  ;  “  Saya  adalah  Putri  Bibimu,  wahai  Rasullullah,  aku  tidak  rela  diriku  untuk 
dia”. Begitu pula saudara laki‐lakinya, yaitu Abdullah bin Jahsy yang juga tidak menyukainya. 

Dalam kasus ini kemudian turunlah firman tuhan dalam surat al ahzab 36; 

“ Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata (QS Al Ahzab 33:36)”.

Apa  gerangan  pentingnya  kasus  Zaid  dan  Zainab,  sehingga  Allah  dan  RasulNya  justru  yang  campur 
tangan  mengurus  perkawinannya?  Jika  campur  tangan  ini  dimaksudkan  menghormati  kedua  pasangan 
itu, maka sebenarnya masih banyak orang‐orang mukmin laki‐laki maupun perempuan yang lebih utama 
dari kedua orang ini dan lebih patut mendapatkan kemuliaan seperti ini. 

Mengapa Allah dan RasulNya mengharuskan Zainab kawin dengan Zaid , padahal ia tidak senang kepada 
suaminya?  Bukankah  perkawinan  dalam  islam  hanya  syah  berdasarkan  saling  ridha  dan  pilihan  bebas 
kedua  belah  pihak.  Karena  perkawinan  termasuk  fakta  perjanian  antara  kedua  belah  pihak  dan  syarat 
syahnya fakta perjanjian ialah keridahaan dan pilihan bebas (kemauan sendiri). 

Mengapa  pada  kali  ini  Nabi  saw  mengawinkan  Zaid  dengan  Zainab,  putri  bibinya  yaitu  Umaimah? 
Padahal  martabat  dia  lebih  tinggi  dari  pada  Zaid  dan  termasuk  kalangan  atas  suku  Quraisy  ,  padahal 
pernah  dahulu  beliau  mengawinkan  Zaid  dengan  ummu  Aiman  bekas  budak  perempuannya  dan  ia 
melahirkan seorang putra Zaid yang bernama Usamah. 
P:  Pertanyaan‐pertanyaan  tadi  sungguh  bernilai  sekali  di  dalam  topik  pembahasan  ini,  wahai 
Muhammad . Lalu apa jawaban anda terhadap pertanyaan‐pertanyan tadi. 

M: Wahai pastur, sebenarnya Zainab ini tidaklah  pernah dipilih untuk  menjadi istri Zaid yang sebenar‐


benarnya. Namun ia sesungguhnya terpilih untuk orang lain dengan maksud tersendiri. 

P:  Kalau  begitu  soal  ini  tidak  mudah  dipahami,  wahai  Muhammad  yang  kami  ketahui  ialah  bahwa 
seseorang istri hanya lah dipilih untuk suaminya saja. 

M: Sebenarnya Zainab ini sejak awalnya dimaksudkan untuk Nabi saw. Tetapi sebelum menjadi istri Nabi 
ia dipilih untuk menjadi istri Zaid lebih dahulu. 

P: Kalau Zainab dipilih sejak awal untuk Nabi, bukan untuk Zaid, mengapa tidak dari awalnya saja beliau 
mengawininya? Apa hikmah beliau lebih dahulu mengawini dia dengan Zaid? 

M: Hikmahnya ialah Allah hendak menghapuskan adopsi baik pada diri Zaid maupun yang lainnya yang 
telah  menjadi  kebiasaan  bangsa  Arab,  sehingga  anak  angkat  bisa  menjadi  pewaris  sama  seperti  anak 
kandung.  Tiap‐tiap  keluarga  mempunyai  hak  atas  harta  pemberi  waris.  Maka  tidak  syah  anak  angkat 
menerima harta waris  dengan alasan sebagai anaknya, lalu sipewaris mengharamkan warisnya sendiri 
mewarisi  hartanya.  Perbuatan  semacam  ini  jelas‐jelas  suatu  kezaliman  dan  kebohongan  yang  tidak 
dapat diterima. Dalam hal ini Tuhan berfirman pada surat Al Azab 4‐5; 

“ Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak
menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak
angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu
saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar) 4. Panggillah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil
pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa
yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al Ahzab 33:4-5)”.

Adat adopsi sudah begitu kokoh dikalangan bangsa Arab dan Nabi saw berkepentingan untuk menjadi 
pelopor  di  dalam  menghancurkan  kebiasaan  ini.  Maka  beliau  memilih  Zainab  untuk  secara  formal 
dikawinkan dengan Zaid, padahal beliau sendiri menaruh hati padanya. Langkah ini beliau ambil, sebab 
beliau  tahu  bahwa  kelak  Zainab  akan  menjadi  salah  seorang  istrinya.  Karena  itu  beliau  kawinkan  dia 
kepada  Zaid,  walaupun  tidak  senang  kepada  calon  suaminya.  Lalu  turunlah  ayat  Al  Qur’an  yang 
menentapkan perkawinan Zainab dengan Zaid sebagai langkah pendahuluan untuk menghapuskan adat 
adopsi dan dipilihkan dari  orang yang punya hubungan nasab dekat dengan Nabi sendiri. 

Tatkala  ia  telah  dikawinkan  dengan  Zaid  ternyata  pergaulan  suami  istri  tidak  baik.  Zaid  mengadukan 
halnya kepada Nabi. Tetapi beliau menyuruh dia tetap menjaga istrinya itu, padahal beliau tahu bahwa 
Zainab tidaklah diperjodohkan dengan Zaid melainkan bahwa kelak kemudian hari akan diperjodohklan 
dengan  beliau  sendiri.  Maka  dengan  perkawinan    Nabi  dengan  Zainab  itu  nanti  adat  adopsi  akan 
dihancurkan. Sebab sebenarnya seorang bapak tidak boleh mengawini bekas menantunya. Maka kalau 
terjadi nanti perkawinan beliau dengan Zainab setelah bercerai dari Zaid, maka dengan sendiri keanak‐
angkatan  Zaid  dengan  menjadi  batal.  Dan  Nabi  menyuruh  Zaid  agar  tetap  menjaga  istrinya  itu  adalah 
untuk menghindarkan omongan kaum munafik dan lain sebagainya yang akan menjadikan hal tersebut 
sebagai  suatu  cercaan.  Selain  itu  beliau  khawatir  mereka  akan  mengencam  Nabi  karena  mengawini 
perempuan bekas istri anak angkatnya. 

P: Mengapa beliau takut hal‐hal seperti itu, padahal sudah tahu hal tersebut sebagai perintah Allah? 

M:  hal  seperti  ini  sudah  lumrah  bagi  manusia  dan  tidak  dapat  dihilangkan.  Dalam  hal  ini  jelas  Zaid 
tidaklah  mengerti  maksud  tindakan  tersebut.  Maka  adalah  suatu  yang  semestinya  bila  kemudian  Zaid 
menempuh  hukum  cerai  sebagaimana  adatnya  dan  Nabi  tetap  menasehatkan  kepadanya  untuk  tetap 
menjaga istrinya sampai keadaan tidak mungkin lagi untuk meneruskannya. 

P: Bila inilah yang merupakan pokok kisah perkawinan Zainab ini, lalu apakah artinya menyangkal cerita 
semula? 

M:  Masalah  ini  sudah  jelas  wahai  pastur.  Karena  kalau  Nabi  saw  sejak  awal  nya  sudah  tahu  bahwa 
Zainab  bukan  dijodohkan  dengan  Zaid  melainkan  untuk  tujuan  kemudian  hari  akan  diperjodohkan 
dengan Nabi setelah bercerai dari Zaid, maka cerita yang anda bawa itu tidaklah ada artinya. Sebab dari 
cerita anda itu berarti Nabi baru berpikir untuk mengwini Zainab setelah melihat nya lalu hatinya merasa 
tertarik. 

Padahal  Nabi  sudah  melaihat  Zainab  sebelum  ia  kawin    dengan  Zaid.  Sebab  ia  putri  Bibinya.  Maka 
tidaklah benar kalau dikatakan bahwa Nabi tertarik kepadanya pada penglihatan pertama di rumah itu. 
Padahal sebenarnya Zainab telah menaruh hati kepada Nabi ketika beliau meminangnya untuk Zaid. Dan 
kejadian  meminang  ini  merupakan  rangsangan  yang  jauh  lebih  besar  untuk  kawin  dari  pada  sekedar 
peristiwa  melihat  itu.  Sebab  ketika  peristiwa  melihat  itu  tidak  terpengaruh  tentang  keinginan  Zainab 
kepada beliau, karena sedang rencana , yaitu Zainab dengan Zaid lebih dahulu. 

P:  Wahai  Muhammad,  ini  merupakan  satu  pengertian  baru  anda  terhadap  kisah  peristiwa  tersebut. 
namun saya belum pernah tahu ada seseorang ulama anda sebelumnya punya pengertian seperti ini. 

M:  Wahai pastur yang terhormat, sebenarnya amat banyak apa yag ditinggalkan generasi dahulu untuk 
gernerasi kemudian. Sesungguhnya amat banyak rahasia‐rahasia besar di dalam agama kami yang baru 
dapat  diungkapkan  oleh  akal  yang  dahulunya  tidak  dimengerti  oleh  generasi  tua,  dan  tidak  senang 
generasi pelanjut hidup secara taklid. 

Bagi  saya  ,  wahai  pastur,  kalau  anda  menerima  berita  bathil  yang  anda  sampaikan,  niscaya  anda, 
golongan nasrani yang lain yang percaya kepada berita tersebut,  kemudian akan mengecam Nabi saw. 
Sebab anda  berani melakukan tuduhan kepada  Nabi anda sendiri dengan hal‐hal yang lebih berat  dan 
berbahaya. Dari berita yang ada kemukakan itu tidak lain hanyalah  menceritakan kejadian melihat, lalu 
beliau  merasa  tertarik,  kemudian  Allah  mempersiapkan    jalan  baginya  untuk  kawin.  Cobalah  anda 
perbandingkan  dengan  apa  yang  anda  tuduhkan  kepada  Nabi  Daud  as,  karena  beliau  melihat  seorang 
wanita  bangsa  Aria  ,  lalu  jatuh  cinta.  Kemudian  terus  menerus  beliau  membawa  perempuan  ini 
ketempat‐tempat berbahaya di dalam perperangan, sehingga beliau membunuhnya padahal sebenarnya 
dipersiapkan  untuk  beliau  kawini  kemudian  hari.  Kami  kaum  muslimin,  membersihkan  diri  Nabi  Daud 
dari perbuatan keji seperti itu. Dan kami pun membersihkan para Nabi yang lain  dari tuduhan‐tuduhan 
yang anda lemparkan kepada mereka, seperti halnya kasus ini yang terdapat di dalam Taurat anda dan 
kitab‐kitab suci anda  lainnya, maka  begitu pulalah kami mensucikan nama  Nabi  Muhammad saw dari 
segala tuduhan anda. 

Dialog  kelima  belas  ini  berakhir  disini.  Para  pengunjung  kemudian  pulang  untuk  kembali  besok  untuk 
mendengarkan kelanjutan dialog. 

ooOoo 

Dialog ke enambelas; 

KASUS NABI MUHAMMAD DENGAN PARA ISTRINYA 

Pokok  pembicaraan  yang  dibahas  dalam  dialog  ini  ialah  kasus  Nabi  saw  menjauhi  istrinya  selama  satu 
bulan. Kasus ini membuat para ahli tafsir dan  ahli sejarah kebingungan. Mereka menyebutkan berbagai 
riwayat mencela Nabi saw. Pastur Z dalam dialog ini mengambil tema pembicaran ini. 

P:    Wahai  Muhammad,    mungkin  anda  sudah  menelaah  keterangan  para  ahli  tafsir  dan  ahli  sejarah 
tentang sebab‐sebab turunnya beberapa ayat pada permulaan surat Tahrim 1‐5; 

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari
kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang 1. Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah
Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana 2. Dan ingatlah ketika Nabi
membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa.
Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal
itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad
memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang
lain (kepada Hafshah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan
Aisyah) lalu Hafshah bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi
menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" 3.
Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk
menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya
Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari
itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula 4. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya
akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang
beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang
perawan (QS At Tahrim 66:1-5)”.

Sebagian ahli menerangkan sebab turunnya beberapa ayat tersebut ialah karena Nabi anda bila sehabis 
shalat Ashar mendatangi istri‐istrinya lalu tinggal pada salah seorang  di antara mereka. Kemudian beliau 
masuk kerumah Zainab putrid Jatsy, lalu tinggal di tempat itu lebih lama dari waktu semestinya. Karena 
itu  Aisyah  menjadi  cemburu  terhadapnya.  Ia  kemudian  bertanya  apa  sebabnya  beliau  bertahan  lama 
disana. Lalu kepadanya dijawab; “ ada salah seorang perempuan kaumnya menghadiahkan kepadanya 
sepanci  madu  lalu  ia  menghidangkan  kepada  beliau  sekedar  satu  minuman”.    Maka  Aisyah  dan  Hafsa 
kemudian  sepakat  untuk  menyindir  beliau  kalau  datang  kepadanya  dengan  kata‐kata;  “  mencium  bau 
maghafir ( sejenis jenang manis tetapi baunya tidak enak semacam buah kemudu). Maka sewaktu Nabi 
masuk kerumah mereka  ini, keduanya mengatakan hal itu kepada beliau. Dan beliau bercerita kepada 
mereka,  bahwa  tadi  minum  minuman  bercampur  madu  di  rumah  Zainab.  Lalu  keduanya  bertanya;  “ 
Apakah engkau telah makan lebah madu?” kemudian Nabi bertekad mengharamkan dirinya meminum 
madu  dan  beliau  katakan  hal  ini  kepada  Hafsa  seraya  menyuruhnya  untuk  merahasiakan.  Namun 
kemudian Allah mencela tindakan beliau ini dalam firmannya pada ayat‐ayat diatas. 

Sebagaian  ahli  menceritakan  bahwa  sebab  turunnya  ayat  tersebut  ialah  karena  Hafsah  meminta  izin 
kepada  Nabi  anda  untuk  mengunjungi  ayahnya  ,  yaitu  Umar  bin  Khatab,  yang  bersamaan  waktunya 
dengan beliau bergilir diantara istrinya. Tatkala Hafsa keluar, beliau mengirim kepada Mariah Al Qibtiyah 
utusan, kemudian ia datang kerumah Hafsah dan beliau tinggal bersamanya disitu. Ketika Hafsah pulang 
pintunya  rumahnya  didapati  tertutup.  Lalu  ia  duduk  sambil  menangis  di  luar  rumah,  sehingga  beliau 
keluar  dengan  wajah  bercucur  keringat.  Kemudian  Nabi  bertanya  ;  “  Mengapa  engkau  menangis? 
Jawabnya;  “  Engkau  mengizinkan  aku  pergi  hanya  untuk  bisa  berbuat  seperti  ini.  Engkau  telah 
memasukkan  kerumahku  budak  perempuan.  Engkau  telah  bergilir  dengannya  pada  hari  giliranku  dan 
diatas tempat tidurku”. Lalu beliau menjawab; “ Bukankah ia budak perempuanku yang Allah halalkan 
buat  diriku.  Diamlah  engkau.  Untuk  seterusnya  aku  haramkan  diriku  berkumpul  dengannya  tetapi 
janganlah engkau beritakan kejadian ini kepada siapapun dari mereka “ (istri‐istri Nabi). Kejadian inilah 
yang membuat beliau mendapat celaan karena mengharamkan sesuatu bagi dirinya padahal sebenarnya 
halal. 

Mengapa  Nabi  anda  mengharamkan  madu  untuk  dirinya  sendiri  ,  hanya  karena  berita  bohong  yang 
disampaikan  orang  kepadanya?  Mengapa  beliau  memutuskan  sesuatu  hukum  berdasarkan  berita 
bohong ini? Mengapa diturunkan ayat Al Qur’an  bertalian dengan berita yang sebenarnya tidak bernilai 
ini? 

Mengapa Nabi anda mengharamkan Mariah untuk dirinya, padahal beliaulah yang tadinya mengirimkan 
utusan kepadanya dan si wanita tidak mau menolak dirinya terhadap permintan beliau? Mengapa beliau 
membuat hal seperti itu pada hari giliran Hafsah? Padahal hari ini merupakan haknya sendiri dan tidak 
boleh saat giliran ini sedikitpun diberikan kepada orang lain sebelum ada izin dari dirinya. 

Mengapa  kasus  kecil  semacam  ini  menyebabkan  beliau  menjauhkan  istri‐istrinya  sebulan  penuh? 
Bahkan beliau mengancam mereka untuk menjatuhkan Thalaq lalu mengambil ganti istri‐istri baru yang 
lebih baik dari mereka? 

Mengapa kaum muslimin disibukkan oleh kasus semacam ini, padahal  satu kasus rahasia rumah tangga 
beliau, yang sebenarnya tidaklah patut diketahui oleh orang lain selain para istrinya? 

M:  Wahai  pastur,  saya  akan  paparkan  kepada  anda  di  dalam  dialog  ini  mengenai  penerimaan  agama 
tuan  terhadap  kedua  berita,  satu  dengan  lainnya  saling  bertentangan.  Dengan  cara  ini  kita  akan 
memecahkan dua masalah tersebut. Tetapi lebih dahulu  di dalam dialog ini saya akan paparkan kepada 
anda tentang penerimaan kebenaran dua berita yang saling bertentangan oleh agama anda, kemudian 
selanjutnya saya akan jelaskan kepada anda mana yang sebenarnya menjadi sebab dari turunnya ayat‐
ayat tersebut diatas. 

Bilamana  kita  dapat  menerima  kebenaran  sikap  agama  anda  terhadap  dua  berita  yang  saling 
berentangan,  maka  dalam  berita  pertama  paling  jauh  kita  mengatakan  bahwa  Nabi  saw  telah  berbuat 
keliru dalam mengharamkan dirinya meminum madu. Kekeliruan serupa ini tidaklah sampai merupakan 
suatu tindakan mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Tetapi yang  beliau lakukan 
ialah  mengharamkan  untuk  dirinya  sendiri  sesuatu  yang  mubah.  Setiap  orang  Allah  beri  kebebasan 
dalam  hal‐hal  mubah  boleh  ia  gunakan  kalau  mau  dan  boleh  ia  menjauhkan  dirinya  jika  tidak 
menyukainya.  Bila  seorang  melakukan  hal  seperti  ini  tanpa  ada  alasan  yang  syah,  tidaklah  dianggap 
melakukan  suatu  pelanggaran  yang  syah,  tidaklah  dianggap  melakukan  suatu  pelanggaran  yang 
bertentangan  dengan  pemberian  kebabasan.  Dan  kami  berpendirian  tidaklah  dipandang  salah  Nabi 
melakukan  perbuatan  seperti  itu.  Paling  jauh  hikmah  nyata  yang  dapat  dipetik  dari  peristiwa  Nabi 
tersebut ialah larangan terhadap sikap berlebihan. Dan dengan kejadian ini membuktikan secara konkrit 
bahwa beliau adalah seorang manusia yang bisa mengalami kesalahan dan berbuat benar. Jadi terhadap 
diri Nabi kami tidak bersikap berlebih‐lebihan seperti yang anda lakukan terhadap Nabi anda, sehingga 
anda  mengangkat  dirinya  dari  martabat  kemanusiaan  kepada  martabat  ketuhanan.  Bila  Al  Qur’an 
membicarakan  kasus  seperti  ini  dan  lain‐lainnya  yang  serupa  maka  ia  mengandung  faedah  yang 
berharga dan hikmah yang tinggi. 

Begitu  pula  dengan  berita  yang  kedua  tentang  sebab  turunya  ayat‐ayat  tersebut,  hanyalah  berarti 
semata‐mata beliau beranggapan Hafsah pergi untuk melakukan sesuatu kebutuhan dan beliau bersama 
dengan  Mariah  akan  menyelasaikan  keperluannya  sebelum  datang  Hafsah  dan  Mariah  tidak  tahu  apa 
yang sebenarnya akan terjadi.  Sedangkan Hafsah hanyalah berhak memperoleh giliran dari beliau yang 
jatuh pada hari nya selama dia memang dirumahnya. Tetapi kalau sudah keluar, tentulah beliau bebas 
mengatur  keperluannya  sendiri.  Karena  seorang  istri  tidaklah  berhak  untuk  mengendalikan  suaminya 
baik ia ada bersamanya ataupun tidak, diwaktu sehat ataupun sakit, dikala senang ataupun tidak. Maka 
seorang suami tidaklah dianggap melakukan perbuatan dosa, terkecuali melanggar hak istri. Maka dalam 
kasus inipun terkandung hikmak seperti tersebut diatas. namun sayangnya berita versi kedua ini lemah 
(tidak  akurat)  sebab  di  dalam  tafsir  Khazin  disebutkan  bahwa  kisah  Mariah  ini  tidak  ada  dasar 
sumbernya yang syah. 

Saya  tidak  mengerti  mengapa  kalian  mengambil  contoh  hal  seperti  ini  untuk  mengkritik  pribadi  Nabi 
saw?  Padahal  kasusnya  tidaklah  sampai  kepada  bentuk  pelanggaran  terhadap  hak  istri,  bahkan 
mengandung  hikmah  seperti  yang  saya  sebutkan  di  atas.  Sementara  itu  anda  sendiri  telah  berani 
menyebutkan  bahwa    Nabi‐Nabi  anda  telah  melakukan  dosa‐dosa  besar  sebagaimana    anda  tuduhkan 
kepada  mereka  ,  sebagai  satu  contoh  tersebut  di  dalam  Taurat  mengenai  abi  Luth.  Disana  disebutkan 
bahwa kedua Putri beliau menghidangkan minuman khamar sehingga beliau selama  dua malam terus 
menerus  mabuk  kemudian  menggilir  setiap  putrinya  semalam‐semalam  sehingga  menjadi  hamil,  lalu 
lahirlah seorang anak. Luth melakukan perbuatan ini karena kuwatir punahnya keturunan Luth setelah 
terjadinya rencana yang Allah turunkan kepada kaumnya sebagai hukuman kedurhakaan mereka. 

Kami  menjauhkan  Nabi  Luth  dari  tuduhan  keji  seperti  ini.  Begitu  pula  dengan  Nabi‐Nabi  lainnya  yang 
dituduh melakukan doasa‐dosa besar. Kamipun membersihkan kitab‐kitab Allah dari dongeng‐dongeng 
yang mengisahkan dosa seperti ini. Sebab dongeng seperti ini berarti menyebarluaskan perbuatan keji di 
tengah  umat  manusia  dan  membangkitkan  keberanian  melakukan  dosa.  Namun  kami    membersihkan 
para  Nabi  itu  dari  kemungkinan  melakukan  perbuatan‐perbuatan  salah  karena  kekeliruan.  Sebab  soal 
seperti ini adalah hal yang lumrah dan bukan suatu perbuatan merusak yang dikatirkan berakibat buruk 
kepada masyarakat. Karena itu perbuatan karena keliru mengandung faedah seperti keterangan diatas 
yang  sekaligus  untuk  membuktikan  bahwa  mereka  adalah  manusia  juga,  sehingga  para  pengikutnya  
jangan berlebih‐lebihan dalam menghormati mereka dan jangan sampai memperTuhuhkan mereka.  

P:  Wahai  Muhammad  ,  anda  telah  menjealskan  bahwa  dua  berita  yang  menjelaskan  sebab  turunnya 
ayat‐ayat  di  atas  saling  bertentangan.  Hal  ini  menyebabkan  anda  menjelaskan  ketidakterikatan  kedua 
berita teresebut dapat menjelaskan sebab turunnya ayat‐ayat tadi. Nah, apakah anda punya keterangan 
lain yang menjelaskan sebab turunnya ayat‐ayat tersebut. 

M: Ya , saya mempunyai keterangan lain tentang sebab turunnya ayat‐ayat itu. Sebab beberapa ayat lain 
dalam  surat  Al  Ahzab  menjelaskan  sebab  Nabi  menjauhi  istri‐istrinya.  AIlah  dalam  Al  Qur’an  yang 
menyebutkan  sebab‐sebab  tindakan  menjauhi  ini,  maka  kami  tidak  lagi  memerlukan  keterangan  yang 
tertera di dalam dua berita anda yang tercela itu. 

Inilah keterangan yang dimaksud itu di dalam surat Al Ahzab 28‐34; 

“ Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan
perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara
yang baik 28. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan)
di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu
pahala yang besar 29. Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji
yang nyata, niscaya akan dilipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang
demikian itu mudah bagi Allah 30. Dan barang siapa di antara kamu sekalian (istri-istri Nabi) tetap
taat pada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscaya Kami memberikan
kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia 31. Hai istri-istri Nabi,
kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk
dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah
perkataan yang baik 32, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat
dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari
kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya 33. Dan ingatlah apa yang dibacakan
di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha
Mengetahui (QS Al Ahzab 33:28-34)”.

Ayat‐ayat  ini  menunjukkan  bahwa  para  istri  Nabi  meminta  kepada  beliau  harta  kekayaan  dunia  dan 
tambahan  belanja.  Padahal  kaum  laki‐laki  Quraisy  pada  zaman  jahiliah  biasa  menekan  istrinya.  Ketika 
mereka hijrah ke Madinah, mereka melihat penduduk Madinah justru dikendalikan oleh para istri. Dari 
sini mulailah wanita‐wanita Muhajirin berorientasi kepada wanita‐wannita Madianah sehingga mereka 
mulai berani melawan suami mereka kalau dimarahi. Sikap seperti ini mendapat dukungan dari  Islam, 
karena  untuk  menaikan  martabat  mereka  dan  menambah  hak‐hak  mereka.  Demikianlah  keadaan 
berjalan terus sampai peristiwa yang menimpa Nabi saw dan Allah memberinya berbagai kemenangan 
serta  umat  islam  berhasil  maraih  dunia.  Karena  itu  lalu  para  istri  Nabi  setelah  melihat  bertambahnya 
kemakmuran  dan  kemajuan  berkeinginan  hidup  bagaikan  istri  para    raja  dan  para  penguasa.  Mulailah 
mereka punya pikiran tertarik kepada keuntungan‐keuntungan dunia yang didapat oleh kaum Muslimin, 
yaitu  menikmati  kesenangan  dunia  yang  dapat  mereka  ambil  dan  bermegah‐megah  seperti  yang 
dilakukan oleh kaum wanita pada zaman jahiliah dahulu. Sikap mereka itu membuat Nabi marah, sebab 
beliau  tidak  punya  apa‐apa.  Yang  ada  di  tangan  baliau  adalah  kekayaan  kaum  Muslimmin  guna 
membiayai kepentingan mereka dan sama sekali beliau tidak boleh menggunakannya bagi  kepentingan 
para istri nya untuk sesenangan dunia ini. Selain itu beliau tidak menghendaki para istrinya dan wanita‐
wanita muslimat mengejar kepentingan dunia semacam ini dan berpakaian bermegah‐megah semacam 
ini.  

Ketika Nabi  marah kepada mereka , tetapi merekapun terus menerus menuntut kepada Nabi, lalu Nabi 
menjauhkan  diri  dari  mereka  dan  bersumpah  tidak  akan  mendekati  mereka  sebulam  penuh.  Nabi 
kemudian  mengasingkan  diri  dari  mereka  ke  sebuah  kamar  sehingga  tidak  lagi  dekat  kepada  mereka. 
Pelayan  beliau,  si  Rabbah  duduk  di  depan  lorang  masuk  untuk  menjaga  dan  tidak  boleh  seseorang 
masuk kedalam itu tanpa izinnya. 

Demikialah  sebenarnya  tindakan  Nabi  didalam  mengharamkan  berhubugan  dengan  istrinya,  padahal 
sebenarnya  sesuatu  yang  dihalalkan  oleh  Allah.  Tindakan  beliau  ini  dicela  oleh  Allah  karena  telah 
melakukan  penekanan  terlalu  keras  kepada  dirinya.  Maka  kemudian  Allah  berfiman;  “wahai  Nabi, 
mengapa engkau mengharamkan apa yang Allah halalkan kepadamu “(At tahrim 1). 

Tindakan  ini  beliau  lakukan  terhadap  istri‐istrinya  adalah  dimaksudkan  memaksa  mereka  ridha 
menerima  belanja  sebagaimana  biasanya  dan  membuang  angan‐angan  memperoleh  kekayaan  dunia. 
Inilah yang dimaksud dengan firman Allah : “ Karena engkau ingin mencari kerihdaan istri‐istrimu” (At 
tahrim 66:1)”. 
Boleh  jadi  Nabi  berbiccara  kepada  beberapa  istrinya  secara  rahasia  mengenai  sesuatu  bencana  yang 
akan  menimpa  kaum  muslimin  karena  keinginan  meraih  kesenangan‐kesenangan  dunia.  Inilah  yang 
dimaksud dengan firman  tuhan ; “dan  ingatlah ketika Nabi berbicara secara  rahasia kepada beberapa 
istrinya,  mengenai  sesatu  peristiwa”.  (At  tahrim  2).    Adalah  Aisyah  putrid  Abu  Bakar  dan  Hasfah  putri 
Umar bin Khatab yang melakukan agitasi ditengah istri‐istri beliau. Inilah yang dimaksud dengan  firman 
Allah  ;  “  jika  kamu  berdua  taubat  kepada  Allah,  maka  hatimu  condong  menerima  kebenaran”.  (At 
Tahrim) 

Jadi  dalam  kasus  ini  sebabnya  bukanlah  beliau  mengharamkan  madu  untuk  dirinya  sendiri  atau  kasus 
Mariah  ,  sekiranya  itu  benar,  juga  bukan  karena  cemburu  para  istrinya  kepada  beliau.  Tetapi  sebab 
sesungguhnya kasus ini jauh lebih besar dari itu semua, yaitu karena para istri baliau punya keinginan 
untuk mendapat bagian dari harta kekayaan umat Islam dan menyalahi garis agama islam di dalam sikap 
tengah‐tengah di dalam urusan dunia ini, maka perintah tersebut berlaku secara umum, terkena kepada 
semua  kaum    muslimin  di  segala  zaman  dan  mesti  mereka  laksanakan  dimana  dan  kapanpun  mereka 
berada, sekalipun dunia ini tertumpah penuh kepada mereka. Untuk hal seperti inilah patut ayat‐ayat Al 
Qur’an  diturunkan  guna  memberikan  bimbingan  dan  hendaknya  pelajaran  Al  Qur’an  ini  benar‐benar  
dibaca oleh umat manusia sepanjang masa. 

Setelah  satu  bulan  lewat,  maka  pertama  kali  Nabi  menemui  Aisyah  seraya  berkata  kepadanya;  “  saya 
ingatkan  kepadamu  satu  hal.  Janganlah  kamu  tergesa‐gesa    memutuskan  sebelum  kau  berunding 
dengan ibu‐bapakmu. “ kemudian beliau membacakan ayat Al Azab 28‐34. 

Lalu ia menjawab  ; “ Apakah untuk soal ini aku perlu berunding dengan Ibu‐Bapakku? Aku mengingini 
Allah dan rasulNYa serta kampung akhirat.” 

Kemudian hal seperti ini beliau lakukan pula kepada istri‐istri nya yang lain dan mereka pun menjawab 
sama. 

Peristiwa  ini  suatu  pelajaran  besar  yang  dapat  memelihara  islam  dari  terjerumus  ke  dalam  pola 
kehidupan mewah yang telah menghancurkan umat‐umat sebelumnya. Sebab kemewahan mendorong 
orang  berbuat  fasik  dan  dosa,  menyebarkan  kemelaratan  dan  penyakit‐penyakit  sosial,  yang  menjadi 
sumber kehancuran masyarakat. Karena itu Allah memperingatkan di dalam surat Al isra’ 17; 16 . 

Sampai  di  sini  dialog  diakhiri.  Para  pengunjung  kemudian  bubar  untuk  kembali  lagi  besok  guna 
mengikuti dialog berikutnya. 

ooOoo 

 
Dialog ke tujuh belas; 

PANDANGAN ISLAM TERHADAP TAKTIK TIPU DAYA DAN KEBOHONGAN 

Pastur  z  telah  berpikir‐pikir  dalam  menghadapi  pemuda  ini,  Muhammad.  Ia  dalam  dialog  ini  
beranggapan  tidak  akan  dapat  memperdaya    sang  pemuda  dalam  setiap  tuduhan  yang  disampaikan 
kepadanya.  Padahal  dia  sebagai  Misionaris  Nasrani  bersama  dengan  teman‐temannya  telah 
menghabiskan umurnya untuk membangkitkan rasa ragu‐ragu umat islam teradap agamanya agar dapat 
ditarik masuk ke dalam agama Nasrani. Karena itu sang Pastur hendak mengajukan kepada Muhammad 
suatu masalah yang menurut anggapannya dapat menyudutkan sang pemuda. Maka sang pastur mulai 
berbicara. 

P:  Saya  ingin  bertanya  kepada  anda  wahai  muhamad,  apakah  perbuatan  tipu  daya  itu  termasuk 
perbuatan tercela atau terpuji? 

M: Tipu daya pada prinsipnya termasuk perbuatan tercela. Soal ini jawabannya sudah jelas. Tetapi apa 
yang pastur inginkan dengan pertanyaan tersebut? 

P:  Anda  ,  Muhammad  ,  telah  menerangkan  dimasa‐masa  yang  sudah  bahwa  agama  anda  tidaklah 
ditegakkan  dengan  pedang,  namun  tidak  berkeberatan  melakukan  tipu  daya  guna  meraih  sukses 
perjuangannya. Karena itu lalu Islam membenarkan perbuatan tercela itu sebagaimana halnya dengan 
manusia‐manusia  lain  guna  meraih  sukses  usaha  mereka.  Padahal  agama  harus  melaksanakan 
perjuangannya  dengan  jujur.  Jadi  sangat  jauhlah  agama  dari  kebutuhan  menggnakan  cara  seperti  ini. 
Agama anda dalam  menggunakan tipu daya telah sampai begitu rupa sehingga di dalam Al Qur’an pun 
anda membenarkan adanya Tuhan memakai cara tipu daya. Hal ini tersebut didalam surat An Nisa’ 142; 

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan
apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali
(QS An Nisaa’ 4:142)”.

Anda  dalam hal ini telah berani membuat suatu pernyataan di dalam Al Qur’an anda bahwa Tuhan pun 
melakukan tipu daya (makar) , seperti tersebut dalam surat Al Anfal 30; 

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya
dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya (QS Al Anfaal 8:30)”
.

M: Yang tersebut pada kedua ayat diatas bukanlah menerangkan  bahwa Allah melakukan tipu daya dan 
makar.  Tetapi  ayat  tersebut  merupakan  susunan  kalimat  sastra  yang  dinamakan  Musyakalah 
(perimbangan). Maksudnya , menggunakan kata yang sama di dalam susunanan kalimat sebagai suatu 
imbangan. Jadi ayat yang pertama itu, yaitu kata‐kata ;” dan dia melakukan tipu daya kepada mereka ” , 
maknanya  ialah  Allah  membalas  tipu  daya  yang  telah  mereka  lakukan.  Sedangkan  ayat  ke  dua,  yaitu 
kata‐kata  “Allah  membalas  makar  yang  mereka  lakukan  terhadap  agama  Allah”    .  Pada  ayat  pertama 
digunakan kata‐kata “tipu‐daya” dan pada ayat kedua dipakai kata‐kata “ makar” adalah karena hendak 
membuat  keseimbangan  dengan  kata‐kata  yang  sudah  tersebut  sebelumnya.  Penggunakan 
perimbangan kata yang sama pada sebuah kalimat adalah merupakan kesusasteraan tingkat tinggi dan 
dalam bahasa Arab merupakan model pembentukan kalimat yang syah. 

P:    Tetapi  anda  pernah  berkata  ;  “  perang  adalah  tipu  daya”.  Dan  beliau  menggunakan  tipu  daya 
terhadap golongan munafik yang telah memperdaya beliau. 

M:  Perang  memamg  membenarkan  hal‐hal  yang  dilarang  di  waktu  damai.  Boleh  membunuh,  boleh 
merampas  harta  orang  tanpa  memberikan  ganti  rugi,  dan  tipu  daya  merupakan  senjata  yang  paling 
mudah dilakukan dan terkadang bisa menjadi pencegahan terjadinya pertumpahan darah antara kedua 
golongan yang berhadapan, sebagaimana yang terjadi pada perang Ahzab . Dengan alat tipu daya kaum 
musrikin  dapat  diusir  meninggalkan  tempat  pengepungan  kota  Madinah.  Sehingga  dapatlah  dicegah 
tertumpahnya darah penduduk Madinah, sebagaimana darah kaum musrykin pun tercegah pula untuk 
ditumpahkan  di  medan  perang.  Terkadang  memang  suatu    perbuatan  buruk  dapat  mendatangkan 
kebaikan. Misalnya , menggunakan kebohongan untuk mendamaikan dua orang yang bermusuhan atau 
melindungi  diri  dari  permusuhan  orang.    Keburukan  yang  dapat  dipakai  untuk  kepentingan  kebajikan 
bukanlah  keburukan  yang  tercela,  melainkan  justru  dapat  diterima  sejauh  mempunyai  tujuan  baik  di 
dalam hal ini politik Islam berbeda sekali dengan politik Machiavelli, orang Itali itu. Sebab bagi politikus 
ini yang pokok ialah tujuan menghalalkan segala cara, sekalipun tujuan tersebut tidak benar. Sedangkan 
agama  islam  tidak  membenarkan  sesuatu  cara  yang  buruk  sekali  untuk  maksud  mencapai  tujuan  yang 
mulia. 

Lalu apa tercelanya Islam bila membenarkan menggunakan tipu daya diwaktu perang dan melarang di 
waktu damai. Nabi sendiri diwajibkan untuk melakukan pengumuman lebih dahulu kepada musuh jika 
beliau berkehendak membatalkan perjanjian dengan mereka dan dilarang memerangi mereka sebelum 
melakukan pemgumuman lebih dahulu kepada mereka. Di dalam surat An Anfal 58 Allah berfirman; 

“ Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah
perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berkhianat (QS Al Anfal 8: 58)”.

Apa  tercelanya  apabila  Islam  menggunakan  tipu  daya  di  dalam  perang?  Padahal  sebenarnya  Nabi 
diwajibkan bersikap serupa, walaupun mereka hanya bermaksud sebagai tipu daya. Dalam hal ini Tuhan 
berfirman pada surat Al Anfal 61; 

“ Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah
kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
(QS Al Anfal 8: 61)”.
Adapaun Nabi terhadap kaum munafik, beliau tidak pernah melakukan tipu daya kepada mereka seperti 
yang  biasa  mereka  lakukan  kepada  Nabi.  Tetapi  Nabi  hanya  menghadapi  tipu  daya  dan  kemunafikan 
mereka  dengan  kewaspadaan  dengan  melihat  bukti‐bukti  lahir  yang  tampak  pada  diri  mereka.  Beliau 
tidak    menghukum  mereka    di  dunia  ini  karena  sikap  mereka  merahasiakan  kekafiran.  Beliau  hanya 
mencela mereka dengan keras dan menerangkan adanya siksa terhadap mereka di akhirat dengan siksa 
yang pedih. Hal ini seperti firman Alllah di dalam surat An Nisa’ 145‐146 ; 

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.
Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka 145. Kecuali orang-orang
yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas
(mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang
beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar
(QS An Nisaa 4 : 145-146)”.

Jadi Nabi mencela mereka secara umum kepada mereka yang munafik , tanpa menyebutkan nama‐nama 
secara  khusus  dan  tidak  mencela  hal‐hal  lain  diluar  kemunafikan  ini.  Dengan  ini  cukuplah  dipandang 
sebagai larangan terhadap mereka untuk bersikap munafik. Nabi tidak melakukan pengintaian terhadap 
keyakinan‐keyakinan  mereka  sebagai  konsekwensi  mereka  menyembunyikan  hal‐hal  yang  sebenarnya 
mereka simpan di dalam hati. Sebab langkah memata‐matai keyakinan tidak dibenarkan. Di dalam islam 
tidak  ada  pengadilan‐pengadilan  terhadap  kasus‐kasus  kepercayaan  seseorang  seperti    yang  ada  di 
dalam  agama    Nasrani.  Tidaklah  disangsikan  bahwa  perlakuan  Islam  terhadap  kaum  munafik  yang 
semacam ini sama sekali bukan langkah tipu daya, tetapi langkah mulia sesuai dengan sifat kemurahan 
agama islam dan mempunyai nilai tinggi di tengah‐tengah agama‐agama lain. 

P: Wahai Muhammad, mengapa anda mengaku bahwa islam tidak membenarkan mempergunakan tipu 
daya kepada manusia di masa damai, padahal Nabi anda menganjurkan kepada  para pemeluknya untuk 
melakukan  kelicikan  terhadap  rumah‐rumah  sementara  anggota  masyarakat.  Karena  itu  mereka  biasa 
melakukan tipu daya dan kelicikan terhadap golongan musuh sehingga sampai merasa keadaan aman. 
Bila telah tercapai keamanan, lalu terhadap merekapun dilakukan tipu daya lagi. 

Sebagai contoh dari tindakan ini apa yang terjadipada diri Ka’ab bin Asyraf, seorang tokoh Yahudi. Nabi 
anda  telah  menganjurkan  kepada  Muhammad  bin  Maslamah  untuk  mengatur  tipu  daya  terhadapnya. 
Lalu  Muhammad  ini  memilih  beberapa  orang  untuk  membantunya.  Mereka  bertanya;  “Wahai 
rasullullah,  kami  mesti  mengingatkan  sesuatu  “.  Lalu  Nabi  menjawab;”  katakanlah  apa  yang  baik 
menurut  pendapatmu.  Lalu  beliau  mengijinkan  mereka  untuk  mempergunakan  kebohongan  dan  tipu 
daya menurut kehendak mereka. Lalu Muhammad pergi kepada Ka’ab kemudian berkata kepadanya; “ 
laki‐laki  ini  (maksdnya  Nabi  anda)  telah  meminta  kami  menyerahkan  zakat.  Padahal  kami  tidak 
mempunyai  makanan.  Namun  dia  tetap  memaksa  kami,  lantaran  itu  aku  datang  kepadamu  untuk 
mencari  pinjaman”.  Ka’ab  menjawab  kepadanya  ;  “  dan  demi  Allah  kamu  juga  sungguh‐sungguh  jemu 
kepadanya”.  Muhammad  menjawab;  “  Sungguh  tadinya  kami  menajdi  pengikutnya.  Tetapi  kami  tidak 
menginginkan  untuk  membiarkannya  sehingga  kami  menantikan  sesuatu  yang  dapat  merubah 
keadaannya?  Ka’ab  menjawab:  Belumkah  sampai  waktu  nya  bagi  anda  untuk  mengetahui  kebathilan 
dia?”  Muhammad  terus  menerus  melakukan  usahanya  ini  sampai  Ka’ab  mau  menerima  penggadaian 
senjatanya  untuk  memperoleh  pinjaman  sekantong  atau  dua  kantong  makanan.  Demikianlah  orang‐
orang  yang  berkomplot  terhadap  Ka’ab  melakukan  tipu  dayanya.  Kemudian  mereka  datang  lagi  pada 
malam hari lalu memanggilnya sehingga Ka’ab turun menemui mereka. Setelah itu mereka berbincang‐
bincang kurang lebih satu jam. Kemudian mereka meminta untuk keluar besama mereka dan sesampai 
di  tempat  jauh  dari  bentengnya,  mulailah  mereka  melakukan  tipu  dayanya.  Kemudian  mereka 
memenggal lehernya kemudian memasukkannya ke dalam kantong mereka  lalu membawanya kepada 
Nabi anda. 

Mengapa Nabi anda membenarkan langkah beberapa orang yang melakukan tipu daya di masa damai, 
bahkan  lebih  jauh  lagi  melakukan  tipu  daya  kepada  kaum  wanita,  seperti  yang  terjadi  terhadap  diri 
Ashma’ putrid Marwan. Orang yang melakukan tipu daya terhadap perempuan ini ialah Umair bin Auf. 
Laki‐laki  ini  ditengah  malam  mendatangi  rumahnya  sampai  berhasil  masuk  kedalam.  Pada  saat  itu  dia 
dikelilingi  beberapa  anak‐anaknya  yang  kecil  sedang  tidur,  bahkan  ada  yang  masih  disusui.  Umair  ini 
penglihatannya  kabur.  Lalu  ia  menggunakan  tangannya  untuk  meraba  dan  tertumbuk  pada  anak  kecil 
yang  sedang  disusuinya.  Lalu  anak  ini  disingkirkan  dari  ibunya.  Kemudian  wanita  tersebut  dadanya 
ditusuk dengan pedang sampai menembus punggungnya. 

M: Ka’ab dan Asma adalah dua orang yang mengobarkan perperangan terhadap islam. Kedua orang ini 
tidak  mau  ikut  dalam  perdamaian  bahkan  diapun  terus  melakukan  tipu  daya.  Ka’ab  tidak  mau  turut 
ambil bagian dengan Yahudi‐Yahudi lain didalam pakta perjanjian damai dengan umat islam, bahkan ia 
mulai melancarkan permusuhan terang‐terangan terhadap islam dan menganjurkan segenap suku‐suku 
bangsa Arab memeranginya, agar terus dapat dipertahankan kejahilan dan kesyirikan, perpecahan lagi 
permusuhan,  saling  bunuh  membunuh,  saling  rampas  merampas  dan  jangan  mau  menolong  agama 
islam yang  kini membangunkan mereka  dari kelalaiannya dan memerangi orang‐orang semacam Ka’ab  
yang merampok harta kekayaan mereka dengan cara riba yang keji dan perdagangan‐perdagangan yang 
penuh dengan tindakan‐tindakan dosa. Maka islam tidak merasa keberatan untuk membinasakan orang‐
orang  seperti  ini.  Karena  ia  selalu  berusaha  untuk  menghancurkan  seluruh  umat  agar  kekayaan  hanya 
menumpuk ditangannya sendiri dan berpesta pora diatas kemiskinan dan penderitaan umat. Karena itu 
silahkan Ka’ab pergi untuk kepentingan hidupnya suatu bangsa dan silahkan pula orang‐orang lain yang 
menjadi penindas kejam binasa. Sebab orang‐orang semacam ini menganggap kemakmuran masyrakat 
sebagai bahaya bagi dirinya. Karena ia hanya mengenal kepentingan diri sendiri. demikian pula halnya 
dengan Asma’ putrid Maewan. Selalu mencela islam dan mengobarkan semangat permusuhan terhadap 
Nabi. 

P: Sekiranya memang Ka’ab telah melakukan kejahatan mengobarkan semangat anti islam, maka adalah 
suatu keharusan menghadapkan dua kepengadilan, bukan dengan tipu daya seperti itu. 

M:  Wahai  Pastur,  bagaimana  caranya  mengadili  penjahat  perang?  Pengadilan  hanyalah  dipergunakan 
terhadap orang‐orang yang mengakui adanya pengadilan dan kekuasaan yang menjalankan pengadilan 
itu.  Padahal  Ka’ab  sama  sekali  tidak  mau  mengakui  Nabi  dan  kekuasan  beliau  di  dalam  menjalankan 
pemerintah. Maka kalau terhadap Ka’ab dilakukan pengadilan, niscaya pengadilan semacam itu menjadi 
sasaran  kritik.  Sebab  tidaklah  dapat  diterima  seseorang  musuh  melakukan  pengadilan  terhadap 
lawannya. 
P: Jika pengadilan terhadap Ka’ab tidak mungkin , maka haruslah dia ditindak secara terus terang. Tidak 
boleh melakukan penghukuman terhadap dirinya secara tipu daya seperti yang dilakukan itu. 

M:  Karena  Ka’ab  ini  orang  yang  melancarkan  perang  hasutan  dan  tipu  daya,  maka  dia  dapat  dihukum 
dengan  ara  apapun  yang  mungkin  untuk  dilaksanakan.  Dan  cara  yang  ditempuh  terhadap  dirinya  jauh 
lebih aman dan lebih sesuai , karena telah ada perjanjian damai antara kaum mislimin dengan golongan‐
golongan yahudi. Sebab kalau Ka’ab diperangi secara terbuka, maka akan muncul perang lawan perang 
dan kemunngkinan sebagian orang yahudi akan bergabung kepadanya. Karena itu perjanjian yang sudah 
dibuat yang ternyata dapat mencegah pertumpahan darah antara kedua belah pihak menjadi batal dan 
akibatnya banyak darah yang tertumpah yang tidak dapat diperkirakan berapa jumlahnya. 

Adapun  langkah  tipu  daya  terhadap  Ka’ab  yang  semacam  itu  menjadikan  bangsa  Yahudi  menghadapi 
realitas kongkrit , yaitu adanya politik yang bijak yang mudah diterima dan gampang disetujui serta tidak 
mengakibatkan perperangan dan membatalkan perjanjian. Lebih‐lebih orang yang melakukan tipu daya 
sendiri tidak mengakui tipu dayanya. Maka yang timbul ditengah‐tengah masyarakat hanyalah dugaan‐
dugaan celaan tanpa diketahui secara yakin siapa sebenarnya yang melakukan tipu daya . 

P:  Tidaklah  disangsikan  lagi  bahwa  tindakan  semacam  itu  merupakan  kebijiaksaaan  yang  manusiawi, 
bukan  wahyu  ilahi  sama  sekali,  sedangkan  para  Nabi  seharusnya  melaksanakan  urusan  mereka 
berdasarkan wahtyu Tuhan kepada mereka dan bukannya berjalan sendiri yang terkadang bisa salah. 

M: Wahai pastur yang terhormat, memang langkah tersebut adalah kebijaksanaan manusiawi. Sebelum 
nya sudah saya terangkan kepada ada, bahwa sudah tentu Nabi itu di dalam hal‐hal tertentu bersikap 
dan bertindak seperti manusia biasa lainnya, agar dapat menjadi bukti bahwa dia tetap sebagai manusia 
biasa  sekalipun  menjadi  utusan  Allah.  Dengan  demikian  para  pengikutnya  tidak  bersikap  berlebih‐
lebihan terhadap dirinya dan tidak pula berkepercayaan bahwa dia sebagai Tuhan atau Putra Tuhan. 

Anda  harus  mengetahui  ,  wahai  pastur  yang  terhormat,  bahwa  penggunaan  tipu  daya  di  dalam  Islam 
hanya dibenarkan dalam keadaan – keadaan sangat memaksa dan kejadiannya pun dapat dihitung tidak 
lebih dari sejumlah jari tangan. 

Muhammad selanjutnya berkata kepadanya; ” dalam dialog ini kita cukupkan sampai disini saja, supaya 
besok dapat kita lanjutkan pada diaolog ke delapan belas”. 

ooOoo 

 
Dialog ke delapanbelas; 

SYARI’AT ISLAM SEBAGIAN BESAR BERASAL DARI  

TRADISI BANGSA ARAB 

Patur  z  pada  dialog  ini  melepaskan  tuduhannya  terakhir  menuju  sasaran  yang  tepat.  Dia  beranggapan 
dapat  menjatuhkan  iman  Muhammad  dan  mengambil  keuntungan  dari  dialog  ini  ,  sebab  pada  dialog‐
dialog  sebelumnya  ia  merasa  gagal  mencapai  maksudnya.  Karena  itu,  pada  kali  ini  ia  mencoba 
menggunakan  buku  “Tanwirul  Afham  fi  Mashaadiril  Islaami”  sebagai  alat  untuk  meruntuhkan  iman 
anak muda ini. Buku tersebut karya Dr. Single Bar Tysdal,  untuk mendukung pandangannya bahwa Islam 
adalah sebuah agama acuan dari beberapa adat Arab Jahiliyah , beberapa adat istiadat penganut Shabi‐I 
dan agama purbakala lainya, bukan turun dari Allah, sang Pastur memulai Pembicaraannya dengan kata‐
kata ; 

P:  Wahai  Muhammad  ,  saya  akan  ketengahkan  dalil  yang  kuat  kepada  anda  bahwa  sebagaian  ayat  Al 
Qur’an dan ketentuan‐ketentuan Islam berasal dari agama –agama lain dan kitab‐kitab suci yang telah 
ada di masa hidup Nabi anda, yang hingga sekarang kitab‐kitab tersebut masih ada. 

M:  Wahai  Pastur  yang  mulia,  silahkan  anda  ketengahkan  apa  yang  ada  pada  anda  itu.  Karena  maksud 
kita berdialog disini adalah mencari kebenaran dan bukan untuk tujuan‐tujuan lain.  

P: Islam banyak sekali mengambil adat kebiasaan Arab jahiliah, lalu menjadikannya sebagai syari’at yang 
turun  dari  Tuhan.  Itulah  sebabnya  maka  mereka  tidak  mau  kawin  dengan  ibu  dan  putri‐putrinya, 
menganggap  sangat  tercela  memadu  dua  saudara  perempuan,  mencala  seorang  yang  kawin  dengan 
bekas  Ibu  tirinya  yang  mereka  namakan  perkawinan  dlaizan.  Mereka  pergi  haji  dan  berumrah  ke 
Baitulah,  berihram,  Thawaf  ,  Sa’I  dan  Wukuf  di  tempat‐tempat  tersebut,  melempar  jumrah,  mandi 
janabat,  berkumur‐kumur,  mencucui  hidung,  mengusap  kepala,  bersiwak,  cebok,  memotong  kuku, 
mencabut  rambut  ketiak,  mencukur  bulu  kemaluannya  dan  khitan.  Merekapun  memotong  tangan 
pencuri dan lain‐lain lagi yang telah di ambil oleh Islam dari mereka untuk menjadi ajarannya. 

M:  Wahai  Pastur  yang  terhormat,  semua  itu  sedikitpun  tidak  ada  kebenarannya.  Apakah  anda 
mengharapkan  islam  membuang  tradisi  yang  baik  agar  tidak  dikatakan  orang  secara  ngawur  bahwa  ia 
tidak  mengambil  tradisi‐tradisi  tersebut  dari  bangsa  Arab  kemudian  dijadikannya  sebagai  syari’at  yang 
diturunkan  Tuhan  kepada  Nabi.  Adapun  bila  islam  meninggalkan  adat  yang  menyalahi  kebaikan  itu 
berarti  bukanlah  syari’at  yang  diturunkan  dari  Tuhan.  Sebab  syari’at  yang  diturunkan  dari  Tuhan 
mengakui kebaikan yang telah ditetapkan oleh pihak lain dan menolak kejelekan yang telah ditolak oleh 
pihak  lain.  Jika  islam  berbuat  berlainan  dari  hal  yang  semestinya  ini  berarti  suatu  kebodohan  dan 
membuktikan bukan sebagai syari’at yang diturunkan Tuhan.  

Memang bangsa Arab dahulu biasa menyembah patung, mengubur hidup‐hidip anak perempuan, hidup 
dalam kebodohan dan dosa. Namun Islam tidak mau mengikuti tradisi itu dan tetap mengakui beberapa 
tradisi  yang  memang  bernilai  baik.  Bahkan  Nabi  saw  telah  bersabda;  ”  aku  diutus  menjadi  Rasul 
hanyalah  untuk  menyempurnakan  akhlak  terpuji”.  Maka  salah  satu  dari  fungsi  beliau  ialah  tetap 
mengakui  kabajikan‐kabajikan  yang  sudah  ada  sebelumnya  dan  menyampaikan  seruan  kepada  akhlak 
luhur  yang  baru  yang  menjadi  tujuan  kerasulannya,  sehingga  yang  baru  ini  menyempurnakan 
kekurangan  yang  lama  dan  tidak  membuang  begitu  saja  hasil  akhlak  utama  yang  telah  ditimbun  oleh 
akhlak tercela dan tidak redup cahayanya di tengah‐tengah kegelapan dosa. 

P:  Sekelompok  bangsa  Arab  yang  berpikiran  waras  dan  jujur  memang  telah  menyampaikan  seruan 
perbaikan  seperti  yang  diserukan  oleh  Nabi  anda,  Yaitu  seruan  Tauhid  dan  lain  sebagainya.  Namun 
mereka tidak ada yang mengaku dirinya mendapat wahyu sebagaimana pengakuan Nabi anda. Bangsa 
Quraisy pada suatu hari raya mereka telah berkumpul di sekeliling salah satu berhala mereka, tetapi ada 
empat orang diantara mereka yang menarik diri dari kepercayaan kotor ini. Mereka itu ialah; Waraqah 
bin  Naufal,  Ubaidillah  bin  Jahsy,  Utsman  bin  Huwairits  dan  Zaid bin  Amr  bin  Nufail.  Kemudian  mereka 
berkata sesamanya; “ saling bersahabatlah dan saling merahasiakanlah dengan yang lain. Perhatikanlah, 
demi  Allah  ,  kaummu  ini  sama  sekali  tidak  benar.  Mereka  telah  menyesatkan  agama  nenak  moyang, 
yaitu Ibrahim. Apa  perlunya sebuah  batu  dimohoni  , padahal  tidak bisa mendengar dan melihat,  tidak 
merugikan dan tidak memberikan mamfaat. Wahai kaumku , renungkanlah diri kamu. Demi Allah kalian  
ini sama sekali tidak dalam kebenaran. 

Mereka  ini  berpencar  ke  berbagai  negeri  untuk  mencari  jalan  lurus  agama  Nabi  Ibrahim.  Adapun 
Waraqah,  ia  kemudain  masuk  Nasrani.  Sedangkan  Ubaidilah  bin  Jahsy  tetap  berpegang  kepada 
pikirannya sendiri sempai datangnya agama islam, lalu masuk islam, kemudian ia hijrah ke Habsy, masuk 
Nasrani  di  sana.  Adapaun  Utsman  bin  Hawairits  datang  kepada  raja  Romawi    ,  lalu  masuk  Nasrani. 
Sedangkan  Zaid  bin  Amr  tidak  masuk  ke  agama    Yahudi  maupun  agama  Nasrani,  tetapi  meninggalkan 
agama  kaumnya  dan  menjauhi  berhala,  makan  bangkai,  darah  dan  sembelihan‐sembelihan  untuk 
sesajen,  serta  melarang  orang  menguburkan  anak  perempuan  hidup‐hidup.  Ia  berkata;  “  aku 
menyembah Tuhannya Ibrahim dan menyatakan celaan terhadap tradisi yang diikuti oleh kaumnya. 

Dari  tokoh‐tokoh  pencari  kebenaran  tersebutlah  Nabi  anda  mengambil  dahwahnya  dan  beliau  hidup  
sezaman  dengan  mereka  serta  mempunyai  hubungan  kerabat  dari  berbagai  orang  diantara  mereka. 
Kemudian  beliau  mengaku  mendapat  wahyu  ,  padahal  mereka  tidak  pernah  melakukan  pengakuan 
seperti itu. 

M:  Amat  jauh  berbeda  antara  dakwah  Nabi  kami  dengan  dakwah  tokoh‐tokoh  pencari  kebenaran 
tersebut.  Mereka  ini  mencari  agama  Nabi  Ibrahim  dengan  melihat  kepada  masa  lalu,  bukan  melihat 
kepada masa itu dan akan datang. Mereka sama sekali tidak memiliki tujuan kepada seruan yang baru 
dan memikirkan agama baru. Lantaran itu tiga diantara mereka merasa puas menjadi orang Nasrani dan 
merasa  telah  cukup  menemukan  suatu  tujuan  yang  dekat  dan  puas  dengan  cita‐cita  yang  terbatas. 
Adapun orang yang ke empat , Zaid bin Amr , merasa senang dengan dengan kemampuan dirinya untuk 
bisa  mencapai  hal‐hal  yang  merupakan  bagian  dari  agama  Ibrahim  sesuai  dengan  ijtihadnya.  Padahal 
ijtihat  itu  tempat  pijakannya  adalah  dugaan,  belum  tingkat  yakin.  Sebab  itu  ia  pernah  berkata  kepada 
kaumnya  ;  “wahai  golongan  Quraisy  ,  demi  Tuhan  yang  menguasai  Zaid  bin  Amr,  tidak  seorangpun 
diantara  kalian  ini  yang  menjadi  pemeluk  agama  Ibrahaim,  kecuali  aku”.  Selanjutnya  ia  berkata;  “ya 
Tuhan,  sekiranya  aku  tahu  sesuatu  jalan  apapun  yang  lebih  menjadikan  kecintaan  terhadap  diri  MU  , 
niscaya aku akan gunakan untuk menyembahMU”. Tetapi sayang aku tidak tahu”. Kemudian ia sujud di 
atas tapak tangannya.  

Cobalah perbandingkan hal ini dengan dakwah baru yang diserukan oleh Nabi kami. Cobalah perhatikan 
ajaran ini dibandingkan denga agama baru yang telah membuat seluruh dunia, timur maupun baratnya 
terguncang. Bahkan bagian utara dan selatannya. Agama ini telah mengancurkan kemaharajaan Romawi 
dan kekaisaran Parsi serta agama‐agama lain menjadi lemah di hadapannya dan kebekuannya menjadi 
meleleh dihadapan langkah pembaharuannya. 

Dakwah Zaid bin Amr terbatas di dalam hal‐hal sebagai berikut; 

1. Menolak menyembah berhala 

2. Mengakui keEsaan Allah 

3. Mempercayai pahala dan siksa 

4. Melarang mengubur bayi perempuan hidup‐hidup 

Bagaimana keempat hal ini hendak dijadikan perbandingan dengan syari’at yang bagaikan lautan lepas 
jangkauannya,  yang  meliputi  ;  “Aqidah,  Ibadah,  dan  Muamalah?  Syari’at  islam  yang  mengungguli 
perundang‐undangan  Romawi  telah  menyebabkan  kemenangannya.  Syari’at  islam  yang  disaingi  oleh 
filsafat  Yunani,  ternyata  mempu  mengalahkannya.  Begitu  pula  ia  disaingi  oleh  zaman  demi  zaman, 
namun kekokohannya tidak rapuh. 

Apakah hal seperti ini merupakan kerja seseorang laki‐laki yang nota bene buta huruf hidup di tengah 
lingkungan  ynag  buta  huruf  pula?  Tidak,  sama  sekali  tidak.  Ini  menandakan  benar‐benar  wahyu  Ilahi 
yang  mengantarkannya  kepada  semua  tuntunan  luas  itu  dan  menjadikan  seluruh  jagad  objek 
dakwahnya,  padahal  beliau  tidak  mempunyai  daya  dan  kekuatan  apapun  serta  umatnya  tidak 
mempunyai Negara seperti yang dimiiki oleh umat‐umat lain. 

P:  Memang,  di  tengah  bangsa  Arab  ada  sekelompok  penganut  Shabi‐i.  asal  kaum  penyembah  bintang 
adalah  Dariu  Suryani  (Babilon).  Mereka  mengaku  agamanya  berasal  dari  Nabi  Syit  dan  Idris.  Shalat 
mereka ada tujuh, yang lima sesuai dengan waktu‐waktu shalat muslimin, yang ke enam adalah sahalat 
dhuha, yang juga terdapat pada kaum muslimin. Beda shalat ini hukumnya sunat pada kaum muslimin. 
Yang ketujuh waktunya ialah jam enam tepat malam hari. Merekapun mempunyai shalat jenazah, tanpa 
ruku’  dan  sujud.  Mereka  berpuasa  sebulan  dalam  setahun,  seperti  kaum  musklimin,  tetapi  waktunya 
ialah mulai perempat malam terakhir sampai matahari sampai matahari terbenam. Puasa semacam ini 
hampir serupa dengan puasa kaum muslimin. 

Apakah  persamaa‐persamaan  yang  aneh  ini  terjadi  secara  kebetulan?  Tidak  sama  sekali  tidak.  Namun 
sebenarnya Nabi anda telah mengambil tata cara shalat dan puasa kaum Shabi‐I ini, kemudian mengaku 
diberi wahyu dengan kedua macam ibadah ini. 
M: Wahai Pastur, harap anda ketahui adalah tidak rasionil Nabi kami datang sebagai Nabi terakhir, untuk 
mengoreksi syariat‐syariat mereka yang telah diselewengkan, menyempurnakan yang masih kurang, dan 
membawa  syariat  baru  yang  sempurna,  guna  mengakhiri  syariat‐syariat  sebelumnya,  kemudian  di 
dalamnya  tidak  terdapat  beberapa  persamaan  dengan  syariat‐syariat  lain  dalam  pokok‐pokok  yang 
sama,  seperti  Tauhid,  Shalat,  Puasa  dan  lain  sebagainya.  Karena  pokok‐pokok  semacam  ini  tidaklah 
mungkin bisa terjadi  pergantian atau perubahan. Bahkan di dalam hal ini wajib sama. Karena itu Allah 
berfirman dalam surat Asy Syura 13; 

“ Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -Nya orang yang
kembali (kepada-Nya) (QS Asy Syura’42 : 13)”.

Maka  tidak  aneh  shalat  yang  ada  di  dalam  Islam  waktunya  sama  dengan  beberapa  waktu  shalat  yang 
terdapat  pada  agama‐agama  langit  sebelumnya.  Tidak  aneh  bilamana  puasa  di  dalam  Islam  dalam 
beberapa hal serupa dengan pada agama‐agama tersebut. Dengan ini berarti lebih membuktikan bahwa 
benar‐benar  ibadah  tersebut  diwahyukan  kepada  beliau.  Sebab  kalau  beliau  hanya  berpura‐pura 
mengaku  mendapat  wahyu,  niscayalah  hal‐hal  semacam  ini  berusaha  disembunyikan.  Karena  seorang 
pendusta  berusaha  sedapat  mungkin  menyembunyikan  kebohongannya  dan  tidak  mau 
mengetengahkan sesuatu yang bisa dijadikan alat celaan kepada tindakannya. 

Sesudah  Nabi  Musa  banyak  sekali  Nabi  yang  muncul  tidak  terhitung  banyaknya.  Namun  mereka  tidak 
mempunyai syariat baru yang mereka bawa bersama kebangkitan mereka sebagai Nabi. Mereka hanya 
menguatkan  syariat Taurat  yang telah diturunkan kepada Musa. Bahkan Nabi Isa As sekalipun datang 
hanya  untuk  memperkuat  Taurat  juga.  Tidak  ada  perbedan  dengan  syariat  Musa,  kecuali  dalam 
beberapa hal kecil. Hal yang terjadi pada Nabi‐Nabi anda ini ternyata anda dapat menerimanya, wahai 
Pastur.  Padahal  syariat  kami  menemukan  adanya  syariat‐syarat  agama  sebelumnya  telah  dirubah  dan 
diselewengkan.  Karena  itu  lalu  diluruskan  mana  yang  perlu  diluruskan,  ditambah  mana  yang  perlu 
ditambah , sehingga tampil sebagai syariat‐syariat yang sempurna berbeda dari syariat‐syariat yang lain, 
kecuali  hanya  terdapat  di  dalam  pokok‐pokok  yang  memang  tidak  bisa  berubah  karena  perubahan 
zaman. Adakah suatu hal yang patut kalau anda dapat menerima apa yang telah berlaku pada Nabi‐Nabi 
anda,  tetapi  anda  mengingkari  hal  yang  sama  pada  syariat  Islam?  Pada  hal  syariat  islam  merupakan 
penutup yang tidak mungkin terlepas dari adanya kesamaan dengan agama‐agama langit sebelumnya. 

P: Di  dalam buku  Avista, karya Zoroaster, seorang Parsi, disebutkan manusia itu mempunyai kehidupan 
yang  mutlak,  yaitu  kehidupan  dunia  dan  memunyai  kehidupan  pembalasan,  yaitu  kehidupan  akhirat. 
Manusia  juga  mempunyai  buku  catatan    amal.  Apabila  telah  meninggal  setelah  lewat  tiga  hari  ,  maka 
jiwanya akan merasakan kesenangan atau penderitaan. Kemudian keluarganya akan melakukan upacara 
keagamaan  sebagai  upaya  mengambil  hati  terhadap  rohnya.  Selanjutnya  si  mayat  akan  dihisab,  lalu  ia 
akan  berjalan  diatas  sebuah  jembatan  memanjang    di  atas  jurang  neraka  jahanam.  Bila  dia  seorang 
mukmin , maka jembatan  ini akan melebar sehingga yang bersangkutan bisa meniti sampai ke syorga. 
Tetapi kalau dia orang kafir, maka jembatan ini menyempit hingga lebih kecil dari seutas rambut, maka 
yang bersangkutan tidak dapat melewatinya. Bahkan ia akan jatuh ke dalam jahanam. Bila kebaikan dan 
keburukan  seseorang  sama  banyaknya,  maka  ia  akan  tertahan  di  suatu  bukit,  sampai  perkaranya 
diputuskan,  lalu ia masuk neraka atau syurga. 

Ajaran ini diambil oleh Nabi anda , dan beliau mengaku mendapat wahyu semacam ini. Padahal ajaran 
tersebut ratusan tahun sebelumnya telah ada di dalam kitab tersebut. 

M: Wahai pastur, persoalan ini sama halnya dengan persoalan tauhid, shalat, puasa dan lain‐lain pokok‐
pokok syariat yang tidak berubah pada semua syariat‐syariat langit. 

P: Wahai Muhammad, apakah anda beranggapan bahwa Zoroaster itu seorang Nabi? 

M: Wahai pastur, dalam agama kami tidak ada sesuatu halangan yang mengingkari adanya kemungkinan 
Zoroaster sebagai seorang Nabi, Allah berfitman di dalam surat Fatir 24; 

Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada
padanya seorang pemberi peringatan (QS Fathir 35: 24)”.

P:  Zoroaster  di  dalam  kitab  Avista  menyebutkan  ada  dua  Tuhan,  Tuhan  baik  dan  Tuhan  buruk. 
Bagaimana dengan ajaran ini ia dapat dianggap sebagai Nabi. 

M:  Tuhan  buruk  di  dalam  kitab  itu  yang  dimaksud  adalah  iblis.  Karena  kepercayaan  terhadap  ketuhan 
iblis ini merupakan tindak penyelewengan bangsa Parsi terhadap agama Zoroaster. 

P: Sebagian kisah‐kisah yang ada di dalam Al Qur’an berasal dari sebagian buku‐buku fiktif pada bangsa 
Yunani dan dari sebagian buku‐buku agama Nasrani yang telah dinyatakan tertolak. Misalnya kisah Qabil 
dan Habil yang terdapat di dalam surat Al Maidah 27‐31; 

Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia berkata (Kabil): "Aku pasti
membunuhmu!" Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang
yang bertakwa" 27. "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku,
aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya
aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam 28." "Sesungguhnya aku ingin agar kamu
kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi
penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang lalim.29" Maka hawa
nafsu Kabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah,
maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi 30. Kemudian Allah menyuruh seekor
burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Kabil) bagaimana dia
seharusnya menguburkan mayit saudaranya. Berkata Kabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku
tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayit saudaraku ini?"
Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal (QS Al Maidah 5:27-31)”.

Kisah ini dalam bentuk perinciannya semacam ini tidak ada di dalam Taurat. Tetapi adanya pada kitab 
Tarham, termasuk buku‐buku fiktif Yahudi yang bernama ; Bir, Sylma dan lain‐lain. 

M:  Buat  kami  tidak  penting  tentang  adanya  kisah‐kisah  Al  Qur’an  dalam  Taurat  anda  atau  Injil  anda, 
yang  anda  sendiri  menerimanya  di  lain‐lain  tempat.  Tetapi  yang  penting  bagi  kami  ialah  kisahnya  itu 
sendiri.  Ada  suatu  standar  untuk  menilai  kisah  yang  benar  atau  fiktif  maka  untuk  menentukan  kisah‐
kisah itu benar atau tidak, harus kembali kepada standar. Dan kami  bisa menerima penilaian itu dengan 
akal sehat. 

Kisah‐kisah Al Qur’an dimana pun sejalan dengan standar penilaian ini. Jadi tidak penting bagi Al Qur’an 
adanya  kisah‐kisah  tersebut  ada  pada  kitab  apapun  yang  ada  sebelumnya.  Sebab  tujuan  Al  Qur’an 
mengemukakan  kisah‐kisah  itu  adalah  untuk  memberikan  nasehat  yang  ada  di  dalamnya  dan  tujuan 
yang dimaksud kisah‐kisah tersebut.  

Kemudian sang pasur berkata; “ kami mempunyai sebuah buku yang berjudul keprcayaan paganism di 
dalam  agama  masehi”.    Cobalah  anda  berikan  kepada  kami  buku  semacam  ini  dalam  agama  islam  , 
sebab  dengan  demikian  adanya  keyakinan  yang  benar  yang  ada  di  dalam  agma‐agama    lain  tidak 
menjadikan  nya  negative  terhadap  islam.  Tetapi  bila  terdapat  aqidah‐aqidah  paganisme  akan 
menjadikannya negative seperti yang terdapat dalam agama masehi”. 

Disini  sang  Pastur  beranggapan  dapat  melepaskan  tusukan  terakhirnya  untuk  menghancurkan  logika 
kebenaran yang disampaikan oleh pemuda yang cerdas dan polos  ini. Sang  Pastur memberi persolaan 
kepada Muhammad untuk dibicarakan di dalam dialog berikutnya. 

ooOoo 

Dialog ke sembilanbelas ; 

MENGAPA SAYA MENJADI MUSLIM?  

DAN MENGAPA SAYA MENJADI NASRANI? 

Kali ini Muhammad yang mulai berbicara. Karena pastur Z telah memberikan tuduhan‐tuduhannya yang 
terakhir pada dialog ke 18. Sebelumnya sang Pastur sering kali menghadapi Muhammad sebagai pihak 
penyerang,  sedangkan  Muhammad  menempatkan  diri  sebagai  pemberi  penjelasan.  Tetapi  di  dalam 
dialog kali ini kedudukannya berubah. Muhammad memulai pembicaraannya dengan pernyataan; 

M: Kini telah jelas bagi anda, wahai pastur yang terhormat, mengapa saya menjadi muslim? Telah saya 
jelaskan  kepada  anda  pokok  dan  cabang‐cabang  ajaran  islam.  Di  dalam  pokok  dan  cabang  yang 
manapun  dari  ajaran  islam  tidak  ada  yang  perlu  dilakukan  perubahan  sehingga  menyimpang  dari 
dasarnya  yang  pokok.  Tetapi  kaedah‐kaedah  dan  cabang‐cabang  itu  sebelumnya  bersifat  permanen 
sebagaimana adanya sejak diturunkan, tanpa ada perubahan maupun penggantian. Setiap muslim pada 
setiap masa dan generasi menyerukan pokok dan cabang‐cabang tersebut, sehingga tidak ada sesuatu 
alasan yang mendorongnya harus melihat kebelakang atau miring ke kanan ataupun ke kiri. 

P:  Wahai  Muhammad,  kami  tidak  memerlukan  pembicaran  seperti  itu.  Tetapi  yang  kita  perlukan  ialah 
tindak selanjutnya itu apa? 

M: Saya ingin bertanya kepada anda dalam dialog ini, mengapa anda menjadi seorang nasrani, supaya 
masyarakat bisa mempertimbangkan dua jawaban tersebut, yaitu seorang menjadi Muslim atau menjadi 
Nasrani? 

1. Mengapa saya menjadi muslim? 

2. Mengapa saya menjadi nasrani? 

P: Kami mempunyai sebuah buku berjudul “ Mengapa saya menjadi Nasrani?, karya Frank Kraen yantg 
telah diterjemahkan kedalam bahasa Arab oleh Archimendirit Antonius. Disana anda Muhammad dapat 
membacanya apa yang ingin anda peroleh jawabannya dari pertanyaan, mengapa aku menjadi Nasrani. 

M: Saya telah mengkaji buku ini. Karena itulah saya jadikan pokok bahasan pada dialog ini dan justru di 
dalam  buku  itu  merupakan  suatu  titik  balik  buat  anda  setelah  anda  memperkenalkan  buku  tersebut 
kepada saya. 

Penulis  buku  ini  pada  halaman  21,  dibawah  judul  “  Mengapa  saya  menjadi  nasrani”    berkata  sebagai 
berikut;  “ Perselisihan paham yang secara permanen menimpa berbagai golongan Kristen sepanjang
generasi sama sekali tidak berpengaruh pada pikiranku. Bila anda bertanya kepadaku, apakah saya
percaya kepada Trinitas atau keEsaan, sebenar nya sama saja nilainya dengan pertanyaan anda
padaku apakah aku megikuti aliran paganisme atau kontra paganisme? “  

Selanjutnya ia menulis; 

“ Aku ingin menjelaskan sebab-sebab yang menjadikan aku mau menamakan diriku sebagai
seorang Nasrani, yang dengan demikian akan dapat membantu mayoritas orang-orang Nasrani
untuk bisa memahami kenasraniannya. Sebab banyak orang yang mengaku menjadi nasrani,
namun perbuatannya berlawanan dengan ajaran Nasrani. Sebaliknya banyak orang yang
melaksanakan ajaran nasrani, walaupun tidak menyebut dirinya sebagai seorang Nasrani”.

Kemudian ia menutup tulisannya dengan mengatakan;  “ jika anda bertanya kepadaku, mengapa saya


percaya kepada Trinitas atau Keesaan Tuhan, atau apakah aku Katolik atau Proterstan, atau apakah
aku seorang aliran Methodis atu Mormon? Maka pertanyaan ini sama nilainya dengan anda
bertanya kepadaku apakah saya beraliran Paganisme atau Kontra paganisme”.

 
Hal seperti ini ia tulis kembali pada halaman dalam buku itu ; 

“ tentang pembicaraan Trinitas, apakah Tuhan itu satu di dalam tiga oknum (tuhan Bapak,
tuhan putra, dan ruhul kudus) atau hanya Tuhan yang tunggal tanpa oknum , maka persolan ini
adalah suatu masalah yang tidak sanggup saya mengerti. Pesoalan ini jauh lebih tinggi dari
keampuan akalku untuk memahaminya. Persoalan ini tidak berpengaruh pada kehidupanku
sebagai seorang Nasrani, selagi saya beriman kepada kekuatan ilaiyah yang begitu agung di
dalam semua penampilan kehidupan. Adapun orang beranggapan Tuhan akan murka kepadaku
karena aku belum bisa percaya kepada suatu hal yang tidak dapat saya mengerti, menurut
keyakinanku hanyalah suatu persangkaan yang tidak benar sama sekali”

Selanjutnya pada halaman 256 ia menulis ; 

“ saya sungguh-sungguh sangat percaya bahwa banyak pembaca buku ini akan mengatakan
bahwa penulis buku ini sama sekali tidak tepat untuk dikatakan sebagai seorang Nasrani yang
punya iman. Menurut pendapatku, pembaca seperti itu telah mengklaim dirinya sendiri dan saya
sebenarnya adalah orang yang dianggap kafir oleh mayoritas aliran dan golongan orang yang
menyangka dirinya sebagai orang Nasrani. Sebab saya berkeyakinan bahwa bagian terbesar dari
pokok ajaran Nasrani adalah penjelmaan ajaran berhala”

Pada  hal  39  di  bawah  judul  ;  “  Kepercayaanku  kepada  Al  masih  tidaklah  berdasarkan  keyakinan  yang 
resmi”  

Ia menulis;  “ saya percaya kepada Yesus dan menganggapnya sebagai salah seorang guruku. Aku
namakan diriku salah seorang muridnya. Namun kekuatan yang mendorong berbuat seperti ini
hanyalah semata-mata timbul dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Yesus yang tertulis
di dalam halaman-halaman Injil. Aku tidaklah percaya bahwa Yesus sebagai putra Allah saja.
Sebab ada golongan manusia mengatakan bahwa dia adalah Tuhan itu sendiri. Tetapi golongan
lain mengatakan , bahwa dia hanyalah tokoh besar. Sebenarnya saya hanya percaya bahwa
beliau adalah satu-satunya guruku. Bagi saya tidaklah ada bedanya apakah ia sebagai Tuhan
yang turun dari langit lalu menghabiskan beberapa tahun tinggal di bumi, atau ia sebagai
pemimpin diantara pemimpin-pemimpin yang bijak dan menghabiskan umurnya sebagaimana
makhluk hidup lainnya? Di dalam kondisi seperti ini saya beranggapan bahwa apa yang
dikatakan dan dilakukan oleh beliau sudahlah cukup untuk memberikan pengajaran padaku dan
keberuntungan kepadaku.”

Wahai pastur yang terhormat, apakah arti omongan sang penulis ini? Bukankah dengan omongannya itu 
, sedikitnya telah menunjukkan kelemahannya untuk membuktikan kebenaran ajaran Trinitas? Dan lebih 
jauh lagi bukanlah omongannya itu berarti meragukan atau mengingkari ajaran  Trinitas. 

Apakah  kepercayaan  Trinitas  itu?  Bukankah  Trinitas  merupakan  kepercayaan  Kristen  yang  pokok? 
Bukankah  pula  merupakan  ajaran  yang  paling  penting  silahkan  anda  menjawab  pertanyaanku,  wahai 
Pastur. 
P:  Memang  pertanyaan  seperti  itu  sudahlah  satu  keraguan  dan  kekafiran  terhadap  Trinitas.  Dan  dia 
sama sekali bukan termasuk dari kalangan Nasrani kami. 

M:  Pada  halaman  159  dari  buku  yang  sama  dibawah  judul  “  Kebimbangan  terhadap  keselamatan”  ia 
menulis sebagai berikut ; 

“ Bagaimana orang berkeyakinan bahwa Yesus datang ke dunia untuk mempertegas penebusan
dosa-dosa kita, atau dengan kata lain untuk memelihara kita?

Selanjutnya dia berkata; 

“ Keselamatan yang sesungguhnya di dalam hidup adalah keselamatan yang diperoleh


berdasarkan amal anda setiap hari. Adapun keselamatan yang anda impi-impikan akan anda
peroleh sesudah mati, ibaratnya serupa dengan pelangi yang tampak indah dan menarik bagi anda
menjelang Matahari terbenam. Ia tampak indah lantaran nun jauh di sama dari anda. Tetapi bila
anda dapat dekat ke tempat itu, akan ternyatalah hanya sebuah goresan yang gelap”.

Iapun selanjutnya berkata; 

“ Di dalam agama Nasrani ini sendiri, ajarannya membuat kami tidak bisa mengerti kepercayaan
penebusan dosa. Kami tidak mengerti bagaimana supaya kami dapat memperoleh manfaat dari
kepercayaan seperti itu. Kepada kami diberikan gambaran palsu bahwa hidup ini akan berbekah ,
hanyalah bisa terujud dengan baik pada diri kami sesudah kami hidup dialam akhirat. Hidup
yang berbarokah adalah suatu keharusan adanya disana. Sedangkan penebusan dosa ternyata
tidak bisa menjadi satu kekuatan yang dapat menyelamatkan kami dari penderitaan di dunia ini.
Bahkan ia harus menjadi suatu kekuatan yang mengangkat jiwa kami ketingkat kesempurnaan
tertinggi, sehingga kami bisa hidup berlimpah dengan berkah dan kebahagaiaan “.

Iapun selanjutnya berkata ; 

“ Sungguh sangat salahlah mereka yang menggunakan kata penebusan dengan pengertian
menyelamatkan manusia dari siksa neraka jahanam di akhirat kelak. Karena kepercayaan seperti
ini sama sekali bukan ajaran Nasrani tetapi ajaran agama berhala kuno yang diambil dari
kepercayaan fiktif bangsa Yunani dari Mesir serta merupakan kepercayaan mereka tentang alam
kedua yang bersifat rahasia”.

Apa  artinya  dari  omongan  penulis  ini  wahai  pastur?  Bukankah  ini  suatu  kekafiran  terang‐terangan 
terhadap kepercayaan penebusan dosa? Apakah sebenarnya kepercayaan ini suatu hal yang terpenting 
di  dalam  agama  anda?  Bukankah  pengingkaran  kepercayaan  ini  sama  artinya  dengan  mengingkari 
kepercayaan  penyaliban  dan  penebusan  dosa?  Apa  artinya  penulis  bersikap  meragukan  adanya  alam 
kedua sesudah mati? Benarkan alam kedua ini merupakan aqidah ajaran berhala yang bersumber dari 
kepercayaan bangsa Yunani dan Mesir? 

P: Memang , sikap seperti itu adalah pengingkaran aqidah penebusan dosa. Dan dia sama sekali bukan 
dari golongan pengikut Nasrani kami. 
M: Selanjutnya sebagai penutup suatu pasal yang bejudul  “ kebimbangan terhadap doktrin pembagian
masyarakat ke dalam kelas-kelas”.

Banyak orang berkata ;  “ agama nasrani sepanjang masa perkembangannya, pemeluknya


mengalami kekecewaan dan kegagalan” hal serupa ini pernah kami perbincangakan bersama.
Tatcher Town: 

“ Prinsip-prinsip ajaran Nasrani belum pernah sama sekali diuji dalam kehidupan nyata, agar
seseorang berani mengambil suatu ketetapn terhadap nilai-nilainya. Tetapi apabila seluruh dunia
atau bagian manapun dari dunia ini mencoba ajaran-ajaran Yesus dan prinsip-prinsipnya , maka
pada saat itu lah mereka berhak untuk mengaku sebagai Nasrani karena telah membuktikannya.
Tetapi selama kita membatasi kenasranian kita dalam bentuk menyenandungkan doa ratapan,
membaca pujian, melaksanakan upacara dan adat kebesaran menurut tatacara penyembahan
berhala dan tradisi ibadah mereka, maka sama sekali kita tidak berhak untuk mengaku
melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Nasrani”.

Selanjutnya dengan kalimat yang senada dibawah  judul “ Bagaimana saya memahami agama Kristen”, 
halaman 201, ia menulis ; 

“ Yesus datang ke dunia ini adalah untuk mengajarkan kepada manusia bagaimana cara hidup di
dunia ini, bukan untuk membangun agama baru yang diatasnamakan diriNYA”

Selanjutnya ia berkata; 

“ Kalau saya membicarakan agama Yesus, saya membicarakan dengan sikap penuh ragu dan
bimbang. Sebab saya tidak percaya Yesus seperti seorang pengajar agama . Sebab kata “ agama”
di dalam perjanjian baru hanya dipakai satu kali saja. Padahal menurut sepanjang pengetahuan
kami, Yesus sama sekali tidak pernah menggunakan kata “agama” ini. Karena itu terbayang pada
diri saya, bahwa sesungguhnya beliau adalah seorang yang luas ilmunya lagi mengerti benar
rahasia kehidupan ini lebih banyak daripada yang dipahami oleh siapa pun dari imam Nasrani.
Beliau telah mencapai tingkat makrifat tinggi. Ia telah memahami hakekat syariat-syariat yang
agung yang mengajarkan jalan –jalan hidup di dunia ini. Namun saya sering sekali tetap ragu,
bahwa beliau bermaksud untuk membangun suatu agama baru sebagaimana keraguan saya
kepada maksud beliau untuk membentuk suatu kelompok yang menggunakan nama beliau.

Wahai  pastur,  apakah  masih  ada  hal  yang  lebih  keras  dari  pada  sikap  penulis  ini    dalam  mengingkari 
ajaran  Nasrani?  Adakah  pula  sikap  lain  yang  lebih  luas  dari  ini  yang  menyatakan  keingkaran  terhadap 
nasrani  sebagai  suatu  agama?  Karena  itu  untuk  selanjutnya  masih  adakah  suatu  jawaban  yang  benar 
yang  dapat  digunakan  oleh  penganut  Nasrani  untuk  menjawab  pertanyaan;  “  mengapa  aku  menjadi 
seorang nasrani?  

Wahai  pastur,  sebenarnya  isi  dari  kitab  yang  anda  sebutkan  itu  namanya  bertentangan  dengan  isinya. 
Mestinya buku tersebut dinamakan; “Mengapa saya tidak masuk Nasrani?”. 
Pastur  Z  tidak  menjawab  sepatah  katapun.  Bahkan  ia  meminta  kepada  Muhammad  agar  berhenti 
sampai disini pembicaraan dialognya. Kemudian kedua orang ini sepakat akan mengakhiri dialog‐dialog 
sekali  lagi.  Pastur  Z  menjanjikan  kepada  Muhammad  untuk  mengungkapkan  rahasia  besar  kepadanya 
besok.. 

Rahasia  ini  menerangkan  tujuan  tersembunyi  dari  segala  gerak  langkah  yang  selama  ini  dilakukan 
misionaris  Nasrani.  Iapun  akan  menjelaskan  betapa  besar  dana  yang  dibelanjakan    oleh  berbagai 
pemerintah Eropah dan Amerika dalam kegiatan misinya, padahal pemerintah Negara‐negara tersebut 
adalah sekuler (non agama) dan tidak  peduli dengan urusan agama. 

ooOoo 

Dialog ke duapuluh; 

MENGAKUI KEBESARAN ISLAM HARUSKAH  

MENINGGALKAN AGAMA‐AGAMA YANG LAIN? 

Pastur  Z  bermaksud  dialog  kali  ini  adalah  terakhir.  Sebab  dia  menghadapi  Muhammad  sebagai  lawan 
bicara  yang  kuat  argumentasinya,  tepat  memberikan  alasan,  cepat  menyampaikan  pikiran.  Maka  ia 
kemudian mulai pembicaraanya sebagai berikut; 

P:  Kalau kita dapat menerima kebenaran agama anda, itu berarti kami harus meninggalkan agama kami 
untuk pindah ke agama anda. Karena Al Qur’an anda telah menyebutkan bahwa agama kami akan tetap 
ada sampai hari kiamat. Inilah firman tuhan dalam surat Ali Imran 55‐57’ 

(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir,
dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat.
Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang
selalu kamu berselisih padanya"55. Adapun orang-orang yang kafir, maka akan Ku-siksa mereka
dengan siksa yang sangat keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong 56.
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, maka Allah akan memberikan
kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-
orang yang lalim (QS Ali Imran 3:55-57)”.

 
Karena itu silahkan wahai anak muda , anda tetap dalam agama anda dan kami tetap dalam agama kami. 

M: Wahai Pastur yang terhormat. Omongan anda itu benar kalau yang dimaksudkan oleh ayat Al Qur’an 
tersebut  itu  “  dan  menjadikan  mereka  yang  mengikuti  engkau”  adalah  pemngikut  dari  agama  Nasrani 
yang sudah dipalsukan. Namun sungguh sangat jauh dari pengertian semacam itu. Tetapi yang dimaksud 
dengan “mereka yang mngikuti engkau” ialah kaum muslimin yang menjadi pengikut Nabi Muhammad 
saw.  Adapun  orang  Yahudi  ,  mereka  telah  mendustakan  Nabi  Isa  As,  sedangkan  kaum  Nasrani  telah 
mendustakan  Nabi  Muhammad  saw  dan  memalsukan  kitab  sucinya.  Yang  dimaksud  dengan  “mereka  
yang  mengikutinya”  yang  memiliki  kekuatan  argumentasi  di  sepanjang  zaman  dan  segala  keadaan, 
punya  kekuasaan  dan  mampu  menjadi  pemenang  di  saat  golongan  ini  muncul  dan  teguh  berpegang 
pada agamanya, maka sebenarnya sifat‐sifat tersebut secara tepat adalah dimiliki oleh kaum muslimin. 
Karena  mereka  inilah  sebagai  pengikut  dalam    pokok‐pokok    ajaran  islam  walaupun  dalam  cabang‐
cabangnya mereka menyalahi. Dapat juga kaum Nasrani di kategorikan sebagai halnya kaum muslimin di 
dalam  mengikuti  pokok  ajaran  tersebut  sebelum  datangnya  ajaran  islam.  Sebab  kaum  nasrani  secara 
garis besar telah mengikuti ajaran beliau sampai saat Islam datang. Namun, setelah islam menjelaskan 
kepada mereka adanya tindakan pemalsuan terhadap agama mereka, maka ciri‐ciri tersebut sudah tidak 
lagi mereka dapati. Karena itu hanya tinggal kaum muslimin saja yang menepatinya. Sebab itu mereka 
lah menjadi golongan yang lebih patut dikatakan sebagai pengikut Nabi yang dikabarkan kedatangannya 
oleh  Isa  dari  pada  golongan  Nasrani.  Begitu  pula  adalah  kaum  muslimin  yang  lebih  patut  dikatakan 
sebagai  pengikut  pada  Nabi  Isa  dari  pada    umat‐umat  lain.  Allah  telah  menjelaskan  di  dalam  surat  Al 
Baqarah apa yang dimaksud ayat‐ayat surat Ali Imran di atas. Allahpun  menjelaskan bahwa kami lebih 
patut menjadi orang yang mengikuti Nabi isa dan Nabi‐Nabi sebelumnya sebagaimana firmanNya dalan 
surat al baqarah 130‐133; 

“ Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya
sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar
termasuk orang-orang yang saleh 130. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!"
Ibrahim menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam" 131. Dan Ibrahim telah
mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): "Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam"132. Adakah kamu hadir ketika Yakub kedatangan (tanda-
tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?"
Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail
dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.
(QS Al Baqaraah 2:130-133)”.

Jadi  orang  islamlah  yang  benar‐benar  beriman  kepada  kitab‐kitab  yang  diturunkan  kepada  para  Nabi 
terdahulu itu. Sedangkan umat Yahudi dan Nasrani sama sekali bukan dari golongan pengikut Nabi‐Nabi 
itu. 

 
Allah berfirman di dalam surat Al Baqaraah 134 ; 

“ Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah
kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah
mereka kerjakan (QS Al Baqaraah 2:134)”. 

Bila  keadaan  kaum  muslimin  benar  sebagai  dimaksud  kan  di  dalam  ayat  tersebut  dengan  sendirinya 
merekalah  yang  dimaksud  dalam  surat  Ali  Imran,  “  dan  dialah  yang  menjadikan  orang‐orang  yang 
mengikuti  engkau  menguasai  orang‐orang  kafir  sampai  hari  kiamat”,  yang  lebih  mirip  kepada 
penyembahan  berhala  dari  pada  jalan lurus  yang  merupakan  karakter  pokok  agama  islam,  Yahudi  dan 
Nasrani. 

P:  Bila  kami,  umat  nasrani  telah  memalsukan  agama‐agama  kami,  maka  anda  umat  islampun  telah 
memalsukan  agama  anda  juga.  Anda  telah  mengakui  adanya  perbuatan  ini  dan  anda  tidak  pernah 
mengingkarinya.  Apa  yang  selama  ini  menimpa  anda,  sehingga  anda  mengalami  penderitaan  dan 
musibah  sebagai  akibat  dari  pemalsuan  itu.  Di  dalam  hal  ini  kami  dan  anda  tidak  ada  bedanya.  Anda 
tidak berhak membanggakan agama yang telah anda sia‐siakan itu. Anda akan mengalami nasib sebagai 
mana  yang  menimpa  umat‐umat  sebelumnya,  yaitu  umat  yang  telah  anda  cela  telah  berbuat 
memalsuikan agamanya. Anda mengaku agama anda  datang untuk memperbaiki pemalsuan‐pemalsuan 
yang telah terjadi pada mereka. 

M:  Saya  tidak  menyangkal  apa  yang  anda  katakan  itu  wahai  Pastur.  Kami  memang  telah  melakukan 
penyelewengan agama. Hal ini menjadi sebab turunnya berbagai bencana dan kehancuran pada kami. 
Tetapi penyelewengan kami terhadap agama kami tidaklah patut disebut sama dengan penyelewengan 
agama  yang    anda  anda  lakukan.  Sebab  yang  anda  lakukan  adalah  pemalsuan  pada  prinsip‐prinsip 
Aqidah, sehingga menjadikan agama itu rusak. Dan juga pada kitab—kitab suci anda, sehingga yang kami 
lakukan  tidak  begitu.  Karena  pokok‐pokok  agama  kami  tetap  seperti  sedia  kala  dan  kitab  suci  kami 
dijamin  oleh  Allah  tidak  akan  mengalami  perubahan  apapun.  Penjagaan  kemurnian  ini  Allah  janjikan 
kepada kami dalam surat Al Hijr 9; 

“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-


benar memeliharanya (QS Al Hijr 15:9)”.

Selanjutnya  kamipun  selalu  berjuang  memperbaiki  kerusakan‐kerusakan  kami,  membersihkan  agama 


kami dari bid’ah‐bid’ah yang berjangkit di dalamnya. Isyaallah perkara ini penting lagi mudah dikerjakan. 
Berbeda  dengan  anda  yang  terus  menerus  terpaku  pada  langkah‐langkah  memalsukan  ajaran  agama 
anda. Sebab melakukan perbaikan pada agama anda berarti  menghancurklan dasar‐dasar agama anda 
dan akhirnya memaksa anda masuk agama kami. Namun langkah seperti ini tidak anda lakukan. 

P; Wahai anak muda , kalau anda sungguh‐sungguh perlu melaksanakan pembahasan pada agama anda. 
Sebaiknya anda mulai melaksanakan dari diri anda. Semoga anda dan keluarga anda diberkati Allah. 
Pastur  Z  kemudian  mengumumkan  diakhirinya  dialog.  Dia  mengajak  Muhammad  masuk  ke  dalam 
kamarnya dalam gedung Seminary. Ia membisikan kepada Muhammad soal yang selama ini dirahasiakan 
dari oprang lain.  

Ia berkata; “ wahai Muhammad telah anda ketahui apa yang telah saya sampaikan kepada anda. 
Sebenarnya  lebih  baik  saya  tidak  pernah  bertemu  anda,  tidak  pernah  membuka  dialog  dengan 
anda,  sehingga  saya  tidak  terganggu  dengan  pikiran  macam‐macam  dan  perasaan  gelisah. 
Wahai  anak  mudaku  sayang,  aku  ini  adalah  ketua  misionaris    di  negeri  kamu  ini.  Kami 
mempunyai  tujuan‐tujuan  politik  lain  yang  harus  kami  perjuangkan  disini.  Tujuan‐tujuan 
keagamaan bagi kami hanyalah sdemata‐mata alat. Saya harap anda mengerti maksud saya ini, 
wahai  Muhammad.  Silahkan  lah  wahai  anakku  terus  bekerja  di  sekolahmu.  Tinggalkanlah  kami 
untuk berjuang mencapai tujuan rahasia kami”. 

Muhammad  lalu  meninggalkannya  dan  datang  ke  hadapan  ayahnya,  lalu  menceritakan  kepadanya 
rahasia  yang  dibisikan  sang  Pastur  kepadanya.  Sang  ayah  heran  melihat  orang‐orang  yang  lebih 
mengutamakan  kesenangan  dunia  dari  pada  kebahagiaan  akhirat.  Ia  mengingatkan  kepada  anaknya 
firman Allah tentang prilaku nenek moyang mereka dalam surat Al Baqarah 146; 

Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil)
mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya
sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui
(QS Al Baqaraah 2:146)”.

                          

ooooooOOOooooooo 

  

You might also like