Professional Documents
Culture Documents
Lari sambung atau lari estafet adalah salah satu nomor lomba lari pada
perlombaan atletik yang dilaksanakan secara bergantian atau berantai. Dalam satu regu
lari sambung ada empat orang pelari, yaitu pelari pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Pada nomor lari sambung ada kekhususan yang tidak akan dijumpai pada nomor lari yang
lain, yaitu memindahkan tongkat sambil berlari cepat dari pelari kesatu kepada pelari
berikutnya.
Nomor lari sambung yang sering diperlombakan adalah nomor 4x100 meter dan
nomor 4x400 meter. Dalam melakukan lari sambung bukan teknik lari saja yang perlu
diperhatikan, tetapi pemberian dan menerima tongkat di zona (daerah) pergantian seperti
penyesuaian jarak dan kecepatan dari setiap pelari.
Lari sambung dimulai dari bangsa Aztek, Inka, dan Maya bertujuan untuk
meneruskan berita yang elah diketahui sejak lama. Di Yunani, estafet obor
diselenggarakan dalam hubungannya dengan pemujaan leluhur dan untuk meneruskan api
keramat ke jajahan-jajahan baru. Tradisi api Olimpiade berasal dari tradisi Yunani
tersebut
Lari estafet 4x100 meter dan 4x400 meter bagi pria dalam bentuk sekarang ini,
pertama-tama diselenggarakan pada olimpiade tahun 1992 di Stockholm. Estafet 4x100
meter bagi wanita sejak tahun 1928 menjadi nomor Olimpiade dan 4x400 meter
dilombakan sejak tahun 1972
LARI ESTAFET
Lari bersambung atau biasa disebut lari estafet adalah lari beregu yang terdiri dari 4 orang
pelari. Lari ini dilakukan bersambung dan bergantian membawa tongkat dari garis start
sampai ke garis finish. Sebagian besar keberhasilan regu estafet ditentukan oleh
kelancaran pada saat melaksanakan pergantian tongkat estafetnya.
Start yang digunakan dalam lari bersambung adalah untuk pelari pertama (I)
menggunakan start jongkok. Sedangkan untuk pelari kedua (II), ketiga (III), dan pelari
yang keempat (IV) menggunakan start melayang. Jarak lari bersambung yang sering
diperlombakan dalam atletik baik untuk putra maupun putri adalah 4 X 100 meter atau 4
X 400 meter. Dalam melakukan lari sambung bukan teknik saja yang diperlukan tetapi
pemberian dan penerimaan tongkat di zona atau daerah pergantian serta penyesuaian
jarak dan kecepatan dari setiap pelari.
Satu regu pelari estafet biasanya terdiri dari 4 orang pelari. Keberhasilan yang akan
dicapai oleh tim sangat ditentukan pada saat melakukan pergantian estafet. Suatu tim
pelari harus memiliki pelari-pelari yang tercepat dan mampu melakukan pergantian
tongkat dengan sempurna.
Pergantian Tongkat estafet dalam lari bersambung atau lari estafet terbagi menjadi 2,
yaitu :
Pergantian Tongkat Estafet tanpa melihat (Non Visual) Yaitu cara pelari menerima
tongkat estafet tanpa melihat kepada yang memberi tongkat estafet.
Pergantian Tongkat estafet dengan melihat (Visual) yaitu cara pelari menerima tongkat
estafet dengan melihat ke belakang
(pemberi tongkat estafet).
Teknik Pemberian dan Penerimaan Tongkat :
Dari Bawah Jika pemberi memberikan tongkat dengan tangan kanan maka penerima
menggunakan tangan kiri. Saat akan memberi tongkat, ayunkan tongkat dari belakang ke
depan melalui bawah. Sementara tangan penerima telah siap di belakang dengan telapak
tangan menghadap bawah. Ibu jari terbuka lebar, sementara jari-jari yang lainnya
dirapatkan. Tangan penerima berada di bawah pinggang.
Dari atas Jika pemberi memberikan tongkat dengan tangan kiri maka penerima juga
menggunakan tangan kiri.
Cara memegang tongkat estafet harus dilakukan dengan benar. Memegang tongkat dapat
dilakukan dengan dipegang oleh tangan kiri atau kanan. Setengah bagian dari tongkat
dipegang oleh pemberi tongkat. Dan ujungnya lagi akan dipegang oleh penerima tongkat
estafet berikutnya. Dan bagi pelari pertama, tongkat estafet harus dipegang dibelakang
garis start dan tidak menyentuh garis start.
1. Pemberian tongkat sebaiknya bersilang, yaitu pelari 1 dan 3 memegang tongkat pada
tangan kanan, sedangkan pelari 2 dan 4 menerima/memegang tongkat pada tangan kiri.
2. Penempatan pelari hendaknya disesuaikan dengan keistimewaan dari masing-masing
pelari. Misalnya pelari 1 dan 3 dipilih yang benar-benar baik dalam lingkungan. Pelari 2
dan 4 merupakan pelari yang mempunyai daya tahan yang baik.
3. Jarak penantian pelari 2, 3, dan 4 harus benar-benar diukur dengan tepat seperti pada
waktu latihan.
4. Setelah memberikan tongkat estafet jangan segera keluar dari lintasan masing-masing.
5. Peraturan Perlombaan
b. Pengertian teknik
Teknik merupakan blok-blok bengunan dasar dari tingginya prestasi. Teknik adalah cara
yang paling efesien dan sederhana dalam memecahkan kewajiban fisik atau masalah yang
dihadapi dan dibenarkan dalam lingkup peraturan (lomba) olahraga (Thomson Peter J.L,
1993; 115). Menurut suharno (1983) yang dikutip Djoko Pekik Irianto (2002; 80) teknik
adalah suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek dengan sebaik mungkin
untuk menyelesaikan tugas yang perlu dalam cabang olahraga. Teknik merupakan cara
paling efesien dan sederhana untuk memecahkan kewajiban fisik atau masalah yang
dihadapi dalam pertandingan yang dibenarkan oleh peraturan.
c. Teknik lari sprint
Teknik adalah sangat kritis terhadap prestasi selama suatu lomba lari sprint. Melalui
tahapan lomba tuntutan teknik sprint beragam seperti halnya aktivitas otot-otot, pola
waktu mereka dan aktivitas metabolik para atlet dari tahap reaksi sampai tahap transisi
tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kecepatan dari suatu sikap diam di
tempat.
Tujuan utama lari sprint adalah untuk memaksimalkan kecepatan horizontal, yang
dihasilkan dari dorongan badan kedepan. Kecepatan lari ditentukan oleh panjang-langkah
dan frekuensi-langkah. untuk bisa berlari cepat seorang atlet harus meningkatkan satu
atau kedua-duanya. Tujuan teknik-sprint selama perlombaan adalah untuk mengerahkan
jumlah optimum daya kepada tanah didalam waktu yang pendek. Teknik yang baik
ditandai oleh mengecilnya daya pengereman, lengan lengan efektif, gerakan kaki dan
badan dan suatu koordinasi tingkat tinggi dari gerakan tubuh keseluruhan (IAAF,
1993;22).
Teknik lari sprint lari 100m dapat dirinci menjadi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap reaksi dan dorongan
2. Tahap lari akelerasi
3. Tahap transisi/perubahan
4. Tahap kecepatan maksimum
5. Tahap pemeliharaan kecepatan
6. Finish
Lomba lari sprint yang lain mengikuti pola dasar yang sama, tetapi panjang dan
pentingnya tahapan relatif bervariasi. Dalam aspek biomekanika kecepatan lari
ditentukan oleh panjang langkah dan frekuensi langkah (jumlah langkah dalam per satuan
waktu). Untuk bisa berlari lebih cepat seorang atlet harus meningkatkan satu atau kedua-
duanya. Hubungan optimal antara panjang langkah dan frekuensi langkah bervariasi bagi
tahap-tahap lomba yang berbeda-beda. Dalam lari sprint terdapat beberapa tahapan yaitu:
1. Start
Menurut IAAF (2001;6) suatu start yang baik ditandai dengan sifat-sifat berikut;
a. Konentrasi penuh dan menghapus semua gangguan dari luar saat dalam posisi aba-aba
“bersediaaaaa”
b. Meng-adopsi sikap yang sesuai pada posisi saat aba-aba “siaaap”
c. Suatu dorongan explosif oleh kedua kaki terhadap start-blok, dalam sudut start yang
maksimal
Teknik yang digunakan untuk start harus menjamin bahwa kemungkinan power yang
terbesar dapat dibangkitkan oleh atlet sedekat mungkin dengan sudut-start optimum 450.
setelah kemungkinan reaksi yang tercepat harus disusul dengan suatu gerak (lari)
percepatan yang kencang dari titik-pusat gravitasi dan langkah-langkah pertama harus
menjurus kemungkinan maksimum.
Ada tiga variasi dalam start-jongkok yang ditentukan oleh penempatan start-blok relatif
terhadap garis start: a. Start-pendek (bunch-start), b. Start-medium (medium-start), c.
Start-panjang (elongated-start). Start medium adalah umumnya yang disarankan, ejak ini
memberi peluang kepada para atlet untuk menerapkan daya dalam waktu yang lebih lama
daripada start-panjang (menghasilkan kecepatan lebih tinggi), tetapi tidak menuntut
banyak kekuatan seperti pada start-pendek (bunch-start). Suatu pengkajian terhadap
teknik start-jongkok karenanya dapat dimulai dengan start medium. Ada tiga bagian
dalam gerakan start, yaitu:
a. Posisi “bersediaaa”
Pada posisi ini sprinter mengambil sikap awal atau posisi “bersediaaa”, kaki yang paling
cepat/tangkas ditempatkan pada permukaan sisi miring blok yang paling depan. Tangan
diletakkan dibelakang garis start dan menopang badan (lihat gambar ). Kaki belakang
ditempatkan
pada permukaan blok belakang, mata memandang tanah kedepan, leher rileks, kepala
segaris dengan tubuh (lihat gambar).
Menurut IAAF (2001;8) posisi “siaaap” ini adalah kepentingan dasar bahwa seorang atlet
menerima suatu posstur dalam posisi start “siaaap” yang menjamin suatu sudut optimum
dari tiap kaki untuk mendorongnya, suatu posisi yang sesuai dari pusat gravitasi ketika
kaki diluruskan dan pegangan awal otot-otot diperlukan bagi suatu kontraksi explosif dari
otot-otot kaki.
Tanda-tanda utama suatu posisi “siaaap” yang optimum daya adalah;
1. Berat badan dibagikan seimbang
2. Poros pinggul lebih tinggi daripada poros bahu
3. Titik pusat gravitasi kedepan
4. Sudut lutut 900 pada kaki depa,
5. Sudut lutut 1200 pada kaki belakang
6. kaki diluruskan menekan start blok
Tahap pemulihan (recovery). Otot-otot flexor lutut mengangkat tumit kedepan pantat
dengan pembengkokan (flexio) kedepan serentak dari otot-otot paha. Tungkai bawah
tetap ditekuk ketat terhadap paha mengurai momen inertia. Lutut yang memimpin
dipersiapkan untuk suatu ayunan ke depan yang relax dari tungkai bawah dalam langkah
mencakar berikutnya. Lutut dorong yang aktif mennyangga pengungkit pendek dari kaki
ayun. Kecepatan sudut optimal pada paha berayun kedepan menolong menjamin
frekuensi langkah lari yang tinggi.
Tujuan dan fungsi dari tahap ini adalah agar kaki dorong putus kontak dengan tanah.
Kaki rilex, mengayun aktif menuju pembuatan langkah diatas lutut kaki sangga dan
sebagai tahap lanjutan dan persiapan angkatan lutut. Adapun ciri-ciri atu tangda-tanda
tahap ini adalah:
1. Ayunan rilex kaki belakang yang tidak disangga sampai tumit mendekati panta. Bandul
pendek ini sebagai hasil kecepatan sudut yang tinggi memungkinkan membuat langkah
yang cepat.
2. Angkatan tumit karena dorongan aktif lutut, dan harus menampilkan relaksasi total dari
semua otot yang terlibat.
3. Perjalanan horizontal pinggul dipertahankan sebagai hasil dari gerakan yang dijelaskan
b. Tahap ayunan depan.
Tahap angkat lutut. Tahap ini menyumbangkan panjang langkah dan dorongan pinggang.
Persiapan efektif dengan kontak tanah. Sudut lutut yang diangkat kira-kira 150 dibawah
horizontal. Gerakan kebelakang dari tungkai bawah sampai sutau gerakan mencakar aktif
dari kaki diatas dari dasar persendian jari-jari kaki dalm posisi supinasi dari kaki.
Kecepatan kaki dicapai dengan bergerak kebawah/kebelakang sebagai suatu indikator
penanaman aktif dari hasil dalam suatu kenaikan yang cepat dari komponen daya
vertikal.
Tujuan dan fungsi tahap ini adalah agar lutut diangkat, bertanggung jawab terhadap
panjang langkah yang efektif , dalam kaitan dengan ayunan lengan yang intensif.
Teruskan dan jamin jalur perjalanan pinggang yang horizontal. Persiapan untuk mendarat
engan suatu gerakan mencakar dan sedikit mungkin hambatan dalam tahap angga depan.
Tahap ini memiliki sifat-sifat atau tanda-tanda, yaitu:
1. Angkatan paha/lutut horizontal hampir horizontal, melangkahkan kaki sebaliknya
sebagai prasyarat paling penting dari suatu langkah-panjang cepat dan optimal.
2. Gerakan angkat lutut dibantu oleh penggunaan lengan berlawanan diametris yang
intenssif.
3. Siku diangkat keatas dan kebelakang.
4. Dlam lanjutan dengan ayunan kedepan yang rilex dari tungkai bawah karena pelurusan
paha secara aktif, dengan niat memulai gerak mencakar dari kaki aktif.
c. Tahap sangga/topang depan
Tahap amortisasi. Pemulihan dari tekanan pendaratan adalah ditahan. Ada alat peng-
aktifan awal otot-otot yang tersedia didalam yang diawali dalam tahap sebelumnya. Ide-
nya guna menghindari adanya efek pengereman/hambatan yang terlalu besar dengan
membuat lama waktu tahap sangga/topang sependek mungkin.
Tahap ini mempunyai tujuan dan fungsi sebagai tahap amortisasi tahap kerja utama.
Mengontrol tekanan kaki pendarat oleh otot-otot paha depan yang diaktifkan sebelumnya
dan otot-otot kaki bertujuan untuk membuat ssuatu gerak explossif memperpanjang
langkah sebelumnya. Tahapan ini memiliki sifa atau tanda sebagai berikut:
1. Gerakan mencakar aktif dari sisi luar telapak kaki dengan jari-jari keatas.
2. Jangkauan kedepan aktif harus tidak menambah panjang-langkah secara tak wajar,
namun mengizinkan pinggang (pusat gravitassi tubuh) berjalan cepat diatas titik sanggah
kaki.
3. Hindari suatu daya penghambat yang berlebih-lebihan.
4. Waktu kontakl dalam angga depan harus esingkat mungkin.
d. Tahap sangga/topang belakang
Besarnya impuls dan dorongan horizontal diberi tanda. Lama penyanggaan itu adalah
singkat saja. Sudut dorongan sedekat mungkin dengan horizontal. Ada suatu perluasan
elastik dari dari sendi kaki, lutut dan pinggul. Menunjang gerakan ayunan linier lengan
oleh suatu angkatan efektif dari siku dalam ayunan kebelakang, dan ayunan kaki meng-
intensifkan dorongan dan menentukan betapa efektifnya titik pusat massa tubuh dikenai
oleh gerakan garis melintang dari perluasan dorongan. Togok badan menghadap kedepan.
Keriteria untuk tahap-tahap penyanggaan ini adalah:
1. waktu singkat dari periode sangga/topang keseluruhan
2. suatu impuls akselerasi yang signifikan pada tahap topang belakang
3. suatu waktu optimum dari impuls percepatan pada tahap topang/sangga belakang
4. hampir tidak ada daya pengereman/hambatan pada tahap sanggahan.
Tujuan dan fungsi dari tahap ini adalah sebagai tahap akselerasi ulang, penyangga untuk
waktu singkat, dan sebagai persiapan dan pengembangan suatu dorongan horizontal yang
cepat. Tahap ini memiliki sifat-sifat atau tanda, yaitu:
1. Menempatkan kaki dengan aktif, disusl dengan pelurusan sendi-sendi: kaki, lutut,
pinggul.
2. Menggunakan otot-otot plantar-flexor dan emua otot-otot pelurus kaki korset.
3. Badan lurus segaris dan condong kedepan kurang lebih 850 dengan lintasan.
4. Penggunaan yang aktif lengan yang ditekuk kurang lebih 900 ke arah berlawanan dari
arah lomba.
5. Siku memimpin gerakan lengan
6. Otot-otot kepala, leher, bahu dan badan dalam keadaan rilex.
7. Tahap permulaan gerak kaki ayun lutut diangkat.
3. Penguasaan teknik sprint
Dalam penguasaan teknik sprint terdapat faktor-faktor yang sangat mendukung demi
tecapainya penguasaan teknik yang baik. Menurut Thomson Peter J.L (1993; 68) ada 5
(lima) kemampuan biomotor dasar yang merupakan unsur-unsur kesegaran atau
komponen-komponen fitnes yaitu kekuatan, dayatahan, kecepatan, kelentukan, dan
koordinasi.
a. Kekuatan.
Adalah kemampuan badan dalam menggunakan daya. Kekuatan dapat dirinci menjadi
tiga tipe atau bentuk, yaitu:
1. kekuatan maksimum, yaitu daya atau tenaga terbesar yang dihasilkan oleh otot yang
berkontraksi. Kekuatan maksimum tidak memerlukan betapa cepat suatu gerakan
dilakukan atau berapa lama gerakan itu dapat diteruskan
2. Kekuatan elastis, yaitu kekuatan yang diperlukan sehingga sebuah otot dapat bergerak
cepat terhadap suatu tahanan. Kombinasi dari kecepatan kontraksi dan kecepatan gerak
kadang-kadang disebut sebagai “power = daya”. Kekuatan ini sangat penting bagi even
eksplosip dalam lari, lompat, dan lempar.
3. Daya tahan kekuatan, yaitu kemampuan otot-otot untuk terus-menerus menggunakan
daya dalam menghadapi meningkatnya kelelahan. Daya tahan kekuatan adalah kombinasi
antara kekuatan dan lamanya gerakan.
b. Dayatahan.
Dayatahan mengacu pada kemampuan melakukan kerja yang ditentukan intensitasnya
dalam waktu tertentu. Faktor utama yang membatasi dan pada waktu yang sama
mengakhiri prestasi adalah kelelahan. Seorang atlet dikatakan memiliki dayatahan apabila
tidak mudah lelah atau dapat terus bergerak dalam keadaan kelelahan. Daya tahan, dari
semua kemampuan biomotor harus dikembangkan lebih dahulu. Tanpa dayatahan adalah
sulit untuk mengadakan pengulangan terhadap tipe atau macam latihan yang lain yang
cukup untuk mengembangkan komponen biomotor lain. Ada dua tipe macam daya tahan,
yaitu; dayatahan aerobik dan dayatahan anaerobik. Dayatahan aerobik yaitu kerja otot
dan gerakan otot yang dilakukan menggunakan oksigen guna melepaskan energi dari
bahan-bahan otot. Dayatahan aerobik harus dikembangkan sebelum dayatahan anaerobik.
Sedangkan dayatahan anaerobik yaitu kerja otot dan gerakan otot dengan menggunakan
energi yang telah tersimpan didalam otot. Dayatahan anaerobik terbagi menjadi dua yaitu
anaerobik laktik dan anaerobik alaktik.
c. kecepatan. Adalah kemampuan untuk barjalan atau bergerak dengan sangat cepat.
Kecepatan berlari sprint yang asli berkenaan dengan kemamapuan alami untuk mencapai
percepatan lari yang sangat tinggi dan untuk menempuh jarak pendek dalam waktu yang
sangat pendek.
d. Kelentukan. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan persendian melalui
jangkauan gerak yang luas. Kelentukan terbatas atau tertahan adalah suatu sebab umum
terjadinya teknik yang kurang baik dan prestasi rendah. Kelentukan jelek juga
menghalangi kecepatan dan dayatahan karena otot-otot harus bekerja lebih keras untuk
mengatasi tahanan menuju kelangkah yang panjang.
e. Koordinasi. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan dengan tingkat kesukaran
dengan tepat dan dengan efesien dan penuh ketepatan. Seorang atlet dengan koordinasi
yang baik tidak hanya mampu melakukan skill dengan baik, tetapi juga dengan tepat dan
dapat menyelesaikan suatu tugas latihan.
Selain faktor-faktor fisik yang telah dijelaskan diatas, dalam penguasaan teknik sprint
terdapat pula faktor lain yang tidak kalah penting pengaruhnya, yaitu faktor psikologis.
Seperti dikatakan Thomson Peter J.L. (1993; 134) psikologi ini adalah sama pentingnya
bagi seorang pelatih guna membantu individu-individu (atlet) mengembangkan
bagaimana mereka memikirkan kecakapan mental mereka, tetapi juga penting untuk
mengembangkan ketangkasan fisik mereka. Ini jelas adalah aspek psikologis dalam
melatih namun juga benar bahwa tak ada bagian dari pelatihan/coaching yang tanpa
aspek psikologis. Adapun faktor-faktor psikologis tersebut diantaranya yaitu;
a. Ketangkasan mental.
Ketangkasan mental ini sangat berguna/penting bagi para pelatih dan atlet. Ketangkasan
mental ini bukan hanya suatu sarana untuk menghindari bencana ataupun pemulihan
kembali dari cedera tetapi ketangkasan mental juga memainkan peranan penting dalam
mengatur/mengorganisir praktek dan latihan secara efektif sehingga segala sesuatu
berjalan dengan benar. Kebanyakan atlet dan pelatih mengakui bahwa perkembangan
fisik ssaja tidak menjamin dapat sukses dalam atletik. Seorang atlet harus memiliki
kerangka pemikiran yang benar. Persiapan psikologis sama pentingnya dengan latihan
kondisioning fissik. Menyiapkan keduanya bersama-sama akan menciptakan prestasi
terbaik. Ketangkasan mental ini memerlukan latihan praktek dengan cara yang sama
seperti pada skill fisik/jasmaniah. Dengan skill/ketangkasan fisik, beberapa individu akan
mengambil/memperoleh ketangkasan mental lebih gampang dibanding dengan orang
lain. Dengan praktek, setiap orang dapat meningkatkan ketangkasan mental mereka.
b. Motivasi.
Motivasi merupakan suatu kecendrungan untuk berperilaku secara selektif kesuatu arah
tertentu, dan perilaku tersebut akan bertahan sampai sasaran perilaku tersebut dapat
dicapai. Pada dasarnya motivassi adalah betapa besarnya keinginan seorang individu
untuk meraih/mencapai suatu sasaran. Setiap individu memiliki tujuan/sasaran yang
berbeda-beda dalam keterlibatannya dalam dunia atletik. Tujuan/sasaran itu misalnya;
mencari kegembiraan, memahirkan skill baru, berlomba dan menang, menambah teman,
serta masih banyak lagi tujuan/sasaran lain yang selalu berbeda pada setiap individunya.
Dikatakan Thomson Peter J.L. (1993: 135) tekanan dari luar dari pelatih dan orang tua
adalah tidak mungkin meningkatkan motivasi pada atlet dalam jangka jauh dan mungkin
kenyataannya berkurang. Motivasi sendiri dan pengisiannya adalah yang membuat suatu
sukses yang sebenarnya bagi atlet, dan bukan ambisi yang dipaksakan oleh orang lain.
Pelatih membantu atlet mengerti apa yang ingin atlet raih, tujuan, dan bagaimana cara
meraihnya.
c. Kontrol emosi.
Kontrol emosi adalah suatu kemamapuan seorang atlet dalam mengendalikan perasaan
dalam menghadapi uatu ituasi tertentu. Menurut Thomson Peter J.L. (1993;136)
kegelisaan berarti berapa banyak seorang individu tergetar atau siap dalam menghadapi
suatu situasi tertentu. Rasa gelisa selalu timbul dalam setiap situasi, meskipun bila
tingkatannya rendah kita tidak dapat memperhatikannya. Banyak rasa gelisa ini
ddigunakan secara tidak benar yang berarti hanya sifat-sifat individu yang menunjukkan
tingkat yang sangat tinggi akan kegelisaan. Gejala-gejala kegelisaan dapat terlihat dalam
dua bentuk yaitu: Khawatir dan getaran fisiologis. Rasa khawatir mengacu kepada pikiran
atau kesan tentang apa yang mungkin terjadi dalam suatu event yang akan datang,
sedangkan getaran fisiologis adalah bagian dari persiapan (alami dalam) badan untuk
suatu perlombaan. Contoh dari getaran fisiologis termasuk meningkatnya denyut jantung,
keluar peluh/keringat dan rasa ingin buang hajat (besar/kecil) pergi kekamar kecil.
Penguasaan teknik sprint adalah sangat penting untuk mencapai prestasi maksimal.
Menurut Djoko P. Irianto (2002), dalam perlombaan teknik memiliki peran antara lain:
(1) Sebagai cara efesien dalam mencapai prestasi, (2) Dapat mencegah atu mengurangi
terjadinya cedera, (3) sebagai modal untuk melakukan taktik, (4) meningkatkan
kepercayaan diri. Sukadiyanto (2005) mengatakan, teknik yang benar dari awal selain
akan menghemat tenaga untuk gerak sehingga mampu bekerja lebih lama dan berhasil
baik juga juga merupakan landasan dasar menuju prestasi yang lebih tinggi. Dengan
teknik dasar yang tidak benar akan mempercepat proses stagnasi prestasi, sehingga pada
waktu tertentu prestasi akan stagnasi (mentok), padahal semestinya dapat meraih prestasi
yang lebih tinggi.
Menurut Djoko P. Irianto (2002; 80) penguasaan teknik dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain;
a. Kualitas fisik yang relevan
b. Kualitas psikologis atau kematangan bertanding
c. Metode latihan yang tepat
d. Kecerdasan atlet memilih teknik yang tepat dalam situasi tertentu.
Menurut Josef Nossek (1982), terdapat tiga tahapan dalam proses belajar teknik:
a. Pengembangan koordinasi kasar. Bentuk-bentuk gerakan kasar dapat dikarakteristikkan
sebagai penguasaan teknik-teknik kasar dan terbatas yang berkenaan dengan kualitas
gerakan-gerakan yang diperlukan, seperti:
1. Pengaruh kekuatan yang tidak memadai, pemborosan energi, kram otot (koordinasi
otot yang rendah) dengan konsekuensi kelelahan yang cepat.
2. Unsur-unsur gerakan tunggal yang tidak digabungkan dengan lancar, karena kurangnya
koordinasi.
3. Gerakan-gerakan belum cukup tepat.
4. kekurangan keharmonisan dan ritme gerakan-gerakan yang diamati.
b. Pengembangan koordinasi halus. Bentuk gerakan-gerakan halus dicapai melalui
pengulangn-pengulangan lebih lanjut yang mengambangkan kualitas gerakan-gerakan.
Tempo tersebut meningkat sampai pada kecepatan yang kompetitif. Bagian-bagian
gerakan tungggal untuk teknik-teknik yang lebih kompleks dikembangkan secara terpisah
dan dikombinasikan bersama. Aspek-aspek dalam tahap ini bercirikan:
1. Teknik-teknik dilakukan hampir tanpa kesalahan.
2. gerakan-gerakan distabilkan.
3. Gerakan-gerakan lebih berguna dan hemat, tidak ada pemborosan energi.
4. Beberapa gerakan-gerakan tidak benar yang terjadi dalam tahap pertama tidak tampak
lagi.
5. Urutan gerakan-gerakan menjadi lancar dan harmonis.
6. Gerakan-gerakan tersebut tepat.
Namun demikian dalam tahap belajar ini, teknik-teknik tersebut tidak dilakukan secara
otomatis. Atlet tersebut masih harus mengkonsentrasikan pada bagian-bagian yang
berbeda dari gerakan-gerakan dan oleh karena itu penerapan taktis hanya dimungkinkan
sebagian.
c. Tahap stabilisasi dan otomatisasi.
Tahap stabilisasi; pertama-tama hendaknya membawa atlet kedalam posisi dimana ia
dapat menerapakan teknik-teknik dalam situasi kompetitif yang sulit. Atlet tersebut
mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi yang sulit dan berubah-ubah dari
suatu kompetisi. Penguasaan teknik yang sempurna dalam kondisi ini hanya dicapai
melalui praktek dalam banyak kompetisi. Karena tingkat otomatisasi yang tinggi, para
atlet dapat memberikan perhatian pada tugas-tugas taktis dalam kompetisi. Pengaruh dari
kapasitas kondisioning adalah jelas tanpa rintangan dalam penampilan.
Prestasi merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik, taktik dan kematangan mental
atau psikis, sehingga aspek tersebut perlu dipersiapkan secara menyeluruh, sebab satu
aspek dengan aspek lain akan menentukan aspek lain. Fisik merupakan pondasi bagi
olahragawan, sebab teknik, taktik dan mental akan dapat dikembangkan dengan baik jika
olahragawan memiliki kualitas fisik yang baik. Jadi teknik dapat dikembangkan dan
dikuasai jika atlet memiliki kualitas fisik yang baik.
Diposkan oleh Ricky joe di 18.45