Professional Documents
Culture Documents
c
- Pasal 23/26
Dasar Hukum :
Pasal 23 ayat (1) huruf c dan Pasal 26 ayat (1)
sebagaimana ketentuan yang berlaku umum.
c%
& %
c
Bendaharawan wajib memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
atas pembayaran penghasilan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
%*)%*,-
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegaw ai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur .
!./
-
%##%*,-
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai
Tetap adalah Penghasilan Kena Pajak
,
(%*c
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar
#%* %* ! c
0!c1
Besarnya r
bagi pegawai tetap yang dipotong
PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto
dikurangi dengan:
a. Biaya jabatan*), sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat
(3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai
kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
Penghasilan Kena Pajak bagi penerima pensiun berkala adalah
sebesar penghasilan neto dikurangi Peng hasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP)
Besarnya r
bagi penerima pensiun berkala yang
dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto
dikurangi dengan:
- Biaya Pensiun
'
))%
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-250/PMK.
03/2008, besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan
bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto,
setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 se tahun atau Rp 500.000,00
sebulan.
2
%*!c0!c 1
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah bagi:
· Wajib Pajak :Rp 15.840.000, -
· Tambahan status kawin :Rp 1.320.000, -
· Istri Bekerja :Rp 15.840.000, -
· Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000, - (Maksimal 3)
!cc)
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
b. Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya send iri
ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya
(apabila ada).
3
!$%*,-
Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pas al 17
ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
· Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%
· Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%
· Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%
· Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%
4
c%*,-
1. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa
pajak,
r , tarif diterapkan atas perkiraan
penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah
penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas);
b. Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak
teratur, maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh salama 1
(satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan
jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.
2. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak
adalah:
a. Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar Pajak
Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana anka 1
huruf a dibagi 12 (dua belas):
b. Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih
antara Pajak Penghasilan yang terutang, atas jumlah penghasilan
sebagaimana dimaksud angka 1 huruf b dengan Pajak Penghasilan
yang terutang atas jumlah penghasilan teratur
!$%*,-)(#)
i. Bagi Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh
Pasal 21 Ô (dua puluh persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
ii. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar 120 % (seratus
dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya
dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak.
iii. Pemotongan PPh Pasal 21 hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal
21 yang bersifat tidak final.
iv. Dalam hal penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21
dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada huruf
(a), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Waj ib
Pajak, PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat
diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan -
bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
&
!%*,-
PPh Pasal 21 terutang bagi Penerima Penghasila n pada
Ô r
rÔ r yang
bersangkutan.
PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21 dan atau PPh
Pasal 26 untuk setiap masa pajak.
Saat terutang untuk setiap masa pajak adalah akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan.
&
Atas pemotongan PPh Pasal 21 Bendaharawan wajib membuat:
- Formulir 1721-A2 atas pemotongan PPh Pasal 21 selama satu tahun,
paling lambat 2 bulan setelah bera khirnya tahun pajak, untuk
PNS/TNI/POLRI, dan Pejabat Negara.
- Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (form F.1.1.33.01), setiap terjadi
pemotongan PPh atas upah/honor/komisi/imbalan lainnya termasuk
kepada tenaga ahli, untuk pegawai tidak tetap
- Bukti Pemotongan PPh pasal 21 Final (form F.1.1.33.02), setiap
terjadi pemotongan PPh untuk penghasilan berupa honor/imbalan yang
berasal dari APBN/D yang dibayarkan kepada PNS/TNI/POLRI/Pejabat
Negara dan uang pesangon dan tebusan pensiun yang dibayar
sekaligus.
Bukti-bukti pemotongan tersebut dipergunakan oleh penerima
penghasilan sebagai kredit pajak dalam melaporkan penghasilan dan
pajak terutang ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi masing -
masing.
&
)%*,-
Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang telah dilakukan, Bendaharawan
Pemerintah wajib menyetor PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut
ke bank persepsi dan Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
Apabila Bendaharawan Pemerintah terlambat menyet or dikenakan
sanksi adminsitrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan (UU KUP Pasal
14).
&
*#%*,-0!1(%
Wajib Pajak Bendaharwan wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal
21 setiap bulan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan
berikutnya. Apabila dalam bulan yang bersangkutan tidak terdapat
pemotongan PPh Pasal 21, Bendaharawan tetap wajib melaporkan
SPT Masa tersebut ke KPP.
Apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, Wajib Pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa denda (Pasal 7 UU KUP) sebesar Rp.
100.000,-
V VVV
c
III. )%*,,
& %*,,
& *#%*,,
)#
%*,,)#
-5367 #
8
999
999:0 #
-,9
9991
PPN dipungut
)#
%*,,)#
-5367 #
-9
999
999:0 #
-39
9991
PPN dipungut
-967 #
-9
999
999:0 #
-
999
9991
. )#
Atas pengadaan alat tulis kantor dengan nilai barang sebesar Rp.
800.000 dan PPN sebesar Rp. 80.000.
Harga barang Rp800.000
PPNRp.80.000
%*,,)# <
PPN dipungut-
Total PPN dan PPh dipungut (Rp. -)
Dibayar kepada rekanan Rp.880.000
Catatan:
Karena pengadaan barang tersebut nilai to talnya (termasuk PPN) adalah Rp.
880.000, masih dibawah 1 juta rupiah, maka tidak dilakukan pemungutan PPh
Pasal 22 dan PPN oleh Bendaharawan. Atas transaksi tersebut tetap terutang
PPN yang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak
rekanan.