You are on page 1of 3

Koperasi Indonesia Di Tengah Perkembangan Koperasi Dunia

Written by Djabaruddin Djohan


Thursday, 19 March 2009 19:01

       ICA (International Cooperative Alliance) adalah organisasi gerakan koperasi internasional
yang dibentuk pada 1895, dan saat ini beranggotakan 220 organisasi gerakan koperasi dari 85
negara (termasuk gerakan koperasi Indonesia yang diwakili oleh Dekopin) yang memiliki lebih
dari 800 juta anggota perorangan yang tersebar di seluruh dunia.

       Dalam General Assembly yang diselenggarakan pada 18-19 Oktober 2007 yang lalu di
Singapura, ICA antara lain telah meluncurkan suatu proyek yang disebut ICA Global 300, yang
menyajikan profil 300 koperasi klas dunia. Yang dijadikan kriteria untuk dapat terjaring dalam
Global 300 ini, disamping jumlah volume usaha (turnover) serta asset, juga kegiatannya dalam
melaksanakan tanggung jawab sosial (Cooperative Social Responsibility), yang antara lain
meliputi: pelaksanaan nilai dan prinsip koperasi, pelaksanaan demokrasi, kepedulian pada
lingkungan, serta keterlibatan dalam pembangunan masyarakat. Dengan kriteria ini berbagai
jenis koperasi, yang berasal dari 28 negara dengan turnover sejak  $AS 63.449.000.000 hingga
$ 654.000.000, termasuk dalam kelompok koperasi klas dunia ini. Dari berbagai jenis koperasi
tersebut, yang terbanyak adalah koperasi/sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi
kredit/credit union) sebesar 40%, kemudian disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan)
sebesar 33%, koperasi ritel/wholesale sebesar 25%, sisanya adalah berbagai macam koperasi,
seperti: koperasi kesehatan, energi, manufaktur dan sebagainya. Dilihat dari penyebarannya,
dari 300 koperasi tersebut, 63 koperasi diantaranya berada di Amerika Serikat kemudian
disusul 55 koperasi di Perancis. 30 koperasi di Jerman, 23 koperasi di Itali dan 19 koperasi di
Belanda.

       Cukup menarik, di negara-negara yang biasa kita sebut sebagai negara kapitalis liberal ini,
yang tidak memiliki U.U koperasi dan Menteri Koperasi, beberapa di antaranya memiliki
koperasi yang memberikan sumbangan cukup berarti pada perekonomian nasionalnya,
khususnya dalam bentuk sumbangan pada PDB, yaitu sebesar 21% di Finlandia, 17.5% di
Selandia Baru, 16.4% di Swiss dan 13% di Swedia.

       Di beberapa negara Asiapun terdapat cukup banyak koperasi yang termasuk dalam daftar
Global 300, seperti Jepang yang menempatkan 12 koperasi raksasanya, 2 diantaranya bahkan
menduduki peringkat 1 dan 2, yaitu Zeh Noh (koperasi pertanian, yang beromzet $AS
63.449.000.000) dan asset $ 18.357.000.000 dan Zenkyoren (koperasi asuransi yang beromzet
$ AS 46.819.000.000) dan asset $ 406.224.000.000, Kemudian Korea Selatan yang walaupun
hanya menempatkan 2 koperasi, satu diantaranya, yaitu NACF (National Agricultural
Cooperative Federation) dengan turnovernya sebesar $AS 24.687.000.000 dan asset $
199.783.000.000 menduduki  rangking 4. India juga memiliki 2 koperasi unggulan, yang satu
koperasi pupuk IFFCO (Indian Farmers Fertilizer Cooperative) yang turnovernya $AS
1.683.000.000 dan asset $ 1.251.000.000 (peringkat 140) dan koperasi susu Amul yang
turnovernya $AS 670.000.000 dan asset $ AS 11.000.000 (peringkat 295). Dan jangan lupa

1/3
Koperasi Indonesia Di Tengah Perkembangan Koperasi Dunia

Written by Djabaruddin Djohan


Thursday, 19 March 2009 19:01

Singapura, negara yang hanya berpenduduk + 4.4 juta itu juga menempatkan 2 koperasi
unggulannya, yaitu koperasi asuransi NTUC Income yang turnovernya $AS 1.273.000.000 dan
asset $ AS 10.015.000.000 (peringkat 180) dan koperasi ritel NTUC Fairprice yang turnovernya
$AS 808.000.000 dan asset $ AS 586.000.000 (peringkat 264).

      Salah satu koperasi klas dunia versi Global 300 ICA yang termasuk dalam kelompok
perusahaan klas dunia versi Fortune adalah Credit Agricole Group (Bank Koperasi Pertanian)
dari Perancis, yang dengan turnover sebesar $ AS 30.722..000.000 dan asset sebesar $ AS
128.623.100.000, dan keuntungan sebesar $ AS 8.808.000.000, menduduki peringkat 18.
Peringkat 1 versi Fortune ini adalah Wal-Mart Store yang pendapatannya sebesar $ AS
351.139.000.000, dan keuntungan sebesar $ AS 1.284.000.000 (2008).

      Selain ICA Global 300 yang menyajikan profil koperasi-koperasi klas dunia, dalam
kesempatan General Assembly tersebut ICA juga meluncurkan Developing 300 Project, yang
menyajikan profil koperasi-koperasi di negara sedang berkembang dengan kriteria turnover dan
asset yang lebih rendah, yang tertinggi Saludcoop koperasi kesehatan Columbia yang
turnovernya sebesar $ AS 504.681.000 dan assetnya $ AS 223.893.000, sedangkan yang
terendah adalah koperasi pertanian Uganda yang turn overnya $ AS 512.000 dan assetnya $
399.000. Kedalam kelompok ini 5 negara Asia: Malaysia, Pilipina, Muangthai, Srilangka dan
Vietnam masing-masing menempatkan 5 koperasi, sedangkan 4 negara Afrika: Ethopia, Kenya,
Tanzania dan Uganda juga masing-masing menempatkan 5 koperasi; sementara dari Amerika
Selatan, Columbia, Kostarika dan Paraguay juga menempatkan masing-masing 5 koperasi.

     Di tengah perkembangan koperasi di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara
yang sedang berkembang seperti diuraikan diatas, bagaimana dengan perkembangan koperasi
di Indonesia? Seperti kita lihat, apalagi dalam ICA Global 300 yang meyajikan
koperasi-koperasi klas dunia, dalam Developing 300 Projectpun yang menyajikan
perkembangan koperasi-koperasi di negara sedang berkembang, tak satupun koperasi dari
Indonesia yang masuk daftar. Apa yang terjadi dengan perkembangan koperasi di Indonesia?

     Seperti kita ketahui, dari sejarahnya koperasi sudah dikenal pada masa peralihan abad
19-20 –yang berarti sudah lebih dari satu abad- yang kemudian juga dipraktekkan oleh para
pimpinan pergerakan nasional. Setelah proklamasi peranan koperasi dipaterikan dalam
konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis, kemudian pada tahun 1947 gerakan
koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan koperasi, yang saat ini bernama Dekopin, yang
berarti tahun ini usia organisasi gerakan koperasi ini sudah 61 tahun Dengan modal
pengalaman selama lebih dari satu abad, dukungan politis dari negara dan wadah tunggal
gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi
dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan
landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini
tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari
koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang.

      Niat baik dari founding fathers untuk menjadikan koperasi sebagai “pelaku utama” dalam
perekonomian nasional dengan mencantumkan peranan koperasi dalam konstitusi,
diterjemahkan oleh pemerintahan demi pemerintahan sesuai dengan misi politiknya.

2/3
Koperasi Indonesia Di Tengah Perkembangan Koperasi Dunia

Written by Djabaruddin Djohan


Thursday, 19 March 2009 19:01

Demikianlah pada masa “orde lama” koperasi menjadi “alat politik” pemerintah dan partai dalam
rangka nasakomisasi, pada masa ”orde baru” koperasi menjadi “alat dan bagian integral dari
pembangunan perekonomian nasional” yang dilimpahi dengan bermacam fasilitas. Kebijakan
yang menempatkan peranan pemerintah sangat dominan dalam pembangunan koperasi,
menjadikan gerakan koperasi menjadi sangat tergantung pada bantuan luar, hal yang sangat
bertentangan dengan hakekat koperasi sebagai lembaga ekonomi sosial yang mandiri. Di masa
reformasi sekarang ini, sikap ketergantungan gerakan koperasi ini masih sangat kuat, yang
antara lain tercermin dari ketergantungan sepenuhnya Dekopin, organisasi tunggal gerakan
koperasi pada APBN (satu hal yang mendorong konflik berkepanjangan di kalangan gerakan
sendiri), bukan pada dukungan dari anggota-anggotanya sebagai wujud dari kemandirian. Lebih
parah lagi antara gerakan koperasi (cq Dekopin) dan Pemerintah (cq Kementerian Koperasi
dan UKM) yang seharusnya bahu membahu dalam pembangunan koperasi, seperti yang
dilakukan oleh beberapa negara tetangga kita, sulit sekali terjadi, sehingga masing-masing
memiliki agenda sendiri-sendiri, dengan akibat pembangunan koperasi menjadi tidak terarah.
Termasuk pembangunan koperasi pertanian yang setelah KUD tidak lagi berdaya, belum lagi
ada pemikiran untuk membangun koperasi pertanian. Koperasi yang benar-benar berbasis
pada para petani sebagai anggotanya, bukan koperasi pedesaan yang anggotanya  heterogen
seperti KUD.

    Mungkinkah dalam pembangunan koperasi selanjutnya kita bisa belajar dari pengalaman
pahit selama ini dan sekaligus juga belajar dari keberhasilan pengembangan koperasi di negara
lain? Wallahu A’lam.
Penulis adalah
Ketua LSP2I
(Lembaga Sudi Pengembangan Perkoperasian Indonesia)

3/3

You might also like