You are on page 1of 16

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE BERCERITA

BERPASANGAN PADA MATA PELAJARAN BAHASA


INDONESIA DI KELAS VI SEKOLAH DASAR

April 9, 2009 — Dadan Wahidin

Oleh: Heru Subrata

Ringkasan:
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tidak dapat dipungkiri bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan yang dikembangkan dan diterapkan
oleh guru di sekolah dasar sangat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Kegiatan pembelajaran yang masih dilakukan secara klasikal dengan model yang banyak
diwarnai dengan ceramah dan bersifat guru sentris menyebabkan siswa kurang aktif
terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu pembelajaran bahasa Indonesia pada
hakekatnya adalah belajar untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi
secara lisan dan tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia di segala fungsinya.
Berdasarkan uraian di atas maka kiranya perlu diterapkan suatu metode belajar yang
menjadikan siswa aktif dan menyenangkan sehingga prestasi belajarnya meningkat maka
dari itu diadakan penelitian tentang bagaimana proses belajar mengajar mata pelajaran
Bahasa Indonesia dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan
dan apakah melalui pembelajaran tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas VI sekolah dasar.
Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif yaitu metode yang tidak
menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan
variabel-variabel yang diteliti.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ternyata dapat
meningkatkan prestasi belajar anak.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pada hakekatnya pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia yaitu belajar
berkomunikasi dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi
secara lisan dan tertulis serta untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa
Indonesia dalam segala fungsinya yaitu sebagai sarana berpikir atau bernalar.
Di lembaga pendidikan yang bersifat formal seperti sekolah, keberhasilan pendidikan
dapat dilihat dari hasil belajar siswa dalam prestasi belajarnya. Kualitas dan keberhasilan
belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru memilih dan
menggunakan metode pengajaran.
Kenyataan di lapangan, khususnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, kegiatan
pembelajarannya masih dilakukan secara klasikal. Pembelajaran lebih ditekankan pada
model yang banyak diwarnai dengan ceramah dan bersifat guru sentris. Hal ini
mengakibatkan siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan siswa hanya
duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Kegiatan ini mengakibatkan siswa kurang ikut
berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang cenderung menjadikan mereka cepat
bosan dan malas belajar.
Melihat kondisi demikian, maka perlu adanya alternatif pembelajaran yang berorientasi
pada bagaimana siswa belajar menemukan sendiri informasi, menghubungkan topik yang
sudah dipelajari dan yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat
berinteraksi multi arah baik bersama guru maupun selama siswa dalam suasana yang
menyenangkan dan bersahabat. Salah satu alternatif yang dapat digunakan sebagaimana
yang disarankan para ahli pendidikan adalah pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan.
Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan
pada anak untuk bekerja sama dengan tugas-tugas terstruktur (Lie, 1999:12). Melalui
pembelajaran ini siswa bersama kelompok secara gotong royong maksudnya setiap
anggota kelompok saling membantu antara teman yang satu dengan teman yang lain
dalam kelompok tersebut sehingga di dalam kerja sama tersebut yang cepat harus
membantu yang lemah, oleh karena itu setiap anggota kelompok penilaian akhir
ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok
dan sebaliknya keberhasilan siswa individual adalah keberhasilan kelompok. Sedangkan
bercerita berpasangan merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif. Yang
membedakan tipe bercerita berpasangan dengan lainnya adalah dalam tipe ini guru
memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa
mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan
ini, siswa dirangsang untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan
penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan di kelas VI Sekolah Dasar?
2. Apakah keuntungan dan kelemahan penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VI Sekolah Dasar?

C. Tujuan Penulisan
Melalui penulisan ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui bagaimana proses belajar mengajar Bahasa Indonesia dengan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan di kelas VI Sekolah Dasar.
2. Mengetahui keuntungan dan kelemahan penerapan pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas VI Sekolah
Dasar.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari hasil penulisan ini adalah :
1. Bagi penulis atau mahasiswa PGSD, dapat dijadikan sebagai salah satu modal
pembelajaran yang nantinya dapat diterapkan pada saat terjun langsung di masyarakat.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif pembelajaran di sekolah guna
meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Bagi siswa, dapat memotivasi siswa dalam beraktifitas atau berpikir secara optimal
dalam metode kooperatif agar siswa tidak jenuh dan bosan.

E. Batasan Masalah
Agar dalam pembahasan penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan yang telah
ditetapkan maka :
1. Penelitian ini hanya membatasi pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan.
2. Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pokok bahasan
mendengarkan berita.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif
Sistem pembelajaran kooperatif bisa didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok
yang terstruktur. Yang termasuk dalam struktur ini adalah lima unsur pokok yaitu saling
ketergatungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja
sama dan proses kelompok. Metode pembelajaran kooperatif disebut juga metode
pembelajaran gotong royong. Ironisnya model pembelajaran kooperatif belum banyak
diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat
gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan
menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama
adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika
mereka ditempatkan dalam grup. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negatif
mengenai kegiatan kerja sama atau belajar dalam kelompok.
Menurut Bannet (1991), cooperative learning adalah kerja kelompok, tetapi tidak semua
kerja kelompok merupakan pembelajaran kooperatif. Unsur dasar pembelajaran
kooperatif adalah :
1. Ketergantungan yang positif
2. Akuntabilitas individual
3. Interaksi tatap muka
4. Ketrampilan sosial
5. Prosesing
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model
pembelajaran gotong royong harus diterapkan :
a. Saling ketergantungan positif
b. Tanggung jawab perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar anggota
e. Evaluasi proses kelompok

a. Saling ketergantungan positif


Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk
mencapai kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa,
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain
bisa mencapai tujuan mereka.
Penilaian juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri
dan nilai kelompok. Nilai kelompok dibentuk dari “sumbangan” setiap anggota. Untuk
menjaga keadilan, setiap anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka.
Misalnya nilai rata-rata si A adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, maka dia akan
menyumbangkan 7 poin untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap siswa
akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan. Beberapa siswa yang
kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap rekan-rekan mereka karena toh
mereka enggan memberikan sumbangan. Malahan merasa terpacu untuk meningkatkan
usaha mereka dan dengan demikian menaikkan nilai mereka. Sebaliknya, siswa yang
lebih pandai juga tidak akan merasa dirugikan karena rekannya yang kurang mampu juga
telah memberikan bagian sumbangan mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif,
setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci
keberhasilan metode pembelajaran kooperatif adalah persiapan guru dalam penyusunan
tugasnya. Masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya
sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya
daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh
lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing kelompok. Para anggota kelompok
perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam
kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
d. Komunikasi antar anggota
Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara
berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka.
e. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif. Format evaluasi bisa bermacam-macam tergantung pada tingkat pendidikan
siswa.
Tujuan pembelajaran kooperatif antara lain dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,
meningkatkan motivasi belajar siswa, menumbuhkan sikap saling menghormati dan
bekerja sama, menumbuhkan sikap tanggung jawab, meningkatkan rasa percaya diri,
dapat belajar memecahkan masalah dengan cara yang lebih baik.
Pembelajaran kooperatif terdapat berbagai teknik/tipe yang dapat diterapkan antara lain :
a. Mencari Pasangan (make a match), dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).
b. Bertukar Pasangan
c. Berpikir – Berpasangan – Berempat, dikembangkan oleh Frank Lyman (Think – Pair –
Share) dan Spencer Kagan Think – Pair – Square).
d. Berkirim Salam dan Soal
e. Kepala Bernomor (Numbered Heads), dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992).
f. Kepala Bernomor Terstruktur
g. Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Guests), dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1992).
h. Keliling Kelas
i. Lingkaran Kecil Lingkaran Besar
j. Tari Bambu
k. Jigsaw, dikembangkan oleh Aronsol et al.
l. Bercerita Berpasangan
Menurut Savage (1996:222) dalam pembelajaran kooperatif diperlukan keputusan dari
guru untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan topik yang akan digunakan dalam kerja kelompok.
b. Membuat keputusan tentang ukuran dan komposisi kelompok.
c. Menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan.
d. Memantau kerja siswa dalam kelompok.
e. Memberikan saran penyelesaian masalah yang cocok.
f. Evaluasi serta memberikan saran-saran.
Dalam metode pembelajaran kooperatif siswa juga bisa belajar dari sesama teman. Guru
lebih berperan sebagai fasilitator. Tentu saja, ruang kelas juga perlu ditata sedemikian
rupa, sehingga menunjang pembelajaran kooperatif. Tentu saja, keputusan guru dalam
penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan
sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah :
a. Ukuran ruang kelas
b. Jumlah siswa
c. Tingkat kedewasaan siswa
d. Toleransi guru dan kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa
e. Toleransi masing-masing siswa terhadap kegaduhan dan lalu lalang siswa
f. Pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran gotong royong
g. Pengalaman siswa dalam melaksanakan pembelajaran gotong royong.
Seperti telah diungkapkan, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sama dengan
model pembelajaran kooperatif. Pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif
bertujuan untuk membina pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama
dan berinteraksi dengan pembelajar lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif yaitu pengelompokkan,
semangat kooperatif, dan penetaan ruang kelas.

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Bercerita Berpasangan


Teknik mengajar Bercerita Berpasangan (Paired Storylelling) dikembangkan sebagai
pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan pelajaran (Lie, 1994). Teknik ini
bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun bercerita.
Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara.
Bahan pelajaran yang palin cocok digunakan dalam teknik ini adalah bahan yang bersifat
naratif dan deskriptif. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan dipakainya bahan-
bahan yang lainnya.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa
dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih
bermakna. Dalam kegiatan ini, siswa diransang untuk mengembangkan kemampuan
berpikir dan kemampuan berimajinasi. Buah-buah pemikiran mereka akan dihargai,
sehingga siswa merasa makin terdorong untuk belajar. Selain itu, siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan ketrampilan berkomunikasi. Bercerita
berpasangan bisa digunakan untuk suasana tingkatan usia anak didik.
Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain :
1. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.
2. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik
yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik
di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan
brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap
menghadapi bahan pelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan
bahwa memberikan tebakan yang benar bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah
kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.
3. Siswa dipasangkan.
4. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang
kedua menerima bagian yang kedua.
5. Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.
6. Sambil membaca/mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa
kata/frasa kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa
disesuaikan dengan panjang teks bacaan.
7. Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan
pasangan masing-masing.
8. Sambil mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan sendiri,
masing-masing siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum
dibaca/didengarkan (atau yang sudah dibaca/didengarkan pasangannya) berdasarkan
kata-kata/frasa-frasa kunci dari pasangannya. Siswa yang telah membaca/mendengarkan
bagian yang pertama berusaha untuk menuliskan apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan
siswa yang membaca/mendengarkan bagian yang kedua menuliskan apa yang terjadi
sebelumnya.
9. Tentu saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenarnya.
Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk
meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai
menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan
mereka.
10. Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-
masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
11. Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari
itu. Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

BAB III
METODOLOGI PENULISAN

Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, yaitu metode yang tidak
menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan
variabel-variabel yang diteliti.
Penulisan karya ini termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif yang datanya
dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau apa adanya (naturalistik), tidak diubah dalam
bentuk simbol-simbol atau bilangan dengan maksud untuk menemukan kebenaran dibalik
data yang objektif dan cukup. Penelitian ini lebih menekankan analisisnya pada proses
penyimpulan deduktif dan induktif serta pada nalisis terhadap dinamika hubungan antar
fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti
pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan
tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab
pertanyaan penelitian melalui cara-cara berpikir formal dan argumentatif. Banyak
penelitian kualitatif merupakan penelitian sampel kecil.
Data atau informasi yang diajring penelitian kualitatif dapat terbentuk gejala yang sedang
berlangsung, reproduksi ingatan, pendapat yang bersifat teoritis atau praktis dan lain-
lainnya. Data tersebut baik berupa kata atau tindakan, oleh karena itu analisis isi lebih
penting.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumenter. Istilah dokumenter
atau dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang tertulis. Alat
pengumpul datanya disebut form dokumen atau form pencatatan dokumen. Sedangkan
sumber datanya berupa catatan atau dokumen. Metode dokumenter dengan demikian
berarti upaya pengumpulan data dengan menyelidiki benda-benda tertulis. Benda tertulis
tersebut dapat berupa catatan resmi seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan,
notulen rapat, dan lain-lainnya, atau catatan tidak resmi, berupa catatan ekspresif seperti
catatan harian, bibliografi dan lain sebagainya.
Analisis data kualitatif menurut Lexy J. Moleong (1994:196) sebagai berikut:
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber.
b. Reduksi data.
c. Menyusun data hasil reduksi ke dalam satuan-satuan.
d. Melakukan kategorisasi terhadap satuan-satuan data sambil membuat kodig.
e. Uji keabsahan data.
f. Penafsiran data dalam mengubah hasil sementara menjadi teori substantif dengan
menggunakan beberapa metode tertentu.
g. Penarikan kesimpulan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Dari hasil analisis buku-buku yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran kooperatif
tipe bercerita berpasangan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas VI Sekolah Dasar,
penulis dapat menyusun rencana pembelajaran yang sesuai.
Di bawah ini adalah contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas VI Sekolah Dasar

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia


Kelas / semester : VI / I
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Standar Kompetensi : 2. Memberikan informasi dan tanggapan secara lisan
Kompetensi Dasar : 2.1. Menyampaikan pesan/informasi yang diperoleh dari berbagai
media dengan bahasa yang runtut, baik dan benar
Indikator : 1. Mencatat pokok-pokok isi berita televisi atau radio yang didengarkan.
2. Menuliskan pokok-pokok isi berita ke dalam satu kalimat atau lebih.
3. Menyampaikan hasil karangan yang berasal dari perbandingan catatan sendiri dengan
catatan teman satu kelompok.

I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat mencatat pokok-pokok isi berita televisi atau radio yang didengarkan.
• Siswa dapat menuliskan pokok-pokok isi berita ke dalam satu kalimat atau lebih.
• Siswa dapat menanggapi dan menyimpulkan isi berita yang didengar.
• Siswa dapat menyampaikan hasil karangan mereka.

II. MATERI POKOK


Berita televisi atau radio
III. METODE PEMBELAJARAN
• Metode pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan

IV. LANGKAH PEMBELAJARAN


A. Kegiatan Awal
Menciptakan lingkungan : salam pembuka dan berdo’a♣
Tanya jawab mengenai berita♣
Mengulang sepintas materi yang lalu yang berhubungan dengan materi hari ini.♣
B. Kegiatan Inti
Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 2
orang siswa (berpasangan).♣
Sebelum memberikan tugas kepada siswa, guru menjelaskan materi dan langkah
pengerjaan tugas.♣
Guru membagi berita menjadi 2 bagian.♣
Siswa pertama pada tiap kelompok mendengarkan berita bagian pertama, siswa kedua
mendengarkan berita bagian kedua.♣
Siswa mendengarkan bagian berita mereka masing-masing kemudian menuliskan pokok-
pokok isi berita mereka.♣
Setelah selesai mendengarkan siswa saling menukar pokok-pokok isi berita dengan
pasangan masing-masing.♣
Kemudian siswa yang telah mendengarkan bagian pertama berusaha untuk♣ menuliskan
apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan siswa yang mendengarkan bagian kedua
menuliskan apa yang terjadi sebelumnya berdasarkan pokok-pokok isi berita yang berasal
dari pasangannya.
Setelah selesai membuat karangan, guru meminta sebagian siswa membacakan hasil
karangan mereka.♣
Guru membagikan bagian berita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa.♣
C. Kegiatan Akhir
Setiap pasangan berdiskusi dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas tentang
berita yang dikerjakan tadi.♣
Guru membuat kesimpulan dari kegiatan pada pertemuan inti.♣
Guru melakukan tes dengan memberi pertanyaan lisan kepada siswa.♣
Guru memberi tugas rumah kepada siswa untuk menuliskan pokok-pokok berita
televisi.♣

V. ALAT DAN SUMBER BELAJAR


• Naskah berita radio atau televisi
• Buku paket Bahasa Indonesia kelas VI Sekolah Dasar
• KTSP
• Cinta Bahasa Kita 6, Ganeca Exact, 2004.

VI. PENILAIAN
• Tes lisan : Tanya jawab
• Penilaian proses : Dilakukan melalui pengamatan saat peserta didik melakukan
kegiatan.
• Tes perbuatan : Diskusi

Surabaya, Juni 2007

Mengetahui
Kepala Sekolah Guru

Keuntungan dan kelemahan strategi belajar mengajar menggunakan teknik kerja


kelompok antara lain :
Keuntungan :
a. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan ketrampilan
bertanya dan membahas sesuatu masalah.
b. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan berdiskusi.
c. Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih aktif
berpartisipasi dalam diskusi.
d. Dapat memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain; hal
mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usahanya mencapai tujuan
bersama.
e. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta
kebutuhannya belajar.
Kelemahan :
a. Menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang
berbeda-beda pula.
b. Keberhasilan strategi kerja kelompok ini tergantung kepada kemampuan siswa
memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri.

B. Pembahasan
Berdasarkan dari hasil analisis data yang diperoleh dari analisis dokumen, penulis sudah
dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir untuk menerapkan
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan untuk mata pelajaran Bahasa
Indonesia di kelas VI Sekolah Dasar. Pengajaran yang dilakukan oleh guru adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dalam kegiatan belajar
mengajar. Kegiatan seperti itu memberikan kesempatn kepada siswa untuk berdiskusi,
bertanya, maupun mengeluarkan pendapat, serta berinteraksi dengan siswa yang
menjadikan siswa aktif dalam kelas. Dengan demikian peran guru di dalam kelas bukan
lagi sebagai satu-satunya sumber belajar tetapi lebih bersifat sebagai penggerak atau
pembimbing siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang
diperoleh siswa sendiri akan lebih melekat lebih lama di pikiran dan menjadikan prestasi
belajar siswa meningkatkan. Pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan
menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara. Oleh karena
itu pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan sangat cocok untuk pembelajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan merangsang siswa untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan berimajinasi. Buah-buah
pemikiran siswa akan dihargai, sehingga siswa merasa semakin terdorong untuk belajar.
Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan
mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
ketrampilan berkomunikasi. Di samping itu situasi kelas menjadi menyenangkan dan
bersahabat.
Penerapan pembelajaran kooperatif ini tergolong masih relatif baru dan belum banyak
diterapkan di kelas-kelas. Oleh karena itu dalam menerapkan pembelajaran kooperatif ini
menemukan berbagai kendala di antaranya yaitu kesulitan mengkoordinasikan siswa
kepada situasi yang dikehendaki tipe bercerita berpasangan. Siswa-siswa sebagian besar
masih belum mengerti dan banyak bertanya tentang apa yang harus dilakukan, sehingga
banyak menyita waktu dan perhatian guru. Di samping itu guru juga harus mengatur
tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda-beda pula.
Untuk mengatasi kendala tersebut yang dilakukan oleh guru adalah memberikan
pengertian dan penjelasan berulang mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan oleh
siswa agar sesuai dengan prosedur yang diinginkan. Karena yang dihadapi adalah anak
usia SD maka guru sebaiknya menggunakan langkah pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan yang sesuai dengan keadaan dan kemampuan siswa.
Kemudian untuk masalah tempat duduk siswa, guru dapat mengatur penetaan bangku
yang berbeda-beda misalnya dengan meja tapal kuda, meja panjang, penataan tapal kuda,
meja laboratorium, meja kelompok, klasikal, bangku individu dengan meja tulisnya, meja
berbaris.
Pengalaman guru dan siswa pada pembelajaran kooperatif juga turut menentukan
keberhasilan dalam pembelajaran.

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif atau kerja sama antar kelompok yang anggota kelompok saling membantu
antar teman yang satu dengan teman yang lain dalam kelompok tersebut, sehingga di
dalam kerja kelompok atau pembelajaran kooperatif, siswa yang lebih pandai dapat
membantu siswa yang lemah.
Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan siswa dapat
lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan berimajinasi. Di
samping itu pembelajaran ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk diskusi,
bertanya, maupun mengeluarkan pendapat serta berinteraksi dengan siswa yang
menjadikan siswa aktif dalam kelas.
Penerapan pembelajaran kooperatif memiliki kendala di antaranya kesulitan
mengkoordinasikan siswa kepada situasi yang dikehendaki. Dan juga terdapat kelemahan
pada teknik belajar kelompok misalnya mengatur penataan bangku yang berbeda-beda
dan model/gaya mengajar yang berbeda-beda pula.

B. Saran
Bertitik tolak dari hasil pembahsan, maka dapat dikemukan saran-saran yang kiranya
berguna dalam proses pembelajaran :
a. Mengingat metode pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan untuk
meningkatkan prestasi belajar, maka hendaknya guru menerapkan metode pembelajaran
ini di kelas sebagai selingan metode-metode belajar yang sudah ada.
b. Pembelajaran ini hendaknya diterapkan secara kontinu baik untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia maupun pelajaran yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 2005. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


Depdiknas. 2006. Kurikulum SD/MI Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta :
Depdiknas.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta : Gramedia.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Rofi’uddin, Ahmad, dkk. 1999. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Tinggi. Jakarta :
Depdikbud.
Rostiyah, N.K. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Wibowo, Teguh. 2004. Cinta Bahasa Kita 6. Jakarta : Ganeca Exact

You might also like