You are on page 1of 17

pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi

serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung
terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Menurut Eggen & Kauchak (1998)
Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu: (1) siswa menjadi pengkaji yang aktif
terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang
ditemukan, (2) guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran, (3) aktivitas-
aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian, (4) guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan
dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi, (5) orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran
dan pengembangan keterampilan berpikir, serta (6) guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai
dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

Options
Disable
Search the W

Get Free Shots


• Home
• Daftar Isi
• Tentang
• Buku Tamu

Belajar Online – Tarakan


Entries RSS | Comments RSS
Top of Form

Search

Bottom of Form

• Indonesia Furniture Handicraft Wholesale Marketplace


Indonesia Furniture Handicraft Wholesale Marketplace
my blogpost
• Artikel Terbaru
○ Psikologi Pendidikan (Materi Kuliah)
○ Psikologi Pendidikan, Pengertian Dan Penerapan
○ Travel Jakarta Bandung
○ Tips Mudah Cepat Belajar Bahasa Inggris Adalah Praktek
○ Gagal SNMPTN “Jangan Sampai Tak Kuliah”
○ Blogger Indonesia Dukung Internet Aman, Sehat & Manfaat
○ ArenaBetting.com dukung fair play FIFA world cup AFSEL 2010
○ Hosting murah indonesia indositehost.com
○ Tingkat Kelulusan UN Di NTT Terburuk se-Indonesia
○ Tarakan Tv – Televisi Regional Tarakan

• Menu
○ Artikel Umum
○ Download
○ Dunia Pendidikan
○ English Space
○ Filsafat
○ Ilmu Pendidikan
○ Info Beasiswa
○ Pembelajaran Kontekstual
○ Pendidikan Anak
○ Silabus, RPP,KTSP,TIK
○ Skripsi Lengkap
○ Tarakan

• TerPopuler
○ Download Materi Bahasa Inggris SD, SMP, SMA, dan Umum
○ RPP, KTSP, Silabus, untuk SD,SMP,SMA
○ Psikologi Pendidikan, Pengertian Dan Penerapan
○ Download Materi Dasar MS Word 2003
○ Pemahaman Manajemen kelas / Classroom Management
○ Download Materi Listening SD, SMP, SMA, dan Profesional
○ Psikologi Pendidikan (Materi Kuliah)
○ Teori Multiple Intelligence Howard Gardner
○ Teori Dan Konsep Belajar Dunia Pendidikan
○ Peranan CTL Dalam Mengimplementasikan Pembelajaran Interaktif

• Spam Blocked
130 spam comments blocked by
Akismet
• Komentar Terbaru

herul iman on RPP, KTSP, Silabus, untuk…

Indarto on Buku Tamu

imelda wicaksana on Psikologi Pendidikan, Pengerti…

Daniel on Psikologi Pendidikan, Pengerti…

samsul on Belajar Pronunciation Bahasa I…

• News
○ Furniture Suppliers
○ Tips for Wooden Teak Furniture Care
○ Indonesia Handicraft Furniture Wholesale Marketplace
○ Excellent,!! Indonesia Batik Handicraft, Enchantment the World
○ The Fascinating Metal Handicraft Wholesale
○ Health With Used Stationary Bikes
○ Indonesia Furniture Handicraft Wholesale Marketplace
○ Used Stationary Bikes
○ New Blog, New Motivation for Special One

Peranan CTL Dalam Mengimplementasikan


Pembelajaran Interaktif
Posted on February 17, 2010 by fandy's
Oleh: Prof. Dr. H. Endang Komara, M.Si
A. Abstrak
Contextual Teaching and Learning (CTL) dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang
berpandangan bahwa hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar,
karena belajar bukanlah sekadar menghafal akan tetapi mengonstruksi pengetahuan melalui
pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ‘’pemberian’’ dari orang lain seperti guru, akan
tetapi hasil dari proses mengonstruksi yang dilakukan setiap individu.
Pembelajaran interaktif memiliki dua karakteristik yaitu Pertama proses pembelajaran
melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar
mendengar, mencatat, akan tetapi mengehendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir.
Kedua, dalam proses pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab
terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berfikir
siswa, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa untuk
memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

B. Pendahuluan
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi
yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut, minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya. Pertama, CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks
CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari
dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL
bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi
bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan
akan tetapi segala bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata.
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik penting dalam proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL seperti dijelaskan oleh Dr. Wina Sanjaya,
M.Pd. (2005:110), sebagai berikut:
1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activtinging
knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah
dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan
yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah
pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara
deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian
memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh
bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta
tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan
tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge) artinya
pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan
siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan atau penyempurnaan strategi.
Pembelajaran interaktif menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru
secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar. UUSPN No. 20 Tahun 2003 menyatakan
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa,
serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya
sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan
memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk
belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan
Jerome Brunner (1960) mengatakan bahwa: ‘’Perlu adanya teori pembelajaran yang akan
menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas’’. Selanjutnya
menurut Bruner teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu
preskriptif.
Hal ini menggambarkan bahwa orang yang berpengetahuan adalah orang yang terampil
memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan lingkungannya dalam menguji hipotesis
dan menarik generalisasi dengan benar. Jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk
membangun kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana
pengetahuan itu sumbernya dari luar diri, tetapi dikonstruksi dalam diri individu siswa.
Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau ditransfer dari orang lain, tetapi
‘’dibentuk dan dikonstruksi’’ oleh individu itu sendiri, sehingga siswa itu mampu
mengembangkan intelektualnya.
Pembelajaran interaktif mempunyai dua karakteristik seperti dijelaskan oleh Dr. H. Syaiful
Sagala, M.Pd. (2003:63), yaitu: (1) dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental
siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mencatat, akan tetapi
menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir; (2) dalam pembelajaran membangun
suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki
dan meningkatkan kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka
konstruksi sendiri.
Proses pembelajaran atau pengajaran kelas (Classroom Teaching) menurut Dunkin dan
Biddle (1974:38) berada pada empat variabel interaksi yaitu (1) variabel pertanda (pesage
variables) berupa pendidik; (2) variabel konteks (context variables) berupa peserta didik,
sekolah dan masyarakat; (3) variabel proses (process variables) berupa interaksi peserta didik
dengan pendidik; dan (4) variabel produk (product variables) berupa perkembangan peserta
didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dunkin dan Biddle selanjutnya
mengatakan proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai
dua kompetensi utama yaitu: (1) kompetensi substansi materi pembelajaran atau penguasaa
materi pelajaran; dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran.
Artinya jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode pengajaran
sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu memahami
karakteristik peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasai, maka
penyampaian materi ajar menjadi tidak maksimal. Metode yang digunakan sebagai strategi
yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan
oleh guru. Hal ini menggambarkan bahwa pembelajaran terus mengalami perkembangan
sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu dalam merespon
perkembangan tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber belajar berasal dari guru dan
media buku teks belaka. Dirasakan perlu ada cara baru dalam mengkomunikasikan ilmu
pengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran baik dalam sistem yang mandiri maupun
dalam sistem yang terstruktur. Untuk itu perlu dipersiapkan sumber belajar oleh pihak guru
maupun para ahli pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana
interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan artinya interaksi yang telah
dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian tujuan intruksional
atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran. Kegiatan
pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan integralistik antara pendidik
dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara metodologis berakar dari pihak pendidik
yaitu guru, dan kegiatan belajar secara pedagogis terjadi pada diri peserta didik. Menurut
Knirk dan Gustafson (1986:15) pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis
melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika,
melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.
Selanjutnya Knirk dan Gustafson (1986:18) mengemukakan teknologi pembelajaran
melibatkan tiga komponen utama yang saling berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa
(peserta didik), dan kurikulum. Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan
belajar formal. Hal ini menggambarkan bahwa interaksi pendidik dengan peserta didik
merupakan inti proses pembelajaran (instructional). Dengan demikian pembelajaran adalah
setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap
rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar. Dalam proses
pembelajaran itu dikembangkan melalui pola pembelajaran yang menggambarkan kedudukan
serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru sebagai sumber
belajar, penentu metode belajar, dan juga penilai kemajuan belajar meminta para pendidik
untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran
itu sendiri.
C. Pembahasan
1. Pembelajaran Kontekstual
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif
subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif.
Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan.
Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan Respons. Belajar tidak
sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat,
motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada dasarnya adalah wujud
dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental
perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih
penting adalah adanya faktor pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Mengapa
demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya.
Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus
dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya (2005:114) antara lain:
a. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan
pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman maka akan
semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh.
b. Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan itu pada
dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang
dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku manusia, seperti pola berpikir, pola
bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance
seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif
dalam berpikir.
c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan
berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental
dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana anak menghadapi persoalan.
d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana
menuju yang kompleks. Oleh karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai
dengan irama kemampuan siswa.
e. Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu,
pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak
(Real World Learning)
Selanjutnya Sanjaya (2005:115) memberikan penjelasan perbedaan CTL dengan
pembelajaran konvensional, antara lain:
(1) CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa perperan aktif dalam setiap
proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran.
Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang
berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
(2) Dalam pembelajaran CTL siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja
kelompok, berdiskusi, saling menerima, dan memberi. Sedangkan, dalam pembelajaran
konvensional siswa lebih bnayak belajar secara individual dengan menerima, mencatat, dan
menghafal materi pelajaran.
(3) Dalam CTL pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam
pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoretis dan abstrak.
(4) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan dalam pembelajaran
konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
(5) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri; sedangkan
dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah nilai dan angka.
(6) Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya
individu tidak melakukan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu
merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau
perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan
sesuatu disebabkan takut hukuman, atau sakadar untuk memperoleh angka atau nilai dari
guru.
(7) Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan
pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam
memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini
tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena
pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
(8) Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan
mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing; sedangkan dalam pembelajaran
konvensional guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
(9) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dalam konteks dan
setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional
pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
(10) Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka
dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara misalnya dengan
evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan, rekaman, observasi, wawancara, dan lain
sebagainya; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran
biasanya hanya diukur dari tes.
Berdasarkan perbedaan pokok tersebut di atas, bahwa CTL memang memiliki karakteristik
tersendiri baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan pengelolaannya. Dalam
proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa,
artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam proses
pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga proses pembelajaran tidak
ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire (Sanjaya,
2005:116-117) sebagai sistem penindasan.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru
manakala menggunakan pendekatan CTL yakni:
(a) Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
dan keleluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk
kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan.
Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman
mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ‘’penguasa’’ yang
memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembangannya.
(b) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan memecahkan
setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-
bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
(c) Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal
yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah
membantu agar setiap siswa mempu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan
pengalaman sebelumnya.
(d) Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi) atau
proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah
memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses
akomodasi.
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari
informasi yang diberikan oleh orang lain temasuk guru, akan tetapi dari proses penemukan
dan mengontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses
penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala
keunikannya. Siswa adalah organisme aktif yang memiliki potensi untuk membangun
pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa, guru harus
memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan
mereka.
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 (tujuh) asas. Asas-asas ini yang
melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.
Komponen tersebut antara lain konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat
belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian nyata
(authentic assessment)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur
kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang
berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu
pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan
dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama
pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis akan tetapi bersifat
dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengonstruksinya. Piaget menyatakan hakikat
pengetahuan sebagai berikut:
a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu
merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi
kenyataan melalui kegiatan subjek.
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk
pengetahuan.
c. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk
pengetahuan bila konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman
seseorang.
Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa dapat mengonstruksi
pengetahuan melalui proses pengamatan dan pengalaman. Asas kedua dalam pembelajaran
CTL adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan
melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari
mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses
perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan materi yang harus dihafal, akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang
harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak
terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah diharapkan siswa berkembang secara
utuh baik intektual, mental emosional maupun pribadinya.
Apakah inkuiri hanya bias dilakukan untuk mata pelajaran tertentu saja? Tentu tidak. Berbagi
topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri. Secara umum
proses ikuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: merumuskan masalah,
mengajukan hipotesis, mengumpulakn data, menguji hipotesis berdasarkan data yang
ditemukan dan membuat kesimpulan.
Penerapan asas ini dalam pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran siswa akan
masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk
menemukan masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas,
selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan
rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk
melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala data telah terkumpul
selanjutnya siswa dituntun untuk mengui hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan
kesimpulan.
Ketiga, bertanya (questioning). Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu;
sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.
Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,
akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Oleh sebab itu peran bertanya
sangat penting, sebab melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa
untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk: (1)
menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran; (2)
membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; (3) merangsang keingintahuan siswa terhadap
sesuatu; (4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; dan (5) membimbing siswa
untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
Keempat, masyarakat belajar (learning community). Dalam CTL, penerapan asas masyarakat
belajar dapat dialukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa
dibagi dalam kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan
kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya
mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat
belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada yang lain.
Kelima, pemodelan (modeling). Maksudnya adalah, proses pembelajaran dengan
menggunakan sesuatu contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya guru memberikan
contoh bagaimana cara mengoperasionalkan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan
sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola,
guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi
memberikan contoh bagaimana cara mengggunakan thermometer dan lain sebagainya.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan
siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam
membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya di depan teman-temannya,
dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang cukup
penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modelling siswa dapat terhindar dari
pembelajaran yang teoretis-abstrak yang memungkinkan terjadinya verbalisme.
Keenam, refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari
yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang
telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam
struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang
dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang
telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya.
Dalam setiap proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses
pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk ‘’merenung’’ atau
mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkanlah secara bebas siswa menafsirkan
pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
Ketujuh, penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental siswa.
Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini
dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu,
tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
2. Pembelajaran Interaktif
Kegiatan belajar melibatkan beberapa komponen atau unsur yaitu peserta didik, pendidik atau
guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar yang digunakan, media
pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dan evaluasi kemajuan belajar siswa
menggunakan tes yang standar. Semua komponen ini saling berinteraksi dalam proses
pembelajaran yang berakhir pada tujuan pembelajaran. Karena itu kegiatan pembelajaran
merupakan suatu sistem yang integral, dalam suatu sistem pembelajaran atau sistem
instruksional di sekolah. Dilihat dari sudut institusional sekolah, dalam hal mendukung
kelancaran aktivitas pembelajaran, kepala sekolah memainkan peran cukup penting, karena
berkontribusi signifikan terhadap perolehan suatu sistem belajar. Meskipun setiap guru
mempunyai kemampuan professional yang tinggi dalam melaksanakan tugas profesionalnya,
tetapi tidak didukung pelayanan institusional yang memadai, tentu saja kegiatan
pembelajaran itu tidak akan maksimal.
Peran kepala sekolah untuk menyediakan fasilitas pembelajaran, melakukan pembinaan
pertumbuhan jabatan guru, dan dukungan profesionalitas lainnya menjadi suatu kekuatan
tersendiri bagi guru melaksanakan tugas profesionalnya. Setelah guru mendapat dukungan
institusional, hal selanjutnya yang perlu dipersiapkan oleh guru adalah berkaitan dengan
pendekatan belajar yang menjadi otonom profesional keguruan. Para ahli psikologi belajar
dan ahli kependidikan telah banyak menyampaikan sejumlah teori maupun konsep
pendekatan pembelajaran. Pendekatan ini pada umumnya mengacu pada pendekatan
psikologi yang berkaitan dengan kemampuan peserta didik untuk menangkap ataupun
menerima pelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran menjadi suatu
hal yang amat penting, karena dilihat dari sudut psikologi setiap anak mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam menerima pelajaran, untuk itu diperlukan pendekatan yang
sesuai dengan potensi anak didik.
Pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi atau kiat melaksankan pendekatan
serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk faktor yang turut menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa. Pendekatan tersebut bertitik tolak pada aspek psikologis
dilihat dari pertumbuhan daan perkembangan anak, kemampuan intelektual, dan kemampuan
lainnya yang mendukung kemampuan belajar. Pendekatan ini dilakukan sebagai strategi yang
dipandang tepat untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga belajar yang
menyenangkan.
Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi
sifatnya lugas dan terencana, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan
materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Adapun pendekatan
pembelajaran interaktif yang sudah umum dipakai oleh para guru menurut Sagala (2003:71)
antara lain pendekatan konsep dan proses, deduktif-induktif, ekspositori dan heuristic, dan
pendekatan kecerdasan.
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan
konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu
diperoleh. Konsep merupakan buah pikiran seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan
dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori.
Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak,
kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan.
Konsep menunjukkan suatu hubungan antar konsep yang lebih sederhana sebagai dasar
perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan yang bersifat asasi tentang mengapa
suatu gejala itu bisa terjadi. Konsep merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang
yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip,
hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi,
dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau
pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah menjelaskan dan meramalkan. Fravell
(1970) menyarankan, bahwa pemahaman terhadap konsep dapat dibedakan dalah tujuh
dimensi yaitu atribut, struktur, keabstrakan, keinklusifan, generalitas/keumuman, ketepatan
dan kekuatan.
Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran memberi kesempatan kepada siswa
untuk ikut menghayati proses penemuan atrau penyusunan suatu konsep sebagai suatu
keterampilan proses. Pembelajaran dengan menekankan kepada belajar proses
dilatarbelakangi oleh konsep belajar menurut teori ‘’Naturalisme-Romantis’’ dan teori
‘’Kognitif Gestalt’’. Naturalisme-Romantis menekankan kepada aktivitas siswa, sedangkan
kognitif Gestalt menekankan pemahaman dan kesatupaduan yang menyeluruh. Pendekatan
proses dalam pembelajaran dikenal pula sebagai keterampilan proses, guru menciptakan
bentuk kegiatan pengajaran yang bervariasi, agar siswa terlibat dalam berbagai pengalaman.
Siswa diminta untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai sendiri suatu kegiatan. Siswa
melakukan kegiatan percobaan, pengamatan, pengukuran, perhitungan, dan membuat
kesimpulan sendiri.
Dalam pembelajaran proses ini, siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama
temannya, dan dari manusia sumber di luar sekolah. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh
siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan proses adalah: (1) mengamati
gejala yang timbul, (2) mengklasifikasikan sifat-sfat yang sama, serupa; (3) mengukur
besaran-besaran yang bersangkutan; (4) mencari hubungan antar konsep yang ada; (5)
mengenal adanya suatu masalah, merumuskan masalah; (6) memperkirakan penyebab suatu
gejala, merumuskan hipotesa; (7) meramalkan gejala yang mungkin akan terjadi; (8) berlatih
menggunakan alat ukur; (9) melakukan percobaan; (10) mengumpulkan, menganalisis dan
menafsirkan data; (11) berkomunikasi; dan (12) mengenal adanya variabel, mengendalikan
suatu variabel.
Pendekatan Deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum kekeadaan
khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip
umum diikuti dengan contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam
keadaan khusus. Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam
pembelajaran adalah: (1) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan
pendekataan deduktif; (2) menyajikan aturan, prinsip yang bersifat umum lengkap dengan
definisi dan buktinya; (3) disajikan contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan
antara keadaan khusus itu dengan aturan, prinsip umum; dan (4) disajikan bukti untuk
menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari
keadaan umum. Sedangkan pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh Filosof
Inggris Prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas
fakta yang konkrit sebanyak mungkin, sistem isi dipandang sebagai sistem berpikir yang
paling baik pada abad pertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai dogmatif artinya
bersifat mempercayai begitu saja tanpa diteliti secara rasional. Berpikir induktif ialah suatu
proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Orang mencari
ciri atau sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri
atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena.
Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif adalah: (1) memilih
konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif; (2) menyajikan
contoh khusus konsep, prinsip atau aturan itu yang memungkinkan siswa memperkirakan
(hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh itu; (3) disajikan bukti yang berupa
contoh tambahan untuk menunjang atau menyangkal perkiraan itu; dan (4) disusun
pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah yang
terdahulu. Pada tingkat ini menurut Syamsudin Makmun (2003:228) siswa belajar
mengadakan kombinasi dari berbagai konsep atau pengertian dengan mengoperasikan kaidah
logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi dan
kausalitas), sehingga siswa dapat membuat kesimpulan (kongklusi) tertentu yang mungkin
selanjutnya dapat dipandang sebagai ‘rule’ (prinsip, dalil, aturan, hukum, akidah dan
sebagainya).
Pendekatan Ekspositori, berpandangan bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran
pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru/pengajar. Hakekat mengajar menurut
pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang
sebagai objek yang menerima apa saja yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan
informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan,
yang dikenal dengan istailah kuliah, ceramah, dan lecture. Dalam pendekatan ini siswa
diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang telah diberikan guru, serta
mengungkap kembali apa yang dimilikinya melalui respons yang ia berikan pada saat
diberikan pertanyaan oleh guru.
Pendekatan Heuristik adalah merancang pembelajaran dari berbagai aspek dari pembentukan
sistem instruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan
sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Pendekatan heuristic adalah
pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah data dan siswa diminta untuk membuat
kesimpulan menggunakan data tersebut, implementasinya dalam pengajaran menggunakan
metode penemuan data metode inkuiri. Metode penemuan didasarkan pada anggapan, bahwa
materi suatu bidang studi tidak saling lepas, tetapi ada kaitannya antara materi tersebut.
Dengan pendekatan heuristic dapat mendorong peserta didik bersikap berani untuk berpikir
ilmiah dan mengembangkan berpikir mandiri.
Pendekatan kecerdasan, guru harus mengetahui kecerdasan siswanya agar dapat menolong
kesulitan belajarnya. Untuk mengetahui kecerdasan para siswanya tentu guru tidak
melakukannya sendiri, untuk hal yang sederhana dapat dilakukan oleh konselor yang
mempunyai latar belakang pendidikan dan keahlian yang memadai. Bagi sekolah yang berada
di perkotaan dan tersedia psikolog, maka dapat dimintakan bantuan para ahli psikologi
tersebut untuk melakukan tes kecerdasan, dengan demikian hasilnya dapat lebih akurat, dan
tindakan belajarpun dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa oleh guru. Munzert, A.W.
(1994) mengartikan kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan
jawaban, penyelesaian, dan kemampuan memecahkan masalah.
Intelegensi dapat dirumuskan dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan dan mencapai
prestasi yang di dalamnya berpikir memainkan peranan utama. Dari tingkah laku seseorang,
pembicaraan, aksi, reaksinya, orang dapat menilainya apakah orang itu cerdas, cerdik, pintar
atau sebaliknya bodoh dan lamban. Walaupun untuk memperoleh informasi yang lebih dapat
dipercaya melalui tes kecerdasan melalui uji psikotes oleh ahli psikologi. Tingkah laku yang
inteligen oleh sejumlah ciri sebagai berikut: (1) tingkah laku yang siap melakukan perubahan
yang perlu terhadap kondisi baru, tidak kaku; (2) tingkah laku yang bertujuan; (3) tingkah
laku yang cepat, reaksi yang segera; (4) tingkah laku yang terorganisir, yakni ada koordinasi
yang baik antara kondisi pribadi dalam lingkungan yang memecahkan persoalan; (5) tingkah
laku yang dikendalikan oleh motivasi yang kuat; dan (6) tingkah laku yang success oriented.
D. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal
berikut ini:
1. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada
keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata,
sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil
belajar dalam kehidupan sehari-hari.. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan
sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan akan memperoleh makna
yang mendalam terhadap apa yang dipejarinya.
2. Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar
kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang
memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi
mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Lingkungan yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang pembelajaran kontekstual,
dan keberhasilan pembelajaraan secara keseluruhan.
3. Pembelajaran interaktif, guru harus menyadari bahwa pembelajaran memiliki sifat yang
sangat kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktis secara
bersamaan. Caranya guru dengan menggunakan pendekatan pemberian pemahaman kepada
siswa, pemberian informasi dan pendekatan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi oleh
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati danMudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dunkin, M.J. dan Biddle, B.J. 1974. The Study of Teaching. New York: Rinehart and Wsiton
Inc.
Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung:
Rosda.
Nurdin, Muhamad. 2004. Kiat Menjadi Guru Profesional. Jogyakarta: Prisma Sophie.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Bandung: Fajar Interpratama Offset.
Sudjana, D. 2001. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.
• Share this:
• Digg
• Reddit

Filed under: Artikel Umum, Pembelajaran Kontekstual | Tagged: Pendidikan, Ilmu
Pendidikan, CTL
« Pendidikan Di Tarakan, akan seperti apa di masa depan? Download Materi UAN SMP,
SMA, MA, SMK »
Leave a Reply
Click here to cancel reply.
Top of Form

Name (required)

E-mail (required)

Website

Submit Comment 194 0

1286234888

Notify me of follow-up comments via email.


Bottom of Form

• Subscription
Top of Form

Masukan alamat email untuk menerima artikel terbaru dari saya "GRATIS" melalui
email.

subscribe 11109833 http://fandi4taraka w idget 8704064748

/2010/02/17/pera

Berlangganan

Bottom of Form

• REFERENSI
• Kategori Cloud

Artikel Umum Download Dunia Pendidikan English

Space Filsafat Ilmu Pendidikan Info Beasiswa Pembelajaran


Kontekstual Pendidikan Anak Silabus, RPP,KTSP,TIK Skripsi Lengkap
Tarakan
• Contact Via YM

• ID

Alumni ABA Tarakan ABATA & FKIP Univ.Widyagama Mahakam Samarinda


• Blog Statistik

Online Reader

• Live Traffic
• Merah
○ Indonesia Furniture Handicraft Wholesale Marketplace
○ Traveling Jakarta Bandung
○ Macet di Jakarta, Bikin Pusing
○ Review Kontes Travel Jakarta Bandung
○ Travel Jakarta Bandung
○ Info Kontes SEO Travel Jakarta Bandung
○ Ping Blogger Indonesia Dukung Internet Aman, Sehat & Manfaat
○ Ping Hosting Murah Indoesia Indositehost.com
○ Hadiah Dari Kontes SEO Arenabetting.com
○ Day Trans Travel Jakarta Bandung
Blog at WordPress.com. Theme: Digg 3 Column by WP Designer.

You might also like