You are on page 1of 13

belajar dasar kaidah ushul fiqh

Diposkan oleh Aa Den


Label: kaidah ushul fiqh

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah

Qawaidul Ushuliyah (kaidah-kaidah Ushul) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua khususnya
mahasiswa Azhar, calon mujtahid yang akan meneruskan perjuangan pendahulu-pendahulu kita
dalam membela dan menegakkan islam dimanapun berada. Banyak dari kita yang kurang mengerti
bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu Qawaidul ushuliyah. Maka dari itu, kami
selaku penyusun mencoba untuk menerangkan tentang kaidah-kaidah ushul, mulai dari pengertian,
perkembangan, sumber-sumbernya, dan beberapa urgensi dari kaidah-kaidah ushul.

II. Rumusan Masalah

1. Mengerti dan memahami pengertian kaidah ushul.


2. Menyebutkan sumber-sumber pengambilan kaidah-kaidah ushul.
3. Menyebutkan rukun serta syarat-syarat kaidah-kaidah ushul.
4. Mengerti persamaan serta perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqh?
5. Mengeerti hubungan antara kaidah-kaidah ushul dengan ushul fiqh itu sendiri?
6. Mengetahui faedah serta kedudukan kaidah-kaidah ushul.
7. Mengetahui buku-buku yang di karang ulama tentang kaidah-kaidah ushul.

III. Tujuan Pembahasan

Makalah ini disusun bertujuan agar kita mengetahui, memahami dan mengerti tentang hal-hal yang
berhubungan dengan kaidah-kaidah ushul, mulai dari definisi, sumber-sumber, rukun, syarat,
perbedaannya dengan kaidah-kaidah fiqh, hubungannya dengan ilmu ushul fiqh dan buku-buku
yang menjadi subernya.

BAB II

PENGERTIAN

Sebagai studi ilmu agama pada umumnya, kajian ilmu tentang kaidah-kaidah ushul diawali dengan
definisi. Defenisi ilmu tertentu diawali dengan pendekatan kebahasaan. Dalam studi ilmu kaidah
ushul fiqh, kita kita akan mencoba menjelaskan beberapa permasalahan mulai dari defenisi kaidah
secara bahasa dan istilah, defenisi ushul fiqh secara bahasa dan istilah, defenisi kaidah-kaidah
ushuliyyah secara bersamaan. Didalam seluruh defenisi tadi terdapat perbedaan pendapat dalam
kalangan ulama, penyusun akan mencoba menulis beberapa defenisi dari kalangan ulama atau
hanya sekedar menulis defenisi yang menurut penyusun lebih rajih atau lebih kuat.

Defenisi kaidah

Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut
dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. Dalam bahasa arab, kaidah memilik banyak
arti diataranya: al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah dasar), al-Mabda’
(prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Al Qi’dah (cara duduk, yang baik atau yang buruk),
Qo’id ar rojul (Istrinya), Dzul Qo’dah (nama salah satu bulan qomariyah yang mana orang orab
tidak mengadakan perjalanan didalamnya) dan lain sebagainya.

Dari seluruh arti tadi dapat kita simpulkan bahwa kaidah secara bahasa artinya tidak akan keluar
dari dasar atau pondasi dan tempat sesuatu.

Adapun secara istilah banyak sekali defenisi yang di buat oleh para ulama, tetapi yang paling
lengkap dan paling baik menurut penyusun adalah:
”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagiannya.“

Defenisi Ushul Fiqh

Untuk defenisi ushul fiqh sengaja penyusun tidak sebutkan karena sudah ada yang membahasnya..

Defenisi kaidah-kaidah ushuliyah

Dr. Jailany mendefinisikan sebagai:” hukum kulli (berifat umum) yang berdiri diatasnya furu’
fiqhiyah yang di bentuk dengan bentuk umum dan akurat”.

Defenisi ini belum maani’ karena kaidah-kaidah fiqh masih masuk didalamnya.

Prof. Dr. Muhammad Syabir mendefinisikan sebagai:” ”Suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum)
yang dengannya bisa sampai pada pengambilan kesimpulan hukum syar’iyyah al far’iyyah dari
dalil-dalilnya yang terperinci”.

Defenisi yang menurut penyusun lebih akurat adalah:” Hukum kulli (umum) yang dibentuk dengan
bentuk yang akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan fiqh dari dalil-dalil, dan
cara penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil”.
BAB III

SUMBER-SUMBER PENGAMBILAN KAIDAH-KAIDAH USHUL

Secara global, kaidah-kaidah ushul fiqh bersumber dari naql (Al-Qur’an dan Sunnah), ‘Akal
(prinsip-prinsip dan nilai-nilai), bahasa (Ushul at tahlil al lughawi), yang secara terperinci kita
jelaskan dibawah ini.

Pertama: Al Qur’an.

Al Qur’an merupakan firman Allah SAW yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, untuk
membebaskan manusia dari kegelapan. Kitab ini adalah kitab undang-undang yang mengatur
seluruh kehidupan manusia, firman Allah yang Maha mengetahui apa yang bermanfaat bagi
manusia dan apa yang berbahaya, dan merupakan obat bagi ummat dari segalah penyakitnya. Allah
berfirman :

“dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian”. (QS. AL Isra: 82)

Dan firman Allah:

“dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS An Nahl: 89)

Ini adalah kedudukan al Qur’an. Penyusun yakin semua orang tahu itu, maka tidak perlu di
perpanjang di sini.

Diantara kaidah-kaidah ushul yang di hasilkan dari Al Qur’an adalah:

1. Sunnah adalah sumber hukum yang di akui, dengan dalil

‫وما ينطق عن الهوي إن هو إل وحي يوحي‬

2. Al Qur’an bisa difahami dari uslub-uslub bahasa arab, dengan dalil

‫إنا أنزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون‬


3. Adat atau kebiasaan di akui sebagai hukum pada permasalahan yang tidak memiliki dalil, dengan
dalil

‫حذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الجاهلين‬

Kedua: As Sunnah

Allah memberikan kemuliaan kepada nabi Muhammad SAW dengan mengutusnya sebagai nabi dan
rasul terakhir untuk umat manusia dengan tujuan menyampaikan pesan-pesan ilahi kepada umat.
Maka nilai kemuliaan Rasulullah bukan dari dirinya sendiri tetapi dari Sang Pengutus yaitu Allah
SWT, karena siapapun yang menjadi utusan pasti lebih rendah tingkatannya dari yang mengutus.
Allah Berfirman yang artinya:” Muhammad tidak lain hanyalah seorang rasul”. (QS. Ali Imran:
144).

Jika seluruh perintah Allah telah disampaian oleh Rasulullah kepada umat, selesailah tugasnya dan
wajib bagi umat untuk memperhatikan risalah yang di sampaikan oleh rasulullah. Allah berfirman
yang artinya:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa
orang rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada
Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur”. (QS. Ali
Imran: 144)

Banyak sekali ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa sunnah Rasulullah adalah merupakan salah
satu sumber agama islam, diantaranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 53,132,144, 172
juga didalam surat An Nisa ayat: 42, 59, 61, 64, 65, dan masih banyak lagi. Bahkan didalam surat
Al Hasyr Allah berfirman:

“apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.“

Diantara kaidah-kaidah ushul yang di ambil dari hadits adalah:

1. Perintah yang mutlak hukumnya wajib (‫)المر المطلق يفيد الوجوب‬


2. Ijma’ merupakah hujjah yang di akui secara syar’I (‫)الجماع حجة معتبرة شرعا‬
3. Jika berkumpul perintah dan larangan maka larangan di dahulukan (‫إذا اجتمع المر والمحرم‬
‫)قدم المحرم‬
4. Qiyas merupakan hujjah yang di akui secara syar’I (‫)القياس حجة معتبرة شرعا‬

Ketiga: Ijma’
Diantara kaidah-kaidah ushul yang di ambil dari ijma adalah:

1. Ijma’ Sahabat bahwa “hukum yang di hasilkan dari hadits ahad dapat di terima”.
2. Ijma’ Sahabat bahwa “hukum terbagi menjadi 5 macam”.
3. Ijma’ Sahabat bahwa “syariat nabi Muhammad menghapus seluruh syariat yang
sebelumnya”.

Keempat: Akal

Akal memiki kedudukan yang tinggi didalam syariat islam, karena kita tidak akan faham islam
tanpa akal. Sebagai contoh, Apa dalil yang menunjukkan bahwa Allah itu ada? Jika dijawab Al
Qur’an, Apa dalil yang menunjukkan bahwa Al Qur’an benar-benar dari Allah? Jika dijawab I’jaz,
apa dalil yang menunjukkan bahwa I’jazul quran sebagai dalil bahwa alqur’an bersumber dari Allah
SWT? Dan seterusnya. Dengan demikian dapat kita fahami bahwa islam tidak akan kita fahami
tanpa akal, oleh karena itulah akal merupakan syarat taklif dalam islam.

Meskipun demikian, ada satu hal yang harus di perhatikan dengan seksama, bahwa akal tidak bisa
berkerja sendiri tanpa syar’I. Akal hanyalah sarana untuk mengetahui hukum-hukum Allah melalui
dalil-dalil al quran dan hadits. Allah lah yang menjadi hakim, dan akal merupakan sarana untuk
memahami hukum-hukum Allah tersebut.

Diantara kaidah-kaidah ushul yang di hasilkan dari akal adalah:

1. Al Qur’an merupakan dalil yang di akui.


2. Baik dan buruk hanya di ketahui melalui syar’I bukan akal.
3. Yang lebih kuat didahulukan dari yang lemah.

Kelima: Perkataan Sahabat

Diantara kaidah-kaidah ushul yang diambil dari perkataan-perkataan sahabat Rasulullah adalah:

1. Hadits-hadits Ahad zonniyah


2. Qiyas adalah hujjah
3. Hukum yang terakhir menghapus hukum yang terdahulu (naskh)
4. Orang awam boleh taqlid
5. Nash lebih di utamakan dari qiyas maupun ijma’

Diantara kaidah-kaidah ushul yang di ambil dari ilmu-ilmu islam


1. Ilmu Ushuluddin

 Baik dan buruk dapat diketahui dengan syar’I bukan dengan akal
 Rasulullah tidak menetapkan ijtihad yang salah
 Tidak ada yang ma’sum kecuali nabi
 Syari’at islam menghapus syari’at sebelumnya
 Domir goib kadang-kadang kembali pada kalimat yang tidak tertulis, dan itu bisa di ketahui
melalui siyaaq kalimat.
 Kalimat Aina (‫ )أين‬menunjukkan tempat (syarat ataupun istifham) dan ( ‫)متي و أيان‬
menunjukkan waktu (syarat atupun istifham)
 Fi’il madi jika menjadi fiil syarat, ia berubah menjadi kaliamat insyaa menurut kesepakatan
ahli nahwu.
 (‫ )إلي‬menunjukkan akhir sesuatu (waktu maupun tempat)
 Dan sebagainya.
 Kaidah ‫سد الذرائع‬
 Kaidah adat dan kebiasaan merupakan dalil yang di akui
 Kaidah ‫المصالح المرسلة‬

2. Ilmu Bahasa Arab

 Domir goib kadang-kadang kembali pada kalimat yang tidak tertulis, dan itu bisa di ketahui
melalui siyaaq kalimat.
 Kalimat Aina (‫ )أين‬menunjukkan tempat (syarat ataupun istifham) dan ( ‫)متي و أيان‬
menunjukkan waktu (syarat atupun istifham)
 Fi’il madi jika menjadi fiil syarat, ia berubah menjadi kaliamat insyaa menurut kesepakatan
ahli nahwu.
 (‫ )إلي‬menunjukkan akhir sesuatu (waktu maupun tempat)
 Dan sebagainya.

3. Ilmu Fiqih

 Kaidah ‫سد الذرائع‬


 Kaidah adat dan kebiasaan merupakan dalil yang di akui
 Kaidah ‫المصالح المرسلة‬

BAB IV

RUKUN DAN SYARAT KAIDAH-KAIDAH USHUL


Rukun-rukun kaidah Ushuliyyah

Ketika kita melihat sebuah kaidah ushul, ‫( النهههي للكههرار‬larangan menunjukkan pengulangan)
umpamanya kita akan menemukan 4 rukun didalamnya:

Pertama : Maudu’ (tema) yaitu ‫النهههههههههههههههي‬


Kedua : Mahmuul yaitu ‫التكههههههههههههههههههرار‬
Ketiga : Penisbatan antara keduanya yaitu kebergantungan rukun kedua dengan rukun pertama
Keempat : Terjadi atau tidaknya rukun ketiga pada keduanya.. (Apakah perintah menunjukkan
pengulangan benar-benar terjadi atau tidak?)

Jika keempat-empatnya adalah tasowwurot dimanakah hukumnya atau at tasdiq ??


Ahli mantiq ketika berusaha menyelesaikan permasalahan ini berbeda pada 2 pendapat:
1. Al Falasifah mengatakan bahwa at tasdiq adalah rukun ke empat saja, dengan kata lain menurut
falasifah, kaidah-kaidah ushul cukup dengan satu rukun saja yaitu rukun yang keempat.
2. Imam Ar Razi mengatakan bahwa at tasdiq tidak cukup dengan rukun ke empat saja tetapi
gabungan dari keempat rukun tersebut.

Syarat-syarat kaidah Ushuliyyah

1. Harus dalam bentuk yang singkat


2. Merupakan perkara yang sempurna
3. Maudu’nya (temanya) harus kulli bukan juz’I (umum)
4. Kaidah-kaidah ushul tersebut tidak bertentangan dengan syari’at dan maqosid syari’ah
5. Tidak bertentangan dengan kaidah lain (baik itu kaidah ushul ataupun kaidah fiqh) yang
sebanding dengannya atau lebih kuat darinya.
6. Kaidah-kadiah ushul tersebut harus tegas dan tidak ragu-ragu

BAB V

HUBUNGAN ANTARA KAIDAH-KAIDAH USHUL DENGAN USHUL FIQH

Ketika kita melihat defenis dari ushul fiqh dan kaidah-kaidah ushul, akan jelas sekali perbedaan
atara keduanya. Tetapi meskipun demikian, keduanya tidak akan bisa dipisahkan karena ilmu
kaidah-kaidah ushul merupakan bagian dari ilmu ushul fiqh. Hubungan antara keduanya adalah
hubungan atara umum dan khusus (ilmu ushul fiqh lebih umum dari ilmu kaidah-kaidah ushul).

Adapun perbedaan atara keduanya adalah sebagai berikut:


 Mayoritas kaidah-kaidah ushul adalah nilai yang di ambil dari ushul fiqh (ushul fiqh jauh
lebih luas pembahasannya daripada kaidah-kaidah ushul).
 Perbedaan dalam segi maudu’ (tema). Tema kaidah-kaidah ushul adalah ushul fiqh itu
sendiri adapun tema ushul fiqh adalah al- adillah al ijmaliayah min hautsu dobthi al fiqh.
 Dari segi Tujuan. Tujuan dari kaidah-kaidah ushul adalah menyempurnakan ushul fiqh
dengan cara menyempurnakan nilai-nilai ushul dengal lafaz yang singkat, dan
mengembalikan nilai-nilai tersebut kepada nilai yang lebih umum yang menjadi kaidah buat
kaidah tersebut. Dengan demikian tujuan ilmu kaidah-kaidah ushul adalah ingin
memberikan bentuk lain untuk ushul fiqh dalam bentuk kaidah yang lebih singkat dan
sistematis. Adapun tujuan ushul fiqh adalah pencapaian nilai-nilai yang dapat
menyempurnakan ijtihad dalam fiqh.
 Dari segi histories (Apakah ushul fiqh muncul terlebih dahulu atau kaidah-kaidah ushul?)

Sahabat-sahabat Rasulullah, tabi’in dan yang mengikuti mereka sejak dahulu telah berijithad
dengan memakai kaidah-kaidah ushul. Kemudian pembahasan semakin luas hingga muncullah
ilmu ushul fiqh. Demikian juga ilmu ushul fiqh semakin luas hingga di butuhkan kaidah-kaidah
singkat yang dapat dengan mudah diterapkan oleh seorang mujtahid, dan inilah yang menjadi
tonggak munculnya ilmu kaidah-kaidah ushul. Dengan demikian kaidah-kaidah ushul lebih dahulu
muncul dari ilmu ushul fiqh, dah ilmu ushul fiqh muncul sebelum munculnya ilmu kaidah-kaidah
ushul.

BAB VI

PERBEDAAN ANTARA KAIDAH-KAIDAH USHULIYYAH DENGAK KAIDAH-KAIDAH


FIQHIYYAH

Persamaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqh terletak pada kesaaman sebagai wasilah
pengambilan hukum. Keduanya merupakan prinsip umum yang mencakup masalah-masalah dalam
kajian syari’ah. Oleh karena itu, dalam perspetif ini kaidah ushul sangatlah mirip dengan kaidah
fiqih.

Namun, kita pun bisa melihat perbedaan yang signifikan dari kedua kaidah tersebut, secara ringkas
perbedaan kedua kaidah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kaidah ushul pada hakikatnya adalah qa’idah istidlaliyah yang menjadi wasilah para
mujtahid dalam istinbath (pengambilan) sebuah hukum syar’iyah amaliah. Kaidah ini
menjadi alat yang membantu para mujtahid dalam menentukan suatu hukum. Dengan kata
lain, kita bisa memahami, bahwa kaidah ushul bukanlah suatu hukum, ia hanyalah sebuah
alat atau wasilah kepada kesimpulan suatu hukum syar’i. Sedangkan, kaidah fiqih adalah
suatu susunan lafadz yang mengandung makna hukum syar’iyyah aghlabiyyah yang
mencakup di bawahnya banyak furu’. Sehingga kita bisa memahami bahwa kaidah fiqih
adalah hukum syar’i. Dan kaidah ini digunakan sebagai istihdhar (menghadirkan) hukum
bukan istinbath (mengambil) hukum (layaknya kaidah ushul). Misalnya, kaidah ushul “al-
aslu fil amri lil wujub” bahwa asal dalam perintah menunjukan wajib. Kaidah ini tidaklah
mengandung suatu hukum syar’i. Tetapi dari kaidah ini kita bisa mengambil hukum, bahwa
setiap dalil (baik Qur’an maupun Hadits) yang bermakna perintah menunjukan wajib.
Berbeda dengan kaidah fiqih “al-dharar yuzal” bahwa kemudharatan mesti dihilangkan.
Dalam kaidah ini mengandung hukum syar’i, bahwa kemudharatan wajib dihilangkan.
2. Kaidah ushul dalam teksnya tidak mengandung asrarus syar’i (rahasia-rahasia syar’i) tidak
pula mengandung hikmah syar’i. Sedangkan kaidah fiqih dari teksnya terkandung kedua hal
tersebut.
3. Kaidah ushul kaidah yang menyeluruh (kaidah kulliyah) dan mencakup seluruh furu’ di
bawahnya. Sehingga istitsna’iyyah (pengecualian) hanya ada sedikit sekali atau bahkan tidak
ada sama sekali. Berbeda dengan kaidah fiqih yang banyak terdapat istitsna’iyyah, karena itu
kaidahnya kaidah aghlabiyyah (kaidah umum).
4. Perbedaan antara kaidah ushul dan kaidah fiqih pun bisa dilihat dari maudhu’nya (objek).
Jika Kaidah ushul maudhu’nya dalil-dalil sam’iyyah. Sedangkan kaidah fiqih maudhu’nya
perbuatan mukallaf, baik itu pekerjaan atau perkataan. Seperti sholat, zakat dan lain-lain
5. Kaidah-kaidah ushul jauh lebih sedikit dari kaidah-kaidah fiqh.
6. Kaidah-kaidah ushul lebih kuat dari kaidah-kaidah fiqh. Seluruh ulama sepakat bahwa
kaidah-kaidah ushul adalah hujjah dan mayoritas dibangun diatas dalil yang qot’I. Adapun
kaidah-kaidah fiqh ulama berbeda pendapat. Sebagian mengatakan bahwa kaidah-kaidah
fiqh bukan hujjah secara mutlaq, sebagian mengatakan hujjah bagi mujtahid ‘alim dan
bukank hujjah bagi selainnya, sebagian yang lain mengatakan bahwa kaidah-kaidah tersebut
hujjah secara mutlak.
7. Kaidah-kaidah ushul lebih umum dari kaidah-kaidah fiqh

BAB VII

FAEDAH KAIDAH-KAIDAH USHUL FIQH

DAN KEDUDUKANNYA DIANTARA ILMU-ILMU SYARA’

1. Faedah Kaidah-Kaidah Ushul Fiqh

Manfaat sesuatu bisa dilihat dari buah atau nilai yang di hasilkannya, begitu juga dengan kaidah-
kaidah ushul. Jika kita ingin mengetahui manfaat serta kedudukannya maka hendaklah kita melihat
kepada nilai atau buah yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah ushul fiqh itu sendiri.. Setiap manusia
berbuat sesuai dengan kemaslahatannya, jika tidak ada maslahat (minimal dalam pandangannya), ia
tidak akan melaksanakannya. Maslahat dibagi dua, dunia dan akhirat. Sebagai muslim tentu
berkeyakinan bahwa maslahat dunia adalah sarana untuk mencapat kebahagiaan utama di akhirat
nanti.

Setelah ilmu aqidah, ilmu yang membahas tentang hukum-hukum praktis merupakan ilmu yang
paling penting dan harus dikuasai. Hukum-hukum ini bisa di ketahui, baik dengan cara taqlid atau
ijtihad. Beribadah atas dasar taqlid tidak sama derajatnya jika dibandingkan dengan beribadah atas
dasar ijitihad. Imam Ghazali berkata:” Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang menggabungkan antara
akal dan as-sam’ (Al-Qur’an dan Sunnah) dan yang menyertakan pendapat dan syara’”.
Abu Bakar Al-Qoffal As-Syasyi berkata dalam bukunya “al-ushul”:” Ketahuilah bahwa Nash yang
mencakup segala kejadian tidak ada, dan hukum-hukum memiliki ushul dan furu’ , dan furu’ tidak
bisa diketahui kecuali dengan ushul, dan nilai-nilai itu tidak dapat di ketahui kecuali dengan ilmu
fiqh dan ushul fiqh. Ilmu ini diambil dari syara’ dan akal yang suci secara bersamaan. Ia tidak
menolak syara’ tidak pula menolak akal. Karena keutamaan ilmu ini lah, banyak orang yang
mempelajarinya. Ulama yang faham ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya adalah ulama yang tinggi
derajatnya, tinggi wibawanya ,memiliki banyak pengikut dan murid. Maka hendaklah memulai
dengan ushul untuk mengetahui hukum-hukum furu“.

Diantara faedah kaidah-kaidah ushul fiqh adalah:

1. Dapat mengangkat derajat seseorang dari taqlid menjadi yaqin. Allah berfirman yang
artinya:” niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan“. (QS. Al-Mujadalah: 11)
2. Kaidah-kaidah ushul merupakan asas dan pondasi seluruh ilmu-ilmu islam lainnya. Maka
ilmu fiqh, tafsir, hadits dan ilmu kalam tidak akan sempurna tanpanya. Kaidah-kaidah ushul
menjadikan pemahaman terhadap al-quran dan sunnah dan sumber-sumber islam lainnya
menjadi akurat.
3. Dengan memahami kaidah-kaidah ushul, seseorang dapat dengan mudah mengambil
kesimpulan-kesimpulan hukum syari’ah al-far’iyyah dari dalil-dalilnya langsung dan terus
melaksanakannya. Karena kaidah-kaidah ushul merupakan sarana yang menghantarkan
seseorang pada hukum-hukum fiqh.
4. kaidah-kaidah ushul berusaha membentuk kembali ilmu ushul fiqh dalam bentuk yang baru,
lebih singkat dan akurat yang dapat membantu seorang mujtahid dalam pengambilan
hukum.
5. Seorang yang faham ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya akan dapat dengan mudah
mengcounter pemikiran-pemikiran yang berusaha menyerang hukum-hukum islam yang
telah mapan seperti wajibnya rajam, hudud dan lain sebagainya.
6. Tujuan akhir adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Kedudukan Kaidah-Kaidah Ushul Fiqh

Kedudukan dan keutamaan sebuah ilmu tidak lepas dari tema, objek, tujuan, apa yang di bahas,
besar kebutuhan, kekuatan dalilnya serta maslahat yang dihasilkannya. Semakin besar faedahnya
semakin tinggi pula kedudukannya. Kaidah-kaidah ushul memiliki kedudukan tinggi, yaitu berada
pada urutan pertama setelah ilmu akidah.

Penjelasannya:

1. Dari segi faedah dan buah yang di hasilkan oleh kaidah-kaidah ushul, penyusun telah
jelaskan pada penjelasan faedah-faedah ushul fiqh diatas.
2. Dari segi objeknya, penyusun telah jelaskan bahwa objek kaidah-kaidah ushul adalah ushul
fiqh itu sendiri dari segi keakuratannya. Juga membahas nilai-nilai ushul fiqh untuk di
undang-undangkan. Jika ilmu ushul fiqh memiliki kedudukan tinggi dalam islam,
bagaimanakah kedudukan sebuah ilmu yang bertugas menambah keakuratan ushul fiqh?
3. Dari segi tujuannya, tujuannya adalah pengambilan hukum syara’ yang praktis dari dalil-dali
syara’ dan memperjuangkannya serta memberikan keakuratan dalam berijtihad dan kondisi
mujtahid. Usaha untuk mengetahui hukum-hukum Allah adalah merupakan kewajiban
terpenting dan merupakan tujuan penciptaan kita di dalam kehidupan ini. Ilmu apapun yang
memiliki tujuan ini adalah ilmu yang memiliki kedudukan tinggi.
4. Dari segi kebutuhan. Tidak ada kebahagiaan didunia maupun di akhirat tanpa syari’at Allah.
Dan syariat Allah tidak akan dapat diketahui tanpa kaidah-kaidah ushul. Ma la yatimmu al-
fadil illa bihi fahuwa faadhil.

BAB VIII

BUKU-BUKU KARANGAN ULAMA TENTANG KAIDAH-KAIDAH USHUL

Sebenarnya banyak sekali buku-buku tentang kaidah-kaidah ushul yang dikarang para ulama sejak
dahulu hingga awal abad 20 dan dari awal abad 20 hingga sekarang, tetapi pada bab ini penyusun
hanya akan menyebutkan nama-nama buku yang membahas tentang kaidah-kaidah ushul yang
merupakan referensi utama dalam masalah ini. Bagi yang ingin mengetahui lebih, bisa membaca
buku Nadzoriyah at taq’id al Ushuly karya Dr. Aiman Abdul Hamid Al-Badaroin atau buku-buku
lainnya.

Diantara buku-buku itu adalah:

1. Ta’sis An Nazor karya Ubaidillah bin Umar bin Isa Ad Dabusy (364-430 H)
2. Takhrijul Al-Furu’ Ala Al-Ushul karya Mahmud bin Ahmad bin Mahmud Abu Al Manqib Al
Jinzani (573-656 H)
3. Miftah Al-Wusul ila takhrij al-furu’ ala al-Ushul karya Syarif At Tilmisany (710-771 H)
4. At Tamhid fi at-takhrij al-furu’ ala al-ushul karya Al Isnawi (7.4-772 H)
5. Al-Qowaid wa al-Fawaid Al-Ushuliyah wa ma yata’allaqu biha min al-Ahkam al-far’iyyah
karya Ibn Al-Liham Al Hanbaly ( wafat tahun 803 H)
6. Al-Wusul ila Qowaid al-ushul karya imam Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin
Muhammad Al Hanafy ( wafat tahun 1007 H)
7. At-Tahrir karya Kamal bin Al Hamam (matan)
8. At-Tanqih karya Ibnu Mas’ud Al-Hanafi (matan)
9. Mu’tasar al-muntaha al-ushuly karya Ibnu Al-Hajib (matan)
10. Al-Waroqot fi Ushul Al-Fiqh karya Al-Juwaini
11. Minhaj Al-Ushul ila ilmi al-ushul karya Al-Baidawy
12. Raudhatunnazir wa jannatul muanzir karya Ibnu Qudamah
13. Al-Ihkam fi Ushul al-ahkam karya Al-Amadi
14. Al-Irsyad wa at-taqrib karya Abu Bakar Al-Baqillani
15. Ushul Fiqh karya Syekh Al-Hadary (wafat tahun 1927 M)
16. Ilmu Ushul fiqh karya Syekh Abdul Wahab Khalaf (1888 – 1956 M)
17. Taqnin Ushul Fiqh karya Dr. Muhammad Zaki Abdul Bar

BAB IX
PENUTUP

Kesimpulan

1. Kaidah-kaidah ushul fiqh adalah ilmu yang mandiri. Seluruh ulama sepakat bahwa
perbedaan antara ilmu dengan ilmu yang lain disebabkan oleh faktor tema atau objek serta
tujuan dari ilmu itu sendiri. Ilmu Kaidah-kaidah ushul fiqh memiliki objek dan tujuan yang
berbeda dengan ilmu lainnya bahkan berbeda dengan objek serta tujuan ilmu Ushul fiqh. Itu
artinya ilmu kaidah-kaidah ushul fiqh adalah ilmu yang berdiri sendiri.
2. Kaidah-kaidah ushul, apakah merupakan dalil atau tidak dapat dikategorikan pada dua
kategori yaitu: Pertama: Kaidah-kaidah ushul yang berdiri sendiri yaitu yang berpatokan
pada sumber-sumber islam seperti Al qur’an adalah hujjah, begitu juga dengan sunnah, ijma’
qiyas, masholih mursalah, saddu ad dzaroi’ dan Istishab. Diantara kaidah ini ada yang
disepakati oleh ulama sebagai hujjah dan ada yang masih dalam perdebatan dikalangan
ulama. Kedua: Kaidah-kaidah yang tidak berdiri sendiri tetapi hanya sebuah alat. Kaidah-
kaidah itu adalah yang diambil dari bahasa arab dan lainnya. Yang kedua ini bukan
merupakan dalil yang mandiri tetapi hanya berfungsi sebagai sarana.
3. Ilmu kaidah-kaidah ushul fiqh tidak bisa dipisahkan dari ilmu ushul fiqh itu sendiri. Karena
ilmu ini merupakan bagian dari ilmu ushul fiqh. Hubuangan antara keduanya adalah
hubungan antara umum dan khusus.

Saran

Penyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan sedikit
buku referensi. Maka dari itu penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami
masalah Qawaidul Ushuliyah, agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain
yang lebih komplit, seperti buku-buku yang penyusun tulis dalam bab VIII atau buku-buku lain
yang tidak kalah pentingnya dari buku-buku tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Aiman Abdul Hamid Al-Badrain, 2005, Nadzoriyyah At-Taq’id Al-Ushuly, Kairo: Dar Ibn Hajm

Dr. Muhammad Dzuhaily, 2004, Al-Qowaid Al-Fiqhiyyah ala Al-Madzhab Al-Hanafy wa As-Safi’I,
Kuwait: Majlis Al-Nasr Al-’Ilmy

Dr. Abdul Karim Zaidan, 2006, Al-Wajiz fi Syarhi Al-Qowaid Al-Fiqhiyah fi As-Syari’ah Al-
Islamiyah, Beirut-Libanon: Muassasah Ar Risalah Nasyirun

Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Mustashfa fi ilm Al-Ushul, Beirut : Dar El-
Kutub El-Ilmiyah, cetakan tahun 1413 H

Al-Jailany Al-Marini, Al-Qowaid Al-Ushuliyah wa tatbiqotiha ‘inda Ibn Quddamah fi kitab Al-
Mugni, Kairo : Dar Ibn Affan, cetakan pertama tahun 2002 M

Syabir, Muhammad Utsman, Al-Qowaid al-Kulliyah wa ad-Dhowabit Al-Fiqhiyah, Yordania : Dar


El-Furqon, cetakan pertama, tahun 2000

You might also like