You are on page 1of 67

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sosiologi pertanian adalah suatu pengetahuan sistematis dari suatu hasil
penerapan metode ilmu dalam mempelajari masyarakat pedesaan, struktur
sosial dan organisasi sosial, dan juga sistem perubahan dasar masyarakat dan
proses perubahan sosial yang terjadi. Tapi dalam pengertian ini tidak hanya
cukup mempelajari saja, tetapi kita harus benar-benar paham tentang
penyebab terjadinya dan dampak atau akibat dari segala tindakan sosial yang
terdapat pada desa tersebut (Nasution, 1983).
Sosiologi pertanian cenderung mengarah pada kehidupan keluarga
petani yang mencakup dalam hubungannya dengan kegiatan pertanian di
kehidupan bermasyarakat, misalnya tentang pola-pola pertanian, kesejahteraan
masyarakat, kebiasaan atau adat istiadat, grup sosial, organisasi sosial, pola
komunikasi dan tingkat pendidikan masyarakat serta struktur sosialnya.

B. Tujuan Praktikum
Praktikum sosiologi pertanian ini bertujuan untuk melatih mahasiswa
mengenal lebih dalam perilaku masyarakat desa, kelembagaan hubungan kerja
agraris dan luar pertanian, kekosmopolitan petani, kelembagaan pedesaan,
pola komunikasi, organisasi sosial dan adat istiadat yang ada.

C. Waktu dan Tempat Pelaksanan


Praktikum Sosiologi Pertanian dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2009
sampai dengan 30 Mei 2009, yang dilaksanakan di Desa Sambirejo,
Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri

1
2

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jika suatu daerah mempunyai suatu sistem regristasi yang baik, maka
jumlah penduduk pada akhir suatu periode waktu dari suatu daerah yang
bersangkutan dapat diperkirakan dengan menghitung jumlah penduduk pada suatu
periode ditambah selisih antara kelahiran dan selisih antara yang akan datang
dengan yang pindah atau pergi (Rusli, 1994).
Dalam kehidupan sehari-hari terlihat jelas perbedaan masyarakat pedesaan
dengan masyarakat perkotaan. Ditinjau dari indikator, terlihat masih
berlangsungnya kesenjangan kesejahteraan antara orang-orang desa dengan kota.
Bahkan untuk indikator, sekalipun skor kesejahteraannya mengisyaratkan adanya
perbaikan, tapi perbedaan tersebut sangat mencolok. Prosentase penduduk berusia
10 tahun keatas yang bisa baca tulis jumlahnya lebih beasr di kota daripada di
desa. Keadaan kesejahteraan bayi dan anak balita di kota jauh lebih baik daripada
teman-teman mereka yang ada di desa. Kelayakan rumah di kota jauh lebih baik
daripada keadaan rumah di desa. Indeks mutu hidup di kota jauh lebih baik
daripada di desa. Hal ini membuktikan betapa masih memprihatinkan kesenjangan
sosial antara masyarakat desa dan kota (Dumairy, 1997).
Dalam masyarakat desa terdapat dua kelompok sosial ekonomi. Pertama,
kelompok yang mampu melakukan usaha-usaha yang memberikan kehidupan
yang relatif memadai untuk mereka sendiri. Mereka ini biasanya adalah orang-
orang yang mempunyai lahan pertanian yang luas. Kedua adalah kelompok yang
secara sosial ekonomi dikategorikan miskin karena tidak mampu mengangkat diri
mereka sendiri pada tingkat yang disebut layak (Hagul, 1992).
Dalam Perkembangan Sosiologi di Indonesia gejala pelapisan sosial
(Social Stratification) agak lambat dipersepsikan dengan jelas, hal yang
menimbulkan kesan seakan-akan kita agak enggan melihat masyarakat kita
berlapis-lapis. Singkatnya penggambaran pelapisan sosial dari waktu ke waktu
sungguh penting dalam usaha kita sebagai bangsa mewujudkan masyarakat yang
3

adil dan makmur, dihitung dari sekarang bahkan dalam kurun waktu yang kurang
dari 14 tahun (Tjondronegoro, 1999).
Perempuan sebagai pekerja dalam suatu produksi rumah tangga. Di desa
peran yang diberikan perempuan dalam usaha tani keluarga di sektor pertanian
dan pada sektor luar pertanian itu ditemukan beragam “industri” rumah tangga.
Tenaga kerja perempuan dalam perannya itu adalah tenaga kerja tanpa upah
(Anonim, 2009).
Sebagian (makhluk yang selalu hidup bersama-sama manusia membentuk
organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka
capai sendiri. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat baik yang berbadan hukum ataupun yang tidak berbadan, yang
berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan
Negara (Anonim, 1994).
4

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Praktikum


Pada dasarnya pelaksanaan praktikum ini merupakan latihan penelitian
dengan menggunakan metode dasar deskriptif analisis, yaitu metode yang
memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada masa sekarang dan
bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis, dan disimpulkan dalam
konteks teori-teori yang ada dan dari penelitian terdahulu.

B. Teknik Pengumpulan Data


1.Wawancara, mahasiswa mendatangi responden. Wawancara dipandu
dengan kuisioner yang telah tersedia. Usahakan memperoleh data yang
obyektif. Data penunjang dapat diperoleh dari masyarakat, baik mengenai
sejarah desa maupun fenomena sosial yang ada.
2.Observasi, dengan melakukan pengamatan secara langsung atas keadaan
responden serta keadaan yang terjadi di daerah penelitian atau praktikum.
3.Pencatatan data-data yang diperlukan terutama monografi desa.

C. Jenis dan Sumber Data


1.Data primer : data yang diperoleh secara langsung dari petani atau
responden dengan wawancara menggunakan kuisioner. Keseluruhan
jumlah petani responden berjumlah 28 orang yang terdiri dari:
• 25 orang petani responden yang terdiri dari petani pemilik
penggarap, penyewa, penyakap, dan buruh tani.
• 3 orang tokoh masyarakat yang terdiri dari pamong desa, sesepuh
desa, dan tokoh agama.
2.Data sekunder : data yang diambil dengan cara mencatat lansung data
yang ada di instansi terkait, misalnya data monografi desa.
5

D. Metode Analisis Data


Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan
menggunakan distribusi frekuensi. Pada kasus tertentu mahasiswa dapat
menulis secara lebih mendalam dan komprehensif, oleh karena itu disarankan
mahasiswa untuk menggali data lebih mendalam melalui indepth interview.
Penjelasan berdasarkan teori-teori atau hasil penelitian yang relevan
IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL

A. Keadaan Umum
1. Sejarah Desa
Desa Sambirejo
2. Kondisi Geografis
a. Lokasi Desa
1. Kondisi Desa Sambirejo secara geografis adalah sebagai berikut :
Ketinggian tanah dari permukaan laut : 650 M
Banyaknya curah hujan : 3100 mm/th
Topografi (dataran rendah, tinggi) : dataran rendah
Suhu udara rata-rata : 18 0C – 26 0C
2. Desa Sambirejo Kecamatan Slogohimo Kabupaten
Wonogiri memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Pablengan
Sebelah Selatan : Sungai/ Kec. Jumantono
Sebelah Barat : Desa Dawung/ Desa Plosorejo
SebelahTimur : Desa Karangbangun
3. Jarak dari Pusat Administras
Desa Sambirejo terletak cukup strategis, karena Desa
Sambirejo dekat dengan jalan raya. Dibandingkan dengan desa
yang lainnya Desa Sambirejo mempunyai jarak dari pusat
administrasi yang dekat, yaitu sebagai berikut:
1). Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 0,5 Km
2). Jarak dari Ibukota Kabupaten : 15 Km
3). Jarak dari Ibukota Propinsi Dati I : 130 Km
b. Topografi
Desa Sambirejo terletak pada ketinggian 650 M di atas
permukaan laut. Dilihat dari topografinya Desa Sambirejo merupakan
daerah dataran rendah, oleh karena itu suhu rata-rata pada daerah
Sambirejo relative sejuk yaitu berkisar antara 18-26 C. Desa Sambirejo
juga memiliki curah hujan kira-kira 3100 mm/th. Pertanian di Desa
Sambirejo sangat tergantung dengan curah hujan karena di daerah
tersebut termasuk daerah tadah hujan.
3. Kependudukan
a. Pertambahan Penduduk dan Mobilitas Penduduk
Dalam suatu daerah, pertambahan penduduk dan mobilitas
penduduk dipengaruhi oleh kelahitan, kematian, kedatangan, dan
kepergian.
Tabel 1 Pertambahan Penduduk dan Mobilitas Penduduk di Desa
Matesih

Mobilitas
Pertambahan
Tahun Awal Lahir Mati Datang Pergi
penduduk
(L) (M) (I) (E)
2004 0 30 25 18 8 15
2007 7736 43 32 3 58 21
2008 7757 55 31 29 39 10
Σ 15493 128 88 50 105 46
x 5164,3 42,67 29,33 16,67 35 15,33

Sumber : Data Sekunder

Pertambahan penduduk dengan rumus = (L - M) + (I - E)


Tahun 2004 : pertambahan penduduk = (30 –25) + (18 –8) = 15
Tahun 2007 : pertambahan penduduk = (43 – 32) + (3 – 58) = - 44
Tahun 2008 : pertambahan penduduk = (55 – 31) + (29 – 39) = 14

Data hasil pengamatan mengenai pertambahan penduduk dan


mobilitas penduduk dapat diketahui bahwa pertambahan penduduk
Desa Matesih pada 3 tahun terakhir yaitu dari tahun 2004 , 2007, 2008
paling sedikit dicapai pada tahun 2007 yaitu pertambahan sebanyak
-44 pertambahan penduduk yang berarti bahwa mobilitas penduduk itu
negatif sehingga jumlah penduduk yang lahir di Desa Matesih lebih
besar dari jumlah penduduk yang meninggal dan jumlah penduduk
yang datang lebih kecil dari jumlah penduduk yang pindah. Mobilitas
penduduk dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang lahir, mati, datang
dan pergi. Mobilitas penduduk yang terjadi di Desa Matesih tiap tahun
mengalami perubahan. Mobilitas berpengaruh pada pertambahan
jumlah penduduk dan efek kedepannya berpengaruh terhadap
kesejahteraan masyarakat.
Hasil pengamatan terhadap keadaan pertambahan penduduk
Desa Matesih dapat menghasilkan data yang tidak sama dengan data
Monografi desa, hal ini terjadi karena di dalam laporan pertambahan
penduduk di awal pada tahun 2004 diasumsikan bahwa pertambahan
penduduk sebesar 0 pertambahan. Hal ini sengaja dibuat agar dalam
memahami keadaan dan kondisi penduduk Desa Matesih dalam segi
jumlah penduduk dan pertambahan penduduk menjadi ledih mudah
dan lebih jelas.
Selain itu hasil analisis yang berbeda dengan data monografi
Desa Matesih disebabkan oleh adanya penduduk yang datang dan telah
menetap namun data tersebut tidak di laporkan, selain itu adanya
penduduk yang lahir dan meninggal dunia yang tanpa pencatatan pula
oleh petugas desa (perangkat desa) sebagai data dari kelurahan desa
tersebut.
Pertumbuhan penduduk adalah keseimbangan dinamis antara
kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang
mengurangi jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran, kematian, dan
Imigrasi. Faktor kelahiran dan kematian disebut faktor alami
sedangkan Imigrasi disebut faktor non alami (Suyitro, 1997).
b. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk terdiri dari kepadatan penduduk secara
geografis dan kepadatan penduduk secara agraris.
Tabel 2 Kepadatan Penduduk di Desa Matesih
Tahun Jumlah Luas Wilayah Kepadatan Luas Lahan Kepadatan
Penduduk Penduduk (ha) Agraris
( km2) (Jiwa/ km2) (Jiwa/ha)
2004 7721 2746,1 2,8116 269,61 28,64
2007 7720 2746,1 2,8112 269,61 28,63
2008 7712 2746,1 2,8083 269,61 28,6

Sumber : Data Sekunder

Kepadatan Penduduk
Tahun 2004 7721
: 2746 ,1
= 2,8116

jiwa/km2
Tahun 2007 7720
: 2746 ,1
= 2,8112

jiwa/km2
Tahun 2008 7712
: 2746 ,1
= 2,8083

jiwa/km2
Rata – rata
: 2,8104 jiwa/km2

Kepadatan Agraris
Tahun 2004 7721
: 269 ,61 = 28,64 jiwa/ha

Tahun 2007 7720


: 269 ,61 = 28,63 jiwa/ha

Tahun 2008 7712


: 269 ,61 = 28,6 jiwa/ha

: 28,62 jiwa/ha
Rata – rata
Data hasil pengamatan mengenai kepadatan penduduk
diketahui jumlah penduduk dari tahun ke tahun terus berkurang
walaupun hanya sedikit sehingga hal ini akan mempengaruhi
kepadatan penduduk baik kepadatan geografis maupun kepadatan
agraris. Kepadatan penduduk geografis menunjukkan jumlah
penduduk yang menempati satu wilayah seluas 1 km2. Rata – rata
kepadatan penduduk geografis dalam tiga tahun terakhir adalah 2,8104
jiwa/km2. Berarti dalam tiap-tiap luasaan wilayah 1 km2 terdapat 2
sampai 3 jiwa menggarap.
Demikian juga dengan kepadatan agrarisnya, selama tiga tahun
terakhir ini juga terus bertambah. Kepadatan penduduk agraris
menunjukkan jumlah orang yang terdapat dalam 1 ha luas lahan
pertanian. Rata – rata yang diperoleh selama lima tahun adalah 28,62
jiwa/ha, hal ini berarti dalam 1 ha luas lahan pertanian terdapat 28
sampai 29 jiwa yang menempatinya.
Apabila kepadatan di daerah ini terus meningkat, dampak yang
ditimbulkan yaitu semakin meningkatnya tuntutan kebutuhan sandang,
pangan, papan, dan lain – lain. Selain itu masalah sosial, ekonomi,
politik, dan budaya akan semakin kompleks.
Faktor yang mempengaruhi semakin bertambahnya kepadatan
penduduk di Desa Matesih ini adalah semakin bertambahnya penduduk
dari tahun ke tahun. Ditambah lagi kesuburan tanah pertanian dan letak
desa yang sangat strategis.
Masalah penduduk yang terus meningkat memang sangat
mempengaruhi pembangunan di masa mendatang, diperkirakan pada
awal abad 21 kawasan Asia Pasifik akan dihuni oleh sekitar 4,2 milyar
manusia atau 80 % dari total penduduk dunia. Diharapkan jumlah itu
bisa ditekan serendah-rendahnya dengan menurunkan tingkat
pertumbuhan jumlah penduduk (Mardun, 1996).
c. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin
Keadaan penduduk dapat dilihat dari jenis kelaminnya,
bagaimanakah perbandingan antar jumlah penduduk laki-laki dengan
jumlah penduduk perempuan.
Tabel 3 Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin di Desa Matesih

Tahun Jenis Kelamin


Laki-Laki Perempuan
2004 3.687 4.034
2007 3.711 4.009
2008 3.703 4.009
Σ 11.011 12.052
x 3.700 4.017

% 47,74 52,26

Sumber : Data Sekunder

Jumlah laki - laki


Sex Ratio = Jumlah perempuan ×100 %

3.687
Tahun 2004 sex ratio = x100 % = 91,40%
4.034

3.711
Tahun 2007 sex ratio = x100 % = 92,57%
4.009

3.703
Tahun 2008 sex ratio = x100 % = 92,37%
4.009

Rata – rata = 92,11%

Data hasil pengamatan mengenai keadaan penduduk menurut


jenis kelamin di Desa Matesih kita dapat mengetahui bahwa jumlah
penduduk perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki. Rata-
rata sex ratio selama 3 tahun mulai tahun 2004, 2007, 2008 di Desa
Matesih adalah 92,11 yang berarti bahwa bila terdapat 92 penduduk
laki-laki maka ada 100 penduduk perempuan.
Efek atau dampak dari perbedaan jumlah penduduk laki – laki
dan perempuan antara lain adalah dengan adanya kesetaraan gender
atau kebebasan yang sama antara laki – laki dan perempuan dalam
memperoleh atau mencari pekerjaan, selain itu dengan adanya
perbedaan jumlah tersebut menjadikan posisi laki – laki sangat penting
terutama dalam hal pengolahan sawah dan kerja – kerja yang
mengharuskan tenaga yang besar. Perbedaan jumlah antara jumlah
laki – laki dan perempuan juga dapat mengakibatkan adanya kesulitan
dalam mencari pekerja laki – laki untuk menggarap sawah, sehingga
kadang perempuan yang menggantikan.
Jenis kelamin penduduk dibedakan menjadi laki-laki dan
perempuan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat
menunjukkan beberapa hal antara lain. Sex ratio yaitu nilai
perbandingan antar jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah
penduduk perempuan ( Sumitro, 1993).
d. Keadaan Penduduk Menurut umur
Tidak semua umur merupakan usia produktif, usia produktif
adalah penduduk yang berumur 15 – 65 tahun.
Tabel 4 Keadaan penduduk menurut umur di Desa Matesih
Umur 2004 2007 2008
0–4 487 322 326
5–9 562 508 500
10 -14 527 545 545
15 – 19 573 578 577
20 – 24 743 597 592
25 – 29 727 567 467
30 – 34 502 574 577
35 – 39 624 763 760
40 – 44 627 578 578
45 – 49 514 555 554
50 – 54 591 572 573
55 - 59 307 570 469
60 + 937 1224 1194
∑ 7721 7720 7712
∑ produktif 5208 5354 5147
∑ non produktif 2513 2366 2565

Sumber : Data Sekunder


Σ non produktif
ABT (Angka Beban Tanggungan) = ×100 %
Σ produktif

2513
ABT tahun 2004 = x100 % = 48,25%
5208

2366
ABT tahun 2007 = x100 % = 44,19%
5354

2565
ABT tahun 2008 = x100 % = 49,83%
5147

Rata –rata = 47,42%

Angka Beban Tanggungan adalah perbandingan jumlah


penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif .
Dari data diatas dapat diketahui bahwa ABT dari tahun ke tahun
mengalami perubahan, jumlah penduduk usia tidak produktif terbesar
dapat dilihat pada tahun 2008 (ABT 49,83%) sedangkan jumlah
penduduk usia produktif terbayak pada tahun 2007 (ABT 44,19%).
Perubahan ini dikarenakan jumlah penduduk produktif dan non
produktif selalu berubah dikarenakan adanya kematian, merantau atau
meninggalkan kampung halaman dan menetap di desa lain, serta
migrasi ke daerah lain karena alasan pernikahan dan lain sebagainya.
Rata – rata ABT dalam tiga tahun terakhir adalah 47,42%. Hal ini
menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk usia non produktif
terhadap usia produktif sebesar 47,42% atau dalam 100 orang di Desa
Matesih terdapat 47 orang yang bergantung terhadap yang lainnya.
Data hasil pengamatan mengenai keadaan penduduk menurut
umur maka dapat dipahami bahwa dari 100 orang Desa Matesih
menanggung beban tanggungan sebesar 47,42% yang berarti bahwa
tingkat kesejahteran penduduk Desa Matesih belum dikatakan baik
karena masih banyak warga yang menjadi tanggungan warga lain di
Desa Matesih tersebut.
Angka beban tanggungan akan semakin besar bila penduduk
usia non produktif makin besar bila dibandingkan penduduk usia
produktif. Makin besar ABT makin besarlah beban tanggungan untuk
orang-orang yang belum dan tidak produktif lagi (Marbun, 1996).
e. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di daerah pedesaan umumnya masih
rendah, begitu juga di Desa Matesih rata-rata hanya sampai SLTP dan
hanya sedikit yang sampai Perguruan Tinggi. Berikut ini disajikan
secara rinci tentang keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di
Desa Matesih :

Tabel 5 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa


Matesih
Pendidikan 2004 2007 2008
TK 525 256 267

SD 615 696 696

SLTP 810 765 765

SLTA 488 527 527

Akademi / PT 200 197 298


Σ 2638 2441 2553
Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai keadaan penduduk menurut


tingkat pendidikan di Desa Matesih dapat diketahui bahwa tamatan
terbanyak adalah SD. Biasanya yang hanya tamat SD adalah para
orang tua, sedangkan anak-anaknya sebagian besar tamat SLTP / SMU
karena mengikuti wajib belajar 9 tahun. Jumlah penduduk yang
berpendidikan sampai PT masih sangant sedikit. Hal ini dikarenakan
kurangnya pengetahuan penduduk mengenai arti penting pendidikan
dan biasanya jika sudah tamat SLTP mereka langsung bekerja. Dari
tahun ketahun jumlah penduduk yang tamat pendidikan baik TK, SD,
SLTP, SMU, Akademi maupun PT mengalami peningkatan karena
jumlah penduduk yang terus menerus bertambah dari tahun ketahun
akibat adanya kelahiran dan datangnya penduduk baru dan menetap.
Tingkat pendidikan warga Desa Matesih relatif masih rendah,
hal ini terjadi karena banyak diantara warga tidak meneruskan
pendidikan setelah mereka lulus dari sekolah tingkat SLTP/sederajat
(Wajib belajar 9 tahun). Namun ada juga dari mereka yang
meneruskan pendidikan sampai pada tingkat SLTA/sederajat, namun
dengan presentase yang sangat kecil sekali disbanding dengan
penduduk yang putus sekolah setelah mengenyam pendidikan tingkat
SLTP atau penduduk yang sama sekali tidak pernah duduk di bangku
sekolah.
Menurut Dumory (1997), taraf pendidikan penduduk Indonesia
pada umumnya masih rendah. Sampai tahun 1991 lebih dari ¾
penduduk yang berusia lebih dari 10 tahun tidak sempat mengenyam
pendidikan SLTP bahkan lebih dari 20 % penduduk berusia lebih dari
10 tahun tidak sekolah sama sekali. Dalam perspektif sparsial,
penduduk yang berusia lebih dari 10 tahun yang tidak sempat
mengenyam pendidikan SLTP jauh lebih banyak diperkotaan. Pola
ketimpangan pendidikan yang terjadi menyebabkan keadaan pedesaan
selalu memprihatinkan ( Dumory, 1997).
f. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian.
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya memiliki mata
pencaharian yang beragam, begitu juga di Desa Matesih rata-rata
bermata pencaharian wiraswasta dan petani. Berikut ini disajikan
secara rinci tentang keadaan penduduk menurut mata pencaharian di
Desa Matesih :

Tabel 6 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa


Matesih
Mata Pencaharian 2004 2007 2008
PNS 129 222 222

ABRI 12 17 17

Swasta 175 259 259

Wiraswasta 760 922 922

Petani 521 326 326

Pertukangan 14 135 135

Buruh tani 120 230 230

Pensiunan 36 39 39

Angkutan 74 167 167


Jasa 25 158 158

Lainnya - 12 12
∑ 1866 2487 2487

Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai kedaan penduduk menurut


mata pencaharian di Desa Matesih dapat diketahui bahwa sebagian
besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Frekuensi tani
pada tahun 2007 dan 2008 sama besarnya yaitu 326 dan frekuensi
buruh tani tahun 2007 dan 2008 sama besar yaitu 230. Hal ini
disebabkan karena Desa Matesih yang sebagian besar berupa areal
pertanian dengan tingkat pendidikan yang masih rendah, pekerjaan
yang cocok hanyalah sebagai petani. Sebagai petani mereka tidak
perlu gelar pendidikan atau sekolah tinggi karena menurut mereka jika
mempunyai ketrampilan seperti mencangkul sudah bisa bekerja
sebagai petani. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai PNS dan ABRI
sangat sedikit, Hal ini disebabkan rendahnya tingkat pendidikan yang
mereka punya.
Sementara jika dikorelasikan dengan pekerjaan responden
( PNS, wiraswasta, petani, mburuh tani, jasa dll ). Dampak positif
globalisasi dan komunikasi adalah kemajuan pembangunan, dapat
meningkatkan semangat belajar. Wawasan luas dan pengetahuan yang
luas dan pengetahuan yang luas pula ( Bintarto, 1993 ).
g. Keadaan Penduduk menurut Agama
Masyarakat pedesaan sudah menganut agama, kebanyakan dari
masyarakat sudah tidak mengenal atheis dan mungkin hanya sebagian
kecil saja yang masih menganut kejawen. Berikut ini disajikan secara
rinci tentang keadaan penduduk menurut agama di Desa Matesih
Tabel 7 Keadaan Penduduk Menurut Agama di Desa Matesih
Agama 2004 2007 2008
Islam 7417 7390 7385

Kristen 237 246 243

Katolik 67 73 73

Hindu - - -

Budha - 4 4
∑ 7721 7720 7712

Sumber : Data Sekunder

Sebagian besar penduduk Desa Matesih beragama Islam,


jumlah tertinggi tahun 2004 (7417 orang), sedangkan yang menganut
agama Kristen hanya sedikit namun diantara warga mempunyai
ikatan-ikatan yang kuat, memiliki sifat-sifat komunal (gotong royong,
tolong menolong) dan bersifat relegius. Semua warga desa masih
saling mengenal dengan dekat dan rapat, semua seperti keluarga
sendiri dan tolong menolong dilakukan tanpa pamrih.
Warga Desa Matesih mayoritas beragama Islam, sehingga
kehidupan sehari-hari warga serta bentuk/jenis kegiatan warga
dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Hal itu jelas terlihat dengan
adanya kegiatan-kegiatan kerohanian agama Islam seperti pengajian-
pengajian, tahlilan, yasinan, serta kegiatan kerohanian lain yang sering
sekali dilaksanakan oleh warga Desa Matesih secara rutin.
Adanya perbedaan agama yang dianut oleh warga / masyarakat
kadang dapat munculnya penggolongan sosial pada masyarakat,
berdasarkan agama yang dianut. Secara sosiologis penggolongan
kelompok agama merupakan penggolongan horisontal atau datar,
kelompok penganut suatu agama tidak lebih tinggi statusnya daripada
penganut agama lain, sehingga perbedaan agama tidak boleh dijadikan
penyebab terjadinya kesenjangan antar pemeluk agama yang berbeda
( Samuel, 1997 ).
4. Struktur Organisasi Pemerintah Desa.
Struktur organisasi pemerintahan Desa Matesih yaitu struktur
organisasi pemerintahan desa dengan 3 seksi.

BPD KEPALA DESA

SEKDES

KAUR KAUR
UMUM KEUANGAN

KASI KESEJAHTERAAN
KASI PEMERINTAHAN, KASI PEREKONOMIAN
RAKYAT
KETENTRAMAN DAN DAN PEMBANGUNAN

KETERTIBAN
KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN

Gambar 1 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Matesih

Di bawah ini adalah nama – nama Pejabat Desa :

- Kepala Desa : Suharna


- Sekretaris Desa : Parwoto, SH
- Kaur Umum : Daryono
- Kaur Keuangan : Sukatno
- Kasi Pemerintahan, Ketentraman, dan Keamanan : Sri Handayani
- Kasi Perekonomian dan Pemerintahan : Kristianto
- Kasi Kesejahteraan Rakyat : Ganang Purnomo
- Kadus Cangkring : Sugiyono
- Kadus Banaran : Hardi
- Kadus Krapyak : Parwoto
- Kadus Kuncung : Sunarno
- Kadus Lor Pasar : Warno
- Kadus Bayam : Sri Hadi S.
- Kadus Moyoretno : Ratman
- Kadus Sidoadi : Tarso Wiyono
- Kadus Panderejo : Sugeng Yulianto
- Kadus Pandean : Agus Jarwadi
- Kadus Mranggen : Warsito
- Kadus Kalongan : Widodo, ST
- Kadus Sabrang Kulon : Tukimin
- Kadus Sabrang Wetan : Larno
Adapun perangkat-perangkat desa Matesih dalam struktur
organisasi pemerintahan desa tersebut antara lain:
a) Kepala Desa memiliki tugas melakukan pembinaan
ketentraman dan ketertiban masyarakat desanya, pembinaan tugas –
tugas pemrintahan lainnya yang ditugaskan oleh pemerintah dan
pemda, penyelenggaraan koordinasi fungsional di desa. Berewajiban
memelihara dan meningkatkan keamanan dan ketertiban di wilayah
desanya, memelihara dan meningkatkan hasil – hasil pembangunan di
desanya, melaksanakan tugas – tugas lain di bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan. Berhak mendapatkan gaji atau
upah berupa tanah bengkok 5 hektar, mengajukan pencalonan,
pengangkatan ,atau pemberhentian perangkat desa kepad pejabat yang
berwenang, mewakili desanya di dalam dan diluar pengadilan,
mengatur tata tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan
pembangunan desa.
b) Carik Berkewajiban sebagai tangan kanan kepala desa.
Tugas dan wewenangnya membantu tugas kepala desa. Berhak
mendapat gaji atau upah berupa tanah bengkok seluas 2,5 hektar.
c) Kaur Pemerintahan tugas dan wewenangnya mengawasi
kependudukan. Berkewajiban mengurusi urusan tanah. Berhak
mendapatkan gaji berupa tanah bengkok seluas 1 hektar.
d) Kaur Pembangunan tugas dan wewenangnya merancang
bangunan – bangunan desa, mengusulkan suatu bangunan.
Berkewajiban mengawasi kegiatan pembangunan masyarakat dan
berhak mendapatkan upah berupa tanah bengkok seluas 1 hektar.
e) Kaur Keuangan tugas dan wewenangnya mengelola
keuangan RTD ( Rumah Tangga Desa ). Kewajibannya mencatat
pengeluaran dan pemasukan desa. Berhak mendapatkan gaji berupa
tanah bengkok seluas 1 hektar.
f) Kaur Kesra tugas dan wewenangnya mengurusi
kemasyarakatan, olahraga, dan seni. Kewajibannya mendatakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan kemasyarakatan, olahraga, dan seni.
Berhak mendapatkan gaji berupa tanah bengkok seluas 1 hektar.
g) Kebayan tugas dan wewenangnya menyampaikan
undangan, menyampaikan pesan, menarik PBB. Kewajibannya
membawahi dan memimpin beberapa RT. Berhak mendapatkan gaji
tanah bengkok seluas 1 hektar.
h) Jogo Boyo tugas wewenang dan kewajibannya menagani
masalah keamanan. Berhak mendapatkan gaji tanah bengkok seluas 1
hektar.
i) Ulu – ulu tugas wewenang dan kewajibannya mencarikan
stok air, menangani masalah pengairan. Berhak mendapatkan gaji
berupa tanah bengkok seluas 1 hektar.
j) Modin tugas wewenang dan kewajibannya menagani
masalah pencatatan nikah, talak, cerai serta kematian. menagani
kegiatan keagamaan. Berhak mendapatkan upah berupa tanah bengkok
seluas 1 hektar.

5. Sarana dan Prasarana


Tabel 8 Sarana Transportasi di Desa Matesih
Sarana Transportasi 2004 2007 2008
Sepeda 280 232 232
Sepeda motor 278 739 742
Mobil pribadi 14 153 155
Truck 14 19 18
Angkota/Angkudes 26 9 9
Bus Umum 31 26 26
Lain-lain 43 31 36
∑ 686 1209 1218
Sumber : Data Sekunder

Sarana transportasi yang biasa dan sering digunakan oleh warga


Desa Matesih ialah : sepeda, sepeda motor, mobil pribadi,
angkota/angkudes, bus umum, truck, dan lain-lain. Berdasarkan tabel
dapat dipahami bahwa rata-rata penduduk Desa Matesih memiliki sepeda
dan banyak juga yang telah menggunakan sepeda motor sebagai alat
transportasi mereka sehari-hari. Jumlah penduduk yang memiliki sepeda
motor dan mobil dari tahun ke tahun semakin bertambah, hal ini berarti
tingkat ekonomi yang mereka miliki semakin meningkat dan dari data
tersebut Desa Matesih mampu dikatakan sebagai daerah yang mempunyai
penduduk dengan tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang cukup.
Data hasil pengamatan mengenai sarana transportasi juga dapat
dipahami bahwa dengan adanya sarana transportasi yang mereka miliki
maka memudahkan mereka untuk dapat menjalankan aktifitas mereka
serta mampu memudahkan mereka untuk menyinkat waktu serta tenaga
untuk menempuk perjalanan menuju tempat yang mereka tuju atau tempat
mereka beraktifitas.

Tabel 9 Sarana Perhubungan di Desa Matesih


Sarana Perhubungan 2004 2007 2008
Jalan:
− Dusun 55 56 56
− Desa 8 8 8
− Kabupaten - 1 1
− Propinsi 8 - -
Jembatan 8 1 1
Stasiun kereta api - - -
terminal 1 2 2
∑ 80 68 6
Sumber : Data Sekunder

Sarana perhubungan yang ada di Desa Matesih ialah jalan (antar


dusun/lingkungan, jalan desa, serta jalan menuju kabupaten) dan jembatan.
Berdasarkan tabel monografi tahun 2007 dan 2008 tidak ada perubahan
sistem pembangunan yang terlalu nyata melainkan pembangunan dan
sarana perhubungan yang ada di Desa Matesih dari tahun ke tahun hampir
sama. Pada tahun 2004 belum ada jalan kabupaten yang menghubungkan
Desa Matesih dengan daerah disekitarnya, sehingga mereka harus memilih
jalan memutar untuk menuju daerah yang bersangkutan. Pada tahun 2007
di Desa Matesih mulai membangun jalan kabupaten untuk
menghubungkan daerah yang ada disekitarnya dengan kabupaten sehingga
Desa Matesih menjadi desa yang strategis.
Prasarana perhubungan merupakan faktor utama dalam
perkembangan desa. Evaluasi terhadap lancarnya jalan cukup memberi
gambaran orbitasi pedesaan. Prasarana perhubungan lebih khusus,
universal serta berperan penting bagi hubungan antar desa dengan kota
terutama di dalam lalu lintas ekonomi. Prasarana perhubungan meliputi
jalan aspal, jalan batu, jalan desa, jalan tanah dll
(Sajogyo dan Pudjiwati, 1991).

Tabel 10 Sarana Perekonomian di Desa Matesih


Jumlah
No Nama
2004 2007 2008
1. Perdagangan:
141 145 145
-Toko
172 176 177
-Warung 19 40 41
3 2 3
-Kaki lima
- 1 1
-Super market
-Pasar desa - - -
-Pasar Kota
2. Perkoperasian:
1 1 1
-Lumbung desa
4 4 4
-Koperasi simpan pinjam - Ada Ada
3 4 4
-KUD
-Badan kredit
3. Bidan 6 6 6
4. Dokter 5 3 3
5. Pengacara - 5 5
∑ 354 387 389
Sumber : Data Sekunder

Sarana perekonomian di Desa Matesih berupa toko, warung,


perkoperasian lumbung desa, KUD, dan koperasi simpan pinjam serta
bidan dan dokter di bidang kesehatan serta pengacara. Jumlah warung
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan
yaitu dari jumlah warung yang awalnya ada 172 warung menjadi 176
warung. Hal ini terjadi karena adanya sejumlah penduduk/warga yang
berkeinginan untuk menambah pendapatan, selain itu hal yang
mempengaruhi pertambahan jumlah warung ialah karena jumlah penduduk
yang terus bertambah. Hal itu menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat
Desa Matesih yang semakin bertambah pula. Wirausaha berpikir bahwa
jika membuka usaha pertokoan dan sejenisnya akan ada peluang untuk
berkembang dan berhasil.
Industri rumah tangga juga meningkat disebabkan karena
penghasilan dari usaha pertanian tidak atau kurang begitu menguntungkan
bagi masyarakat, sehingga mereka mencari tambahan. Ditambah lagi harga
beras yang selalu berubah – ubah, disaat panen melimpah harganya malah
anjlok. Tentu saja hal ini menyulitkan dalam pengelolaannya, karena jika
tidak dijual dalam waktu lama akan rusak. Adanya industri rumah tangga
juga dipengaruhi kemampuan wirausaha masyarakat yang semakin baik,
karena hasilnya cukup menguntungkan maka di dikuti oleh penduduk yang
lain. Pedagang desa tersebut umumnya melengkapi kebutuhan dagangnya
ke penjual dari warung.
Institusi ekonomi berperan dalam melaksanakan produksi dan
distribusi barang dan jasa di dalam masyarakat. Dalam masyarakat kita
jumpai berbagai macam bentuk organisasi yang terlibat dalam proses
produksi dan distribusi barang dan jasa. Kita mengenal adanya perusahaan
besar ( raksasa ) semisal kelompok perusahaan Gudang Garam, Lippo
maupun perusahaan kecilditinjau dari modal dan tenaga kerja semisal
industri tikar anyaman, gerabah, dsb ( Sunarto, 1993 ).
Tabel 11 Sarana Komunikasi di Desa Matesih
Sarana Komunikasi 2004 2007 2008
Kantor telekom - - -
Kantor pos - - -
Kantor pos pembantu - - -
Pemancar radio - 2 2
Pemancar telepon seluler 2 2 5
Stasiun relley televisi - - -
Wartel 6 4 4
Warnet - - -
∑ 8 8 11
Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai sarana komunikasi di Desa


Matesih dapat dipahami bahwa penduduk Desa Matesih telah maju dan
telah mampu mengakses informasi. Selain itu mulai tahun 2004 telah ada
wartel di Desa Matesih yang jumlahnya 6 buah dan berkurang pada tahun
berikutnya (pada tahun 2007) yaitu sebanyak 4 buah wartel, hal ini
disebabkan karena semakin maraknya telepon seluler yang mudah diakses
dan lebih praktis, sedangkan frekuensi hubungan antara warga dengan
kerabat (orang lain) yang jaraknya jauh mengalami peningkatan sehingga
sarana komunikasi seperti telepon seluler sangat dibutuhkan.Sehingga
dapat dipahami bahwa dengan adanya sarana-sarana komunikasi yang ada
di Desa Matesih tersebut mampu memudahkan warga untuk
berkomunukasi dengan warga lain kaitannya dengan dibangunnya
pemancar telepon seluler di Desa Matesih. Pesawat TV dan radio
mempermudah penduduk Desa Matesih dalam mendapatkan informasi-
informasi yang ada.
Tabel 12 Sarana Pendidikan di Desa Matesih
Sarana Pendidikan 2004 2007 2008
Kelompok Bermain - - -
TK 6 7 7
SD 5 6 6
SLTP/Mts 2 3 3
SMA/MA - - -
Institut/Sekolah Tinggi - - -
Akademi - - -
Universitas - - -
∑ 13 16 16
Sumber : Data Sekunder

Sarana pendidikan di Desa Matesih berupa sekolahan TK, SD,


SLTP/Mts pada tahun 2004 sampai 2007 mengalami peningkatan,
sedangkan pada tahun 2007 ke 2008 tidak mengalami peningkatan.
Umumnya masyarakat Desa Matesih menjalani wajib belajar 9 tahun
sehingga sewaktu akan memasuki jenjang sekolah SLTP mereka keluar
dari desa mencari sekolah yang ada di luar desa (daerah
kecamatan/kabupaten).
Data hasil pengamatan mengenai sarana pendidikan di Desa
Matesih maka dapat dipahami bahwa dengan adanya fasilitas pendidikan
berupa bangunan sekolah tersebut anak anak penduduk desa dapat
bersekolah dengan jarak antara sekolah dan rumah yang dekat, selain itu
dengan adanya pendidikan maka warga mampu mengasah pengetahuan
dan ketrampilan sehingga mampu membuat warga desa memiliki
pengetahuan yang baik dan luas.
Pendidikan merupakan variabel input (masukan) yang memiliki
determinasi kuat terhadap kualitas manusia (individu) dan penduduk
(sosial), kualitas manusia sebagai individu seperti bobot, tenaga, daya
tahan, dan kualitas nonfisik seperti kecerdasan, emosi, budi dan iman
memerlukan masukan yang mencukupi seperti gizi, lingkungan dan
pendidikan. Masukan ini akan menentukan juga kualitas penduduk secara
fisik ( angka kematian, kesakitan, harapan hidup, non fisik, disiplin sosial,
etiket pergaulan, solidaritas dan subsidiaritas ) ( Cordodo, 1997 ).
Tabel 13 Sarana Olahraga di Desa Matesih
Sarana Olahraga 2004 2007 2008
Lapangan sepak bola 1 1 1
1
Lapangan Bulu tangkis 1 1
14
Lapangan Bola volly 14 13 14
10
Tenis meja 1 13
Tenis - 10
∑ 17 39 39
Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai sarana olahraga di Desa Matesih


dapat dipahami bahwa sarana olah raga Desa Matesih telah lengkap yaitu
diantara jenis olah raga yang digemari sebagian besar warga, Desa
Matesih telah memiliki lapangan olahraga sesuai dengan jenis olah
raganya. Sarana olah raga dari tahun ke tahun selalu sama yaitu memiliki
satu lapangan untuk setiap jenis olah raga yang memang pada umumnya
daerah/desa yang memiliki satu lapangan olahraga yang sesuai dengan
jenis olahraga merupakan desa yang telah lengkap sarana dibidang
olahraga dan bias dikatakan sebagai desa yang baik (efektif).
Tabel 14 Sarana kesehatan di Desa Matesih
Jumlah
No Nama
2004 2007 2008
1. Rumah sakit 2 - -
2. Rumah bersalin 2 4 4
3. Klinik 2 - -
4. Puskesmas 1 1 1
5. Posyandu 14 16 16
∑ 21 21 21
Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai sarana kesehatan di Desa Matesih


dapat dipahami bahwa pada tahun 2004 telah dibangun dua buah rumah
sakit swasta, hal ini menunjukkan bahwa Desa Matesih dari tahun ketahun
telah mengalami peningkatan di bidang kesehatan. Namun pada tahun
2007 dan 2008 tidak lagi terdapat rumah sakit, hal tersebut mungkin saja
terjadi karena rumah bersalin dan posyandu semakin bertambah dan
biayanya dapat dijangkau oleh masyarakat di Desa Matesih karena biaya
pengobatan di rumah sakit swasta relatif mahal apalagi bagi penduduk di
Desa Matesih.
Penyakit akan menimbulkan tingkat kematian sehingga akan
berpengaruh terhadap produktifitas dan kualitas masyarakat. Karena
kesehatan masyrakat yang semakin menurun akan meningkatkan tingkat
kematian. Masyarakat akan mencapai produktifitas maksimal jika dalam
keadan sehat (Sudarto, 2000).

6. Organisasi Sosial
Organisasi sosial kemasyarakatan yang dijumpai di Desa Matesih
ini adalah PKK, pengajian, karang taruna, kelompok tani, dan gabungan
kelompok tani. Adapun karakteristik organisasi sosial tersebut adalah :
a. PKK
Organisasi yang diketuai oleh ibu RT atau ibu RW yang
bersangkutan. Ini berkegiatan di bidang pengembangan pendidikan
keluarga yang mayoritas anggotanya adalah ibu-ibu dan remaja putri.
Adapun kegiatan yang dilakukannya adalah berupa pendidikan non
formal seperti memberikan ketrampilan yang dapat memberikan nilai
tambah dalam mendorong perekonomian rumah tangga (menjahit,
demo memasak, membuat kerajinan). Ketua PKK ini selain dibantu
oleh wakil, dia juga dibantu oleh bendahara selaku pengurus masalah
keuangan, dan sekretaris PKK.
b. Pengajian
Keanggotaannya terdiri dari pemuda - pemuda dan remaja desa ,
ibu – ibu dan juga bapak - bapak yang aktif di kegiatan keagamaan.
Program kerja dari organisasi ini adalah mengadakan kegiatan
pengajian rutin, kholaqohan, pelatihan ceramah, pengajaran bahasa
arab dll. Kepengurusannya diketuai oleh seorang ketua, dibantu
sekretaris, bendahara dan seksi-seksi yang mengurusi kegiatan
keagamaan. Biasanya mengadakan kegiatan ini 2 minggu sekali.
c. Karang Taruna
Keanggotaanya terdiri dari pemuda-pemuda di Desa Matesih
yang berumur 16 - 25 tahun. Kegiatan Karang Taruna meliputi kerja
bakti, sinoman yaitu membantu penduduk yang sedang mengadakan
hajat, dan penyelenggaraan 17-agustusan. Selain itu setiap tahun
mereka mengadakan study tour atau rekreasi ke luar daerah. Pengurus
Karang Taruna dibentuk melalui musyawarah anggota.

d. Kelompok Tani
Keanggotaannya terdiri dari para petani, pada organisasi ini para
petani dapat bermusyawarah maupun bertukar pendapat antar para
petani, bahkan bisa saling simpan pinjam alat maupun uang. Dalam
kelompok ini juga sering ada pembagian pupuk.
7. Group Sosial
Adapun group sosial yang ada di Desa Matesih adalah group
kelompok arisan.
- Arisan
Biasanya arisan dilakukan dua minggu sekali. Tempat arisan di
rumah anggota – anggota arisan dan digilir secara merata.
8. Tipologi Desa
a. Tipologi Desa
Desa Matesih termasuk desa swadaya. Desa swadaya adalah desa
yang dapat berkembang dengan segala potensi yang dimilikinya,
dalam arti bahwa sumber daya alam dan sumber daya manusianya
dapat mendukung desa tersebut untuk berkembang.
Desa Matesih dikategorikan sebagai desa swadaya karena hampir
seluruh penduduknya mempunyai modal atau kekayaan, sehingga
sudah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya; dan
akhirnya berpengaruh pula pada pemenuhan kebutuhan rumah tangga
Desa Matesih itu sendiri.
Tipologi desa adalah pengelompokkan atau pengklasifikasian
desa berdasarkan semua aspek kehidupan baik fisik maupun non fisik.
Indikator pertama bersifat relatif tetap yaitu daya dukung alam dan
jumlah penduduk. Daya dukung alam menyangkut potensi geografis,
iklim, kesuburan tanah, potensi hutan, pertambangan, perikanan, dan
lain-lain. Indikator kedua sifatnya berkembang sejalan dengan
kemajuan desa tersebut (Kusnaedi, 1995).

9. Adat Istiadat
Adat istiadat yang ada dan masih dipertahankan di Desa Matesih
adalah:
a. Selamatan - selamatan
Upacara yang dilakukan dalam kehidupan sejak dalam kandungan
sampai lahir, merupakan selamatan – selamatan :
- anak dalam kandungan umur 3 bulan ( telonan ), 6 atau & bulan
tingkeban ), 8 atau 9 bulan ( mrocoti).
- Setelah anak lahir ( brokohan ), anak umur 5 hari ( sepasaran ),
anak umur 35 hari (selapanan).
b. Selamatan yang ada hubungannya dengan keagamaan
Tanggal 1 syuro, tanggal 12 mulud, tanggal 15 ruwah, dan
sebagainya. Tradisi ini hingga sekarang masih tetap dilaksanakan
terutama oleh orang – orang tua yang telah berumur di atas 50 tahun
karena mereka telah terbiasa melakukan tradisi itu sehingga jika tidak
dilaksanakan akan terasa tidak enak atau tidak nyaman. Biasanya
setiap 1 syuro dilakukan penyembelihan kambing dan diletakkan di
tempat keramat
c. Bersih Desa
Bersih desa dilakukan dengan cara melakukan kerja bakti pada
siang dan pagi harinya. Malam harinya diadakan pagelaran wayang
kulit, dan biasanya bersih desa dilakukan setahun sekali.
10. Penguasaan Tanah Secara Kelembagaan Hubungan Kerja Pertanian
a. Sistem penguasaan tanah yang masih dijumpai di desa ini antara
lain sistem gogolan, sistem gadai, sistem sewa, sistem bagi hasil dan
sistem hak milik. Pada sistem sewa, yaitu sistem penguasaan tanah
dimana seseorang/petani menyewakan tanahnya pada orang lain untuk
dikelola dengan membayar berupa uang diawal sebelum petani
menggarap pada waktu tertentu, biasanya dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan mendadak. Sistem gadai adalah sistem penguasaan tanah
dimana pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk menerima
pembayaran sejumlah uang tunai dengan ketentuan pemilik tersebut
berhak lagi setelah mengembalikan uang yang pernah diterimanya.
Di Desa Matesih terdapat sistem gogolan dimana pengolahan
tanah yang dilakukan pada musim kemarau, tetapi ditanami pada
musim penghujan.
Sistem bagi hasil dilakukan bila pemilik lahan melimpahkan
pengolahan tanahnya kepada orang lain dengan pembagian hasil sesuai
dengan kesepakatan bersama kedua pihak. Sawah hak milik adalah
sawah milik pribadi dimana seseorang mempunyi kuasa penuh atas
tanah sawah yang dimilikinya termasuk “sewalik” atau sertifikat hak
milik.
b. Bentuk penguasaan tanah secara tradisional yang masih dijumpai
adalah tanah bengkok, tanah gogolan tanah yasan, dan tanah titisoro.
Tanah bengkok diberikan kepada pamong desa selama masa
kepengurusannya sebagai pengganti gaji. Untuk pembagian kas lahan
ditentukan menurut tingkat jabatan pamong desa. Selain itu ada juga
bentuk tanah gogolan di desa Matesih, yaitu tanah yang diolah pada
musim kemarau, tetapi ditanami pada musim penghujan, tanah tersebut
merupakan tanah milik bersama yang dikerjakan secara bergilir. Tanah
yasan adalah tanah yang sejak membuka lahan sendiri dan
mengelolanya juga dilakukan sendiri. Sedangkan tanah titisoro adalah
tanah milik bersama yang dilelang pada orang yang mau
menggarapnya.
c. Sistem penguasaan tanah yang masih dijumpai adalah: Petani
penggarap yaitu petani yang menggarap lahan usaha tani milik sendiri.
Petani penyewa yaitu petani yang tidak mempunyai lahan usaha tani
sendiri tapi mengerjakan lahan usaha tani milik orang lain dengan
sistem bayar di muka. Petani penyakap yaitu petani yang tidak
mempunyai lahan usaha tani sendiri tetapi mengerjakan lahan usaha
tani milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Buruh tani yaitu tidak
mempunyai lahan usaha tani sendiri tapi mengerjakan lahan usaha tani
milik orang lain dengan mendapat upah.
d. Kelembagaan hubungan kerja yang masih dijumpai seperti tolong
menolong ( sambatan ) dan gotong royong. Untuk sambatan misalnya
membantu tetangga/saudara pada saat panen, penanaman. Tetapi untuk
saat ini hal itu sudah jarang. Sekarang umumnya mereka dibayar
dengan sistem upah. Untuk buruh tani terdapat sistem harian dan
sistem borongan. Upahnya sebesar Rp 10,000,- sampai Rp 15.000,-,
namun untuk sistem borongan upahnya tergantung kesepakatan. Upah
borongan biasanya dipakai dalam kegiatan panen, mengolah tanah, dan
tanam. Sedangkan untuk upah harian biasanya dalam kegiatan
mengolah tanah, tanam, menyiangi, dan memelihara tanaman. Dalam
menentukan besarnya upah berdasarkan kesepakatan petani/penggarap
dan buruh tani.
Untuk gotong royong biasanya kerja bakti atau membuat saluran
irigasi, tidak diwajibkan ikut tapi karena ada sifat “ewuh” atau merasa
tidak enak terhadap orang lain maka para penduduk ikut kerja bakti/
merasa diwajibkan, jika tidak ikut kerja bakti dirasakan tidak mau
bermasyarakat. Kerja bakti dibagi – bagi dalam tingkat desa (RT),
biasanya jika di tingakat RT ada penduduk yang tidak ikut kerja bakti
maka diganti dengan memberikan uang atau makanan kepada yang
ikut kerja bakti sebagai gantinya.
Buruh tani yang masih saudara/kerabat ikut membantu kegiatan
rumah tangga majikan. Buruh tani dengan ikatan kerja tertentu akan
mendapatkan jaminan lainnya (makan, hadiah lebaran) selain upah.
Buruh tani tanpa ikatan/lepas mendapat jaminan lainnya (makan,
hadiah lebaran) selain upah.
Teknologi yang diterapkan di sawah berupa bibit unggul untuk
padi menggunakan IR 64, jagung hibrida, perontok padi, disel,
cangkul, traktor dan sosrok. Pupuk yang digunakan biasanya berupa
pupuk kandang, urea, TSP, foska. Untuk Tegal dan Pekarangan petani
mengguanakan cangkul, dan sabit.
Biasanya di Desa Matesih wanita hanya bekerja pada saat tanam
dan penyiangan dan tidak ada perbedaan jam kerja per hari kerja
menurut jenis kelamin. Jam kerja diperoleh dari hasil kesepakatan
antara pemilik dan pekerja. Dahulu upah buruh panen berupa bawon
(bagian padi yang diterima oleh buruh panen) namun sekarang berupa
uang, sehingga pendapatan semakin besar.
11. Sistem Status Pelapisan Masyarakat
a. Struktur masyarakat berdasarkan pekerjaan
Sistem pelapisan masyarakat di Desa Matesih bersifat sederhana
dan tidak mempengaruhi perbedaan-perbedaan antara golongan dalam
bersosialisasi. Untuk sebagain orang yang lebih dihormati dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2 sistem status pelapisan masyarakat
Sebenarnya di Desa Matesih orang lebih dihormati karena
kebaikannya, sikapnya bukan karena pekerjaannya. Tapi masih ada
beberapa yang menganggap orang dari pekerjaannya. Pelapisan
masyarakat Desa Matesih bersifat terbuka, setiap orang bisa saja
berganti status setiap saat dan menaiki tingkat – tingkat tertentu.
b. Struktur pelapisan petani
Untuk struktur pelapisan masyarakat petani berdasarkan status
petani dapat distratifikasikan sebagai berikut:

Kuli kenceng : memiliki rumah dan lahan pekarangan utama


milik sendiri
Kuli kendho : memiliki rumah dan pekarangan namun tidak
mempunyai sawah
Penduduk inti : memiliki rumah, pekarangan, dan sawah
Buruh tani/penyakap : tidak memiliki pekarangan dan sawah

Gambar 3 Struktur pelapisan masyarakat berdasarkan status petani


c. Struktur penguasaan lahan
Sedangkan struktur pelapisan masyarakat berdasarkan status
penguassan tanah dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4 Stuktur pelapisan masyarakat berdasarkan penguasaan tanah

Petani penggarap memiliki status tertinggi meskipun bukan


terbanyak jumlahnya sedangkan buruh tani berada pada paling bawah
meskipun jumlahnya paling banyak. Hal ini ditentukan oleh penilaian
dalam masyarakat itu sendiri yang memang sudah mentradisi.
Seseorang yang memiliki tanah persawahan dianggap lebih kaya
daripada yang tidak memiliki. Sedangkan dari segi ekonomi, dengan
status kepemilikan akan berakibat pada lebih tingginya tingkat
pendapatan.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dipahami bahwa stuktur
pelapisan masyarakat yang berdasarkan penguasaan tanah warga Desa
Matesih ialah sebagai petani pemilik penggarap sebesar 22 %, petani
penyewa 20 %, petani penyakap 28 %, dan buruh tani sebesar 30 %.
Selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai seperti uang atau
benda – benda bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan
atau juga keturunan dari keluarga maka akan menjadikan bibit yang
menumbuhkan adanya sistem pelapisan masyarakat. Sistem pelapisan
ini bersifat terbuka, artinya setiap orang dapat sewaktu – waktu
berganti status. Misalnya, yang semula hanya seorang buruh tani dapat
meningkat statusnya menjadi penyewa.
12. Konflik Sosial
Dengan masyarakat yang beragam dan jumlah yang banyak, apabila
terjadi konflik adalah hal biasa. Konflik – konflik intern masyarakat tidak
pernah dijumpai, sedangkan konflik antar desa terkadang dijumpai apabila
ada pemilihan kepala desa. Dalam hal ini tidak ada upaya untuk
menyelesaikan konflik, karena konfik akan hilang sendiri/mereda seiring
berjalannya waktu.
Konflik antar desa tidak pernah terjadi karena masyarakat Desa
Matesih sadar bahwa hal – hal tersebut tidak akan membuahkan hasil sama
sekali, malah akan menjadikan suasana menjadi mencekam , merasa tidak
aman dan selanjutnya kehidupan di bidang – bidang perekonomian,
pendidikan, dan sosial menjadi terganggu dan berakibat adanya
pemenuhan kebutuhan hidup yang sulit.

B. Karakteristik Responden
1. Identitas Keluarga Responden
Sebagian besar masyarakat Desa Sambirejo yang berprofesi sebagai
petani pada umumnya telah berusia matang yaitu di atas 30 tahun.
Masyarakat Desa Sambirejo yang sebagian besar bekerja sebagai petani
berstatus petani pemilik penggarap. Di bawah ini disajikan secara rinci
tabel identitas responden menurut umur dan status penguasan lahan di
Desa Sambirejo:
Tabel 15 Identitas Responden Menurut Umur dan Status Penguasaan
Lahan di Desa Sambirejo
No. Nama Responden Umur (tahun) Status Pengolahan Petani
Suami Istri 1 2 3 4
1. Reni 40 √

2. Siman 57 √

3. Jaino 40 √

4. Nyamin 55 √

5. Riono 55 √

6. Pardi 55 √

7. Parno 41 √

8. Satimin 55 √

9. Ibu Nijem 54 46 √

10. Ibu Badriyah 30 23 √

11. Ibu Karni 49 46 √

12. Bpk. Wartono 50 50 √ √

13. Bpk. Sukir 35 √

14. Bpk. Bejo 50 49 √

15. Bpk. Santo 40 35 √

16. Bpk. Sukiman 61 59 √

17. Bpk. Sartono 55 √

18. Ibu Wakinem 50 50 √

19. Ibu Sinem 50 40 √

20. Ibu Wakinem 50 49 √

21. Ibu Karni 42 30 √

22. Ibu Giyem 70 60 √

23. Sono Sumito 64 √

24. Sariman 45 √
25. Jurni 44

Σ 20 3 2
% 80 12 8

Sumber: Data Primer


Keterangan :
1. Pemilik penggarap
2. Penyewa
3. Penyakap
4. Buruh tani
Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa mayoritas dari 25
responden di Desa Sambirejo adalah keluarga pemilik penggarap yang
berjumlah 20 orang dengan persentase 80%, dengan usia rata-rata suami
istri 30-60 tahun. Sebagian besar responden memilih sebagai petani
pemilik penggarap karena menurut asumsi mereka dengan mereka
mengolah lahan dengan tenaga sendiri maka mereka dapat menghasilkan
produksi yang maksimal tanpa mengeluarkan biaya tambahan, seperti
membayar buruh ataupun melakukan bagi hasil. Sedangkan jumlah petani
lainnya, seperti petani penyakap ada 3 orang dengan persentase 12% dan
buruh tani berjumlah 2 orang dengan persentase 8%.
Status petani berdasarkan penguasaan lahan dibagi menjadi empat
yaitu petani pemilik penggarap yaitu petani yang memiliki dan menggarap
lahan miliknya sendiri, petani penyewa yaitu petani yang mengolah lahan
milik orang lain dengan sistem membayar di muka, petani penyakap yaitu
petani yang mengolah lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil, dan
buruh tani yaitu petani yang mengolah lahan milik orang lain dengan
sistem upah (Marbun, 1996).
Masyarakat Desa Sambirejo pada umumnya memiliki anggota
keluarga yang tergolong besar. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa
Sambirejo masih relatif rendah. Berikut ini disajikan data secara rinci
tentang identitas responden menurut jumlah anggota keluarga dan tingkat
pendidikan di Desa Sambirejo:
Tabel 16 Identitas Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga dan
Tingkat Pendidikan di Desa Sambirejo
No. Jumlah anggota keluarga Pendidikan
Pria Wanita Suami Istri Anak
0-4 5-14 15-65 > 65 0-4 5-14 15-65 > 65 SD SMP SMA Akd PT
1. 1 1 1 SD SD 1 2
2. 2 4 SD SD 4 1
3. 1 1 SD SD 1
4. 2 SD SD 1
5. 3 SD SD 2
6. 3 1 4 SD 5 3
7. 2 1 SD SD 1
8. 1 2 4 SD 5 1
9. 2 1 SD SD 1
10. 2 1 2 SMP SMP
11. 2 3 SD SD 3
12. 3 2 SMP SD 2 1
13. 3 1 SLTA
14. 2 1 2 SD SD 6
15. 1 2 SD SD 2 2
16. 2 2 1 SD SD 1 2 2 1 2
17. 2 SD 2
18. 1 2 1 SD 3
19. 2 1 1 2 SD SD 2
20. 2 1 SMP SD 1
21. 1 1 1 1 1 SD MTS 1
22. 3 1 4 SD SD 1 5
23. 2 3 SD SD 4
24. 2 1 SD SD 2
25. 2 1 1 SD SD 1 2
∑ 4 40 1 3 12 49 38 21 14 1 2
% 3.70 36.70 0.90 2.80 11 45 38.86 19.26 12.80 0.90 1.8
Sumber : Data Primer
Data hasil pengamatan identitas responden menurut jumlah anggota
keluarga dan tingkat pendidikan di Desa Sambirejo menunjukkan bahwa
jumlah pria terbanyak pada usia 15-65 tahun yaitu sebanyak 36,70% dan
begitu pula dengan jumlah wanita terbanyak yaitu pada usia 15-65 tahun
yaitu sebanyak 45%, hal ini menunjukkan jika sebagian besar masyarakat
Desa Sambirejo termasuk dalam kelompok usia produktif. Jumlah
presentasi anggota keluarga pria yang masih berusia 0-4 tahun adalah 0%
dan usia pada wanita adalah sebesar 2,80%. Untuk usia antara 5-14 tahun,
jumlah presentasi anggota keluarga pria yang masih berusia 5-14 tahun
adalah 3,70% dan usia pada wanita adalah sebesar 11 %. Sedangkan untuk
usia >65 tahun, jumlah presentasi anggota keluarga pria yang berusia >65
tahun adalah 0,90% dan usia pada wanita adalah sebesar 0%. Pendidikan
anak terbanyak adalah di tingkat SD yaitu sebesar 34,86%. Mayoritas
pendidikan masyarakat Desa Sambirejo baik orang tua maupun anak-anak
adalah SD. Hal ini menunjukkan jika pendidikan kurang dianggap penting
dan perlu oleh masyarakat sekitar. Sebagian besar keluarga responden
pada usia produktif, maka beban tanggungan suami (KK) semakin kecil.
Usia dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi sikap dan pola pikir
petani semakin matang usia petani maka pengalaman yang diperoleh
semakin banyak dan semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka sikap
dan pola pikirnya akan semakin maju (Marbun, 1996).

2. Perilaku Responden dalam Kegiatan Mencari Nafkah


Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah merasa puas akan
sesuatu. Bila sudah memiliki suatu hal maka akan muncul keinginan untuk
memperoleh atau mendapatkan sesuatu yang lainnya. Demikian pula
halnya tentang definisi hidup cukup yang setiap orang mempunyai ukuran
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam mengartikan hidup
cukup itu sendiri. Berikut ini disajikan data tentang arti hidup cukup bagi
petani di Desa Sambirejo:
Tabel 17 Arti Hidup Cukup Bagi Petani di Desa Sambirejo
No. Uraian ∑ %
1. Apakah yang diartikan hidup cukup oleh responden:
a. Asal bisa makan sehari-hari sekeluarga 6 24
b. Bisa makan, membeli pakaian sekedarnya, 14 56
mempunyai rumah dan bisa menyekolahkan anak
c. Bisa makan, membeli pakaian sekedarnya, 3 12

mempunyai rumah sederhana


2 8
d. Bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah,
membiayai sekolah, dan bisa membeli kebutuhan sekunder
seperti tanah, TV, sepeda motor, dl
Sumber: Data Primer

Berdasarkan data hasil pengamatan mengenai arti hidup cukup bagi


petani di Desa Sambirejo menunjukkan bahwa arti hidup cukup bagi
petani di Desa Sambirejo ialah asalkan mereka bisa makan, membeli
pakaian sekedarnya, dan mempunyai rumah sederhana dengan presentase
sebesar 56%. Presentase sebesar 24% untuk petani yang menganggap arti
hidup asal bisa makan sehari-hari sekeluarga ialah dan yang menganggap
asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah, dan bisa
menyekolahkan anak memiliki presentasi sebesar 12%, sedangkan untuk
petani yang menganggap asal bisa makan,membeli pakaian, mempunyai
rumah, membiayai sekolah, dan bisa membeli kebutuhan sekunder seperti
tanah, TV, sepeda motor, dll adalah sebesar 8%. Hal ini menunjukkan jika
sebagian masyarakat Desa Sambirejo tingkat kesejahteraannya sudah
cukup baik. Masyarakat Desa Sambirejo masih termasuk masyarakat yang
sederhana karena mereka hanya berfikir asalkan kebutuhan pokok mereka
dapat terpenuhi hal tersebut sudah cukup bagi mereka. Hal ini disebabkan
masyarakat Desa Sambirejo menganggap asal bisa makan itu sudah cukup
sehingga kehidupan masyarakat di Desa Sambirejo mempunyai taraf
kekayaan yang merata atau hampir sama.
Sebagai makhluk biologis manusia mempunyai kebutuhan-
kebutuhan biologis yaitu kebutuhan untuk melangsungkan hidupnya
sebagai makhluk yang bernyawa dan mempunyai tuntutan nafsu. Tuntutan
nafsu adalah tuntutan untuk kesejahteraan raga dan kesejahteraan jenisnya
(Sri Wiyarti, 1991).
Setiap orang mempunyai orientasi yang berbeda dalam kegiatan
mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut
didasarkan atas kebutuhan dan usaha untuk dapat mencukupi
kebutuhannya sehari-hari. Berikut ini disajikan data tentang kegiatan
mencari nafkah masyarakat Desa Sambirejo:
Tabel 18 Kegiatan Mencari Nafkah di Desa Sambirejo
No. Uraian ∑ %
2. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah baik usahatani maupun usaha
lainnya responden bekerja:
a. Sekedar mencukupi kebutuhan sehari-hari 19 14,90
b. Berkeinginan memiliki sesuatu (misal menaikkan status 4 3
dengan membeli tanah/rumah/barang-barang sekunder/naik haji)
c. Berkeinginan memperbesar usahanya atau membuka usaha 2 1.50
baru atau bekerja di bidang lainnya
d. Lainnya
3. Selain usaha mencukupi kebutuhan hidupnya atau memenuhi
keinginannya, responden:
a. Sekedar melakukan usaha yang ada, pasrah (menerima) apa 11 8.60
adanya
b. Berkeyakinan usaha saat ini bisa memberi hasil yang baik 5 3.90
c. Berusaha memberi tambahan penghasilan dengan 9 7
berusaha/bekerja di bidang lain
d. Berkeinginan pindah usaha (meninggalkan pekerjaan tani) setelah 1 0.78
memiliki usaha/pekerjaan baru 7 5.40
e. Lainnya
4. Apakah responden ingin memperbaiki nasib yang lebih baik dari
sekarang:
a. Selalu ingin memperbaiki 9 7
b. Kadang muncul keinginan memperbaiki 7 5,40
c. Tidak pernah berkeinginan untuk memperbaiki
d. Lainnya 13 10,56
5. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah, responden selalu
berorientasi/berpedoman pada :
a. Pengalaman-pengalaman orang tua sebelumnya 10 7.80
b. Berdasarkan kemampuan yang ada saat ini 7 5.40
c. Belajar pada penyuluh atau pengusaha lain, mencari informasi 1 0.78
baru untuk usahanya dan melakukan perencanaan kerja
d. Lainnya 5 3.90
9. Apakah dalam kegiatan mencari nafkah dan kegiatan sosial,
responden:
14 11.00
a. Bekerja berdasarkan petunjuk/nasib orang tua, tokoh
masyarakat(kepala desa,ulama, penyuluh)
3 2.30
b. Bekerja dengan mengutamakan kerjasama dengan warga
1 0.78
desa
c. Bekerja sesuai kebutuhan/situasi yang dihadapi
Sumber: Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai kegiatan dalam mencari nafkah di


Desa Sambirejo menunjukkan baik dalam usahatani atau usaha lainnya
responden bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari
terdapat 19 responden (14,90%), yang memiliki sesuatu (misal menaikkan
status dengan membeli tanah/rumah/barang-barang sekunder/naik haji)
terdapat 4 responden (3%), dan yang berkeinginan memperbesar usahanya
atau membuka usaha baru atau bekerja di ladangnya terdapat 2 responden
(1,50%). Hal ini disebabkan masyarakat Desa Sambirejo sebagian besar
bermata pencaharian sebagai petani. Walaupun mereka bekerja pada sektor
luar pertanian, pada musim bertani, mereka memilih meninggalkan
pekerjaan luar sektor pertanian untuk mengolah dan menunggu lahan
mereka dari masa tanam sampai dengan masa panen. Warga masyarakat
yang berkeinginan memiliki sesuatu (misal menaikkan status dengan
membeli tanah/rumah/barang sekunder/naik haji) memiliki jumlah yang
relatif sedikit dan hanya berlaku bagi petani yang sudah mempunyai
pemikiran lebih ke depan.
Selain usaha mencukupi kebutuhan hidupnya atau memenuhi
keinginannya, responden sekedar melakukan usaha yang ada, pasrah
(menerima) apa adanya merupakan pilihan responden terbanyak yaitu
sebesar 11 responden (8,60%). Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan
usahatani sebagian besar petani sudah mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, dan bagi petani lain yang mempunyai
keinginan untuk lebih memperbaiki taraf hidupnya ditempuh dengan jalan
bekerja di luar sektor pertanian seperti berdagang.
Kegiatan mencari nafkah petani di Desa Sambirejo selalu
berpedoman pada pengalaman-pengalaman orang tua sebelumnya 10
responden (7,80%). Hal ini disebabkan, sejak dari zaman dahulu mayoritas
mata pencaharian warga Desa Sambirejo adalah sebagai petani sehingga
teknik bertani yang baik sudah ada pada diri petani sejak mereka masih
kecil. Petani yang bertani berdasarkan kemampuan yang ada saat ini
berjumlah sebanyak 7 orang dengan presentase 5,40%. Petani yang
berkemampuan yang ada saat ini adalah petani modern. Mereka tidak
perlu menggunakan hewan untuk membajak sawah mereka, tapi
menggunakan traktor. Apabila mereka tidak mempunyai traktor, mereka
memilih menyewa dengan memberikan sejumlah uang tertentu demi untuk
mendapatkan hasil panen yang maksimal. Petani dalam melakukan
pekerjaannya didasarkan atas kesadaran sendiri bahwasana mereka setiap
hari membutuhkan makan dan memerlukan hal-hal lain untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Orientasi setiap individu dalam kegiatan mencari nafkah baik dalam
usahatani maupun usaha lainnya adalah berbeda satu dengan yang lain
tergantung kemampuan dan kreativitasnya (Bintarto, 1993).
Dalam melakukan kegiatan usahatani sehari-hari diperlukan adanya
pengambilan keputusan akan pengembangan usahatani di masa
mendatang. Pengambilan keputusan ini didasarkan atas musyawarah
ataupun kesepakatan yang diambil dari pelaku usahatani dengan keluarga.
Berikut ini disajikan secara rinci tentang pengambilan keputusan petani di
Desa Sambirejo.
Tabel 19 Keputusan dalam Usahatani di Desa Sambirejo
6 7
No 8
a b c a b c
1. Keluarga/Ketua
1
RT
2.
1 1 Keluarga
3.
1 1 Keluarga
4.
1 1 Keluarga
5.
1 1 Keluarga
6.
1 1 Keluarga
7.
1 1 Keluarga
8.
1 1 Keluarga
9.
1 1 Suami
10.
1 1 Suami
11.
1 1 Suami
12.
1 1 Istri
13.
1 1 Keluarga
14.
1 1 Bapak
15.
1 1 Bapak
16.
1 1 Anak-anak
17.
1 1 Bapak
18.
1 1 Bapak
19.
1 1 Suami
20.
1 1 Suami
21.
1 1 Suami
22.
1 1 Keluarga
23.
1 1 Anak-anak
24.
1 1 Keluarga
25.
1 1 Anak-anak
∑ 6 13 6 21 3 1
% 12 26 12 42 6 2
Sumber:Data Primer

Dari data pengamatan dapat dinyatakan bahwa sebagian besar pelaku


usahatani di Desa Sambirejo tidak secara langsung menerapkan inovasi
yang diberikan yaitu sebanyak 13 responden dengan presentase 26%. Hal
ini disebabkan karena masih rendahnya kepercayaan petani kepada inovasi
yang dikembangkan sebelum didapatkan suatu hasil yang konkret.
Sebagian besar petani mengambil keputusan dalam pelaksanaan
usahataninya selalu melibatkan anggota keluarga lain terutama keluarga
sendiri yaitu sebanyak 21 responden dengan presentase 42%.
Kebutuhan manusia pada dasarnya berbeda antara satu dengan yang
lainnya tergantung dari berapa besar pendapatan yang diperoleh keluarga
tersebut. Semakin besar pendapatan suatu keluarga maka kebutuhan yang
diperlukanpun akan semakin bertambah. Bagi sebagian besar masyarakat
di Desa Sambirejo ini pendapatan mereka hanya cukup untuk konsumsi
saja. Berikut ini disajikan secara rinci tentang penggunaan pendapatan
petani di Desa Sambirejo:
Tabel 20 Penggunaan Pendapatan Petani di Desa Sambirejo
No. Uraian ∑ %
10. Untuk apa sajakah pendapatan petani digunakan :
a. Konsumsi 25 19,69
b. Tabungan 15 11,81
c. Investasi 13 10,24
d. Lainnya 2 1,57

11. Dalam bentuk apa petani menabung ?


a. Barang berharga (harta kekayaan, spt : 11 8,66
rumah, alat transportasi, alat rumah tangga,
perhiasan/emas batangan)
b. Uang tunai di rumah 8 6,30
c. Ditabung di bank 3 2,36
d. Lainnya 2 1,57
12. Tujuan menabung
a. Keperluan mendadak 12 9,45
b. Modal usaha 5 3,93
c. Pendidikan anak 6 4,72
d. Naik haji 1 0,79
e. Lainnya - -
13. Dalam bentuk apa petani melakukan investasi
a. Investasi alat dalam usaha tani (cangkul, 4 3,42
sabit, dll)
b. Membeli tanah 13 10,24
c. Investasi usaha lain (luas usaha tani, seperti 6 4,72
membuka warung, berdagang dan industri
rumah tangga)
d. Lainnya 1 0,79

Sumber: Data Primer

Berdasarkan data hasil pengamatan mengenai penggunaan


pendapatan petani di Desa Sambirejo dapat disimpulkan bahwa mayoritas
pendapatan petani digunakan untuk.konsumsi (25 responden atau 19,69%).
Pendapatan petani di Desa Sambirejo rata-rata hanya mencukupi untuk
konsumsi/makan sehari-hari. Jumlah petani yang mempunyai tabungan
adalah 15 responden dengan persentase 11,81%. Biasanya petani
menabung dalam bentuk barang berharga (harta kekayaan, seperti : rumah,
alat transportasi, alat rumah tangga, perhiasan/emas batangan) sebanyak
11 responden atau 8,66%, yang menabung dalam bentuk uang tunai
dirumah sebanyak 8 responden dengan persentase 6,30%, yang menabung
di Bank sebanyak 3 responden dengan presentase 2,36%, dan yang
menabung dalam bentuk yang lain sebanyak 2 responden dengan
presentase 1,57%. Sebagian besar petani di Desa Sambirejo jarang yang
menggunakan Bank sebagai alternatif penyimpanan harta benda mereka,
hal ini disebabkan mereka takut nantinya tidak mampu lagi menabung di
Bank padahal ada potongan biaya tiap bulannya sehingga mereka lebih
suka mempunyai tabungan dalam bentuk barang atau harta kekayaan dan
menyimpan uangnya dirumah. Sebagian besar warga Desa Sambirejo yang
menabung mempunyai tujuan untuk menghadapi kebutuhan mendadak (12
responden atau 9,45%) sebagai contoh bila mendadak ada salah satu
anggota keluarga yang jatuh sakit. Dengan adanya tabungan mereka tidak
perlu meminjam kepada seorang rentenir atau pada Bank dengan bunga
yang bagi mereka sangat memberatkan. Petani yang melakukan investasi
dalam bentuk alat-alat pertanian (4 responden atau 3,42%) seperti cangkul,
sabit, dll. Sebagian besar petani lebih memilih melakukan investasi dalam
bentuk membeli tanah atau ternak (13 responden atau 10,24%) karena
cenderung memberikan keuntungan yang lebih banyak.
Penggunaan pendapatan didasarkan pada tingkat kebutuhan, semakin
besar pendapatan seseorang maka kebutuhanpun ikut bertambah
sebaliknya semakin kecil pendapatan maka kebutuhanpun semakin sedikit
(Suyitro, 1997).
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup tanpa bantuan
orang lain tapi bukan berarti kita tergantung pada orang lain pula. Dalam
kehidupan bermasyarakat setiap orang mempunyai peranan yang berbeda
dalam melaksanakan statusnya sebagai makhluk sosial. Berikut ini
disajikan secara rinci tentang perilaku petani dalam kegiatan sosial di Desa
Sambirejo:

Tabel 21 Perilaku Petani dalam Kegiatan Sosial di Dusun Banaran Desa


Sambirejo
No. Uraian Σ %
14. Kalau seseorang mendapatkan bantuan (sumbangan) apakah ia harus
membalas memberikan bantuan kepada setiap orang yang telah
memberikan bantuan ?
14 30,43
a. Ia harus membalas
7 15,21
b. Boleh membalas, boleh tidak membalas
c. Tidak diharuskan memberikan balasan 4 8,70
Kalau jawaban pada nomor 14 adalah a atau b. Bla sumbangan
15.
harus dibalas, apakah bantuan tersebut :
8 17,39
a. Boleh lebih sedikit dari sumbangan yang pernah diterima
12 26,09
b. Sama besarnya dendan nilai sumbangan yang pernah diterima
1 2,17
c. Lebih besar dari nilai sumbangan yang pernah diterima

Seumpama seseorang tidak mau membalas, sanksi apakah yang


akan dihadapinya ?

( Tidak ada sanksi )

Sumber: Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai perilaku petani dalam kegiatan


sosial di Desa Sambirejo diperoleh tingkat kerukunan masyarakat bahwa
sebagian besar masyarakat petani apabila mendapatkan bantuan
(sumbangan) maka ia wajib membalas dengan jumlah responden sebanyak
14 responden dan presentasenya sebesar 30,43%, dengan bentuk balasan
yang boleh lebih sedikit dari sumbangan yang pernah diterima sebanyak 8
responden dengan presentase 17,39%, sama besarnya dengan nilai
sumbangan yang pernah diterima sebanyak 12 responden dengan
presentase 26,09%, dan lebih besar dari nilai sumbangan yang pernah
diterima sebanyak 1 responden dengan persentase 2,17%. Apabila terdapat
seseorang yang tidak mampu membalas sumbangan tersebut maka tidak
ada sanksi yang memberatkan hanya saja seseorang tersebut merasa tidak
enak atau sungkan dengan orang-orang yang telah memberi mereka
bantuan (sumbangan).
Manusia sebagai anggota masyarakar, sejak lahir terlebih dahulu
telah mempunyai hasrat-hasrat naluri yang dibawa sejak lahir, yang
bersama-sama dengan sifat-sifat yang diperoleh kemudian. Pengaruh
lingkungan, pengaruh kelompok, telah menjadi sebab berubah-berubahnya
tabiat manusia dalam batas-batasnya yang tertentu (Sri Wiryati 1991).
Petani dalam melakukan kegiatan panennya memiliki cara masing-
masing sesuai dengan kebutuhan dan statusnya sebagai petani. Setiap
petani mempunyai cara yang berbeda dalam kegiatan panennya. Berikut
ini disajikan secara rinci tentang kegiatan panen masyarakat di Desa
Sambirejo:
Tabel 22 Kegiatan Panen Masyarakat di Desa Sambirejo:
No. Uraian Σ %
16. Dalam melakukan kegiatan panen, petani :

a. Menebaskan kepada orang lain 5 20


b. Dibantu anggota keluarga saja
9 36

5 20
c. Dibantu anggota keluarga dan kerabat
d. Dibantu tetangga (wanita) warga desa yang diundang 1 4

e. Dibantu tetangga (wanita) warga desa siapa saja tanpa


dibatasi jumlahnya 5 20

Sumber: Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai kegiatan panen masyarakat di Desa


Sambirejo diperoleh dari kegiatan panen masyarakat sebanyak 25
responden terdapat 5 responden dengan presentase 20% memilih dibantu
oleh anggota keluarga dan kerabat. Hal ini disebabkan dengan dibantu
anggota keluarga dan kerabat, petani dapat menghemat biaya untuk
membayar buruh atau memberi upah dan jatah makan pada tetangga yang
ikut membantu. Selain itu dampak lainnya adalah mereka dapat mengolah
lahannya dengan baik untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal.
Terdapat pula yang memilih menebaskan kepada orang lain (9 responden
atau 20,00%). Hal ini disebabkan petani sibuk dengan pekerjaanya di luar
sektor pertanian, sehingga petani lebih suka membayar buruh atau bagi
hasil kepada penyewa untuk menggarap sawah/ladangnya.
3. Kelembagaan Hubungan Kerja Di Luar Pertanian
Kebutuhan manusia yang terus bertambah dari waktu ke waktu
menuntut manusia untuk bekerja lebih giat dari biasanya. Salah satu cara
yang sering ditempuh adalah dengan mencari pekerjaan lain di luar
pekerjaan pokoknya. Selain untuk menambah penghasilan, tambahan
pendapatan yang diperoleh digunakan untuk biaya sekolah anak. Berikut
ini disajikan data secara rinci tentang mata pencaharian dan motivasi
bekerja diluar pertanian di Desa Sambirejo:

Tabel 23 Mata Pencaharian dan Motivasi Bekerja Diluar Pertanian di


Desa Sambirejo
No Wiraswasta PNS Ternak (Jenis)
. Pendapata Motivasi Pendap Motiv Pendapata Motivasi Pendapata Motivasi
n/tahun atan/tah asi n/tahun n/tahun
un
Melengkap
i
1. 1.216545
pemenuhan
kebutuhan

2.
Demi
3. 7.200.000 menyekolahkan
anak

4. 9.000.000 Cari tambahan

5.
Tambahan
biaya
6. 390.000
sekolah
anak

Menambah
7. 7.200.000
penghasilan

8.
Menambah
9. 8.000.000
pemasukan

Menambah
10. 12.000.000 penghasila
n

Menambah
Menambah
11. 4.000.000 penghasila 3.200.000
penghasilan
n

Menambah
12. 36.500.000 penghasila
n

13. 8.000.000 Menambah


penghasila
n

Menambah
14. 8.000.000 penghasila
n

Untuk
mencukupi
15. 18.250.000 kebutuhan
dan biaya
sekolah

16.
Menambah
17. 4.000.000 penghasila
n

Menambah
18. 4.000.000 penghasila
n

Menambah
18.250.00
19. 4.000.000 penghasila
0
n

Menambah
20. 3.700.000 penghasila
n

Mencukupi
kebutuhan
21. 5.000.000
di masa
depan

22.
23.
Menunjang Menunjang
24. 4.500.000 5.000.000
kebutuhan kebutuhan

25.
∑ 24.356.54 120.450.000 26.600.00
5 0

Sumber : Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai mata pencaharian dan motivasi


bekerja di luar pertanian di Desa Sambirejo yang bersumber dari 25
responden dapat diketahui bahwa penduduk Desa Sambirejo sebagian
besar mempunyai pekerjan sampingan di luar pertanian yaitu di bidang
peternakan dengan penghasilan kotor sekitar 120.450.000/tahun. Profesi
sebagai buruh bangunan biasanya mereka merantau ke luar desa bahkan
sampai luar kota misalnya Jakarta, Surabaya, Malang, dll. Penghasilan
diluar pertanian tersebut dapat mereka gunakan untuk memenuhi
kebutuhannya yang tidak didapat dari hasil pertanian dan untuk ditabung
untuk memenuhi kebutuhannya di hari yang akan datang, seperti sekarang
ini jika musim kemarau panjang datang mereka tidak dapat mengolah
lahan mereka karena sama sekali tidak ada air maka mereka dapat
menggunakan simpanannya, tapi mereka tidak bekerja sepanjang tahun,
malainkan hanya untuk menunggu masa setelah tanam sampai menjelang
panen atau kira-kira selama 3 bulan. Selain itu pekerjaan di luar pertanian
itu bagi mereka hanyalah pekerjaan sampingan, pekerjaan pokok mereka
tetap sebagai petani karena mereka merasa lebih tentram jika mempunyai
persedian padi tetapi tidak punya uang daripada mempunyai uang tapi
tidak punya persediaan padi.
Kebutuhan yang terus meningkat dan tidak terbatas dari waktu ke
waktu menuntut manusia untuk bekerja dan berusaha lebih giat untuk
memenuhi kebutuhannya agar diperoleh kehidupan yang makmur dan
sejahtera (Dumory, 1997).
Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mendapatkan
pekerjaan lain diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang berbeda ini tentu
saja mendatangkan fasilitas tertentu sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dilakukannya. Berikut ini disajikan secara rinci tentang fasilitas dan cara
mendapatkan pekerjaan diluar pertanian di Desa Sambirejo:
Tabel 24 Fasilitas dan Cara Mendapatkan Pekerjaan Luar Pertanian di
Desa Sambirejo
No. Uraian Σ %
3. Selain mendapat upah apakah kegiatan responden berburuh
tersebut memperoleh:

a. Jaminan lainnya (makanan, hadiah lebaran) 6 16,6


b. Ikut membantu dalam kegiatan rumah tangga 7
majikan
c. Digolongkan dalam istilah tertentu : buruh masih 3
saudara/kerabat, buruh dengan kontrak kerja, buruh
lepas/tanpa ikatan 8,33
9
d. Lainnya tidak ada jaminan 25
4.
Siapa yang memberikan pekerjaan di luar pertanian tersebut
9
a. Mencari atau usaha sendiri
25
1
b. Ikut saudara 2,78
7
c. Diajak teman atau saudara 19,4
1
d. Lainnya 4
Sumber : Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai fasilitas dan cara mendapatkan


pekerjaan di luar pertanian di Desa Sambirejo diperoleh bahwa pada
musim kemarau banyak dari mereka yang menjadi buruh. Selain
mendapatkan upah, buruh tersebut masih saudara/kerabat, buruh dengan
kontrak kerja, buruh lepas/tanpa ikatan sebanyak 3 responden dengan
persentase 8,33%, dan sebagian besar memperoleh dari lainnya sebanyak 9
responden atau sebesar 25%.
Kesimpulan yang dapat ditarik bahwa banyak juga dari mereka yang
bekerja di luar sektor pertanian tidak mendapatkan jaminan. Dalam
mencari pekerjaan di luar sektor pertanian ada 9 responden yang mencari
pekerjaan sendiri tanpa bantuan. Presentase dari usaha mencari pekerjaan
sendiri ini ada 25% merupakan jumlah yang terbanyak. Yang bekerja ikut
dengan saudara sebagai pembantu rumah tangga sebanyak 1 responden
dengan persentase 2,78%, dan sebagian dari mereka yang bekerja diajak
teman atau saudara sebagai buruh bangunan karena biasanya dalam
mencari pekerjaan mereka bergerombol atau berkelompok dengan jumlah
responden 7 orang atau presentasenya 19,44 %. Dari data fasilitas dan cara
mendapatkan pekerjaan di luar pertanian maka dapat dipahami bahwa
pekerjaan yang mereka dapatkan diluar sektor pertanian sebagian besar
didapat dengan usaha sendiri.
Setiap pekerjaan akan memberikan fasitas dan pemenuhan yang
tidak sama dalam segi kuantitas maupun kualitasnya tergantung pada apa
jenis dan macam pekerjaan yang ditekuni (Samuel, 1997).
4. Kelembagaan Hubungan Kerja Keluarga Petani
Terdapat hubungan kerja yang nyata antara anggota keluarga petani
dalam melakukan kegiatan usaha taninya. Berikut ini disajikan secara rinci
tentang kelembagaan hubungan kerja keluarga petani di Desa Sambirejo:

Tabel 25 Orang Tua Responden /petani di Desa Sambirejo


No. Uraian Σ %
1. Apakah jenis pekerjaan orang tua responden
a. Petani
Apakah orang tua responden masih ikut bekrja dalam
usaha tani responden
a. Ya 11 23,91
b. Tidak 16 37,78
2. Kalau ya, apakah mereka diberi upah?
a. Ya 4 8,60
b. Tidak 15 30,6

Sumber: Data Primer


Data hasil pengamatan mengenai orang tua responden/petani di
Desa Sambirejo dapat dipahami bahwa dari 25 responden mengemukakan
bahwa didalam keluarga rumah tangga petani sebagian besar responden
bekerja sebagai petani. Ada 11 responden yang orang tuanya masih ikut
bekerja dalam usaha tani umumnya mereka yang tinggal bersama anak-
anaknya. Dan ada 16 responden dari responden dengan tidak dibantu oleh
orang tuanya karena mayoritas dari mereka sudah terlalu tua sehingga
tidak kuat ikut melakukan kegiatan usaha tani.
Petani dalam melakukan kegiatan usaha tani petani tidak sendirian
namun terdapat keterlibatan anggota keluarga petani yang ikut bekerja.
Pekerjaan yang diberikan sesuai dengan kemampuan agar dapat bekerja
dengan baik tanpa ada maksud untuk menganiaya (Sumitro, 1993).
Setiap anggota keluarga petani mempunyai tugas dan pekerjaan yang
berbeda dalam melakukan usaha tani tergantung usia dan jenis kelamin
masing-masing. Berikut ini disajikan secara rinci tentang peran anggota
keluarga dalam kegiatan usaha tani di Desa Sambirejo:

Tabel 26 Peran Anggota Keluarga dalam Kegiatan Usahatani di Desa


Sambirejo:
No Jenis Kegiatan Usaha Tani Pria Wanita Anak-
anak
Σ % Σ % Σ %
1. Pengolahan lahan 21 9,13 19 8,26 - -

2. Pengairan 12 5,22 - - - -

3. Pembibitan 12 5,22 23 10 1 0,43

4. Penanaman 2 0,87 38 16,52 8 3,48

5. Pemupukan 6 2,60 - - - -

6. Penyiangan&pem hama 13 5,65 8 3,48 1 0,43

7. Panen dan pasca panen 27 11,74 38 16,52 1 0,43

Sumber : Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai peran anggota keluarga dalam


kegiatan usahatani dapat disimpulkan bahwa baik bapak, ibu dan anak
yang sudah berumur diatas 15 tahun berperan aktif dalam kegiatan usaha
tani. Dengan adanya bantuan dari anggota keluarga responden tidak
memerlukan atau hanya sedikit mendapat bantuan dari orang lain. Anggota
keluarga selalu bekerja di sawah pertanian, sehingga secara otomatis
pekerjaan cepat selesai dan tidak memerlukan uang untuk membayar upah
pada mereka yang bekerja. Dalam bekerja melakukan usaha tani terdapat
penggolongan jenis pekerjaan antar laki-laki dan wanita. Pekerjaan yang
dilakukan laki-laki adalah pengolahan lahan, pengairan, pembibitan,
penanaman, pemupukan, penyiangan dan pembasmian hama, panen serta
pasca panen (hampir semua kegiatan bercocok tanam).
Wanita dalam kegiatan usaha tani melakukan pengolahan lahan
biasanya untuk ditanami palawija, pengairan, pembibitan, penanaman,
pemupukan, penyiangan dan pembasmian hama, panen serta pasca panen.
Desa Sambirejo masyarakatnya baik laki-kaki dan wanita yang berusia 15
tahun ke atas bahu membahu dalam menyelesaikan pekerjaan dalam
usaha tani. Dalam melakukan kegiatan usaha tani dibuat pembagian kerja
antara laki-laki dan wanita karena tenaga laki-laki lebih kuat daripada
tenaga wanita sehingga sebagian besar pekerjaan yang berat dilakukan
oleh laki-laki seperti mencangkul dan kegiatan pengolahan sawah lainnya.
Adanya perbedaan usia yang terdapat dalam keluarga kadang dapat
munculkan penggolonganjenis pekerjaan dan tugas yang dikerjakan dalam
kegiatan usaha tani. Semakin dewasa maka pekerjaan yang dibebankan
semakin berat.( Samuel, 1997 ).

5. Kosmopolitan
Selain melakukan kegiatan didesanya sendiri, masyarakat Dusun
Semanding juga melakukan kegiatan di luar desa yang dapat dijadikan
alasan untuk mempererat tali silaturahmi antar warga desa. Berikut ini
disajikan data secara rinci tentang mobilitas petani di Dusun Semanding
Desa Sambirejo:
Tabel 27 Mobilitas Petani di Dusun Semanding Desa Sambirejo
No. Mobilitas ∑ %
a. Berapa kali responden melakukan kegiatan diluar desa
1. Tidak pernah 6 7,79
2. 1 kali - 0
3. 2 kali 8 10,39
4. 3 kali 4 5,19
5. 4 kali 2 2,60
6. 5 kali 3 3,89
7. 6 kali - 0
8. 7 kali 2 2,60
9. 8 kali 0 0
b. Kegiatan tersebut berkaitan dengan
1. Mencari nafkah 16 20,78

2. melengkapi kebutuhan rumah tangga 6 7,79

3. mengunjungi tempat hiburan (sekaten, 6 7,79

wayang orang, dll)


4. mengunjungi saudara 5 6,49

5. lainnya bila ada keperluan - 0


c. Alat transportasi yang digunakan
1. Milik sendiri 9 11,69

2. Angkutan umum 9 11,69

3. Lainnya 1 1,30
Jumlah 77 100
Sumber : Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai mobilitas petani di Dusun


Semanding diperoleh dalam melakukan kegiatan keluar desa biasanya
untuk mencari nafkah sebanyak 16 responden dengan persentase 20,78 % ,
melengkapi kebutuhan rumah tangga sebanyak 6 responden dengan
persentase 7,79 % , mengunjungi saudara sebanyak 6 responden dengan
persentase 7,79 %. Tidak ada warga yang pergi ke luar desa tanpa alasan.
Dalam melakukan kegiatan keluar desa sebagian besar masyarakat Desa
Sambirejo menggunakan alat transportasi milik sendiri dengan jumlah
responden 9 orang dengan presentase sebanyak 11,69 % biasanya mereka
menggunakan sepeda motor. Sedangkan sebanyak 9 responden atau
11,69% dari responden menggunakan kendaraan umum yaitu angkutan
kota atau angkutan desa. Penyebab masyarakat menggunakan angkutan
umum karena mereka tidak punya kendaraan pribadi dan juga untuk
menghindari kelelahan di jalan sehingga lebih menjaga keselamatan. Dan
sisanya 1 responden atau 1,30 % tidak menggunakan alat transportasi yaitu
dengan jalan kaki atau dengan cara lain.
Interaksi sosial merupakan hubungan social yang dinamis dan
merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. Interaksi social merupakan
dasar dari proses social sebab tanpa adanya interaksi antara masyarakat
tidak mungkin kehidupan bersama akan terjadi (Sri Wiyarti, 1991).
Masyarakat di Dusun Semanding ini dalam menggunakan
komunikasi masih menggunakan sarana yang masih tergolong tradisional.
Untuk mengakses informasi mereka sudah menggunakan media modern
karena dirasa cukup efisien dan mudah dijangkau. Berikut ini disajikan
data secara rinci tentang pola komunikasi masyarakat Dusun Semanding
Desa Sambirejo.

Tabel 28 Pola Komunikasi Masyarakat Petani di Dusun Semanding Desa


Sambirejo
No. Pola Komunikasi Manfaat/dampak ∑ %
a. Media massa yang digunakan
1. TV Up date masalah pertanian 4 10,53
2. Radio Up date masalah pertanian 1 2,63
b. Tokoh Masyarakat
1. Bapak Sukimin Meningkatkan hasil pertanian 4 10,53
2. Bapak Kadus Up date masalah pertanian 8 21,05
c. Lainnya 21 55,26

Jumlah 38 100

Sumber: Data Primer


Data hasil pengamatan mengenai pola komunikasi masyarakat petani
di Dusun Semanding diperoleh hasil bahwa media massa yang digunakan
berupa TV dan radio. Terdapat 4 orang yang menggunakan TV sebagai
media informasi dan 1 orang yang menggunakan radio sebagai media
informasi dengan alasan lebih efisien dan mudah dijangkau. Media massa
lain yang diakses adalah koran dengan 5 responden sedangkan yang
menggunakan tokoh masyarakat sebagai sumber informasi sebanyak 12
orang dengan alasan mereka lebih mempercayai tokoh masyarakat terseut
dibandingkan dengan media ang lain.
Hal terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan
tafsiran-tafsiran pada peri kelakuan orang lain (yang dapat berwujud:
pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap) perasaan apa yang ingin
disampaikan pada orang lain dan selanjutnya orang tersebut memberikan
reaksi atas perasaan yang ingin disampaikan kepadanya tadi
(Sri Wiyarti, 1991).

67
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Kecamatan Sebagai Pusat Pertumbuhan. Bappeda Daerah


Istimewa Jogjakarta. Jogjakarta
Anonim. 2008. “Sosiologi
Budaya”.http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1992/07/07/0008.ht
ml
Anonim. 2008. “Pekerja Perempuan”. http://idi.wikipedia.org/w/index/php?
title=budaya/1994/08/15.html
Dumairy.1997. Perekonomian Indonesia Jilid 2.Erlangga. Jakarta.
Hadisumarno. 1998. Pengantar Kependudukan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hagul, Peter. 1992. Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Rajawali Pers. Jakarta.
Hendropuspito, D.1989. Sosiologi Sistematik. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.
Leibo. 1986. Sosiologi Pedesaan. Andi Offset. Yogyakarta.
Mubiyarto, dkk. 1994. Geografi Jilid 1.Erlangga. Jakarta.
Nasution, Adham.1983. Sosiologi. Penerbit Alumni. Bandung
Planck, U. 1993. Sosiologi Pertanian. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Rusli, Said. 1994. Pengantar Ilmu Kependudukan Cetakan Ke 6. Pustaka LP3ES
Indonesia. Jakarta.
Saidiharjo, P. 1974. Pengantar Ilmu Sosiologi. Bina Ilmu. Surabaya.
Sajogyo dan P. Sajogyo. 1984. Sosiologi Pedesaan Jilid 2. Gadjah Mada
University Pers. Yogyakarta.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Grasindo. Jakarta
Soekanto, Soerjono. 1985. Sosiologi Sistematis. Rajawali Pers. Jakarta.
Tjondronegoro, M. P. Sediono. 1999. Keping-keping Sosiologi Dari Pedesaan.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Bogor.
Wiyarti, Sri. 1991. Sosiologi. UNS Press. Surakarta

69

You might also like