You are on page 1of 14

Studi Faktor-Faktor Penyebab Banjir Pada Daerah Tangkapan Parit

Tokaya Kecamatan Pontianak Selatan Kota Pontianak


Oleh : Romiyanto
E_mail : romi_yanto23@yahoo.com

Abstrak
Banjir merupakan salah satu bencana alam yang ada dimuka bumi yang dapat
disebabkan oleh alam itu sendiri dan ulah tangan manusia. Kota Pontianak yang letaknya
relatif datar sehingga tiap tahun menjadi langganan banjir. Selain itu Kota Pontianak juga
termasuk pada daerah yang mempunyai intensitas curah hujan yang cukup tinggi, serta
dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Kapuas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara umum banjir yang terjadi pada
daerah tangkapan Parit Tokaya Kec. Pontianak Selatan Kota Pontianak disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain faktor air pasang yang tinggi dan curah hujan yang besar yang
terjadi pada waktu yang bersamaan selain itu, faktor ketinggian tempat juga berpengaruh
didalam terjadinya banjir. Tidak semua lokasi pada titik penelitian terjadi banjir hanya
tempat yang relatif datar saja yang terjadi banjir sedangkan yang tinggi tidak terjadi banjir.

A. Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan manusia dan
merupakan salah satu bagian alam yang tidak terpisahkan dalam aktivitas manusia itu
sendiri. Menurut Seyhan (1990) lebih dari 98% dari semua air (di duga lebih dari 7 x 10 6
km2) di atas bumi tersembunyi di bawah permukaan dalam pori-pori batuan dan bahan-
bahan butiran. 2% sisanya adalah apa yang kita lihat di danau, sungai dan reservoir.
Air adalah materi esensial dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu sumber air yang
paling dekat dengan kehidupan kita adalah sungai dan sering kita anggap sebagai tempat
pembuangan ke dua setelah TPA. Sungai atau parit mempunyai fungsi mengumpulkan
curah hujan dalam suatu daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut (Sosrodarsono,
1993). Apabila fungsi sungai atau parit tersebut terganggu maka akan terjadi bencana
banjir di mana-mana.
Ilmu yang mempelajari proses yang mengatur kehilangan dan penambahan serta
penampungan sumber-sumber air di bumi adalah hidrologi. Dua besaran ekstrem dalam
hidrologi adalah besaran maksimum berupa banjir dan besaran minimum berupa
kekeringan. Mengingat pentingnya sungai bagi kehidupan manusia, maka keadaan
ekstrem alirannya, baik kekeringan maupun banjir tidak dikehendaki. Terutama untuk
kasus banjir, perlindungan terhadap berbagai aspek kehidupan di sepanjang sungai perlu
diperhatikan. Di dalam analisis hidrologi, salah satu hasil akhir yang sering diharapkan
adalah perkiraan besar banjir atau hujan (Harto dalam Zenkadir 2008).
Menurut Zenkadir (2008) secara umum banjir dapat diartikan sebagai suatu keadaan
dimana tinggi muka air sungai (atau debit sungai) melebihi suatu batas yang ditetapkan
oleh suatu kepentingan tertentu. Banjir merupakan hasil rusaknya kesetimbangan air
(water balance) akibat berkurangnya nilai infiltrasi dan evapotranspirasi, sehingga nilai
debit aliran permukaan (run off) menjadi lebih besar daripada kapasitas angkut debit air
pada sistem drainase (alami maupun buatan). Nilai kapasitas angkut yang lebih kecil ini
menyebabkan air meluap dari tanggul dan menggenangi daerah sekitarnya. Adanya
tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan,
industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian
sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan kepenggunaan lainnya seperti,
pertanian, perumahan ataupun industri. Kerapatan bangunan (perumahan) yang tinggi
misalnya, akan mengurangi area peresapan air hujan ke dalam tanah.
Menurut Wahyuni (2005) Kota Pontianak merupakan daerah yang rendah dengan
ketinggian tempat 0,5-1,5 m dpl. Pontianak sendiri terletak di dua Sungai yaitu Sungai
Kapuas dan Sungai Landak serta terletak di daerah equator yang memiliki rata-rata curah
hujan yang tinggi dan hampir merata setiap tahun. Ditambah lagi pengaturan saluran
drainase dan kondisi jalan yang buruk sehingga potensi banjir menjadi lebih besar apabila
curah hujan tinggi.
B. Permasalahan
Kebijakan pemerintah dalam upaya penangulangan bencana bajir hanya sekedar
perbaikan fisik belaka. Salah satu contoh adalah diadakannya peninggian jalan di
sebagian jalan Purnama, dengan usaha tersebut diharapkan jalan-jalan yang dulunya
terkena banjir akan aman apabila datang banjir selanjutnya.
Selain peninggian jalan usaha perbaikan saluran darainase juga terus dilakukan
oleh pemerintah Kota Pontianak khususnya di Kecamatan Pontianak Selatan, tetapi
kenyataannya dilapangan masih terdapat parit atau selokan dalam keadaan yang kurang
baik dalam artian tidak dapat menampung dan mengalirkan air dengan optimal baik
dikarenakan kondisi fisik, penyumbatan oleh sampah maupun permasalahan lainnya.
Terutama di musim penghujan, kerapkali dengan intensitas curah hujan yang rendah-pun
kadang-kala di tempat-tempat tertentu masih terjadi penggenangan sehingga berpeluang
terhadap terjadinya banjir.
Kepadatan jumlah penduduk di Kota Pontianak terutama pada daerah saluran
drainase Parit Tokaya secara tidak langsung akan berdampak terhadap penutupan saluran
drainase pada darah tersebut, dimana lahan menjadi semakin sempit sehingga masyarakat
mengambil lahan saluran dan digunakan untuk tempat tinggal yang pada akhirnya dari
waktu ke waktu lebar dan dalam saluran drainase Parit Tokaya akan semakin menyempit.
Kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai atau saluran (parit) yang akan
berdampak pada penyumbatan saluran drainase juga menjadi salah satu faktor penyebab
dalam mempercepat terjadinya banjir.
Selain itu faktor alam juga berperan penting dalam terjadinya banjir. Topografi,
pasang surut air sungai dan curah hujan yang tinggi dalam waktu yang lama akan
berpotensi besar terjadinya banjir ditambah lagi daerah Pontianak memiliki curah hujan
yang tinggi yaitu 2.000-3.000 mm/th (BMG Supadio Pontianak, 2008).
Oleh karena itu perlu kiranya dilakukan penelitian studi faktor-faktor penyebab
terjadinya banjir di daerah Tangkapan Parit Tokaya Kecamatan Pontianak Selatan Kota
Pontianak. Penelitian ini diharapkan menghasilkan data yang akurat tentang faktor-faktor
penyebab banjir, terutama pada daerah tangkapan Parit Tokaya Kecamatan Pontianak
Selatan dan nantinya dapat menjadi alternatif pertimbangan dalam penanggulangan
banjir pada daerah tersebut.
C. Variabel Pengamatan
1. Curah Hujan Harian
Data curah hujan harian merupakan data sekunder yang di dapat dari stasiun
Badan Metrologi dan Geofisika (BMG) Pontianak. Data curah hujan merupakan data
curah hujan harian selama 1 bulan (30 hari) penelitian, terhitung mulai dari tanggal 13
Desember 2008 sampai dengan 11 Januari 2009.
2. Tinggi Tempat
Data tinggi tempat di dapat dari data sekunder yang dapat dilihat langsung
pada lampiran peta. Tinggi tempat menggambarkan ketinggian suatu lokasi penelitian
dari permukaan laut.
3. Kondisi Drainase
a. Debit Aliran
Debit aliran adalah laju aliran (dalam satuan volum air) yang akan
melewati penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak, 1997).
Pengukuran debit aliran dilakukan dengan menggunakan metode pelampung.
Data debit aliran sungai merupakan data penting bagi pengelolaan sumberdaya
air.
Data debit aliran rata-rata tahunan/harian dapat memberikan potensi
sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu DAS (Asdak, 1997).
Pengukuran debit dapat dinyatakan dengan persamaan :
Q= A×V
Dimana : Q = Debit aliran (m3 / det atau m3 / jam)
A = Luas penampang (m2)
V = Kecepatan air melalui penampang (m/det)
Untuk menghitung luas penampang sungai dinyatakan dengan persamaan :
Α=C×b×h max
Dimana : C = Koefisien bentuk penampang melintang sungai
b = Lebar sungai
h max = Tinggi air maksimum
koefisien bentuk melintang sungai :
c = 1 : Bentuk melintang persegi panjang
c = ½ : Bentuk melintang segitiga
c = 2/3 : Bentuk melintang parabola
(Sosrodarsono, 1993)
Sedangkan untuk menghitung kecepatan lintasan pelampung dapat menggunakan
rumus sebagai berikut (Soewarno, 1991)
Vp=L/ T
Dimana : Vp = kecepatan lintasan pelampung (m/detik)
L = panjang lintasan pelampung (m)
T = waktu lamanya lintasan pelampung (detik)
Untuk mendapatkan nilai koefisien bentuk penampang melintang sungai
maka sungai dibuat garis pengukur, dalam menentukan jumlah garis pengukur
perlu diketahui lebar sungai. Jika lebar sungai sudah diketahui maka akan didapat
interval garis-garis pengukur dalamnya air dan interval garis-garis pengukur
kecepatan aliran.
b. Tinggi Muka Air Saluran
Tinggi muka air dalam saluran menggambarkan keberadaan dan
ketinggian air dalam saluran. Tinggi muka air dalam saluran di ukur langsung
pada titik pengamatan dengan menggunakan meteran.
4. Pasang Surut
Fluktuasi pasang surut dan pasang naik merupakan data sekunder yang
didapat langsung dari Adminisator Pelabuhan Kota Pontianak serta melakukan
wawancara dengan masyarakat sekitar tentang kondisi sungai. Fluktuasi air tesebut
akan dikaitkan dengan pengaruh terjadinya banjir pada daerah Tangkapan Parit
Tokaya.
5. Penggunaan Lahan
Data tentang penggunaan lahan atau land use di Kecamatan Pontianak Selatan
diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan dari peta penggunaan lahan
Kecamatan Pontianak Selatan. Penggunaan lahan suatu lokasi menggambarkan
berapa besar penggunaan lahan pada lokasi tersebut.
6. Jenis Tanah
Data tentang jenis tanah merupakan data sekunder yang diperoleh dari
Bappeda Kota Pontianak. Jenis tanah merupakan salah satu faktor terjadinya banjir,
hal ini tergantung pada jenis tanah pada lokasi tersebut.
D. Hasil dan Pembahasan
Daerah Aliran Parit Tokaya merupakan salah satu sumber daya air bagi masyarakat
setempat untuk melakukan aktivitasnya. Daerah Tangkapan Air Parit Tokaya merupakan
daerah yang landai dengan ketinggian berkisar antara 35-65 cm/dpl sehingga
kemungkinan terjadinya banjir akan sangat besar, banjir sering terjadi hanya pada daerah
hilir parit. Daerah hilir parit merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Sungai
Kapuas, sedangkan daerah hulunya merupakan daerah hutan/semak belukar.
Pada saat penelitian diketahui bahwa banjir terbesar terjadi pada tanggal 16 Desember
2008 yang pada waktu itu menyebabkan sebagian besar daerah Tangkapan Parit Tokaya
tergenang oleh air (lihat peta kawasan banjir). Kriteria untuk pembahasan mengenai
banjir akan dibahas pada tulisan berikut. Hasil dan pembahasan mengenai berbagai
parameter yang telah dilakukan akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan
peta merupakan halaman lampiran.
1. Curah Hujan
Data curah hujan merupakan data sekunder yang didapat dari BMG Supadio
Pontianak. Curah hujan selama penelitian yaitu dari tanggal 13 Desember 2008
sampai dengan 11 Januari 2009 berjumlah 417,9 mm. Curah hujan tertinggi yaitu
pada tanggal 24 Desember 2008 berjumlah 91 mm, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada grafik dibawah ini :
Grafik Curah Hujan Harian
Data Curah Hujan Harian
100
CH
Harian
90

80

70

60
Jumlah
Curah 50
Hujan
40

30

20

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

C H H a r ia n 0 17 65 19 3 3 12 13 0 10 3 91 39 1 0 1 17 0 0 0 12 32 14 17 0 11 30 10 10 0
H a ri ke

Sumber : BMG Supadio Pontianak, 2009

Apabila dilihat dari grafik 1 curah hujan pada daerah penelitian bervariasi berkisar
antara 0,3 mm sampai dengan 91 mm. Menurut data diatas bahwa curah hujan antara
0,3 sampai dengan 91 mm tidak menyebabkan terjadinya banjir.
2. Tinggi Tempat
Tinggi tempat berkaitan erat dengan arah aliran air. Dalam skala yang lebih
luas dan dengan kondisi yang berlereng tinggi tempat dapat ditentukan dengan alat
yang sederhana, sedangkan tempat dengan ketinggian datar memerlukan alat
tersendiri dengan ketelitian yang tinggi, sehingga data yang didapat menjadi akurat.
Berdasarkan Peta Topografi tinggi wilayah tangkapan Parit Tokaya antara 35-
46 cm dpl, hal ini berarti bahwa topografi daerah tersebut adalah datar. Daerah
tertinggi terletak pada ujung Jl. Kesehatan yaitu setinggi 65 cm dpl (lihat peta
Topografi), sedangkan titik nol berada pada daerah pinggiran Sungai Kapuas. Tinggi
tempat Jl. Veteran antara 36-39 cm dpl, sedangkan Jl. Purnama antara 40-45 cm dpl.
Berdasarkan data tersebut kemungkinan terjadinya banjir yang diakibatkan
oleh pasang air Sungai Kapuas sangatlah besar apalagi ditambah dengan terjadinya
hujan yang lebat pada saat itu.
3. Karakteristik Drainase
a. Debit Aliran
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati
suatu penampang melintang sungai persatuan waktu (Asdak, 1997). Besarnya debit
aliran dipengaruhi oleh curah hujan, pasang surut, tinggi tempat dan luasnya daerah
tangkapan parit tersebut.
Pengukuran debit dilakukan dengan menggunakan metode pelampung.
Teknik pengukuran debit yaitu dengan menghitung kecepatan pelampung dengan
jarak tertentu. Sedangkan luas penampang melintang parit didapat dengan mengukur
lebar parit dan tinggi muka air pada interval waktu tertentu.
Dari yang ada menunjukan bahwa banjir tertinggi terjadi pada tanggal 16
Desember 2008 dengan ketinggian air Parit Tokaya adalah 3,13 m dengan debit 6,92
m3/det yang terjadi pada titik pengamatan pertama. Banjir tersebut terjadi disebabkan
oleh terjadinya pasang berturut-turut pada Sungai Kapuas yaitu pada tanggal 14 dan
15 Desember 2008 dengan ketinggian 6 meter, sedangkan pada tanggal 16 Desember
2008 pasang air Sungai Kapuas setinggi 5,9 m yang diukur dari dasar Sungai Kapuas
b. Tinggi Muka Air Dalam Saluran
Tinggi muka air dalam saluran menggambarkan seberapa tinggi air yang ada
didalam saluran atau parit tersebut. Pengukuran tinggi muka air saluran dilakukan
dari dasar saluran sampai dengan batas antara saluran dan jalan dengan menggunakan
meteran dan tongkat duga kayu yang telah dipasang pada titik pengamatan (Zenkadir,
2008).
Tabel Tinggi Saluran dan Tinggi Muka Air (meter)
Tidak Tidak
Titik Tinggi Hujan & Hujan &
Hujan & Hujan &
Penga Saluran Pasang Pasang
Pasang Pasang
Matan (m)
13 Des‘08 16 Des‘08 10 Jan‘09 11 Jan’09
1 3.06 2.46 3.13 2.48 2.51
2 1.28 1.33 1.49 1.32 1.37
3 1.47 1.38 1.62 1.49 1.50
4 1.99 1.77 2.07 1.96 1.89
5 1.57 1.33 1.72 1.42 1.45
6 1.49 1.20 1.38 1.37 1.39
7 1.49 0.74 1.37 1.06 1.08
8 1.86 0.96 1.59 1.31 1.09
9 1.57 0.61 1.28 1.06 0.78
10 1.81 0.21 0.70 0.68 0.50
Sumber : Pengukuran lapangan, 2009
Ket : Angka tebal : Tinggi air pada saat banjir
Pada tabel di atas, terjadi empat kali banjir pada 5 titik pengamatan
diantaranya pada tanggal 13 dan 16 Desember 2008 serta pada tanggal 10 dan 11
Januari 2009 dengan ketinggian tempat antara 36-40 cm dpl. Pada tabel di atas, tinggi
air maksimum sebesar 3,13 m, yang terjadi pada tanggal 16 Desember 2008 dan
berada pada daerah hilir penelitian yaitu pada titik pengamatan pertama dengan
ketinggian tempat 36 cm dpl. Hal ini terjadi sebagian besar karena dipengaruhi oleh
lokasi pada titik pengamatan pertama merupakan daerah yang datar dengan
ketinggian 36 cm dpl dan berada dekat dengan Sungai Kapuas, sehingga aliran air
pertama kali masuk pada titik tersebut.
Sedangkan tinggi air minimum terjadi pada tanggal 22 Desember 2008 (lihat
lampiran pada tinggi air Parit Tokaya), dimana tinggi air minimum berada di daerah
hulu penelitian yaitu pada titik pengamatan ke sepuluh sebesar 0,05 m dengan
ketinggian tempat 45 cm dpl. Hal ini terjadi dikarenakan pada saat tanggal 22
Desember terjadi hujan tetapi hanya dalam keadaan normal yaitu sebesar 9,6 mm,
sehingga mengakibatkan tidak adanya tambahan volume air yang berarti pada parit
tokaya. Dari pengamatan dilapangan diketahui bahwa pada titik pengamatan pertama
yang berada dekat Sungai Kapuas dan merupakan daerah hilir penelitian, hujan yang
terjadi terasa lebat sedangkan pada daerah Hulu Purnama hanya terjadi gerimis.
4. Pasang Surut
Dari hasil pengamatan dilapangan dan data sekunder yang didapat
menunjukkan bahwa tipe pasang surut Sungai Kapuas adalah pasang surut harian
tunggal (diurnal tides) dimana Sungai Kapuas mengalami satu kali pasang dan satu
kali surut dalam satu hari. Pasang terjadi pada pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB dan
akan surut pada siang hari sekitar pukul 11.00 WIB dan kembali pasang pada pagi
hari. Adapun data pasang harian Sungai Kapuas selama penelitian dapat dilihat pada
grafik 2 dibawah ini :
Grafik Tinggi Muka Air dari Dasar Sungai Kapuas (meter)
Tinggi Air Sungai Kapuas

5.5
Tinggi Air (m) Tinggi Air
5

4.5
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tinggi Air 5.9 6 6 6 5.8 5.6 5.4 5.2 5.1 5.1 5.1 5.2 5.2 5.6 5.8 6 6 6 5.9 5.7 5.5 5.3 5.2 5.1 5.1 5.2 5.4 5.6 5.7 5.9
Desember '08 - Januari '09

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pasang besar terjadi dalam dua periode
yaitu pada tanggal 14, 15 dan 16 Desember 2008 setinggi 6 meter, sedangkan periode
kedua terjadi pada tanggal 28, 29 dan 30 Desember 2008 setinggi 6 meter (lihat tabel
9). Dimana pada dua periode pasang tersebut terjadi banjir tertinggi yaitu pada
tanggal 16 Desember 2008. Pengukuran Titik nol Sungai Kapuas berada pada daerah
dasar Sungai tersebut.
Tabel Tinggi Muka Air dari Dasar Sungai Kapuas pada Pasang Tertinggi
Har
Tanggal Tinggi Air
i
Penelitian (meter)
Ke
1 13 Des ’08 5,9
2 14 Des ’08 6
3 15 Des ’08 6
4 16 Des ’08 6
16 28 Des ’08 6
17 29 Des ’08 6
18 30 Des ’08 6
19 31 Des ’08 5,9
30 11 Jan ’09 5,9
Sumber : Adminisator Pelabuhan Pontianak, 2009

Terjadinya banjir pada tanggal 16 Desember tersebut disebabkan oleh terjadi


pasangnya Sungai Kapuas berturut-turut setinggi 6 meter yaitu pada tanggal 14 dan
15 Desember ditambah lagi dengan curah hujan berturut-turut yaitu sebesar 16,7 dan
65 mm sehingga menyebabkan tinggi air pada parit tokaya mencapai 3,13 meter
dengan ketinggian air Sungai Kapuas 6 meter, serta curah hujan sebesar 18,7 mm.
Sedangkan pada tanggal 13 Desember 2008 terjadi banjir pada titik
pengamatan ke dua dan pada tanggal 11 Januari 2009 banjir terjadi pada titik
pengamatan ke dua dan ke tiga. Banjir yang terjadi pada tanggal 13 dengan
ketinggian air Sungai Kapuas 5,9 m dan banjir pada tanggal 11 Januari 2009 dengan
ketinggian air Sungai Kapuas 5,9 m merupakan banjir yang disebabkan oleh
pasangnya air Sungai Kapuas, karena pada kedua hari tersebut tidak terjadi hujan.
5. Penggunaan Lahan
Total luas lahan pada daerah tangkapan Parit Tokaya adalah 897 Ha yang di
dominasi oleh pemukiman yaitu dengan luasan 561 Ha, sedangkan lahan terbuka
seluas 125 Ha, semak belukar 122 Ha, Sawah 47 Ha, kebun campuran 41 Ha dan
perkebunan 1 Ha (lihat peta penggunaan lahan). Dari data tersebut dapat kita lihat
bahwa sebagian besar kawasan Parit Tokaya tertutupi oleh pemukiman sehingga
ruang bagi air untuk diserap oleh tanah sangatlah kecil yang memungkinkan
terjadinya aliran permukaan, hal ini juga merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya banjir.
Tabel Penggunaan Lahan pada Area Penelitian
Tipe Penggunaan Luas
No %
Lahan (Ha)
1 Pemukiman 561 62,54
2 Lahan Terbuka 125 13,94
3 Semak Belukar 122 13,60
4 Sawah 47 5,24
5 Kebun Campuran 41 4,57
6 Perkebunan 1 0,11
Total 897 100
Sumber : Peta Tata Guna Lahan (Eddy Tamrin, 2008)

Perubahan penggunaan lahan yang makin meluas pada daerah Parit Tokaya
menyebabkan hanya sebagian kecil curah hujan yang dapat diserap dan ditampung oleh
tanah melalui intersepsi maupun infiltrasi sebagai cadangan air dimusim kemarau (Irianto
dalam Sawiyo, 2005). Dampaknya air hujan yang di transfer menjadi aliran permukaan
meningkat, sehingga terjadi banjir dengan besaran (magnitude) yang makin meningkat.
Kondisi ini akan diperburuk apabila periode tanah sudah dalam keadaan jenuh akibat
hujan sebelumnya.
6. Jenis Tanah
Pada area penelitian terdapat dua jenis tanah yaitu : tanah Entisol (Fluvaquent)
dan tanah Histosol (Tropohemist), (lihat peta jenis tanah). Entisol sendiri merupakan
tanah muda yang masih belum memiliki agregat, sedangkan fluvaquent merupakan tanah
entisol yang terbentuk dari endapan tanah sungai yang berair. Tanah jenis ini merupakan
tanah yang berada pada daerah dekat sungai, sehingga peluang terjadinya banjir baik
pada waktu air pasang maupun pada waktu hujan datang sangatlah besar.
Kedalaman Tanah Gambut pada daerah penelitian berkisar antara 0,5-3 meter.
Kedalaman 0,5 meter sebagian besar berada pada daerah perbatasan antara Tanah Entisol
dan Tanah Histosol, sedangkan kedalaman 3 meter berada pada daerah ujung Jalan
Kesehatan (lihat peta jenis tanah). Tanah Histosol yang biasanya disebut tanah gambut
merupakan jenis tanah tua yang terbentuk pada kondisi anaerob akibat proses
dekomposisi bahan organik dimana proses penumpukan lebih laju dari proses
dekomposisi. Gambut tropis sendiri terbentuk dari hutan atau tumbuhan berkayu dari
berbagai formasi vegetasi alami pada hutan bakau, kerangas dan rawa air tawar (Anshari,
2007).

Karena terbentuk dari dekomposisi bahan organik maka gambut mempunyai


kandungan bahan organik yang tinggi dan hal ini-lah yang menyebabkan tanah gambut
dapat mengikat air dalam jumlah yang relatif tinggi. Kapasitas mengikat air maksimum
untuk gambut fibrik adalah 580 – 3.000%, gambut hemik 450% - 850% dan gambut
saprik < 450% (Notohadiprawiro, 1985).
Apabila dilihat letak dari kedua jenis tanah tersebut (lihat peta jenis tanah) jelas
bahwa tanah Entisol akan selalu tergenang, hal ini dikarenakan tanah tersebut berbatasan
langsung dengan Sungai Kapuas yang merupakan daerah hilir penelitian. Tanah Histosol
sendiri berada pada daerah Hulu (daerah Jalan Purnama) penelitian sehingga
kemungkinan bajir sangatlah kecil.
E. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan data sekunder dan pengamatan lapangan dapat


disimpulkan bahwa :
1. Banjir terbesar terjadi pada tanggal 16 Desember 2008 hal ini disebabkan karena
pengaruh pasang Sungai Kapuas yang berturut-turut pada tanggal 14 sampai dengan
tanggal 16 Desember yaitu 6 meter. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya banjir
pada titik 1-5 dengan curah hujan pada waktu itu 18,7 mm. Debit pada waktu banjir
berkisar antara 1,69-6,92 m3/det dengan ketinggian tempat antara 36-41 cm dpl.
2. Tinggi tempat Daerah Tangkapan Parit Tokaya relatif rendah, antara 35-65 cm dpl.
Hal ini menyebabkan dengan kondisi pasang maksimum terjadi pasang berturut-turut
menyebabkan akan terjadinya banjir sangat besar.
3. Curah hujan yang tinggi juga merupakan salah satu faktor terjadinya banjir apalagi
ditambah dengan terjadinya Pasang Air Sungai Kapuas yang terjadi pada tanggal 16
Desember 2008.
4. Banyaknya pemukiman merupakan salah satu faktor terjadinya banjir, hal ini
dikarenakan berkurangnya daya serapa tanah karena lahan terbuka berubah fungsi
menjadi pemukiman maupun jalan sehingga peluang terjadinya banjir sangatlah besar
terutama pada saat terjadinya hujan.
5. Terdapat dua jenis tanah yaitu Entisol dan Histosol, dimana tanah Entisol berada pada
daerah Hilir penelitian yang kemungkinan dipengaruhi oleh air pasang sangatlah
besar, sedangkan Tanah Histosol (gambut) berada pada daerah Hulu penelitian
sehingga pengaruh Pasang Sungai Kapuas sangatlah kecil. Hal tersebut
memungkinkan terjadinya banjir pada jenis Tanah Entisol.
DAFTAR PUSTAKA
............, 2008. Konsep tata ruang untuk pengendalian dan kalisifikasi banjir.
http://209.85.175.104/search?
q=cache:7wNBL4b1m3IJ:www.penataanrung.net/taru/nspm/pedoman
%2520pemanfaatan
%2520ruang/banjirnov/PDF/pedbanjir(b3)%2520nov.pdf+klasifikasi+banjir&hl=id&ct=c
lnk&cd=3&gl=id.

Anshari, G. 2007. Studi Kandungan Karbon Organik Total dalam Lapisan-Lapisan (Strata)
Gambut dari Hutan Adat Rawa Gambut Nung di Taman Nasional Danau Sentarum.
Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak. Pontianak.

Asdak, C. 1997. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Bappeda, PMD Kota Pontianak, 2002. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2002-2012
Kota Pontianak. Bappeda Kota Pontianak. Pontianak.

Bappeda, 2007. Arsip Kota Pontianak. Bappeda Kota Pontianak. Pontianak.

Bappenas, 2008. Kajian Penanggulangan Banjir di Indonesia Pendekatan dengan Masyarakat,


Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat:
UniversitasIndonesia.http://donorair.bappenas.go.id/modules/doc/pdf_download.ph
p?prm_download_id=2&sbf=52&prm_download_table =19.

Darmawan, 2008. Pemetaan rawan bencana banjir. http://mdarmawan-


kenkyu.blogspot.com/2008/01/pemetaan-rawan-bencana-dan-resiko.html.

Data Monografi Kecamatan, 2007. Monografi Kecamatan Pontianak Selatan. Kecamatan


Pontianak Selatan. Pontianak.

Dinas Prasarana Kota Pontianak, 2002. Peta Wilayah Administrasi Kota Pontianak. Dinas
Prasarana Kota Pontianak. Pontianak.

Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2005. Kajian Penanggulangan Banjir di
Indonesia. Universitas Indonesia.

Haryono, 2003. Aplikasi Dynamic System Untuk Memodelkan Banjir Dengan Menggunakan
Software Vensim. http://digilib.petra.ac.id/s1/tmi/jiunkpe-ns--vensim-abstract_toc.pdf.

Maulana, r. http://tumoutou.net/702_07134/rachmat_mulyana.htm.

Notohadiprawiro, R, M, T, 1985. Selidik Cepat Ciri Tanah di Lapangan.Ghalia Indonesia.


Jakarta.
Nugroho, P, S, 2002. Analisis Curah Hujan dan sistem Pengendalian Banjir di Pantai Utara
Jawa Barat (Studi Kasus Bencana Banjir Periode Januari-Februari 2002). Jurnal Sain
dan Teknologi Indonesia. BPPT.

Rahmadi, A, 2002. Air Sebagai Indikator Pembangunan Berkelanjutan.


http://www.rudyct.tripod.com/sem2_012/andi_rahmadi.htm.

Robert. J. K, 2002. Pengelolaan Sumberdaya Air Dalam Otonomi Daerah. Andi Yogyakarta.
Yogyakarta.

Setiadi, A. 2007. Lomba Karya Tulis Mahasiswa Lingkungan Hidup (LKTM LH) Tidak di
Publikasikan, Minimalisasi Banjir Melalui Pendekatan Eko-Hidraulik. Universitas
Tanjungpura Pontianak. Pontianak.

Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar hidrologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soewarno, 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai. Nova. Bandung.

Sosrodarsono, S. 1993. Hidrologi untuk Perairan. Pradya Pramita. Jakarta.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Suryadi, Y, 2007. Metode Penentuan Indeks Banjir Berdasarkan Fungsi Debit Puncak
Hidrograf Inflow, Luas Genangan, Kedalaman Genangan dan Waktu Genangan. Central
Library Institute Technology Bandung. http://sas.iibn.info/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-yadisuryad-30365.

Wahyuni, E. D. 2005. Tesis S2 tidak dipublikasikan, Penentuan Kawasan Pemukiman dengan


SIG Studi Kota Pontianak. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Zenkadir, 2008. Evaluasi Kapasitas Tampung Maksimum Sungai dan Saluran Darainase
Terhadap Banjir Maksimum. Fakultas Pertanian Unila. Lampung.

You might also like