Anak mulai siap melakukan toilet training ketika beberapa kemampuan sudah berkembang, antara lain mampu berdiri, dan berjalan dengan baik, mampu melepas dan menggunakan celana, menyadari keinginan berkemih dan mampu menahannya sampai ke toilet. Usia anak pada saat itu kurang lebih 18-24 bulan. Pada usia ini anak sudah menguasai kemampuan motorik kasar yang penting, bercerita dengan bahasa yang sudah bisa dipahami oleh orang di sekitarnya, dan sadar akan kemampuannya mengontrol tubuhnya dan menyenangkan orang tua. Dalam hal ini, perawat berperan dalam membantu orang tua mengidentifikasikan tanda-tanda kesiapan si anak. Berikut ini adalah tanda-tanda kesiapan anak melakukan toilet training: a. Kesiapan fisik Mampu mengontrol sfingter anal dan uretral, biasanya pada usia 18-24 bulan. Mempu menahan berkemih (celana tetap kering) selama 2 jam Pergerakan bowel teratur Memiliki kemampuan motorik kasar seperti berjalan, duduk, dan jongkok Memiliki kemampuan motorik halus untuk melepaskan bajunya b. Kesiapan mental Menyadari keinginan berkemih atau defekasi Kemampuan komunikasi verbal dan non verbal yang mengindikasikan keinginan berkemih atau defekasi Kemampuan kognitif untuk meniru tingkah laku yang sesuai dan mengikuti petunjuk c. Kesiapan psikologis Mengekspresikan keinginan untuk mempersilahkan orang tua Mampu duduk di toilet selama 5-10 menit tanpa rewel Penasaran dengan kebiasaan toileting orang dewasa atau saudaranya Tidak sabar jika celananya basah dan ingin untuk segera diganti d. Kesiapan keluarga Menyadari tingkat kesiapan anak Memiliki keinginan untuk meluangkan waktunya untuk toilet training Tidak ada stress atau perubahan dalam keluarga seperti perceraian, pindah, saudara baru, atau liburan yang dilaksanakan sesaat lagi. Anak akan lebih dulu mengerti dan pandai melakukan bowel training daripada toilet training. Hal ini terjadi karena bowel training senderung dilakukan secara teratur dan dapat diprediksi. Sensasi yang dirasakan pada saat bowel training lebih kuat dari pada toilet training. Sejumlah teknik dapat dilakukan untuk membantu pelaksanaan toilet training. Orang tua dapat menggunakan potty chair ataupun langsung menggunakan toilet. Toilet berukuran kecil dapat ditempatkan menepel pada toilet biasa untuk mempermudah perpindahan. Orang tua juga dapat mengajarkan anaknya untuk duduk dengan posisi terbalik pada toilet biasa agar dapat memberikan keamanan bagi anak. Sesi latihan harus dibatasi 5-10 menit, orang tua harus menemani anaknya, dan mempraktikkan kebiasaan sanitari yang baik. Terlalu lama memaksa anak untuk duduk di toilet akan memungkinkan anak mengalami kecelakaan. Orang tua dapat mengajarkan anak dengan menggunakan video ataupun boneka sebagai alat bantu. Hal ini digunakan agar anak benar-benar mengerti kapan keinginan berkemih muncul. Selain itu, proses latihan juga merupakan hal yang baru bagi anak, sehingga untuk pertama kali, anak akan kesulitan untuk mengerti. Oleh karena itu, orang tua ataupun perawat harus menggunakan kata-kata yang sama setiap kali berkeih maupun defekasi. Misalnya “pipis” untuk berkemih dan “e’e” untuk defekasi. Beberapa hal yang dapat membantu toilet training juga dapat dilakukan, antara lain dengan membatasi cairan yang masuk sebelum anak tidur, dan membangunkan anak saat malam untuk berkemih. Usia toddler merupakan usia saat anak sedang gemar bermain dan melakukan berbagai aktivitas. Aktivitas bermain anak seringkali membuatnya lupa untuk berkemih sehingga terkadang anak tidak sempat melakukan toilet training. Oleh karena itu,orang tua dan perawat perlu mengingatkan anak secara berkala untuk melakukan toilet training.