Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan dalam era informasi ditandai oleh ketersediaan informasi yang bervariasi, tersebar
makin luas, seketika, dan tersaji dalam berbagai bentuk dan waktu yang cepat. Semua usaha
pengumpulan , pengolahan, penyimpanan, dan penyajian informasi senantiasa menggunakan
media.
Perkembangan media, telah menimbulkan dua kali dari empat kali revolusi dunia pendidikan.
Revolusi pertama terjadi beberapa puluh abad yang lalu, yaitu pada saat orang tua
menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada orang lain yang berprofesi sebagai guru;
revolusi kedua terjadi dengan digunakannya bahasa tulisan sebagai saran utama pendidikan:
revolusi ketiga timbul dengan tersedianya media cetak yang ditandai dengan diciptakannya
mesin cetak dan teknik percetakan; dan revolusi keempat berlangsung dengan meluasnya
penggunaan media komunikasi elektronik (Miarso, 2004)
Media pembelajaran baik berupa buku, siaran radio, rekaman peristiwa, film, komputer, dan
televisi berpotensi menumbuhkan dan mengembangkan masyarakat belajar. Olehnya itu,
setiap kegiatan belajar- mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan, penggunaan media tidak
mungkin diabaikan. Guru adalah suatu jabatan karier. Fungsional dan profesional, seorang
anggota masyarakat yang berkompeten ( cakap, mampu, dan wewenang) dan memperoleh
kepercayaan dari masyarkat dan atau pemerintah untuk melaksanakan tugas, fungsi dan
peranan serta tanggung jawab guru, baik dalam lembaga pendidikan jalur sekolah maupun
lembaga luar sekolah. Guru yang belum menguasai pembelajaran akan ketinggalan oleh arus
perkembangan informasi dan komunikasi.
Rekaman film Laskar Pelangi merupakan media audio –visual yang dapat digunakan dalam
pembelajaran. Rekaman film Laskar Pelangi berisi peristiwa menyentuh hati sanubari.
Terdapat peristiwa: yaitu guru-guru yang mengangkat nilai pendidikan dan mempertahankan
sekolah yang letaknya di daerah terpencil, tidak rela kalau sekolah tersebut ditutup dan
berusaha menyekolahkan anak-anak yang kurang mampu, dan mengajar sesuai dengan
keberadaan anak didiknya .
Melihat karakteristik rekaman film Laskar Pelangi, maka sangat tepat digunakan sebagai
media pembelajaran menulis puisi. Pembelajaran menulis puisi dengan tujuan membina
kepribadian anak, akhlak mulia, membangun keterampilan mengemukakan gagasan yang
menimbulkan rasa kepedulian, dan simpati. Olehnya itu, rekaman film Laskar Pelangi patut
dijadikan contoh kepedulian untuk menggugah daya kreasi, imajinasi, mengembangkan nilai-
nilai kemanusiaan, persatuan, persaudaraan, solidaritas masyarakat dunia, dan meningkatkan
kualitas manusia Indonesia.
Penelitian membuktikan bahwa tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf yang dibutuhkan
dalam pembelajaran kurang melekat daya ingatan (Goelman, 1995).
Kegiatan menulis puisi adalah salah satu bentuk kegiatan yang bersifat produktif-kreatif dan
membutuhkan keterlibatan emosi. Artinya, menulis puisi dilaksanakan melalui proses kreatif.
Proses ini, dapat dilakukan jika siswa tergugah secara emosional untuk menciptakan sesuatu
melalui rangsangan peristiwa yang memilukan, menyedihkan dan menyentuh nilai-nilai
kemanusiaan.
Menulis puisi pada hakikatnya sama dengan mengarang biasa. Dua-duanya merupakan
kegiatan mengungkapkan ide dan perasaan dengan medium bahasa. Yang membedakan dua
kegiatan itu adalah caranya namun yang ditekankan dalam penulisan puisi adalah ketepatan
dan kehematan. Ketepatan pemilihan kata dalam pembuatan puisi tidak hanya pada dimensi
makna, tetapi juga rasa dan suasana.
Sebagai proses kreatif, menulis puisi dapat menjadi sarana bagi perkembangannya kreatifitas
siswa bila ditopang oleh struktur yang mendukungnya. Muliyana (1998) mengemukakan
empat struktur yang mendukung tumbuhnya kreativitas seseorang, yaitu; (1) Pengenalan
pribadi dan pengetahuan, (2) dorongan internal dan eksternal, (3) kebermaknaan belajar, dan
(4) hasil yang bernilai bagi orang lain.
Salah satu standar kompetensi pada Kelas X adalah mengungkapkan pikiran, dan perasaan
melalui kegiatan menulis puisi baru dengan memerhatikan bait, irama, dan rime. Kompetensi
dasar ini, sangat terbatas pada penulisan puisi berdasarkan struktur fisik tanpa memperhatikan
struktur batin puisi. Olehnya, yang perlu di diteliti adalah penulisan puisi dengan
memperhatikan struktur fisik dan batin puisi sehingga mencakup seluruh aspek dalam puisi
Struktur fisik meliputi: diksi, pengimajian, kata konkret, majas (meliputi lambang dan kiasan)
versifikasi (meliputi rima, ritma, dan metrum) dan tipograf. Struktur batin puisi terdiri atas
tema, nada, perasaan, dan amanat.
Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran menulis puisi masih jauh dari yang diharapkan. Kondisi
siswa antara lain: (1) siswa tidak memiliki ide untuk menulis dalam bentuk puisi, (2) siswa
tidak tertarik terhadap penulisan puisi, (3) kemampuan yang dimiliki siswa tidak sesuai
dengan kegiatan penulisan puisi yang diharapkan, (4) siswa memiliki bekal penguasaan
bahasa yang kurang memadai,(5) siswa memiliki kemampuan bervariasi dalam menulis puisi,
(6) siswa tidak tertarik dalam menulis puisi cenderung apatis, dan (7) banyak diantara siswa
tidak mencapai nilai ketuntasan dalam pembelajaran menulis puisi.
Kemampuan guru Bahasa Indonesia sangat bervariasi, dari sembilan guru hanya satu orang di
antaranya yang menyatakan diri senang mengajarkan puisi. Guru lainnya lebih tertarik pada
pembelajaran keterampilan berbahasa yang tidak dikaitkan dengan penciptaan karya sastra.
Mereka mengajar dengan metode yang konvensional, seperti menyajikan teori tentang teknik
menulis puisi, menugasi siswa menulis puisi, memeriksa, dan menilai, tidak ada upaya
membelajarkan siswa tetapi guru hanya mengajarkan dan siswa dianggap sebagai objek
bukan subjek belajar.
Jika kondisi tersebut dicermati, maka pembelajaran menulis puisi perlu ditingkatkan melalui
inovasi, misalnya pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan metode bervariasi,
menggunakan lingkungan sekitar sebagai tempat belajar, menyediakan media pembelajaran
yang kreatif dan inovatif, serta penciptaan kondisi yang dapat mendukung terciptanya
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan . Hal yang paling penting adalah guru
mengadakan penelitian tentang keefektifan metode, teknik, dan media tertentu dalam
pembelajaran menulis puisi.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan pembelajaran menulis puisi yang dirancang
untuk menggugah daya imajinasi siswa. Salah satunya adalah menggunakan rekaman film
sebagai media pembelajaran dalam menulis puisi.
Berbagai penelitian telah ditunjukkan bahwa penggunaan media efektif dalam
mengoptimalkan hasil belajar. Beberapa tesis mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar pada tahun 2005, antara lain:
Penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Masrariah (2005) tentang keefektifan Media
pengajaran dalam Peningkatan Kemampuan Qawaid, dengan temuan terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media audio-visual
dengan tanpa menggunakan media audio-visual. Penelitian eksperimen yang dilakukan
Nasir(2005) mengenai keefektifan Pengajaran Puisi dengan Metode Bermain Peran Siswa
SMA Negeri Bantaeng, dengan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan siswa
yang menggunakan metode bermain peran dengan yang tidak menggunakan metode bermain
peran.
Penelitian tindakan kelas oleh Marawiah (2006) tentang, Peningkatan Kemampuan
Mengapresiasi Puisi dan Penanaman Nilai-Nilai Kemanusiaan melalui Pembelajaran dengan
media Audio-visual, dengan kesimpulan bahwa kontribusi yang potensial pembelajaran
apresiasi puisi dengan media audio-visual terdapat penanaman nilai-nilai kemanusiaan dalam
kategori amat baik.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media audio-visual meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Baugh, yang dengan indra lainnya.
Dale memperkirakan bahwa hasil belajar melalui indra pandang berkisar 75%, melalui indra
dengar 13%, dan indra lainnya sekitar 12% (Arsyad, 2004).
Media audio-visual (film Laskar Pelangi) berisi informasi lengkap yang melibatkan panca
indra. Dengan judul Keefektifan Rekaman Film Laskar Pelangi dalam Pembelajaran Menulis
Puisi Siswa kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan.
SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan berada di jantung kabupaten Pangkajene
Kepulauan. Yang mempunyai tempat paling strategi untuk ditempati penelitian eksprimen
karena perpaduan dua sekolah, yaitu SMA Negeri 1 Bungoro dan SMA Terbuka (naungan
PUSTEKOM).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan masalah penelitian adalah:
1. Apakah rekaman film Laskar Pelangi efektif digunakan dalam pembelajaran menulis
struktur fisik puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan?
2. Apakah rekaman film Laskar Pelangi digunakan dalam pembelajaran menulis struktur
batin puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene kepulauan?
3. Apakah rekaman film Laskar Pelangi efektif digunakan dalam pembelajaran menulis
gabungan struktur fisik dan batin puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene
kepulauan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, adalah :
1. Mendeskripsikan keefektifan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi dalam
pembelajaran menulis struktur fisik puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene
Kepulauan;
2. Mendeskripsikan keefektifan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi dalam
pembelajaran menulis struktur batin puisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene
Kepulauan;
3. Mendeskripsikan keefektifan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi dalam
pembelajaran menulis gabungan struktur fisik dan batin puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1
Bungoro Pangkajene Kepulauan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis terhadap
pembelajaran menulis puisi dan pengembangan media pembelajaran pada SMA. Adapun
manfaat penelitian ini, sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Temuan dalam penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat dalam mendukung temuan
penelitian media pembelajaran dan pembelajaran menulis puisi.
2. Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
a. Menjadi bahan informasi kepada guru bahasa Indonesia tentang model pengembangan
dan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi sebagai media pembelajaran menulis puisi
pada siswa SMA:
b. Sebagai salah satu contoh inovasi pembelajaran dengan memanfaatkan rekaman film
Laskar Pelangi dalam bentuk VCD untuk pembelajaran menulis puisi siswa kelas X SMA:
c. Penelitian ini, merupakan penerapan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
yang masih dianggap baru bagi guru. Olehnya hasil penelitian ini sepatutnya menjadi salah
satu acuan dalam penerapan KTSP.
E. Batasan Istilah
Rekaman film Laskar Pelangi adalah rekaman audio-visual yang diperoleh dari tayangan film
studio (bioskop) dan internet yang dikemas dalam CD pembelajaran. Rekaman dalam CD ini,
selain gambar visual, juga dilengkapi lagu sesuai karakteristik gambar yang ada di daerah
terpencil, sehingga rekaman film Laskar Pelangi berwujud media pembelajaran.
Menulis puisi adalah kegiatan menciptakan puisi setelah mengamati rekaman film Laskar
Pelangi. Puisi yang diciptakan mencakup struktur fisik dan batin puisi.
Siswa Kelas X SMA adalah siswa yang menduduki kelas awal pada SMA Negeri 1 Bungoro
Kabupaten Pangkep pada tahun pelajaran 2007/2008. Pada saat pelaksanaan penelitian ini,
siswa tersebut sudah menjelang semester kedua.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Puisi
Puisi adalah sintesis dari pelbagai peristiwa bahasa yang tersaring semurni-murninya dalam
pelbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya, serta tersusun dengan sistem
korespondensi dalam salah satu bentuk (Slamet Muliana dalam Nauman, 2000). Puisi ialah
jenis sastra yang bentuknya dipilih dan ditata dengan cermat sehingga mampu mempertajam
kesadaran orang akan suatu pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi,
irama, dan makna khusus (Sugono, 2003).
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama
dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Kata-kata betul-betul
terpilih agar memilki kekuatan pengucapan. Walaupun singkat atau padat, namun
berkekuatan . Karena itu, salah satu usaha penyair adalah memilih kata-kata yang memiliki
persamaan bunyi (irama). Kata-kata itu memiliki makna yang lebih luas dan lebih banyak.
Karena itu, kata-kata dicarikan konotasi atau makna tambahannya dan dibuat bergaya dengan
bahasa figurative (Waluyo, 2005).
Apakah definisi-definisi yang dikemukakan tersebut sudah dapat dipahami dengan baik dan
dapat diterapkan untuk menentukan sebuah karya sastra termasuk puisi atau bukan puisi?
Tentu tidak mudah untuk memberikan jawaban. Ada definisi yang sulit dipahami sekaligus
sulit diterapkan. Ada pula definisi yang mudah dipahami, tetapi sulit diterapkan. Hal ini
menggambarkan betapa sulitnya memberikan definisi puisi.
Puisi dari sudut proses penciptaannya menurut Esten (1995) berbeda dengan penciptaan
karya yang bukan puisi. Akibat dari proses penciptaan itu, puisi memiliki unsur-unsur
tertentu, yaitu musikalitas, korespondensi, dan bahasa.
Semakin banyak definisi yang dikemukakan, akan semakin sulit untuk menentukan karangan
itu termasuk puisi atau bukan puisi. Akan tetapi, dengan semakin banyak definisi yang
dikenal akan semakin banyak pengetahuan yang ditemukan. Dari banyak pendapat dan
definisi itu, dapat dibuat suatu penggabungan sesuai dengan kemampuan kita.
Definisi yang dianut penulis yaitu, puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan,
dipersingkat, dan diberi pilihan kata, rima, dan ritme serta struktur bati berupa perasaan,
nada, tema, dan amanat yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif)
B. Struktur Puisi
Hal yang utama dalam uraian ini adalah mengenali puisi dilihat dari struktur-struktur yang
membangun puisi tersebut tanpa mempermasalahkan definisi puisi. Meskipun beberapa
definisi yang dirumuskan berdasarkan struktur-struktur puisi tersebut.
Puisi dibangun oleh dua struktur penting yaitu bentuk dan isi Jabrohim, dkk (2003). Lebih
lanjut dinyatakan bahwa istilah bentuk dan puisi oleh para ahli dinamai berbeda-beda,
diantaranya struktur tematik atau struktur semantik dan struktur sintaktik puisi menurut Dick
Hartoko, sedangkan tema dan struktur menurut M.S. Hutagalung, bentuk fisik dan bentuk
batin oleh Marjorie Boulton, dan hakikat dan metode oleh I.A.Richards.
Berdasarkan uraian di atas, maka tampaknya setiap pakar menyadari bahwa puisi dibangun
dari dua struktur meskipun dengan istilah yang berbeda-beda. Untuk lebih terarahnya
pembahasan selanjutnya, peneliti merumuskan bahwa puisi terdiri atas dua struktur pokok,
yaitu struktur fisik dan struktur batin.
1. Struktur fisik puisi
Struktur fisik meliputi: diksi, pengimajian, kata konkrit, majas (meliputi lambang dan kiasan)
versifikasi (meliputi rima, ritma, dan metrum) dan tipografi.
Pembahasan mengenai unsur fisik puisi dapat diuraikan satu persatu pada uraian berikut.
a. Diksi (pilihan kata)
Penyair sangat mementingkan nilai atau makna setiap kata yang ditulis dalam puisinya.
Bahasa yang digunakan memberikan efek cenderung bersifat konotatif. Dalam hal ini
pemilihan diksi, selain pertimbangan makna juga komposisi bunyi dalam rima dan irama,
kedudukan kata itu di tengah kata lainnya, dan kedudukan kata itu dalam keseluruhan puisi
itu. Di samping itu, penyair mempertimbangkan urutan kata dan daya magis dari kata-kata
tersebut.
b. Pengimajian
Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian yang dapat dihayati melalui penglihatan,
pendengaran, atau cita rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan kata atau susunan kata-kata
yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Puisi seolah-olah mengandung gema suara, benda yang tampak, atau sesuatu yang
dapat dirasakan, diraba, atau disentuh, oleh karena itu, pengimajian berhubungan erat dengan
diksi dan kata konkrit.
a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya
memiliki struktur suara, seperti radio dan rekaman suara.
b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung struktur
suara. Yang termasuk ke dalam media ini adalah film slide, foto, transparansi, lukisan,
gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain
sebagainya.
c. Media audio-visual, yaitu jenis media yang selain mengandung struktur suara juga
mengandung struktur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai
ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih
baik dan menarik.
a. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi.
Melalui media ini, siswa dapat mempelajari kejadian yang aktual secara serentak
tanpa harus menggunakan ruangan khusus.
b. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film
slide, film video, dan lain sebagainya.
Kelompok media instruksional menurut Anderson (dalam Depdiknas, 2006 pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengelompokan Media
No
Kelompok Media
Media Instruksional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Audio
Cetak
Audio-Cetak
Proyek Visual Diam
Proyek Visual Diam Dengan Audio
Visual Gerak
Visual Gerak dengan Audio
Benda
Komputer
Pita audio (rol atau kaset)
Piringan audio
Radio (rekaman siaran)
Buku teks terprogram
Buku pegangan/manual
Buku tugas
Buku latihan dilengkapi kaset
Gambar/poster (dilengkapi audio)
Film bingkai (slide)
Film rangkai (berisi pesan verbal)
Film bingkai (slide) suara
Film rangkai suara
Film bisu dengan judul (caption)
Film suara
Video/VCD/DVD
Benda nyata
Model tirual (mock up)
Media berbasis komputer; CAI (Computer Assisted Instructional) & CMI (Computer
Managed Instructional)
Tabel 2. Klasifikasi dan Jenis Media
Klasifikasi
Jenis Media
Media yang tidak diproyeksikan
Media yang diproyeksikan
Media audio
Media video
Media video
Media berbasis komputer
Multimedia kit
Realis, Model, Bahan Grafis, Display
OHT, Slide, Opaque
Audio Kaset, Audio Vision, Aktive Audio Vision
Video
Computer Assisted Instructional (Pembelajaran Berbasis Komputer)
Perangkat praktikum
G. Pentingnya Media Pembelajaran
Belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-
satunya sumber belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang
dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
1. Pesan; didalamnya mencakup kurikulum dan mata pelajaran.
2. Orang; didalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya.
3. Bahan; merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran,
seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (Over Head Transparency),
program slide, alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software).
4. Alat; yang dimaksud di sini adalah sarana (piranti, hardware) untuk menyajikan bahan
pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorded, dan
sebagainya.
5. Teknik yang dimaksud adalah cara yang digunakan orang dalam memberikan
pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup ceramah,
permainan/asimulasi, tanya jawab, sosiodrama (roleplay), dan sebagainya.
6. Latar (setting) atau lingkungan; termasuk di dalamnya adalah pengaturan ruang,
pencahayaan, dan sebagainya.
Bahan dan alat yang dikenal sebagai software dan hardware tidak lain adalah media
pendidikan.
Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar. Sedangkan,
yang dimaksud dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui
pengalaman.
Pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung.
Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh melalui aktivitas sendiri pada
situasi yang sebenarnya. Contohnya, agar siswa belajar bagaimana mengoperasikan
komputer, maka guru menyediakan komputer untuk digunakan oleh siswa, agar siswa
memiliki keterampilan mengendarai kendaraan, maka secara langsung guru membimbing
siswa menggunakan kendaraan yang sebenarnya, demikian juga memberikan pengalaman
bermain gitar, mengetik, menjahit, dan lain sebagainya, atau mungkin juga pengalaman
langsung untuk mempelajari objek atau bahan yang dipelajari, contohnya pengalaman
langsung melihat dan mempelajari Candi Borobudur, pengalaman langsung melihat kerbau di
sawah, pengalaman langsung melihat bagaimana kapal terbang mendarat di landasan, atau
pengalaman langsung mempelajari benda-benda elektronik, dan sebagainya.
Pengalaman langsung semacam itu tentu saja merupakan proses belajar yang sangat
bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan
dapat dihindari.
Namun demikian, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara
langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan makhluk di dasar laut, tidak mungkin
guru membimbing siswa langsung menyelam ke dasar lautan, atau membelah dada manusia
hanya untuk mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, seperti cara kerja jantung ketika
memompakan darah. Untuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan
alat bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Demikian juga untuk mempunyai
keterampilan membedah atau melakukan operasi pada manusia, pertama kali tidak perlu
melakukan pembedahan langsung, akan tetapi dapat menggunakan benda semacam boneka
yang mirip dengan manusia. Atau untuk memperoleh keterampilan mengemudikan pesawat
ruang angkasa, dalam proses pembelajarannya dapat melakukan simulasi terlebih dahulu
dengan pesawat yang mirip dan memiliki karakteristik yang sama. Alat yang dapat membantu
proses belajar ini yang dimaksud dengan media atau alat peraga pembelajaran.
Berbagai kajian teoritik maupun empirik menunjukkan kegunaan media dalam
pembelajaran antara lain: (1) media mampu memberikan ransangan yang bervariasi kepada
otak sehingga berfungsi secara optimal; (2) dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang
dimiliki oleh siswa; (3) dapat melampaui batas ruang kelas; (4) memungkinkan adanya
interaksi langsung antara siswa dengan lingkungannya; (5) menghasilkan keseragaman
pengamatan; (6) membangkitkan keinginan dan minat baru; (7) membangkitkan motivasi dan
ransangan untuk belajar; (8) memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu
yang konkrit maupun abstrak; (9) memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
mandiri; (10) meningkatkan kemampuan keterbacaan baru yaitu kemampuan untuk
membedakan dan menafsirkan objek, tindakan dan lambang yang tampak baik yang alami
maupun buatan manusia; (11) dapat meningkatkan efek sosialisasi, yaitu meningkatkan
kesadaran siswa akan dunia sekitarnya; dan (12) media dapat meningkatkan kemampuan
ekspresi diri guru maupun mahasiswa (Miarso, 2004).
Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan
media dalam proses belajar mengajar adalah Dale’s Cone of Experience (kerucut pengalaman
Dale). Dasar pengembangan kerucut ini bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat
keabstrakan jumlah jenis indra yang turut selama penerimaan isi pengajaran atau pesan
(Arsyad, 2004). Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling
bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu karena
melibatkan indra penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman dan perabaan.
Abstrak
Verbal
Lambang
Visual
Visual
Radio
Film
Televisi
Karya wisata
Konkret
Demonstrasi
Pengalaman Melalui Drama
Pengalaman Melalui Benda Tiruan
Pengalaman Langsung
berdasarkan KTSP
Mendengarkan
Berbicara
Membaca
Pembelajaran
Menulis Puisi
Keterampilan berbahasa
Menulis
Struktur fisik: diksi, pengimajinasian, kata konkrit, majas, bersifikasi, dan tipografi
Efektif
Temuan
Tidak efektif
Analisis
(uji t)
Tanpa media rekaman film Laskar Pelangi
Media audio-visual (rekaman film Laskar Pelangi)
E = T1 x T2
K = T1 - T2
Keterangan:
E = Kelompok Eksperimen
K = Kelompok Kontrol
T1 = Tes Awal (Pretes)
T2 = Tes Akhir (Postes)
X = Pemberian Perlakuan
─ = Tidak Diberikan Perlakuan
Desain penelitian the pretest-posttest control group design menurut Suryabrata (2005:105)
adalah sebagai berikut:
1. Pilih sejumlah subjek secara acak/rambang dari suatu populasi.
2. Secara acak/rambang, golongkan subjek menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen yang dikenai variabel perlakuan X, dan kelompok kontrol yang tidak dikenai
perlakuan.
3. Berikan pretest T1, untuk mengukur variabel tergantung pada kedua kelompok itu, lalu
hitung mean masing-masing kelompok.
4. Pertahankan semua kondisi untuk kedua kelompok itu agar tetap sama, kecuali satu hal
yaitu kelompok eksperimen dikenai perlakuan X untuk jangka waktu tertentu.
5. Berikan posttest T2 kepada kedua kelompok itu untuk mengukur variabel tergantung,
lalu hitung meannya untuk masing-masing kelompok.
6. Hitung perbedaan antara hasil pretest T1 dan posttest T2 untuk masing-masing
kelompok, jadi (T2E – T1E) dan (T2K – T1K).
7. Bandingkan perbedaan-perbedaan tersebut, untuk menentukan apakah penerapan
perlakuan X itu berkaitan dengan perubahan yang lebih besar pada kelompok eksperimen,
jadi: (T2E – T1E) – (T2K – T1K).
8. Kenakan test statistik yang cocok untuk rancangan ini untuk menentukan apakah
perbedaan dalam skor seperti dihitung pada langkah ke-7 itu signifikan, yaitu apakah
perbedaan tersebut cukup besar untuk menolak hipotesis nol bahwa perbedaan itu terjadi
secara kebetulan.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi 240 siswa tersebar dalam delapan kelas yang sulit untuk diteliti secara keseluruhan
sehingga perlu ditarik sampel. Sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak dua
kelas yang masing-masing tiga puluh siswa. Cara penarikan sampel adalah clutter random
sampling.
Langkah-langkah dalam penarikan sampel, sebagai berikut:
1. Membuat kerangka penyampelan dengan kelas sebagai unit sampel.
2. Memilih dua kelas secara random dari kerangka penyampelan yang terbentuk. Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa kemampuan menulis puisi siswa dianggap homogen
menurut kelas. Penerimaan siswa baru melalui ujian penyaringan dengan urutan tingkat.
Peringkat nilai tertinggi disebar ke seluruh kelas sehingga rata-rata kelas seimbang jika
dilihat dari prestasi belajar siswa. Tidak ada kelas unggulan yang dibentuk pada kelas X di
sekolah tempat penelitian ini.
3. Dari dua kelas yang terpilih, dipilih lagi satu kelas secara random sebagai kelas
eksperimen, dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Teknik pemilihan kelas melalui
pengundian dengan menggunakan mata uang logam lima ratus rupiah. Jika dalam pengundian
yang muncul adalah angka maka kelompok eksperimen jatuh pada kelas X.1 sedangkan jika
yang muncul adalah gambar maka kelas X.1 sebagai kelompok kontrol.
4. Semua siswa yang berada pada kedua kelas tersebut dijadikan sampel penelitian ini.
Dari penarikan sampel clutter random sampling maka yang terpilih sebagai kelompok
eksperimen adalah kelas X.1 dan sebagai kelompok kontrol adalah kelas X.5 yang masing-
masing jumlah siswa sebanyak 30 orang pada SMA Negeri 1 Bungoro.
D. Instrumen Penelitian
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : X/2
Pertemuan ke- : 1
Alokasi Waktu : 45 menit
Standar Kompetensi : Mengungkapkan pikiran, dan perasaan melalui
Kegiatan menulis puisi lama dan puisi baru.
Kompetensi Dasar : Menulis puisi baru dengan memerhatikan struktur fisik
Dan batin puisi.
Indikator : Siswa dapat menulis puisi baru dengan memerhatikan
Struktur fisik dan batin puisi. Struktur fisik antara
lain diksi pengimajinasian, kata konkret majas, bersifikasi, dan tipografi Struktur batin
melipuiti: tema, nada, perasaan, dan amanat.
Petunjuk:
Tulislah Nama, NIS, dan kelas Anda di pojok kiri atas pada lembaran kerja yang disediakan!
Soal Pretes/postes:
Film Laskar Pelangi ditayangkan pada awal bulan September 2008. Buatlah sebuah puisi
sebagai pernyataan perasaan Anda terhadap film Laskar Pelangi tersebut ! Upayakan puisi
Anda mencakup struktur fisik dan struktur batin puisi.
Struktur fisik meliputi: diksi, majas, kata konkret, pengimajian, bersifikasi, dan
tipografi, stuktur batin puisi meliputi: tema, nada, persaan, dan amanat.
E. Teknik Pengumpulan Data
Rekaman film Laskar Pelangi yang dijadikan media pembelajaran dipersiapkan
melalui tahap:
1. Pengumpulan informasi, rekaman VCD film Laskar Pelangi dari berbagai sumber, yaitu
televisi, CD yang dijual di pasar, dan diperoleh melalui internet.
2. Pengeditan, rekaman film Laskar Pelangi yang telah terkumpul diedit melalui program
windows movie maker.
3. Pengaudioan, rekaman film tersebut ditambahkan instrumental, musik, lagu yang ada
kaitannya dengan pendidikan, dan Uji coba, untuk penyempurnaannya media
pembelajarannya maka diadakan uji coba pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Pangkajene .
4. Pengemasan, CD rekaman film Laskar Pelangi dikemas dalam VCD dan siap untuk
digunakan.
Dari pengeditan rekaman film Laskar Pelangi maka diperoleh VCD dengan durasi 90 menit
ditambah 15 menit VCD berisi lagu yang berkaitan dengan film Laskar Pelangi. Adapun
langkah-langkah pelaksanaan data, dapat dilihat dalam tabel 3.
Tabel 3. Pelaksanaan Pengumpulan Data
No
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Waktu
1.
2.
3.
Pelaksanaan pretest
Pembelajaran
1. Kegiatan awal
a. apersepsi
b. motivasi
2. Kegiatan inti
a. Siswa memahami materi pelajaran.
b. Pemberian lembar kegiatan siswa/dengan penayangan rekaman film LAskar Pelangi.
3. Kegiatan akhir
Kesimpulan
Postest
Pelaksanaan pretest
Pembelajaran
1. Kegiatan awal
a. apersepsi
b. motivasi
2. Kegiatan inti
a. Siswa memahami materi pelajaran.
b. Pemberian lembar kegiatan siswa
3. Kegiatan akhir
Kesimpulan
Postest
90 menit
5 menit
40 menit
85 menit
5 menit
90 menit
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes keterampilan menulis
puisi. Bentuk tes yang digunakan adalah uraian tertulis. Tes disusun berdasarkan Standar
Kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran yaitu menulis puisi baru dengan
memperhatikan struktur fisik dan struktur batin puisi. Struktur fisik sebuah puisi yaitu diksi,
pengimajian, kata konkrit, majas, versifikasi, dan tipografi. Struktur batin meliputi tema, nilai
rasa, nada, dan amanat. Sebelum melaksanakan posttes, tes yang akan digunakan terlebih
dahulu akan dicobakan pada siswa kelas X SMA 1 Bungoro Kabupaten Pangkep.
Penelitian dilaksanakan mulai 15 Oktober sampai 15 Desember 2008 pada SMA Negeri !
Bungoro Kabupaten Pangkep tahun pelajaran 2007/2008.
Selain tes, penulis menyediakan alat non tes berupa angket yang diberikan kepada siswa dan
guru untuk kelengkapan pembahasan dalam penelitian ini.
Pelaksanaan pretest dan posttest secara serentak dalam waktu yang bersamaan baik pada
kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Pemeriksaan tes ini, adalah guru SMA Negeri 1
Pangkajene Kabupaten Pangkep.
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis Uji-t. pengoperasian
analisis ini digunakan software komputer SPSS versi 13.0 yang bekerja di bawah sistem
windows.
Untuk keperluan analisis perbandingan dua variabel seperti yang dimaksudkan di atas dapat
digunakan teknik statistik inferensial yang berupa uji t (t test) dalam program SPSS versi
13.0. Sebelum melakukan analisis terlebih dahulu diadakan uji normalitas dan homogenitas.
Uji normalitas dengan menggunakan program minitab 14 dan untuk uji homogenitas
digunakan program Levene test dalam SPSS versi 13.0.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, (1989). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Bintang Selatan.
Badudu, J.S. (1981). Sari Kesusastraan Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Broto A.S, Surono F.X (1999), Sejarah dan Apresiasi Sastra. Solo: Tiga Serangkai.
Hirata Andrea, (2008). Laskar Pelangi. Bentang Pustaka, Jakarta.
IKIP Bandung (1990). Pedoman penulisan Karya Ilmiah. IKIP Bandung.
Kosasih, E. (2003) Kompotensi Berbahasa dan Sastra Indonesia. Solo: Tiga Serangkai.
Keraf. Gorys (1979). Komposisi. Ende: Nusa Indah.
---------------(1991). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti (1990). Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
---------------(2008). Kamus Linguistik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Mustofa Bisri, (2007) Tuntutan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Parera, Jos Daniel (1991). Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Gramedia.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2007), Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1
dan 2. Jakarta.
Rahmanto,B. (1988). Metode pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Syamsudin A.R. (1992). Studi Wacana, Teori-Analisis-Pengajaran. FPBS IKIP Bandung.
Sugihastuti (2000). Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardi, Rozak Zaidan Abdul, (1997), Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi SLTP dan
SLTA. Jakarta: Balai Pustaka.
Suroso dkk, (1999), Ikhtisar Seni Sastra. Solo: Tiga Serangkai.
Tarigan, Henry Guntur (1999), Membaca Sebagai suatu keteranpilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
--------------(1990). Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.
Waluyo, Herman J. (1995). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
darmawati's blog
Silakan login atau daftar dulu untuk mengirim komentar
Galeri
Anggota Baru
BAB I
APA ITU PENDEKATAN KONTEKSTUAL ?
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar
lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika ‘anak
mengalami' apa yang dipelajarinya, bukan 'mengetahui'-nya. Pembelajaran yang
berorieritasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi 'mengingat'
jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkm persoalan dalam
kehidupm.jangka panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita!
Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam
status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka
pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi
dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru
sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca:
pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata
guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran
yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih
produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus
mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dalam buku ringkas ini dibahas persoalan
yang berkenaan dengan pendekatan kontekstual dan implikasi penerapannya.
Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai
sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi
belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belaiar 'baru' yang lebih
memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa
menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
1. Proses Belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka
sendiri.
Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan
bukan diberi begitu saja oleh guru.
Pra ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan
pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
Siswa perlu dibiasakan memmecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide.
Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring denga
perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, stra
belajar yang salah dan terus-menerus dipajangkan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada
akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.
2. Transfer Belajar
Sisawa belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian orang lain.
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit-demi sed
Penting bagi siswa tahu "untuk apa" ia belajar, dan "bagaimana" ia menggunakan pengetahuan da
keterampilan itu.
Manusia mempunyai kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak menpu
kecendrungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, un
hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
Peran orang dewasa (guru) mebantu menghubungkan antara "yang baru" dan yang sudah diketahu
Tugas guru "memfasilitasi" agar informasi baru bermakna memberi kesempatan kepada siswa un
menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strate
mereka sendiri.
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting
didepan kelas, siswa menonton" ke "siswa bekerja dan berkarya, guru mengarahkan".
Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan pengetahuan baru merek
Strategi belajar lebih dipentingkan dibanding hasilnya.
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
http://pakguruonline.pendidikan.net
Situs ini menampung sumbangan tulisan, berupa makalah, kajian, serta ciloteh para gu
Silahkan kirim tulisan kepada web master zfikri@telkom.net
Pembelajaran kontelstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni :
1. Konstruktivisme (Contructivism).
2. Bertanya (Questioning).
3. Menemukan (Inquiry).
5. Pemodelan (Modeling).
6. Refleksi (Reflection).
E. MOTTO
Students learn best by actively constructing their own understanding (CTL Academy
Fellow, 1999)
Perubahan perilaku.
Pembentukan manusia.
Memecahkan masalah.
Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.
CBSA.
Pendekatan proses.
Authentic instruction.
Service learning.
Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek
pembelajaran kontekstual, yaitu :
1. KONSTRUKTIVISME (CONSTRUKTIVISM)
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan
CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-
konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak
mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan
apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar, itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses "menkonstruksi" bukan
"menerima" pengetahuan. dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa
menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda
dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.
Dalam pandangan konstruktivis, straegi "memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan
seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru
adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :
(2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
(3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Pada umumnya kita juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-
hari, yaitu ketika kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa praktek
mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik menulis karangan, mendemonstrasikan,
menciptakan ide, dan sebagainya. Mari kita kembangkan cara-cara tersebut lebih
banyak dan lebih banyak lagi!
Siklus inkuiri :
o Obsevasi (Observation)
o Bertanya (questioning)
o Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
o Pengumpulan data (Data gathering)
o Penyimpulan (Conclussion)
Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiry itu bisa bias diterapkan? Jawabanya, tentu
"Tidak". Inkuiri dapat diterapkan pada semua bidang studi; bahasa Indonesia
(menemukan cara menulis pragraph deskripsi yang indah); IPS (membuat sendiri bagan
silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baikdan perilaku buruk
sebagai warga Negara). kata kunci dari strategi inkuiri adalah "siswa menemukan
sendiri"
(3). Menganalsis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan
karya lainnya
o Siswa membuat peta kota-kota besar sendiri.
o Siswa membuat paragraf deskripsi sendiri.
o Siswa membuat bagan silsilah raja-raja majapahit sendiri.
o Siswa membuat penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri
o Siswa membuat essai atau usulan kepada Pemerintah tentang berbagai masalah
di daerahnya sendiri, dst.
(4). Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas,
guru,
o Karya siswa disampaikan teman sekelas, guru, atau kepada orang banyak
untuk mendapatkan masukan
o Bertanya jawab dengan teman,
o Memunculkan ide-ide baru
o Melakukan refleksi
o Menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di majalah
dinding, majalah sekolah, dsb.
3. BERTANYA (QUESTIONING)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari "bertanya". Sebelum tahu
kota Palu, seseorang bertanya "Mana arah kota Palu? Questioning merupakan strategi
utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang
sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan
berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam
melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek
ynag belum diketahuinya,
KERJA SAMA
SALING MENUNJANG
MENYENANGKAN, TIDAK MEMBOSANKAN
BELAJAR DENGAN BERGAIRAH
PEMBELAJARAN TERINTEGRASI
MENGGUNAKAN BERBAGAI SUMBER
SISWA AKTIF
SHARING DENGAN TEMAN
SISWA KRITIS GURU KREATIF
DINDING KELAS & LORONG-LORONG PENUH HASIL KARYA
SISWA, PETA-PETA, GAMBAR-GAMBAR, ARTIKEL, HUMOR, DLL.
LAPORAN KEPADA ORANG TUA BUKAN HANYA RAPOR, TETAPI
JUGA HASIL KARYA SISWA, LAPORAN HASIL PRAKTIKUM, KARANGAN
SISWA, DLL.
BAB 3
MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN
BERBASIS KONTEKSTUAL
M
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang
dirancang guru, yang berisi skenario tahap-demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya
sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media
untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessment
Berbeda dengan program yang dikembangkan paham objektivis, penekanan program yang berbasis
kontekstual bukan pada rincian dan kejelasan tujuan, tetapi pada gambaran kegiatan tahap demi tahap dan
media yang dipakai. Perumusan tujuan yang berkecil-kecil, bukan menjadi prioritas dalam penyusunan
rencana pembelajran berbasis CTL, mengingat yang akan dicapai bukan "hasil", tetapi lebih dari pada
"strategi belajar". Yang diinginkankan bukan "banyak , tetapi dangkal", malinkan "sedikit, tetapi
mendalam".
Dalam konteks itu, program yang dirancang, guru benar-benar "rencana pribadi" tentang apa yang akan
dikerjakannya bersama siswanya. Gambaran selama ini bahwa RP adalah laporan untuk kepala sekolah ata
pihak lain harus dibuang jauh-jauh. RP-lah yang mengingatkan guru tentang benda apa yang harus
dipersiapkan, alat apa yang harus dibawa berapa banyak, ukuran berapa, dan langkah-langkah apa yang
akan dikerjakan siswa. RP-lah yang akan mengingatkan guru ketika akan berangkat ke sekolah, "Oh, aku
belum menggunting kertas karton menjadi empat bagian untuk dibagikan ke anak-anak nanti!"
Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan
program pembelajaran kontekstual. Sekali lahi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program
pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan
operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario
pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan program pembelajaran (RP) berbasis kontekstual adalah
sebagai berikut :
1. Nyatakan kegiatan utama pembelajaran, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan
gabungan antara Kompetensi dasar, Materi Pokok, dan Indikator Pencapaian Hasil Belajar. Misalnya
dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk SMU sebagai berikut :
BAB 4
POKOK PIKIRAN
MENGENAI RENCANA
PELATIHAN CTL
6. Catatan Penting :
a. Agar tidak bertentangan dengan "jiwa" CTL, pelatihan harus dilaksanakan dengan
banyak praktek, bukan ceramah. Ceramah dan tanya jawab hanya dilakukan
ketika refleksi.
b. Ciptakan suasana gembira ketika pelatihan berlangsung dengan meyanyi atau yel-
yel. apalagi jika pelatihan berlangsung seharian.
c. Tempelkan hasil karya peserta (dalam bentuk gambar, bagan, peta, atau definisi-
definisi) di dinding kelas. Biarkan di sana selama pelatihan berlangsung, sebagai
"model" yang bisa ditiru.
d. Jika perlu, setelkan musik pelan (seperti saran Quantum Learning).
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada
guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam
menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu
diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan
yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and
Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang
bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih
dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar
pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
(US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna
belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa
akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga,
akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi.
Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu
yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada
teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang
dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari
lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan
dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang
pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5)
Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan
refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting,
yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama
(cooperating) dan mentransfer (transferring).
1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme.
Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya.
Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan
serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan
pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang
realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan
yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama
tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia
nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan
focus pada pemahaman bukan hapalan.
1. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
1. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry)
merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan
(conclusion).
1. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan
strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1)
menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa,
4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui
siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama
dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar
yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua
kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
1. Pemodelan (Modeling)
1. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir
kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran,
guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan
langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai
perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami
pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan
kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.