You are on page 1of 50

Proposal

Posted Rab, 19/08/2009 - 13:30 by darmawati

   BAB I
PENDAHULUAN
 
 
A.    Latar Belakang
Kehidupan dalam era informasi ditandai oleh ketersediaan informasi yang bervariasi, tersebar
makin luas, seketika, dan tersaji dalam berbagai bentuk dan waktu yang cepat. Semua usaha
pengumpulan , pengolahan, penyimpanan, dan penyajian informasi senantiasa menggunakan
media.
Perkembangan media, telah menimbulkan dua kali dari empat kali revolusi dunia pendidikan.
Revolusi pertama terjadi beberapa puluh abad yang lalu, yaitu pada saat orang tua
menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada orang lain yang berprofesi sebagai guru;
revolusi kedua terjadi dengan digunakannya bahasa tulisan sebagai saran utama pendidikan:
revolusi ketiga timbul dengan tersedianya media cetak yang ditandai dengan diciptakannya
mesin cetak dan teknik percetakan; dan revolusi keempat berlangsung dengan meluasnya
penggunaan media komunikasi elektronik (Miarso, 2004)
Media pembelajaran baik berupa buku, siaran radio, rekaman peristiwa, film, komputer, dan
televisi berpotensi menumbuhkan dan mengembangkan masyarakat belajar. Olehnya itu,
setiap kegiatan belajar- mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan, penggunaan media tidak
mungkin diabaikan. Guru adalah suatu jabatan karier. Fungsional dan profesional, seorang
anggota masyarakat yang berkompeten ( cakap, mampu, dan wewenang) dan memperoleh
kepercayaan dari masyarkat dan atau pemerintah untuk melaksanakan tugas, fungsi dan
peranan serta tanggung jawab guru, baik dalam lembaga pendidikan jalur sekolah maupun
lembaga luar sekolah. Guru yang belum menguasai pembelajaran akan ketinggalan oleh arus
perkembangan informasi dan komunikasi.
Rekaman film Laskar Pelangi merupakan media audio –visual yang dapat digunakan dalam
pembelajaran. Rekaman film Laskar Pelangi berisi peristiwa menyentuh hati sanubari.
Terdapat peristiwa: yaitu guru-guru  yang mengangkat nilai pendidikan dan mempertahankan
sekolah yang letaknya di daerah terpencil,  tidak rela kalau sekolah tersebut ditutup dan
berusaha menyekolahkan anak-anak yang kurang  mampu, dan mengajar sesuai dengan
keberadaan anak didiknya .
Melihat karakteristik rekaman film Laskar Pelangi, maka sangat tepat digunakan sebagai
media pembelajaran menulis puisi. Pembelajaran menulis puisi dengan tujuan membina
kepribadian anak, akhlak mulia, membangun keterampilan mengemukakan gagasan yang
menimbulkan rasa kepedulian, dan simpati. Olehnya itu, rekaman film Laskar Pelangi patut
dijadikan contoh kepedulian untuk menggugah daya kreasi, imajinasi, mengembangkan nilai-
nilai kemanusiaan, persatuan, persaudaraan, solidaritas masyarakat dunia, dan meningkatkan
kualitas manusia Indonesia.
Penelitian membuktikan bahwa tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf yang dibutuhkan
dalam pembelajaran kurang melekat daya ingatan (Goelman, 1995).
Kegiatan menulis puisi adalah salah satu bentuk kegiatan yang bersifat produktif-kreatif dan
membutuhkan keterlibatan emosi. Artinya, menulis puisi dilaksanakan melalui proses kreatif.
Proses ini, dapat dilakukan jika siswa tergugah secara emosional untuk menciptakan sesuatu
melalui rangsangan peristiwa yang memilukan, menyedihkan dan menyentuh nilai-nilai
kemanusiaan.
Menulis puisi pada hakikatnya sama dengan mengarang biasa. Dua-duanya merupakan
kegiatan mengungkapkan ide dan perasaan dengan medium bahasa. Yang membedakan dua
kegiatan itu adalah caranya namun yang ditekankan dalam penulisan puisi adalah ketepatan
dan kehematan. Ketepatan pemilihan kata dalam pembuatan puisi tidak hanya pada dimensi
makna, tetapi juga rasa dan suasana.
Sebagai proses kreatif, menulis puisi dapat menjadi sarana bagi perkembangannya kreatifitas
siswa bila ditopang oleh struktur yang mendukungnya. Muliyana (1998) mengemukakan
empat struktur yang mendukung tumbuhnya kreativitas seseorang, yaitu; (1) Pengenalan
pribadi dan pengetahuan, (2) dorongan internal dan eksternal, (3) kebermaknaan belajar, dan
(4) hasil yang bernilai bagi orang lain.
Salah satu standar kompetensi pada Kelas X adalah mengungkapkan pikiran, dan perasaan
melalui kegiatan menulis puisi baru dengan memerhatikan bait, irama, dan rime. Kompetensi
dasar ini, sangat terbatas pada penulisan puisi berdasarkan struktur fisik tanpa memperhatikan
struktur batin puisi. Olehnya, yang perlu di diteliti adalah penulisan puisi dengan
memperhatikan struktur fisik dan batin puisi sehingga mencakup seluruh aspek dalam puisi
Struktur fisik meliputi: diksi, pengimajian, kata konkret, majas (meliputi lambang dan kiasan)
versifikasi (meliputi rima, ritma, dan metrum) dan tipograf. Struktur batin puisi terdiri atas
tema, nada, perasaan, dan amanat.
Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran menulis puisi masih jauh dari yang diharapkan. Kondisi
siswa antara lain: (1) siswa tidak memiliki ide untuk menulis dalam bentuk puisi, (2) siswa
tidak tertarik terhadap penulisan puisi, (3) kemampuan yang dimiliki siswa tidak sesuai
dengan kegiatan penulisan puisi yang diharapkan, (4) siswa memiliki bekal penguasaan
bahasa yang kurang memadai,(5) siswa memiliki kemampuan bervariasi dalam menulis puisi,
(6) siswa tidak tertarik dalam menulis puisi cenderung apatis, dan (7) banyak diantara siswa
tidak mencapai nilai ketuntasan dalam pembelajaran menulis puisi.
Kemampuan guru Bahasa Indonesia sangat bervariasi, dari sembilan guru hanya satu orang di
antaranya yang menyatakan diri senang mengajarkan puisi. Guru lainnya lebih tertarik pada
pembelajaran keterampilan berbahasa yang tidak dikaitkan dengan penciptaan karya sastra.
Mereka mengajar dengan metode yang konvensional, seperti menyajikan teori tentang teknik
menulis puisi, menugasi siswa menulis puisi, memeriksa, dan menilai, tidak ada upaya
membelajarkan siswa tetapi guru hanya mengajarkan dan siswa dianggap sebagai objek
bukan subjek belajar.
Jika kondisi tersebut dicermati, maka pembelajaran menulis puisi perlu ditingkatkan melalui
inovasi, misalnya pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan metode bervariasi,
menggunakan lingkungan sekitar sebagai tempat belajar, menyediakan media pembelajaran
yang kreatif dan inovatif, serta penciptaan kondisi yang dapat mendukung terciptanya
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan . Hal yang paling penting adalah guru
mengadakan penelitian tentang keefektifan metode, teknik, dan media tertentu dalam
pembelajaran menulis puisi.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan pembelajaran menulis puisi yang dirancang
untuk menggugah daya imajinasi siswa. Salah satunya adalah menggunakan rekaman film
sebagai media pembelajaran dalam menulis puisi.
Berbagai penelitian telah ditunjukkan bahwa penggunaan media efektif dalam
mengoptimalkan hasil belajar. Beberapa tesis mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri
Makassar pada tahun 2005, antara lain:
Penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Masrariah (2005) tentang keefektifan Media
pengajaran dalam Peningkatan Kemampuan Qawaid, dengan temuan terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media audio-visual
dengan tanpa menggunakan media audio-visual. Penelitian eksperimen yang dilakukan
Nasir(2005) mengenai keefektifan Pengajaran Puisi dengan Metode Bermain Peran Siswa
SMA Negeri Bantaeng, dengan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kemampuan siswa
yang menggunakan metode bermain peran dengan yang tidak menggunakan metode bermain
peran.
Penelitian tindakan kelas oleh Marawiah (2006) tentang, Peningkatan Kemampuan
Mengapresiasi Puisi dan Penanaman Nilai-Nilai Kemanusiaan melalui Pembelajaran dengan
media Audio-visual, dengan kesimpulan bahwa kontribusi yang potensial pembelajaran
apresiasi puisi dengan media audio-visual terdapat penanaman nilai-nilai kemanusiaan dalam
kategori amat baik.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa media audio-visual meningkatkan
prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Baugh, yang dengan indra lainnya.
Dale memperkirakan bahwa hasil belajar melalui indra pandang berkisar 75%, melalui indra
dengar 13%, dan indra lainnya sekitar 12% (Arsyad, 2004).
Media audio-visual (film Laskar Pelangi) berisi informasi lengkap yang melibatkan panca
indra. Dengan judul Keefektifan Rekaman Film Laskar Pelangi dalam Pembelajaran Menulis
Puisi Siswa kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan.
SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan berada di jantung kabupaten Pangkajene
Kepulauan. Yang mempunyai tempat paling strategi untuk ditempati penelitian eksprimen
karena perpaduan dua sekolah, yaitu SMA Negeri 1 Bungoro dan SMA Terbuka (naungan
PUSTEKOM).
 
 
B.     Rumusan Masalah 
Berdasarkan latar belakang, maka dirumuskan masalah penelitian adalah:     
1.      Apakah rekaman film Laskar Pelangi efektif digunakan dalam pembelajaran menulis
struktur fisik puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan?
2.      Apakah rekaman film Laskar Pelangi digunakan dalam pembelajaran menulis struktur
batin puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene kepulauan?
3.      Apakah rekaman film Laskar Pelangi efektif digunakan dalam pembelajaran menulis
gabungan struktur fisik dan batin puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene
kepulauan?

 
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, adalah :
1.      Mendeskripsikan keefektifan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi dalam
pembelajaran menulis struktur fisik puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene
Kepulauan;
2.      Mendeskripsikan keefektifan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi dalam
pembelajaran menulis struktur batin puisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene
Kepulauan;
3.      Mendeskripsikan keefektifan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi dalam
pembelajaran menulis gabungan struktur fisik dan batin puisi siswa Kelas X SMA Negeri 1
Bungoro Pangkajene Kepulauan.
 
 
 
D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis terhadap
pembelajaran menulis puisi dan pengembangan media pembelajaran pada SMA. Adapun
manfaat penelitian ini, sebagai berikut:
1.      Manfaat teoretis
Temuan dalam penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat dalam mendukung temuan
penelitian media pembelajaran dan pembelajaran menulis puisi.
 
2.      Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
a.      Menjadi bahan informasi kepada guru bahasa Indonesia tentang model pengembangan
dan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi sebagai media pembelajaran menulis puisi
pada siswa SMA:
b.      Sebagai salah satu contoh inovasi pembelajaran dengan memanfaatkan rekaman film
Laskar Pelangi dalam bentuk VCD untuk pembelajaran menulis puisi siswa kelas X SMA:
c.       Penelitian ini, merupakan penerapan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
yang masih dianggap baru bagi guru. Olehnya hasil penelitian ini sepatutnya menjadi salah
satu acuan dalam penerapan KTSP.
 
E.     Batasan Istilah
Rekaman film Laskar Pelangi adalah rekaman audio-visual yang diperoleh dari tayangan film
studio (bioskop) dan internet yang dikemas dalam CD pembelajaran. Rekaman dalam CD ini,
selain gambar visual, juga dilengkapi lagu sesuai karakteristik gambar yang ada di daerah
terpencil, sehingga rekaman film Laskar Pelangi berwujud media pembelajaran.
Menulis puisi adalah kegiatan menciptakan puisi setelah mengamati rekaman film Laskar
Pelangi. Puisi yang diciptakan mencakup struktur fisik dan batin puisi.
Siswa Kelas X SMA adalah siswa yang menduduki kelas awal pada SMA Negeri 1 Bungoro
Kabupaten Pangkep pada tahun pelajaran 2007/2008. Pada saat pelaksanaan penelitian ini,
siswa tersebut sudah menjelang semester kedua.

BAB II
KAJIAN  PUSTAKA
 
A.    Pengertian Puisi
Puisi adalah sintesis dari pelbagai peristiwa bahasa yang tersaring semurni-murninya dalam
pelbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya, serta tersusun dengan sistem
korespondensi dalam salah satu bentuk (Slamet Muliana dalam Nauman, 2000). Puisi ialah
jenis sastra yang bentuknya dipilih dan ditata dengan cermat sehingga mampu mempertajam
kesadaran orang akan suatu pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi,
irama, dan makna khusus (Sugono, 2003).
Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama
dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Kata-kata betul-betul
terpilih agar memilki kekuatan pengucapan. Walaupun singkat atau padat, namun
berkekuatan . Karena itu, salah satu usaha penyair adalah memilih kata-kata yang memiliki
persamaan bunyi (irama). Kata-kata itu memiliki makna yang lebih luas dan lebih banyak.
Karena itu, kata-kata dicarikan konotasi atau makna tambahannya dan dibuat bergaya dengan
bahasa figurative (Waluyo, 2005).
Apakah definisi-definisi yang dikemukakan tersebut sudah dapat dipahami dengan baik dan
dapat diterapkan untuk menentukan sebuah karya sastra termasuk puisi atau bukan puisi?
Tentu tidak mudah untuk memberikan jawaban. Ada definisi yang sulit dipahami sekaligus
sulit diterapkan. Ada pula definisi yang mudah dipahami, tetapi sulit diterapkan. Hal ini
menggambarkan betapa sulitnya memberikan definisi puisi.
Puisi dari sudut proses penciptaannya menurut Esten (1995) berbeda dengan penciptaan
karya yang bukan puisi. Akibat dari proses penciptaan itu, puisi memiliki unsur-unsur
tertentu, yaitu musikalitas, korespondensi, dan bahasa.
Semakin banyak definisi yang dikemukakan, akan semakin sulit untuk menentukan karangan
itu termasuk puisi atau bukan puisi. Akan tetapi, dengan semakin banyak definisi yang
dikenal akan semakin banyak pengetahuan yang ditemukan. Dari banyak pendapat dan
definisi itu, dapat dibuat suatu penggabungan sesuai dengan kemampuan kita.
Definisi yang dianut penulis yaitu, puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan,
dipersingkat, dan diberi pilihan kata, rima, dan ritme serta struktur bati berupa perasaan,
nada, tema, dan amanat yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif)
 
B.     Struktur Puisi
Hal yang utama dalam uraian ini adalah mengenali puisi dilihat dari struktur-struktur yang
membangun puisi tersebut tanpa mempermasalahkan definisi puisi. Meskipun beberapa
definisi yang dirumuskan berdasarkan struktur-struktur puisi tersebut.
Puisi dibangun oleh dua struktur penting yaitu bentuk dan isi Jabrohim, dkk (2003). Lebih
lanjut dinyatakan bahwa istilah bentuk dan puisi oleh para ahli dinamai berbeda-beda,
diantaranya struktur tematik atau struktur semantik dan struktur sintaktik puisi menurut Dick
Hartoko, sedangkan tema dan struktur menurut M.S. Hutagalung, bentuk fisik dan bentuk
batin oleh Marjorie Boulton, dan hakikat dan metode oleh I.A.Richards.
Berdasarkan uraian di atas, maka tampaknya setiap pakar menyadari bahwa puisi dibangun
dari dua struktur meskipun dengan istilah yang berbeda-beda. Untuk lebih terarahnya
pembahasan selanjutnya, peneliti merumuskan bahwa puisi terdiri atas dua struktur pokok,
yaitu struktur fisik dan struktur batin.
 
1.      Struktur fisik puisi
Struktur fisik meliputi: diksi, pengimajian, kata konkrit, majas (meliputi lambang dan kiasan)
versifikasi (meliputi rima, ritma, dan metrum) dan tipografi.
Pembahasan mengenai unsur fisik puisi dapat diuraikan satu persatu pada uraian berikut.
a.      Diksi (pilihan kata)
Penyair sangat mementingkan nilai atau makna setiap kata yang ditulis dalam puisinya.
Bahasa yang digunakan memberikan efek cenderung bersifat konotatif. Dalam hal ini
pemilihan diksi, selain pertimbangan makna juga komposisi bunyi dalam rima dan irama,
kedudukan kata itu di tengah kata lainnya, dan kedudukan kata itu dalam keseluruhan puisi
itu. Di samping itu, penyair mempertimbangkan urutan kata dan daya magis dari kata-kata
tersebut.
b.      Pengimajian
Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian yang dapat dihayati melalui penglihatan,
pendengaran, atau cita rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan kata atau susunan kata-kata
yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Puisi seolah-olah mengandung gema suara, benda yang tampak, atau sesuatu yang
dapat dirasakan, diraba, atau disentuh, oleh karena itu, pengimajian berhubungan erat dengan
diksi dan kata konkrit.

c.       Kata konkrit


Kata-kata: gadis kecil berkaleng kecil. Lukisan tersebut lebih konkrit jika dibanding dengan:
gadis peminta-minta. Contoh lainnya, untuk melukiskan dunia pengemis yang penuh
kemayaan, penayir menulis. Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan/ gembira
dari kemayaan ruang. Untuk melukiskan kedudukannya, penyair menulis: bulan diatas itu
tidak ada yang punya/kotaku hidupnya tidak punya tanda. Untuk mengkonkritkan gambaran
jiwa yang penuh dosa digunakan: aku hilang bentuk remuk.
Dengan demikian, kata konkrit adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk
menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk
membangkitkan imaji pembaca. Di sini penyair berusaha mengkonkritkan kata-kata,
maksudnya kata-kata itu diupayakan agar dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh.
Dalam hubungannya dengan pengimajian, kata konkrit merupakan syarat atau sebab
terjadinya pengimajian.
 
d.     Majas/bahasa figuratif
Bahasa figuratif pada dasarnya adalah bentuk penyimpangan dari bahasa normatif, baik dari
segi makna maupun rangkaian katanya, dan bertujuan untuk mencapai arti dan efek tertentu.
Pada umumnya, menurut Tarigan, bahas figuratif dipergunakan oleh pengarang untuk
menghidupkan atau lebih mengekspresikan perasaan yang diungkapkan sebab kata-kata saja
belum cukup jelas untuk menerangkan lukisan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya bahasa figuratif dipakai
untuk menghidupkan lukisan, untuk lebih mengonkritkan dan lebih mengekspresikan
perasaan yang diungkapkan. Pemakaian bahas figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak
terasa dekat pada pembaca karena dalam bahasa figurative oleh penyair diciptakan
kekonkritan, kedekatan, keakraban, dan kesegaran. Di samping itu, adanya bahasa figurative
memudahkan pembaca dalam menikmati sesuatu yang disampaikan oleh penyair. Pradopo
mengelompokkan bahasa figurative menjadi tujuh jenis, yaitu simile, metafora, epik-simile,
personifikasi, metonimi, sinekdoks, dan allegori.
 
e.      Versifikasi
Versifikasi meliputi rima, ritma, dan metrum. Rima kata pungutan dari bahasa Inggris rhyme,
yakni pengulangan bunyi di dalam larik puisi bahkan pada keseluruhan baris dan bait puisi.
Rima adalah bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan
perulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi itu, penyair
juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini pemilihan bunyi-bunyi mendukung
perasaan dan suasana puisi. 
Rima atau irama sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan
pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Bunyi yang berulang, pergantian yang teratur,
dan variasi-variasi yang menimbulkan suara gerak yang hidup, seperti gemercik air yang
mengalir turun tidak putus-putus. Gerakan yang teratur itulah yang disebut ritma/irama.
 
f.        Tipografi
Hal utama yang membedakan puisi dengan prosa adalah tipografi. Puisi berbentuk bait, larik-
larik puisi tidak membangun priodisitet yang disebut paragraf. Baris puisi tidak harus
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman
yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan dan hal ini tidak berlaku bagi tulisan yang
berbentuk prosa.
 
2.      Struktur batin puisi
Struktur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat.                   Penjelasan
masing-masing struktur ini, berikut ini.
a.      Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan oleh penyair.
Gagasan pokok itulah yang mendesak penyair menciptakan puisi. Tema bisa berhubungan
dengan Tuhan, kehidupan social, keadilan , kebenaran, cinta, kasih saying, protes sosial dan
sebagainya.
b.      Nada
Penyair memiliki sikap tertentu dalam menulis puisi kepada pembaca. Penyair kadang
bersikap menggurui, menasehati, mengejek, mengabari, dan menceritakan sesuatu kepada
pembacanya. Sikap penyair kepada itulah yang disebut nada.
c.       Perasaan
Dalam menciptakan puisi, suasana penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh
pembaca atau penikmat terhadap sesuatu hal atau peristiwa yang dirasakan oleh penyair,
maka penyair menyajikan ciptaannya dengan mengemukakan penggambaran sedemikian rupa
sehingga penikmat seakan-akan digiring kepada suatu keadaan dengan perasaan tertentu pula.
Perasaan seperti inilah yang disebut dengan rasa atau feeling dalam puisi.
d.     Amanat
Amanat puisi dapat dikenali setelah memahami tema, rasa, dan nada puisi. Amanat tersirat
dibalik kata-kata yang disusun dan dibalik tema yang diungkapkan oleh penyair.
Tema berbeda dengan amanat. Tema berhubungan dengan arti karya sastra, sedangkan
amanat berhubungan dengan makna karya sastra. Arti karya sastra bersifat lugas, objek dan
khusus, sedangkan makna karya sastra bersifat kias, subjektif, dan umum. Makna
berhubungan dengan perorangan, konsep seseorang dan situasi tempat penyair
mengimajinasikan karyanya. Rumusan tema harus objektif dan sama untuk semua pembaca,
namun amanat puisi dapat bersifat interpretative, artinya setiap orang mempunyai penafsiran
makna yang berbeda dengan yang lainnya.
 
C.    Pembelajaran Menulis Puisi
Pembelajaran bahasa Indonesia pada SMA dengan tujuan meningkatkan keterampilan
berbahasa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran
sastra tidak berdiri sendiri melainkan terintegrasi dalam keterampilan berbahasa tersebut. Hal
ini berarti pembelajaran sastra merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa. Oleh karena itu, pembelajaran menulis dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia. Kegiatan pembelajaran puisi pada SMA meliputi: membaca, mendengarkan,
menulis, dan membicarakan puisi.
Dalam panduan penyusunan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diuraikan tujuan
pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip,
sebagai berikut:
1.      Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi perkembangan dan    kondisi peserta
didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini, peserta didik
harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan
untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan;
2.      Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu(1) belajar
untuk bermain dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan
menghayati,(3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,(4) belajar
untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan;
3.      Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat
perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan,
keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan
pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ketuhanan, keindividuan, kesosialan,
dan moral;
4.      Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal
dan pengembangan diri diselenggarakan dalam kesinambungan, keterkaitan, dan
kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
1.      Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi;
2.      Penilaian menggunakan acuan criteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan
peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi
seseorang terhadap kelompoknya;
3.      Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan dalam arti semua
indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang
telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik;
4.      Hasil penilaian dianalis untuk menentukan tindakan lanjut. Tindak lanjut berupa
perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah criteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta
didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
5.      Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam
proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi
lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses(keterampilan proses) misalnya
teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa
informasi yang dibutuhkan.
Pembelajaran menulis puisi memiliki banyak manfaat, antara lain:
(1) Sebagai alat pengungkapan diri, (2) sebagai alat untuk memahami secara lebih jelas dan
mendalam ide-ide yang ditulisnya, bisa berhubungan dengan dirinya, orang lain, dan bahkan
dengan Tuhannya, (3) sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran diri terhadap lingkungan,
(4) sebagai alat untuk melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan bersastra, (5) sebagai alat
untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan menggunakan bahasa sebagai media
komunikasi, dan (6) meningkatkan inisiatif penulis (Roekhan, 1989 dalam Pradopo, 1998).
Tujuan pengajaran puisi adalah;
1.      Mengarahkan agar siswa menguasai bentuk tulisan dan gaya bahasa(style)sastra;
2.      Membantu siswa agar menguasai keterampilan menulis, aturan, dan keterampilannya;
3.      Membantu siswa agar dapat mengkomunikasikan pikiran, perasaan dan segala sesuatu
yang menarik perhatiannya dengan cara yang efektif, dan bermakna;
4.      Membantu dan memperluas wawasan siswa tentang diri dan lingkungannya, dan orang
lain;
5.      Membantu siswa menciptakan sesuatu yang menyenangkan, membanggakan, dan
memuaskan.
Situasi pengajaran puisi yang diharapkan adalah:
1.      Situasi yang memberikan kebebasan kepada siswa dari perasaan takut, minder, terpaksa,
dan berbagai situasi kejiwaan yang dapat menghambat keberanian dan kemauan siswa untuk
berkreasi. Situasi yang baik adalah situasi yang dialami, situasi yang rileks tetapi produktif;
2.      Situasi yang membantu membina dan mengembangkan penguasaan kosa kata, kaidah,
bunyi, dan aspek-aspek bahasa Indonesia yang diperlukan bagi penulisan puisi;
3.      Situasi yang membantu kedalaman dan keluasan wawasan siswa terhadap lingkungan
baik manusia maupun bukan manusia;
4.      Situasi yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bebas bereksperimen dalam
mengekspresikan idenya;
5.      Situasi yang lebih banyak mendidik dan meneladani siswa dalam bekerja;
6.      Situasi yang memberikan kesempatan kepada sesame siswa untuk saling berbagi
pengalaman dalam menulis puisi;
7.      Situasi yang menyediakan berbagai kegiatan bersastra atau kegiatan lain yang
menunjang kreativitas siswa. Misalnya pergi ke luar kelas, ke gunung, ke pantai, membaca
karya sastra, dan menulis puisi dengan melihat rekaman film Laskar Pelangi.
Aspek yang dinilai dalam penulisan puisi meliputi unsur struktur yang termasuk dalam
struktur fisik puisi meliputi: diksi, pengimajian, kata konkrit, majas (meliputi lambing dan
kiasan) versifikasi (meliputi rima, ritma, dan metrum) dan tipografi. Struktur batin puisi
terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat.
Penyampaian materi pembelajaran hendaknya diawali dengan pengamatan, para siswa diajak
menikmati keindahan alam, misalnya ke pantai , ke gunung, ke tepi sungai, atau ke hutang.
Siklus kegiatannya terdiri atas kegiatan mengamati, menikmati dan menghayati baik secara
individu maupun bersama-sama dengan teman lainnya. Misalnya, untuk meminta siswa
mengamati keindahan alam di gunung atau di apantai, selanjutnya siswa dalam kelompok
kecil berdiskusi tentang rumusan puisi/prosa. Selanjutnya, setelah siswa tahu dan paham
tentang penulisan puisi /Prosa, Anda dapat memintanya untuk praktik menulis puisi atau
cerita pendek, yang mengangkat tema tentang kehidupan nyata yang ada di sekitarnya.
Misalnya lingkungan hidup.
Pemilihan materi pembelajaran penulisan sastra sesuai dengan butir-butir materi yang
digariskan dalam kurikulum. Selain itu, materi ini seharusnya disesuaikan dengan tingkat
kelas siswa serta situasi dan kondisi yang melingkupinya. Materi penulisan puisi, hendaknya
disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa. Semua materi penulisan sastra tersebut
seyogyanya diintegrasikan ke dalam keterampilan berbahasa lainnya, yaitu menyimak,
membaca, dan berbicara. Materi pembelajaran pengembangan kemampuan menulis sastra
dapat juga diintegrasikan ke dalam materi kesastraan dan kebahasaan. Berikut ini adalah
materi pembelajaran lain (selain materi pengembangan kemampuan menulis sastra) yang
diintegrasikan ke dalam materi pembelajaran pengembangan kemampuan menulis sastra.
Pembelajaran menulis puisi ini dirancang dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Tekniknya inkuiri, Tanya jawab konstruksionisme, pemodelan, kooperatif. Bentuk kegiatan
belajar-mengajarnya yaitu kegiatan prawicara (inkuiri), menentukan tema puisi yang ditulis,
memilih kata-kata, menjalin kata-kata, menjalin bait-bait ke dalam puisi yang utuh.
Media pembelajaran yaitu sarana pembelajaran yang digunakan siswa atau guru untuk proses
belajar-mengajar. Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran pengembangan penulisan
puisi yaitu: Papan tulis, buku puisi, foto, proses kreatif penyair, rekaman peristiwa,
lingkungan, dan sebagainya.
Berikut penjelasan metode pembelajaran dalam penulisan puisi beserta berbagai medianya.
Tahap pertama. Mengamati keindahan alam dalam kelompok kecil. Tahap
kedua, menyelenggarakan perlombaan antar kelompok kecil ditingkat kelas. Tahap ketiga,
pengenalan figure. Tahap keempat, mempublikasikan puisi yang diciptakan siswa. Tahap
kelima, mengadakan wisata sastra.
Berdasarkan Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa dan Sastra Indonesia jilid 3 (Depdiknas,
2005) format penilaian penulisan puisi sebagai berikut:
No
Butir Penilaian
1
2
3
4
5
Skor
1.
Diksi
 
 
 
 
 
 
2.
Pengimajian
 
 
 
 
 
 
3.
Kata Konkrit
 
 
 
 
 
 
4.
Majas
 
 
 
 
 
 
5.
Bersifikasi
 
 
 
 
 
 
6.
Tipografi
 
 
 
 
 
 
7.
Tema
 
 
 
 
 
 
8.
Nilai Rasa
 
 
 
 
 
 
9.
Nada
 
 
 
 
 
 
10
Amanat
 
 
 
 
 
 
Jumlah
 
 
D.    Proses Penulisan Puisi
Puisi diciptakan dalam suasana perasaan yang intens yang menuntut pengucapan jiwa yang
spontan dan padat. Ada saat-saat tertentu yang pengucapan batin dengan puisi dan saat-saat
lain yang menuntut pengucapan batin dengan bentuk prosa. Bahasanya, selain indah juga
padat, artinya kata-kata yang digunakan mewakili banyak pengertian. Pilihan vokal atau
konsonan juga sesuai dengan estetika (Waluyo, 2005).
Ada tiga proses dalam penciptaan sebuah puisi, menurut Esten (1995) yaitu konsentrasi,
intensifikasi, dan pengimajian
Konsentrasi berarti pemusatan. Seorang penyair akan mengalami proses konsentrasi dalam
menciptakan puisinya. Dalam proses konsentrasi, setiap komponen dalam puisi harus
berpusat, bertumpuh dan terfokus pada satu permasalahan atau satu kesan. Proses konsentrasi
terlihat dalam pemilihan kata, penyusunan larik, dan pembentukan bait yang diperhitungkan
dengan cermat untuk mengungkapkan satu permasalahan atau yang diperhitungkan dengan
cermat untuk mengungkapkan satu permasalahan atau satu kesan. Oleh karena itu, pemakaian
kata dalam setiap puisi selalu cermat dan padat tidak ada satu kata pun yang mubazir.
Bahkan, dengan sengaja penyair melakukan pelanggaran terhadap kaidah bahasa tertentu
untuk mengonsentrikan puisinya pada satu permasalahan atau satu kesan.
Akibat dari proses konsentrasi, dalam karya puisi sering ditemukan penghilangan imbuhan,
kata depan, dan tanda baca. Hal ini sangat berbeda dengan karya bukan puisi. Dalam cerpen
atau drama misalnya, dapat ditemukan permasalahan sampingan (anak Tema) sebagai
penunjang permasalahan utama. Selain itu, kalimat, dan kaidah bahasa juga harus utuh dan
benar.
Proses intensifikasi adalah proses pengungkapan satu permasalahan secara mendalam,
mendasar, dan substansial. Semua komponen yang ada dalam puisi saling menunjang dalam
pengungkapan tersebut. Pada puisi semua permasalahan diungkap secara intens dan
mendalam sebagai hasil dari suatu perenungan atau kontemplasi.
Imaji berarti juga citra. Jadi, pengimajian disebut juga pencitraan. Pencitraan berarti
pembentukan gambaran tentang sesuatu di dalam pikiran. Sebuah puisi mencerminkan
adanya proses pengimajian. Artinya semua komponen puisi mulai rima, ritme, larik, dan
pilihan kata berfungsi untuk membangun suatu imaji atau gambaran tertentu yang terbentuk
dalam pikiran pembaca.
Penyair membentuk imaji dengan menggunakan kata konkrit dan khas, majas dan idiom,
serta gaya bahasa tertentu. Pengimajian adalah penggunaan kata yang konkrit dan khas.
Penataan kata-kata dalam larik dan bait dilakukan sedemikian rupa sehingga menggugah
timbulnya imaji.
Ada empat tahap penciptaan puisi menurut Munandar (1988) dalam Pradopo dkk (1998),
yaitu:
1.      Tahap persiapan dan usaha;
2.      Tahap inkubasi atau pengendapan;
3.      Tahap iluminasi;
4.      Tahap versifikasi.
Pada tahap persiapan dan usaha seseorang akan mengumpulkan informasi dan data yang
dibutuhkan. Makin banyak pengalaman atau informasi yang dimiliki seseorang mengenai
masalah atau tema yang digarapnya, makin memudahkan dan melancarkan pelibatan dirinya
dalam proses tersebut (Munandar dalam Pradopo, 1998).
Tahap pertama dimulai dengan tergeraknya hati seseorang untuk menulis puisi. Apa yang
dapat ditulis? Apapun dapat menjadi sumber bagi penulisan puisi sehingga seorang penyair,
Abdul Hadi W.M. (1984) pernah mengatakan bahwa daerah puisi luas tidak terkira. Seribu
penyair tidak akan selesai menguras bahan dan ilham dari daerah puisi yang luas tidak terkira
itu. Puisi bisa mengenai apa saja dan puisi mengenai apa saja bisa berarti apabila puisi itu
benar-benar bernilai (Abdul Hadi M.M., 1984). Dengan demikian, di lingkungan sekitar dan
dalam diri pun sebenarnya telah siap sejumlah masalah atau hal yang diekspresikan menjadi
puisi. Bagi mereka yang sudah terbiasa menulis puisi (penyair) ide atau gagasan yang akan
ditulis dalam puisi biasanya muncul dengan tiba-tiba ketika melihat atau mengamati
lingkungan sekitarnya.
Pada tahap inkubasi atau pengendapan, setelah semua informasi dan pengalaman yang
dibutuhkan serta berusaha dengan pelibatan diri sepenuhnya untuk menimbulkan ide-ide
sebanyak mungkin, maka biasanya diperlukan waktu untuk mengendapkan semua gagasan
tersebut, diinkubasi dalam alam prasadar. Di sini semua ”bahan mentah” diolah dan
diperkaya dengan masukan dari alam prasadar, yaitu semua pengetahuan dan pengalaman
relevan yang pernah diperoleh, tetapi tidak diingat lagi secara sadar (Munandar), 1988).
Pada tahap ini, seseorang yang akan menulis puisi melakukan empati, bagaimana seandainya
dia sendiri yang mengalami nasib seperti itu, misalnya mau sekolah tetapi serba terbatas.
Setelah itu, dia akan mencoba mengekspresikan masalah tersebut dalam sebuah puisi. Tahap
ini yang dinamakan tahap iluminasi. Dalam mengekspresikan ide atau gagasan puisi
dibutuhkan keterampilan berbahasa karena berbahasalah dipergunakan sebagai media
ekspresi. Semakin sering menulis puisi, akan semakin terampil mengekspresikan puisi dalam
bahasa indah yang estetis.
Tahap selanjutnya adalah versifikasi, ketika seorang penulis melakukan penilaian secara
kritis terhadap karyanya sendiri. Bila perlu, karya tersebut dapat dimodifikasi, ditambah, atau
dihilangkan bagian-bagian yang tidak sesuai menurut perasaannya. Tujuan dari verivikasi
adalah untuk menghasilkan suatu karya yang siap untuk dikomunikasikan. Pada tahap ini
pengarang akan mengambil jarak, melihat produknya seperti dengan mata orang lain,
sehingga dapat memberikan tinjauan secara kritis (Munandar, 1993).
Pada awal proses kreatifnya, setiap kali selesai menulis puisi, penyair Linus Suriyadi A.G.
(1984) melakukan versifikasi sebagai berikut:
Tiap kali saya selesai menulis sebuah puisi, lalu saya bandingkan dengan karya mereka( para
penyair yang terkenal (Subagio Sastrowardoyo, Sapardi Djoko Damono, dll), saya merasa
gombal banget, jelek betul puisi itu. Tapi saya menyadari dua hal. Pertama, tiap rampung satu
judul ada perasaan lega. Seolah saya mengalami katarsis batin yang masih tidak bagus,
namun kegelisahan dan keresahan rohani saya memperoleh jalan keluar…
Kedua, belajar menulis puisi dengan memperbandingkan karya sendiri dengan karya penyair
lain ternyata efektif sekali untuk meningkatkan kemajuan…
Di samping membandingkan puisi karya orang lain, versifikasi juga dapat dilakukan dengan
cara membahas dan mendiskusikannya dengan orang lain untuk mendapatkan masukan bagi
penyempurnaan karya tersebut maupun karya selanjutnya.
Berdasarkan hal tersebut maka pembelajaran menulis puisi harus mempertimbangkan proses
penciptaan puisi. Langkah-langkah guru dalam pembelajaran merujuk menciptakan
konsentrasi, intensifikasi, dan pengimajian yang didukung oleh tahap persiapan, inkubasi atau
pengendapan, iluminasi, dan versifikasi.
 
E.     Pengertian Media Pembelajaran
Secara umum media merupakan kata jamak dari “medium”, yang berarti perantara atau
pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam
penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik istilah media
digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media
pendidikan atau media pembelajaran.
Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Rossi dan
Breidle (dalam Sanjaya, 2006) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh
alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi,
buku, koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi alat-alat semacam radio dan televisi
kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran.
Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi hal-hal lain
yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980)
menyatakan bahwa secara umum media itu meliputi: orang, bahan, peralatan, atau kegiatan
yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan sikap. Jadi, dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti
TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar
atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan lain
sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap
siswa, atau untuk menambah keterampilan.
Dari dua pengertian di atas, ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi
perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat-alat yang
dapat mengantarkan pesan seperti overhead projector, radio, televisi, dan sebagainya.
Sedangkan software adalah isi program yang mengandung pesan seperti informasi yang
terdapat pada transparansi atau buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang
terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, dan lain
sebagainya.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah
semua alat dan bahan baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software)
yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan.
 
F.       Klasifikasi dan Macam-macam Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari
sudut mana melihatnya.
1.      Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya media dibagi ke dalam:

a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya
memiliki struktur suara, seperti radio dan rekaman suara.
b. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung struktur
suara. Yang termasuk ke dalam media ini adalah film slide, foto, transparansi, lukisan,
gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain
sebagainya.
c. Media audio-visual, yaitu jenis media yang selain mengandung struktur suara juga
mengandung struktur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai
ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih
baik dan menarik.

2.      Dilihat dari kemampuan jangkauannya


Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat dibagi menjadi:

a. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi.
Melalui media ini, siswa dapat mempelajari kejadian yang aktual secara serentak
tanpa harus menggunakan ruangan khusus.
b. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film
slide, film video, dan lain sebagainya.

3.      Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya


Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dibagi dalam:
a. Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi, dan lain
sebagainya. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus seperti film
proyektor untuk memproyeksikan film, slide proyektor untuk memproyeksikan film
slide, overhead projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi. Tanpa
dukungan alat proyeksi semacam ini tidak akan berfungsi apa-apa.
b. Media yang tidak diproyeksi seperti gambar, foto, lukisan, radio, dan lain sebagainya.

Kelompok media instruksional menurut Anderson (dalam Depdiknas, 2006 pada Tabel 1.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tabel 1. Pengelompokan Media
No
Kelompok Media
Media Instruksional
1.
 
 
2.
 
 
3.
 
4.
 
5.
 
6.
7.
 
 
8.
 
 
9.
Audio
 
 
Cetak
 
 
Audio-Cetak
 
Proyek Visual Diam
 
Proyek Visual Diam Dengan Audio
Visual Gerak
Visual Gerak dengan Audio
 
 
Benda
 
 
Komputer
Pita audio (rol atau kaset)
Piringan audio
Radio (rekaman siaran)
Buku teks terprogram
Buku pegangan/manual
Buku tugas
Buku latihan dilengkapi kaset
Gambar/poster (dilengkapi audio)
Film bingkai (slide)
Film rangkai (berisi pesan verbal)
Film bingkai (slide) suara
Film rangkai suara
Film bisu dengan judul (caption)
Film suara
Video/VCD/DVD
Benda nyata
Model tirual (mock up)
Media berbasis komputer; CAI (Computer Assisted Instructional) & CMI (Computer
Managed Instructional)
 
 
 
Tabel 2. Klasifikasi dan Jenis Media
Klasifikasi
Jenis Media
Media yang tidak diproyeksikan
Media yang diproyeksikan
Media audio
Media video
 
Media video
Media berbasis komputer
 
Multimedia kit
Realis, Model, Bahan Grafis, Display
OHT, Slide, Opaque
Audio Kaset, Audio Vision, Aktive Audio Vision
Video
Computer Assisted Instructional (Pembelajaran Berbasis Komputer)
Perangkat praktikum
                                                                                
G.    Pentingnya Media Pembelajaran
Belajar adalah proses internal dalam diri manusia maka guru bukanlah merupakan satu-
satunya sumber belajar, namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang
dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
1.      Pesan; didalamnya mencakup kurikulum dan mata pelajaran.
2.      Orang; didalamnya mencakup guru, orang tua, tenaga ahli, dan sebagainya.
3.      Bahan; merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran,
seperti buku paket, buku teks, modul, program video, film, OHT (Over Head Transparency),
program slide, alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software).
4.      Alat; yang dimaksud di sini adalah sarana (piranti, hardware) untuk menyajikan bahan
pada butir 3 di atas. Di dalamnya mencakup proyektor OHP, slide, film tape recorded, dan
sebagainya.
5.      Teknik yang dimaksud adalah cara yang digunakan orang dalam memberikan
pembelajaran guna tercapai tujuan pembelajaran. Di dalamnya mencakup ceramah,
permainan/asimulasi, tanya jawab, sosiodrama (roleplay), dan sebagainya.
6.      Latar (setting) atau lingkungan; termasuk di dalamnya adalah pengaturan ruang,
pencahayaan, dan sebagainya.  
Bahan dan alat yang dikenal sebagai software dan hardware tidak lain adalah media
pendidikan.
Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar. Sedangkan,
yang dimaksud dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui
pengalaman.
Pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung.
Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh melalui aktivitas sendiri pada
situasi yang sebenarnya. Contohnya, agar siswa belajar bagaimana mengoperasikan
komputer, maka guru menyediakan komputer untuk digunakan oleh siswa, agar siswa
memiliki keterampilan mengendarai kendaraan, maka secara langsung guru membimbing
siswa menggunakan kendaraan yang sebenarnya, demikian juga memberikan pengalaman
bermain gitar, mengetik, menjahit, dan lain sebagainya, atau mungkin juga pengalaman
langsung untuk mempelajari objek atau bahan yang dipelajari, contohnya pengalaman
langsung melihat dan mempelajari Candi Borobudur, pengalaman langsung melihat kerbau di
sawah, pengalaman langsung melihat bagaimana kapal terbang mendarat di landasan, atau
pengalaman langsung mempelajari benda-benda elektronik, dan sebagainya.
Pengalaman langsung semacam itu tentu saja merupakan proses belajar yang sangat
bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan
dapat dihindari. 
Namun demikian, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara
langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan makhluk di dasar laut, tidak mungkin
guru membimbing siswa langsung menyelam ke dasar lautan, atau membelah dada manusia
hanya untuk mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, seperti cara kerja jantung ketika
memompakan darah. Untuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan
alat bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Demikian juga untuk mempunyai
keterampilan membedah atau melakukan operasi pada manusia, pertama kali tidak perlu
melakukan pembedahan langsung, akan tetapi dapat menggunakan benda semacam boneka
yang mirip dengan manusia. Atau untuk memperoleh keterampilan mengemudikan pesawat
ruang angkasa, dalam proses pembelajarannya dapat melakukan simulasi terlebih dahulu
dengan pesawat yang mirip dan memiliki karakteristik yang sama. Alat yang dapat membantu
proses belajar ini yang dimaksud dengan media atau alat peraga pembelajaran.
     Berbagai kajian teoritik maupun empirik menunjukkan kegunaan media dalam
pembelajaran antara lain: (1) media mampu memberikan ransangan yang bervariasi kepada
otak sehingga berfungsi secara optimal; (2) dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang
dimiliki oleh siswa; (3) dapat melampaui batas ruang kelas; (4) memungkinkan adanya
interaksi langsung antara siswa dengan lingkungannya; (5) menghasilkan keseragaman
pengamatan; (6) membangkitkan keinginan dan minat baru; (7) membangkitkan motivasi dan
ransangan untuk belajar; (8) memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu
yang konkrit maupun abstrak; (9) memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
mandiri; (10) meningkatkan kemampuan keterbacaan baru yaitu kemampuan untuk
membedakan dan menafsirkan objek, tindakan dan lambang yang tampak baik yang alami
maupun buatan manusia; (11) dapat meningkatkan efek sosialisasi, yaitu meningkatkan
kesadaran siswa akan dunia sekitarnya; dan (12) media dapat meningkatkan kemampuan
ekspresi diri guru maupun mahasiswa (Miarso, 2004).
Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan
media dalam proses belajar mengajar adalah Dale’s Cone of Experience (kerucut pengalaman
Dale). Dasar pengembangan kerucut ini bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat
keabstrakan jumlah jenis indra yang turut selama penerimaan isi pengajaran atau pesan
(Arsyad, 2004). Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling
bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu karena
melibatkan indra penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman dan perabaan.

Adapun kerucut itu, ditampilkan pada Gambar 1.


 
 

     Abstrak

Verbal

 
Lambang
Visual
Visual
Radio
Film
Televisi
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Karya wisata

 
      Konkret

Demonstrasi

 
Pengalaman Melalui Drama
Pengalaman Melalui Benda Tiruan
Pengalaman Langsung
 

 
 
 
 
 
 
 

Gambar 1. Kerucut Pengalaman Dale


 
Selanjutnya uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan dalam kerucut
pengalaman tersebut akan dijelaskan berikut ini.
1.      Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai hasil dari
aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari
tanpa menggunakan perantara sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi.
2.      Pengalaman tiruan sudah bukan pengalaman langsung lagi sebab objek yang dipelajari
bukan yang asli atau yang sesungguhnya, melainkan benda tiruan yang menyerupai benda
aslinya. Mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya terutama untuk menghindari
terjadinya verbalisme.
3.      Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi
yang diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan skenario yang sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai. Walaupun siswa tidak mengalami secara langsung terhadap
kejadian, namun melalui drama, siswa akan lebih menghayati berbagai peran yang
disuguhkan. Tujuan belajar melalui drama ini agar siswa memperoleh pengalaman yang lebih
jelas dan konkrit.
4.      Pengalaman melalui demonstrasi adalah teknik penyampaian informasi melalui
peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang dipelajari
walaupun bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman melalui demonstrasi siswa hanya
melihat peragaan orang lain.
5.      Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu
objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung,
mencatat, dan bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi. Selanjutnya pengalaman yang
diperoleh dicatat dan disusun dalam cerita/makalah secara sistematis. Isi catatan disesuaikan
dengan tujuan kegiatan ini.
6.      Pengalaman melalui pameran. Pameran adalah usagha untuk menunjukkan hasil karya.
Melalui pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari se[perti karya seni baik
seni tulis, seni pahat, atau benda-benda bersejarah, dan hasil teknologi modern dengan
berbagai cara kerjanya. Pameran lebih abstrak sifatnya dibandingkan dengan wisata, sebab
pengalaman yang diperoleh hanya yterbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu
sendiri. Namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat dilakukan memalui wawancara
dengan pemandu dan membaca leaflet atau booklet yang disediakan penyelenggara.
7.      Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman tidak langsung, sebab televisi
merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang
ditayangkan dari jarak jauh sesuai dengan program yang dirancang.
8.      Pengalaman melalui gambar hidup dan film. Gambar hidup atau film merupakan
rangkaian gambar mati yang diproyeksikan pada layar dengan kecepatan tertentu. Dengan
mengamati film siswa dapat belajar sendiri, walaupun bahan belajarnya sesuai dengan naskah
yang disusun.
9.      Pengalaman melalui radio, tape recorder, dan gambar. Pengalaman melalui media ini
sifatnya lebih abstrak dibandingkan pengalaman melalui gambar hidup sebab hanya
mengandalkan salah satu indra saja yaitu indra pendengaran atau indra penglihatan saja.
10. Pengalaman melalui lambang-lambang visual seperti grafik, gambar, dan bagan. Sebagai
alat komunikasi lambang visual dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
siswa. Siswa lebih dapat memahami berbagai perkembangan atau struktur melalui bagan dan
lambang visual lainnya.
11. Pengalaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak.
Sebab, siswa memperoleh pengalaman hanya melalui bahasa baik lisan maupun tulisan.
Kemungkinan terjadinya verbalisme sebagai akibat dari perolehan pengalaman melalui
lambang verbal sangat besar.
Dari gambaran kerucut pengalaman tersebut, siswa akan lebih konkrit memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman langsung, melalui benda-benda tiruan, pengalaman melalui
drama, demonstrasi wisata dan melalui pameran. Hal ini memungkinkan karena siswa dapat
secara langsung berhubungan dengan objek yang dipelajari; sedangkan siswa akan lebih
abstrak memperoleh pengetahuan melalui benda atau alat perantara seperti televisi, gambar
hidup/film, radio atau tape recorder, lambang visual, dan lambang verbal.
Memerhatikan kerangka pengetahuan ini, maka kedudukan komponen media pengajaran
dalam sistem proses belajar mengajar mempunyai fungsi yang sangat penting. Sebab, tidak
semua pengalaman belajar dapat diperoleh secara langsung, dalam keadaan ini, media dapat
digunakan agar lebih memberikan pengetahuan yang konkrit dan tepat serta mudah
dipahami.  
Perolehan pengetahuan siswa seperti digambarkan Edgar Dale (dalam Sanjaya, 2006)
menunjukkan bahwa pengetahuan akan semakin abstrak apabila hanya disampaikan melalui
bahasa verbal. Hal ini memungkinkan terjadinya verbalisme, artinya siswa hanya mengetahui
tentang kata tanpa memahami dan mengerti makna yang terkandung dalam kata tersebut. Hal
ini dapat menimbulkan kesalahan persepsi siswa.
Oleh sebab itu, sebaiknya diusahakan agar pengalaman siswa menjadi lebih konkrit, pesan
yang ingin disampaikan benar-benar dapat mencapai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai,
dilakukan melalui kegiatan yang dapat mendekatkan siswa dengan kondisi yang sebenarnya. 
Penyampaian informasi yang hanya melalui bahasa verbal selain dapat menimbulkan
verbalisme dan kesalahan persepsi, juga gairah siswa untuk menangkap pesan akan semakin
kurang, karena siswa kurang diajak berfikir dan menghayati pesan yang disampaikan,
padahal untuk memahami sesuatu perlu keterlibatan siswa baik fisik maupun psikis.
Namun, kenyataannya memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukan sesuatu yang
bukan hanya menyangkut segi perencanaan dan waktu saja yang dapat menjadi kendala, akan
tetapi memang ada sejumlah pengalaman yang sangat tidak mungkin dipelajari secara
langsung oleh siswa . Oleh karena itu, peranan media pembelajaran sangat diperlukan dalam
suatu kegiatan belajar mengajar, guru dapat menggunakan film, televisi, atau gambar untuk
memberikan informasi yang lebih baik kepada siswa. Melalui media pembelajaran hal yang
bersifat abstrak bisa lebih menjadi konkrit.
Memerhatikan penjelasan di atas, maka secara khusus media pembelajaran memiliki fungsi
dan berperan untuk: (1) menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu, (2)
memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu, dan (3) menambah gairah dan motivasi
belajar siswa.
Dari beberapa fungsi tersebut di atas, maka media pembelajaran memiliki nilai praktis,
adalah: (1) media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, (2) media
dapat mengatasi batas ruang kelas, (3) media dapat memungkinkan terjadinya interaksi
langsung antara peserta dengan lingkungan, (4) media dapat menghasilkan keseragaman
pengamatan, (5) media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, nyata, dan tepat, (6)
media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik, (7)
media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru, (8) media dapat mengontrol
kecepatan belajar siswa, dan (9) media dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dari
hal-hal yang konkrit sampai yang abstrak.      
Secara umum media mempunyai kegunaan: (1) memperjelas pesan agar tidak terlalu
verbalistis, (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra, (3)
menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar, (4)
memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori &
kinestetiknya, dan (5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman &
menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran adalah: (1) penyampaian pesan pembelajaran dapat
lebih terstandar, (2) pembelajaran dapat lebih menarik, (3) pembelajaran menjadi lebih
interaktif dengan menerapkan teori belajar, (4) waktu pelaksanaan pembelajaran dapat
diperpendek, (5) kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, (6) proses pembelajaran dapat
berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, (7) sikap positif siswa terhadap materi
pembelajaran dapat ditingkatkan, dan (8) peran guru berubah ke arah yang positif.
Rekaman audio-visual  dalam CD merupakan hasil teknologi komunikasi pendidikan berupa
medium yang dirancang secara sistematis dengan perpedoman kepada kurikulum yang
berlaku dan dalam pengembangannya mengaplikasikan prinsip-prinsip pembelajaran
sehingga program tersebut memungkinkan peserta didik mencerna materi pelajaran secara
lebih mudah dan menarik. Secara fisik, CD pembelajaran merupakan program yang dikemas
dalam CD dan disajikan dengan menggunakan CD player serta monitor (Pustekkom Diknas,
Program CD Pembelajaran).
Sebagai suatu media pembelajaran, CD yang sifatnya audio-visual banyak memiliki
keunggulan dibanding dengan media lainnya. Keunggulan itu berupa:
1.      Tak terikat waktu, CD pembelajaran dapat diakses kapan saja sesuai kebutuhan siswa.
Keterbatasan waktu dalam pembelajaran reguler dapat digantikan dengan penggunaan CD
pembelajaran.
2.      Dapat disaksikan secara berulang-ulang dan dapat menggambarkan suatu proses secara
tepat sehingga isi pesan pembelajaran yang dikemas dalam CD tersebut dapat lebih dipahami.
3.      Mempunyai daya tarik yang tinggi karena dikembangkan menurut prinsip psikologis,
behaviorisme dan kognitif sehingga meningkatkan motivasi serta menanamkan sikap dan
efek lainnya.
4.      Dengan desain yang baik dapat membawa dampak dramatis sehingga mendorong
lahirnya respon emosional.
5.      Merupakan representasi fisik dari gagasan real atau abstrak dan menggambarkan suatu
proses secara cepat.
6.      Menggabungkan indra pandang dan dengar secara bersamaan.
7.      Melengkapi pengalaman-pengalaman dasar siswa ketika membaca, diskusi dan lain-
lain. Merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan objek yang secara
normal tidak dapat dilihat.
8.      Mengandung nilai-nilai positif seperti dapat mengundang pemikiran dan pembahasan
yang lebih mendalam.
9.      Dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara langsung.
10.  Dapat menampilkan kejadian yang memakan waktu lama dalam satu dua menit.
11. Menyimpan data yang lebih besar dalam wadah yang lebih kecil (portable).
12. Memberikan kesempatan kepada pemakai untuk memilih bagian-bagian yang relevan
dengan kebutuhan.
13. CD tidak sekedar media tetapi juga sumber belajar.
Karakteristik dan kemampuan masing-masing media perlu diperhatikan oleh guru agar
mereka dapat memilih media mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
 
H.    Prinsip-prinsip Penggunaan Media
Prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam penggunaan media pembelajaran adalah bahwa
media digunakan dan diarahkan untuk mempermudah siswa belajar dalam memahami materi
pelajaran. Dengan demikian, penggunaan media harus dipandang dari sudut kebutuhan siswa.
Agar media pembelajaran benar-benar digunakan untuk membelajarkan siswa, maka ada
sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, antara lain:
1.      Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Media tidak digunakan sebagai alat hiburan, atau tidak semata-mata
untuk mempermudah guru menyampaikan materi, akan tetapi benar-benar untuk membantu
siswa belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2.      Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. Setiap materi
pelajaran memiliki kekhasan & kekompleksan. Media yang akan digunakan harus sesuai
dengan kompleksitas materi pembelajaran.
3.      Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, & kondisi siswa. Siswa
yang memiliki kemampuan mendengar yang kurang baik, akan sulit memahami pelajaran
manakala digunakan media yang bersifat auditif. Setiap siswa memiliki kemampuan & gaya
yang berbeda. Guru perlu memperhatikan setiap kemampuan & gaya tersebut.
4.      Media yang akan digunakan harus memperhatikan efektivitas & efisien.
5.      Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam
mengoperasikannya. Media secanggih apapun tidak akan bisa menolong tanpa kemampuan
teknis mengoperasikannya.
 
I.       Kerangka Pikir
Pembelajaran bahasa Indonesia pada KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ) SMA
dengan tujuan meningkatkan keterampilan pembelajaran menulis puisi adalah bagian dari
pembelajaran keterampilan menulis.
Pembelajaran menulis puisi dapat dinilai dari struktur fisik & batin puisi ciptaan siswa.
Struktur fisik puisi meliputi: diksi, pengimajian, kata kongkrit, majas (meliputi lambang dan
kiasan) versifikasi (meliputi rima, ritma, dan metrum) & tipograf. Struktur batin puisi terdiri
atas tema, nada, perasaan, dan amanat.
Penentuan tingkat keefektifan rekaman film Laskar Pelangi dalam pembelajaran menulis
puisi dilakukan dengan membandingkan nilai antara kelas eksperimen yang menggunakan
rekaman film Laskar Pelangi dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan media
pembelajaran. Hasil perbandingan itu, diolah dengan statistik uji the melalui program SPSS
versi 13.0. Temuan penelitian adalah keefektifan penggunaan rekaman film Laskar Pelangi
dalam pembelajaran menulis puisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Bungoro.

Adapun bagan kerangka pikir, sebagai berikut :


 

Pembelajaran Bahasa Indonesia

berdasarkan KTSP
 
Mendengarkan
Berbicara
Membaca
Pembelajaran
Menulis Puisi
Keterampilan berbahasa
Menulis

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Struktur batin: tema, nada, perasaan, dan amanat

 
Struktur fisik: diksi, pengimajinasian, kata konkrit, majas, bersifikasi, dan tipografi
                                                              

Efektif

 
Temuan
Tidak efektif
Analisis
(uji t)
Tanpa media rekaman film Laskar Pelangi
Media audio-visual (rekaman film Laskar Pelangi)

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir


 
J.       Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, adalah : rekaman film Laskar Pelangi efektif
digunakan dalam pembelajaran menulis struktur fisik, batin, dan gabungan struktur fisik &
batin puisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Bungoro Pangkajene Kepulauan.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
METODE PENELITIAN
 
 
A.    Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen. Dikatakan eksperimen karena menguji
dua kelompok yaitu satu kelompok yang dikenai perlakuan dan satunya tidak dikenai
perlakuan. Perlakuan yang dimaksud adalah penggunaan rekaman film Laskar Pelangi dalam
pengajaran menulis puisi pada siswa salah satu kelas X SMA Negeri 1 Bungoro . Satu kelas
pada kelas X SMA Negeri 1 Bungoro tanpa perlakuan dalam pembelajaran menulis puisi.
Desain eksperimental, yaitu peneliti melakukan manipulasi terhadap perlakuan (treatment)
yang diberikan pada subjek. Peneliti melakukan kontrol terhadap apa yang dialami oleh
subjek dengan cara memberi atau tidak memberi kondisi atau perlakuan tertentu secara
sistematis. Dengan adanya kontrol tersebut, peneliti dapat membandingkan kelompok subjek
yang mendapat perlakuan dan kelompok yang tidak mendapat perlakuan. Perbandingan
tersebut dimaksudkan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat antara perlakuan yang
dimanipulasi dan hasil yang terukur.
Lokasi penelitian ini, adalah SMA Negeri 1 Bungoro Kabupaten Pangkep pada dua kelas X
yang dijadikan sampel penelitian. Alamat sekolah Jalan Andi Mappe No. 1 Bungoro,
Kabupaten Pangkep Telepon 0410-22128
 
B.     Variabel dan Desain Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah penggunaan rekaman film Laskar Pelangi (variabel
bebas) dan menulis puisi (variabel terikat). Adapun desain penelitian ini adalah (the pretest-
posttest control group design), dapat dilihat pada gambar berikut ini.

E = T1 x T2

 
K = T1 - T2
 
 
 

 
 
 

Keterangan:
E  =  Kelompok Eksperimen
K =  Kelompok Kontrol
T1 =    Tes Awal (Pretes)
T2 =    Tes Akhir (Postes)
X =  Pemberian Perlakuan
─ =  Tidak Diberikan Perlakuan
 
Desain penelitian the pretest-posttest control group design menurut Suryabrata (2005:105)
adalah sebagai berikut:
1.      Pilih sejumlah subjek secara acak/rambang dari suatu populasi.
2.      Secara acak/rambang, golongkan subjek menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen yang dikenai variabel perlakuan X, dan kelompok kontrol yang tidak dikenai
perlakuan.
3.      Berikan pretest T1, untuk mengukur variabel tergantung pada kedua kelompok itu, lalu
hitung mean masing-masing kelompok.
4.      Pertahankan semua kondisi untuk kedua kelompok itu agar tetap sama, kecuali satu hal
yaitu kelompok eksperimen dikenai perlakuan X untuk jangka waktu tertentu.
5.      Berikan posttest T2 kepada kedua kelompok itu untuk mengukur variabel tergantung,
lalu hitung meannya untuk masing-masing kelompok.
6.      Hitung perbedaan antara hasil pretest T1 dan posttest T2 untuk masing-masing
kelompok, jadi (T2E – T1E) dan (T2K – T1K).
7.      Bandingkan perbedaan-perbedaan tersebut, untuk menentukan apakah penerapan
perlakuan X itu berkaitan dengan perubahan yang lebih besar pada kelompok eksperimen,
jadi: (T2E – T1E) – (T2K – T1K).
8.      Kenakan test statistik yang cocok untuk rancangan ini untuk menentukan apakah
perbedaan dalam skor seperti dihitung pada langkah ke-7 itu signifikan, yaitu apakah
perbedaan tersebut cukup besar untuk menolak hipotesis nol bahwa perbedaan itu terjadi
secara kebetulan.
 
C.    Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi 240 siswa tersebar dalam delapan kelas yang sulit untuk diteliti secara keseluruhan
sehingga perlu ditarik sampel. Sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak dua
kelas yang masing-masing tiga puluh siswa. Cara penarikan sampel adalah clutter random
sampling.
Langkah-langkah dalam penarikan sampel, sebagai berikut:
1.      Membuat kerangka penyampelan dengan kelas sebagai unit sampel.
2.      Memilih dua kelas secara random dari kerangka penyampelan yang terbentuk. Hal ini
dilakukan dengan asumsi bahwa kemampuan menulis puisi siswa dianggap homogen
menurut kelas. Penerimaan siswa baru melalui ujian penyaringan dengan urutan tingkat.
Peringkat nilai tertinggi disebar ke seluruh kelas sehingga rata-rata kelas seimbang jika
dilihat dari prestasi belajar siswa. Tidak ada kelas unggulan yang dibentuk pada kelas X di
sekolah tempat penelitian ini.
3.      Dari dua kelas yang terpilih, dipilih lagi satu kelas secara random sebagai kelas
eksperimen, dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Teknik pemilihan kelas melalui
pengundian dengan menggunakan mata uang logam lima ratus rupiah. Jika dalam pengundian
yang muncul adalah angka maka kelompok eksperimen jatuh pada kelas X.1 sedangkan jika
yang muncul adalah gambar maka kelas X.1 sebagai kelompok kontrol.
4.      Semua siswa yang berada pada kedua kelas tersebut dijadikan sampel penelitian ini.
Dari penarikan sampel clutter random sampling maka yang terpilih sebagai kelompok
eksperimen adalah kelas X.1 dan sebagai kelompok kontrol adalah kelas X.5 yang masing-
masing jumlah siswa sebanyak 30 orang pada SMA Negeri 1 Bungoro.
 
D.    Instrumen Penelitian
Mata Pelajaran          : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester        : X/2
Pertemuan ke-           : 1
Alokasi Waktu          : 45 menit
Standar Kompetensi : Mengungkapkan pikiran, dan perasaan melalui
                      Kegiatan menulis puisi lama dan puisi baru.
Kompetensi Dasar    : Menulis puisi baru dengan memerhatikan struktur fisik
                                         Dan batin puisi.
Indikator                     : Siswa dapat menulis puisi baru dengan memerhatikan
                                         Struktur fisik dan batin puisi. Struktur fisik antara
lain diksi pengimajinasian, kata konkret majas, bersifikasi, dan tipografi Struktur batin
melipuiti: tema, nada, perasaan, dan amanat.
Petunjuk:
Tulislah Nama, NIS, dan kelas Anda di pojok kiri atas pada lembaran kerja yang disediakan!
Soal Pretes/postes:
Film Laskar Pelangi ditayangkan pada awal bulan September 2008. Buatlah sebuah puisi
sebagai pernyataan perasaan Anda terhadap film Laskar Pelangi tersebut ! Upayakan puisi
Anda mencakup struktur fisik dan struktur batin puisi.
Struktur fisik meliputi: diksi, majas, kata konkret, pengimajian, bersifikasi, dan
tipografi, stuktur batin puisi meliputi: tema, nada, persaan, dan amanat.
 
E.     Teknik Pengumpulan Data
                 Rekaman film Laskar Pelangi yang dijadikan media pembelajaran dipersiapkan
melalui tahap:
1.      Pengumpulan informasi, rekaman VCD film Laskar Pelangi dari berbagai sumber, yaitu
televisi, CD yang dijual di pasar, dan diperoleh melalui internet. 
2.      Pengeditan, rekaman film Laskar Pelangi yang telah terkumpul diedit melalui program
windows movie maker.
3.      Pengaudioan, rekaman film tersebut ditambahkan instrumental, musik, lagu yang ada
kaitannya dengan pendidikan, dan Uji coba, untuk penyempurnaannya media
pembelajarannya maka diadakan uji coba pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Pangkajene .
4.      Pengemasan, CD rekaman film Laskar Pelangi dikemas dalam VCD dan siap untuk
digunakan.
 
Dari pengeditan rekaman film Laskar Pelangi maka diperoleh VCD dengan durasi 90 menit
ditambah 15 menit VCD berisi lagu yang berkaitan dengan film Laskar Pelangi. Adapun
langkah-langkah pelaksanaan data, dapat dilihat dalam tabel 3.
Tabel 3. Pelaksanaan Pengumpulan Data
No
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Waktu
1.
2.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3.
Pelaksanaan pretest
Pembelajaran
1. Kegiatan awal
a.   apersepsi
b.   motivasi
2. Kegiatan inti
a.      Siswa memahami materi pelajaran.
b.      Pemberian lembar kegiatan siswa/dengan penayangan rekaman film LAskar Pelangi.
3. Kegiatan akhir
Kesimpulan
Postest
Pelaksanaan pretest
Pembelajaran
1. Kegiatan awal
a. apersepsi
b. motivasi
2. Kegiatan inti
a.    Siswa memahami materi pelajaran.
b.   Pemberian lembar kegiatan siswa
 
 
 
 
3. Kegiatan akhir
Kesimpulan
Postest
90 menit
5 menit
 
 
 
 
40 menit
 
85 menit
 
 
 
 
 
5 menit
 
90 menit
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes keterampilan menulis
puisi. Bentuk tes yang digunakan adalah uraian tertulis. Tes disusun berdasarkan Standar
Kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran yaitu menulis puisi baru dengan
memperhatikan struktur fisik dan struktur batin puisi. Struktur fisik sebuah puisi yaitu diksi,
pengimajian, kata konkrit, majas, versifikasi, dan tipografi. Struktur batin meliputi tema, nilai
rasa, nada, dan amanat. Sebelum melaksanakan posttes, tes yang akan digunakan terlebih
dahulu akan dicobakan pada siswa kelas X SMA 1 Bungoro Kabupaten Pangkep.
Penelitian dilaksanakan mulai 15 Oktober sampai 15 Desember 2008 pada SMA Negeri !
Bungoro Kabupaten Pangkep tahun pelajaran 2007/2008.
Selain tes, penulis menyediakan alat non tes berupa angket yang diberikan kepada siswa dan
guru untuk kelengkapan pembahasan dalam penelitian ini.
Pelaksanaan pretest dan posttest secara serentak dalam waktu yang bersamaan baik pada
kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Pemeriksaan tes ini, adalah guru SMA Negeri 1
Pangkajene Kabupaten Pangkep.
 
F.      Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis Uji-t. pengoperasian
analisis ini digunakan software komputer SPSS versi 13.0 yang bekerja di bawah sistem
windows.
Untuk keperluan analisis perbandingan dua variabel seperti yang dimaksudkan di atas dapat
digunakan teknik statistik inferensial yang berupa uji t (t test) dalam program SPSS versi
13.0. Sebelum melakukan analisis terlebih dahulu diadakan uji normalitas dan homogenitas.
Uji normalitas dengan menggunakan program minitab 14 dan untuk uji homogenitas
digunakan program Levene test dalam SPSS versi 13.0.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, (1989). Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Bintang Selatan.
Badudu, J.S. (1981). Sari Kesusastraan Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Broto A.S, Surono F.X (1999), Sejarah dan Apresiasi Sastra. Solo: Tiga Serangkai.
Hirata Andrea, (2008). Laskar Pelangi. Bentang Pustaka, Jakarta.
IKIP Bandung (1990). Pedoman penulisan Karya Ilmiah. IKIP Bandung.
Kosasih, E. (2003) Kompotensi Berbahasa dan Sastra Indonesia. Solo: Tiga Serangkai.
Keraf. Gorys (1979). Komposisi. Ende: Nusa Indah.
---------------(1991). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Kridalaksana, Harimurti (1990). Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
---------------(2008). Kamus Linguistik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Mustofa Bisri, (2007) Tuntutan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Parera, Jos Daniel (1991). Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Gramedia.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2007), Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1
dan 2. Jakarta.
Rahmanto,B. (1988). Metode pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Syamsudin A.R. (1992). Studi Wacana, Teori-Analisis-Pengajaran. FPBS IKIP Bandung.
Sugihastuti (2000). Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardi, Rozak Zaidan Abdul, (1997), Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi SLTP dan
SLTA. Jakarta: Balai Pustaka.
Suroso dkk, (1999), Ikhtisar Seni Sastra. Solo: Tiga Serangkai.
Tarigan, Henry Guntur (1999), Membaca Sebagai suatu keteranpilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
--------------(1990). Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.
Waluyo, Herman J. (1995). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
 
 
 

 darmawati's blog
 Silakan login atau daftar dulu untuk mengirim komentar

Galeri

Anggota Baru
BAB I
APA ITU PENDEKATAN KONTEKSTUAL ?

 A.      LATAR BELAKANG

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar
lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika ‘anak
mengalami' apa yang dipelajarinya, bukan 'mengetahui'-nya. Pembelajaran yang
berorieritasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi 'mengingat'
jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkm persoalan dalam
kehidupm.jangka panjang.  Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita!

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) merupakan konsep


belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.  Dengan konsep itu, hasil pembelajaran dihadapkan lebih
bermakna bagi siswa.  Proses penibelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. 
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam
status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka
pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi
dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru
sebagai pengarah dan pembimbing.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca:
pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata
guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran
yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih
produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus
mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dalam buku ringkas ini dibahas persoalan
yang berkenaan dengan pendekatan kontekstual dan implikasi penerapannya.

Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai
sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi
belajar.  Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belaiar 'baru' yang lebih
memberdayakan siswa.  Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa
menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

2.      Melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL 'dipromosikan' menjadi alternatif


strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkari belajar melalui
'mengalami', bukan 'menghafal'.
3.   Knowledge is constructed by humans. Knowledge is not a set of facts, concepts, or
laws waiting to be discovered. Its is not something that exists independent of a
knower. Humans create or construct knowledge as they attempt to bring meaning to
their experience. Everything that we know, we have made (Zahorik, 1995).

4.   Knowledge is contextual and fallible. Since knowledge is a construction of humans


and humans constantly undergoing new experiences, knowledge can never by stable.
The understandings that we invent are always tentative and incomplete. Knowledge
grows through exposure. Understand becomes deeper and stronger if wan test it
against new encounters (Zahorik, 1995).

KECENDRUNGAN PEMIKIRAN TENTANG BELAJAR

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran  tentang belajar sebagai berikut :

1. Proses Belajar

 Belajar tidak hanya sekedar menghafal. siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka
sendiri.
 Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan
bukan diberi begitu saja oleh guru.
 Pra ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan
pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).
 Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
 Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
 Siswa perlu dibiasakan memmecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan
bergelut dengan ide-ide.
 Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring denga
perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk itu perlu dipahami, stra
belajar yang salah dan terus-menerus dipajangkan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada
akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku.

2. Transfer Belajar

 Sisawa belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian orang lain.
 Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit-demi sed
 Penting bagi siswa tahu "untuk apa" ia belajar, dan "bagaimana" ia menggunakan pengetahuan da
keterampilan itu.

3. Siswa sebagai Pembelajar

 Manusia mempunyai kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak menpu
kecendrungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
 Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.
 Strategi belajar  itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, un
hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
 Peran orang dewasa (guru) mebantu menghubungkan antara "yang baru" dan yang sudah diketahu
 Tugas guru "memfasilitasi" agar informasi baru bermakna memberi kesempatan kepada siswa un
menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strate
mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

 Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting
didepan kelas, siswa menonton" ke "siswa bekerja dan berkarya, guru mengarahkan".
 Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan pengetahuan baru merek
Strategi belajar lebih dipentingkan  dibanding hasilnya.
 Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar
 Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

         halaman berik

   
http://pakguruonline.pendidikan.net
  Situs ini menampung sumbangan tulisan, berupa makalah, kajian, serta ciloteh para gu
                                            Silahkan kirim tulisan  kepada web master zfikri@telkom.net

D. HAKIKAT PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Pembelajaran kontelstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni :

1. Konstruktivisme (Contructivism).

2. Bertanya (Questioning).

3. Menemukan (Inquiry).

4. Masyarakat belajar ( Learning Community).

5. Pemodelan (Modeling).

6. Refleksi (Reflection).

7. Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).

E. MOTTO
Students learn best by actively constructing their own understanding (CTL Academy
Fellow, 1999)

F. KATA-KATA KUNCI PEMBELAJARAN CTL

 Real world learning.

 Mengutamakan pengalaman nyata.

 Berfikir tingkat tinggi.

 Berpusat pada siswa.

 Siswa aktif, kritis, dan kreatif.

 Pengetahuan bermakna dalam kehidupan.

 Dekat dengan kehidupan nyata.

 Perubahan perilaku.

 Siswa praktek, bukan menghafal.

 Learning, bukan teaching.

 Pendidikan (education), bukan  pengajaran (instruction).

 Pembentukan manusia.

 Memecahkan masalah.

 Siswa akting, guru mengarahkan.

 Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.

G. STRATEGI PENGAJARAN YANG BERASOSIASI DENGAN CTL

 CBSA.

 Pendekatan proses.

 Life skills education.

 Authentic instruction.

 Inquiry based learning.

 Problem based learning.


 Cooperative learning.

 Service learning.

H. LIMA ELEMEN BELAJAR YANG KONSTRUKTIVISTIK

Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek
pembelajaran kontekstual, yaitu :

1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).

2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari


secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun


(1) konsep sementara (hypotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar
mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut
direvisi dan dikembangkan.

4. Mepraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan


pengetahuan tersebut.
6. ERBEDAAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN   
7. PENDEKATAN PENDEKATAN TRADISIONAL  
8. (BEHAVIORISME/STRUKTURALISME)
9. No.
10. PENDEKATAN CTL
11. PENDEKATAN TRADISIONAL
12. 1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran Siswa adalah penerima
informasi secara pasif. 2. Siswa belajar dari temen melalui kerja kelompok, diskusi,
saling mengoreksi. Siswa belajar secara individual. 3. Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan Pembelajaran sangat abstrak
dan teoritis. 4. Perilaku dibangun atas kesadaran diri. Perilaku dibangun atas
kebiasaan. 5. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. Keterampilan
dikembangkan atas dasar latihan. 6. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri.
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor. 7. Seseorang tidak
melakukan yang jelek karena dia sadar itu keliru dan merugikan Seseorang tidak
melakukan yang jelek dia takut hukuman. 8. Bahasa yang diajarkan dengan
pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks
nyata. Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai
paham, kemudian dilatih (drill). 9. Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar
skemata yang sudah ada dalam diri siswa. Rumus itu ada diluar diri siswa, yang harus
diterangkan, diterima, dihafal dan dilatih. 10. Pemahaman rumus itu relatif berbeda
antara siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan skemata siswa (on going
prosecess of development) Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua
orang). Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau
pemahaman rumus yang benar. 11. Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis,
terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran  yang efektif, ikut
bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa
skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran. Siawa secara pasif menerima
rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa
memberikan konstribusi ide dalam proses pembelajaran. 12. Pengetahuan yang
dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau
membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya.
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum
yang berada diluar diri manusia. 13. Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan
(dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa
baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentative and
incomplete) Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final. 14. Siswa
diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka
masing-masing. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran. 15. Penghargaan
terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan. Pemebelajaran tidak memperhatikan
pengalaman siswa. 16. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara; proses kerja, hasil
karya, penampilan, rekaman, tes dll. Hasil belajar diukur hanya dengan tes. 17.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting. Pembelajaran hanya
terjadi di dalam kelas. 18. Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek. Sanksi
adalah hukuman dari perilaku jelek. 19. Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik. 20. Seseorang berperilaku baik karena
dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat. seseorang berperilaku baik karena dia
terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang
menyenagkan.
13. BAB 2  
14.   
15. PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL 
16. DI KELAS  
17.  
18.  
19. Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme
(Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat belajar
(Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian
yang sebenarnya (Authentic Assessment).  Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya.  Dan, untuk melaksanakan hal itu tidak sulit.  CTL dapat diterapkan
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaannya.
20. Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah.  Secara garis besar, langkahnya adalah
berikut ini.
21. (1)  Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja
22.       sendiri,
23.       menemukan sendiri, dan mengkostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
24. (2)  Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
25. (3)  Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
26. (4)  Ciptakan 'masyarakat belajar' (belajar dalam kelompok-kelompok).
27. (5)  Hadirkan 'model' sebagai contoh pembelajaran.
28. (6)  Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
29. (7)  Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara !.  

A. TUJUH KOMPONEN CTL

1. KONSTRUKTIVISME (CONSTRUKTIVISM)
 
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan
CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-
konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.

Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak
mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus
menemukan dan  mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan
apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Dengan dasar, itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses "menkonstruksi" bukan
"menerima" pengetahuan. dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam  proses belajar dan mengajar. Siswa
menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda
dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.
Dalam pandangan konstruktivis, straegi "memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan
seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru
adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :

(1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 

(2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan 

(3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengelaman. Pemahaman berkembang


semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.
Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-
kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman
sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu
dan disimpan dalam kotak yang berbeda. setiap pengalaman baru dihubungkan dengan
kotak-kotak (struktur pengetahuan) dalam otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan
dikembangkan dalam otak manusia melalui  dua cara , yaitu asimilasi atau akomodasi.
asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar
struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan
yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya
pengalaman baru.

Lalu bagaimanakah penerapannya di kelas? Bagaiamakah cara merealisasikannya pada


kelas-kelas  di sekolah kita?

Pada umumnya kita juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-
hari, yaitu ketika kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa praktek
mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik menulis karangan, mendemonstrasikan,
menciptakan ide, dan sebagainya. Mari kita kembangkan cara-cara tersebut lebih
banyak dan lebih banyak lagi!

2.   MENEMUKAN (INQUIRY)


   
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang
diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang melata, sudah seharusnya
ditemukan sendiri oleh siswa, bukan "menurut buku"

Siklus inkuiri :

o Obsevasi (Observation)
o Bertanya (questioning)
o Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
o Pengumpulan data (Data gathering)
o Penyimpulan (Conclussion)

Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiry itu bisa bias diterapkan? Jawabanya, tentu
"Tidak". Inkuiri dapat diterapkan pada semua bidang studi; bahasa Indonesia
(menemukan cara menulis pragraph deskripsi yang indah); IPS (membuat sendiri bagan
silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baikdan perilaku buruk
sebagai warga Negara). kata kunci dari strategi inkuiri adalah "siswa menemukan
sendiri"

Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) :

(1). Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)

o Bagaimanakah silsilah raja-raja Majapahit (dalam mata pelajaran sejarah)


o Bagaimanakah cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar di tepi pantai
Kendari (bahasa Indonesia)?
o Ada berapa jenis tumbuham menurut bentuk bijinya (biologi)
o Kota mana saja yang termasuk kota besar di Indonesia? (geografi)
(2). Mengamati atau observasi

o Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung.


o Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau
objek yang diamati.

(3). Menganalsis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan
       karya  lainnya
o Siswa membuat peta kota-kota besar sendiri.
o Siswa membuat paragraf deskripsi sendiri.
o Siswa membuat bagan silsilah raja-raja majapahit sendiri.
o Siswa membuat penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri
o Siswa membuat essai atau usulan kepada Pemerintah tentang berbagai masalah
di daerahnya  sendiri, dst.

(4). Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas,
guru,

        atau audien yang lain

o Karya siswa disampaikan teman sekelas, guru, atau kepada orang banyak
untuk mendapatkan masukan
o Bertanya jawab dengan teman,
o Memunculkan ide-ide baru
o Melakukan refleksi
o Menempelkan gambar, karya tulis, peta, dan sejenisnya di majalah
dinding, majalah sekolah, dsb.

3. BERTANYA (QUESTIONING)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari "bertanya". Sebelum tahu
kota Palu, seseorang bertanya "Mana arah kota Palu? Questioning merupakan strategi
utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang
sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan
berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam
melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek
ynag belum diketahuinya,

Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya  berguna untuk :


(1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
(2) mengecek pemahaman siswa
(3) membangkitkan respon kepada siswa
(4) mengetahui sejauh mana keinginantahuan siswa
(5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
(6) menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
(7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari  siswa
(8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa
 
Bagaimanakah penerapannya di kelas? Hampir pada semua aktivitas belajar,
questioning dapat diterapkan; antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa,
antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke
kelas, dsb. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja
kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dsb. Kegiatan itu akan
menumbuhkan dorongan untuk "bertanya".
 
4. MASYARAKAT BELAJAR (LEARNING COMMUNITY)
   
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama  dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan
peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya "Bagaimana caranya? tolong bantu
aku!" Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu.
Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning
community).
 
Hasil belajar diperoleh dari "sharing" antara teman, antar kelompok, dan antara yang
tahu  ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang
yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar.
 
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam
kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya
hiterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum
tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai
gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa bisa sangat bervariasi
bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya,
atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang "ahli' ke kelas.
Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu. teknisi komputer, tukang cat
mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.
 
"Masyarakat-belajar" bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, "Seorang
guru yang mengajari siswanya" bukan contoh masyarakat-belajar karena komunikasi
hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak
ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam
contoh ini yang belajar hanya siswa bukan guru. dalam masyarakat-belajar, dua
kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang
diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang
diperlukan dari teman belajarnya.
 
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam
komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang
menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus
merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan
yang berbeda yang perlu dipelajari.
 
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi
sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan
pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik "learning community" sangat
membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terujud
dalam:
 Pembentukan kelompok kecil
 Pembentukan kelompok besar
 Mendatangkan "ahli' ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani,
pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dsb.)
 Bekerja dengan kelas sederajat
 Bekerja kelompok dengan kelas diatasnya
 Bekerja dengan masyarakat
5. PEMODELAN (MODELLING)
    
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru.
model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah
raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebaginya. Atau, guru
memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model
tentang "bagaimana cara belajar"
 
Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa
melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam
pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan kata kunci dalam
bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat dengan memanfaatkan gerak mata
(scanning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa
menagamati guru membaca dan membolak balik teks. Gerak mata guru dalam
menelusuri bacaan menjadi perhatian utama siswa. Dengan begitu siswa tahu
bagaimana gerak mata yang efektif dalam melakukan scanning. Kata kunci yang
ditemukan guru disampaikan kepada siswa sebagai hasil kegiatan pembelajran
menemukan kata kunci secar cepat. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan.
Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih
menemukan kata kunci, guru menjadi model.
 
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh
temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah
memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa
itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa "contoh" tersebut
dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai
"standar" kompetensi yang harus dicapainya.
 
Model juga dapat didatangkan dari luar. Seorang penutur asli berbahasa Inggris sekali
waktu dapat dihadirkan di kelas untuk menjadi "model" cara berujar, cara bertutur
kata, gerak tubuh ketika berbicara, dan sebagainya.
 
Bagaimanakah contoh praktek pemodelan di kelas?
 Guru olah raga memberi contoh berenang gaya kupu-kupu di hadapan siswa.
 Guru PPKN mendatangkan seorang veteran kemerdekaan ke kelas, lalu siswa
diminta bertanya jawab dengan tokoh itu.
 Guru geografi menunjukkan peta jadi yang dapat digunakan sebagai contoh
siswa dalam merancang peta daerahnya.
 Guru biologi mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu badan.
 Guru bahasa Indonesia menunjukkan teks berita dari Harian Republika,
Padang Pos, dsb. sebagai model pembuatan berita.
 Guru kerajinan mendatangkan "model" tukang kayu ke kelas, lalu memintanya
untuk bekerja dengan peralatannya, sementara siswa menirunya.
6. REFLEKSI (REFLECTION)
   
Refleksi juga bagian penting dalam pembelejaran dengan pendekatan CTL. Refleksi
adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru
yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Rfleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung "Kalau begitu, cara saya
menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari
ini, file komputer lebih tertata".
 
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa
diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit.
Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. dengan begitu,
siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru
dipelajarinya.
 
Kunci dari semua adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa.
siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
 
Pada akhir prmbrlajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan
refleksi. Realisasinya berupa :
 pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu
 catatan atau jurnal di buku siswa
 kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu
 diskusi
 hasil karya
7. PENILAIAN YANG SEBENARNYA (AUTHENTIC ASSESSMENT)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan


gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengindentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru
segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan
belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses
pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir priode (cawu/semester)
pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti) EBTA/EBTANAS,
tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan
pembelajaran.
Data dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment) bukanlah untuk mencari
informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya
ditekankan pada upaya membantu siswa gar mampu mempelajari (learning how to
learn) bukan ditekan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode
pembelajaran.
 
Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan
harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar bahasa Inggris bagi
para siswanya harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa
menggunakan bahasa Inggris, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes bahasa
Inggris. Data yang diambil dari kegiatan siswa melakukan kegiatan berbahasa Inggris
baik di dalam kelas maupun di luar kelas itulah yang disebut data autentik.
 
Kemudian belajar dinilai dari proses, biukan melalui hasil. Ketika guru mengajarkan 
sepak bola, siswa yang tendangannya paling bagus, dialah yang memperoleh nilai
tinggi. Dalam pembelajaran bahasa asing (bahasa Inggris), siapa yang ucapannya cas-
cis-cus, dialah yang nilainya tinggi, bukan hasil ulangan tentang grammarnya.
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang
diperoleh siswa. Penilaian tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang
lain. 
 
Karakteristik autentic assessment :
 Dilaksanakan  selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
 Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif
 Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta.
 Berkesinambungan
 Terintrgrasi
 Dapat digunakan sebagai feed back
Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa :
(1)  Proyek/kegiatan dan laporannya
(2)   PR
(3)   Kuis
(4)   Karya Tulis
(5)   Presentasi atau penampilan siswa
(6)   Demonstrasi
(7)   Laporan
(8)   Jurnal
(9)   Hasil tes tulis
(10) Karya tulis
  
Intinya, dengan authentic assessment, pertanyaan yang ingin dijawab adalah "Apakah
anak-anak belajar?", bukan "Apa yang sudah diketahui?". Jadi, siswa dinilai
kemampuannya dengan berbagai cara. Tidak melulu dari hasil ulangan tulis!
  
B.   KARAKTERISTIK PEMBELAJARAN BERBASIS CTL

 KERJA SAMA
 SALING MENUNJANG
 MENYENANGKAN, TIDAK MEMBOSANKAN
 BELAJAR DENGAN BERGAIRAH
 PEMBELAJARAN TERINTEGRASI
 MENGGUNAKAN BERBAGAI SUMBER
 SISWA AKTIF
 SHARING DENGAN TEMAN
 SISWA KRITIS GURU KREATIF
 DINDING KELAS & LORONG-LORONG PENUH HASIL KARYA
SISWA, PETA-PETA, GAMBAR-GAMBAR, ARTIKEL, HUMOR, DLL.
 LAPORAN KEPADA ORANG TUA BUKAN HANYA RAPOR, TETAPI
JUGA HASIL KARYA SISWA, LAPORAN HASIL PRAKTIKUM, KARANGAN
SISWA, DLL.

BAB 3
 
MENYUSUN RENCANA PEMBELAJARAN 
BERBASIS KONTEKSTUAL

M    

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang
dirancang guru, yang berisi skenario tahap-demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya
sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media
untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessment

Berbeda dengan program yang dikembangkan paham objektivis, penekanan program yang berbasis
kontekstual bukan pada rincian dan kejelasan tujuan, tetapi pada gambaran kegiatan tahap demi tahap dan
media yang dipakai. Perumusan tujuan yang berkecil-kecil, bukan menjadi prioritas dalam penyusunan
rencana pembelajran berbasis CTL, mengingat yang akan dicapai bukan "hasil", tetapi lebih dari pada
"strategi belajar". Yang diinginkankan bukan "banyak , tetapi dangkal", malinkan "sedikit, tetapi
mendalam".

Dalam konteks itu, program yang dirancang, guru benar-benar "rencana pribadi" tentang apa yang akan
dikerjakannya bersama siswanya. Gambaran selama ini bahwa RP adalah laporan untuk kepala sekolah ata
pihak lain harus dibuang jauh-jauh. RP-lah yang mengingatkan guru tentang benda apa yang harus
dipersiapkan, alat apa yang harus dibawa berapa banyak, ukuran berapa, dan langkah-langkah apa yang
akan dikerjakan siswa. RP-lah yang akan mengingatkan guru ketika akan berangkat ke sekolah, "Oh, aku
belum menggunting  kertas karton menjadi empat bagian untuk dibagikan ke anak-anak nanti!"

Secara umum, tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan
program pembelajaran kontekstual. Sekali lahi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program
pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan
operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario
pembelajarannya.

Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan program pembelajaran (RP) berbasis kontekstual adalah
sebagai berikut :

1. Nyatakan kegiatan utama pembelajaran, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan
gabungan antara Kompetensi dasar, Materi Pokok, dan Indikator Pencapaian Hasil Belajar. Misalnya
dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk SMU sebagai berikut : 

          Kemampuan dasar          :  Menyatakan/menyapa


          Materi Pokok                 :  Dapat menggunakan kalimat sapaan yang tepat dalam
                                                   sambutan suatu acara, baik sebagai pembawa acara
                                                   maupun ketua panitia acara 
   
 
Maka kegiatan utama pembelajarannya adalah : "Latihan Menyapa dengan menggunakan Kalimat
sapaan yang tepat dan sambutan suatu acara".
2. Nyatakan tujuan umum pembelajaran.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu!
4. Buatlah skenario tahap-demi tahap kegiatan siswa.
5. Nyatakan authentic assessment-nya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam
pembelajran.

 
 
BAB 4
  
POKOK PIKIRAN 
MENGENAI RENCANA 
PELATIHAN CTL
  

1. Pada hakekatnya, pelatihan CTL adalah memperkenalkan strategi pembelajaran yang


dikenal sebagai Pendekatan Kontekstual itu artinya, tutor memperkenalkan ketujuh
komponen pembelajaran CTL dan landasan filisofisnya, yaitu Constructivism,
Inquiry, Questioning, Learning Community, Modelling, Reflection, dan Autthentic
Assessment. Sebuah pembelajaran  dikatakan berbasis CTL jika telah melaksanakan
ketujuh komponen itu.
2. Inti dari pembelajaran CTL adalah Inquiry (menemukan). Jadi pembelajaran harus
selalu dikemas dalam format "siswa menemukan sendiri".
3. Ciri dari pelatihan CTL adalah bekerja. sesuai dengan ciri pendekatan CTL, peserta
harus diajak menemukan sendiri "bagaimana CTL dilaksanakan di kelas". Untuk
itu, metode pelatihan menekankan pada contoh aplikasinya atau pemodelan
(modelling).
4. Dalam pelatihan diusulkan pokok-pokok kegiatan sebagai berikut :  

a. Pengantar teori CTL (disampaikan secara terintegrasi dengan materi Modelling 1,


2, 3, dst.). Isinya memperkenalkan konsep dasar ketujuh komponen CTL.
b. Modelling 1 : mendeskripsikan ikan dan perilakunya (IPA/Bahasa Indonesia)
c. Modelling 2 : menebak benda misteri (Bahasa Inggris/Bahasa Indonesia)
d. Modelling 3 : Bermain peran : Praktek alur distribusi barang (IPS-Ekonomi)
e. Modelling 4 : merancang tour di 15 kota (membuat peta kota-kota besar di
Indonesia) (IPS-Geografi)
f. Modelling 5 ; ....................................................................
g. Praktek menyusun RP berbasis CTL (Topik diambil dari kurikulum baru)
h. Peer Teaching : Merealisasikan RP itu di kelas (dua atau tiga orang peserta
mempraktekkan mengajar dengan  strategi CTL)
i. Refleksi akhir kegiatan pelatihan.

5.  Media yang perlu dipersiapkan :

a. Modelling 1 : empat buah meja yang masing-masing di atasnya teleh tersedia


toples berisi seekor ikan hidup, termometer, garis pengukur, kaca pembesar (kalau
tersedia), dua lembar kerta, satu lembar kertas karton manila.
b. Modelling 5 : empat buah benda (apa saja) yang masing-masing telah dibungkus
rapi format pengamatan.
c. Modelling 3 : penanda pedagang besar, produsen, distributor, konsumen, dll. yang
menunjang.
d. Modelling 4 : kertas berwarna untuk membuat peta, dengan cara disobek-sobek
dengan jari (tidak boleh dengan gunting, atau cutter).

6. Catatan Penting  :

a. Agar tidak bertentangan dengan "jiwa" CTL, pelatihan harus dilaksanakan dengan
banyak praktek, bukan ceramah. Ceramah dan tanya jawab hanya dilakukan
ketika refleksi.
b. Ciptakan suasana gembira ketika pelatihan berlangsung dengan meyanyi atau yel-
yel. apalagi jika pelatihan berlangsung seharian.
c. Tempelkan hasil karya peserta (dalam bentuk gambar, bagan, peta, atau definisi-
definisi) di dinding kelas. Biarkan di sana selama pelatihan berlangsung, sebagai
"model" yang bisa ditiru.
d. Jika perlu, setelkan musik pelan (seperti saran Quantum Learning).

Catatan dari RP itu :


1. Ilmu dan pengamatan diperoleh dari menemukan sendiri. Itu berarti
konstruktivisme.
2. Proses inquiry muncul pada cara dan kiat mendeskripsikan yang ditempuh siswa.
3. Questioning muncul ketika siswa (peserta) mengamati benda, bertanya, mengajukan
usul, dan menebak.
4. Learning community muncul pada kerja kelompok dan saling menebak dengan
kelompok lain.
5. Authentic assessment yang dinilai dari kegiatan itu adalah kerjasama dalam
kelompok dan hasil presentasi siswa.

Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and


Learning (CTL)
Mei 13, 2008 Doantara yasa Tinggalkan komentar Go to comments

Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada
guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam
menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu
diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan
yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).

CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and
Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga  yang
bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih
dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar
pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas

Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
(US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna
belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa
akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga,
akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.

Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi.
Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu
yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada
teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar belakang
dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari
lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan
dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang
pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5)
Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan
refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.

Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting,
yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama
(cooperating) dan mentransfer (transferring).

1. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme.
Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya.
Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan
serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan
pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang
realistic dan relevan.
4. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan
yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama
tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia
nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan
focus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan


masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam  berbagai konteks 3) Kegiatan belajar dipantau
dan diarahkan  agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan
temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks
kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik

Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah


komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya
(Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut
sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (constructivism)

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.

1. Menemukan (Inquiry)

Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry)
merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan
(conclusion). 

1. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan
strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk : 1)
menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa,
4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui
siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

1. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama
dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar
yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua
kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.

1. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru


menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya
melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

1. Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir
kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran,
guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan
langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

1. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)

Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai
perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan
belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami
pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan
kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.

Lebih lengkapnya silahkan download disini Pendekatan CTL.doc

You might also like