Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Berbagai pendekatan dapat digunakan untuk mengukur daya saing. Pada hakekatnya
penciptaan produk merupakan proses menciptkan nilai bagi pelanggan dan ini melibatkan
berbagai pihak yang terangkai dalam sebuah rantai nilai, daya saing dapat dibangun
melalui kolaborasi antar entitas yang tergabung dalam rantai nilai tersebut. Untuk itu,
kinerja rantai pasok merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengukur daya saing.
Dua pendekatan dalam mengukur kinerja rantai pasok sering digunakan; pengukuran
kinerja tunggal yang fokus pada biaya, dan pengukuran yang mendasarkan pada
perspektif sumber daya, output, dan fleksibilitas. Perspektif sumber daya menekankan
pada upaya efisiensi pengelolaan sumber daya, perspektif output menekankan pada
pemenuhan kebutuhan pelanggan terhadap produk/service, dan persepktif fleksibilitas
menekankan pada kemampuan menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan.
Persepktif pengukuran tersebut akan lebih mudah dilakukan dengan menggunakan model
Balanced Scorecard, yang memungkinkan setiap perspektif dirangkai menjadi sebuah
pengukuran komprehensif perusahaan. Oleh karena itu, setiap perspektif dalam
pengukuran kinerja rantai pasok harus dikelola sehingga kinerja secara keseluruhan dapat
menempatkan perusahaan pada kemampuan memberikan service lebih baik diantara
diantara banyak perusahaan dalam industri dengan tingkat pengembalian yang mampu
mempertahankan perusahaan pada posisi tersebut.
Pendahuluan
Keunggulan bersaing dan daya saing sebagai salah satu bidang kajian, baik skala
global, regional, nasional bahkan lokal, industri maupun perusahaan, telah banyak
mendapat perhatian dari kalangan ahli sehingga banyak definisi diberikan
terhadap istilah tersebut. Tidak ada definisi generik yang mengikat dan setiap
definisi sangat tergantung pada interpretasi masing-masing peneliti. Porter
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Dalam konteks regional, daya saing merujuk pada suatu kondisi dimana dunia
bisnis didorong untuk bersaing sesuai dengan industrinya, dan kemampuan
menciptakan nilai di dalam regional tersebut (Begg 1999). Menurut Begg, faktor-
faktor yang berpengaruhi terhadap kinerja daerah perkotaan merupakan turunan
dari ekonomi nasional atau supranasional, atau sering merupakan sesuatu yang
bersifat dari atas ke bawah (top down).
2
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
3
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
4
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
5
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Kembali ke konsep Generic Value Chain dari Porter, masalah supply chain sangat
krusial bagi perusahaan dan penanganan yang baik akan dapat menjadikan
perusahaan unggul dalam bersaing. Tantangan terberat membangun daya saing
melalui rantai pasok adalah bagaimana mengharmoniskan setiap entitas dalam
rantai nilai dalam memberikan layanan yang lebih daripada yang diberikan
pesaing.
Seperti halnya gerbong kereta, SCM telah banyak didefinisikan dan diredefinisi
dalam berbagai versi. Pada akhirnya, definisi ini sangat tergantung pada cara
pandang masing-masing. Penyedia teknologi menjual software SCM yang
terintegrasi dengan fungsi-fungsi perencanaan bisnis yang canggih, penyedia 3PL
menawarkan kemampuan outsource-nya dengan memadukan SCM dan distribusi,
dan konsultan menjual jasanya SCM dengan kekayaan intelektualnya.
Lalu, apakah SCM itu? “Ajaran” tentang SCM terpotret sebagai perpaduan dari 3
elemen: deskripsi, preskripsi, dan tren (Storey, 2006). Manajemen pasokan dapat
dipandang sebagai ranah terkini baik oleh kalangan praktis maupun akademis.
6
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
SCM menjadi isu kritis saat ini; kala situasi ekonomi dunia memberikan peluang
sedemikian besar untuk mengembangkan rantai pasok, namun di sisi lain teknologi
baru selalu menjadi faktor pemungkin bagi rekayasa proses bisnis dan jejaring
yang lebih baik (Bruzzone, 2002). Teknologi memungkinkan pengembangan
jejaring rantai nilai tak mengenal batas dan waktu lagi, dan ini tentu saja akan
7
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
dengan mudah meluluhkan segala bangunan yang telah disusun dalam kerangka
rantai pasok dan harus senantiasa direkayasa ulang. Dari sisi pelanggan, saat ini
mereka juga semakin cerdas dan pandai. Mereka tidak lagi mau menerima produk
dengan standar masa lalu. Bagi rantai pasok, pergeseran kebutuhan pelanggan
tersebut mencerminkan dua hal: semakin ketatnya persaingan, dan semakin
tingginya ketidakpastian (Pujawan, 2004).
Bagaimana arus material dan produk beserta service dan informasi terkait dalam
model rantai pasok? Gambar 2 dan gambar 3 menjelaskan hal ini, khususnya untuk
perusahaan manufaktur.
Pada gambar 2 terlihat bahwa untuk menyerahkan produk kepada pengguna akhir
(pelanggan) diperlukan serangkaian proses yang melibatkan berbagai entitas baik
di dalam maupun dengan entitas di luar organisasi. Kolaborasi yang dapat
membentuk sebuah sistem rantai pasok yang harmonis dapat mewujudkan kinerja
rantai pasok secara keseluruhan yang efisien secara operasi, dinamis dan adaptif
memenuhi kebutuhan dan selera pelanggan yang juga semakin demanding, dan
8
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
tentu saja memberikan return yang cukup atas penyerapan sumber daya yang
dilibatkan dalam proses penciptaan nilai pelanggan.
9
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Kinerja merupakan hasil akhir dari aktivitas yang dilakukan. Dalam mengevaluasi
kinerja, penekanan dilakukan pada penilaian perilaku organisasi saat ini terhadap
upaya menggapai efisiensi dan efektivitas. Pengukuran kinerja yang baik haruslah
(Ghosh, 2006):
• relevan terhadap tujuan strategis organisasi dan akuntabel bagi individu yang
konsern di bidang itu.
• fokus pada output yang terukur
• dapat diuji.
SCM telah menjadi komponen utama dalam strategi bersaing dengan menekankan
pada peningkatan produktivitas dan profitabilitas organisasi. Literatur tentang
SCM yang mengupas tentang strategi dan teknologi untuk mengelola rantai pasok
secara efektif sangat banyak. Akhir-akhir ini, pengukuran kinerja organisasi telah
menarik perhatian baik bagi peneliti maupun praktisi. Peran pengukuran dalam
keberhasilan organisasi tidaklah berlebihan mengingat hal ini berpengaruh
terhadap strategi, taktik, dan rencana dan pengendalian operasi. Pengukuran
kinerja memegang peran penting dalam penentuan tujuan, evaluasi kinerja, dan
penetapan program masa yang akan datang. Sementara itu, pengukuran kinerja
SCM masih menjadi bahasan yang masih menjadi curahan baik peneliti maupun
praktisi (Gunasekaran, 2004).
Dalam ekonomi, utilitas merupakan ukuran kinerja utama sebuah sistem. Oleh
karena itu, pengukuran kinerja suatu produk memiliki berbagai karakteristik atau
atribut. Beberapa karakteristik pengukuran kinerja dijelaskan oleh Beamon (dalam
Beamon, 1999) meliputi inclusiveness (mengukur seluruh aspek terkait),
10
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Pengukuran kinerja rantai pasok salah satunya adalah dengan mencermati kinerja
logistik suatu perusahaan (Kleijnen 2003), yang mencakup:
- tingkat pemenuhan, yaitu persentase pesanan yang bisa dipenuhi tepat waktu
(tidak melebihi batas waktu yang diinginkan pelanggan),
- tingkat pesanan dikonfirmasi, persentase pesanan yang dipenuhi berdasarkan
negosiasi, yaitu waktu yang disetujui untuk ditunda dengan alasan yang bisa
diterima oleh pelanggan.
- responsi penundaan, perbedaan antara jadwal pengiriman yang diminta (d)
dengan jadwal pengiriman dinegosiasikan (i), dihitung dalam hari kerja. Jadwal
pengiriman diminta dihitung secara integer positif (pengiriman lebih awal
dinotasikan dengan nilai d negatif). Penghitungan juga dilakukan dengan
frekuensi nilai penundaan sehingga bisa dilakukan estimasi berdasakan
distribusi statistik pesanan-pesanan yang terlambat dipenuhi.
- persediaan, yakni total persediaan barang dalam proses (Work In Process-
WIP). Nilai WIP dinotasikan sebagai persentase dari total penjualan bulan
sebelumnya (ditulis m). Semakin kecil nilai ini, semakin baik dari sisi keuangan.
Namun sebaliknya, WIP yang kecil dapat beresiko tidak terpenuhinya pesanan
dan kehilangan pelanggan.
- penundaan, waktu pemenuhan dikurangi waktu dijanjikan. Persentasi tingkat
pemenuhan kurang dari 100 berdampak pada beberapa penundaan. Ukuran ini
menentukan jumlah penundaan sebenarnya, sedangkan response penundaan
hanya mengukur probabilitas penundaan.
11
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Kinerja rantai pasok juga sering diukur berdasarkan dua indikator utama: biaya dan
kombinasi biaya dan tanggapan pelanggan (Beamon 1999). Biaya mencakup biaya
persediaan dan biaya operasi (cost focused). Pendekatan ini sering disebut sebagai
songle supply chain performance measures. Tanggapan pelanggan mengukur lead
time, probabilitas kekurangan persediaan, dan tingkat pemenuhan. Kinerja
umumnya dinotasikan sebagai suatu fungsi tujuan dari suatu model, yakni
maksimisasi atau minimisasi pada berbagai kendala operasional.
12
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
terungkap dari pengukuran ini yang berkaitan dengan biaya persediaan: biaya
daluwarsa (obsolence) dan rework karena perubahan operasi.
- tujuan strategis dan pengukuran kinerja rantai pasok. Setiap tujuan strategik
akan berdampak pada jenis biaya yang harus dibebankan. Memproduksi
produk kualitas tinggi dengan biaya murah dihadapkan pada biaya kualitas,
memproduksi produk tepat waktu sesuai pesanan berdampak pada biaya
keterlambatan, sedangkan memproduksi produk berkualitas untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan di masa depan terkendala oleh biaya kualitas dan
fleksibilitas.
Sistem pengukuran kinerja rantai pasok yang ada saat ini memang belum bisa
memenuhi kebutuhan karena sangat tergantung pada aspek biaya sebagai alat
ukur utama (atau bahkan satu-satunya), tidak inklusif, dan sering tidak selaras
dengan tujuan strategis perusahaan. Sumber daya, output yang diinginkan, dan
fleksibiltas merupakan variabel utama bagi keberhasilan rantai pasok (Beamon
1999). Oleh karena itu, sistem pengukuran rantai pasok harus menekankan pada
tiga ukuran kinerja tersebut.
Sebuah pendekatan baru dalam pengukuran kinerja rantai pasok yang sudah
menempatkan aspek fleksibilitas, yakni seberapa sigap sistem rantai pasok
merespon ketidakpastian, disamping dua perspektif yang sudah ada di atas. Dalam
perspektif baru ini, ketiga ukuran kinerja rantai pasok disebut sebagai sumber
daya, output, dan fleksibilitas, dan masing-masing tujuannya dapat diurai dalam
dua tabel pada halaman berikut. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pelanggan
dan fleksibilitas telah mengakomodir kepentingan dari sisi pelanggan dan
perubahan lingkungan dalam mengukur kinerja rantai pasok. Perspektif pelanggan
jelas mengedepankan bagaimana kepentingan pelanggan terakomodir dalam
sistem rantai pasok dan memberikan layanan tingkat tinggi, sementara fleksibilitas
merupakan kemampuan sistem merespon perubahan lingkungan yang memang
13
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard (BSC) dikembangkan dengan latar belakang bahwa ukuran
finansial saja tidak cukup untuk mengevaluasi kinerja manajemen. Ukuran-ukuran
finansial, seperti ROI, pertumbuhan pendapatan, biaya retensi pelanggan,
pendapatan dari produk baru, pendapatan per karyawan, dan sebagainya,
belumlah cukup karena hanya mencerminkan hasil di masa lalu. Indikator-
14
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
BSC merupakan sebuah sistem manajemen kinerja yang dapat digunakan oleh
organisasi apapun jenisnya, untuk menyelaraskan visi dan misinya dengan
kebutuhan pelanggan dan operasional bisnis, mengelola dan mengevaluasi strategi
bisnis, memantau peningkatan efisiensi operasi, membangun kapasitas
organisasional, dan mengomunikasikan kemajuan bisnis kepada seluruh karyawan.
Metode ini juga memungkinkan perusahaan mengukur kinerja keuangan dan sisi
pelanggan, operasi, dan kapasitas organisasional (Rohm 2005).
BSC merupakan sebuah model yang mengaitkan antara strategi bisnis dengan
pengukuran kinerjanya dalam konteks pengendalian kinerja bisnis (Koning 2007).
Pendekatan BSC dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:
15
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
16
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
- Pengukuran keuangan
Ukuran ini menunjukkan apakah strategi, implementasi, dan eksekusi perusahaan
mendukung perbaikan mendasar. Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian
dalam BSC karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi
yang terjadi akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Dalam
perspektif BSC, Nightingale merumuskan ukuran keuangan berupa cash flow ROI,
pendapatan residual, persentase pendapatan dari inovasi, residual cash flow, dan
pertumbuhan pendapatan (Nightingale 2001).
Tujuan pencapaian kinerja keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-
tujuan yang ada dalam tiga perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif
keuangan dibedakan pada masing-masing tahap dalam siklus bisnis, yang oleh
Kaplan dan Norton dibedakan menjadi tiga tahap; tumbuh, bertahan, dan panen.
Setiap tahap memiliki tiga motif keuangan yang menjadi landasan dalam
perumusan strategi bisnis, dan ketiganya membutuhkan ukuran keuangan yang
berbeda. Tiga motif tersebut adalah perpadudan antara hasil dan pertumbuhan,
pengurangan biaya atau peningkatan produktivitas, dan utilisasi aset.
Dalam konteks rantai pasok, kinerja keuangan dapat diwujudkan dalam bentuk
nilai yang melekat pada material/komponen, misal untuk WIP dalam bentuk nilai
tambah persediaan, peningkatan profit dari SCM, pangsa pasar, dan berbagai
ukuran kinerja keuangan lainnya (Kleijnen, 2003).
17
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
pelanggan dan segmen pasarnya, dan menetapkan ukuran kinerja unit bisnis untuk
setiap target pasar. Dapat dikatakan bahwa bagian ini merupakan jantung
scorecard, karena sekali perusahaan gagal memenuhi kebutuhan pelanggan, bisnis
akan ditinggal pelanggan. Menurut Kaplan dan Norton, ukuran kunci dalam
perspektif ini mencakup pangsa pasar, loyalitas pelanggan, akuisisi pelanggan,
kepuasan pelanggan, dan profitibilitas pelanggan.
Dalam konteks SCM, perspektif ini dapat berupa tingkat pemenuhan produk
(untuk produksi massa) atau kesesuaian dengan spesifikasi produk untuk produk
yang made to order. Dalam beberapa kasus, tingkat pemenuhan yang dikonfirmasi,
penundaan pengiriman, dan juga WIP meski secara internal WIP ini adalah
termasuk dalam pengukuran kinerja internal (Kleijnen, 2003).
18
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Pengukuran ini fokus pada proses internal yang memberikan dampak paling besar
terhadap kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan keuangan perusahaan.
Kaplan dan Norton mengidentifikasi ada tiga prinsip proses bisnis dalam
perspekftif ini: inovasi, operasi, dan layanan pasca penjualan. Pemikiran ini sejalan
dengan model rantai nilai dari Porter (1990). Ada beberapa ukuran yang bisa
digunakan: produktivitas, kualitas, teknologi, penggunaan kapasitas, waktu
penyerahan, biaya administrasi atau pendapatan total, penyerahan tepat waktu,
waktu tunggu, dan lain-lain. Dalam perspektif BSC, Nightingale merumuskan
ukuran proses bisnis internal berupa waktu proses keseluruhan, pengurangan
pemborosan, dan penyerahan tepat waktu (Nightingale 2001).
Literatur tentang manajemen rantai pasok dan logistik juga menyoroti pentingnya
pelanggan dan proses bisnis internal sebagi tolok ukur kinerja bisnis. Lai dkk
mengemukakan bahwa kinerja manajemen rantai pasok dalam industri
transportasi logistik diukur berdasarkan perspektif para pihak dalam rantai pasok
industri ini: efektivitas layanan terhadap pengirim, efektivitas layanan terhadap
penerima, dan efisiensi operasi dalam penyediaan layanan tersebut (Lai 2004).
Kleijnen menemukan lima tolok ukur kinerja dalam sistem manajamen rantai
pasok suatu perusahaan multinasional: (1) tingkat pemenuhan (fill rate), (2)
tingkat pemenuhan yang dikonfirmasi (confirmed fill rate), (3) penundaan yang
diperbolehkan (response delay), (4) persediaan, dan (5) penundaan aktual
(Kleijnen 2003). Tingkat pemenuhan merupakan persentase order yang dipenuhi
tepat waktu. Jadi dalam hal ini tidak ada penundaan pemenuhan pesanan. Tingkat
pemenuhan dikonfirmasi merupakan persentase order yang dipenuhi berdasarkan
waktu yang disepakati, dan pemenuhannya tidak melebihi batas waktu yang
disepakati. Penundaan yang diperbolehkan merupakan perbedaan antara waktu
pemenuhan order yang diminta dengan waktu yang disepakati. Persediaan
menggambarkan jumlah barang dalam proses, umumnya dinotasikan sebagai
19
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Secara keseluruhan, kinerja rantai pasok sebagai salah satu pengungkit daya saing
dapat dijelaskan pada gambar pada halaman berikut. Dalam gambar tersebut
terlihat bahwa kolaborasi dan harmonisasi kapasitas, informasi, kompetensi inti,
modal, dan SDM beserta hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara
pemasok dengan perusahaan (melalui Supplier Relationship Management-SRM)
dan antara perusahaan dengan pelanggan (melalui Customer Relationship
Managemen-CRM) dapat menentukan apakah pesaing eksisting baru dapat
memberikan nilai lebih baik bagi pelanggan atau tidak. Bagi pesaing baru,
20
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
kolaborasi tersebut akan dapat menciptakan dinding bagi perusahaa yang akan
memasuki pasar.
Dalam gambar
Gambar tersebut
5. Model terlihat
kinerja SC sebagaibahwa kolaborasi
pengungkit dan harmonisasi kapasitas,
daya saing
Apapun alat atau model pengukuran kinerja rantai pasok, pada akhirnya kinerja
rantai pasok sangat ditentukan oleh kolaborasi antar titik dalam rantai pasok
tersebut, sebagaimana tercermin pada gambar 5 di atas, untuk memberikan
produk terbaik, unggul dan memiliki nilai paling tinggi dibanding pesaing.
Kesimpulan
1. Daya saing merupakan salah satu ukuran untuk menyatakan kemampuan
perusahaan dalam memberikan nilai unggul bagi pelanggan. Nilai pelanggan itu
sendiri terbentuk melalui proses yang melibatkan banyak entitas bisnis yang
membentuk model rantai pasok.
2. Daya saing dapat diukur dari berbagai perspektif, salah satunya adalah
perspektif manajemen rantai pasok, dimana nilai pelanggan yang unggul akan
21
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
dapat terbangun jika seluruh titik dalam rantai pasok berkolaborasi membuat
dan menyerahkan produk sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan.
3. Pengukuran kinerja rantai pasok menekankan pada tiga tipe pengukuran:
sumber daya berkaitan dengan efisiensi operasi, output berkaitan dengan
operasi, dan fleksibilitas untuk mengakomodir perubahan-perubahan yang
terjadi baik pada titik pasokan, pabrikasi, maupun pelanggan.
4. Balanced Scorecard merupakan salah satu model pengukuran kinerja yang bisa
diadopsi untuk mengukur kinerja rantai pasok. Dalam konteks SCM, model
Balanced Scorecard untuk mengelompokkan perspektif pengukuran kinerja,
sementara kriteria-kriteria teknis tetap menggunakan model-model
pengukuran yang relevan, termasuk alat-alat penilaian keuangan dan operasi.
BIBLIOGRAPHY
APICS. (2008). Overview of Supply Chain Management. VA: APICS-The Association of
Operations Management.
Begg, Iain (1999). Cities and Competitiveness. Urban Studies, vol. 36 No. 5-6 , pp. 795-809.
Bolstorff, Peter dan Robert Rosenbaum (2007). Supply Chian Management Excellence; a
Handbook for Dramatic Improvement Using the SCOR Model. NY: Amacom.
Bowersox, Donald J., David J. Closs, dan M. Bixby Coocker (2007). Supply Chain Logistics
Management, 2nd ed. NY: McGraw-Hill.
Bruzzone, Agustino (2002). Introduction to the Special Issue: Supply Chain Management.
SIMULATION, Vol. 78, Issue 5 , pp. 283-284.
Craig, Justin dan Ken Moores (2005). Balanced Scorecards to Drive the Strategic Planning
of Family Firms. Family Business Review, Vol. XVIII No. 2, pp. 105-123.
Gatignon, H. dan Xuereb J.M. (1997). Strategic orientation of the firm and new product
performance. Journal of Marketing Research, Vol. 34, No. 1, pp. 77-90.
22
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Gunasekaran, A., C. Pattel, Ronald E., dan McGaughey (2004). A framework for supply
chain performance measurement. International Journal of Production Economics,
vol. 87, pp. 333-347.
Hamel, Gary dan C.K. Prahalad (1994). Competing for the Future. Harvard Business
Review, ed. July-August , pp. 1-9.
Jin Han, K., Namwoon Kim, dan Rajendra K. Srivastava (1998). Market Orientation and
Organizational Performance: Is Innovation a Missing Link? The Journal of
Marketing, Vol. 62, No. 4, pp. 30-45.
Heywood, Christopher dan Russel (2008). The sustainable competitive advantage model
for corporate real estate. Journal of Corporate Real Estate, Vol. 10, No. 2, 85-109.
I Nyoman Pujawan (2004). Assessing supply chain flexibility: a conceptual framework and
case study. International Journal of Integrated Supply Management, Vol. 1, No. 1,
pp. 79-97.
Kaplan, Robert S. dan David P. Norton (1996). The Balanced Scorecard: Translating
Strategy into Action. Boston: Harvard Business School.
Kaplan, Robert S. dan David P. Norton (2007, July-August). Using the Balanced Scorecard
as a Stratey Management System. Harvard Business Review-Managing for the
Long Term , pp. 1-14.
Kleijnen, Jack P.C. dan Martin Smith (2003). Performance metrics in supply chain
management. Journal of the Operational Research Society, vol. 11 No. 11 , 1-8.
de Koning, Henk dan Jeroen de Mast (2007). The CTQ Flowdown as a Conceptual Model of
Project Objectives. Quality Management Journal, vol. 14 issue 2,pp. 19-28.
23
KINERJA RANTAI PASOK SEBAGAI PENGUKUR DAYA SAING
Lai, Kee-Hung, E.W.T Ngai, dan T.C.E. Tang (2004). An empirical study ofsupply chain
performance in transport logistics. International Journal of Production Economics ,
321-331.
Maskell, Peter dan Anders Malmberg (1999). The Competitiveness of Firms and Regions:
‘Ubiquitification’ and the Importance of Localized Learning. European Urban and
Regional Studies, Vol. 6, No. 1, pp. 9-25.
McKiernan, P. (1997). Strategy past; strategy futures. Long Range Planning, Vol. 30, pp.
690-708.
Rohm, Howard dan Larry Halbach (2005). Developing and Using Balanced Scorecard
Performance Systems. -: Balanced Scorecard Institute.
Storey, John dan Caroline Emberson (2006). Supply chain management: theory, practice
and futur challenge. International Journal of Operations & Production
Management, Vol. 26, No. 7, pp. 754-774.
24