You are on page 1of 11

MAKALAH MENGENAI KERUSAKAN LINGKUNGAN LAUT

DI BANGKA BELITUNG

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial. Kita bernapas memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita
makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan.

Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan
kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi
mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan
modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak
diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak
kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan
lingkungan hidup. Khususnya lingkungan laut di Bangka Belitung.

Sebagai daerah kepulauan, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi yang
sangat besar di sektor ekosistem pesisir terutama ekosistem terumbu karang. Kekeruhan
perairan yang tinggi akibat penambangan timah dilepas pantai akan menyebabkan
penutupan polip-polip karang oleh sediment yang terbawa ke pesisir dan masih banyak
lagi akibat yang disebabkan adanya penambangan yang membabibuta yang akan dibahas
pada makalah ini.

B. Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah kesadaran mengenai pentingnya lingkungan yang
sehat untuk keberlangsungan ekosistem, khususnya lingkungan laut yang ada di Bangka
Belitung dan peduli untuk menjaga kelestariannya.
BAB II

Isi

A. Pengertian Lingkungan Hidup


Secara khusus, kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan
segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di
bumi.

Adapun berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lainnya.

B. Kerusakkan Lingkungan Laut di Bangka Belitung


Menurut data 2006, cadangan bijih timah di Indonesia mencapai 355.870 ton. Angka itu
terdiri atas 106.068 ton di darat dan 249.802 ton di lepas pantai dan sebagian besar
cadangan timah tersebut terletak di Pulau Bangka, tempat dimana kita berpijak. Tahun
lalu, produksi bijih timah PT Timah Tbk mencapai 58.086 ton. Mayoritasnya, yakni
46.078 ton ditambang di darat dan hanya 12.008 ton yang digali dari lepas pantai.
Karenanya, di tahun-tahun mendatang PT Timah Tbk akan mengkonsentrasikan
penambangan di daerah lepas pantai.

Foto/Gambar Kapal Hisap PT TIMAH di perairan laut Bangka Belitung


Tak heran jika PT Timah Tbk menyiapkan pos peningkatan kapasitas produksi dari
belanja modal sebesar Rp 551 miliar antara lain untuk menambah jumlah kapal hisap 8
buah menjadi 20 buah dan sedang menyiapkan pembangunan kapal keruk hisap untuk
laut dalam yang bisa mengambil pasir timah sampai kedalaman hingga 60 meter
(republika, 2008). Menurut informasi, kapal keruk tersebut akan selesai pada tahun 2009
dan memiliki kapasitas 1000 hingga 1500 meter kubik per jam. Atau dua hingga tiga kali
kapasitas kapal keruk yang ada sekarang yang sebesar 600 meter kubik perjam. Menurut
data dari kompas, 2005, di kawasan Kabupaten Bangka saja, PT Timah Tbk
mengoperasikan delapan kapal keruk yang aktif menambang timah, dengan mengerahkan
sekitar 100 pekerja di setiap kapal : Kapal Keruk Kebiyang, Tempelan, Rambat, Duyung,
dan Peri. Sementara Kapal Keruk Singkep I, Riau, dan Merantai. Kapal-kapal besar itu
mengeruk timah dari kedalaman 25 meter sampai dengan 50 meter di dasar laut, dengan
produksi antara 20 ton sampai dengan 80 ton timah setiap delapan jam. Pengerukan itu
sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu, rata-rata jaraknya sekitar lima kilometer dari
bibir pantai. Penambangan dilakukan dengan berpindah-pindah. Jika kandungan
timahnya sudah tipis, akan beralih ke tempat lain. Tahun depan PT Timah Tbk
mentargetkan kontribusi produksi timah dari lepas pantai menjadi 50 persen. Tahun ini,
perseroan akan membangun tujuh kapal keruk, masing-masing senilai Rp 150 miliar dan
satu kapal keruk berukuran besar senilai Rp 200 miliar. Saat ini PT Timah Tbk sudah
mengoperasikan 14 kapal, empat diantaranya berukuran besar dan 10 sedang.
Foto/Gambar Akitivitas Tambang Inkonvensional (TI) Apung di perairan laut Bangka
Belitung

Akibat pengerukan timah di lepas pantai terjadi perubahan topografi pantai dari yang
sebelumnya landai menjadi curam. Hal ini akan menyebabkan daya abrasi pantai semakin
kuat dan terjadi perubahan garis pantai yang semakin mengarah ke daratan. Aktivitas
pengerukan dan pembuangan sedimen akan menyebabkan perairan di sekitar
penambangan mengalami kekeruhan yang luar biasa tinggi. Radius kekeruhan tersebut
akan semakin jauh ke kawasan lainnya jika arus laut semakin kuat. Karenanya, meskipun
pengerukan tidak dilakukan di sekitar daerah terumbu karang, namun sedimen yang
terbawa oleh arus bisa mencapai daerah terumbu karang yang bersifat fotosintetik sangat
rentan terhadap kekeruhan.
Foto/Gambar Akitivitas Tambang Inkonvensional (TI) Apung di perairan laut Bangka
Belitung

Tidak ada pertambangan yang tidak merusak lingkungan, baik di darat maupun di laut.
Kerusakan itu akan memberikan dampak untuk beberapa puluh tahun ke depan bahkan
bisa bersifat permanen. Penambangan timah lepas pantai yang membabi buta jelas-jelas
telah merusak terumbu karang, mengotori pantai, dan mengganggu perkembangan
perikanan. Penambangan di sekitar pantai obyek wisata akan memberangus pesona pantai
yang bernilai jual tinggi. Potensi besar dalam jangka panjang akan habis, hanya untuk
memenuhi nafsu mengeruk keuntungan yang sesaat.

Sebagai daerah kepulauan, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi yang
sangat besar di sektor ekosistem pesisir terutama ekosistem terumbu karang. Namun
sangat disayangkan, hingga saat ini belum jelas informasi sebaran dan kondisi ekosistem
terumbu karang yang terdapat di kawasan Pulau Bangka. Kekeruhan perairan yang tinggi
akibat penambangan timah dilepas pantai akan menyebabkan penutupan polip-polip
karang oleh sediment yang terbawa ke pesisir. Hal ini akan menyebabkan kondisi karang
menjadi merana dan akhirnya mengalami kematian massal. Tak dapat dipungkiri,
pertambangan timah lepas pantai merupakan penyebab utama kerusakan ekosistem
terumbu karang di Pulau Bangka. Tidak hanya akibat aktivitas dari kapal keruk, tetapi
juga oleh kapal hisap dan TI Apung yang semakin marak.

Terumbu karang yang sehat menyediakan tempat tinggal, tempat berlindung (Spawning
ground), tempat berkembang biak (Nursery ground) dan sumber makanan (Feeding
ground) bagi ribuan biota laut yang tinggal di dalam dan di sekitarnya, seperti di laut
lepas, hutan mangrove, dan padang lamun. Tidak ada wilayah laut lain yang mempunyai
begitu banyak jenis kehidupan dengan rantai makanan yang sangat produktif seperti
terumbu karang. Terumbu karang mampu mendukung kehidupan ribuan penduduk Pulau
Bangka, khususnya dalam sektor perikanan dan pariwisata. Dari 1 km2 terumbu karang
yang sehat, dapat diperoleh 20 ton ikan yang cukup untuk memberi makan 1.200 orang di
wilayah pesisir setiap tahun (Burke et al., 2002). Kerusakan terumbu karang akan
kembali pulih seperti semula setidaknya membutuhkan waktu sekitar 50 tahun tanpa ada
lagi aktivitas pengrusakan di lingkungan ekosistem terumbu karang tersebut.

Tak heran jika degradasi terumbu karang yang parah ini memberikan dampak pada
turunnya produksi perikanan tangkap, semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap,
semakin jauhnya daerah penangkapan (fishing ground). Hal ini mendorong meningkatnya
biaya produksi sehingga mengurangi rente sumberdaya (resource rent) yang
menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan khususnya nelayan skala kecil. Jika hal ini
terus terjadi maka kesejahteraan masyarakat nelayan akan terancam. Tentu saja pihak
yang paling dirugikan oleh aktivitas pertambangan lepas pantai adalah nelayan.
Karenanya, banyak nelayan yang mengajukan protes terhadap pertambangan lepas pantai
yang terjadi di sekitar daerahnya. Hal ini wajar terjadi karena aktivitas pertambangan
membuat hasil tangkapan nelayan berkurang yang berakibat menurunnya pendapatan
nelayan. Perairan pantai menjadi keruh dan ekosistem terumbu karang rusak parah.
Foto/Gambar Kerusakan Lingkungan akibat Akitivitas Penambangan Timah di Bangka
Belitung

Parahnya, tidak seperti kerusakan di darat, kerusakan di laut sulit dikontrol karena
lobang-lobang bekas galian tersembunyi di dasar perairan. Namun, kerusakan alam
terutama ekosistem terumbu karang akibat pertambangan lepas pantai sangat mudah
dijelaskan secara ilmiah. Jika hal ini terus dibiarkan, pada titik klimaksnya, bukan
mustahil akan terjadi pertikaian atau penjarahan yang dilakukan oleh nelayan yang
merasa dirugikan kepada pihak penambang. Dibutuhkan win-win solution untuk masalah
ini dimana kedua belah pihak akan merasa saling diuntungkan minimal tidak saling
merugi, sayangnya alam akhirnya selalu menjadi pihak yang dirugikan.

Ternyata bukan hanya PT Timah Tbk yang mulai memindahkan prioritas


penambangannya ke daerah lepas pantai Pulau Bangka. Beberapa perusahaan swasta
skala menengah yang telah membuka smelternya di Pulau Bangka atau di Pulau Belitung
pun mulai jenuh dengan carut marut penambangan timah di darat. Mereka pun mulai
membidik potensi timah di laut Pulau Bangka. Beberapa perusahaan smelter mulai
mengadakan kapal hisap untuk mengeruk timah di Propinsi ini. Kapal hisap yang
dioperasikan hanya berjarak kurang dari 4 mil laut dari bibir pantai dan kedalaman 5 – 20
meter.

Foto/Gambar Akitivitas Tambang Inkonvensional (TI) Apung di perairan laut Bangka


Belitung

Semakin bergairahnya harga timah di dunia membuat perusahaan-perusahaan swasta


berpacu mengeruk timah di Propinsi ini. Dapat diramalkan beberapa tahun ke depan,
kegiatan penambangan timah di pantai akan semakin marak dilakukan mulai dari PT
Timah Tbk (kapal keruk dan kapal hisap), perusahaan-perusahaan swasta skala menengah
(kapal hisap) dan masyarakat (TI Apung). Memang setiap kegiatan pertambangan skala
menengah hingga besar di daerah lepas pantai harus melalui tahap analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL), namun sayangnya kontrol terhadap aktivitas
pertambangan di lapangan sangat lemah oleh pihak terkait.
Foto/Gambar Akitivitas Tambang Inkonvensional (TI) Apung di perairan laut Bangka
Belitung

Terbukti!!! Dari hasil pantauan satelit yang dimiliki Badan koordinasi Keamanan Laut
(Bakorkamla) 100% kapal hisap yang beroperasi di perairan Babel beroperasi diluar
wilayah yang sudah ditentukan (Bangkapos, 9 November 2008). Tak dapat dipungkiri,
yang menjadi acuan dalam pertambangan adalah ada tidaknya "timah" di lokasi tersebut,
bukan karena ada tidaknya "ekosistem terumbu karang". Jika di suatu lokasi ditemukan
banyak bijih timahnya dan banyak karangnya pemanambangan tetap dilakukan.

C. Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Berkelanjutan


Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan
bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan
tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus
melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar
manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya tanpa
harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan menyusun program
pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai pembangunan berwawasan
lingkungan.

D. Pelestarian Laut dan Pantai


Seperti halnya hutan, laut juga sebagai sumber daya alam potensial. Kerusakan biota laut
dan pantai banyak disebabkan karena ulah manusia. Pengambilan pasir pantai, karang di
laut, pengrusakan hutan bakau, merupakan kegatan-kegiatan manusia yang mengancam
kelestarian laut dan pantai. Terjadinya abrasi yang mengancam kelestarian pantai
disebabkan telah hilangnya hutan bakau di sekitar pantai yang merupakan pelindung
alami terhadap gempuran ombak.

Adapun upaya untuk melestarikan laut dan pantai dapat dilakukan dengan cara:
1) Ketegasan dari pemerintah daerah kita untuk mengatur sumberdaya alam ini dengan
bijaksana.
2) Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau di areal sekitar
pantai.
3) Melarang pengambilan batu karang yang ada di sekitar pantai maupun di dasar laut,
karena karang merupakan habitat ikan dan tanaman laut.
4) Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya dalam mencari ikan.
5) Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan.

Propinsi ini akan menunggu detik-detik kehancuran ekosistem pesisirnya setelah


ekosistem di darat kita luluh lantak oleh penambangan timah darat. Laut kita kini
menunggu gilirannya.
BAB III

Simpulan dan Saran

A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Makalah 1

(http://afand.cybermq.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-
dan-pelestarian-)

Sumber Makalah 2

(http://kisaranku.blogspot.com/2010/02/contoh-makalah-pendidikan.html)

You might also like