You are on page 1of 9

WACANA

Pengertian wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki


gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti
terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam
wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang
memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah
terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-
unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.

Alat Wacana

Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah


wacana menjadi kohesif, antara lain: Pertama, konjungsi, yakni alat
untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau
menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua, menggunakan kata
ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis sehingga
bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan
kata ganti. Ketiga, menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian
kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain.

Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan


koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik,
antara lain: Pertama, menggunakan hubungan pertentangan pada kedua
bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu. Kedua, menggunakan
hubungan generik - spesifik; atau sebaliknya spesifik - generik. Ketiga,
menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat;
atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Keempat,
menggunakan hubungan sebab - akibat di antara isi kedua bagian
kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima,
menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana. Keenam,
menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat
atau pada dua kalimat dalam satu wacana.

Jenis Wacana

Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau bahasa


tulis, dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis.

Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian


ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi.
Selanjutnya, wacana prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan
menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana
argumentasi.

Subsatuan Wacana

Dalam wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau


sub-subsatuan wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga
subparagraf. Namun, dalam wacana –wacana singkat sub-subsatuan
wacana tidak ada.

WACANA BAHASA INDONESIA

Sejarah Singkat Kajian Wacana

Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang
dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara
ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur
bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian
linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan bahasa yang belum dapat
diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian
baru yang disebut analisis wacana.

Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan


konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik
dan konteks etnografii. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang
mendahului atau yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian
ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai
bahasa.

Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa,


memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa.

Pengertian Wacana dan Analisis Wacana

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian
kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat
transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat
dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan
dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan
ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis
wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis
bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

Persyaratan Terbentuknya Wacana

Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun
wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian
kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip
keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu
topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-
kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan
ide yang diungkapkan.
STRUKTUR WACANA BAHASA INDONESIA

Elemen-elemen Wacana

Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen


itu tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen
inti dan elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama,
informasi yang paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi
tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama.

Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni
elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan
elemen manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada
kebutuhan komunikasi.

Relasi Antarelemen dalam Wacana

Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi
antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi
antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat
atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan
atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga
berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.
Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi.
Dalam relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam
membentuk teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.

Struktur Wacana Bahasa Indonesia

Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen


wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan
peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan
peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada
wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran
dapat dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5)
Pr-S, dan (6) Pr-T.
REFERENSI DAN INFERENSI SERTA KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BAHASA
INDONESIA

Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia

Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis
dan semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan
yang dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang
dibicarakan, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik.
Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b)
ungkapan berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada
hal yang berbeda.

Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks


penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur.
Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh
apa yang terkatakan (eksplikatur).

Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia

Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai
oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu
unsur pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting
dari kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu
substitusi, konjungsi, dan leksikal.
Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan
salah satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-
bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and
hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan
pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan
koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.

JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA

Wacana Lisan dan Tulis

Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas


wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan
cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang
menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur
topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif
lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur
subjek-predikat.

Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog

Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga
jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi
hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka
wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti
peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi
pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), maka wacana
yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang
dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi


Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi,
eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk
suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang
dapat mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan
untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan
memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus
diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi
diperlukan proses berpikir. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca
atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan
pada pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen
diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi
penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan.
Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima
pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang
menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana
yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah
unsur waktu, pelaku, dan peristiwa.
KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA

Hakikat Konteks

Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau
situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan
dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks
atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat
disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti
partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa
lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)

Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa


secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna
bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus
diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.

Macam-macam Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar,
konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks
ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa.
Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu,
dan proposisi positif

Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan
sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud
koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.

Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa.


Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka
topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi
dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur.
dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi.
Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana.
Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.

Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi
pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik
ataupun konteks ekstralinguistik.

Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana.

1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan


berdasarkan konteks linguistik.

2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud


sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana.

3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang
memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat
ditentukan berdasarkan konteks.

ANALISIS WACANA

Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis

Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip
analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks,
baik konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik. Konteks
nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga
dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan.
Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan
pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu,
analis sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu
berarti bahwa analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wancana.

Skemata dalam Analisis Wacana

Skemata adalah pengetahuan yang terkemas secara sistematis dalam ingatan manusia.
Skemata itu memiliki struktur pengendalian, yakni cara pengaktifan skemata sesuai
dengan kebutuhan. Ada dua cara yang disebut pengaktifan dalam struktur itu, yakni
(1) cara pengaktifan dari atas ke bawah dan (2) cara pengaktifan dari bawah ke atas.
Pengaktifan atas ke bawah adalah proses pengendalian skemata dari konsep ke data
atau dari keutuhan ke bagian. Pengaktifan bawah ke atas adalah proses pengendalian
skemata dari data ke konsep atau dari bagian ke keutuhan.

Skemata berfungsi baik bagi pembaca/pendengar wacana maupun bagi analis wacana.
Bagi pendengar/pembaca, skemata berfungsi untuk memahami wacana. Bagi analis
wacana, di samping berfungsi untuk memahami wacana, skemata juga berfungsi untuk
melakukan analisis berbagai aspek wacana: elemen wacana, struktur wacana, acuan
kewacanaan, koherensi dan kohesi wacana, dan lain-lain.

Kegagalan pemahaman wacana terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama,


pendengar/pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai dengan teks yang
dihadapinya. Kedua, pendengar/pembaca mungkin sudah mempunyai skemata yang
sesuai, tetapi petunjuk-petunjuk yang disajikan oleb penulis tidak cukup memberikan
saran tentang skemata yang dibutuhkan. Ketiga, pembaca, mungkin mendapatkan
penafsiran wacana secara tetap sehingga gagal memahami maksud penutur.

Analisis Kohesi dan Koherensi

Praktik analisis wacana dilaksanakan dengan menerapkan prinsip interpretasi lokal


dan prinsip interpretasi analogi. Analisis wacana dapat diarahkan pada: struktur,
kohesi, dan koherensi, yang dapat dioperasionalkan antara lain untuk menetapkan
hubungan antarelemen wacana dan alat-alat kohesi yang berlaku dalam sebuah teks.
Dalam analisis itu diterapkan konteks yang relevan dengan kebutuhan analisis.
Sumber Buku Wacana Bahasa Indonesia, karya Suparno dan Martutik

Pengertian Wacana
Wacana berasal dari bahasa Inggris  discourse, yang artinya antara lain ”Kemampuan untuk
maju menurut urutan-urutan yang teratur dan semestinya.” Pengertian lain, yaitu
”Komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Jadi, wacana
dapat diartikan adalah sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya atau
logis. Dalam wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan kepaduan.[1]

Setiap wacana memiliki tema untuk diuraikan atau diceritakan dalam wacana. Tema
berfungsi sebagai pengikat agar isi wacana teratur, terarah dan tidak menyimpang kesana-
kemari. Sebelum menulis wacana, seseorang harus terlebih dahulu menentukan tema, setelah
itu baru tujuan. Tujuan ini berkaitan dengan bentuk atau model isi wacana. Tema wacana
akan diungkapkan dalam corak atau jenis tulisan seperti apa itu bergantung pada tujuan dan
keinginan si penulis. Setelah menetapkan tujuan, penulis akan membuat kerangka karangan
yang terdiri atas topik-topik yang merupakan penjabaran dari tema.

Topik-topik itu disusun secara sistematis. Hal itu dibuat sebagai pedoman agar karangan
dapat terarah dengan memperlihatkan pembagian unsur-unsur karangan yang berkaitan
dengan tema. Dengan itu, penulis dapat mengadakan berbagai perubahan susunan menuju ke
pola yang sempurna.

Beberapa manfaat kerangka karangan:

1. Pedoman agar penulisan dapat teratur dan terarah.


2. Penggambaran pola susunan dan kaitan antara ide-ide pokok/topik.
1. Membantu  pengarang melihat adanya pokok bahasan yang menyimpang dari
topik dan adanya ide pokok yang sama
2. Menjadi gambaran secara umum struktur ide karangan sehingga membantu
pengumpulan bahan-bahan pustaka yang diperlukan

You might also like