Professional Documents
Culture Documents
Kepolisian Negara
Republik Indonesia
Sejarah
1
Menghadapi gerakan separatis
2
Di tahun 1981 Brimob membentuk sub unit baru yang disebut unit Penjinak Bahan
Peledak (Jihandak).
Semenjak tahun 1992 Brimob pada dasarnya adalah organisasi militer para yang dilatih
dan diorganisasikan dalam kesatuan-kesatuan militer. Brimob memiliki kekuatan sekitar
12.000 personel. Brigade ini fungsi utamanya adalah sebagai korps elite untuk
menanggulangi situasi darurat, yakni membantu tugas kepolisian kewilayahan dan
menangani kejahatan dengan tingkat intensitas tinggi yang menggunakan senjata api dan
bahan peledak dalam operasi yang membutuhkan aksi yang cepat. Mereka diterjunkan
dalam operasi pertahanan dan keamanan domestik, dan telah
dilengkapi dengan perlengkapan anti huru-hara khusus.
Mereka telah dilatih khusus untuk menangani demonstrasi
massa. Semenjak huru-hara yang terjadi pada bulan Mei
1998, Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) kini telah menerima
latihan anti huru-hara khusus.Dan terus menerus melakukan
pembaharuan dalam bidang materi pelaksanaan Pasukan
Huru-Hara(PHH).
Beberapa elemen dari Brimob juga telah dilatih untuk
melakukan operasi lintas udara. Dan juga sekarang sudah
melakukan pelatiahan SAR(Search And Rescue).
Peristiwa G-30-S
Pada hari-hari setelah peristiwa G-30-S, Brimob tetap netral. Hal ini membingungkan
banyak pihak, karena pada September 1965 Brimob adalah unsur yang sangat dekat
dengan Amerika. Karena sikap ini, sebagian pengamat menganggap Brimob sebagai
unsur yang setia kepada Presiden Soekarno.
3
Timor Timur
Pada pembebasan Timor Timur tahun 1975 Brimob membentuk satu detasemen khusus
untuk bergabung dalam Operasi Seroja, bergabungan dengan
pasukan ABRI lainnya. Detesemen khusus ini diberinama
Detasemen Khusus (Densus) Alap-alap. Personil Densus Alap-alap
terdiri dari mantan anggota Menpor (Resimen Pelopor). Resimen
Pelopor merupakan kesatuan khusus Brimob, yang berkualifikasi
Ranger. Resimen ini dibubarkan tahun 1974 setelah ikut malang
melintang dalam beberapa operasi pertempuran, di antaranya dalam
Operasi Trikora di Irian Barat dan Dwikora atau Ganyang Malaysia.
Densus Alap-alap bertugas sebagai pasukan pembantu (supporting)
untuk memperkuat posisi yang direbut oleh pasukan ujung tombak
yaitu RPKAD. Densus Alap-alap ini dibagi dalam tim-tim kecil yang
merupakan tim gabungan TNI/Polri.
Peristiwa Binjai
4
Gegana
5
Gegana baru punya tiga kendaraan taktis EOD (explosive ordinance disposal) yang sudah
lengkap dengan alat peralatan. Padahal seharusnya, setiap unit memiliki satu kendaraan
taktis. Selain di Gegana, kendaraan EOD masing-masing satu unit ada di Polda Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jadi se-Indonesia baru ada enam unit.
Dengan merosotnya pamor Amerika Serikat di dunia, pemerintah Amerika berupaya
untuk menggalang dukungan politis dari berbagai negara Asia. Salah satu cara Amerika
Serikat mencari dukungan ke Indonesia adalah dengan kerjasama anti terror yang
meningkat antara kedua belah pihak. Dapat dilihat di periode 2003-2008, teknik dan takti
dari Densus-88 semakin mirip dengan teknik dan taktik FBI HRT (Hostage rescue team).
Selain itu peralatan yg digunakan oleh Densus-88
juga sama dengan pasukan FBI. Contoh peralatan
yang sama adalah senapan serbu AR-15 dengan
M-68 sight optik dan kolapsible stock (tipe CQB)
Ladder entry teknik, kevlar helmet dll. Sampai
saat ini Densus-88 berkonsentrasi untuk
pengejaran dan penangkapan terroris yang relatif
berkemampuan tempur rendah, sementara
pertempuran spesial seperti Pembajakan pesawat
dan pembebasan presiden dari penyanderaan
masih ditangani oleh unsur TNI. Adapun topik
pemberantasan teroris di Indonesia telah menjadi salah satu topik pembicaraan hangat di
Trunojoyo III dan Cilangkap mengenai pembagian tugas didalam pelaksanaan counter
terror. POLRI memang telah mendapatkan mandat UU untuk memerangin teror di dalam
negeri, tetapi para banyak kalangan merasa POLRI belum dapat beroperasi secara
independent untuk memerangi teroris tanpa bantuan unsur luar (FBI dan Australian
Federal Police) sehingga para pengamat merasa sangat lebih baik bila POLRI bergabung
bersama TNI daripada menerima bantuan dari pihak luar. Sementara itu para pengamat
juga merasa bahwa pihak luar melakukan "quota" dari segi ilmu yang dibagi kepada
Densus-88, salah satu cntoh adalah ditolaknya program pengembangan penembak
runduk/jitu Brimob oleh markas FBI di Washington DC dengan alasan bahwa ilmu
penembak jitu jarak jauh dapat di aplikasikan sebagai alat pelanggar hak asasi manusia
(Opressive force)
Komando tertinggi setiap operasi Gegana langsung berada di bawah Kapolri yang
dilaksanakan oleh Asop Kapolri.
6
Sat Brimob Daerah
Sat Brimob Polda NAD
Sat Brimob Polda Sumatra Utara
Sat Brimob Polda Riau
Sat Brimob Polda Kepulauan Riau
Sat Brimob Polda Sumtra Barat
Sat Brimob Polda Jambi
Sat Brimob Polda Bengkulu
Sat Brimob Polda Sumsel
Sat Brimob Polda Lampung
Sat Brimob Polda Metro
Sat Brimob Polda Jawa Barat
Sat Brimob Polda Banten
Sat Brimob Polda Jawa Tengah
Sat Brimob Polda DIY
Sat Brimob Polda Jawa Timur
Sat Brimob Polda Bali
Sat Brimob Polda NTB
Sat Brimob Polda NTT
Sat Brimob Polda Kalbar
Sat Brimob Polda Kalteng
Sat Brimob Polda Kalsel
Sat Brimob Polda KAltim
Sat Brimob Polda Sulawesi Utara
Sat Brimob Polda Gorontalo
Sat Brimob Polda Sulawesi Tengah
Sat Brimob Polda Sulawesi Tenggara
Sat Brimob Polda Sulawesi Selatan-Barat
Sat Brimob Polda Maluku
Sat Brimob Polda Maluku Utara
Sat Brimob Polda Papua
7
Detasemen Khusus 88
Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan
khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk
penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus
berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani
segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa
anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang
memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai
dari ancaman bom hingga penyanderaan. Densus 88 di
pusat (Mabes Polri) berkekuatan diperkirakan 400
personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan
peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu.
Selain itu masing-masing kepolisian daerah juga memiliki unit anti teror yang disebut
Densus 88, beranggotakan 45 - 75 orang, namun dengan fasilitas dan kemampuan yang
lebih terbatas. Fungsi Densus 88 Polda adalah memeriksa laporan aktifitas teror di
daerah.Melakukan penangkapan kepada personil atau seseorang atau sekelompok orang
yang dipastikan merupakan anggota jaringan teroris yang dapat membahayakan keutuhan
dan keamanan negara R.I.
Densus 88 adalah salah satu dari unit anti teror di Indonesia, disamping Detasemen C
Gegana Brimob, Detasemen Penanggulangan Teror (Dengultor) TNI AD alias Grup 5
Anti Teror, Detasemen 81 Kopasus TNI AD (Kopasus sendiri sebagai pasukan khusus
juga memiliki kemampuan anti teror), Detasemen Jalamangkara (Denjaka) Korps Marinir
TNI AL, Detasemen Bravo (Denbravo) TNI AU, dan satuan anti-teror BIN.
Pembentukan
Satuan ini diresmikan oleh Kepala
Kepolisian Daerah Metro Jaya
Inspektur Jenderal Firman Gani pada
tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen
88 yang awalnya beranggotakan 75
orang ini dipimpin oleh Ajun
Komisaris Besar Polisi Tito
Karnavian yang pernah mendapat
pelatihan di beberapa negara.
Densus 88 dibentuk dengan Skep
Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20
Juni 2003, untuk melaksanakan
Undang-undang No. 15 Tahun 2003
tentang penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, yaitu dengan kewenangan melakukan penangkapan dengan bukti awal yang
dapat berasal dari laporan intelijen manapun, selama 7 x 24 jam (sesuai pasal 26 & 28).
Undang-undang tersebut populer di dunia sebagai "Anti Teror Act".
8
Angka 88 berasal dari kata ATA (Anti Terror Act), yang jika dilafalkan dalam bahasa
Inggris berbunyi Ei Ti Ekt. Pelafalan ini kedengaran seperti Eighty Eight (88). Jadi arti
angka 88 bukan seperti yang selama ini beredar bahwa 88 adalah representasi dari jumlah
korban bom bali terbanyak (88 orang dari Australia), juga bukan pula representasi dari
borgol.
Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa
Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Luar Negeri AS dan
dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI,
dan U.S. Secret Service.
Kebanyakan staf pengajarnya adalah bekas
anggota pasukan khusus AS. Informasi yang
bersumber dari FEER pada tahun 2003 ini
dibantah oleh Kepala Bidang Penerangan Umum
(Kabidpenum) Divisi Humas Polri, Kombes
Zainuri Lubis, dan Kapolri Jenderal Pol Da’i
Bachtiar. Sekalipun demikian, terdapat bantuan
signifikan dari pemerintah Amerika Serikat dan
Australia dalam pembentukan dan operasional
Detasemen Khusus 88. Pasca pembentukan, Densus 88 dilakukan pula kerjasama dengan
beberapa negara lain seperti Inggris dan Jerman. Hal ini dilakukan sejalan dengan UU
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pasal 43.
Persenjataan
9
Operasi yang diketahui
9 November 2005 - Detasemen 88 Mabes Polri menyerbu kediaman buronan teroris Dr.
Azahari di Kota Batu, Jawa Timur yang menyebabkan tewasnya buronan nomor satu di
Indonesia dan Malaysia tersebut.
10