Professional Documents
Culture Documents
Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai
oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama
Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan
Muslim dan awalnya diluncurkan sebagai respon atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium
yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang
beragama Islam ke Anatolia.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke 16
di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk
alasan campuran antara agama, ekonomi dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang
Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke 11 sampai dengan Abad ke
13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke 16 dan berakhir ketika
iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut
kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu
pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial,
yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal
antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang
Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan
dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju
dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang
bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang
memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi
berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-
kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti
persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang
Salib Kelima.
Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai
oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas nama Agama
Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan
Muslim dan awalnya diluncurkan sebagai respon atas permohonan dari Kekaisaran Byzantium
yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang
beragama Islam ke Anatolia.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke 16
di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk
alasan campuran antara agama, ekonomi dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang
Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke 11 sampai dengan Abad ke
13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke 16 dan berakhir ketika
iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut
kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu
pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial,
yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal
antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang
Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan
dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju
dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang
bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang
memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi
berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-
kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti
persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang
Salib Kelima.
PERANG SALIB KE 2
Perang Salib Kedua (1145–1149) adalah Perang Salib kedua yang dilancarkan dari
Eropa. Perang ini terjadi akibat jatuhnya County Edessa pada tahun sebelumnya. Edessa adalah
negara-negara Tentara Salib yang pertama kali didirikan selama Perang Salib Pertama (1095–
1099), dan juga negara yang pertama kali runtuh. Perang Salib Kedua diumumkan oleh Paus
Eugenius III, dan merupakan Perang Salib pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa, seperti
Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman, dengan bantuan dari bangsawan-bangsawan
Eropa penting lainnya. Pasukan-pasukan kedua raja tersebut bergerak menyebrangi Eropa
secara terpisah dan sedikit terhalang oleh kaisar Bizantium, Manuel I Comnenus; setelah
melewati teritori Bizantium ke dalam Anatolia, pasukan-pasukan kedua raja tersebut dapat
ditaklukan oleh bangsa Seljuk. Louis, Conrad, dan sisa dari pasukannya berhasil mencapai
Yerusalem dan melakukan serangan yang "keliru" ke Damaskus pada tahun 1148. Perang Salib
di Timur gagal dan merupakan kemenangan besar bagi pihak Muslim. Kegagalan ini
menyebabkan jatuhnya kota Yerusalem dan Perang Salib Ketiga pada akhir abad ke-12.
Serangan-serangan yang berhasil hanya terjadi di luar laut Tengah. Bangsa Flem, Frisia,
Normandia, Inggris, Skotlandia, dan beberapa tentara salib Jerman, melakukan perjalanan
menuju Tanah Suci dengan kapal. Mereka berhenti dan membantu bangsa Portugis merebut
Lisboa tahun 1147. Beberapa di antara mereka, yang telah berangkat lebih awal, membantu
merebut Santarém pada tahun yang sama. Mereka juga membantu menguasai Sintra, Almada,
Palmela dan Setúbal, dan dipersilakan untuk tinggal di tanah yang telah ditaklukan, tempat
mereka mendapatkan keturunan. Sementara itu, di Eropa Timur, Perang Salib Utara dimulai
dengan usaha untuk merubah orang-orang yang menganut paganisme menjadi beragama
Kristen, dan mereka harus berjuang selama berabad-abad.
Setelah terjadinya Perang Salib Pertama dan Perang Salib 1101, terdapat tiga negara tentara
salib yang didirikan di timur: Kerajaan Yerusalem, Kerajaan Antiokhia, dan County Edessa.
County Tripoli didirikan pada tahun 1109. Edessa adalah negara yang secara geografis terletak
paling utara dari keempat negara ini, dan juga merupakan negara yang paling lemah dan
memiliki populasi yang kecil; oleh sebab itu, daerah ini sering diserang oleh negara Muslim yang
dikuasai oleh Ortoqid, Danishmend, dan Seljuk. Baldwin II dan Joscelin dari Courtenay ditangkap
akibat kekalahan mereka dalam pertempuran Harran tahun 1104. Baldwin dan Joscelin ditangkap
kedua kalinya pada tahun 1122, dan meskipun Edessa kembali pulih setelah pertempuran Azaz
pada tahun 1125, Joscelin dibunuh dalam pertempuran pada tahun 1131. Penerusnya, Joscelin
II, dipaksa untuk bersekutu dengan kekaisaran Bizantium, namun, pada tahun 1143, baik kaisar
kekaisaran Bizantium, John II Comnenus dan raja Yerusalem Fulk dari Anjou, meninggal dunia.
Joscelin juga bertengkar dengan Raja Tripoli dan Pangeran Antiokhia, yang menyebabkan
Edessa tidak memiliki sekutu yang kuat.
Sementara itu, Zengi, Atabeg dari Mosul, merebut Aleppo pada tahun 1128. Aleppo
merupakan kunci kekuatan di Suriah. Baik Zengi dan raja Baldwin II mengubah perhatian mereka
ke arah Damaskus; Baldwin dapat ditaklukan di luar kota pada tahun 1129. Damaskus yang
dikuasai oleh Dinasti Burid, nantinya bersekutu dengan raja Fulk ketika Zengi mengepung kota
Damaskus pada tahun 1139 dan tahun 1140; aliansi dinegosiasikan oleh penulis kronik Usamah
ibn Munqidh.
Pada akhir tahun 1144, Joscelin II bersekutu dengan Ortoqid dan menyerang Edessa
dengan hampir seluruh pasukannya untuk membantu Ortoqid Kara Aslan melawan Aleppo.
Zengi, yang ingin mengambil keuntungan dalam kematian Fulk pada tahun 1143, dengan cepat
bergerak ke utara untuk mengepung Edessa, yang akhirnya jatuh ketangannya setelah 1 bulan
pada tanggal 24 Desember 1144. Manasses dari Hierges, Philip dari Milly dan lainnya dikirim ke
Yerusalem untuk membantu, tetapi mereka sudah terlambat. Joscelin II terus menguasai sisa
Turbessel, tetapi sedikit demi sedikit sisa daerah tersebut direbut atau dijual kepada Bizantium.
Zengi sendiri memuji Islam sebagai "pelindung kepercayaan" dan al-Malik al-Mansur, "raja yang
berjaya". Ia tidak menyerang sisa teritori Edessa, atau kerajaan Antiokhia, seperti yang telah
ditakuti; peristiwa di Mosul memaksanya untuk pulang, dan ia sekali lagi mengamati Damaskus.
Namun, ia dibunuh oleh seorang budak pada tahun 1146 dan digantikan di Aleppo oleh anaknya,
Nuruddin.[ Joscelin berusaha untuk merebut kembali Edessa dengan terbunuhnya Zengi, tapi
Nuruddin dapat mengalahkannya pada November 1146.
Kecewa dengan parsitipasi Jerman dalam perang salib, Obotrit menyerang Wagria pada
Juni 1147, menyebabkan pergerakan tentara salib pada akhir musim panas tahun 1147. Setelah
mengeluarkan Obotrit dari teritori Kristen, tentara salib menyerang benteng Obotrit di Dobin dan
benteng bangsa Liutizia di Demmin. Ketika beberapa tentara perang salib menganjurkan untuk
menghancurkan wilayah di luar kota, beberapa lainnya menolak, "Apakah itu bukan tanah kita
hingga kita hendak menghancurkannya, dan apakah mereka bukan bangsa kita sehingga kita
hendak bertarung lawan mereka?"[ Pasukan Sachsen dibawah Henry si Singa mundur setelah
kepala kaum pagan Niklot setuju untuk membaptis garnisiun Dobin. Setelah pengepungan
Demmin gagal, kontingen tentara salib dialihkan untuk menyerang Pomerania. Mereka telah
mencapai kota Kristen Stettin, lalu sesudah itu tentara salib dibubarkan setelah bertemu Uskup
Albert dari Pomerania dan Pangeran Ratibor I dari Pomerania. Menurut Bernard dari Clairvaux,
tujuan perang salib ini adalah untuk melawan Slavia pagan "hingga pada saatnya nanti, dengan
pertolongan Tuhan, entah mereka akan berpindah agama atau disingkirkan.". Namun, tentara
salib gagal merubah agama kebanyakan Wend. Orang-orang Sachsen mendapati kaum Slavia di
Dobin berbondong-bondong kembali ke kepercayaan pagan mereka ketika tentara Kristen
dibubarkan, "Jika mereka ingin agar Kekristenan mengakar kuat ... yang harus mereka lakukan
adalah menyebarkannya melalui pengajaran, bukan menggunakan senjata."
Pada akhir perang salib, Mecklenburg dan Pomerania mengalami penjarahan dan
depopulasi akibat maraknya pertumpahan darah, terutama oleh tentara Henry si Singa Hal ini
membantu membawa lebih banyak kemenangan Kristen di masa depan. Penduduk Slavia
kehilangan banyak metode produksi, membatasi perlawanan mereka di masa depan
[sunting] Reconquista dan jatuhnya LisbonPada musim semi tahun 1147, Paus mengatur
ekspansi perang salib ke semenanjung Iberia. Ia memerintahkan Alfonso VII dari León untuk
menyamakan kampanyenya melawan Moor dengan sisa Perang Salib Kedua Pada Mei 1147,
kontingen tentara salib pertama meninggalkan Dartmouth di Inggris menuju Tanah Suci. Cuaca
buruk memaksa kapal mereka berhenti di kota Porto pada 16 Juni 1147. Di sana mereka dibujuk
untuk bertemu dengan Afonso I dari Portugal
Tentara salib setuju untuk membantu Afonso menyerang Lisbon. Pengepungan Lisbon
terjadi dari 1 Juli hingga 25 Oktober 1147. Pada 25 Oktober, penguasa Moor menyerah, terutama
karena kelaparan. Kebanyakan tentara salib menetap di kota yang baru direbut, tetapi beberapa
dari mereka berlayar dan meneruskan perjalanan ke Tanah Suci
Di tempat lain di semenanjung Iberia pada waktu yang hampir sama, Alfonso VII of León,
Ramon Berenguer IV, dan lainnya memimpin tentara salib Katalan dan Perancis melawan kota
pelabuhan Almería yang kaya. Dengan dukungan dari angkatan laut Genova-Pisa, kota ini
berhasil diduduki pada Oktober 1147Ramon Berenger lalu menyerang wilayah Taifa Murabitun di
Valencia dan Murcia. Pada Desember 1148, ia merebut Tortosa setelah pengepungan selama
lima bulan dengan bantuan tentara salib Perancis dan Genova Satu tahun kemudian, Fraga,
Lleida dan Mequinenza jatuh ke tangan pasukannya
Perang Salib di Timur
Joscelin mencoba merebut kembali Edessa setelah pembunuhan Zengi, tetapi Nuruddin
menaklukannya pada November 1146. Pada 16 Februari 1147, tentara salib Perancis bertemu di
Étampes untuk mendiskusikan rutem ereka. Jerman memilih untuk melewati Hongaria karena
Roger II, Raja Sisilia, adalah musuh dari Conrad dan rute laut secara politis tidak praktis. Banyak
bangsawan Perancis tidak mempercayai jalur yang akan membawa mereka melalui Kekaisaran
Romawi Timur tersebut, yang memiliki sejarah buruk pada masa Perang Salib Pertama.
Meskipun demikian, akhirnya diputuskan untuk mengikuti Conrad, dan direncanakan untuk
berangkat pada 15 Juni. Roger II merasa tersinggung dan menolak berpartisipasi lebih lanjut. Di
Perancis, Kepala biara Suger dan William II dari Nevers terpilih sebagai wali raja sementara raja
pergi mengikuti perang salib. Di Jerman, pengkhotbahan lebih lanjut dilakukan oleh Adam dari
Ebrach dan Otto dari Freising. Pada 13 Maret di Frankfurt, putra Conrad, Frederick, terpilih
sebagai raja dibawah perwakilan Henry, Uskup kepala Mainz. Jerman berencana untuk pergi ke
Tanah Suci pada hari Paskah, tetapi mereka tidak pergi sampai bulan Mei[
Tentara Salib Jerman, tediri dari Franconia, Bayern, dan Swabia, meninggalkan tanah air
mereka pada Mei 1147. Ottokar III dari Styria bergabung dengan Conrad di Wina, dan musuh
Conrad, Geza II dari Hongaria, akhirnya membiarkan mereka lewat. Ketika 20.000 pasukan
Jerman tiba di teritori Bizantium, Manuel takut mereka akan menyerang Bizantium, dan pasukan
Bizantium ditugaskan agar tidak terjadi masalah apapun. Terdapat pertempuran kecil dengan
beberapa orang Jerman yang tidak mau menurut di dekat Philippopolis dan di Adrianopel,
dimana jendral Bizantium, Prosouch, bertempur dengan keponakan Conrad, yang nantinya akan
menjadi kaisar, Frederick. Lebih buruk lagi, beberapa pasukan Jerman tewas karena banjir pada
awal bulan September. Pada 10 September, mereka tiba di Konstantinopel, dimana
hubungandengan Manuel kurang baik dan orang Jerman dipersilakan untuk menyebrang menuju
Asia Kecil secepat mungkin. Manuel ingin Conrad meninggalkan beberapa pasukannya di
belakang untuk membantunya bertahan melawan serangan dari Roger II, yang telah mengambil
kesempatan untuk untuk merebut kota-kota di Yunani, tapi Conrad menolak, walaupun ia adalah
musuh dari Roger.
Di Asia Kecil, Conrad memilih untuk tidak menunggu pasukan Perancis, dan maju
menyerang Iconium, ibukota Kesultanan Rum. Conrad memisahkan pasukannya menjadi 2 divisi.
Conrad memimpin salah satu 1 divisi, yang hampir dihancurkan oleh Seljuk pada 25 Oktober
1147 pada pertempuran kedua Dorylaeum
Tentara Salib Perancis berangkat dari Metz pada bulan Juni 1147, dipimpin oleh Louis,
Thierry dari Elsas, Renaut I dari Bar, Amadeus III dari Savoy dan saudaranya William V dari
Montferrat, William VII dari Auvergne, dan lain-lain, bersama dengan pasukan Lorraine,
Bretagne, Burgundi, dan Aquitaine. Pasukan dari Provence, dipimpin oleh Alphonse dari Tolosa,
memilih untuk menunggu sampai bulan Agustus. Di Worms, Louis bergabung dengan tentara
salib dari Normandia dan Inggris. Mereka mengikuti rute Conrad dengan damai, meskipun Louis
datang dalam konflik dengan Geza dari Hongaria sat Geza menemukan Louis telah
mempersilakan orang Hongaria untuk bergabung dengan pasukannya
Sejak negosiasi awal diantara Louis dan Manuel, Manuel telah menghentikan kampanye
militer melawan Kesultanan Rüm dan menandatangani gencatan senjata dengan Mas'ud. Hal ini
dilakukan sehingga Manuel dapat mengkonsentrasikan pertahanan kekaisarannya dari tentara
salib, yang memiliki reputasi buruk akibat pencurian dan pengkhianatan sejak Perang Salib
Pertama. Mereka dituduh melakukan hal yang jahat di Konstantinopel. Hubungan Manuel dengan
pasukan Perancis lebih baik daripada dengan orang Jerman. Beberapa orang Perancis marah
karena gencatan senjata Manuel dengan Seljuk dan melakukan penyerangan di Konstantinopel,
tapi mereka dapat dikendalikan oleh Louis
Ketika pasukan dari Savoy, Auvergne, dan Montferrat bergabung dengan Louis di
Konstantinopel dengan melewati Italia dan menyebrang dari Brindisi menuju Durres, seluruh
pasukan mereka menyebrangi Bosporus menuju Asia Kecil melalui kapal. Mereka disemangati
oleh rumor bahwa Jerman telah merebut Iconium, tetapi Manuel menolak memberi Louis bantuan
tentara Bizantium. Bizantium baru saja diserang oleh Roger II dari Sisilia, dan seluruh pasukan
Manuel dibutuhkan di Balkan. Baik Jerman dan Perancis memasuki Asia tanpa bantuan
Bizantium, tidak seperti pada Perang Salib Pertama. Dalam tradisi yang dibuat oleh kakek dari
Manuel, Alexios I, Manuel menyuruh orang Perancis untuk mengembalikan teritori manapun yang
direbutnya kepada Bizantium.[
Pasukan Perancis bertemu sisa dari pasukan Conrad di Nicea, dan Conrad bergabung
dengan pasukan Louis. Mereka mengikuti rute Otto dari Freising, dan mereka tiba di Efesus pada
bulan Desember, dimana mereka mempelajari bahwa Turki Seljuk mempersiapkan serangan
terhadap mereka. Manuel juga mengirim duta besar yang menyatakan keluhan mengenai
penjarahan dan perampasan yang dilakukan oleh Louis, dan tidak ada jaminan bahwa Bizantium
akan membantu mereka melawan Turki Seljuk. Setelah itu, Conrad jatuh sakit dan kembali ke
Konstantinopel, dimana Manuel memeriksanya. Louis tidak mendengarkan peringatan mengenai
serangan Seljuk dan lalu bergerak keluar Efesus. Seljuk menunggu menyerang, tapi dalam
pertempuran kecil diluar Efesus. Pasukan Perancis memenangkan perrtempuran tersebut.
Mereka mencapai Laodicea pada Januari 1148, hampir pada waktu yang sama setelah
pasukan Otto dari Freising dihancurkan di wilayah yang sama. Melanjutkan serangan, barisan
depan dibawah Amadeus dari Savoy terpisah dari sisa pasukan, dan pasukan Louis diikuti oleh
Turki. Pasukan Turki tidak mengganggu dengan menyerang lebih lanjut dan pasukan Perancis
bergerak menuju Adalia. Adalia telah dihancurkan oleh Seljuk, dan juga telah dibakar agar
pasukan Perancis tidak mendapat makanan. Louis tidak lagi ingin bergerak melalui wilayah demi
wilayah, dan memilih untuk mengumpulkan armada di Adalia dan berlabuh ke Antiokhia. Setelah
terlambat selama 1 bulan karena badai, hampir semua kapal yang dijanjikan tidak tiba. Louis dan
koleganya mengambil kapal untuk diri mereka sendiri, sementara sisa pasukan harus
melanjutkan perjalanan yang jauh ke Antiokhia. Pasukan itu hampir dihancurkan seluruhnya, baik
karena serangan Turki maupun karena sakit.
Terlambat akibat badai; Amadeus dari Savoy meninggal di Siprus selama perjalanan.
Louis disambut oleh paman dari Aliénor, Raymond. Raymond mengharapkan ia membantunya
bertahan melawan Seljuk dan menemaninya dalam ekspedisi melawan Aleppo, tetapi Louis
menolak. Ia lebih memilih untuk menyelesaikan peziarahannya di Yerusalem daripada fokus
dalam aspek militer perang salib. Raymond ingin agar Aliénor, istri dari Louis, tetap berada di
belakang dan menceraikan Louis jika ia menolak membantunya. Louis segera meninggalkan
Antiokhia menuju County Tripoli. Sementara itu, Otto dari Freising dan sisa pasukannya tiba di
Jerusalam pada awal bulan April, setelah itu Conrad segera sampai.[31] Fulk, Patriark dari
Yerusalem, dikirim untuk mengundang Louis bergabung dengan mereka. Armada yang berhenti
di Lisbon tiba, dan juga Provencal dibawah komando Aphonse dari Tolosa. Alphonse sendiri
tewas dalam perjalanan menuju Yerusalem karena diracuni oleh Raymond II dari Tripoli,
keponakannya yang takut akan aspirasi politiknya di Tripoli. Target utama tentara salib adalah
Edessa, tetapi target yang lebih diutamakan oleh Raja Baldwin III dan Ordo Bait Allah adalah
Damaskus.
Menurut William dari Tirus, pada 27 Juli, tentara salib memilih untuk bergerak ke bagian
timur, yang lebih sedikit pertahanannya, tetapi memiliki lebih sedikit makanan dan air Nuruddin
dan Saifuddin telah tiba. Dengan Nuruddin di lapangan, sangat tidak mungkin untuk kembali ke
posisi mereka yang lebih baik Pemimpin tentara salib lokal menolak untuk meneruskan
pengepungan, dan ketiga raja tidak memiliki pilihan selain meninggalkan kota. Pertama Conrad,
lalu sisa pasukan, memilih untuk mundur kembali ke Yerusalem pada 28 Juli. Ketika mundur,
mereka diikuti oleh pemanah Turki yang menyerang mereka
Setiap pihak Kristen merasa saling dikhianati satu sama lain] Rencana baru dibuat untuk
menyerang Ascalon, dan Conrad membawa pasukannya kesana, tapi tidak ada bantuan tiba,
karena kurangnya kepercayaan akibat kegagalan pengepungan Damaskus. Ketidakpercayaan ini
akan berkepanjangan akibat kekalahan mereka, sehingga menghancurkan kerajaan Kristen di
Tanah Suci. Setelah ekspedisi Ascalon ditinggalkan, Conrad kembali ke Konstantinopel untuk
memperdalam aliansi dengan Manuel. Louis tetap berada di Yerusalem sampai tahun 1149.
Bernard dari Clairvaux juga dipermalukan oleh kekalahan ini. Bernard meminta maaf
kepada Paus. Menurutnya, dosa tentara salib adalah akibat dari ketidakberuntungan dan
kegagalan mereka. Ketika usahanya untuk memanggil perang salib baru gagal, ia mencoba
memisahkan dirinya dari kegagalan Perang Salib Kedua. Ia meninggal dunia pada tahun 1153.
Perang Salib Wend mencapai beberapa hasil. Sementara Sachsen menyatakan Wagria
dan Polabia sebagai jajahan mereka, pagan menguasai wilayah Obodrit di sebelah timur Lübeck.
Sachsen juga menerima upeti dari Niklot, memungkinkan kolonisasi Keuskupan Havelberg, dan
membebaskan beberapa tahanan Denmark. Namun, pemimpin Kristen yang berbeda
memperlakukan pemimpin Kristen lain dengan kecurigaan dan saling menuduh telah
mensabotase kampanye. Di Iberia, kampanye di Spanyol, bersama dengan pengepungan
Lisbon, merupakan satu-satunya kemenangan Kristen dalam Perang Salib Kedua. Kampanye
tersebut dianggap sebagai pertempuran penting dalam Reconquista, yang akan selesai pada
tahun 1492.
1. British akan memerdekakan Tanah Melayu dengan syarat wujud kerjasama antara
kaum. Ini adalah untuk menjamin kestabilan politik dan keharmonian masyarakat.
2. Kestabilan politik dan keharmonian masyarakat penting kerana British mahu
memastikan pertumbuhan ekonomi dan pelaburannya di Tanah Melayu tidak
terjejas.
3. Usaha untuk mewujudkan perpaduan kaum di Tanah Melayu bermula sejak tahun
1949 apabila pemimpin-pemimpin pelbagai kaum berbincang untuk kepentingan
bersama.
1. Jawatankuasa Hubungan Antara Kaum atau Community Liaison Committee (CLC) telah
ditubuhkan pada bulan Januari 1949.
2. CLC merupakan satu jawatankuasa yang dianggotai oleh pemimpin-pemimpin
pelbagai kaum di Tanah Melayu.
3. Tujuannya adalah untuk mewujudkan persefahaman antara kaum yang akan
membawa kepada perpaduan kaum.
4. Pada mulanya, CLC hanya dianggotai oleh kaum Melayu dan kaum Cina. Orang-
orang Melayu diwakili oleh UMNO yang diketuai oleh Dato' Onn bin Ja'afar,
manakala orang Cina diwakili Malayan Chinese Association (MCA) yang diketuai
oleh Tan Cheng Lock.
5. Pada Ogos 1949, CLC telah dianggotai oleh kaum-kaum lain seperti India, Sri
Lanka, Serani, dan Eropah.
6. CLC telah mengadakan beberapa rundingan. UMNO menuntut ketuanan Melayu
dikekalkan, tetapi ditentang oleh pemimpin-pemimpin kaum lain. Hasilnya, beberapa
tolak ansur telah dipersetujui.
2. Perbezaan sistem pelajaran seperti ini menjadikan perbezaan politik, ekonomi, dan
sosial semakin buruk sehingga menghalang perpaduan rakyat di Tanah Melayu.
3. Di samping itu, mereka terpisah mengikut tempat tinggal dan mereka juga
mengamalkan budaya serta kepercayaan masing-masing.
4. Untuk membaiki jurang perbezaan pendidikan dan menjana semangat perpaduan di
kalangan rakyat di Tanah Melayu, beberapa laporan pelajaran telah diadakan.
5. Laporan-laporan ini memberi cadangan untuk melahirkan satu sistem pendidikan
kebangsaan supaya pelajar-pelajar dapat belajar dalam sistem pendidikan yang
sama dan menumpukan kesetiaan mereka kepada Tanah Melayu.
1. Kerajaan British telah menetapkan kerjasama kaum sebagai prasyarat bagi Tanah
Melayu untuk berkerajaan sendiri.
2. Oleh itu, sejak tahun 1951, kerajaan British telah menekankan kerjasama kaum
dalam setiap langkah ke arah berkerajaan sendiri.
4. Pada tahun 1955, wakil UMNO, Tun Dr. Ismail Abdul Rahman dan wakil MCA,
H.S.Lee telah dilantik menganggotai Sistem Ahli. Jelasnya, Sistem Ahli
menggambarkan proses perpaduan kaum yang kukuh di Tanah Melayu.