You are on page 1of 123

ANALISIS EFISIENSI DAN KEUNTUNGAN

USAHA TANI JAGUNG


(STUDI DI KECAMATAN RANDUBLATUNG
KABUPATEN BLORA)

TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mendapatkan Derajat Sarjana S2
pada program Magister Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

Oleh:
WARSANA
C4B005117

PROGRAM STUDI
MAGISTER ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2007
TESIS
ANALISIS EFESIENSI DAN KEUNTUNGAN
USAHA TANI JAGUNG
( STUDI DI KECAMATAN RANDUBLATUNG
KABUPATEN BLORA)

Disusun Oleh

WARSANA
C4BOO5117

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


pada tanggal 31 Juli 2007
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing Utama Anggota Penguji

Drs. H.Waridin, MS, Ph.D Dr. Dwisetia Poerwono, MSc


NIP. 131 696 212 NIP.130 812 321

Pembimbing Pendamping
Dr. Purbayu Budi Santosa, MS
NIP. 131 629 321

Evi Yulia Purwanti, SE, MSi


NIP. 132 163 888
Drs. Edy Yusuf AG, MSc, Ph.D
NIP. 131 407 966

Telah dinyatakan lulus Program Studi


Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Tanggal Agustus 2007
Ketua Program Studi

Dr. Dwisetia Poerwono, MSc


NIP.130 812 321

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri

dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak

diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, Juli 2007

WARSANA

iii
ABSTRACT

Problem faced by farmer of maize in Regency of Blora is productivity which


still lower that is 32,99 kw/ha compared to horizontally - flatten productivity
mount Central Java of equal to 36,75 kw/ha and also potency of result that is
60,80 - 70,30 kw/ha. productivity of Maize which still lower the, causing the
effort farmer of maize lose looks so that a lot of farmer which displace effort to
other commodity like planting soy, peanut and crop of other season. Other;
Dissimilar cause lower of productivity of maize of because factor price - factors of
production which from year to year tend to experience of increase, especially the
price fertilize brand ( Urea, SP-36, KCL ) and the pesticide. Beside that price of
maize moment of great crop [is] which uncertain and often less profit farmer.
Other; Dissimilar factor is which is often experienced of by most farmer of maize
is limitation of capital to buy medium produce in the form of seed, fertilize and
drugs.
This research aim to analyze the level of advantage storey; level, mount
efficiency of is effort farmer and mount scale of is effort farmer of at effort maize
farmer in Subdistrict Randublatung Regency Blora. Sample used by as much 100
responder with intake sample method of[is way of proportional stratified random
sampling. At data analysis conducted by using advantage Cobb Daouglass
function, Calculation Model Zellner's Method of Seemingly Unrelated
Regression, maximum advantage examination, scale examination of is effort
economic efficiency examination and farmer relative.
Pursuant to inferential research result that effort maize farmer in Subdistrict
Randublatung Regency Blora not yet given maximum advantage storey : level to
farmer. But if seen from variable input use indicate that pesticide and seed which
not yet optimal while labour variable input allocation and fertilize have reached
optimal. Result of scale anticipation of is effort indicating that scale condition of
is effort in effort maize farmer in research area flattenedly to stay in circumstance
increasing returns to scale ( increase of result of progressively increase ). From
result analyze economic efficiency relative between second of group of pursuant
to wide scale of farm of worked that is wide scale of farm of under 1,0 ha ( small
businessman ) and scale of wide effort of farm more than above 1,0 provable ha
there are difference mount efficiency of where small businessman more is
efficient compared to by a big farmer.

Keyword : produce maize, labour, sum up seed, fertilize, pesticide, economic


efficiency.

iv
ABSTRAKSI

Masalah yang dihadapi petani jagung di Kabupaten Blora adalah


produktivitas yang masih rendah yaitu 32,99 kw/ha dibanding dengan rata-rata
produktivitas tingkat Jawa Tengah sebesar 36,75 kw/ha maupun potensi hasilnya
yaitu 60,80 – 70,30 kw/ha. Produktivitas jagung yang masih rendah tersebut,
menyebabkan usahatani jagung kurang menarik sehingga banyak petani yang alih
usaha ke komoditas yang lain seperti menanam kedelai, kacang tanah dan
tanaman semusim lainnya. Penyebab lain rendahnya produktivitas jagung karena
harga-faktor produksi yang dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan,
terutama harga pupuk buatan (Urea, SP-36, KCL) dan pestisida. Disamping itu
harga jagung saat panen raya yang tidak menentu dan sering kurang
menguntungkan petani. Faktor lain yang sering dialami sebagian besar petani
jagung adalah keterbatasan modal untuk membeli sarana produksi berupa benih,
pupuk dan obat-obatan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya tingkat keuntungan,
tingkat efisiensi usaha tani dan tingkat skala usaha tani pada usaha tani jagung di
Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora. Sampel yang digunakan sebanyak
100 responden dengan metoda pengambilan sampel cara proportional stratified
random sampling. Pada analisis data dilakukan dengan menggunakan fungsi
keuntungan Cobb Daouglass, Perhitungan Model Zellner's Method of Seemingly
Unrelated Regression, pengujian keuntungan maksimum, pengujian skala usaha
tani dan pengujian efisiensi ekonomi relatif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung di
Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora belum memberikan tingkat
keuntungan yang maksimum kepada petani. Namun jika dilihat dari penggunaan
input variabel menunjukan bahwa benih dan pestisida yang belum optimal
sedangkan pengalokasian input variabel tenaga kerja dan pupuk telah mencapai
optimal. Hasil pendugaan skala usaha menunjukan bahwa kondisi skala usaha
dalam usahatani jagung didaerah penelitian secara rata - rata berada dalam
keadaan increasing returns to scale (kenaikan hasil semakin bertambah). Dari
hasil analisis efisiensi ekonomi relatif antara kedua kelompok berdasarkan skala
luas lahan garapan yaitu skala luas lahan dibawah 1,0 ha (petani kecil) dan
skala usaha luas lahan lebih dari diatas 1,0 ha dapat dibuktikan terdapat
perbedaan tingkat efisiensi dimana petani kecil lebih efisien dibandingkan petani
besar.

Kata Kunci : produksi jagung, tenaga kerja, jumlah benih, pupuk, pestisida,
efisiensi ekonomi

v
KATA PENGANTAR

Penulisan penelitian ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan tesis


dalam menempuh Program Studi Strata Dua (S2) pada Program Studi Magister
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (MIESP) di Universitas Diponegoro
Semarang.
Tesis dengan judul ANALISIS EFISIENSI DAN KEUNTUNGAN
USAHATANI JAGUNG ( Studi Kasus di Kecamatan Randublatung, Kabupaten
Blora) ini menyajikan gambaran pelaksanaan kegiatan penelitian yang mencakup
diantaranya (1) alasan pemilihan lokasi, (2) metode pelaksanaan penelitian, (3)
gambaran obyek penelitian, dan (4) hasil pelaksanaan kegiatan penelitian.
Harapan kami, hasil penelitian ini bermanfaat bagi fihak-fihak terkait,
terutama sebagai informasi para penentu kebijakan sektor pertanian dalam
merumuskan kebijakan yang akan datang khususnya dalam program swa sembada
jagung yang dicanangkan mulai tahun 2007 ini.
Penulis menyadari, tanpa bantuan dari berbagai fihak, rasanya mustahil
dan sungguh terasa sangat berat untuk bisa menyelesaikan tesis ini. Karena itu,
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. H. Waridin MSc, Ph.D, selaku dosen pembimbing utama yang
telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta dorongan
semangat kepada penulis hingga penulisan tesis ini selesai.
2. Ibu Evi Yulia Purwanti, SE, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah
berkenan meluangkan waktu memberikan bimbingan dan dorongan semangat
kepada penulis hingga tesis ini selesai.
3. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah yang
telah memberi ijin belajar kepada penulis dan dukungan untuk menyelesaikan
program pasca sarjana ini.
4. Dekan Fakultas Ekonomi, Ketua Program dan para Dosen serta karyawan
Program Studi MIESP Universitas Diponegoro Semarang yang telah
membantu kelancaran dalam mengikuti program studi.
5. Bupati Blora yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di wilayah Kabupaten Blora

vi
6. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Blora beserta Staf, BAPEDA Kabupaten
Blora, Kantor Linmas Kabupaten Blora, Kantor BPS Kabupaten Blora, Kepala
Cabang Dinas Pertanian beserta Penyuluh Pertanian Kecamatan Randublatung
Kabupaten Blora yang telah membantu penulis dalam pemberian informasi
data untuk penyusunan tesis ini.
7. Teman-teman MIESP Angkatan XI dan semua fihak yang telah memberikan
dorongan, kritik dan saran dalam pengembangan dan penyempurnaan tesis ini.
8. Fihak lain yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, yang banyak berperan
membantu dalam kegiatan penelitian baik di lapangan maupun dalam
penyelesaian penulisan tesis ini.
Akhirnya, saran dan kritik membangun dari semua fihak sangat diharapkan
untuk penyempurnaan tesis ini.

Semarang, Juli 2007


Penulis

Warsana

vii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul.................................................................................................. i
Halaman Persetujuan........................................................................................ ii
Halaman Pernyataan......................................................................................... iii
Abstract ......................................................................................................... iv
Abstraksi ......................................................................................................... v
Kata Pengantar ................................................................................................. vi
Daftar Tabel ..................................................................................................... xi
Daftar Gambar.................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 12
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 13
1.3.1. Tujuan Penelitian ....................................................... 13
1.3.2. Manfaat Penelitian ..................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 15
2.1.1. Teori Produksi ........................................................... 15
2.1.2. Fungsi Produksi ......................................................... 15
2.1.3. Teori Efisiensi ............................................................ 18
2.1.4. Fungsi Keuntungan .................................................... 26
2.1.5. Efisiensi Ekonomi Relatif .......................................... 34
2.1.6. Skala usaha (returns to scale) .................................... 37
2.1.7. Biaya dan penerimaan petani ..................................... 37
2.1.8. Pengertian Usaha Tani ............................................... 39
2.1.9. Tenaga Kerja sebagai Faktor-Faktor Modal Produksi 40
2.1.10. Faktor Produksi Modal .............................................. 40
2.1.11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi ............. 41

viii
2.2. Penelitian Terdahulu ............................................................... 45
2.3. Kerangka Pemikiran ................................................................ 53
2.4. Hipotesis Penelitian ................................................................ 54
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional ................................................................ 56
3.2. Jenis dan Sumber Data............................................................. 59
3.3. Populasi dan Sampel ................................................................ 59
3.4. Metode Pengumpulan Data...................................................... 65
3.5. Teknik Analisis ........................................................................ 66
3.5.1. Model Fungsi Keuntungan Cobb Douglas .................... 66
3.5.2. Pengujian Keuntungan Maksimum ............................... 73
3.5.3. Pengujian Skala Usaha ................................................. 73
3.5.4. Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif ............................ 74

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN


4.1. Keadaan Umum .................................................................. 75
4.1.1. Letak dan batas wilayah Kabupaten Blora ................. 75
4.1.2. Iklim dan Topografi ................................................... 75
4.1.3. Luas dan pembagian wilayah ..................................... 76
4.1.4. Luas penggunaan lahan .............................................. 77
4.2. Keadaan Sosial Ekonomi .................................................... 78
4.2.1. Jumlah dan penyebaran penduduk ............................. 78
4.2.2. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian ............ 79
4.2.3. Sarana dan Prasaran Pendidikan ................................ 80
4.3. Budidaya Tanaman Jagung di Kabupaten Blora ................. 80
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteritik Responden ...................................................... 86
5.2. Pendugaan Fungsi Keuntungan Usahatani Jagung .............. 92
5.3. Fungsi Permintaan Input (Factor Share) dan Fungsi
Penawaran Output .............................................................. 97
5.4. Pengujian Keuntungan Maksimum Jangka Pendek ............. 101
5.5. Pengujian Kondisi Skala Usaha .......................................... 104
5.6. Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif .................................. 105

ix
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ........................................................................... 111
6.2. Limitasi ................................................................................. 113
6.3. Saran ...................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 115
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Rata-rata impor jagung periode 1997 – 2001, serta impor jagung
tahun 2005 dan perkiraan 2010 oleh beberapa Negara
pengimpor jagung utama .............................................................. 3
Tabel 1.2 Rata-rata Impor Jagung 4 (empat) Tahun Terakhir di Jawa
Tengah .......................................................................................... 4
Tabel 1.3 Rata-rata Produksi Jagung per Hektar Menurut Wilayah Propinsi
di Indonesia Tahun 2000 – 2004 .................................................. 5
Tabel 1.4 Realisasi Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di
Jawa Tengah mulai tahun 2001 – 2005 ........................................ 6
Tabel 1.5 Perbandingan luas panen dan produksi jagung di Propinsi Jawa
Tengah tahun 2005 ....................................................................... 7
Tabel 1.6 Realisasi Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di
Kabupaten Blora Tahun 2001 – 2005 .......................................... 8
Tabel 2.6. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 47
Tabel 3.1 Lokasi, Luas Lahan Tanaman Jagung di Kabupaten Blora Tahun
2006 .............................................................................................. 60
Tabel 3.2 Lokasi, Luas Lahan dan Jumlah Petani Jagung di Kecamatan
Randublatung, Kabupaten Blora, Tahun 2006 ............................. 61
Tabel 3.3. Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Kategori Penguasaan Lahan 62
Tabel 4.1. Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan dan Luas Wilayah di
Kabupaten Blora tahun 2006. ....................................................... 77
Tabel 4.2. Jenis dan Luas Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2006 ............... 78
Tabel 4.3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Diperinci Per Kecamatan di
Kabupaten Blora Tahun 2006. ..................................................... 79
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Kabupaten Blora Berdasarkan Mata
Pencaharian Tahun 2006 .............................................................. 80
Tabel 4.5 Dosis pupuk jagung yang dianjurkan ........................................... 84

xi
Tabe1 5.1 Tingkat Pendidikan Petani Sampel Usahatani Jagung ................. 86
Tabe1 5.2. Pengalaman Petani Sampel pada Usahatani Jagung .................... 87
Tabel 5.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Jagung .............................. 88
Tabel 5.4. Pekerjaan Lain Petani Sampel Usahatani Jagung ........................ 88
Tabel 5.5. Jumlah Petani Sampel Dan Rata-Rata Luas Lahan Usahatani
Jagung .......................................................................................... 89
Tabe1 5.6. Jumlah Tenaga Kerja Dan Besarnya Upah Per Hektar ................ 90
Tabel 5.7. Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Per Ha .......................... 91
Tabel 5.8. Rata-Rata Produks, Harga Produksi dan Nilai Produksi Per
Hektar ........................................................................................... 91
Tabel 5.9. Pendugaan Fungsi Keuntungan UOP Usahatani Jagung, Tahun
2007 .............................................................................................. 94
Tabe 5.10 Fungsi Factor Share Input Variabel Pada Usahatani Jagung Di
Kecamatan Randublatung Kab. Blora, Tahun 2007 ..................... 98
Tabel 5.11 Rata-Rata Harga lnput Variabel, Rata-Rata Harga Output dan
Perbandingan Harga Input dengan Harga Output (Wi*) .............. 99
Tabel 5.12 Pengujian Keuntungan Maksimum Jangka Pendek Pada
Usahatani Jagung di Kecamatan Randublatung, 2007 ................. 102
Tabel 5.13 Kondisi Pendugaan Parameter Pengujian Tingkat Skala Usaha
Pada Usahatani Jagung di Kecamatan Randublatung, 2007 ........ 104
Tabel 5.14 Pendugaan Fungsi Keuntungan UOP Usahatani Jagung di
Kecamatan Randublatung Berdasarkan Skala luas lahan, 2007 .. 106
Tabel 5.15 Pendugaan Fungsi Factor Share Input Variabel Berdasarkan
Skala Luas Lahan Uasahatani Jagung Di Kecamatan
Randublatung,2007 ...................................................................... 107
Tabel 5.16 Hasil Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif Berdasarkan Skala
Luas Lahan Usahatani Jagung Di Kecamatan Randublatung,
2006 .............................................................................................. 108

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Hubungan Antara Produk Fisik Total, Marjinal, dan Rata-rata.. 17
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian ........................................................... 54

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian, khususnya pada sub sektor tanaman pangan

merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional tahun 2005 – 2009.

Prioritas ini penting, mengingat saat ini dan di masa mendatang,

pembangunan sektor pertanian masih menduduki posisi yang amat strategis

karena dapat dianggap sebagai :

a. Katalisator pembangunan, sektor pertanian dapat digunakan

untuk menutup kekurangan pertumbuhan perekonomian agar tidak

negatif, sebab sektor pertanian dapat lebih bertahan dibanding

dengan sektor lain.

b. Stabilisator harga dalam perekonomian, barang-barang hasil

pertanian terutama tanaman pangan merupakan kebutuhan pokok

rakyat sehingga dengan menjaga stabilitas harganya diharapkan

harga barang lain akan terkendali dengan baik.

c. Sumber devisa non migas, harga migas yang tidak stabil bahkan

cenderung menurun mengganggu sektor penerimaan neraca

pembayaran dan salah satu alternatif untuk meningkatkan sektor

tersebut adalah dengan cara menaikkan ekspor non migas terutama

sektor pertanian maupun industri, karena harga barang pertanian

relatif stabil dibanding harga migas (Sri Rejeki, 2006).

xiv
Berdasarkan rumusan musyawarah perencanaan pembangunan

pertanian tahun 2006, arah kebijakan pembangunan pertanian tahun 2005 –

2009 dilaksanakan melalui tiga program, yaitu (1) Program peningkatan

ketahanan pangan, (2) Program pengembangan agribisnis, dan (3) Program

peningkatan kesejahteraan petani. Operasionalisasi program peningkatan

ketahanan pangan dilakukan melalui peningkatan produksi pangan, menjaga

ketersediaan pangan yang cukup, aman dan halal di setiap daerah setiap

saat dan antisipasi agar tidak terjadi kerawanan pangan. Pembangunan sub

sektor tanaman pangan akan difokuskan pada akselerasi peningkatan

produktivitas di daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah (di

bawah rata-rata propinsi). Terkait dengan itu, aksi pemantapan ketahanan

pangan direncanakan dengan melakukan swa sembada beras berkelanjutan,

swa sembada jagung tahun 2007, daging sapi 2010 dan kedelai 2015.

Upaya swa sembada jagung tahun 2007, akan terus digulirkan,

mengingat saat ini, jagung (zea mays L) merupakan bahan makanan

penghasil karbohidrat kedua setelah padi. Selain dikonsumsi langsung,

jagung digunakan sebagai pakan ternak penghasil susu, daging dan juga

sebagai bahan baku industri. Oleh karena itu, jagung merupakan komoditas

yang mempunyai nilai strategis seperti halnya beras (Anonim, 2002).

Nilai strategis komoditas jagung tersebut dapat dicermati dari rata-

rata impor jagung periode 1997 – 2001, serta impor jagung tahun 2005 dan

perkiraan impor tahun 2010 oleh beberapa negara pengimpor jagung utama.

Selengkapnya tersaji pada Tabel 1.1 di bawah ini.

xv
Tabel 1.1
Rata-rata impor jagung periode 1997 – 2001, serta impor jagung tahun 2005
dan perkiraan 2010 oleh beberapa Negara pengimpor jagung utama

Impor Jagung (juta Ton) tahun


Negara Pengimpor Rata-rata Perkiraan
1997-2001 2005 2010
Jepang 16,11 15,40 15,00
Korea Selatan 7,90 7,50 7,70
Meksiko 5,27 6,40 6,90
Mesir 4,48 5,70 7,50
Taiwan 4,74 5,00 5,10
Malaysia 2,35 2,70 3,10
Uni Eropa 2,52 2,50 2,50
Arab Saudi 1,40 1,80 2,07
Kolumbia 1,80 1,80 1,80
Indonesia 0,96 1,80 2,20
Filipina 0,23 0,45 0,50
Negara lainnya 22,77 26,25 34,43
Dunia 77,10 88,80
Sumber : Subandi, 2005
Berdasarkan data pada Tabel 1.1, bagi Indonesia terdapat dua

peluang agribisnis jagung yakni peningkatan produksi jagung nasional

untuk mengisi (a) pasaran dalam negeri karena masih memerlukan impor

sebesar 1,8 juta ton pada tahun 2005 dan 2,2 juta ton pada tahun 2010, dan

(b) pasaran luar negeri yang besar yaitu sekitar 77,10 juta ton pada tahun

2005 dan diperkirakan 88,80 juta ton pada tahun 2010.

Pasar jagung dunia yang besar tersebut merupakan peluang yang

harus dimanfaatkan. Indonesia berpeluang untuk mengisi pasar jagung

tersebut, melalui peningkatan produksi jagung dalam negeri dengan cara

meningkatkan produktivitas persatuan luas tanam jagung nasional dan

perluasan areal pertanaman jagung.

xvi
Untuk Jawa Tengah, nilai komoditas jagung juga sangat strategis.

Hal ini bisa dicermati Tabel 1.2 di bawah ini.

Tabel 1.2
Rata-rata Impor Jagung 4 (empat) Tahun Terakhir di Jawa Tengah

Negara Impor Jagung (ton) tahun


Pengekspor 2002 2003 2004 2005
China 10.955,92 - 29.884,295 -
Thailand 15.100,00 - - 6.300,00
India - - - 8.700,00
Jumlah 26.055,92 - 29.884,295 15.000,00
Sumber : BPS Jawa Tengah, 2006

Dari Tabel 1.2 tersebut dapat diketahui bahwa kebutuhan jagung 4

tahun terakhir di Jawa Tengah sangat berfluktuatif. Adanya kesenjangan

kebutuhan jagung yang fluktuatif tersebut memberikan isyarat bahwa

produksi jagung masih sangat terbuka lebar untuk ditingkatkan

produktivitasnya. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan

bertambahnya jumlah penduduk, maka permintaan terhadap bahan makanan

bergizi yang bersumber dari aneka makanan terus meningkat.

Berkembangnya industri pangan yang mengolah jagung ke berbagai bentuk

produk olahan menyebabkan permintaan akan jagung dalam negeri semakin

meningkat. Disisi lain, produksi dan produktivitas jagung secara nasional

relatif masih rendah, yakni baru sekitar 2,8 ton/ha., sementara telah tersedia

teknologi produksi jagung yang dapat memberikan hasil 4,8 – 8,5 ton/ha,

tergantung pada kondisi lahan dan tingkat penerapan teknologinya. Untuk

itu ditinjau dari aspek produktivitas dan ketersediaan teknologi budidaya,

maka peluang untuk meningkatkan produktivitas jagung ditingkat petani

masih terbuka luas (Subandi, 2005). Rendahnya produksi dan produktivitas

xvii
jagung menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan

permintaan di dalam negeri.

Di Indonesia sendiri, tanaman jagung merata di produksi di beberapa

propinsi. Adapun rata-rata produksi jagung perhektar menurut wilayah

propinsi di Indonesia untuk tahun 2001 – 2005 tersaji pada Tabel 1.3

sebagai berikut :

Tabel 1.3
Rata-rata Produksi Jagung per Hektar Menurut Wilayah Propinsi di
Indonesia Tahun 2001 – 2005
(kwintal per hektar)

Produksi Jagung (kwintal per hektar)


Propinsi
2001 2002 2003 2004 2005
Sumatera 28,15 29,13 29,74 31,59 32,53
Jawa : 29,57 30,34 33,72 35,54 36,33
Jawa Tengah 29,45 29,38 30,40 34,40 35,20
Bali dan Nusa Tenggara 21,29 21,70 22,92 23,12 23,42
Kalimantan 16,10 19,00 19,76 23,37 26,82
Sulawesi 24,46 24,76 28,24 28,02 30,30
Maluku dan Papua 25,21 25,95 27,32 28,31 29,64
Rata-rata 27,65 28,45 30,88 32,41 33,36
Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2004

Pada Tabel 1.3 terlihat bahwa produksi jagung di wilayah Jawa

memiliki urutan pertama sebagai propinsi terbesar yang memproduksi

jagung. Untuk Jawa Tengah rata-rata produksi jagung memiliki nilai rata-

rata yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai produksi untuk Pulau

Jawa. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi jagung perlu mendapat

perhatian yang lebih serius. Banyak upaya yang telah dilakukan melalui

program intensifikasi dan ekstensifikasi. Program gerakan mandiri padi –

palawija – jagung (Gema Palagung) merupakan salah satu contoh upaya

untuk memacu produksi jagung. Program peningkatan produktivitas

xviii
jagung, diharapkan tidak hanya mampu meningkatkan produksi, tetapi

dapat pula meningkatkan pendapatan petani dan terwujudnya swa sembada

jagung 2007 (Joko Handoyo, 2002).

Untuk data realisasi luas panen, produksi dan produktivitas jagung di

Jawa Tengah tahun 2001 – 2005 dapat dilihat pada Tabel 1.4. di bawah ini.

Tabel 1.4
Realisasi Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Tengah mulai tahun 2001 – 2005

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ku/ha)


2001 528.860 1.553.920 29,38
2002 495.224 1.505.706 30,40
2003 559.973 1.926.243 34,40
2004 521.645 1.836.233 35,20
2005 596.303 2.191.258 36,75
Rata-rata 540.401 1.802.672 33,228
Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah, 2006.
Dari Tabel 1.4 menunjukkan bahwa luas panen jagung selama 5

tahun terakhir rata-rata mencapai 540.401 dengan produksi 1.802.672 ton

sehingga produktivitas mencapai 33,228 ton/ha. Hal ini masih sangat jauh

berbeda bila dibandingkan dengan hasil penelitian di tingkat penelitian dan

pengembangan yang mencapai 4,8 – 8,5 ton/ha.

Tanaman jagung secara umum merupakan tanaman pangan yang diminati

oleh petani di Jawa Tengah. Jumlah areal tanaman jagung di Jawa Tengah

tahun 2005 seluas 596.303 ha dengan produktivitas 36,75 ton/ha. Lima

tahun terakhir yaitu dari tahun 2001 – 2005 realisasi luas tanaman jagung

rata-rata mencapai 540.401 ha dengan produktivitas 33,228 ton/ha. Adanya

perbedaan luas areal tanam maupun produktivitas tersebut mencerminkan

bahwa komoditas jagung diusahakan oleh petani di beberapa kabupaten di

xix
Jawa Tengah dengan luas lahan yang berbeda-beda sesuai dengan

agroklimat daerah.

Luas panen dan produksi jagung di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2005

untuk setiap kodya/kabupaten di wilayah Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel

berikut ini.

Tabel 1.5
Perbandingan luas panen dan produksi jagung di Propinsi Jawa Tengah tahun 2005.

Jagung 2005
No. Kab/Kota
Luas Panen Produktivitas Produksi
1. Cilacap 3.931 37,86 14.882
2 Banyumas 3.647 38,16 13.919
3 Purbalingga 6.947 38,19 26.533
4 Banjarnegara 25.920 33,80 87.608
5 Kebumen 4.552 37,26 16.962
6 Purworejo 3.771 35,92 18.545
7 Wonosobo 31.538 34,44 108.631
8 Magelang 15.087 37,30 56.282
9 Boyolali 29.341 38,44 112.799
10 Klaten 9.188 41,14 37.798
11 Sukoharjo 5.335 40,15 21.419
12 Wonogiri 72.801 38,40 279.567
13 Karanganyar 6.172 37,38 23.073
14 Sragen 7.646 37,58 28.786
15 Grobogan 110.741 39,93 442.204
16 Blora 62.666 32,99 206.742
17 Rembang 27.008 31,01 83.762
18 Pati 14.543 31,84 46.309
19 Kudus 1.001 31,85 3.188
20 Jepara 4.206 36,80 15.478
21 Demak 14.783 38,24 56.528
22 Semarang 13.215 38,04 50.275
23 Temanggung 41.336 35,86 148.243
24 Kendal 17.239 37,62 64.847
25 Batang 6.248 38,70 24.178
26 Pekalonganm 4.551 35,07 15.960
27 Pemalang 16.518 37,34 61.685
28 Tegal 17.414 36,50 63.566
29 Brebes 17.610 36,23 62.047
30 Kota Magelang 1 0,00 0
31 Kota Surakarta 17 28,55 49
32 Kota Salatiga 743 33,33 2.476
33 Kota Semarang 583 33,59 1.958
34 Kota Pekalongan 0 0 0
35 Kota Tegal 4 32,12 13
Jumlah 596.303 36,75 2.191.258
Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah, 2006

xx
Pada Tabel 1.5 di atas terlihat bahwa di Kabupaten Blora memiliki

luas lahan panen yang terbesar ketiga setelah Kabupaten Grobogan dan

Wonogiri, namun memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan

dengan Kabupaten lain yang memiliki luas lahan lebih kecil daripada

Kabupaten Blora. Kondisi ini menarik untuk dikaji tentang efisiensi usaha

tani jagung di Kabupaten Blora.

Di Kabupaten Blora luas areal tanam (2005) mencapai 62.666 ha,

10,50 % dari luas total pengembangan jagung di Jawa Tengah yaitu seluas

596.303 ha (lihat tabel 1.5). Lebih jelasnya, berikut data realisasi luas

panen, produksi dan produktivitas jagung di Kabupaten Blora dari tahun

2001 – 2005 pada tabel 1.6.


Tabel 1.6
Realisasi Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung
di Kabupaten Blora Tahun 2001 – 2005

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas(ku/ha)


2001 55.731 188.667 33,85
2002 46.575 122.015 26,20
2003 65.349 208.383 31,85
2004 44.998 161.115 35,80
2005 62.666 273.286 32,99
Rata- 55.063 190.693 32,13
rata
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Blora, 2006
Berdasarkan Tabel 1.6. dapat dilihat bahwa dari tahun 2001 – 2005 luas panen
dan produktivitas jagung di Kabupaten Blora berfluktuatif. Luas lahan
meningkat 17.668 ha pada tahun 2005 dibandiing tahun 2004, namun
produktivitas menurun 35,80 ku/ha menjadi 32,99 ku/ha atau 7,84 %.
Disamping itu, salah satu faktor penyebab rendahnya produksi

jagung karena sebagian petani masih menanam varietas lokal yang berdaya

hasil rendah, serta diusahakan pada tanah dengan tingkat kesuburan yang

xxi
rendah. Selain itu penyebab rendahnya produksi tersebut adalah karena

benih yang digunakan dan ditanam oleh petani ternyata produktivitasnya

relatif masih lebih rendah dibandingkan potensi hasilnya (Joko Handoyo,

2002).

Untuk itu, dalam rangka pencapaian swa sembada jagung tahun

2007, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2005) telah mengadakan

pertemuan koordinasi Masyarakat Agribisnis Jagung (MAJ) se Jawa di

Surabaya. Hal ini dimaksudkan oleh Pemerintah agar sektor pertanian bisa

menjadi katalisator terdepan dalam mewujudkan sistem agribisnis tanaman

pangan yang mandiri, berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan berbasis

pada pengelolaan sumber daya yang lestari.

Upaya tersebut juga dibarengi dengan melakukan kajian terhadap

komoditas jagung dengan tujuan untuk mengetahui potensi hasilnya.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh :

a. Balai Penelitian Tanaman Pangan Serealia Maros-Sulawesi dengan

BPTP Jawa Tengah dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten

Blora tahun 2003 telah membuat Demfarm dengan jenis jagung :

(1)Lamuru, (2) Bisma, (3) Sukmaraga, (4) Bima, dan (5) Semar, telah

menghasilkan produksi jagung sebesar 6,8 ton/ha.

b. Balai Penelitian Tanaman Pangan Serealia Maros-Sulawesi dengan dan

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Blora tahun 2004 telah

membuat penangkaran benih jagung jenis Lamuru menghasilkan

produksi 7,3 ton/ha.

xxii
Untuk meningkatkan produktivitas jagung dari setiap lahan, petani

dihadapkan pada suatu masalah penggunaan modal dan teknologi yang

tepat. Dalam menghadapi pilihan tersebut kombinasi penggunaan modal

seperti benih, pupuk dan obat-obatan disamping tenaga kerja yang tepat

akan menjadi dasar dalam melaksanakan pilihan tersebut.

Pilihan terhadap kombinasi penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk,

obat-obatan yang optimal, akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan

kata lain suatu kombinasi input dapat menciptakan sejumlah produksi

dengan cara yang lebih efesien (Soekartawi, 2002). Namun dalam

kenyataannya, masalah penggunaan faktor produksi yang terdapat pada

usahatani masalah utama yang selalu dihadapi petani disamping faktor

produksi juga masalah keahlian. Seperti diketahui bahwa pendapatan

mempunyai hubungan langsung dengan hasil produksi usahatani, sedangkan

produksi yang dihasilkan ditentukan oleh keahlian seseorang dalam

mengelola penggunaan faktor produksi yang mendukung usahatani seperti

tanah, tenaga kerja, modal dan manejemen.

Menurut Soekartawi (2002), usahatani pada hakekatnya adalah

perusahaan, maka seorang petani atau produsen sebelum mengelola

usahataninya akan mempertimbangkan antara biaya dan pendapatan ,

dengan cara mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan

efesien, guna memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan

sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan dikatakan

xxiii
efesien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran

(output) yang melebihi masukan (input).

Dalam melakukan analisis usahatani ini, seseorang dapat

melakukannya menurut kepentingan untuk apa analisis usahatani yang

dilakukannya. Dalam banyak pengalaman analisis usahatani yang dilakukan

oleh petani atau produsen memang dimaksudkan untuk tujuan mengetahui

atau meneliti (Soekartawi, 2002) :

a) Keunggulan komparatif (comparative advantage)

b) Kenaikan hasil yang semakin menurun (low of diminishing returns)

c) Substitusi (substitution effect)

d) Pengeluaran biaya usahatani (farm expenditure)

e) Biaya yang diluangkan ( opportunity cost)

f) Pemilikan cabang usaha (macam tanaman lain apa yang dapat

diusahakan), dan

g) Baku timbang tujuan (goal trade off).

Usahatani pada skala yang luas umumnya bermodal besar,

berteknologi tinggi, manajemennya modern, lebih bersifat komersial, dan

sebaliknya skala usahatani kecil umumnya bermodal pas-pasan,

teknologinya tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat

usahanya sub sisten, serta lebih bersifat untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

Masalah yang dihadapi petani jagung di Kabupaten Blora adalah

produktivitas yang masih rendah yaitu 32,99 kw/ha dibanding dengan

xxiv
rata-rata produktivitas tingkat Jawa Tengah sebesar 36,75 kw/ha maupun

potensi hasilnya yaitu 60,80 – 70,30 kw/ha. Produktivitas jagung yang

masih rendah tersebut, menyebabkan usahatani jagung kurang menarik

sehingga banyak petani yang alih usaha ke komoditas yang lain seperti

menanam kedelai, kacang tanah dan tanaman semusim lainnya. Penyebab

lain rendahnya produktivitas jagung karena harga-faktor produksi yang dari

tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan, terutama harga pupuk

buatan (Urea, SP-36, KCL) dan pestisida. Disamping itu harga jagung saat

panen raya yang tidak menentu dan sering kurang menguntungkan petani.

Faktor lain yang sering dialami sebagian besar petani jagung adalah

keterbatasan modal untuk membeli sarana produksi berupa benih, pupuk

dan obat-obatan.

Berdasarkan hal tersebut, maka mendorong penulis untuk melakukan

penelitian mengenai analisis efisiensi dan keuntungan usahatani jagung

yang selama ini dilakukan petani jagung di Kabupaten Blora. Hasil akhir

dari penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan rujukan maupun

informasi bagi perkembangan usahatani jagung dimasa yang akan datang.

1.2. Rumusan Masalah

Kabupaten Blora di lihat dari aspek ekologis merupakan daerah yang

potensial untuk pengembangan usaha tani tanaman jagung, hal ini dapat

dicermati dari hasil kajian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman

Pangan Serelalia Maros-Sulawesi yang mencapai 60,80 – 70,30 kw/ha.

xxv
Namun disisi yang lain, dalam pengembangannya petani jagung

menghadapi permasalahan yaitu produktivitas yang masih rendah (32,99

kw/ha), harga faktor produksi (benih, tenaga kerja,pupuk dan pestisida)

setiap tahun hampir dipastikan naik dan harga jagung berfluktuasi tidak

menentu ketika panen raya. Oleh karena itu, berdasarkan hal-hal tersebut

di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Seberapa besar keuntungan usahatani jagung di Kabupaten Blora ?

b. Bagaimana tingkat efisisiensi usahatani jagung di Kabupaten Blora ?

c. Bagaimana tingkat skala usahatani jagung di Kabupaten Blora ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.3. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menganalisis besarnya tingkat keuntungan pada usaha tani jagung

di Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora

2. Untuk menganalisis tingkat efisiensi usaha tani jagung di Kecamatan

Randublatung Kabupaten Blora

3. Untuk menganalisis tingkat skala usaha tani jagung di Kecamatan

Randublatung Kabupaten Blora

1.3.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat

sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, kegiatan penelitian ini merupakan langkah awal dari

penerapan ilmu pengetahuan dan sebagai pengalaman yang dapat

xxvi
dijadikan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut di masa

yang akan datang.

2. Sebagai informasi para penentu kebijakan sektor pertanioan dalam

merumuskan kebijakan yang akan datang, khususnya dalam program

swa sembada jagung

3. Bagi petani jagung di Kabupaten Blora, diharapkan dapat memberikan

tambahan wawasan dalam menyikapi kemungkinan timbulnya

permasalahan, serta dalam pengambilan keputusan dalam usahatani

jagung.

4. Bagi konsumen jagung (pabrik pengolah bahan pangan/pakan)

diharapkan dapat dipergunakan untuk pertimbangan dalam menentukan

harga maupun jumlah kebutuhan bahan baku jagung.

xxvii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.12. Teori Produksi

Secara umum, istilah “produksi” diartikan sebagai penggunaan

atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi

komoditi lainnya yang sama sekali berbeda, baik dalam pengertian apa,

dan dimana atau kapan komoditi-komoditi itu dilokasikan, maupun

dalam pengertian apa yang dapat dikerjakan oleh konsumen terhadap

komoditi itu. Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa, karena

istilah “komoditi” memang mengacu pada barang dan jasa. Keduanya

sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja.

Produksi merupakan konsep arus (flow concept), maksudnya adalah

produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat

output per unit periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa

diasumsikan konstan kualitasnya (Miller dan Meiners, 2000:251).

Sedangkan Dominic Salvatore (1997) mendefinisikan fungsi

produksi untuk setiap komoditi adalah suatu persamaan, tabel atau

grafik yang menunjukkan jumlah (maksimum) komoditi yang dapat

diproduksi per unit waktu setiap kombinasi input alternative bila

menggunakan teknik produksi terbaik yang tersedia.

2.1.13. Fungsi Produksi

Perkembangan atau pertambahan produksi dalam kegiatan

ekonomi tidak lepas dari peranan faktor-faktor produksi atau input.

Untuk menaikkan jumlah output yang diproduksi dalam perekonomian

xxviii
dengan faktor-faktor produksi, para ahli teori pertumbuhan neoklasik

menggunakan konsep produksi (Dernberg, 1992; Dornbusch dan

Fischer, 1997). Menurut Soedarsono (1998), fungsi produksi adalah

hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor produksi (input)

dan hasil produksi (output). Disebut faktor produksi karena bersifat

mutlak, supaya produksi dapat dijalankan untuk menghasilkan produk.

Suatu fungsi produksi yang efisien secara teknis dalam arti

menggunakan kuantitas bahan mentah yang minimal, tenaga kerja

minimal, dan barang-barang modal lain yang minimal. Secara

matematika, bentuk persamaan fungsi produksi adalah sebagai berikut :

Y = Af ( K , L) (2.1)

Dimana A adalah teknologi atau indeks perubahan teknik, K

adalah input kapasitas atau modal, dan L adalah input tenaga kerja

(Dernberg, 1992; Dornbusch dan Fischer, 1997). Karakteristik dari

fungsi produksi tersebut menurut Dernberg (1992) adalah sebagai

berikut :

a. Produksi mengikuti pendapatan pada skala yang konstan (Constant

Return to Scale), artinya apabila input digandakan maka output

akan berlipat dua kali.

b. Produksi marjinal, dari masing-masing input atau faktor produksi

bersifat positif tetapi menurun dengan ditambahkannya satu faktor

produksi pada faktor lainnya yang tetap atau dengan kata lain

tunduk pada hukum hasil yang menurun (The Law of Deminishing

Return).

Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang dapat

ditunjukan melalui hubungan antar kurva TPP (Total Physical Product)

xxix
atau kurva TP (Total Produk), kurva MPP (Marginal Physical Product)

atau Marjinal Produk (MP), dan kurva APP (Average Physical Product)

atau produk rata-rata dalam grafik fungsi produksi (Miller dan Meiners,

2000).

Gambar 2.1
Hubungan Antara Produk Fisik Total, Marjinal, dan Rata-rata

Q I II III
C
Total Produk Fisik

B
Total produk fisik

X
Q Input Variabel
Produk Fisik Dari
Setiap Unit Input

Produk fisik
rata-rata

X
Input Variabel
Produk fisik marjinal

Sumber : Miller dan Meiners, 2000

Grafik pada fungsi produksi terbagi pada tiga tahapan produksi

yang lazim disebut Three Stages of Production. Tahap pertama, kurva

APP dan kurva MPP terus meningkat. Makin banyak penggunaan faktor

produksi, maka semakin tinggi produksi rata-ratanya. Tahap ini disebut

xxx
tahap tidak rasional, karena jika penggunaan faktor produksi ditambah,

maka penambahan output total yang dihasilkan akan lebih besar dari

penambahan faktor produksi itu sendiri.

Tahap kedua adalah tahap rasional atau fase ekonomis, dimana

berlaku hukum kenaikan hasil yang berkurang. Dalam tahap ini terjadi

perpotongan antara kurva MPP dengan kurva APP pada saat APP

mencapai titik optimal. Pada tahap ini masih dapat meningkatkan

output, walaupun dengan presentase kenaikan yang sama atau lebih

kecil dari kenaikan jumlah faktor produksi yang digunakan.

Tahap ketiga disebut daerah tidak rasional, karena apabila

penambahan faktor produksi diteruskan, maka produktivitas faktor

produksi akan menjadi nol (0) bahkan negatif. Dengan demikian,

penambahan faktor produksi justru akan menurunkan hasil produksi.

2.1.14. Teori Efisiensi

Efisiensi dalam produksi merupakan ukuran perbandingan antara

output dan input. Konsep efisiensi diperkenalkan oleh Michael Farrell

dengan mendefinisikan sebagai kemampuan organisasi produksi untuk

menghasilkan produksi tertentu pada tingkat biaya minimum (Kopp

dalam Kusumawardani, 2001).

Farrel dalam Indah Susantun (2000) membedakan efisiensi

menjadi tiga yaitu efisiensi teknik, efesiensi alokatif (harga) dan

efisiensi ekonomis. Efisiensi teknik mengenai hubungan antara input dan

output. Efisiensi alokatif tercapai jika penambahan tersebut mampu

xxxi
memaksimumkan keuntungan yaitu menyamakan produk marjinal

setiap faktor praduksi dengan harganya. Sedangkan efisiensi ekonomi

dapat dicapai jika kedua efisiensi yaitu efisiensi tehnik dan efisiensi

harga dapat tercapai.

Efisiensi ekonomi akan tercapai jika terpenuhi dua kondisi

berikut :

(1) Proses produksi harus berada pada tahap kedua yaitu pada waktu

0 ≤ Ep ≤ 1 lihat Gambar 2.1.

(2) Kondisi keuntungan maksimum tercapai, dimana value marginal

product sama dengan marginal cost resource. Jadi efisiensi

ekonomi tercapai jika tercapai keuntungan maksimum.

Asumsi perusahaan memaksimumkan keuntungan, maka

kondisi nilai marjinal produk sama dengan harga input variabel yang

bersangkutan.

Meuurut Nicholson (1995) efisiensi ekonomi digunakan untuk

menjelaskan situasi sumber-sumber dialokasikan secara optimal.

Efisiensi ekonomi terdiri atas dua komponen yaitu efisiensi teknis

(technical efficiency) dan efisiensi harga atau efisiensi alokatif (price

efficiency or allocative efficiency)

Efisiensi teknis mengukur berapa produksi yang dapat dicapai

suatu set input tertentu. Besarnya produksi tersebut menjelaskan

keadaan pengetahuan teknis dan modal tetap yang dikuasai oleh

petani atau produsen. Suatu usaha dikatakan lebih efisien secara teknis

xxxii
jika dengan menggunakan set input yang sama produk yang dihasilkan

lebih tinggi Efisiensi teknis juga sering disebut efisiensi jangka

panjang. Sedangkan efisiensi harga (alokatif) berhubungan dengan

keberhasilan petani dalam mencapai keuntungan maksimum. Efisiensi

ini disebut juga efisiensi jangka pendek.

Efisiensi pada dasarya merupakan alat: pengukur untuk menilai

pemilihan kombinasi input-output. Menurut Soekartawi (1993) ada

tiga kegunaan mengukur efisiensi : (1) sebagai tolok ukur untuk

memperoleh efisiensi relatif, mempermudah perbandingan antara unit

ekonomi satu dengan lainnya. (2) apabila terdapat variasi tingkat

efisiensi dari beberapa unit ekonomi yang ada maka dapat dilakukan

penelitian untuk menjawab faktor-faktor apa yang menentukan

perbedaan tingkat efisiensi. (3) informasi mengenai efisiensi memiliki

implikasi kebijakan karena manajer dapat menentukan kebijakan

perusahaan secara tepat.

Dalam ekonomi produksi, efisiensi ekonomi dapat dicapai jika

dipenuhi dua kriteria (Doll & Orazen dalam Kusumawardhani, 2002),

yaitu :

a. Syarat keharusan (necessary condition), yaitu suatu kondisi

dengan produksi dalam jumlah yang sama tidak mungkin

dihasilkan dengan menggunakan sejumlah input yang lebih sedikit

dan produksi dalam jumlah yang lebih besar tidak mungkin

dihasilkan dengan menggunakan jumlah input yang sama.

xxxiii
b. Syarat kecukupan (sufficiency condition), yaitu syarat yang

diperlukan untuk menentukan letak efisiensi ekonomi yang

terdapat pada daerah rasional, karena dengan hanya mengetahui

fungsi produksi saja maka letak efisiensi ekonomi yang terdapat

pada daerah rasional tidak bisa ditentukan. Untuk menentukan

letak efisiensi ekonomi diperlukan suatu alat yang merupakan

indikator pilihan yaitu berupa input dan harganya.

Soekartawi (1993) dalam terminologi ilmu ekonomi,

mengemukakan bahwa efisien dapat digolongkan menjadi 3 (tiga)

macam, yaitu : efisiensi teknis, efisiensi alokatif (efisiensi harga ) dan

efisiensi ekonomi. Suatu penggunaan faktor produksi yang dipakai

menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga

atau efisiensi alokatif kalau nilai dan produk marginal sama dengan

harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi

ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan

sekaligus juga mencapai efisiensi alokatif /harga.

Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien (efisiensi

teknis) dibandingkan dengan yang lain bila petani itu dapat

berproduksi lebih tinggi secara fisik dengan rnenggunakan faktor

produksi yang sama. Sedangkan efisiensi harga dapat dicapai oleh

seorang petani bila ia mampu memaksimumkan keuntungan (mampu

menyamakan nilai marginal produk setiap faktor produksi variabel

dengan harganya).

xxxiv
Efisiensi ekonomi terjadi bila efisiensi harga dan efisiensi

teknis terjadi Perbedaan efisiensi antara sekelompok usahatani dapat

disebabkan oleh perbedaan dalam tingkat efisiensi teknis atau efisiensi

harga atau oleh keduanya (Yotopoulos dan Lau, dalam

Kusumawardani, 2002).

1. Efisiensi Teknis

Menurut Sri Widodo (1986), salah satu cara mengukur tingkat

efisiensi teknis atau variabel manajemen dengan pendekatan fungsi

produksi frontier, yaitu dengan indeks Technical Fffciency Rating

(TER) yang dikembangkan oleh Farrel Besarnya produktivitas

potensial yang dicapai oleh suatu usaha tani diestimasi dengan fungsi

produksi frontier Fungsi produksi frontier: merupakan suatu fungsi

yang menyatakan kemungkinan produksi maksimum yang dicapai

pada kondisi usahatani atau produktivitas kelayakan maksimum pada

kondisi usahatani Fungsi ini digunakan untuk mengukur bagaimana

fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Selanjutnya

Soekartawi (1990), untuk mengetahui tingkat efisiensi teknis

(Technical Efficiency Rate) dapat diukur dengan menggunakan rumus:

ET = Y;1 Y; (2.2)

Keterangan :

ET = Tingkat efisiensi teknis

Yi = besarnya produksi (ouput) ke-i

Yi = besarnya produksi yang diduga pada pengamatan ke-i yang

diperoleh melaiui fungsi produksi frontier Cobb-Douglas

xxxv
2. Efisiensi Harga (Alokatif)

Efisiensi harga (alokatif) berhubungan dengan keberhasilan

petani mencapai keuntungan maksimum pada jangka pendek., yaitu

efisiensi yang dicapai dengan mengkondisionalkan nilai produk

marjinal sama dengan harga input (NPMx = Px atau indeks efisiensi

harga = ki = 1).

Formulasi secara matematik adalah :

π = TR – TVC (2.3)

= Pq.Q-∑ Pxi . Xi

= Pq. A f(Xi, Zi) ∑ Pxi . Xi

π maksimum jika δπ/δxi = 0, sehingga :

δAf(Xi,Zi)
Pq δxi = Pxi (2.4)
Oxi

Pq. MPxi = Pxi (2.5)

VMP = Pxi = MFC atau VMPxi/Pxi = 1 = ki (2.6)

dimana :

π = keuntungan = gross margin


Pq = harga output
Px = harga faktor produksi (input)
Xi = faktor produksi (input) variabel ke i
Zi = faktor produksi (input) tetap
VMP = marginal value product
MFC = marginal faktor cost
Q = jumlah produksi

xxxvi
Apabila ki > I berarti usahatani belum mencapai efisiensi

alokasi sehingga pengwasan faktor Produksi Perlu ditamhah agar

mencapai optimal sedangkan jika ki < 1 maka penggunaan faktor

produksi terlalu berlebihan dan perlu dikurangi agar mencapai

kondisi optimal Prinsip ini merupakan konsep yang konvensional

dengan mendasarkan pada asumsi bahwa petani menggunakan teknologi

yang sama dan petani menghadapi harga yang sama.

Nicholson (1995) mengatakan bahwa efisiensi harga tercapai

apabila perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing

input (NPMxi) dengan harga inputya (vi) atau ki = l. Kondisi ini

menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi X atau dapat

ditulis sebagai berikut :

bypy
= Px (2.7)
X

atau

by py
=1 (2.8)
X px

dimana:

Px = Harga faktor produksi X

Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px.

Yang sering terjadi adalah sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

a. (NPMx / Px) > 1 ; artinya menggunakan input X belum efisien,

untuk mencapai efisien input X perlu ditambah

b. (NPMx /Px) <1 ; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk

menjadi efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi.

xxxvii
3. Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi tercapai apabila efisiensi teknis dan efisiensi

alokatif tercapai (Soekartawi, 1990) Besarnya efisiensi ekonomi

menunjukkan rasio antara keuntungan aktual dengan keuntungan

maksimum Perbedaan tingkat efisiensi antara sekelompok usahatani

dapat disebabkan oleh perbedaan dalam tingkat efisiensi teknis atau

efisiensi harga atau oleh keduanya (Yotopoulos & lau dalam

Sipahutar, 2000)

Menurut Kusumawardani (2002), untuk mengkaji efisiensi

ekonomi suatu usahatani dapat dilakukan melalui pendekatan fungsi

keuntungan. Hal ini senada seperti yang dikemukakan oleh Soekartawi

(2002), bahwa fungsi keuntungan Cobb-Douglas dipakai untuk

mengukur tingkatan efisiensi yang akhir-akhir ini banyak peminatnya

karena beberapa alasan, antara lain karena : (1) anggapan bahwa petani

adalah mempunyai sifat memaksimumkan keuntungan baik jangka

pendek maupun jangka panjang, (2) cara pendugaannya relatif mudah,

(3) manipulasi terhadap cara analisis mudah dilakukan, misalnya

membuat besaran elastisitas menjadi konstan atau tidak, dan (4) dapat

mengukur tingkatan efisiensi pada tingkatan atau pada cm yang

berbeda. Fungsi keuntungan dapat diturunkan dengan teknik Unit

Output Price Cobb-Douglas Profit Function (UOP-CDPF), dengan

asumsi bahwa produsen lebih memaksimumkan keuntungan daripada

kepuasan. UOP-CDPF merupakan fungsi yang melibatkan harga faktor

xxxviii
produksi dan produksi yang dinominalkan dengan harga tertentu,

misalnya dengan harga produksi Selanjutnya oleh Soekartawi (1993),

Suryo Wardani et.al ( 1997 ), efisiensi ekonomi merupakan hasil kali

antara efisiensi teknis dengan efisiensi harga / alokatif dan seluruh

faktor input, sehingga efisiensi ekonomi dapat dinyatakan sebagai

berikut :

EE = TER. AER (2.9)

dimana : EE = Efisiensi Ekonomi

TER = Tehnical Efisiensi Rate


AER = Allocative Efisiensi Rate
2.1.15. Fungsi Keuntungan

Perubahan sistem pengusahaan pertanian yang tradisional ke

semi tradisional atau ke komersial membawa dampak terhadap

keputusan petani yang didasarkan konsep utilitas (utility

maximization) ke konsep atas dasar keuntungan (profit maximization)

(Soekartawi, 1993)

Konsep profit maximization muncul pada usahatani komersial

dimana prinsip ekonomi sudah diterapkan. Konsep ini dikembangkan

di Barat khususnya setelah muncul konsep laba yang diperkenalkan

oleh Adam Smith.

Petani sebagai penerima harga (price taker) dapat

memaksimalkan keuntungan melalui pengendalian output produksi

maupun input produksi (Gaspersz, 1996) , namun dalam keterbatasan

sumberdaya setiap produsen atau petani berusaha menekan biaya

xxxix
serendah mungkin sehingga memberikan keuntungan I pendapatan

maksimal. Tingkat output yang diperoleh dari kombinasi penggunaan

input yang demikian disebut output optimal dan penggunaan input

yang optimal pula. Suatu input digunakan secara optimal apabila

penggunaan input tersebut sampai jumlah tertentu nilai output terakhir

yang dihasilkan hanya cukup membayar harga input yang digumakan

tasebut (Soekartawi, 1993).

Lau dan Yotopoulos (Kusumawardani, 2002) mengembangkan

konsep pengukuran efisiensi dengan menggunakan pendekatan fungsi

keuntungan Pendekatan fungsi keuntungan untuk mengukur efisiensi

ekonomi ( tanpa melalui fungsi produksi frontier ) menjadi terkenal

karena beberapa kemudahan, antara lain dapat : (1) mengevaluasi

efisiensi harga dan efisiensi ekonomi relatif dari usahatani (2)

m.enurunkan fungsi permintaan faktor produksi dan penawaran

terhadap faktor produksi.

Keuntungan yang dimaksud adalah gross margin, merupakan

selisih penerimaan dengan biaya variabel, yang ditulis sebagai berikut :

m
π = pF (X1 ......Xm, Z1, .........ZN) - ∑
i =1
cI XI (2.10)

dimana :

π = gross margin

p = harga output

cI = harga faktor produksi

xl
Keuntungan maksimum tercapai pada saat nilai produk marjinal

(marginal value product = MVP) sama dengan harga input ( marginal

faktor cost = MFC )

∂F ( x, z )
P = ci ( j = 1,2......m) (2.11)
∂xi

Keterangan :

c* = ci/p = harga riil input ke i normalized input price.

Persamaan dapat dituliskan kembali sebagai berikut :

∂F ( x, z )
= ci (2.12)
∂xi

Sehingga dari persamaan diperoleh P* (profit rii/normalized

profit )

m
P* = π /p = F (X,, ...... Xm, Z1, ...... Zn) - ∑
i =1
ci xi (2.13)

Dari persamaan (2.13) diperoleh fungsi permintaan input

variabel yang dinyatakan sebagai berikut :

x1 = Fi (c.z) j = 1,2,...........,m (2.14)

dimana :

x;* = kuantitas optimal input variabel ke j

c = vektor harga input variabel

z = vektor input tetap

Dengan mensubsitusi persamaan (2.14) ke persamaan ( 2.10)

akan diperoleb fungsi keuntungan sebagai berikut :

π = pF (X,, ...... Xm, Z1, ...... Zn) (2.15)

xli
π = G (p,c1,, ...... Cm, Z1, ...... Zn) (2.16)

π = p G (c1,, ...... Cm, Z1, ...... Zn) (2.17)

Dari persamaan (2.17) dapat diturunkan fungsi keuntungan UOP :

π* = π /p = G*( ci , ..........c„,, z, , ........ x„) (2.18)

sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi profit rill merupakan fungsi

harga rid dari input variabel dan kuantitas input tetap Menurut Lau

dan Yotopoulos (Kusumawardani, 2002) pada tingkat teknologi dan

penggunaan faktor produksi tetap yang tertentu, maka fungsi

keuntungan menyatakan keuntungan maksimum dari suatu usaha yang

merupakan fungsi dari harga produksi dan harga faktor produksi

variabel serta jumlah faktor produksi tetap.

1. Fungsi Keuntungan Cobb Douglas

Penggunaan fungsi keuntungan Cobb Douglas ( C-D ) untuk

menduga efisiensi ekonomi relatif telah popliler di kalangan para

peneliti Fungsi ini dikembangkan oleh Yotopoulos, et. al 1976.

Beberapa penelitian di lndonesia yang menggunakan metode ini antara

lain terhadap perkebunan kelapa sawit (Saragih, 1980 ) dan pada

usahatani padi ( Sugianto,1985).

Kelebihan model ini dibandingkan dengan fungsi lain yaitu

pertama perubah-perubah yang diamati adalah perubah harga output

dan input, sehingga lebih sesuai dengan kerangka pengambilan

keputusan produsen yang memperhitungkan harga sebagai faktor

penentu, kedua dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi

xlii
ekonomi, teknik dan harga, ketiga fungsi penawaran Output dan

permintaan input dapat diduga bersama-sama tanpa harus membuat

fungsi produksi yang eksplisit.

Pada ketiga kelebihan tersebut juga terdapat keterbatasan

dalam menginterpretasikan hasil elastisitas yang diperoleh

Keterbatasanya antara lain: (1) dugaan, elastisitas permintaan harga

sendiri akan selalu elastis, (2) dugaan elastisitas permintaan silang

akan selalu negative, yang berarti hubungan antara input akan selalu

komplementer.

2. Fungsi Keuntungan Maksimum

Fungsi keuntungan maksimum merupakan derivatif dari fungsi

produksi. Berdasarkan fungsi praviksi neklasik :

V = f(X1,...,Xm;Z1...;Zn) (2.19)

Dimana V adalah output, X1(i =1,2,...., n) adalah input variabel,

dan Z1 (i =1,2,..., n) adalah input tetap. Keuntungan merupakan selisih

antara penerimaan dan pengeluaran, sehingga keuntungan jangka

pendek dengan menganggap biaya variabel sebagai pengurang :

m
π = P.f(X 1 , Z1 ) − ∑ W i X j (2.20)
i =1

dimana π adalah keuntungan, P adalah harga output per unit, dan W

adalah harga input tetap diabaikan karena jangka pendek input tetap

tidak mempengaruhi optimalisasi alokasi faktor produksi.

δf(X i , Z j )
P. = Wi (2.21)
δ

xliii
Jika W; = WIP adalah harga normalisasi input variabel ke i, maka

persamaan (2.21) dapat dinormalisasi dengan output sehingga :

δf(V)
= Wi (2.22)
δX i

Melalui deflasi yang sama persamaan (2.20) di atas dapat

diubah menjadi persamaan (2.23), sehingga diperoleh Keuntungan

Harga per Unit Output (Output Price Profit / UOP Profit) sebagai

berikut :

π
π= = f i (X i , Z j ) (2.23)
P

Dari persamaan (2.21) dapat diturunkan jumlah input variabel

yang optimal X1, merupakan fungsi harga normalisasi dari harga input

variabel dan jumlah input tetap yang memaksimumkan keuntungan,

sehingga fungsinya :

Xi = f(Wi,Zj)i= 1,2, .... m dan j = 1,2,....,n (2.24)

dimana Wi dan Zj adalah harga input variabel yang dinormalkan dan

jumlah input tetap. Substitusi persamaan (2.24) ke dalam persamaan

(2.20) diperoleh fungsi keuntungan sebagai berikut :

π = P.f(X i , Z j ) − ∑ Wim X i (2.25)


i =1

Jika Xi seperti pada persamaan (2.24) merupakan fungsi Wi, maka

persamaan (2.25) menjadi :

π = π P = g (Wi , Z j )

xliv
Jika fungsi keuntungan (2.25) dinormalkan menjadi UOP Profit

sebagai berikut :

Π * = Π /p = g (W ’ i ,Z j ) (2.26)

Kedua fungsi keuntungan π1 (2.26) dan π2 (2.25) digunakan,

karena dapat mempermudah perhitungan. Jika π diketahui maka π

dapat diketahui, begitu juga sebaliknya. Fungsi UOP Profit adalah

convex atau decreasing terhadap harga input variabel yang

dinormalkan, increasing terhadap jumlah input variabel dan harga

output.

Lau dan Yotopoulus (1972) menyebutkan bahwa antara fungsi

produksi dan fungsi keuntungan adalah satu set yang saling

berhubungan. Berdasarkan pernyataan ini, dari persamaan (2.26) dapat

diturunkan fungsi permintaan Xi dan fungsi penawaran Vj. Fungi

permintaan input variabel dituliskan sebagai berikut :

− δg(w i , Z j )
Xi = i = 1,....,m dan j=1,.....,n (2.27)
δWi

Fungsi penawaran output diturunkan dari persamaan (2.25) dan

(2.27) sebagai berikut :

− δg(WI , z I )w I
V = g (Wi , Z j ) − ∑
m
(2.28)
i =1 δw I

3. Fungsi Keuntungan Aktual

xlv
Fungsi persamaan di atas berdasarkan asumsi perusahaam

memaksimumkan keuntungan jangka pendek. Secara aktual kondisi

keuntungan maksimum tidak dapat dipaksakan untuk dicapai, karena

adanya perbedaan kemampuan perusahaan untuk menyamakan produk

marjinal dengan harga input variabel menggunakan notasi ki, maka

persamaan mengalami modifikasi sebagai berikut :

δf (V )
= K i .Wi i=1,2....,m (2.29)
δE i

ki dikatakan sebagai indeks penggunaan input variabel i pada saat

keuntungan jangka pendek maksimum. Jika ki = 1 untuk semua i,

menunjukkan efisiensi harga absolute sehingga kondisi persamaan

(2.29) sama dengan kondisi persamaan (2.22). Jika ki= 1 maka

perusahaan gagal mencapai keuntungan maksimum. Hal yang sama

berlaku pada persamaan (2.26), sehingga menghasilkan fungsi perilaku

keuntungan harga per unit output (UOP Profit Behavior) :

πb*=g*(ki.Wi,Xi) i=1,...m dan j=1,...,n (2.30)

Begitu juga persamaan (2.27) DAN (2.28), fungsi pemintaan variabel

actual dapat dinyatakan :

• − δππ
X ib = 1 i=1,2,......,m (2.31)
ki δWi

Dan fungsi penawaran sebagai berikut :

m
δg • (k i .Wu , Z i )Wi
Vb • = g • (k i .Wu , Z i ) − ∑ (2.32)
i =1 δWi

xlvi
Persamaan (2.31) dan (2.32) dapat diperoleh fungsi Keuntungan Harga

per Unit Output yang aktual, seperti berikut :

(1 - k).Wi δg • (k i .Wu , Z i )
m
πa = g (k i .Wu , Z i ) − ∑
• •
(2.33)
i =1 ki δWi

Fungsi keuntungan UOP aktual behavior (2.33) sama dengan

fungsi keuntungan UOP behavior (2.30). Jika ki = 1, perusahaan dalam

kondisi perfect short-run profit maximization. Hal ini sebagai dasar tes

hipotesis dari perfect short-run profit maximization.

2.1.16. Efisiensi Ekonomi Relatif

Untuk membedakan efisiensi ekonomi relatif antara dua

kelompok, dapat dilihat pada fungsi produksi masing-masing kelompok :

V1=A1.f(Xi1,Zj1)

V2=A2.f(Xi2,Zj2) (2.33)

A1 dan A2 menunjukkan parameter efisiensi teknik kedua

kelompok tersebut. Jika A1 = A 2 , maka kedua kelompok mempunyai

efisiensi teknik sama.

Jika A1>A2, maka kelompok satu lebih efisien daripada kelompok dua

secara teknik, pada jumlah input yang sama.

Dari persamaan (2.21) dan (2.22) dapat diperoleh produk

marjinal sebagai berikut :

δA 1 .f(X i1, Z jt )
= k it .Wit
αX i1

xlvii
δA 1 .f(X i2, Z j2 )
= k i2 .Wi2 (2.34)
αX i2

ki menunjukkan perilaku maksimasi keuntungan jangka pendek

dari input variabel pada suatu perusahaan, jika ki1=ki2 dimana i =

1,2,...,m, maka kedua kelompok perusahaan mempunyai efisiensi harga

yang sama Jika ki1= ki2 = 1 untuk semua i, maka kedua kelompok

perusahaan mempunyai efesiensi harga atau efesiensi alokasi faktor-

faktor praduksi yang optimal atau absolut dan kondisi perusahaan yang

optimal atau absolut dan kondisi perusahaan Perfect Short-Run Profit

Maximization.

Pada model di atas, A adalah parameter efisiensi terbaik, sedang

ki adalah parameter efesiensi harga. Jika A, = A2 dan ki1 = k;2 untuk

semua i, maka kedua kelompok perusahaan tersebut mempunyai

efesiensi teknik dan harga yang sama, dan disebut persamaan efesiensi

ekonomi.

Actual UOP Profit atau fungsi keuntungan UOP aktual dari

kedua kelompok :

m n
πa1 = A1 [∏ (Wi1 ) α1* ][∏ (Z j1 )βj* ]
*

i =1 j =1

m n
πa 2 = A 2 [∏ (Wi i2 ) α1* ][∏ (Z j2 ) βj* ]
*
(2.35)
i =1 j=1

dan fungsi permintaan input variabel aktual dari kedua kelompok :

− Wi 1 .Xi 1 * *
= (ki 1 ) −1 (k 1 ) −1 αi * = α 1
πa 1

xlviii
− Wi 2 .Xi 2 * *
= (ki 2 ) −1 (k 2 ) −1 αi * = α 2 (2.36)
πa 2

Fungsi keuntungan UOP aktual dari kelampok tersebut berbeda

A* secara konstan. A* merupakan fungsi A dan ki . Persamaan (2.35)

dan (2.36) kelompok atau subtitusi kelompok dua, maka fungsi

keuntungan seperti berikut :

m n
πa1= A 1 [∏ (Wi1 ) α1* ][∏ (Z j1 ) βj* ]
*
(2.37)
i =1 j=1

Dalam bentuk logaritma natural persamaan dapat dituliskan :

m n
Inπn 1 = InA 1 ∑ αi In Wi + ∑ βj .InZj1
i =1 j=1
n n
Inπn 1 = InA 1 ∑ αi In Wi + ∑ βj.InZJi
i =1 j= i

(2.38)

Jika A1. = A2 maka 1nA2./Al *) = 0, sehingga kedua fimgsi identik.

(A2 /A1;) merupakan dummy variable yang menunjukkan perbedaan dalam

organisasi ekonomi kedua kelompok yang memberikan nilai satu untuk

kelompok dua dan nilai nol untuk kelompok satu .Iika d merupakau dummy

variable, maka persamaan (2.38) menjadi :

Inπ2 = InA2 + Σ ai. InWi + Σ βj. InZj1 + δD (2.39)

Fungsi permintaan dapat dimodifikasi seperti permintaan berikut :

− Wi 1 .Xi 1
= ai 1 D 1 + ai 2 .D 2 (2.40)
πa 1

xlix
2.1.17. Skala usaha (returns to scale)

Skala usaha (returns to scale) menggambarkan respon dari

suatu output terhadap perubahan proporsional dari input. Dalam

kasus fungsi keuntungan Cobb-Douglas, Iau (1972) menyatakan

bahwa bondisi skala ekonomi usaha dapat diketahui dengan menguji

4
berapa nilai ∑ βj Jika nilainya = 1 maka saha pada kondisi constant
i =1

returns to scale Jika nilainya < 1 decreasing returns to scale dan jika

nilainya > 1 increasing returns to scale. Pengujian terhadap skala

ekonomi usaha produksi jagung dilakukan dengan menguji

4 4
apakah ∑ βj ∉ 1 (CRTS) atau 1 (bukan CTRS). ∑ βj ∉1 Jika apakah
i =1 i =1

nilainya < 1 (DTRS) atau > 1 (IRTS).

2.1.18. Biaya dan penerimaan petani

Biaya produksi dibedakan menjadi dua macam, yaitn biaya tetap

dan biaya variabel. Jumlah biaya tetap seluruhnya dan biaya variabel

seluruhnya merupakan biaya total produksi dalam notasi matematika

dituliskan :

TC = TFC + TVC (2.41)

dimana :

TC = Biaya total produksi

TFC = Biaya tetap total

TVC = Biaya variabel total

l
Biaya tetap adalah biaya yang tetap harus dikeluarkan pada

berbagai tingkat output yang dihasilkan. Pada penelitian ini yang

termasuk biaya tetap dalam usahatani jagung adalah biaya pajak lahan

tanah, peralatan dan biaya Penyusutan.

Biaya variabel adalah biaya yang berubah ubah menurut tinggi

rendahnya tingkat output yang termasuk dalam penelitian ini adalah :

biaya tenaga kerja, pembelian pupuk SP36, pembelian pupuk Urea dan

biaya pestisida. Penerimaan petani pada dasamya dibedakan menjadi 2

jenis yaitu :

a. Penerimaan kotor yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil

produksi usahatani. Penghitungan penerimaan kotor ini diperoleh

dari perkalian hasil produksi dengan harga jualnya. Dalam notasi

dapat ditulis sebagai berikut :

TR= P.Q (2.42)

dimana :

TR = Penerimaan kotor

P = Harga produksi

Q = Jumlah produksi

b. Penerimaan bersih yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil

produksi usahatani setelah dikurangi biaya total yang dikeluarkan

Dalam bentuk notasi dapat dituliskan sebagai berikut :

π = TR-TC (2.43)

li
Dima

π = Besamya tingkat pendapatan


TR = Penerimaan kotor
TC = Biaya total yang dikeluarkan

2.1.19. Pengertian Usaha Tani

Usaha tani adalah sebagian dari kegiatan di permukaan bumi

dimana seorang petani, sebuah keluarga atau manajer yang digaji

bercocok tanam atau memelihara ternak.

Petani yang berusaha tani sebagai suatu cara hidup, melakukan

pertanian karena dia seorang petani. Apa yang dilakukan petani ini

hanya sekedar memenuhi kebutuhan. Dalam arti petani meluangkan

waktu, uang serta dalam mengkombinasikan masukan untuk

menciptakan keluaran adalah usaha tani yang dipandang sebagai suatu

jenis perusahaan. (Maxwell L. Brown, 1974 dalam Soekartawi, 2002).

Pengelolaan usaha tani yang efisien akan mendatangkan

pendapatan yang positif atau suatu keuntungan, usaha tani yang tidak

efisien akan mendatangkan suatu kerugian. Usaha tani yang efisien

adalah usaha tani yang produktivitasnya tinggi. Ini bisa dicapai kalau

manajemen pertaniannya baik. Dalam faktor-faktor produksi dibedakan

menjadi dua kelompok :

a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam-macam

tingkat kesuburan, benih, varitas pupuk, obat-obatan, gulma dsb.

lii
b. Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja,

tingkat pendidikan, status pertanian, tersedianya kredit dan

sebagainya (Soekarwati, 2000).

2.1.20. Tenaga Kerja sebagai Faktor-Faktor Modal Produksi

Tenaga kerja dalam pertanian, menurut Kaslan Tohir (1984)

dalam Soekartawi (2002) , memiliki ciri-ciri yang khas coraknya, yaitu :

a. Keperluan akan tenaga kerja dalam usaha tani tidaknya kontinyu

dan merata.

b. Pemakaian tenaga kerja dalam usahatani untuk tiap hektar terbatas.

Untuk meningkatkan daya tampung perhektarnya dapat ditempuh

dengan intensifikasi kerja, perombakan pola tanam melalui

peningkatan rotasi tanaman, penggunaan masukan dan sebagainya.

c. Keperluan tenaga kerja dalam suatu usaha tani cukup beraneka

ragam coraknya dan seringkali tidak dapat dipisahkan satu dengan

yang lain.

2.1.21. Faktor Produksi Modal

Dalam usaha tani modal merupakan barang ekonomi yang

digunakan untuk memperoleh pendapatan dan untuk mempertahankan

pendapatan keluarga tani. Menurut Mubyarto, modal adalah barang atau

uang yang bersama-sama faktor produksi lain (tanah + tenaga kerja)

menghasilkan barang-barang yaitu berupa hasil pertanian (Mubyarto,

1999). Soekartawi mengelompokkan modal menjadi 2 golongan, yaitu :

liii
a. Barang yang tidak habis dalam sekali produksi misal peralatan

pertanian, bangunan, yang dihitung biaya perawatan dan penyusutan

selama 1 tahun.

b. Barang yang langsung habis dalam proses produksi seperti benih,

pupuk, obat-obatan dan sebagainya. (Soekartawi, 1995).

2.1.22. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi

a) Tenaga Kerja

Menurut Payaman Simanjuntak (1995) yang dimaksud

dengan tenaga kerja adalah


“Penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih, yang sudah atau sedang mencari pekerjaan dan
sedang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.’

Adapun definisi tenaga kerja menurut Mubyarto (1999)

adalah :
“Jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada
permintaan terhadap tenaga mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.”

Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya

dibedakan oleh batas umur. Di Indonesia dipilih batas umur 10

tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian , di Indonesia

penduduk dibawah umur 10 tahun digolongkan sebagai bukan

tenaga kerja. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum

berdasarkan kenyataan bahwa pada umur tersebut sudah banyak

penduduk usia muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja atau

mencari pekerjaan.

liv
Menurut Biro Pusat Statistik berdasarkan sensus tahun 1990

tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya

terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu

memperoleh hasil produksi barang dan jasa. Angkatan kerja terdiri

dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur atau

mencari pekerjaan. Angkatan kerja yang digolongkan bekerja

adalah :
Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan yang lamanya bekerja

paling sedikit satu jam selama seminggu yang lalu.

Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang

dari satu jam tetapi mereka adalah :

- Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk kerja

karena cuti, sakit, mogok, mangkir ataupun perusahaan menghentikan kegiatan sementara.

- Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menuggu

hujan untuk menggarap sawah.

- Orang-orang yang bekerja di bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, dalang dan lain-

lain.

Angkatan kerja yang digolongkan menganggur dan sedang

mencari pekerjaan adalah :


1. Mereka yang belum pernah bekerja, pada saat sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

2. Mereka yang pernah bekerja pada saat pencacahan, sedang menganggur dan berusaha

mendapatkan pekerjaan.

3. Mereka yang dibebas tugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Golongan yang menganggur dalam pengangguran dan

setengah pengangguran dimana :


- Pengangguran yaitu orang yang sama sekali tidak bekerja dan berusaha mencari kerja.

- Setengah pengangguran adalah mereka yang kurang dimanfaatkan dalam bekerja dilihat dari

segi jam kerja, produktivitas kerja dan pendapatan.

lv
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang

digunakan didalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses

produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa

dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Maka pengertian

permintaan tenaga kerja disini diartikan sebagai jumlah tenaga kerja

yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah.

(Boediono, 1984)

Permintaan pengusaha terhadap faktor produksi berlainan

dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Orang

membeli barang karena barang itu memberikan manfaat (Utility)

pada pembeli. Akan tetapi pengusaha menggunakan faktor produksi

dalam hal ini tenaga kerja karena tenaga kerja itu membantu

memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada konsumen.

Dengan kata lain pertambahan permintaan pengusaha terhadap

tenaga kerja, tergantung dari permintaan masyarakat terhadap

barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja akan tenaga

kerja yang seperti itu disebut derived demand (Soedarsono, 1998).

b) Lahan Pertanian

Luas lahan dapat dibedakan dengan tanah pertanian. Laha

pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk

diusahakan usaha tani misalnya sawah, tegal dan pekarangan.

Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu

diusahakan dengan usaha pertanian. Ukuran luas lahan secara

tradisional perlu dipahami agar dapat ditransformasi ke ukuran luas

lvi
lahan yang dinyatakan dengan hektar. Di samping ukuran luas

lahan, maka ukuran nilai tanah juga diperhatikan (Soekartawi,

1995).

c) Pupuk

Tujuan dari pemupukan lahan pada prinsipnya adalah

sebagai persediaan unsur hara untuk produksi makanan alami, serta

untuk perbaikan dan pemeliharaan keutuhan kondisi tanah dalam

hal struktur, derajat keasaman, dan lain-lain (Sumeru

Ranoemihardja dan Kustiyo, 1985).

Soekartawi (1995), lapisan tanah atas pada dasar lahan

biasanya mempunyai kandungan bahan organik yang rendah. Bila

tanah tersebut mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi,

bahan organik tersebut terutama berbentuk humus tanah dan tidak

terlalu aktif. Pupuk alami mempunyai Nitrogen yang lebih rendah

dengan terurai lebih lambat. Tetapi bahan organik tidak terurai

seluruhnya dan akan terakumulasi di dasar kolam.

Pupuk bagi lahan pertanian harus mengandung jenis nutrien

yang tepat, yaitu nutrien yang dibutuhkan bagi pertumbuhan

tanaman yang akan ditambahkan di dalam lahan pertanian. Pada

umumnya adalah nutrien yang menjadi faktor pembatas seperti

fosfor dan nitrogen (Sumeru Ranoemihardja dan Kustiyo, 1985).

Pupuk organik sangat penting karena dapat memperbaiki

struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan

lvii
mengandung zat hara yang diperlukan tanaman (Kartasapoetra,

1990). Pupuk organik bermanfaat dalam memulihkan struktur tanah

terutama dalam kemampuan tanah untuk menahan air

(Ranoemihardja dkk, 1985).

2.2. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

penelitian tentang efisiensi dan keuntungan dan efisiensi produksi

ekonomi sehingga akan sangat membantu dalam mencermati masalah yang

akan diteliti dengan berbagai pendekatan spesifik sebagai rujukan utama,

khususnya penelitian yang menggunakan model fungsi produksi. Selain itu

juga memberikan pembedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

yang telah dilakukan. Berikut ini beberapa hasil penelitian yang relevan

yang telah dilakukan oleh para peneliti seperti tersaji pada Tabel 2.1.

berikut ini.

2.2. Kerangka Pemikiran

Usahatani jagung di Kabupaten Blora merupakan suatu usaha

dibidang pertanian tanaman pangan yang menjadi pilihan bagi petani karena

dianggap sebagai komoditas yang berpotensi dan cocok dengan kondisi

alam yang ada. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani

jagung, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal berasal

dari lingkungan petani jagung antara lain tingkat harga input variabel,

tingkat harga input tetap, jumlah produksi, kualitas produksi jagung serta

perilaku petani dalam mengalokasikan input-input maupun penanganan

lviii
pasca panen. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pendapatan

usahatani jagung adalah tingkat harga yang diterima petani, jumlah

pembelian hasil oleh pasar dan kebijakan pemerintah. Disisi lain, usahatani

jagung adalah kegiatan untuk memproduksi yang pada akhirnya akan

dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh.

Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan usaha tani jagung yang

diperlukan adalah bagaimana mengalokasikan faktor-faktor produksi usaha

tani pada lahan agar lebih efisien. Tingkat efisien penggunaan faktor-faktor

produksi jagung berpengaruh pada output dan pendapatan petani jagung di

Kabupaten Blora. Secara skematis, kerangka pemikiran penelitian ini

digambarkan sebagai berikut :

lix
Gambar 2.2

Kerangka Pikir Penelitian

Input Variabel :
- Biaya Tenaga
Kerja
- Biaya Pupuk
- Jumlah benih
- Keuntungan
yang ditanam - Skala Usaha
Usaha Tani Produksi
- Biaya lain-lain - Efisiensi
Jagung
Ekonomi

Input Tetap :
- Luas lahan

Dari Gambar 2.3. tersebut dapat dijelaskan bahwa efisiensi maupun

keuntungan usahatani jagung ditentukan oleh nilai produksi yang dihasilkan,

sedangkan nilai produksi ditentukan secara bersama-sama oleh dua faktor

input yaitu input variabel yang terdidiri biaya tenaga kerja dan biaya pupuk,

serta input tetap terdiri dari luas lahan, jumlah benih yang ditanam dan

biaya lain-lain.

2.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pendapat atau teori yang

masih kurang sempurna, dengan kata lain hipotesis adalah kesimpulan yang

belum final dalam arti luas masih harus dibuktikan atau diuji kebenarannya.

Selanjutnya hipotesis dapat diartikan juga sebagai dugaan, pemecahan

masalah yang mungkin benar dan salah (Masri Singarimbun dan Sofyan

Effendi, 1998). Dalam penelitian ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

lx
1. Diduga variabel biaya tenaga kerja, biaya pupuk berpengaruh secara

negatif terhadap keuntungan. Demikian pula luas lahan, jumlah benih

yang ditanam dan biaya lain-lain berpengaruh secara negatif terhadap

keuntungan.

2. Diduga penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani jagung

belum optimal sehingga keuntungan maksimal belum tercapai.

3. Diduga keadaan skala usaha ekonomi pada usaha tani jagung di daerah

penelitian adalah kondisi skala usaha dengan kenaikan hasil meningkat

(increasing return to scale)

4. Diduga terdapat perbedaan tingkat efisiensi ekonomi relatif antara

petani kecil dan petani besar.

lxi
BAB III

METODE PENELITIAN

Berdasarkan dari permasalahan dan tujuan penelitian, maka

penelitian ini akan mengkaji fungsi keuntungan usahatani jagung di

Kabupaten Blora. Penelitian ini merupakan studi kasus yaitu melakukan

analisis pengaruh faktor-faktor input terhadap keuntungan dan efisiensi

usahatani jagung menurut skala luas lahan garapan di Kecamatan

Randublatung, Kabupaten Blora.

3.1. Definisi Operasional

Untuk mengurangi dan menghindari terjadinya kekaburan dalam

pembahasan, perlu untuk memberikan pengertian atau definisi operasional

dari masing-masing variabel yang dibahas, variabel-variabel tersebut

adalah :

1. Pendapatan usahatani jagung dalam analisis ini adalah pendapatan

bersih yaitu total penerimaan yang berasal dari penjualan hasil produksi

usahatani jagung setelah dikurangi biaya total yang dikeluarkan. Total

penerimaan merupakan total produksi atau output ( Y ) dalam bentuk

biji jagung hasil panen dikalikan harga yang diterima. Karena dalam

model ini digunakan fungsi keuntungan “Unit Output Price” atau UOP,

maka dalam perhitungan nilai keuntungan dibagi dengan harga output

yang diukur dengan rupiah (Rp).

2. Keuntungan usahatani jagung merupakan selisih antara penerimaan

usahatani jagung (jumlah produksi dikalikan harga produksi), dengan

total biaya variabel ( jumlah seluruh input variabel dan input tetap

dikalikan dengan harga input masing-masing) yang diukur dengan

lxii
rupiah (Rp). Karena dalam penelitian ini digunakan model fungsi

keuntungan UOP, maka dalam perhitungannya nilai keuntungan dibagi

dengan harga output. Demikian juga untuk harga-harga input variabel

juga dinormalkan dengan harga output.

3. Produksi jagung (Y), yaitu jagung hasil panen yang dihasilkan perhektar

dalam satu kali musim tanam, yang dinyatakan dalam satuan kilogram

(kg)).

4. Nilai produksi adalah jumlah produksi jagung (kg) dikalikan dengan

harga rata-rata yang diterima petani jagung.

5. Pendapatan aktual adalah pendapatan dari usahatani jagung di

Kabupaten Blora dalam tahun tertentu diukur dalam satuan rupiah per

tahun (kg/th).

6. Pendapatan maksimum adalah pendapatan usahatani jagung di

Kabupaten Blora pada saat semua input telah digunakan secara optimal

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

7. Luas Lahan (X1), yaitu luas lahan yang diusahakan untuk mengolah

sejumlah input produksi data diperoleh dari petani. Luas lahan

dinyatakan dalam hektar (ha).

8. Jumlah Benih (X2), yaitu jumlah benih yang digunakan dalam usaha

tani jagung dalam satu kali musim tanam, yang dinyatakan dalam satuan

kilogram per hektar (ha).

9. Jumlah Pupuk (X3), jumlah pupuk Urea, SP-36 dengan satuan luas

usaha tani selama satu kali musim tanam, dinyatakan dalam satuan

kilogram perhektar. Data diperoleh dari wawancara dengan petani

sampel.

Perhitungan pupuk adalah sebagai berikut :

lxiii
1 kg pupuk SP36 setara dengan 1 kg pupuk Urea.

Harga perkilogram pupuk SP36


x kg SP36 = x Jumlah pupuk
Harga perkilogram Pupuk Urea

10. Biaya pestisida merupakan total biaya pengeluaran untuk pembelian

pestisida diukur dalam satuan rupiah (Rp)

11. Biaya lain-lain adalah biaya yang juga sebagai input tetap terdiri atas

biaya untuk peralatan kerja, pajak dan sewa lahan. Biaya lain-lain ini

diukur dalam satuan rupiah (Rp).

12. Jumlah tenaga kerja (X4), adalah banyaknya tenaga kerja yang

dibutuhkan dalam mengelola lahan pertanian jagung dalam satu kali

panen dengan satuan hari orang kerja (HOK).

13. Efisiensi ekonomi relatif adalah kondisi dimana usahatani jagung

mencapai efisiensi teknik (necessary condition) dan efisiensi harga

(sufficien condition), parameter efisiensi (teknik, harga dan ekonomi)

diukur dengan menggunakan fungsi keuntungan Cobb Douglas.

14. Efisiensi teknik adalah kondisi dimana usahatani jagung telah berada

pada tahap decreasing rate yaitu pada saat elastisitas produksi 0 ≤ Ep≤

1.

15. Efisiensi harga adalah kondisi dimana usahatani jagung telah mampu

menyamakan nilai produk marginal (VMP) dengan harga faktor input.

16. Petani kecil adalah petani yang menguasai lahan garapan ≤ 1,0 hektar

dan petani besar adalah petani yang menguasai lahan garapan ≥ 1,0

hektar, diukur dalam satuan dummy untuk petani kecil = 0 dan petani

besar = 1.

lxiv
17. Skala Usaha Tani adalah perbandingan antara besarnya output yang

dihasilkan dengan input.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah merupakan data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani

jagung yang telah ditetapkan sebagai responden atau sampel dengan dibantu

alat daftar pertanyaan (kuesioner). Adapun jenis data yang dibutuhkan

meliputi hasil produksi jagung sebagai output serta data input yang

merupakan pengeluaran petani meliputi : upah tenaga kerja, harga benih,

harga pupuk, harga pestisida, harga peralatan, besarnya sewa lahan dan data

umum lainnya.

Data sekunder meliputi data penunjang dari data primer, yang

diambil secara runtun waktu (time series), yang didapatkan melalui studi

kepustakaan dari berbagai sumber, jurnal-jurnal, buku-buku, hasil penelitian

maupun publikasi terbatas arsip-arsip data dari Lembaga/Instansi antara lain

bersumber dari BPS Propinsi Jawa Tengah, BPS Kabupaten Blora, Dinas

Pertanian Kabupaten Blora, Kecamatan Randublatung maupun Desa di

daerah penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data jumlah

penduduk, luas wilayah, data penggunaan lahan, dan data penunjang

lainnya.

3.3. Populasi dan Sampel

Dalam suatu penelitian tidaklah selalu perlu meneliti semua individu

dalam populasi. Dengan meneliti sebagian dari populasi atau sampel itulah

lxv
diharapkan hasil yang diperoleh akan dapat menggambarkan sifat populasi

yang bersangkutan. Menurut Sensus Pertanian Kabupaten Blora tahun 2006

diketahui bahwa luas pertanaman jagung di Kabupaten Blora mencapai

62,666 ha yang tersebar di 16 Kecamatan. Untuk mengetahui secara rinci

luas lahan tanaman jagung di Kabupaten Blora dapat dicermati pada Tabel

3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1
Lokasi, Luas Lahan Tanaman Jagung di Kabupaten Blora Tahun 2006

No Kecamatan Luas Lahan (Ha)


1 Jati 5,560
2 Randublatung 8,913
3 Kradenan 2,933
4 Kedungtuban 2,359
5 Cepu 322
6 Sambong 3,433
7 Jiken 3,743
8 Bogorejo 4,765
9 Jepon 5,310
10 Blora 6,490
11 Banjarejo 3,594
12 Tunjungan 6,720
13 Japah 3,700
14 Ngawen 1,619
15 Kunduran 514
16 Todanan 2,691
Jumlah 62,666
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Blora tahun 2006

Berdasarkan Tabel tersebut, penelitian dilakukan di wilayah

Kecamatan Randublatung, dengan pertimbangan daerah tersebut

merupakan sentra penghasil jagung dalam jumlah besar di Kabupaten Blora

yaitu seluas 8,913 ha ( 14,22 % ) pada musim tanam 2006. Penentuan

sampling dilakukan dengan acak berlapis (multi stage) menggunakan

alokasi proporsional (proportional stratified random sampling).

lxvi
Tahap Pertama, penetapan desa sampel yaitu dari 18 desa wilayah

penghasil jagung di Kecamatan Randublatung dipilih sampel sebesar 30 %

atau 5 desa sampel. Adapun perincian desa dan areal tanaman jagung

dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2
Lokasi, Luas Lahan dan Jumlah Petani Jagung
di Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Tahun 2006

No. Lokasi/Desa Luas (ha) Jumlah Petani


1. Randublatung 184 248
2. Bekutuk 893 1.937
3. Wulung 950 2.054
4. Tanggel 590 1.512
5. Ngliron 350 724
6. Kalisari 210 365
7. Kadengan 460 1.040
8. Sumberejo 909 1.972
9. Kutukan 945 2.016
10. Kediren 315 881
11. Temulus 310 874
12. Pilang 680 1.475
13. Bodeh 135 214
14. Tlogotuwung 137 218
15. Gembyungan 185 294
16. Sambongwangan 340 722
17. Plosorejo 440 981
18. Jeruk 880 1.658
Jumlah 8.913 11.668
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Blora 2006

Berdasarkan tabel tersebut, kemudian sampel pertama ditentukan

desa yang mempunyai luas lahan tanaman jagung dan jumlah petaninya

terbesar di Kecamatan Randublatung, kemudian sampel berikutnya bertutur-

turut di ambil desa sampel yang mempunyai luasan dibawahnya.

Tahap Kedua, dengan terpilihnya 5 desa sampel tersebut maka

ditetapkan jumlah petani desa sampel menjadi sub populasi 9.637 orang.

Langkah selanjutnya digolongkan berdasarkan stratum luas lahan ≤ 1,0

lxvii
hektar dikategorikan lahan sempit yang dimiliki oleh petani kecil, dan luas

lahan ≥ 1,0 hektar dikategorikan lahan luas yang dimiliki oleh petani besar.

Penggolongan ini didapatkan dari buku inventarisasi pajak bumi dan

bangunan yang ada di masing-masing desa yang sering disebut dengan buku

Leter C Desa. Secara rinci jumlah petani sampel, berdasarkan kategori

penguasaan lahan tersaji pada Tabel 3.3. berikut ini.

Tabel 3.3.
Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Kategori Penguasaan Lahan

Luas Lahan (Ha)


No. Desa SampelJumlah Petani Petani Kecil Petani Besar
(Orang) (≤ 1,0 ha) (≥ 1,0 ha)
1. Wulung 2.054 1.438 616
2. Kutukan 2.016 1.412 604
3. Sumberejo 1.972 1.381 591
4. Bekutuk 1.937 1.356 581
5. Jeruk 1.658 1.161 497
Jumlah 9.637 6.748 2.889
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2007

Tahap Ketiga, memilih secara acak sejumlah sampel petani. Untuk

menentukan besarnya sampel dari suatu populasi dapat dihitung dan

dipakai bersama-sama dengan rumus Slovin (Sevilla dan Consuelo, 1993)

dan Uma Sekaran (2000) sebagai berikut :

N
n= (3.1)
1 + ( N ( Moe) 2 )

dimana :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

Moe = Margin of error Maximum (kesalahan yang masih ditoleransi diambil 10%).

Mengacu pada rumus tersebut, maka jumlah sampel dalam penelitian

ini sebanyak :

lxviii
9.637
n= -----------------------
1 + ( 9.637) (0,1) 2 )

9.637
n= -----------------------
1 + 96,37

9.637
n= -----------------------
97,37

n= 98,97 = 99

Menurut Masri Singarimbun dan Effendi (1985), dan Sutrisno Hadi (1998) bahwa besarnya sampel

dalam penelitian tidak ada ketentuan yang baku, tetapi harus tetap memperhatikan presisi data yang tinggi. Oleh

karena itu dengan pertimbangan keterbatasan kemampuan, waktu dan dana serta mengingat bahwa semakin

banyak sampel akan diperoleh data yang semakin baik, maka jumlah sampel sebesar 99 ditetapkan menjadi 100

petani.

Tahap Keempat, untuk menentukan Jumlah sampel sebagai

responden pada setiap stratum dilakukan dengan metoda proportional

stratified random sampling, yaitu sampel petani kecil dengan kriteria luas

lahan tanaman jagung ≤ 1,0 hektar, dan sampel petani besar dengan

kriteria luas lahan tanaman jagung ≥ 1,0 ha. Alokasi penentuan anggota

sampel dapat dilakukan sebagai berikut :

Ni
ni = --------------- Xn (3.2)
N

Dimana :

ni = ukuran sampel dari stratum ke i

lxix
Ni = populasi pada stratum ke i
N = populasi pada desa sampel
n = jumlah sampel yang ditetapkan

Dari rumus tersebut maka penyebaran jumlah sampel adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.4
Distribusi Sampel
No Kecamatan Penguasaan Lahan Jumlah Petani Jumlah Sampel
1 Desa Sedang 1.438 15
Wulung Luas 616 7
2 Desa Sedang 1.412 15
Kutukan Luas 604 6
3 Desa Sedang 1.381 14
Sumberejo Luas 591 6
4 Desa Sedang 1.356 14
Bekutuk Luas 581 6
5 Desa Sedang 1.161 12
Jeruk Luas 497 5
9.637 100
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Blora, 2006

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data menggunakan cara

wawancara dan dokumentasi. Metode wawancara dilakukan dengan cara

mewawancarai langsung petani sampel sebagai responden dengan

menggunakan alat bantu daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya.

Selain itu juga melakukan wawancara dengan Kepala Cabang Dinas

lxx
(KCD)Pertanian, Penyuluh Pertanian (PP) Kecamatan Randublatung dan

perangkat masing-masing desa di lokasi penelitian.

Dokumentasi dilakukan dengan mengadakan survai terhadap data

yang telah ada dan menggali teori-teori yang telah berkembang, serta

menganalisa data yang telah pernah ada dilakukan oleh peneliti-peneliti

terdahulu.

3.5. Teknik Analisis

Model analisis yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap tingkat keuntungan, alokasi penggunaan faktor

produksi, skala usaha serta tingkat efisiensi ekonomi relatif adalah model

fungsi keuntungan Cobb-Douglas yang diturunkan dari model fungsi

produksi Cobb-Douglas. Penggunaan jenis data primer (cross section)

berarti model jangka panjang yang artinya bahwa proses produksi dapat

diasumsikan konteks jangka panjang. Selanjutnya untuk mengestimasi

fungsi keuntungan, skala usaha dan tingkat efisiensi dilakukan bantuan

program Shazam 8.

3.5.1. Model Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas

Fungsi keuntungan Cobb-Douglas dipergunakan untuk

mengetahui hubungan antara input dan output serta mengukur

pengaruh dari berbagai perubahan harga dari input terhadap produksi.

Cara fungsi keuntungan Cobb Douglas ini menjadi terkenal setelah

diperkenalkan aleh Lau dan Yotopoulos pada tahun (1976) menjadi

lxxi
suatu konsep yang dapat dioperasionalkan untuk menguji efisiensi

relatif di bidang pertanian.

Perkembangan terakhir adalah menurunkan fungsi keuntungan

Cobb Douglas dengan teknik "Unit Output Price " atau UOP of Cobb-

Douglas Profit Function, yaitu suatu fungsi yang melibatkan harga

produksi dan produksi yang telah dinormalkan dengan harga tertentu

yang disebut "Normalized Profit Function ".

Salah satu manfaat dari penggunaan fungsi ini adalah peneliti

dapat sekaligus mengukur tingkatan efisiensi pada tingkatan atau ciri

yang berbeda. Dalam menggunakan fungsi keuntungan Cobb-Douglas

ini dengan memasukkan 4 input variabel dan 3 input tetap. Adapun

bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut :

Y = A X1'xi XZa2m X 3 a3 X 4 a 4 Z 1 β1 Z 2 β 2 Z3 β3 (3.3)

4 4
Y = A( ∑ Xi ai ∑ ZJ βj ) (3.4)
i =1 i =1

dimana :

Y = produksi jagung

X1 = tenaga kerja

X2 = jumlah benih

X3 = pupuk

X4 = pestisida

Z1 = luas lahan

Z2 = biaya lain - lain

Z3 = jumlah pohon produktif

lxxii
α1 = koefisien input variabel i

βj = koefisien input tetap j

Menurut Yotopoulos dan Lau (1971) dari persamaan (3.4) dapat

diturunkan fungsi keuntungan UOP (Unit Output Price) sebagai berikut :

Inπ*=A*Σ wiai* ΣZjβj* (3.5)

Dalam bentuk logaritma natural, persamaan (3.5) dapat ditulis sebagai

berikut :

Inπ*=InA*Σαi* Inwi* Σβj*InZj (3.6)

Inπ* = InA* + α1* In w1 + α2 * In w2 + α3* In w3 + α4* In w4

+ β1 * In Z1 + β2* Inz 2 + β 3* Inz3 +e0 (3.7)

Keterangan :

π* = keuntungan jangka pendek yang telah dinormalkan dengan harga

jagung

A* = intersep

W1* = harga upah tenaga kerja yang dinormalkan dengan harga jagung.

W2* = harga benih yang telah dinormalkan dengan harga jagung.

W3* = harga pupuk yang telah dinormalkan dengan harga jagung.

W4* = harga pestisida yang teiah dinormalkan dengan harga jagung.

Z1 = input tetap luas lahan

Z2 = input tetap biaya lain - lain

Z3 = input tetap jumlah pohon produktif

α* = parameter input variabel yang diduga, i = 1, ................... 5

βj* = parameter output tetap yang diduga, j = 1, 2

lxxiii
e0 = faktor kesalahan (standar eror)

Fungsi permintaan input variabel (factor share) sebagai

kontribusi suatu input variabel terhadap keuntungan dapat diturunkan

dari fungsi keuntungan Cobb-Douglas (Yotopoulos dan Nugent, 1976

dan Sukartawi, 1990) yang secara matematis dapat diformulasikan

menjadi :

-Wi Xi / πa = αi*’’ + ei; i = 1,2,3,4 (3.8)

Xi = -αi*’’ πa / Wi* (3.9)

Dimana :

Wi* = harga input variabel yang dinormalkan dengan harga jagung.

πa = keuntungan UOP jangka pendek

αi*’’ = parameter permintaan input vartabel Factor share

Xl = jumlah nilai input upah.tenaga kerja dalam rupiah

X2 = jumlah nilai input pupuk SP-36 dalam rupiah

X3 = jumlah nilai input pupuk Urea dalam rupiah

X4 = jumlah nilai input pestisida dalam rupiah

ei = faktor kesalahan

Persamaan (3.9) ditransformasikan dalam bentuk log natural menjadi :

In Xi = In (-αi*’’) + In πa – In wi* (3.10)

In Xi = In (-αi*’’) + In A* + Σ αi* In wi* + Σβj* In Zj - In wi* (3.11)

In Xi = In (-αi’’) + In A* + Σ αi * + Σβj * In Zj (3.12)

Dan persamaan (3.12) tersebut dapat diturunkan fungsi penawaran

output sebagai berikut :

lxxiv
Ys* = (1-Σ αi*’’)πa (3.13)

Persamaan (3.13) dalam logaritma natural, formulasinya menjadi :

In Ys* = In (1-Σ αi*’’) + In πa (3.14)

In Ys* = In (1-Σ αi*’’) + In A* +Σ αi * In wi* + Σβj * In ZjΣ αi * + Σβj * In

Zj (3.15)

Sebagai pertimbangan dalam menyelesaikan fungsi keuntungan UOP

(Unit Ouput Price) memakai cara simultan adalah untuk mencapai

spesifikasi stokastik, dimana pada model analisis mempunyai ai* yang

muncul di semua persamaan. Apabila kasus tersebut dengan

menggunakan OLS maka akan terjadi ketidakefisien dan dikhawatirkan

munculnya korelasi antar eror dari masing masing persamaan. Untuk itu

pendugaan fungsi keuntungan UOP akan diselesaikan dengan

menggunakan tiga model. Adanya penggunaan tiga model ini akan

terlihat korelasi antar error masing-masing persamaan sehingga akan

diperoleh model yang efisien.

Model I : Model OLS sebagai suatu pembanding

Persamaan fungsi keuntungan dari fungsi factor share pada usahatani di

daerah penelitian terdiri dari satu fungsi keuntungan dan empat fungsi

factor share, yaitu

Inπ*= InA*+al*Inw1*+a2*Inw2*+a3*Inw3*+α4*Inw4*+ βi*Inzl + (β2*

In z2 + β3 * In z3 + eo (3.16)

lxxv
In X1 = In (- αl*") + cx2* Inw2* + α3* Inw3* + α4* Inw4 * + βi* In zl

+β2* In z2 + β3* In Z3 + eo (3.17)

In X2 = In (- α2*") + cx2* Inw2* + α3* Inw3* + α4* Inw4 * + βi* In zl

+β2* In z2 + β3* In Z3 + eo (3.18)

In X3 = In (- α3*") + cx2* Inw2* + α3* Inw3* + α4* Inw4 * + βi* In zl

+β2* In z2 + β3* In Z3 + eo (3.19)

In X4 = In (- α4*") + cx2* Inw2* + α3* Inw3* + α4* Inw4 * + βi* In zl

+β2* In z2 + β3* In Z3 + eo (3.20)

Lima persamaan tersebut di atas merupakan single equition yang diolah

secara parsial atau sendiri-sendiri.

Model II : Model Zellner's Method of Seemingly Unrelated Regression

tanpa restriksi kesamaan α* = α*", yang merupakan persamaan simultan

dengan menggunakan 5 persamaan pada model 1 yang diolah serentak

atau bersamaan..

Model III: Model Zellner's Method of Seemingly Unrelated Regression

dengan restriksi kesamaan α* = α*", yang merupakan persamaan simultan

dan diolah serentak atau bersamaan. Lima persamaan sebagaimana Model

I direstriksi α* = α*", sehingga menjadi sebagai berikut :

Inπ*= InA*+al*Inw1*+a2*Inw2*+a3*Inw3*+α4*Inw4*+ βi*Inzl + (β2*

In z2 + β3 * In z3 + eo (3.21)

In X1 = In (- αl*") + cx2* Inw2* + α3* Inw3* + α4* Inw4 * + βi* In zl

+β2* In z2 + β3* In Z3 + eo (3.22)

lxxvi
In X2 = In (- α2*") + cx2* Inw2* + α3* Inw3* + α4* Inw4 * + βi* In zl

+β2* In z2 + β3* In Z3 + eo (3.23)

In X3 = In (- α3*") + cx2* Inw2* + α3* Inw3* + α4* Inw4 * + βi* In zl

+β2* In z2 + β3* In Z3 + eo (3.24)

In X4 = In (- α4*") + cx2* Inw2* + α3* Inw3* + α4* Inw4 * + βi* In zl

+β2* In z2 + β3* In Z3 + eo (3.25)

Restrict In w1* = In (αI *")

Restrict I n w 2* = In (α2 *")

Restrict In w3* = In (αI3*")

Restrict In w4* = In (αI4*")

Pada dua kelompok menurut skala luas lahan garapan yang berbeda yaitu

petani kecil dan petani besar, maka model yang dipergunakan dengan cara

penggabungan variabel dummy pada fungsi keuntungan model I, II, III

tersebut di atas. Variabel dummy untuk petani kecil (< 1 ha) = 0 dan petani

besar (> 1 ha ) = l, sehingga persamaan fungsi keuntungan Cobb-Douglas

usahatani jagung dapat ditulis sebagai berikut

Inπ*= InA*+ + DM + αl*Inw1*+α2*Inw2*+a3*Inw3*+α4*Inw4*+

βi*Inzl + (β2* In z2 + β3 * In z3 + eo (3.26)

In X1 = DM + αl*Inw1*+α2*Inw2*+a3*Inw3*+α4*Inw4*+ βi*Inzl +

(β2* In z2 + β3 * In z3 + eo (3.27)

In X2 = DM + αl*Inw1*+α2*Inw2*+a3*Inw3*+α4*Inw4*+ βi*Inzl +

(β2* In z2 + β3 * In z3 + eo (3.28)

lxxvii
In X3 = DM + αl*Inw1*+α2*Inw2*+a3*Inw3*+α4*Inw4*+ βi*Inzl +

(β2* In z2 + β3 * In z3 + eo (3.29)

In X4 = DM + αl*Inw1*+α2*Inw2*+a3*Inw3*+α4*Inw4*+ βi*Inzl +

(β2* In z2 + β3 * In z3 + eo (3.30)

Model I dan Model II merupakan fungsi keuntungan aktual, sedang Model III

merupakan fungsi keuntungan dengan kondisi tercapainya keuntungan

maksimum jangka Pendek.

3.5.2. Pengujian Keuntungan Maksimum

Pengujian terhadap tercapai tidaknya keuntungan maksimal jangka

pendek dilakukan dengan membandingkan parameter masing-masing

perubah (variabel) dari fungsi produksi (β) dengan parameter masing-

masing fungsi permintaan input variabel (β1). Keuntungan maksimal

jangka pendek akan tercapai jika β = β1 untuk semua variabel. Dengan

demikian bentuk pencapaian keuntungan maksimal jangka pendek adalah :

Ho : βi = βi1 (i= 1, 2, 3, 4)

Jika ada salah satu Ho yang ditolak, maka usaha tani jagung tidak dapat

mencapai keuntungan maksimum dalam jangka pendek (short-run) profit.

3.5.3. Pengujian Skala Usaha

Pengujian skala usaha dilakukan terhadap besarnya nilai k atau

Σβ*j. Apabila Σβ*j = 1 maka terjadi skala usaha tetap (CRS). Skala

usaha menaik (IRS) terjadi apabila Σβ*j > 1, dan skala usaha menurun

lxxviii
apabilaΣβ*j < 1. Dengan demikian pengujian skala usaha dapat

dirumuskan menjadi berikut :

Ho : Σβ*j = 1 (CRS)

Ha : Σβ*j ≠ 1 (IRS/DRS)

Adapun pengujiannya memakai F-Test yaitu :

F hitung< F tabel, maka Ho diterima

F hitung > F tabel, maka Ho ditolak

3.5.4. Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif

Untuk melakukan pengujian terdapat tidaknya kesamaan

efisiensi ekonomi berdasarkan luas lahan, maka fungsi keuntungan aktual

dimodifikasi menjadi :

Lnπa = Ln As* + ξG DM + Σα*i Ln W*i + Σβ*j LnXj (3.31)

Model fungsi permintaan input variabel menjadi :

-Wi Xi/Πa = αi*” +αI *”M


DM (3.32)

Dimana :

Πa = keuntungan UOP actual

DM = 1 untuk variabel dummy usahatani petani besar

DM = 0 untuk variabel dummy usahatani petani kecil

Uji hipotesis kesamaan efisiensi ekonomi relatif menjadi berikut :

Ho : ξG = ξL = 0

Ha : ξG ≠ 0 atau ξL ≠ 0

lxxix
Adapun pengujiannya memakai F-Test yaitu :

F hitung< F tabel, maka Ho diterima

F hitung > F tabel, maka Ho ditolak

lxxx
BAB IV

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

4.1. Keadaan Umum

4.1.1. Letak dan batas wilayah Kabupaten Blora

Kabupaten Blora terletak antara 111º16' S/D 111º338' Bujur Timur dan

6º528' s/d 7º248' Lintang Selatan. Luas Kabupaten Blora adalah sebesar

1.820,59 Km, dengan ketinggian terendah 25 meter dpl dan tertinggi 500 meter

dpl, yang diapit oleh jajaran pegunungan Kendeng Utara dan pegunungan

Kendeng Selatan. Susunan Tanah di Kabupaten Blora terdiri atas 56 persen

tanah gromosol, 39 persen mediteran dan 5 persen aluvial.

Secara administratif, Kabupaten Blora sebelah utara berbatasan dengan

Kabupaten Rembang dan Pati, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Bojonegoro – Jawa Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ngawi

– Jawa Timur, serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Grobogan.

4.1.2. Iklim dan Topografi

Seperti kebanyakam daerah Indonesia lainnya, Kabupaten Blora

memiliki iklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau silih berganti

sepanjang tahun. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal

dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan

musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus

angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Samudra Pasifik, sehingga

lxxxi
terjadi musim penghujan. Keadaan ini berganti setiap setengah tahun setelah

melewati masa peralihan (pancaroba) pada bulan April – Mei dan Oktober –

Nopember.

Curah hujan pada tahun 2006 di Kabupaten Blora telah terjadi sebanyak

0 sampai dengan 18 hari hujan dengan curah hujan antara 7 mm sampai dengan

455 Jumlah hari hujan terbanyak terjadi di daerah Kecamatan Jiken dan paling

sedikit di daerah Kecamatan Sambong, sementara curah hujan tertinggi terjadi di

daerah Kecamatan Jiken dan paling sedikit di Kecamatan Bogorejo.

Wilayah Kabupaten Blora mempunyai elevasi/ketinggian permukaan

tanah dari permukaan laut mulai 0 – 100 m yang dibatasi atas tiga region yaitu

Region A, Region B dan Region C. Region A merupakan tekstur tanah

halus/liat meliputi kecamatan Jepon, Blora, Banjarejo, Tunjungan, Japah,

Ngawen, Kunduran dan Todanan dengan keseluruhan seluas 24.480,361 ha.

Sedangkan Region B merupakan tekstur tanah sedang/lempung meliputi

sebagian dari seluruh kecamatan dari wilayah Kabupaten Blora dengan luas

152.626,436 ha. Sedangkan pada region C hanya terdapat di Kecamatan

Todanan dengan luas 952 ha.

4.1.3. Luas dan pembagian wilayah

Luas wilayah Kabupaten Blora adalah adalah 1.820.587 ha, terdiri atas

16 Kecamatan, 271 Desa dan 13 Kelurahan (Tabel 4.1.).Tabel 4.1. menunjukkan

bahwa Kecamatan Randublatung memiliki luas yaitu 211.131 hektar atau

11,60% dari seluruh wilayah Kabupaten Blora, sedangkan paling sempit adalah

lxxxii
Kecamatan Bogorejo yaitu 49.805 hektar atau 2,74% dari seluruh wilayah

Kabupaten Blora.

Tabel 4.1.
Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan dan Luas Wilayah di Kabupaten
Blora tahun 2006.

Jumlah Luas wilayah


No. Kecamatan
Desa Kelurahan (ha) (%)
1 Jati 12 0 183.620 10,09
2 Randublatung 16 2 211.131 11,60
3 Kradenan 10 0 109.508 6,01
4 Kedungtuban 17 0 106.858 5,87
5 Cepu 11 6 49.145 2,70
6 Sambong 10 0 88.750 4,87
7 Jiken 11 0 168.167 9,24
8 Bogorejo 14 0 49.805 2,74
9 Jepon 24 1 107.724 5,92
10 Blora 16 1 79.786 4,38
11 Banjarejo 20 0 103.522 5,69
12 Tunjungan 15 0 101.815 5,59
13 Japah 18 0 103.052 5,66
14 Ngawen 27 2 100.982 5,55
15 Kunduran 25 1 127.983 7,03
16 Todanan 25 0 128.739 7,07
Sumber : Blora Dalam Angka, 2006.

4.1.4. Luas penggunaan lahan

Sebagai daerah agraris yang sebagian besar penduduknya bergantung

pada sektor pertanian, hal ini ditunjukkan dengan masih luasnya lahan pertanian.

Dari seluruh luas lahan yang ada di Kabupaten Blora 24,79% digunakan untuk

lahan sawah. Sedangkan sisanya digunakan untuk pekarangan

(bangunan/halaman) dan lainnya. Mengenai jenis lahan yang ada di Kabupaten

Blora, lihat Tabel 4.2.

lxxxiii
Tabel 4.2.
Jenis dan Luas Lahan di Kabupaten Blora Tahun 2006

Jenis Lahan Luas Lahan (ha) Persentase (%)


Lahan sawah 46.129,921 24,79
Bangunan/halaman 16.791,858 9,03
Tegal/kebun 26.278,278 14,12
Tebat/empang/rawa 59,962 0,03
Perkebunan Rakyat 4.000,000 2,15
Hutan Negara 90.416,520 48,60
Lainnya 2.381,259 1,28
Jumlah 182.058,797 100,00
Sumber : Blora Dalam Angka, 2006

4.2. Keadaan Sosial Ekonomi

4.2.1. Jumlah dan penyebaran penduduk

Jumlah penduduk di Kabupaten Blora berdasarkan hasil Registrasi

Penduduk pada tahun 2006 adalah sebanyak 862.674 orang terdiri atas 416.209

laki-laki dan 426.465 perempuan. Jumlah penduduk terbesar terdapat di

Kecamatan Blora yaitu sebanyak 87.508 orang. Sedangkan jumlah terendah

terdapat di Kecamatan Bogorejo sebanyak 23.867 orang

lxxxiv
Tabel 4.3.
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Diperinci Per Kecamatan di Kabupaten
Blora Tahun 2006.

No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex Ratio


1. Jati 24.252 24.729 48.981 98,07
2. Randublatung 36.100 36.485 72.585 98,94
3. Kradenan 19.258 19.175 38.433 100,4
4. Kedungtuban 27.083 27.812 54.895 97,38
5. Cepu 37.208 38.600 75.808 96,39
6. Sambong 13.206 13.499 26.705 97,83
7. Jiken 18.768 18.544 37.312 101,20
8. Bogorejo 11.838 12.029 23.867 98,41
9. Jepon 29.294 29.985 59.279 97,70
10. Blora 43.247 44.261 87.508 97,71
11. Banjarejo 27.684 27.935 55.619 99,10
12. Tunjungan 21.385 21.923 43.308 97,55
13. Japah 16.405 17.273 33.678 94,97
14. Ngawen 30.025 30.751 60.776 97,64
15. Kunduran 31.923 32.488 64.411 98,26
16. Todanan 28.533 30.976 59.509 92,11
Jumlah 416.209 426.465 842.674 97,60
Sumber : Blora Dalam Angka, 2006.

4.2.2. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumberdaya manusia

yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Menurut Badan Pusat

Statistik (BPS) yang dimaksud dengan penduduk usia kerja adalah penduduk

berumur 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini dibedakan sebagai angkatan

kerja yang terbagi atas yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya.

Penduduk Kabupaten Blora usia 15 tahun ke atas yang bekerja pada

tahun 2006 sebanyak 427.346 orang yang terdiri atas 256.745 laki-laki dan

170.601 perempuan. Adapun tabel jumlah penduduk berdasarkan mata

pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

lxxxv
Tabel 4.4.
Jumlah Penduduk Kabupaten Blora Berdasarkan Mata
Pencaharian Tahun 2006

Klasifikasi Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan Total


Pertanian 186.156 110.464 296.620
Penggalian dan Pertambangan 887 285 1.172
Industri Pengolahan 11.118 8.854 19.972
Listrik, Gas dan Air 1.156 0 1.156
Bangunan 10.026 602 10.628
Perdagangan 19.639 40.514 60.153
Pengangkutan dan 9.962 570 10.532
Telekomunikasi 570 285 855
Lembaga Keuangan 17.231 9.027 26.258
Jasa-jasa
Jumlah 256.745 170.601 427.346
Sumber : BPS Kabupaten Blora, 2006

4.2.3. Sarana dan Prasaran Pendidikan

Data tentang sarana dan prasarana pendidikan merupakan data pokok

dalam membangun pendidikan di Kabupatena Blora. Dari data yang dapat

dihimpun di tahun pelajaran 2004/2005 jumlah SD/MI sebanyak 709 unit,

SLTP/MTs 121 unit, SLTA 62 unit dan Akademi/perguruan tinggi sebanyak 4

Unit. Akademi atau perguruan tinggi tercatat sebanyak 4 unit, 3 unit di

Kecamatan Cepu dan 2 unit di Kecamatan Blora, dengan jumlah mahasiswa

sebanyak 1.613 orang, dosen tetap sebanyak 123 orang dan tidak tetap sebanyak

184 orang. Kegiatan kelompok belajar paket A dan B hingga tahun 2005

mencapai 57 dan 56 kelompok.

4.3. Budidaya Tanaman Jagung di Kabupaten Blora

Jagung termasuk bahan pangan utama setelah beras. Sebagai sumber

karbohidrat, jagung mempunyai manfaat yang cukup banyak, antara lain

sebagai bahan pakan dan bahan industri. Penggunaan jagung sebagai bahan

lxxxvi
pangan dan pakan terus mengalami peningkatan. Sementara ketersediaannya

dalam bentuk bahan terbatas. Untuk itu perlu dilakukan upaya peningkatan

produksi melalui perluasan lahan penanaman dan peningkatan produktivitas.

Secara umum, sentra produksi jagung masih didominasi di Pulau Jawa yaitu

sekitar 65 % dan luar jawa hanya sekitar 35 %.

Hingga saat ini produksi jagung di dalam negeri belum mampu

memenuhi kebutuhan sehingga sebagian diimpor dari beberapa negara

produsen. Padahal, pada tahun 2001 pemerintah telah menggalakkan sebuah

program yang dikenal dengan sebutan Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi,

Kedelai dan Jagung).

Walaupun dengan adanya program tersebut dapat memacu petani untuk

meningkatkan produktivitasnya dan produksi jagung di dalam negeri, tetapi

kebutuhan jagung di dalam negeri tetap belum terpenuhi. Sentra produksi jagung

di Kabupaten Blora yang terbanyak terdapat di wilayah Kecamatan

Randublatung .

Adapun tahapan budidaya usahatani jagung sebagai berikut :

1. Persiapan Benih

Persiapan benih untuk budidaya memegang peran penting dalam upaya

peningkatan produksi jagung. Mutu benih meliputi mutu fisik, genetik dan

fisiologis benih. Secara umum, mutu benih jagung yang baik dicirikan

beberapa hal, antara lain : daya tumbuh besar lebih dari 90 %, tidak

tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar

hama dan penyakit, sehat dan bernas serta tidak keriput tetapi mengkilap.

lxxxvii
Untuk persiapan benih ini pastikan benih yang berkualitas, sebelum

dilakukan penanaman disarankan menggunakan Ridomil Gold 350 ES

dengan dosis 12,5 ml per 5 kg benih. Kebutuhan benih cukup 15 kg untuk

keperluan 1 hektar.

2. Persiapan Lahan

Untuk persiapan lahan yang akan ditanami jagung bisa dilakukan dengan

dua cara pengolahan. Pertama, lahan dibajak sedalam 15 – 20 cm, kemudian

diratakan dengan garu/cangkul agar gembur, bersihakn lahan dari sisa-sisa

tanaman dan gulma, gunakan kompos/pupuk kandang sebanyak 5 – 10

ton/ha. Kedua, Gulma dan sisa tanaman dapat dikendalikan dengan

menggunakan herbisida Gramoxone dengan dosis 2 – 3 ltr/ha atau dengan

herbisida Taupan dengan dosis 3 – 4 ltr/ha.

3. Penanaman Jagung

Setelah lahan diolah, tahap selanjutnya adalah penanaman. Namun sebelum

penanaman dilakukan, sebaiknya ditentukan terlebih dahulu pola tanam yang

diinginkan dan ditentukan jarak tanamnya. Jarak tanam jagung disesuaikan

dengan umur panen. Semakin panjang umurnya, tanaman akan semakin

tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas. Jagung berumur panjang

dengan waktu panen lebih dari 100 hari setelah tanam, sebaiknya jarak

tanamnya dibuat 100 cm X 40 cm (2 tanaman/lubang) atau 100 cm X 25 cm

(1 tanaman per lubang). Jagung berumur sedang (umur panen 80 – 100

hari), jarak tanamnya 75 cm X 25 cm (1 tanaman/lubang). Sementara jagung

berumur pendek (umur panen kurang dari 80 hari) jarak tanamnya 50 cm X

20 cm ( 1 tanaman/lubang).

lxxxviii
Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu

diperhatikan agar benih tidak terhambat pertumbuhannya. Untuk penanaman

ini, prinsipnya adalah lahan ditugal sedalam 5 cm, dan seetiap lubang hanya

diisi 1 atau 2 butir benih, tergantung jarak tanamnya. Kemudian lubang yang

terisi benih tersebut ditutup dengan tanah atau pupuk kandang yang sudah

matang.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman jagung diantaranya meliputi penjarangan,

penyiangan, pembumbunan, pemupukan dan pengairan.

- Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah

tanam. Tanaman yang diambil adalah tanaman yang tumbuhnya paling

tidak baik. Caranya tanaman dipotong pada bagian batang yang paling

bawah sampai lepas. Penjarangan dilakukan dengan maksud agar

diperoleh pertumbuhan yang optimal dalam 1 lubang.

- Penyiangan

Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali dengan tujuan untuk

membersihkan lahan dari gulma. Pada saat tanaman berumur 4 minggu

setelah tanam, penyiangan kedua dilakukan bersamaan dengan

pembumbunan.

- Pembumbunan

Tujuan dari pembumbunan adalah untuk memperoleh tanaman yang

kokoh. Kegiatan pembumbunan dilakukan bersamaan waktu penyiangan

kedua, yaitu saat tanaman berumur 4 minggu. Caranya yaitu tanah

lxxxix
sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul,

kemudian ditimbun dari barisan tanaman.

- Pemupukan

Pemupukan dilakukan sebagai penambah unsur hara yang ada di dalam

tanah. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada

kesuburan tanah dan varietas jagung yang ditanam.

Tabel 4.5
Dosis Pupuk Jagung yang Dianjurkan

No. Varietas Jagung Dosis Pupuk


Kandang Urea SP-36 KCL
1. Lokal 2 ton 200 100 50
2. Komposit 2 ton 200 150 100
3. Hibrida 2 ton 300 200 100

Fase pemberian pupuk adalah sebagai berikut :

Pemupukan dasar
• 1/3 bagian pupuk Urea ditambah semua dosis pupuk kandang, SP-36
dan KCL diberikan seluruhnya pada saat tanam
Pemupukan susulan I
• 2/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 4 minggu
setelah tanam.

- Pengairan

Air diperlukan terutama pada saat penanaman, pembungaan yaitu saat

tanaman berumur 45 hari setelah tanam dan juga masa pengisian biji

umur 60 – 80 hari setelah tanam. Drainage yang baik penting untuk

tanaman jagung, oleh karena itu hindarkan tanaman dari genangan air. .

5. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan semenjak benih ditamam

hingga menjelang panen. Hama yang sering terjadi adalah lalat bibit, lundi

xc
(uret), Ulat pemotong dan Penggerek tongkol. Petani melakukan

pengendalian terhadap hama dengan cara kimiawi dengan insektisida pada

saat tanam dan pemeliharaan. Sedangkan penyakit yang biasanya menyerang

tanaman jagung adalah penyakit bulai (downy mildew), penyakit bercak daun

(leaf blight), penyakit karat (rust), penyakit gosong bengkak (corn smut/boil

smut) dan penyakit busuk tongkol dan busuk biji.

6. Panen

Tanaman jagung dapat dipanen bila sudah mencapai umur 95 – 105 hari

setelah tanam (HST) di dataran rendah, dan umur 115 – 120 HST di dataran

tinggi. Tanda-tanda tanaman jagung siap dipanen adalah daun sudah agak

mengering, bunga sudah kering, kulit tongkol buahnya juga sudah kering,

biji sudah keras sekali tak dapat dilukai dengan kuku.

xci
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteritik Responden

5.1.1 Pendidikan dan Pengalaman

Sumber daya manusia yang diukur dari tingkat pendidikan merupakan

faktor penting dalam mengakomodasi teknologi maupun ketrampilan dalam

usahatani jagung. Untuk mengetahui sebaran pendidikan petani jagung di

Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora dapat dilihat pada Tabel 5. I. berikut

ini :

Tabe1 5.1.
Tingkat Pendidikan Petani Sampel Usahatani Jagung

No Pendidikan Persentase
(%)
1 Tidak tamat SD 11
2 Tamat SD 59
3 Tamat SLTP 16
4 Tamat SLTA 11
5 Tamat PT 3
100
Sumber : Data primer diolah (pertanyaan dalam kuesioner no 12)

Tabel 5.1. menggambarkan bahwa tingkat pendidikan petani di Kecamatan

Randublatung, Kabupaten Blora beragam, mulai tidak tamat SD, tamat SD, tamat

SLTP, tamat SLTA, dan tamat Perguruan Tinggi. Mengingat pendidikan terbesar

hanya tamat sampai dengan SD, yaitu sebanyak 59 %, maka pengelolaan usaha

jagung lebih hanyak hanya menitikberatkan pada kemampuan teknis yang

diperoleh secara turun temurun, disamping mendapatkan pelatihan tehnis dari

xcii
instansi terkait. Sehingga dengan berbekal pengalaman tersebut dapat

mempengaruhi terhadap hasil produksi jagung. Sejauhmana lama pengalaman

petani dalam usahatani jagung dapat diketahui pada Tabel 5.2. berikut ini :

Tabe1 5.2.
Pengalaman Petani Sampel pada Usahatani Jagung

Pengalaman Persentase
No.
(tahun) (%)
1. < 5 th 0
2. 5 - 10 th 61
3. 11 - 15 th 27
4. > 15 th 12
Jumlah 100
Sumber : Data primer diolah (pertanyaan dalam kuesioner no 11).

Tabel 5.2. menunjukkan petani jagung mempunyai pengalaman yang

bervariasi dalam usahatani jagung, sebagian besar petani mempunyai

pengalaman dalam usahatani jagung di 5 – 10 tahun. Hal ini merupakan petani

tradisional yang secara naluri petani mampu mengelola faktor-faktor produksi.

5.1.2 Profil Keluarga Petani

Profil keluarga petani sampel merupakan penduduk asli yang telah lama

berdomisili di Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora yang pada

umummya seorang petani sudah mempunyai keluarga yang telah menikah dan

tercatat sebagai pemilik lahan jagung, sedangkan petani pendatang dari daerah

lain tidak ada. Petani sampel umumnya mempunyai tanggungan keluarga yang

sekaligus membantu dalam usahatani jagung. Jumlah tanggungan keluarga

petani dapat dilihat pada Tabel 5.3. berikut ini :

xciii
Tabel 5.3.
Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Jagung

Tanggungan Keluarga Petani Persentae


(orang) (%)
1 6
2 16
3 27
4 33
5 12
>5 6
Jumlah 100
Sumber : Data primer diolah (pertanyaan dalam kuesioner no 6)

Selain bekerja sebagai petani dalam mengelola jagung, banyak yang

melakukan pekerjaan lain, seperti pegawai negeri sipil, pedagang, buruh pabrik,

buruh bangunan, buruh tani dan lain-lain. Data pekerjaan lain petani sampel

usahatani jagung dapat dilihat pada Tabel 5.4. berikut ini :

Tabel 5.4.
Pekerjaan Lain Petani Sampel Usahatani Jagung

Persentase
No. Jenis pekerjaan sambilan
(%)
l. Pedagang 15
2. Perangkat desa 4
3. Buruh pabrik 6
4. Buruh bangunan 35
5. Buruh tani 37
6. Lain-lain 3
Jumlah 100
Sumber : Data primer diolah (pertanyaan dalam kuesioner no 9)

5.1.3 Luas Lahan

Lahan pertanian berbeda dengan tanah pertanian. Lahan pertanian

diartikan sebagai tanah pertanian yang disiapkan untuk diusahakan usahatani.

Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan

xciv
usaha pertanian, dalam hal ini ukuran luas lahan pertanian dinyatakan dalam

hektar. Pada usahatani jagung luas lahan jagung akan berpengaruh pada

produksi. Data selengkapnya rata-rata luas lahan yang dipergunakan dalam

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.5. berikut ini :

Tabel 5.5.
Jumlah Petani Sampel Dan Rata-Rata Luas Lahan Usahatani Jagung

Jumlah Luas Rata rata Persentase


Status Petani sampel Lahan luas lahan luas lahan
(orang) (ha) (ha) (%)
Petani kecil (≤ 0,1 ha) 70 42,47 0,606 48,9
Petani besar (> 0,1 ha) 30 44,28 1,476 51,1
Jumlah petani sampel 100 86,75 0,86 100
Sumber : Data primer diolah ( pertanyaan dalam kuesioner Faktor Input)

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa petani kecil rata-rata menguasai lahan

seluas 0,606 ha dan petani besar rata-rata lahan yang diusahakan luasnya 1,476

ha, sedangkan rata-rata luas lahan dari keseluruhan responden adalah 0,86 ha.

Luas lahan yang diusahakan oleh 100 petani adalah 86,75 ha yang terdiri atas

petani besar dengan jumlah responden 30 petani mengolah lahan 44,28 ha,

sedangkan petani kecil jumlah responden 70 orang mengolah lahan 42,47 ha.

5.1.4 Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu

diperhitungkan dalam proses produksi baik dari segi jumlahnya, kualitas dan

juga macam tenaga kerja. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang

cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan

kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga penggunaannya optimal. Jumlah

tenaga kerja yang diperlukan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis

xcv
kelamin, jenis pekerjaan dan upah tenaga kerja. Untuk mengetahui sejauhmana

penggunaan tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria pada petani kecil maupun

petani besar dapat dilihat pada Tabel 5.6. berikut ini :

Tabe1 5.6.
Jumlah Tenaga Kerja Dan Besarnya Upah Per Hektar

Jumlah tenaga Upah per ha


Status Petani dan Jenis TK
Kerja (HOK) (Rp.)
a. Tenaga kerja wanita. 25 375.000
1. Petani Kecil b. Tenaga kerja pria 40 800.000
Jumlah TK Petani Kecil 65 1.175.000
a. Tenaga kerja wanita. 20 300.000
2. Petani Besar b. Tenaga kerja pria 35 700.000
Jumlah TK Petani Besar 55 1.000.000
Rata-rata untuk petani kecil dan petani
60 1.087.500
besar
Sumber: Data primer diolah (dalam kuesioner No.IV Tenaga Kerja)

Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin apalagi dalam

proses produksi pertanian. Oleh karena secara fisik tenaga kerja itu berbeda, yaitu

antara tenaga kerja pria dan wanita, dan apabila dalam menghitung jumlah

penggunaan tenaga kerja digunakan standar satuan Hari Orang Kerja (HOK)

dengan nilai upah yang berbeda antara tenaga kerja wanita dan tenaga kerja pria.

Proporsi penggunaan tenaga kerja antara petani kecil dan petani besar berbeda.

Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani kecil per hektar sebanyak 65 HOK.

Sedangkan pada petani besar rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar sebesar

55 HOK

5.1.5 Penggunaan Faktor Sarana Produksi

Sarana produksi pertanian yang diperlukan dalam proses produksi

jagung terdiri atas pupuk dan pestisida. Pupuk yang dipergunakan adalah pupuk

kandang, Urea, SP-36 dan KCL, sedangkan pestisida berupa insektisida cair dan

xcvi
butiran serta fungisida. Untuk mengtahui penggunaan sarana produksi dapat

dilihat pada Tabel 5.7. berikut ini.

Tabel 5.7.
Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Per Ha

Jumlah Sampel
Petani Besar Petani Kecil
100 petani
30 petani 70 petani
Variabel input
Nilai Nilai
Volume Volume Volume Nilai (Rp)
(Rp) (Rp)
Benih Jagung (kg) 11.621 120.657,7 18293,1 194.717,5 7.173,17 71.272,83
Pupuk Kandang (kw) 46,412 51.219,3 68,1775 75.851,9 31,9017 34.797,5
Pupuk Urea (kg) 207,37 248.831 205,85 363.364 143,717 172.476
Pupuk SP-36 + KCL(kg) 89,975 127.722,8 131,975 186.227,5 61,975 88.719,58
Pestisida (ml) 0,6935 66.320,25 0,99375 90.981,25 0,4933 50.212,917
Sumber : Data primer (diolah dari kuesioner III. Faktor Input)

5.1.6 Rata-rata Produksi dan Nilai Produksi Per Hektar

Setelah proses penanaman dan pemeliharaan, tahap akhir dari kegiatan

usahatani jagung adalah panen dan pasca panen. Dengan proses panen dan

pasca panen yang baik dan benar akan mendukung peningkatan produksi jagung

yang berkualitas. Untuk mengetahui rata-rata produksi, harga prduksi dan nilai

produksi per hektar dapat dicermati pada Tabel 5.8. sebagai berikut :

Tabel 5.8.
Rata-Rata Produksi, Harga Produksi dan Nilai Produksi Per Hektar

Jenis Petani Sampel Petani Kecil Petani besar


Produksi (kwt/ha) 83,03 85,46 80,6
Harga Produksi (Rp/kwt) 143.099,20 143.222,40 142.976,00
Nilai Produksi (Rp/ha) 11.881.467,90 12.239.070,19 11.523.865,60
Sumber : Data primer diolah (pertanyaan no II.6)

xcvii
Dari Tabel 5.8 tersebut menunjukkan bahwa petani kecil produksi jagung per

hektar yang diperoleh lebih besar dibandingkan petani besar. Dimana petani

kecil rata-rata menghasilkan jagung sebesar 85,46 kwt/ha, sedangkan petani

besar menghasilkan jagung sebanyak 80,6 kwt/ha.Harga produksi jagung petani

kecil rata-rata mencapai Rp.143.222,40/kwt, sedangkan petani besar yaitu Rp

142.976/kwt. Untuk nilai produksi per hektarnya petani kecil sebanyak Rp

12.239.070,19. Sedangkan nilai produksi per hektarnya petani besar sebanyak

Rp 11.523.865,60. Rendahnya produksi jagung pada petani besar disebabkan

petani pada lahan besar kurang efisien dalam menggunakan factor produksi yang

ada seperti luas lahan, jumlah benih serta pupuk. Selain itu juga dalam teknik

penanamam yang digunakan terlalu jarang sehingga produksi yang diperoleh

lebih sedikit.

5.2 Pendugaan Fungsi Keuntungan Usahatani Jagung.

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab III, bahwa pendugaan parameter

digunakan persamaan fungsi keuntungan UOP (Unit Output Price) dan

persamaan fungsi factor share. Pendugaan tersebut dilakukan berdasarkan

metode SUR (Seemingly Unrelated Regression) yang ditemukan oleh Zellner

(1962). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu komputer

dengan program Shazam 8. Dalam hal ini terdapat 1 (satu) fungsi keuntungan

dan 4 (empat) persamaan fungsi factor share diduga secara simultan. Variabel

tidak bebas dalam fungsi keuntungan adalah keuntungan usahatani yang

dinormalkan (π*), sedang variabel bebas meliputi harga input variabel dan input

tetap.

xcviii
Input veriabel yang digunakan Sebagai variabel bebas meliputi rata-rata

upah per tenaga kerja yang dinormalkan (W4*), harga benih yang dinormalkan

(W2*), harga pupuk yang dinormalkan (W3*), biaya pestisida yang dinormalkan

(W4*). Sedangkan input tetap yang berlaku sebagai variabel bebas meliputi nilai

peralatan (Z1) dan luas lahan (Z2) dalam satu musim tanam. Adapun 4 (empat)

persamaan factor share yang dimaksud diatas adalah nilai tenaga kerja (XI), nilai

benih (X2), nilai pupuk (X3), dan nilai pestisida (X4).

Pendugaan parameter fungsi keuntungan UOP dan fungsi factor share

dalam penelitian ini disajikan dalam 3 model, yaitu Model l menggunakan

persamaan tunggal metode OLS (Ordinary Least Square), Model II menggunakan

persamaan simultan SUR (Seemingly Unrelated Regresion) Zellner tanpa restriksi

kesamaan a* = a*” (berarti terjadinya keuntungan aktual jangka pendek) dan Model

III menggunakan persamaan simultan metoda Zelner dengan retriksi a* = a*”

(berarti terjadi keuntungan maksimal jangka pendek).

Dari persamaan fungsi keuntungan dapat diturunkan fungsi permintaan

input dan sekaligus fungsi penawaran output. Selain itu keadaan tingkat skala

ekonomi usaha (economic of scale) juga dapat diturunkan dari persamaan

keuntungan tersebut. Analisis pendugaan fungsi keuntungan ini menggunakan Unit

Output Price Cobb Douglas Profit Funcitiont, merupakan suatu fungsi atau

persamaan yang melibatkan harga faktor produksi dan nilai produksi yang telah

dinormalkan dengan harga jagung. Cara ini juga mendasarkan diri pada asumsi

bahwa petani atau pengusaha adalah memaksimumkan keuntungan.

Hasil pendugaan fungsi keuntungan UOP dan fungsi factor share dapat

dilihat pada tabel 5.9. berikut ini.

xcix
Tabel 5.9.
Pendugaan Fungsi Keuntungan UOP Usahatani Jagung, Tahun 2007

Koefisien Regresi
Variabel Parameter
I II III
4,9958 a) 5,2955 a) 5,5357 a)
Konstanta A*
(0,000) (0,000) (0,001)
- 0,4020 b) - 0,3786 b) - 0,3278 a)
In W1* α1*
(0,046) (0,015) (0,000)
- 0,0547 c) - 0,0031 -0,4489 a)
In W2* α2*
(0,077) (0,914) (0,000)
-0,4476 a) - 0,3146 a) -0,4655 a)
In W3* α 3*
(0,004) (0,009) (0,000)
-0,0261 -0,0135 -0,4240 a)
Ln W4* α 4*
(0,121) (0,420) (0,000)
0,0074 0,0351 -0,1957
InZ1 β1
(0,0456) (0,442) (0,123)
1,0218 b) 0,9946 a) 1,2152 a)
InZ2 β2
(0,0404) (0,000) (0,000)
A

∑β j*
j=1
1,0292 1,0297 1,4116

R2 0,9956 0,9948 0,9572


Keterangan :
1. Model I : Pendugaan dengan metode OLS
Model II : Pendugaan dengan metode Zellner tanpa restriksi α i* = α i*”
Model III : Pendugaan dengan metode Zellner dengan restriksi αi* = α i*”
2. Angka dalam ( ) adalah probability value
3. a) : Nyata pada derajat kepercayaan 99% (α=0,01)
b) : Nyata pada derajat kepercayaan 95% (α=0,05)
c) : Nyata pada derajat kepercayaan 90% (α =0,10)
4. Dirangkum dari lampiran 5 halaman 168, 174 dan 180

Melalui uji F yaitu uji keberartian hubungan secara serentak dapat

diketahui bahwa hubungan antara keuntungan usaha tani jagung sebagai variabel

tidak bebas dengan 6 (enam) variabel bebas yang terdiri harga upah tenaga kerja,

harga benih, harga pupuk, harga pestisida, nilai peralatan dan luas lahan

menunjukkan hubungan sangat nyata dengan p-value = 0,000. Disamping itu dari

Tabel 5.9. pada model II dapat diketahui bahwa pendugaan fungsi keuntungan

c
mempunyai nilai R2 (R square) sebesar 0,9948, hal ini berarti bahwa variabel

bebas dapat menerangkan variasi dalam variabel tidak bebas (variabel

keuntungan) dengan baik. Apabila ditelaah lebih lanjut model III (model

pendugaan keuntungan metode Zellner dengan restriksi) tampak lebih efisien jika

dibandingkan dengan model I (Model Ordinary Least Square/OLS) serta model II

(Metode Zellner tanpa restriksi) hal ini dapat diketahui dari lebih kecilnya angka

standard eror dari masing-masing variabel fungsi keuntungan UOP pada model III

dibanding model I dan II, hal ini dapat dicermati pada lampiran 5 .

Selanjutnya apabila dilihat dari pengaruh masing-masing variabel bebas

terhadap keuntungan usaha, pada Tabel 5.9. Model II tampak bahwa 2 (dua) input

tetap yang terdiri luas lahan dan pestisida mempunyai hubungan positif terhadap

keuntungan usaha hal ini sesuai dengan yang diharapkan pada teori. Demikian

pula 4 (empat) input variabel yang terdiri upah tenaga kerja, harga benih, harga

pupuk dan harga pestisida mempunyai hubungan negatif terhadap keuntungan

usahatani hal ini sesuai dengan harapan. Penelitian ini terdapat kesesuaian dengan

hasil penelitian Dewi Kusuma Wardani (2003), Waridin (1992) bahwa input tidak

tetap mempunyai hubungan negatif terhadap keuntungan, sedangkan input tetap

pada kondisi keuntungan jangka pendek mempunyai hubungan positif dengan

keuntungan.

Dari 4 (empat) input tidak tetap tersebut yang nyata mempengaruhi.

keuntungan usahatani jagung adalah upah tenaga kerja pada derajat kepercayaan

99% (p value 0,005) dan harga pupuk pada dserajat kepercayaan 95% dengan p-

value 0,009 , sedangkan harga benih dengan p-value 0,914 dan harga pestisida

dengan p-value 0,420 kedua input variabel tersebut pada derajat kepercayaan 90%

tidak nyata mempengaruhi keuntungan usahatani namun mempunyai hubungan

ci
negatif. Hal ini mungkin dikarenakan benih jagung merupakan input variabel

yang paling murah juga penggunaan benih yang tidak selektif sehingga mutu

benih kurang baik sedangkan penggunaan pestisida tidak efektif artinya ada atau

tidak ada hama penyakit petani tetap menggunakan pestisida sehingga hal ini

merupakan pemborosan yang akan meningkatkan biaya produksi. Pada biaya

peralatan dengan p-value 0,442 pada derajat kepercayaan 90% tidak berpengaruh

nyata terhadap keuntungan karena kontribusi biaya peralatan usahatani umumnya

rendah sedangkan luas lahan garapan berpengaruh nyata pada derajat kepercayaan

99% (p-value = 0,000) hal ini dikarenakan dengan luas lahan yang semakin besar

produksi jagung akan meningkat pula sehingga total penerimaan petani akan lebih

besar.

Hal yang demikian menunjukkan makna bahwa pada kondisi aktual

(Model II) adalah sebagai berikut : (1) kenaikan tingkat upah tenaga kerja sebesar

10% akan mengakibatkan penurunan keuntungan sebesar 3,78% ; (2), kenaikan

harga benih sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan keuntungan sebesar

0,03% ; (3) kenaikan harga pupuk sebesar 10% akan mengakibatkan penurunan

keuntungan sebesar 3,14% ; (4) kenaikan harga pestisida sebesar 10% akan

mengakibatkan penurunan keuntungan sebesar 0,35%.

Parameter input tetap nilai peralatan dan luas lahan jagung bertanda positif

artinya semakin besar input tetap semakin besar pula keuntungan. Nilai parameter

peralatan tidak signifikan hal ini dikarenakan jumlah peralatan yang dipergunakan

tidak menjamin keuntungan yang diperoleh, sedangkan nilai parameter luas lahan

signifikan pada derajad kepercayaan 99%.

Pada kondisi optimal ( Model III) dimana keuntungan maksimum tercapai,

pengaruh harga-harga input variabel dan jumlah input tetap signifikan kecuali

cii
nilai peralatan yang dipergunakan karena perbedaan nilai peralatan sangat kecil

untuk berbagai skala produksi dan kontribusi nilai peralatan tersebut terhadap

seluruh biaya yang diperlukan hanya kecil sebesar 8,3%.

5.3 Fungsi Permintaan Input (Factor Share) dan Fungsi Penawaran

Output.

Fungsi permintaan input atau disebut juga factor share didefinisikan

sebagai sumbangan (kontribusi) suatu input variabel terhadap keuntungan. Secara

matematis fungsi permintaan input tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

- Wi * . Xi / πa = α1 *” + ei I = 1,2.... 4

αi*"
Xi = .ππ
Wi *

Dimana :
Wi* = harga input variabel ke - i
Xi = jumlah input variabe1 ke - i yang digunakan
πa*” = keuntungan UOP actual jangka pendek
α1 = parameter permintaan input variabel
ei = faktor kesalahan

Hasil pendugaan fungsi permintaan input variabel pada usahatani jagung

dapat dilihat pada Tahel 5.10. dihawah ini .

ciii
Tabel 5.10
Fungsi Factor Share Input Variabel Pada Usahatani Jagung Di Kecamatan
Randublatung Kab. Blora, Tahun 2007

Koefisien Regresi
Variabel Parameter
I II III
- 0,2998 a) - 0,3877 a) - 0,3278 a)
Upah α1*
(0,000) (0,000) (0,000)

- 0,4810 a) - 0,5063 a) -0,4489 a)


Benih α2*
(0,000) (0,000) (0,000)
-0,4655 a)
-0,4474 a) - 0,5122 a)
Pupuk α 3* (0,000)
(0,000) (0,000)

-5034 a) -0,5100 a) -0,4240 a)


Pestisida α 4*
(0,000) (0,000) (0,000)
5

∑β j*
j=1
-1,7316 -1,9162 -1,6662
Keterangan :
1. Model I : Pendugaan dengan metode OLS
Model II : Pendugaan dengan metode Zellner tanpa restriksi α i* = α i*”
Model III : Pendugaan dengan metode Zellner dengan restriksi αi* = α i*”
2. Angka dalam ( ) adalah probability value
3. a) : Nyata pada derajat kepercayaan 99% (α=0,01)
b) : Nyata pada derajat kepercayaan 95% (α=0,05)
c) : Nyata pada derajat kepercayaan 90% (α =0,10)
4. Angka dalam Tabel 5.10 dirangkum dari lampiran 5 halaman 169,170, 171,
172,173,176, 180, dan 181.
Dari tabel 5.10. dapat diketehui bahwa pada kondisi aktual (Model I1)

factor share seluruh input variabel terhadap keuntungan sebesar 191,62%.

Hubungan antara tingkat keuntungan usahatani jagung (πa ) dan permintaan

masing-masing input variabel (Xi) dapat diduga apabila nilai α1*” (parameter

permintaan input variabel) dan W* (harga masing-masing input variabel yang

dinormalkan dengan harga output) diketahui.

civ
Parameter permintaan input variabel telah diketahui (lihat tabel 5.10) dan

untuk nilai Wi* dicari dengan menggunakan pendekatan nilai rata-ratanya.

Pendekatan nilai Wi* sebagaimana disajikan pada tahel 5.11. berikut ini:

Tabel 5.11
Rata-Rata Harga lnput Variabel, Rata-Rata Harga Output dan
Perbandingan Harga Input dengan Harga Output (Wi*)

No Input Variabel Harga Input Harga Output Wi*


1 Tenaga kerja 16.057,48 14.078,07 1,1406
2 Benih 12.065,70 14.078,07 0,0007
3 Pupuk 1.244,56 14.078,07 0,0884
4 Pestisida 90.988,10 14.078,07 6,4631
Sumber : Data primer diolah, Juli 2006

Selanjutnya persamaan fungsi permintaan input variabel pada model II

menjadi sebagai berikut :

Permintaan tenaga kerja (X1) = 0,4422 πa

Permintaan Benih (X2) = 0,00035 πa

Permintaan Pupuk (X3) = 0,0425 πa

Permintaan Pestisida (X4) = 3,296 πa

Berdasarkan pada empat persamaan input variabel tersebut, maka dapat

diketahui bahwa kenaikan keuntungan usahatani jagung 10% akan menyebabkan

kenaikan terhadap permintaan input variabel tenaga kerja sebesar 44,22%,

kenaikan permintaan benih sebesar 0,035% , kenaikan permintaan pupuk sebesar

4,25% dan kenaikan permintaan pestisida sebesar 329,6%. Keadaan tersebut

dapat diartikan bahwa permintaan input tenaga kerja dan pestisida inelastis

terhadap keuntungan, sedangkan permintaan input benih dan pupuk elastis

terhadap keuntungan. Sedangkan share yang terbesar berdasarkan tabel tersebut

adalah tenaga kerja dan permintaan pestisida.

cv
Sebagai pembanding dari penelitian Nurhayati (2003) menyatakan bahwa

pada usaha gula kelapa permintaan tenaga kerja inelastis terhadap keuntungan

dan kemungkinan disebabkan tenaga kerja yang digunakan pada umumnya

tenaga kerja keluarga sehingga kurang tanggap terhadap perubahan keuntungan.

Selanjutnya fungsi penawaran output seperti halnya fungsi permintaan input,

dapat diperoleh dari penurunan fungsi keuntungan. Adapun rumus matematis

fungsi penawaran output adalah :

4
Ys* = (1- ∑ αi *" ) π a
i −1

4
Besarnya ∑ αi
i −1
*"
) sudah diketahui sebagaimana tercantum dalam tabel

5.10 yaitu sebesar - 1,9162, dengan menstubtitusikan nilai tersebut kedalam

rumus matematis diatas maka fungsi penawaran output menjadi sebagai berikut :

Ys* = 1,9162 π a

Berdasarkan fungsi penawaran output diatas dapat disimpulkan bahwa

apabila terjadi kenaikan keuntungan usahatani jagung serbesar 10% maka

jumlah jagung yang ditawarkan akan mengalami kenaikan sebesar 19,16%.

Hasil ini didukung oleh data empiris yang menunjukan bahwa besarnya

keuntungan terutama ditentukan oleh harga jagung yang diterima oleh produsen.

Dengan meningkatnya harga jagung juga meningkatkan keuntungan maka hal

ini akan meningkatkan motivasi produsen untuk memaksimalkan jumlah

produksi jagung.

cvi
5.4 Pengujian Keuntungan Maksimum Jangka Pendek.

Sebagaimana telah diketengahkan dalam Bab II, bahwa banyaknya input

yang diminta produsen tergantung besarnya output yang direncanakan untuk

diproduksi. Besarnya output yang diproduksi tergantung perhitungan mengenai

tingkat output mana yang menghasilkan keuntungan maksimum. Berdasarkan

teori tersebut, maka tidak mengherankan jika keuntungan maksimum menjadi

tujuan utama bagi setiap pengusaha atau produsen, tcrmasuk petani jagung

sebagai produsen didaerah penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian yang

pertama sekaligus menguji hipotesis pertama yang menyatakan alokasi

penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal seluruhnya dan keuntungan

maksimum belum tercapai.

Maka pengujian keuntungan maksimum jangka pendek ini bertujuan untuk

mengetahui apakah usahatani jagung yang ada didaerah penelitian telah

mencapai keuntungan maksimum atau belum. Pengujian dilakukan dua cara

yaitu pengujian serentak terhadap semua input variabel dan pengujian parsial

terhadap masing-masing; input variabel. Hasil pengujian disajikan pada tabel

5.12. berikut ini :

cvii
Tabel 5.12
Pengujian Keuntungan Maksimum Jangka Pendek Pada Usahatani Jagung
di Kecamatan Randublatung, 2007

Hipotesis F. F.-Tabel
Hipotesis nol Pengujian Keputusan
alternatif Hitung 0,01 0,05
αi* = α i *” αi* ≠ α i *” Keuntungan Tolak Ho
171,81 3,48 2,45
Maksimum Serentak (P:0,0000)
αi* = α 2 *” αi* ≠ α 2 *” Alokasi optimum Terima Ho
0,003 6,85 3,92
tenaga kerja (P:0,9557)
α2* = α 2 *” α2* ≠ α 2*” Alokasi optimum Tolak Ho
170,16 6,85 3,92
benih (P:0,0000)
α3* = α 3 *” α3* ≠ α3*” Alokasi optimum Terima Ho
2,288 6,85 3,92
pupuk (P:0,1310)
α4* = α 4 *” α4* ≠ α 4*” Alokasi optimum Tolak Ho
509,28 6,85 3,92
pestisida (P:0,0000)
Keterangan :
1. Angka dalam ( ) adalah probability value
2. a) : Nyata pada derajat kepercayaan 99% (α=0,01)
b) : Nyata pada derajat kepercayaan 95% (α=0,05)
c) : Nyata pada derajat kepercayaan 90% (α =0,10)
3. Angka dalam Tabel 5.12 dirangkum dari lampiran 5 halaman 177

Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa pengujian serentak keuntungan

maksimum menunjukan hipotesis nol menyatakan a i* = a i*" ( i= 1.2...4 ) ditolak

pada derajat kesalahan α = 0,01 (P. Value 0,0000) yang artinya bahwa usahatani

jagung didaerah penelitian tidak dapat mencapai keuntungan maksimum. Dengan

kata lain secara keseluruhan alokasi input-input varabel belum dapat mencapai

optimal. Dari basil pengujian parsial tampak bahwa dari masing-masing input

variabel benih dan pestisida, hipotesis nol ditolak pada derajat kesalahan

α = 0,0 1, yang artinya alokasi penggunaan benih dan pestisida tidak ada yang

optimal. Sesuai dengan yang diuraikan pada BAB III pada pengujian keuntungan

maksimum dinyatakan jika ada salah satu Ho ditolak maka usahatani jagung tidak

dapat mencapai keuntungan maksimum jangka pendek.

cviii
Hal demikian dihadapkan fenomena penggunaan benih pada daerah

penelitian cenderung benih asalan kurang bermutu sedangkan penggunaaan

pestisida kurang efektif mengingat perilaku petani jagung dalam penggunaan

"pestisida tidak mempertimbangkan ada atau tidak adanya hama penyakit. Para

petani dalam menggunakan pestisida berdasarkan faktor kebiasaan mereka dalam

memberikan pestisida terhadap tanaman jagung sehingga terjadi pemberian

pestisida yang tidak perlu pada tanaman jagung yang dimilikinya. Oleh karena itu

dengan pembinaan teknis penggunaan mutu dan jumlah benih yang sesuai dengan

standard teknis serta penggunaan pestisida yang efektif maka proses produksi

yang diharapkan akan bekerja pada kondisi rasional (decreasing return to scale).

Hal demikian menunjukkan bahwa biaya marginal (Marginal Cost/MC)

dari masing-masing input variabel tersebut belum sama dengan penerimaan

marginalnya (Marginal Revenue/MR) sehinga keuntungan maksimal tidak dapat

tercapai. Sedangkan pengujian alokasi input variabel tenaga kerja dan pupuk,

hipotesis diterima pada derajat kesalahan α = 0,01 yang artinya alokasi

penggunaan input variabel tenaga kerja dan pupuk telah mencapai optimum.

Keadaan tidak tercapainya keuntungan maksimum jangka pendek pada

usahatani jagung, terjadi pula pada hasil-hasil penelitian terdahulu yaitu pada

usahatani tembakau di Temanggung; Dewi Kusuma Wardani (2003) usahatani

jagung lahan sawah di Kabupaten Temanggung, Waridin (1992) pada usahatani

padi di Kabupaten Pemalang, Endang Sudaryati (2004) pada usahatani Kopi di

Kabupaten Temanggung. Namun demikian pada uji parsial (optimalisasi

Penggunaan input ) pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut diatas terdapat

satu atau beberapa input yang penggunaanya sudah optimal.

cix
Menurut Kusumawardhani (2003) ketidakmampuan petani menyamakan

MC dcngan MR di sebabkan oleh : (1) Usahatani membutuhkan input tenaga kerja

yang banyak dalam hari kerja yang Panjang. (2) petani menerima harga input

pupuk dan pestisida dengan harga yang cukup tinggi dari produsen input. (3)

Harga produksi yang diterima petani dari pedagang perantara lebih rendah dari

harga yang ditetapkan oleh pabrik.

5.5 Pengujian Kondisi Skala Usaha.

Telah dikemukakan dalam Bab II bahwa skala usaha (returns to scale)

menggambarkan respons dari suatu output terhadap perubahan proporsional dari

input. Dalam kasus fungsi keuntungan Cobb-Douglas, Lau (1972) menyatakan

bahwa kondisi skala ekonomi usaha dapat diketahui dengan menguji berapa nilai
1

∑ βj . Jika nilainya =1 maka usaha pada kondisi constant returns to scale. Jika
j −1

nilainya < 1 decreasing returns to scale dan jika nilainya > 1 increasing return to

scale. Pengujian terhadap skala ekonomi usaha produksi jagung dilakukan


1 1
dengan menguji apakah ∑ βj = 1 (CRTS) atau
j −1
∑ βj ≠ 1 (bukan CRTS). Jika
j −1

∑ βj
j −1
≠ 1 apakah nilainya < 1 (DRTS) atau > 1 (1RTS). Hasil pengujian kondisi

skala usaha dapat dilihat pada tabel 5.13. berikut ini.

Tabel 5.13
Kondisi Pendugaan Parameter Pengujian Tingkat Skala Usaha Pada
Usahatani Jagung di Kecamatan Randublatung, 2007

Nilai F. Tabel
Hipotesis F-Hitung Keputusan
dugaan 0,01 0,05
Ho:β1* + β 2 *=1 Tolak Ho
1,0297 9,8241 6,85 3,92
Ha:β1* + β 2 *≠1 (0,0018)
Keterangan : Angka dalam Tabel 5.11 dirangkum dari lampiran 5 halaman 177

cx
Hasil pengujian skala usaha sebagaimana tampak pada tabel 5.13

menunjukan bahwa nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel pada derajat

kepercayaan 99% (α = 0,01) dengan p-value 0,0018 sehingga hipotesis no1

ditolak, berarti skala usaha pada usahatani jagung di Kecamatan Randublatung

tidak berada pada kondisi constant returns to scale. Dilihat dari nilai dugaan

∑β
j +1
j* = 1,0297 dan lebih besar dari satu menunjukkan bahwa kondisi skala

usaha produksi pada usahatani jagung rata-rata berada keadaan increasing return

to scale (IRTS). Keadaan ini dapat terjadi mengingat kualitas tenaga kerja

maupun mutu dari sarana produksi seperti penggunaan benih jagung asalan,

pestisida yang tidak efektif cara pemupukan yang kurang tepat. Hal ini

menunjukkan bahwa apabila seluruh input diubah satu unit, menyebabkan

perubahan tingkat keuntungan lebih dari 1 unit. Dalam hal ini misalnya input

variabel dinaikan kualitasnya sebesar 10%, maka keuntungan usaha akan

meningkat 10,29%. Sebagai pembanding hasil penelitian Waridin (1992)

usahatani padi sawah pada kelompok penyewa di Kabupaten Pemalang

diperoleh kesimpulan kondisi skala usahatani dengan kenaikan hasil bertambah

(increasing return to scale).

5.6 Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif

Teori ekonomi sebagaimana telah diuraikan dalam Bab II menyebutkan

bahwa efisiensi ekonomi relative ditentukan oleh efisiensi teknis dan efisiensi

harga. Pengujian dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana

perbandingan tingkat efisiensi antara petani kecil (luas lahan > 1,0 ha) dan

cxi
petani besar (luas lahan ≤ 1,0 ha) ha). Untuk keperluan tersebut fungsi UOP dan

fungsi permintaan input variabel perlu dimodifikasi dengan jalan memasukan

variabel dummy ke dalam fungsi tersebut. Modifikasi fungsi keuntungan UOP

fungsi permintaan input variabel dapat dilihat masing-masing pada tabel 5.14

berikut ini :

Tabel 5.14
Pendugaan Fungsi Keuntungan UOP Usahatani Jagung di Kecamatan
Randublatung Berdasarkan Skala luas lahan, 2007

Koefisien Regresi
Variabel Parameter
I II III
4,3567 a) 4,4521 a) 4,9239 a)
Konstanta A*
(0,000) (0,000) (0,000)
- 0,0365 b) - 0,3507 a) - 0,0337 c)
DM δM
(0,004) (0,005) (0,075)
- 0,3837 b) - 0,4831 a) -0,1507
LN W1 * α 1*
(0,047) (0,008) (0,887)
-0,0412 - 0,0655 b} 0,0234
LNW2* α 2*
(0,170) bb (0,029) (0,452
- 0,4751 a) - 0,4410 a) -0,0033
LNW3* α 3*
(0,002) (0,002) (0,827)
- 0,0270 c) - 0,0289 c) 0,0070
LNW4* α 4*
(0,096) (0,074) (0,766)
0,0608 0,4782 0,1301 c)
LNZ1 β1
(0,202) (0,313) (0,074)
1,0039 a) 1,0155 a) 0,9307 a)
LNZ2 β2
(0,000) (0,000) (0,000)
A

∑β j*
j = 11
1,0647 1,4937 1,0608
R2 0,9956 0,9964 0,9896
Keterangan :
1. Angka dalam ( ) adalah probability value
2. a) : Nyata pada derajat kepercayaan 99% (α=0,01)
b) : Nyata pada derajat kepercayaan 95% (α=0,05)
c) : Nyata pada derajat kepercayaan 90% (α =0,10)
3. Angka dalam Tabel 5.14 dirangkum dari lampiran 5 halaman 182, 189 dan
194

cxii
Pada tabel 5.14 adalah hasil pengujian dari modifikasi penggunanaan

faktor produksi berdasarkan input yang digunakan. Sedangkan hasil pengujian

pendugaan fungsi faktor share input usaha tani di Kecamatan Randublatung

adalah sebagai berikut :

Tabel 5.15
Pendugaan Fungsi Factor Share Input Variabel Berdasarkan Skala Luas
Lahan Uasahatani Jagung Di Kecamatan Randublatung,2007

Koefisien Regresi
Variabel Parameter
I II III
15,034 a) 14,912 a) 14,858 a)
α1*”K (0,000) (0,000) (0,000)
Tenaga kerja
α1*”B 0,0083 0,0097 -0,0015
(0,437) (0,365) (0,365)
16,250 a) 15,922 a) 15,073a)
α2*”K (0,000) (0,000) (0,000)
Benih
α2*”B 0,0718 c) 0,0705 0,0234
(0,099) (0,105) (0,452)
13,518 a) 13,520 a) 13,195 a)
α3*”K (0,000) (0,000) (0,000)
Pupuk
α3*”B 0,0155 0,0183 -0,0033
(0,356) (0,246) (0,827)
10,996 b) 11,208 b) 10,783 b)
α4*”K (0,028) (0,025) (0,023)
Pestisida
α4*”B 0,0339 0,0338 0,0070
(0,686) (0,686) (0,766)
4

∑ α *"
i =1
1
K
55,798 55,292 53,909
4

∑ α *"
i =1
1
B 0,1295 0,1323 0,0256

Keterangan
1. Model 1 : Pendugaan dengan metode OLS
Model II : Pendugaan dengan metode Zellner tanpa restriksi α ;*= α ;*”
Model III : Pendugaan dengan metode Zellner dengan restriksi (x ;*= a ;*”
2. Angka dalam ( ) adalah probability value
3. a) : Nyata pada derajat kepercayaan 99% (α = 0,01)
b) : Nyala pada. derajal kcpercayaan 95% (α = 0,05)
c) : Nyata pada derajat kepercayaan 90% (α = 0,10)
4. Dirangkum dari lampiran 5 halaman 183, 184 dan 185, 186, 189, 190, 195,
dan 196.

cxiii
Pengujian efisiensi ekonomi relatif antara kedua kelompok skala luas

lahan usahatani yang ada di daerah penelitian, dilakukan dengan pengujian

kesamaan efisiensi ekonomi antar dua kelompok secara serentak. Kemudian

sebagai pendukung dirasa perlu untuk menguji efisiensi alokatif (harga) dan

efisiensi teknik. Hasil dari pengujian dimaksud dapat dilihat pada tabel 5.16

berikut ini.

Tabel 5.16
Hasil Pengujian Efisiensi Ekonomi Relatif Berdasarkan Skala Luas Lahan
Usahatani Jagung Di Kecamatan Randublatung, 2006

F. Tabel
No Hipotesis Uji Untuk F. Hit Keputusan
0,01 0,05 0,10
Kesamaan efsiensi Tolak Ho
Ho : δB = 0
1 ekonomi antara petani 3,178 6,85 3,92 2,75 (P-Value =
Ha : δB ≠ 0
kecil dan petani besar 0,004)
Ho : δ*”B = Kesamaan efisiensi
0 harga Terima Ho
2 0,937 3,48 2,45 1,99
Ha : δ*”B ≠ antara petani kecil dan (p-value = 0,441)
0 petani besar
Terima
Kesamaan efisiensi
Ho(α=0,05)
Ho : δB = 0 teknik
3 3,241 6,85 3,92 2,75 Tolak Ho
Ha : δB ≠ 0 antara petani kecil dan
petani besar (α=0,10)
(P-Value= 0,072)

Keterangan : 1. Uji kesamaan Efisiensi teknik (no.3) berdasarkan model III,


lainnya (no. l dan 2 ) berdasarkan model II
2. Angka-angka dalam tabel 5.16, dirangkum dari lampiran 5
halaman 191, 192 dan 196

Berdasarkan hasil uji kesamaan efisiensi ekonomi antara petani kecil dan

petani besar ditolak pada derajat kepercayaan 99% dengan p-value 0,004, akan

tetapi uji tersebut tidak didukung oleh hasil uji kesamaan efisiensi harga yang

menerima Ho pada derajat kepercayaan 90% dengan p-value 0,441 artinya

alokasi penggunaan faktor-faktar produksi antara petani kecil dan petani besar

cxiv
tidak berbeda hal ini karena penggunaan faktor-faktor produksi di daerah

penelitian dimungkinkan homogen. Dan pada uji kesamaan teknik, uji tersebut

diterima pada derajat kepercayaan 99%. Hasil uji menunjukkan bahwa

penggunaan kualitas /mutu dari pemakaian input seperti, pupuk, pestisida

maupun penerapan teknologi dalam usahatani jagung antara petani kecil dan

petani besar cenderung sama. Tidak adanya perbedaan nyata dalam penerapan

teknologi hal ini dapat diketahui dari teknis budidaya jagung antara petani kecil

dan petani besar.

Perbandingan tingkat efisiensi ekonomi antara petani kecil dan petani

besar dapat diketahui dengan melihat besarnya koefisien atau parameter dari

variabel dummy. Dimana kalau koefisien dari variabel dummy tersebut nyata,

berarti ada perbedaan efisiensi antara petani kecil dan petani besar. Dari

pendugaan fungsi keuntungan UOP yang dimodifikasi dengan variabel dummy

dapat diketahui efisieni ekonomi relatif atau petani mana yang mempunyai

efisiensi ekonomi paling tinggi.

Dalam model II Tabel 5.14 diketahui besarnya parameter variabel dummy

untuk petani besar (δM) yaitu – 0,3507 sehingga dummy untuk petani besar

bertanda negatif dan nyata terhadap keuntungan usaha tani, yang mempunyai

makna bahwa efisiensi petani besar berbeda lebih kecil dibandingkan petani kecil

atau dengan kata lain usahatani jagung pada petani kecil lebih efisien dibanding

dengan petani besar. Hal ini dapat dimengerti karena penggunaan sarana produksi

per hektar sebagai input variabel pada "petani kecil" lebih sedikit dibanding petani

besar, sedangkan nilai produksi per hektar pada "petani kecil" lebih besar

cxv
dibanding dengan "petani besar" karena harga per kg jagung lebih baik yang

menggambarkan mutu produksi petani kecil juga lebih baik daripada petani besar.

Selain itu juga kondisi ini menandakan bahwa petani kecil lebih dapat

memaksimalkan faktor produksi yang digunakannya sehingga dapat menghasilkan

hasil produksi yang lebih baik dibandingkan petani besar. Rendahnya produksi

jagung pada petani besar disebabkan petani pada lahan besar kurang efisien

dalam menggunakan factor produksi yang ada seperti luas lahan, jumlah benih

serta pupuk sehingga tidak dapat menyeimbangkan antara input yang digunakan

dengan output yang dihasilkan.

Penelitian ini ada kesesuaian dengan yang dilakukan oleh Sigit Larsito

(2005) bahwa usaha tani tembakau rakyat di Kecamatan Gemuh Kabupaten

Kendal juga menunjukkan pada petani kecil dengan luas garapan < l hektar

mencapai efisiensi ekonomi yang lebih baik dibanding dengan petani besar

dengan luas lahan garapan > 1 hektar. Hal ini ditunjukan oleh koefisien variabel

dummy yang bertanda negatif serta rate of return masing-masung input pada

petani kecil yang lebih tinggi dibanding petani besar.

cxvi
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Hasil pendugaan fungsi keuntungan Unit Output Price (UOP) usahatani

jagung menunjukkan bahwa dari ketiga model, pada model I dan II

koefisien semua input variabel (upah tenaga kerja, harga benih, harga

pupuk dan harga pestisida) mempunyai hubungan negatif terhadap

keuntungan sehingga kenaikan harga input variabel akan menurunkan

keuntungan sedangkan input tetap (luas lahan dan peralatan) mempunyai

hubungan positif terhadap keuntungan yang berarti kenaikan input tetap

akan menaikan keuntungan. Sedangkan pada model III input variabel

(tenaga kerja dan pupuk) mempunyai hubungan negatif terhadap

keuntungan yang berarti kenaikan input tetap akan menurunkan

keuntungan.

2. Hasil penelitian empiris ini menunjukan bahwa usahatani jagung di

Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora belum memberikan tingkat

keuntungan yang maksimum kepada petani. Namun jika dilihat dari

penggunaan input variabel menunjukan bahwa benih dan pestisida yang

belum optimal sedangkan pengalokasian input variabel tenaga kerja dan

pupuk telah mencapai optimal.

cxvii
3. Hasil analisis bahwa input variabel berupa upah tenaga kerja, dan pupuk

mempunyai pengaruh negatif yang nyata terhadap keuntungan aktual

usahatani jagung (model II). Sedangkan harga benih dan harga pestisida

mempunyai pengaruh negatif yang tidak nyata tehadap keuntungan

usahatani jagung. Dari semua harga input variabel yang digunakan dalam

usahatani jagung, upah tenaga kerja mempunyai pengaruh yang paling

besar, berikutnya secara berurutan adalah pupuk, pestisida dan benih.

4. Hasil pendugaan skala usaha menunjukan bahwa kondisi skala usaha

dalam usahatani jagung didaerah penelitian secara rata - rata berada dalam

keadaan increasing returns to scale (kenaikan hasil semakin bertambah).

Hal ini masih memungkinkan adanya peningkatan produksi jagung

didaerah penelitian melalui perluasan usaha serta perbaikan teknik

produksi usahatani yang dilakukan tanpa perubahan teknologi dan

manajemen usaha.

5. Dari hasil analisis efisiensi ekonomi relatif antara kedua kelompok

berdasarkan skala luas lahan garapan yaitu skala luas lahan dibawah 1,0

ha (petani kecil) dan skala usaha luas lahan lebih dari diatas 1,0 ha dapat

dibuktikan terdapat perbedaan tingkat efisiensi dimana petani kecil lebih

efisien dibandingkan petani besar.

6. Dari hasil penurunan fungsi permintaan input dan fungsi penawaran

output, dapat diketahui bahwa permintaan input-input variabel yang

digunakan dalam usahatani jagung menunjukan permintaan benih dan

pupuk elastis terhadap perubahan keuntungan sedangkan permintaan

tenaga kerja dan pestisida inelastis terhadap perubahan keuntungan.

cxviii
Adapun penawaran produksi jagung elastis terhadap perubahan

keuntungan usaha, dimana kenaikan keuntungan 10 persen akan

mengakibatkan peningkatan penawaran produksi jagung 19,16 persen.

6.2 Limitasi

Limitasi dari penelitian ini adalah :

1. Dalam penelitian ini yang diteliti pada variabel-variabel ekonomi

(ditinjau dari harga-harga input variabel), sedangkan variabel yang

bukan ekonomi tidak diperhitungkan (misalnya sosial, politik,

lingkungan dan lain-lain) sehingga hasil penelitian ini kurang dapat

menggambarkan secara keseluruhan aspek budidaya usahatani jagung di

daerah penelitian.

2. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section yang

merupakan data hasil penelitian sesaat atau dalam waktu tertentu saja.

Dengan demikian hasil penelitian yang dicapai belum dapat

menggambarkan perkembangan usaha tani secara menyeluruh,

khususnya perkembangan usahatani dalam jangka panjang.

6.3 Saran

1. Mengingat tingkat keuntungan yang tercapai produsen tidak saja

ditentukan oleh besar kecilnya produksi melainkan juga oleh harga -

harga input dan output maka ketika musim tanam jagung telah tiba maka

pemerintah mengambil peran dalam pengendalian kelancaran distribusi

cxix
sarana produksi khususnya ketersediaan pupuk dan kestabilan harga

input lainnya.

2. Dikaitkan dengan kondisi return to scale, hasil studi ini menunjukan

bahwa usahatani jagung didaerah penelitian berada pada kondisi

increasing return to scale (kenaikan hasil yang meningkat). Oleh

karena itu pemerintah melalui institusi dinas-dinas terkait lebih intensif

melakukan pembinaan tehnis terhadap petani jagung khususnya

penyuluhan pertanian mengenai anjuran penggunaan faktor produksi

yang lebih optimal.

3. Pihak instansi terkait memberikan pengarahan dan penyuluhan terutana

kepada petani skala besar agar dapat meningkatkan efektifitas

produksinya. Hal ini dilakukan didasari pada petani besar memiliki

efisiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan petani kecil.

cxx
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002. Program Pengkajian dan Diseminasi BPTP Jawa Tengah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian,.
Jakarta
Anonim,2004. Statistik Indonesia. Jakarta
Budi Suprihono, 2003. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Pada Lahan Sawah di
Kabupaten Demak. Tesis MIESP Undip Semarang. Tidak
dipublikasikan.
Boediono, 1984. Ekonomi mikro Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, BPFE.
Yogyakarta.
BPS, 2006. Jawa Tengah Dalam Angka, Semarang.
Dernberg, Thomas F, 1992, Konsep Teori dan Kebijakan Makroekonomi,
penerjemah Karyaman Muchtar, Erlangga, Jakarta
Dewi Kusumawardani, 2003. Efisiensi Ekonomi Realtif dan Analisis Pendapatan
Usahatani Tembakau Berdasarkan System Penguasaan Lahan sawah
di Kabupaten Temanggung. Tesis MIESP Undip Semarang. Tidak
dipublikasikan.
Dinas Pertanian Kabupaten Blora, 2006. Laporan Tahunan 2006, Blora.
Dinas Pertanian Propinsi jawa Tengah, 2006. Laporan Tahunan 2006, Ungaran.
Dornbusch, Rudiger Dan Stanley Fischer, 1997, Makroekonomi, penerjemah
Julius A. Mulyadi, Erlangga, Jakarta
Endang Sudaryati, 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kopi
Rakyat Di Kabupaten Temanggung” (Studi Kasus Di Kecamatan
Candiroto, Kabupaten Temanggung). Tesis Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang
Gaspersz, Vinvent, 1996, Ekonomi ManajerialPEnerapan Konsep-Konsep
Ekonomi dalam Manajemen Bisnis Total, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Indah Susantun, 2000. Fungsi Keuntungan Cobb Douglas dalam Perdagangan
Efisiensi Ekonomi Relatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol.5 No.
2, hal 149 – 161.
Joko Handoyo, 2002, Laporan Kegiatan Kajian Perbanyakan Benih Jagung,
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Kusumawardhani, 2002, Efisiensi Ekonomi Usahatani Kubis (Di Kecamatan
Bumaji, Kabupaten Malang), Agro Ekonomi Vol. 9 No. 1 Juni 2002.
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UGM.
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1998, Metodologi Penelitian survey,
LP3ES, Jakarta.

cxxi
Miller, Roger LeRoy dan Roger E. Meiners, 2000, Teori Mikroekonomi
Intermediate, penerjemah Haris Munandar, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Mubyarto, 1999, Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.
Nurhayati, 2003. Analisis Skala Usaha dan Efisiensi Ekonomi Realtif di
Kabupaten Purbalingga. Tesis MIESP Undip Semarang. Tidak
dipublikasikan.
Nicholson, Water, 1995, Teori Makro Ekonomi : Prinsip Dasar dan Perluasan,
Edisi Kelima. Terjemahan : Danel Wijaya, Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Payaman J. Simanjuntak, 1995, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia,
LPFE UI, Jakarta
Rudhi Haristrianto, 2005. Analisis Keuntungan dan Efisiensi Usaha Tani
Belimbing di Kecamatan Demak. Tesis MIESP UNDIP. Tidak
dipublikasikan
Dominic Salvatore, 1997, Teori Ekonomi Mikro, penerjemah Drs. Rudi Sitompul
MA, Erlangga, Jakarta
Saragih.B, 1980. Economic Organization, Size and Relative Efficiensy : The
Carevof Oil Palm in Northem Sumatra Indonesia. Disertasi. North
Carolina State University. USA.
Sigit Larsito, 2005. Analisis Keuntungan Usahatani Tembakau Rakyat dan
Efisiensi Ekonomi Relatif Menurut Skala Luas Lahan Garapan. Tesis
MIESP Undip Semarang. Tidak dipublikasikan.
Soekartawi, 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali Press, Jakarta.
_________, 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian – Teori dan Aplikasi, PT.
Raja Grafindo, Jakarta.
_________, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
_________, 2000. Pembangunan Pertanian, Rajawali Press, Jakarta.
_________, 2002. Teori Ekonomi Produksi dengan pokok bahasan analisis fungsi
Cobb-Douglas, Cetakan ke 3, Rajawali Pers, Jakarta.
Sri Hidayati, 2003. Efisiensi Produksi Usahatani Bawang Merah di Kecamatan
Pekuncen Kabupaten Banyumas. Tesis MIESP Undip Semarang.
Tidak dipublikasikan.

Sri Rejeki, 2006. Analisis Efisiensi Usaha Tani jahe di Kabupaten Boyolali (Studi
Kasus di Kecamatan Ampel). Tesis Program Pasca sarjana Universitas
Diponegoro. Semarang.
Sri Widodo, 1986. Total Productivity and Frontier Production, Agro Ekonomi.
April, BPFE UGM, Yogyakarta.

cxxii
Sipahutar, Dorlan, 2000. Analisis Budidaya Ikan Sistem Karambadi Perairan
Umum Kabupaten Kampar. Tesis S 2 UGM. Yogyakarta.
Subandi, 2005. Kebutuhan Benih Jagung di Indonesia. Materi Sosialisasi
Produksi dan Distribusi Benih Unggul Jagung Nasional. Balai
Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia lainnya di Maros Sulawesi
Soedarsono, 1998, Pengantar Ekonomi Mikro, LP3ES, Jakarta
Sugianto, T, 1985, Production Efficiency of Caulifloer at Citarum, West Java,
Indonesia, Jurnal Agro Ekonomi, No. 2. FE UGM. Yogyakarta.
Sumeru Ranoemihardjo, B. S., S. U. dan Kustiyo. 1985. Pupuk dan Pemupukan
Tambak. INFIS (Indenesia Fisheries Information Systen). Manual Seri
No. 14. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.
Suryo Wardhani, Suparpto Gunawan dan Masyuhuri, 1997, Efisiensi Penggunaan
Kakao pada Beberapa Endomen yang Berbeda, BPPS UGM,
Yogyakarta.
Sutrisno Hadi, 1998, Metode Statistika Dasar, PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Waridin, 1992. Analisis Keuntungan dan Efisiensi Relatif Usahatani Padi menurut
Status Penguasaan Lahan Sawah. Tesis Unpad, Bandung, Tidak
dipublikasikan.
Yotopoulos, Pan.A dan Jeffry B. Nugent, 1976. Economics Of Development :
Empirical Investigations. Harper and Row Publisher, New York.
Anonim, 2005. Rencana Pembangunan Pertanian. Departemen Republik
Indonesia. Jakarta
Purbayu Budi Santoso, 1994. Efisiensi Ekonomi Relatif Usaha Budidaya Lele
Dumbo di Kabupaten Kudus. Jurnal MEB, Vol VI. No 1 dan 2 Juni
1994. FE UNDIP Semarang.
Sri Widodo, 1986. Total Productivity and Frontier Production, Agro Ekonomi.
April, BPFE UGM, Yogyakarta.

cxxiii

You might also like