You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah merupakan sebuah organisasi yang terdiri atas unit-unit. Secara


substansial dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia terdapat 3 (tiga) lingkup
pemerintahan, yaitu :
1. Pemerintah Pusat.
2. Pemerintah Provinsi.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
Ketiga lingkup pemerintahan ini merupakan entitas-entitas pelaporan yang menurut
ketentuan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan, dimana bentuk dan isinya harus
disusun dan disajikan sesuai standar akuntansi yang telah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Dengan demikian SAP merupakan pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan yang telah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara
internasional serta mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas
laporan keuangan pemerintah. Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance), pemerintah terus melakukan upaya-upaya reformasi
guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di bidang pengelolaan keuangan
negara. Adapun upaya-upaya reformasi tersebut mencakup perubahan-perubahan di
berbagai aspek yaitu: penataan peraturan perundang-undangan, penataan
kelembagaan, penataan sistem maupun peningkatan kualitas sumber daya manusianya
selaku pengelola keuangan.
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok Melati Kursus Keuangan Daerah Khusus
Penatausahaan /Akuntansi Keuangan Derah Angkatan I ingin mengetahui apakah
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangannya Pemerintah Kabupaten Melati
sebagai responden penelitian lapangan (field research), sudah sesuai dengan kebijakan
akuntansi yang mempunyai kekuatan hukum (dituangkan dalam Peraturan Bupati).
Adapun judul yang diambil berdasarkan uraian di atas untuk makalah ini adalah :

1
”TINJAUAN ATAS PENERAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI TENTANG ASET
TETAP DALAM PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH KABUPATEN MELATI TAHUN 2008”

1.2 Perumusan Masalah


Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan Akuntansi
a.Bagaimana pelaksanaan penerapan Kebijakan Akuntansi dalam penyusunan
dan penyajian Laporan Keuangan Kabupaten Melati?
b. Bagaimana strategi Kabupaten Melati dalam menyusun laporan keuangan
daerah sehingga mencapai WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) ?
2. Aset Tetap
Bagaimana dasar pengakuan, pengukuran dan pengungkapan terhadap Aset tetap
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan di Kabupaten Melati ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami pelaksanaan atas penerapan kebijakan akuntansi
sebagai alat bantu penyusunan laporan keuangan yang memenuhi prinsip
transparansi dan akuntabilitas serta sesuai dengan SAP.
2. Mengetahui dan mempelajari bagaimana dasar pengakuan, pengukuran dan
pengungkapan terhadap aset tetap dalam penyusunan dan penyajian Laporan
Keuangan Kabupaten Melati.

1.4 Metodologi
Ada 2 (dua) metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu :
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara pengumpulan data-data primer yang
diperoleh melalui observasi (pengamatan langsung), wawancara/interview dan
data yang bersumber dari dokumen-dokumen yang diterbitkan oleh Pemerintah
Kabupaten Melati.

2
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data-data
pendukung lainnya yang dapat berfungsi sebagai bahan referensi yang bisa di
dapat dari buku-buku atau bahan-bahan lainnya yng berkaitan dengan topik yang
dibahas.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN
Memuat topik tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penulisan, metodologi penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MELATI
Memuat tentang gambaran umum Kabupaten Melati, kebijakan APBD yang
digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Melati, serta kebijakan akuntansi dan
sistem akuntansi yang digunakan Pemerintah Kabupaten Melati dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
BAB III. KAJIAN LITERATUR
Menguraikan tentang teori yang mendukung analisis terhadap topik bahasan
mengenai Kebijakan Akuntansi tentang aset tetap.
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang hasil analisis dan pembahasan terhadap kebijakan
akuntansi tentang Aset Tetap Pemerintah Kabupaten Melati.
BAB V. KESIMPULAN
Berupa kesimpulan dari keseluruhan uraian pendahuluan sampai dengan
analisis dan pembahasan.

3
BAB II
GAMBARAN UMUM PEMERINTAH KABUPATEN
MELATI

A. Informasi Umum
Kabupaten Melati merupakan salah satu kabupaten yang ada di negara Republik
Indonesia, Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 37 tahun 2003
tanggal 18 Desember 2003 tentang pembentukan Kabupaten Melati. (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1821).
Secara geografis Kabupaten Melati terletak antara 103,22 derajat sampai dengan
104,21 Bujur Timur dan 04,14 derajat sampai dengan 04,55 derajat lintang selatan
dengan luas wilayah 549.394 Ha.

B. Organisasi
Susunan Bupati, Wakil Bupati, Seretaris daerah Kabupaten Melati sebagai berikut :
- Bupati
- Wakil Bupati
- Sekretaris Daerah

Struktur organisasi Pemerintahan Kabupaten Melati sebagai berikut:


a. Sekretaris Daerah
Sekretaris Daerah Kabupaten Melati dibantu oleh 3 (tiga) orang asisten yang
membawahi 9 (sembilan) bagian yaitu :
1. Bagian Administrasi pemerintahan Umum
2. Bagian Administrasi perekonomian dan Sumberdaya Alam
3. Bagian Administrasi Pembangunan
4. Bagian Kesra dan kemasyarakatan
5. Bagian Hukum
6. Bagian Umum Perlengkapan dan Aset
7. Bagian Keuangan
8. Bagian Ortala
9. Bagian Humas Protokol

4
b. Badan
Terdapat 5 (lima) Badan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Melati, yaitu :
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penenaman Modal
2. Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat
3. Inspektorat Daerah
4. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
5. Bsadan Pelaksanaan Penyuluh Pertaniaan, Perikanan dan Peternakan.

5
BAB III
KAJIAN LITERATUR

3.1. Akuntansi Pemeritahan Daerah


Secara umum pengertian akutansi dapat didefinisikan sebagai berikut:
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara
tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian – kejadian yang umumnya
bersifat keuangan termasuk menafsirkan hasil – hasilnya (American Institute of
Accounting, Sofyan Syafri Harahap ; 2003) Atau :
Akutansi adalah suatu kegiatan jasa, fungsinya adalah memberikan informasi
kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang
dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi sebagai dasar
memilih di antara beberapa alternatif (Accounting Principle Board Statment, Sofyan
Syafri Harahap ; 2003)
Sedangkan pengertian Pemerintah Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58
tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga pengertian akutansi Pemerintahan Daerah dapat didefinisikan sebagai proses
pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukuran
moneter, transaksi dan kebijakan – kebijakan yang umumnya bersifat keuangan dan
termasuk pelaporan hasil – hasilnya dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas – luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Definisi lainnya dari
Akutansi Pemerintahan Daerah atau yang disebut sebagai Akutansi Keuangan Daerah
adalah proses pengidentifikasikan, pengukuran pencatatan dan pelaporan transaksi
ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah (Kabupaten, Kota atau Propinsi)
yang dijadikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak –
pihak ekternal pemerintah daerah yang memerlukannya (Abdul Halim : 2004).
Sedangkan pengertian Sistem Akutansi Pemerintah Daerah (SAPD) adalah
serangkaian prosedur, mulai dari proses pengumpulan dari proses pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka

6
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer (Deddi Nordiawan, dkk. ; 2007).

3.2. Kebijakan Akutansi Pemerintah Daerah


Dalam menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah yang berupa Catatan atas
Laporan Keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapan dasar penyajian laporan
keuangan dan kebijakan akutansinya, dimana definisi kebijakan akutansi menurut
pernyataan Standar Akutansi Pemerintahan adalah prinsip – prinsip, dasar – dasar,
konvensi – konvensi, aturan – aturan dan praktek – praktek spesifik yang dipilih oleh
suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Pengungkapan kebijakan akutansi ini harus mengidentifikasikan dan menjelaskan
prinsip – prinsip akutansi yang akan digunakan oleh entitas pelaporan dan metode –
metode penerapannya yang secara material akan mempengaruhi penyajian laporan
keuangan yaitu laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Laporan Arus Kas.
Pengungkapannya juga harus meliputi pertimbangan – pertimbangan penting yang
akan diambil dalam memilih prinsip – prinsip akutansi yang sesuai.
Secara umum, kebijakan akutansi yang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan harus menjelaskan hal – hal sebagai berikut :
a. Entitas pelaporan ;
b. Basis akutansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan ;
c. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan
d. Kesesuaian antara kebijakan – kebijakan akutansi yang diterapkan entitas pelaporan
dengan ketentuan – ketentuan dalam pernyataan Standar Akutansi Pemerintahan ;
serta
e. Kebijakan – kebijakan akutansi tertentu lainnya yang diperlukan untuk memahami
laporan keuangan. Dalam Pernyataan Standar Akutansi Pemerintahan Nomor 01
tentang Penyusunan Laporan Keuangan, paragaf 103, menyatakan bahwa
pengungkapan suatu kebijakan akutansi dapat membantu pengguna laporan
keuangan dalam memahami setiap transaksi yang tercermin dalam laporan
keuangan..

7
3.3. Proses Penyusunan Kebijakan Akutansi Pemerintah Daerah
Proses penyususnan kebijakan akutansi pemerintah daerah merupakan suatu
rangkaian mekanisme prosedural yang meliputi tahap – tahap kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh suatu tim kelompok kerja (pokja) atau tim lainnya yang dibentuk
oleh kepala daerah untuk menyusun suatu kebijakan akutansi yang akan menjadi
aturan–aturan dan praktek praktek spesifik dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan.
Proses yang digunakan dalam penyusunan kebijakan akutansi pemerintahan daerah ini
mengikuti proses yang berlaku umum dengan melakukan penyusuaian – penyusuaian
terhadap situasi dan kondisi yang ada di daerah. Penyesuaian ini dilakukan
berdasarkan pertimbangan–pertimbangan atas kebutuhan yang mendesak serta
kemampuan tiap–tiap pengguna dalam memahami dan melaksanakan standar yang
ditetapkan. Tahap–tahap kegiatan yang dilaksanakan dalam proses penyusunan
kebijakan akutansi, ialah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan dan mengidentifikasi topik–topik yang berkaitan dengan
sistem akutansi dan pelaporan yang akan dikembangkan menjadi suatu standar.
b. Pembentukan tim kelompok kerja (pokja) yang bertugas menghimpun dan
membahas topik–topik yang sudah disetujui. Anggota tim ini terdiri dari berbagai
instansi yang kompeten di bidangnya dan atau berkaitan dengan topik yang akan
dibahas.
c. Tim pokja sebelum membahas suatu topik, harus melakukan riset terbatas
terhadap literatur–literatur, peraturan–peraturan, prinsip–prinsip akutansi yang
berlaku, praktek–praktek akutansi yang sehat serta sumber–sumber lainnya yang
berkaitan dengan topik yang akan dibahas.
d. Penyusunan dan penulisan draf berdasarkan hasil riset tersebut dan riset
lainnya.
e. Pembahasan terhadap draf yang telah disusun oleh pokja. Dalam pembahasan
ini dapat dilakukan perubahan–perubahan dan atau tambahan terhadap draf awal
yang diusulkan tersebut. Pembahasan dapat dilakukan oleh tim pokja itu sendiri
atau tim lain yang dibentuk khusus dan atau dapat dikoordinasikan dengan tim
pengawas lainnya (seperti BPKP) untuk menyamakan persepsi.
f. Pengambilan keputusan untuk menyusun draf menjadi suatu kebijakan
akutansi pemerintahan daerah yang akan dituangkan dalam peraturan kepala
daerah.

8
3.4 Kebijakan Akuntansi Aktiva Tetap

3.4.1 Definisi Aset Tetap


Secara umum pengertian Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah
atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.

3.4.2 Klasifikasi Asset Tetap


Dalam neraca asset tetap disajikan berdasarkan tingkat kekekalannya.
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam
aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan:
1. Tanah;
2. Peralatan dan Mesin;
3. Gedung dan Bangunan;
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
5. Aset Tetap Lainnya; dan
6. Konstruksi dalam Pengerjaan

3.4.3 Pengakuan asset tetap


Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi
kriteria:
1. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
2. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
3. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
4. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

1.4.3 Pengukuran aset tetap


Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan
dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya
perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak
memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.

1.4.4 Penyajian dan Pengungkapan

9
Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap
sebagai berikut:
(a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying
amount);
(b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
- Penambahan;
- Pelepasan;
- Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
- Mutasi aset tetap lainnya.
(c) Informasi penyusutan, meliputi:
- Nilai penyusutan;
- Metode penyusutan yang digunakan;
- Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
- Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir
periode;
(d) Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
- Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
- Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset
tetap;
- Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
- Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
1.4.5 Saldo Normal
Saldo normal asset tetap adalah di sebelah debit, ini berarti bahwa penambahan
asset tetap dicatat di sebelah debet sedangkan pengurangan asset tetap dicatat di
sebelah kredit.

10
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Seperti telah diuraikan dimuka bahwa kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip,


dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan dan praktek-praktek spesifik yang
dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan, dimana metode-metode penerapannya secara material akan mempengaruhi
penyajian laporan keuangan yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan
Arus Kas. Pengungkapan suatu kebijakan akuntansi diharapkan dapat membantu
pengguna laporan keuangan dalam memahamai setiap transaksi yang terjadi dan
tercermin dalam laporan keuangan. Para pengguna perlu membandingkan laporan
keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui trend
posisi keuangan, kinerja dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang
digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode. Apabila terjadi
perubahan dalam perlakuan, pengakuan dan pengukuran akuntansi sebagai akibat dari
perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi, metode dan estimasi yang
merupakan unsur-unsur pengungkapan kebijakan akuntansi, perubahan ini harus
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Tinjauan Atas Penerapan Kebijakan Akuntansi tentang Aset Tetap Dalam Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Melati Tahun 2007.
4.1 Dasar acuan penyusunan dan penyajian laporan keuangan Kabupaten
Melati
Kebijakan akuntansi yang digunakan Pemerintah Kabupaten Melati dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan Tahun 2007 mengacu pada
Keputusan Bupati Melati Nomor: 900/Kpts.147-Huk/VIII/2007 tentang
Kebijakan Akuntansi Kabupaten Melati. Keputusan Bupati tersebut mengacu
kepada Permendagri No.13 Tahun 2006 sebagaimana telah dirubah menjadi
Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Permendagri No. 13

11
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang diantaranya
menyebutkan tentang definisi asset tetap seperti tertuang pada Pasal 53, yaitu :
1. Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang
mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintahan. (dipermendagri No.13 Tahun 2006 : seperti
dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,
irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
2. Nilai aset tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah
seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai
aset tersebut siap digunakan..
3. Dihapus
4. Kepala daerah menetapkan batas minimal kapitaslisasi
(capitalization treshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal.

4.2 Analisis terhadap masalah akuntansi tentang Aset Tetap di Pemkab


Melati.
Dari hasil diskusi yang dilakukan dengan teman-teman didaerah Pemkab Melati
dapat kami sampaikan beberapa masalah yang berkaitan dengan aset tetap
didaerah tersebut diantaranya:
1. Tidak tersedianya standar biaya yang digunakan untuk
mengkapitalisasi aset tetap.
2. Tidak terdapatnya pengkodean rekening yang spesifik atas
subklafikasi aset tetap seperti mobil dan motor dinas.
3. Tidak tertatanya dokumen kepemilikan atas aset tetap.
4. Tidak adanya aturan baku/kebijakan dari pemerintah daerah
mengenai waktu pengakuan aset tetap diakui sebagai hak milik.
5. Tidak terdapatnya buku inventaris aset tetap.

12
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Atas masalah-masalah yang telah disampaikan pada Bab IV dapat kami sampaikan
beberapa aturan yang dapat memberikan solusi masalah tersebut :
- Sesuai dengan Permendagri No 13 tahun 2006 Pasal 239
1. Kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang kebijakan
akuntansi pemerintah daerah dengan berpedoman pada standar akuntansi
pemerintahan.
2. Kebijakan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar
pengakuan, pengukuran dan pelaporan atas aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta laporan keuangan.
3. Peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat:
a. definisi, pengakuan, pengukuran dan pelaporan setiap akun dalam
laporan keuangan;
b. prinsip-prinsip penyusunan dan penyajian pelaporan keuangan.
4. Dalam pengakuan dan pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
a juga mencakup kebijakan mengenai harga perolehan dan kapitalisasi aset.
5. Kebijakan harga perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan
pengakuan terhadap jumlah kas/setara kas yang dibayarkan terdiri dari belanja
modal, belanja administrasi pembelian/pembangunan, belanja pengiriman,
pajak, dan nilai wajar imbalan lainnya yang dibayarkan sebagai komponen
harga perolehan aset tetap.

13
6. Kebijakan kapitalisasi aset sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan
pengakuan terhadap jumlah kas/setara kas dan nilai wajar imbalan lainnya
yang dibayarkan sebagai penambah nilai aset tetap.

14

You might also like