Professional Documents
Culture Documents
Julianus P Limbeng
Pendahuluan
Sumatera Utara adalah salah satu propinsi yang didiami
oleh suku bangsa yang majemuk atau heterogen.
Sedikitnya ada 8 etnis yang mendiami daerah ini, yaitu
: Melayu, Toba, Mandailing, Karo, Simalungun, Pak-Pak
Dairi, Pesisir Angkola, Nias, Jawa, Tamil, Cina dan
suku bangsa yang lain yang sudah lama tinggal di
Sumatera Utara. Suku-suku bangsa ini dapat dengan
mudah diidentifikasi berdasarkan tempat atau wilayah
yang didiaminya. Suku bangsa Melayu menempati daerah
di sepanjang pantai Timur mulai dari perbatasan Aceh
sampai ke perbatasan Riau; Karo di Kabupaten Karo,
sebagian Deli Serdang, dan sedikit di Aceh Tenggara;
Simalungun di Kabupaten Simalungun, demikian juga
Toba, Pak-Pak Dairi, Mandailing dan seterusnya. Nias
mendiami pulau Nias. Identifikasi ini berdasarkan
daerah administrasi saja, namun di masing-masing
kabupaten tersebut juga terdapat etnis-etnis lain
walaupun sebagai bahasa pengantar sehari-hari
dipergunakan bahasa setempat. Namun jika kita lihat di
Medan sebagai ibukota propinsi, maka sangat sulit bagi
kita untuk mengidentifikasi asal-usul suku bangsanya.
Gambar 2. Oloan
b. Ihutan
Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa ihutan juga
adalah merupakan gung berpencu yang digunakan dalam
satu ensambel dengan tiga gung lainnya. Yang
membedakannya dengan gong lainnya adalah ukurannya,
bunyi, dan teknik permainannya. Ihutan berukuran
dengan garis menengah (diameter) lebih kecil sedikit
dari oloan, yaitu 31 cm, tinggi (tebal) 8 cm, dan
diameter pencu lebih kurang 11 cm. Ritemnya konstan
dan bersahut-sahutan dengan gong oloan (litany),
sehingga bunyi sahut-sahutan antara dua gong ini
secara onomatope disebut polol-polol. Gong ini juga
dimainkan dengan mnggunakan satu stick yang terbuat
dari kayu yang diobungkus dengan kain atau karet.
Dimainkan oleh satu orang pemain.
c. Panggora
Panggora juga adalah satu buah gong yang berpencu yang
dimainkan oleh satu orang. Bunyi dari gung ini adalah
pok. Bunyi ini timbul adalah karena gong ini dimainkan
dengan memukul pencunya dengan stick sambil berdiri
dan sisi gong tersebut dimute dengan tangan. Gong ini
adalah gong yang paling besar dinatara keempat gong
yang ada. Ukurannya adalah garis menengah 37 cm,
tinggi (tebal) 6 cm dan diameter pencunya lebih kurang
13 cm.
d. Doal
Doal juga adalah gong berpencu yang dimainkan secara
bersahut-sahutan dengan panggora dengan bunyi secara
onomatopenya adalah kel sehingga apabila dimainkan
secara bersamaan dengan gong panggora akan kedengaran
pok – kel – pok – kel dan seterusnya dengan ritem yang
tidak berubah-ubah sampai kompisisi sebuah gondang
(lagu) habis.
e. Hesek
Hesek adalah instrumen musik pembawa tempo utama dalam
ensambel musik gondang sabangunan. Hesek ini merupakan
alat musik perkusi konkusi. Hesek ini terbuat dari
bahan metal yang terdiri dari dua buah dengan bentuk
sama, yaitu seperti cymbal, namun ukurannya relatif
jauh lebih kecil dengan diameter lebih kurang 10-15
cm, dan dua buah alat tersebut dihubungkan dengan
tali. Namun sekarang ini alat musik ini terkadang
digunakan sebuah besi saja, bahkan kadang-kadang dari
botol saja.
Gambar 4. Hesek.
f. Garantung
Garantung (baca : garattung) adalah jenis pukul yang
terbuat dari wilahan kayu (xylophone) yang terbuat
dari kayu ingol (Latin : …) dan dosi (Latin : ….).
Garantung terdiri dari 7 wilahan yang digantungkan di
atas sebuah kotak yang sekaligus sebagai resonatornya.
Masing-masing wilahan mempunyai nada masing-masing,
yaitu 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 4 (fa), 5 (so), 6 (la),
dan 7 (si). Antara wilahan yang satu dengan wilahan
yang lainnya dihubungkan dan digantungkan dengan tali.
Kotak resonator sendiri juga mempunyai tangkai, yang
juga sekaligus merupakan bagian yang turut dipukul
sebagai ritem dasar, dan wilahan sebagai melodi.
Gambar 5. Garantung
Alat musik ini dimainkan dengan menggunakan dua buah
stik untuk tangan kiri dan tangan kanan. Sementara
tangan kiri berfungsi juga sebagai pembawa melodi dan
pembawa ritem, yaitu tangan kiri memukul bagian
tangkai garantung dan wilahan sekaligus dalam
memainkan sebuah lagu. Alat musik ini dapat dimainkan
secara solo (tunggal), namun dapat juga dimainkan
dalam satu ensambel.
3.3.1.2. Kelompok Membranofon
a. Gordang
Gendang Batak Toba sering sekali disebut orang gondang
atau taganing. Memang ke dua unsur tersebut terdapat
dalam gendang tersebut, hanya saja secara detail bahwa
gondang dan taganing meskipun keduanya adalah termasuk
klasifikasi membranofon dan bentuknya juga hampir sama
(hanya perbedaan ukuran), namun keduanya adalah
berbeda.
Pengertian gondang sendiri bagi masyarakat Batak pada
umumnya mempunyai beberapa pengertian tergantung
dengan imbuhan kata apa yang melekat dengan kata
gondang tersebut. Setidaknya ada empat pengertian
gondang (Toba), gendang (Karo), gordang (Mandailing),
genderang (Pak-Pak Dairi), gonrang (Simalungun), pada
masyarakat ini, yaitu (1) sebagai nama lagu, (2)
sebagai upacara, (3) sebagai instrumen, dan (4)
sebagai ensambel.
Gambar 6. Gordang
Gordang adalah gendang yang paling besar yang terdapat
pada masyarakat Batak Toba, yaitu gendang yang
diletakkan pada sebelah kanan pemain di rak gendang
tersebut. Gordang ini biasanya dimainkan oleh satu
orang pemain dengan menggunakan dua buah stik. Gordang
adalah merupakan bagian dari gendang yang lain
(taganing). Gendang Toba adalah salah satunya gendang
yang melodis yang terdapat di Indonesia . Oleh karena
lebih bersifat melodis dari perkusif, maka gondang ini
menurut klasifikasi Horn von Bostel dan Curt Sach
diklasifikasikan lebih khusus lagi yang disebut dengan
drum-chime. Gordang merupakan gendang satu sisi
berbentuk konis dengan tinggi lebih kurang 80 - 120 cm
dengan diameter bagian atas (membran) lebih kurang 30
–35 cm, dan dia meter bagian bawah lebih kurang 29 cm.
Gordang ini terbuat dari kayu nangka yang dilobangi
bagian dalamnya, kemudian ditutuip dengan kulit lembu
pada sisi atas, dan sisi bawah sebagai pasak untuk
mengencangkan tali (lacing) yang terbuat dari rotan
(rattan). Bagian yang dipukul dari gendang ini bukan
hanya bagian membrannya, tetapi juga bagian sisinya
untuk menghasilkan ritem tertentu secara
berulang-ulang. Ritemnya lebih bersifat konstan.
Gambar 8. Taganing
c. Odap
Odap adalah gendang dua sisi berbentuk konis. Odap
juga terbuat dari bahan kayu nangka dan kulit lembu
serta tali pengencang/pengikat terbuat dari rotan.
Ukuran tingginya lebih kurang 34 –37 cm, diameter
membran sisi satu 26 cm, dan diametermembran sisi 2
lebih kurang 12 –14 cm. Cara memainkannya adalah,
bagian gendang dijepit dengan kaki, lalu dipukul
dengan alat pemukul, sehingga bunyinya menghasilkan
suara dap…, dap…, dap…, dan seterusnya. Alat musik ini
juga dipakai dalam ensambel gondang sabangunan.
Gambar 9. Odap
3.3.1.3. Kelompok Aerofon
a. Sarune Bolon
Sarune bolon (aerophone double reed) adalah alat musik
tiup yang paling besar yang terdapat pada masyarakat
Toba. Alat musik ini digunakan dalam ensambel musik
yang paling besar juga, yaitu gondang bolon (artinya :
ensambel besar). Sarune bolon dalam ensambel berfungsi
sebagai pembawa melodi utama. Dalam ensambel gondang
bolon biasanya hanya dimainkan satu buah saja.
Pemainnya disebut parsarune.
b. Sarune Bulu
Sarune bulu (sarune bambu) seperti namanya adalah
sarune (aerophone-single reed, seperti Clarinet)
terbuat dari bahan bambu. Sarune ini terbuat dari satu
ruas bambu yang kedua ujungnya bolong (tanpa ruas)
yang panjangnya kira-kira lebih kurang 10 – 12 cm,
dengan diameter 1 – 2 cm. Bambu ini dibuat lobang 5
biji dengan ukuran yang berbeda-beda. Pada pangkal
ujung yang satu diletakkan lidah (reed) dari bambu
yang dicungkil sebagian badannya untuk dijadikan alat
penggetar bunyi. Lidahnya ini dimasukkan ke batang
sarune tersebut, dan bisa dicopot-copot. Panjang lidah
ini sendiri lebih kurang 5 cm. Sarune ini di
Mandailing juga dikenal dengan nama yang sama.
c. Sulim
Sulim (Aerophone : side blown flute) adalah alat musik
tiup yang terbuat dari bambu seperti seruling atau
suling. Sulim ini panjangnya berbeda-beda tergantung
nada dasar yang mau dihasilkan. Sulim ini mempunyai 6
lobang nada dengan jarak antara satu lobang nada
dengan lobang nada lainnya dilakukan berdasarkan
pengukuran-pengukuran tradisional. Namun secara melodi
yang dihasilkan suling ini meskipun dapat juga
memainkan lagu-lagu minor, tetapi lebih cenderung
memainkan tangga nada mayor (major scale) dengan nada
diatonis.
Gambar . Gung
Gung ini adalah gung berpencu yang terbuat dari bahan
metal, yaitu kuningan atau perunggu. Menurut Jaap
Kunst, keahlian membuat gung pada masyarakat Karo
sebenarnya pernah ada, namun keahlian itu sudah punah.
Gung yang dipakai orang Karo biasanya didatangkan dari
Jawa, tetapi sekarang ini gung ini juga sudah dibuat
oleh orang Karo sendiri.
Bunyi gung yang bagus bagi masyarakat Karo disebut
gung yang suaranya erbolo-bolo (ber-delay dan
ber-echo). Oleh sebab itu meskipun didatangkan dari
Jawa, konsep bunyinya itu harus erbolo-bolo.
Ukuran gung Karo diameternya lebih kurang 70 – 90 cm
dengan diameter pencu (pencon) lebih kurang 10 – 12
cm. Antara pencu dan sisinya juga ditempa sedemikian
rupa mengikuti bentuk sisinya, sehingga ada bagian
tengahnya yang lebih rendah dari sisinya dan bagian
antara pencunya.
Gung ini biasanya digantung pada sebuah rak, dan
dimainkan oleh satu orang yang disebut dengan simalu
gung. Di dalam proses belajar, seorang sierjabaten
(musisi Karo) harus belajar memukul gong dahulu baru
bisa mempelajari instrumen lainnya. Hal ini karena
penanaman dan rasa tempo harus ditanamkan terlebih
dahulu. Gung merupakan alat musik yang berfungsi
sebagai pembawa tempo.
b. penganak
Penganak (small gong) adalah juga gong, namun karena
sangat kecil sekali, maka disebut penganak. Penganak
terbuat dari bahan yang sama dengan gung, bentuknya
juga sama, hanya perbedaan ukuran. Diameter penganak
lebih kurang 15 – 20 cm.
Gambar . Penganak
Dalam teknik bermain, maka dua kali pukulan penganak
akan diikuti sekali pukulan gung. Rumus ini berlaku
untuk seluruh permainan gung dan penganak.
Gambar . Keteng-Keteng
Keteng-keteng terbuat dari satu ruas buluh belin
(bambu betung) dengan panjang lebih kurang 35 – 50 cm,
tergantung panjang ruas bambunya. Pada bagian badan
(ruas) bambu tersebut dicungkil untuk membuat
senarnya, yang terdiri dari dua senar. Cungkilan
tersebut di kencangkan dengan mengganjal dengan kayu.
Kekencangan ukuran antara senar yang satu dengan senar
yang lain adalah disetem berdasrkan kayu pengganjal
tersebut. Meskipun instrumen ini mempunyai nada,
tetapi dalam permainannya instrumen ini lebih bersipat
perkusif. Oleh sebab itu kekencangan talinya diukur
untuk mewakili bunyi instrumen Karo yang lain, suara
senar satu dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu untuk
mewakili bunyi gendang anak (membranophone :
conical-drum) dan bunyi penganak (small gong).
Sedangkan senar yang kedua adalah untuk mewakili bunyi
gung. Oleh sebab itu satu instrumen musik ini
sebenarnya mewakili tiga bunyi instrumen musik Karo,
yaitu gendang anak, gung dan penganak.
Didepan senar kedua di badan bambu biasanya dibuat
lobang resonator, dan di senar dua itu sendiri
dilengketkan bambu persis di atas lobang resonator itu
sendiri untuk menghasilkan suara gung yang erbolo-bolo
seperti yang telah dijelaskan di atas.
d. mangkuk mbentar
e. ketuk
f. kap-kap
g. genggong
3.3.3.2. Kelompok Membranofon
a. gendang anak
b. gendang indung
c. gendang binge
3.3.3.3. Kelompok Aerofon
a. sarune
b. balobat
c. surdam
d. surdam cingkes
e. surdam pingko-pingko
f. surdam tangko kuda
g. balobat pingko-pingko
h. olek-oleh
3.3.3.4. Kelompok Kordofon
a. kulcapi
b. murbab
c. keteng-keteng
3.3.3.5. Kelompok Elektrofon
a. kibot karo
3.3.4. Pak-Pak Dairi
Pada masyarakat Pak-Pak Dairi juga terdapat ensambel
musik yang dikenal dengan genderang sisibah
(drum-chime), yaitu sembilan buah gendang satu sisi
yang diletakkan dalam satu rak yang dipukul dengan
menggunakan stik (pemukul). Genderang ini dipakai
untuk mengiringi upacara-upacara adat yang ada di
Pak-Pak Dairi, melus bulung bulu, melus bulung
sempula, dan melus bulung simburnaik. Didalam ensambel
ini juga terdapat alat musik kalondang (xylophone),
lobat (aerofon, recorder), kecapi dan gong.
Lobat dan serdam (end-blown flute) adalah merupakan
solo instrumen juga walaupun terkadang dipakai juga
dalam ensambel musik. Lobat biasa juga ditiup
seseorang yang melakukan kegiatan merkemenjen (
menyadap getah kemenyan ) serta bernyanyi tentang
keluh kesah kehidupannya. Nyanyian ini disebut dengan
odhong-odhong. Odhong-odhong dinyanyikan diatas pohon,
atau nyanyian rimba. Serdam biasanya dipakai seseorang
untuk melepaskan lelah ketika mermakan (menggembalakan
ternak dipadang rumput).
Disamping alat musik tersebut juga ada ensambel musik
genderang si pitu, yang terdiri dari 7 buah gendang
(drum set) yang diletakkan pada satu rak. Permainan
kalondang biasanya dimainkan dengan melodi yang sama
dengan vokal dengan pukulan gendang yang variatif.
Sejauh ini tradisi musik Pak-Pak Dairi belum banyak
mengalami perubahan-perubahan.
3.3.5. Simalungun
Pada masyarakat Simalungun terdapat sedikitnya dua
buah ensambel musik disamping instrumen-instrumen yang
bersifat solo. Ensambel yang paling besar adalah
gonrang sipitu-pitu, dan ensambel yang paling kecil
adalah gonrang sidua-dua. Gonrang sipitu-pitu dalah
terdiri dari beberapa alat musik yaitu, satu set
gonrang yaitu gendang satu sisi yang terdiri dari
tujuh buah anak yang diletakkan dalam satu rak,
dipukul dengan stik. Gendang ini sebagai pembawa ritem
dan ritem variatif.
Disamping itu sebagai pembawa melodi adalah satu buah
sarune, (aerofon, double reed) dan dua buah gong,
yaitu gong jantan dan gong betina, serta dua dua buah
gong kecil yang disebut dengan mong-mongan. Sarune
yang digunakan adalah terbuat dari kayu, dan ada juga
yang terbuat dari bambu.