You are on page 1of 17

PANCASILA

Ideologi, falsafah, dasar erat kaitanya dengan kepribadian, jiwa dan pandangan hidup

bangsa dalam menjalankan kehidupana sebagai makhluk tuhan ataupun dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Setiap bangsa memilki ideologi, falsafah dan dasar negara yang

tertulis atau pun tidak tertulis dan di jadikan dasar, landasn dalam pengaturan kehidupan

berbangsa dan bernegara sehingga membedakan ideologi suatu bangsa dengan bangsa

lain. Di Indonesia kita mengetahui bahwa ideologi, dasar, dan palsaafh kita adalah

PANCASILA yang di jadikan dasar dalam membuat peraturan, maupun hukum serta

merupakan kepribadian dan jiwa bangsa. Tujuan di berikanya tugas PANCASILA ini agar

mahasiswa dapat memahami makna dan maksud dari setiap pancasiaa sebagai dasar,

faslasah, ideologi, pandangan hidup serat jiwa dan kepribadian bangsa. Selain itu juga

mahasiswa dapat menjaga pancasila yang merupakan filter masuknya budaya dari luar

yang tidak sesuai dengan budaya bangsa.

Kedudukan dan Fungsi – fungsi Pancasila

1. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia :

Ideoligi berasal dari kata “Idea” yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita –

cita dan logos yang berarti ilmu jadi Ideologi dapat diartikan adalah Ilmu pengeertian –

pengertian dasar. Dengan demikian Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dimana pada

hakekatnya Pancasila merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau

kelompok orang sebagaimana ideologi – ideologi lain di dunia, namun Pancasila di

angkat atau di ambil dari nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta religius yang terdapat
dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara sebelum

membentuk suatu negara, dengan kata lain pancasila merupakan bahan yang di angkat

dari pandangan hidup masyarakat Indonesia.

Berbicara tentang ideologi yang menjadi rujukan pandangan hidup Negara

Prof.Dr.Wiliam T.Blum PhD, guru besar dalam political Science pada Chicago

University dalam bukunya Modern Political/”Idologies and Atitudes \”(Culture)

membagi 4 teori mengenai Ideologi yaitu :

1. Teori Kepentingan yaitu ideologi itu bersifat kejiwaan yang bisa di selidiki dan di

jelaskan.

2. Teori Kebenaran yaitu usaha kebenaran dapat diwujudkan dengan usaha politik.

3. Teori Kesulitan Sosial yaitu Ideologi yang lahir dari hal – hal yang tidak di sadari,

sebagainpola jawaban terhadap kesulitan – kesulitan yang timbul dari masyarakat.

4. Teori Kesulitan Kultural yaitu ideologi yang timbul karena hal -hal yang

menyangkut hubungan perasaan dan arti hidup(Sentiment and Meaning).

Dalam upaya actualisasi ideologi melalui kegiatan pandangan hidup yang akhirnya akan

menciptakan jati diri bangsa yang merupakan identitas dan kepribadian bangsa serta

sebagai manifiestasi ideologi yang telah berakar kuat menjadi\”Pandangan Hidup”.

1.a Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup

Ideologi Terbuka merupakan suatu sistem pemikiran terbuka sedangkan ideologi tertutup
merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Ciri khas Ideologi tertutup :
1. ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan cita-
cita satu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan
membaharui masyarakat. Hal ini berarti demi ideologi masyarakat harus
berkorban untuk menilai kepercayaan ideologi dan kesetiaannya sebagai warga
masyarakat.
2. Isinya bukan hanya berupa nilai-nilai dan cita-cita tertentu melainkan terdiri dari
tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras.

Jadi ideologi tertutup bersifat totaliter dan menyangkut segala segi kehidupan.

Ciri khas ideologi terbuka :

1. nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan
diambil dari suatu kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri.
2. dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil
musyawarah.
3. tidak diciptakan oleh negara melainkan digali dan ditemukan masyarakat itu
sendiri.
4. Isinya tidak operasional. Menjadi operasional ketika sudah dijabarkan ke dalam
perangkat peraturan perundangan.

Jadi ideologi terbuka adalah milik seluruh rakyat dan masyarakat dalam menemukan
dirinya, kepribadiannya di dalam ideologi tersebut.

1.b Hubungan filsafat dan Ideologi

Filsafat sebagai pandangan hidup merupakan sistem nilai yang diyakini kebenarannya
sehingga dijadikan dasar atau pedoman dalam memandang realitas alam semesta,
manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna hidup dan sebagai dasar dan
pedoman dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dengan demikian filsafat telah
menjadi suatu sistem cita-cita/keyakinan-keyakinan yang telah menyangkut praksis
karena dijadikan landasan cara hidup manusia/masyarakat, sehingga filsafat telah
menjelma menjadi ideologi.
Sedangkan ideologi memiliki kadar kefilsafatan karena bersifat cita-cita dan norma,
dan sekaligus praksis karena menyangkut operasionalisasi, strategi dan doktrin.
Ideologi juga menyangkut hal-hal yang berdasarkan satu ajaran yang menyeluruh
tentang makna dan nilai-nilai hidup bagaimana manusia harus bersikap dan
bertindak.

1.c Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai ideologi terbuka maksudnya adalah Pancasila bersifat aktual, dinamis,
antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Sebagai
suatu ideologi terbuka, Pancasila memiliki dimensi :

1. Dimensi idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila yang
bersifat sistematis dan rasional yaitu hakikat nilai yang terkandung dalam lima
sila Pancasila.
2. Dimensi normatif, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan
dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD
1945.
3. Dimensi realistis, harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila harus dijabarkan dalam
kehidupan sehari-hari sehingga bersifat realistis artinya mampu dijabarkan dalam
kehidupan nyata dalam berbagai bidang.

Keterbukaan Pancasila dibuktikan dengan keterbukaan dalam menerima budaya


asing masuk ke Indonesia selama budaya asing itu tidak melanggar nilai-nilai yang
terkandung dalam lima sila Pancasila. Misalnya masuknya budaya India, Islam, barat
dan sebagainya.

Dengan kata lain kita sudah mengetahui bahwa Ideologi kita adalah PANCASILA
yaitu :

1. Ketuhanan yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab


3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Didalam sila – sila tersebut ada sila ke-4 yang menunjukan demokrasi dan sila kelima

menunjukan sosialisme jadi Indonesia adalah campuran demokrati dan sosialis tapi bukan

negara sosialis karena di dalam Pancasilla juga terdapat sila yang mengakui adanya tuhan

YME yaitu sila-1 dan selain ketiga sila – sila tersebut juga terdapat sila ke-2 dan ke-3

yang kesemua sila tersebut terdapat ciita – cita dan tujuan Bangsa Indonesia.

Selain itu di dalam sila – sila terdapat butir butir sila yang merupkan nilai – nilai adat –

istiadat, kebudayaan, religius hidup serta indentitas bangsa Indonesia yang heterogen dan

mempunyai nilai universal yang bermakna dapat di terima dan sesungguhnya dapat di

terapkan di seluruh dunia.

2. Pancasila Sebagai Dasar Bangsa :

Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen
atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan
berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, beraikbat lemahnya negara
tersebut. Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah
negara (filosofische gronslag dari negara), Staats fundamentele norm, weltanschauung
dan juga diartikan sebagai ideologi negara (staatsidee).

Negara kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini
dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan
kokoh serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti
mengubah eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut
kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari
penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi negara Republik Indonesia. Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara seperti tersebut di atas, sesuai dengan apa yang tersurat
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “…..,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses
penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal
Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan
fungsi pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini
dikemukakan ketentuan-ketentuan yang menunujukkan fungsi dari masing-masing sila
pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:
kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha
Esa, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta
untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannnya, negara menghendaki adanya
toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada serta
diakui eksistensinya di Indonesia, negara Indonesia memberikan hak dan kebebasan
setiap warga negara terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kemanusiaan yang
adil dan beradab, antara lain : pengakuan negara terhadap hak bagi setiap bangsa untuk
menentukan nasib sendiri, negara menghendaki agar manusia Indonesia tidak
memeperlakukan sesame manusia dengan cara sewenang-wenang sebagai manifestasi
sifat bangsa yang berbudaya tinggi, pengakuan negara terhadap hak perlakuan sama dan
sederajat bagi setiap manusia, jaminan kedudukan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan serta kewajiban menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan yang ada bafi
setiap warga negara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Persatuan Indonesia, yaitu:
perlindungan negara terhadp segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiba dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham
perseorangan, serta pengakuan negara terhadap kebhineka-tunggal-ikaan dari bangsa
Indonesia dan kehidupannya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kerkyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata perwakilan, yaitu: penerapan
kedaulatan dalam negara Indonesia yang berada di tangan rakyat dan dilakukan oleh
MPR, penerapan azas musyawarah dan mufakat dalam pengambilan segala keputusan
dalam negara Indonesia, dan baru menggunakan pungutan suara terbanyak bila hal
tersebut tidak dapat dilaksanakan, jaminan bahwa seluruh warga negara dapat
memperoleh keadlan yang sama sebagai formulasi negara hokum dan bukan berdasarkan
kekuasaan belaka, serta penyelenggaraan kehidupan bernegara yang didasarkan atas
konstitusi dan tidak bersifat absolute.
Yang terakhir adalah ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Keadlan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, antara lain: negara menghendaki agar perekonomian
Indonesia berdasarkan atas azas kekeluaraan, penguasaan cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak oleh negara, negara
menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat di atas dan di dalam bumi dan air
Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat banyak, negara menghendaki agar
setiap warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan,
baik material maupun spiritual, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia
memperoleh pengajaran secara maksimal, negara Republik Iindonesia mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang pelaksanaannya ditur
berdasarkan Undang-Undang, pencanangan bahwa pemerataan pendidikan agar dapat
dinikmati seluruh warga negara Indonesia menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, masyarakat dan keluarga, dan negara berusaha membentuk manusia
Indonesia seutuhnya.
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi

sekarang. Pada bulan Juni 1945,64 tahun yang lalu, lahirlah sebuah konsepsi kenengaraan

yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.

Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila

memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star

bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam

memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan

berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-

hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik

Indonesia.

Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali

bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18

Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar

berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua,

Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima,

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu

ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan

mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di

negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung
toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.

Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup

faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif

tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang

ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang

positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang

bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk

kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-

agama.

Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan

berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang

cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang

sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak

bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.

Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara

Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati,

menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan

khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara

Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila

sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan

kesatuan bangsa dan negara Indonesia.


Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang
menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan
dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik
Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan
No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak
seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu
(le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui
bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakanintelligent choice karena mengatasi keanekaragaman
dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism),
tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang
dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak
masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara
(Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang
terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling
kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri
dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan.
Mengenai hal itu,Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu
negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi
dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia
(kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai
manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin
selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin
seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh)
sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan
pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan
memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium
identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun
secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling
mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-
pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah
tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan
yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila
dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila
kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat
dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama
lain. Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan
menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila.
Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang
Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya
pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi,
karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
sesungguhnya berisi:
1. Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan
yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil
dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang
mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan.

Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga
Pancasila di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa.
Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar negara merupakan jawaban
kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila merupakan dasar negara,
tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi dari berbagai kegiatan yang berimplikasi
positif atau negatif.

Pancasila bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila


justru merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi
berbagai tahap semenjak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945,yaitu :

1. Tahun 1945-1948 merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada Aand
character building. Semangat persatuan dikobarkan demi keselamatan NKRI terutama
untuk menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di dalam tahap dengan
atmosfer politis dominan, perlu upaya memugar Pancasila sebagai dasar negara
secara ilmiah filsafati. Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan yang dalam karya-karyanya ditunjukkan segi
ontologik, epismologik dan aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi Pancasila
(Notonagoro, 1950)

Resonansi Pancasila yang tidak bisa diubah siapapun tecantum pada Tap MPRS No.
XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”,
maka dapatlah dinyatakan bahwa persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu state
building.

2. Tahun 1969-1994 merupakan tahap pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi


kemerdekaan melalui Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya
diarahkan pada ekonomi, tetapi cenderung ekonomi menjadi “ideologi”

Secara politis pada tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G
30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang menimbulkan ketidakmerataan pembangunan dan
sikap konsumerisme. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada
disintegrasi bangsa.

Distorsi di berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu
mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan oleh
Orde Baru, sejauh mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan konsekuen” harus
ditunjukkan.

Komunisme telah runtuh karena adanya krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni
Sovyet dan ditumpasnya harkat dan martaba tmanusia beserta hak-hak asasinya
sehingga perlahan komunisme membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit
mulai memisahkan diri untuk mencoba paham demokrasi yang baru. Namun,
kapitalisme yang dimotori Amerika Serikat semakin meluas seolah menjadi penguasa
tunggal. Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui
oleh bahaya subversinya komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan
gelombang aneksasinya kapitalisme.

3. Tahun 1995-2020 merupakan tahap “repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang


dihadapkan pada gelombang perubahan yang cepat sebagai implikasi arus globalisasi.

Globalisasi sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh


sebelum abad ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15
ditandai dengan munculnyanegara-negara kebangsaan, munculnya gagasan kebebasan
individu yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung.

Hakikat globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif menunjukkan suatu proses


dalam kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat dunia
yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan obyektif globlaisasi merupakan proses
menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang dalam kondisi
penuh paradoks.

Menghadapi arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai


dasar negara semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-
tafsir baru kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba
tidak pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki
“mitosnya” tersendiri yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang akan
tertangkap arti bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan
pragmatis semata.
Nilai-nilai luhur yang telah dipupuk sejak pergerakan nasional kini telah tersapu
oleh kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama mengembangkan Pancasila
sebagai dasar negara tidak sebagai sesuatu substantif, melainkan di-instumentalisasi-kan
sebagai alat politik semata. Demikian pula di Orde Baru yang “berideologikan ekonomi”,
Pancasila dijadikan asas tunggal yang dimanipulasikan untuk KKN dan kroni-isme
dengan mengatasnamakan sebagai Mandatoris MPR.

Kini terjadi krisis politik dan ekonomi karena pembangunan menghadapi jalan
buntu. Krisis moral budaya juga timbul sebagai implikasi adanya krisis ekonomi.
Masyarakat telah kehilangan orientasi nilai dan arena kehidupan menjadi hambar, kejam,
gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spiritual. Pancasila malah diplesetkan
menjadi suatu satire, ejekan dan sindiran dalam kehidupan yang penuh paradoks.

Pembukaan UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan


integral-integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu diletakkan kembali,
maka kita akan menemukan landasan berpijak yang sama, menyelamatkan persatuan dan
kesatuan nasional yang kini sedang mengalami disintegrasi. Revitalisasi Pancasila
sebagai dasar negara mengandung makna bahwa Pancasila harus diletakkan utuh dengan
pembukaan, di-eksplorasi-kan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :

Realitasnya: dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan


sebagai kondisi cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan
berkembang dlam masyarakat.

Idealitasnya: dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar
utopi tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata
kerja” untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga
masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif, menuju hari
esok lebih baik.

Fleksibilitasnya: dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan
mandeg dalam kebekuan oqmatis dan normatif, melainkan terbuka
bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang
berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya,
Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai
tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan
jiwa dan semangat “Bhinneka tunggal Ika”

Revitalisasi Pancasila Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada


pembinaan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arah
dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas juga memerlukan hukum karena
keduanya terdapat korelasi. Moralitas yang tidak didukung oleh hukum kondusif akan
terjadi penyimpangan, sebaliknya, ketentuan hukum disusun tanpa alasan moral akan
melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.

Dalam upaya merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara maka disiapkan


lahirnya generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu
merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik
dalam arti generasi yang mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan
negara. Dengan demikian akan dimunculkan generasi yang mempunyai ide-ide segar
dalam mengembangkan Pancasila.

Hanya dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik
akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk
memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan
kedalaman intelektual, kepatuhankepada nilai-nilai (it is matter of having). Kedua,
pendidikan untuk membentuk jatidiri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan
kepentingan bangsa (it is matter of being).

Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap harus menjaga budaya-
budaya lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu
mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu pihak
daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang kontekstual, inspiratif
dan evaluatif.
Perevitalisasikan Pancasila sebagai dasar negara dalam, kita berpedoman pada
wawasan :

1. Spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religius sebagai dasar dan arah
pengembangan profesi

2. Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak sekedar
aspek having

3. Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran nasionalisme

4. Mondial, menyadarkan manusia dan bangsa harus siap menghadapi dialektikanya


perkembangan dalam mayaraka dunia yang “terbuka”.

Dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus
krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan,
sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari bahwa tanpa
adanya “platform” dalam dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan
dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.

3. Melalui pemahaman inilah Pancasila dikembangkan dalam semangat demokrasi

yang secara konsensual akan dapat mengembangkan nilai praktisnya yang sesuai

dengan kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan

mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana telah dirintis dan

ditradisikan oleh para pendahulu, merupakan suatu kewajiban etis dan moral yang

perlu diyakinkan oleh generasi sekarang.

You might also like