You are on page 1of 9

Asal usul kata Indonesia

 Sumber : wikipedia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur")),
yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih
sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi
bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai
redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada
Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia").
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan
Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama
Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan
dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti
"pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari
Bahasa Inggris):

"... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan


menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia
(Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia
bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing
untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh
kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan
tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis
artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada
awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita,
sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan
membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf
u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. [1]

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254
dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan


mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia",
yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan
Hindia"

Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian
hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan
nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini
menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. [1]

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian
(1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel
("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang memuat
hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku
Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga
sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak
benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918.
Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki
Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro
pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai


pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu,
inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia").
 Oleh Batara R. Hutagalung

Di masa penjajahan India-Belanda ini muncul nama Indonesia. Pertama kali


digunakan oleh dua orang Inggris, yaitu George Samuel Windsor Earl,
seorang pengacara kelahiran London, yang bersama James Richardson
Logan, seorang pengacara kelahiran Scotlandia, menulis artikel sebanyak 96
halaman di Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia No. 4, tahun
1850 dengan judul "The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing
Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders." Mereka
menamakan penduduk India-Belanda bagian barat yang berasal Proto-Malaya
(Melayu tua) dan Deutero-Malaya (Melayu muda), sebagai Indunesians (Indu,
bahasa Latin, artinya: India; Nesia, asal katanya adalah nesos, bahasa Yunani,
artinya: kepulauan). Sedangkan penduduk di wilayah India-Belanda bagian
timur masuk ke dalam kategori Melanesians (Mela = hitam. Melanesia =
kepulauan orang-orang hitam). Oleh karena itu, Earl sendiri kemudian
cenderung menggunakan istilah Melayu-nesians, untuk menamakan
penduduk India-Belanda bagian barat. Kemudian Logan merubah Indunesia
menjadi Indonesia (Indos dan Nesos, keduanya berasal dari bahasa Yunani)
dalam tulisan-tulisannya di Journal tersebut.
Adalah Adolf Bastian, seorang dokter dan sekaligus etnolog Jerman, yang
mempopulerkan nama Indonesia ketika menerbitkan laporan perjalanan dan
penelitiannya di Berlin, yang diterbitkan dalam karya 5 jilid (1864 – 1894)
dengan judul “Indonesien, oder die Inseln des malaysischen Archipels”
(bahasa Jerman, artinya: “Indonesia, atau Pulau-Pulau dari Kepulauan
Malaya”). Jilid I berjudul Maluku, jilid II Timor dan Pulau-Pulau Sekitarnya, jilid
III Sumatera dan Daerah Sekitarnya, jilid IV Kalimantan dan Sulawesi, jilid V
Jawa dan Penutup.
Sejak dahulu hingga sekarang, para ilmuwan Eropa lebih senang
menggunakan istilah/kata bahasa Latin atau Yunani untuk penamaan hal-hal
yang sehubungan dengan ilmiah, demikian juga untuk menamakan ras
penduduk di wilayah Malaya dan India Belanda bagian barat.
Eduard Douwes Dekker, dalam bukunya “Max Havelaar” menyebut India-
Belanda dengan nama Insulinde, variasi bahasa Belanda untuk Kepulauan
India. Ketika Indische Partij (Partai India) yang didirikan oleh keponakannya
dilarang oleh Pemerintah India Belanda tahun 1913, para anggotanya
mendirikan Partai Insulinde.
Baik Indunesian, Indonesien atau Insulinde semua artinya adalah Kepulauan
India, untuk menunjukkan identitas pribumi yang hidup di bagian barat
wilayah India- Belanda, sedangkan yang hidup di wilayah timur –Flores,
Timor, Maluku dan Papua-sebenarnya adalah orang-orang Melanesia
(Kepulauan orang-orang hitam).
Yang termasuk pertama menggunakan kata Indonesia pada awal tahun 20-an
adalah Perhimpunan Indonesia di Belanda, Sam Ratu Langie dan Partai
Komunis Indonesia.
Jadi kata Indonesia yang sampai sekarang digunakan oleh Republik Indonesia
artinya tak lain adalah: Kepulauan India.
Selain Indonesia, yang menggunakan nama yang “diciptakan” oleh orang-
orang Inggris dan kemudian dipopulerkan oleh orang Jerman, juga Phillipina
(Filipina), yang masih tetap menggunakan nama peninggalan penjajahan.
Ketika orang-orang Spanyol menguasai wilayah tersebut, sebagai
persembahan kepada raja Spanyol, Phillip, jajahan itu diberi nama Philippina.
Banyak negara setelah merdeka mengganti nama yang “diciptakan” atau
diberikan oleh penjajahnya, seperti Ceylon menjadi Sri Lanka, Burma menjadi
Myanmar, Indo-Cina menjadi Vietnam, Rhodesia menjadi Zimbabwe, Gold
Coast menjadi Ghana, South-West Afrika menjadi Namibia, dll.
Jadi seandainya bangsa ini sepakat untuk meninggalkan nama yang
diciptakan oleh orang Eropa, maka Indonesia bukanlah negara pertama yang
mengganti nama peninggalan masa penjajahan.
Dapat menjadi bahan pertimbangan, untuk kembali menggunakan nama
yang telah lebih dari 1000 tahun digunakan oleh nenek moyang kita, yaitu
NUSANTARA.

 Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/16/0802.htm

PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama. Dalam catatan
bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan).
Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah
Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar,
seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan
pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau
Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk
kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para
pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu
hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa”
oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. “Samathrah, Sholibis, Sundah,
kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda, semuanya Jawa)” kata seorang pedagang di Pasar
Seng, Mekah.

Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali
datang itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi
mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah “Hindia”.
Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai
“Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia”
(Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie,
East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu”
(Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).

Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah
Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945
memakai istilah To-Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal
dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk
menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia”
(bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama Insulinde ini kurang populer. Bagi
orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai nama toko buku yang pernah ada di
Jalan Otista.

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal
sebagai Dr. Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama
untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India”. Nama itu tiada lain adalah
Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil
nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir
abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes
Krom pada tahun 1920.
Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda
dengan pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan
untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar,
seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah
Palapa dari Gajah Mada, “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah
kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata
nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang
nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti
yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk
dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat
menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap kita pakai untuk menyebutkan wilayah tanah air kita
dari Sabang sampai Merauke. Tetapi nama resmi bangsa dan negara kita adalah Indonesia.
Kini akan kita telusuri dari mana gerangan nama yang sukar bagi lidah Melayu ini muncul.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-
1869), orang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian
pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-
1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya
itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau
Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia
tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua
pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada
halaman 71 artikelnya itu tertulis: … the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan
Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia
(Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia
bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl,
bukankah bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl
memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis
artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun
menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian
Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang
dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka
lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254
dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in
favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a
shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama
“Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi
nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka
bumi!

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan
ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang
etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang
bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des
Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika
mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang
memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul
anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara
lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian
mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau
mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Makna politis

Pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi
dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita,
sehingga nama “Indonesia” akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa
yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan
waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool
(Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri
Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama
menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia
Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de
toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia”
saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-
citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia
(Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun
1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan
Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-
mula menggunakan nama “Indonesia”. Akhirnya nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama
tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28
Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman
Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia”
diresmikan sebagai pengganti nama “Nederlandsch-Indie”. Tetapi Belanda keras kepala
sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada
tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia Belanda” untuk selama-lamanya. Lalu pada
tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik
Indonesia.
 Sumber : syadiblack-Nidya Pustaka-Apollo

Yang dimaksud dengan Indonesia ialah Indonesia dalam pengertian geografis dan bangsa.
Menurut pengertian geogiafis, Indonesia berarti bagian bumi yang membentang dari 95°-141°
Bujur Timur, dan 6° Lintang Utara sampai 11 Lintang Selatan. Sedangkan Indonesia dalam
arti bangsa yang secara politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam wilayah tersebut.

Istilah Indonesia untuk pertama kalinya ditemukan oleh seorang ahli etnologi Inggris
bernama James Richardson Logan pada tahun 1850 dalam ilmu bumi. Istilah Indonesia
digunakan juga oleh G.W. Earl dalam bidang etnologi. G.W. Earl menyebut Indonesians dan
Melayunesians bagi penduduk Kepulauan Melayu.

Pada tahun 1862 istilah Indonesia digunakan oleh orang Inggris bemama Maxwell dalam
karangannya berjudul The Island of Indonesia (Kepulauan Indonesia) dalam hubungannya
dengan ilmu bumi. Istilah Indonesia semakin populer ketika seorang ahli etnologi Jerman
bernama Adolf Bastian menggunakan istilah Indonesia pada tahun 1884 dalam hubungannya
dengan etnologi.

Kata Indonesia berasal dari kata Latin indus yang berarti Hindia dan kata Yunani nesos yang
berarti pulau, nesioi (jamak) berarti pulau-pulau. Dengan demilcian, kata Indonesia berarti
pulau-pulau Hindia.

Indonesia dikenal pula dengan sebutan Nusantara. Kata Nusantara berasal dari bahasa Jawa
Kuno, yaitu nusa yang berarti pulau dan antara yang berarti hubungan. Jadi, Nusantara berarti
rangkaian pulau-pulau.

Bangsa Indonesia pertama kali menggunakan nama Indonesia secara politik. Istilah Indonesia
untuk pertama kalinya digunakan oleh Perhimpunan Indonesia, yaitu organisasi yang
didirikan oleh pelajar-pelajar Indonesia di Negeri Belanda pada tahun 1908. Organisasi
tersebut pertama kali bemama Indische Vereeniging. Kemudian nama itu diganti menjadi
Indonesische Vereeniging pada tahun 1922. Selanjutnya pada tahun 1922 juga namanya
diganti Perhimpunan Indonesia.

Pada tahun 1928 Kongres Pemuda II di Jakarta menggunakan istilah Indonesia dalam
hubungan dengan persatuan bangsa. Kongres Pemuda tersebut pada tanggal 28 Oktober 1928
menghasilkan Sumpah Pemuda yang di dalamnya tercantum nama Indonesia. Istilah
Indonesia secara resmi digunakan sebagai nama negara kita pada tanggal 17 Agustus 1945
dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
 Sumber : artikel karya IRFAN ANSHORY

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254
dalam tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in
favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a
shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama
"Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi
nama bangsa dan negara yang jumlah penduduknya peringkat keempat terbesar di muka
bumi! \ /

Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan
ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang
etnologi dan geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang
bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des
Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika
mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang
memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul
anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara
lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian
mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau
mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi
dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita,
sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa
yang memperjuangkan kemerdekaan! Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan
waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara Indonesia Merdeka yang akan datang
(de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga
tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi
kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena
melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk
mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga
dan kemampuannya."

Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun
1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI). Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan
Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-
mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama
tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28
Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman
Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama "Indonesia"
diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda keras kepala
sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah. :-L

Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada
tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda" untuk selama-lamanya. Lalu pada
tanggal 17 Agustus 1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik
Indonesia.

You might also like