You are on page 1of 23

Sejarah Pertumbuhan Pemerintahan,

Ilmu Pemerintahan

dan Teori-teori Kekuasaan

Sejarah Pemerintahan

Pada hakikatnya pemerintahan merupakan suatu gambaran tentang bagaimana pada


permulaan pemerintahan setelah terbentuk dan bagaimana pemerintahan itu telah
berkembang melalui perkembangan dari 3 tipe masyarakat yaitu masyarakat setara,
masyarakat bertingkat dan masyarakat berlapis.

Perkembangan pemerintahan itu juga ditentukan oleh perkembangan masyarakatnya


yang disebabkan oleh faktor-faktor lain yang melandasinya seperti pertambahan dan
tekanan penduduk, ancaman atau perang dan penjarahan yang dilakukan oleh suatu
kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat yang lain dan telah menjadi faktor-
faktor yang memacu perkembangan pemerintahan yaitu penguasaan oleh suatu
pemerintah atau negara.

Pemerintahan di zaman purba ditandai oleh banyaknya sistem pemerintahan dan sistem
yang lebih dikenal adalah polis Yunani. Selain polis Yunani, kerajaan Inka yang berdiri
antara tahun 1200-1500 Masehi telah memiliki sistem pemerintahan yang despotisme yaitu
suatu bentuk pemerintahan yang ditandai oleh kekuasaan sewenang-wenang dan tak
terbatas dari pihak penguasa.

Plato dan Aristoteles lah yang memperkenalkan bentuk-bentuk pemerintahan yang baik
dan buruk dengan alasan pembagian tersebut. Konsep-konsep tentang pemerintahan yang
baik dan buruk menurut Plato dan Aristoteles masih terefleksi sepanjang sejarah
pemerintahan di dunia hingga dewasa ini.

Awal pemerintahan Romawi merupakan suatu wujud dari kombinasi bentuk


pemerintahan baik menurut konsep Plato dan Aristoteles. Pada abad pertengahan
pengaruh agama Kristen masuk ke dalam sistem pemerintahan yang lebih dikenal dengan
teori dua belah pedang.

Di zaman baru sekalipun pemerintahan tidak menjadi jelas setelah runtuhnya polis
Yunani serta konflik antara Paus dan Raja berkepanjangan namun pada akhir abad
pertengahan muncul pemerintahan di zaman baru dengan pengalaman perjalanan sejarah
yang panjang dari masing-masing negara sehingga lahirlah konsep tentang adanya
kemandirian serta kekuatan pemerintahan.

Untuk itu Machiavelli muncul dengan sebelas dalil dalam karyanya Sang Raja yang
mengajarkan tentang bagaimana seorang raja harus mempertahankan serta memperbesar
kekuasaan pemerintah sebagai tujuannya melalui menghalalkan segala cara.

Kameralistik

Awal dari ilmu pemerintahan modern ditandai dengan lahirnya kameralistik (Ilmu
Perbendaharaan) yang telah berkembang di Prusia pada awal abad ke-18. Landas
tolaknya adalah bahwa negara harus mengurusi lapangan pekerjaan dan pangan sehingga
berdasarkan hal itu perlu mengusahakan agar di dalam setiap jabatan yang ada
sebanyaknya orang sebagaimana dibutuhkan untuk kesejahteraan umum.

Dalam hal ini bahanbahan dari statistik mempunyai nilai yang besar dan dapat iandalkan.

Dalam abad ke-19 dengan munculnya pemikiran negara hukum maka merosotlah
kameralistik seraya memberikan perkembangan hukum pemerintah.

Hampir di seluruh daratan Eropa Barat perkembangan studi negara dan ajaran negara
menjadi abad ke-19 dan pada abad ke-20 menambahkan nama studi hukum administrasi.

Pada bidang ilmu pemerintahan Burke dan Benthan menganjurkan perlu diadakan
perbaikan terhadap kelalaian dari dinas pemerintah, kelebihan staf, inaktif dan
inkompeten.
Di Amerika Serikat ilmu pemerintahan berkembang sebagai suatu bidang otonom yang
dipelopori oleh Profesor Wodroow Wilson (kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat).
Ia menganjurkan adanya studi khusus tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas-tugas pemerintah yang berhasilguna dan berdayaguna.

Ilmu pemerintahan dipengaruhi oleh ilmu-ilmu humaniora (sosiologi, psikologi, psikologi-


sosial, antropologi, ekonomi, politikologi).

Dan ditandai dengan penanganan antar disiplin, dengan pendayagunaan dari teori-teori,
istilah-istilah serta metode-metode dari semua ilmu tadi, selain dipercaya dengan filsafat.

Lahirlah sebuah teori pemerintahan liberal dari John Locke pada tahun 1690 yaitu ajaran
tentang pemerintahan demokrasi modern. John Locke

memandang kekuasaan legislatif sebagai yang tertinggi dan eksekutif berada di bawahnya.

Dia mengatakan bahwa kekuasaan pemerintahan mesti dibatasi oleh kewajiban


menunjang hak-hak azasi manusia antara lain: hak atas keselamatan pribadi, hak
kemerdekaan dan hak milik.

Sementara itu di Inggris pada sekitar tahun 1700 berdirilah pemerintahan monarki
parlementer di mana kedaulatan negara berada di tangan perwakilan rakyat dan
pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.

Revolusi Amerika pada tahun 1776 dan Revolusi Perancis pada tahun 1789 mempercepat
proses demokratisasi dan pengakuan terhadap hak-hak azasi manusia.

Terhadap itu semua muncul lagi reaksi konservatisme terutama dari Burke dan Hegel.

Birokrasi lahir di istana raja dan merupakan perwujudan dari orang-orang kepercayaan
yang memerintah bersama raja yang diberikan pembagian tugas satu sama lain
didasarkan pada selera pribadi dan tradisi.
Pemerintahan di Indonesia berawal dengan suatu pembentukan pemerintahan swasta
pada tahun 1602 oleh Belanda yang bernama VOC terutama di pulau Jawa lebih dikenal
dengan Kompeni.

VOC kemudian runtuh pada tahun 1795 dan didirikanlah pemerintahan Hindia Belanda
dengan Gubernur Jenderal yang pertama adalah Deandels.

Sejarah modern ilmu pemerintahan dan politik berawal dalam abad ke-19.

Pemerintahan negara berkembang menjadi suatu pemerintahan yang memberikan


pelayanan dan pemeliharaan terhadap para warganya.

Pemerintah lebih banyak mengurusi kesejahteraan dan penghidupan, pendidikan dan


perawatan kesehatan serta kesempatan kerja dan tunjangan sosial atau jaminan hidup
bagi warga yang menganggur.

Perkembangan pemerintahan secara berawal mulai dari tahap prasejarah hingga tahun
1993, Ilmu pemerintahan telah menjadi ilmu yang multi disiplin dan mono disiplin dengan
penekanan pada umum, organisasi dan pengambilan keputusan, perencanaan dan
pelaksanaan serta prinsip swastanisasi dalam pemerintahan.

Ilmu Pemerintahan sebagai Displin Ilmu

1. Dalam penerapannya Ilmu dapat dibedakan atas Ilmu Murni ( pure science), Ilmu
Praktis ( applied science) dan campuran. Sedangkan dalam hal fungsi kerjanya
Ilmu juga dapat dibedakan atas Ilmu teoritis nasional, Ilmu empiris praktis dan
Ilmu teoritis empiris.
2. Ilmu Pemerintahan adalah Ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan
koordinasi dan kemampuan memimpin bidang legislasi, eksekusi dan yudikasi,
dalam hubungan Pusat dan Daerah, antar lembaga serta antar yang memerintah
dengan yang diperintah.
3. Paradigma adalah corak berfikir seseorang atau sekelompok orang karena Ilmu
pengetahuan itu sifatnya nisbi, walaupun salah satu persyaratannya dapat diterima
secara universal, namun dalam kurun waktu tertentu tetap memiliki perubahan,
termasuk ilmu-ilmu eksakta.
4. Pendapat bahwa pemerintahan hanyalah suatu seni dapat ditolerir, yaitu
bagaimana kemampuan menggerakan organisasi-organisasi dalam kharismatis
retorika, administrator dan kekuasaan kepemimpinan, serta bagaimana
kemampuan menciptakan, mengkarsakan dan merasakan surat-surat keputusan
yang berpengaruh, atau juga bagaimana kemampuan mendalangi bawahan serta
mengatur lakon yang harus dimiliki pemerintah sebagai penguasa.
5. Munculnya disiplin ilmu pemerintahan di Eropa yang bersumber dari ilmu politik,
dimulai dari adanya anggapan bahwa meningkatnya perhatian berbagai pihak
akan isi, bentuk, efek dan faktor pemerintahan bertitik berat pada pengambilan
kebijaksanaan pemerintahan yang berusaha untuk menganalisa masalah
kebijaksanaan pemerintah tersebut sebagai bagian dari berbagai proses dalam ilmu
politik.
6. Ilmu pemerintahan merupakan ilmu terapan karena mengutamakan segi
penggunaan dalam praktek, yaitu dalam hal hubungan antara yang memerintah
(penguasa) dengan yang diperintah (rakyat).
7. Objek forma ilmu pemerintahan bersifat khusus dan khas, yaitu
hubunganhubungan pemerintahan dengan sub-subnya (baik hubungan antara
Pusat dengan Daerah, hubungan antara yang diperintah dengan yang memerintah,
hubungan antar lembaga serta hubungan antar departemen),ermasuk didalamnya
pembahasan output pemerintahan seperti fungsifungsi, sistem-sistem, aktivitas dan
kegiatan, gejala dan perbuatan serta peristiwa-peristiwa pemerintahan dari elit
pemerintahan yang berkuasa.
8. Objek materia ilmu pemerintahan secara kebetulan sama dengan objek materia
ilmu politik, ilmu administrasi negara, ilmu hukum tata negara dan ilmu negara itu
sendiri, yaitu negara.
9. Asas adalah dasar, pedoman atau sesuatu yang dianggap kebenaran, yang menjadi
tujuan berpikir dan prinsip-prinsip yang menjadi pegangan.Ada beberapa asas
pemerintahan, antara lain : asas aktif, asas “Mengisi yang kosong” Vrij Bestuur,
asas membimbing, asas Freies Eremessen,asas “dengan sndirinya, asas historis, asas
etis, dan asas Detrournement de Pouvoir.
10. Teknik-teknik pemerintahan adalah berbagai pengetahuan, kepandaian dan
keahlian tertentu dalam cara yang dapat ditempuh atau digunakan untuk
melaksanakan dan menyelenggarakan berbagai peristiwa-peristiwa pemerintahan.
Untuk teknik pemerintahan di Indonesia ada beberapa teknik yaitu : Diferensiasi,
Integrasi, Sentralisasi, Desentralisasi, Konsentrasi,Dekonsentrasi, Delegasi,
Perwakilan, Pembantuan, Kooperasi, Koordinasi dan Partisipasi.
11. Menurut Taliziduhu Ndraha, pemerintahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan
besar yaitu pemerintahan konsentratif dan dekonsentratif. Pemerintahan
dekonsentratif terbagi atas pemerintahan dalam negeri dan pemerintahan luar
negeri. Pemerintahan dalam negeri terbagi atas pemerintahan sentral dan
desentral. Pemerintahan sentral dapat diperinci atas pemerintahan umum dan
bukan pemerintahan umum. Yang termasuk ke dalam pemerintahan umum adalah
pertahanan keamanan,peradilan, luar negeri dan moneter.
12. Metodologi merupakan ilmu pengetahuan tentang cara untuk mengerjakan sesuatu
agar diperoleh pengertian ilmiah terhadap suatu pengertian yang benar. Beberapa
metode yang dipakai dalam ilmu pemerintahan adalah : metode induksi, metode
deduksi, metode dialektis,metode filosofis, metode perbandingan, metode sejarah,
metode fungsional, metode sistematis, metode hukum dan metode sinkretis.
13. Hubungan pemerintahan vertikal adalah hubungan atas bawah antara pemerintah
dengan rakyatnya, di mana pemerintah sebagai pemegang kendali yang
memberikan perintah kepada rakyat, sedangkan rakyat menjalankan dengan
penuh ketaatan.Dalam pola ini dapat pula rakyat sebagai pemegang otoritas yangn
diwakili oleh parlemen, sehingga kemudian pemerintah bertanggungjawab kepada
rakyat tersebut.
14. Hubungan pemerintahan horisontal adalah hubungan menyamping kirikanan
antara pemerintah dengan rakyatnya, di mana pemerintah dapat saja berlaku
sebagai produsen sedangkan rakyat sebagai konsumen karena rakyatlah yang
menjadi pemakai utama barang-barang yang diproduksi oleh pemerintahnya
sendiri. Misal : negara-negara komunis.Sebaliknya, rakyat yang menjadi produsen
sedangkan pemerintah menjadi konsumennya, karena seluruh industri raksasa
milik rakyat dipakai sendiri oleh pemerintahan sendiri. Misalnya Jepang.

Hubungan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu-Ilmu Kenegaraan

1. Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik


pada hakikatnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki
negara sebagai lembaga yang mempengaruhi hidup masyarakat.
2. Secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu pemerintahan menekankan pada tungsi
output daripada mutu sistem politik, sedangkan ilmu politik menitikberatkan pada
fungsi input. Dengan perkataan lain ilmu pemerintahan lebih mempelajari
komponen politik sebagai suatu sistem politik, sedangkan ilmu politik mempelajari
society dari suatu sistem politik. Kebijaksanaan pemerintahan ( public policy)
dibuat dalam arena politik, tetapi hampir semua perencanaan dan pelaksanaannya
diselenggarakan dalam arena birokrasi pemerintahan tersebut.
3. Ilmu negara bersifat statis dan deskriptif, karena hanya terbatas melukiskan
lembaga-lembaga politik. Sedangkan ilmu pemerintahan itu dinamis, karena dapat
menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu selain
merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, ilmu
pemerintahan juga merupakan suatu seni memerintah, yang selain diperoleh
melalui kegiatan belajar mengajar, juga karena dilahirkan berbakat.
4. Syarat-syarat negara antara lain harus adanya wilayah, harus adanya
pemerintah/pemerintahan, harus adanya penduduk dan harus adanya pengakuan
dari dalam dan luar negeri. Adanya pemerintah yang sah dan diakui baik dari
dalam dan luar negeri berarti pemerintah tersebut mempunyai wewenang untuk
memerintah secara legitimasi
5. Ilmu pemerintahan adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri,
namun sangat dekat hubungannya dengan administrasi negara,karena memiliki
obyek materia yang sama yaitu negara itu sendiri.Adapun yang membedakan ilmu
pemerintahan dengan administrasi negara adalah pada pendekatan ( technical
approach)nya masing-masing yaitu ilmu pemerintahan cenderung lebih
melaksanakan pendekatan legalistik, empirik dan formalistik, sedangkan
administrasi negara cenderung lebih melaksanakan pendekatan ekologikal,
organisasional dan struktural.
6. Yang membedakan ilmu pemerintahan dengan hukum tata negara adalah sudut
pandangnya masing-masing, yaitu bila ilmu pemerintahan cenderung lebih
mengkaji hubungan-hubungan pemerintah dalam arti perhatian utama adalah
pada gejala yang timbul pada peristiwa pemerintah itu sendiri. Sedangkan hukum
tata negara cenderung mengkaji hukum serta peraturan yang telah ditegakkan
dalam hubungan tersebut.

Hubungan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu-Ilmu Non-Kenegaraan

1. Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang bersifat ilmiah tentang
asas-asas surgawi dan manusiawi, pengetahuan yang benar dan yang tidak benar
(Ulpian). Ilmu hukum adalah ilmu yang formal tentang hukum positif (Holland).
Ilmu hukum adalah sintesa ilmiah tentang asasasas yang pokok dari hukum (Allen).
Ilmu hukum adalah penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-
cita dan teknik-teknik hukum dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh
dari berbagai disiplin ilmu di luar hukum yang mutakhir (Stone). Ilmu hukum
adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan
manifestasinya(Cross). Teori ilmu hukum menyangkut pemikiran mengenai hukum
atas dasar yang paling luas (Dias).
2. Fungsi administrasi adalah pelaksanaan kebijaksanaan negara yang dijalankan
oleh para aparat (pejabat) pemerintah, karena administrasi sebagai suatu hal yang
harus berhubungan dengan penyelenggaraan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan
kehendak negara tersebut.
3. Sejarah adalah deskripsi kronologis dari peristiwa-peristiwa zaman yang lampau,
karena itu ilmu sejarah merupakan perhimpunan kejadiankejadian konkrit di
masa lalu. Bagi para ahli sejarah dalam menanggapi ilmu pemerintahan, melihat
bahwa gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa pemerintahan yang timbul dalam
setiap hubungan pemerintahan penekanannya hanyalah pada fungsi dan
pengorganisasian terutama dalam perjalanan ruang dan waktu yang senantiasa
berubah.
4. Hubungan llmu Pemerintahan dengan ilmu ekonomi tampak sangat erat.Hal ini
dapat dilihat dari munculannya merkantilisme sebagai aliran perekonomian yang
bertujuan memperkuat negara dengan jalan mengkonsolidasi kekuatan dalam
bidang perekonomian.
5. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.Filsafat
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terakhir, tidak dangkal dan dogmatis,
melainkan kritis sehingga kita sadar akan kekaburan dan kekacauan pengertian
sehari-hari.Substansi filsafat tidak berubah, tetapi dialah yang memberikan
performance sesuatu itu. Sub komponennya yaitu kuantitas, kualitas, kedudukan,
wujud, ruang, waktu, aksi, dan relasi.

Teori-Teori Kekuasaan Negara

1. Negara adalah organisasi kekuasaan, oleh karenanya dalam setiap organisasi yang
bernama negara selalu dijumpai adanya organ atau alat perlengkapan yang
mempunyai kemampuan untuk memaksakan kehendaknya kepada siapapun juga
yang bertempat tinggal dalam wilayah kekuasaannya.
2. Beberapa teori yang mengemukakan tentang asal-usul negara di antaranya, teori
kenyataan, teori ketuhanan, teori perjanjian, teori penaklukan, teori daluwarsa,
teori alamiah, teori filosofis dan teori historis.
3. Dilihat dari terbentuknya kedaulatan yang menyebabkan orang-orang tertentu
didaulat menjadi penguasa (pemerintah), menurut Inu Kencana ada 4 teori
kedaulatan yaitu: Teori kedaulatan Tuhan, teori kedaulatan rakyat, teori
kedaulatan negara dan teori kedaulatan hukum.
4. Secara umum ada 2 pembagian bentuk negara yang dikemukakan oleh Inu
Kencana, yaitu negara kerajaan dan negara republik. Negara kerajaan terdiri atas
negara kerajaan serikat dan negara kerajaan kesatuan, di mana negara-negara
tersebut terbagi atas negara kerajaan serikat parlementer dan negara kerajaan
kesatuan non Perdana Menteri.Sedangkan negara republik terdiri atas negara
republik serikat dan negara republik kesatuan, yang terbagi lagi atas negara
republik serikat parlementer dan negara republik serikat presidensil, serta negara
republik kesatuan parlementer dan negara kesatuan presidensil.
5. Syarat-syarat berdirinya suatu negara meliputi adanya pemerintah, adanya
wilayah, adanya warganegara dan adanya pengakuan kedaulatan dari negara lain.

Legitimasi Kekuasaan Dalam Pemerintahan

1. Menurut Inu Kencana, seseorang memperoleh kekuasaan dalam beberapa cara


yaitu melalui legitimate power, coersive power, expert power, reward power dan
revernt power.
2. Kekuasaan dapat dibagi dalam istilah eka praja, dwi praja, tri praja, catur praja
dan panca praja. Sedangkan pemisahan kekuasaannya secara ringkat dibagi dalam
rule making function, rule application function, rule adjudication function
(menurut Gabriel Almond); kekuasaan legislatif,,kekuasaan eksekutif dan
kekuasaan yudikatif (menurut montesquieu);kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif dan kekuasaan federatif (menurut John Locke); wetgeving, bestuur,
politie, rechtsspraak dan bestuur zorg (menurut Lemaire); kekuasaan konstitutif,
kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, kekuasaan inspektif
dan kekuasaan konstultatif (menurut UUD 1945).

Sumber buku Ilmu Pememrintahan Karya Jrg. Djopari

DIarsipkan di bawah: FISIP/HUKUM

«
  

 Spam Tertangkap
2.511 komentar spam

diblokir oleh
Akismet

 Terima Kasih Kunjungan Anda

Blog pada WordPress.com. Theme: Digg 3 Column by WP Designer


Minggu, 19 Oktober 2008
ILMU PEMERINTAHAN DI INDONESIA

A. Latar Belakang

Bertolak dari pemikiran Bayu Surianingrat yang mengemukakan disiplin ilmu yang tertua adalah
ilmu pemerintahan karena sudah dipelajari sejak sebelum masehi oleh para filosof. Dewasa ini,
ilmu pemerintahan berjuang keras untuk menjadi ilmu yang mandiri. Untuk memahami makna
dari sebuah teori dan definisi ilmu, hendaknya memperhatikan latar belakang lahirnya teori dan
defenisi ilmu tersebut secara filosofis, waktu, situasi kondisi dan latar belakang keilmuwan yang
melahirkan teori / defenisi tersebut.
Latar belakang pemikiran ini dipengaruhi oleh ruang, waktu, tempat, variasi situasi kondisi dan
juga latar belakang bidang studi ( pendidikan ) ilmuwan. Sebelum kita terlalu jauh membahas
masalah metode pendekatan historis dalam mencari, menemukan, mengembangkan dan atau
menerapkan / mengaplikasikan ilmu pemerintahan, terlebih dahulu kita singgung hal-hal yang
berkaitan dengan metode penelitian dan metode ilmu.

B. Pengertian - Pengertian

Ilmu pemerintahan yang kita bahas saat ini, bisa dikategorikan ilmu yang masih baru, atau
meminjam pendapat Soewargono ( 1995 : 1 ), ilmu pemerintahan masih sering dipandang
sebagai ilmu yang kurang jelas sosoknya. Pemerintahan dalam bahasa inggeris disebut
government yang berasal dari bahasa latin gobernare, greek kybernan yang berarti
mengemudikan, atau mengendalikan.
Meriam memandang tujuan pemerintah meliputi external security, internal order, justice, general
welfare dan fredom. Tidak berbeda jauh dengan S.E. Finer yang melihat pemerintah mempunyai
kegiatan terus-menerus ( process ), wilayah negara tempat kegiatan itu berlangsung ( state ),
pejabat yang memerintah ( the duty ), dan cara, metode serta sistem ( manner, method, and
system ) dari pemerintah terhadap masyarakatnya. Agak berbeda dengan R. Mac Iver,
memandang pemerintah dari sudut disiplin ilmu politik, “ government is the organizationof men
under authority… how men can be governed “. Maksudnya pemerintahan itu adalah sebagai
organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan… bagaimana manusia itu bisa
diperintah (R. Mac Iver, The Web of Government, The Mac Milan Compony Ltd New York,
1947 ). Jadi bagi Mac Iver, ilmu pemerintahan adalah sebuah ilmu tentang bagaimana manusia-
manusia dapat diperintah ( a science of haw men are governed ).
Guna memahami lebih konkritnya jati diri pemerintahan dari peristiwa maupun aktivitas
kegiatan pemerintahan dari perspektif ilmu pemerintahan dengan analisa multidisiplin
pendekatan historis, ada lebih baik bila kita menyinggung sedikit peristiwa dan gejala-gejala
pemerintahan dari sudut pandang pengertian negara dari para ahli yang berbeda latar belakang
keilmuwan.
Sumantri ( Inu, 2001 : 97 ) memndang negara dari segi filsafat ilmu sebagai suatu organisasi
kekuasaan. Karena itu, dalam orgnisasi negara selalu kita jumpai organ / alat perlengkapan yang
mempunyai kemampuan untuk memaksa kehendak pada siapa saja di dalam wilayah
kekuasaaannya. Ahli hukum Hugo de Groot memndang negara merupakan suatu persekutuan
sempurna dari orang-orang yang merdeka untuk memperoleh perlindungan hukum. Sedangkan
dari keilmuwan sosiologi, memandang negara adalah suatu masyarakat yang monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah ( Max Weber dalam Inu, 2001 : 99).
Sedangkan Ndraha ( 2000 : 7 ) yang secara basic keilmuwan berlatar belakang disiplin ilmu
administrasi negara dan ilmu pemerintahan mendefenisikan ilmu pemerintahan sebagai ilmu
yang mempelajari bagaimana pemerintah ( unit kerja publik ) bekerja memnuhi dan melindungi
tuntutan ( harapan, kebutuhan ) yang diperintah akan jasa publik dan layanan civil, dalam
hubungan pemerintahan.

C. METODOLOGI PENDEKATAN : PENDEKATAN HISTORIS

Dari beberapa teori diatas sebagai acuan pendekatan historis yang akan dipakai guna mengkaji
jati diri ilmu pemerintahan secara filsafat dari segi gejala dan peristiwa pemerintahan, maka
ontologi ( hakikat apa yang dikaji ) dari ilmu pemerintahan secara obyek materi adalah negara
sedangkan obyek fomanya adalah hubungan pemerintah dengan publik dalam kaitan
kewenangan dan pelayanan. Secara epistemologi ( bagaimana caranya memperoleh yang dikaji
(penegetahuan/ilmu) secara benar ) berkaitan dengan metodologi ilmu pemerintahan dan ciri
khas ilmu pemerintahan. Sedangkan secara aksiologi ( mengapa dan untuk apa guna yang dikaji
(pengetahuan/ilmu) bagi kehidupan manusia.
Landasan metodologi penelitian maupun metodologi ilmu adalah filsafat ilmu, logi disini bukan
berarti ilmu tetapi kajian atau pelajaran tentang metode yang digunakan dalam mencari,
mengembangkan, mempelajari dan memanfaatkan ilmu. Penelitian adalah suatu upaya yang
bermaksud mencari jawaban yang benar terhadap suatu realita yang dipikirkan
( dipermasalahkan ) dengan menggunakan metode tertentu atau cara berpikir dan teknik tertentu
menurut prosedur sistimatis, bertujuan menemukan, mengembangkan dan atau menerapkan
pengetahuan, ilmu dan teknologi, yang berguna baik sebagai aspek keilmuwan maupun aspek
guna laksana ( praktis ). Oleh sebab itu metodologi penelitian dapat diterjemahkan sebagai cara
berpikir dan melaksanakan hasil berpikir ( teknik ) untuk melakukan suatu penelitian secara lebih
baik dalam mencapai tujuannya ( efektif ).
Untuk memperjelas sasaran dalam konsep ini, perlu juga kita perhatikan defenisi-defenisi ilmu
dari beberapa ahli, untuk memperjelas makna dan apa yang dapat dikatakan ilmu. Sondang
Siagian mendefenisikan ilmu sebagai suatu obyek ilmiah yang memiliki sekelompok prinsip,
dalil, runus yang melalui percobaan yang sistimatis dilakukan berulang kali telah teruji
kebenarannya, prinsip-prinsip, dalil-dalil dan rumus-rumus mana dapat diajarkan dan dipelajari.
Secara umum, ilmu adalah akumulasi penegetahuan yang disusun secara sistematis dengan
menggunakan metode-metode tertentu, sedemikian rupa sehingga dapat merupakan gambaran,
penjelasan dan peramalan mengenai realita sampai pada teknik-teknik mengatasi kejadian-
kejadian yang tidak diharapkan, baik yang bersifat spesifik, konkrit dan locus, maupun yang
bersifat general, abstrak dan universal (Rusidi, 2001 : 10 ). Sehingga dapat disimpulkan, ilmu
memiliki obyek materi ( locus ), dan obyek formal ( focus ) dengan ciri-ciri : mempunyai obyek
tertentu, bersifat empiris, memiliki metode tertentu, sistematis, dapat ditransformasikan, bersifat
universal dan bebas nilai (Wasistiono, 2002 : 1).
Merujuk pada defenisi ilmu, metodologi suatu ilmu secara formal enbeded dan secara substantif
ditunjukkan oleh aksioma, anggapan dasar, pendekatan, model analisis dan konstruk pengalaman
dan konsep ( Ndraha, 1997 : 25 ). Secara abstrak metodologi ilmu merupakan cara berpikir dan
melaksanakan hasil berfikir ( teknik ) secara formal enbeded dan secara substantif ditunjukkan
oleh aksioma, , anggapan dasar, pendekatan, model analisis dan konstruk pengalaman serta
konsep yang terakumulasi dari pengetahuan yang tersusun sistematis dengan menggunakan
metode-metode tertentu, baik bersifat spesifik, konkrit dan locus, maupun bersifat general,
abstrak dan universal yang bertujuan mencari, mengembangkan, mempelajari dan memanfaatkan
ilmu.
Dengan meminjam alat metodologi sebagai syarat keilmiahan dalam mengkaji dan mencari jati
diri ilmu pemerintahan, metodologi penelitian dan metodologi ilmu menjadi pendukung wajib
dalam menganalisis gejala dan peristiwa / kejadian berpemerintahan dengan pendekatan historis
serta sistimatika penulisan yang memperhatikan kaidah ilmiah. Pendekatan historis merupakan
pendekatan yang menganalisa peristiwa / gejala / aktivitas kegiatan pemerintahan melalui alat
analisis sejarah perkembangan pemerrintahan dan aturan / hukum yang menjadi dasar laksana
dan hukum aktivitas berpemerintahan yang sah.

D. TEORI DAN ANALISA


Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan pengurusan
( eksekutif ), pengaturan ( legislatif ), kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan ( baik pusat
dengan daerah maupun antara rakyat dengan pemerintahnya ) dalam berbagai peristiwa dan
gejala pemerintahan secara baik dan benar, (Inu, 2001:47)
Dari defenisi dan teori-teori di atas dapat disimpulkan, gejala -gejala, peristiwa dan kondii suatu
lembaga pemerintahan yang menjadi ontologi ilmu pemerintahan, meliputi :
1. Hubungan pemerintah
2. yang diperintah
3. Tuntutan yang diperintah ( jasa publik layanan civil )
4. Pemerintah
5. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
6. Pemerintah yang dipandang mampu memenuhi kewajiban dan tanggung jawab tersebut
7. Bagaimana membentukpemerintah yang sedemikian itu
8. Bagaimana pemerintah menunaikan kewajiban dan memenuhi tanggung jawabnya
9. Bagaimana supaya kinerja pemerintah sesuai dengan tuntutan yang diperintah.

Wasistiono ( 2002 : 5 ) melihat ilmu pemerintahan merupakan ilmu yang mempelajari hubungan
antara rakyat dengan organisasi tertinggi negara ( pemerintah ) dalam konteks kewenangan dan
memberi pelayanan. Meminjam pemikiran Ndraha, dengan melihat gejala-gejala sosial
senantiasa terdapat dalam sebuah masyarakat, jika seorang atau suatu kelompok kita jadikan
variabel X dan orang atau kelompok lain kita jadikan variabel Y. Jika X disebut pemerintah ( P )
dan Y yang dipenrintah ( YD ), maka hubungan antara P dan YD telah terjadi suatu kegiatan
yang disebut pemerintahan atau peristiwa, gejala-gejala pemerintahan. Pengkajian terhadap
peristiwa atau gejala-gejala pemerintahan yang terjadi baik sekali lalu maupun berulang telah
menjadi sumber bahan konstruksi ilmu pemerintahan.
Dilihat dari konsentrasi administrasi publik atau administrasi pemerintahan yang meliputi
kebijakan publik pemerintahan, institusi / kelembagaan / organisasi pemerintahan, birokrasi,
manajemen pemerintahan, personil dan keuangan ( anggaran ) pemerintahan, lingkungan
administrasi pemerintahan dan segala aktivitas pemerintahan dilandasi oleh adanya bentuk
legalitas dari pemerintahan yang berkuasa. Jika perubahan mendasar terjadi pada konsentrasi
tersebut yang memfokus pada perubahan sitem, ditandai dengan terjadinya perubahan yang
mendasar pada alat gerak pemerintahan itu sendiri ( konstitusi ). Hal ini dapat dilihat dari sistem
berpemerintahan di Indonesia mulai dari pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru dan pasca
reformasi. Sehingga Robertson menilai konstitusi adalah bentuk “ power maps is a of rights,
powers, and procedure regulatng the structure with telationships among for the public authorities
and between the public authorities and the citizens “.
Secara konkrit aksiologi ilmu pemerintahan dilihat pada peran pemerintahan melalui sudut
pandang pendekatan historis meliputi berbagai sejarah peristiwa / kejadian dimana pemerintah
menerapkan keadilan, menyelengarakan demokrasi, menyelenggarakan pemerintahan,
melaksanakan desentralisasi, mengatur perekonomian, menjaga persatuan, memelihara
lingkungan, melindungi HAM, meningkatkan kemampuan masyarakat, meningkatkan moral
masyarakat yang dilandasi berbagai aturan yang mengikutinya baik tertulis maupun tidak tertulis
yang dibuat pemerintah (negara ).
Lahir menjelang pecahnya PD II, konsep Ilmu Pemerintahan terapan pertama kali dirintis oleh G.
A. Van Poelje dengan nama “ Bestuurskunde “, negeri Paman Sam menyebutnya Public
Administration, namun saat ini administrasi publik diartikan sebagai ilmu administrasi publik.
Keberhasilan Van Poelje membebaskan studi tentang susunan dan berfungsinya pemerintah dari
tradisi yuridis dengan menggunakan wawasan ilmu penegetahuan sosial, kini terperangkap
kembali dalam artian masih ada yang menilai ilmu pemerintahan bagian dari ilmu sosial lainnya
seperti ilmu politik, ilmu hukum, ilmu ekonomi dan lainnya.

Secara ciri khas ilmu pemerintahan, dapat ditarik epistimologi dalam gejala pemerintahan
meliputi kekuasaan yang sah ( kewenangan ), menampung, menyelesaikan kepentingan orang
banyak / masyarakat luas sekaligus dengan pembinaannya, pelayanan kepada masyarakat yang
kesemuanya itu dilandasi juga secara operasionalnya ( praktek ) oleh pendekatan historis.
Luasnya dimensi kajian ilmu pemerintahan tidak terlepas dari ruang lingkup permasalahan dan
gejala-gejala berpemerintahan. Upaya-upaya pembuktian dan penggalian guna kemandirian ilmu
pemerintahan melalui pendekatan disiplin ilmu lainnya yang bersifat multidisiplin maupun
interdisiplin ilmu terus dilakukan. Salah satu pendekatan yang dilakukan sesui dengan metode
ilmu adalah pendekatan historis.
Diwadahi ilmu hukum dengan perkembangn madzab hukum yang mendominasi suasana
pemerintahan di Eropa Barat selama dua abad, mengakibatkan sejarah studi gejala-gejala
pemerintahan dipandang sebagai bagian dari studi ilmu hukum. Permasalahan pemerintahan
dipandang dan akan dapat diatasi dengan penerapan paraturan-peraturan hukum yang berkaitan
dengan masalah tersebut dengan tepat dan benar. Sehingga timbul peranggapan bahwa studi
gejala pemerintahan merupakan bagian dari ilmu hukum. A. Van Braam sendiri ( Soewargono,
1995 : 2 ) mengemukakan ilmu pemerintahan sebagian besar masih mewqujudkan diri dalam
bentuk himpunan studi gejala-gejala pemerintahan yang dihasilkan studi dari ilmu hukum
( dikategorikan sebagai “ juridische bestuurkunde” ). Memang sejarah ilmu pemerintahan tidak
dapat dipisahkan dari peraturan / hukum yang menyertainya.
Semakin luas lingkup aktivitas pemerintahan dan kompleksnya gejala-gejala pemerintahan,
pakar ilmu pemerintahan dapat merasakan berbagai jenis “ ilmu pemerintahan “ yang bersifat
monodisiplinair, misalnya studi ilmu hukum yang hanya mampu memberikan pandangan sepihak
dalam melihat gejala-gejala dan berfungsinya suatu pemerintah dan tidak mampu menjelaskan
secara integral.
H. J. Logemen ( Saparin, 1986 : 22 ) memandang aktivitas pemerintahan dari sudut pandang
hukum tata pemerintahan “ merupakan keseluruhan pranata hukum yang digunakan sebagai
landasan untuk menjalankan kegiatan pemerintahan dalam arti khusus ialah pemerintahan dalam
negeri dan juga dapat disebut sebagai “ bestuursrecht “ atau hukum tata negara dalam arti sempit
“. Sementara fungsi pemerintahan umum ( algemeen bestuur / administrasi publik ) disamping
memiliki kewenangan juga mengatur, melayani, memelihara, membina, melindungi kepentingan
umum dan warga masyarakatnya melalui pembuatan dan penegakan aturan.
Hal ini terlihat jelas di dalam setiap aktivitas pemerintahan yang selalu berhubungan dan didasari
aturan menuju lahirnya hukum atau konstitusi, atau dengan kata lain di dalam tubuh ilmu
pemerintahan menjelma pada aktivitas, gejala dan peristiwa pemerintahan terkandung ( lihat
Ndraha, 2000 : 1-20 ).
Jadi dari analisis di atas terlihat jelas jika anggapan awal selama ini bahwa ilmu pemerintahan
bagian dari studi ilmu lainnya khususnya ilmu hukum tidaklah benar, hal ini sperti diungkapkan
Surianingrat “ disiplin ilmu yang tertua adalah ilmu pemerintahan “ dikarenakan
keterlambatannya dalam menemukan, membuktikan, menerapkan, mengembangkan, dan
memanfaatkan untuk menciptakan jati diri ilmu yang mandiri, dan sekarang ini ilmu
pemerintahan telah menemukan jati dirinya.

E. PENUTUP DAN REKOMENDASI

Melalui analisa di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu pemerintahan bukanlah bagian dari
suatu disiplin ilmu hukum, politik, administrasi publik maupun ilmu ekonomi. Hal ini dapat
dilihat dari telaahan di atas terhadap gejala-gejala dan peristiwa pemerintahan melalui
pendekatan histori. Sehingga dapat diketahui baik secara teoritis / defenisi ilmu pemerintahan
melalui aspek guna laksana ( praktis ) dari masalah-masalah kehidupan publik ( masyarakat,
organisasi non pemerintah, wiraswasta dan umum ) dengan pemerintah maupun pemerintah
dengan pemerintah mengandung peristiwa pemerintahan dan ilmu pemrintahan dari suduit kajian
ilmu / studi lainnya.
Dalam menelaah ilmu pemerintahan dilihat dari pendekatan historis tidak dapat dipisahkan dari
aspek peraturan / hukum yang mengatur tata laksana pemerintahan. Dimana sejarah
pemerintahan dijalankan sesuai dengan peraturan / hukum yang telah ditetapkan baik tertulis
maupun tidak tertulis.
Diharapkan melalui penuangan konsep ini ke dalam bentuk tulisan makalah dapat diketahui jelas
keberaan jati diri ilmu pemerintahan dan sejarah perkembangan ilmu pemerintahan hingga
menjadi ilmu yang mandiri sehingga dapat menjadi perenungan dan pemikiran agar senantiasa
terus dikaji dan dikembangkan lebih jauh lagi dan ilmu pemerintahan benar-benar pada bentuk /
jati diri ilmu pemerintahan yang konkrit, general dan universal.

Daftar Pustaka:
Inu, Kencana Syafiie, 2001, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Refika Aditama, Bandung
Inu, Kencana Syafiie, 2001, Filsafat Pemerintahan, Perca, Jakarta
Ndraha, Taliziduhu, 1997, Metodologi Ilmu Pemerintahan, Rineka Cipta, Jakarta
Ndraha, Taliziduhu, 2000, Diktat Kuliah Ilmu Pemerintahan, Program Pasca Sarjana UNPAD,
Bandung
Rusidi, 2001, Diktat Kuliah Metodologi Penelitian, Program Pasca Sarjana UNPAD, bandung
Rasyid, M. Ryaas, 1997, Makna Pemerintahan, Yasrif Watampone, Jakarta
Soewargono, 1995, Jati Diri Ilmu Pemerintahan, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap pada IIP,
Jakarta
Suriasumantri, Jujun. S, 1996, Filsafat Ilmu (sebuah pengantar populer), Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta
Wasistiono, Sadu, 2002, Diktat Kuliah Metodologi Ilmu Pemerintahan, Program Pasca Sarjana
MAPD STPDN, Jatinango
A. Pendahuluan

Seiring dengan hukum alam, akan terus terjadi perubahan karena yang abadi
di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Para pendukung ilmu pemerintahan tidak
boleh terlena pada nostalgia masa lalu, tetapi kemudian melupakan tantangan masa
depan. Demikian pula tidak boleh ada monopoli kebenaran mengenai ilmu
pemerintahan oleh sekelompok orang atau lembaga. Hal tersebut akan membuat ilmu
pemerintahan mengalami kemandegan dan pada akhirnya mengarah pada kematian.
Mengenai hal ini, Popper (dalam Taryadi :1989) mengatakan bahwa : “Every scientific
statement must be tentative forever”. Terlebih lagi lingkungan strategis tempat dimana
ilmu pemerintahan hidup dan berkembang, mengalami peruahan yang sangat cepat
dan seringkali tidak terduga. (Sadu Wasistiono, 1 : 2003 ; dalam makalah seminar
Nasional).

Sebelum lebih jauh kami membahas tentang studi historis Perkembangan


Organisasi Pemerintah Daerah, terlebih dahulu saya akan mencoba membahas
metodologi ilmu pemerintahan khususnya pada studi historis dalam mengkaji gejala-
gejala dan peristiwa pemerintahan dengan perkembangan pemikiran yang ada.
Berangkat dari pemahaman kita tentang metodologi ilmu pemerintahan dengan melihat
gejala dan peristiwa yang dilakukan dengan melalui metode-metode dan tehnik-tehnik
yang lazim dilakukan oleh ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan perilaku
(Sumargono : 1985), dan sejalan dengan pendapat tersebut Sadu Wasistiono ; 2003,
mengatakan bahwa Ilmu pemerintahan sebagai bagian dari ilmu sosial dapat
menggunakan metodologi yang digunakan dalam ilmu sosial.

Dalam penulisan makalah ini terbagi atas dua bagian yaitu, pada bagian
pertama mengkaji metodologi ilmu pemerintahan dilihat dari studi historis secara
konsep dan teori, selanjutnya pada bagian kedua menjelaskan perkembangan
pemikiran Organisasi Pemerintah daerah dilihat dari sudut pandang otonomi daerah,
sebagaimana pendapat H.F.Brasz dalam Sumargono (1995) bahwa perkembangan
ilmu pemerintahan boleh dikatakan bahwa ilmu pemerintahan itu tumbuh di dalam dan
melalui praktek-praktek penyelenggaraan pemerintahan. Dengan melihat
perkembangan pemikiran tentang otonomi daerah tersebut tidak dapat dilepaskan
bhawa benih otonomi daerah di Indonesia, sebenarnya berasal dari “politik etis”
(ethische politiek) yang dijalankan oleh pemerintah Hindia Belanda. Maksud semula
politik etis adalah untuk meningkatkan kecerdasan dan kehidupan sosial ekonomi
rakayat Indonesia, namun di dalam perkembangannya hasil yang menonjol justru
kemunculan dan pertumbuhan gerakan-gerakan politik kaum cendikiawan bangsa
Indonesia. (Darumurti, K. D., & Rauta, U, 21 : 2000).

Pertanyaan epistemologis terhadap ilmu pemerintahan yang dianggap sebagai


ilmu baru di Indonesia yakni apakah ilmu pemerintahan perlu memiliki metodologinya
yang spesifik – berbeda dengan ilmu-ilmu sosial lainnya ? Pertanyaan sederhana
tersebut nampaknya memerlukan jawaban yang panjang dan berdasarkan cara
pandang terhadap ilmu. Berdasarkan cara pandang divergensi yang berkembang
sekitar tahun 1945, ilmu yang satu dengan yang lain terpisah secara tegas, sehingga
memerlukan metodologinya tersendiri. Akan tetapi melalui cara pandang konvergensi,
pemisahan satu ilmu dengan ilmu yang lain secara kaku sudah saatnya ditinggalkan
(Wallerstein, 1997). Artinya, dengan cara pandang konvergensi, setiap ilmu tidak
mutlak memerlukan metodologinya sendiri-sendiri. Apabila ilmu pemerintahan termasuk
ke dalam rumpun ilmu sosial, maka sebenarnya untuk mempelajari dan memahami
gejala serta peristiwa pemerintahan, dapat digunakan metodologi ilmu-ilmu sosial.

Perkembangan demikian itulah yang mendorong Pemerintah Belanda


melakukan perubahan-perubahan dalam lapangan ketatanegaraan untuk mengimbangi
gerakan-gerakan kebangsaan dan kemudian tehadap gerakan kemerdekaan yang
dipelopori kaum cendikiawan bangsa Indonesia. Perubahan ketatanegaraan yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda, antara lain dengan memberikan otonomi pada
badan-badan politik setempat (Muslimin, 1986 : 12-13). Dengan demikian, sejarah
modern otonomi di Indonesia, awal perkembangannya dimulai sejak masa pendudukan
Belanda di bumi Indonesia melalui Pemerintahan Hindia Belanda.

Secara khusus, pada masa sekarang “agak” berbeda, yaitu dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang “lebih banyak” memberikan keleluasaan
kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya pada daerah tingkat II
(kabupaten/kota). Sehingga tidak dikenal lagi tingkatan daerah sebagai daerah Tingkat
II dan hanya disebut sebagai Kabupaten dan kota, walaupun sampai kini propinsi belum
menjadi daerah otonom juga. Dengan melihat otonomi daerah secara historis yang
merupakan suatu perkembangan yang menonjol dalam ilmu pemerintahan, dan
mengingat bahwa ilmu pemerintah itu adalah ilmu yang bersifat terapan, maka hasil dari
analisa tersebut harus pula dapat dipergunakan oleh para penyelenggara pemerintahan
dalam melakukan tugas-tugasnya dengan melihat perkembangan secara historis.

B. Metodologi Studi Sejarah (Historis)

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari ilmu sosial dapat
menggunakan semua metodologi yang digunakan dalam ilmu sosial. Sebelum kita
memahami lebih jauh tentang studi sejarah (historis), maka perlu kita ketahui terlebih
dahulu tentang apa sebenarnya metodologi itu ?.

Donny Gahral Adian (2002) dalam bukunya Memahami Obyektivisme Ilmu


Pengetahuan menyatakan, bahwa banyak yang masih menyamakan pengertian
metode dan metodologi, sebenarnya dua konsep itu memiliki pengertian yang berbeda
satu sama lain. Metode merupakan langkah-langkah sistimatis yang digunakan dalam
ilmu tertentu yang tidak direfleksikan atau diterima begitu saja. Metode lebih bersifat
spesifik dan terapan. Sedangkan metodologi merupakan bagian dari sistimatika filsafat
yang mengkaji cara-cara mendapatkan pengetahuan ilmiah. Metodologi tidak
memfokuskan diri pada cara pemerolehan ilmu tertentu saja melainkan pengetahuan
umumnya. Obyek kajian metodologi adalah ilmu pengetahuan sedang sudut
pandangnya adalah cara kerja ilmu pengetahuan.

Selanjutnya Donny Gahral Adian (2002) menyatakan metodologi bertujuan


melukiskan dan menganalisis cara kerja yang absah untuk ilmu pengetahuan, serta
kemudian dapat melihat kemungkinan merancang metode-metode baru sehubungan
adanya gejala-gejala yang belum terpahami. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
metodologi terhadap ilmu pengetahuan adalah pertanyaan yang amat mendasar
tentang cara kerja ilmu yang mungkin tidak pernah disadari oleh para ilmuwan itu
sendiri. Pertanyaan-pertanyaan metodologis timbul dari kebutuhan manusia untuk
mereflesikan kegiatan-kegiatannya yang mendasar dan hakiki. Refleksi tersebut
bermaksud merumuskan, mengkritik, dan memperbaiki aturan-aturan untuk kegiatan
keilmuwan, serta mengintegrasikan kegiatan tersebut sejauh mungkin ke dalam
kerangka pemahaman manusia yang lebih luas tentang dunia dan kehidupan. Cholid
Narbuko dan Abu Achmadi (1997) menyatakan metodologi berasal dari kata metode
yang artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos yang artinya ilmu atau
pengetahuan, sehingga metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan
menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sadu Wasistiono
(2003) methodology : the systematic and critical study of methods and techniques.

Metodologi suatu ilmu secara formal embedded di dalam definisi ilmu yang
bersangkutan dan secara subtantif ditunjukan oleh aksioma, anggapan dasar, studi dan
model analisis dan model konstruk , pengalaman dan konsep (Taliziduhu Draha ;
1997)

Sebagai disiplin ilmu berdiri sendiri, ilmu pemerintahan membutuhkan


metodologi untuk untuk membantu manusia meningkatkan pengetahuannya untuk
menafsirkan fenomena-fenomena pemerintahan yang kompleks dan saling berkaitan.
Hal ini dikatakan Djohermansyah Djohan (1997) fenomena pemerintahan yang terjadi
di dalam penyelenggaraan suatu negara biasanya selalu menarik untuk dikaji dan
dibicarakan. Karena dari sanalah orang dapat menyimak persoalan-persoalan actual
yang dihadapi oleh suatu system pemerintahan dan memperhatikan bagaimana cara-
cara pengelola pemerintahan menanganinya. Sadu Wasistiono (2003) menyatakan
gejala-gejala pemerintahan dapat dilihat dari pemerintahan sebagai sebuah system
sosial gejala tersebut dapat dilihat secara idiograhic atau nomothetic analysis melalui
studi longitudinal maupun cross-sectionasl dan pemerintahan sebagai suatu system
kekuasaan menyangkut menjalankan kekuasaan yang syah.

Selanjutnya Sadu Wasistiono (2003) mendefinisikan ilmu pemerintahan


adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara rakyat dengan organisasi tertinggi
negara (pemerintah) dalam konteks kewenangan dan pemberian pelayanan.
U.Rosenthal dalam Sumargono (1995) menyatakan sebagai ilmu secara otonom
mempelajari bekerjanya struktur-struktur dan proses-proses dari pemerintahan Negara,
baik secara internal maupun secara ekternal.
Pandangan tentang metodologi ilmu pemerintahan diperkaya dengan pendapat
Taliziduhu Ndraha (1997) yang membedakan metodologi ilmu pemerintahan (MIP)
menurut daya laku dan perkembangannya. MIP ke dalam telah mengalami
perkembangan sampai pada generasi ketiga, sedangkan MIP ke luar telah mengalami
perkembangan sampai generasi keempat. (Sadu Wasistiono, 1 : 2003 ; dalam
makalah seminar Nasional).

Berbekal pada pengertian metodologi sebagai studi kritis mengenai metode dan
teknik (Dunn, 1981), penulis mengemukakan ada tiga metode untuk memahami gejala
dan peristiwa pemerintahan yang dapat dipadukan dengan tiga pendekatan. Ketiga
metode tersebut yaitu : 1) metode studi kasus; 2) metode studi sejarah; 3) metode studi
perbandingan. Sedangkan tiga pendekatan yang dapat digunakan yaitu : 1) pendekatan
legalistik; 2) pendekatan sistem; 3) pendekatan paradigmatik.

Dari berbagai tulisan yang membahas mengenai ilmu pemerintahan, terdapat


berbagai pendapat tentang metodologi untuk mempelajarinya. Soewargono (1995)
yang mengutip pandangan Rosenthal, misalnya mengemukakan bahwa metode yang
digunakan untuk mempelajari gejala pemerintahan adalah : 1) metode fenomenologis;
2) fraxeology. Berbeda dengan pandangan Soewargono, van Ylst (1998)
mengemukakan ada empat metode dalam mempelajari ilmu pemerintahan yaitu : 1)
metode filosofis; 2) metode historis; 3) metode eksperimen; 4) metode deskriptif.

Dari ke empat metodologi utama tersebut diatas, maka kami akan membahasa
salah satunya yaitu pada studi historis dalam melihat gejala pemerintahan.

Dalam konteks studi atau penelitian historis sebagaimana dikatakan


Muhammad Musa dan Titi Nurfitri dalam bukunya metodologi penelitian (1988)
adalah penelitian yang mempunyai tujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau
secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi
memverifikasi serta mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan
memperoleh kesimpulan yang kuat.

Lebih lanjut Nawawi (2001 : 78-79) menjelaskan bahwa Metode penelitian


Historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu
atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan
yang berlangsung pada masa lalu terlepas dari keadaan sekarang maupun untuk
memahami kejadian atau keadaan masa lalu, selanjutnya kerap kali juga hasilnya dapat
dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang.

Selanjutnya (Nazir, 56 : 1988) menyebutkan bahwa tujuan dari studi Historis


adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara objektif dan sistematis
dengan mengumpulkan, mengevaluasikan serta menjelaskan dan mensintesiskan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan menarik kesimpulan secara tepat.

Dengan kata lain metode Historis dapat dilakukan dalam dua cara sebagai
berikut :

1. Untuk menggambarkan gejala-gejala yang terjadi pada masa lalu sebagai suatu
rangkaian peristiwa yang beridir sendiri, terbatas dalam kurun waktu tertentu di
masa lalu.

2. Menggambarkan gejala-gejala masa lalu sebagai sebab suatu keadaan atau kejadian
pada masa sekarang sebagai akibat. Data masa lalu itu dipergunakan sebagai
informasi untuk memperjelas kejadian atau keadaan masa sekarang sebagai
rangkaian yang tidak terputus atau saling berhubungan satu dengan yang lain.

Atas dasar uraian di atas perlu ditekankan bahwa metode historis tidak
mengutamakan data masa sekarang, tetapi lebih memusatkan perhatiannya pada masa
lalu berupa; peninggalan-peninggalan, dokumen-dokumen, arsip-arsip, benda-benda
sejarah, monumen-monumen, benda-benda pusaka dan bahkan tempat-tempat yang
dianggap keramat dan lain-lain.

Entri ini dituliskan pada 14 Maret 2009 pada 12:33 pm dan disimpan dalam Pemerintahan. Anda
bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa
tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.

You might also like