You are on page 1of 4

D.

Ciri-Ciri Sosial, Budaya, Ekonomi, dan Kepercayaan Masyarakat Pada Masa Berburu
(Food Gathering) dan Masyarakat Pertanian (Food Producing)

1. Masyarakat Masa Berburu (Food Gathering)


Disebut sebagai masyarakat masa berburu karena aktivitas kehidupan masyarakatnya dalam
upaya mendapatkan makanan tergantung pada apa yang disediakan oleh alam, berburu dari apa
yang ada di sekitarnya. Mereka hanya melakukan aktivitas mengumpulkan makanan yang ada
(food gathering).

a. Sosial
Ciri-ciri kehidupan sosial masyarakatnya ditandai dengan:
• Mereka hidup berkelompok dalam kelompok-kelompok kecil
• Tidak memiliki tempat tinggal tetap, mereka senantiasa berpindah-pindah (nomaden) dari satu
tempat ke tempat yang lainnya untuk mendapatkan makanan yang disediakan oleh alam.
• Tempat tinggal sementara mereka adalah gua-gua, baik di pedalaman maupun di pinggir aliran
sungai, daerah lembah, atau pantai untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas dan
yang dekat dengan sumber makanan.
• Hubungan antara sesama anggota kelompok sangat erat dan mereka saling membantu satu sama
lain. Mereka berusaha mempertahankan kelompoknya dari serangan kelompok lain atau
serangan binatang buas.
• Meskipun kehidupan mereka masih sederhana, tetapi mereka telah mengenal pembagian tugas.
Kaum laki-laki biasanya mendapat tugas yang lebih berat seperti menangkap binatang dan
mengumpulkan makanan dari hutan. Sementara, kaum wanita mengurus tugas-tugas yang lebih
ringan, seperti memasak dan mengurus anak-anak.
• Masing-masing kelompok masyarakat dipimpin oleh seseorang yang sangat dihormati, disegani
dan ditaati oleh anggotanya. Dengan demikian, pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
telah terlihat tanda-tanda kehidupan sosial, meskipun dalam taraf yang masih sangat sederhana.

b. Budaya
• Budaya hidup (non-materi)
Dalam hal pemilihan tempat tinggal sementara (tempat berlindung) ada kelompok yang memilih
daerah pedalaman dan sebaliknya ada yang lebih memilih daerah dekat pantai. Hal demikian
pada akhirnya menimbulkan budaya yang berbeda juga. Kelompok yang tinggal di daerah pantai
memfokuskan aktivitas hidupnya pada upaya mendapatkan makanan yang dihasilkan dari laut
seperti ikan, kerang dan lainnya.
Untuk dapat bertahan hidup dalam lingkungannya tersebut, mereka mulai mengembangkan
berbagai bentuk peralatan yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap ikan. Muncullah budaya
pembuatan alat anak panah dan tombak baik yang terbuat dari kayu, bambu, tulang binatang atau
mata panah dan tombak yang dibuat dari batu.
Sementara itu, masyarakat yang lebih memilih tinggal di daerah pedalaman umumnya memilih
area dekat sungai untuk mendapatkan makanan berupa ikan atau siput air tawar, disamping
mengandalkan hasil makanan dari hutan.
• Budaya benda atau alat
Pada awalnya benda-benda hasil budaya mereka sangat sederhana sekali. Benda-benda itu dibuat
dan terkait erat dengan aktivitas untuk mendapatkan makanan dan mengolah makanan.
Tahun 1935 di daerah Sungai Baksoka, Punung, Kabupaten Pacitan, von Koenigswald
menemukan alat-alat dari dipercayai merupakan hasil budaya masyarakat masa berburu dan
mengumpulkan makanan. Dalam perkembangannya kemudian disebut dengan budaya Pacitan.
Alat yang ia temukan adalah berupa kapak perimbas. Pada tahun-tahun setelah penemuan
tersebut H.R. van Heekeren, Basuki dan R.P. Soejono melakukan penggalian di daerah yang
sama dengan lokasi penggalian Koenigswald dan menemukan alat-alat yang memiliki bentuk
seperti kapak perimbas, alat-alat serpih dan alat-alat dari tulang.
Selain di daerah Pacitan, berdasarkan hasil penelitian, peralatan manusia purba masa berburu dan
mengumpulkan makanan banyak ditemukan di berbagai wilayah, seperti daerah Jampang Kulon
(Suka-bumi), Gombong (Jawa Tengah), Perigi dan Tambang Sawah (Bengkulu), Lahat dan
Kalianda (Sumatera Selatan), Sembiran Trunyan (Bali), Wangka dan Maumere (Flores), daerah
Timor Timur, Awang Bangkal (Kalimantan Timur), dan Cabbenge (Sulawesi Selatan).
Para ahli menafsirkan bahwa yang membuat alat-alat tersebut adalah manusia Pithecanthropus
dan kebudayaannya disebut dengan tradisi Paleolitikum.

Kapak perimbas
Adalah benda yang memiliki bentuk seperti kapak tetapi tidak memiliki tangkai yang terbuat dari
batu. Cara menggunakan kapak ini adalah dengan menggenggamnya. Disamping daerah Pacitan
daerah lainnya yang darinya ditemukan jenis kapak perimbas adalah Ciamis, Gombong,
Bengkulu, Lahat, Bali, Flores dan daerah Timor. Berdasarkan lapisan penemuannya, para ahli
menyimpulkan bahwa kapak perimbas adalah hasil budaya Pithecantropus erectus.
Selain di Indonesia, kapak jenis ini juga ditemukan di beberapa negara Asia, seperti Myanmar,
Vietnam, Thailand, Malaysia, Pilipina, dan Cina sehingga sering dikelompokkan dalam
kebudayaan Bascon-Hoabin.

Kapak genggam
Kapak genggam memiliki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih kecil
dan belum diasah. Kapak ini juga ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Cara
menggunakan kapak ini adalah menggenggam bagian yang kecil.

Pahat genggam
Pahat genggam memiliki bentuk lebih kecil dari kapak genggam. Menurut para ahli, pahat ini
dipergunakan untuk menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari ubi-ubian yang
dapat dimakan.

Alat-alat dari tulang


Tampaknya, tulang-tulang binatang hasil buruan telah dimanfaatkan untuk membuat alat seperti
pisau, belati, mata tombak, mata panah, dan lain-lainnya. Alat-alat ini banyak ditemukan di
Ngandong dan Sampung (Ponorogo). Oleh karena itu, pembuatan alat-alat ini sering disebut
kebudayaan Sampung.

Blade, Flake, dan Microlith


Alat-alat ini banyak ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki); di
Sumatera (di sekeliling danau Kerinci dan gua-gua di Jambi); di Flores, di Timor, dan di
Sulawesi. Semua alat-alat itu sering disebut sebagai kebudayaan Toale atau kebudayaan
serumpun.
Alat-alat serpih
Adalah alat-alat yang terbuat dari pecahan batu yang dibuat dengan bentuk yang sangat
sederhana yang kemungkinan besar dibuat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dilihat dari
bentuknya maka kemungkinan alat-alat serpih itu antara lain memiliki fungsi sebagai pisau, atau
alat penusuk. Alat-alat ini di Indonesia banyak ditemukan di daerah Sangiran (Jawa Tengah),
Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere (Flores), dan Timor. Kebanyakan ditemukan di dalam
ceruk atau gua-gua yang merupakan tempat tinggal manusia prasejarah.

c. Ekonomi
Ciri-ciri kehidupan ekonomi masyarakatnya ditandai dengan:
• Kehidupan ekonomi bergantung pada alam (food gathering) oleh karenanya, mereka selalu
berpindah untuk mencari bahan makanan, baik dari tumbuh-tumbuhan maupun binatang.
• Mereka belum mengenal sistem pertanian (bercocok tanam)
• Aktivitas berburu dilakukan secara berkelompok
• Lingkungan ekonomi mereka ada yang di daerah pedalaman (hutan), pinggir aliran sungai atau
daerah tepi pantai

d. Kepercayaan
Sistem kepercayaan telah muncul sejak masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan.
Kuburan pra-sejarah merupakan bukti bahwa masyarakat telah memiliki anggapan tertentu dan
memberikan penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Masyarakat percaya bahwa
orang yang meninggal, rohnya akan pergi suatu tempat. Bahkan, jika orang itu berilmu atau
berpengaruh dapat memberikan perlindungan atau nasihat kepada mereka yang mengalami
kesulitan.

2. Masyarakat Pertanian atau Bercocok Tanam


Seiring dengan makin berkembangnya pola pikir dan kecerdasan manusia terutama dikaitkan
dengan upaya mempertahankan kehidupan mereka, menyebabkan munculnya kelompok-
kelompok masyarakat yang tinggal dalam dalam suatu area wilayah tertentu. Mereka mulai
memikirkan upaya untuk memenuhi sendiri kebutuhan makanan yang cukup untuk masa waktu
tertentu. Munculnya kemudian budaya pertanian atau budaya cocok tanam di Indonesia. Pola
hidup lama dari para pendahalu mereka yang nomaden mulai ditinggalkan.
Hasil dari penemuan bukti-bukti arkeologis juga menunjukkan bahwa pada masa ini masyarakat
telah memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi, baik dilihat dari sistem sosial ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi maupun kesenian yang mereka miliki.

a. Sosial
Ditinjau dari segi sosial kahidupan masyarakat prasejarah masa pertanian dicirikan dengan
beberapa hal berikut:
• Terbentuknya komunitas manusia yang menetap menunjukkan bahwa masyarakatnya mulai
mengenal adanya pranata sosial, meskipun dalam taraf yang masih sederhana
• Pembagian kerja dan tugas dalam keluarga maupun dalam masyarakat juga semakin tegas

b. Budaya
• Budaya Hidup
Karena merupakan masyarakat dengan pola hidup menetap dan bercocok tanam, maka budaya
hidup mereka adalah tradisi mengolah tanah untuk kemudian ditanami dengan aneka tanaman
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

• Budaya Berupa Hasil Benda atau Alat


Memiliki kemampuan membuat alat-alat penunjang kehidupan sehari-hari yang umumnya
terbuat dari batu atau tulang dengan teknik dan seni pembuatan yang lebih halus (sudah diupam).
Diantara alat-alat yang menurut para ahli sejarah sebagai hasil budaya masyarakat bercocok
tanam antara lain:
- Beliung persegi. Memiliki fungsi yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan. Tempat
penemuannya antara lain meliputi daerah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa
Tenggara
- Kapak Lonjong. Memiliki fungsi sebagai alat ekonomi: memotong makanan. Memiliki bentuk
yang memperlihatkan sebuah bidang berbentuk lonjong, terbuat dari batu kali hitam dengan seni
pembuatan yang sudah diupam. Banyak ditemukan di Maluku, Irian, dan daerah Sulawesi bagian
Utara
- Mata Panah. Memiliki fungsi ekonomi: antara lain sebagai alat untuk menangkap ikan. Terbuat
dari batu serpih, tulang, dan kemunginan besar juga kayu yang diruncing bagian ujungnya dan
dibuat bergerigi pada bagian pinggirnya. Jadi memiliki bentuk yang berbeda dengan mata panah
untuk berburu. Banyak ditemukan di dalam gu-gua yang ada di daerah patai atau sungi.
- Aneka benda gerabah (terbuat dari tanah liat). Memiliki fungsi sebagai wadah atau tempat
untuk menyimpan. Tradisi gerabah pun hingga saat ini masih menjadi tradisi masyarakat di
beberapa daerah atau desa tradisional Indonesia, seperti di Yogyakarta.
- Benda-benda perhiasan. Dibuat tentu saja dengan pola dan bentuk yang masih sangat
sederhana. Bahannya pun tentu saja bukan emas atau belian. Kebanyakan mengambil bahan-
bahan yang ada di sekitar lingkungan alam tempat tinggal mereka seperti tanah liat, yasper, dan
kalsedon
- Benda-benda megalitik, seperti menhir, dolmen, sarkofagus, punden batu berundak, kubur batu
dan waruga. Semua benda tersebut memiliki fungsi yang berkaitan dengan tradisi kepercayaan.

a. Ekonomi
• Dengan pola hidup yang menetap, maka sebagian besar upaya pemenuhan kebutuhan hidup
manusia masa ini bertumpu pada aktivitas pertanian atau budidaya tanaman
• Mereka menanam jenis tanaman yang pada awalnya tumbuh liar
• Disamping aktivitas pertanian, mereka diperkirakan juga telah menjinakkan hewan (aktivitas
pertenakan) seperti anjing, kerbau, sapi, kuda, babi dan lainnya.
• Kehidupan berladang dengan sistem huma telah mereka lakukan

b. Kepercayaan
Penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang merupakan unsur utama dalam tradisi
kepercayaan masyarakat pada periode ini. Khusus di Indonesia, pemujaan kepada orang yang
telah meninggal diwujudkan dalam bentuk pembuatan benda-benda megalitik baik itu sebagai
simbol maupun sarana pemujaan. Benda-benda megalitik tersebut diantaranya adalah menhir,
dolmen, sarkofagus, punden batu berundak, kubur batu dan waruga.

You might also like