You are on page 1of 6

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN KREDIT WIRA USAHA

TANPA AGUNAN PADA PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL


TBK CABANG X

||

(Kode ILMU-HKMX0041) : TESIS ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN


KREDIT WIRA USAHA TANPA AGUNAN PADA PT. BANK ARTHA GRAHA
INTERNASIONAL TBK CABANG X

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk mendirikan suatu perusahaan memerlukan modal kerja dan untuk mendapatkannya ada
berbagai cara yang dapat ditempuh, salah satunya adalah dengan meminjam kepada pihak lain.
Hubungan pinjam-meminjam tersebut dapat dilakukan dengan kesepakatan antara peminjam
(debitur) dan yang meminjamkan (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Perjanjian
tersebut bisa berupa perjanjian lisan atau dalam bentuk perjanjian tertulis yang juga dapat dibuat
dengan akta di bawah tangan atau dengan akta notaris.
Perjanjian utang piutang dalam KUHPerdata dapat diidentikkan dengan perjanjian pinjam
meminjam yaitu merupakan perjanjian pinjam meminjam barang berupa uang dengan ketentuan
yang meminjam akan mengganti dengan jumlah nilai yang sama seperti pada saat ia meminjam.
Mengenai pinjam meminjam juga disebutkan dalam Pasal 1754 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata yaitu :
"Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dengan jenis dan mutu
yang sama pula".
Hubungan hukum tersebut akan berjalan lancar jika masing-masing pihak memenuhi
kewajibannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Namun apabila salah satu pihak tidak
memenuhi perjanjian sesuai dengan yang telah disepakati maka perjanjian tersebut akan
mengalami berbagai hambatan.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka peningkatan taraf hidup orang banyak.
Aktivitas perbankan pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal
dengan istilah funding yaitu mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari
masyarakat luas dan kedua memberi pinjaman ke masyarakat atau dikenal dengan istilah kredit
atau lending.
Semakin berkembangnya kegiatan usaha perbankan, bank dihadapkan kepada berbagai risiko
usaha seperti risiko kredit, risiko investasi, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko
penyelewengan dan risiko fidusia. Pentingnya mengenal nasabah
dapat mengurangi atau bahkan menghindari dari risiko yang dihadapi Bank terutama dalam
kerugian keuangan yang signifikan bagi bank.
Salah satu karakter yuridis dari bisnis perbankan, yakni bidang bisnis yang sarat dengan
pengaturan dan petunjuk pelaksanaan (heavily regulated business). Bidang perbankan merupakan
bidang yang sarat regulasi adalah karena:4
1. Bank adalah termasuk lembaga yang mengelola uang rakyat, karena itu, kepentingan rakyat
banyak ikut dipertaruhkan oleh suatu bank.
2. Kegiatan bank merupakan kegiatan yang sangat detail dan complicated. Karena itu, perlu
arahan-arahan dan petunjuk yang lengkap dan detail pula.
3. Bank memainkan peranan yang sangat besar dalam perkembangan moneter dan perekonomian
secara makro. Karena itu, ada pula suatu kebutuhan masyarakat agar bank-bank tetap aman dan
tidak terjadi gejolak. Sehingga perkembangan ekonomi nasional tetap mantap.
Salah satu kegiatan usaha bank adalah menyalurkan kredit. Secara estimologis Kredit berasal
dari bahasa latin "credere" atau "credo" yang berarti kepercayaan, yang dimaksud dengan kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Usaha Mikro Kecil Menengah terbukti bertahan dalam krisis moneter tahun 1998 lalu memiliki
peran strategis dan penting ditinjau dari berbagai aspek. Pertama jumlah industrinya yang
tersebar di setiap sektor ekonomi. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja
dimana setiap unit investasi pada sektor ini dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja
jika dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar.
Dari sudut perbankan, pemberian kredit pada sektor ini dapat mendorong penyebaran risiko. Hal
ini disebabkan karena penyaluran kredit pada usaha ini dengan nominal kredit yang kecil
memungkinkan bank untuk memperbanyak jumlah debitur, sehingga pemberian kredit tidak
terkonsentrasi pada kelompok atau sektor tertentu. Selain itu, suku bunga kredit pada tingkat
suku bunga pasar bukan merupakan masalah utama, sehingga memungkinkan bank-bank
memperoleh pendapatan bunga yang memadai.
Akhir-akhir ini bank-bank semakin gencar mengenjot penyaluran kreditnya ke sektor ritel.
Berbagai produk kredit konsumsipun mereka munculkan. Salah satunya yang belakangan ini
semakin popular adalah Kredit Tanpa Agunan (KTA). Selama ini nasabah tidak dapat mengakses
kredit bank karena mereka tidak mampu menyediakan agunan. Lazimnya bank menjadikan
agunan sebagai faktor yang menentukan besar nilai pinjaman yang akan disetujui, dan berapa
besar bunga yang mereka kutip dari debitur alias nasabah kreditnya.
Pada tanggal 5 November 2007, Pemerintah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa
agunan dengan enam bank pelaksana yang turut terlibat dalam program penjaminan UMKM.
Enam bank tersebut adalah BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bukopin dan Bank Syariah Mandiri.
Besaran kredit yang disalurkan maksimal Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan
bunga maksimal 16 % pertahun (efektif).
Kredit Usaha Rakyat merupakan kredit program yang disalurkan menggunakan pola penjaminan
kredit bank diperuntukkan bagi pengusaha mikro dan kecil yang tak memiliki agunan tetapi
memiliki usaha yang layak dibiayai bank.10 Dalam pelaksanaan program Kredit usaha Rakyat
atau KUR, perbankan yang telah menandatangani kesepakatan menjalani program KUR tetap
tidak diperbolehkan meminta jaminan atau agunan kepada pelaku usaha.
Kredit usaha rakyat diperuntukkan bagi usaha mikro, kecil dan menengah rakyat yang layak
(feasible) namun belum memenuhi persyaratan perbankan (bankable). Yang dimaksud dengan
layak adalah suatu usaha yang ditinjau dari ekonomis menguntungkan, dari segi teknis bisa
dilaksanakan, dan dari segi ekologis dapat diterima masyarakat dan tidak merusak lingkungan.
Namun karena ketidakadaan agunan serta persyaratan lainnya sehingga selama ini tidak dibiayai
oleh perbankan secara komersial.
Walaupun program kredit usaha rakyat ini merupakan kredit tanpa agunan tetapi seringkali bank
tetap meminta agunan dengan dalil guna meningkatkan kualitas kredit dalam upaya mengurangi
risiko kredit macet dalam pengembalian kredit tersebut, karena apabila kredit yang disalurkan
tersebut macet tentu akan merugikan masyarakat penyimpan dana di bank.
Program kredit tanpa agunan ini pernah dicanangkan pada tahun 2004 dan PT. Bank Artha Graha
Internasional, Tbk ditunjuk pemerintah pada waktu itu menjadi salah satu bank penyelenggara
Kredit Tanpa Agunan.
PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk mengeluarkan produk Kredit tanpa agunan dengan
nama Kredit Wirausaha. atau disingkat KWU atau disebut juga Kredit Usaha Mikro Layak
Tanpa Agunan adalah fasilitas kredit/ pembiayaan untuk investasi atau modal kerja yang
diberikan dalam mata uang rupiah kepada usaha mikro dengan plafon kredit maksimum Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) perdebitur untuk membiayai usaha yang produktif.
Kredit Wirausaha merupakan kredit tanpa agunan yang ditujukan untuk calon professional yang
memiliki latar belakang pendidikan sarjana strata-1 dari disiplin ilmu siap pakai antara lain
bidang tehnik mesin/ arsitektur/ elektro, kedokteran, pertanian/ perikanan/ peternakan, notaris
dan lainnya serta bagi tenaga terampil/ terlatih dan karyawan yang terkena PHK maupun
pengusaha mikro yang hendak dan memiliki potensi untuk dikembangkan.15
Perbankan diragukan salurkan Kredit Tanpa Agunan dikarenakan minimnya peraturan perbankan
dalam penyaluran Kredit Tanpa Agunan (KTA) menyurutkan kemauan perbankan untuk turut
serta.16 Hal ini dikarenakan jika kredit yang disalurkan itu macet dan karena tidak adanya
agunan maka akan menyulitkan bank untuk pengembalian dana yang disalurkannya.
Bank memiliki risiko tinggi dikarenakan dana yang disalurkan untuk pemberian kredit berasal
dari simpanan nasabah, dimana Bank harus membayar sebesar suku bunga simpanan. Oleh
karena itu dalam setiap pemberian kredit kepada nasabah, Bank harus mencadangkan dana
dengan besaran nilai tertentu, tergantung dari pada kolektibilitas kredit.
Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30
Januari 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20
Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum untuk merubah Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR tertanggal 12 November 1998 tentang Kualitas
Aktiva Produktif. Golongan kredit macet yang sebelumnya ditentukan selama 270 hari
dipercepat menjadi 180 hari. Hal ini tentu saja membawa dampak percepatan penambahan kredit
macet di bank dengan perincian sebagai berikut :
1. Kredit Lancar adalah kredit yang tepat waktu dalam membayar kredit sesuai dengan waktu
yang telah disepakati disebut juga Kolektibilitas 1.
2. Kredit dalam perhatian Khusus (Special Mention), yaitu apabila terjadi tunggakan pembayaran
baik pokok maupun bunga sampai dengan 90 hari, disebut juga Kolektibilitas 2.
3. Kredit kurang lancar (Substandar), apabila terjadi tunggakan pembayaran baik pokok maupun
bunga melampaui 90 hari sampai dengan maksimal 120 hari, disebut juga Kolektibilitas 3.
4. Kredit diragukan (doubtful), apabila terjadi tunggakan pembayaran baik pokok maupun bunga
melampaui 120 hari sampai dengan maksimal 180 hari, disebut juga Kolektibilitas 4.
5. Kredit Macet (loss), apabila terjadi tunggakan pembayaran baik pokok maupun bunga
melampaui 180 hari disebut juga Kolektibilitas 5.
Dalam Pemberian fasilitas kredit mengandung risiko tinggi terhadap operasional karena apabila
kredit tak terbayar maka akan dapat mempengaruhi modal bank dan juga likuiditas bank.
Munculnya Peraturan Bank Indonesia No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum telah membawa kecemasan terhadap pihak perbankan
terhadap kemungkinan berkurangnya laba bank disebabkan pihak bank wajib menyediakan
cadangan khusus, yaitu sebagai berikut:
1. 5% dari aktiva dengan kwalitas dalam status perhatian khusus setelah dikurangi dengan
agunan.
2. 15 % dari aktiva dengan kwalitas dalam status kurang lancar setelah dikurangi dengan agunan.
3. 50 % dari aktiva dengan kwalitas dalam status diragukan setelah dikurangi dengan agunan.
4. 100 % dari aktiva dengan kwalitas dalam status Macet setelah dikurangi dengan agunan.
Dalam pemberian kredit, bank selalu berpedoman pada prinsip-prinsip kehati-hatian dalam
pemberian kredit. Salah satu prinsip yang dipedomani adalah prinsip collateral (agunan), yang
merupakan bagian dari prinsip pemberian kredit yang dikenal dengan istilah Prinsip 5 C yang
terdiri dari Character (kepribadian), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Condition of
Economy (kondisi ekonomi), Collateral (agunan).
Prinsip Collateral (agunan) menghendaki adanya pemberian agunan oleh debitur. Pemberian
agunan adalah salah satu upaya untuk menjamin adanya pengembalian kredit atau pelunasan
kredit dari debitur. Dalam hal debitur wanprestasi, maka pihak bank dapat mengeksekusi agunan
dari debitur sebagai konpensasi pelunasan hutang-hutangnya.
Dalam Pasal 54 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum disebutkan dalam rangka menghindari kegagalan usaha
bank sebagai akibat konsentrasi penyediaan dana dan meningkatkan independensi pengurus bank
terhadap potensi intervensi dari pihak terkait, bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian
dalam penyediaan dana antara lain dengan menerapkan penyebaran/ diversifikasi portofolio
penyediaan dana yang diberikan.
Salah satu upaya melaksanakan prinsip kehati-hatian adalah penerapan prinsip mengenal
nasabah. Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui
identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang
mencurigakan, hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/21/PBI/2003 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001
tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles).
Yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara
lain tentang penilaian kualitas aktiva bank umum, batas maksimum pemberian kredit bank
umum, prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat dan prinsip-prinsip penerapan manajemen
risiko.
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 tahun
1992 tentang Perbankan menyatakan dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah, bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas
itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Jadi kepercayaan atas
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang merupakan hal penting, sedangkan agunan
hanya merupakan unsur pendukung, bukan unsur utama dalam pemberian kredit.
Kredit Tanpa Agunan atau jaminan ini menurut Undang-Undang Perbankan tahun 1992 yang
telah dirubah menjadi Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 ini bisa direalisasikan
karena Undang-undang Perbankan ini tidak secara ketat menentukan bahwa pemberian kredit,
bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Sebaliknya menurut Undang-undang Pokok
Perbankan tahun 1967 yang digantikannya, pemberian kredit tanpa jaminan ini dilarang sesuai
dengan Pasal 24 ayat 1, bahwa bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun
juga.
Dari berbagai keadaan seperti yang dikemukakan diatas, maka diperlukan kehati-hatian dari bank
sebagai kreditur dalam memberikan kredit tanpa agunan kepada nasabah sebagai debitur, untuk
itu calon peneliti mengangkat judul tesis "Analisis Yuridis terhadap Pemberian Kredit Wira
Usaha Tanpa Agunan Pada PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk, Cabang X".

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka calon peneliti merumuskan beberapa
masalah dalam tesis ini, terdiri dari:
1. Bagaimana pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum dan menurut ketentuan PT.
Bank Artha Graha Internasional Tbk ?
2. Bagaimana peran direktur kepatuhan dan penerapan good corporate governance pada bank ?
3. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT. Bank Artha Graha
Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit?

C. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari Penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum dan menurut
ketentuan PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk.
2. Untuk mengetahui peran direktur kepatuhan dan penerapan good corporate governance pada
bank.
3. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT. Bank
Artha Graha Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum dan menurut
ketentuan PT. Bank Artha Graha Internasional Tbk.
2) Untuk mengetahui peran direktur kepatuhan dan penerapan good corporate governance pada
bank.
3) Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT. Bank
Artha Graha Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan acuan serta masukan bagi pihak akademisi khususnya di
lingkungan Universitas X dan pihak terkait lainnya, terutama pihak debitur dalam mengetahui
hak dan kewajibannya dan pihak kreditur (bank) dalam mengantisipasi pemberian kredit kepada
nasabahnya.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Kredit Tanpa Agunan telah pernah dilakukan sebelumnya dalam lingkungan
Sekolah Pascasarjana Universitas X. Penelitian dilakukan oleh Iliana dengan judul "Perlindungan
Hukum terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan" pada tahun 2005. Penulisan
tesis ini menitik beratkan pada kriteria penilaian yang dipergunakan kreditur sebagai syarat
pemberian kredit tanpa agunan, penelitian terhadap tingkat keberhasilan dan kegagalan kreditur
dalam memperoleh pengembalian kredit serta perlindungan hukum terhadap kreditur dalam
penyelesaian sengketa atas kredit macet yang terjadi dalam perjanjian kredit tanpa agunan.
Sedangkan penelitian penulis dengan judul "Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit Wira
Usaha Tanpa Agunan pada PT. Bank Artha Graha Internasional, Tbk Cabang X" menitik
beratkan pada pengaturan pemberian kredit oleh bank secara umum dan menurut ketentuan PT.
Bank Artha Graha Internasional, Tbk, peran direktur kepatuhan dan penerapan good corporate
governance pada bank dan pelaksanaan pemberian kredit wirausaha tanpa agunan pada PT. Bank
Artha Graha Internasional, Tbk ditinjau dari prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.
Dengan demikian penelitian ini mempunyai bidang penelitian yang berbeda sehingga penelitian
ini adalah asli.

You might also like