You are on page 1of 11

PENDUDUK DAN PEMBANGUNAN

1. Penduduk
A. Pendahuluan
Istilah lain dalam penyebutan penduduk adalah demografi. Dalam pengertian
yang lebih sempit, demografi dinyatakan sebagai “demografi formal” yang
memerhatikan ukuran atau jumlah penduduk; distribusi atau persebaran penduduk;
sturktur penduduk atau komposisi; dan dinamika atau perubahan penduduk.
Dalam pengertian yang lebih luas, demografi juga memerhatikan berbagai
karakteristik individu maupun kelompok yang meliputi tingkat sosial, budaya, dan
ekonomi.
Dalam pengertian yang paling luas, domografi mempelajari pemakaian data dan
penerapan hasil analisisnya dalam berbagai aspek termasuk berbagai permasalahan
yang berkaitan dengan proses demografi.
Hueser dan Duncan menyatakan demografi terdiri dari analisi demografi dan studi
kependudukan.
Perubahan jumlah penduduk tergantung pada karakteristik tiga komponen utama,
yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Jika faktor migrasi tidak diperhatikan atau
tidak diperhitungkan, maka pertumbuhan penduduk itu disebut pertumbuhan
penduduk alami.

B. Transisi Demografi
Transisi demografi secara garis besar dapat dibagi dalam empat tahap.
• Tahap pertama: angka kelahiran dan kematian yang tinggi dengan pertumbuhan
penduduk yang rendah.
• Tahap kedua: angka kelahiran yang masih tinggi dengan penurunan yang sangat
lambat disertai dengan penurunan angka kematian yang relatif lebih cepat
daripada penurunan angka kelahiran. Akibatnya, angka pertumbuhan penduduk
meningkat.
• Tahap ketiga: menurunnya angka kelahiran relatif lebih cepat daripada
menurunnya angka kematian. Angka pertumbuhan penduduk mulai menurun.

1
• Tahap keempat: angka kelahiran yang rendah disertai dengan angka kematian
yang juga rendah. Angka pertumbuhan penduduk rendah termasuk kemungkina
terjadinya tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak positif (nol atau negatif).

A. Gambaran Umum Penduduk Indonesia


Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk
Indonesia adalah sebesar 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki
dan 118.048.783 perempuan. Distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di
Pulau Jawa yaitu sebesar 58 persen, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21
persen. Selanjutnya untuk pulau-pulau/kelompok kepulauan lain berturut-turut adalah
sebagai berikut: Sulawesi sebesar 7 persen; Kalimantan sebesar 6 persen; Bali dan
Nusa Tenggara sebesar 6 persen; dan Maluku dan Papua sebesar 3 persen.
Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi dengan urutan
teratas yang berpenduduk terbanyak, yaitu masing-masing berjumlah 43.021.826
orang, 37.476.011 orang, dan 32.380.687 orang. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara
merupakan wilayah yang terbanyak penduduknya di luar Jawa, yaitu sebanyak
12.985.075 orang.
Dengan luas wilayah Indonesia yang sekitar 1.910.931 km2, maka rata-rata
tingkat kepadatan penduduk Indonesia adalah sebesar 124 orang per km2. Provinsi
yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Provinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar
14.440 orang per km2. Sementara itu, provinsi yang paling rendah tingkat kepadatan
penduduknya adalah Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar 8 orang per km2.

B. Pertumbuhan Penduduk
Penduduk Indonesia terus bertambah dari waktu ke waktu. Ketika pemerintah
Hindia Belanda mengadakan sensus penduduk tahun 1930 penduduk nusantara adalah
60,7 juta jiwa. Pada tahun 1961, ketika sensus penduduk pertama setelah Indonesia
merdeka, jumlah penduduk sebanyak 97,1 juta jiwa. Pada tahun 1971 penduduk
Indonesia sebanyak 119,2 juta jiwa, tahun 1980 sebanyak 146,9 juta jiwa, tahun 1990
sebanyak 178,6 juta jiwa, tahun 2000 sebanyak 205,1 juta jiwa, dan pada tahun 2010
sebanyak 237,6 juta jiwa.

2
Secara nasional, laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun selama sepuluh
tahun terakhir (2000-2010) adalah sebesar 1,49 persen. Laju pertumbuhan penduduk
Provinsi Papua adalah yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di
Indonesia, yaitu sebesar 5,46 persen. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia per
tahun dalam periode 1971-1980 sebesar 2,31 persen, periode 1980-1990 sebesar 1,98
persen, periode 1990-2000 sebesar 1,49 persen.
Pertumbuhan penduduk alami Indonesia masih disebabkan oleh jumlah kelahiran
yang cukup besar setiap tahunnya tetapi jumlah kematian terutama kematian bayi dan
anak menurun.

Sumber: bps.go.id

1. Angka Kelahiran

Tahun 1967-70 1971-75 1976-79 1981-84 1985-89 1990-95


Jumlah 5,61 5,2 4,68 4,06 3,48 2,99
Sumber: bps.go.id
Fertilitas merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi laju
pertumbuhan penduduk. Total Fertility Rate (TFR) merupakan angka yang sering
digunakan untuk mengukur tingkat kelahiran. Tingkat fertilitas di Indonesia pada
akhir-akhir ini sudah mulai menurun. Hal ini tergambar pada angka TFR-nya.
TFR di Indonesia pada tahun 1991 sebesar 3,0 sedangkan tahun 1998-99 sebesar
2,62 dan ini turun terus menerus hingga menjadi 2,6 pada tahun 2002-2003.
Penurunan ini merupakan suatu prestasi yang cukup bagus dalam mengontrol
jumlah penduduk dari aspek penurunan jumlah fertilitas. Tetapi penurunan ini
tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, karena angka TFR pada tahun 2007
stagnan sama dengan tahun 2002-2003 yaitu sebesar 2,6. Suatu prestasi yang baik
ketika suatu propinsi mengalami penurunan TFR, karena secara tidak langsung
bisa mengurangi laju pertumbuhan penduduk. Begitu pula sebaliknya, prestasi
yang buruk ketika TFR-nya meningkat.
Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan ini dapat meliputi
peningkatan pendidikan wanita, penundaan usia nikah, dan lain sebagainya.

3
Penurunan angka kelahiran di Indonesia yang menunjukkan bahwa fertilitas tidak
lagi merupakan fertilitas alami akan tetapi telah berubah menjadi fertilitas
terkendali melalui pemakaian alat konrasepsi yang berpengaruh besar terhadap
fertilitas dibandingkan dengan berbagai faktor lainnya seperti umur nikah atau
faktor sosial ekonomi.

2. Angka Kematian
2.1 Angka Kematian Bayi
Tahun 1971 1980 1985 1990 1994 1995 1997 1998 1999 2003

Jumlah 145 109 72 71 66,4 66 52,2 49 46 35

Sumber: bps.go.id

Indonesia masih harus berjuang keras untuk memperbaiki indikator


pembangunan kesehatan, khususnya tingkat kematian bayi, karena tren angka kematian
bayi selama empat tahun terakhir belum menurun. Rata-rata angka kematian bayi pada
periode 2003-2007 relatif stagnan di kisaran 34 per 1.000 kelahiran. Berdasarkan target
Tujuan Pembangunan Milenium (MGDs), pada tahun 2015 angka kematian bayi adalah
19 dari tiap 1.000 kelahiran. Angka kematian bayi mengalami penurunan yang tajam
antara tahun 1990-2000an, tapi selanjutnya terlihat stagnan

DEPARTEMEN Kesehatan (Depkes) mengungkapkan rata-rata per tahun


terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia sebelum umurnya genap 1
tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah, yaitu dari Survei Demografi
Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI).

Rata-rata kematian bayi di Indonesia masih cukup besar. Berdasarkan survei


lainnya, yaitu Riset Kesehatan Dasar Depkes 2007, kematian bayi baru lahir (neonatus)
merupakan penyumbang kematian terbesar pada tingginya angka kematian balita (AKB).
Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran hidup terenggut nyawanya dalam rentang
waktu 0-12 hari pas-cakelahirannya.

Parahnya, dalam rentang 2002-2007 (data terakhir), angka neonatus tidak pernah
mengalami penurunan. Penyebab kematian terbanyak pada periode ini, menurut Depkes,
disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi saluran
pemapasan atas.

4
AKB di indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di dunia. Hal itu
tecermin dari perbandingan dengan jumlah AKB di negara tetangga seperti Malaysia
yang telah mencapai 10 per 1.000 kelahiran hidup dan Singapura dengan 5 per 1.000
kelahiran hidup.

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Badriul Hegar
mengatakan banyak faktor yang menyebabkan angka kematian bayi tinggi. Antara lain,
faktor kesehatan anak, lingkungan seperti keadaan geografis, dan faktor nutrisi.

Bisa dicegah lewat penyehatan lingkungan, peran puskesmas dan posyandu


sejatinya menjadi kunci untuk menekan kejadian AKB. perawatan sederhana seperti
pemberian air susu ibu (ASI) dapat menekan AKB. Telah terbukti, pemberian ASI
eksklusif dapat mencegah 13% kematian bayi dan bahkan 19/0 jika dikombinasikan
dengan makanan tambahan bayi setelah usia 6 bulan. Menambahkan inisiatif inisiasi bayi
menyusu sendiri segera setelah lahir dapat mengurangi risiko kematian bayi akibat
berbagai penyakit.Risiko kematian bayi diperkirakan bisa berkurang sebanyak 22% jika
inisiasi menyusui bayi baru lahir dilakukan setidaknya 1 jam.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan hampir separuh kematian


bayi umur 29 hari sampai 11 bulan juga disebabkan oleh penyakit yang bisa dicegah
dengan intervensi lingkungan dan perilaku. Penyakit itu adalah diare dan pneumonia.

Dengan memahami angka kematian bayi yang merupakan salah satu


indikator kesejahteraan masyarakat yang baik, maka dapat dikatakan bahwa
penurunan angka kematian bayi akan sejalan dengan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat. Selanjutnya, faktor sosial ekonomi dipandang sebagai kelompok
faktor utama yang mendukung tercapainya kesejahteraan masyarakat tersebut

2.2 Penduduk Lanjut Usia


Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia
harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru berjumlah 7,7 juta jiwa
atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk
lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Jumlah ini
meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2

5
persen dari seluruh penduduk. Dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29
juta orang atau 11,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia
meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu.
Angka harapan hidup penduduk Indonesia berdasarkan data Biro Pusat
Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun, pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada
tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun 1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05
tahun serta tahun 2000 : 64.05 tahun (BPS.2000)
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap
sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam pemerintah.
Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah
peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency).
Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk usia
lanjut.
Wirakartakusuma dan Anwar (1994) memperkirakan angka ketergantungan
usia lanjut pada tahun 1995 adalah 6,93% dan tahun 2015 menjadi 8,74% yang
berarti bahwa pada tahun 1995 sebanyak 100 penduduk produktif harus
menyokong 7 orang usia lanjut yang berumur 65 tahun ke atas sedangkan pada
tahun 2015 sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 9 orang usia
lanjut yang berumur 65 tahun ke atas. Ketergantungan lanjut usia disebabkan
kondisi orang lanjut usia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis
artinya mereka mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan
yang mengarah pada perubahan yang negatif.

3. Mobilitas Penduduk
Mobilitas Penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari
satu daerah ke daerah lain, baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu
yang lama atau menetap.
Pada dasarnya, manusia melakukan mobilitas dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Dengan demikian, daerah tujuan mobilitas
penduduk merupakan daerah di mana terdapat peluang yang lebih besar untuk
memperoleh pekerjaan yang lebih baik atau peningkatan pendapatan.
Bentuk-bentuk mobilitas penduduk antara lain:

6
• Mobilitas tradisional: dari desa ke kota untuk memenuhi kebutuhan primer.
• Mobilitas pra-modern: aktivitas mobilitas dari desa ke kota sangat meningkat
disertai dengan mobilitas antar kota dan juga mobilitas dari kota ke pedesaan
dengan tujuan yang lebih luas termasuk kesenangan dan kenyamanan.
• Mobilitas modern: mobilitas penduduk telah melampui batas-batas negara dengan
berbagai macam tujuan baik kegiatan perdagangan maupun wisata.
• Mobilitas super modern: mobilitas dilakukan telah melampui pengertian berwisata
secara wajar yang dapat di masukkan dalam kategori berfoya-foya dengan
konsumsi yang berlebihan.
Kualitas kehidupan masyarakat ditentukan oleh keterkaitan antara
mobilitas penduduk, mobilitas dana dan informasi, dan mobilitas kerja dan
produktivitas. Ketiga bentuk mobilitas tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain sifat tekun, ulet, serta lebih berani menghadapi risiko.

A. Persebaran dan Kepadatan Penduduk


Berkaitan dengan persebaran penduduk, suatu permasalahan yang dipandang
perlu adalah pemerataan persebaran penduduk.
Telah dikemukakan bahwa pada dasarnya setiap individu akan melakukan
mobilitas termasuk bermigrasi dengan suatu tjuan untuk meningkatkan kualitas
hidupnya. Atas dasar pemikiran ini maka perbedaan keberhasilan aktivitas ekonomi
dan perbedaan peluang untuk memperoleh pendapatan dan kesempatan kerja
merupakan sebab utama ketimpangan persebaran penduduk di Indonesia, khususnya
antara Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa.
Dengan memerhatikan paradigma mobilitas penduduk, sebenarnya persebaran
kembali penduduk tidak perlu diatur. Hal yang perlu diatur adalah wilayah
pengembangan pusat-pusat aktivitas ekonomi baru, seperti pengambangan wiayah
industri dan penetapan pusat-pusat wilayah pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan di luar Pulau Jawa dapat menurunkan persentase penduduk yang
tinggal di Pulau Jawa, tapi secara absolut jumlah penduduk Pulau Jawa akan terus
meningkat dalam beberapa dekade mendatang. Hal ini mengingat proporsi penduduk
yang bermukim di Pulau Jawa masih tetap akan lebih besar dari penduduk yang
bermukim di luar Pulau Jawa.

7
Penduduk yang besar jumlahnya dan mudah dijangkau merupakan pasar yang
sangat baik bagi berbagai hasil industri. Akibatnya, para pemilik modal cenderung
akan lebih suka menanamkan modalnya di Pulau Jawa. Kepadatan penduduk juga
berkoreasi dengan tumbuhnya pusat-pusat aktivitas ekonomi.
Persentase Distribusi Penduduk menurut Pulau 1971-2010
1971 1980 1990 2000 2010

SUMATERA 17,62 19,07 20,44 21,02 21,31

JAWA 63,89 62,12 60,23 58,93 57,49

DKI JAKARTA 3,85 4,43 4,62 4,06 4,04

JAWA BARAT 18,16 18,68 19,81 17,36 18,11

JAWA TENGAH 18,37 17,27 15,97 15,17 13,63

DI YOGYAKARTA 2,09 1,87 1,63 1,52 1,45

JAWA TIMUR 21,43 19,87 18,20 16,89 15,78

BANTEN 3,93 4,48

NUSA TENGGARA 5,56 5,40 5,27 5,34 5,50

KALIMANTAN 4,33 4,58 5,09 5,49 5,80

SULAWESI 7,16 7,08 7,01 7,23 7,31

MALUKU&PAPUA 1,44 1,76 1,96 2,00 2,60

INDONESIA 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

1. Pembangunan Ekonomi
A. Pendahuluan
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan
pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan
disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan
pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic
growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya,
pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan

8
nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi
peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan
indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih
bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat
output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat
kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-
perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor
perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial, dan teknik.

B. Model Pembangunan Ekonomi


1. Model Permintaan
Model pembangunan ekonomi yang menitikberatkan pada sisi permintaan
melihat bahwa peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa akan
meningkatkan employment yang berarti meningkatkan pendapatan. Peningkatan
pendapatan akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa yang pada
gilirannya akan kembali meningkatkan employment. Multiplier effect ini
menyebabkan suatu kenaikan dalam permintaan dan akan menyebabkan kenaikan
yang sekian kali besarnya dibanding dengan kenaikan permintaan yang mula-
mula.
Mengatur kran moneter merupakan suatu contoh strategi pembangunan
ekonomi yang memanfaatkan sisi permintaan. Bila permintaan barang dan jasa
hendak dipacu, maka uang dapat diperlonggar. Bila permintaan hendak dikurangi,
uang harus diperketat. Permintaan perlu dikendalikan agar “berimbang” dengan
penawaran. Bila terlalu banyak permintaan, relatif terhadap penawaran, inflasi
merupakan akibatnya. Bila terlalu sedikit permintaan, relatif terhadap terhadap
penawaran, ekonomi akan “lesu”. Bila permintaan dapat dipengaruhi, produksi
dapat dipengaruhi pula.
Permintaan dapat pula dipengaruhi melalui sisi fiskal, yaitu dari sisi
permintaan dan pengeluaran pemerintah. Bila permintaan hendak dipacu, pajak
berbagai salah satu sumber penerimaan pemerintah) dapat dikurangi sehingga
disposible income meningkat. Bila permintaan ingin dikurangi, pajak dapat

9
ditingkatkan dan disposible income serta permintaan akan menurun. Peningkatan
permintaan dapat pula melalui peningkatan pengeluaran pemerintah yang dapar
berarti terjadi defisit atau berkurangnya surplus pemerintah. Sebaliknya,
pengurangan subsidi merupakan suatu contoh pengurangan pengeluaran
pemerintah yang berdampak mengurangi permintaan.
Sisi permintaan ini tidak perlu melihat apakah suatu kegiatan
“bermanfaat” atau tidak. Yang penting, permintaan dapat diciptakan dan
permintaan itu akan menghasilkan produksi, tidak memandang apa yang
diproduksi. Harga yang naik merupakan tanda bahwa produksi kurang maka
produksi perlu dipacu.

2. Model Penawaran
Model pembangunan yang berorientasi pada penawaran menekankan pada
peningkatan kapasitas produksi. Model ini melihat bahwa peningkatan pemerintah
tidak akan ada artinya bila tidak ada kapasitas produksi. Model ini melihat
peningkatan permintaan dapat terjadi dalam jangka waktu yang lebih cepat
daripada peningkatan kapasitas produksi. Peningkatan permintaan hanya akan
segera disusul oleh peningkatan produksi bila pada saat itu terjadi
kekurangmanfaatan kapasitas produksi. Bila kapasitas produksi sudah digunakan
secara penuh, peningkatan permintaan tidak akan menaikkan produksi, tetapi
sekedar peningkatan harga.

PENUTUP
Perubahan demografis mempunyai dampak yang amat luas dalam berbagai aspek
kehidupan manusia. Jumlah, komposisi, serta pertumbuhan penduduk yang berubah
mempunyai implikasi penting dalam berbagai perencanaan pembangunan. Perubahan
demografi memengaruhi aktivitas ekonomi sebaliknya keberhasilan pembangunan
tertentu memengaruhi suatu bentuk perubahan demografi.
Transisi demografi yang berlangsung cepat—lebih cepat daripada transisi
perekonomian—akan berimplikasi luas dalam bidang ekonomi dan sosial.
Perubahan dalam bidang ekonomi dan sosial memang mempunyai pengaruh

10
terhadap transisi demografi, namun intervensi dalam penurunan angka kelahiran
dan angka kematian dapat mempercepat transisi tanpa harus menunggu kondisi
ekonomi dan sosial yang tinggi pula. Bila diantisipasikan dengan baik, transisi
demografi yang cepat akan memberikan suatu peluang emas dalam usaha
mempercepat pembangunan ekonomi di Indonesia. Kegagaan mengantisipasi
dampak revolusi demografi dapat berarti kesulitan yang menghadang
pembangunan ekonomi Indonesia masa depan.
Pengamatan yang seskama pada transisi demografi akan memungkinkan para
perencana membuat tindakan untuk menghindar dari berbagai hal yang merugikan
pembangunan ekonomi di Indonesia. Infornasi mengenai kecendrungan transisi
demografi Indonesia masa depan akan membantu mengubah beban tersebut
menjadi modal untuk mempercepat pembangunan ekonomi di Indonesia.

11

You might also like