You are on page 1of 40

1

http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_162.html#top

VI. KELUARGA, TEMAN SEBAYA DAN PENDIDIKAN KELUARGA DAN SEKOLAH


HUBUNGAN KELUARGA DAN SEKOLAH

Telah dijelaskan pendidikan itu adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak baik di
luar dan di dalam sekolah dan berlangsung seumur hidup. Dan pengertian tersurat suatu pernyataan
bahwa pendidikan berlangsung di luar dan di dalam sekolah. Pendidikan di luar sekolah dapat terjadi
dalam keluarga dan di dalam masyarakat. Jadi pendidikan itu berlangsung seumur hidup dimulai dari
keluarga kemudian diteruskan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat.

Manusia sebagai makhluk hidup selalu ingin berkembang. Keinginan ini secara manusia tidak terbatas,
akan tetapi kemampuan manusia yang membatasi keinginan tersebut. Oleh karena itu keinginan untuk
berkembang berlangsung mulai dan lahir sampai meninggal dunia. Untuk mengembangkan diri itu
manusia memerlukan bantuan. Karena keinginan untuk perkembangan itu berlangsung dari lahir
sampai meninggal, maka kebutuhan untuk mendapatkan bantuan itu juga harus berlangsung seumur
hidup.

Pendidikan yang berlangsung seumur hidup itu berlangsung pada tiga lingkungan pendidikan keluarga,
sekolah dan masyarakat. Pelaksanaan pendidikan dalam tiga lingkungan pendidikan sebagai penghasil
tenaga yang telah terdidik sebagai berikut :

Dari bagan tersebut di atas dapat diketahui bahwa keluarga merupakan tempat pertama anak itu
mendapatkan pendidikan. Sejak anak itu berada dalam kandungan anak telah mendapatkan pendidikan.
Seperti telah diketahui di muka bahwa jenis pendidikan yang diberikan keluarga adalah bermacam-
macam. Pendidikan berlangsung secara informal. Dalam keluarga orang tua merupakan pendidik utama
dan pertama. Pada masyarakat yang sederhana pendidikan berlangsung dalam keluarga dan
masyarakat. Anak meniru apa yang dikerjakan orang tua dan orang-orang dewasa dalam masyarakat.
Setelah mendapatkan kemampuan yang diperlukan untuk hidup, maka ia dilepaskan dalam masyarakat.
Dalam. masyarakat mereka akan menjadi tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat.

Dalam masyarakat yang lebih maju maka pendidikan di dalam keluarga tidak cukup, oleh karena itu
orang tua menyerahkan pendidikan pada lembaga pendidikan formal yang disebut sekolah. Dalam
sekolah anak diberi berbagai pengetahuan baik pengetahuan yang berkaitan untuk pengembangan
pribadi, pengetahuan untuk bekal hidup dalam masyarakat, dan pengetahuan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi lebih lanjut. Pendidikan di sekolah dilaksanakan secara bertingkat-
tingkat, pada dasarnya dibedakan pendidik dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Anak
yang telah selesai pada tingkat pendidikan tertentu yang memerlukan keterampilan tertentu dapat
masuk pada pendidikan nonformal dalam lembaga pendidikan masyarakat. Setelah mendapatkan
tambahan keterampilan maka ia terjun kedunia kerja dalam masyarakat. Akan tetapi ada juga yang
setelah selesai pendidikan pada tingkat pendidikan tetrtentu langsung memasuki dunia kerja dalam
masyarakat. Masyarakat sebagai pemakai hasil tiga pendidikan itu akan memberi balikan bagi masing-
masing penyelenggara pendidikan dalam ketiga lingkungan pendidikan.

Perbandingan antara pendidikan formal dan pendidikan non formal dan pendidikan dalam keluarga
sebagai pendidikan informal dapat disajikan di bawah ini (Edi Suardi, S Nasution, dan M Moh Rffai
Joedoprawira, 1976, p.187).

Tempat berlangsung :
Pendidikan formal dilaksanakan di dalam gedung sekolah, pendidikan nonformal dilaksanakan di
dalam atau diluar sekolah, sedang pendidikan keluarga dilaksanakan di dalam rumah atau di luar
rumah.

Persyaratan mengikuti pendidikan :


Syarat mengikuti pendidikan formal adalah umur dan tingkat pendidikan tertentu (ijazah atau STTB),
pada pendidikan nonformal kadang-kadang ada persyaratan tetapi tidak memegang peranan yang
penting, pada pendidikan informal (keluarga) tidak ada persyaratan semua anak baik anak pungut, anak
tiri atau anak sendiri semua mendapatkan pendidikan dalam keluarga itu.
2

Jenjang pendidikan :
Pada pendidikan formal terdapat jenjang pendidikan jaitu pendidikan prasekolah (taman kanak-kanak),
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pada pendidikan nonformal kadang-
kadang ada kadang-kadang tidak. Pada pendidikan informal tidak ada jenjang pendidikan.

Program pendidikan :
Program pendidikan pada pendidikan formal ditentukan teliti untuk setiap jenjang pendidikan dalam
bentuk tertulis. Pada pendidikan nonformal terdapat program tertentu. Pada pendidikan informal tidak
ada program.

Bahan pelajaran :
Pada pendidikan formal bahan pelajaran lebih bersifat akademis dan umum, bahan pelajaran .pada
pendidikan nonforrnal lebih bersifat khusus dan praktis, bahan pelajaran pada pendidikan informal
tidak ditentukan.

Lama pendidikan :
Pada pendidikan formal lama pendidikan memakan waktu yang panjang, pendidikan nonformal
memakan waktu yang singkat dan pendidikan informal sepanjang hidup.

Usia peserta didik :


Pads pendidikan formal usia pesórta didik relatif lama, pads pendidikan nonformal usia peserta didik
rethtif tidak sama dan pada pendidikan informal usia peserta didik semua umur.

Penilaian :
Pada pendidikan formal ada ujian yang diselenggarakan secara formal dan dibenr ijazah atau STTB.
Pada pendidikan nonformal juga ada ujian dan diben ijazah atau surat keterangan. Pada pendidikan
informal tidak ada ujian dan tidak ada penilaian yang sistematis dan tidak ada surat keterangan atau
ijazah.

Penyelenggara pendidikan :
Pendidikan formal diselenggarakan oleb pemerintah dan swasta yang diatur dalam suatu perundang
undangan tertentu. Pendidikan nonformal diselenggarakan oleh pemenintah dan swasta yang diatur
dalam perundang-undangan tertentu. Pendidikan informal diselenggarakan oleh keluarga tidak ada
aturan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan pendidikan.

Metode mengajar :
Pada pendidikan formal dituntut untuk menggunakan metode mengajar yang tertentu. Pada pendidikan
nonformal dapat menggunakan metode mengajar tertentu walaupun tidak selalu.

Persyaratan bagi pengajar :


Pengajar pada pendidikan formal harus mempunyai kewenangan yang didasarkan ijazah dan diangkat
untuk mengajar dalam suatu tugas tertentu. Pengajar pada pendidikan nonformal tidak selalu
mempunyai ijazah sebagai pengajar. Pada pendidikan informal tidak ada persyaratan ijazah dan surat
pengangkatannya.

Administrasi :
Pada pendidikan formal administrasi diatur secara sistematis dan sama untuk setiap tingkat sekolah.
Pada pendidikan nonformal administrasi ada tetapi tidak begitu uniform (seragam). pada pendidikan
informal administrasi tidak ada.

Ditinjau dari segi sejarah berdirinya :


Pendidikan formal berdiri paling akhir, disusul pendidikan nonformal. Sedang pendidikan informal ada
sejak manusia ada dan tenjadi proses transformasi nilai dan orang dewasa ke anak.

ORGANISASI ORANG TUA MURID


Dari uraian tersebut di alas dapat diketahui bahwa antara keluarga ada hubungan yang erat. Hubungan
yang erat antara keluarga dan sekolah itu disebabkan secara hukum mempunyai tanggung jawab
3

bersama terhadap pendidikan anak secara kodrat pendidikan anak memang merupakan tanggung jawab
orang tua, tetapi secara hukum pemenintah/negara juga bertanggung jawab untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Di samping orang tua dan pemerintah masih ada lagi yaitu masyarakat. Oleh karena
itu masyarakat dan pemerintah mendirikan sekolah. Masyarakat mendirikan sekolah swasta dan
pemenintah mendirikan sekolah negeri.

Tiap-tiap permulaan tahun ajaran baru maka berduyuni-duyun anak usia sekolah membanjiri sekolah,
dan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Peran orang tua dalam pendaftaran siswa baru pada
tiap-tiap tingkat dan jenis sekolah tergantung pada usia anak. Pada pendidikan pra sekolah dan
pendidikan dasar orang tua bersama anaknya mendaftarkan anak untuk menjadi murid baru di sekolah.
Pada Sekolah Menengah Pertama peran orang tua sudah berkurang anak sendiri yang mendaftarkan
diri. Akhirnya pada perguruan tinggi anak sendinilah yang mendaftarkan diri sebagai mahasiswa baru.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa terjadi penyerahan tanggung jawab pendidikan dari orang tua
kepada sekolah baik negeni maupun swasta. Sebab kemampuan dan waktu untuk melaksanakannya
tugas ini memang terbatas. Oleh orang tua yang kebetulan guru SD ia pun juga menyekolahkan anak
pada suatu SD tertentu.

Setelah anak menyelesaikan pendidikan pada suatu tingkat atau jenis pendidikan maka sekolah
mcnyerabkan kembali anak-anak yang diasuhnya kepada orang tua siswa. Oleh karena itu setiap akhir
tahun tiap sckolah dan pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi mengadakan pelepasan siswa-siswa
yang telah berhasil menyelesaikan pendidikari di sekolah tersebut.

Setelah menyerahkan anaknya pada sekolah tertentu, tidak berarti orang tua bebas dan tanggung jawab
terhadap keberhasilan pendidikan anaknya pada sekolah tersebut. Oleh karena itu dirasa perlu untuk
membentuk suatu wadah dalam bentuk organisasi orang tua dalam rangka ikut bertanggung jawab
terhadap pendidikan anak-anaknya. Di pihak lain sekolah menyadari bahwa guru juga perlu
mengetahui latar belakang kehidupan anak. Oleh karena itu perlu dijalin hubungan yang erat antara
guru dan orang tua. Onang tua perlu memberikan penjelasan tentang latar belakang anak dan
keluarganya kepada guru atau sekolah agar pendidikan anaknya dapat berjalan dengan lancar dan
berhasil dengan memuaskan.

Guru perlu berkomunikasi dengan orang tua siswa berbagai cara perlu ditempuh untuk mengadakan
komunikasi dengan orang tua umpama kunjungan kerumah anak, meminta orang tua datang kesekolah,
mengadakan pertemuan orang tua munid dengan guru dan sebagainya.

PENGARUH KELUARGA TERHADAP PENDIDIKAN DI SEKOLAH


Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui bahwa ada hubungan yang erat antara keluarga dan
sekolah. Pendidikan dalam keluarga merupakan dasar pada pendidikan di sekolah.

Beriyamin S. Bloom (1976) menyatakan bahwa lingkungan keluarga dan faktor-faktor luar sekolah
yang telah secara luas berpengaruh terhadap siswa. Siswa-siswa hidup di kelas pada suatu sekolah
relatif singkat, sebagian besar waktunya dipergunakan siswa untuk bertempat tinggal di rumah.
Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa, kemampuan untuk belajar dari orang dewasa dan
beberapa kualitas dan kebutuhan berprestasi, kebiasaan bekerja dan perhatian terhadap tugas yang
merupakan dasar terhadap pekerjaan di sekolah. Dari uraian ini dapat diketahui lebih lanjut bahwa
kecakapan-kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar bagi studi anak di sekolah.

Suasana keluarga yang bahagia akan mempengaruhi masa depan anak baik di sekolah maupun di
masyarakat, dalam lingkungan pekerjaan maupun dalam lingkung keluarga kelak (Sikun Pribadi, 1981,
p. 67). Dari kutipan ini dapat diketahui bahwa suasana dalam kelaurga dapat mempengaruhi kehidupan
di sekolah.

Menurut Erikson yang dikutip oleh Sikun Pribadi (1981) bahwa pendidikan dalam keluarga yang
berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa datang ditentukan oleh (1) rasa aman, (2) rasa otonomi,
(3) rasa inisiatif. Rasa aman ini merupakan periode perkembangan pertama dalam perkembangan anak.
Perasaan aman ini perlu diciptakan, sehingga anak merasakan hidupnya aman dalam kehidupan
keluarga.
4

Rasa aman yang tertanam ini akan menimbulkan dari dalam diri anak suatu kepercayaan pada diri
sendini. Anak yang gagal mengembangkan rasa percaya diri ini akan menimbulkan suatu kegelisahan
hidup, ia merasa tidak disayangi, dan tidak mampu menyayangi.

Fase perkembangan yang kedua adalah rasa otonomi (sense of autonomy) yang terjadi pada waktu
anak berumur 2 sampai 3 tahun. Orang tua harus membimbing anak dengan bijaksana agar anak dapat
mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah pribadi yang berharga, yang dapat berdiri sendiri dan
dengan caranya sendiri ia dapat memecahkan persoalan yang ia hadapi. Kegagalan pembentukan rasa
otonomi, suatu sikap percaya pada diri sendiri dan dapat berdiri sendiri akan menyebabkan anak selalu
tergantung hidupnya pada orang lain. Setelah ia memasuki bangku sekolah ia selalu harus dikawal oleh
orang tuanya. Ia selalu tidak percaya diri sendiri untuk menghadapi persoalan yang dihadapi di sekolah.

Pada fase perkembangan ketiga disebut perkembangan rasa inisiatip (sense of initiative) yaitu pada
umur 4 sampai 6 tahun. Anak harus dibiasakan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam lingkungan
keluarga. Sebab dengan dibiasakan menangani masalah hidupnya maka anak akan mengembangkan
inisiastipnya dan daya kreatifnya dalam rangka menghadapi tantangan hidupnya. Jika orang tua selalu
membantu dan bahkan melarang anaknya untuk mengerjakan sesuatu hal maka inisiatif dan daya kreasi
anak akan lemah dan akan mempengaruhi hidup anak dalam belajar di sekolah.

Pengaruh kualitas pengasuhan anak dan kondisi lingkungan dengan perkembangan kemampuan anak :

Levine dan Hagighurst (1984, p. 169.179) melaporkan hasil penelitian. Anak yang tingkat kondisi IQ
rendah dari suatu rumah yatim piatu dengan kondisi yang menyedihkan sebagian kemudian diasuh
dalam rumah yatim piatu yang kondisi baik dengan penyelenggaraan program-program perawatan yang
baik. Setelah satu tahun anak dari dua lingkungan yatim piatu tersebut dites intelegensi. Dari hasil tes
intelegensi diperoleh hasil bahwa IQ anak dipelihara dalam rumah yatim piatu dalam kondisi yang
menyedihkan IQ-nya teap bahkan ada yang menurun, scdang anak yang diasuh dalam kondisi rumah
yatim piatu yang baik IQ naik. Setelah belajar di sekolah anak-anak diasuh dalam kondisi yang baik
berhasil memperoleh ijazah pendidikan tinggi.

Pengaruh fasilitas hidup dalam keluarga dan rumah tangga terhadap perkembangan kognitif :

Keluarga lapisan bawah, lapisan menengah dan lapisan atas memiliki fasilitas yang berbeda-beda.
Keluarga lapisan bawah fasilitas yang kurang lengkap bila dibanding keluarga lapisan menengah dan
lapisan atas. Kelengkapan fasilitas mempunyai dampak yang positif terbadap pengembangan kognitif
anak yang belajar di sekolah.

Pengaruh besamya keluarga terhadap kemamuan intelektual :

Dari hasil-hasil penelitian dilaporkan bahwa besarnya keluarga berkorelasi negatif terhadap
kemampuan intelektual Dari hasil penelitian diketahui bahwa makin besar jumlah keluarga makin
rendah kemampuan intelektual anak. Sebaliknya makin kecil jumlah keluarga kemampuan intelektual
makin tinggi. Jika ditambah variabel lapisan keluarga, maka jumlah keluarga yang besar pada lapisan
bawah kemampuan intelaktual akan lebih rendah lagi di banding pada keluarga besar pada lapisan
menengah Oleh karena makin banyak jumlah anak maka kemampuan intelektual makin rendah apalagi
jika ditambah dengan lapisan keluarga rendah (miskin).

Pengaruh urutan kelahiran terhadap kemampuan intelektual :

Pengaruh urutan kelahiran telah dilaporkan oleh Laosa dan Sigel (1982). Dari hasil penelitian ini
diketahui makin menurun urutan kelahiran maka prestasi belajar makin rendah. Umumnya prestasi
belajar anak sulung lebih baik daripada prestasi bclajar anak kedua, anak kedua prestasi belajar lebih
baik dari anak ketiga dan seterusnya.

Pengaruh pekerjaan ibu :

Pengaruh antara ibu yang bekerja di luar rumah terhadap prestasi belajar anak belum ada kata sepakat.
Dari berbagai penelitian ada kecenderungan bahwa prestasi belajar anak dan ibu yang bekerja lebih
5

tinggi dari anak dan ibu yang tidak bekerja. Tetapi pada beberapa penelitian juga menghasilkan bahwa
prestasi belajar ibu yang tidak bekenja lebih tinggi dari pada prestasi belajar dari anak ibu yang bekerja.
Oleh karena itu perlu dilacak faktor yang lain yang menyebabkan keragu-raguan tersebut di atas
umpama jenis kerja dari ibu, kualitas keluarga dan sebagaiya.

Hubungan perlakuan orang tua dengan kemampuan kognitif :

Dari hasil penelitian Rollins dan Thomas yang dilaporkan oleh Lewin dan Havighurst (1982, p. 172-
173) menyatakan bahwa (1) makin besar dukungan orang tua makin tinggi tingkat perkembangan
kognitif anak, (2) makin kuat pemaksaan yang diberikan oleh orang tua maka makin rendah
perkembangan kognitif anak, (3) makin besar dukungan orang tua, makin tinggi kemampuan sosial dan
kemampuan instrumental anak, (4) makin kuat tingkat pemaksaan yang diberikan orang tua terhadap
anak-anaknya maka makin rendah kemampuan sosialnya, (5) bagi anak perempuan besarnya dukungan
dan frekuensi usaha pengawasan orang tua berkorelasi negatif terhadaap pencapaian prestasi akademik,
(6) bagi anak laki.laki besarnya dukungan orang tua dan kuatnya pengawasan orang tua berkorelasi
positif terhadap pencapaian prestasi belajar.

Luis M. Laosa dan Irving Sigel (1982) yang merangkumkan berbagai hasil penelitian juga melaporkan
hasil penelitian hubungan orang tua dengan keberhasilan belajar anak. Clarke dan Stewart meneliti
tentang penlakuan ibu dalam hubungan antara ibu dan anak terhadap prestasi belajar siswa
menyimpulkan bahwa prestasi belajar anak dipengaruhi oleh hubungan akrab antara ibu dan anak.
Dalam hubungan yang akrab itu ibu sering mengajak berbincang-bincang anaknya, ibu memberikan
hiburan terhadap anaknya, memberi pujian, pertolongan dan keterangan-keterangan ibu juga mengajar
berbagai hal seperti bekerja sama dengan anak lain serta mengembangkan kegiatan anak. Apabila
perlakuan tersebut di atas disertai suasana hubungan dan kasih sayang ternyata lebih meningkatkan
kemampuan intelektual dari pada penerapan disiplin yang kaku, pengawasan yang ketat, membujuk,
memberi perintah, dan larangan atau ancaman dan hukuman.

Pengaruh hubungan akrab antara ayah dan anak juga mempengaruhi kemampuan intelektual anak.
Pergaulan yang akrab antara orang tua ayah dan anak akan mengurangi rasa takut terhadap pengaulan
antara anak dengan orang-orang di luar keluarga. Pengaruh hubungan akrab anak laki-laki dan ayahnya
terhadap prestasi belajar lebih tinggi dari pada pengaruh hubungan akrab antara ayah dan anak putri
terhadap prestasi belajar.

Pengaruh latar belakang keluanga terhadap hasil belajar di sekolah :

Menurut John Simmons dan Leigh Alexander (1983) latar belakang keluarga biasanya berkaitan
dengan status sosial ekonomi keluarga. Status sosial ekonomi ini biasanya mempergunakan indikator
pendidikan keluarga, pekerjaan dan penghasilan orang tua. Beberapa penelitian juga memasukkan
indikator-indikator lain seperti harapan siswa, harapan keluarga, harapan masyarakat setempat terhadap
hasil belajar anak serta sikap mereka terhadap hasil belajar. Hasil penelitian yang dilaksanakan di India,
Chile, Iran, dan Thailand yang dilaporkan oleh Thorndike menjelaskan bahwa latar belakang keluarga
itu dapat menjelaskan perubahan prestasi belajar antara 1,5% sampai 8,7%. Jika dikontrol dengan
indikator-indikator yang berasal dari sekolah seperti kualitas pengajaran, fasilitas sekolah, jumlah siswa
dalam kelas dan sebagainya, hasil test menunjukkan sumbangan latar belakang keluarga itu tidak
signifikan.

http://blogminangkabau.wordpress.com/2008/05/27/peranan-guru-taman-kanak-kanak/

Peranan Guru Taman Kanak-kanak Dalam Membangun Generasi Islami


Oleh : H. Mas’oed Abidin

Sudah lama kita mendengar ungkapan, “jadilah kamu berilmu yang mengajarkan ilmunya, atau belajar
(muta’alliman), atau menjadi pendengar (mustami’an). Dan sekali jangan menjadi kelompok keempat,
6

yang tidak memiliki aktifitias keilmuan sama sekali. Yakni tidak mengajar, tidak pula belajar, serta
enggan untuk mendengar”.

Peran Guru adalah sesuatu pengabdian mulia dan tugas sangat berat.

Kemuliaannya terpancar dari keikhlasan membentuk anak manusia menjadi pintar, berilmu dan mampu
mengamalkan ilmunya, untuk kebaikan diri sendiri, kerluarga, dan kemaslahatan umat dikelilingnya.

Tugas itu berat, karena umat hanya mungkin dibuat melalui satu proses pembelajaran dengan
pengulangan terus menerus (kontiniutas) serta pencontohan (uswah) yang baik. Maka, tidak dapat tidak
pekerjaan ini memerlukan ketaletenan dan semangat yang prima.

Keberhasilan akan banyak ditopang oleh kearifan yang dibangun oleh kedalaman pengertian serta
pengalaman dalam membaca situasi serta upaya membentuk kondisi yang kondusif (mendukung)
disekitar kita. Pemahaman ini sangat perlu ditanamkan tatkala kita mulai melangkah ke alaf baru.

Alaf Baru.

Alaf Baru, atau Millenium Baru yang diawali dengan abad keduapuluh satu, ditandai :

(a). mobilitas serba cepat dan modern,


(b). persaingan keras dan kompetitif,
(c). komunikasi serba efektif, dunia tak ada jarak seakan global village,
(d). akan banyak ditemui limbah budaya kebaratan westernisasi.

Alaf baru ini diyakini hadir dengan tantangan global yang tidak bisa di cegah. Pertanyaan yang segera
meminta jawaban adalah, “Sudahkah kita siap menghadapi perubahan zaman yang cepat dan penuh
tantangan ini?”

Semua elemen masyarakat sangat berkewajiban mempersiapkan generasi baru yang siap bersaing
dalam era global tersebut.

Globalisasi membawa banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik dan bahkan menyangkut
setiap aspek kehidupan kemanusiaan.

Globalisasi menjanjikan pula harapan dan kemajuan seperti pertumbuhan ekonomi yang pesat, menjadi
alat menciptakan kemakmuran. Masyarakat. Indonesia sebagai bagian dari Asia Tenggara, sebelum
terjadinya krisis ekonomi 1997, dampaknya masih terasa hingga hingga sekarang, selama tiga
dasawarsa 1967-1997 pernah mengalami pertumbuhan ekonomi yang semu secara pesat.

Bank Dunia memasukkan kedalam “The Eight East Asian Miracle”, menjadi macan Asia bersama:
Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, Thailand, Singapura, Malaysia.[1]

Globalisasi membawa perubahan prilaku, terutama pada generasi muda (para remaja). Para remaja
cenderung bergerak menjadi generasi buih yang terhempas dipantai menjadi dzurriyatan dhi’afan.
Generasi buih adalah suatu generasi yang berpeluang menjadi “X-G” the loses generation, tidak berani
ikut serta didalam berlomba melawan gelombang samudera globalisasi.

Penyimpangan prilaku menjadi ukuran atas kemunduran moral dan akhlak.

Hilangnya kendali para remaja, berakibat ketahanan bangsa akan lenyap dengan lemahnya remaja.
Penyebab utama karena;

· rusaknya sistim, pola dan politik pendidikan.


· diperparah oleh hilangnya tokoh panutan,
· berkembangnya kejahatan orang tua,
· luputnya tanggung jawab lingkungan masyarakat,
· impotensi dikalangan pemangku adat,
7

· hilangnya wibawa ulama,


· bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi bisnis,
· profesi guru dilecehkan.

Prilaku umat juga berubah.

Interaksi dan ekspansi kebudayaan asing bergerak secara meluas.

Pengaruh budaya asing berkembang pesat, seperti ;

a. pengagungan materia secara berlebihan (materialistik),


b. pemisahan kehidupan duniawi dari supremasi agama (sekularistik),
c. pemujaan kesenangan indera mengejar kenikmatan badani (hedonistik).

Ketiga perangai dimaksud merupakan penyimpangan sangat jauh dari budaya luhur, yang pada
akhirnya berpeluang besar melahirkan Kriminalitas, perilaku Sadisme, dan Krisis moral secara meluas.

Hilangnya keseimbangan moral (dis-equilibrium) dalam tatanan kehidupan bermasyarakat


menyebabkan krisis-krisis, diantaranya ;

a. Krisis nilai. Akhlaq, etika individu dan moral sosial berubah drastik. Prilaku luhur bergeser kencang
kearah tidak acuh. Kadang-kadang sudah mentolerir sesuatu yang sebelumnya disebut maksiat.
b. Krisis konsep pergeseran pandang (view) cara hidup, dan ukuran nilai jadi kabur. Sekolahan yang
merupakan cerminan idealitas masyarakat tidak bisa dipertahankan.
c. Krisis kridebilitas dengan erosi kepercayaan. Pergaulan orang tua, guru dan muballig dimimbar
kehidupan mengalami kegoncangan wibawa.
d. Krisis beban institusi pendidikan terlalu besar.Tuntutan tanggung jawab moral sosial kultural
dikekang oleh sisitim dan aturan birokrasi. Kesudahannya, membelenggu dinamika institusi, akhirnya
impoten memikul beban tanggung jawab. Krisis relevansi program pendidikan mendukung kepentingan
elitis non-populis, tidak demokratis. Orientasi pendidikan beranjak dari mempertahankan prestasi
kepada orientasi prestise, keijazahan.
e. Krisis solidaritas, dan membesarnya kesenjangan miskin kaya, dan kesempatan mendapatkan
pendidikan tidak merata, kurangnya idealisme generasi remaja tentang peran dimasa datang.

Pergeseran budaya dengan mengabaikan nilai-nilai agama telah melahirkan tatanan hidup berpenyakit
sosial kronis, antara lain ;

a. kegemaran berkorupsi.
b. Aqidah masyarakat bertauhid namun akhlak tidak mencerminkan akhlak Islami.
c. Melalaikan ibadah.

Antisipasi.

Umat mesti mengantisipasi dengan penyesuaian-penyesuaian agar tidak menjadi kalah. Dalam
persaingan dimaksud, beberapa upaya semestinya disejalankan dengan ;

a. Memantapkan watak terbuka,


b. Pendidikan moral berpaksikan tauhid, mengamalkan nilai-nilai amar makruf nahi munkar seperti
tertera dalam QS.31, Lukman:13-17.
c. Integrasi moral yang kuat, berakhlak dan memiliki penghormatan terhadap orang tua, mempunyai
adab percakapan ditengah pergaulan,
d. Pendalaman ajaran agama tafaqquh fid-diin, dan berpijak pada nilai-nilai ajaran Islam yang
universal, tafaqquh fin-naas.
e. Perhatian besar terhadap masalah sosial atau umatisasi, teguh memilih kepentingan bersama dengan
ukuran moralitas taqwa, responsif dan kritis terhadap perkembangan zaman,
f. Mengenal kehidupan duniawi yang bertaraf perbedaan, memacu penguasaan ilmu pengetahuan,
g. Kaya dimensi dalam pergaulan mencercahkan rahmatan lil ‘alamin menampilkan kecerahan bagi
seluruh alam.
8

h. Iman dan ibadah, menjadi awal dari ketahanan bangsa.

Ketahanan umat bangsa terletak pada kekuatan ruhaniyah keyakinan agama dengan iman taqwa dan
siasah kebudayaan.

Intinya adalah tauhid. Implementasinya akhlaq.

Maka umat masa kini hanya akan menjadi baik dan kembali berjaya, bila sebab-sebab kejayaan umat
terdahulu dikembalikan. Bertindak atas dasar mengajak orang lain untuk menganutnya. “Memulai dari
diri sendiri, mencontohkannya kepada masyarakat lain”, (Al Hadist). Inilah cara yang tepat.

Bila penduduk negeri beriman dan bertaqwa dibukakan untuk mereka keberkatan langit dan bumi
(QS.7,al-A’raf:96).

Dakwah Risalah.

Ajakan kepada umat itu, tidak lain adalah seruan kepada Islam. Yaitu agama yang diberikan Khaliq
untuk manusia, yang sangat sesuai dengan fithrah manusia itu. Islam adalah agama Risalah, yang
ditugaskan kepada Rasul, dan penyebaran serta penyiarannya dilanjutkan oleh da’wah, untuk
keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia [2].

Perintah untuk melaksanakan tugas-tugas da’wah itu, secara kontinyu diturunkan oleh Allah SWT
seperti,

a) Supaya menyeru kejalan Allah, dengan petunjuk yang lurus (QS.Al-Ahzab, 33 : 45-46).
b) Seruan untuk menyembah Allah, kepada seluruh manusia . Perintah untuk menyeru Allah, tidak
boleh musyrik, supaya meminta kepadaNya dan persiapan diri untuk kembali kepada-Nya (QS.Al
Qashash, 28 : 87).

Pelaksananya setiap muslim.

Setiap mukmin adalah umat da’wah pelanjut Risalah Rasulullah yakni Risalah Islam. Umat yang
menjadi harapan masyarakat dunia, semestinya meniru watak-watak, yang ditunjukkan oleh penda’wah
pertama, Rasulullah SAW [3]

Untuk itu diperlukan setiap saat meneladani pribadi Muhammad SAW yang berguna sekali membentuk
effectif leader di Medan Da’wah. Da’wah itu, menuju kepada inti dan isi Agama Islam (QS. Al Ahzab,
33 : 21).

Keberhasilan suatu upaya da’wah (gerak da’wah) memerlukan pengorganisasian (nidzam) (Al Hadist).
[4]

Perangkat dalam organisasi selain dari orang-orang, adalah juga peralatan.

Satu dari peralatan terpenting adalah penguasaan kondisi umat, tingkat sosialnya dan juga budaya
mereka ini bisa terbaca dalam peta da’wah (Yusuf Qardhawi, 1990). Peta da’wah, bagaimanapun
kecilnya, memuat data-data tentang keadaan umat yang akan diajak tersebut.
Generasi Handal.

Perkembangan kedepan banyak ditentukan oleh peranan remaja sebagai generasi penerus dan pewaris
dengan kepemilikan ruang interaksi yang jelas menjadi agen sosialisasi guna menggerakkan kelanjutan
survival kehidupan kedepan.

Kita memerlukan generasi yang handal, dengan beberapa sikap;

a. daya kreatif dan innovatif, dipadukan dengan kerja sama berdisiplin,


b. kritis dan dinamis, memiliki vitalitas tinggi,
9

c. tidak mudah terbawa arus, sanggup menghadapi realita baru di era kesejagatan.
d. memahami nilai-nilai budaya luhur,
e. siap bersaing dalam knowledge based society,
f. punya jati diri yang jelas, hakekatnya adalah generasi yang menjaga destiny,
g. individu yang berakhlak berpegang pada nilai-nilai mulia iman dan taqwa,
h. motivasi yang bergantung kepada Allah, yang patuh dan taat beragama akan berkembang secara
pasti menjadi agen perubahan,
i. memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam sebagai kekuatan spritual, yang memberikan
motivasi emansipatoris dalam mewujudkan sebuah kemajuan fisik-material, tanpa harus mengorbankan
nilai-nilai kemanusiaan.

Semestinya dipahami bahwa kekuatan hubungan ruhaniyah (spiritual emosional) dengan basis iman
dan taqwa akan memberikan ketahanan bagi umat.

Hubungan ruhaniyah ini akan lebih lama bertahan daripada hubungan struktural fungsional.

Generasi baru yang mampu mencipta akan menjadi syarat utama keunggulan. Keutuhan budaya
bertumpu kepada individu dan masyarakat yang mampu mempersatukan seluruh potensi yang ada.

Generasi muda akan menjadi aktor utama dalam pentas kesejagatan di alaf (millenium) baru. Karena
itu, generasi muda (remaja) harus dibina dengan budaya yang kuat berintikan nilai-nilai dinamik yang
relevan dengan realiti kemajuan di era globalisasi.

Generasi masa depan (era globalisasi) yang diminta lahir dengan

a. budaya luhur (tamaddun),


b. berpaksikan tauhidik,
c. kreatif dan dinamik,
d. memiliki utilitarian ilmu berasaskan epistemologi Islam yang jelas,
e. tasawwur (world view) yang integratik dan umatik sifatnya (bermanfaat untuk semua, terbuka dan
transparan).

Sumbangan Ummat Islam.

Prakarsa umat Islam di Indonesia terhadap perguruan Islam, lazimnya disebut Madrasah atau
Pesantren, sangat signifikan bahkan sangat dominan. Sepanjang sejarah pendidikan Islam di Indonesia,
khususnya di Minangkabau sejak lama, dalam pendirian, pengembangan, pemberdayaan pendidikan
madrasah sangat besar.

Buktinya bertebaran pada setiap daerah, bahkan sampai kepelosok kampung-kampung. Sumatera
Thawalib, Madrasah Diniyah Islamiyah, baik tingkat awaliyah, tsanawiyah, bahkan ‘aliyah, sudah
dikenal sejak lama. Sebagai contohnya ditemui dimana-mana.[5]

Pendidikan yang akan dikembangkan adalah pendidikan akhlak, budi pekerti.

Maka akhlak karimah (budi pekerti sempurna) adalah tujuan sesungguhnya dari proses pendidikan, dan
menjadi wadah diri dalam menerima ilmu-ilmu lainnya.

Ilmu yang benar membimbing umat kearah amal karya, kreasi, inovasi, motivasi yang shaleh (baik).

Dapat diyakini bahwa Akhlak merupakan,


- jiwa pendidikan,
- inti ajaran agama,
- buah dari keimanan.

Pendidikan dan Dakwah

Mendidik tidak dapat dipisah dari satu gerakan dakwah.


10

Menggalang saling pengertian, koordinasi sesamanya mempertajam faktor-faktor pendukungnya,


membuka pintu dialog persaudaraan (hiwar akhawi). Ada baiknya di pelajari pembentukan efektif
leader dari Rasulullah SAW dan ini merupakan salah satu kunci keberhasilan da’wah Rasulullah.

Aktualisasi dari nilai-nilai Al-Qur’an itu, hanya bisa diselesaikan dengan satu gerak amal nyata yang
berkesinambungan (kontinyu), berkapasitas terhadap seluruh aktivitas kehidupan manusia, melalui ;

kemampuan bergaul, mencintai, berkhidmat, menarik,

mengajak (da’wah) , merapatkan potensi barisan (shaff),

mengerjakan amal-amal Islami secara bersama-sama (jamaah),

Gerakan ini membuahkan agama yang mendunia (globalisasi agama). Usaha ini akan menjadi gerakan
antisipatif terhadap arus globalisasi negatif pada abad-abad mendatang. Al-Qur’an telah
mendeskripsikan peran agama Allah (Islam) sebagai agama yang kamal (sempurna) dan nikmat yang
utuh, serta agama yang diridhai (QS.Al Maidah, 5 : 3).

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah
secara ikhlas, yakni orang Muslim, merekapun mengerjakan kebaikan-kebaikan” (QS. An Nisak, 4 :
125).

Karena itu setiap Muslim, dengan nilai-nilai Al Qur’an wajib mengemban missi yang berat dan mulia
(mission sacre), yaitu merombak kekeliruan ke arah kebenaran. Inilah yang dimaksud secara hakiki
“perjalanan kepada kemajuan (al madaniyah, modernitas)”.

Semuanya berkehendak kepada gerak yang kontinyu, utuh dan terprogram. Hasilnya tidak mungkin
diraih dengan kerja sambilan. Karena buah yang dipetik adalah sesuai dengan bibit yang ditanam.
Begitu suatu natuur-wet (sunnatullah, = undang-undang alami).

Dalam langkah da’wah Ila-Allah, setiap muslim berkewajiban menapak tugas tabligh (menyampaikan),
kemudian mengajak (da’wah) kemudian mengwujudkan kehidupan agama yang mendunia (dinul-
harakah al-alamiyyah). Inilah tugas dan peran “umat da’wah” menurut nilai-nilai Al-Qur’an (QS. Ali
Imran, 3 : 104 ).

“Perjalanan kepada kemajuan” ini tidak perlu ditunggu waktu sampai besok, kerjakan dari sekarang
mana yang bisa dikerjakan,dan mulailah dengan apa yang ada, karena yang ada itu sebenarnya sudah
amat cukup untuk memulai. Begitu mabda’ (prinsip) satu gerak amal yang disebut “harakah Islamiyah”
di masa persaingan ketat sekarang.

Setiap Muslim harus memulai melakukan perbaikan (ishlah). Dimulai dengan,

(1). Ishlahun-nafsi, yaitu perbaikan kualitas diri sendiri, sebagaimana arahan Rasulullah “Mulailah dari
diri kamu kemudian lanjutkan kepada keluargamu dan kepada lingkunganmu” (Al Hadist).

(2) Islahul-ghairi yaitu perbaikan kualitas terhadap lingkungan menyangkut masalah keluarga,
hubungan sosial masyarakat, sosial ekonomi, kebudayaan dan pembinaan alam lingkungan yang
dikenal sebagai pembangunan yang bersifat sustainable development atau pengembangan
pembangunan yang berkesinambungan.

Da’wah ini tidak akan berhenti dan akan berkembang terus sesuai dengan variasi zaman yang
senantiasa berubah. Jumlah pendidikan Islam (madrasah, taman kanak-kanak Islam) berkembang atas
inisiatif masyarakat Muslim ditengah komunitasnya. Ekspansi ormas Islam seperti Muhammadiyah,
Perti dan lainnya gesit sekali. Fenomena diakhir abad keduapuluh menggambarkan telah terjadi
stagnasi yang signifikan.[6]
11

Jika kondisinya demikian, peran serta bagaimana yang dituntut kepada masyarakat ? Rasanya tidak adil
kalau pihak pemerintah menuntut lebih banyak dari masyarakat, khususnya dalam bidang dana dan
daya (tenaga pengajar).

· Langkah awal menanamkan kesadaran tinggi (to create the high level awareness), kesadaran tentang
perlunya perubahan dan dinamik yang futuristik. Langkahnya perlu dengan penggarapan secara
sistematik dan pen-dekatan proaktif mendorong terbangunnya proses pengupayaan (the process of
empowerment).

· Langkah kedua melakukan tahapan perencanaan dengan rangka kerja yang terarah, terencana
mewujudkan keseimbangan dan minat (motivasi) dan gita kepada iptek, keterampilan dan pemantapan
siyasah. Aspek pendidikan dan latihan adalah faktor utama dalam peng-upayaan. Konsep-konsep visi,
misi, selalu terbentur dalam pencapaian oleh karena lemahnya metodologi dalam operasional
pencapaiannya.

· Langkah ketiga memantapkan tahapan pelaksanaan aktualisasi secara sistematis (the level of
actualization). Bila pendidikan ingin dijadikan modus operandus disamping kurikulum ilmu terpadu
dan holistik, sangat perlu pembentukan kualita pendidik (murabbi) yang sedari awal mendapatkan
pembinaan. Pendekatan integratif dengan mempertimbangkan seluruh aspek metodologis berasas
kokoh tamaddun yang holistik dan bukan utopis.

Pemberdayaan Ummat.
Dalam pemberdayaan manajemen pendidikan, yakni dalam peningkatan managemen yang lebih
accountable, baik dari segi keuangan maupun organisasi. Melalui peningkatan ini, sumber finansial
masyarakat dapat dipertanggung jawabkan secara lebih efisien dan peningkatan kualitas pendidikan
dapat dicapai. Segi organisasi lebih menjadi viable (dapat hidup terus, berjalan, bergairah, aktif dan
giat) dan juga durable (dapat tahan lama) sesuai perubahan dan tantangan zaman.
Peran serta masyarakat dalam pengembangan dengan quality oriented., berkualitas unggulan, sehingga
mendorong madrasah menjadi lembaga center of exellence, yang menghasilkan anak didik
berparadigma ilmu yang komprehensif, yakni pengetahuan agama plus keterampilan.

Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber sumber belajar yang terdapat didalam
masyarakat sehingga sistim pendidikan Islam tidak terpisah dan menjadi bagian integral dari
masyarakat Muslim keseluruhan.

Melalui pengembangan ini madrasah bisa menjadi core, inti, mata dan pusar dari learning society,
masyarakat belajar. Sasarannya, membuat anak didik menjadi terdidik, berkualitas, capable, fungsional,
integrated ditengah masyarakatnya.

Setiap Muslim harus jeli (‘arif) dalam menangkap setiap pergeseran yang terjadi karena perubahan
zaman ini. Harus mampu menjaring peluang-peluang yang ada, sehingga memiliki visi jauh ke depan.
“Laa tansa nashibaka minaddunya”, artinya “jangan sampai kamu melupakan nasib/peranan kamu
dalam percaturan hidup dunia (Q.S. 28: 77).

Membentuk Sumber Daya Ummat.


Kita berkewajiban membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi Sumber Daya Umat (SDU)
yang bercirikan kebersamaan dengan nilai asas “gotong royong”, berat sepikul ringan sejinjing, atau
prinsip ta’awunitas.

Untuk itu, beberapa model perlu dikembangkan dikalangan para pendidik.

· pemurnian wawasan fikir disertai kekuatan zikir,


· penajaman visi,
· perubahan melalui ishlah atau perbaikan,
· mengembangkan keteladanan uswah hasanah,
· sabar, benar, dan memupuk rasa kasih sayang melalui pengamalan warisan spiritual religi.
12

· Menguatkan solidaritas beralaskan pijakan iman dan adat istiadat luhur, “nan kuriak kundi nan sirah
sago, nan baik budi nan indah baso”

Intensif menjauhi kehidupan materialistis, “dahulu rabab nan batangkai kini langgundi nan babungo,
dahulu adat nan bapakai kini pitih nan paguno”.

Langkah Kedepan.

a. pembinaan human capital melalui keluasan ruang gerak mendapatkan pendidikan,


b. pembinaan generasi muda yang akan mewarisi pimpinan berkualiti, memiliki jati diri, padu dan
lasak, integreted inovatif.
c. Mengasaskan agama dan akhlak mulia sebagai dasar pembinaan generasi muda.
d. Langkah drastik mencetak ilmuan Muslim yang benar-benar beriman taqwa.
e. Pembinaan minat dan wawasan generasi muda kedepan yang bersatu dengan akidah, budaya dan
bahasa bangsa.
f. Secara sungguh-sungguh mewujudkan masyarakat madani yang berteras kepada prinsip keadilan
(equity) sosial yang terang.

Sungguh suatu nikmat yang wajib disyukuri. “Lain syakartum la adzidannakum“, bila kamu mampu
menjaga nikmat Allah (syukur), niscaya nikmat itu akan ditambah.

Khatimah.

a. Kemenangan hanya disisi Allah. Sesuai Firman Allah yang artinya, “(Ingatlah!), ketika kamu
memohon pertolongan kepada Rabb-mu, lalu diperkenankan-Nya bagimu : “Sesungguhnya Aku akan
mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang dating berturut-turut”. Dan Allah
tidak menjadikannya (mengirimkan bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu
menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS.8, Al-Anfal : 9-10).

b. Allah akan menolong setiap orang yang membantunya. Firman Allah menyebutkan : Artinya, “Jika
Allah menolong kamu, maka tidak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah
membiarkan kamu (tidak memberikan pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong
kamu selain dari Allah sesudah itu ? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin
bertawakkal” (QS.3, Ali “Imran : 160).

c. Kuatkan hati, karena Allah selalu beserta orang yang beriman. Sesuai Firman Allah Artinya, “Jikalau
kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, yaitu ketika
orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya “Janganlah kamu
berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada
Muhammad dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan
seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”. (QS.9, at-Taubah : 40).

Upaya ini dapat dilakukan dengan cara ;

· memulai dari lembaga keluarga dan rumah tangga,


· memperkokoh peran orang tua, ibu bapak ,
· fungsionalisasi peranan ninik mamak dan unsur masyarakat secara efektif,
· memperkaya warisan budaya, setia, cinta dan rasa tanggung jawab patah tumbuh hilang berganti
· menanamkan aqidah shahih (tauhid), dan istiqamah pada agama yang dianaut,
· menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur (Apabila sains dipisah dari aqidah
syariah dan akhlaq akan melahirkan saintis tak bermoral agama, konsekwensinya ilmu banyak dengan
sedikit kepedulian )
· Menanamkan kesadaran, tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban asasi individu secara amanah
13

· penyayang dan adil dalam memelihara hubungan harmonis dengan alam


· melazimkan musyawarah dengan disiplin dan teguh politik, kukuh ekonomi
· bijak memilih prioritas pada yang hak sebagai nilai puncak budaya Islam yang benar. Sesuatu akan
selalu indah selama benar.

Budaya adalah wahana kebangkitan bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan
budayanya.

Demikianlah, semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan Hidayah-Nya, amin.

[1] Dalam bidang ekonomi ini, negara-negara Asean menikmati pertumbuhan rata-rata 7-8 % pertahun,
sementara Amerika dan Uni Eropa hanya berkesempatan menikmati tingkat pertumbuhan ekonomi
rata-rata 2,5 sampai 3 % pertahun. Populasi Asean sekarang 350 juta, diperkirakan tahun 2003 saat
memasuki AFTA, populasi ini akan mencapai 500 juta (Adi Sasono, Cides, 1997).

Sayang sekali, pertumbuhan ekonomi ini tidak dapat dipelihara. Maka scenario pertumbuhan untuk
tahun 2019, atau APEC, dimana termimpikan kawasan ini akan menguasai 50,7 % kekayaan dunia,
Amerika dan Uni Eropa hanya 39,3% dan selebihnya 10 % dikuasai Afrika dan Amerika Latin (Data
Deutsche Bank, 1994), tampaknya jauh panggang dari api.

Bila mimpi ini menjadi kenyataan, apa artinya semua ini? Kita akan menjadi pasar raksasa yang akan
diperebutkan oleh orang-orang di sekeliling. Bangsa kita akan dihadapkan pada “Global Capitalism”.
Kalau kita tidak hati-hati keadaan akan bergeser menjadi “Capitalism Imperialism” menggantikan
“Colonialism Imperialis” yang sudah kita halau 50 tahun silam. Dengan “Capitalism Imperialism” kita
akan terjajah di negeri sendiri tanpa kehadiran fisik si penjajah.

[2] Tugas seperti ini, menjadi tugas para Rasul sebelumnya. Menjadi sempurna dan lengkap dengan
keutusan Muhammad. Maka, manusia (umat) menjadi penerus dan pelaksana da’wah itu terus menerus
sepanjang masa (QS. Ar-Ra’d, 13 : 35). Ditegaskan dalam kalimat sederhana tapi padat, bahwa da’wah
kita adalah Da’wah Ila-Allah (QS. Ali Imran, 3 : 104).

[3] (Mohammad Natsir, Tausiyah 24 tahun Dewan Dakwah, Media Dakwah, Jakarta 1992, Da’wah kita
adalah Da’wah Ila-Allah).

[4] Menurut bimbingan Rasulullah bahwa al haqqu bi-laa nizham yaghlibuhu al baathil bin-nizam
bermakna bahwa yang hak sekalipun, tetapi tidak mengindahkan pengaturan (organisasi) senantiasa
akan di kalahkan oleh yang bathil tetapi dijalankan terorganisir. Allah menghendaki, kelestarian Agama
ini dengan kemampuan mudah, luwes, elastis, tidak beku dan tidak bersifat bersitegang.

[5] Para thalabah lulusan madrasah dan pendidikan sistim surau, umumnya berkiprah dikampung
halaman setelah selesai menuntut ilmu, dengan mendirikan sekolah-sekolah agama, bersama-sama
dengan masyarakat, memulainya dari akar rumput. Pemberdayaan potensi masyarakat digerakkan
secara maksimal dan terpadu untuk menghidupkan pendidikan Islam, untuk mencerdaskan umat dan
menanamkan budi pekerti (akhlak Islami), seiring dengan berlakunya kaedah adat bersendi syarak,
syarak bersendi Kitabullah. Semuanya didorong oleh pengamalan Firman Allah, “Tidak sepatutnya
bagi orang Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya.” (QS.IX, at Taubah, ayat 122).

[6] Merosotnya peran kelembagaan pendidikan madrasah di Minangkabau dalam bentuk surau,
mendorong para elit untuk mengadopsi istilah pondok pesantren yang semula nyaris diidentikkan
dengan perguruan tradisional di Jawa.
14

By Buya Masoed Abidin, on Mei 27, 2008 at 4:16 pm, under Buya Masoed Abidin, Cinta, Education,
Kesatuan Bangsa, Komentar, Masyarakat Adat, Minangkabau, PAUD, Pendidikan, Suluah Bendang di
Nagari, Sumatera Barat. . Tidak ada Komentar
Komentar tulisan or leave a trackback: Trackback URL.
« Pasan Rang Gaek (3), Tau di nan Ampek
H Baroen bin Ja’koeb, oleh A Ikhdan Nizar Sutan Diateh, http://www.kotogadang-pusako.com/ »

http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=287

PGTK2102
Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama

Rangkuman Mata Kuliah

MODUL 1
POLA ORIENTASI MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1
Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-kanak

Pada usia Taman Kanak-kanak anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari dalam
rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau
ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh
cognitive motivation aspects dan affective motivation aspects.

Menurut John Dewey tahapan perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral,
conventional dan autonomous. Anak Taman Kanak-kanak secara teori berada pada fase pertama dan
kedua. Oleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan kedua karakteristik tahapan perkembangan
moral tersebut. Sedangkan menurut Piaget, seorang manusia dalam perkembangan moralnya melalui
tahapan heteronomous dan autonomous.

Seorang guru Taman Kanak-kanak harus memperhatikan tahapan hetero-nomous karena pada tahapan
ini anak masih sangat labil, mudah terbawa arus, dan mudah terpengaruh. Mereka sangat membutuhkan
bimbingan, proses latihan, serta pembiasaan yang terus-menerus.

Moralitas anak Taman Kanak-kanak dan perkembangannya dalam tatanan kehidupan dunia mereka
dapat dilihat dari sikap dan cara berhubungan dengan orang lain (sosialisasi), cara berpakaian dan
berpenampilan, serta sikap dan kebiasaan makan. Demikian pula, sikap dan perilaku anak dapat
memperlancar hubungannya dengan orang lain.

Penanaman moral kepada anak usia Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan berbagai cara dan
lebih disarankan untuk menggunakan pendekatan yang bersifat individual, persuasif, demokratis,
keteladanan, informal, dan agamis.

Beberapa program yang dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak dalam rangka menanamkan dan
mengembangkan perilaku moral anak di antaranya dengan bercerita, bermain peran, bernyanyi,
mengucapkan sajak, dan program pembiasaan lainnya.

Kegiatan Belajar 2
Pengembangan Kemampuan Kepribadian/Moral bagi Anak Taman Kanak-kanak
15

Perkembangan moral dan etika pada diri anak Taman Kanak-kanak dapat diarahkan pada pengenalan
kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang lain. Misalnya, mengenalkan dan menghargai
perbedaan di lingkungan tempat anak hidup, mengenalkan peran gender dengan orang lain, serta
mengembangkan kesadaran anak akan hak dan tanggung jawabnya.

Puncak yang diharapkan dari tujuan pengembangan moral anak Taman Kanak-kanak adalah adanya
keterampilan afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk merespon orang lain dan
pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam kehidupan teman
disekitarnya.

Hal yang bersifat substansial tentang pengembangan moral anak usia Taman Kanak-kanak di antaranya
adalah pembentukan karakter, kepribadian, dan perkembangan sosialnya. Guru Taman Kanak-kanak
harus menguasai strategi pengembangan emosional, sosial, moral dan agama bagi anak Taman Kanak-
kanak. Juga, guru Taman Kanak-kanak perlu untuk senantiasa mengadakan penelitian tentang
pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi anak usia prasekolah.

MODUL 2
TAHAP PERKEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1
Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak

Ruang lingkup tahapan/pola perkembangan moral anak di antaranya adalah tahapan kejiwaan manusia
dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya sendiri, mempersonalisasikan dan
mengembangkannya dalam pembentukan pribadi yang mempunyai prinsip, serta dalam mematuhi,
melaksanakan/ menentukan pilihan, menyikapi/menilai, atau melakukan tindakan nilai moral

Menurut Piaget anak berpikir tentang moralitas dalam 2 cara/tahap, yaitu cara heteronomous (usia 4-7
tahun ), di mana anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat dunia (lingkungan) yang
tidak berubah dan lepas dari kendali manusia dan cara autonomous (usia 10 tahun keatas) di mana anak
sudah menyadari bahwa aturan-aturan dan hukum itu diciptakan oleh manusia.

Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak usia prasekolah berada pada level/tingkatan yang paling
dasar, yaitu penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan
internalisasi nilai-nilai moral. Pertimbangan moralnya didasarkan pada akibat-akibat yang bersifat fisik
dan hedonistik.

Ada 4 area perkembangan yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan pengembangan atau pendidikan usia
prasekolah, yaitu perkembangan fisik, sosial emosional, kognitif dan bahasa.

Kegiatan Belajar 2
Perkembangan Moral Anak Indonesia

Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak di dunia pada
umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia diantaranya kenyataan
hidup, tantangan yang dihadapi, dan harapan yang dicita-cita oleh komunitas manusia itu sendiri.

Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah bagaimana upaya
kita sebagai seorang guru Taman Kanak-kanak agar setiap perbedaan yang muncul dapat kita arahkan
menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya. Tidak ada salahnya
kita sisipkan pendidikan multikultur kepada anak usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan tingkat dan
pemahaman mereka.

MODUL 3
DISONANSI MORAL

Kegiatan Belajar 1
Disonansi Moral
16

Hakikat anak sebagai manusia pada umumnya memiliki 3 tenaga dalam, yaitu Id, Ego, dan Super Ego
yang akan memberikan pengaruh untuk melakukan berbagai kegiatan positif maupun negatif. Sebagai
guru Taman Kanak-kanak Anda harus mencermatinya agar dapat memberikan motivasi untuk
mengarahkan pada kegiatan yang positif. Pendidikan akan sangat berarti bagi anak didik jika mampu
membuahkan hasil yaitu adanya perubahan sikap dan perilaku ke arah positif.

Dalam teori penanaman moral dan etika, dikenal adanya istilah Disonansi Moral yang berarti gema,
atau echo yang ada pada diri manusia yang bersifat melemahkan suara hati dan prinsip-prinsip, serta
keyakinan dalam proses pendidikan maupun kehidupan. Lawan dari Disonansi Moral adalah
Resonansi, yang justru mengukuhkan/menekankan adanya gema atau getar nilai, norma dan moral yang
telah diketahui seseorang dari proses pendidikan sebelumnya. Peranan guru dan orang tua dalam hal ini
adalah sebagai pengontrol dan pengendali perilaku dan sikap anak didik kita, dalam proses pendidikan
yang mereka jalani. Peranan resonansilah yang patut kita tekankan dalam kegiatan pendidikan yang
perlu kita disain bersama.

Menurut Freud, diri manusia memiliki struktur psikologis yang bertugas mengalirkan dorongan-
dorongan atau energi psikis yang ada. Struktur ini berfungsi sebagai mediator (perantara) atau
dorongan dan perilaku seseorang.

Kegiatan Belajar 2
Penyebab Disonansi Moral

Munculnya disonansi pada diri manusia disebabkan adanya beberapa faktor penyebab, seperti disonansi
kognitif, disonansi personal, disonansi sosio politis dan disonansi pengaruh kemajuan ilmu
pengetahuan dan pola modernisasi.

Disonansi kognitif muncul karena adanya rasa lebih tahu segalanya, mengetahui cara/jalan keluarnya
jika suatu saat perbuatannya diketahui, merasa lihai dalam memberikan argumentasi. Disonansi
personal muncul didorong oleh kebutuhan dan kepentingan diri, ketergesaan, dan keadaan darurat,
kekerabatan dan keluarga, keyakinan diri dan mitos, kebiasaan dan budaya, tugas dan jabatan, dan
hasrat untuk sukses dan kesenangan. Disonansi sosio politis dimungkinkan oleh adanya faktor ideologi,
ras dan kesukuan, nasionalisme dan sebagainya.

Keterbukaan dalam komunikasi, peningkatan mobilitas dan pengendoran integritas manusia, pola hidup
dan pola pikir yang rasional, materialisme, individualisme, daya tarik kehidupan sosial, dan
peningkatan persaingan telah menjadi masalah kehidupan yang harus kita cermati bersama dalam
menyelamatkan anak didik kita masing-masing.

MODUL 4
BERBAGAI PENDEKATAN PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK TAMAN KANAK-
KANAK

Kegiatan Belajar 1
Pendekatan Pengembangan Moral Bagi Anak Taman Kanak-kanak

Setiap tindakan guru atau orang tua dalam melakukan suatu kegiatan pendidikan seyogyanya dilandasi
oleh keputusan profesional yang diambil berdasarkan informasi dan pengetahuan yang sekurang-
kurangnya meliputi 3 hal, yaitu apa yang diketahui tentang proses belajar dan perkembangan anak, apa
yang diketahui tentang kekuatan, minat dan kebutuhan setiap individu anak di dalam kelompoknya,
serta pengetahuan tentang konteks sosial kultural di mana anak hidup.

Hal yang perlu menjadi bahan pemahaman para guru dan orang tua dalam rangka menentukan
pendekatan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar adalah pengetahuan tentang teknik membentuk
tingkah laku anak. Teknik-teknik itu meliputi teknik memahami, mengabaikan, mengalihkan perhatian,
keteladanan, hadiah, perjanjian, membentuk, merubah lingkungan rumah, memuji, mengajak,
menantang, menggunakan akibat yang wajar dan alamiah, sugesti, meminta, peringatan atau isyarat,
kerutinan dan kebiasaan, menghadapkan suatu problem, memecahkan perselisihan, menentukan batas-
batas aturan, menimpakan hukum, penentuan waktu dan jumlah hukuman, serta menggunakan
pengendalian secara fisik.
17

Kegiatan Belajar 2
Macam-macam Pendekatan dan Metode untuk Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak

Untuk pengembangan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang memungkinkan
terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nilai-nilai agama, dan moralitas agar anak dapat
menjalani hidup sesuai dengan norma yang dianut masyarakat. Dalam menentukan suatu pendekatan
dan metode yang akan dipergunakan pada program kegiatan anak, guru perlu mempunyai alasan yang
kuat dan faktor-faktor yang mendukung seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak
yang diajar.

Metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak usia Taman Kanak-kanak (TK)
untuk kepentingan pengembangan dan pembelajaran moral dan agama anak di antaranya: bercerita,
karyawisata, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan sebagainya. Ada beberapa macam cara bercerita yang
dapat dipergunakan antara lain guru dapat membacakan langsung dari buku (story reading),
menggunakan ilustrasi buku gambar (story telling), menggunakan papan flannel, menggunakan boneka,
dan bermain peran dalam suatu cerita.

MODUL 5
STRATEGI DAN CONTOH PENYUSUNAN PERENCANAAN PENANAMAN SERTA
PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1
Materi Inti dan Contoh Penyusunan Perencanaan Penanaman dan Pengembangan Moral Anak Taman
Kanak-kanak

Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan ada
dalam kehidupan sehari-hari anak di Taman Kanak-kanak. Melalui program ini diharapkan anak dapat
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang dimaksud
meliputi pembentukan moral Agama, Pancasila, perasaan/emosi, kemampuan bermasyarakat dan
disiplin.

Tujuan dari program pembentukan perilaku adalah untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam
mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai-nilai moral agama dan Pancasila.

Kompetensi dan hasil belajar yang ingin dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama
adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai
sesama.

Kegiatan Belajar 2
Penyusunan Strategi dalam Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak

Pengembangan dan pendidikan moral bagi anak Taman Kanak-kanak berdasarkan GBPKB TK,
kurikulum berbasis komptensi, dan menu pembelajaran anak usia dini memiliki substansi ruang
lingkup kajian sebagai berikut.
latihan hidup tertib dan teratur;
aturan dalam melatih sosialisasi;
menanamkan sikap tenggang rasa dan toleransi;
merangsang sikap berani, bangga dan bersyukur, bertanggung jawab;
latihan pengendalian emosi, dan
melatih anak untuk dapat menjaga diri sendiri.

MODUL 6
ALAT PENILAIAN DALAM PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1
Alat Penilaian dalam Pengembangan Moral Anak
18

Penilaian bertujuan untuk mengetahui ketercapaian kemampuan yang telah ditetapkan dalam Garis-
garis Besar Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak. Penilaian hasil belajar anak didik
dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar anak didik
secara berkesinam-bungan.

Prinsip-prinsip penilaian adalah menyeluruh, berkesinambungan, berorientasi pada proses dan tujuan,
objektif, mendidik, kebermaknaan, dan kesesuaian.

Pada saat kita akan melakukan penilaian dalam berbagai hal termasuk di dalamnya menilai
perkembangan moral, kita perlu menentukan alat penilaian yang tepat dengan kondisi anak yang
sesungguhnya. Alat pendukung tersebut adalah:
pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot
pemberian tugas meliputi tes perbuatan dan pertanyaan lisan sebagai latihan mengungkapkan gagasan
dan keberanian berbicara.

Kegiatan Belajar 2
Macam-macam Strategi Perencanaan Penilaian dalam Pengembangan Moral Anak Usia Taman Kanak-
kanak

Untuk mengekspresikan proses kegiatan belajar, guru perlu melakukan penilaian atau evaluasi.
Penilaian perlu dilaksanakan agar guru Taman Kanak-kanak mendapat umpan balik tentang kualitas
keberhasilan dalam kegiatan anak yang diarahkan untuk pengembangan perilaku dan moralitas secara
keseluruhan.

Penilaian yang dilakukan guru merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar, baik
yang menggunakan metode bercakap-cakap, bercerita, maupun bermain peran. Tanpa adanya penilaian,
tidak dapat diketahui secara rinci apakah tujuan pengembangan aspek perilaku dan moralitas anak
dapat dicapai secara maksimal. Hasil penilaian kualitas keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran
tersebut, memberikan masukan kepada guru untuk membuat keputusan pembelajaran, dalam rangka
meningkatkan mutu pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan metode tersebut dimasa yang akan
datang.

MODUL 7
PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1
Esensi Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak

Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama, yang keberadaannya sangat
strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-anak, agar mereka menjadi orang-orang
yang kuat, terbiasa, dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya.

Pendidikan nilai-nilai keagamaan merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya,
dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dalam setiap insan sejak dini, hal ini merupakan awal yang
baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani jenjang pendidikan selanjutnya.

Bangsa ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai keagamaan ini pun dikehendaki
agar dapat menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila pertama dan
sila berikutnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan
yang merupakan kunci dalam membentuk kehidupan manusia ke arah peradabannya menjadi sesuatu
yang sangat strategis dalam mencapai tujuan itu semua.

Kegiatan Belajar 2
Potret, Hakikat, dan Target Anak Taman Kanak-kanak dalam Belajar Nilai-nilai Keagamaan

Setiap potensi apapun yang muncul dari anak seyogianya kita kembangkan dengan jelas dan
terprogram dengan baik. Tidak hanya perkembangan bahasa, daya pikir, keterampilan dan jasmani saja,
namun aspek keagamaan pun seharusnya menjadi salah satu pokok pengembangan dan pembinaan
yang harus dikelola, diprogram dan diarahkan dengan sempurna
19

Kaitannya dengan hakikat belajar anak Taman Kanak-kanak pada nilai-nilai keagamaan, seharusnya
kita pahami bahwa hal itu harus berorientasi pada fungsi pendidikan di Taman Kanak-kanak itu sendiri,
yaitu sebagai fungsi adaptasi, fungsi pengembangan dan fungsi bermain. Penyelenggaraannya pun
harus sesuai dengan 6 prinsip, yaitu prinsip pengamatan, peragaan, bermain sambil belajar,
otoaktivitas, kebebasan dan prinsip keterkaitan dan keterpaduan.

Target dalam mengembangkan nilai-nilai keagamaan kepada anak Taman Kanak-kanak adalah
diharapkan mampu mewarnai pertumbuhan dan perkembangan dari diri mereka. Sehingga diharapkan
akan muncul suatu dampak positif yang berkembang meliputi fisik, akal pikiran, akhlak, perasaan
kejiwaan, estetika, dan kemampuan sosialisasinya diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan.

MODUL 8
RUANG LINGKUP PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA BAGI ANAK TAMAN KANAK-
KANAK

Kegiatan Belajar 1
Ruang Lingkup Pengembangan Nilai-nilai Agama Bagi Anak Taman Kanak-kanak

Berdasarkan GBPKB TK pengembangan nilai-nilai agama untuk anak Taman Kanak-kanak berkisar
pada kegiatan kehidupan sehari-hari. Secara khusus penanaman nilai-nilai keagamaan bagi anak Taman
Kanak-kanak adalah meletakkan dasar-dasar keimanan, kepribadian/budi pekerti yang terpuji dan
kebiasaan ibadah sesuai dengan kemampuan anak.

Ada 3 aspek yang harus diperhatikan dalam menetapkan tujuan penanaman nilai-nilai keagamaan
kepada anak Taman Kanak-kanak, yaitu aspek usia, aspek fisik, dan aspek psikis anak.

Rasa keagamaan dan nilai-nilai keagamaan akan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangan psikis maupun fisik anak. Perhatian anak terhadap nilai-nilai dan pemahaman
agama akan muncul manakala mereka sering melihat dan terlibat dalam upacara-upacara keagamaan,
dekorasi dan keindahan rumah ibadah, rutinitas, ritual orang tua dan lingkungan sekitar ketika
menjalankan peribadatan.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan nilai-nilai keagamaan pada diri anak,
yaitu faktor pembawaan (internal) dan lingkungan (eksternal).

Kegiatan Belajar 2
Sifat-sifat Pemahaman Anak Taman Kanak-kanak pada Nilai-nilai Keagamaan

Sifat-sifat pemahaman anak usia Taman Kanak-kanak terhadap nilai-nilai keagamaan pada saat
mengikuti kegiatan belajar mengajar di antaranya:
Unreflective: pemahaman dan kemampuan anak dalam mempelajari nilai-nilai agama sering
menampilkan suatu hal yang tidak serius. Mereka melakukan kegiatan ibadah pun dengan sikap dan
sifat dasar yang kekanak-kanakan. Tidak mampu memahami konsep agama dengan mendalam.
Egocentris: dalam mempelajari nilai-nilai agama, anak usia Taman Kanak-kanak terkadang belum
mampu bersikap dan bertindak konsisten. Anak lebih terfokus pada hal-hal yang menguntungkan
dirinya.
Misunderstand: anak akan mengalami salah pengertian dalam memahami suatu ajaran agama yang
banyak bersifat abstrak.
Verbalis dan Ritualis: kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan nilai-nilai agama pada
diri mereka dengan cara memperkenalkan istilah, bacaan, dan ungkapan yang bersifat agamis. Seperti
memberi latihan menghafal, mengucapkan, memperagakan, dan sebagainya
Imitative: anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat secara langsung. Mereka banyak meniru dari
apa yang pernah dilihatnya sebagai sebuah pengalaman belajar.

Dengan demikian guru dan orang tua harus memperhatikan sifat-sifat tersebut untuk kepentingan
menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat buat anak. Kita harus tetap melakukan pendekatan
progresif dan penyadaran jiwa dan kepribadian mereka.
20

Kegiatan Belajar 3
Pokok-pokok Materi Pengembangan Nilai Keagamaan pada Anak Taman Kanak-kanak

Dalam proses pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama bagi anak usia Taman Kanak-kanak,
muatan materi pembelajarannya harus bersifat:
Aplikatif: materi pembelajaran bersifat terapan, yang berkaitan dengan kegiatan rutin anak sehari-hari
dan sangat dibutuhkan untuk kepentingan aktivitas anak, serta yang dapat dilakukan anak dalam
kehidupannya.
Enjoyable: pengajaran materi dan materi yang dipilih diupayakan mampu membuat anak senang,
menikmati dan mau mengikuti dengan antusias.
Mudah ditiru: materi yang disajikan dapat dipraktekkan sesuai dengan kemampuan fisik dan karakter
lahiriah anak

Ada beberapa prinsip dasar dalam rangka menyampaikan materi pengembangan nilai-nilai agama bagi
anak Taman Kanak-kanak di antaranya:
penekanan pada aktivitas anak sehari-hari
pentingnya keteladanan dari lingkungan dan orang tua/keluarga anak
kesesuaian dengan kurikulum spiral
prinsip developmentally appropriate practice (DAP)
prinsip psikologi perkembangan anak
prinsip monitoring yang rutin

MODUL 9
STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA
ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1
Strategi dan Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan di Taman Kanak-kanak

Dalam rangka mencapai keberhasilan pembentukan kepribadian anak agar mampu terwarnai dengan
nilai-nilai agama, maka perlu didukung oleh unsur keteladanan dari orang tua dan guru. Untuk tujuan
tersebut dalam pelaksanaannya guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara bertahap dan
menyusun program kegiatan seperti program kegiatan rutinitas, program kegiatan terintegrasi dan
program kegiatan khusus.

Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan harian yang dilaksanakan secara terus menerus namun
terprogram dengan pasti. Kegiatan terintegrasi adalah kegiatan pengembangan materi nilai-nilai agama
yang disisipkan melalui pengembangan bidang kemampuan dasar. Sedangkan kegiatan khusus
merupakan program kegiatan yang pelaksanaannya tidak dimasukkan atau tidak harus dikaitkan dengan
pengembangan bidang kemampuan dasar lainnya, sehingga membutuhkan waktu dan penanganan
khusus.

Kegiatan Belajar 2
Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan pada Taman Kanak-kanak

Dalam pengembangan nilai-nilai agama, disain perencanaan menjadi sesuatu yang sangat esensial.
Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pemikiran, perkiraan penyusunan suatu rancangan
kegiatan yang menggambarkan hal-hal yang harus dikerjakan, dan cara mengerjakannya untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Perencanaan dapat dimasukkan/disisipkan melalui pembuatan SKH dan SKM dengan pendekatan
terpadu, mengikuti sajian materi yang akan disampaikan dengan menetapkan pola kurikulum spiral.

SKM merupakan langkah pertama dalam membuat rencana pembelajaran di Taman Kanak-kanak.
Untuk perencanaan harian guru diharapkan membuat SKH yang merupakan penjabaran dari SKM.
Satuan kegiatan harian harus mengandung unsur kegiatan, waktu, kemampuan, media, metode dan
penilaian. Perencanaan kegiatan harian terdiri dari kegiatan pembukaan, kegiatan inti, kegiatan
makan/istirahat, dan kegiatan penutup
21

MODUL 10
PENDEKATAN INOVATIF UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA BAGI ANAK
TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1
Pendekatan Inovatif untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama bagi Anak Taman Kanak-kanak

Pengembangan nilai-nilai agama di Taman Kanak-kanak berkaitan erat dengan pembentukan perilaku
manusia, sikap, dan keyakinan. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai inovasi pengembangan yang
komprehensif sesuai dengan perkembangan dan kemampuan anak didik. Adapun yang melatar
belakangi esensi inovasi dalam bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai
kendala dan kelemahan serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan penyelenggara pendidikan di
Taman Kanak-kanak.

Untuk melaksanakan program pembelajaran nilai-nilai agama tersebut guru harus mempelajari berbagai
pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik, menyiapkan
kurikulum yang komprehensif, dan adanya kesinambungan antar satu program pengembangan dengan
program lainnya.

Alternatif inovasi dalam rangka meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik
adalah perlu adanya kurikulum terpadu (integrated curriculum), pendekatan pembelajaran terpadu
(integrated learning), dan hari terpadu (integrated day).

Kegiatan Belajar 2
Prinsip-prinsip Inovasi untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Taman Kanak-kanak

Beberapa inovasi pendekatan pembelajaran termasuk dalam mengembangkan nilai-nilai agama bagi
anak Taman Kanak-kanak antara lain: pengalaman belajar, belajar aktif, dan belajar proses.

Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka mengembangkan cinta belajar pada
diri anak adalah sebagai berikut:
kasih sayang
perlindungan dan perawatan,
waktu yang diberikan kepada anak
lingkungan belajar yang kondusif,
belajar bersikap adalah belajar nilai, dan
belajar moral di usia dini.

Upaya tersebut didasarkan pada prinsip developmentally appropriate practice dan prinsip enjoyable.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan inovasi pendekatan dan pengembangan nilai-nilai
agama pada anak Taman Kanak-kanak adalah sebagai berikut:
berorientasi pada kebutuhan anak
belajar melalui bermain
kreatif dan inovatif
lingkungan yang kondusif
mernggunakan pembelajaran terpadu
mengembangkan keterampilan hidup
menggunakan berbagai media dan sumber belajar, serta
pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak

MODUL 11
MACAM-MACAM PENDEKATAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN

Kegiatan Belajar 1
Macam-macam Pendekatan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan
22

Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, diperlukan berbagai macam metode dan
pendekatan. Metode dan pendekatan ini berfungsi sebagai nilai untuk mencapai tujuan. Dalam
menentukan pendekatan, guru perlu mempertimbangkan berbagai hal seperti tujuan yang hendak
dicapai, karakteristik anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan yang hendak dikembangkan, pola
kegiatan, fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang dipilih.

Pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran
konstekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, antara lain adalah:
konstruktivisme, refleksi dan penilaian sebenarnya.

Beberapa model pendekatan yang sesuai dengan karakteristik dunia anak Taman Kanak-kanak antara
lain: bermain peran, karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi, proyek, bercerita, pemberian tugas dan
keteladanan serta bernyanyi.

Kegiatan Belajar 2
Contoh Desain Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Nilai-nilai Keagamaan bagi Anak Taman
Kanak-kanak

Penyusunan disain pembelajaran nilai-nilai keagamaan ini harus mempertimbangkan berbagai hal
diantaranya: kesesuaian tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, mengacu pada kurikulum berbasis
kompetensi, berorientasi pada anak, menggunakan langkah-langkah kegiatan standar dan mengacu
pada tujuan dan hasil belajar yang nyata/riil (authenthic assessment).

Hal-hal yang harus tercantum dalam format pembelajaran nilai-nilai keagamaan adalah: tema, subtema,
kelas/semester, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, metode/teknik, KBM, media pendukung,
target kompetensi, dan penilaian yang meliputi lembar observasi dan waktu penilaian.

MODUL 12
INSTRUMEN PENILAIAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK
TAMAN KANAK-KANAK

Kegiatan Belajar 1
Instrumen Penilaian dalam Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak

Penilaian itu menekankan pada proses pembelajaran. Oleh sebab itu, data yang dikumpulkan harus
diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan anak pada saat melakukan proses pembelajaran.
Karakteristik penilaian yang ideal adalah dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung,
bisa digunakan untuk formatif performasi, berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai
feed back.

Untuk menjaring data hasil belajar, Anda dapat menggunakan hal-hal yang bisa memberikan masukan
penilaian prestasi anak seperti: hasil dari kegiatan/ proyek, pekerjaan rumah, karya wisata, penampilan
anak, demonstrasi dan catatan observasi.

Instrumen yang dapat Anda digunakan untuk penilaian di Taman Kanak-kanak dengan memperhatikan
sifat dan karakteristiknya adalah hasil kerja anak (portofolio) yang meliputi hasil karya, hasil
penugasan, kinerja anak, tes tertulis, dan format observasi.

Kegiatan Belajar 2
Petunjuk Penggunaan Instrumen Penilaian Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-
kanak

Alat penilaian yang digunakan untuk menilai bidang pengembangan nilai-nilai agama adalah sebagai
berikut: pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot (anecdotal record), penugasan melalui tes
perbuatan, pertanyaan lisan dan menceritakan kembali.
23

Hal-hal yang dapat dicatat guru sebagai bahan penilaian adalah: anak-anak yang belum dapat
menyelesaikan tugas dan anak-anak yang dapat menyelesaikan tugas dengan cepat, kebiasaan/perilaku
anak yang belum sesuai dengan yang diharapkan dan kejadian-kejadian penting yang terjadi pada hari
penulisan pelaporan hasil penilaian pada laporan perkembangan anak. Sebelum uraian (deskripsi),
terlebih dahulu dilaporkan perkembangan anak secara umum untuk tiap-tiap program pengembangan.
Untuk laporan secara lisan dapat dilaksanakan dengan bertatap muka dan mengadakan hubungan atau
informasi timbal balik antara pihak TK dan orang tua/wali dari si anak.

http://www.jugaguru.com/column/all/tahun/2008/bulan/12/tanggal/19/id/849/

Kolom
Jumat, 19 Desember 2008 17:13:20
Oleh: Harizal Kasubdit Harlindung PTK-PNF
IMPLEMENTASI KONSEP MONTESSORI PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Kategori: Insan Peduli PTKPNF (39459 kali dibaca)

A. PENDAHULUAN

Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu, anak harus diperlakukan sesuai
dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu
demikian yang terjadi. Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada
umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangananya. Di dalam keluarga
orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah guru sering memberikan
tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika
tekanan ini lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim.

Mencermati perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak usia dini, tampaklah bahwa ada
dua hal yang perlu diperhatikan pada pendidikan anak usia dini, yakni: 1) materi pendidikan, dan 2)
metode pendidikan yang dipakai. Secara singkat dapat dikatakan bahwa materi maupun metodologi
pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan
tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan
tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas
perkembangan tertentu.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 menegaskan bahwa, pendidikan anak usia
dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.

Menyikapi perkembangan anak usia dini, perlu adanya suatu program pendidikan yang didisain sesuai
dengan tingkat perkembangan anak. Kita perlu kembalikan ruang kelas menjadi arena bermain,
bernyanyi, bergerak bebas, kita jadikan ruang kelas sebagai ajang kreaktif bagi anak dan menjadikan
mereka kerasan dan secara psikologis nyaman. Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini dikemukan
bagaimana Mantessori mendisain program pembelajaran untuk anak usia dini.

B. PEMBAHASAN

Tokoh pendidikan anak usia dini, Montessori, mengatakan bahwa ketika mendidik anak-anak, kita
hendaknya ingat bahwa mereka adalah individu-individu yang unik dan akan berkembang sesuai
dengan kemampuan mereka sendiri. Tugas kita sebagai orang dewasa dan pendidik adalah memberikan
sarana dorongan belajar dan memfasilitasinya ketika mereka telah siap untuk mempelajari sesuatu.
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa-masa yang sangat baik untuk suatu formasio
atau pembentukan. Masa ini juga masa yang paling penting dalam masa perkembangan anak, baik
secara fisik, mental maupun spritual. Di dalam keluarga dan pendidikan demokratis orang tua dan
24

pendidik berusaha memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan yang dibutuhkan oleh anak. Oleh
karena itu, baik dan tepat bagi setiap orang tua dan pendidik yang terlibat pada proses pembentukan ini,
mengetahui, memahami perkembangan anak usia dini. Tapi sekolah kita belum memiliki based line
data yang holistik yang dapat memberikan berbagai informasi tentang perkembangan behavior dan
kesulitan belajar anak terhadap berbagai subkompetensi materi sulit. Informasi ini sangat diperlukan
untuk melakukan treatmen secara berjenjang tentang perkembangan anak sejak usia dini sampai
mereka dewasa (SLTA).

Perkembangan Anak Usia Dini

Banyak pendapat dan gagasan tentang perkembangan anak usia dini, Montessori yakin bahwa
pendidikan dimulai sejak bayi lahir. Bayipun harus dikenalkan pada orang-orang di sekitarnya, suara-
suara, benda-benda, diajak bercanda dan bercakap-cakap agar mereka berkembang menjadi anak yang
normal dan sehat. Metode pembelajaran yang sesuai dengan tahun-tahun kelahiran sampai usia enam
tahun biasanya menentukan kepribadian anak setelah dewasa. Tentu juga dipengaruhi seberapa baik
dan sehat orang tua berperilaku dan bersikap terhadap anak-anak usia dini. Karena perkembangan
mental usia-usia awal berlangsung cepat, inilah periode yang tidak boleh disepelekan. Pada tahun-tahun
awal ini anak-anak memiliki periode-periode sensitive atau kepekaan untuk mempelajari atau berlatih
sesuatu. Sebagian besar anak-anak berkembang pada asa yang berbeda dan membutuhkan lingkungan
yang dapat membuka jalan pikiran mereka.

Menurut Montessori, paling tidak ada beberapa tahap perkembangan sebagai berikut:
Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai
dapat “menyerap” pengalaman-pengalaman melalui sensorinya.
Usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat
untuk mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap).
Masa usia 2 – 4 tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan
maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan
mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam).
Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki
kepekaan indrawi, khususnya pada usia sekitar 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4 – 6
tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca.

Pendapat Mantessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidkan Taman Siswa, Ki hadjar Dewantara,
sangat meyakini bahwa suasana pendidikan yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan
dan dengan prinsip asih (mengasihi), asah (memahirkan), asuh (membimbing). Anak bertumbuh
kembang dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh pengertian
dan dalam situasi yang damai dan harmoni. Ki Hadjar Dewantara menganjurkan agar dalam
pendidikan, anak memperoleh pendidikan untuk mencerdaskan (mengembangkan) pikiran, pendidikan
untuk mencerdaskan hati (kepekaan hati nurani), dan pendidikan yang meningkatkan keterampilan.

Tokoh pendidikan ini sangat menekankan bahwa untuk usia dini bahkan juga untuk mereka yang
dewasa, kegiatan pembelajaran dan pendidikan itu bagaikan kegiatan-kegiatan yang disengaja namun
sekaligus alamiah seperti bermain di “taman”. Bagaikan keluarga yang sedang mengasuh dan
membimbing anak-anak secara alamiah sesuai dengan kodrat anak di sebuah taman. Anak-anak yang
mengalami suasana kekeluargaan yang hangat, akrab, damai, baik di rumah maupun di sekolah, serta
mendapatkan bimbingan dengan penuh kasih sayang, pelatihan kebiasaan secara alami, akan
berkembang menjadi anak yang bahagia dan sehat.

Pembelajaran Pada Taman kanak-Kanak

Anak taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum prasekolah. Pada umur 2-4 tahun anak
ingin bermain, melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan
menciptakan sesuatu. Pada masa ini anak mengalami kemajuan pesat dalam keterampilan menolong
dirinya sendiri dan dalam keterampilan bermain. Seluruh sistem geraknya sudah lentur, sering
mengulangi perbuatan yang diminatinya dan melakukan secara wajar tanpa rasa malu. Di taman kanak-
kanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosa kata. Hal
yang menarik, anak-anak juga ingin mandiri dan tak banyak lagi mau tergantung pada orang lain.
25

Sehubungan dengan ciri-ciri di atas maka tugas perkembangan yang diemban anak-anak adalah:
• Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain.
• Membangun sikap yang sehat terhadap diri sendiri
• Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya
• Mengembangkan peran sosial sebagai lelaki atau perempuan
• Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam hidup sehari-hari
• Mengembangkan hati nurani, penghayatan moral dan sopan santun
• Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, matematika dan berhitung
• Mengembangkan diri untuk mencapai kemerdekaan diri.

Dengan adanya tugas perkembangan yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang
menarik dan menyenangkan bagi anak-anak yang selalu “dibungkus” dengan permainan, suasana riang,
enteng, bernyanyi dan menari. Bukan pendekatan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat,
apalagi dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiasaan yang tidak sederhana lagi seperti
paksaan untuk membaca,menulis, berhitung dengan segala pekerjaan rumahnya yang melebihi
kemampuan anak-anak.

Pada usia lima tahun pada umumnya anak-anak baik secara fisik maupun kejiwaan sudah siap untuk
belajar hal-hal yang semakin tidak sederhana dan berada pada waktu yang cukup lama di sekolah.
Setelah apada usia 2-3 tahun mengalami perkembangan yang cepat. Pada usia enam tahun, pada
umumnya anak-anak telah mengalami perkembangan dan kecakapan bermacam-macam keterampilan
fisik. Mereka sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti meloncat, melompat, menangkap,
melempar, dan menghindar. Pada umumnya mereka juga sudah dapat naik sepeda mini atau sepeda
roda tiga. Kadang-kadang untuk anak-anak tertentu keterampilan-keterampilan ini telah dikuasainya
pada usia 4-5 tahun.

Montessori memberikan gambaran peran guru dan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan
kecerdasan, sebagai berikut:

a. 80 % aktifitas bebas dan 20 % aktifitas yanag diarahkan guru


b. melakukan berbagai tugas yang mendorong anak untuk memikirkan tentang hubungan dengan orang
lain
c. menawarkan kesempatran untuk menjalin hubungan social melalui interaksi yang bebas
d. dalil-dalil ditemukan sendiri, tidak disajikan oleh guru
e. atauran pengucapan didapat melalui pengenalan pola, bukan dengan hafalan

setiap aspek kurikulum melibatkan pemikiran

Montessori, mengatakan bahwa pada usia 3-5 tahun, anak-anak dapat diajari menulis, membaca, dikte
dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca.
Ada suatu penelitian di Amerika yang menyimpulkan bahwa kenyataannya anak-anak dapat belajar
membaca sebelum usia 6 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada sekitar 2 % anak yang
sudah belajar dan mampu membaca pada usia 3 tahun, 6 % pada usia empat tahun, dan sekitar 20 %
pada usia 5 tahun. Bahkan terbukti bahwa pengalaman belajar di taman kanak-kanak dengan
kemampuan membaca memadai akan sangat menunjang kemampuan belajar pada tahun-tahun
berikutnya.

Pendapat Montessori ini didukung oleh Moore, seorang sosiolog dan pendidik, meyakini bahwa
kehidupan tahun-tahun awal merupakan tahun-tahun yang paling kreaktif dan produktif bagi anak-
anak. Oleh karena itu, sejauh memungkinkan, sesuai dengan kemampuan, tingkat perkembangan dan
kepekaan belajar mereka, kita dapat juga mengajarkan menulis, membaca dan berhitung pada usia dini.
Yang penting adalah strategi pengalaman belajar dan ketepatan mengemas pembelajaran yang menarik,
mempesona, penuh dengan permainan dan keceriaan, enteng tanpa membebani dan merampas dunia
kanak-kanak mereka.

Salah satu hal yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan perkembangan kecerdasan anak adalah
suasana keluarga dan kelas yang akrab, hangat serta bersifat demokratis, sekaligus menawarkan
26

kesempatan untuk menjalin hubungan sosial melalui interaksi yang bebas. Hal ini ditandai antara lain
dengan adanya relasi dan komunikasi yang hangat dan akrab. .

Pada masa usia 2 – 6 tahun, anak sangat senang kalau diberikan kesempatan untuk menentukan
keinginannya sendiri, karena mereka sedang membutuhkan kemerdekaan dan perhatian. Pada masa ini
juga mencul rasa ingin tahu yang besar dan menuntut pemenuhannya. Mereka terdorong untuk belajar
hal-hal yang baru dan sangat suka bertanya dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu. Guru dan orang
tua hendaknya memberikan jawaban yang wajar. Sampai pada usia ini, anak-anak masih suka meniru
segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya.

Perlu diingat juga bahwa minat anak pada sesuatu itu tidak berlangsung lama, karena itu guru dan
orang tua harus pandai menciptakan kegiatan yang bervariasi dan tidak menerapkan disiplin kaku
dengan rutinitas yang membosankan. Anak pada masa ini juga akan berkembang kecerdasannya
dengan cepat kalau diberi penghargaan dan pujian yang disertai kasih sayang, dengan tetap
memberikan pengertian kalau mereka melakukan kesalahan atau kegagalan. Dengan kasih sayang yang
diterima, anak-anak akan berkembang emosi dan intelektualnya, yang penting adalah pemberian pujian
dan penghargaan secara wajar.

Untuk memfasilatasi tingkat perkembangan fisik anak, pada taman kanak-kanak perlu dibuat adanya
arena bermain yang dilengkapi dengan alat-alat peraga dan alat-alat keterampilan lainnya, karena pada
usia 2- 6 tahun tingkat perkembangan fisik anak berkembang sangat cepat, dan pada umur tersebut
anak-anak perlu dikenalkan dengan fasilitas dan alat-alat untuk bermain, guna lebih memacu
perkembangan fisik sekaligus perkembangan psikis anak terutama untuk kecerdasan.

Banyak penelitian menyatakan bahwa orang-orang yang cerdas dan berhasil pada umumnya berasal
dari keluarga yang demokratis, suka melakukan uji coba, suka menyelidiki sesuatu, suka berpergian
(menjelajah alam dan tempat), dan aktif, tak pernh diam dan berpangku tangan. Ingat keterampilan
tangan adalah jendela menuju pengetahuan. Dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada anak untuk melakukan uji coba (trial and error), mangadakan penyelidikan bersama-sama,
menyaksikan dan menyentuh sesuatu objek, mengalami dan melakukan sesuatu , anak-anak akan jauh
lebih mudah mengerti dan mencapai hasil belajar dengan mampu memanfaatkan atau menerapkan apa
yang telah dipelajari.

C. KESIMPULAN

Dalam mengimplementasikan konsep Montessori terhadap program pendidikan bagi anak usia dini
perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kukrikulum pada pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak.

2. Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus
benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan
berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan
juga mengemban tugas perkembangan tertentu.

3. Kompetensi akademis merupakan alat untuk mencapai tujuan,dan manipulasi dilihat sebagai materi
yang berguna untuk poengembangan diri anak, Montessori menganjurkan perlu adanya area yang
berbeda mewakili lingkungan yang disediakan, yaitu:

a. Practical life memberikan pengembangan dari tugas organisasional dan urutan kognisi melalui
perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa syukur dan saling menghormati, dan
koordinasi dari pergerakan fisik,

b. The sensorial area membuat anak mampu untuk mengurut, mengklasifikasi dan menerangkan
impresi sensori dalam hubungannya dengan panjang, lebar, temperatur, masa, warna, titik, dan lain-
lain.
27

c. Mathematics memanfaatkan pemanipulasian materi agar anak mampu untuk menginternalisasi


konsep angka, symbol, urutan operasi, dan memorisasi dari fakta dasar

d. Language art yang di dalamnya termasuk pengembangan bahasa lisan, tulisan, membaca, kajian
tentang grammar, dramatisasi, dan kesusesteraan anak-anak. Keahlian dasar dalam menulis dan
membaca dikembangkan melalui penggunaan huruf dari kertas, kata-kata dari kertas pasir, dan
berbagai prestasi yang memungkinkan anak-anak untuk menghubungkan antara bunyi dan simbul
huruf, dan mengekpresikan pemikiran mereka melalui menulis.

e. Cultural activies membawa anak-anak untuk mengetahui dasar-dasar geografis, sejarah dan ilmu
sosail. Musik, dan seni lainnya merupakan bagian dari kurikulum terintegrasi.

4. Lingkungan pendidikan anak usia dini menggabungkan fungsi psiko-sosial, fisik dan akademis dari
seorang anak. Tugas pentingnya adalah untuk menyediakan dasar yang awal dan umum, dimana di
dalamnya termasuk tingkah laku yang positif terhadap sekolah, inner security, kebiasaan untuk
berinisiatif, kemampuan untuk mengambil keputusan, disiplin diri dan rasa tanggung jawab anggota
kelas lainnya, sekolah dan komunitas. Dasar ini akan membuat anak-anak mampu untuk mendapatkan
pengetahuan dan keahlian yang lebih spesifik dalam kehidupan sekolah mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Atkitson, R.L., dkk. Introduction to Psychology., New York: Harcourt Brace Javanovich, Ich., 1983.

Henry N, Siahan., Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak, Bandung: Angkasa , 1986

Steven Carr Reuben, Ph.D., Children of Character, a parent guide, Santa Monica: Canter and
Associates, Inc, 1997.

Theo Riyanto FIC., dkk., Pendidikan Pada Usia Dini., Grasindo, Jakarta, 2004

(Harizal)

http://www.wijayalabs.com/2009/10/23/membaca-buku-metode-pengajaran-anak-tk/

Membaca Buku Metode Pengajaran Anak TK

Omjay Ketika menjadi Nara sumber PTK di RRI Padang

Seperti biasanya, bila saya diundang untuk menjadi nara sumber dalam memberikan materi pelatihan
penelitian tindakan kelas (PTK), saya selalu merencanakannya dengan membaca buku terlebih dahulu.
Dari membaca buku inilah banyak hal baru yang saya ketahui. Saya pun serasa mendapatkan tambahan
ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat. Membaca adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan
siapapun dia. Apalagi bila dia harus membagikannya kepada orang lain dalam bentuk kegiatan seminar
atau workshop.

Ada hal yang menarik setelah saya membaca buku metode pengajaran di taman kanak-kanak karangan
Dra. Moeslichatoen R, M.Pd (2004) dengan penerbit Rineka Cipta. Dalam bukunya beliau menuliskan
bahwa dalam pengajaran di Taman Kanak-kanak (TK), seorang guru TK perlu memperhatikan tujuan
program belajar dan ruang lingkup kegiatan belajar anak TK. Guru harus paham betul karakteristik
anak TK, sehingga bisa mencari solusi ketika harus meneliti di kelasnya sendiri dalam rangka
menemukan potensi unik anak didiknya.
28

Murid-Murid TK di Kota Padang bermain Angklung

Tujuan program kegiatan belajar TK adalah membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap,
pengetahuan keterampilan, dan daya cipta anak didik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Sedangkan ruang lingkup program kegiatan belajar TK
meliputi pembentukan perilaku melalui pembiasaan dalam pengembangan moral pancasila, agama,
disiplin, perasaan/emosi, dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan dasar
melalui kegiatan yang dipersiapkan oleh guru meliputi pengembangan kemampuan berbahasa, daya
pikir, daya cipta, keterampilan, dan jasmani. Untuk mencapai tujuan itu, perlu digunakan metode
pengajaran yang sesuai bagi pendidikan anak TK.

Menarik sekali isi buku ini, dan akan segera saya sharingkan kepada teman-teman guru TK. Sebab
selama ini, banyak guru TK yang tidak atau belum mengetahui metode pengajaran dan hanya sekedar
mengajar tanpa mengetahui ilmunya. Wah bisa bahaya perkembangan anak kita, bila mendapatkan
guru seperti ini. Biasanya materi ini diberikan kepada calon guru yang mengikuti PGTK (Pendidikan
Guru Taman kanak-kanak) setingkat program D2 dalam mata kuliah Pengelolaan kelas dan disain
pembelajaran.

Murid TK Sedang Menari Tarian Padang

Ada hal penting yang harus dikuasai oleh guru TK agar dapat memahami kemampuan unik anak
didiknya. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh anak yang mengalami perkembangan
seusia TK adalah sebagai berikut:
• Berkembang menjadi pribadi yang mandiri
• Belajar memberi, berbagi, dan memperoleh kasih sayang
• Belajar bergaul dengan anak lain
• Mengembangkan pengendalian diri
• Belajar bermacam-macam peran orang dalam masyarakat
• Belajar untuk mengenal tubuh masing-masing
• Belajar menguasai keterampilan motorik halus dan kasar
• Belajar mengenal lingkungan fisik dan mengendalikannya
• Belajar menguasai kata-kata baru untuk memahami orang/anak lainnya
• Mengembangkan perasaan positif dalam berhubungan dengan lingkungan

Kesepuluh kemampuan dasar itulah yang harus sudah ditanamkan pada anak usia TK. Oleh karena itu,
dibutuhkan berbagai metode pengajaran atau pembelajaran agar apa yang direncanakan guru dapat
membantu anak menguasai dasar kemampuan di atas. Metode atau cara yang digunakan dalam
pembelajaran itu antara lain menggunakan:
Metode bermain anak TK
Metode karyawisata anak TK
Metode bercakap-cakap anak TK
Metode demonstrasi bagi anak TK
Metode Proyek bagi anak TK
Metode bercerita bagi anak TK
Metode pemberian tugas bagi anak TK

Ketujuh metode itu biasa digunakan dalam metode pengajaran di taman kanak-kanak. Bila anda ingin
mendalami lebih dalam tentang metode pembelajaran di taman kanak-kanak, saya sarankan anda
membeli buku ini. Sangat menarik dan membuat saya menjadi lebih tahu bahwa tidak mudah menjadi
guru. Apalagi guru TK yang harus sabar dan menyayangi anak-anak. Selalu menerapkan 5S dalam
kesehariannya, yaitu Senyum, salam, sapa, syukur, dan sabar. Bersyukurlah menjadi guru!

Salam Blogger persahabatan

Omjay
29

http://www.2lisan.com/readmore/bimbingan+konseling+peranan+keluarga+dalam+pendidikan+anak

bimbingan konseling peranan keluarga dalam pendidikan anak

Add new tag Administrasi Anak artikel Bahasa Belajar Bimbingan Konseling Biologi dan peranan
anak-anak dalam berkomunikasi, tersedianya yaitu pengikutsertaan anak-anak dalam

Pandangan terhadap pendidikan sebagai investasi secara mendasar berawal dari pandangan keluarga
terhadap hal tersebut. Apabila keluarga telah meyakini bahwa pendidikan merupakan investasi maka
mereka akan mempersiapkan anak-anak mereka dengan segala .. Sebagai suatu sistem, sekolah terdiri
dari bagian-bagian yang berinteraksi dan bersinergi dalam menjalankan peran dan fungsinya guna
mencapai tujun-tujan pendidikan, sehingga dapat meningkatkan efektifitas pencapaiannya,

PERANAN AGAMA DALAM BIMBINGAN KONSELING:


Apr 11, '08 6:21 AM rumah tangga, sejak si anak masih kecil. Pendidikan aspek-aspek psikologis
dalam pelaksanaan bimbingan konseling Bimbingan dan Konseling Peran Regulasi Dan Standardisasi
Dalam Pembangunan Next 458 reads
Bimbingan dan Konseling anak keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29
Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “;;Bimbingan Skenario CIA tersebut
saya bagi dalam enam point. Pertama, CIA mendukung terjadinya pemberontakan/perlawanan terhadap
BK. Seperti bantuan senjata dan personil oleh CIA dengan mendukung pemberontakan PRRI/Permesta
(Kol. Walandouw) di Sumatera Barat .. KELUARGA SUKIRNO · BAGAIMANA MEMBUAT
ANAK ANDA JENIUS - BAGAIMANA MEMBUAT ANAK ANDA JENIUS SMART KID
PROGRAM By Dr. Ernest Wong Hotel Ciputra, 3-5 Juli 2010 TESTIMONI : “Met Sore Pak Tung,
Terima kasih 4 hari yang lalu
konsep pengasuhan anak dalam reality show nanny 911 dan implikasinya terhadap pendidikan agama
islam dalam keluarga 2009-07 peran bimbingan dan konseling dalam usaha pembentukan
Bimbingan Konseling Keluarga tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh keluarga itu
kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak
23955779 Peranan Guru Dalam Pendidikan dalam perkembangan anak didiknya dalam memperoleh
pembelajaran/ pendidikan PERAN GURU KELAS DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN
KONSELING peranan guru dalam meningkatkan pendidikan sd pogalan iv di dan ketrampilan motorik
anak tk. citra bangsa di surabaya (2000) 75. upaya layanan bimbingan dan konseling dalam Bagaimana
output bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan bagi para siswa, sehingga implementasi razia
merupakan quality control paling efektif? Interelasi, jalinan koordinatif antarlembaga di atas yang
masih berjalan secara sendiri- sendiri Mentalitas dan moral anak, bangsa harus kita bangun melalui
pendidikan mulai dari keluarga, lembaga pendidikan formal, sepanjang hayat. Membentengi generasi
penerus dari pengaruh narkoba, pergaulan seks bebas, bukan hanya Dengan adanya makalah ini,
penulis berharap agar para orang tua paham akan pendidikan yang bagus dalam pembentukan karakter
anak-anaknya. Dan kita sebagi calon orang tua mempunyai wawasan tentang peran keluarga terhadap
perkembangan dan GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DAN bahwa pendidikan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam Anak-anak, para remaja, dan pemuda bahkan orang-orang dewasa
dalam keluarga, dalam 12. HUBUNGAN BURUH WANITA DALAM MEMBAGI WAKTUNYA
ANTARA KELUARGA DENGAN BEKERJA TERHADAP PENDIDIKAN AGAMA ANAK 13.
STUDI KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PELAKSANAAN
EVALUASI PEMBELAJARAN DI SMA NEGERI 1 KUALA TUNGKAL 14. SISTEM
PEMBELAJARAN DAN KAEDAH HAFAZAN IMPLEMENTASI PERAN GURU BIMBINGAN
KONSELING DAN INTENSITAS MENGIKUTI KEGIATAN OSIS TERHADAP KEDISIPLINAN
MENTAATI TATA TERTIB SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMP 3 KUALA TUNGKAL.
0.264770 0.433960
Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik dimana
telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab Perubahan pola interaksi merupakan “Dasar” dalam
merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling atau
bimbingan penyuluhan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan
dengan Dalam kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, home visit (kunjungan rumah) merupakan
salah satu alternatif dalam memecahkan masalah siswa. Home visit mempunyai dua tujuan, pertama
untuk memperoleh berbagai keterangan atau data yang yang dapat dipercaya tentang keadaan siswa; (3)
Dalam kegiatan bimbingan diperlukan kerja sama antara guru pembimbing dengan orang tua; (4)
30

Faktor situasi keluarga memegang peranan penting terhadap perkembangan dan kesejahteraan anak.
peranan layanan bimbingan dany konseling terhadap peningkatan motivasi nilai-nilai pendidikan
agama islam dalam film syahadat cinta dengan homeschooling (studi pada keluarga
Hal ini merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar jalannya
proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. i. Dalam pelaksanaan program bimbingan dan
konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh Anak-anak Sekolah Dasar memerlukan bimbingan dari
seorang guru yang mampu mengerti permasalahan yang mereka hadapi, baik permasalahan dalam
menyesuaikan diri dengan siswa lain, masalah keluarga, masalah pergaulan dengan teman sebaya, Guru
sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat
tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya
dalam membelajarkan anak didik. Bekerja atas panggilan hati nurani. . Konselor, guru akan menjadi
sahabat siswa, teladan dalam pribadi yang mengundang rasa hormat dan keakraban dari siswa,
menciptakan suasana dimana siswa belajar dalam kelompok kecil di bawah bimbingan guru. Blog
pendidikan, pembelajaran, sosial, politik, hukum, konseling, budidaya pertanian , ilmiah, Media
Tempat Belajar, Model-model Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran, dan Lain-lain. Pengaruh
keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi. Keluargalah yang
menyiapkan potensi pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian
anak tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.

http://linabudi.student.fkip.uns.ac.id/2009/12/15/pengelolaan-kelas/

Pengelolaan Kelas

Sekolah sebagai organisasi kerja terdiri dari beberapa kelas, baik yang bersifat paralel maupun yang
menunjukkan penjenjangan. Setiap kelas merupakan untuk kerja yang berdiri sendiri dan berkedudukan
sebagai sub sistem yang menjadi bagian dari sebuah sekolah sebagai total sistem. Pengembangan
sekolah sebagai total sistem atau satu kesatuan organisasi, sangat tergantung pada penyelenggaraan dan
pengelolaan kelas. Baik di lingkungan kelas masing-masing sebagai unit kerja yang berdiri sendiri
maupun dalam hubungan kerja antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.

Oleh karena itu setiap guru kelas atau wali kelas sebagai pimpinan menengah (middle manager) atau
administrator kelas, menempati posisi dan peran yang penting, karena memikul tanggung jawab
mengembangkan dan memajukan kelas masing-masing yang berpengaruh pada perkembangan dan
kemajuan sekolah secara keseluruhan, setiap murid dan guru yang menjadi komponen penggerak
aktivitas kelas, harus didayagunakan secara maksimal agar sebagai suatu kesatuan setiap kelas menjadi
bagian yang dinamis di agar sebagai suatu kesatuan setiap kelas menjadi bagian yang dinamis di dalam
organisasi sekolah.

Dari uraian di atas jelas bahwa program kelas akan berkembangan bilamana guru/wali kelas
mendayagunakan secara maksimal potensi kelas yang terdiri dari tiga unsur yakni: guru, murid dan
proses atau dinamika kelas.

Kelas dalam arti sempit yakni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa
berkumpul untuk mengikuti proses mengajar belajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini
mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokan pada batas umur kronologis masing-
masing.

Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah,
yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan mengajar belajar yang keratif untuk mencapai suatu tujuan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perwujudan management kelas dalam pengertian kelas adalah:
• Kurikulum
• Bangunan dan Sarana
31

• Guru
• Murid
• Dinamika Kelas
• Lingkungan Sekitar

Keenam faktor tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling bertautan atau saling mempengaruhi,
walaupun untuk kepentingan uraian secara teoritis akan diketengahkan satu persatu di bawah ini.

Kurikulum

Sebuah kelas tidak boleh sekedar diartikan sebagai tempat siswa berkumpul untuk mempelajari
sejumlah ilmu pengetahuan. Demikian juga sebuah sekolah bukanlah sekedar sebuah gedung tempat
murid mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Sekolah dan kelas diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mendidik anak-anak, yang tidak hanya harus didewasakan dari
aspek intelektualnya saja, akan tetapi dalam seluruh aspek kepribadiannya. Untuk itu bagi setiap
tingkat dan jenis sekolah diperlukan kurikulum yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
semakin kompleks dalam perkembangannya. Kurikulum yang dipergunakan di sekolah sangat besar
pengaruhnya terhadap aktivitas kelas dalam mewujudkan proses belajar mengajar yang berdaya guna
bagi pembentukan pribadi siswa. Dengan kata lain aktivitas sebuah kelas sangat dipengaruhi oleh
kurikulum yang dipergunakan di sekolah. Suatu kelas akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
apabila kurikulum yang dipergunakan di sekolah dirancangkan sesuai dengan dinamika masyarakat.

Sekolah yang kurikulumnya dirancangkan secara tradisional akan mengakibatkan aktivitas kelas
berlangsung secara statis. Kurikulum tradisional diartikan sebga sejumlah materi pengetahuan dan
kebudayaan hasil masa lalu yang harus dikuasai murid untuk mencapai suatu tingkat tertentu, yang
dinyatakan dengan ketentuan kenaikan kelas atau pemberian ijazah kepada murid tersebut. Di dalam
kurikulum seperti itu mata pelajaran diberikan secara terpisah-pisah (subject certerd curriculum0 yang
pada umumnya bersifat intelektualistis.

Sekolah yang diselenggarkan dengan kurikulum modern pada dasarnya akan mampu
menyelenggarakan kegiatan kelas yang bersifat dinamis. Kurikulum modern diartikan sebagai semua
kegiatan yang berpengaruh pada pembentukan pribadi murid, baik yang berlangsung di dalam maupun
di luar kelas/sekolah, termasuk di dalamnya lingkungan sekitar yang bersifat non edukatif seperti
warung sekolah, pesuruh, kondisi bangunan dan sarana sekolah lainnya, masjid/Gereja d an lain-lain.

Kedua kurikulum tersebut di atas kurang serasi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang memiliki
pandangan hidup Pancasila. Di satu pihak kurikulum tradisional yang berpusat pada guru akan diwarnai
dengan sikap otoriter yang mematikan inisiatif dan kreativitas murid. Kurikulum itu tidak akan mampu
memenuhi tuntutan pembentukan pribadi berdasarkan minat, bakat, kemampuan dan sifat-sifat
kepribadian yang berbeda-beda. Antara murid yang satu dengan murid yang lain dalam satu kelas.
Segala sesuatu yang menyangkut isi kurikulum untuk dilaksanakan di kelas sudah diatur dan ditetapkan
oleh pihak instansi atasan, yang bahkan menutup kemungkinan guru mengembangkan kegiatan
berdasarkan inisiatif dan krativitasnya sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan masyarakat sekitar.
Dipihak lain kurikulum modern yang menekankan pada perkembangan individu secara maksimal, akan
mencerminkan kebebasan atas dasar demokrasi liberal sehingga tidak memungkinkan
diselenggarakannya secara efektif kegiatan belajar secara klasikal untuk pengembangan pribadi sebagai
makhluk sosial dan makhluk Tuhan Yang maha Esa.

Oleh karena itu diperlukan usaha mengintegrasikan kedua kurikulum tersebut dalam kehidupan
lembaga pendidikan formal di Indonesia agar serasi dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat.
Kurikulum harus dirancang sebagai sejumlah pengalaman edukatif yang menjadi tanggungjawab
sekolah dalam membantu anak-anak mencapai tujuan pendidikannya, yang diselenggarakan secara
berencana, sistematik dan terarah serta terorganisir. Sekolah yang dirancang dengan kurikulum seperti
itu, memungkinkan kegiatan kelas tidak sekedar dipusatkan pada penyampaian sejumlah materi
pelajaran/pengetahuan yang bersifat intellectualistic, akan tetapi juga memperhatikan aspek
pembentukan pribadi, baik sebagai makhluk individual dan makhluk sosial maupun sebagai makhluk
bermoral.
32

Dengan kurikulum seperti disebutkan terakhir berarti isi pendidikan di dalam kegiatan kelas untuk
setiap jenjang/tingkat sekolah harus dirancangkan sebagai berikut:

Tingkat Taman Kanak-Kanak

Kurikulum pada tingkat ini harus dirancang untuk memungkinkan kelas menyelenggarakan kegiatan
agar anak-anak belajar bergaul, belajar mempergunakan alat-alat yang sederhana, memperoleh
ketrampilan dasar atau tingkat permulaan dan dapat bekerja sama dalam bermain walaupun pada
tingkat ini kecenderungan dalam bermain masih bersifat individual.

Tingkat Sekolah Dasar

Kurikulum pada tingkat ini pada tahap permulaan atau kelas-kelas rendah harus dirancangkan untuk
memungkinkan kelas melanjutkan kegiatan-kegiatan atau program-program di taman kanak-kanak.
Selanjutnya sesuai dengan kematangan anak-anak, secara bertahap kurikulum harus dengan
kematangan anak-anak, secara bertahap kurikulum harus dikembangkan juga untuk mempelajari fakta-
fakta pengetahuan yang sederhana, pengembangan kebiasaan berpikir secara kreatif dan pembentukan
watak berdasarkan sistem nilai-nilai tertentu. Untuk itu dapat dilaksanakan berbagai kegiatan kelas baik
yang dilakukan secara individual maupun secara bersama-sama.

Sekolah Lanjutan/menengah

Kurikulum pada tingkat ini harus dirancangkan untuk memungkinkan diselenggarakannya kegiatan
kelas dalam memenuhi kebutuhan melakukan eksplorasi dan eksperimentasi guna memberikan
pengalaman intelektual dan sosial yang terpadu dalam rangka realisasi diri.

Tingkat Perguruan Tinggi

Kurikulum pada tingkat ini dirancangkan untuk memungkinkan kelas menyelenggarakan kegiatan
membantu perkembangan individual secara maksimal dalam rangka menguasai keahlian profesional
tertentu.

Bangunan dan Sarana

Perencanaan dalam membangun sebuah gedung untuk sebuah sekolah berkenaan dengan jumlah dan
luas setiap ruangan, letak dan dekorasi nya yang harus disesuaikan dengan kurikulum yang
dipergunakan. Akan tetapi karena kurikulum selalu dapat berubah sedangkan ruang/gedung bersifat
permanen, maka diperlukan kreativitas dalam mengatur pendayagunaan ruang/gedung yang tersedia
berdasarkan kurikulum yang dipergunakan.

Sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional pengaturan ruangan bersifat sederhana karena
kegiatan belajar mengajar diselenggarakan di kelas yang tatap untuk sejumlah murid yang sama
tingkatannya.

Bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum modern, ruangan kelas diatur menurut jenis kegiatan
berdasarkan program-program yang telah dikelompokkan secara integrated. Di samping ruangan
disusun berdasarkan bidang studi yang bersifat integrated itu disediakan juga ruangan untuk kegiatan
bersama berupa ruang kelas untuk mendengarkan ceramah dan ruangan lain seperti perpustakaan,
ruang olahraga dan lain-lain.

Bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum gabungan pada umumnya ruangan kelas masih diatur
menurut keperluan kelompok murid sebagai satu kesatuan menurut jenjang dan pengelompokan kelas
secara permanen. Ruang khusus biasanya disediakan secara terbatas berupa laboratorium,
perpustakaan, sebuah aula untuk kegiatan olah raga, kesenian dan kegiatan ekstra kelas lainnya.

Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum tradisional dan
kurikulum gabungan (tradisional dan modern), jumlah kelas sangat dipengaruhi oleh perencanaan
penerimaan murid atau jumlah murid yang dimiliki. Oleh karena itu dalam rencana pembangunan
33

gedung atau penambahan ruang kelas, diperlukan catatan kependudukan yang teliti dengan
memperkirakan juga berapa jumlah yang telah terserap oleh sekolah lain dalam suatu wilayah tertentu.

Untuk mendirikan sebuah sekolah diperlukan perencanaan yang fisibel (layak) sebagai hasil penelitian
atau survey yang teliti terutama untuk memperoleh lokasi yang tepat. Penelitian itu selain mengenai
aspek kependudukan harus dilakukan juga terhadap situasi lingkungan, kondisi tanah, pendapat
masyarakat, kemungkinan berkomunikasi dengan sumber-sumber kependidikan di lingkungan sekitar
yang sesuai dengan kurikulum/program yang akan dilaksanakan dan lain-lain.

Setelah sebuah gedung sekolah berdiri diperlukan sarana belajar mengajar yang dapat menunjang
efisiensi perwujudan kurikulum/program sekolah atau kelas perlengkapan minimal bagi sebuah sekolah
yang mempergunakan salah satu bentuk kurikulum tersebut di atas adalah meja dan kuris murid. Meja
dan kuris guru, papan tulis dan kapur tulis. Selanjutnya bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum
tradisional dan kurikulum gabungan (tradisional dan modern) sekurang-kurangnya diperlukan sejumlah
alat peraga sedang bagi sekolah yang mempergunakan kurikulum modern diperlukan saran yang lebih
banyak lagi sesuai dengan jenis program yang menjadi tanggung jawabnya.

Guru

Program kelas tidak akan berarti bilamana tidak diwujudkan menjadi kegiatan. Untuk itu peranan guru
sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin pendidikan diantara murid-murid suatu
kelas . secara etimologi atau dalam arti sempit guru yang berkewajiban mewujudkan suatu program
kelas adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau kls. Secara lebih
luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung
jawab dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam
pengertian terakhir bukan sekedar orang yang berdiri di depan kels untuk menyampaikan materi
pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas
serta kratif dalam mengarahkan perkembangan akan didik nya. Untuk menjadi anggota masyarakat
sebagai orang dewasa.

Setiap guru harus memahami fungsinya karena sangat besar pengaruhnya terhadap cara bertindak dan
berbuat dalam menunaikan pekerjaan sehari-hari di sekolah maupun di kelas. Pengetahuan dan
pemahamannya tentang kompetensi guru akan mendasari pola kegiatannya dalam menunaikan profesi
sebagai guru. Kompetensi guru yang dimaksud antara lain mengenai kompetensi-komptensi pribadi,
kompetensi profesi dan kompetensi kemasyarakatan. Kompetensi itu berkenaan dengan kemampuan
dasar teknis edukatif dan administratif sebagai berikut:

Penguasaan bahan

Pengelolaan program belajar mengajar

mengelola kelas

Penggunaan media/sumber

Mampu mengelola dan mempergunakan intraksi belajar mengajar

Memiliki kemampuan melakukan penilaian prestasi belajar siswa secara obyektif.

Memahami fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.

Setiap guru sebagai petugas profesional ikut bertanggung jawab pada tercapainya tujuan pendidikan
secara efektif. Oleh karena itu guru harus ikut dalam menentukan kebijakan kependidikan di
kelas/sekolah.

Guru yang memahami kedudukan dan fungsinya sebagai pendidik profesional, selalu terdorong untuk
tumbuh dan berkembang sebagai perwujudan perasaan dan sikap tidak puas terhadap pendidik
persiapan yang telah diterimanya. Dan sebagai pernyataan dari kesadarannya terhadap perkembangan
34

dan kemajuan bidang tugasnya yang harus diikuti, sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Murid

Murid merupakan potensi kelas yang harus dimanfaatkan guru dalam mewujudkan proses belajar
mengajar yang efektif. Murid adalah anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik
maupun psikologis dalam rangka mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan formal,
khusus nya berupa sekolah.

Murid sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat penting artinya bagi terciptanya
situasi kelas yang dinamis. Setiap murid harus memiliki perasaan diterima (membership) terhadap
kelasnya agar mampu ikut serta dalam kegiatan kelas.

Kelas merupakan unit tersendiri yang pengelolaannya secara maksimal harus dilakukan dengan
mengikutsertakan murid. Pengelolaan kelas yang berhasil akan menumbuhkan kebanggaan kelas
sehingga meningkatkan rasa solidaritas dan keinginan untuk ikut berpartisipasi di kalangan murid di
kelas tersebut.

Dinamika Kelas

Kelas adalah kelompok sosial yang dinamis yang harus dipergunakan oleh setiap wali/guru kelas untuk
kepentingan murid dalam kependidikannya. Dinamika kelas pada dasarnya berarti kondisi kelas. Yang
meliputi dorongan untuk aktif secara terarah yang dikembangkan melalui kreatifitas dan inisiatif murid
sebagai suatu kelompok.

Dinamika kelas dipengaruhi oleh cara wali/guru kelas menerapkan administrasi pendidikan dan
kepemimpinan pendidikan serta dalam mempergunakan pendekatan pengelolaan kelas, penerapan
kegiatan itu antara lain sebagai berikut.

Kegiatan administratif management

Pengelolaan kelas memerlukan tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,


koordinasi, komunikasi dan kontrol sebagai langkah-langkah kegiatan management admnistratif.

Kegiatan Operatif management kelas

Kegiatan management administratif kelas harus ditunjang dengan kegiatan management operatif agar
seluruh program kelas berlangsung efektif bagi pencapaian tujuan. Kegiatan management operatif kelas
meliputi

Tata usaha kelas

Kegiatan Pembekalan kelas

Kegiatan keuangan kelas

Kegiatan pembinaan personal atau kepegawaian dikelas.

Humas dilingkungannya kelas

Kepemimpinan wali/guru kelas

Dinamika kelas dipengaruhi secara langsung oleh kepemimpinan wali atau guru kelas, untuk itu
kepemimpinan diartikan sebagai proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi, atau mengawasi
pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain.

Tiga bentuk kepemimpinan mungkin diwujudkan wali/guru kelas dalam usaha menggerakkan personal
di lingkungan kelas masing-masing adalah:
35

Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat otoriter

Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat laissez faire.

Wali atau guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat demokratif

Disiplin kelas

Disiplin kelas merupakan bagian yang penting dalam dinamika kelas, disiplin kelas diartikan sebagai
usaha mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disetujui
bersama dalam melaksanakan kegiatan kelas, agar pemberian hukuman pada seorang atau sekelompok
orang dapat dihindari.

Disiplin kelas dapat diartikan juga sebagai suasana tertib dan terpaut akan tetapi penuh dinamika dalam
melaksanakan program kelas terutama dalam mewujudkan proses belajar mengajar.

Beberapa pendekatan dalam pengelolaan kelas

Seorang wali atau guru kelas harus mampu menetapkan pilihan yang tepat dalam melakukan
pendekatan untuk mewujudkan pengelolaan kelas yang efektif. Untuk memperjelas masalah
pendekatan yang akan dipergunakan itu, di bawah ini akan diketengahkan beberapa alternatif yang
dapat dipilih diantaranya:

Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behaviorisme)

Pendekatan berdasarkan suasana emosi dan hubungan sosial (sosio emosional climate approach)

Pendekatan berdasarkan proses kelompok (group process approach)

Pendekatan electis (electic approach)

Posted: December 15th, 2009 under materi SBM.

http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1047

Peningkatan Mutu Guru Sekolah Dasar


Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Jakarta 19 Februari 2002

PENDAHULUAN

Ketika Krisis Moneter pada tahun 1997 memukul Indonesia dan membuat bangsa Indonesia
terpelanting dari posisi yang cukup lumayan dalam arena internasional kembali ke tempat yang penuh
penderitaan dan kemiskinan, kita diingatkan betapa lemah dan rawan keadaan kita. Pukulan ekonomi
menimbulkan dampak politik yang tidak sederhana. Berkembang berbagai perubahan yang tidak
diduga sebelumnya. Ada yang menguntungkan seperti terjadinya Reformasi dan berakhirnya kekuasaan
otoriter, tetapi juga ada yang mempersulit kehidupan bangsa seperti timbulnya gejala disintegrasi
nasional. Hingga kini belum jelas bagaimana akhir dari proses perubahan itu.

Umat manusia belum lepas dari kenyataan bahwa yang lemah menjadi korban yang kuat. Dalam
globalisasi persaingan antar-bangsa sangat tajam dan kejam. Pihak lemah adalah bangsa yang kurang
36

menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, kurang mampu memperoleh dan mengendalikan informasi
dan kurang dapat membangun kemampuan ekonomi yang kuat dan merata di seluruh rakyatnya. Pihak
yang kuat terus berusaha melebarluaskan dominasinya dengan menaklukkan yang lemah, tidak semata-
mata dengan menggunakan keunggulan fisiknya melainkan dengan cara yang canggih dan
memanfaatkan segala metoda yang dapat dipikirkan. Semua dilakukan dengan dalih dan semboyan
muluk seperti menegakkan demokrasi dan hak azasi manusia.

Untuk mencegah dan melawan itu semua bangsa kita harus sanggup menjadi bangsa yang kuat. Itu
berarti membangun kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengatur perolehan dan
penggunaan informasi yang tepat, dan sanggup membangun ekonomi nasional yang membuat seluruh
bangsa sejahtera dan maju.

Hanya dengan pendidikan kekuatan bangsa itu dapat terwujud, terutama pendidikan yang bermutu. Kita
sekarang mau tidak mau harus berpikir mengenai perjuangan antar-bangsa yang terjadi di ruangan
kelas atau the battle of the classroom. Kelangsungan hidup bangsa atau the survival of the nation
adalah syarat mutlak untuk perwujudan berbagai tujuan yang luhur seperti terbentuknya Masyarakat
Madani. Dan itu mustahil tanpa peningkatan mutu pendidikan nasional dan khususnya pendidikan
sekolah serta perluasan jangkauannya sehingga mencapai jumlah orang Indonesia yang makin banyak.

Usaha peningkatan mutu pendidikan sekolah dan perluasan jangkuaannya terutama ditentukan oleh
peran Guru. Sebab itu pelaksanaan Seminar ini yang membicarakan peningkatan profesional dan
kesejahteraan Guru sangat penting bagi masa depan pendidikan sekolah, tetapi juga amat besar artinya
bagi masa depan bangsa Indonesia.

Kita menghadapi masalah Guru pada berbagai tingkat pendidikan sekolah, mulai dari Taman Kanak-
Kanak hingga Sekolah Lanjutan Atas, masing-masing dengan persoalannya sendiri. Berhubung dengan
keterbatasan waktu maka pembicaraan dan makalah ini hanya akan menyoroti masalah Guru Sekolah
Dasar. Meskipun seluruh proses pendidikan nasional sangat penting bagi masa depan bangsa, perbaikan
pendidikan di Sekolah Dasar (SD) merupakan landasan mutlak bagi seluruh pendidikan sekolah di
Indonesia.

KRITERIA GURU SD YANG BAIK

Pendidikan yang diberikan di SD amat penting bagi pendidikan selanjutnya. Pada umur anak yang
sekolah SD terbentang peluang paling baik untuk mengembangkan dan memotivasi timbulnya berbagai
kemampuan yang amat mendasar. Sebaliknya apabila terjadi pendidikan yang menumpulkan pikiran
dan perasaan anak didik SD, hasilnya yang negatif amat sukar diperbaiki pada pendidikan selanjutnya.

Di negara mana saja kita melihat bahwa pada pendidikan di SD menonjol fungsi Guru Kelas, yaitu
Guru yang bertanggungjawab atas kelas tertentu dan mengajarkan semua mata pelajaran yang
ditetapkan untuk kelas itu. Tentu pengaturan demikian ada maksudnya yang telah kita alami semua
ketika menjadi murid SD. Anak pada tahap permulaan penguasaan ilmu pengetahuan lebih mudah
mencernakan pelajaran, apabila ia merasakan bahwa yang mengajar adalah seorang yang dekat
kepadanya. Guru Kelas yang setiap hari selama berjam-jam berada bersama dengan murid kelasnya
menimbulkan rasa kedekatan itu. Selain itu Guru Kelas memperkuat perasaan itu dengan menunjukkan
sikap bahwa ia memang ingin dekat dengan setiap murid kelasnya. Ini memerlukan pengetahuan Guru
Kelas tentang psikologi dan terutama aplikasinya. Sudah semestinya pendidikan mengandung
kemampuan memimpin secara efektif.

Kemudian Guru Kelas harus menguasai ilmu pengetahuan yang mendasari semua mata pelajaran yang
harus diajarkan. Itu melebar dari ilmu sosial, ilmu bahasa, geografi, sejarah, biologi, matematika, fisika
hingga olahraga. Hanya pendidikan agama sebaiknya tidak diberikan oleh Guru Kelas, karena di dalam
kelas pasti ada murid yang berbeda agamanya. Meskipun ada Guru Agama tersendiri, namun Guru
Kelas tetap mempunyai kewajiban untuk memperkuat pendidikan budi pekerti kepada anak didiknya.

Mungkin tidak ada mata pelajaran budi pekerti secara khusus, namun budi pekerti ditumbuhkan pada
anak didik melalui setiap mata pelajaran yang diajarkan. Hal ini tidak membebaskan para orang tua
murid dari keharusan memberikan pendidikan budi pekerti dan pembentukan karakter kepada anaknya.
Sebab orang tua mempunyai tanggungjawab utama dalam pembentukan budi pekerti dan ahlak,
37

sedangkan pendidikan budi pekerti di sekolah memperkuat dan merupakan bantuan. Bagaimana pun
juga anak SD, khususnya dari kelas 1 hingga kelas 3, bagian terbesar waktunya berada di lingkungan
keluarga. Namun untuk membantu para orang tua dalam kewajiban itu para Guru Kelas sebaiknya
memelihara hubungan dekat dengan orang tua muridnya dan memberikan saran serta nasehat
bagaimana sebaiknya para orang tua melakukan pendidikan budi pekerti kepada mereka.

Namun penguasaan ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari perkembangannya yang bukan main
cepat dan intensif. Oleh sebab itu pendidikan di SD sekarang dan di masa depan juga terpengaruh oleh
hal itu. Para pakar pendidikan menilai bahwa tidak mungkin seorang Guru Kelas mempunyai
kedalaman penguasaan ilmu yang memadai untuk mengajarkan semua mata pelajaran pada kelas 4
hingga kelas 6 SD dengan mutu tinggi. Karena itu dianggap perlu adanya Guru Mata Pelajaran mulai
kelas 4. Guru Mata Pelajaran diperlukan untuk mengajarkan matematika, fisika, biologi, geografi dan
olahraga. Di samping itu ada Guru Agama yang mengajar agama sejak murid di kelas 1. Guru Kelas
tetap diperlukan untuk mengajarkan bahasa serta sejarah dan untuk membimbing serta mengawasi
setiap kelas. Guru Mata Pelajaran harus sungguh-sungguh menguasai pengajaran mata pelajaran yang
menjadi tanggungjawabnya. Dalam mengajarkan mata pelajaran mereka melakukan pendidikan budi
pekerti secara tidak langsung. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Guru MP mengajarkan lebih dari
satu mata pelajaran, umpama Guru MP fisika adalah sekali gus Guru MP matematika. Akan tetapi
harus dijamin bahwa ia benar-benar menguasai pengajaran kedua mata pelajaran.

Karena terjadi proses pertumbuhan anak dalam penguasaan ilmu pengetahuan, maka murid kelas 1
hingga kelas 3 memerlukan Guru Kelas yang dapat diandalkan kemampuannya dalam mendekati dan
berhubungan dengan anak. Pada umumnya kita melihat bahwa Guru Wanita yang perasaannya lebih
berkembang merupakan Guru Kelas yang lebih baik untuk kelas 1 hingga kelas 3 ketimbang Guru Pria.
Sekalipun wanita mereka juga harus mampu mengajar olahraga kepada murid kelas 1 hingga kelas 3.
Pada tingkat itu pelajaran olahraga relatif sederhana dibandingkan dengan pelajaran untuk kelas 4
hingga kelas 6. Guru Kelas untuk kelas 4 hingga kelas 6 dapat terdiri dari pria maupun wanita, sesuai
prestasi, kemampuan dan kondisi sekolah. Dengan gambaran demikian dapat diperoleh kesimpulan
bahwa penentuan Guru Kelas untuk kelas 1 hingga kelas 3 memerlukan seleksi yang cukup saksama.
Sebab itu tidak dapat dikatakan bahwa Guru Kelas pada kelas tersebut lebih rendah rankingnya
dibandingkan Guru MP dan Guru Kelas tingkat atas. Bahkan dalam kenyataan di beberapa SD di dalam
dan luar negeri Guru Kelas tingkat bawah justru Guru yang lebih senior. Pengalamannya mengajar
membuatnya lebih mampu dan efektif mendidik anak-anak yang masih pada tahap permulaan
penguasaan ilmu.

Selain ada pendidikan yang kurikuler, yaitu dilakukan selama jam sekolah resmi, sebaiknya juga
diadakan program ekstra-kurikuler di luar jam resmi. Para Guru Kelas dan Guru MP perlu
menunjukkan kegiatan untuk menjadikan program ekstra-kurikuler itu bermutu dan bermanfaat bagi
murid. Umpama saja dapat diadakan latihan cabang olahraga yang lebih intensif ketimbang selama jam
pelajaran, seperti membentuk perkumpulan sepakbola sekolah. Dapat pula diadakan pelajaran bahasa
asing yang diikuti secara sukarela. Juga kegiatan Pramuka dan hal-hal yang bersangkutan dengan
kesenian dapat dilakukan dalam jam ekstra-kurikuler itu. Pelaksanaan program ekstra-kurikuler pada
umumnya memberikan hasil yang sangat bermanfaat bagi perkembangan anak.

PENDIDIKAN GURU SD

Kemajuan umat manusia dan perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh besar terhadap pendidikan
Guru SD. Selama masa kolonial Belanda Guru SD dibentuk melalui pendidikan lanjutan atas dan dapat
menghasilkan kinerja yang bermutu tinggi. Seperti sekolah HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool)
dan HKS (Hogere Kweekschool) yang merupakan pendidikan bagi Guru untuk SD di masa itu.

Akan tetapi sekarang pendidikan Guru SD tidak cukup hanya dengan pendidikan lanjutan atas. Ideal
adalah kalau Guru SD adalah Sarjana Satu (S 1) lulusan pendidikan tinggi kependidikan. Akan tetapi
mengingat jumlah anak usia SD yang begitu banyak di Indonesia yang memerlukan banyak SD, maka
tak mungkin pendidikan Guru SD secara sistem dilakukan melalui pendidikan Sarjana 1 yang
berlangsung selama 4 tahun.

Yang paling baik adalah membuat lembaga pendidikan Guru seperti yang dilakukan di banyak negara.
Lembaga yang disebut Teachers College itu berlangsung selama 2 tahun setelah lulus SMU. Kita dapat
38

mengikuti langkah demikian dan menamakan lembaga pendidikan Guru itu Akademi Pendidikan Guru
(APG). APG mempunyai fungsi mendidik dan membentuk Guru SD, khususnya Guru Kelas.
Sedangkan Guru Mata Pelajaran diambil dari mereka yang lulus pendidikan Guru Kelas dan kemudian
memperdalam mengenai mata pelajaran tertentu. Untuk membuat kurikulum APG, ada baiknya kita
mengambil kurikulum Teachers College negara tetangga seperti Malaysia sebagai bahan perbandingan.

Guru SD dan khususnya Guru Kelas memerlukan pembentukan kepribadian untuk dapat menjalankan
fungsi pendidikan yang disertai kemampuan memimpin. Oleh sebab itu APG harus merupakan
pendidikan yang disertai kehidupan berasrama penuh selama 2 tahun. Telah terbukti bahwa pendidikan
yang disertai asrama (boarding school) memberikan kemungkinan lebih banyak untuk membentuk
kepemimpinan. Sebaiknya APG dilakukan dengan cara coeducation, yaitu pria dan wanita bersama-
sama. Untuk itu pengasramaan harus dilakukan sesuai dengan keperluan.

Guru SD lulusan APG yang telah menjalankan kewajiban mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun
berturut-turut dan menunjukkan kinerja yang tinggi dapat diberikan kesempatan untuk melanjutkan
studinya dengan mengambil status Sarjana 1 di perguruan tinggi yang mempunyai fakultas ilmu
pendidikan. Guru-guru yang demikian akan baik untuk mengajar di SLTP dan setelah itu di SLTA.

Kalau IKIP masih diadakan, maka lulusannya juga dapat diangkat menjadi Guru SD apabila mereka
berminat. Akan tetapi karena nampaknya ada kecenderungan untuk menjadikan semua IKIP lembaga
pendidikan berstatus universitas, maka masih dipertanyakan apakah lulusannya cukup banyak yang
berminat menjadi guru, khususnya Guru SD. Sebaliknya Guru SD hasil pendidikan APG merupakan
kader pendidikan yang bermanfaat sekali bagi seluruh jenjang pendidikan sekolah. Akan tetapi untuk
SLTP dan SLTA dapat pula direkrut Sarjana yang bukan Sarjana Pendidikan dan berminat menjadi
guru dalam mata pelajaran yang mereka dalami disiplin ilmunya. Seperti seorang Sarjana Teknik
lulusan ITB yang berminat menjadi Guru Matematika, Fisika atau Kimia di SLTP atau SLTA. Agar
dapat mengajar dengan efektif mereka perlu mengikuti kursus yang melatih mereka mengajar. Namun
karena orang seperti itu terbatas jumlahnya, lulusan APG dengan pengalaman baik sebagai Guru SD
akan sangat penting dan besar perannya untuk SLTP dan SLTA masa depan.

Ada masalah penting yang perlu kita perhatikan, yaitu bahwa dengan perkembangan teknologi juga
terjadi perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan. Teknologi informasi menjadi sangat berkembang
dengan makin majunya peran komputer. Sekarang saja sudah ada negara tetangga kita yang melihat
keharusan untuk mengubah metoda pendidikannya. Malaysia umpamanya telah menetapkan bahwa
pada tahun 2020 berlaku apa yang dinamakan Smart School System, yaitu sistem pendidikan yang
menjadikan murid pusat kegiatan pendidikan dan bukan Guru. Itu dimungkinkan karena penggunaan
komputer secara luas, sedangkan Guru berfungsi sebagai fasilitator. Sudah sejak tahun 1998 Malaysia
mengadakan pilot project sebanyak 100 sekolah meliputi Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (di
Malaysia SLTP dan SLTA menjadi satu selama 5 tahun ). Meskipun Indonesia masih harus
memusatkan perhatian kepada cara pendidikan yang tradisional, tetapi kiranya sudah harus mulai
memperhatikan perkembangan baru itu. Sebab itu termasuk dalam rangka the battle of the classroom
yang telah dikemukakan sebelumnya.

Dalam konsep baru itu peran Guru berbeda dari sebelumnya. Oleh sebab itu harus mulai dipikirkan
perubahan dalam pendidikan Guru. Maka kita menghadapi masalah yang cukup rumit. Di satu pihak
kita harus memperbaiki mutu pendidikan SD dengan memperbaiki pendidikan Guru SD dengan cara
tradisional. Untuk itu saja kita sekarang masih cukup jauh dari tingkat yang memuaskan. Di pihak lain
kita harus bersiap-siap untuk melakukan pendidikan Guru SD yang memberikan kepada Guru
kemampuan untuk berperan secara efektif dalam pendidikan yang bertitikberat pada murid dengan
komputernya.

PENGARUH KESEJAHTERAAN TERHADAP MUTU GURU SD


Seorang idealis banyak manfaatnya bagi masyarakat. Akan tetapi sayangnya jumlah idealis selalu
sangat terbatas dan tidak sesuai dengan keperluan masyarakat. Kebanyakan orang bersikap sebagai
realis, sekalipun tidak meninggalkan idealisme.

Oleh sebab itu adalah satu illusi untuk mengharapkan prestasi Guru SD yang tinggi kalau tidak ada
cukup perhatian terhadap kesejahteraan Guru yang memadai. Selama Guru SD hanya menerima gaji
resmi yang cukup untuk hidup setengah bulan saja, maka ia tidak dapat diharapkan menunjukkan
39

prestasi yang tinggi. Sebab ia tentu harus berpikir untuk memperoleh biaya hidup buat sisa bulan yang
belum tertutup oleh gajinya. Mungkin ia mengajar di tempat lain atau melakukan pekerjaan lain yang
tak ada sangkut pautnya dengan mengajar. Akibatnya adalah bahwa ia tidak dapat memusatkan
perhatiannya kepada pekerjaan mengajar di sekolah di mana ia ditugaskan.

Akan tetapi dampak dari rendahnya kesejahteraan Guru SD jauh lebih luas dari itu. Tidak akan ada
keinginan dalam masyarakat, khususnya di lingkungan murid SMU, untuk masuk lembaga pendidikan
Guru dan menjadi Guru, apalagi Guru SD. Sehingga yang menjadi Guru SD hanya mereka yang tidak
memperoleh tempat atau pekerjaan di sektor kehidupan lainnya. Dalam kondisi seperti itu tidak
mungkin kita mengadakan pendidikan SD yang kita inginkan.

Kita harus akhiri masa lampau yang penuh kemunafikan itu, yaitu di satu pihak selalu kita katakan
betapa pentingnya pendidikan untuk masa depan bangsa, tetapi kita tidak pernah memberikan
komitmen yang sepadan. Kita harus sanggup menetapkan bahwa lulusan APG yang menjadi Guru SD
memperoleh gaji permulaan sebanyak Rp 800.000 dan setiap 2 tahun ada kenaikan gaji. Dengan gaji
permulaan sebesar itu Guru SD akan cukup biaya hidupnya sehingga dapat berkonsentrasi dalam
pekerjaannya serta bersikap kreatif untuk selalu meningkatkan kondisi sekolahnya. Di pihak lain dapat
dilakukan kontrol dan penindakan yang lugas terhadap kinerja Guru SD yang kurang menunjukkan
prestasi.

Perbaikan kesejahteraan Guru SD sekali gus memperbaiki status sosial Guru yang selama 50 tahun
belakangan terus menurun. Kalau dulu seorang Guru adalah seorang terpandang di masyarakat dan
khususnya di lingkungan hidupnya, sekarang orang cenderung menganggap pekerjaan Guru sebagai
sambilan yang kurang berarti. Lulusan IKIP yang tidak terlalu cemerlang saja tidak mau menjadi Guru
dan memilih menjadi wartawan. Kalau gaji permulaan Guru SD kita tetapkan pada angka tersebut,
maka di satu pihak Guru didorong untuk berprestasi karena tanpa prestasi ia tidak akan mempunyai
karier yang baik di masa depan. Di pihak lain masyarakat akan kembali melihat Guru sebagai anggota
masyarakat yang merupakan orang yang dapat di Gugu dan di Tiru.

Tentu timbul pertanyaan bagaimana masyarakat dapat mengerahkan dana untuk gaji Guru tersebut.
Pertama menjadi kewajiban Pemerintah untuk memperbaiki gaji Guru sesuai dengan sikapnya bahwa
pendidikan amat penting bagi masa depan bangsa. Dan Pemerintah memang berkewajiban untuk
meninjau kembali penentuan gaji bagi Pegawai Negeri Sipil kalau bersikap konsekuen untuk
mengakhiri KKN di Indonesia. Bagi Guru yang bekerja di SD Swasta tentu gajinya diterima dari
yayasan yang menyelenggarakan SD itu.

Di samping itu Pemerintah bersama Masyarakat sebaiknya membentuk satu Badan Kesejahteraan Guru
yang fungsinya melakukan usaha agar kesejahteraan Guru terjamin, khususnya untuk Guru SD. Jadi
kalau umpamanya gaji yang diterima Guru belum mencapai minimum Rp 800.000, maka
kekurangannya disediakan oleh BKG tersebut. BKG mengusahakan itu dengan mempunyai modal
abadi yang mula-mula diperoleh dari Pemerintah dan kemudian oleh pengurusnya terus dikembangkan
dengan mengusahakan donasi dari segala pihak.

Di samping itu setiap SD tetap mempunyai Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3).
Badan itu turut serta menjaga agar kesejahteraan Guru mendapat perhatian semestinya. Pendeknya, kita
harus mencari segala kemungkinan agar dapat tercapai kesejahteraan Guru yang baik dengan
pemberian gaji yang memadai. Dengan begitu di masa depan masalah utama seorang Guru bukan lagi
bagaimana mendapat biaya hidup yang cukup, tetapi masalah utama yang dihadapi adalah
meningkatkan profesionalismenya sebagai Guru yang bermutu.

MANAJEMEN SD YANG MENJAMIN MUTU PENDIDIKAN


Kita tidak akan dapat mencapai tujuan kita tanpa memperhatikan perbaikan mutu manajemen SD. Para
Guru SD hanya dapat diharapkan bekerja dengan baik kalau mereka berada dalam satu lingkungan
kerja yang memuaskan perasaan mereka. Hal itu harus dijamin oleh manajemen pendidikan yang baik.

Pertama harus ada pengaturan bahwa Kepala Sekolah adalah orang yang dapat diandalkan
kemampuannya mengelola dan memimpin organisasi. Orang yang pandai dalam ilmu tidak otomatis
seorang manajer dan pemimpin yang baik. Oleh sebab itu dalam kurikulum APG harus ada kuliah
tentang manajemen dan kepemimpinan. Kemudian dalam karier Guru dibuka kemungkinan untuk
40

menjadi Kepala Sekolah. Untuk terpilih menjadi Kepala Sekolah seorang Guru harus mempunyai
pengalaman yang memadai, katakanlah sekurang-kurangnya sudah 10 tahun mengajar. Kemudian
diadakan seleksi terhadap mereka yang berminat menjadi KS. Para calon KS kemudian mendapat
pendidikan khusus tentang manajemen sekolah. Setelah selesai dari pendidikan itu dengan hasil baik
mereka dapat diangkat menjadi KS.

Selain itu diperlukan Pengawas Pendidikan (PP) yang selalu mengawasi jalannya pendidikan atau
menjamin Kendali Mutu (Quality Control). Tentu para KS bertanggungjawab atas jalannya sekolah
yang dipimpinnya, termasuk mutu pendidikannya. Akan tetapi adalah fungsi PP untuk lebih
meyakinkan bahwa pendidikan berjalan dengan baik. Selain itu PP mengadakan penelitian tentang hal-
hal yang perlu memperoleh perubahan dalam manajemen, termasuk juga kurikulum yang berlaku. Para
PP juga diperoleh dari Guru SD yang sudah berpengalaman sekitar 10 tahun dan berminat menjadi PP.
Untuk menjadi PP harus pula diikuti pendidikan tertentu.

Harus diadakan manajemen karier untuk para Guru SD sejak ia lulus APG dan diterima menjadi Guru.
Dalam rangka politik Pemerintah yang memberikan otonomi kepada Daerah Tk 2 semua SD
merupakan tanggungjawab Daerah Tk. 2. Akan tetapi akan kurang baik bagi perkembangan Guru kalau
manajemen kariernya juga di tangan Daerah Tk. 2. Harus dibuka kemungkinan bagi Guru untuk dapat
bekerja di seluruh wilayah Indonesia. Pindah dari satu tempat dan sekolah ke tempat lainnya. Oleh
sebab itu sebaiknya manajemen karier Guru dilakukan di tingkat Pusat. Malaysia yang merupakan
negara federal menjalankan politik pendidikan yang dikelola terpusat. Sebab itu sekalipun kita
memberikan otonomi luas kepada Daerah Tk. 2 ada hal-hal tertentu dalam pendidikan yang dilakukan
terpusat untuk kepentingan semua pihak. Pendidikan Tinggi sebaiknya tetap dikelola terpusat dan
karena itu APG juga demikian meskipun keberadaannya dapat ditentukan di mana saja. Maka
manajemen karier Guru SD juga dilakukan terpusat meskipun ia bekerja di sekolah yang di dalam
tanggungjawab Daerah Tk. 2.

Maka untuk memperoleh pendidikan SD yang bermutu di seluruh Indonesia diperlukan perhatian dan
komitmen yang besar dari setiap pimpinan Daerah tk.2. Setiap Daerah harus bersedia untuk
membangun dan memelihara fasilitas pendidikan SD yang sebaik mungkin. Selain itu harus mengurus
agar setiap SD mendapat Kepala Sekolah yang baik dan sejumlah Guru Kelas serta Guru MP yang
diperlukan. Juga harus diadakan sistem pengawasan yang saksama dengan merekrut Pengawas
Pendidikan dalam jumlah yang memadai. Adalah kewajiban Pemerintah Daerah untuk menyediakan
kesejahteraan semestinya bagi mereka sesuai dengan konsep yang telah diuraikan.

Ada kemungkinan bahwa di Daerah tertentu tempat tinggal murid terlalu tersebar. Mendirikan SD
untuk setiap lingkungan tempat tinggal menjadi terlalu mahal. Dalam hal itu sebaiknya diadakan SD
yang letaknya relatif terpusat bagi mereka yang hidup tersebar di wilayah itu. Dan murid yang tinggal
jauh dari sekolah diasramakan. Cara demikian tentu menambah beban bagi SD tersebut dan Daerah.
Sebab dengan sendirinya pimpinan SD juga harus bertanggungjawab atas jalannya kehidupan asrama
dan pendidikan atas anak yang seharusnya dilakukan para orang tua. Daerah harus membiayai
pelaksanaan asrama dalam rangka wajib belajar. Akan tetapi pengurusan demikian lebih menjamin
adanya pendidikan yang baik serta masa depan Daerah itu.

PENUTUP
Telah diusahakan untuk memberikan gambaran bagaimana memperbaiki profesionalisme dan
kesejahteraan Guru, khususnya Guru SD. Akan tetapi masih sangat banyak yang belum dapat
dikemukakan atau belum cukup disentuh.

Meskipun demikian kiranya makalah ini dapat dipakai sebagai bahan perbandingan atau titik
permulaan dalam perbaikan pendidikan SD di Indonesia. Tidak mungkin kita dapat menarik manfaat
maksimal dari penduduk Indonesia yang sudah melebih 200 juta kalau kita tidak dapat memebrikan
pendidikan yang bermutu dan luas jangkauannya. Sedangkan seluruh pendidikan tergantung dari hasil
yang diberikan oleh pendidikan SD.

Kita masih menghadapi banyak tantangan dan kesulitan sebelum dapat menghasilkan pendidikan SD
yang cukup bermutu di seluruh Indonesia. Akan tetapi yang penting adalah kuatnya tekad kita untuk
terus berusaha ke arah itu dan terus mengusahakan adanya Guru SD yang tinggi profesionalisme dan
kesejahteraannya.

You might also like