Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan kepada Jurusan Ushuluddin
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
dalam Ilmu Ushuluddin
Oleh:
Amirul Bakhri
NIM 30.07.4.5.002
BAB I
PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang
dengan Allah semata, akan tetapi juga mengatur hubungan muamalah sesama
meminjam.
memberi pinjaman, kemudian kata al-`âriyah yang berasal dari kata a`âra-
satu pihak membayar (memberikan) dengan tunai dan pihak yang lainnya
1
ألشض: ْ أدا: menghutangi, memberi pinjaman (lihat Munawir A. Fattah dan Adib Bishri,
Kamus Indonesia- Arab, Arab-Indonesia al-Bishri, cet. 1, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), h.
[Arab] 214). أعبس: ألشض: meminjam (uang), mengutangi (lihat Ibid., h. [Arab] 592). ألشض: أعبس:
meminjamkan, meminjami (lihat Ibid., h. [Arab] 528).
3
`âriyah secara istilah menurut Ibnu Rasyîd merupakan bentuk pinjaman baik
itu berupa tanah, hewan ternak atau apapun yang jelas wujudnya dan
pinjaman ini berupa barang yang jelas dan nanti dikemudian hari agar
serta mengambil manfaat dari harta yang diberikan itu tanpa harus membayar
imbalan dan pada waktu tertentu penerima harta itu wajib mengembalikan
harta yang diterimanya itu kepada pihak pemberi. 6 Adapun pengertian al-
2
Al-Qurthubî, Tafsîr al-Qurthubî, terj. Fathurrahman, dkk., cet. 1, j. 3, (Jakarta: Pustaka
Azzam, April 2008), h. 837.
3
Ahmad ibn Rasyîd al-Qurthubî al-Andalusî atau yang terkenal dengan nama Ibnu
Rasyîd, Bidâyat al-Mujtahid fî Nihâyat al-Muqtashid, j. 2, (Bairut: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 235.
4
Muwaffiq al-Dîn `Abdullâh ibn Qudâmah al-Maqdîsî, Al-Kâfî fî Fiqhi al-Imâm Ahmad,
j. 2, cet. 1, (Bairut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1994), h. 213.
5
Abû al-`Abbâs Ahmad ibn Hamzah ibn Syihâb al-Dîn al-Ramlî yang terkenal dengan
nama al-Syâfi`î al-Shaghîr, Nihâyat al-Muhtâj ilâ Syarh al-Minhâj, j. 5, (Bairut: Dâr al-Kutub al-
`Ilmiyah, 1993), h. 117.
6
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, cet. 3, (Jakarta: Raja Grafindo, Mei 2002), h. 37.
4
boleh ada batas waktunya. Dengan demikian dari ketiga kata yakni al-dain,
piutang dengan al-`âriyah atau pinjaman berbeda. Hal ini terjadi karena
izin untuk memanfaatkan suatu barang dan akan dikembalikan lagi sesuai
kesepakatan.8
7
Munawir A. Fattah dan Adib Bishri, Kamus Indonesia- Arab, Arab-Indonesia al-Bishri,
h. (Arab) 592.
8
Ade Armando, dkk., Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar, j. 6, cet. 4 (Jakarta: Ichtiar Baru
van Hoeve, 2005), h. 41.
5
tanpa membedakan tempat atau masa, dalam keadaan senang atau susah. 9
banyak sekali fasilitas bagi masyarakat agar bisa memperoleh hutang, salah
satu di antaranya adalah melalui bank, baik itu bank konvensional atau bank
rahmat bagi seluruh alam telah mengatur tentang hutang-piutang. Dalam al-
dengan secara benar oleh si penulis. Begitu juga dengan si penulis hutang
kita, agar mematuhi hukum Allah dan tidak mengurangi hutangnya dengan
transaksi hutang-piutang kita yakni dua orang saksi dari orang-orang lelaki.
Jika tak ada dua orang lelaki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang
perempuan yang diridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang
9
Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam Dalam Madzhab Syafi’i, cet. 1,
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, November 2001), h. 203.
10
Muamalah tidak tunai ialah seperti berjual-beli, hutang-piutang, atau sewa-menyewa
dan sebagainya. Lihat Yayasan Penterjemah al-Qur‟an, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Semarang: PT Tanjung Emas Inti Semarang, 1992), h. 70-71.
6
yang mengutip pendapat Ibnu `Abbâs mengatakan bahwa ayat ini (QS. Al-
dalam masyarakat kota Madinah. Itulah asbâb al-nuzûl (sebab turunnya ayat)
ini yang kemudian oleh para ulama dicakupkan untuk seluruh transaksi yang
oleh Imam Mâlik.12 Sebab turun ayat yakni ayat 282 dalam surat al-Baqarah
tersebut tidak hanya tentang kegiatan Salam saja, menurut Hasbie al-
untuk menjadi saksi atas suatu peristiwa, namun tidak seorangpun yang
bersedia.13
juga berbicara mengenai hal-hal lain dalam masalah hutang-piutang atau pada
akibat bagi seseorang yang meninggal dunia akan tetapi masih meninggalkan
11
Ibid., h. 70-71.
12
Al-Qurthubî, Tafsîr al-Qurthubî, terj. Fathurrahman, h. 836.
13
Muhammad Hasbi al-Shiddieqi, Tafsir al-Qur`anul Majid al-Nur, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2000), h. 498.
7
14
Abû `Abdullâh Muhammad ibn Ismâ`îl al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, j. 3, cet. 1,
(Bairut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1992), h. 84.
8
Shahîh al-Bukhârî dalam bab nafaqah 15 dan bab hutang.16 Di samping itu
Mufahras melalui kata al-dain, yang mana penulis mencari hadisnya dengan
melalui kata asal dari al-dain yakni dâna-yadînu, 17 maka penulis pun
mendapati bahwa hadis ini tidak hanya diriwayatkan oleh Imam al-Bukhârî,
18
akan tetapi diriwayatkan oleh banyak mukharrij yang lain di antaranya
Imam Muslim dalam kitab Shahîh Muslim dalam bab barang siapa yang
kitab Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al- Shahîh) dalam bab apa yang terjadi pada
orang yang berhutang, 20 dan Imam Ibnu Mâjah dalam kitab Sunan Ibnu
Mâjah dalam bab barang siapa yang meninggalkan hutang atau barang maka
Menurut Imam al-Nawâwî dalam kitab Syarh Shahîh Muslim ibn al-
dan juga bahwa hutang merupakan suatu hal yang dibenci Nabi karena bisa
15
Ibid., j. 5, h. 536.
16
Ibid., j. 3, h. 84.
17
Arent Jan Wensinck, Mu’jam Mufahras li al-Alfazh al-Ahadîts al-Nabawi, j. 2, (Leiden:
Breil, 1943), h. 164.
18
Mukharrij adalah tiap-tiap orang yang mengeluarkan hadis atau mencatat hadis. Lihat
Abdul Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadis, cet. 2, (Bandung: CV. Diponegoro, 1987), h.23.
19
Lihat Muslim ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Shahîh Muslim, j. 2, (Bairut: Dâr
al-Fikr, 1992), h. 58.
20
Lihat Abû `Îsa Muhammad ibn Sûrah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al-Shahîh),
j. 2, (Semarang: Toha Putra, t.th.), h. 266.
21
Lihat Abû Muhammad ibn Yazîd al-Qazwinî, Sunan Ibnu Mâjah, j. 2, (Indonesia:
Dahlan, t.th.), h. 807.
9
juga menurut Ibnu `Arâbi dalam kitab al-`Âridhah yang dikutip oleh Imam al-
Nabi Muhammad untuk menshalati jenazah atas orang yang meninggal dalam
Berangkat dari fenomena di atas, dirasa perlu untuk dikaji lebih jauh
hutang di dunia untuk zaman sekarang yang mana dalam hadis itu disebutkan
22
Muhyî al-Dîn al-Nawâwî, Syarh Shahîh Muslim ibn al-Hajjâj, j. 11-12, (Bairut: Dâr al-
Ma‟rifah, 1995), h. 17.
23
Abû al-Ula Muhammad `Abd al-Rahman ibn `Abd al-Rahman al-Mubârakfûrî, Tuhfat
al-Ahwadzî, j. 4, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1995), h.128.
10
bahwa Nabi Muhammad tidak mau menshalati jenazah yang masih berhutang
dan juga kitab Shahîh Muslim serta kitab Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al-
Shahîh). Hadis dalam kedua kitab yang terakhir (kitab Shahîh Muslim dan
dalam mencari hadis Nabi karena menurut banyak ulama merupakan salah
satu kitab hadis yang paling shahih, namun menurut Imam al-Tirmidzî dalam
kitab Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al- Shahîh) dalam bab apa yang terjadi pada
orang yang berhutang, hadis tersebut merupakan hadis yang hasan.24 Dalam
sanadnya juga terdapat sanad yang bernama al-Zuhrî. Menurut Ibnu Hajar
yang mengutip pendapat al-Âjirî dari Abû Dâwud bahwa hadis al-Zuhrî
semuanya 1200 hadis, semua hadisnya merupakan hadis yang bersanad, 200
Begitu juga Yahya ibn Bukair, al-Bukhârî dalam kitab al-Târîkh al-Kabîr
tidak memberikan keterangan yang jelas tentang pribadi Yahya ibn Bukair
selain bahwa beliau (Yahya ibn Bukair) pernah mendengar riwayat al-Laits.26
Begitu juga dengan matan hadis ini, menurut logika akal matan hadis ini
24
Ibid., j. 3, h. 133.
25
Ahmad ibn `Alî ibn Hajar al-`Ashqolani, Tahdzîb al-Tahdzîb, j. 9, cet. 1, (Bairut: Dâr
al-Kutub al-`Ilmiyah, 1994), h. 445.
26
Abû `Abdullâh Ismâ`îl ibn Ibrâhîm al-Ja`fi al-Bukhârî, Al-Târîkh al-Kabîr, j. 8,
(Bairut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, t.th.), h. 284.
11
tidak mau ikut menshalatinya, pada hal salah satu kewajiban orang hidup
Dalam matan hadis ini juga terdapat perbedaan lafazh matan hadis, hal ini
lafazh tersebut yaitu dalam riwayat al-Bukhârî dengan lafazh hal taraka
lidanihi fadhlan?,27 dalam riwayat Muslim dengan lafazh hal taraka lidanihi
min qadhâin?,28 dalam riwayat al-Tirmidzî dengan lafazh hal taraka lidanihi
min fadhlin?,29 dalam riwayat Ibnu Mâjah dengan lafazh hal taraka lidanihi
min qadhâin?.30 Dengan demikian, jika dalam penelitian hadis ini terdapat
kejanggalan, maka hadis di kitab lain pun akan mengikuti atau sebaliknya.
B. Rumusan Masalah
hutang di dunia dalam kitab Shahîh al-Bukhârî, Shahîh Muslim dan Sunan
27
Lihat Abû `Abdullâh Muhammad ibn Ismâ`îl al-Bukhâri, Shahîh al-Bukhârî, h. 84.
28
Lihat Muslim ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Shahîh Muslim, h. 58.
29
Lihat Abû `Îsa Muhammad ibn Sûrah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al-Shahîh),
h. 226.
30
Lihat Abû Muhammad ibn Yazîd al-Qazwinî, Sunan Ibnu Mâjah, h. 807.
12
C. Tujuan Penelitian
Bukhârî.
E. Tinjauan Pustaka
berjudul Halal dan Haram dalam Islam, karya Yûsuf al-Qardhâwî yang
Qardhâwî menyuruh umat Islam seyogyanya hidup sederhana dan tidak perlu
juga mengungkapkan bahwa Nabi sampai tidak mau menshalati jenazah yang
ketahuan masih berhutang dan belum ada yang menanggung hutang tersebut.
Selain buku karya Yûsuf al-Qardhâwî di atas, ada juga buku yang
berjudul Mausu’atul Ijma’ karya Sa‟di Abû Habîb yang diterjemahkan oleh
Ahmad Sahal Mahfud dan Mushthafa Bishri. Buku ini menjelaskan tentang
wajibnya pembayaran hak-hak berupa harta yang wajib atas orang mati dan
tidak ada perbedaan apakah hak itu akan dibayar oleh ahli warisnya atau
buku ini juga disebutkan bahwa orang yang meninggal tetapi masih
31
Lihat Yûsuf al-Qardhâwî, Halal dan Haram dalam Islam, terj. Muammal Hamidy, edisi
revisi, (Surabaya: Bina Ilmu, 2003), h. 371-373.
32
Lihat Sa‟di Abû Habîb, Mausu’atul Ijma’, terj. Ahmad Sahal Machfudz dan Mushthafa
Bishri, cet. 2, (Jakarta: Pustaka Firdaus, Oktober 1997), h. 469.
14
Qur'an yakni dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang
Oleh karena itu harus ada kreasi manusia dalam membahas masalah-masalah
Selain itu, ada juga buku Indahnya Syariat Islam karya `Alî Ahmad
orang yang ditagihnya, dan 3) akan terciptanya sikap saling mencintai dan
33
Ibid., h. 534.
34
Lihat Muhammad Sa‟di al-Asmâwî, Problematika dan Penerapan Syariat Islam dalam
Undang-Undang, terj. Saiful Ibad, cet. 1, (Jakarta: Gaung Persada Press, September 2005), h. 161-
167.
35
Lihat `Alî Ahmad al-Jarjâwî, Indahnya Syariat Islam, terj. Faishal Shaleh, cet. 1,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2006), h. 446.
15
akan tetapi belum mengungkap kualitas hadis baik dari segi sanad ataupun
dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini berbeda dengan apa yang telah
dilakukan oleh ulama di atas, karena dalam penelitian ini akan diungkapkan
tentang penelitian dari segi sanad dan matan beserta pemahaman hadis
F. Metode Penelitian
1. Sumber data
mengadakan analisa yang interpretatif. Oleh karena itu, sumber data dalam
penelitian ini dipilah menjadi dua bagian: pertama, data primer yaitu
dalam berbagai kitab antara lain: kitab Shahîh al-Bukhârî, kitab Shahîh
Muslim, kitab Sunan al-Tirmidzî, dan kitab Sunan Ibnu Mâjah beserta
16
kitab syarah dari kitab-kitab tersebut yakni kitab Fath al-Bârî bi Syarh
Shahîh al-Bukhârî, kitab `Umdat al-Qâri’, kitab Syarh Shahîh Muslim ibn
hadis yang digunakan untuk meneliti kredibilitas para perawi seperti kitab
al-Rijâl. Kedua, data sekunder yaitu kitab-kitab tafsir al-Qur'an dan juga
tersebut.
hadis yakni mencari hadis melalui kata-kata dalam matan hadis yaitu
dunia yang terdapat dalam berbagai kitab hadis yakni: kitab Shahîh al-
Bukhârî dalam bab nafaqah dan bab hutang, kitab Shahîh Muslim dalam
bab barang siapa yang meninggalkan harta maka untuk ahli warisnya,
kitab Sunan al-Tirmidzî dalam bab apa yang terjadi pada orang yang
berhutang, dan kitab Sunan Ibnu Mâjah dalam bab barang siapa yang
3. Analisis Data
Shahîh Muslim dan kitab Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al- Shahîh). Dalam
sebagai berikut:
al-tahammul wa al-ada').
4) Mengambil kesimpulan.
sebagai berikut:
sekarang.
4) Mengambil kesimpulan.
G. Sistematika Pembahasan
2. Bab kedua: metode penelitian hadis. Di bab ini terdiri dari beberapa hal
3. Bab ketiga: deskripsi hadis dan biografi rawi. Dalam bab ini penulis
4. Bab keempat: kualitas sanad dan matan. Dalam bab ini penulis melakukan
analisa hadis melalui kaedah keshahihan hadis baik dari segi sanad dan
5. Bab kelima: penutup. Dalam bab ini berisi kesimpulan tentang penelitian
BAB II
METODE PENELITIAN HADIS
Menurut bahasa, kata takhrîj adalah bentuk mashdar dari kata kharaja-
dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para mukharrij-nya dan
sanadnya masing-masing.
Jumlah kitab hadis yang disusun oleh para ulama periwayat hadis cukup
banyak. Jumlahnya sangat sulit untuk dipastikan angkanya, sebab mukharrij al-
penghimpun itu ada yang menghasilkan karya himpunan hadis lebih dari satu
Hal tersebut sangatlah logis karena yang lebih ditekankan dalam kegiatan
para ulama telah merumuskan metode takhrîj al-hadîts dengan lima metode
takhrîj untuk membantu melacak hadis Nabi dalam kitab-kitab yang ditulis
oleh para mukharrij hadis. Lima metode takhrîj tersebut antara lain yaitu:
dengan pasti awal hadis yang ingin di-takhrîj. Kemudian melihat awal dari
38
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 18-19.
22
huruf pertama hadis tersebut. Misalnya ingin men-takhrîj hadis ش١ٍِٓ غشٕب ف
ِٕب, maka yang pertama dilihat adalah huruf mim dengan huruf nun
Kitab-kitab yang ditulis dengan metode pertama ini antara lain: kitab
Penggunaan metode ini dengan cara mengambil satu kata dari banyak
kata yang terdapat dalam sebuah hadis, dan harus merupakan kata kerja atau
kata benda. Banyak para pengarang yang menulis kitabnya dengan metode
ini melalui kata-kata yang asing (gharîb). Dengan demikian jika kata yang
ingin dicari merupakan kata yang asing, maka semakin mudah dan cepat
Misalnya ingin melakukan takhrîj hadis ْٓ ا١٠ عٓ طعبَ اٌّزجبسٝٙٔ ٝاْ إٌج
ًؤو٠ , maka yang pertama cicari adalah kata ٓ١٠ اٌّزجبسkarena kata ini paling
asing di antara kata-kata yang terdapat dalam hadis tersebut. Kitab yang
39
Abu Muhammad `Abd al-Mahdî ibn `Abd al-Qâdir ibn `Abd al-Hâdî, Thuruq Takhrîj
Hadîts, (Mesir: Dâr al-I`tishâm, t.th.), h. 27.
40
Ibid., h. 27-28. Lihat Mahmûd al-Thahhân, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad,
terj. Agil Husin Munawar dan Masykur Hakim, cet. 1, (Semarang: Dina Utama, 1995), h. 55-73.
41
Ibid., h. 83.
42
Ibid., h. 83-84. Lihat Mahmûd al-Thahhân, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad,
terj. Agil Husin Munawar dan Masykur Hakim, h. 74-86.
23
muttashil al-isnâd. Akan tetapi bisa juga seorang tabi`in apabila hadisnya
akan tetapi kitab-kitab tersebut dapat digolongkan menjadi dua bagian kitab
al-Athrâf karya Jamâl al-Dîn al-Syâfi`î, kitab al-Nukat al-Zharâf `ala al-
Athrâf karya Ibnu Hajar dan Kutub al-Masânîd, di antaranya yaitu Musnad
زبء٠ اٚ , البَ اٌصالحٚ , ي هللاٛ اْ ِذّذا سصٚ بدح اْ ال اٌٗ اال هللاٙ ش: خّشٍٝ االصالَ عٕٝث
.ال١ٗ صج١ٌذ ٌّٓ اصزطبع ا١ دج اٌجٚ , َْ سِضبٛ صٚ , اٌزوبح
43
Ibid., h. 105.
44
Ibid., h. 106. Lihat Mahmûd al-Thahhân, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad,
terj. Agil Husin Munawar dan Masykur Hakim, h. 40-54.
24
Untuk mencari hadis di atas, maka kita mencarinya dalam bab iman,
bab tauhid, bab shalat, bab zakat, bab puasa, dan bab haji.45
jelas dalam sebuah hadis. Para ulama telah mengumpulkan berbagai macam
hadis dalam satu sifat yang terdapat dalam hadis. Misalnya hadis mutawatir,
Qudsiyyah karya al-Madanî, kitab al-Marâsîl karya Abû Dâwûd dan lain
sebagainya.47
hadis Nabi yang terdapat dalam kitab-kitab yang ditulis oleh para mukharrij
metode yang kedua yaitu metode takhrîj al-hadîts dengan melalui lafazh dari
hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi),
diriwayatkan oleh (periwayat) yang `âdil dan dhâbith sampai akhir sanad, (di
dalam hadis itu) tidak terdapat kejanggalan (syudzudz) dan cacat (`illat).48 Oleh
karena itu, agar dapat diketahui hadis Nabi itu shahih atau tidak, maka perlu
penelitiannya diarahkan kepada dua segi yaitu penelitian sanad dan penelitian
matan.
Sanad secara bahasa adalah apa yang disandarkan kepadanya baik itu
seperti dinding atau yang lainnya. Secara istilah ahli hadis, sanad adalah
a. Al-I`tibar
hadis, al-i`tibar berarti menyertakan sanad yang lain untuk suatu hadis
48
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, h. 76.
49
Badrân al-`Ainain Badrân, Al-Hadîts al-Nabawi al-Syarîf (Tarîkhuhu Wa
Mushthalâhuhu), h. 9. Lihat Ahmad `Umar Hâsyim, Qawâ`id Ushûl al-Hadîts, h. 22. Lihat A.
Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadis, h. 22.
50
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, h. 76.
26
tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat
tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat lain ataukah tidak ada
diperlukan pembuatan skema untuk seluruh sanad bagi hadis yang akan
diteliti. Dalam pembuatan skema, ada tiga hal penting yang perlu
masing periwayat.53
garisnya harus jelas sehingga dapat dibedakan antara jalur sanad yang satu
51
Ibid., h. 76.
52
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 52. Lihat Erfan Soebahar,
Menguak Fakta Keabsahan al-Sunnah (Kritik Mushthafa al-Siba`i Terhadap Pemikiran Ahmad
Amin Mengenai Hadis dalam Fajr al-Islam), cet. 1, (Jakarta Timur: Prenata Media, Agustus
2003), h. 231-232.
53
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 52.
27
yang sama dalam sanad berbeda tertulis dengan nama yang berbeda, begitu
seluruh nama, mulai dari periwayat pertama yakni sahabat Nabi yang
untuk matan hadis yang sama ataupun yang semakna. Bila itu terjadi,
dalam sanad, penulisannya harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam
54
Ibid., h. 52-53.
55
Ibid., h. 53.
56
Lambang-lambang sanad adalah lafadz-lafadz yang ada dalam sanad yang digunakan
oleh rawi-rawi waktu menyampaikan hadis atau riwayat. Lihat A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah
Hadis, h. 351.
28
keshahihan hadis tersebut adalah Abû `Amr `Utsmân ibn `Abd al-
57
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.53.
58
Lihat Ibid., h. 63-97. Lihat Erfan Soebahar, Menguak Fakta Keabsahan al-Sunnah
(Kritik Mushthafa al-Siba`i Terhadap Pemikiran Ahmad Amin Mengenai Hadis Dalam Fajr al-
Islam), h. 231-232.
59
Ibid., h. 64.
60
Ibid., h. 64-65.
29
Rahman ibn Shalah al-Syahrâzurî yang biasa disebut Ibnu Shalah (w.
akhir sanad, (di dalam hadis itu) tidak terdapat kejanggalan (syudzudz)
Ulama hadis sepakat bahwa ada dua hal yang harus diteliti para
61
Ibid., h. 64. Lihat M. Syuhudi Ismail, Kaedah Keshahihan Hadis (Telaah Kritis dan
Tinjauan Dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 124. Lihat Ahmad `Umar Hâsyim, Qawâ`id Ushûl
al-Hadîts, (Bairut: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 39. Lihat M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut
Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, h. 76.
30
Kata `âdil berasal dari bahasa Arab yaitu `adl. `Adl secara
lain:
- Beragama Islam.
62
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 66. Lihat Mahmûd al-
Thahhan, Mushthalah al-Hadîts, h. 121. Lihat Ahmâd `Umar Hâsyim, Qawâ`id Ushûl al-Hadîts,
h. 184. Lihat Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadits wa Mushthalâhuhu, h. 126.
63
Ibid., h. 67. Lihat Ibnu Mandzûr, Lisân al-`Arab, j. 13, (Mesir: al-Dâr al-Mishriyyah,
t.th.) h. 456-463. Lihat Munawir A. Fattah dan Adib Bishri, Kamus Indonesia- Arab, Arab-
Indonesia al-Bishri, h. 483.
64
Ahmad `Umar Hâsyim, Qawâ`id Ushûl al-Hadîts, h. 40.
65
Mahmûd al-Thahhan, Mushthalâh al-Hadîts, h. 121.
31
beragama Islam.
dan kebiasaan-kebiasaan).66
merusak sifat `âdil para periwayat hadis yang termasuk berat yaitu:
- Suka berdusta.
- Tidak dikenal jelas pribadi dan keadaan diri orang itu sebagai
periwayat hadis.
menjadikannya kafir.67
yang kokoh, yang kuat, yang tepat, dan yang halal dengan
66
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 67.
67
Ibid., h. 69.
68
Ibid., h. 70. Lihat Munawir A. Fattah dan Adib Bishri, Kamus Indonesia- Arab, Arab-
Indonesia al-Bishri, h. 429.
32
hafalan, tidak jahat, tidak pelupa, bukan orang yang suka ragu-
69
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Keshahihan Hadis (Telaah Kritis dan Tinjauan Dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 135.
70
Ahmad `Umar Hâsyim, Qawâ`id Ushûl al-Hadîts, h. 41.
71
Mahmûd al-Thahhan, Mushthalâh al-Hadîts, h. 121.
33
dapat merusak sifat `âdil bagi para periwayat hadis, dhâbith juga
benarnya.
kekeliruan (al-wahm).
yang benar.73
72
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 70.
73
Ibid., h. 71.
34
tidak dibantu dengan ilmu jarh wa ta`dil, karena ilmu ini yang
hadis.
35
dapat diterima.76
74
Ibid., h. 72. Lihat Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis, cet.1, (Yogyakarta: Madani
Pustaka Hikmah, 2003), h. 27. Lihat Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, h.
120-121.
75
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 72. Lihat Suryadi,
Metodologi Ilmu Rijalil Hadis, h. 27-28.
76
Ibid., h. 73. Lihat Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis, h. 28-29.
36
77
Ibid., h.74.
37
dan ada yang berada dalam kedua sikap itu, yakni moderat
yakni al-Nasâ‟i (w. 234 H. / 915 M.), `Alî ibn `Abdullâh ibn
Naisabûrî (w. 405 H. / 1014 M.) dan Jalâl al-Dîn al-Suyûthî (w.
H. / 1348 M.).80
hadis yang dinilai tidak hanya para periwayat hadis saja, tetapi
78
Said Agil Husain Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Keshalehan Hakiki, cet. 2,
(Jakarta Selatan: Ciputat Press, 2002), h.159-160.
79
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 74. Lihat Mahmûd `Alî
Fayyâd, Metodologi Penetapan Keshahihan Hadis, h. 59.
80
Ibid., h. 75.
38
ذزج٠
81
Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis, h. 43.
82
Ibid., h. 43.
39
jujur قٚ ِذٍٗ اٌصذ, tidak ada cacat padanya ٗال ثأس ث
jujur قٚ ِذٍٗ اٌصذ, tidak ada cacat padanya ٗال ثأس ث
syekh خ١ش
(c) Al-Nawâwî
دجخ, orang yang `âdil عذي, orang yang hafal دبفظ, orang
jujur قٚ ِذٍٗ اٌصذ, tidak ada cacat padanya ٗال ثأس ث
(d) Al-Dzahabî
seperti: orang yang jujur قٚ صذ, tidak ada cacat padanya
ٗال ثأس ث
41
hadisnya ش٠ذ اٌذذ١ ج, seorang syekh خ١ ش, orang yang
(e) Al-`Irâqî
ِْٛ ِأ, tidak ada cacat padanya ٗ ال ثأس ث, orang pilihan
بس١خ
ِْٛ ِأ, tidak ada cacat padanya ٗ ال ثأس ث, orang pilihan
بس١خ
ش٠ذ اٌذذ١ ج, orang bagus hadisnya ش٠ دضٓ اٌذذ, orang
اٌذفظ, orang yang jujur tetapi sering keliru خطئ٠ قٚ صذ,
Aku berharap ia tidak cacat ٗا أْ ال ثأس ثٛ أسج, orang yang
ulama yaitu:
83
Lihat Ibid., h. 45-56.
45
(b) Al-Dzahabî
para ulama ٕٗا عٛ صىز, orang yang ibnasa ٘بٌه, orang
yang kuat ٜٛش ثم١ٌ , bukan orang yang menjadi hujjah ش١ٌ
tiap tingkatan.
memakainya.
84
Lihat Ibid., h. 56-62
47
dia menyatakan laisa bihi ba`s dan pada saat yang lain dia
telah dikemukakan oleh ulama ahli jarh dan ta`dil yang perlu
diterima.
85
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 77.
86
Lihat Ibid., h. 77-81.
48
diperhatikan.
87
Mahmûd `Alî Fayyâd, Metodologi Penetapan Keshahihan Hadis, h. 79.
49
90
Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 93.
91
Ibid., h. 95. Lihat Munzier Suparta, Ilmu Hadis, h. 200. Lihat Mushthafa `Azamî,
Memahami Hadis, h. 41.
92
Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 96.
51
ٝٔ أٔجأ94
93
Ibid., h. 97.
94
Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 97. Lihat Munzier Suparta, Ilmu
Hadis, h. 202. Lihat Mushthafa `Azamî, Memahami Hadis, h. 42.
95
Ibid., h. 97-98. Lihat Munzier Suparta, Ilmu Hadis, h. 203. Lihat Mushthafa `Azamî,
Memahami Hadis, h. 42.
52
hadis yang ditulis oleh syekh yang telah dia jumpai dan
96
Ibid., h. 99. Lihat Munzier Suparta, Ilmu Hadis, h. 203. Lihat Mushthafa `Azamî,
Memahami Hadis, h. 42.
97
Ibid., h. 100. Lihat Munzier Suparta, Ilmu Hadis, h. 204. Lihat Mushthafa `Azamî,
Memahami Hadis, h. 42.
98
Ibid., h. 101-102. Lihat Mushthafa `Azamî, Memahami Hadis, h. 43.
53
(penyembunyian cacat).
tsiqah.
101
Ibid., h. 84.
102
Periwayat hadis yang menyatakan telah menerima hadis dari priwayat tertentu yang
sezaman dengannya, pada hal mereka tidak pernah bertemu. Boleh jadi mereka pernah bertemu,
tetapi antar mereka tidak pernah atau diragukan pernah terjadi penyampaian dan penerimaan
riwayat hadis (lihat M. Syuhudi Ismail, Kaedah keshahihah Hadis, h. 177).
55
- Meneliti syudzudz
103
Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, terj. Mujiyo, h. 228.
104
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 85-86. Lihat Nuruddin `Itr,
`Ulûm al-Hadîts 2, terj. Mujiyo, h. 228. Lihat Fathur Rahman, Ikhtishar Mushthalah Hadis, cet. 1,
(Bandung: Al-Ma`arif, 1974), h. 199.
56
segi kesamaan.105
- Meneliti illat
ditempuh adalah:
105
Ibid., h. 86.
106
Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, terj. Mujiyo, h. 254.
57
shahîh atau hasan atau dha`îf sesuai dengan apa yang telah
diteliti.
107
Ibid., h. 88. Lihat Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, terj. Mujiyo, h. 258. Lihat Fathur
Rahman, Ikhtishar Mushthalah Hadis, h. 187.
58
Matan secara bahasa adalah apa yang tampak, dan apa yang tertancap
dari bumi dan meninggi ke atas. Dalam ilmu hadis, matan adalah suatu
oleh ulama hadis tersebut tidaklah berarti bahwa sanad lebih penting dari
pada matan. Bagi ulama hadis, sanad dan matan merupakan bagian yang
mempunyai arti apabila sanad bagi matan hadis yang bersangkutan telah
sanad, maka suatu matan hadis tidak dapat dinyatakan sebagai hadis yang
berkualitas shahih. 110 Kualitas sanad dan matan hadis Nabi cukup
108
Badrân al-`Ainain Badrân, Al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf (Tarikhuhu Wa
Mushthalâhuhu), h. 10.
109
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 122.
110
Ibid., h. 123.
59
bervariasi, ada suatu hadis yang sanad shahih tetapi matannya dha`if
demikian, hadis yang sanadnya shahih dan matannya tidak shahih atau
hadis.
penelitian ulang terhadap sanad dan matan hadis tidak hanya bersifat
penting.
111
Ibid., h. 124.
60
suatu matan yang berkualitas shahih ada dua macam yaitu: terhindar
dari syudzudz (kejanggalan) dan terhindar dari `illat (cacat). 112 Akan
lebih kuat.113
agama, maka ketahuilah bahwa hadis itu adalah hadis yang palsu.114
yang mengatakan “anak hasil zina tidak akan masuk syurga hingga
115
Ibid., h. 128-129.
62
madzhabnya.
berlebihan atas perbuatan kecil atau siksa yang amat berlebihan pula
dengan tolok ukur sesuai dengan keadaan matan yang diteliti. Akan
dengan al-Qur'an dan hadis mutawatir atau yang lebih shahih dalam
116
Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, h. 74-77.
63
atau tidak.118
117
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 131.
118
Ibid., h. 134.
64
dikutip oleh Syuhudi Ismail, bahwa ziyadah itu ada tiga macam
yaitu:
suatu matan hadis. 121 Perbedaan antara ziyadah dan idraj yaitu
119
Ibid, h. 135.
120
Ibid., h. 137.
121
Ibid., h. 138.
65
tampak bertentangan
dengan hadis Nabi yang lain ataupun dengan dalil-dalil dari al-
122
Ibid., h. 141.
66
123
Ibid., h. 138.
68
BAB III
DESKRIPSI HADIS DAN BIOGRAFI RAWI
oleh Imam al-Bukhâri dalam kitab Shahîh al-Bukhârî dalam bab nafaqah124
dan bab hutang.125 Di samping itu penulis juga melakukan pelacakan hadis
melalui kata-kata dalam matan hadis tersebut yaitu kata al-dain, yang mana
penulis mencari hadisnya dengan melalui kata asal dari al-dain yakni dâna-
126
yadînu, maka penulis pun mendapati bahwa hadis ini tidak hanya
124
Lihat Abû `Abdullâh Muhammad ibn Ismâ`îl al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, j. 5, h.
536.
125
Ibid., j. 3, h. 84.
126
Arent Jan Wensinck, Mu’jam Mufahras li al-Alfazh al-Ahadîts al-Nabawî, h. 164.
69
kitab al-kafalah bab hutang juz 3 pada no hadis 2298 dan di dalam kitab al-
127
Lihat Abû `Abdullâh Muhammad ibn Ismâ`îl al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, j. 3, h.
84 dan j. 5, h. 536.
70
dalam kitab al-farâidh bab barang siapa yang meninggalkan harta maka
128
Lihat Muslim ibn al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Shahîh Muslim, j. 2, h. 58.
71
صالِ ٍح ِ
َ ال َح َّدثَِِن َعْب ُد اهلل ابْ ُن َ َاس ق ِ َّض ِل َم ْكتُ ْوُم بْ ُن اْ َلعب ْ َح َّدثَِِن أَبُو اْل َف
ٍ َعن ابْ ِن ِشي,ث ح َّدثَِِن عُ َقْيل
َخبَ َرِِن أَبُ ْو َسلَ َمةَ َع ْن أَِِب ْ اب أ َ ْ ٌ َ ُ َح َّدثَِِن الَّ ْلي
ىف َعلَْي ِو َّ ِتى ب
َّ الر ُج ِل الْ ُمتَ َو َ ؤ
ْ ي
ُ ن
َ ا كَ م
َ
َّصلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسل َ
َِن رسوَل اهلل
ْ ُ َ َّ أ:ُىَريْ َرَة
ِ ِِّث أَنَّو تَرَك لِ ِدين ِض ٍل؟ فَا ِ ىل تَرَك لِ َدينِ ِو: فَي ُقو ُل,الدين
اء
ً ف
َ وَ و ْ َ ُ َ د ح
ُ ن
ْ ْ ف
َ ن ْ م ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َّ
صا ِحبِ ُك ْم)) فَلَ َّما فَتَ َح ى ل
َ ع او ُّ
ل ((ص : ْي ِ ِال لِلْمسل
م َ َق َّ
َّل ِ وا,صلَّى علَي ِو
َ َ َْ َ ْ ُْ َ َْ َ
ىف ِم َن َّ ِ فَ َم ْن تُ ُو,ْي ِم ْن أَنْ ُف ِس ِي ْم ِِ
َ ْ ((أَنَا أ َْوََل بِاْملُْؤمن:ال َ َاهللُ َعلَْي ِو الْ ُفتُ ْو َح ق
َوَم ْن تََرَك َماَّلً فَلِ ِورثَتِ ِو)) رواه,ُض ُاؤه َ َْي َو تََرَك َديْناً فَ َعلَ َّى ق
ِِ
َ ْ الْ ُم ْؤمن
129
.الَتمذى
Artinya:
129
Lihat Abû `Îsa Muhammad ibn Sûrah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al-
Shahîh), j. 2, h. 266.
72
dalam kitab jenazah bab apa yang ada di balik shalat (jenazah) atas orang
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah dalam Sunan Ibnu Mâjah
dunia yang ada di atas, terdapat perbedaan lafazh matan hadis. Hal ini
ِٕ ِٗ فَضْ اال ؟٠ْ ًَْ٘ رَشَنَ ٌِ َذ, dalam riwayat Muslim dengan lafazh ضب ٍء
َ َِٕ ِٗ ِِ ْٓ ل٠ْ ن ٌِ َذ
َ ًَْ٘ رَ َش
1. Sanad di kitab Shahîh al-Bukhârî dalam kitab al-kafalah dan al-
nafaqah
ث بْ ُن َس َع ٍد
الَّ ْلي ُ
حدثنا
َي بْ ُن بُ َك ٍْْي
ََْي َ
حدثنا
س اْألَيْلِ ِّي
يُ ْونُ ٍ
اخجشٔٝ عٓ
دذصٕب دذصٕب
صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِ صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِ
َر ُس ْو ُل اهلل َ
َر ُس ْو ُل اهلل َ
لبي لبي
ث بْ ُن َس َع ٍد
الَّ ْلي ُ َعْب ُد اهللِ ابْن وَى ٍ
ب َُ
دذصٕٝ
ص ِر ِّ
ى ابن َّ ِ
الس ْرِح الْم ْ َْحَ ُد بْ ُن عُ َم ٍر
أْ
دذصٕٝ ُْ
ض ِل َمكْتُ ْوُم بْ ُن اْ َلعبَّ ِ
اس أَبُو اْل َف ْ
دذصٕب
دذصٕٝ
الت ِّْرِم ِذى اج ْو
ابْ ُن َم َ
77
C. Skema Seluruh Sanad Hadis Tentang Akibat Meninggalkan Hutang Di
Dunia
س اْألَيْلِ ِّي
يُ ْونُ ٍ
عُ َقْي ٌل
عٓ دذصٕٝ اخجشٔٝ عٓ
ث بْ ُن َس َع ٍد
الَّ ْلي ُ َعْب ُد اهللِ ابْن وَى ٍ
ب َُ ص ْف َو ٍان اْأل َُم ِو ِّ
ي أَبُو َ
دذصٕٝ دذصٕب
ابْن وَى ٍ
ب
دذصٕب
صالِ ٍح ِ َُ دذصٕٝ
َعْب ُد اهلل ابْ ُن َ ُزَىْي ر ابْن حر ٍ
ب ُ ُ َْ
َي بْ ُن بُ َك ٍْْي
ََْي َ دذصٕب
دذصٕب دذصٕٝ دذصٕب دذصٕب
َح ْرَملَةُ بْ ُن ََْي ََي
َمكْتُ ْوُم بْ ُن اْ َلعبَّ ِ
اس ابن َّ ِ
ص ِر ِّ
ى الس ْرِح الْم ْ ُْ َْحَ ُد بْ ُن عُ َم ٍر
أْ
دذصٕٝ دذصٕب دذصٕب دذصٕب
al-Bukhârî yaitu Yahya ibn Bukair, dalam ilmu hadis disebut sebagai
adalah Abû Hurairah yang berposisi sebagai periwayat pertama karena dia
adalah sahabat Nabi yang berstatus sebagai pihak pertama riwayat hadis
ini adalah seluruh urutan sanad dan urutan periwayat dari hadis riwayat al-
Bukhârî:
perpindahan dari sanad yang satu ke sanad yang lain.131 Dengan demikian,
dalam riwayat Muslim terdapat dua sanad yakni dari riwayat Zuhair ibn
Harb dan Harmalah ibn Yahya. Kedua nama periwayat tersebut dalam
sebagai periwayat pertama, karena dia adalah sahabat Nabi yang berstatus
adalah Muslim. Berikut ini adalah seluruh urutan sanad dan urutan
131
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 57.
80
kepada Maktûm ibn `Abbâs yang dalam ilmu hadis disebut sebagai sanad
adalah Abû Hurairah yang berposisi sebagai periwayat pertama, karena dia
adalah sahabat Nabi yang berstatus sebagai pihak pertama riwayat hadis
adalah seluruh urutan sanad dan urutan periwayat dari hadis riwayat al-
Tirmidzî:
nama periwayat tersebut dalam ilmu hadis disebut sebagai sanad pertama.
81
Dengan demikian, sanad terakhir dalam riwayat Ibnu Mâjah adalah Abû
sahabat Nabi yang berstatus sebagai pihak pertama riwayat hadis tersebut.
seluruh urutan sanad dan urutan periwayat dari hadis riwayat Ibnu Mâjah:
berstatus syahid tidak ada. Hal ini disebabkan karena Abû Hurairah
meriwayatkan hadis ini. Adapun posisi periwayat kedua dan ketiga pun
Yûnus al-Ailî. Pada posisi periwayat kelima terdapat tiga periwayat yaitu
al-Laits ibn Sa`ad, `Abdullâh ibn Wahab dan Abû Shafwân al-Umawiyyi.
muttabi` (pendukung) yaitu `Abdullâh ibn Wahab dan Abû Shafwân al-
yaitu Yahya ibn Bukair, Zuhair ibn Harb, Harmalah ibn Yahya, `Abdullâh
ibn Shâlih, Ahmad ibn `Umair dan Ibnu al-Sarh al-Mishri. Dengan
(pendukung) yaitu Zuhair ibn Harb, Harmalah ibn Yahya, `Abdullâh ibn
Shâlih, Ahmad ibn `Umair dan Ibnu al-Sarh al-Mishrî. Adapun periwayat
yang ketujuh yakni Maktûm ibn `Abbâs, merupakan periwayat yang tidak
para periwayat hadis ini antara lain: دذصٕب, ٕٝ دذص, اخجشٔب, ٝٔ اخجش, dan ٓ ع.
a) Abû Hurairah
juga tentang nama ayahnya dalam perbedaan yang banyak. Ada yang
Shakhr, Ibnu Ghanam, `Aidz, Ibnu `Âmir, Ibnu `Amrû, Sikkîn ibn
Razmah ibn Hâni‟, Ibnu Tsarmal, Ibnu Shakhr, `Âmir ibn `Abd al-
Syams, Ibnu `Umair, Yazîd ibn `Asyraqah, `Abd al-Nahm, `Abd al-
Syams, `Ubaid ibn Ghanam, `Amrû ibn Ghanam, Sa`îd ibn al-Hârits.
Hurairah adalah `Umair ibn `Âmir ibn Dzi al-Syâri ibn Thârif ibn `Iyân
ibn Abû Sha`b ibn Hunaid ibn Sa`ad ibn Tsa`labah ibn Sâlim ibn Fahm
ibn Ghanam ibn Daus. Dikatakan bahwa nama Abû Hurairrah pada
132
Ahmad ibn `Alî ibn Hajar al-`Ashqolânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, j. 12, (Bairut: Dâr al-
Shâdir, t.th.), h. 262-263. Lihat Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 22, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 90-91. Abû `Umar Yûsuf ibn `Abdullâh ibn
Muhammad ibn `Abd al-Barr al-Qurthubî, Al-Istî`âb fî Ma`rifat al-Ashhâb, j. 4, (Bairut: Dâr al-
Kutub al-`Ilmiyah, 2002), h. 332.
84
lahir pada tahun 600 M. (20 tahun sebelum Hijrah) di Yaman dan
ialah:
memperoleh doa dari Nabi untuk tidak lupa akan hadis-hadis yang
beliau memperoleh doa dari Nabi supaya tidak akan lupa apa yang
telah diketahuinya.
- Abû Hurairah hidup lebih lama lagi sesudah Nabi wafat dalam
pemerintahan.134
Bakar, `Umar, al-Fadhal ibn `Abbâs ibn `Abd al-Muthallib, Ubai ibn
133
Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, cet. 2, (Jakarta:
Djambatan, 2002), h. 407.
134
Hasbi al-Shiddieqi, Sejarah Perkembangan Hadis, cet. 2, (Jakarta: Bulan Bintang,
1988), h. 145.
85
Ka`ab, Usâmah ibn Zaid, `Âisyah, Nadhrah ibn Abû Nadhrah al-
Musayyab, Salmân ibn al-Aghar, Qais ibn Abû Hâzim, Mâlik ibn Abû
`Âmir al-Ashbahî, Abû Usâmah ibn Sahal ibn Hânif, Abû Durais al-
dari Ibnu Abû Ahmad, Abû Râfi` al-Shâ`igh, Abû Zar`ah ibn `Amrû
ibn Jarîr, al-Aghar Abû Muslim, Ibnu Farîdh, Basar ibn Sa`îd, Basyîr
ibn Luhaik, Ba`jah al-Juhnî, Tsâbit ibn `Iyâdh al-Ahnaf, Hafsh ibn
mencapai 800 orang laki-laki atau bisa juga lebih dari itu baik dari
135
Ahmad ibn `Alî ibn Hajar al-`Ashqolânî, Tahdzîb al-Tahdzîb, j. 12, h. 263. Jamâl al-
Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, h. 91.
136
Ibid., h. 263-264. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 91-97.
86
- `Amrû ibn `Alî berkata: bahwa Abû Hurairah masuk Islam pada
- Dhamrah ibn Rabi`ah, Haitsam ibn `Adî dan Abû Ma`syar berkata:
Ummu Salamah.137
Haitsam ibn `Adî, Abû Ma`syar, al-Waqidî, Abû `Ubaid dan lainnya
137
Ibid., h. 264-267. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 97-99. Lihat Muhammad ibn Sa`ad ibn Manî` al-Hâsyimî al-Bashrî atau yang
terkenal dengan nama Ibnu Sa`ad, Al-Thabaqat al-Kubra, j. 4, (Bairut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah,
1990), h. 325. Abû `Umar Yûsuf ibn `Abdullâh ibn Muhammad ibn `Abd al-Barr al-Qurthubî, Al-
Istî`âb fî Ma`rifat al-Ashhâb, h. 332.
87
Abû Hurairah.
b) Abû Salamah
ibn `Auf ibn `Auf al-Zuhrî al-Madanî. Ada yang berkata nama beliau
(akan tetapi ada yang berkata tidak pernah didengar nama `Ubâdah ibn
Abû Usaid, Usâmah ibn Zaid, Hasan ibn Tsâbit, Râfi` ibn Khâdij,
138
Ibid., j. 12, h. 115. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 21, h. 269. Abû al-Hasan `Alî ibn `Umar ibn Ahmad al-Dâruquthnî, Dzikr Asmâ’
al-Tab`în wa Man Ba`dahu, j. 1, (Bairut: Muassasah al-Kutub al-Tsaqâfiyah, 1985), h. 425.
88
`Amrû, Ibnu al-`Âshî, Ibnu `Abbâs, dan banyak sekali yang lainnya
`Umar, anak dari saudara perempuan beliau yakni Sa`ad ibn Ibrâhîm
ibn `Abd al-Rahman, `Abd al-Majîd ibn Suhail ibn `Abd al-Rahman,
Zararah ibn Mush`ab ibn `Abd al-Rahman, al-A`raj, `Amrû ibn al-
Ibrâhîm al-Taimî, Yahya ibn Abû Katsîr, Bukair ibn `Abdullâh ibn al-
Asyaj, al-Aswad ibn al-`Ala‟ ibn Jarîyah, Abû Shakhra Humaid ibn
Ziyâd, Salîm Abû al-Nadhar, Sa`îd al-Maqburî, Abû Hâzim ibn Dînâr,
Lubaid, `Abdullâh ibn Yazîd yang merupakan budak dari al-Aswâd ibn
Sufyân, Yahya ibn Sa`îd al-Anshârî, `Abd al-Mâlik ibn `Umair, Abû
al-Zinâd, `Abdullâh ibn Fairuz al-Danâj, `Irâq ibn Mâlik, `Amrû ibn
Dînâr, dan banyak sekali yang lainnya baik dari golongan sahabat
139
Ibid., h. 115. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 269-270.
140
Ibid., h. 115-116. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 270-271.
89
seorang ahli ilmu yang nama julukannya adalah Abû Salamah ibn
`Abd al-Rahman.
- Ma`mar dari al-Zuhrî berkata: ada empat orang dari suku Quraisy
`Abd al-Rahman.
`Abdullâh ibn Qâridz ketika itu saya berada di Mesir, kamu telah
meninggalkan dua orang laki-laki dari kaum kamu yang tidak ada
yang lebih alim tentang hadis Nabi dari mereka berdua yakni
tsiqah.
adalah salah satu dari pemuka kaum Quraisy yang meninggal pada
tahun 94 H., akan tetapi ada yang berkata bahwa beliau meninggal
- `Alî ibn al-Madînî, Ahmad Ibnu Ma`în, Abû Hâtim, Ya`qûb ibn
- Abû Zar`ah berkata: bahwa riwayat Abû Salamah dari Abû Bakar
Ibnu Ma`in.
Ummu Habîbah.
`Abdullâh ibn Syihâb ibn `Abdullâh ibn al-Hârits ibn Zahrah ibn Kilâb
merupakan salah satu imam yang alim yang berada di Hijaz dan Syam.
Ibunya berasal dari Bani al-Dîl. Nama ibunya adalah Binti Ahbân ibn
Afdhâ ibn `Urwah ibn Shakhr ibn Ya`mar ibn Nafâtsah ibn `Adî ibn al-
141
Ibid., h. 116-118. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 271-273. Lihat Muhammad ibn Sa`ad ibn Manî` al-Hasyimî al-Bashrî atau yang
terkenal dengan nama Ibnu Sa`ad, Al-Thabaqat al-Kubra, j. 5, h. 155. Abû al-Hasan `Alî ibn
`Umar ibn Ahmad al-Dâruquthnî, Dzikr Asmâ’ al-Tabi`în wa Man Ba`dahu, h. 425.
92
hadis beliau ini sering disebut al-Zuhrî dan sering pula ia disebut Ibnu
`Abdullâh ibn `Âmir ibn Rabî`ah, Sahal ibn Sa`ad, Anas, Jâbir, Abû al-
Lubaid, Tsa`labah ibn Abû Mâlik, Sinîn ibn Abû Jamîlah, Abû
Amâmah ibn Sahal ibn Hanîf, Qabîshah ibn Dzuwaib, Mâlik ibn Aus
Naufal, Ibrâhîm ibn `Abdullâh ibn Hunain, `Âmir ibn Sa`ad ibn Abû
Waqâsh, Isma`îl ibn Muhammad ibn Sa`ad, Ja`far ibn `Amrû ibn
`Atha‟ ibn Abû Rabbâh, Abû al-Zubair al-Makki, `Umar ibn `Abd al-
`Azîz, `Amrû ibn Dînâr, Shâlih ibn Kaisân, Abân ibn Shâlih, Yahya
ibn Sa`îd al-Anshârî, Ibrâhîm ibn Abû `Ablah, Yazîd ibn Abû Habîb,
142
Ibid., j. 9, h. 445. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 17, h. 220. Lihat Hasbi al-Shiddieqi, Sejarah Perkembangan Hadis, h. 158.
143
Ibid., h. 446. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 220-223.
93
Ja`far ibn Rabî`ah, Muhammad ibn `Alî ibn al-Husain, Yazîd ibn al-
Syu`aib ibn Abû Hamzah, Ibnu Abû Dzi‟bi, Yûnus ibn Yazîd, Abû
Uwais, Ishâq ibn Rasyîd, al-Laits, Ishâq ibn Yahya al-Kalbî, Bakar ibn
Wâil, Ziyâd ibn Sa`ad, Rabî`ah ibn Shâlih, dan lain sebagainya.144
hadis.
- Abû al-Zinâd berkata: kita semua menulis sesuatu tentang halal dan
haram, adapun Ibnu Syihâb menulis sesuai yang dia dengar, maka
144
Ibid., h. 447. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 223-225.
94
`Abdullâh.
- `Umar dan Abû Salamah dari Sa`îd ibn `Abd al-`Azîz dari Makhûl
- Abû Shalih dari al-Laits berkata: saya tidak pernah melihat orang
yang lebih sempurna ilmunya selain Ibnu Syihâb dan tidak ada
yang lebih banyak ilmunya dari dia (Ibnu Syihâb). Kalau saya
yang lebih bagus dari ini, kalau saya mendengar dia meriwayatkan
hadis kepada yang lain, saya mengatakan bahwa tidak saya ketahui
- Ibnu Yûnus dan yang lainnya berkata: beliau wafat pada bulan
dari `Abd al-Rahman ibn Ka`ab ibn Mâlik, akan tetapi beliau
Ka`ab.
ibn `Umar.
al-Hakam.
- Ibnu al-Madînî berkata: hadis beliau dari Abû Rahm menurut saya
d) `Uqail
Nama lengkap beliau adalah `Uqail ibn Khâlid ibn `Uqail al-
al-Hasan, Sa`îd ibn Sa`îd al-Khudrî, Sa`îd ibn Sulaimân ibn Zaid ibn
anak beliu yakni Ibrâhîm, anak saudara beliau Salamah ibn Rûh, al-
Mufadhal ibn Fadhalah, al-Laits ibn Sa`ad, Ibnu Luhai`ah, Jâbir ibn
Sulaimân, Abd al-Rahman ibn Salman al-Hajarî, Sa`îd ibn Abû Ayyûb,
145
Ibid., h. 447-451. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 225-232. Lihat Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 382.
Lihat Hasbi al-Shiddieqi, Sejarah Perkembangan Hadis, h. 159.
146
Ibid., j. 7, (Dâr al-Kutub al-Ilmiyah), h. 221. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-
Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, j. 13, h. 150.
147
Ibid., h. 221. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 150.
97
Nâfi` ibn Yazîd, Yahya ibn Ayyûb, al-Hajjâj ibn Farâfashah dan lain
sebagainya.148
`Uqail. Dan dari riwayat Ibnu Ma`în dalam riwayat al-Daurî atsbat
dan Sufyân.
- Ibnu Abû Hâtim berkata: saya bertanya kepada ayah saya: apakah
atau Yûnus? jawab beliau: `Uqail lebih saya suka dan dia termasuk
tidak ada cacat padanya (lâ ba’sa bihi). Kemudian saya bertanya
- Dalam riwayat Ibnu Abû Maryam dari Ibnu Ma`în: `Uqail adalah
148
Ibid., h. 222. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 150.
98
- Al-Bukhârî berkata: berkata `Alî dari Ibnu `Uyaynah dari Ziyâd ibn
Nama lengkap beliau adalah al-Laits ibn Sa`ad ibn `Abd al-
Rahman al-Fahmi atau yang biasa dikenal sebagai Abû al-Harits al-
Ima‟ al-Mishrî. Yahya ibn Bukair berkata: bahwa Sa`ad Abû al-Laits
seorang dari Imam besar dan hafidz hadis dari golongan tabiut-
tabi`in.150
149
Ibid., h. 222. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 151-152. Abû al-Hasan `Alî ibn `Umar ibn Ahmad al-Dâruquthnî, Dzikr Asmâ’ al-
Tab`în wa Man Ba`dahu, h. 288.
150
Ibid., j. 8, h. 401. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 15, h. 436. Lihat Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 392-
393. Lihat Hasbi al-Shiddieqi, Sejarah Perkembangan Hadis, h. 180.
99
Nâfi`, Ibnu Abû Malikah, Yazîd ibn Abû Habîb, Yahya ibn Sa`îd al-
Anshârî, saudara beliau sendiri `Abd Rabbâh ibn Sa`îd, Ibnu `Ijlân, al-
Zuhrî, Hisyâm ibn `Urwah, `Atha‟ ibn Abû Rabbâh, Bukair ibn al-
Asyaj atau Abû `Uqail Zahrah ibn Ma`bad, Sa`îd al-Maqburi, Abû al-
`Imrân, Khair ibn Na`îm, Abû Suja` Sa`îd ibn Yazîd, Katsîr ibn
Shâlih, Shafwân ibn Sâlim, Yahya ibn Ayyûb, `Uqail, Yûnus ibn
merupakan dari orang tua al-Laits), Luhai`ah, Hâsyim ibn Basyir dan
Qais ibn al-Râbi`, `Athaf ibn Khâlid (mereka bertiga ini merupakan
sahabat dekat al-Laits), Ibnu al-Mubarak, Ibnu Wahab, `Alî ibn Nashar
Sa`îd ibn Abû Maryam, Sa`îd ibn Syarhabil, Sa`îd ibn Katsîr ibn
Yusuf al-Tanisi, `Abdûllâh ibn Yazîd al-Maqburi, `Alî ibn `Iyasy al-
Hamshi, `Amrû ibn Khâlid al-Harâni, `Amrû ibn al-Râbi` ibn Thâriq,
151
Ibid., h. 401. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 437-438.
100
ibn Sa`îd, Muhammad ibn Ramh ibn al-Muhâjir, Muhammad ibn al-
Hârits ibn Rasyîd al-Mishrî, Abû al-Jahm al-`Ala‟ ibn Mûsa, `Îsa ibn
- Ibnu Sa`ad berkata: bahwa al-Laits ibn Sa`ad telah bekerja dengan
bukanlah mereka yakni ahli Mesir yang lebih shahih hadisnya dari
152
Ibid., h. 401-402. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 438-439.
101
Mesir atsbat dari al-Laits begitu juga `Amrû ibn al-Hârits, adapun
Laits ibn Sa`ad berkata: tidak ada seorangpun yang lebih shahih
- Ibnu Abû Khaitsamah dan Ishâq ibn Manshûr dari Ibnu Ma`în
berkata: tsiqah.
atsbat al-Laits atau Ibnu Abû Dzi‟bî dari Sa`îd al-Maqbûrî? Ibnu
atsbat dalam (riwayat) Yazîd ibn Abû Habîb dari Muhammad ibn
Ishâq.
apakah al-Laits lebih kamu suka dari Yahya ibn Ayyûb? Ibnu
Ma`în berkata: al-Laits lebih saya suka akan tetapi Yahya juga
yang shahih.
- Yahya ibn Bukair dari Ibnu Wahab berkata: saya ditanya Mâlik
- `Amrû ibn `Alî berkata: al-Laits ibn Sa`ad shadûq, saya pernah
ilmu Nahwu, seorang hafidz hadis Nabi dan syair, baik dalam
mengingat hafalan dan saya tidak pernah melihat seperti dia (al-
Laits).
103
- Ya`qûb ibn Sufyân dari Ibnu Bukair berkata: al-Laits lahir pada
Mâlik, al-Laits, Bakar ibn Madhar, Hammâd ibn Zaid, `Abdullâh ibn
Rahman ibn al-Hazamî, Ya`qûb ibn `Abd al-Rahman al-Qâri', `Abd al-
153
Ibid., h. 402-405. Lihat Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl
fî Asmâ’ al-Rijâl, 439-449. Lihat Hasbi al-Shiddieqi, Sejarah Perkembangan Hadis, h. 181. Abû
al-Hasan `Alî ibn `Umar ibn Ahmad al-Dâruquthnî, Dzikr Asmâ’ al-Tab`în wa Man Ba`dahu, h.
307.
154
Ibid., j. 11, h. 207. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 20, h. 136.
155
Ibid., h. 207. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 136.
104
Zanjalah Harmalah ibn Yahya, Abû Zar`ah al-Râzî, Abû `Ubaid al-
Qâsim ibn Salam yang meninggal sebelum Yahya ibn Bukair, anaknya
sendiri yakni `Abd al-Mâlik ibn Yahya ibn Bukair, Yahya ibn Ma`în,
ibn Ibrâhîm al-Busyanjî, Abû `Alî al-Busyanjî, Abû `Alî al-Hasan ibn
tetapi Yahya ibn Bukair lebih hafal atau ahfadz dari Abû Shâlih.
- Ibnu `Adî berkata: bahwa Yahya ibn Bukair adalah murid al-Laits
156
Ibid., h. 207. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 136-137.
105
- Ibnu Yûnus berkata: bahwa Yahya ibn Bukair lahir tahun 154 H.
- Abû Hâtim berkata: bahwa tidak mengapa hadis dari Yahya ibn
g) Al-Bukhârî
`Abdullâh al-Bukhârî.158
Mashar, `Abdullâh ibn Yûsuf, Ahmad ibn Khâlid al-Wahabî, dan lain
157
Ibid., h. 207-208. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 137-138. Abû al-Hasan `Alî ibn `Umar ibn Ahmad al-Dâruquthnî, Dzikr Asmâ’
al-Tab`în wa Man Ba`dahu, h. 406.
158
Ibid., j. 9, (Dâr al-Shâdir), h. 47. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb
al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, j. 16, h. 84.
106
hadis secara sima’ dari Muhammad ibn Ismâ`îl ibn Ibrâhîm dan juga
dalam kitab al-Jâmi’ yang banyak sekali, Muslim dalam kitab selain
al-Jâmi’, al-Nasâ‟i dalam bab puasa dari Muhammad ibn Ismâ`îl dari
Hafsh ibn „Umar ibn al-Hârits dari Hammâd sebuah hadis, al-Nasâ‟i,
Abû Zar‟ah, Abû Hâtim, Ibrâhîm al-Harbî, Ibnu Abû al-Dunyâ, Shâlih
tinggi dan juga tidak pendek. Lahirnya pada bulan Syawwal tahun
159
Ibid., j. 9, h. 47. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 84-85.
160
Ibid., j. 9, h. 47-48. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 86-87.
107
bepergian dalam mencari hadis dan pandai dalam hadis serta lebih
teliti dalam hadis, dan dia merupakan orang yang baik dalam
brpikir dan baik juga dalam menghafal hadis serta paham betul
hadis tersebut.
- Abû al-`Abbas ibn Sa`îd berkata: kalau ada seorang laki-laki yang
tidak pernah menulis dalam kitab saya sebuah hadis kecuali saya
saya menuliskannya).
Ibrâhîm berkata: saya telah menulis dari 1000 syekh dan saya yang
lebih dari itu adalah hadis-hadis saya yang saya tuliskan bersama
sanad-sanadnya.
dunia ini ada empat orang. Maka dia menyebutkan Muhammad ibn
orang yang paling faqih diantara kita dan lebih teliti daripada Ibnu
Hanbal.
Rasulullah dan yang lebih hafal dari hadis Rasul tersebut kecuali
al-Bukhârî.
Bukhârî adalah orang yang lebih mengetahui dari Muslim dan dari
tidak melihat ulama di mereka yang lebih kompeten dari dia (al-
Bukhârî).
- Ghanjar dalam kitab Târikh karya al-Bukhârî berkata: Abû `Îsa al-
penghias dalam umat ini wahai Abû `Abdullâh. Abû `Îsa al-
111
makhluk.
mengadakan sebuah majelis ilmu yang tidak dihadiri oleh yang lain
ulama tersebut.
a. Abû Hurairah
b. Abû Salamah
c. Ibnu Syihâb
d. Yûnus al-Ailî
Nama lengkap beliau adalah Yûnus ibn Yazîd ibn Abû al-
Najâd, ada juga yang berkata Yûnus ibn Yazîd ibn Misykân ibn Abû
161
Ibid., j. 9, h. 55. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 87-108.
113
Mu`âwiyah ibn Abû Sufyân. Beliau merupakan saudara dari Abû `Alî
ibn Yazîd dan paman dari `Anbasah ibn Khâlid ibn Yazîd.162
Sa`ad al-Ailî, `Ikrimah budak dari Ibnu `Abbâs, Imârah ibn Ghazyah,
`Amrû ibn `Abdullâh budak dari Ghafrah, `Imrân ibn Abû Anas, al-
Muslim ibn Syihâb al-Zuhrî, Nâfi` budak dari `Umar, Hisyâm ibn
Abû Dhamrah Anas ibn `Iyâdh al-Laitsi, Ayyub ibn Suwaid al-Ramlî,
Baqiyah ibn al-Walîd, Bahlûl ibn Râsyid, Jarîr ibn Hâzim, Hisân ibn
Sulaimân ibn Bilâl Syabîb ibn Sa`îd al-Habthi, Abû Syu`bah Shadaqah
ibn al-Hakam, `Utsmân ibn `Umar ibn Fâris, `Alî ibn `Urwah al-
162
Ibid., j. 11, h. 450. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 20, h. 565.
163
Ibid., h. 450. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 565.
164
Ibid., h. 450. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 565-566.
114
14 tahun.
`Abd al-Rahman ibn al-Mahdî dari Yûnus ibn Yazîd berkata: Ibnu
- Hanbal ibn Ishâq berkata: saya tidak mendengar Abû `Abdullâh al-
semua hadisnya.
hadis dari al-Zuhrî dari `Uqail, dan mereka berdua adalah orang
yang tsiqah.
ibn Ma`în apakah Yûnus atau `Uqail yang kamu sukai, dia berkata:
Zuhrî.
Ma`mar atau Yûnus, dia berkata: Yûnus lebih ketat sanadnya dari
- Abû Bakar ibn Abû Khaitsamah dari Yahya ibn Ma`în berkata:
al-Zuhrî.
al-Zuhrî.
Bani Umayyah.
tahun 152 H.
H.
dari bapaknya dari Rasulullah tentang hadis pengairan air dari air
mungkar.
begitu bagus.165
budak dari Yazîd ibn Zamânah yang merupakan budak dari Yazîd ibn
Sa`ad al-Zuhrî, Ibrâhîm ibn Nasyîd al-Wa`lânî, Usâmah ibn Zaid ibn
Aslam, Usâmah ibn Zaid al-Laitsî, Aflah, ibn Humaid, Abû Dhamrah
Anas ibn Iyâdh, Bakar ibn Mudhar, Tsawâbah ibn Mas`ûd al-
Sakhr Humaid ibn Ziyâd al-Madanî, Abû Hâni` Humaid ibn Hâni` al-
165
Ibid., h. 450-452. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 566-568. Abû al-Hasan `Alî ibn `Umar ibn Ahmad al-Dâruquthnî, Dzikr Asmâ’
al-Tab`în wa Man Ba`dahu, h. 411.
166
Ibid., j. 6, h. 71. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 10, h. 619.
167
Ibid., h. 71. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 619-620.
118
Ahmad ibn Shâlih al-Mishrî, anak saudaranya Ahmad ibn `Abd al-
Rahman ibn Wahab, Abû al-Thâhir Ahmad ibn `Amrû ibn al-Sarh,
Ahmad ibn `Îsa al-Mishrî, Ahmad ibn Yahya ibn al-Wazîr ibn
Sulaimân, Ishâq ibn Mûsa al-Anshârî, Ashbagh ibn al-Faraj, Bahri ibn
Habrah ibn Lakhm ibn al-Muhâjir al-Iskandarânî, Hajâj ibn Ibrâhîm al-
Azraq, Harmalah ibn Yahya, Zakaria ibn Yahya, Suraij ibn Nu`mân al-
- Abû Thâlib dari Ahmad ibn Hanbal berkata: `Abdullâh ibn Wahab
dari pada bertentangan, dan dari berbagai hadis lebih banyak yang
168
Ibid., h. 71-72. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 621-622.
119
- Abû Bakar ibn Abû Khaitsamah dari Yahya ibn Ma`în berkata:
tsiqah.
Hijaz, Syam, dan Mesir lebih banyak hadisnya dari dia (`Abdullâh
ibn Wahab) dan yang sampai kepada kami sebanyak 70.000 hadis.
hafizh di antara ahli Hijaz dan Mesir dari hadis mereka dan hadis
Musnad.
berkata: saya lahir pada tahun 125 H dan pada umur 17 tahun saya
menuntut ilmu.
saya `Abdullâh ibn Wahab: saya lahir pada bulan Dzulqa`dah pada
tahun 125 H.
- Abû Sa`îd ibn Yûnus berkata: beliau meninggal pada hari Ahad
Rabî`berselisih 72 tahun.169
Nama lengkap beliau adalah `Abdullâh ibn Sa`îd ibn `Abd al-
Mâlik ibn Marwân ibn al-Hakam ibn Abû al-`Âsh ibn Umayyah al-
binti `Amrû ibn `Abdullâh ibn Sufwan ibn Umayyah, ibunya pergi
Fathras ketika itu terjadi pada tahun 132 H. beliau meninggal dalam
`Utsmân ibn Zaid al-Laitsî, Tsaur ibn Yazîd al-Rahbî, bapaknya Sa`îd
ibn `Abd al-Mâlik ibn Marwân, Salîm ibn Naufal ibn Masâhiq, `Abd
al-Mâlik ibn Juraij, Mâlik ibn Anas, Majâlid ibn Sa`îd, Muhammad ibn
`Abd al-Rahman ibn Abû Dzi‟bî, Mûsa ibn Yasar al-Ardânî guru dari
Ahmad ibn Hanbal, Abû Haitsamah, Zuhair ibn Harb, Sulaimân ibn
Hal ini seperti perkataan Ismâ`îl ibn Ishâq al-Qâdhî dari `Alî ibn al-
170
Ibid., j. 5, h. 238. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 10, h. 183.
171
Ibid., h. 238. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 183.
172
Ibid., h. 238. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 183.
122
- `Alî ibn al-Madîni `Alî ibn al-Madîni berkata: berkata kepada saya
Abû Sufwân: yang menjadi teladan saya adalah Yahya ibn Yahya
al-Ghasâni.173
`Abdullâh ibn Harmalah ibn `Imrân ibn Qirâd al-Tujîbî Abû Hafsh al-
Idrîs ibn Yahya al-Khûlânî, Ayyûb ibn Suwaid al-Ramlî, Basyar ibn
Bakar al-Tanîsî, Sa`î ibn Hakam ibn Abû Maryam, Abû Shâlih
173
Ibid., h. 238. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 183-184.
174
Ibid., j. 2, h. 229. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 4, h. 220.
123
Muslim, Ibnu Mâjah, Ibrâhîm ibn Ahmad ibn Yahya ibn al-Aslam al-
Ahmad ibn Ibrâhîm ibn al-Hakam ibn Shâlih al-Mishrî, Ahmad ibn
Dâwud ibn Abû Shâlih `Abd al-Ghaffâr ibn Dâwud al-Kharânî, anak
dari anak-anaknya Ahmad ibn Thâhir ibn Harmalah ibn Yahya, Abû
al-Hajâj ibn Rasyidîn ibn Sa`ad, Ahmad ibn al-Haitsam ibn Hafsh al-
Tsaghrî Qâdhî Tharsûs, Ahmad ibn Yahya ibn Zakîr al-Mishrî, dan
lain sebagainya.176
175
Ibid., j. 2, h. 229. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h.220-221.
176
Ibid., h. 229-230. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 220-221.
124
- Ibnu `Adî berkata: berkata kepada kami Muhammad ibn Mûsa al-
- Abû Sa`îd ibn Yunus berkata: Harmalah lahir pada tahun 156 H.,
dan meninggal pada malam kamis malam ke-9 bulan Syawal tahun
- Abû Hâtim berkata: hadis dari Harmalah boleh ditulis akan tetapi
hadis dari Harmalah, maka beliau berkata: wahai anakku, apa yang
125
Nama lengkap beliau adalah Zuhair ibn Harb ibn Syadâd al-
Jawâb, Ishâq ibn `Îsa ibn al-Thabâ‟, Ishâq ibn Yûsuf al-Azraq,
Ismâ`îl ibn Abû Uwaisy, Ismâ`îl ibn `Alîyah, Basyar ibn al-Sari,
Jarîr ibn `Abd al-Humaid, Hibbân ibn Hilâl, Hajâj ibn Muhammad
177
Ibid., h. 230-231. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 221-222.
178
Ibid., j. 3, h. 342-343. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl
fî Asmâ’ al-Rijâl, j. 6, h. 335.
179
Ibid., h. 343. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 335-336.
126
Abû Ibrâhîm Ahmad ibn Sa`ad al-Zuhrî, Abû Bakar Ahmad ibn
`Alî ibn Sa`îd al-Marûzî al-Qâdhî, Abû Ya`la Ahmad ibn `Alî ibn
Khaitsamah.
180
Ibid., h. 343. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 336.
127
Khaitsamah).
pada tahun 160 H., dan meninggal pada malam kamis tanggal 7
Sya`bân tahun 234 pada masa Khalifah Ja`far dan umur beliau
adalah 74 tahun.181
181
Ibid., h. 343-344. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, 336-337. Abû al-Hasan `Alî ibn `Umar ibn Ahmad al-Dâruquthnî, Dzikr Asmâ’ al-
Tab`în wa Man Ba`dahu, h. 143.
128
ibn Muhammad ibn `Ar`arah, Ismâ`îl ibn Abû Uwais, Ismâ`îl ibn
sebagainya.183
Sufyân al-Faqîh, Abû Hâmid Ahmad ibn Hamdun ibn Rustûm al-
182
Ibid., j. 10, h. 126. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 18, h. 68.
183
Ibid., h. 126. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h.69-71.
129
184
Ibid., h. 126. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 72.
130
meninggal.
a. Abû Hurairah
b. Abû Salamah
185
Ibid., h. 127-128. Jamâluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzibul Kamal fi
Asma’ ar-Rijal, J. 18, h. 72-73.
131
c. Ibnu Syihâb
d. `Uqail
Rabbah, Harmalah ibn `Imrân al-Tujîbî, Sa`îd ibn `Abd al-`Azîz al-
Luhai`ah, Ibnu Wahab, Basyar ibn al-Sarî, Yahya ibn Ayyûb, Abû
186
Ibid., j. 5, h. 256. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 10, h. 218.
187
Ibid., h. 256. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 218-219.
132
sekretaris al-Laits.
- Sa`ad ibn Manshûr dari Abû Shâlih berkata: saya tidak pernah
188
Ibid., h. 256. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 219-220.
133
melihat ini adalah perbuatan dari Khâlid ibn Najîh, bahwa Abû
shalih.
berkata: saya lahir pada tahun 173 H., begitu juga Ya`qûb ibn
yang mungkar.
134
Mesir banyak hadis dari `Utsmân ibn Shâlih dari Ibnu Luhai`ah
akan tetapi pada masa tuanya beliau telah banyak kesalahan dan
189
Ibid., h. 257-261. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 220-224.
190
Ibid., j. 10, h. 289. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 18, h. 356.
135
Tirmidzî.
h. Al-Tirmidzî
ibn Mûsa ibn al-Dhahak. Ada yang berkata Ibnu al-Sakan al-Salmî
191
Ibid., h. 289. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 356.
192
Ibid., h. 289. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’
al-Rijâl, h. 356.
193
Ibid., j. 9, h. 387. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, j. 17, h. 133.
194
Ibid., j. 9, h. 387. Jamâl alî-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, h. 134.
136
tahun 279 H.
Jâmi’, al-Târîkh, dan `ilâl yang ditulis oleh seorang yang `alim
dan mutqin.
meridhoinya.
195
Ibid., j. 9, h. 387. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl fî
Asmâ’ al-Rijâl, 134.
196
Ibid., j. 9, h. 388-389. Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf al-Mazzî, Tahdzîb al-Kamâl
fî Asmâ’ al-Rijâl, h. 134-135.
137
pribadi al-Tirmidzî.
138
BAB IV
KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS
berikut:
hadis)
Ibnu mengatakan
Syihâb bahwa beliau
al- (`Uqail) belum
Zuhrî mendengar dari
al-Sirî apapun,
akan tetapi
beliau (`Uqail)
mendapatkan
hadis dengan
munawalah
orang yang
paling faqih,
orang yang
paling
mengetahui
tentang hadis.
periwayat pertama yakni Abû Hurairah dapat dilihat dari ta`dil yang
Hurairah dengan Nabi dapat dilihat dari selisih tahun kelahiran dan
disebutkan bahwa Abû Hurairah lahir pada tahun 600 M. (20 tahun
Sedangkan Nabi lahir pada tahun 570 M. dan meninggal pada tahun
yang paling tinggi dan juga paling kuat dalam cara-cara penerimaan
197
Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 90. Lihat Mundzier Suparta,
Ilmu Hadis, h. 198-199. Lihat Mushthafa `Azamî, Memahami Hadis, h. 37.
145
hadis Nabi.198 Dilihat pribadi Abû Hurairah yang `âdil dan dhâbith,
periwayat kedua yakni Abû Salamah dapat dilihat dari ta`dil yang
diberikan kritikus kepada beliau dalam tabel di atas yaitu tsiqah 2X,
hadis (a`lam al-hadîts). Lafazh ta`dil dengan lafazh tsiqah, dan faqih
dunia dalam keadaan masih kecil, tidak shahih untuk kita (dalam
198
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 88.
146
jarh yang dikatakan Abû Hâtim yakni tidak shahih untuk kita
Oleh karena itu, tajrih dari para kritikus hadis tersebut tidak bisa
yakni pertama dan ketiga serta jarh yang berperingkat terakhir atau
pada waktu kekhalifahan Walîd ibn Mâlik dalam usai 72 tahun. Itu
Hal ini berarti selisih antara tahun kelahiran mereka berdua adalah
`an. 200 Dengan demikian sanad antara Abû Salamah dengan Abû
periwayat kedua yakni Ibnu Syihâb al-Zuhrî dapat dilihat dari ta`dil
199
Ibid., h. 88.
200
Ibid., h. 83. Lihat Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, h. 129.
148
diriwayatkan oleh orang yang tidak tsiqah. Pendapat tajrih dari para
Sehingga tidak bisa membawa beliau termasuk orang yang tidak bisa
dari ta`dil yang berperingkat tinggi yakni pertama dan ketiga dan
Ibnu Syihâb lahir pada tahun 50 H., ada juga yang berkata tahun 51
tahun. Hal itu berarti Abû Salamah lahir sekitar tahun 22 H., maka
beliau dalam hadis yang kami teliti, ada dua keterangan yang
merupakan yang paling tinggi dan juga paling kuat dalam cara-cara
periwayat ketiga yakni `Uqail dapat dilihat dari ta`dil yang diberikan
kritikus kepada beliau dalam tabel di atas yaitu lafazh atsbat 3X,
201
Ibid., h. 83. Lihat Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, h. 129.
202
Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 90. Lihat Mundzier Suparta,
Ilmu Hadis, h. 198-199. Lihat Mushthafa `Azamî, Memahami Hadis, h. 37.
203
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 88.
150
shadûq, tsiqah 4X, lâ ba’sa bihi, hujjah dan hâfizh. Lafazh ta`dil
mereka ada salah seorang yang sudah dikenal sebagai orang yang
`Uqail yang berperingkat kedua, ketiga dan keempat serta jarh yang
periwayatan hadis.
151
Syihâb lahir pada tahun 50 H., ada juga yang berkata tahun 51 H.
hubungan guru dan murid antara `Uqail dan Ibnu Syihâb, maka
diberikan kritikus kepada beliau dalam tabel di atas yaitu tsiqah 8X,
tsabat 2X, atsbat 2X, shâlih, shadûq 3X, faqih, dan hafidz.
204
Ibid., h. 88.
205
Ibid., h. 83. Lihat Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, h. 129.
152
ini dikarenakan ada salah satu di antara mereka yakni al-Nasâ‟i yang
tersebut.
mudah. Jarh atau ketercelaan dari Abû Dâwud dari Muhammad ibn
al-Husain ini tidak merusak syarat sebagai periwayat yang `âdil dan
dhâbith karena di samping dia (Abû Dâwud dari Muhammad ibn al-
menyetujui akan terpujinya pribadi al-laits, akan tetapi ada hal yang
dan keempat serta jarh yang tidak merusak syarat sebagai periwayat
yang `âdil dan dhâbith, maka dapat dikatakan bahwa al-Laits adalah
pada tahun 94 H., dan meninggal pada hari jum`at pertengahan bulan
tahun 141 H. Hal itu berarti selisih meninggal antara mereka berdua
merupakan yang paling tinggi dan juga paling kuat dalam cara-cara
207
penerimaan hadis Nabi. Dilihat dari pribadi al-Laits yang
bersambung.
206
Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 90. Lihat Mundzier Suparta,
Ilmu Hadis, h. 198-199. Lihat Mushthafa `Azamî, Memahami Hadis, h. 37.
207
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 88.
208
Ibid., h. 83. Lihat Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, h. 129.
154
periwayat kelima yakni Yahya ibn Bukair dapat dilihat dari ta`dil
yang diberikan kritikus kepada beliau dalam tabel di atas yaitu atsbat
antaranya yaitu dho’if, dan laisa bi tsiqah. Dalam jarh tersebut, al-
dhâbith.
155
Yahya ibn Bukair meninggal pada bulan Shafar pada tahun 231 H.,
sedangkan al-Laits lahir pada tahun 94 H., dan meninggal pada hari
sezaman dan terjadi hubungan guru dan murid antara mereka berdua
dengan cara al-sima` merupakan yang paling tinggi dan juga paling
Yahya ibn Bukair yang merupakan pribadi yang `âdil dan dhâbith,
dalam hadis serta lebih teliti dalam hadis, baik dalam menghafal
209
Shubhi Shalih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 90. Lihat Mundzier Suparta,
Ilmu Hadis, h. 198-199. Lihat Mushthafa `Azamî, Memahami Hadis, h. 37.
210
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 88.
156
hadis serta paham betul hadis tersebut, tidak ada seorang yang
ta`dil orang yang paling mengetahui tentang hadis dan lafazh ta`dil
tidak ada seorang yang seperti Muhammad bin Ismâ`îl bin Ibrâhîm
ketiga, sedangkan lafazh ta`dil pandai dalam hadis serta lebih teliti
yang dapat merusak syarat sebagai periwayat yang `âdil dan dhâbith.
ketiga dan keempat serta jarh yang tidak disertai dengan keterangan
periwayatan hadis.
dengan Yahya ibn Bukair, dalam tabel telah disebutkan bahwa al-
Bukhârî lahir pada bulan Syawal tahun 194 H., dan meninggal pada
hari Sabtu pada bulan Syawal tahun 256 H. Sedangkan Yahya ibn
sima` merupakan yang paling tinggi dan juga paling kuat dalam
211
Shubhi Shalih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalahuhu, h. 90. Lihat Mundzier Suparta,
Ilmu Hadis, h. 198-199. Lihat Mushthafa Azami, Memahami Hadis, h. 37.
212
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 88.
158
guru dan murid serta dari pribadi para periwayat dari periwayat
sanad yang terbebas dari syâdz dan `illat. Hal ini dapat dibuktikan
hubungan guru dan murid kemudian dari pribadi para periwayat dari
serta tidak ada `illat dan syâdz dalam rangkaian sanad tersebut, maka
Yûnus al- Ada satu Mening- Tidak ada َْٓ عLafazh ta`dil:
Ailî tâbi` gal pada hubungan atsbat 2X,
yakni tahun guru dan tsiqah 3X,
`Uqail 159 H. murid shâlih al-
antara hadits, `alim,
Yûnus al- lâ ba’sa bihi,
Ailî dan shadûq.
dengan
Lafazh jarh: di
Ibnu
dalam hadis
Syihâb al-
Yûnus ibn
Zuhrî
Yazîd banyak
yang mungkar
berasal dari al-
Zuhrî,
mempermudah
dalam hadis,
dan hafalannya
tidak begitu
bagus.
tahun.
al-Sarh pada
al-Mishrî masa
khalifah
Ja`far
Lafazh jarh:
tidak ada.
dari sanad pertama yakni Abû Hurairah hingga sanad ketiga yakni
atsbat 2X, tsiqah 3X, shâlih al-hadits, `alim, lâ ba’sa bihi, dan
tsiqah-an periwayat.
dan hafalannya tidak begitu bagus. Lafazh jarh yakni “hadis Yûnus
yang pertama dalam tingkatan jarh karena lafazh ini sama dengan
165
menilai jarh kepada Yûnus al-Ailî, para kritikus hadis sangat keras
keempat dan kelima dalam tingkatan ta`dil, akan tetapi jarh yang
Yûnus ibn Yazîd bukan termasuk sebagai periwayat yang `âdil dan
dhâbith.
bahwa Yûnus ibn Yazîd meninggal pada tahun 159 H., sedangkan
Ibnu Syihâb lahir pada tahun 50 H., ada juga yang berkata tahun 51
hubungan guru dan murid antara Yûnus ibn Yazîd dengan Ibnu
bersambung.
periwayat kelima yakni `Abdullâh ibn Wahab dan Abû Shafwân al-
213
Ibid., h. 88.
214
Ibid., h. 83. Lihat Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, h. 129.
167
tingkatan pertama dan ketiga serta tidak ada jarh beliau, maka
dan meninggal pada hari Ahad minggu ke-4 bulan Sya`ban tahun
197 H., sedangkan Yûnus ibn Yazîd meninggal pada tahun 159 H.
satu zaman dan telah terjadi hubungan guru dan murid dalam
dengan cara al-sima` merupakan yang paling tinggi dan juga paling
215
Shubhi Shâlih, `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu, h. 90. Lihat Mundzier Suparta,
Ilmu Hadis, h. 198-199. Lihat Mushthafa `Azamî, Memahami Hadis, h. 37.
168
kepada beliau dalam tabel di atas yaitu tsiqah, la ba’sa bihi, dan
ta`dil yang diberikan para kritikus tentang beliau dan juga dengan
tidak ada jarh kepada beliau, maka dapat dikatakan bahwa Abû
216
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 88.
169
dan dhâbit dalam periwayatan hadis serta ada hubungan guru dan
murid antara beliau dengan Yûnus ibn Yazîd, maka dapat dikatakan
217
Ibid., h. 88.
170
orang yang paling mengetahui hadis dari Ibnu Wahab (a`lam al-
tingkat pertama dan kelima serta jarh yang berperingkat kelima dan
disebutkan bahwa Harmalah ibn Yahya lahir pada tahun 156 H. dan
tahun 243 H., sedangkan `Abdullâh ibn Wahab lahir pada bulan
sima` merupakan yang paling tinggi dan juga paling kuat dalam
an pribadi periwayat Zuhair ibn Harb dapat dilihat dari ta`dil yang
Zuhair ibn Harb. Dilihat dari ta`dil para kritikus kepada Zuhair ibn
keempat serta dengan tidak ada jarh dari para kritikus, Dengan
disebutkan bahwa Zuhair ibn Harb lahir pada tahun 156 H. dan
merupakan yang paling tinggi dan juga paling kuat dalam cara-cara
penerimaan hadis Nabi. 221 Dilihat dari pribadi Zuhair ibn Harb
bersambung.
kepada Muslim ibn al-Hajjâj. Dilihat dari ta`dil para kritikus yang
Hajjâj dengan Zuhair ibn Harb dan Harmalah ibn Yahya, dalam
Adapun Zuhair ibn Harb lahir pada tahun 160 H. dan meninggal
156 H. dan meninggal pada malam kamis yaitu malam ke-9 bulan
dengan cara al-sima` merupakan yang paling tinggi dan juga paling
tidak bersambung yaitu Yûnus ibn Yazîd al-Ailî dengan jarh yang
berikut:
Salamah
hadis yang
diriwayatkan
Abû Shâlih di
akhir hidupnya
banyak yang
mengatakan
mungkar.
Lafazh jarh:
pribadi beliau
adalah orang
yang shadûq
akan tetapi
hadisnya banyak
yang mungkar,
berbohong
dalam hadis,
orang yang
diragukan dan
dia bukanlah
siapa-siapa,
bukan orang
yang tsiqah.
ibn al-
`Abbâs
dengan
`Abdullâ
h ibn
Shâlih
dari sanad pertama yakni Abû Hurairah hingga sanad kelima yakni
ta`dil yang berperingkat pertama dan kedua. Oleh karena itu, dapat
132 H., sedangkan al-Laits lahir pada tahun 94 H., dan meninggal
sima` merupakan yang paling tinggi dan juga paling kuat dalam
bersambung.
tidak ada keterangan yang jelas tentang pribadi Maktûm ibn `Abbâs
dari segi ta`dil dan jarh. Hal ini dimungkinkan beliau merupakan
bukan orang yang tidak dikenal. Dalam syarat `âdil dan dhâbith,
dhâbith.
guru dan murid antara Maktûm ibn `Abbâs dengan `Abdullâh ibn
sima` merupakan yang paling tinggi dan juga paling kuat dalam
oleh ulama hadis memiliki tingkat akurasi yang tinggi, akan tetapi
yang `âdil dan dhâbith, serta tidak ada hubungan guru dan murid,
yang terputus.
berperingkat tinggi yakni kedua, ketiga dan kelima serta tidak jarh
Tirmidzî dengan Maktûm ibn `Abbâs, dapat dilihat dari nama guru
dalam kitab Shahîh Muslim dalam bab barang siapa yang meninggalkan
230
Lihat Abû Abdullâh Muhammad ibn Ismâ`îl al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, j. 5, h.
536.
231
Ibid., j. 3, h. 84.
186
harta maka untuk ahli warisnya,232 Imam al-Tirmidzî dalam kitab Sunan
al-Tirmidzî (Jâmi` al- Shahîh) dalam bab apa yang terjadi pada orang
yang berhutang, 233 dan Imam Ibnu Mâjah dalam kitab Sunan Ibnu
Mâjah dalam bab barang siapa yang meninggalkan hutang atau barang
َ ًَْ٘ رَ َش
lafazh tersebut yaitu dalam riwayat al-Bukhârî dengan lafazh ِٗ ِٕ٠ْ ن ٌِ َذ
dalam kedua periwayat (`Uqail dan Yûnus al-Ailî) yaitu apabila jika
232
Lihat Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Shahîh Muslim, j. 2 (Beirut: Dâr al-
Fikr, 1992), h. 58.
233
Lihat Abû `Îsa Muhammad ibn Sûrah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al-
Shahîh), j. 2, (Semarang: Toha Putra, t.th.), h. 266.
234
Lihat Abû Muhammad ibn Yazîd al-Qazwinî, Sunan Ibnu Mâjah, j. 2, (Indonesia:
Dahlan, t.th.), h. 807.
187
َ َل
Tirmidzî jelas berbeda, karena Muslim menggunakan lafazh ضب ٍء
matan hadis, akan tetapi perbedaan ini tidak menimbulkan ziyadah atau
idraj dan juga matan hadis tersebut bukanlah matan yang bersifat
ditoleransi, matan hadis ini adalah matan hadis yang terbebas dari syadz
dan `illat. Di antara bukti bahwa hadis ini terbebas dari syadz antara
lain:
188
Di samping terbebas dari syadz, hadis tersebut juga terbebas dari `illat.
gharîb.
Selain terbebas dari syâd dan `illat, matan hadis ini tidak
ayat 282 dari surat al-Baqarah. Dalam ayat ini (al-Baqarah ayat 282),
dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga ayat 280 dari surat al-
235
Lihat M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 85-86. Lihat Nuruddin
`Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, terj. Mujiyo, h. 228. Lihat Fathur Rahman, Ikhtishar Mushthalah Hadis,
cet. 1, (Bandung: Al-Ma`arif, 1974), h. 199.
236
Ibid., h. 88. Lihat Nuruddin `Itr, `Ulûm al-Hadîts 2, terj. Mujiyo, h. 258. Lihat Fathur
Rahman, Ikhtishar Mushthalah Hadis, h. 187.
189
orang yang berhutang yaitu agar orang yang berhutang (ghârim) diberi
zakat dari orang yang berzakat agar bisa digunakan dalam melunasi
dan `illat dan juga tidak bertentangan dengan hukum al-Qur‟an, maka
matan hadis ini memiliki persyaratan tolak ukur sebagai matan hadis
yang shahih. Dengan melihat tolak ukur tentang keshahihan matan yang
dalam kitab Shahih al-Bukhâri dalam bab nafaqah 237 dan bab hutang,238
Muslim dalam kitab Shahîh Muslim dalam bab barang siapa yang
kitab Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al- Shahîh) dalam bab apa yang terjadi
237
Lihat Abû Abdullâh Muhammad bin `Ismail al-Bukhâri, Shahih al-Bukhari, j. 5, h.
536.
238
Ibid., j. 3, h. 84.
239
Lihat Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Shahîh Muslim, j. 2 (Beirut: Dâr al-
Fikr, 1992), h. 58.
190
pada orang yang berhutang,240 dan Imam Ibnu Mâjah dalam kitab Sunan
Ibnu Mâjah dalam bab barang siapa yang meninggalkan hutang atau
Menurut al-Qurthubî, kata ٓ٠ ثذdalam firman Allah dalam surat al-
Baqarah ayat 282 yaitu ّٝ اجً ِضٌٝٓ ا٠ٕزُ ثذ٠ ارا رذاadalah untuk penekanan
seperti pada firman Allah Swt ٗ١ش ثجٕبد١ط٠ ال طبئشٚ “Dan burung-burung
yang terbang dengan kedua sayapnya” (QS. Al-An‟am [6] ayat 38) dan
juga dalam firman Allah Swt ُْٛ أجّعٍٙفضجذ اٌٍّئىخ و “Lalu seluruh
malaikat itu bersujud semuanya” (QS. Shaad [38] ayat 73) 242 . Hakikat
makna dari kata ٓ٠ ثذadalah keterangan dari semua transaksi di mana salah
satu pihak membayar dengan tunai dan pihak yang lainnya dalam tempo.
Kata ٓ١ اٌعmenurut bahasa Arab adalah semua harta yang ada dalam
genggaman, sedangkan kata ٓ٠ اٌذadalah semua harta yang tidak ada dalam
yaitu ّٝ اجً ِضٌٝ“ اuntuk waktu yang ditentukan”. Penentuan waktu
hutang. 243
240
Lihat Abû `Îsa Muhammad ibn Sûrah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al-
Shahîh), j. 2, (Semarang: Toha Putra, t.th.), h. 266.
241
Lihat Abû Muhammad ibn Yazîd al-Qazwinî, Sunan Ibnu Mâjah, j. 2, (Indonesia:
Dahlan, t.th.), h. 807.
242
Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, terj. Fathurrahman, dkk., 837.
243
Ibid., h. 837. Lihat Muhammad ibn `Ali ibn Muhammad al-Syaukâni, Fath al-Qadîr, j.
1, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1993), h. 452-453.
191
suatu kemampuan yang lebih atas seorang muslim sebagai persiapan dia
berdasarkan lafazh hadis selanjutnya yakni فَب اءَٚ ِٗ ِٕ٠ْ ِّس أََُّٔٗ رَ َشنَ ٌِ ِذ
َ ( ُدذjika
Kata فبءٚ berarti apa yang telah dijanjikan dalam melunasi hutangnya, jika
dia tidak bisa menetapkan pembayaran hutangnya maka Nabi yang akan
membayarnya.244
Dalam hadis ini Nabi tidak mau menshalatkan jenazah yang masih
244
Badar al-Dîn Abû Muhammad Mahmûd ibn Ahmad al-`Aini, `Umdat al-Qâri’ (Syarh
Shahîh al-Bukhârî), j. 11, ( Bairut: Dar al-Fikr, t.th), h. 126.
245
Abû al-Ula Muhammad `Abd al-Rahman ibn `Abd al-Rahman al-Mubârakfûrî, Tuhfat
al-Ahwadzî, j. 4, h.128.
192
bagi kita semua dalam membayar hutang kita, kalau seandainya dia tidak
ٍٕٝب فع٠رشن دmerupakan penghapus untuk larangan shalat bagi jenazah yang
apabila menshalati jenazah tersebut, karena Nabi bersabda: ٍٕٝب فع٠ِٓ رشن د,
dari harta orang-orang yang shaleh, ada juga yang berkata bahwa Nabi
tidak ada yang menanggungnya maka bagi yang berhutang itu akan
mendapatkan dosa. Apabila ada hak yang meninggal dunia di suatu badan
246
Ibid., h.128.
247
Ahmad ibn `Alî ibn Hajar al-`Ashqolânî, Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhârî, j. 5,
(Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h. 244.
248
Ibid., h. 244.
193
dalam dirinya. Apabila tidak ada, maka diuruslah dengan cara yang adil.249
dan juga agar tidak membuat susah payah hidupnya dengan berhutang
249
Ibid., h. 244.
250
Ibid., h. 244.
251
Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam Dalam Madzhab Syafi’i, h. 203.
194
mereka. Akan tetapi jika yang berhutang itu pada suatu saat tidak bisa
Banyak orang yang berada dalam kesulitan tidak punya harta dan tidak
yang dalam keadaan terjepit ini memiliki tiga faedah di antaranya sebagai
berikut:
ditagihnya.
c. Dengan bantuan ini akan terciptanya sikap saling mencintai dan saling
yang harus dipenuhi. Hal ini disebabkan karena dia (yang berhutang)
meminjam yang bukan hak dia. Akan tetapi ketika yang meminjam tidak
apakah dia masih tetap melunasi hutangnya atau tidak. Berkata al-Thîbî
252
`Alî Ahmad al-Jarjâwî, Indahnya Syariat Islam, terj. Faishal Shaleh, h. 446.
195
dunia tetapi tidak meninggalkan harta benda, kalau seandainya tidak ada
Berkata Abû Hanîfah: tidak sah penanggungan hutang bagi mayit yang
tidak punya apa-apa adalah penanggungan hutang yang telah jatuh, dan
tentang seseorang yang tidak kuasa untuk melunasi hutangnya. Ayat ini
lalu ketika Bani Mughirah mengeluh bahwa keadaan mereka pada saat itu
sedang kesusahan, dan mereka juga mengatakan pada saat itu mereka tidak
hingga saat panen tiba. 254 Al-Nuhas mengatakan bahwa pendapat yang
paling baik mengenai ayat ini (al-Baqarah ayat 280) adalah pendapat
`Atha‟, al-Dhahâk, Râbi` dan Khaitsam yaitu setiap orang yang merasakan
kesulitan berhak untuk ditangguhkan dalam hal riba ataupun utang. 255
sulit atau akan terjerumus dalam kesulitan bila membayar hutang, maka
253
Abû al-Ula Muhammad `Abd al-Rahman ibn `Abd al-Rahman al-Mubârakfûrî, Tuhfat
al-Ahwadzî, h.128.
254
Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, terj. Fathurrahman, dkk., h. 821.
255
Ibid., h. 823.
196
yang amat dia butuhkan. Yang lebih baik dari orang yang meminjamkan
zakat, karena dia (ghârim) adalah salah satu dari delapan golongan yang
ghârim yakni yang berhutang atau yang dililit hutang sehingga tidak
kategori orang yang berhutang yang berhak mendapatkan zakat ada tiga.
a. Qawî yakni hutang pinjaman atau hutang dalam hal perdagangan yang
c. Dha`îf yakni hutang yang bukan dari segi materi, misalnya hutang
mendapatkan zakat, dan harus memenuhi nisab yang ada dalam syarat dan
256
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, volume 1, h. 560.
257
Ibid., volume 5, h. 634.
258
`Abd al-Rahman al-Jazîrî, Al-Fiqh `ala Madzhab al-Arba`ah, j. 1, (Bairut: Dâr al-Fikr,
1990), h. 602.
197
adalah hutang yang tetap dan berbentuk dirham atau dinar atau hutang dari
yang melilitnya.
tidak mau menshalati jenazah yang masih berhutang dan tidak ada yang
hal tersebut agar umatnya tidak menganggap kecil perkara hutang, dan
juga agar tidak membuat susah payah hidupnya dengan berhutang dengan
bagi umatnya dalam muamalah hutang-piutang. Ayat 280 dari surat al-
Apalagi dalam surat al-Taubah ayat 60, orang yang berhutang (ghârim)
merupakan salah satu golongan yang berhak mendapatkan zakat agar dapat
259
Ibid., h. 603.
260
Ibid., h. 604.
198
hutangnya.
199
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
`âdil dan dhâbith. Dengan demikian kualitas sanad hadis riwayat al-
Bukhârî merupakan sanad yang shahîh. Akan tetapi dalam sanad hadis
riwayat Muslim, ada sanad yang tidak tsiqah yakni Yûnus al-Ailî yang
hadis yang mungkar dan hafalannya tidak bagus. Kedua jarh tersebut
matan sebuah hadis yakni terbebas dari syadz dan `illat serta tidak
periwayatan hadis yang shahîh lidhâtihi adalah riwayat dari jalur al-
ini dikarenakan agar orang yang berhutang (ghârim) tersebut agar tidak
201
karena dia merupakan salah satu bagian dari delapan golongan yang
berhak mendapatkan zakat sesuai dengan ayat ke-60 dari surat al-
Akan tetapi jika ada jenazah yang masih meninggalkan hutang, maka
B. Saran-Saran
kutub al-sittah (enam buah kitab hadis yang terpopuler) dan kutub al-
kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Andalusi, Ahmad ibn Rasyîd al-Qurthubi, atau yang terkenal dengan nama
Ibnu Rasyîd. Bidâyat al-Mujtahid fî Nihayat al-Muqtashid. Juz 2. Bairut:
Dâr al-Fikr, t.th.
Anwar, Muh. Ilmu Mushthalah Hadis. Surabaya: Usana Offset Printing, 1981.
Armando, Ade dkk. Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar. Jilid 6, cetakan 4. Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.
Al-`Ashqolânî, Ahmad ibn `Alî ibn Hajar. Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-
Bukhârî. Jilid 5. Bairut: Dâr al-Fikr, 1991.
Al-`Aini, Badâr al-Dîn Abû Muhammad Mahmûd ibn Ahmad. `Umdat al-Qâri’:
Syarh Shahîh al-Bukhârî. Jilid 11. Bairut: Dar al-Fikr, t.th.
Al-Bashri, Muhammad ibn Sa`ad ibn Manî` al-Hasyimî, atau yang terkenal
dengan nama Ibnu Sa`ad. Al-Thabaqat al-Kubra. Jilid 4. Bairut: Dâr al-
Kutub al-`Ilmiyah, 1990.
204
Al-Bukhârî, Abû Abdullâh Muhammad ibn `Ismâ`îl. Shahîh al-Bukhârî. Juz 3, juz
5, cetakan 1 Kitab al-Kafalah, hadis nomor: 2298. Bairut: Dâr al-Kutub al-
`Ilmiyah, 1992.
Al-Dâruquthnî, Abû al-Hasan `Alî ibn `Umar ibn Ahmad. Dzikr Asmâ’ al-Tab`în
wa Man Ba`dahu. Jilid 1. Bairut: Muassasah al-Kutub al-Tsaqâfiyah,
1985.
Habîb, Abû Sa`di. Mausu’atul Ijma’. Terj. Ahmad Sahal Machfudz dan
Mushthafa Bishri. Cetakan 2. Jakarta: Pustaka Firdaus, Oktober 1997.
Al-Hâdî, Abu Muhammad `Abd al-Mahdî ibn `Abd al-Qâdir ibn `Abd. Thuruq
Takhrîj Hadîts. Mesir: Dâr al-I`tishâm, t.th.
Hâsyim, Ahmad `Umar. Qawâ`id Ushûl al-Hadîts. Bairut: Dâr al-Fikr, t.th.
Al-Jarjâwî, `Alî Ahmad. Indahnya Syariat Islam. Terj. Faishal Shaleh. Cetakan 1.
Jakarta: Gema Insani Press, 2006.
Al-Jazîrî, `Abd al-Rahman. Al-Fiqh `ala Madzhab al-Arba`ah. Juz 1. Bairut: Dâr
al-Fikr, 1990.
205
Karim, Helmi. Fiqih Muamalah. cetakan 3. Jakarta: Raja Grafindo, Mei 2002.
Mandzûr, Ibnu. Lisân al-`Arab. Jilid 13. Mesir: al-Dâr al-Mishriyyah, t.th.
Al-Mazzî, Jamâl al-Dîn Abû al-Hajjâj Yûsuf. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl.
Jilid 4, 6, 9, 10, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21, dan 22. Bairut: Dâr al-Fikr,
1994.
Al-Naisâbûrî, Muslim ibn Hajjâj al-Qusyairî. Shahîh Muslim. Jilid 2 Kitab al-
Farâidh hadis nomor: 4242. Bairut: Dâr al-Fikr, 1992.
Al-Nawâwî, Muhyî al-Dîn. Syarh Shahîh Muslim ibn al-Hajjâj. Jilid 11-12.
Bairut: Dâr al-Ma‟rifah, 1995.
Al-Qardhâwî, Yûsuf. Halal dan Haram dalam Islam. Terj. Muammal Hamidy.
Edisi revisi. Surabaya: Bina Ilmu, 2003.
Al-Qazwinî, Abû Muhammad ibn Yazîd. Sunan Ibnu Mâjah. Jilid 2 Kitab al-
Janâiz hadis nomor: 2508. Indonesia: Dahlan, t.th.
Al-Qurthubî, Abû `Umar Yûsuf ibn `Abdullâh ibn Muhammad ibn `Abd al-Barr.
Tafsîr al-Qurthubî. Terj. Fathurrahman dkk. Juz 3, cetakan 1. Jakarta:
Pustaka Azzam, April 2008.
206
Al-Ramlî, Abû al-`Abbâs Ahmad ibn Hamzah ibn Syihâb al-Dîn, yang terkenal
dengan nama al-Syâfi`i al-Shaghîr. Nihâyat al-Muhtâj ilâ Syarh al-Minhâj.
juz 5. Bairut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1993.
Shâlih, Shubhi. `Ulûm al-Hadîts wa Mushthalâhuhu. cetakan 17. Bairut: Dâr al-
`Ilm li al-Malâyîn, t.th.
Al-Syaukâni, Muhammad ibn `Ali ibn Muhammad. Fath al-Qadîr. Juz 1. Beirut:
Dâr al-Fikr, 1993.
_______________. Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad, terj. Agil Husin
Munawar dan Masykur Hakim. Cetakan 1. Semarang: Dina Utama, 1995.
Al-Tirmidzî, Abû `Îsa Muhammad ibn Sûrah. Sunan al-Tirmidzî (Jâmi` al-
Shahîh). Jilid 2 Kitab al-Janâiz hadis nomor: 1091. Semarang: Toha Putra,
t.th.
207
BIODATA PENULIS
AMIRUL BAKHRI
NIM. 30.07.4.5.002