Professional Documents
Culture Documents
SYARIAH AKIDAH AKHLAK IBADAH
Banyak manusia yang hidup di dunia ini menginginkan kehidupan
yang bebas dan tidak terkekang dengan berbagai aturan. Sampai-
sampai karena kuatnya keinginan ini mereka tidak lagi
mengindahkan norma-norma agama, sebab mereka menganggap
agama sebagai belenggu semata.
Meskipun faktanya, kebebasan yang tanpa batas mustahil
terwujud di dunia ini. Karena perbuatan yang dilakukan oleh
manusia sering dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsu, sehingga
ketika seseorang meninggalkan norma-norma agama otomatis dia akan terjerumus
mengikuti aturan hawa nafsunya yang dikendalikan oleh setan, dan ini merupakan sumber
malapetaka terbesar bagi dirinya. Karena hawa nafsu manusia selalu menggiring kepada
keburukan dan kerusakan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ُ ت ال َّس َم َو
ْات َواألرْ ضُ َو َم ْن فِي ِه َّن بَل ِ ق أَ ْه َوا َءهُ ْم لَفَ َس َد
ُّ { َولَ ِو اتَّبَ َع ْال َح
}ُون
َ ْرض ِ أَتَ ْينَاهُ ْم بِ ِذ ْك ِر ِه ْم فَهُ ْم َع ْن ِذ ْك ِر ِه ْم ُمع
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu manusia, maka pasti binasalah langit
dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan
kepada mereka peringatan (untuk) mereka (al-Qur’an) akan tetapi mereka berpaling
dari peringatan tersebuat” (QS al-Mu’minuun:71).
Juga firman-Nya,
ُُضلَّهِ أَ ْن ي ْالم َو َم ْن ي ُِر ْد ِ ص ْد َرهُ لِإلس َ ْ{ فَ َم ْن ي ُِر ِد هَّللا ُ أَ ْن يَه ِديَهُ يَ ْش َرح
ُ يَجْ َع ُل هَّللا ك َّ َضيِّقًا َح َرجًا َكأَنَّ َما ي
َ ِص َّع ُد فِي ال َّس َما ِء َك َذل َ ُص ْد َره َ ْيَجْ َعل
}ون َ س َعلَى الَّ ِذ
َ ُين ال ي ُْؤ ِمن َ ْالرِّ ج
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya
Dia melapangkan dadanya untuk (menerima agama) Islam. Dan barangsiapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit,
seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan keburukan/siksa
kepada orang-orang yang tidak beriman” (QS al-An’aam:125).
Maka melepaskan diri dari aturan-aturan agama Islam dengan dalih kebebasan berarti justru
menjebloskan diri kedalam penjara hawa nafsu dan belenggu setan yang akan
mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan berkepanjangan di dunia dan akhirat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengungkapkan hal ini dengan bahasa yang indah dalam
ucapan beliau,
ضلَّهُ هَّللا ُ َعلَى ِع ْل ٍم َو َختَ َم َعلَى َس ْم ِع ِه َ َْت َم ِن اتَّ َخ َذ إِلَهَهُ هَ َواهُ َوأ
َ { أَفَ َرأَي
َ ص ِر ِه ِغ َشا َوةً فَ َم ْن يَ ْه ِدي ِه ِم ْن بَ ْع ِد هَّللا ِ أَفَال تَ َذ َّكر
}ُون َ ََوقَ ْلبِ ِه َو َج َع َل َعلَى ب
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
sembahannya dan Allah menjadikannya tersesat berdasarkan ilmu-Nya, dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya.
Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)?.
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran” (QS al-Jaatsiyah:23).
Makna ayat ini: pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan agamanya (apa yang
sesuai) dengan hawa nafsunya, sehingga tidaklah dia menyukai sesuatu (menurut hawa
nafsunya) kecuali dia akan mengikutinya. Karena dia tidak beriman kepada Allah, tidak
mengharamkan apa yang diharamkan-Nya dan tidak menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya.
(Cara) beragamanya adalah apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya maka itulah yang
dikerjakannya[7].
Kerancuan dan Jawabannya
Orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berusaha mencari-cari dalih untuk
mendiskreditkan Islam dan mengesankan bahwa aturan-aturan syariat Islam adalah
belenggu yang mengekang kebebasan manusia. Padahal kalau diperhatikan dengan seksama
semua dalih yang mereka kemukakan justru membantah pemahaman mereka dan bukan
mendukungnya[8].
Di antara dalih yang mereka kemukakan adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang mereka pahami dengan keliru:
- “Dunia ini adalah penjara (bagi) orang yang beriman dan surga (bagi) orang kafir”[9].
Jawab: Penafsiran yang benar dari hadits ini ada dua – seperti kata Ibnul Qayyim dalam
kitab beliau “Badaai’ul fawaaid” (3/696) –, yaitu:
1- Orang yang beriman di dunia ini, keimanannya yang kuat menghalangi dia untuk
memperturutkan nafsu syahwat yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, sehingga dengan
keadaan ini seolah-olah dia hidup dalam penjara. Atau dengan kata lain: dunia ini adalah
tempat orang yang beriman memenjarakan hawa nafsunya dari perbuatan-perbuatan yang
diharamkan oleh Allah Ta’ala, berbeda dengan orang kafir yang hidup bebas
memperturutkan nafsu syahwatnya[10].
2- Makna: “Dunia ini adalah penjara (bagi) orang yang beriman dan surga (bagi) orang
kafir”, adalah jika dibandingkan dengan keadaan/balasan orang yang beriman dan orang
kafir di akhirat nanti, karena orang yang beriman itu meskipun hidupnya di dunia paling
senang dan bahagia, tetap saja keadaan tersebut seperti penjara jika dibandingkan dengan
besarnya balasan kebaikan dan kenikmatan yang Allah Ta’ala sediakan baginya di surga di
akhirat kelak. Dan orang kafir meskipun hidupnya di dunia paling sengsara dan menderita,
tetap saja keadaan tersebut seperti surga jika dibandingkan dengan pedihnya balasan
keburukan dan siksaan yang Allah Ta’ala akan timpakan kepadanya di neraka di akhirat
nanti[11].
Maka jelaslah hadits ini sama sekali tidak menunjukkan apa yang mereka tuduhkan
terhadap Islam, bahkan sebaliknya hadits ini menjelaskan dengan gamblang keindahan
syariat Islam.
- Mereka juga berdalih dengan beberapa hukum dalam syariat Islam, seperti kewajiban
memakai jilbab (pakaian yang menutupi semua aurat secara sempurna[12]) bagi perempuan
muslimah ketika berada di luar rumah. Mereka mengatakan bahwa jilbab merupakan
belenggu yang mengekang kebebasan kaum perempuan.
Jawab: Hikmah besar diwajibkannya hijab bagi perempuan adalah justru untuk
membebaskan dan menyelamatkan mereka dari gangguan dan kejahatan orang-orang yang
mempunyai keinginan buruk, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
ْ َب َذلِ ُك ْم أ
طهَ ُر لِقُلُوبِ ُك ْم ٍ { َوإِ َذا َسأ َ ْلتُ ُموهُ َّن َمتَا ًعا فَاسْأَلُوهُ َّن ِم ْن َو َرا ِء ِح َجا
}ن َّ َوقُلُوبِ ِه
“Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi),
maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan
hati mereka” (QS al-Ahzaab:53).
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu syaikh berkata, “(Dalam ayat ini) Allah menyifati
hijab/tabir sebagai kesucian bagi hatinya orang-orang yang beriman, laki-laki maupun
perempuan, karena mata manusia kalau tidak melihat (sesuatu yang mengundang syahwat,
karena terhalangi hijab/tabir) maka hatinya tidak akan berhasrat (buruk). Oleh karena itu,
dalam kondisi ini hati manusia akan lebih suci, sehingga (peluang) tidak timbulnya fitnah
(kerusakan) pun lebih besar, karena hijab/tabir benar-benar mencegah (timbulnya)
keinginan-keinginan (buruk) dari orang-orang yang ada penyakit (dalam) hatinya”[14].
Penutup
Tulisan ringkas ini semoga bermanfaat bagi kaum muslimin untuk menyadarkan mereka
hakekat keindahan ajaran Islam yang diturunkan untuk kemaslahatan hidup manusia,
sedangkan semua ajakan yang menyimpang dari ajaran Islam pada akhirnya akan
menjerumuskan ke dalam lembah kesengsaraan dan penderitaan berkepanjangan di dunia
dan akhirat.
Ya Allah, jadikanlah kami cinta kepada keimanan
dan jadikanlah iman itu indah dalam hati kami
serta jadikanlah kam benci kepada kekefiran, kefasikan dan kemaksiatan
dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.
وآخر دعوانا أن الحمد هلل،وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين
رب العالمين
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Suaramedia.com / Muslim.or.id