Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik dan
hidayahnya sampai saat ini kita masih diberi kesehatan, kekuatan serta ketabahan sehingga
makalah ini dapat terselesaiakan.
Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan tugas ini
kepada kami, ucapan terima kasih kepada teman-teman serta ucapan terima kasih kepada
kedua orang tua yang telah membantu kami baik berupa moral maupun material sampai
tersusunnyan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran pembangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah-
makalah kami yang berikut.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
Indikasi, Kontraindikasi, serta Komplikasi saat pemasangan infus
Jenis-jenis cairan infus
Prosedur pemasangan infus
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan infus biasa diberikan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah,
pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta klien yang sistem pencernaannya
terganggu, serta untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)
2.1 Indikasi, kontraindikasi, serta Komplikasi saat Pemasangan Cairan Infus melalui intra vena
Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah
kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis
(cuci darah).
Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
Cairan hipotonik : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih
rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi.
Misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia
(kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh
darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam
otak).
Contohnya : adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
Cairan Isotonik : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari
komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien
yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl
0,9%).
Cairan hipertonik : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan
dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik.
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl
0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Kristaloid : bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera.
Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
Koloid : ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah albumin dan steroid.
3.1 Kesimpulan
Tindakan infus biasa diberikan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah,
pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta klien yang sistem
pencernaannya terganggu, serta untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.
Jenis-jenis cairan infus yang biasa digunakan adalah : cairan hipotonik ( NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%), cairan Isotonik (cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%)), cairan hipertonik (Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik,
Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin), Kristaloid dan Koloid.
3.2 Saran
Untuk melengkapi kekurangan makalah ini diharapkan saran dan kritik dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com