You are on page 1of 10

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik dan
hidayahnya sampai saat ini kita masih diberi kesehatan, kekuatan serta ketabahan sehingga
makalah ini dapat terselesaiakan.

Ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan tugas ini
kepada kami, ucapan terima kasih kepada teman-teman serta ucapan terima kasih kepada
kedua orang tua yang telah membantu kami baik berupa moral maupun material sampai
tersusunnyan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran pembangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah-
makalah kami yang berikut.

Bau-Bau, Oktober 2010

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
 Indikasi, Kontraindikasi, serta Komplikasi saat pemasangan infus
 Jenis-jenis cairan infus
 Prosedur pemasangan infus
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pemasangan infus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien


dengan cara memasukkan cairan melalui intra vena (pembuluh balik) melalui transkutan
dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateler atau dengan jarum yang di sambungkan.
Dan yang di maksud dengan pemberian cairan intravena adalah memasukan cairan atau obat
langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
menggunakan infus set (potter,2005)

Tindakan infus biasa diberikan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah,
pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta klien yang sistem pencernaannya
terganggu, serta untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.

Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus


adalah:

 Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen


darah)

 Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

 Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)


(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

 “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)

 Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)


 Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)

 Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah adalah :


 Indikasi, kontraindikasi, serta komplikasi saat pemasangan infus.
 Jenis-jenis cairan infus.
 Prosedur pemasangan infus.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Indikasi, kontraindikasi, serta Komplikasi saat Pemasangan Cairan Infus melalui intra vena

 Indikasi Pemasangan Cairan Infus Melalui Intra vena

 Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).

 Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah


terbatas.

 Pemberian kantong darah dan produk darah.

 Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).

 Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada


operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk
persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)

 Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi
(kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah
kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.

 Kontraindikasi Pemasangan cairan infuse melalui intra vena

 Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.

 Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis
(cuci darah).

 Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran
darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).

 Komplikasi pemasangan cairan infuse melalui intra vena

 Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya


pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang
tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
 Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.

 Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat


infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.

 Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.

2.2 Jenis-jenis cairan infus

Adapun jenis-jenis cairan infus yang biasa digunakan adalah :

 Cairan hipotonik : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih
rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi.
Misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia
(kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh
darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam
otak).
Contohnya : adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

 Cairan Isotonik : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari
komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien
yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl
0,9%).

 Cairan hipertonik : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan
dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan
darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak).
Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik.
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl
0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

 Kristaloid : bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera.
Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
 Koloid : ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah albumin dan steroid.

2.3 Prosedur pemasangan infus

Adapun prosedur/cara pemasangan infus yaitu :


 Persiapan alat
1. Standar infuse
2. Cairan steril sesuai intruksi
3. Set infuse steril
4. Jarum/wing needle/Abocth dengan nomor yang sesuai
5. Bidai dan pembalut
6. Tali pengikat
7. Perlak
8. Pengikat pembendung (tourniquet)
9. Kapas alcohol 70%
10. Plaster
11. Gunting
12. Piala ganjal
13. Kassa secukupnya
14. Bethadin 10% dalam tempatnya
 Prosedur kerja
1. Memberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukkan kabagian karet atau akses
selang kebotol infuse
4. Isi cairan kedalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi
sebagian dan buka klem selang hingga cairan memenuhi selang dan udara selang
keluar
5. Letakkan pengalas dibawah tempat (vena)yang akan dilakukan penginfusan
6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet (karet pembendung) 10-12 cm
diatas tempat penusukkan dan anjurkan pasien untuk menggenggam dengan
gerakan sirkuler (bila sadar)
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol
9. Lakukan penusukkan vena dengan meletakkan ibu jari dibagian bawah vena
dengan posisi jarum (abocath) mengarah keatas
10. Perhatikan keluarnya darah melelui jarum. Apabila saat penusukkan terjadi
pengeluaran darah melalui jarum maka tarik keluar dalam jarum sambil
meneruskan tusukan kedalam vena
11. Setelah jarum infus bagian dalam dilepaskan/dikeluarkan, tahan bagian atas
vena dengan menekan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar.
Kemudian bagian infuse dihubungkan/disambungkan dengan selang infuse
12. Buka pengatur tetesan dan atur kecepatan sasuai dengan dosis yang diberikan
13. Lakukan fiksasi dengan kassa steril
14. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum
15. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
16. Catat jenis cairan, letak infuse, kecepatan aliran, ukuran, dan tipe jarum infuse
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Pemasangan infus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien


dengan cara memasukkan cairan melalui intra vena (pembuluh balik) melalui
transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateler atau dengan jarum yang
di sambungkan.

 Tindakan infus biasa diberikan pada klien dengan dehidrasi, sebelum transfusi darah,
pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta klien yang sistem
pencernaannya terganggu, serta untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh.

 Jenis-jenis cairan infus yang biasa digunakan adalah : cairan hipotonik ( NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%), cairan Isotonik (cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%)), cairan hipertonik (Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik,
Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin), Kristaloid dan Koloid.

3.2 Saran

Untuk melengkapi kekurangan makalah ini diharapkan saran dan kritik dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ketrampilan dan Prosedur Keperawatan Dasar Karya Husada.

Buku Ketrampilan Dasar Praktik klinik kebidanan Penerbit Salemba Medika.

www.google.com

You might also like