Professional Documents
Culture Documents
Sistem Pernafasan
1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan padanan istilah : Acute Respiratory
Infections (ARI).
2. ISPA mengandung 3 unsur, yaitu :
1. Infeksi.
2. Saluran pernafasan.
3. Akut.
Batasan-batasan masing-masing unsur :
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak, sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura secara anatomis mencakup saluran
pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru)
dan organ saluran pernafasan.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun ISPA dapat lebih 14 hari).
1.Pneumonia
1. Pneumonia pada anak seringkali bersamaan terjadinya proses infeksi akut pada bronchus
dan disebut bronchopneumonia.
2. Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
akut pada bronchus (bronchopneumonia). Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua
2. Observasi status hidrasi untuk mengetahui keseimbangan intake dan out put.
3. Monitor suhu tubuh.
4. Tingkatkan istirahat pasien dan aktifitas disesuaikan dengan kondisi pasien.
5. Perlu partisipasi orang tua dalam merawat anaknya di RS.
6. Beri pengetahuan pada orang tua tentang bagaimana merawat anaknya dengan
bronchopneumonia.
5. Evaluasi.
Hasil evaluasi yang ingin dicapai :
1. Jalan nafas efektif, fungsi pernafasan baik.
2. Analisa gas darah normal.
2. Ashma
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1. Faktor Predisposisi
- Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
2. Faktor Presipitasi
- Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam
tangan.
- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.
- Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma
yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya
karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
- Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas jasmani atau
olahraga yang berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.
Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda
asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang
alergi àmembentuk sejumlah antibodi IgE abnormal àreaksi alergi. Pada asma, antibodi ini
terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat
dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi IgE
orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkhiolus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar
bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan selanjutnya adalah akibat
dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-
kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest.
Manifestasi Klinis
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada
saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke
depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik: sesak nafas,
mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Pada
serangan asma yang lebih berat, gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest,
sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi, dan pernafasan cepat-dangkal.
Serangan asma sering terjadi pada malam hari.
Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1.Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan
tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan
pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2.Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3.Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4.Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya
paru.
5.Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan
yang luas.
Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma.
Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.
- Pengobatan
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan non farmakologik
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisioterapi
2) Pengobatan farmakologik
- Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
b. Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin
(Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
- Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
- Ketolifen
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
Pencegahan Serangan Asma pada Anak
1. Menghindari pencetus
Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan
diajarkan pada keluarganya yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah.
Untuk menghindari pencetus karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan
kamar tidur anak:
- Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih
sering. Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain
anak. Jangan memelihara binatang.
- Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik jangan
makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan makanan
yang mengandung zat pewarna.
- Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat
yang sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.
2. Kegiatan fisik
Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga. namun
olahraga perlu diatur karena merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak.
Pengaturan dilakukan dengan cara:
- Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang
mendadak
- Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-
batuk, kegiatan diteruskan.
- Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau
menghirup aerosol terlebih dahulu.
Asuhan Keperawatan Anak dengan Ashma
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan masa lalu
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
- Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
b. Aktivitas
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
- Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan
aktivitas sehari-hari
- Tidur dalam posisi duduk tinggi
c. Pernapasan
- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
- Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
- Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
- Adanya bunyi napas mengi
- Adanya batuk berulang
d. Sirkulasi
- Adanya peningkatan tekanan darah
- Adanya peningkatan frekuensi jantung
- Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
e. Integritas ego
- Ansietas
- Ketakutan
- Peka rangsangan
- Gelisah
f. Asupan nutrisi
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
- Penurunan berat badan karena anoreksia
g. Hubungan sosial
- Keterbatasan mobilitas fisik
- Susah bicara atau bicara terbata-bata
- Adanya ketergantungan pada orang lain
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
- Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
- Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation
- Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
Bundle branch Block)
- Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negatif.
d. Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru.
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan
spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkospasme
Tujuan: mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi bersih dan jelas
Intervensi:
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi
- Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi
- Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat
- Tempatkan klie pada posisi yang nyaman. Contoh: meninggikan kepala TT,
duduk pada sandaran TT
- Pertahankan polusi lingkungan minimum. Contoh: debu, asap,dll
- Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/hari sesuai toleransi
jantung, memberikan air hangat.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi.
2) Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen
Tujuan: perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat
Intervensi:
- Kaji/awasi secara rutin keadaan kulit klien dan membran mukosa
- Awasi tanda vital dan irama jantung
- Kolaborasi: .berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan
toleransi klien
- Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia
- Penurunan getaran vibrasi diduga adanya penggumpalan cairan/udara
- Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik.
3) Cemas pada orang tua dan anak b.d penyakit yang dialami anak
Tujuan: menurunkan kecemasan pada orang tua dan anak
Intervensi untuk anak:
- Bina hubungan saling percaya
- Mengurangi perpisahan dengan orang tuanya
- Mendorong untuk mengekspresikan perasaannya
- Melibatkan anak dalam bermain
- Siapkan anak untuk menghadapi pengalaman baru, misal: pprosedur tindakan
- Memberikan rasa nyaman
- Mendorong keluarga dengan memberikan pengertian informasi (Waley & Wong,
1989).
4) Risiko tinggi kopong keluarga tidak efektif b.d tidak terpenuhinya
kebutuhan psikososial orang tua
Tujuan: koping keluarga kembali efektif
Intervensi:
- Buat hubungan dengan orang tua yang mendorong mereka mengungkapkan
kesulitan
- Berikan informasi pada orang tua tentang perkembangan anak
- Berikan bimbingan antisipasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
- Tekankan pentingnya sistem pendukung
- Anjurkan orang tua untuk menyediakan waktu sesuai kebutuhan
- Bantu orang tua untuk merujuk pada ahli penyakit
- Informasikan kepada orang tua tentang pelayanan yang tersedia di masyarakat.
3. TBC
Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999)..
Faktor Resiko
• Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
• Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan
status kesehatan.
• Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
• Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.
Gejala Klinis
1. Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influenza).
2. Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3. Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
4. Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
5. Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
Komplikasi
• Miokarditis (minggu ke-2).
• Neuritis.
• Bronkopneumonia.
• Nefritis.
• Paralisis.
Etiologi
Corynebacterium diphteriae, bakteri berbentuk batang gram negative.
Manifestasi Klinis
• Khas adanya pseudo membrane.
• Lihat dari alur atau jaras patofisiologi.
Penatalaksanaan Terapeutik
• Pemberian oksigen.
• Terapi cairan.
• Perawatan isolasi.
• Pemberian antibiotic sesuai program.
Asuhan Keperawatan Anak dengan Dipteri
Pengkajian
a. Riwayat keperawatan ; riwayat terkena penyakit infeksi, status immunisasi.
b. Kaji tanda-tanda yang terjadi pada nasal, tonsil/faring dan laring.
Lihat dari manifestasi klinis berdasarkan alur patofisiologi.
Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan obstruksi pada jalan nafas.
2. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan proses penyakit (metabolisme
meningkat, intake cairan menurun).
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
kurang).
Intervensi
1. Anak akan menunjukkan tanda-tanda jalan nafas efektif.
2. Penyebarluasan infeksi tidak terjadi.
3. Anak menunjukkan tanda-tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.
4. Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan.
Implementasi
1. Meningkatkan jalan nafas efektif.
2. Perluasan infeksi tidak terjadi.
3. Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
4. Meningkatkan kebutuhan nutrisi.
Perencanaan Pemulangan
a. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis dan efek samping.
b. Melakukan immunisasi jika immunisasi belum lengkap sesuai dengan prosedur.
c. Menekankan pentingnya control ulang sesuai jadual.
d. Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya kekambuhan.
2.DHF
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa
ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain
yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik.
(Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Seoparman, 1996).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever
(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang
terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi
yang disertai ruam atau tanpa ruam.
2. Etiologi
a. Virus dengue sejenis arbovirus.
b. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1
dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3
dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk
batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium
Pertusis disebut juga sebagai tussis quinta, whooping cough, batuk rejan. Penyebab pertusis
adalah Bordetella pertussis alau Haemophilus pertussis. Bordetella pertussis adalah suatu kuman
tidak bergerak, gram negative, dan didapatkan dengan cara melakukan pengambilan usapan pada
daerah nasofaring pasien pertusis kemudian ditanam pada agar media Bordet-Gangou. Basil
pertusis yang didapatkan secara langsung adalah tipe antigenetik fase I, sedangkan yang
diperoleh melalui pembiakan dalam bentuk lain ialah fase II, III. dan IV.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Di tempat yang padat penduduknya dapat berupa
epidemi pada anak. Infeksi yang terjadi pad a satu keluanga akan cepat menjalar pada keluarga
lainnya. Pertusis dapat mengenai semua golongan umur, tidak ada kekebalan pasif dari ibu.
Penyakit ini terbanyak mengenai anak umur 1-5 tahun dan lebih banyak anak laki-laki daripada
anak wanita. Cara penularan melalui kontak dengan pasien pertusis. Pemberian imunisasi dapat
mengurangi angka kejadian dan kematian yang disebabkan pertusis.
Patologi
Lesi biasanya terdapat pada bronkus dan bronkiolus, tetapi terdapat perubahan-perubahan
pada selaput lender trakea, laring, dan nasofaring. Lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah
sel epitel torak, disertai infiltrate neurotrofil dan makrofag. Lender yang terbentuk dapat
menyumbat bronkus kecil hingga dapat menimbulkan emfisema dan atelektasis.
Prognosis
Prognosis pertusis bergantung ada tidaknya komplikasi, terutama komplikasi paru dan
susunan saraf yang sangat berbahaya khususnya pada bayi dan anak kecil.
Komplikasi
1. Alat pernafasan
Dapat terjadi otitis media (sering pada bayi), bronchitis, bronkopneumonia, atelektasis
yang disebabkan sumbatan mucus, emfisema (dapat terjadi emfisema mediastinum, leher,
kulit pada kasus yang berat), bronkiektasis. Sedangkan tuberculosis yang sebelumnya
telah ada dapat menjadi bertambah berat.
2. Alat pencernaan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi (anak menjadi kurus sekali),
prolaps rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan
intraabdominal, ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada
waktu serangan batuk, juga stomatitis.
3. Susunan saraf
4. Lain-lain
Dapat juga terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptitis dan perdarahan
subkonjungtiva.
Pencegahan
Tidak ada imunitas terhadap pertusis. Pencegahan dapat dilakukan dengan secara aktif dan pasif.
Secara aktif dengan memberikan vaksin pertusis dalam jumlah 12 unit di bagi dalam dosis
dengan interval 8 minggu. Menurut penyelidikan imunologis membuktikan bahwa bayi umur 1-
15 hari telah dapat membentuk antibody. Sebaiknya di negara dimana pertusis terdapat secara
endemic dipertimbangkan pemberian vaksin pertusis pada neonatus.
Gambarab klinis
Masa tunas: 7-14 hari; penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam
3 stadium, yaitu:
1. Stadium kataralis
Lamanya 1-2 minggu. Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan terutama pada
malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi siang dan
malam. Gejala lain ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza
biasa.
2. Stadium spasmodik
Lamanya 2-4 minggu. Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi
paroksismal berupa batuk-batuk khas. Pasien tampak berkeringat, pembuluh darah leher
dan muka melebar. Batuk sedemikian beratrnya hingga pasien tampak gelisah dengan
muka merah dan sianotik. Serangan batuk panjang, tidak ada inspirium diantaranya dan
diakhiri dengan whoop (tarikan napas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering
disertai muntah dan banyak sputum yang kental. Anak dapat terberak-berak dan
terkencing-kencing. Pada penyakit yang berat dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva
dan epistaksis karena meningkatnya tekanan pada waktu serangan batuk. Aktivitas seperti
tertawa dan menangis dapat menimbulkan serangan batuk.
3. Stadium konvalesensi
Lamanya kira-kira 2 minggu sampai sembuh. Pada minggu keempat jumlah dan beratnya
serangan batuk berkurang pula, nafsu makan timbul kembali. Ronki difus yang terdapat
pada stadium spasmodic mulai menghilang. Infeksi semacam common cold dapat
menimbulkan serangan batuk lagi. Bila menjumpai pasien dengan batuk sudah lama dan
telah diberi obat tidak ada perbaikan, apalagi terdapat keluhan batuk makin panjang
disertai muntah pada akhir batuk dan suara melengking, dapat diduga bahwa pasien
menderita pertusis.
Pemeriksaan diagnostic
Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi kadang
sampai 15000-45000 per mm3 dengan limfositosis, diagnosis dapat diperkuat dengan
mengisolasi kuman dari sekresi jalan nafas yang dikeluarkan pada waktu batuk. Secara
laboratorium diagnosis pertusis dapat ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau
dengan pemeriksaan imunofluoresen.
Penatalaksanaan
Medic
1. Antibiotic
a. Eritromisin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini
menghilangkan B. pertusis dari nasofaring dalam 2-6 hari (rata-rata 3-6 hari); dengan
demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga
"menggugurkan" atau menyembuhkan pneumonia. Oleh karena itu, sangat penting
dalam pengobatan pertusis khususnya pada bayi muda.
Keperawatan
Anak yang menderita pertusis tidak dirawat di rumah sakit walaupun anak menjadi sangat kurus
(bahaya penularan lebih besar) kecuali ada sebab lain.
Masalah yang perlu diperhatikan adalah gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan rasa aman dan
nyaman, risiko terjadi komplikasi dan kurangnya pengetahuan oranggtua mengenai penyakit.
Gangguan kebutuhan nutrisi pada pasien batuk rejan terutama karena akibat selalu muntah setiap
serangan batuk. Serangan batuk yang berulang-ulang yang terjadi siang dan rnalam akan sangat
rnelelahkan dan menimbulkan anoreksia. Keadaan tersebut menyebabkan pasien batuk rejan
menjadi sangat kurus (kaheksia). Untuk mengurangi hal itu perlu diusahakan agar masukan
makanannya tidak terlalu kurang dengan cara setiap habis batuk dan munlah setelah beberapa
saat berikan anak makan atau minum susu.
Karena anak dalam keadaan anoreksia pemberian susu akan lebih baik di samping sari buah-
buahan. Usahakan pada setiap keadaan tenang memberikan makanan apa saja yang bergizi
misalnya makanan kecil yang dapat dimasukkan susu. Perlu diingat bahwa susu tidak boleh
terlalu manis atau makanan yang digoreng atau terlalu asin karena dapat merangsang batuk. Bila
pasien pertusis tersebut bayi, setiap habis serangan batuk dan muntah setelah tenang berikan
menetek lagi/beri susu lagi. Dengan demikian frekuensi minum bayi lebih sering daripada hari-
hari biasa.
Pasien yang menderita batuk rejan akan sangat menderita gangguan aman dan nyaman karena
adanya serangan batuk yang panjang dan berulang-ulang, siang dan malam serta diakhirinya
dengan muntah terutama pada stadium spasmodik. Dengan demikian anak akan sangat kelelahan
dan tidak cukup istirahat. Pada saat batuk anak menderita kesukaran bernapas sehingga sangat
gelisah maka harus ada yang menemani dan membantu bila anak muntah. Setelah serangan reda,
bukalah bajunya dan seka keringatnya dan ganti baju serta celananya yang kotor. Berikan minum
serta usahakan agar anak dapat itirahat; setelah tenang bujuklah agar anak mau minum susu atau
sari buah. Untuk mengurangkan gangguan aman dan nyaman selain menolong kelika sedang
serangan batuk, yang penting menghindarkan adanya penyebab serangan batuk misalnya agar
diperhatikan anak tidak terlalu banyak menangis atau tertawa- tawa/bercanda yang berlebihan.
Obat harus diberikan dengan benar dan jika dimuntahkan usahakan agar setelah tenang diberikan
lagi. Sebaiknya obat diberikan setelah anak mendapat serangan batuk dan sudah reda agar obat
tidak tcrbuang sia-sia (mungkin mula-mula belum terlihat hasilnya tetapi setelah 2-3 hati akan
berbcda). Untuk yang terakhir berikan sebelum tidur agar anak tidak terbangun dan mendapat
serangan batuk. Bila terjadi anak sampai terberak-berak/terkencing-kencing hindarkan sikap
yang menunjukkan kekesalan karena anak akan sangat ketakutan.
Penyakit batuk rejan menyebabkan daya tahan tubuh pasien sangat menurun sehingga mudah
terjadi komplikasi yang kadang-kadang bahayanya lebih besar daripada penyakit batuk rejan
sendiri misalnya penyakit tuberkulosis yang telah ada akan menjadi makin parah; dan jika terjadi
perdarahan pada otak setelah sembuh akan meninggalkan gejala sisa berupa kelumpuhan atau
bahkan retardasi mental. Keadaan ini akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh
karena itu, penyakit batuk rejan perlu dicegah. Cara yang paling mudah ialah dengan pemberian
imunisasi bersama dengan vaksin lain yang biasa disebut DPT dan polio. Selain vaksinasi juga
jika anak sakit batuk segera dibawa berobat agar dapat diidiagnosis dini.
Pada umumnya orang awam tidak mengerti bahwa anaknya menderita penyakit batuk rejan yang
dapat mcnyebabkan penderitaan lama bagi anaknya jika tidak segera mendapatkan pengobatan
yang tepat. Mereka hanya mengira batuk yang lama dan berat (pada waktu sebelum pengobatan
dengan antibiotika batuk ini sering disebut "batuk seratus hari" karena batuk ini memang
berlangsung lama).
Jika diagnosis telah ditentukan oleh dokter, perlu dijelaskan kepada orangtua pasien bahwa
penyakit ini mudah menular sehingga anak-anak di sekitarnya dapat ketularan; penyakit ini juga
berlangsung lama dan dapat menyebabkan anak menjadi kurus sekali sebagai akibat selalu
muntah setelah batuk dan dapat menimbulkan luka pada lidahnya karena tergigit. Untuk
menghidarkan penularan, jika dirumah masih ada anak lain sebaiknya dipisahkan dahulu
misalnya dititipkan ke tempat lain (kalau mungkin) dan anak dimintakan imunisasi. Pada pasien
sendiri supaya diberi tahu agar tidak bermain-main dengan tcmannya dahulu. .
Karena pasien setiap habis batuk selalu muntah maka harus disediakan tempat muntahan dan
muntahan tersebut dibuang di wc disiram air sebanyak-banyaknya. Jika anak muntah di lantai
hendaknya bekas muntahan dibersihkan dengan desinfektan karena itu merupakan sumber
penularan. Untuk menghindarkan anak muntah dimana-mana maka setiap batuk sebaiknya selalu
ada yang mendampinginya. Untuk mencegah anak menjadi kurus sekali karena selalu muntah
dan tak adanya nafsu makan orangtua harus dengan telaten memberikan makanan yang bergizi.
Anjurkan agar selelah reda serangan batuknya anak diberikan makan/susu. Jika serangan batuk
sering sekali boleh diberi ekstra obat penenang/obat batuknya (tetapi sebaiknya minta petunjuk
dokter dahulu sampai berapa kali boleh diberikan). Penting menghindarkan penyebab serangan
batuk.
Hal yang penting dalam penyuluhan ini ialah manfaat imunisasi dan imunisasi baru berdaya-
guna jika diambil lengkap (jelaskan mengenai imunisasi sesuai dengan program). Selain hal
tersebut jelaskan kepada orang tua jika anak pernah kejang, atau ada saudaranya yang pernah
kejang/menderita penyakit saraf agar memberitahukan kepada petugas imunisasi karena pada
anak tersebut tidak boleh diberikan suntikan pertusis (P). Jadi pasien hanya diberi DT saja.
CAMPAK (RUBEOLA )
Agen :virus
Sumber : sekresi saluran pernapasan, darah, dan urine dari orang yang terinfeksi
Penularan : biasanya melalui kontak langsung dengan droplet individu terinfeksi
Periode inkubasi : 10-20 hari
Periode penularan : dari 4 hari sebelum sampai 5 hari setelah ruam muncul tetapi
terutama selama tahap prodromal (kataral)
MANIFESTASI KLINIK
Tahap prodromal (kataral)
Demam dan malaise dalam 24 jam diikiti koriza, batuk, konjungtivitis, bercaj koplik
(bercaj merah kecil, tidak teratu dan bagia tenga kecil putih kebiruan yang terlihat
pertama pada mukosa bykal disebrang molar 2 hr sebelum rau muncul); gejala meningkat
bertahap sampai hari ke-2 setelah muncul ruam, setelah itu gejala berkurang.
Ruam : muncul 3-4 hr. Setelah awitan prodromal; mulai dengan erupsi makulopapular
eritematosus pada wajah dan bertahap menyebar ke bawah; tampak lebih parah di tempat
awal muncuknya ruam ( tampak konfluen) dan kurang intens pada area ruam berikitnya
(tampak diskret); setelah 3-4 hr tampak kecoklatan, dan terjadi deskuamasi halus diatas
area yang sakit.
Tanda dan gejala dasar : anoreksia, malaise, limfadenopati umum.
PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK / KOMPLIKASI
Suplementasi vitamin A
• Suportif : tirah baring selama periode demam; antipiretik antibiotik untuk mencegah
infeksi bakteri sekunder pada anak beresiko tinggi
• Komplikasi: otitis media, pneumonia, bronkiolitis, laringitis obstruktif dan
laringotrakeitis, ensefalitis.
PERTIMBANGAN KEPERAWATAN
Isolasi sampai ruam hari ke-5; bila dihospitalisasi, lakukan kewaspadaan pernapasan,
pertahankan tirah barinf selama prodromal; berikan aktivitas tenang.
• Demam: anjurkan orang tua memberikan antipiretik; hindari menggigil, bila
cenderung kejang, lakukan kewaspadaan yang tepat (puncak demam dapat mencapai
40 derajat celcius hr ke-4 dan ke-5)
• Perawatan mata: beri cahaya redup bila terjadi fotofobia; bersihkan kelopak mata
dengan larutan selain hangat untuk menghilangkan sekresi/krusta; jaga anak tidak
menggoaok mata; periksa kornea untuk tanda ulserasi.
• Koriza/batuk: gunakan vaporizer embun dingin, lindungi kulit sekitar hidung dengan
lapisan petroleum; anjurkan untuk mengkonsumsi cairan dan makanan yang halus
dan leebut.
• Perawatan kulit: jaga agar kulit tetap bersuh, gunakan mandi air hangat bila perlu.
POLIOMELITIS
Agens : enterovirus ,tiga tipe:
• tipe 1: paling sering menyebabkan paralisis, baik epidemik dan endemik
• tipe 2: jarang berhubungn dengan paralisis
• tipe 3: paling sering kedua yang berkaitan dengan paralisis
Sumber : feses dan sekresi orofaring dari orang terinfeksi, khususnya anak kecil
Penularan : koontakmlangsung dengan individu dengan infeksi aktif yang tampak atau
tidak tampak; penyebarab melalui rute fekal-oral dan faring-orofaring
Perode inkubasi : biasanya 7-14 hari, dengan rentan 5-35
Peride penularan : tidak doketahui dengan pasti; virus ada dalam tenggorokan dan feses
segera setelah infeksi dan menetap dalam kira-kira 1 minggu dalam tenggorokan dan 4-6
minngu dalam feses.
MANIFESTASI KLINIS
Dapat dimanipestasikan dalam tiga bentuk yang berbeda:
• Abortif atau tidak tampak: demam,gelisah, sakit tenggorokan, sakit kepala, anoreksia,
muntah, nyeri abdomen, berakhir beberapa jam sampai beberapa hari.
• Nonparalitik: manifestasi masa dengan abortis tetapi lebih hebat, dengan nyeri dan
kekakuan pada leher, punggung dan kaki.
• Paralitik: perjalanan penyakit sama dengan tipe nonparalitik, diikuti dengan pemulihan
dan kemudian tanda-tanda paralisis sistem saraf pusat.
PENATA LAKSANAAN
Pemgobatan tidak spesifik, meliputi anti mikroba atai gamma globilin. Tirah baring total selama
fase akut, pentilasi pernapasan yang dibantu dengan alat pada kasus paralisis pernapasan. Terapi
fisik oto setelah tahap akut
• Komplikasi:
o Paralisis permanen
o Henti napas
o Hipertensi
o Batu ginjal karena demineralisasi tulang selama imobilisasi yang blama.
PERTIMBANGN KEPERAWATAN
Pertahankan tirah baring total. Berikan sedatif ringan bila perlu untuk menghilangkan ansietas
dan meningkatkan istirahat. Berpartisifasi dalam prosedur fisioterapi (penggunaan kompres
panas lembab dan latihan rentan gerak) . posisikan anak untuk kesejajaran tubuh dan mencegah
kontraktu atau dekubitus; gunakan footboard. Dorong anak untuk bergerak; berikan analgetik
untuk kenyamaman maksimum selama aktivitas fisik. Obserpasi adanya paralisis pernapasan
( kesulitan bicara, batuk tak efektif, ketidak amapuan menahan napas, pernapasan cepat dan
dangkal); laporkan tanda dan gejala pada praktisi; sediakan trili trakeastomi di samping tempat
tidur.