Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarg
anegaraan
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa , dan bernegara, serta anti-korupsi
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasark
an karakter-karakter maasyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangs
a-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara lan
gsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
.
BAB II
PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
2.1. Dasar Pemikiran dan Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan
Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan
pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi
penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna (berkait
an dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif
dan psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa
berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hu
bungan internasionalnya. Pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehid
upan yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubahan kehidupan yang penuh den
gan paradoksal dan ketakterdugaan.
Wawasan Pengembangan Pendidikan Tinggi di Indonesia ke masa depan yang h
endak dicapai, adalah:
1. Proses pembelajaran di Perguruan Tinggi Indonesia menyerap konsep pendid
ikan internasional yang cenderung semakin: manusiawi, religius, demokratis, dan
praktis.
2. Menyepakati dan melaksanakan hakikat pendidikan yang berwujud empat pila
r pendidikan yaitu: (1) learning to be, (2) learning to know, (3) learning to do
(4) learning to live together.
3. Pendidikan Tinggi mempunyai fungsi untuk pembentukan sosok lulusan yang
utuh dan lengkap ditinjau dari segi kemampuan, keterampilan dan kematangan, sert
a kesiapan pribadi.
Pendidikan IPTEK di Perguruan Tinggi Indonesia (termasuk Politeknik) dirancang d
alam kurikulum suatu bidang studi sesuai dengan disiplin ilmu yang diasuh. Isi k
urikulum yang dimaksud perlu dibekali dengan dasar-dasar sikap, prilaku dan kepr
ibadian peserta didik untuk menyempurnakan pengetahuan, keterampilan, serta damp
ak turunan dari IPTEK dan seni yang diperolehnya.
Pembekalan kepada peserta didik di Indonesia berkenaan dengan pemupukan
nilai-nilai, sikap, dan kepribadian sebagaimana tersebut di atas, dalam komponen
kurikulum Perguruan Tinggi diandalkan diantaranya pada Pendidikan Kewarganegara
an (PKn) yang termasuk Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK). Misi kelompo
k MKPK di Perguruan Tinggi bertujuan membentuk mahasiswa agar mampu mewujudkan
nilai dasar agama dan kebudayaan serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam
menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dikuasainya dengan rasa tan
ggung jawab kemanusiaan.
Landasan hukum (Yuridis Formal) kewajiban adanya Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, didasarkan pada:
1. Pembukaan UUD 1945, Alinea II dan IV;
2. Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 27, Pasal 30, Pasal 31;
3. Undang-undang No. 20/1982, dirubah dengan UU No. 1/1988 Tentang Ketentua
n-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI (baca Pasal 17, 18,19);
UU No. 3/2002 Tentang Pertahanan Negara (baca Pasal 9);
4. UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 2/1989, Pasal 39, dirubah deng
an UU No. 20/2003, Pasal 3, Pasal 36 ayat (3), Pasal 37 ayat (2);
5. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 9;
6. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI, No. 232/U/2000 dan
045/U/2002, Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi
dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa;
7. Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidik
an
Nasional RI, No. 38/Dikti/Kep/2002, yang disempurnakan dengan Nomor
:
43/Dikti/Kep/2006, Tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
2.2 Kompetensi Yang Diharapkan
Dalam penjelasan pasal 39 Undang-undang No. 2/1989, disebutkan bahwa”Pendi
dikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan penge
tahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan
negara serta pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) agar menjadi warga negara
yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”, sedangkan menurut penjelasan pasal
37 Undang-undang No.20/2003, Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membe
ntuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air.
Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindaka
n cerdas penuh tanggung jawab seorang warga negara dalam berhubungan dengan nega
ra, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa., wawasan kebangsaan, dan ketahanan
nasional. Sifat cerdas yang dimaksud tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberh
asilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai keb
enaran tindakana ditilik dari nilai iptek, etika maupun kepatutan ajaran agama d
an budaya. Pendidikan Kewarganegaraan diarahkan pada penguasaan kemampuan berpik
ir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual
, dengan penekanan:
1. Mengantarkan peserta didik memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk be
la negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku untuk cinta tanah air
Indonesia;
2. Menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara
sehingga terbentuk daya tangkal sebagai ketahanan nasional;
3. Menumbuhkembangkan peserta didik untuk mempunyai pola sikap dan pola pik
ir yang komprehensif, integral pada aspek kehidupan nasional.
BAB III
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
3.1. Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “philer” yan
g artinya “cinta” dan “sophos yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nas
973).Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta kebijaksanaan.
Filsafat dapat dikelompokan menjadi dua macam sebagai berikut:
Pertama: Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian.
1. Filsafat sebagai jenis pengetahuan,ilmu,konsep,pemikiran-pemikiran dari para
filsuf
pada zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat
tertentu.
2. Filsafat sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasi
l dari
aktifitas berfilsafat.
Kedua: Filsafat sebagai suatu proses yang dalam hal ini filsafat diartikan dalam
bentuk suatu aktifitas berfilsafat,dalam proses suatu pemecahan permasalahan de
ngan menggunakan suatu cara atau metode tertentu yang sesuai dengan objeknya.
Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut:
1. Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis,
yang
meliputi bidang ontologi, kosmologi dan antropologi.
2. Epistemologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan
3. Metodologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu
pengetahuan.
4. Logika, yang berkaitan dangan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus
dan
dalil-dalil berfikir yang benar.
5. Etika, yang berkaitan dengan moralitas,tingkah laku manusia.
6. Estetika, yang berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.
3.2. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu
sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang sali
ng berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara kesel
uruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.Pancasila yang terdiri atas bagian-bag
ian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas s
endiri, fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatua
n yang sistematis.
3.2.1 Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Pancasila merupakan satu kesatuan yang majemuk tunggal. Konsekuensinya
setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta
diantara sila satu dan yang lainnya tidak saling bertentangan.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat organis tersebut pada hakik
atnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia sebagai pe
ndukung dari inti,isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ‘monopluralis’
yang memiliki unsur-unsur,’susunan kodrat’ jasmani rohani, ’sifat kodrat’ individu-makhl
uk sosial, dan ‘kedudukan kodrat’ sebagai pribadi berdiri sendiri makhluk Tuhan yang
Maha Esa.
3.2.2 Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk Piramidal.Pengertian
matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkhi sila-sila
Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kw
alitas). Kalau dilihat dari intinya urut-urutan lima sila menunjukan suatu rangk
aian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya merupakan pengkhususan dari sila-sil
a di mukanya.
Jika urut-urutan lima sila dianggap mempunyai maksud demikian maka dia
ntara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lainnya sehingg
a Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat.Andai kata urut-urutan itu di
pandang sebagai tidak mutlak maka diantara satu sila dengan sila yang lainnya ti
dak ada sangkut pautnya,maka Pancasila itu menjadi terpecah-pecah, Oleh karena i
tu, tidak dapat dipergunakan sebagai asas kerohanian negara. Setiap sila dapat d
iartikan dalam bermacam-macam maksud, sehingga sebenarnya sama saja dengan tidak
ada Pancasila.
Kesatuan sila-sila Pancasila yang memiliki susunan hierarkhis piramida
l ini maka sila Ketuhanan yang Maha Esa menjadi basis dari sila kemanusiaaan ya
ng adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat k
ebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh r
akyat Indonesia, sebaliknya ketuhanan yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkem
anusiaan, berpersatuan, berkerakyatan serta berkeadilan sosial sehingga di dalam
setiap sila senantiasa terkandung sila-sila lainnya.
3.2.3 Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling Mengisi dan
saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang ‘Majemuk Tunggal’, ‘hierarkis Piramidal’ juga
memiliki sikap saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hal ini dimaksudkan ba
hwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat sila lainnya, atau dengan kata la
in perkataan dalam setiap sila senantiasa dikualifikasi oleh keempat sila lainny
a.
3.3 Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Secara filosofis Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memili
ki dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbed
a dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya matrealisme, liberalisme, pragmat
isme, komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia.
3.3.1 Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki h
akikat untuk monopluralis. Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebaga
i dasar antropologis. Jikalau kita pahaami dari segi filsafat negara bahwa Panca
sila adalah dasar filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat d
an unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam fils
afat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manus
ia.
BAB IV
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terkandung bahasan-bahasa
n Pancasila. Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif tersebut diatas maka su
dah menjadi tanggung jawab bersama sebagai warga negara untuk mengembangkan sert
a mengkaji Pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingkat
dengan paham atau isme-isme besar dunia dewasa ini separti misalnya Liberalisme,
Sosialisme, Komunisme. Upaya untuk mempelajari serta mengkaji Pancasila tersebu
t terutama dalam kaitannya dengan tugas besar bangsa Indonesia untuk mengembalik
an tatanan negara kita yang porak poranda dewasa ini. Tentunya dengan kita harus
memahami filsafat dan ideologi bangsa kita sendiri yaitu Pancasila.
5.2. Saran
1. Agar mahasiswa dapat mempelajari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegar
aan dengan baik
2. Agar mahasiswa dapat mengerti apa yang diamanatkan Pancasila dan memaha
mi Pancasila sebagai filsafat dan ideologi bangsa kita negara Indonesia