You are on page 1of 17

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

ANALGETIKA DAN HUBUNGAN DOSIS-RESPON

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3:

• Bayyinah
• Dwiyanti Atmajasari
• Irfan Taufik
• Maria Ulfa
• Putri Setyo Rini
• Sinthi Ayesha

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010

• TUJUAN PERCOBAAN
• Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara
eksperimental efek analgesik suatu obat.

• Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan


respon akibat pemberian berbagai dosis analgetika.

• Mampu membuat kurva hubungan dosis-respon

• TEORI DASAR
• Analgesik
Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan
menyiksa bagi penderitanya, namun terkadang nyeri dapat
digunakan sebagai tanda adanya kerusakan jaringan. Inflamasi
merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan jaringan,
dimana nyeri merupakan salah satu gejalanya karena dipandang
merugikan maka inflamasi memerlukan obat untuk
mengendalikannya.

Obat analgetik atau biasa disebut obat penghilang atau


setidaknya mengurangi rasa nyeri yang hebat pada tubuh
seperti patah tulang dan penyakit kanker kronis.

Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek


menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja
dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi
(sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi
atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah
persepsi modalitas nyeri.
(http://medlinux.blogspot.com/2007/09/tramadol.html)

Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang


dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri
(diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya
rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan
kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri
seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi
reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak) yang
secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetika
non narkotik (seperti: asetosat, parasetamol) dan analgetika
narkotik (seperti : morfin).

Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang


tidak nyaman dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan
pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu
gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada
tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang
ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan
ketergantungan pada pemakai untuk mengurangi atau
meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak
digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam
mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir
pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak
menerima rangsang nyeri.
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan
anastetika umum yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai
zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri. Namun,
analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri
sendiri terjadi akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis
yang memicu pelepasan mediator nyeri. Intensitas
rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri
dinamakan ambang nyeri (Tjay, 2002).

Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja


antipiretik dan juga komponen kerja antiflogistika dengan
pengecualian turunan asetilanilida (Anonim, 2005).

Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer


(parasetamol, asetosal, mefenamat atau aminofenazon).
Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein dan
kodein. Nyeri yang disertai pembengkakan sebaiknya
diobati dengan suatu analgetikum antiradang
(aminofenazon, mefenaminat dan nifluminat). Nyeri yang
hebat perlu ditanggulangi dengan morfin. Obat terakhir
yang disebut dapat menimbulkan ketagihan dan
menimbulkan efek samping sentral yang merugikan
(Tjay, 2002).

Kombinasi dari 2 analgetik sangat sering digunakan karena


terjadi efek potensial misalnya kofein dan kodein khususnya
dalam sediaan parasetamol dan asetosal.

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi


dalam dua kelompok besar yaitu:

1. Obat Analgetik Narkotik


Obat Analgetik Narkotik merupakan kelompok obat yang
memiliki sifat opium atau morfin. Analgetika narkotik, khusus
digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada
fractura dan kanker. Meskipun memperlihatkan berbagai efek
farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan
untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat.
Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat
menimbulkan ketergantungan pada pemakai.

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-


sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama
digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Tetap semua analgesic opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu
analgesic yang ideal masih tetap diteruskan dengan tujuan
mendapatkan analgesic yang sama kuat dengan morfin tanpa
bahaya adiksi. Ada 3 golongan obat ini yaitu :
- Obat yang berasal dari opium-morfin,
- Senyawa semisintetik morfin, dan
- Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Mekanisme kerja: menduduki reseptor opioid (agonis opioid),


bertindak seperti opioid endogen. Yang termasuk opioid
endongen adalah: endorfin dan enkephalin.
Efek dari opioid:
- Respiratory paralisis: hati-hati dalam penggunaan karena dapat
menyebabkan kematian karena respirasi dapat tertekan.
- Menginduksi pusat muntah (emesis).
- Supresi pusat batuk (antitusif): kodein
- Menurunkan motilitas GI tract: sebagai obat antidiare, yaitu
loperamid.
- Meningkatkan efek miosis pada mata .
- Menimbulkan reaksi alergi: urtikaria (jarang terjadi).
- Mempengaruhi mood.
- Menimbulkan ketergantungan: karena reseptor dapat
berkembang.
Hal penting dari opioid:
- Dapat diberikan berbagai rute obat: oral, injeksi, inhalasi,
dermal.
- Antagonis morfin (misalnya nalokson dan naltrekson):
digunakan apabila terjadi keracunan morfin.
- Rawan penyalahgunaan, sehingga regulatory obat diatur.
Obat selain morfin:
- Meperidin dan petidin: struktur berbeda dengan morfin,
diperoleh dari sintetik.
- Methadon: potensi analgesik mirip dengan morfin, tetapi sedikit
menginduksi euforia.
- Fentanil: struktur mirip meperidin, efek analgesik 100x morfin,
diberikan jika memerlukan anastesi kerja cepat, dan digunakan
secara parenteral.
- Heroin: merupakan turunan morfin, diperoleh dari proses
diasetilasi morfin, potensi 3x morfin, bukan merupakan obat,
sering terjadi penyalahgunaan.
- Kodein: efek analgesik ringan, berfungsi sebagai antitusif.
- Oksikodon, propoksiten
- Buprenorfin: parsial agonis, mempunyai efek seperti morfin
tetapi efek ketergantungannya kurang, sering digunakan untuk
penderita kecanduan morfin.
- Tramadol: analgesik sentral dan efek depresi pernapasan
kurang.
2. Obat Analgetik Non-Narkotik

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering


dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer.
Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat
yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik
Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan
rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat
atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat
Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya
dengan penggunaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).

Penggunaan analgetika perifer mampu meringankan atau


menghilangkan rasa nyeri, tanpa mempengaruhi SSP atau
menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan.
Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan,
karena terjadi efek potensiasi (Tjay, 2002).

Perhitungan % Efek Anti Inflamasi


Metode Langford dkk (1972) yang telah dimodifikasi digunakan
untuk

mengetahui efek anti inflamasi, yang dihitung dalam persen (%)


efek anti

inflamasi dengan rumus sebagai berikut :

% efek anti inflamasi =

Keterangan :

U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri)


dikurangi rata-

rata berat kaki normal (kaki kanan)

D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri)


dikurangi

rata-rata berat kaki normal (kaki kanan)

• Tramadol

Nama Kimia: (±)-trans-2-Dimethylaminomethyl-1-


(3-metoksifenil) hidroklorida cyclohexanol ; Molecular formula:
C16H25NO2, HCl = 299,8 Sinonim: CG-315; CG-315E, Tramadol,
hidrocloruro de; Tramadol-hidroklorid; Tramadol-hydrochlorid;
Tramadolhydroklorid; Tramadoli Hydrochloridum;
Tramadolihydrokloridi; Tramadolio hidrochloridas; U-26225A
Pemerian: Sebuah bubuk kristal putih, bebas larut dalam air dan
alkohol metil; sangat sedikit larut dalam aseton. (Martindale edisi
35)
Tramadol adalah campuran rasemik dari dua isomer, salah
satu obat analgesik opiat (mirip morfin), termasuk golongan
aminocyclohexanol, yang bekerja secara sentral pada
penghambat pengambilan kembali noradrenergik dan
serotonin neurotransmission, dapat diberikan peroral,
parenteral, intravena, intramuscular bereaksi menghambat
nyeri pada reseptor opiat, analog dengan kodein.
(http://medlinux.blogspot.com/2007/09/tramadol.html)

Tramadol hidroklorida adalah analgesik opioid. Ia juga memiliki sifat


noradrenergik dan serotonergik yang mungkin akan menyebabkan
aktivitas analgesiknya. Tramadol digunakan untuk sedang hingga sakit
parah.
Tramadol hydrochloride diberikan melalui mulut, intravena, atau dubur
sebagai sebuah supositoria. Rute intramuskular juga telah digunakan.
Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
(Martindale edisi 35)
Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah.
Sediaan tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri
menengah hingga parah yang memerlukan waktu yang lama. Indikasi
Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, termasuk
nyeri pasca pembedahan, nyeri akibat tindakan diagnostic.

Nama Dagang
(http://medicatherapy.com/index.php/content/read/48/info-
obat/tramadol )
- Centrasic - Contram - Dolana - Dolgesik
- Dolocap - Dolsic - Forgesic - Intradol
- Miradol - Nonalges - Nufotram - Orasic
- Radol - Seminac - Simatral - Thramad
- Tradonal - Tradosik - Tradyl - Tramal
- Trasidan - Traumasik - Trazodon HCl - Trazone

Farmakologi

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.


Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem
saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap
nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan
neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang,
akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi
dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya
diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 – 7,4 jam.

Farmakodinamik

Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen


nyeri yang keduanya bekerja secara sinergis yaitu : agonis opioid yang
lemah dan penghambat pengambilan kembali monoamin
neurotransmitter. Tramadol mempunyai bioavailabilitas 70% sampai
90% pada pemberian peroral, serta dengan pemberian dua kali sehari
dapat mengendalikan nyeri secara efektif.

Farmakokinetik

Setelah pemakaian secara oral seperti dalam bentuk kapsul atau


tablet, tramadol akan muncul di dalam plasma selama 15 sampai 45
menit, mempunyai onset setelah 1 jam yang mencapai
konsentrasi plasma pada selama 2 jam. Bioavailabilitas absolute
tramadol kira-kira sebesar 68% setelah satu dosis dan kemudian
meningkat menjadi 90 hingga 100% pada pemakaian berulang
(multiple administration). Tramadol dengan volume distribusi 306 dan
203L setelah secara berturut-turut dipakai secara oral dan secara
intravena.

Tramadol mengalami metabolisme hepatik, secara cepat dapat diserap


pada traktus gastrointestinal, 20% mengalami first-pass metabolisme
didalam hati dengan hampir 85% dosis oral yang dimetabolisir pada
relawan muda yang sehat. Hanya 1 metabolit, O-demethyl tramadol,
yang secara farmakologis aktif. Eliminasi rata-rata waktu paruh dari
tramadol setelah pemakaian secara oral atau pemakaian secara
intravena yakni 5 hingga 6 jam. Hampir 90% dari suatu dosis oral
diekskresi melalui ginjal. Eliminasi waktu paruh meningkat sekitar 2-
kali lipat pada pasien yang mengalami gangguan fungsi hepatik atau
renal. Pada co-administration (pemakaian bersama-sama) dengan
carbamazepine untuk mempengaruhi enzim hepatik, waktu paruh
eliminasi dari tramadol merosot.

Mekanisme

http://wiro-pharmacy.blogspot.com/2009/02/kuliah-analgesik-
antipiretik-dan-nsaid.html
Nyeri adalah perasaan sensoris dan lemah emosional yang tidak enak
dan berkaitan dengan ancaman (kerusakan) jaringan. Keadaan psikis
sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit
kepala atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan
sensasi rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi
dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas
nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni 44-450C.
Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan
kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-
ujung saraf bebas di kulit, mukosa, dan jaringan lainnya.
Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,
kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan
ke otak melalui jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum tulang
belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari
thalamus impuls diteruskan ke pusat nyeri di otak besar,
dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.

Adapun mediator nyeri yang disebut juga sebagai autakoid antara lain
serotonin, histamine, bradikinin, leukotrien dan prostglandin.
Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam amino) yang
diberikan dari protein plasma.

Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri


dirasakan untuk yang pertama kali. Jadi, intesitas rangsangan yang
terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang
nyerinya adalah konstan.

Mekanisme kerja penghambatan rasa nyeri ada tiga yaitu:


• Merintangi penyaluran rangsangan nyeri dalam saraf sensoris,
seperti pada anastesi local.
• Merintangi pembentukkan rangsangan dalam reseptor rasa nyeri,
seperti pada anastesi local.
• Blokade rasa nyeri pada system saraf pusat seperti pada analgetik
sentral (narkotika) dan anastesi umum.
Test akut seperti hot plate, tail-flick dan paw pressure test
membutuhkan stimulus berintensitas tinggi (seperti termal, mekanik
atau kimia) dan tidak menguji binatang yang sebelumnya telah
mengalami injury. Respon yang diukur adalah:
• Bereaksi langsung atau beberapa detik
• Inputnya menggunakan serabut A delta dan C
• Diketahui mengaktivasi kornu dorsalis spinalis dan sel-sel
spesifik nosiseptif dan atau neuron Wide Dynamic Range (WDR).
Test hot plate, disini mencit ditempatkan pada silinder ujung terbuka
yang lantainya dapat dipanaskan secara tepat. Lantai yang dipanaskan
pada temperatur konstan ini menghasilkan dua respon yang diukur
dalam lamanya yaitu menjilat-jilat telapak kaki dan melompat-lompat.
Kedua-duanya merupakan respon supraspinal yang terintegrasi.
Gerakan pertahanan tubuh yang kacau ini sangat kompleks pada tikus
(bila dibandingkan dengan mencit) menyebabkan observasi dan
identifikasinya sangat sulit. Sehingga penggunaan cara ini sangat tidak
konsisten hasilnya.

Tekanan pada telapak kaki, atau hiperalgesia mekanik, adalah metode


percobaan yang menggunakan tekanan dengan intensitas yang dapat
dinaikkan pada daerah yang sempit di tumit, atau sangat jarang di
ekor. Kaki atau ekor ditempatkan diantara dua permukaan datar yang
tumpul dengan ujung berlapis plastik yang ditempatkan di sistem roda
gigi yang dapat digerakkan sepanjang berkas cahaya sebagai jalur
yang dapat dibaca secara otomatis dengan bantuan cursor.
Peningkatan tekanan dihentikan bila binatang menggerakkan ekornya
dan tekanan/gaya pada saat ini dapat dibaca dalam gram sebagai
ambang respon. Tetapi pengukuran dengan cara ini sulit diulang dan
lebih sering digunakan ketika telapak kaki mengalami lesi sebelumnya
karena inflamasi atau luka pada saraf; kemudian nilai ambangnya
dibandingkan dengan kaki yang tak ada lesi.
Metode tail flick
Responnya proposional terhadap frekuensi perangsangan dan kelas
serabut afferennya. Beberapa test akut berdasarkan perangsangan
termal seperti tail-flick test yang menggunakan sumber radiasi panas
dan timer otomatis untuk menentukan waktu withdrawal ekor. Variasi
test ini dengan meningkatkan luas area perangsangan yaitu
memberikan panas pada pangkal ekor, membutuhkan pencelupan
seluruh ekor binatang dalam air panas. Tes termal dengan tail-flick test
biasa digunakan secara luas untuk penelitian analgetik opioid yang
akan memprediksi efek analgetik pada manusia.
Metode flick Tail berguna untuk mempelajari pengaruh obat-obatan
analgesik seperti obat narkotika atau stimulus berbahaya akut pada
kedua tikus dan tikus. Tes mengibaskan ekor digunakan dalam
menentukan sensitivitas rasa sakit pada hewan dengan mengukur
latensi respon penghindaran ketika rasa sakit adalah disebabkan oleh
panas radiasi dari sumber cahaya untuk hewan ekor.
Tail Flick Analgesia Instrumen TF-01 tindakan reaksi terhadap energi
radiasi dari sumber cahaya. Sorot perangkat adalah dikontrol lampu-
rana halogen yang memiliki sensor yang dibangun untuk deteksi
otomatis film ekor. Lampu ini terletak di bawah hewan untuk
menyediakan lingkungan yang kurang keliling dan panas bersinar
memberikan suhu konstan untuk binatang 'ekor, menghindari lampu-
up variasi suhu hangat. Hewan pada umumnya terkendali dan ekor
ditempatkan pada alur ekor penginderaan di atas instrumen tersebut.
Ketika binatang itu bereaksi terhadap rasa sakit, itu film ekornya
keluar dari balok yang membeku otomatis built-in timer latency dan
rangsangan dihentikan.
• ALAT dan BAHAN
Alat:
- Alat suntik
- Stopwatch
- Hot plate
- Beaker glass
- Timbangan hewan
- Termometer

Bahan:
- Mencit dua ekor
- Tramadol 50 mg
- Alkohol
- Kapas

• PROSEDUR KERJA
Metode flick tail
• Timbang masing-masing mencit, beri nomor, dan catat.

• Sebelum pemberian obat, catat dengan menggunakan stopwatch


waktu yang diperlukan mencit untuk menjentikkan ekornya ke
luar dari air panas (480-500C). Tiap rangkaian pengamatan
dilakukan tiga kali selang dua menit. Pengamatan pertama
diabaikan, hasil pengamatan terakhir dirata-ratakan dan dicatat
sebagai respon normal masing-masing mencit.

• Suntikkan secara intra peritoneal kepada masing-masing mencit


obat dengan dosis yang telah dikonversikan ke dosis mencit.

• Pengamatan dilakukan pada menit ke 5, 15, 30, 45, dan 60


setelah pemberian obat.

• Buatlah tabel hasil pengamatan dengan lengkap.

• Gambarkan suatu kurva hubungan antara dosis yang diberikan


terhadap respon mencit untuk stimulus nyeri.

Metode Pelat Panas (Hot Plate)


Rangsang nyeri yang digunakan berupa lantai kandang yang
panas ( 550-560C ). Rasa nyeri panas pada kaki mencit
menyebabkan respon mengangkat kaki depan dan dijilat. Rata-
rata hewan mencit akan memberikan respon dengan metode ini
dalam waktu 3-6 detik.
• Mencit ditimbang dan dicatat bobotnya.
• Sebelum pemberian obat catat dengan menggunakan
stopwatch waktu yang diperlukan mencit untuk mengangkat
dan menjilat kaki depannya sebagai waktu respon.
Pengamatan dilakukan 2 kali dan hasil pengamatan dirata-
ratakan sebagai respon normal.
• Disuntikkan obat secara intra peritoneal ke mencit yang
telah dikonversikan terlebih dahulu ke dosis mencit.
• Dilakukan pengamatan pada menit ke 5,15,30, dan 60
setelah pemberian obat.
• Dibuat tabel hasil pengamatan dan dibuat kurva hubungan
antara dosis yang diberikan terhadap respon mencit untuk
stimulus nyeri.

Hewan Jenis Metode BB VAO (ml)


kelami (kg)
n

Mencit Jantan Flick tail 0,03 0,032 kg x 5 mg/kg = 0,032 ml


2
5 mg/ml

Mencit Jantan hotplate 0,02 0,028 kg x 5 mg/kg = 0,028 ml


8 5 mg/ml

• HASIL PERCOBAAN
Metode Flick Tail
Mencit disuntik dengan tramadol secara intraperitoneal

Mencit Pada Keadaan Normal Ekor Mencit dicelupkan


Respon ekor
Mencit dengan metode hotplate.

METODE TAIL FLICK


Kontrol.

No. Waktu Mencit


Menjentikkan Ekor

1. 5 detik

2. 4 detik

3. 3 detik

Setelah penyuntikkan tramadol.

No. Rentang waktu Waktu Mencit Menjentikkan Ekor

1. 5’ 2 detik

2. 15’ 6 detik

3. 30’ 4 detik

4. 45’ 2 detik

5. 60’ 2 detik

METODE HOTPLATE
Pengamatan sebelum pemberian obat :
• Kondisi tikus aktif
• Respon tikus terhadap hotplate:
Percobaan pertama 1’’.28
Percobaan kedua kurang dari 1’’.

Pengamatan setelah pemberian obat :


Waktu Pengamatan
5’ 8’’
10’ 23’’
30’ 45’’
45’ 1’
60’ 10”

• PEMBAHASAN
Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek
menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja
dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi
(sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi
atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah
persepsi modalitas nyeri.

Pada praktikum kali ini kelompok kami menggunakan


tramadol sebagai obat untuk mengurangi atau menghilangkan
nyeri pada mencit. Tramadol adalah campuran rasemik dari dua
isomer, salah satu obat analgesik opiat (mirip morfin), termasuk
golongan aminocyclohexanol, yang bekerja secara sentral pada
penghambat pengambilan kembali noradrenergik dan serotonin
neurotransmission. Tramadol mengikat secara stereospesifik
pada reseptor di sistem syaraf pusat sehingga memblok sensasi
rasa nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol
menghambat pelepasan neurotransmitter dari syaraf aferen
yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri
terhambat.

Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level)


dimana nyeri dirasakan untuk yang pertama kali. Jadi, intesitas
rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri.
Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni 44-450C.
Parameter yang digunakan dalam pengamatan ini adalah
waktu ketahanan mencit terhadap stimulasi panas yang
dihasilkan dengan metode hot plate test dan metode flick tail.
Pada nyeri neuropati akan timbul gejala hiperalgesia, yang
ditunjukkan dengan penurunan waktu ketahanan dari mencit
pada stimulasi panas yang diberikan. Hal ini sesuai dengan hasil
pengamatan baik pada control maupun setelah diinjeksikan
tramadol yaitu pada pertama kali ekor mencit dicelupkan pada
air yang dipanaskan di beaker glass yaitu 5 detik setelah
perlakuan yang kedua mencit menjentikkan ekor pada waktu 4
detik dan pada perlakuan yang ketiga yaitu pada waktu 3 detik
mencit menjentikkan ekornya. Nyeri yang dirasakan oleh mencit
merupakan nyeri somatik, yang bila dilihat dari tempat
terjadinya, merupakan nyeri permukaan, karena pemanasan itu
ditempatkan pada telapak kaki dan ekor mencit. Hal itu akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan. Stimulus yang
merangsang nyeri akan menimbulkan pengeluaran mediator
nyeri (prostaglandin) yang memicu pelepasan mediator nyeri
seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi
reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak). Mediator
nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-
kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf
bebas di kulit, mukosa, dan jaringan lainnya. Nociceptor ini
terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di system
saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui
jaringan yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang
amat banyak melalui sum-sum tulang belakang, sum-sum tulang
lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls diteruskan ke
pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri
dan timbullah respon terhadap rasa nyeri tersebut yaitu ekor
dijentikkan atau mencit melompat-lompat ketika telapak kai
dipanaskan pada hotplate.

Pada metode tail flick respon rangsang dihentikan ketika ekor


mencit dikibaskan. Metode ini digunakan dalam menentukan
sensitivitas rasa sakit pada hewan dengan mengukur latensi
respon penghindaran ketika rasa sakit disebabkan oleh panas
radiasi dari sumber panas untuk hewan ekor. Sedangkan pada
test hot plate, disini mencit ditempatkan diatas hot plate. Lantai
yang dipanaskan pada temperatur konstan ini menghasilkan dua
respon yang diukur dalam lamanya yaitu menjilat-jilat telapak
kaki dan melompat-lompat. Kedua-duanya merupakan respon
supraspinal yang terintegrasi. ketika telapak kaki mengalami lesi
sebelumnya karena inflamasi atau luka pada saraf; kemudian
nilai ambangnya dibandingkan dengan kaki yang tak ada lesi.
Sebelum kami memberikan obat analgetik kita melakukan uji
control positif. Hal ini dilakukan agar kita dapat mengetahui
perbandingan lamanya efektifitas dari obat analgetik setelah
pemberian obat. Pada grafik perbandingan uji analgesic tramadol
memperlihatkan mencit menanggapi respon lebih lama dengan
metode hotplate daripada dengan metode flick tail. Pada metode
hotplate puncak konsentrasi obat yaitu pada waktu 45 menit
denga

Hasil pengamatan kontrol, diketahui bahwa mencit


memberikan efek nyeri pada waktu 9,6 detik. Dan setelah
pemberian obat, data yang diperoleh bahwa pada waktu 5 menit
efek analgetik belum dapat terlihat, karena proses absorpsinya
belum sempurna. Dan pada waktu efek dari analgetik sudah
timbul, hal ini dapat dilihat pada pengamatan yang menunjukkan
ada peningkatan waktu bertahan mencit diatas hotplate pada
waktu 15 menit yaitu selama 23 detik, hal ini dikarenakan karena
proses absorpsi obatnya sudah sempurna. Sedangkan pada
waktu efek dari analgetik sudah mulai berkurang, hal ini
disebabkan karena efek obat sudah mengalami proses eliminasi.
Begitu juga pada waktu 30’ dan 60’, efek yang ditimbulkan
berlangsung konstan, yaitu selama 10’.mekipun tidak sama
dengan kontrol tetapi mendekati.
Hal ini disebabkan karena pengujian nyeri pada metode hotplate
sangat tidak efektif, tikus yang di uji hanya diletakkan di atas
hotplate yang terbuka. Sehingga kemungkinan besar tikus belum
merasakan nyeri tetapi sudah melompat dari hotplate, hal itu
juga dipengaruhi oleh sifat tikus yang agresif dan tidak bisa
diam.

• KESIMPULAN
• Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada
reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik
pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga
menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri.
Disamping itu tramadol menghambat pelepasan
neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap
rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.

• DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Nurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program


Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

http://yosefw.wordpress.com/2008/03/26/metabolit-aktif-diazepam/

http://www.dechacare.com/TRAMADOL-P578.html
http://www.hexpharmjaya.com/tramadol.aspx.htm

http://www.indofarma.co.id/index.php.htm

http://www.dexa-medica.com/detail.php.htm

You might also like