You are on page 1of 266

PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN
KESEHATAN
MATERI POKOK DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UU, PP, Perrmenkes, SK MenKes, SK Dirjend POM, SK


KaBPOM yang berisi peraturan perundang-undangan terkait :
Kesehatan, Tenaga kefarmasian
Obat bebas, Obat bebas terbatas, Obat keras, OWA
Psikotropika, Narkotika,
Obat tradisional, Kosmetik dan Alat kesehatan
Pangan (makanan dan minuman)
Apotek, Rumah Sakit, Industri Farmasi,
Pedagang Besar Farmasi, Toko Obat, Warung Obat Desa
Registrasi obat jadi dan obat tradisional
Hak dan Kewajiban konsumen dan pelaku usaha
HIRARKI
HIRARKI PERATURAN
PERATURAN PERUNDANGAN
PERUNDANGAN

UUD
UUD 1945
1945
KETETAPAN
KETETAPAN MPR
MPR

UNDANG-UNDANG

PERATURAN PEMERINTAH

KEPUTUSAN PRESIDEN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN

KEPUTUSAN KEPALA
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
KEPUTUSAN
MENTERI KESEHATAN
Peraturan dan UU
• Peraturan : Suatu ketentuan yg
mengatur ttg kaidah HK atau Norma HK
yg berupa perintah atau larangan
• UU : suatu ketentuan yg berisi perintah
atau larangan yg dibuat oleh badan
negara pemerintah dan harus ditaatai
dan kalau dilanggar akan menimbulkan
akibat HK atau sanksi Hukum
• Per.PerUUan → LN → Mengumumkan
Hukum Kesehatan dan
Kefarmasian
• Hukum kesehatan adalah semua peraturan
hukum yang berhubungan langsung pada
pelayanan kesehatan dan penerapannya pada
hukum perdata, hukum administrasi dan hukum
pidana (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992).
• Hukum kefarmasian adalah kumpulan
peraturan yang berkaitan langsung dengan
pelayanan kefarmasian dan juga
penerapannya kepada hukum perdata, hukum
pidana dan hukum administrasi
• Hukum kesehatan ini lebih luas dari pada
hukum kedokteran atau hukum perawatan.
Perlunya undang-undang
kesehatan
(1) Kesehatan-kesejahteraan merupakan cita-cita
bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
(2) Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan sumber
daya manusia yang merupakan modal
pembangunan nasional;
(3) Perlunya penyelenggaraan upaya kesehatan
yang menyeluruh dan terpadu;
(4) Perundang-undangan yang ada tidak sesuai
lagi.
Latar Belakang

UUD 45 Pasal 28 H ayat (1)


UU No. 23 Tahun 1992
UU N0. 36 tahun 2009

Kes. Sbg Hak Azasi Manusia

Pembangunan Kesehatan
sbg
Investasi SDM
Kes. Dalam Pembangunan
Meningkatkan taraf Kesehatan
Meningkatkan Kecerdasan Rakyat

Meningkatkan Pelayanan Kesehatan
Perbaiki Mutu Gizi

Golongan Masyarakat
Berpenghasilan rendah
Upaya Kesehatan
Promotif, Preventif, Kuratif, Rehablitatif

Meningkatkan P2M
Penyakit Rakyat
Meningkatkan Gizi
Pengadaan air Minum
Meningkatkan Sanitasi Lingkungan
Perlindungan Bahaya Narkoba & P’gunaan Obat TMS
Penyediaan Obat Merata dan Terjangkau
Penyediaan Tenaga Kesehatan
Meningkatkan Penyuluhan Kesehatan rakyat
Perluasan Pelayanan Kesehatan
Status
Kesehatan

PERMASALAHAN TANTANGAN

Kebijakan
Pembangunan Kesehatan

Program & kegiatan


Permasalahan
1. Disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar
kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan
2. Beban ganda penyakit. Pola penyakit yang diderita oleh
masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi menular namun
pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak
menular
3. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah. Faktor utama
penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia sebenarnya
dapat dicegah dengan intervensi yang dapat terjangkau dan
sederhana seperti: proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan
4. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup
bersih dan sehat. Misalnya kebiasaan merokok, pemberian air
susu ibu (ASI) eksklusif dan gizi lebih pada balita.
Lanjutan Permasalahan……

5. Rendahnya Kondisi Kesehatan Lingkungan


6. Rendahnya kuatitas,pemerataan dan keterjngkauan
pelayanan kesehatan
7. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusi tidak
merata.
8. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin ASI)
eksklusif dan gizi lebih pada balita.
TANTANGAN

Internal Ekternal

Era Globalisasi,
Krisis Multi dimensi
Politik, Ekonomi, Sosial
Komoitmen Internasional
Budaya, Keamanan, (MDGs, Sustainable Dev. Principles,
Desentralisasi, World Fit for Children)

Daerah Bencana,
Geografi kepulauani, Perkembangan IPTEK
SASARAN

Derajat Kesehatan Masyarakat

Akses Masyarakat
terutama GAKIN

INDIKATOR
Indikator Kesehatan
Meningkatnya :

• proporsi keluarga yg berperilaku hidup bersih dan sehat;


• proporsi keluarga yg memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih;
• cakupan persalinan yg ditolong oleh nakes terlatih;
• cakupan pelayanan antenatal, postnatal dan neonatal;
• tk. kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke Puskesmas;
• tk. kunjungan (visit rate) penduduk miskin ke RS;
• cakupan imunisasi
• angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria, demam
berdarah dengue (DBD), tuberkulosis paru, diare, dan HIV/AIDS;
• Menurunnya prevalensi kurang gizi pada balita;
…….lanjutan Indikator

* Meningkatnya pemerataan dan mutu tenaga kesehatan;


• Meningkatnya ketersediaan obat esensial nasional;
• Meningkatnya cakupan pemeriksaan sarana produksi dan disitribusi
produk terapetik/obat, obat tradisional, kosmetik, perbekalan
kesehatan rumah tangga, produk komplemen dan produk pangan;
• Meningkatnya penelitian dan pengembangan tanaman obat asli
Indonesia;
• Meningkatnya jumlah peraturan dan perundang-undangan di bidang
pembangunan kesehatan yang ditetapkan; dan
• Meningkatnya jumlah penelitian dan pengembangan di bidang
pembangunan kesehatan.
UNDANG-UNDANG
Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis

1. Undang-Undang Obat Keras (St. No.419 tgl 22


Desember 1949)
2. Undang Undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
3. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang: Pangan
4. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 ttng Psikotropika
5. Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang
Narkotika
6. Undang- Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
7. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang: Praktik
Kedokteran
PERATURAN PEMERINTAH

Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis


1. PP No. 20 Tahun 1962 tentang: Lafal Sumpah/Janji Apoteker
2. PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik (tdk berlaku lagi)
3. PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotik (tdk berlaku lagi)
4. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1990 tentang: Masa Bakti dan
Izin Kerja Apoteker (tdk berlaku lagi)
5. PP No. 32 Tahun 1996 tentang: Tenaga Kesehatan
6. PP No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian
Minuman Beralkohol
7. PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan
8. PP No. 69 Tahun 1999 tentang: Label dan Iklan Pangan
9. PP No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan
10. PP No.28 Tahun 2004 tentang: Keamanan, Mutu,dan Gizi Pangan
11. PP 51 thn 2009 ttg pekerjaan kefarmasian
Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis PERMENKES-1

1. Reglement D.V.G. (St. 1882 No.97, sebagaimana dirobah terakhir


menurut St.1949 No.228) tentang Menjalankan Peracikan Obat
2. Peraturan Menteri Kesehatan No.167/Kab/B.VIII/1972 tentang
Pedagang Eceran Obat
3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 76/MEN.KES/PER/XII/75
tentang: Ketentuan Peredaran dan Penandaan Susu Kental Manis
4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 329/MEN.KES/PER/XII/75
tentang: Produksi dan Peredaran Makanan
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 86/MEN.KES/PER/IV/77 tentang:
Minuman Keras
6. Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/PER/I/1978 tentang
Penyimpanan Narkotika
7. Peraturan Menteri Kesehatan No.26/Menkes/Per/I/1981 tentang
Pengelolaan dan Perizinan Apotik
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 59/MEN.KES/PER/II/1982
tentang: Larangan Peredaran, Produksi, dan Mengimpor Minuman
Keras Yang Tidak Terdaftar Pada Departeman Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 180/MEN.KES/PER/IV/1985
tentang: Makanan Daluwarsa
10. Peraturan Menteri Kesehatan No. 208/MEN.KES/PER/IV/1985
tentang: Pemanis Buatan
PERMENKES-2
Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis
11. Peraturan Menteri Kesehatan No. 240/Men.Kes/Per/V/85 tentang:
Pengganti Air Susu Ibu
12. Peraturan Menteri Kesehatan No. 159b/Men.Kes/Per/II/1988
tentang Rumah Sakit
13. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MENKES/PER/IX/88
tentang: Bahan Tambahan Makanan
14. Peraturan Menteri Kesehatan No. 382/MEN.KES/PER/VI/1989
tentang: Pendaftaran Makanan
15. Peraturan Menteri Kesehatan No.244/Menkes/Per/V/1990 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
16. Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990
tentang: Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran
Obat Tradisional
17. Peraturan Menteri Kesehatan No. 760/MENKES/PER/ix/1992
tentang: Fitofarmaka
18. Peraturan Menteri Kesehatan No. 917/ Menkes/Per/X/1993
tentang Wajib Daftar Obat Jadi
19. Peraturan Menteri Kesehatan No. 918/ Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar Farmasi
Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis PERMENKES-3

20. Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/ Menkes/Per/X/1993


tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep
21. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/ Menkes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
22. Peraturan Menteri Kesehatan No. 924/ Menkes/Per/X/1993
tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2
23. Peraturan Menteri Kesehatan No. 925/ Menkes/Per/X/1993
tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 1
24. Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995
tentang: Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja
Apoteker
25. Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/Menkes/PER/VII/1997
tentang Peredaran Psikotropika
26. Peraturan Menteri Kesehatan No. 149/MENKES/PER/IU1998
tentang: Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
184/MENKES/PER/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan
Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker
27. Peraturan Menteri Kesehatan No.949/Menkes/Per/VI/2000 tentang
Registrasi Obat Jadi
28. Peraturan Menteri Kesehatan No.988/Menkes/Per/VIII/2004
tentang Pencantuman Nama Generik pada Label Obat
KEPMENKES-1

Daftar peraturan perundangan secara hirarkis dan kronologis


1. Keputusan Menteri Kesehatan No. 23/MEN.KES/SK/I/1978
tentang: Pedoman Cara Produksi Yang Baik Untuk Makanan
2. Keputusan Menteri Kesehatan No.02396/A/SK/VIII/86 tentang
Tanda Khusus Obat Keras Daftar G
3. Keputusan Menteri Kesehatan No.43/Menkes/SK/II/1988 tentang
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
4. Keputusan Menteri Kesehatan No.278/Menkes/SK/V/1981
tentang Persyaratan Apotik
5. Keputusan Menteri Kesehatan No.279/Menkes/SK/V/1981
tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotik
6. Keputusan Menteri Kesehatan No.280/Menkes/SK/V/1981
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik
7. Keputusan Menteri Kesehatan No.2380/A/SK/VI/83 tentang
Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas
8. Keputusan Menteri Kesehatan No.085/MENKES/PER/I/1989
tentang Kewajiban Menulis Resep dan atau menggunakan Obat
Generik di Rumah Sakit Pemerintah
KEPMENKES-2
Daftar peraturan perundangan secara hirarkis dan kronologis
9. Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang
Ketentuan dan Tatacara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Idustri Farmasi
10. Keputusan Menteri Kesehatan No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat
Wajib Apotik
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
659/MENKES/SK/X/1991 tentang: Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang
Baik
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
761/MENKES/SK/IX/1992 tentang: Pedoman Fitofarmaka
13. Keputusan Menteri Kesehatan No.436ASMENKES/SK/VI/1993 tentang
berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis
di Rumah Sakit
14. Keputusan Menteri Kesehatan No.918/Menkes/Per/X/1993 tentang
Pedagang Besar Farmasi
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: PO.00.04.5.00327
tahun 1994 tentang: Bentuk dan Tatacara Pemberian Stiker Pendaftaran
Pada Obat Tradisional Asing
16. Keputusan Menteri Kesehatan No.386/Menkes/SK/IV/1994 tentang
Pedoman Periklanan : Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan,
Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman
17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
661/MENKES/SK/VII/1994 tentang: Persyaratan Obat Tradisional
KEPMENKES-3
Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis
18. Keputusan Menteri Kesehatan No.HK.00.05.6.01596 tahun 1994 tentang
Penunjukan PT (PERSERO) Kimia Farma sebagai Perusahaan yang
diberi izin melaksanakan Impor Produksi dan distribusi Narkotika di
Indoensia
19. Keputusan Menteri Kesehatan No. 0584/MENKES/SK/VI/1995 tentang:
Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
20. Keputusan Menteri Kesehatan No.1009/MENKES/SK/X/1995 tentang
Pembentukkan Komite Nasional Farmasi dan Terapi
21. Keputusan Menteri Kesehatan No.199/Menkes/SK/III/1996 tentang
Penunjukan Pedagang Besar Farmasi PT (Persero) Kimia Farma Depot
Sentral Sebagai Importir Tunggal Narkotika di Indonesia
22. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/ Menkes/SK/X/1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotik No. 3
23. Keputusan Menteri Kesehatan No.1747/MENKES/SK/XII/2000 tentang
Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal dalam Bidang
Kesehatan di Kabupaten/ Kota
24. Keputusan Menteri Kesehatan No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang:
Registrasi dan Praktik Bidan
25. Keputusan Menteri Kesehatan No.1191/Menkes/PSK/IX/2002 tentang
Perubahan atas Keputusan Keputusan Menteri Kesehatan
No.918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
KEPMENKES-4
Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis
26. Keputusan Menteri Kesehatan No.1331/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No.167/Kab/B.VIII/1972
tentang Pedagang Eceran Obat
27. Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang
Perubahan atas Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik
28. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 264A/MENKES/SKB/VII/2003
Nomor:02/SKB/M.PAN/7/2003 tentang: Tugas, Fungsi, dan Kewenangan
Dibidang Pengawasan Obat dan Makanan
29. Keputusan Menteri Kesehatan No.: 679/MENKES/S/IV/2003 tentang:
Registrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker
30. Keputusan Menteri Kesehatan No.983/Menkes/SK/VIII/2004 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Warung Obat Desa
31. Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
32. Keputusan Menteri Kesehatan No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
33. Keputusan Menteri Kesehatan No. 068/Menkes/SK/II/2006 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pencantuman Nama Generik Pada Label Obat
34. Keputusan Menteri Kesehatan No. 069/Menkes/SK/II/2006 tentang
Pencantuman Harga Eceran tertinggi (HET) Pada Label Obat
PERATURAN LAIN-1
Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
No.336/SE/77 tanggal 4 Mei 1977 tentang Salinan Resep narkotika
2. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
06605/D/SK/X/84 tentang: Tatacara Produksi Obat Tradisional Dari
Bahan Alam Dalam Sediaan Bentuk Kapsul Atau Tablet
3. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.HK.00.05.23.02769 tahun 2002 tentang Pencantuman Asal
Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol, dan Tanggal Kadaluwarsa
pada Penandaan/Label Obat, Obat tradisional, Suplemen
Makanan, dan Pangan
4. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.HK.00.05.3.02706 tahun 2002 tentang Promosi Obat
5. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.HK.00.05.3.1950 tahun 2003 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat
6. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.
00.05.4.1745 tahun 2003 tentang Kosmetik
PERATURAN LAIN-2
Daftar peraturan perundang-undangan secara hirarkis dan kronologis
7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor: HK.00.05.4.2411 tahun 2004 tentang: Ketentuan
Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia
8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor: HK.00.05.41.1384 tahun 2005 tentang: Kriteria
dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka
9. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.HK.00.05.3.1818 tahun 2005 tentang Pedoman Uji
Bioekivalensi
10. Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan, Direktorat
Standarisasi Produk Pangan, Deputi Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat
Dan Makanan Republik Indonesia, tahun 2004
11. Keputusan Kongres Nasional ISFI No.007/KONGRES/ISFI, Bali
tanggal 16 - 19 Juni 2005 tentang Kode Etik Apoteker/Farmasis
12. Walshe, K., 2003, Regulating Healthcare, A Prescription for
Improvement ?, Open University Press, Maidenhead Philadelphia
13. Fisher, J and Merrills, J, 1997, Pharmacy Law & Practice, second
ed., Blacwell Science, Oxford
Struktur dalam peraturan perundang-undangan yang perlu diketahui
Contoh :
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN
TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTEK

Menimbang : a. ……………….
b. …………………
Mengingat : a…………………
b………………

MEMUTUSKAN :
Mencabut : Peraturan Menteri Kesehatan No. 244/Menkes/Per/Per/V/1990 ttg ketentuan dan
izin apotik
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TTG KETENTUAN DAN TATA CARA
PEMBERIAN IZIN APOTIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dst
KETENTUAN PENUTUP
Semua ketentuan menteri tentang apotik lainnya yg telah dikeluarkan sebelum ditetapkannya
peraturan ini masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini.
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 23 Oktober 1993
Menteri Kesehatan
OBAT
• Ind.Farmasi (Izin, CPOB, WDOJ) → Obat Jadi
Import, Otrad.
• Penggolongan Obat ( K, OWA, P, T, B dan N)
• SKN, DOEN, OGB
• PBF/Khusus, PBF Bahan Baku, PB Alkes
• Distribusi Obat ke :
- Gudang Farmasi →Puskesmas
- TOB (W dan F)
- Apotek/RS
- PBF Lain
Peraturan di Bidang Obat
• Produksi dan Peredaran Obat
• Pendaftaran Obat
• Distribusi Obat
• Penarikan kembali dan penarikan obat jadi yg
beredar
• Kriteria obat yg dapat diserahkan tanpa resep
• Penyimpanan narkotika
• Lab. Pemeriksaan narkotika dan psikotropika
• Pemusnahan narkotika/psikotropika yg rusak
Peraturan Apotek
• PP 25/80 ttg Apotek
• PerMenKes
917(WDOJ),918(PBF),919(KOTR),
920(OJIport), 922 /Menkes/Per/X/93
• KepMenKes 1332/Menkes/SK/X/2002
• Perda no. 6 tahun 2002
• Perda no. 8 tahun 2002 ttg
Pembinaanan Pengawasan Tenaga
Farmasis
Peraturan MakMin
• Produksi dan Peredaran Makanan
• Pendaftaran Makanan
• Bahan Tambahan makanan
• Makanan Kadaluarsa
• Susu Kental Manis
• Makanan yg Mengandung Bahan yg
berasal dari Babi
• Minuman Keras
• PASI
• Iradiasi
• Iodisasi Garam Konsumsi
Obat Tradisional
• Produksi dan Distribusi Otrad (Pabrik jamu dan
Prsh.Jamu
• Wajib daftar Otrad
• Pembungkusan dan Penandaan Otrad
• Fototerapi
• Fitofarmaka
• Sentra Pengembangan dan Penerapan
Pengobatan Tradisional ( Sentra P3T).
KOSMETIKA DAN ALKES
• PRODUKSI DAN PEREDARAN
• PB Alkes dan Kosmetika
• Wadah Pembungkus, Penandaan
serta (Periklanan Kosmetika dan
Alkes)
• Wajib Daftar Kosmetika dan
Alkes.
UU No 36 Tahun 2009
Kesehatan
Kesehatan adalah Investasi
Azas pembangunan kesehatan adalah perikemanusiaan,
keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan
terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, dan
nondiskriminasi dan norma-norma agama. Sedangkan
tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.
Hak dan Kewajiban
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang
kesehatan. Juga memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang
berhak secara mandiri dan bertanggungjawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan dan mendapatkan lingkungan yang sehat
bagi pencapaian derajat kesehatan yang diperlukan bagi
dirinya
Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,
mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Juga berkewajiban
menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh
lingkungan yang sehat baik fisik, biologi, maupun sosial.
Tanggungjawab Pemerintah
Pemerintah bertanggungjawab merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau oleh masayarakat.
Juga sumber daya di bidang kesehatan yang
adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Bertanggungjawab atas pelaksanaan
jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem
jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan
perseorangan.
Dilarang Menolak Pasien
• Fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas pelayanan kesehatan
perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.fasilitas
pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan tingkat
pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan pelayanan
kesehatan tingkat ketiga.
• Fasilitas pelayanan kesedilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan swasta. Ketentuan perizinan fasilitas pelayanan
kesehatan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
• Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan
kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu. Dalam keadaan darurat, fasilitas
pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang
menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Harga Obat
• Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
perbekalan kesehatan, terutama obat esensial. Dalam menjamin
ketersediaan obat dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan
kebijakan khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang
berkhasiat obat.
• Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar kebutuhan masyarakat
akan perbekalan kesehatan terpenuhi. Pengelolaan perbekalan kesehatan
yang berupa obat esensial dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
dengan memperhatikan kemanfaatan, harga dan faktor yang berkaitan
dengan pemerataan
• Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus
tersedia bagi kepentingan masyarakat. Daftar dan jenis tersebut ditinjau dan
disempurnakan paling lama setiap dua tahun sesuai dengan perkembangan
kebutuhan dan teknologi.
• Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang termasuk dalam daftar
obat esensial nasional harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya,
sehingga penetapan harganya dikendalikan oleh pemerintah
Perlindungan Pasien
• Setiap orang berhak menerima atau menolak
sebagian atau seluruh tindakan pertolongan
yang akan diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi mengenai
tindakan tersebut secara lengkap. Hak
menerima atau menolak tidak berlaku pada
penderita penyakit yang penyakitnya dapat
secara cepat menular ke masyarakat yang lebih
luas.
• Setiap orang berhak atas rahasia kondisi
kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan
kepada penyelenggara / petugas kesehatan.
Pelayanan Kesehatan
Tradisional
• Pelayanan kesehatan tradisional meliputi kesehatan
tradisional yang menggunakan ketrampilan dan yang
menggunakan ramuan. Pelayanan kesehatan tradisional
dibina dan diawasi oleh pemerintah agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta
tidak bertentangan dengan norma-norma agama.
• Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan
tradisional harus mendapat izin dari lembaga kesehatan
yang berwenang. Pemerintah mengatur dan mengawasi
pelayanan kesehatan tradisional dengan didasarkan
pada keamanan, kepentingan, dan perlindungan
masyarakat..
Pencegahan Penyakit

• Peningkatan kesehatan dan pencegahan


penyakit merupakan segala bentuk upaya
yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat
untuk mengoptimalkan kesehatan dan
menghindari atau mengurangi resiko,
masalah, dan dampak buruk akibat
penyakit.
Kesehatan Reproduksi

• Kesehatan reproduksi meliputi saat sebelum hamil, hamil,


melahirkan dan sesudah melahirkan; pengaturan kehamilan, alat
kontrasepsi, dan kesehatan seksual; kesehatan sistem repsoduksi.
• Setiap orang dilarang melakukan aborsi. Larangan aborsi
dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi
sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam ibu dan/atau janin,
yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan
yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan. Tindakan dapat dilakukan setelah melalui konseling
dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
Pelayanan Darah
• Pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang
memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan
kemanusiaan dan tidka untuk tujuan komersial.darah diperolehd ari
pendonor darah sukarela yang sehat dan memenuhi kriteria seleksi
pendonor dengan mengutamakan kesehatan pendonor. Darah yang
diperoleh dari pendonor darah sukarela sebelum digunakan harus
dilakukan pemeriksaan laboratorium guna mencegah penularan
penyakit.
• Penyelenggaraan donor darah dilakukan oleh Unit Transfusi Darah
(UTD). UTD dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau organisasi sosial yang tugas pokok dan fungsinya
di bidang kepalang-merahan.
Pengamanan Zat Adiktif

• Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat


adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan
membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan.
• Zat adiktif meliputi tembakau, produk yang mengandung
tembakau padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif
yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi
dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya. Produksi,
peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung
zat adiktif harus memenuhi standar dan/atau
persayaratan yang ditetapkan.
Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak

• Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu


sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas
serta mengurangi angka kematian ibu.
• Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak
dilahirkan selama enam bulan, kecuali ada indiaksi medis. Selama
pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakt harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan
penyediaan waktu dan fasilitas khusus yaitu di tempat kerja
dan tempat sarana umum.
• Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap
bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus
ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang
sehat, cerdas, dan berkualitas untuk menurunkan angka kematian
bayi dan anak.
Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak
• Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh
secara bertanggungjawab sehingga memungkinkan
anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan
optimal.
• Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah
terjadinya penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan
terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak
kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya.
• Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
berkewajiban untuk menjamin terselenggarakan
perlindungan bayi dan anak dan menyediakan
pelayanan kesehatan sesuasi dengan kebutuhan.
Penyakit Menular

• Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat


bertanggungjawab melaksanakan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular
serta dampak yang ditimbulkannya.
• Upaya itu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari
tertularnya penyakit, menurunkan jumlah yang sakit,
cacat, dan/atau meninggal dunia serta untuk mengurangi
dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit menular.
• Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi
yang aman, bermutu, efektif, terjangkau, dan merata
bagi masyarakat untuk upaya pengendalian penyakit
menular melalui imunisasi.
Penyakit Tidak Menular

• Pengendalian penyakit tidak menular dilakukan


dengan pendekatan surveilansa faktor resiko,
registrasi penyakit, dan surveilans kematian.
Kegiatan dimaksud bertujuan memperoleh
informasi yang esensial serta dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan dalam upaya
pengendalian penyakit tidak menular.
Kegiatannya dilakukan melalui kerja sama lintas
sektor dan dengan membentuk jejaring baik
nasional maupun internasional.
Pembiayaan Kesehatan
• Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta dan
sumber lain.
• Besar anggaran pemerintah dialokasikan minimal lima
persen dari anggaran pendapatan belanja negara diluar
gaji.
• Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah propinsi,
kabupaten/kota dialokasikan minimal sepuluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah diluar
gaji.
• Besaran anggaran kesehatan diprioritaskan untuk
kepentingan pelayanan publik yang besarnya sekurang-
kurangnya dua per tiga dari anggaran kesehatan dalam
APBN dan APBD.
Badan Pertimbangan

• Untuk membantu pemerintah dan masyarakat


dalam menyelenggarakan pembangungan
bidang kesehatan dibentuk Badan Pertimbangan
Kesehatan Pusat dan Daerah. Badan
Pertimbangan Kesehatan Pusat dinamakan
Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional
(BPKN) berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia. Badan Pertimbangan
Kesehatan Daerah (BPKD) berkedudukan di
ibukota propinsi dan ibukota kabupaten/ kota.
Pidana
• Pimpinan unit pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama pada pasien yang dalam keadaan gawat darurat dipidana
dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling
banyak dua ratus juta rupiah.
• Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan
yang dengan sengaja tidka memberikan pertolongan pertama pada
pasien yang dalam keadaan gawat darurat mengakibatkan
kecacatan dan/atau kematian dipidana dengan pidana paling lama
sepuluh tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah.
• Setiap orang yang tanpa ijin melakukan praktek pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi
sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat, dan/atau
kematian dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan
denda paling banyak seratus juta rupiah
PP 51 thn 2009 ttg pekerjaan
kefarmasian
Pekerjaan Kefarmasian
Pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional
• Sediaan Farmasi adalah obat, bahan
obat, obat tradisional dan kosmetika.
• Tenaga Kefarmasian adalah tenaga
yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian,
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian
Suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan Sediaan Farmasi dgn
maksud mencapai hasil yg pasti utk
meningkatkan mutu kehidupan pasien
• Tenaga Teknis Kefarmasian adlh tenaga
yg membantu Apoteker dlm menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yg terdiri atas
Sarjana Fm, AMF, Analis Farmasi, dan
Tenaga Menengah Fm/Asisten Aptker
• Fasilitas Kefarmasian adlh sarana yg
digunakan utk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian
• Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adlh sarana
yg digunakan utk menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi
farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko
obat, atau praktek bersama
• PBF adlh perusahaan berbentuk badan hukum
yg memiliki izin utk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran perbekalan farmasi dlm jumlah
besar sesuai ketentuan PerPUUan
• Standar Profesi adlh pedoman utk
menjalankan praktik profesi kefarmasian
secara baik
• Standar Prosedur Operasional adlh prosedur
tertulis berupa petunjuk operasional tentang
Pekerjaan Kefarmasian
• Standar Kefarmasian adlh pedoman utk
melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
fasilitas produksi, distribusi atau penyaluran,
dan pelayanan kefarmasian
• Surat Tanda Registrasi Apoteker(STRA)
adlh bukti tertulis yg diberikan oleh
Menteri kpd Aptker yg telah diregistrasi
• Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis
Kefarmasian(STRTTK) adlh bukti tertulis
yg diberikan oleh Menteri kpd Tenaga
Teknis Kefarmasian yg telah diregistrasi
• Surat Izin Praktik Apoteker(SIPA) adlh surat izin
yg diberikan kpd Apoteker utk dapat
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada
Apotek atau Instalasi Farmasi Rumah Sakit
• Surat Izin Kerja(SIK) adlh surat izin yang
diberikan kpd Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian utk dapat melaksanakan Pekerjaan
Kefarmasian pada fasilitas produksi dan fasilitas
distribusi atau penyaluran
• Rahasia Kedokteran adlh sesuatu yg berkaitan
dgn praktek kedokteran yg tidak boleh
diketahui oleh umum sesuai dgn ketentuan
PerPUUan
• Rahasia Kefarmasian adlh Pekerjaan
Kefarmasian yg menyangkut proses produksi,
proses penyaluran dan proses pelayanan dari
Sediaan Farmasi yg tidak boleh diketahui oleh
umum sesuai dgn ketentuan PerPUUan
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan bdskan
pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, dan perlindungan serta
keselamatan pasien atau masyarakat yg
berkaitan dgn Sediaan Farmasi yang
memenuhi standar dan persyaratan
keamanan, mutu, dan kemanfaat
Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian

• Memberikan perlindungan kpd pasien dan


masy. dlm memperoleh dan/atau menetapkan
sediaan farmasi dan jasa kefarmasian
• Mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
sesuai dgn perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta PerPUUan, dan
• Memberikan kepastian hukum bagi pasien,
masyarakat dan Tenaga Kefarmasian
Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian

1. Pengadaan Sediaan Farmasi


2. Produksi Sediaan Farmasi
3. Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi, dan
4. Pelayanan Sediaan Farmasi
Pengadaan Sediaan Farmasi
– Dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas
distribusi atau penyaluran dan fasilitas
pelayanan sediaan farmasi oleh Tenaga
kefarmasian
– Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat
menjamin keamanan, mutu, manfaat dan
khasiat Sediaan Farmasi
Produksi Sediaan Farmasi
• Hrs memiliki Apteker penanggung jawab
• Dapat dibantu oleh Apteker pendamping
dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian
• Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
dapat berupa industri farmasi obat,
industri bahan baku obat, industri obat
tradisional, dan pabrik kosmetika
Produksi Sediaan Farmasi
• Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga)
orang Apoteker sbg penanggung jawab
masing-masing pada bidang pemastian
mutu, produksi, dan pengawasan mutu
setiap produksi Sediaan Farmasi
• Industri obat tradisional dan pabrik
kosmetika hrs memiliki sekurang-
kurangnya 1 (satu) orang Apoteker
sebagai penanggung jawab
Distribusi atau
Penyaluran Sediaan Farmasi
• Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi berupa obat hrs memiliki
seorang Apoteker sbg penanggung jawab
• Hrs memenuhi ketentuan Cara Distribusi
yang Baik yg ditetapkan oleh Menteri
Pekerjaan Kefarmasian yg berkaitan dgn
proses distribusi atau penyaluran Sediaan
Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau
Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat
oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dgn
tugas dan fungsinya
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
• Apotek;
• Instalasi farmasi rumah sakit;
• Puskesmas;
• Klinik;
• Toko Obat; atau
• Praktek bersama
• Apteker dapat dibantu oleh Apteker pendamping
dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian
• Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker hrs
menerapkan standar pelayanan kefarmasian
• Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan
resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker
• Dalam hal di daerah terpencil tdk tdpat
Apoteker, Menteri dapat menempatkan
Tenaga Teknis Kefarmasian yg telah memiliki
STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan
dasar yg diberi wewenang utk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien
Dalam hal di daerah terpencil yg tidak ada
apotek, dokter atau dokter gigi yg telah
memiliki Surat Tanda Registrasi memp.
wewenang meracik dan menyerahkan
obat kepada pasien yg dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan PerPUUan
Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:
• Mengangkat seorang Apoteker pendamping
yang memiliki SIPA
• Mengganti obat merek dagang dgn obat
generik yg sama komponen aktifnya atau obat
merek dagang lain atas persetujuan dokter
dan/atau pasien
• Menyerahkan obat keras, narkotika dan
psikotropika kepada masyarakat atas resep
dari dokter sesuai dgn ketentuan PerPUUan
• Apoteker dapat mendirikan Apotek
dengan modal sendiri dan/atau modal
dari pemilik modal baik perorangan
maupun perusahaan
• Apoteker yg mendirikan Apotek bekerja
sama dgn pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian hrs tetap dilakukan
sepenuhnya o/ Aptker yg bersangkutan
Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian

• Setiap Tenaga Kefarmasian dlm menjalankan


Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan
Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian
• Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian
hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien,
memenuhi permintaan hakim dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri
dan/atau berdasarkan ketentuan PerPUUan
• Tenaga Kefarmasian terdiri atas:
– Apoteker; dan
– Tenaga Teknis Kefarmasian
• Tenaga Teknis kefarmasian : Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker
Pekerjaan Kefarmasian
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi
berupa industri farmasi obat, industri
bahan baku obat, industri obat trad,
pabrik kosmetika dan pabrik lain yg
memerlukan Tenaga Kefarmasian utk
menjalankan tugas dan fungsi produksi
dan pengawasan mutu
Pekerjaan Kefarmasian

– Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan


Farmasi dan alkes melalui PBF, penyalur
alkes, instalasi Sediaan Farmasi dan alkes
milik Pemerintah, Pemda provinsi, dan Pemda
kabupaten/kota; dan/atau
- Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui
praktik di Apotek, IFRS, puskesmas, klinik,
toko obat, atau praktek bersama
• Tenaga kefarmasian memiliki keahlian dan
kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan
kefarmasian.
• Keahlian dan kewenangan dimaksud harus
dilaksanakan dgn menerapkan Standar Profesi
• Dalam melaksanakan kewenangan harus
didasarkan pada Standar Kefarmasian, dan
Standar Prosedur Operasional yg berlaku
sesuai fasilitas kesehatan dimana Pekerjaan
Kefarmasian dilakukan
– Apoteker yang menjalankan Pekerjaan Kefarmasian
harus memiliki sertifikat kompetensi profesi
– Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi,
dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi
secara langsung setelah melakukan registrasi
– Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun
dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun
melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker
tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian
Untuk memperoleh STRTTK
1. Memiliki ijazah sesuai dgn pendidikannya
2. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yg
memiliki surat izin praktek
3. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yg telah
memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja
4. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika kefarmasian
5. STRTTK dikeluarkan oleh Menteri
6. Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kpd pejabat
kesehatan yg berwenang pada pemerintah daerah provinsi
7. STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat
Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
puskesmas atau instalasi farmasi rumah
sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker
• Setiap Tenaga Kefarmasian yg melaksanakan
Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib
memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga
Kefarmasian bekerja
• SIPA bagi Apoteker yg melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau
instalasi farmasi rumah sakit
• SIPA bagi Apoteker yg melakukan Pekerjaan
Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping
• SIK bagi Apoteker yg melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar
Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau
• SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Kefarmasian
Surat izin dikeluarkan oleh pejabat kesehatan
yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan
• Apoteker hanya dapat melaksanakan praktik di
1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi
farmasi rumah sakit
• Apoteker pendamping hanya dapat
melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga)
Apotek, atau puskesmas atau IFRS
Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai kewenangannya serta Organisasi
Profesi membina dan mengawasi
pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
• Apoteker yg telah memiliki Surat Penugasan
dan/atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK,
tetap dapat menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun wajib menyesuaikan dengan PP ini
• AA dan Analis Farmasi yang telah memiliki
SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian dan dlm jangka waktu dua thn
wajib menyesuaikan dgn PP ini
• Bila tdk SIK batal demi hukum
• Tenaga Teknis Kefarmasian yg menjadi
penanggung jawab PBF harus menyesuaikan
dgn ketentuan PP ini paling lambat 3 (tiga)
tahun sejak PP ini diundangkan
Pada saat PP ini mulai berlaku:
PP No 26 Tahun 1965 tentang Apotik
PP No 25 Tahun 1980 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
1965 tentang Apotik
PP No 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti
Dan Izin Kerja Apoteker dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku
PP 32/96 ttg Tenaga Kesehatan
• Tenaga kes. adl setiap org yg mengabdikan diri
dlm bid kes serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan mll pend. Di bid kes yg
utk jenis ttt memerlukan kewenangan utk
melakukan upaya kesehatan
• Upaya Kes adl setiap kegiatan utk memelihara
dan meningkatkan kes yg dilakukan oleh pemer
atau masy
Tenaga Kesehatan
• Tenaga kes tdr dari :
1. Tenaga medis (dokter, drg)
2. Tenaga keperawatan (perawat dan bidan)
3. Tenaga kefarmasian( aptker, analisis farm dan AA)
4. Tenaga kesehatan masy (epideomiolog ,entomolog,
mikrobiolog, penyuluh kes, administrator kes,
sanitarian)
5. Tenaga gizi ( nutrinis dan dietsien)
6. Tenaga keterampilan fisik (fisioterapis dan
radioterapis)
7. Tenaga keteknisan medis (teknis gigi, teknisi
elektro medis, analisa kes, refraksionis, optisian,
optorik, prostetik,transfusi medis dan rekam medis)
Syarat Tenaga Kesehatan
• Ada ijazah kesehatan
• Ada ijin dari Menteri
• Tenaga Medis dan Kefarmasian lulusan luar
negeri harus adaptasi di Indonesia
PENGADAAN DAN PENEMPATAN TENAGA
KES. DILAKASNAKAN UTK MEMENUHI
KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN YG
MERATA BAGI SELURUH MASY. UTK
JANGKA WAKTU TTT, MASA BAKTI
Penyelenggara Pendidikan di bid kes

• Ada ijin yg sesuai dgn ketentuan perUU yg


berlaku
• Pelatihan di bid kes utk meningkatkan
keterampilan atau penguasaan pengetahuan di
bid teknis kes
• Pelatihan secara bertahap dan berjenjang
Standar Profesi

• Setiap tenaga kes. Dlm melakukan tugasnya


berkewajiban utk mematuhi standar profesi
tenaga kesehatan yg ditetapkan menteri
• Perlindungan hukum diberikan keada tenaga
kes. Yg melakukan tugasnya sesuai dgn
standar profesi tenaga kesehatan
Kewajiban Tenaga Kesehatan
1. Menghormati hak pasien
2. Menjaga kerahasiaan identitas dan data
kesehatan pasien
3. Memberikan informasi yg berkaitan dgn
kondisi dan tindakan yg akan dilakukan
4. Meminta persetujuan thdp tindakan yg akan
dilakukan
5. Membuat dan memelihara rekam medis
Pasien yg berhak atas ganti rugi apabila
dlm pelayanan kes yg diberikan oleh
tenaga kesehatan mengakibatkan
terganggunya kes, cacat atau kematian yg
terjadi krn kesalahan atau kelalaian
Ikatan Profesi
• Tenaga kes dpt membentuk ikatan profesi sbg
wadah utk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan martabat dan kesejahteraan
tenaga kesehatan
• Tenaga kes. WNA atas ijin menteri dpt
melakukan upaya kesehatan
PEMBINAAN
• Pembinaan disiplin tenaga kes menjadi
tanggung jawab penyelenggara dan/atau
pimpinan sarana kes yg bersangkutan
• Menteri melakukan pembinaan teknis profesi
tenaga kes mll ; bimbingan, pelatihan di bid kes
penetapan standar profesi tenaga kes
• Pengawasan, menteri melakukan pengawasan
thdp tenaga kes dlm melaksanakan tugas
profesinya
• Dlm rangka pengawasan menteri dpt
mengambil tindakan disiplin thdp tenaga kes yg
tdk melaksanakan tugas sesuai dgn stndar prof
TINDAKAN DISIPLIN
1. Teguran
2. Pencabutan ijin utk melakukan upaya kes
KETENTUAN PIDANA
• Pasal 86 UU no. 23/92 ttg kes bila
melakukan upaya kes tanpa ijin
melakukan upaya kes tanpa adaptasi
melakukan upaya kes tdk sesuai dg stndar
profesi
• Tidak melakukan kewajiban
Dipidana denda paling banyak Rp. 10 juta
PP 72/98
Pengamanan Sediaan Farmasi
• Sediaan fm adl obat, bahan obat, otrad dan
kosmetika
• Sediaan fm dan alkes yg diproduksi dan
diedarkan harus memenuhi syarat mutu,
keamanan dan kemanfaatan.
• Diproduksi oleh industri yg telah memiliki ijin
kecuali otrad yg dproduksi oleh perorangan dan
memenuhi syarat POB dan CPAKB
• Obat dan bahan obat memenuhi syarat F I,
Otrad →MMI dan Kosmetika → Kodeks
PENYALURAN DAN PEREDARAN
• Dilaksanakan dgn memperhatikan upaya
pemeliharaan mutu sediaan fm dan alkes
• Pada pengangkutan rs disertai dgn dokumen
resmi
• Dapat diedarkan setelah memperoleh ijin edar
dr menteri kecuali otrad yg d’duksi perorangan
PENYALURAN DAN PEREDARAN

• Sebelum mendapat ijin edar harus di uji


mutu, keamanan, dan kemanfaatan
• Penyaluran o/ badan usaha yg telah
memliki ijin
• Penyerahan dilakukan utk pelayanan kes
dan kepentingan ilmu pengetahuan bdsk
resep dokter dan tanpa resep dokter
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

• Harus memenuhi syarat mutu, keamanan dan


kemanfaatan serta terdaftar
• Lembaga penelitian dan pendidikan dpt
memasukkan sediaan fm da alkes utk
kepentingan ilmu pengetahuan tetapi tdk boleh
diperdagangkan
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

• Sediaan fm dan alkes dpt dimskkan dgn


syarat:
- keadaan darurat
- atas pertimbangan dari tenaga kesehatan
- jumlahnya terbatas
KEMASAN
• Bahan kemasan tdk membahayakan kes
manusia dan dpt melindungi isi
• Kemasan rusak dilarang diedarkan dan hrs
dimusnahkan
• Penandaan dan informasi hrs objektip, lengkap
serta tdak menyesatkan
KEMASAN
• Obat bdsk resep dokter dpt diiklankan
hanya pada media cetak ilmih
kedokteran/farmasi
• Iklan dilaksanakan dgn memperhatikan
etika periklanan
PENGUJIAN DAN PENARIKAN KEMBALI

• Pengujian kembali yg telah diedarkan


dilaksanakan scr berkala atau krn adanya
data/informasi erkenan dgn efek samping bagi
masyarakat
• Bila hasil pengujian ternyata tidak memenuhi
syarat hrs ditarik dari peredaran dan ijin edarna
dicabut dan dimusnahkan
PENGUJIAN DAN PENARIKAN KEMBALI

Penarikan kembali dilakukan leh industri


fm dan badan usaha yg menedarkan serta
informasi penarikan tsb disebarluaskan
kpd masyarakat
GANTI RUGI

Setiap orang mempunyai hak utk mendapat


ganti rugi yg mengakibatkan terganggunya
kes, cacat atau kematian yg terjadi krn sedian
fm dan alkes yg tidak memenuhi persyaratn
mutu, keamanan dan kemanfaatan
PEMUSNAHAN
1. Diproduksi tanpa memenuhi persy yg
berlaku
2. Telah kadaluarsa
3. Tidak memenuhi syarat
4. Dicabut ijin edarnya
5. Berhubungan dgn tindak pidana
• Pmusnahan dilakukan oleh badan usaha
atau penanggung jawab saran dan dibuat
berita acara ditanda tangani satu org saksi
PERAN SERTA ASYARAKAT
• Masyarakat memiliki kesempatan utk
berperan serta yg seluas-luasnya dlm
mewujudkan perlindungan masy. Dari bahaya
yg disebabkan penggunaan sediaan fm dan
Alkes.
PERAN SERTA MASYARAKAT
1. Penyelenggaraan produksi dan peredaran
2. Penelitian dan pengembangan
3. Sumbangan pemikiran dan pertimbangan
berkenaan dgn penentuan kebijaksanaan
4. Melapor kpd pemerintah bila mengetahui
adanya penyimpangan
5. Keikutsertaan dalam penyebarluasan informasi
PEMBINAAN
• Menteri melakukan pembinaan thdp segala
kegiatan yg berhub dng pengamanan sediaan
fm dan alkes diarahkan utk ; memenuhi
kebutuhan, melindungi masy., dan menjamin
terpenuhinya
• Pembinaan dilaksanakan dalam bidang ;
informasi, produksi,peredaran, SDM dan
yankes
Pembinaan dlm bid yankes
1. Meningkatkan penggunaan obat generik
2. Meningkatkan pemanfaatan otrad sbg upaya kes
mandiri
3. Menjamin ketersediaan
Upaya meningkatkan penggunaan obat generik

1. Pemberian informasi kepada masyarakat


2. Menumbuhkembangkan penggunaan obat
generik oleh tenaga kes utk melindungi
masy.dari obat yg tidak tepat
3. Menjamin ketersediaan obat generik dlm
rangka yankes
PENGAWASAN
• Pengawasan thdp segala kegiatan yg berhub
dgn pengamanan sediaan fm dan alkes
dilaksanakan oleh menteri
Tenaga pengawas
1.Memasuki setiap tempat utk memeriksa,
meneliti dan mengambil contoh
2.Membuka dan meneliti kemasan
3.Memeriksa dokumen atau catatan lain
4.Memerintahkan utk memperlihatkan ijin
usaha atau dokumen lain
5.Tenaga pengawas ilengkapi dgn tanda
pengenal dan surat perintah pemeriksaan
Surat perintah pemeriksaan
1. Nama tenaga pengawas
2. Nama dan tempat kegiatan dilakuka p’riksaan
3. Alasan dilakukan pemeriksaan
4. Hal yang akan diperiksa
5. Tanggal,bulan,tahun pelaksanaan pemriksaan
6. Keterangan lain yg dianggap perlu
Sarana kes yg diperiksa berhak menolak
pemeriksaan bila surat-surat tidak lengkap
TINDAKAN ADMINISTRATIF
1. Peringatan secara tertulis
2. Larangan mengedarkan
3. Perintah pemusnahan
4. Pencabutan sementara/pencabutan tetap ijin
usaha, ijin edar
Pelanggaran hukum oleh tenaga kes diberikan
tindakan adminstratif berupa teguran atau
pencabutan ijin utk melakukan upaya kes
KETENTUAN PIDANA
• BILA MEMPRODUKSI/MENGEDARKAN :
1. Obat tdk memenuhi persy. pidana enjara paling lama
15 thn dan denda paling banyak Rp 300 juta
2. Alkes tdk memenuhi persyaratan dan mengedarkan
tanpa ijin edar, pidana penjara paling lama 7 thn dan
denda paling banyak Rp 140 juta
3. Otrad dan kosmetika tdk memenuhi persy, penjara
paling lama 5 thn dan atau enda paling banyak Rp
100 juta
KETENTUAN PIDANA
1. Mengedarkan yg tdk mencantumkan
penandaandan informasi, penjara paling lama
5 thn dan atau denda paling banyak Rp 100 jt
2. Memproduksi tanpa menerapkan
CPOB/CPAKB, pengangkutan/memskkan
tanpa dokumen, mengedarkan kemasan yg
rusak, mengiklankan obat dgn resep dr di
media cetak umum, denda Rp. 10 jt
Golongan OBAT

• Gol. Obat Keras Daftar G atau Daftar K


• Gol. Obat Wajib Apotek Daftar G1 dan G2
• Gol. Obat Psikotropika
• Gol. Obat Bebas Terbatas Daftar W / Daftar T
• Gol. Obat Bebas Daftar F atau Daftar B
• Gol. Obat Narkotika Daftar O atau Daftar N
Ordonansi Obat keras
( Stbl. No 419 tahun 1949)
Obat keras yaitu obat-obatan yang tidak
digunakan untuk keperluan tehnik, yang
mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,
membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-
lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan
maupun tidak yang ditetapkan oleh Menteri
Ordonansi Obat keras
( Stbl. No 419 tahun 1949)
• Obat-obatan G yaitu obat-obat keras yang
didaftar pada daftar obat2an berbahaya
• Obat-obatan W yaitu obat-obat keras yg
didaftar pada daftar peringatan.
• Penyerahan obat daftar G utk keperluan
pribadi hanya dapat diserahkan bdskan
resep dokter
Ordonansi Obat keras ( Stbl. No 419 tahun 1949)
• Pemasukan, pengeluaran, pengangkutan atau
sluruh mengangkut bahan-bahan G dilarang,
terkecuali dlm jumlah yg sedemikian rupa
sehingga secara normal dapat diterima bahwa
bahan-bahan ini hanya diperuntukkan
pemakaian pribadi
• Pada penyerahan kepada konsumen dari obat-
obat W oleh penjual harus diserahkan suatu
peringatan tertulis dengan bentuk, warna, etiket
dan cara menempelkan di atas bungkusan
khusus atas petunjuk Menteri dan berlainan
untuk setiap jenis obat
Ordonansi Obat keras
( Stbl. No 419 tahun 1949)
• Hukuman penjara setinggi-tingginya 6 bulan
atau denda uang setinggi-tingginya 5.000 gulden
dikenakan kepada yang melanggar undang-
undang ini.
• Penyelidikan terhadap pelanggaran ordonansi
ini dilakukan o/ petugas yg berwewenang untuk
mengadakan pemeriksaan rumah dan setiap
waktu bebas memasuki semua tempat di mana
diduga terdapat obat keras.
Tanda Khusus untuk Obat Keras
• B.Tanda Khusus untuk Obat Keras.( SK
Menkes RI no. 02396/A/SK/VIII/86)
• Tanda khusus untuk obat keras adalah
lingkaran bulat berwarna merah dengan garis
tepi berwarna hitam dengan huruf K yang
menyentuh garis tepi
• Tanda khusus untuk obat keras harus
diletakkan sedemikian rupa sehingga jelas
terlihat dan mudah dikenali
Wajib Daftar Obat Jadi
( PerMenkes no. 917/MENKES/PER/X/1993)

– Obat Jadi adalah sediaan atau paduan bahan-


bahan yang siap untuk digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi.
– Penandaan adalah keterangan yang lengkap
mengenai obat jadi, khasiat, keamanan serta cara
penggunaannya, tanggal kadaluarsa yang
dicantumkan pada etiket, brosur dan kotak yang
disertakan pada obat jadi.
–.
Tujuan Pengglongan Obat
Golongan obat adalah penggolongan yang
dimaksudkan untuk peningkatan
keamanan dan ketepatan penggunaan
serta pengamanan distribusi yang terdiri
dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat
wajib apotek, obat keras, psikotropika dan
narkotika
– Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh yang
tidak berhak berdasarkan PerPUUan yg berlaku,
obat yg tidak terdaftar, dan obat yang kadar zat
berkhasiatnya menyimpang lebih dari 20 % dari
batas kadar yang ditetapkan.
– Obat Kuasi adalah sediaan yang mengandung obat
yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan
masyarakat untuk mengatasi keluhan ringan
dengan cara penggunaan yang sederhana,
misalnya minyak angin.
– Uji Klinis adalah pengujian dan pengamatan
terhadap pemakaian suatu obat yg dilakukan
pada manusia
– Uji preklinis adalah pengujian dan
pengamatan suatu obat yg dilakukan sebelum
digunakan atau dicoba pada manusia
Pendaftaran obat jadi

– Produksi dalam negeri hanya


diberikan kepada ind. Farm.yang
memenuhi persyaratan CPOB
– Impor diberikan kepada industri
farmasi, PBF, atau Apotek yg
mendapat persetujuan tertulis dari
produsennya (CPOB) di luar negeri
Obat jadi yang terdaftar harus memenuhi Kriteria
– Khasiat yg meyakinkan dan keamanan yg memadai
dibuktikan melalui uji klinis dan percobaan binatang
atau bukti2 lain sesuai dgn status perkembangan
ilmu pengetahuan yg bersangkutan
– Obat jadi tidak harus dibuktikan memiliki
keunggulan khasiat dan keamanan dibandingkan
dgn obat jadi sejenis yg telah disetujui beredar di
Indonesia, kecuali obat psikotropika dan narkotika
Kriteria Obat Jadi
– Mutu yg memenuhi syarat yg dinilai dari
proses produksi sesuai CPOB, spesifikasi dan
metoda pengujian semua bahan yg
digunakan serta obat jadi yang dihasilkan.
– Penandaan berisi informasi yg lengkap dan
obyektif yg dapat menjamin pggunaan obat
secara tepat, rasional dan aman
Permohonan pdaftaran obat jadi
Diajukan kepada Dirjen dan dilakukan
evaluasi mengenai khasiat dan keamanan,
mutu dan penandaannya.
Pendaftaran Obat Jadi
– Untuk obat jadi yang telah beredar di negara
asalnya dan dua negara lain yang system
evaluasi obat jadinya teleh dikenal baik,
evaluasi cukup dilakukan terhadap
penandaannya.
– Untuk obat jadi yang tergolong obat bebas,
evaluasi cukup dilakukan terhadap
penandaannya
– Keputusan pendaftaran obat jadi berlaku
untuk seterusnya
Pembatalan persetujuan pendaftaran

– Berdasarkan penelitian atau pemantauan dalam


penggunaannya setelah terdaftar tidak
memenuhi persyaratan sesuai dengan isian
permohonan pendaftaran
– Penandaan dan promosi menyimpang dari
persetujuan pendaftaran
Pembatalan persetujuan pendaftaran
– Tidak melaksanakan kewajiban melakukan
produksi dan/atau mengedarkan obat jadi
yang telah terdaftar selambat-lambatnya satu
tahun setelah tanggal persetujuan
pendaftaran
– Selama dua tahun berturut-turut obat jadi
yang bersangkutan tidak diproduksi atau
diedarkan
– Izin industri Farm., PBF, Apotek yang
mendaftarkan, memproduksi atau
mengedarkan dicabut.
PENILAIAN KEMBALI DAN PENARIKAN DARI
PEREDARAN OBAT JADI YANG BEREDAR
Secara periodik obat jadi yang beredar disampling dan
diperiksa , bila dari hasil pemeriksaan ditemukan obat jadi tidak
memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu :
– Dapat menimbulkan efek samping yang merugikan atau
membahayakan kesehatan
– Efektifitasnya marjinal atau bukti efektivitasnya kurang
meyakinkan
– Mutunya tidak memenuhi standar yang ditetapkan
– Kemanfaatannya tidak sesuai dengan kebutuhan nyata
masyarakat
Obat jadi yg persetujuan pendaftarannya
dibekukan atau dicabut maka obat jadi
tersebut harus ditarik dari peredaran oleh
pendaftar dan harus sudah selesai dan
dilaporkan oleh pendaftar kepada Dirjen
dalam waktu 30 hari sejak persetujuan
pendaftaran dibekukan atau dibatalkan
Nomor Pendaftaran Obat Jadi
• 15 Kolom :
1. Nama Generik atau Dagang ( G atau D )
2. Golongan Obat ( K, P, N, T, B )
3. Produksi dalam negeri atau Luar Negeri ( L atau I )
dan Kolom 4 dan 5 tahun pendaftaran
6, 7 dan 8 nomor urut pabrik
9, 10 dan 11 Nomor urut produk yang didaftar oleh
pabrik tersebut
12 dan 13 bentuk sediaan obat ( tab, kaps, pil, serbuk,
syr, dsb)
14. Kekuatan ( amox 250 mg A, amox 500 mg B)
15. Kemasan ( 250 (1), 500 (2), 1000(3), 100 (5) dst)
OBAT WAJIB APOTEK
Obat Wajib Apotek
SK MENKES No. 347/MENKES/SK/VII/1990

• Meningkatkan kemampuan masyarakat dlm


menolong dirinya sendiri guna mengatasi
masalah kesehatan dirasa perlu ditunjang dng
sarana yg dpt meningkatkan pengobatan
sendiri secara tepat, aman, dan rasional dan
hal ini dpt dicapai melalui peningkatan
penyediaan obat yg dibutuhkan utk pengobatan
sendiri.
Obat Wajib Apotek
• Utk menunjang ini perlu ditingkatkan peran
Farmasis di apotek dlm pelayanan KIE serta
pelayanan obat kpd masyarakat.
– Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang
dapat diserahkan oleh apoteker kepada
pasien di Apotek tanpa resep dokter.
– Obat yg tmsk dlm obat wajib apotek
ditetapkan oleh Menteri
– Obat yg tercantum dlm lampiran keputusan ini
dpt diserahkan oleh apoteker di Apotek tanpa
resep dokter disebut Obat Wajib Apotek No. 1
Obat Wajib Apotek
Apoteker di Apotek dlm melayani pasien
yg memerlukan OWA diwajibkan :
• Memenuhi ketentuan dan batasan tiap
jenis obat per pasien
• Membuat catatan pasien serta obat yang
telah diserahkan
• Memberikan informasi meliputi dosis dan
aturan pakainya, kontra indikasi, ES dll yg
perlu diperhatikan oleh pasien.
Lampiran Daftar Obat Wajib Apotek No. 1
No. 2 ( SK MENKES NO. 924/MENKES/PER/X/1993

• Oral kontrasepsi
• Obat Saluran Cerna
• Obat mual dan tenggorokan
• Obat saluran napas
• Obat yang mempengaruhi system
neuromuscular
• Antiparasit Obat cacing
• Obat Kulit topical Antibiotik, Antiseptik local, Anti
fungi, Anestesi lokal Emzim, anti radangPemucat
Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa
Resep (PerMENKES No. 919/Menkes/Per/X/1993
1 Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita
hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan Orang tua di atas 65
tahun.
2 Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan
risiko pada kelanjutan penyakit
3 Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus
yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
4 Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di Indonesia
5 Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
Rasio Khasiat Keamanan
Perbandingan relatif dari keuntungan
penggunaannya dengan
mempertimbangkan risiko bahaya
penggunaannya
OBAT BEBAS TERBATAS DAN OBAT BEBAS
( SK MENKES NO. 2380/A/SK/V/83)
• Peringatan:
- P No.1 = Awas Obat Keras, Bacalah aturan
memakainya
- P No.2 = Awas Obat Keras, Hanya untuk kumur,
jangan ditelan
- P No.3 = Awas Obat Keras, Hanya untuk bagian luar
dari badan
- P No.4 = Awas Obat Keras, Hanya untuk dibakar
- P No.5 = Awas Obat Keras, tidak boleh ditelan
- P No.6 = Awas Obat Keras, Obat wasir jangan ditelan
Tanda Khusus
Obat Bebas adalah Lingkaran
berwarna hijau dgn garis tepi
berwarna hitam
Obat Bebas Terbatas adalah lingkaran
berwarna biru dng garis tepi
berwarna hitam
• Harus diletakkan sedemikian rupa
sehingga jelas terlihat dan mudah
dikenali
KEPMENKES RI NO. 1331/MENKES/SK/X/2002 TTG
PERUBAHAN ATAS PERMENKES NO.
167/KAB/B.VIII/1972.TTG PEDAGANG ECERAN OBAT
– Pedagang eceran obat menjual obat-obat bebas dan obat-
obatan bebas terbatas dalam bungkusan dari pabrik yang
membuatnya secara eceran;
– Pedagang eceran obat harus menjaga agar obat-obat
yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik - pabrik
farmasi atau pedagang besar farmasi yang mendapat ijin
dari Menteri Kesehatan.
• Pemberian ijin Pedagang Eceran Obat dilaksanakan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
Obat Narkotika
• UU nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika
• Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
kedalam golongan-golongan
Penggolongan Narkotika
• Narkotika golongan I
• Narkotika golongan II
• Narkotika golongan III
• Narkotika golongan I hanya dapat digunakan
untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan dilarang digunakan untuk
kepentingan lainnya
Pengaturan narkotika bertujuan untuk :
• Terjaminnya ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan atau
perkembangan ilmu pengetahuan
• Mencegah terjadinya penyalahgunaan
narkotika dan
• Memberantas peredaran gelap narkotik
Pengadaan dan Produksi
• Menkes menyusun rencana kebutuhan
narkotika setiap tahun dan dijadikan pedoman
pengadaan, pengendalian dan pengawasan
narkotika secara rasional
• Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri
diperoleh dari impor, produksi dalam negeri
dan/atau sumber lain dengan berpedoman
pada rencana kebutuhan tahunan dan dibawah
pengendalian, pengawasan dan tanggung
jawab Menkes
Izin Khusus
Menkes memberi izin khusus untuk
memproduksi narkotika kepada pabrik
obat tertentu yang telah memiliki izin
sesuai dengan perperundang- undangan
yang berlaku dari Menkes
Narkotika
• Narkotika golongan I dilarang diproduksi
dan/atau digunakan dalam proses produksi,
kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas
untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan dilakukan dengan
pengawasan yang ketat dari Menkes
• Lembaga ilmu pengetahuan dapat
memperoleh, menanam, menyimpan dan
menggunakan narkotika dalam rangka
kepentingan ilmu pengetahuan setelah
mendapat izin dari Menkes
Penyimpanan dan Laporan
• Narkotika yang berada dalam penguasaan
sarana penyaluran wajib disimpan secara
khusus
• Sarana penyaluran dan lembaga ilmu
pengetahuan wajib membuata, menyampaikan
dan menyimpan laporan berkala mengenai
pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika
yang ada dalam penguasaannya.
• Pelanggaran terhadap ketentuan
mengenai penyimpanan dan laporan
dapat dikenakan sanksi administratif oleh
Menkes berupa :
– teguran
– peringatan
– denda administrative
– penghentian sementara, atau
– pencabutan izin
Impor dan Ekspor
• Menkes memberi izin kepada 1(satu)
perusahaan PBF milik negara untuk mengimpor
dan mengekspor narkotika
• Setiap kali mengimpor dan mengekspor harus
memiliki surat persetujuan dari Menkes dan
harus dilampiri dengan surat persetujuan dari
negara yang dituju
Pengangkutan
• Harus dilengkapi dgn dokumen yg sah
• Narkotika yg diangkut hrs disimpan pada
kesempatan pertama dalam kemasan khusus
atau ditempat yg aman di dlm kapal dengan
disegel oleh Nakhoda dgn disaksikan oleh
pengirim dan dibuat berita acara
• Nakhoda/kapten dalam 24 jam setelah tiba
dipelabuhan tujuan, wajib melaporkan narkotika
yang dimuat dalam kapalnya
Pengangkutan narkotika

• Pembokaran muatan narkotika dalam


kesempatan pertama oleh nakhoda/kapten
dengan disaksikan oleh pejabat bea dan cukai
• Nakhoda/kapten mengetahui adanya narkotika
di dlm kapal secara tanpa hak, wajib membuat
berita acara, melakukan tindakan-tindakan
pengamanan dan pada persinggahan pertama
segera melaporkan dan menyerahkan narkotika
tersebut kepada pihak yang berwewenang
Peredaran

• Narkotika dalam bentuk obat jadi dapat


diedarkan setelah terdaftar pada Depkes
• Narkotika gol II dan III yang berupa bahan
baku dapat diedarkan tanpa wajib daftar
• Setiap kegiatan dalam rangka peredaran
narkotika wajib dilengkapi dgn dok. yg sah
Penyaluran
• Penyalur narkotika wajib memiliki izin khusus
dari Menkes
• Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan
oleh pabrik tertentu dan/atau PBF tertentu
kepada lembaga ilmu pengetahuan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan
Penyerahan

• Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh :


a. apotek b. RS c. Puskesmas d. BP dan c. dr
• Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada :
a. RS b. Puskesmas c. Apotek lain d. BP e. dr f.
pasien
• Penyerahan narkotika oleh dr hanya dapat
dilaksanakan dalam hal (narkotika diperoleh dari aptk)
– menjalankan praktek dr dan diberikan melalu suntikan
– menolong orang sakit dalam keadaan darurat
– menjalankan tugas di daerah terpencil yg tdk ada apotek
Pengobatan dan Rehabilitasi
• Pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan
dan/atau perawatan
• Oran tua atau wali dari pecandu yang belum
cukup umur wajib melapor kepada pemerintah
untuk mendapatkan pengobatan dan/atau
perawatan
• Pecandu yang telah cukup umur wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh
keluarganya kepada pemerintah untuk
mendapat pengobatan dan/atau perawatan
Peran serta Masyarakat
• Masyarakat mempunyai kesempatan yang
seluas-luasnya untuk berperan serta dalam
membantu upaya pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika
• Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat
yang berwewenang apabila mengetahui adanya
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
• Pemerintah wajib memberikan jaminan
keamanan dan perlindungan kepada pelapor
Pemerintah memberi penghargaan
kepada anggota masyarakat atau badan
yang telah berjasa dalam membantu
upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan atau pengungkapan tindak
pidana narkotika
Pemusnahan
• Pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal :
– diproduksi tanpa memenuhi standar dan
persyaratan yang telah berlaku dan/atau tidak
dapat digunakan dalam proses produksi
– kadaluarsa
– tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan/atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan
– berkaitan dengan tindak pidana
• Pemusnahan disaksikan oleh pejabat yang
ditunjuk Depkes dan Dibuat Berita Acara yang
berisi:
– nama, jenis, sifat dan jumlah
– keteranga tempat, jam, hari, tgl, bulan dan
tahun dilakukan pemusnahan
– tanda tangan dan identitas lengkap
pelaksanaan dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan
• Keterangan mengenai pemilikan atau yang
menguasai narkotika
Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di
Sidang Pengadilan
• Perkara narkotika didahulukan
• Penyidik ; polisi dan PPNS dan mempunyai
wewenang membuka, memeriksa
• Penyitaan dibuat berita acara
• Barang sitaan dimusnahkan sesudah ada
ketetapan dari kejaksaan
• Sesudah dimusnahkan barang ternyata sah,
diberi ganti rugi oleh pemerintah
• Dilarang menyebut nama dan alamat pelapor
dalam kesaksian di pengadilan
Penanaman Papaver, Koka dan Ganja
( PP nomor 1 tahun 1980)
• Tanaman Papaver adalah tanaman Papaver
somniferum L., termasuk biji, buah dan
jeraminya.
• Tanaman Koka adalah tanaman dari semua
jenis Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae
• Tanaman ganja adalah semua bagian dari
tanaman genus Cannabis termasuk biji dan
buahnya
Lembaga ilmu pengetahuan dan pendidikan
berkewajiban untuk menyusun dan
mengirimkan laporan tertulis tiap 6 bulan
kepada Menkes mengenai lokasi, luas
tanaman, hasil tanaman, hasil panen
papaver , koka, dan ganja serta
penggunaan, persediaan awal dan
persediaan akhir panen dan segera
memberi laporan kepada Polisi dalam
jangka waktu 24 jam sejak diketahui ada
kehilangan tanaman atau hasil panen
Penyimpanan Narkotika
( Per Menkes RI no. 28/Menkes/Per/I/1978)

• Importir, PBF, Pabrik Farmasi harus mempunyai


gudang khusus untuk menyimpan narkotika, gudang
yang dimaksud harus memenuhi persyaratan :
– dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai satu pintu
dengan dua buah kunci yang kuat dgn merek yg berlainan
– langit-langit dan jendela dilengkapi dgn jeruji besi
– dilengkapi dgn lemari besi yang tidak kurang dari 150 kg dan
mempunyai kunci yang kuat
– Tidak boleh menyimpan barang lain kecuali narkotika
– Tdk boleh dimasuki oleh org lain tanpa izin penanggung
jawab
Penyimpanan Narkotika
( Per Menkes RI no. 28/Menkes/Per/I/1978)
• Apotek dan RS hrs memiliki tempat khusus utk
menyimpan narkotika yg memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
– harus dibuat dari kayu atau bahan lain yang kuat
– harus mempunyai kunci yang kuat
– dibagi dua masing-masing dengan kunci yang
berlainan, bagian pertama dipergunakan untuk
menyimpan morfina, petidina dan garam-
garamnyaserta persediaan narkotika, bagian kedua
dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya
yang dipakai sehari-hari.
Penyimpanan Narkotika

– Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari


berukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka
lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau
lantai.
– Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh
penanggungjawab atau pegawai lain yang
dikusakan.
– Lemari khusu harus ditaruh di tempat yang aman
dan tidak terlihat oleh umum.
Alat-alat dan bahan2 sbg barang
dibawah pengawasan PerMenkes RI
no 229/Menkes/ Per/VII/1978 ttg
Jarum Suntik, Semprit Suntik, Pipa
Pemadatan dan Anhidrida Asam
Asetat.
• Produksi, impor, dan/atau penyaluran jarum
suntik dan semprit suntik harus mendapat izin
khusus dari Ditjen POM
• Jarum suntik dan semprit suntik hanya boleh
diedarkan oleh PBF Alkes dan Apotek
• Pada setiap penjualan atau penyerahan jarum
suntik dan semprit suntik harus dicatat nama,
alamat pembeli atau penerima dan jumlahnya.
Produksi, impor, ekspor, penyaluran,
pemilikan, penyimpanan dan/atau
penggunaan anhidrida asam asetat
harus mendapat izin khusus dari
Ditjetn POM
– PBF bahan baku hanya boleh menjual
anhidrida asam asetat kepada lab dan pabrik
– Pada setiap penjualan harus dicatat nama
dan alamat pembeli dan jumlahnya
– Pembelian anhidrida asam asetat boleh
dilayanani bila ada SP dan dicantumkan
maksud penggunaan.
– Produsen, PBF, Importir setiap tiga bulan
sekali membuat laporan dikirim ke Ditjen POM
tembusan ke Kanwil Depkes
Penunjukan Laboratorium Pemeriksaan
Narkotika dan Psikotropika ( SK MENKES
RI nomor 1173/Menkes/ SK/X/1998)

Laboratorium yang berwewenang


melakukan pemeriksaan psikotropika
dan narkotika adalah 28 laboratorium
di lingkungan Depkes ( PPOM dan
Balai POM) dan 8 laboratorium di
lingkungan POLRI.
Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Morfin Oral di
RS dan Penggunaannya di rumah Penderita
(SK Dirjen POM DepKes RI no.
HK.00.06.6.01887)

• Rumah sakit dan Rumah Penderita harus


merencanakan kebutuhan tahunan morfin oral
dan disampaikan ke Direktorat Pengawasan
Narkotika dan Bahan Berbahaya
• Pengadaan Morfin oral diperoleh melalui PBF
ttt dengan menggunakan SP
• Morfin oral hanya diberikan kpd penderita
kanker
Morfin
• Pencatatan morfin oral di RS dilakukan pada instalasi
Farmasi RS meliputi persediaan awal, pemasukan,
pengeluaran, sisa persediaan dan keterangan.
• Pencatatan morfin oral di rumah penderita dilakukan
berdasarkan kartu catatan obat meliputi :
– nama dan alamat penderita
– tanggal penggunaan
– jumlah penggunaan sehari
– tanggal hentinya penggunaan (bila pasien meninggal)
– efek samping obat
Pemusnahan Narkotika atau Psikotropika yang
rusak ( SE Direktorat Pengawasan Narkotika Dan
Bahan Berbahaya no. 010/EE/SE/81)

• Pemusnahan narkotika atau psikotropika disaksikan


petugas Balai POM
• BA memuat:
- nama penanggung jawab, jabatan, No. SIK
- nama saksi, jabatan, SIK/NIP
- nama petugas, jabatan, no. surat izin

- pemusnahan dilakukan dengan cara apa


- ditandatangani oleh penanggung jawab, saksi dan
petugas
- dibuat lima rangkap.( Dirjen POM, Kanwil, Balai POM,
Dinas TK II, Arsip)
Psikotropika
( UU nomor 5 tahun 1997 )
Psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada SSP
yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku
Penggolongan psikotropika
– gol I hanya untuk ilmu pengetahuan, mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan
– gol II terapi dan ilmu pengetahuan, potensi kuat
– gol III terapi dan ilmu pengetahuan, potensi sedang
– gol IV terapi dan ilmu pengetahuan, potensi ringan.
• Gol I hanya untuk ilmu pengetahuan kalau tidak
dinyatakan barang terlarang.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
• menjamin ketersediaan psikotropika guna
kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan
• mencegah tjdnya penyalahgunaan psikotropika
• memberantas peredaran gelap psikotropika
Produksi psikotropika

1. Diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin


2. Gol. I dilarang diproduksi
3. Hasil produksi harus memenuhi standar dan/atau
persyaratan FI atau buku standar lain
Peredaran Psikotropika
1. Harus terdaftar
2. Pengangkutan dilengkapi dengan
dokumen pengangkutan
3. Penyalur : Pabrik obat, PBF, dan saran
penyimpanan sediaan farm. Pemerintah
Penyaluran
• Pabrik obat PBFapotek, sarana
penyimpanan sediaan farm.
Pemerintah, RS, lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan
• PBF  PBF lain, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farm. Pem.,
RS, dan lembaga penelitian dan/atau
lembaga pendidikan
• Sarana penyimpanan sediaan Farm pemerintah
--- RS Pemerintah, Puskesmas, BP pemerintah
Penyaluran
– gol. I hanya disalurkan oleh pabrik obat dan PBF
kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan
– Penyerahan psikotropika oleh dokter dilaksanakan
dalam hal (psikotropika diperoleh dari apotek) :
• menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui
suntikan
• menolong orang sakit dalam keadaan darurat
• menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak
ada apotek
Ekspor dan impor
– dapat dilakukan oleh pabrik obat, atau PBF
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan
– impor juga dapat dilakukan oleh lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan untuk kepentingan
ilmu pengetahuan
– eksportir dan importir psikotropika setiap kali harus
memiliki surat persetujuan
Label dan iklan
1. Pabrik obat wajib mencantumkan label pada
kemasan psikotropika
2. Keterangan dalam label harus lengkap dan
tidak menyesatkan
3. Hanya dapat diiklankan pada media cetak
ilmiah kedokteran/ farmasi
Penggunaan psikotropika dan rehabilitasi
– pengguna psikotropika harus mempunyai bukti
yang sah dalam mendapatkan psikotropika
– pengguna yang menderita sindroma
ketergantungan berkewajiban untuk ikut serta
dalam pengobatan/perawatan
– rehabilitasi bagi pengguna psikotropika yang
menderita sindroma ketergantungan dimaksudkan
untuk memulihkan dan/atau mengembangkan
kemampuan fisik, mental dan sosialnya
• Pembinaan dan pengawasan
Pemerintah melakukan pembinaan thdp segala
kegiatan yg berhub psikotropika
Pembinaan
- Pembinaan diarahkan untuk:
• terpenuhinya kebutuhan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
• mencegah terjadinya penyalagunaan psikotropika
• melindungi masyarakat dari segala kemungkinan kejadian
yang dapat menimbulkan gangguan/ bahaya atas tjdnya
penyalagunaan psikotropika
Pembinaan
• memberantas peredaran gelap psikotropika
• mencegah pelibatan anak yang belum berumur 18
tahun dlm kegiatan penyalagunaan/peredaran
gelap psikotropika dan
• mendorong dan menunjang kegiatan
penelitian/pengembagangan teknologi di bidang
psikotropika guna kepentingan pelayanan
kesehatan
• Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada
organisasi atau badan yang telah berjasa dalam tindak
pidana psikotropika
Pengawasan Berwewenang
– melaksanakan pemeriksaan setempat dan/atau
pengambilan contoh pada sarana produksi,
penyalur, pengangkutan, penyimpanan, sarana
pel. Kesehatan dan fasilitas rehabilitasi
– memeriksa surat dan/atau dokumen yang
berkaitan dengan kegiatan di bidang psikotropika
– melakukan pengamanan terhadap psikotropika
yang tidak memenuhi standar dan persyaratan
– melaksanakan evaluasi terhadap hasil
pemeriksaan
Pemusnahan
Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal
• berhubungan dengan tindak pidana
• diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan
yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam
proses produksi psikotropika
• kadaluarsa
• tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan
Pemusnahan
– pemusnahan psikotropika dilakukan oleh
suatu tim yang terdiri dari wakil dari Depkes,
Polri, Kejaksaan dan pejabat dari instansi
terkait dengan tempat terungkapnya tindak
pidana dalam waktu 7 hari setelah mendapat
kekuatan hukum tetap
– dibuat BA
Pemusnahan
– khusus gol I, wajib dilaksanakan paling lambat 7
hari setelah dilakukan penyitaan
– pemusnahan psikotropika bukan karena tindakan
pidana dilakukan oleh badan yang
bertanggungjawab dengan disaksikan oleh petugas
Depkes dalam waktu 7 hari setelah mendapat
kepastian
– setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuat BA
Peran serta masyarakat

– masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-


luasnya untuk berperan serta dalam membantu
mewujudkan upaya pencegahan penyalagunaan
psikotropika
– masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang
berwewenang bila mengetahui tentang
psikotropika yang disalahgunakan dan/atau
dimiliki secara tidak sah
– pelapor mendapat jaminan keamanan dan
perlindungan
Penyidikan
– Polri dan PPNS, berwewenang
• melakukan pemeriksaan atau kebenaran, laporan serta
keterangan tentang tindak pidana psikotropika
• melakukan pemeriksaan terhadap orang yg diduga
melaksanakan tindak pidana psikotropika
• meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau
badan hukum sehub. dgn tindak pidana psikotropika
• melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau
barang bukti dalam perkara tindak pidana psikotropika
• melakukan penyimpanan dan pengamanan terhadap
barang bukti yang disita dlm perkara tindak pidana di
bidang psikotropika
• melaksanakan pemeriksaan atau surat dan/atau
dokumen lain tentang tindak pidana psikotropika
• membuka atau memeriksa setiap barang kiriman
melalui pos atau alat-alat perhubungan lain yang diduga
mempunyai hubungan dengan perkara yang
menyangkut psikotropika
• meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
psikotropika
• menetapkan saat dimulainya dan dihentikan penyidikan
Penyidikan
– di depan pengadilan saksi dan/atau orang lain
dilarang menyebut nama, alamat, atau hal-hal
lain yang memberikan kemungkinan dapat
terungkapnya identitas pelapor
– perkara psikotropika, termasuk perkara yang
lebih didahulukan
BAHAN BERBAHAYA
• Ordonansi Bahan Berbahaya Tahun
1949 Stbl nomor 377 tahun 1949
• Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi
Kesehatan ( PerMenkes no.
472/Menkes/Peraturan/V/1996 )
• Pestisida ( PP nomor 7 tahun 1973 )
• Syarat Pembungkus dan Pemberian
Label Pestisida ( SK Mentan no.
4291/kpts/Um/9/1973 )
BAHAN BERBAHAYA
• PP no. 11 tahun 1975 tentang Keselamatan
Kerja Terhadap Radiasi
• PP no. 12 tahun 1975 tentang Izin Pemakaian
Zat Radioaktif dan atau Sumber Radiasi
Lainnya
• PP no. 13 tahun 1975 tentang Pengangkutan
Zat Radioaktif\
• PP no. 12 tahun 1975 tentang Perubahan PP
no. 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Barbahaya dan Beracun
BAHAN BERBAHAYA
• Kepres no. 5 tahun 1988 tentang Pengadaan
Bahan Peledak
• Permenkes no. 242/Menkes/Oer/IX/1993 tentang
Jamur yang mengandung Psilobin dan Psilosin
– Jamur yang mengandung Psilobin dan Psilosin dinyatakan
sebagai bahan berbahaya
– Dilarang membiarkan, mengolah, mengedarkan,
menyimpan dan menggunakan jamur tersebut

BAHAN BERBAHAYA
• Peraturan Menaker no. 03/Men/Tahun
1985 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes
• Peraturan Menkes no. 239?
Menkes/Peraturan/V/85 tentang Zat
Warna Tertentu Yang Dinyatakan
Sebagai Bahan Berbahaya
BAHAN BERBAHAYA
Peraturan Mentamben no. 01.P/76/M.PE/1991
tentang Keselamatan Kerja dan Penggunaan,
Penyimpanan dan Penanganan Air Raksa
Dalam Usaha Pertambangan Bahan Galian
Emas
SK Menteri Perindustrian no. 12/M/SK/I/78
tentang Pencegahan dan Penaggulangan
Pencemaran Lingkungan sebagai akibat dari
Usaha Industri
BAHAN BERBAHAYA
• Keputusan Menteri Perindustrian no.
148/M/SK/4/1985 tentang Pengamanan Bahan
Beracun dan Berbahaya di Perusahaan
Industri
• Keputusan Dirjen POM no. 3078/E/SK/X/1985
tentang Tata cara Pendaftaran Zat Warna
tertentu Yang Dinyatakan sebagai Bahan
Berbahaya
• Keputusan Dirjen POM no. 0004/E/SK/I/1986
tentang Tata Cara Pelaporan Zat Warna
Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan
Berbahaya
BAHAN BERBAHAYA
• SK Mentan no. 280/kpts/Um/6/1973 tentang
Prosedure Permohonan Pendaftaran dan Izin
Pestisida
• SK Mentan no. 944/kpts/TP.270/II/1984 tentang
Pembatasan Pendaftaran Pestisida
• SK Mentan no. 536/kpts/TP.270/7/1985 tentang
Pengawasan Pestisida
Bahan Berbahaya
• Instruksi Bersama Mendagri, Menkes dan
Mentan
• No. : 33 tahun 1983
• No. : 203/Menkes/Inst/V/1983
• No. : HK.050/04/Ins/9/1983
• . tentang Pengawasan Pestisida
Diklorofenil Triklorida (DDT)
PERUNDANG-UNDANGAN DAN
PERATURAN-PERATURAN
TENTANG PANGAN

BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA

AMANKAN PANGAN
dan
BEBASKAN PRODUK
dari
BAHAN BERBAHAYA

BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA


PENDAHULUAN
• Pangan  hak asasi manusia  harus tersedia,
aman, bermutu, bergizi, beragam, terjangkau
• Diperlukan suatu sistem pangan  perlindungan
kesehatan masyarakat, dan peningkatan
kesejahteraan.
• Berisi landasan hukum bagi pengaturan,
pembinaan & pengawasan thdp kegiatan
produksi, peredaran & perdagangan pangan
• Penerapan dan pengawasan Undang-undang
(UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan
Menteri/Direktorat Jenderal.
Undang-undang Nomor 7 Tahun
1996 Tentang Pangan
– Pengamanan Makanan Dan Minuman
• Melindungi masyarakat
• Pemerintah berwenang untuk menetapkan standar
persyaratan kesehatan
– Label Makanan Dan Minuman
• Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib
diberi tanda atau label yang berisi antara lain bahan
yang dipakai, tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.
Penarikan Dan Pemusnahan
Larangan untuk diedarkan, ditarik dari peredaran dan
disita untuk dimusnakan makanan dan minuman yang
tidak memenuhi ketentuan standar dan persyaratan
kesehatan.
Makanan dan minuman yang diproduksi industri rumah
tangga, peranjin maklanan dan minuman masih
dalam taraf pembinaan. Persyaratan yang perlu
diterapkan yaitu yang menyangkut pembersihan dan
sanitasi agar tidak tercemar oleh kotoran, jasad renik
dan bahan berbahaya. Industri rumah tangga serta
peranjin makanan dan minuman belum dikenakan
sangsi pidana.
Penyidikan
Selain penyidik pejabat polisi negara
Republik Indonesi, pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di departemen
kesehatan diberi wewenag khusus
sebagai penyidik sebagai mana
dimaksud Undang-undang No 8 tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana.
• Wewenang dalam penyidikan :
– Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta
keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan
– melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang kesehatan
– meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau bahan
hukum sehubungan dgan tindak pidana di bidang kesehatan
– melakukan pemeriksaan atas surat dan atau dokumen lain
tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
– melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;
– meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan di bidang kesehatan;
– menghentikan penyedikan apabila tdk terdapat cukup bukti
yang membuktikan ttg adanya tindak pidana di bid. kesehatan
• Undang-undang Nomor 7 Tahun
1996 Tentang Pangan
BAGIAN : KEAMANAN PANGAN
• Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya
yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia.
• Khusus di bidang keamanan pangan UU Pangan
mengatur hal-hal berikut : Sanitasi Pangan,
Bahan Tambahan Pangan, Rekayasa Genetika
dan Iradiasi Pangan, Kemasan Pangan, Jaminan
Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium,
dan Pangan Tercemar.
SANITASI PANGAN
- Sanitasi pangan adalah upaya
pencegahan terhadap kemungkinan
bertumbuh dan berkembang biaknya
jasad renik pembusuk dan patogen dalam
makanan dan minuman, peralatan, dan
bangunan yang dapat merrusak pangan
dan membahayakan manusia
- Dalam pengertian persyaratan sanitasi
sudah tercakup pula persyaratan higienis.
Cakupan Sanitasi
- kewenangan pemerintah untuk menetapkan
persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau
peredaran pangan.
- Kewajiban bagi sarana dan atau prasarana yang
digunakan secara langsung atau tidak langsung
digunakan dalam kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan dan atau
peredaran untuk memenuhi persyaratan sanitasi.
Cakupan Sanitasi
• Penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi,
penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran
pangan serta penggunaan sarana dan prasarana
dilakukan sesuai dengan persyaratan sanitasi.
• Kewajiban setiap orang yang bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan kegiatan dan proses
produksi , penyimpanan, pengangkutan, dan atau
peredaran pangan untuk:
– memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan
atau keselamatan manusia.
– menyelenggarakan program pemantauan sanitasi
secara berkala,
– menyelenggarakan pengawasan atas
pemenuhan persyaratan sanitasi.
BAHAN TAMBAHAN PANGAN
• Bahan tambahan pangan : adalah bahan
yang ditambahkan kedalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
pangan, antara lain, bahan pewarna,
pengawet, penyedap rasa, anti gumpal,
pemucat dan pengental.
Ketentuan mengenai bahan tambahan
pangan

– larangan bagi setiap orang yg memproduksi pangan utk diedarkan,


untuk menggunakan bahan apapun sebagai BTP yg dinyatakan
terlarang atau mengguna-kan BTP yg melampau ambang batas
maksimal yg ditetapkan
– Penggunaan BTP dlm produk pangan yg tidak mempunyai resiko
terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena hal tersebut
memang lazim dilakukan. Namun, penggunaan bahan yang dilarang
sebagai BTP secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas
maksimal tidak dibenarkan, karena dapat merugi-kan atau
membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan
tersebut.
– BTP yg dilarang antara lain asam borat (boric acid) dan
senyawanya, sedangkan bahan tambahan yang dibolehkan dengan
batas ambang maksimal, antara lain, siklamat
– Kewajiban pemerintah untuk menetapkan bahan yang dilarang dan
atau dapat digunakan sebagai BTP dalam kegiatan atau proses
produksi pangan serta ambang batas maksimal penggunaannya.
– Memeriksa terlebih dahulu keamanan dan penggunaan bahan yang
akan digunakan sebagai BTP yg belum diketahui dampaknya bagi
kesehatan manusia, dalam kegiatan atau proses produksi pangan
untuk diedarkan setelam memperoleh persetujuan Pemerintah
REKAYASA GENETIKA DAN RADIASI
PANGAN

• Rekayasa genetika pangan adalah suatu proses


yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat)
dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang
berbeda atau sama untuk menghasilkan produk
pangan yang lebih unggul.
• Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap
pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif
maupun akselerator untuk mencegah terjadinya
pembusukan dan kerusakan serta membebaskan
pangan dari jasad renik pathogen.
• Ketentuan mengenai rekayasa genetika
dan iradiasi pangan adalah :
– kewajiban setiap orang yang memproduksi
pangan, menggunakan bahan baku, bahan
tambahan pangan, dan atau bahanlaindalam
kegiatan atau proses produksi pangan yang
dihasilkan dari proses rekayasa genetika
untuk terlebih dahulu memriksa keamanan
pangan bagi kesehatan manusia sebelum
diedarkan.
– Kewenangan pemerintah untuk menetapkan:
• persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan
pemanfatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau
proses produksi pangan.
• Persyaratan pengujian pangan yang dihasilkan dari proses
rekayasa genetika
– Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan
dilakukan berdasarkan izin dari pemerintah. Kegiatan
atau proses produksi yang dilakukan dengan
menggunakan teknik dan atau metode iradiasi wajib
memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan
limbah dan penang-gulangan bahaya bahan radioaktif
untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan
kerja, dan kelestarian lingkungan
KEMASAN PANGAN
• Kemasan pangan adalah bahan yang
digunakan untuk mewadahi dan atau
membungkus pangan, baik yang
bersentuhan langsung dengan pangan
maupun tidak.
Ketentuan mengenai kemasan pangan
Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk
diedarkan untuk menggunakan bahan apapun sebagai kemasan
pangan yang dinyatakan terlarang dan atau dapat melepaskan
cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.
Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara
pengemasan yang benar
Pemerintah menetapkan : bahan yang dilarang digunakan sebagai
kemasan pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang
diperdagangkan
Kewajiban untuk memeriksa terlebih dahulu keamanan pangan yang
digunakan sebagai kemasan pangan yang belum diketahui
dampaknya bagi kesehatn manusia
Larangan bagi setiap orang untuk membuka kemasan akhir pangan
untuk dikemas kembali dan diperdagangkan, kecuali untuk pangan
yang yang pengadaannya dalam jumlah besar yang lazim dikemas
kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut.
JAMINAN MUTU PANGAN & PEMERIKSAAN
LABORATORIUM
– Kewajiban bagi setiap orang yang memproduksi
pangan untuk diperdagangkan untuk
menyelenggarakan system jaminan mutu sesuai
dengan pangan yang diproduksi.
– Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan
persyaratan agar pangan tersebut terlebih dahulu
diuji secara laboratoris sebelum diedarkan.
– Pengujian secara laboratoris tersebut dilakukan di
laboratorium yang ditunjuk oleh dan atau telah
memperoleh akreditasi dari Pemerintah.
PANGAN TERCEMAR
– Larangan bagi setiap orang untuk mengedarkan :
• Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat
merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia
• Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan,
• Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan
atau proses produksi pangan,
• Pangan yang yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan
nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga
menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia
– Kewenangan Pemerintah mengawasi dan mencegah
pangan tercemar :
• Menetapkan bahan yang dilarang serta ambang
batas maksimal cemaran yang diperbolehkan,
• Mengatur atau menetapkan persyaratan bagi
penggunaan, cara, metode, dan atau bahan
tertentu dalam kegiatan atau proses produksi,
pengolahan, penyimpanan, peng-angkutan, dan
atau peredaran pangan.
• Menetapkan bahan yang dilarang digunakan
dalam memproduksi peralatan pengolahan,
penyiapan, pemasaran, dan atau penyajian
pangan.
Penjelasan beberapa pengertian :
• Yang dimaksud dengan “merugikan kesehatan” adalah
dampak yang timbul akibat bahan beracun atau bahan lain
dalam tubuh yang dapat menganggu penyerapan senyawa
atau zat gizi ke dalam darah, tetapi tidak membahayakan
kesehatan.
• Yang dimaksud dengan “membahayakan kesehatan”
adalah dampak yang timbul akibat adanya bahan beracun
atau berbahaya seperti residu pestisida, mikotoxin, logam
berat, hormon, dan obat-obatan hewan.
• “bahan yang kotor” adalah bahan yang bercampur dengan
kotoran seperti tanah, pasir, atau bahan lain;
• “bahan yang busuk” adalah bahan yang bentuk, rupa, atau
baunya sudah tidak sesuai dengan keadaan normal bahan
tersebut;
• “bahan yang tengik” adalah bahan yang bau atau
aromanya sudah berbeda dari bau normal yang antara
lain diesebabkan oleh terjadinya proses oksidasi;
• “bahan yang terurai” adalah bahan yang rupa atau
bentuknya telah berubah dari keadaan normal;
• “bahan yang mengandung bahan nabati atau hewani
yang berpenyakit” adalah bahan nabati atau hewani
yang mengandung penyakit yang dapat menular kepada
manusia, misalnya ikan, atau udang yang mengandung
bibit penyakit kolera atau daging yang mengandung
cacing;
• “bangkai” adalah bahan hewani yang mati secara
alamiah atau matinya tidak dimak-sudkan untuk
dikonsumsi sebagai pangan, misalnya ayam yang mati
bukan karena sengaja dipotong untuk dikonsumsi
sebagai pangan.
EKSPOR DAN IMPOR PANGAN

• Kewajiban bagi setiap pangan yang


dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk
diedarkan untuk memenuhi ketentuan Undang-
undang ini & peraturan pelaksanaannya.
• Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan
persyaratan bagi pangan yang dimasukkan ke
dalam wilayah Indonesia bahwa :
• pangan telah diuji dan atau diperiksa sarta dinyatakan
lulus dari segi keamanan, mutu, dan atau gizi oleh instansi
yang berwenang di negara asal;
• pangan telah dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian
dan atau pemeriksaan;
• pangan telah terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa di
Indonesia dari segi keamanan, mutu dan gizi pangan.
(pasal 37)
• Tanggung jawab dari setiap orang yang
memasukkan pangan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diedarkan terhadap keamanan,
mutu, dan gizi pangan.
• Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan
persyaratan agar pangan yang dikeluarkan dari
wilayah Indonesia untuk diedarkan terlebih
dahulu diuji dan atau diperiksa dari segi
keamanan, mutu dan persyaratan label, dan gizi
pangan.
TANGGUNG JAWAB INDUSTRI PANGAN
• Tanggung jawab atas keamanan pangan yang
diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang
mengkonsumsi pangan tersebut
• Hak bagi orang perseorangan yang kesehatannya
terganggu atau ahli waris dari orang yang meninggal
dunia sebagai akibat langsung mengkonsumsi pangan
olehan yang diedarkan untuk mengajukan ganti rugi
• Kewajiban mengganti segala kerugian yang secara
nyata ditimbulkan bila terbukti bila pangan olahan
yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut mengandung
bahan yang dapat merugikan dan atau
membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain
yang dilarang
PERAN SERTA MASYARAKAT

• Berperan seluas-luasnya dalam


mewujudkan perlindungan bagi orang
perseorangan yang mengkonsumsi pangan.
• Dapat menyampaikan permasalahan,
masukan dan atau cara pemecahan
mengenai hal-hal di bidang pangan dalam
rangka penyempurnaan dan peningkatan
sistem pangan.
PENGAWASAN

Wewenang Pemerintah dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan :


• Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan
atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan
perdagangan pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil
contoh pangan dan segala sesuatu yang diduga dalam kegiatan
produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau perdagangan
pangan;
• Menghentikan, memeriksa dan mencegah setiap sarana angkutan
yang diduga atau patut dicurigai digunakan dalam pengangkutan
pangan serta mengambil dan memeriksa contoh pangan;
• Membuka kemasan pangan
• Memeriksa setiap buku dokumen atau catatan lain yang diduga
memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau perdagangan pangan, termasuk mengutip
keterangan tersebut;
• Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha dokumen lain
sejenis.
PENGAWASAN (LANJUTAN)
Tindakan administratif dapat berupa :
• Peringatan secara tertulis
• Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan
atau perintah untuk menarik produk pangan dari
peredaran apabila terdapat risiko tercemarnya pangan
atau pangan tidak aman bagi kesehatan manusia,
• Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan
kesehatan dan jiwa manusia,
• Penghentian produksi untuk sementara waktu,
• Pengenaan denda paling tinggi Rp.50.000.000,- dan
atau
• Pencabutan izin produksi dan izin usaha
PERATURAN PEMERINTAH
DAN KEAMANAN PANGAN
• Tindak lanjut dari UU No.23 tahun 1992
tentang Kesehatan & UU No.7 tahun 1996
tentang Pangan
• Ketentuan-ketentuan sebagai penjabaran UU
dalam Peraturan Pemerintah (PP)
• Meliputi: keamanan pangan, mutu & gizi
pangan, label & iklan pangan
• Dalam pelaksanaannya saat ini telah
dihasilkan dua PP yang berhubungan
tentang bangan, yaitu :
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan
Iklan Pangan
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan
• Pada PP No. 69 tahun 1999 di atur mengenai
LABEL PANGAN, IKLAN PANGAN dan
PENGAWASAN.
• Pada bagian Label Pangan di atur antara lain
tentang :
– Ketentuan bahwa setiap orang yang memproduksi
atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib
mencantumkan Label pada, di dalam, dan atau di
kemasan pangan.
– Pelabelan sekurang-kurangnya mencantumkan :
nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat
bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang
memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia; tanggal, bulan, dan tahun
kedaluwarsa.
HAL-HAL LAIN YANG PERLU
DIKETAHUI :

• Pencantuman pernyataan tentang manfaat


pangan bagi kesehatan dalam Label hanya dapat
dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan.
• Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan
persyaratan pencantuman pernyataan tentang
manfaat pangan bagi kesehatan diatur oleh
Menteri Kesehatan.
• Pada Label dilarang dicantumkan pernyataan atau
keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan
yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.
• Setiap orang dilarang mencantumkan pada Label
tentang nama, logo atau identitas lembaga yang
melakukan analisis tentang produk pangan tersebut.
• Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke
dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk
diperdagangkan, dilarang mencantumkan Label yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah ini.
• Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan
pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk
diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan
tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas
kebenaran pernyataan tersebut dan wajib
mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada
Label.
• Di bagian IKLAN PANGAN, antara lain diatur :
– Ketentuan umum antara lain menyatakan bahwa : setiap
Iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat
keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak
menyesatkan, baik dalam bentuk gambar dan atau suara,
pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya. dan juga
setiap Iklan tentang pangan tidak boleh bertentangan
dengan norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum.
– Peraturan tentang Iklan Pangan yang Berkaitan dengan
Gizi dan Kesehatan
– Iklan tentang Pangan untuk Kelompok Orang Tertentu
– Iklan yang berkaitan dengan Asal dan Sifat Bahan Pangan
– Iklan tentang Minuman Beralkohol
• Pada bagian PENGAWASAN dan TINDAKAN
ADMINISTRATIF, antara lain diatur hal-hal yang
berhubungan dengan :
– Kelembagaan dan Pejabat Pemeriksa, yang
menyetakan bahwa semuanya dilaksanakan dan
dikordinir serta ditunjuk oleh Menteri Kesehatan
– Tindakan administratif meliputi :
• peringatan secara tertulis;
• larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan
atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran;
• pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan
kesehatan dan jiwa manusia;
• penghentian produksi untuk sementara waktu;
• pengenaan denda paling tinggi Rp 50.000.000,00
(limapuluh juta rupiah), dan atau;
• pencabutan izin produksi atau izin usaha.
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi
Pangan
• Antara Lain Terdiri Atas Bab KEAMANAN Dan
MUTU DAN GIZI Pangan bab Yang Mengatur
KEAMANAN PANGAN Terdiri Atas :
– Pengaturan tentang Sanitasi, yang intinya menyatakan
bahwa Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh
kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi :
a.  Cara Budidaya yang Baik;
b.  Cara Produksi Pangan Segar yang Baik;
c.  Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik;
d.  Cara Distribusi Pangan yang Baik;
e.  Cara Ritel Pangan yang Baik; dan
f.   Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik.
• Pedoman Cara Budidaya yang Baik adalah cara
budidaya yang memperhatikan aspek keamanan
pangan, antara lain dengan cara:
1. mencegah penggunaan lahan dimana lingkungannya
mempunyai potensi mengancam keamanan pangan;
2. mengendalikan cemaran biologis, hama dan penyakit hewan dan
tanaman yang mengancam keamanan pangan; dan
3. menekan seminimal mungkin, residu kimia yang terdapat dalam
bahan pangan sebagai akibat dari penggunaan pupuk, obat
pengendali hama dan penyakit, bahan pemacu pertumbuhan
dan obat hewan yang tidak tepat guna.
• Pedoman Cara Budidaya yang Baik ditetapkan oleh
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian,
perikanan atau kehutanan sesuai dengan bidang tugas
dan kewenangan masing-masing.
• Pedoman Cara Produksi Pangan Segar yang Baik
adalah cara penanganan yang memperhatikan aspek-
aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara :
1. mencegah tercemarnya pangan segar oleh cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan dari udara, tanah, air, pakan,
pupuk, pestisida, obat hewan atau bahan lain yang digunakan
dalam produksi pangan segar; atau
2. mengendalikan kesehatan hewan dan tanaman agar tidak
mengancam keamanan pangan atau tidak berpengaruh negatif
terhadap pangan segar.
• Pedoman Cara Produksi Pangan Segar yang Baik
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang
tugas dan kewenangan masing-masing.
• Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik
adalah cara produksi yang memperhatikan aspek
keamanan pangan, antara lain dengan cara :
1. mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan;
2. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta
mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
3. mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku,
penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan.
• Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang perindustrian atau perikanan sesuai dengan
bidang tugas dan kewenangan masing-masing.
• Pedoman Cara Distribusi Pangan yang Baik adalah
cara distribusi yang memperhatikan aspek keamanan
pangan, antara lain dengan cara :
1. melakukan cara bongkar muat pangan yang tidak
menyebabkan kerusakan pada pangan;
2. mengendalikan kondisi lingkungan, distribusi dan penyimpanan
pangan khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban,
dan tekanan udara; dan
3. mengendalikan sistem pencatatan yang menjamin penelusuran
kembali pangan yang didistribusikan.
• Pedoman Cara Distribusi Pangan yang Baik ditetapkan
oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
perindustrian, pertanian atau perikanan sesuai dengan
bidang tugas dan kewenangan masing-masing.
• Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik adalah cara
ritel yang memperhatikan aspek keamanan pangan,
antara lain dengan cara :
1. mengatur cara penempatan pangan dalam lemari gerai dan rak
penyimpanan agar tidak terjadi pencemaran silang;
2. mengendalikan stok penerimaan dan penjualan;
3. mengatur rotasi stok pangan sesuai dengan masa
kedaluwarsanya; dan
4. mengendalikan kondisi lingkungan penyimpanan pangan
khususnya yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan
tekanan udara.
• Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik ditetapkan oleh
Kepala Badan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
• Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik
adalah cara produksi yang memperhatikan aspek
keamanan pangan, antara lain dengan cara :
1. mencegah tercemarnya pangan siap saji oleh cemaran biologis,
kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan;
2. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta
mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan
3. mengendalikan proses antara lain pemilihan bahan baku,
penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan,
pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan serta cara
penyajian.
• Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang kesehatan.
Dalam pp 28 diatur pula tentang hal-hal
berikut, yang isinya sejalan dengan
Undang-undang Pangan :
– Bahan Tambahan Pangan
– Pangan Produk Rekayasa Genetika
– Iradiasi pangan
– Kemasan Pangan
– Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan
Laboratorium
– Pangan tercemar
Pengawasan Keamanan Pangan pp 28 :
• Setiap pangan olahan baik yang diproduksi di
dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam
kemasan eceran sebelum diedarkan wajib
memiliki surat persetujuan pendaftaran,
berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu
dan gizi pangan olahan.
• Dikecualikan dari ketentuan tersebut berlaku
untuk pangan olahan yang diproduksi oleh
industri rumah tangga. Tetapi Pangan olahan
Rumah Tangga wajib memiliki sertifikat produksi
pangan industri rumah tangga. Sertifikat
produksi pangan industri rumah tangga
diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
Pengawasan Keamanan Pangan pp 28 (lanjutan) :

• Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, Badan


berwenang untuk :
1. mengambil contoh pangan yang beredar; dan/atau
2. melakukan pengujian terhadap contoh pangan
• Hasil pengujian :
– untuk pangan segar disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh
instansi yang bertanggung jawab di bidang pertanian, perikanan
atau kehutanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan
masing-masing;
– untuk pangan olahan disampaikan dan ditindaklanjuti oleh instansi
yang bertanggung jawab di bidang perikanan, perindustrian atau
Badan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-
masing;
– untuk pangan olahan tertentu ditindaklanjuti oleh Badan;
– untuk pangan olahan hasil industri rumah tangga pangan dan
pangan siap saji disampaikan kepada dan ditindaklanjuti oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
KETEANTUAN LAIN :
• Gubernur atau Bupati/Walikota berwenang melakukan
pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya
pelanggaran hukum di bidang pangan segar.
• Kepala Badan berwenang melakukan pemeriksaan
dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran
hukum di bidang pangan olahan.
• Bupati/Walikota berwenang melakukan pemeriksaan
dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran
hukum di bidang pangan siap saji dan pangan olahan
hasil industri rumah tangga.
• WEWENANG DAN TINDAKAN ADMINISTRATIF
SEJALAN DENGAN UU PANGAN
Pembinaan
• Pembinaan terhadap produsen pangan segar
dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertanian, perikanan atau kehutanan sesuai
bidang tugas dan kewenangan masing-masing.
• Pembinaan terhadap produsen pangan olahan
dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab di
bidang perindustrian, pertanian atau perikanan sesuai
bidang tugas dan kewenangan masing-masing.
• Pembinaan terhadap produsen pangan olahan tertentu
dilaksanakan oleh Kepala Badan.
• Pembinaan terhadap produsen pangan siap saji dan
industri rumah tangga pangan dilaksanakan oleh
Bupati/Walikota.
• Pembinaan terhadap Pemerintah Daerah dan
masyarakat di bidang pengawasan pangan dilaksanakan
oleh Kepala Badan.
PERATURAN/KEPUTUSAN MENTERI
DAN KEAMANAN PANGAN
• Disesuaikan dengan UU ttg Kesehatan, UU ttg
Pangan dan PP
• Meliputi:
1. produksi & peredaran makanan
2. pendaftaran makanan
3. label dan periklanan makanan
4. bahan tambahan pangan
5. minuman beralkohol
Peraturan/Keputusan Menteri

6. makanan iradiasi;
7. makanan impor;
8. ikan;
9. batas maks. cemaran;
10. makanan daluwarsa;
11. peraturan/keputusan bersama
dengan Departemen terkait
KOSMETIK
Keputusan
Kepala Badan POM RI
HK.00.05.4.1745
5 Mei 2003

You might also like