You are on page 1of 8

Biografi Raja Ali Haji

Biografi merupakan salah satu bagian dari diri seorang tokoh yang sangat
penting untuk diungkap. Tanpa biografi, deskripsi tentang seorang tokoh
menjadi tidak substansial lagi karena memang harus ada dan menjadi
bagian integral dalam tulisan tentang tokoh. Biografi dapat diartikan
sebagai catatan atau riwayat hidup seorang tokoh yang ditulis oleh orang
lain. Dengan demikian, biografi juga bisa dipahami sebagai alat
pengumpul data untuk mengetahui riwayat hidup seorang tokoh yang ditulis
oleh orang lain. Biografi bisa berhubungan tentang data diri tokoh
tersebut, silsilah, latar belakang keluarga, pendidikan, pengalaman
jabatan, aktivitas nasional dan internasional, serta penghargaan. Dengan
biografi ini, pembaca akan mengetahui bagaimana latar belakang dan
riwayat perjalanan hidup tokoh tersebut, mulai dari kelahiran hingga
kematiannya.

Raja Ali Haji (RAH) merupakan tokoh penting di dunia Melayu. Pengaruh
pemikirannya terhadap perkembangan dunia Melayu sangat kentara melalui
berbagai karya sastra dan lain-lain yang dijadikan rujukan dalam tradisi
penulisan klasik maupun modern. Ia juga dikenal sebagai ulama yang
banyak berpengaruh terhadap wacana dan tradisi pemikiran di dunia
Melayu. Berikut ini dikemukakan biografi RAH.

1. Data Diri <javascript:showDiv('dv1');>


2. Silsilah dan Latar Belakang Keluarga <javascript:showDiv('dv2');>
3. Pendidikan <javascript:showDiv('dv3');>
4. Pengalaman Jabatan <javascript:showDiv('dv4');>
5. Aktivitas Nasional dan Internasional <javascript:showDiv('dv5');>
6. Penghargaan <javascript:showDiv('dv6');>

1. Data Diri

Nama Lengkap RAH adalah Raja Ali al-Hajj ibni Raja Ahmad al-Hajj ibni
Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak alias Engku Haji Ali ibni
Engku Haji Ahmad Riau. Ia dilahirkan pada tahun 1808 M di pusat
Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat (kini masuk dalam wilayah
Kepulauan Riau, Indonesia).

Sekilas tentang Pulau Penyengat. Dalam buku-buku Belanda, pulau kecil


ini disebut Mars. Menurut masyarakat setempat, nama pujian-pujian dari
pulau ini adalah Indera Sakti. Di pulau ini banyak terlahir karya-karya
sastra dan budaya Melayu yang ditulis oleh tokoh-tokoh Melayu sepanjang
abad ke-19 dan dua dasawarsa abad ke-20, di mana RAH termasuk di dalamnya.

Catatan tentang hari dan bulan kelahiran RAH berbeda dengan ayahnya.
Catatan mengenai kelahiran ayahnya begitu rinci, yaitu pada hari Kamis
waktu ?Ashar bulan Rajab tahun 1193 H di Istana Yang Dipertuan Muda
Riau-Raja Haji Ibni Daeng Celak. Sedangkan catatan mengenai RAH jusru
singkat sekali. Bahkan, catatan kelahiran RAH lebih banyak didasarkan
pada perkiraan saja. Menurut Hasan Junus (2002: 62), masa yang berbeda,
keadaan yang berbeda, mengantar pada semangat zaman yang berbeda.
Semangat zaman yang berkembang pada saat itu menyebabkan orang-orang
memanggil nama RAH dengan sebutan ?Raja?.

Orang-orang Melayu pada masa itu sering mengingat waktu kelahiran si


anak dengan mendasarinya pada peristiwa-peristiwa penting. RAH lahir
lima tahun setelah Pulau Penyengat dibuka sebagai tempat kediaman Engku
Puteri. Atau ia lahir dua tahun setelah benteng Portugis /A-Famosa/ di
Melaka diruntuhkan atas perintah William Farquhar. Orang-orang Melayu
juga sering memberikan nama anaknya dengan mengambil nama datuk (kakek)
apabila datuknya itu sudah meninggal. Hal inilah yang menyebabkan banyak
terjadi kemiripan nama dalam masyarakat Melayu.

Tahun kapan meninggalnya RAH sempat menjadi perdebatan. Banyak sumber


yang menyebutkan bahwa ia meninggal pada tahun 1872. Namun, ternyata ada
fakta lain yang membalikkan pandangan umum tersebut. Pada tanggal 31
Desember 1872, RAH pernah menulis surat kepada Hermann von de Wall,
sarjana kebudayaan Belanda yang kemudian menjadi sahabat terdekatnya,
yang meninggal di Tanjungpinang pada tahun 1873. Dari fakta ini dapat
dikatakan bahwa RAH meninggal pada tahun yang sama (1873) di Pulau
Penyengat.

Makam RAH berada di komplek pemakaman Engku Putri Raja Hamidah.


Persisnya, terletak di luar bangunan utama Makam Engku Putri. Karya RAH,
/Gurindam Dua Belas/ diabadikan di sepanjang dinding bangunan makamnya.
Sehingga, setiap pengunjung yang datang dapat membaca serta mencatat
karya maha agung tersebut.

2. Silsilah dan Latar Belakang Keluarga

RAH adalah putra Raja Ahmad, yang setelah berhaji ke Mekkah bergelar
Engku Haji Tua, cucu Raja Haji Fisabilillah. Ibunya bernama Encik
Hamidah binti Panglima Malik Selangor atau Putri Raja Selangor yang
meninggal pada tanggal 5 Agustus 1844.

Kakek (datuk) RAH bernama Raja Haji Fisabilillah, merupakan Yang


Dipertuan Muda (YDM) Riau IV. Ia dikenal sebagai YDM yang berhasil
menjadikan Kesultanan Riau-Lingga sebagai pusat perdagangan yang sangat
penting di kawasan ini. Ia juga seorang pahlawan yang terkenal berani
melawan penjajah Belanda, sehingga meninggal di medan perang di Teluk
Ketapang (18 Juni 1784). Ia meninggalkan dua putra, yaitu Raja Ahmad
(ayah RAH) dan Raja Ja'far.

Raja Ahmad (ayah RAH) dikenal sebagai intelektual Muslim yang produktif
menulis karya-karya besar, seperti /Syair Perjalanan Engku Putri ke
Lingga /(1835), /Syair Raksi/ (1841), dan/ Syair Perang Johor/ (1843).
Ia juga dikenal sebagai pemerhati sejarah, terutama sejarah masa lalu.
Dalam karyanya, /Syair Perang Johor/, ia menguraikan fakta perang
Kesultanan Johor dan Kesultanan Aceh pada abad XVII, yaitu pada masa
keemasan Johor. Ia dikenal sebagai penulis pertama yang melahirkan
sebuah epik yang menghubungkan sejarah Bugis di wilayah Melayu dan
hubungannya dengan sultan-sultan Melayu.

Keluarga Raja Ahmad terdiri dari orang-orang terpelajar dan suka dengan
dunia tulis-menulis. Anggota keluarganya yang pernah menghasilkan karya
adalah Raja Ahmad Engku Haji Tua, RAH, Raja Haji Daud, Raja Salehah,
Raja Abdul Mutallib, Raja Kalsum, Raja Safiah, Raja Sulaiman, Raja
Hasan, Hitam Khalid, Aisyah Sulaiman, Raja Ahmad Tabib, Raja Haji Umar,
Abu Muhammad Adnan, dan lain sebagainya. Jika ditelusuri hingga
keturunan Raja Haji Fisabilillah (kakek RAH), maka anggota keluarga Raja
Ahmad yang giat berkarya akan bertambah lagi, yaitu Raja Ali, Raja
Abdullah, Raja Ali Kelana, R. H. M. Said, dan lain sebagainya.

Dari ayah yang sama (Raja Ahmad), Raja Ali Haji mempunyai beberapa
saudara laki-laki dan perempuan, yaitu Raja Haji Daud yang menjadi
tabib, Raja Haji Umar (Raja Endut), Raja Salehah (Zaleha), Raja Cik,
Raja Aisyah, Raja Haji Abdullah, Raja Ishak, Raja Muhammad Said, Raja
Abu Bakar, Raja Siti, Raja Abdul Hamid, dan Raja Usman.

RAH sebenarnya berasal dari keturunan Bugis. Garis keturunan ini berasal
neneknya (Opu Daeng Cellak) yang berasal dari tanah Bugis, namun
kemudian menetap di Riau dan memperoleh jabatan sebagai Yang Dipertuan
Agung (pembantu sultan dalam urusan pemerintahan). Cerita ini bermula
ketika La Madusilat, Raja Bugis yang pertama kali masuk Islam, ternyata
memiliki keturunan yang salah satunya bernama Daeng Rilaka.

Daeng Rilaka mempunyai lima anak, yaitu Opu Daeng Parani, Opu Daeng
Marewah, Opu Daeng Menambun, Opu Daeng Cellak, dan Opu Daeng Kemasi.
Bersama kelima anaknya itu, Daeng Rilaka meninggalkan tanah Bugis dan
mengembara ke wilayah Kesultanan Riau-Johor. Keturunan ini mendapat
kedudukan di istana kesultanan. Anak keempat Daeng Rilaka, Opu Daeng
Cellak yang merupakan nenek RAH menjadi Yang Dipertuan Muda (YDM) Riau
II (1728-1745), menggantikan saudaranya Opu Daeng Marewah, YDM Muda Riau
I (1723-1728).

Jabatan tersebut merupakan realisasi dari perjanjian Kesultanan


Riau-Lingga dengan Raja Bugis yang telah berhasil menaklukkan
Minangkabau. Ketika itu memang terjadi perang antara Kerajaan
Minangkabau dan Kesultanan Melayu. Berdasarkan garis keturunan itu, maka
RAH merupakan keturunan Kesultanan Riau-Lingga yang dikenal memiliki
tradisi keagamaan dan keilmuan yang sangat kuat.

RAH memiliki 17 orang putra-putri, yaitu: 1). Raja Haji Hasan, 2). Raja
Mala?, 3). Raja Abdur Rahman, 4). Raja Abdul Majid, 5). Raja Salamah,
6). Raja Kaltsum, 7). Raja Ibrahim Kerumung, 8). Raja Hamidah, 9). Raja
Engku Awan ibu Raja Kaluk, 10). Raja Khadijah, 11). Raja Mai, 12). Raja
Cik, 13). Raja Muhammad Daeng Menambon, 14). Raja Aminah, 15). Raja Haji
Salman Engku Bih, 16). Raja Siah, dan 17). Raja Engku Amdah.
Anak RAH yang pertama (Raja Haji Hasan) mempunyai 12 orang putra-putri,
yaitu: 1). Raja Haji Abdullah Hakim, 2). Raja Khalid Hitam (meninggal
dunia di Jepang), 3). Raja Haji Abdul Muthallib, 4). Raja Mariyah, 5).
Raja Manshur, 6). Raja Qamariyah, 7). Raja Haji Umar, 8). Raja Haji
Andi, 9). Raja Abdur Rasyid, 10). Raja Kaltsum, 11). Raja Rahah, dan
12). Raja Amimah. Cucu-cucu RAH ini kemudian menjadi ulama-ulama dan
tokoh-tokoh masyarakat.
3. Pendidikan

RAH memperoleh pendidikan dasarnya dari ayahnya sendiri. Di samping itu,


ia juga mendapatkan pendidikan dari lingkungan istana Kesultanan
Riau-Lingga di Pulau Penyengat. Di lingkungan kesultanan ini, secara
langsung ia mendapatkan pendidikan dari tokoh-tokoh terkemuka yang
pernah datang. Ketika itu banyak tokoh ulama yang merantau ke Pulau
Penyengat dengan tujuan mengajar dan sekaligus belajar. Di antara
ulama-ulama yang dimaksud adalah Habib Syeikh as-Saqaf, Syeikh Ahmad
Jabarti, Syeikh Ismail bin Abdullah al-Minkabawi, Syeikh Abdul Ghafur
bin Abbas al-Manduri, dan masih banyak lagi.

Pada saat itu, Kesultanan Riau-Lingga dikenal sebagai pusat kebudayaan


Melayu yang giat mengembangkan bidang agama, bahasa, dan sastra. Oleh
karena RAH merupakan bagian dari keluarga besar kesultanan, maka ia
termasuk orang pertama yang dapat bersentuhan dengan pendidikan model
ini, yaitu bertemu langsung dengan tokoh-tokoh ulama yang datang ke
Pulau Penyengat. Ia belajar al-Qur?an, hadits, dan ilmu-ilmu agama
lainnya. Pendidikan dasar yang diperoleh RAH adalah sama dengan
anak-anak seusianya. Hanya saja, memang RAH memiliki kecerdasan yang di
atas rata-rata.

RAH juga mendapatkan pendidikan dari luar lingkungan kesultanan. Ketika


ia beserta rombongan ayahnya pergi ke Betawi pada tahun 1822
(sebagaimana akan dibahas pada bagian tersendiri), RAH memanfaatkan
momentum ini sebagai wahana untuk belajar. Ia juga pernah belajar bahasa
Arab dan ilmu agama di Mekkah, yaitu ketika ia bersama ayahnya dan
sebelas kerabat lainnya mengunjungi tanah suci Mekkah pada tahun 1828
(untuk berhaji). Mereka merupakan bangsawan Riau yang pertama kali
mengunjungi Mekkah. RAH beserta ayah dan rombongannya sempat ke Mesir,
setelah berkelana di Mekkah beberapa bulan. Ketika itu, RAH masih
berusia muda.

Selama berkelana di Mekkah, RAH memanfaatkan banyak waktunya untuk


menambah pengetahuan keagamaannya. Di tanah suci inilah, pendidikannya
seakan-akan mengalami peningkatan yang sangat tajam. Di sana ia sempat
berhubungan dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani. Ia belajar
kepadanya seputar pengetahuan bahasa Arab dan ilmu-ilmu keislaman
lainnya. Ulama ini merupakan sosok ulama terpandang di kalangan
masyarakat Melayu yang ada di Mekkah. Selama di Mekkah, RAH juga
bersahabat dengan salah seorang anak Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah
al-Banjari, yaitu Syeikh Syihabuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad bin
Abdullah al-Banjari.
4. Pengalaman Jabatan

Ketika masih dalam usia muda, RAH sudah diamanahi tugas-tugas kenegaraan
yang penting. Dalam usia 30 tahun, RAH mengikuti saudara sepupunya, Raja
Ali bin Ja?far, pergi ke seluruh kawasan Kesultanan Riau-Lingga hingga
ke pulau-pulau terpencil. Keperluan mereka adalah untuk memeriksa
kawasan tersebut. Ketika Raja Ali bin Ja?far dipercaya menjadi Wakil
Yang Dipertuan Muda di Kesultanan Riau-Lingga, RAH juga ikut membantu
pekerjaan saudara sepupunya itu.

Ketika usia RAH telah mencapai 32 tahun, ia beserta saudara sepupunya


itu dipercaya memerintah wilayah Lingga untuk mewakili Sultan Mahmud
Muzaffar Syah, yang pada saat itu masih berumur sangat muda. Ketika itu
Sultan Mahmud Muzaffar Syah belum mau menunjuk Yang Dipertuan Muda
pengganti Marhum Kampung Bulan yang telah meninggal dunia. Pada tanggal
26 Juni 1844 atau Hari Rabu 9 Jumadil-akhir 1260 H, RAH membuat petisi
yang isinya mendukung Raja Ali menjadi Wakil Yang Dipertuan Muda
Kerajaan Riau-Lingga. Petisi itu ditandatangani oleh para pendukung Raja
Ali.

Ketika Raja Ali bin Ja?far diangkat sebagai Yang Dipertuan Muda Riau
VIII pada tahun 1845, RAH diangkat sebagai penasehat keagamaan
kesultanan. Meski diserahi tanggung jawab kenegaraan yang begitu berat
karena menguras tenaga dan pikirannya, namun RAH tetap menunjukkan
profesionalitasnya sebagai penulis yang sangat produktif.

Bersama dengan Raja Abdullah Mursyid dan Raja Ali bin Ja?far, RAH
berdagang di Pulau Karimun dan Kundur. Mereka juga mengelola penambangan
timah. Ketika Yang Dipertuan Muda Riau Raja Ali bin Ja?far digantikan
oleh adiknya Raja Haji Abdullah Mursyid, RAH dan Raja Ali bin Ja?far
kemudian membangun lembaga ?/Ahlul Halli wa Aqdi/? yang membantu
jalannya roda pemerintahan kesultanan.

Menjelang wafatnya pada tahun 1858, Yang Dipertuan Muda Raja Haji
Abdullah Munsyi menulis surat wasiat yang isinya mengangkat RAH sebagai
pemegang segala pekerjaan hukum, yaitu semua urusan yang menyangkut
jurisprudensi Islam. Di sela-sela tugasnya sebagai abdi negara, pada
tanggal 7 Mei 1868, RAH mengetuai rombongan Kesultanan Riau-Lingga
menuju Teluk Belanga untuk menghadiri penobatan Tumenggung Johor Abu
Bakar sebagai Maharaja Johor. Pekerjaan sebagai penanggung jawab bidang
hukum Islam di Kerajaan Riau-Lingga diemban oleh RAH hingga ia meninggal
pada tahun 1873.

5. Aktivitas Nasional dan Internasional

*/5. 1. Perjalanan ke Betawi/*

RAH dikenal sangat dekat dengan ayahnya. Pada tahun 1822, RAH ikut
ayahnya ke Betawi selama tiga bulan. Ayahnya membawa rombongan
Kesultanan Riau-Lingga, termasuk istri dan dua orang anaknya, yaitu RAH
sendiri dan Raja Muhammad. Kepergian ayahnya beserta rombongan itu
adalah dalam suatu urusan Kesultanan Riau-Lingga dengan pemerintah
Hindia Belanda, tepatnya dalam urusan perdagangan dan penelitian. Secara
khusus, rombongan ini akan menemui Gubernur Jenderal Hindia-Belanda
Godart Alexander Gerad Philip Baron van der Capellen. Mereka bertolak
dari Riau dengan menggunakan sebuah /penjajab/, sebuah penisi, sebuah
?belah semangka?, dan sebuah perahu biasa. Perjalanannya dimulai dengan
bersinggah sebentar di Lingga, dan kemudian meneruskan pelayaran melalui
Selat Bangka.

Sesampainya di Betawi, RAH memanfaatkan sebaik-baiknya apa yang bakal


dilihat atau ditemuinya di sana. Ia sempat bertemu dengan Gubernur
Jenderal Godart Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen yang
menjamu rombongan Raja Ahmad di Istana Gubernur Jenderal Belanda. Ia
juga dapat berkenalan dengan beberapa orang Belanda yang menguasai
bahasa Melayu dengan baik. Ia juga dapat mengunjungi Bogor dan menonton
berbagai pertunjukan kesenian di sana, seperti opera. Ia juga sempat
mengunjungi ulama terkenal Betawi bernama Saiyid Abdur Rahman al-Mashri.

Rekaman peristiwa dan pengalaman RAH selama di Betawi dituangkan dalam


karyanya berjudul /Tuhfat al-Nafis/. Ada dua peristiwa penting dari
pengalamannya selama di Betawi yang kelak mempengaruhi pemikiran RAH.
/Pertama/, kesempatannya ketika menonton opera di Gedung Schouwburg
(yang kini bernama Gedung Kesenian Pasar Baru Jakarta). Bangunan gedung
ini bentuknya seperti rumah yang lekuk ke dalam tanah./ Kedua/,
pertemuannya dengan Christiaan van Angelbeek, penerjemah resmi Biro
Urusan Pribumi pada Pemerintah Hindia Belanda.

Pada abad ke-19, sebenarnya ada tiga buah gedung yang sering digunakan
sebagai tempat pertunjukan kesenian di Betawi, yaitu Gedung Schouwburg,
Gedung Societet de Harmonie, dan Gedung Societet Concordia. Gedung
terakhir tidak mungkin ditonton oleh RAH dan rombongan Kesultanan
Riau-Lingga karena baru dibangun setelah kedatangan mereka, yaitu pada
tahun 1833. Gedung Societet de Harmonie sendiri dibangun pada tahun 1815
dengan kapasitas tempat duduk 250 orang dan beratapkan rumbia. Oleh
Daendels, gedung ini difungsikan sebagai gedung pameran. Pada tahun
1821, gedung ini dipugar kembali untuk dijadikan sebagai gedung teater
dengan luas 1.476 meter persegi dan diberi nama Schouwburg.

Pernah ada perdebatan tentang manakah yang benar: di Gedung Societet de


Harmonie atau di Gedung Schouwburg sebagai tempat RAH dan rombongan
Kesultanan Riau-Lingga menonton berbagai pertunjukan kesenian? Teks
dalam /Tuhfat al-Nafis/ disebutkan: ?/Syahdan pada satu malam datang
panggil Gubernur Jenderal segala anak raja utusan itu; yang disuruhnya
yaitu Sayid Hasan. Maka pergilah sekalian utusan itu. Maka lalulah
dibawanya kepada satu rumah main wayang, Holanda, kata orang namanya
wayang komedi, dan sifat rumahnya itu lekuk ke dalam tanah..../?.
Berdasarkan teks ini, maka jelas bahwa gedung yang ditontoh RAH dan
rombongan Kesultanan Riau-Liangga adalah Gedung Schouwburg (yang
terbaru), bukan Gedung Societet de Harmonie.

Pada tahun 1826, RAH juga pernah ikut ayahnya pergi ke pesisir utara
Pulau Jawa, selain Betawi. Ayahnya melakukan perjalanan ke sana dengan
tujuan berniaga agar dapat menghasilkan dana untuk pergi haji. Menurut
cerita, RAH sempat sakit di Kota Juana, bahkan dalam keadaan koma
(hampir meninggal). Ayahnya sempat membelikan keranda karena mengira
anaknya akan meninggal. Namun atas kuasa Allah SWT, RAH akhirnya dapat
sembuh kembali.

*/5. 2. Perjalanan ke Mekkah/*

Sebagaimana telah sedikit dibahas pada bagian sebelumnya, pada tahun


1828 RAH mengikuti sejumlah rombongan Kesultanan Riau-Lingga untuk
menunaikan ibadah haji yang dipimpin oleh ayahnya sendiri (Raja Ahmad).
Pada tanggal 5 Maret 1828 atau 18 Sya?ban 1243, rombongan ini sampai di
Jeddah. Sejak menunaikan ibadah haji itu, Raja Ahmad dikenal dengan
gelar Engku Haji Tua dan anaknya (RAH) mulai bergelar Raja Ali Haji.
Selama berkelana di Mekkah, RAH banyak mendapat ilmu yang sangat
berharga dalam kehidupan dan perkembangan intelektualnya.

Sekembalinya dari tanah suci, RAH menjadi ulama terkemuka di masanya.


Ketika saudara sepupunya yang bernama Raja Ali bin Raja Ja?far menjadi
Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau VIII (tahun 1845-1857) menggantikan
saudaranya Raja Abdur Rahman bin Raja Haji Yamtuan Muda Kerajaan Riau
VII (tahun 1833-1845), RAH diminta oleh sepupunya itu untuk mengajar
agama Islam di lingkungan Kesultanan Riau-Lingga. Bahkan, Raja Ali bin
Raja Ja?far juga ikut belajar kepada RAH.

RAH menjadi tumpuan banyak orang yang menanyakan masalah-masalah


keislaman. Dengan penuh kesabaran, ia menuntun dan membimbing masyarakat
dengan segala keahliannya. Ia dikenal ahli dalam bidang agama, sastra,
bahasa, sejarah, hukum, dan tata negara. Ia mengajarkan ilmu nahwu, ilmu
sharaf, ilmu ushuluddin, ilmu fikih, ilmu tasawuf, dan pengetahuan agama
lainnya. Ada banyak tokoh ulama setelah itu yang merupakan murid RAH, di
antaranya adalah Raja Haji Abdullah yang kemudian menjadi Yang Dipertuan
Muda Riau IX (tahun 1857-1858) dan Saiyid Syaikh bin Ahmad al-Hadi.

*/5. 3. Aktivitas Kepenulisan/*

Usia 40 tahun adalah masa di mana RAH banyak mencurahkan perhatiannya


pada penulisan karya-karya sastra. Ia tercatat sebagai penulis paling
produktif di masanya. Kesultanan Riau-Lingga, Johor, dan Pahang ketika
itu menjadi terkenal berkat karya-karya RAH yang banyak dibicarakan
pakar bahasa dan sastra di Nusantara dan juga di luar negeri.

Adapun aktivitas kepenulisan RAH digambarkan berikut ini. Pada tahun


1846, RAH menyelesaikan penulisan karya /Gurindam Dua Belas/, yang
diterbitkan dalam bahasa Belanda /Tijdschrift van het Bataviaasch
Genootschap II/ (oleh E. Netscher) pada tahun 1854. Karyanya berjudul
/Bustanul Katibin/ selesai dicetak di Betawi pada tahun 1850. Pada
tanggal 15 April 1857, karya ini dicetak-batu di Pulau Penyengat. Pada
tahun ini pula, RAH dan Haji Ibrahim bekerjasama dengan H. Von de Wall
menyusun sebuah kamus bahasa Melayu. Pada tahun ini, RAH menyiapkan
naskah berjudul /Muqaddimah fi Intizam al-Wazaif al-Mulk Khususan ila
Maulana wa Shahibina Yang Dipertuan Muda Raja Ali al-Mudabbir lil Biladi
al-Riauwiyah wa Sairi Dairatihi/, yaitu sebuah risalah tipis yang
berisikan tiga buah /wazifah/ yang dijadikan sebagai pegangan oleh
pemegang kendali hukum sebelum menjatuhkan (putusan) hukuman. Pada tahun
1865, karyanya /Silsilah Melayu dan Bugis/ selesai ditulis. Pada tahun
1866, RAH menyelesaikan karya /Syair Hukum Nikah/ atau /Kitab Nikah/
atau /Syair Suluh Pegawai/. Pada tanggal 25 November 1866, RAH
menyelesaikan /Tuhfat al-Nafis/.

RAH dikenal dekat dengan Hermann von de Wall yang nama aslinya adalah
Hermann Theodor Friedrich Karl Emil Wilhelm August Casimir von de Wall
(kelahiran Giessen, Jerman, tanggal 30 Maret 1807). Pada bulan November
hingga Desember 1807, RAH menyiapkan sebuah silsilah untuk sahabatnya
itu. Pada tanggal 12 Juni 1862, RAH menyarankan kepada Hermann von de
Wall agar menyusun sebuah kamus bahasa Melayu. Kerjasama mereka
berlanjut hingga tahun 1870, di mana H. Von de Wall menerbitkan
/Bustanul Katibin/ karya RAH sebagai ?/Kitab perkeboenan djoeroetoelis
bagi kanak-kanak yang hendak menoentoet belajar akan dija/?. Atas
kerjasama sahabatnya itu pula, pada tahun 1872 karya RAH berjudul
/Tjakap-2 Rampai-2 Bahasa Malajoe Djohor/ jilid II diterbitkan oleh
Percetakan Gupernemen di Betawi (Batavia). Pada tanggal 2 Mei 1873, H.
Von de Wall meninggal dunia. Sebagaimana disebutkan di atas,
diperkirakan RAH meninggal dunia pada tahun yang sama.

6. Penghargaan

Pada tanggal 10 November 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono


menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada RAH pada saat peringatan
Hari Pahlawan 10 November di Istana Negara, Jakarta. Buku karya RAH
berjudul /Kitab Pengetahuan Bahasa/ (selesai ditulis tahun 1851 M,
dicetak di Singapura tahun 1925 M) telah ditetapkan dalam Kongres Pemuda
Indonesia 28 Oktober 1928 sebagai bahasa nasional (Indonesia). Atas
dasar kontribusi yang sangat penting inilah, penghargaan tersebut memang
layak diberikan kepada Raja Ali Haji. (HS/tkh/33/12-07).

You might also like