You are on page 1of 25

Pengaruh Inflasi dan Tingkat Suku Bunga Terhadap

Return Saham Emiten yang tergabung di LQ 45 Priode


2009;01 -2010;08
(Oleh : Aryo Dwiatmojo Raksa Buana) 1
Universitas Mataram (NTB)

ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh inflasi dan
tingkat suku bunga Bank Indonesia terhadap Return Saham Perusahaan
yang tergabung di LQ 45. penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
variabel mana yang memiliki pengaruh Dominan Terhadap Return saham
Perusahaan di LQ 45 tersebut.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif/
hubungan. Sementara itu untuk menentukan jumlah sampel dalam
penelitian ini, digunakan tehnik purposive sampling, sehingga jumlah
sampel adalah 13 Emitenn, dari total populasinya 45 Emiten. Teknik
analisis yang digunakan adalah metode statistik diskriptif, kemudian alat
analisis yang digunakan adalah regresi data panel dengan dua model
yaitu : 1) model common 2) model Random Effect yang di aplikasikan
dengan program Eviews versi 5.00. Dimana Setiap variabel yang diteliti
diukur merupakan skala rasio.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa model yang efisien adalah
model Random Effect, karena model ini dapat meningkatkan nilai F
hitung, dan R-square, serta dapat mengurangi standar error. Hasil
Estimasi random effect menunjukan bahwa Inflasi berpengaruh signifikan
negatif terhadap return saham, begitu juga variabel tingkat suku bunga
bank Indonesia berpengaruh signifikan negatif terhadap return saham
perusahaan yang tergabung di LQ 45.
Berdasarkan Hasil Penelitian ini, maka disarankan Agar Investor
lebih peka dalam menilai kelayakan Investasi di pasar modal, terutama
hal-hal yang terkait dengan analisis Fundamental, karena pada dasaranya
variabel-variabel makro maupun mikro adalah sinyal penting untuk
memperoleh return yang diharapkan.

Kata Kunci : Pengaruh inflasi dan Suku Bunga terhadap Return Saham LQ
45

1. PENDAHULUAN
Tahun 2007 hingga 2008 ini menjadi tahun yang amat berat bagi
ekonomi dunia. Setelah krisis bahan bakar (fuel) dan pangan (food), saat
ini ekonomi dunia dihadapkan pada krisis finansial (financial) yang
dampaknya telah begitu terasa dan masih akan terus berlangsung. Untuk
1
Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


1
krisis terakhir, yaitu krisis finansial, karena berasal dari Amerika Serikat
(AS), pelaku nomor satu ekonomi dunia saat ini, maka dampaknya
berimbas pada lebih banyak bidang dan melibatkan lebih banyak negara,
termasuk Indonesia. Alan Greenspan, mantan Gubernur Bank Sentral AS
(The Fed) bahkan menyebut krisis ini sebagai ‘once-in-century’ financial
crisis-nya yang akan dan terus membawa dampak terhadap
perekonomian global. International Monetary Fund (IMF) bahkan
menyebutnya sebagai „largest financial shock since Great Depression‟,
yang menandakan betapa dalam krisis telah terjadi.
Sementara itu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, dampak
krisis golbal begitu jelas terasa. Selain jatuhnya nilai IHSG di Bursa Efek
Indonesia hingga penutupan aktivitas bursa beberapa waktu lalu, dampak
krisis juga nampak dari mulai turunnya omset ekspor produk-produk
Indonesia ke pasaran dunia, terutama AS, termasuk juga yang dikelola
oleh pengusaha bidang UKM. Pemerintah sendiri juga telah melakukan
berbagai upaya antisipatif menghadapi kemungkinan terburuk dari krisis
tersebut. Paparan berikut dimaksudkan untuk melihat sejauh mana
kemampuan ekonomi nasional dalam menghadapi krisis yang tengah
berlangsung, sekaligus mencoba melihat alternatif solusi jangka panjang
bagi ekonomi Indonesia ( Hamid, 2004).
Akibat terjadinya krisis menyebabkan variabel-variabe makro
bergejolak, inflasipun mengalami peningkatan. Adapun peningkatan
inflasi tersebut dapat dilihat pada grafik1. dibawah ini :

Grafik 1. Signal Inflasi

Sumber: The Economist

Tingginya inflasi terus berlangsung hingga paruh ke dua tahun 2009.


BI menyikapi tingginya inflasi dengan menaikkan suku bunga secara
bertahap sebesar 25 basis point per bulan yang kini pada tingkatan 9,5
persen. Dengan perkiraan inflasi pada tahun 2009 sekitar 6,5-7,5 persen
tingkat BI Rate ini dianggap memadai.

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


2
Upaya untuk mengatasi ketatnya likuiditas di satu sisi dan tingginya
inflasi di sisi lain tampaknya saling bertentangan. Untuk melawan inflasi
dibutuhkan kebijakan uang ketat, sedangkan untuk mengatasi persoalan
ketatnya likuiditas di perbankan dibutuhkan aliran dana ke dalam
perekonomian. Tampaknya BI dan pemerintah berupaya melakukan
kebijakan bersifat hibrid, yaitu mengurangi tekanan likuiditas dengan
berupaya mengendalikan inflasi, paling tidak dalam enam bulan ke
depan saat inflasi masih tinggi.
Sementara itu Semenjak SBY memimpin Indonesia baik Kurs Rupiah
maupun IHSG terlihat Stabil (lihat Gambar 10). Namun terjadinya krisis
financial global membuat pemerintah dan beberapa departemen di
Indonesia mengeluarkan beberapa langkah antisipasi. Kepanikan investor
yang membuat jatuhnya indeks saham sampai level 1400 membuat BEI
dan pemerintah melakukan suspensi atas aktivitas perdagangan di bursa.
Ernyata krisis keuangan global tidak hanya menyebabkan
terjadinya peningkatan Inflasi, namun menyebabkan juga kurs mengalami
depresiasi, grafik 2 dibawah ini menggambarkan keadaan yang
sebenarnya terjadi.

Grafik 2. Perkembangan Kurs akibat krisis keuangan global

Namun tampaknya intervensi yang telah dilakukan pemerintah pun


belum berhasil untuk menahan nilai kurs rupiah, bahkan pada 10 oktober
2008 kemarin dolar sempat menembus Rp. 10.650,-. Kebijakan BI untuk
menaikkan suku bunga menjadi 9,5% ternyata belum mampu menahan
gejolak dan tekanan krisis. Terjadinya krisis ini mau tidak mau sangat
berpengaruh terhadap usaha bisnis yang ada di Indonesia yang
berhubungan dengan kegiatan investasi seperti pembiayaan, asuransi,
bank, properti dan industri yang terkait dengan ekspor.
Untuk bisnis pembiayaan sendiri, keringnya likuiditas di pasar akan
sangat menghambat industri multifinance untuk mengembangkan
pembiayaannya sehingga pertumbuhan sampai akhir tahun ini diprediksi

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


3
10-20%. industri pembiayaan yang mencakup consumer finance, leasing,
dan anjak piutang mayoritas mengandalkan sumber dana dari pinjaman
bank dan sebagian kecil dari pinjaman langsung lainnya dalam negeri dan
asing. Sulitnya mendapatkan funding dari bank dengan sendirinya akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit baru yang memiliki beban
suku bunga pembiayaan lebih tinggi menyesuaikan dengan naiknya biaya
dana. Tingginya suku bunga yang ditetapkan BI dikhawatirkan akan
menurunkan kualitas pembiayaan, yakni potensi naiknya pembiayaan
macet menjadi lebih besar meski kucuran pembiayaan dilakukan dengan
sangat hati-hati.
Kerena itu para pelaku bisnis di pembiayaan ini harus mencari
sumber dana lain. Jika melalui bank local sulit mendapatkan dana, maka
segera ekspansi untuk menggaet mitra bank asing yang memiliki
likuiditas yang tinggi. Pemerintah harusnya juga menciptakan iklim yang
kondusif untuk bisnis pembiayaan ini, misalnya dengan membuka
kesempatan kepada multifinance mendapat dana dari industri asuransi
atau dana pensiun sehingga tak hanya mengandalkan dana dari bank
ataupun obligasi. Di samping itu, perlu juga dibuat aturan mengenai
kepemilikan asing dalam lembaga pembiayaan.
Sama halnya dengan industri asuransi, jatuhnya saham domestik
ini berpotensi negetif terhadap pemegang polis asuransi unit link.
Walaupun untungnya, unit link menempatkan dananya di saham masih
sedikit apabila dibandingkan dengan fix income, namun saat ini
perusahaan asuransi harus mulai untuk melihat potensi atau peluang
investasi di sektor riil. Memang investasi di sektor ini membuat asset
kurang liquid, akan tetapi dalam jangka panjang, investasi sektor riil yang
dikelola secara hati hati akan menjadi salah satu alternatif pendapatan
yang menjanjikan untuk industri asuransi.
Krisis keuangan yang memberikan dampak negatif tersebut
ternyata juga menyebabkan Indeks LQ 45 mengalami kemerosotan, hal ini
tergambarkan oleh merosotnya harga saham Indeks harga pasar Saham
gabungan (IHSG). Oleh karena variabel makro ekonomi adalah faktor yang
sangat penting bagi Investor untuk menanamkan modalnya pada Saham
yang tepat oleh Karena itulah Investr harus melakukan penilaian
terhadap kondisi perekonomian makro. Kondisi makro yang
mempengaruhi kondisi pasar, mempengaruhi pemodal. Dalam kebijakan
makro dilemma yang harus dihadapai otoritas moneter adalah
berkurangnya efektifitas instrument tingkat bunga untuk menurunkan laju
inflasi, serta konsekuaensinya terhadap nilai tukar kita ( Goeltom; 1998).
rSelain itu, juga tingkat bunga yang tinggi juga akan mempengaruhi laju
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Beberapa bukti Empiris juga membuktikan tentang pengaruh inflasi
, suku bunga terhadap return saham menunjukan hasil yang berbeda-
beda ; ( adler manurung : 1994; Claude et al. 1996: Indi Sutopo dan
Sudarto, 1999 : dan Eny Pudjiastuti, 2000). Sementara bukti empiris luar
negeri ( Claude et al, 1996) bahwa return tidak dipengaruhi oleh factor

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


4
ekonomi ( termasuk tingkat inflasi) tapi dipengaruhi politik. Dengan bukti
empiris yang berbeda tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yg
menghubungkan factor-faktor tersebut diatas pengaruhnya terhadap
return saham.
Berdasarkan latarbelakang krisis keuangan global dan research gap
dari penelitian terdahulu di atas, maka permasalahan utama dari
penelitian ini adalah 1) Apakah Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap return saham Perusahaan yang tergabung di LQ 45. 2) Apakah
tingkat uku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return
saham Perusahaan yang tergabung di LQ 45.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh variabel makro
ekonomi terhadap kinerja saham menunjukkan hasil yang berbeda
sebagaimana yang ditemukan oleh Tirapat dan Nitayagasetwat (1999)
bahwa terdapat sensitivitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi
yang disebut resiko sitematik perusahaan yang diperoleh dari hasil regresi
return saham perusahaan dengan variabel makro ekonomi tersebut.
Selanjutnya, beberapa penelitian sebelumnya tentang harga saham
dengan nilai tukar uang (domestik terhadap US dolar) yang dilakukan di
berbagai negara menunjukkan hasil yang berbeda.
Frank danYoung (Saini dkk, 2002) yang meneliti US MNCs
menemukan bahwa tidak ada pola yang pasti (no recognizable pattern)
dari hubungan harga saham dengan nilai tukar uang. Bahmani-Oskooee
dan Sohrabian (1992) menyimpulkan bahwa ada feedback interaction
antara harga saham di Amerika dengan nilai tukar uang. Tetapi Ang dan
Ghalap (dalam Saini dkk, 2002) yang meneliti lima belas US MNCs juga
menunjukkan hal lain yaitu bursa saham saat itu adalah efisien dan harga
saham menyesuaikan dengan cepat terhadap perubahan nilai tukar uang.
Selanjutnya Smith (1992) menemukan bahwa nilai tukar uang mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap return saham di Jerman, Jepang dan
Amerika.
Hal senada diungkapkan oleh Granger dkk (2000) bahwa nilai tukar
berpengaruh (lead) terhadap harga saham di Jepang, Hongkong dalam
periode Januari 1995 sampai November 1997 dan Januari 1986 sampai
November 1987. Sementara itu dalam kasus di emerging market seperti
India, Pakistan, Korea Selatan dan Filipina. Dengan menggunakan data
bulanan selama Juli 1985 sampai Juli 1994, Abdalla dan Murinde (1997)
menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh (lead) terhadap harga saham
di India, Pakistan dan Korea Selatan sedangkan di Filipina justru harga
saham yang takes the lead. Tetapi temuan Granger dkk (2000)
menunjukkan hal lain. Dengan menggunakan data selama periode Januari
1987 sampai Desember 1994 di Phlippines Market dalam penelitian
tersebut ditemukan bahwa nilai tukar berpengaruh (lead)

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


5
terhadap harga saham.
Penelitian yang dilakukan Ma dan Kao (1990) menemukan bahwa
dengan menggunakan data untuk enam negara, apresiasi (menguatnya)
uang domestik berpengaruh negatif pada pergerakan harga saham
domestik untuk perekonomian yang didominasi ekspor dan berpengaruh
positif pada pergerakan harga saham domestik di suatu perekonomian
yang didominasi impor.
Selanjuntya Ajayi dan Mougue (dalam Setyorini dkk., 2000) melalui
pendekatan kontegrasi, Error Correction Model (EMC) untuk menguji
hubungan dinamis antara nilai tukar uang dan indeks saham di delapan
negara maju, negara industri, yaitu: Kanada, Perancis, Jeman, Italia,
Jepang, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa
pasangan indeks saham dan nilai tukar untuk di tiap negara
berkointegrasi. Selanjutnya hasil estimasi menunjukkan bahwa di keenam
negara tersebut (kecuali Kanada dan Belanda), perubahan di pasar uang
asing ditransmisikan ke pasar saham dan sebaliknya. Selanjutnya
Setyorini dkk. (2000) menyimpulkan bahwa dari hasil pengujian kasualitas
menunjukkan bahwa pergerakan IHSG mempengaruhi pergerakan kurs
rupiah terhadap US dolar di pasar valuta asing secara signifikan, bukan
sebaliknya, dan IHSG berpengaruh negatif dan signifikan pada kurs rupiah
terhdap dolar AS
secara long run dan short run.
Sementara itu, hubungan antara suku bunga (interest rate) dengan
return saham terdapat perbedaan hasil antara lain temuan Granger
(dalam Mok, 1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif
antara suku bunga dan harga saham tetapi Mok (1993) sendiri dengan
menggunakan model analisis Arima tidak menemukan hubungan yang
signifikan antara kedua variabel ini.
Selanjutnya, penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan
return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia, 2003)
menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat
profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi
yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan
turunnya harga saham perusahaan tersebut. Sementara dalam
penelitiannya, Park (2000) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
negatif antara return saham dan inflasi. Demikian juga Adams et al (2004)
menyatakan bahwa berita mengenai inflasi mempunyai dampak pada
return saham.

2.2. Tinjauan Teori


2.2.1. Pasar Modal
Pasar modal merupakan alternatif penghimpunan dana selain
sistem perbankan. Menurut Suad Husnan (1994), pasar modal adalah
pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang
dapat diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun
modal sendiri (saham) yang diterbitkan pemerintah dan perusahaan

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


6
swasta. Pasar modal sebagai salah satu sumber pembiayaan eksternal
jangka panjangbagi dunia usaha khususnya perusahaan yang go public
dan sebagai wahana investasi bagi masyarakat (Farid Harianto dan
Siswanto Sudomo, 1998).
Kepemilikan saham oleh masyarakat melalui pasar modal, dapat
menjadikan masyarakat bisa menikmati keberhasilan perusahaan melalui
pembagian deviden dan peningkatan harga saham yang diharapkan.
Kepemilikan saham oleh masyarakat juga dapat memberikan pengaruh
positif terhadap pengelolaan perusahaan melalui pengawasan langsung
oleh masyarakat.

2.2.2. Kinerja Saham


Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return, karena
investor selalu mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap
risiko investasi yang dihadapinya. Menurut Brigham et al. (1999:192),
pengertian dari return adalah “measure the financial performance of an
investment”. Pada penelitian ini, return digunakan pada suatu investasi
untuk mengukur hasil keuangan suatu perusahaan.
Horne dan Wachoviz (1998:26) mendefinisikan return sebagai:
“Return as benefit which related with owner that includes cash dividend
last year which is paid, together with market cost appreciation or capital
gain which is realization in the end of the year”.
Menurut Jones (2000:124) “return is yield dan capital gain (loss)”.
(1) Yield, yaitu cash flow yang dibayarkan secara periodik kepada
pemegang saham (dalam bentuk dividen), (2) Capital gain (loss), yaitu
selisih antara harga saham pada saat pembelian dengan harga saham
pada saat penjualan. Hal tersebut diperkuat oleh Corrado dan Jordan
(2000:5) yang menyatakan bahwa ”Return from investment security is
cash flow and capital gain/loss”. Berdasarkan pendapat yang telah
dikemukakan, dapat diambil kesimpulan return saham adalah keuntungan
yang diperoleh dari kepemilikan saham investor atas investasi yang
dilakukannya, yang terdiri dari dividen dan capital gain/loss.
Jogiyanto (1998) menjelaskan bahwa terdapat 2 (dua) unsur pokok
return total saham, yaitu: capital gain dan deviden. Capital gain
merupakan hasil yang diperoleh investor dari selisih antara harga
pembelian (kurs beli) dengan harga penjualan (kurs jual). Artinya jika kurs
beli lebih kecil dari pada kurs jual maka investor dikatakan memperoleh
capital gain, dan sebaliknya disebut dengan capital loss. Sedangkan
deviden merupakan hasil yang diperoleh oleh investor akibat memiliki
saham perusahaan, yang dapat diterima dalam bentuk kas (cash deviden)
maupun dalam bentuk saham (stock deviden).
Dalam penelitian ini, return saham yang dimaksud adalah capital
gain atau capital lost yang didefinisikan sebagai selisih dari harga
investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu. Dari definisi
tersebut return saham dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :
dimana :

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


7
it R = return saham individual i pada periode t
it P = harga saham individual i pada periode t
it−1 P = harga saham individual i pada periode t – 1

2.2.3. Hubungan Variabel Makro Ekonomi Terhadap Kinerja


Saham
Banyak hal mempengaruhi naik turunnya kinerja saham di
antaranya faktor makro ekonomi seperti inflasi, nilai tukar uang, dan suku
bunga sebagaimana yang ditemukan oleh Tirapat dan Nitayagasetwat
(1999). Berikut penjelasan hubungan beberapa variabel makro ekonomi
terhadap kinerja saham.

2.2.3.1 Hubungan Nilai Tukar Uang Terhadap Return Saham


Secara teori ada dua sudut pandang tentang keterkaitan antara
harga saham dan nilai tukar. Di satu sisi, para pendukung model
‘portfolio-balance” meyakini bahwa harga saham mempengaruhi nilai
tukar uang secara negatif (Saini dkk., 2002). Equitas yang merupakan
bagian dari kekayaan (wealth) perusahaan dapat mempengaruhi nilai
tukar uang melalui permintaan uang.
Sebagai contoh semakin tinggi harga saham akan menyebabkan
semakin tinggipermintaan uang dengan tingkat bunga yang semakin
tinggi pula. Sehingga, hal ini akan menarik minat investor asing untuk
menanamkan modalnya dan hasilnya terjadi apresiasi terhadap mata
uang domestik.
Selanjutnya, harga saham juga mempengaruhi nilai tukar uang
melalui permintaan uang (money demand equation), yang membentuk
suatu basis model alokasi portofolio dan moneter dari determinasi nilai
tukar uang. Pada kondisi tertentu yang mencerminkan aktivitas ekonomi
riil, perubahan harga saham menyebabkan peningkatan permintaan uang
riil dan nilai mata uang domestik (Ajayi, Ibrahim, 2000). Solnik (dalam
Ibrahim, 2000) menyatakan bahwa harga saham dapat mencerminkan
variabel makroekonomi, karena menunjukkan ekspektasi pasar terhadap
aktivitas ekonomi riil. Semenjak model nilai tukar uang semisal model
moneter mengkorelasikan nilai tukar tersebut terhadap variabel makro
ekonomi, maka perubahan dalam harga saham dapat menyebabkan efek
dari nilai tukar. Solnik (dalam Ibrahim, 2000) juga menemukan hubungan
positif yang lemah antara perbedaan return saham (domestik dikurangi
luar negeri) dengan perubahan dalam nilai tukar riil. Mok (1993)
menemukan bahwa nilai tukar (FOREX) dan harga saham merupakah dua

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


8
variabel yang independen. Tetapi ada kausalitas dua arah antara
FOREXvdan harga saham penutupan dan pembukaan
saham. Nilai tukar mempengaruhi harga saham, tapi pertumbuhan
pasar saham juga mendesak pengaruh positif dari nilai tukar. Indeks SCC
(Structural Contagion Coefficient) yang negative juga menunjukkan bahwa
hubungan antara harga saham dan nilai tukar adalah posistif, yang berarti
ketika dolar Hongkong terdepresiasi, harga saham juga turun dan begitu
pula sebaliknya.
Menurut Damele dkk (2004), pergerakan pasar dapat juga
merupakan hasil dari market contagion (penularan dari pasar lain). Dalam
kondisi asimetri informasi terhadap harga pasar, perubahan harga pada
satu segmen pasar dapat bergantung dari perubahan harga dalam
segmen lain melalui SCC. Sehingga, pasar tidak menyerap seluruh
informasi secara simultan dan pergerakan harga menunjukkan lead/lag
struktur korelasi. Bany, Amain dan Hook (dalam Damele dkk., 2004)
meneliti hubungan antara KLSE dan nilai tukar di Kualalumpur Stock
Exchange menemukan bahwa return saham nampak mengikuti
pergerakan nilai tukar selam periode ini. Sementara itu Ang dan Gallob
(dalam Damele dkk., 2004) menemukan bahwa harga saham bergerak
secara cepat mengikuti pergerakan nilai tukar. Karmarka dan Kawadia
(dalam Damele dkk., 2004) menemukan hubungan yang kuat antara nilai
tukar dolar AS terhadap Rupee dengan stock market India. Dengan
menggunakan indek sektoral yang berbeda penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa ketika Rupee terdepresiasi maka stock market
terapresiasi begitu pula sebaliknya.
Bahmani-Oskooee dan Sohrabian (1992) menawarkan penjelasan
lain dari efek harga saham terhadap nilai tukar dimana hasil kenaikan
dalam keseimbangan riil akan menghasilkan kenaikan tingkat bunga.
Sehingga, aset financial domestik akan menjadi lebih atraktif. Sebagai
hasilnya, para investor akan menyesuaikan portofolio aset dalam dan luar
negeri melalui permintaan lebih banyak aset domestik. Penyesuaian
portofolio dari perusahaan tersebut akan menghasilkan apresiasi mata
uang domestik, karena mereka membutuhkan mata uang domestik untuk
traksaksi tersebut. Qiao (dalam Ibrahim, 2002) juga menegaskan bahwa
perubahan dalam harga saham dapat mempengaruhi aliran masuk dan
aliran keluar dari modal, yang akan menghasilkan perubahan dalam nilai
mata uang. Ibrahim (2002) menemukan bahwa dalam pengujian
multivariat ada kausalitas satu arah (uni-directional) dari indeks pasar
saham (stock market index) terhadap nilai tukar. Selanjutnya, nilai tukar
dan indek pasar saham dipengaruhi oleh suplay uang dan begitu pula
sebaliknya.
Tetapi di sisi yang lain, para ekonom lain yakin bahwa apresiasi
mata uang dalam sistem nilai tukar mengambang (the floating exhange
rate regime) akan mempengaruhi daya saing produk lokal secara
internasional dan posisi neraca perdagangan. Sehingga, aliran kas

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


9
perusahaan di masa datang akan terpengaruh karena buruknya output riil
dan hal ini menurunkan harga saham.
Intinya, model tersebut menyimpulkan bahwa nilai tukar
berpengaruh pada harga saham secara positif (Saini dkk., 2002). Dalam
sektor properti, kondisi nilai tukar rupiah yang menurun pernah
berdampak demikian buruk mengingat banyak perusahaan properti
memiliki hutang luar negeri. Kinerja yang menurun akan berdampak pula
pada penurunan return saham, terutama di dunia properti.

2.2.3.2. Hubungan Suku Bunga Terhadap Return Saham


Suku bunga merupakan harga atas dana yang dipinjam (Reilly and
Brown, 1997). Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan
kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku
saat itu. Apakah akan menerbitkan sekuritas ekuitas atau hutang/obligasi.
Karena penerbitan obligasi/ penambahan hutang hanya dibenarkan jika
tingkat bunganya lebih rendah dari earning power dari penambahan
modal tersebut (Riyanto,1990). Suku bunga yang rendah akan
menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah. Suku bunga yang
rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan
menyebabkan harga saham meningkat. Dalam dunia properti, suku bunga
berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak
kuat pada kinerja perusahaan properti yang berakibat langsung pada
meningkatnya return saham. Pengaruh signifikan dari suku bunga
terhadap harga saham sebagaimana yang ditemukan Granger (dalam
Mok, 1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara
suku bunga dan harga saham.
Kaitan antara suku bunga dan return saham dikemukakan pula oleh
Boedie et al (1995) yang menyatakan bahwa perubahan harga saham
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah suku bunga.
Hal tersebut didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami
dan Rahayu (2003) yang menemukan secara empiris pengaruh suku
bunga terhadap harga saham di LQ 45.

2.2.3.3. Hubungan Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham


Inflasi menunjukkan arus harga secara umum (Samuelson, 1992).
Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik
individu maupun perusahaan. Penelitian tentang hubungan antara inflasi
dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia,
2003) yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin
menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit
perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham
dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003)
membuktikan secara empirik pengaruh inflasi terhadap harga saham,
semakin tinggi tingkat inflasi semakin rendah return saham. Penelitian
tersebut juga dilakukan oleh Adams et al (2004) yang menemukan secara

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


10
signifikan pengaruh negatif inflasi terhadap return saham. Inflasi yang
tinggi bagi perusahaan properti akan menurunkan profitabilitas
perusahaan sehingga return saham pun dapat terpengaruh.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif adalah merupakan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih.
Dengan penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat
berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala
(Sugiyono,2006 :11).

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi adalah kumpulan individu atau obyek penelitian yang
memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang ditetapkan. Berdasarkan
kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok
individu atau obyek pegamatan yang minimal memiliki satu persamaan
karakteristik (Cooper, Emory, 1999).
Populasi dari penelitian ini adalah 45 Emiten yang masuk dalam
kategori LQ 45 yang terdaftar di BEJ (Bursa Efek Jakarta) selama periode
penelitian (2009;01–2010:8) sebanyak 45 perusahaan. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non
probability sampling. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling, dimana peneliti memiliki kriteria atau tujuan tertentu
terhadap sampel yang akan diteliti (Indriantoro, 1999).
Sampel penelitian diambil secara purposive sampling, dimana
sample harus memenuhi kriteria:
1. Perusahaan properti yang telah dan masih tercatat (listed) di BEJ
pada Januari tahun 2005 s/d. Desember 2010.
2. Perdagangan saham emiten tidak pernah disuspend selama lebih
dari satu bulan.
3. Saham diperdagangkan minimal 1 bulan sekali.
4. Data tersedia untuk dianalisis. Berdasarkan kriteria tersebut
diperoleh 13 emiten yang dapat dianalisa .

3.3. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
meliputi rata-rata harga saham emiten-emiten di LQ 45 yang diperoleh
dari situs ( www.duniainvestasi.com) , suku bunga (SBI), dan inflasi yang
dipublikasikan periode tahun 2009 ; 01 sampai dengan tahun 2010 ; 08
yang dikutip dari situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id).

3.4. Tehnik pengumpulan data

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


11
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
mendokumentasikan yaitu dengan mencatat data yang tercantum pada
Indonesian Capital Market Directory Indonesian Capital Market Directory
untuk data rata-rata harga saham bulanan, dan situs resmi Bank
Indonesia (www.bi.go.id) untuk data kurs dan suku bunga, serta BPS (Biro
Pusat Statistik) untuk data inflasi.

3.5. Teknis Analisis


Teknik analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
analisis data kuantitatif, untuk memperkirakan secara kuantitatif
pengaruh dari beberapa variabel independen secara bersama-sama
maupun secara sendiri-sendiri terhadap variabel dependen. Hubungan
fungsional antara satu variabel dependent dengan variable independen
dapat dilakukan dengan regresi data panel dan menggunakan data
gabungan antara cross section dan time series.
Metode analisis yang digunakan adalah Polled least squared
dengan model common effect dan random effect. Data panel merupakan
gabungan data cross section dan data time series. Kerangka umum data
panel untuk satu variabel independen diberikan pada Tabel

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


12
Banyaknya unit waktu di setiap unit individu inilah yang
mencirikan apakah data panel tersebut seimbang atau tidak. Jika tiap-
tiap unit individu diobservasi dalam waktu yang sama maka data panel
dikatakan seimbang (balanced panel data). Sedangkan jika tidak
semua unit individu diobservasi pada waktu yang sama atau bisa juga
disebabkan adanya data yang hilang dalam suatu unit individu, maka
data panel dikatakan tidak seimbang (unbalanced panel data).
3.5.1. Teknik Estimasi Least Square Dummy Variable (LSDV)
a. Model Efek Individu

Pada model ini, intersep diperbolehkan berbeda dari individu ke


individu, sementara parameter slope diasumsikan konstan pada unit
individu dan unit waktu. Jadi penggunaan variabel dummy hanya
berperan dalam penggolongan unit individu[1].

Persamaan umum data panel model efek individu adalah

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


13
Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)
14
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


15
4.1. Deskripsi data Penelitian
4.1.1. Variabel Return Saham LQ 45
Tabel 4.1 deskripsi Return saham di LQ 45
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
RETURN 260 -.330827 1.056180 .05244225 .162657027
Valid N 260
(listwise)
Sumber : data diolah Software SPSS 17.00
Berdasarkan table diatas terlihat bahwa nilai maksimum return
saham di LQ 45 adalah sebesar 1,05 persen, dan nilai minimum return
capital loss yang diperoleh perusahaan yang tergabung di LQ 45 adalah
sebesar -0,33 %, sementara itu nilai rata-rata perolehan return saham
yang tergabung di LQ 45 adalah sebesar 0,05%.

4.1.2. Variabel Inflasi


Tabel 4.2 Deskripsi Inflasi di LQ 45
Descriptive Statistics
Maximu
N Range Minimum m Mean Std. Dev Variance
Statisti
Statistic c Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic
INFLASI 260 6.76 2.41 9.17 4.7740 .13154 2.12102 4.499
Valid N 260

Sumber : data diolah Software SPSS 17.00


Berdasarkan table diatas terlihat bahwa nilai maksimum inflasi
yang terjadi adalah sebesar 9,17 persen, dan nilai minimum inflasi yang
terjadi adalah sebesar 2,41 %, sementara itu nilai rata-rata inflasi yang
terfjadi di Indonesia adalah sebesa 4,77 persen, dan dari table diatas
diperoleh juga informasi bahw nilai variance inflasi adalah sebesar 4,49 %.
4.1.3.Variabel Suku Bunga
Tabel 4.3. Deskripsi Suku bunga di LQ 45
Descriptive Statistics
Maximu
N Range Minimum m Mean Std. Deviation
Std.
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Error Statistic
SUKU BUNGA 260 2.25 6.50 8.75 6.8875 .04065 .65545
Valid N 260

Sumber : data diolah Software SPSS 17.00


Dari data diatas terlihat bahwa nilai maksimum suku bunga yang
ditetapka BI adalah sebesar 8,75 persen, dan nilai minimumsuku bunga
adalah sebesar 6,50 %, sementara itu nilai rata-rata suku bunga yang di
tetapkan oleh Otoritas Bank Indonesia adalah sebesar 6,88 persen, dan

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


16
dari table diatas, diperoleh juga informasi bahw nilai variance suku bunga
adalah sebesar 0,65%.

4.1.4. Data 13 Emiten di LQ 45 yang diteliti


Table 4.4. Daftar Emiten di LQ 45 yang dijadikan sampel
Penelitian
KLASIFIKASI
NO NAMA PERUSAHAAN KODE BIDANG USAHA INDUSTRI
1 Astra Agro Lestari AALI Pertanian Agricultur
Miscellaneous
2 Astra Internasional Tbk ASII Otomotive Industri
3 BNI Tbk BBNI Perbankan Finance
4 BRI Tbk BMRI Perbankan Finance
Perusahaan
5 Bakrie brother's Tbk BNBR Investasi Investment
6 Bumi Resources Tbk BUMI Pertambangan Mining
Indofood Sukses makmur Miscellaneous
7 Tbk INDF Food Industri
Tellecomunicati
8 Indosat Tbk ISAT telekomunikasi on
Tambang Batu Bara Bukit
9 Asam Tbk PTBA Pertambangan Mining
10 Tambang Timah Tbk TINS Metal dan mineral Mining
Telekomunikasi Indonesia Tellecomunicati
11 Tbk TLKM telekomunikasi on
Truba Alam manunggal Konstruksi non
12 Enginering Tbk TRUB bangunan Construction
Perdagangan
13 United Tractors Tbk UNTR besar dan produksi Manufacturing
4.2. Analisis Data
Berdasarkan hasil Estimasi regresi data Panael ( Pooled Least
Square) dengan dua metode yaitu common effect dan Random Effect
maka diperoleh hasil sebagai berikut :
4.2.1. Model Common
Metode ini adalah metode paling sederhana untuk mengestimasi
data panel ( Widarjono ; 2005). Adapun hasil estimasi common adalah
seperti pada table dibawah ini :
Tabel 4.5. Hasil Estimasi dengan metode Common
Dependent Variable: RETURN?
Method: Pooled Least Squares
Date: 09/17/10 Time: 09:49
Sample: 2009:01 2010:08
Included observations: 20
Total panel observations 260
Variable Coefficien Std. Error t-Statistic Prob.
t
C 40090.12 13.67173 2932.338 0.0000

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


17
INFLASI? 0.003527 0.001032 3.418169 0.0007
SUKU_BUNGA? - 62.81304 -5.114882 0.0000
321.2813
R-squared 0.130263
Mean dependent 40102.1
var 0
Adjusted R-squared 0.123494 S.D. dependent var 175.599
8
S.E. of regression 164.3998 Sum squared resid 694601
7.
Log likelihood - F-statistic 19.2457
1139.324 7
Durbin-Watson stat 0.190620 Prob(F-statistic) 0.00000
0
Sumber : data diolah dengan Software Eviews versi 5.0

Berdasarkan table diatas mengindikasikan bahwa Return Saham


Emiten di LQ 45 pada periode 2009:01 sampai 2010: 08 dipengaruhi
secara signifikan oleh Inflasi dan Suku Bunga Bank Indonesia (SBI). Hal ini
ditunjukan oleh nilai t hitung inflasi > nilai t tabelnya yaitu 3,41 > 1,96.
Sementara itu Tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan negatif
terhadap return saham LQ 45 hal ini ditunuukan oleh nilai t hitung > t
tabelnya yaitu -5,11 > 1,96 .
Terjadinya kenaikan Suku Bunga Bank Indonesia (SBI) 1% akan
diikuti dengan penurunan Return LQ 45 sebesar 321 %. Return Saham LQ
45 juga dipengaruhi secara positif oleh tingkat Inflasi, dimana kenaikan
Inflasi sebesar 1% akan meningkatkan Return Saham LQ 45 sebesar
0.03%.
Nilai R square sebesar 0.130. Hal ini dapat diartikan bahwa variasi
dalam variabel bebas yaitu (Suku Bunga dan inflasi) mempunyai
kontribusi terhadap return saham adalah sebesar 13% sementara itu
sisanya sebesar 87% dipengaruhi variabel lain diluar model penelitian.
Akan tetapi jika mengikuti kaidah metodologis dalam regresi data
panel , maka model common effect diatas belum memenuhi kriteria
model yang baik untuk mendapatkan estimasator yang efisien, hal ini
ditunjukan oleh nilai konstanta yang signifikan secara statistik, hal ini
dibuktikan oleh nilai probabilitas alfa < 5%, yaitu 0,000<0,005.
Konsekuensi dari signifikannya nilai konstanta atau intersep,
merefleksikan bahwa model common atau estimasi dengan metode OLS
( Ordinary Least Square ) dalam data panel tidak dapat digunakan, karena
Tidak ada variasi dalam sampel yang mendasari hubungan konstan antara
variabel dependen dan variabel independen. Kelemahan mendasar model
ini adalah ketidakmampuan model untuk membedakan varians unik
dalam suatu silang-tempat atau sejumlah silang-tempat dan dalam
penelitian ini, ternyata model tersebut berlaku demikian. Sehingga
diperlukan alternatif model lainnya.
Namun dalam melihat konsistensi hasil atau dalam mendapatkan
model terbaik, maka estimasi panel (pooling) dalam penelitian ini

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


18
dilakukan dengan tiga model, yaitu OLS biasa, Least Square Dummy
Variable (LSDV) dan Generalized Least Square (GLS). Model OLS (Ordinary
Least Square) biasa mempunyai asumsi yang menyertai yaitu konstanta
atau intercept dari persamaan adalah sama untuk semua daerah
(koefisien konstanta tidak signifikan), apabila hal ini tidak terpenuhi maka
OLS tidak layak digunakan (Insukindro et al., 2000).

4.2.2. Model Random Effect


Model random effects biasanya digunakan ketika sejumlah unit
data silang tempat berjumlah besar, dan jangkauan waktu pada data
silang yang diobservasi tersebut kecil. Masing-,masing model memerlukan
penaksir EGLS. Model Random Effect Adalah keseluruhan intersep dan
faktor kesalahan dengan dua komponen : εit + μi. εit adalah faktor
kesalahan tradisional yangg unik pada masing-masing observasi. μi
adalah faktor kesalahan yang mewakili luas jangkauan yang mana
intersep dari unit data silang tempat ke i berbeda dari keseluruhan
intersep. ( Kuncoro :
Model Random effects mempunyai satu kesalahan pokok, namun :
ia mengasumsikan bahwa kesalahan random yang berkaitan dengan
masing-masing unit data silang tempat tidak berkorelasi dengan regresor
lainnya, kadang-kadang hal tersebut tidak masalah. ( Kuncoro ; 2004)
Tabel 4.6. Hasil Estimasi Menggunakan model random effect
Dependent Variable: RETURN?
Method: GLS (Variance Components)
Date: 09/17/10 Time: 10:07
Sample: 2009:01 2010:08
Included observations: 20
Total panel observations 260
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 40102.10 2.946711 1.37E615 0.0000
INFLASI? -4.703445 1.484415 -3.189429 0.0016
SUKU_BUNGA? -1.464788 4.567510 -3.198531 0.0016
Random Effects
_AALI--C 4.807613
_ASII--C -5.382322
_BBNI--C 4.568813
_BMRI--C 6.762313
_BNBR--C 1.495314
_BUMI--C 5.235413
_INDF--C 4.774580
_ISAT--C 1.563566
_PTBA--C 4.922467
_TINS--C 1.015676
_TLKM--C 1.123422
_TRUB--C 1.043211
_UNTR--C 2.023444
GLS Transformed

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


19
Regression
R-squared 0.291224 Mean dependent 40102.1
var 0
Adjusted R-squared 0.301273 S.D. dependent var 175.599
8
S.E. of regression 200.3125 Sum squared resid 103121
55
Durbin-Watson stat 0.023346
Unweighted
Statistics including
Random Effects
R-squared 2495987500 Mean dependent 40102.1
var 0
Adjusted R-squared 2515411980 S.D. dependent var 175.599
8
S.E. of regression 8.81433 Sum squared resid 1.99857
5
Durbin-Watson stat 1.204355
Sumber ; data diolah dengan software Eviews versi 5.00

Berdasarkan data diatas terlihat bahwa setiap emiten memiliki


intersep yang berbeda dalam priode penelitian, Berdasarkan table diatas
memperlihatkan bahwa bahwa Return Saham Emiten di LQ 45 pada
periode 2009:01 sampai 2010: 08 dipengaruhi secara signifikan oleh
Inflasi dan Suku Bunga Bank Indonesia (SBI). Hal ini sama halnya dengan
model Common yang digunakan sebelumnya. Dimana tingkat inflasi dan
suku bunga berpengaruh signifikan terhadap return saham. Nilai t hitung
> t tabel variabel tingkat inflasi adalah -3,189 > 1,96, yang artinya
variabel ini berpengaruh signifikan terhadap return saham di LQ 45.
sementara itu nilai t hitung > t tabel untuk variabel suku bunga Bank
Indonesia menunjukan hal serupa dimana nilainya adalah -3,198 > -196
yang artinya variabel ini berpengaruh signifikan terhadap return saham di
LQ 45.
Sementara itu perbedaan substansif dari penggunaan metode
random effect dari metode common dan fixed effect adalah metode ini,
menggunakan kesalahan random dalam waktu, ruang, dan kesalahan
random yang tidak unik terhadap waktu dan ruang namun masih random
terhadap model regresi dalam menurunkan estimasi yang efisien dan
tidak bias. Komponen total kesalahan dalam model ini meliputi kesalahan
sistematik terhadap ruang, waktu, dan keduanya. Keunggulan model ini
adalah tidak diperlukannya asumsi mengenai di mana varians harus
ditetapkan. Kelemahannya, di lain pihak, model ini diatur oleh kesalahan
random, sehingga kesalahan harus dimodelkan secara akurat
( Firmansyah : 2008)
Koofesien B1 ( Inflasi ) diatas menunjukan bahwa setiap terjadinya
peningkatan inflasi sebesar 1% menunjukan penurunan pada return
saham di LQ 45 sebesar Rp. 4.70, sementara itu koofesien B2( suku

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


20
bunga) dengan nilai koofesien sebesar -1,464 menunjukan bahwa setiap
terjadinya peningkatan sebesar 1 % tingkat suku bunga, maka hal ini
akan berdampak pada semakin menurunnya return saham LQ 45 sebesar
Rp. 1,464.
Sementara itu nilai R-Square sebesar 0,291, yang artinya 29,1 %
variasi variabel inflasi dan suku bunga memberikan pengaruhnya
terhadap return saham di LQ 45. sementara itu sisanya sebesar 71,9 %
dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian. Nilai R-Square
tersebut yang mengaami peningkatan menunjukan bahwa penggunaan
model random effect ternyata memenuhi kriteria model yang efisien,
karena variasi nilai intersepnya lebih dinamis, nilai R-squarenya lebih
besar, dan nilai standar errornya mengalami penurunan.
Dengan dipilihnya model random effect ini, menunjukan bahwa
model yang paling tepat dan efisien dalam penelitian ini, maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian inipun ikut terjawab dimana, Hipotesis
Pertma yang menyatakan bahwa Terdapat pengaruh yang signifikan
antara inflasi dan return saham di LQ 45 diterima atau (Ha diterima), serta
Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara suku bunga dengan return saham di LQ 45 juga diterima,
hal ini berarti kedua Hipotesa alternatif yang diajukan dalam penelitian ini
secara teoritis diterima, atau dengan kata lain hipotesa nol (Ho) ditolak.

4.3. Intepretasi Hasil Penelitian


4.3.1. Pengaruh Inflasi Terhadap Return Saham yang Tergabung
di LQ 45

Penelitian ini membuktikan b ahwa Inflasi memiliki hubungan yang


negatif dengan return saham, dimana inflasi yang terjadi menyebabkan
kenaikan harga sehingga terjadi inflasi, maka biaya produksi yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan akan meningkat secara relatif. Peningkatan
biaya produksi mengakibatkan harga pokok produksi meningkat.
Sehingga akan mengurangi tingkat keuntungan yang dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Keuntungan yang menurun mengakibatkan
penurunan jumlah dividen (cash flow). Menurunnya dividen akan
menyebabkan investor akan melepaskan saham tersebut karena memiliki
expected return yang buruk, sehingga dapat dikatakan bahwa inflasi
berpengaruh negatif terhadap expected stock market return di LQ 45.
Tingkat inflasi yang besar merefleksikan bahwa resiko investasi di
semua sektor usaha besar pula, sebab inflasi yang tinggi akan
mengurangi tingkat pengembalian (rate of return) dari investor. Selain itu
pula inflasi yang tinggi yang mengakibatkan harga barang-barang
mempunyai kecenderungan untuk meningkat. Peningkatan harga barang-
barang ini akan membuat biaya produksi menjadi tinggi, sehingga akan
berpengaruh pada penurunan jumlah permintaan secara individual
maupun menyeluruh. Akibatnya jumlah penjualan akan menurun pula,
penurunan jumlah penjualan ini akan menurunkan pendapatan

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


21
perusahaan. Selanjutnya akan berdampak buruk terhadap kinerja
perusahaan yang tercermin dengan turunnya harga saham perusahaan
tersebut sehingga return saham perusahaan yang tergabung di LQ 45
juga menurun.

4.3.2. Pengaruh inflasi Terhadap Return saham Yang Tergabung


di LQ 45
Perubahan variasi tingkat suku bunga yang terjadi sepnjang bulan
di tahun 2009 sangat berpotensi mempengaruhi investasi. Variasi
tersebut berasal dari pengaruh perubahan tingkat suku bunga jangka
panjang juga menunjukkan harapan tingkat suku bunga jangka panjang
akan membuat para pemegang saham enggan untuk memegang surat
berharga atau saham jangka panjang yang dapat menurunkan tingkat
pengembalian (return) mereka di LQ 45 . Kenaikan tingkat suku bunga
berarti penurunan harga saham yang bersangkutan dan sebaliknya.
Dalam menghadapi kenaikan tingkat suku bunga tersebut, para
pemegang saham di LQ 45 akan menahan sahamnya sampai tingkat suku
bunga kembali pada tingkat yang dianggap normal.
Disis lain faktor tingkat bunga deposito juga akan mempengaruhi
investor dalam menanamkan dananya pada saham. Apabila tingkat bunga
deposito lebih rendah dari return yang diharapkan maka investor memilih
menginvestasikan dananya pada saham, sehingga permintaan saham
meningkat yang mengakibatkan naiknya harga saham, yang pada
akhirnya akan naik pula return saham yang akan diterima investor.
Weston dan Brigham (1998) juga mengatakan bahwa suku bunga
mempengaruhi laba perusahaan dalam dua cara yaitu pertama, karena
bunga merupakan biaya, maka makin tinggi tingkat suku bunga maka
makin rendah laba perusahaan apabila ceteris paribus; kedua, suku bunga
mempengaruhi tingkat aktivitas ekonomi dan karena itu mempengaruhi
laba perusahaan. Suku bunga tidak diragukan lagi mempengaruhi harga
saham karena pengaruhnya terhadap laba, tetapi mungkin yang lebih
penting lagi suku bunga berpengaruh karena persaingan dipasar antara
saham dan obligasi.
Berdasarkan fakta empiris diatas dapat dikatakan bahwa
perubahan tingkat suku bunga berhubungan negatif dengan return saham
di LQ 45 , karena return saham di LQ 45 ditentukan oleh tingkat
perubahan harga saham, dimana tingkat suku bunga sebagai faktor
penentunya.

5. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


22
Berdasarkan hasil analisis dan intepretasi pada bab-sebelumnya
maka dapat disimpulkan beberapa substansi mendasar yaitu :
1. Inflasi berpengaruh signifikan terhadap Return saham di LQ 45,
begitupula dengan Tingkat suku bunga bank Indonesia. Suku Bunga
BI juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham
perusahaan yang tergabung di LQ 45.
2. Regresi data Panel (Pooled Least Square) dengan model Random
effect adalah model yang terbaik, dbandingkan dengan model
common karena dapat mengurangi nilai standar error yang besar,
dan meningkatkan nilai F hitung sebagai barometer atau criteria
goodness of fit dalam sebuah model regresi.
3. Koofesien determinasi sebesar 0,291, yang artinya 29,1 % variasi
variabel inflasi dan suku bunga memberikan pengaruhnya terhadap
return saham di LQ 45. sementara itu sisanya sebesar 71,9 %
dipengaruhi oleh variabel lain diluar model penelitian. Seperti
situasi politik, corporate action, good news, dan sebagainya

5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka ada beberapa saran yang
perlu menjadi bahan pertimbangan yaitu ;
1. bagi Investor yang ingin menanamkan sahamnya di Perusahaan
yang tergabung dalam LQ 45, sebaiknya terlebih dahulu melakukan
analisis fundamental, karena hal ini sangat berguna dalam
keputusan berivestasi di Bursa saham.
2. Menentukan model yang terbaik adalah syarat mutlak dalam bagi
peneliti, karena pada dasarnya model merupakan suatu barometer
dalam memproyeksikan hal-hal yang sangat strategis sifatnya.
3. bagi para peneliti berikutny, agar memasukan variabel-variabel
lainya untuk menambah kompleksitas permasalahn yang ada, serta
disarankan juga menambahkan jumlah data, agar penelitian
berikutnya lebih reliabel dan dinamis.

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana Spica, 2004. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kondisi Financial Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi. Ke.VI. Hal.546-564

Bahmani-Oskooée, M., and Sohrabian, 1992, “Stock Prices and the


Effective Exchange Rate of the Dollar”. Applied Economics, Vol.24,
459-64.

Boedie, Z., Kane, A., and Alan, M.J., 1995, Investment, Second Edition, Von
Hoffman Press Inc, USA.

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


23
Brigham, Eugene F., Gapenski, Louis C., dan Ehrnart, Michel C. 1999,
Financial Management Theory and Practice, Orlando: The Dryden
Press Conroy, Robert M., Robert S. Harris. dan Bruce A. Benet., 1990.
“The Effects of Stock Splits on Bid-Ask Spreads”, Journal of Finance.
Vol. XLV. No.4.Hal. 1285-1295

Farid Hananto dan Siswanto Sudomo, 1998, Perangkat dan Teknik Anailis
Investasi di Pasar Modal Indonesia, PT Bursa Efek Jakarta, Jakarta
Ghozali, Imam, 2002, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program
SPSS, BP Undip

Granger, C.W.J., Bwo-Nung, H., Yang, C.W., 2000, “A Bivariate Causality


Between Stock Prices and Exchange Rates: Evidence from Recent
Asia Flu”, The Quarterly Review of Economics and Finance, 40, 337-
54.

Greg Adams., Grant McQueen dan Robert Wood., 2004, “The Effects of
Inflation News on High Frequency Stocks Returns”, The Journal of
Business. Jul 2004. Hal. 547-574

Hamid Sandi Edy, 2008. Akar Krisis ekonomi Global dan Dampaknya
terhadap Indonesia.
Hadi kurniawan Didik, 2008. Dampak Krisis Keuangan Global Bagi
Indonesia, chieft Economis Assistant PT Recapital Advisor.

Horne, James C. V. and Wachoviz Jr, John M. 1998, Fundamental of


Financial Management, 8th ed, New Jersey: Prentice Hall International
Ibrahim, Mansor H., 2000, “Cointegration and Granger Causality Test
of Interaction in Malaysia”, Asean Economics Bulletin. Vol 17. Hal.36-
47

Imam Gozali., 2001. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS.


Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Jogianto. 1998, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE, Yogyakarta.

Jones, Charles P. 2000, Investment: Analysis and Management, 7th


edition, New York: John Willey and Sons.Inc.

Mok, Henry MK., 1993, “Causality of Interest Rate, Exchange Rate, and
Stock Price ata Stock Market Open and Close in Hong Kong”, Asia
Pacific Journal Of Management. Vol.X. Hal. 123-129

Reilly, F.K., 1992, Investement, The Dryden Press Internacional Editian,


Third edition, USA.

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


24
www.duniainvestasi.com

www.Bi.go.id

Mahasiswa Program Pascasarjana Magister manajemen Universitas mataram ( NTB)


25

You might also like