You are on page 1of 15

TUNTUTAN KEMBALI / GUGAT DIGUGAT / GUGAT BALASAN

( GUGAT REKONVENSI )

1. Gugat Konvensi adalah gugatan yang mula mula diajukan , yang berisikan tuntutan pihak penggugat agar
pihak lawan ( pihak tergugat ) melaksanakan suatu prestasi atau jasa kepada pihak penggugat .

2. Dalam hal ini pihak penggugat dinamakan penggugat in konvensi


dan pihak tergugat dinamakan pihak tergugat in konvensi .

3. Gugat Rekonvensi adalah gugatan balasan atau gugat balik , contoh : dalam hal ini diantara kedua belah pihak
yang sama ada kalanya ada suatu urusan lain , yang berisikan juga kewajiban salah satu pihak untuk
berprestasi kepada pihak yang lain ., dan dimana kita ketahui apabila akan mengajukan gugatan lagi harus
mmeklalui proses awal kembali , tetapi disini hukum memberikan jalan kepada pihak yang sedang
berperkara untuk tidak usah mengajukan gugatan baru tersebut . , melainkan cukup dengan mengajukan
tuntutan baliknya di dalam jawabannya terhadap gugatan semula .

4. Dalam gugatan balasan , terdapat ketentuan – ketentuan yaitu :


-
Penggugat asal (Penggugat konvensi)
menjadi
Tergugat in rekonvensi
-
Tergugat
asal
( tergugat konvensi )menjadi
Penggugat in rekonvensi
5. Persyaratan untuk kemungkinan mengajukan gugatan rekonvensi :
1. Pihak penggugat rekonvensi adalah pihak yang
berwenang untuk bertindak dalam dalam hukum
2. Para pihaknya samassssss
6. Batasan batasan atau larangan – larangan dalam mengajukan
rekonvensi atau gugatan balik :

1. Jika Penggugat dalam gugat asal mengenai sifat , sedangkan gugat balasan itu mengenai dirinya sendiri dan
sebaliknya

2. Dalam perkara perselisihan


yang berhubungan
dengan pelaksanaan putusan ( eksepsi )

3. Jika dalam pemeriksaan tingkat 1 tidak dimasukkan gugat balasan , maka dalam tingkat banding maupun
kasasi

tidak boleh mengajukan gugat


balasan .
7. Pembatasan waktu mengajukan syarat gugat rekonveksi :
Peraturan HIR psl 132 ( b) : harus diajukan bersama-
sama dengan surat jawaban 1

Praktek Pengadilan : bahwa sebelum surat pembuktian
masih dimungkinkan
mengajukan
gugat rekonpensi
selama belum diadakan pembuktian .

Menurut Yahya adiwinata : hal itu diserahkan kepada
hakimnya saja .

8. Keuntungan gugat rekonpensi :


1. Menghemat ongkos perkara
2. Mempermudah pemeriksaan
3. Mempercepat penyelesaian sengketa
4. Menghindarkan putusan yang saling bertentangan

9. Mengapa perlu adanya gugat balik , mengenai pokok persoalan


yang sama:
Karena jangkauan isi putusan hanyalah untuk pihak tergugat
pribadi

- sebab di dalam haper dalilnya “ siapa yang mengemukakan dalil , maka dia yang berkewajiban
membuktian dalilnya , tersebut apabila dalil tersebut disangkal olehnya.

10. Gugat Rekonvensi , ada hal- hal yang tidak membenarkan untuk mengajukan gugat rekonvensi , yaitu tidak
boleh menarik orang yang tidak bersangkut paut dengan gugatan rekonvensinya

11. Batasan waktu gugatan rekonveksi :


-
hanya boleh dalam tingkat 1
-
harus bersama sama dengan gugat asal

Hukam Acara Peradilan Agama

1.Konvensi dan Rekonvensi

Rekonvensi adalah gugatan balasan yang diajukan oleh Tergugat asli (penggugat dalam rekonvensi) yang
digugat adalah Penggugat asli (Tergugat dalam rekonvensi) dalam sengketa yang sedang berjalan antara
mereka.

Gugat rekonvensi diatur dalam pasal 132a dan 132b HIR yang disisipkan dalam HIR dengan Stb. 1927-300
yang diambil alih dalam pasal 244-247 B. Rv. sedangkan dalam R.Bg tentang rekonvensi ini diatur dalam
pasal 157 dan 158. dalam hukum Acara Perdata, gugat rekonvensi ini dikenal dengan “gugat balik”
berhubung Tergugat juga melakukan wanprestasi pada Tergugat. Tergugat baru dapat melakukan gugat
rekonvensi apabila secara kebetulan berkaitan dengan hokum kebendaan yang sedang diperiksa dalam
sidang Pengadilan, gugat rekonvensi tidak boleh dilaksanakan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
hukum perorangan atau yang menyangkut dengan status orang. Jadi tidak semua gugatan Penggugat dibalas
dengan gugat rekonvensi. Tuhuan gugat rekonvensi ini adalah untuk mengimbangi gugatan Penggugat,
agar sama-sama dapat diperiksa sekaligus.Di samping itu, tujuan daripada gugat rekonvensi ini adalah:

a) Menggabungkan dua tuntutan yang berhubungan untuk diperiksa dalam persidangan sekaligus,
b) Mempermudah prosedur pemeriksaan,
c) Menghindarkan putusan yang saling bertentangan satu sama lain,
d) Menetralisir tuntutan konvensi,
e) Memudahkan acara pembuktian dan menghemat biaya.

Dengan dimungkinkannya pihak Tergugat mengajukan gugat rekonvensi kepada Penggugat, maka
Tergugat tidak perlu mengajukan gugat baru, gugatan rekonvensi ini cukup diajukan bersama-sama dengan
jawaban terhadap gugatan Penggugat. Jadi dalam gugatan itu ada gugatan yang saling berlawanan yaitu
gugatan konvensi (gugat asal) dan gugatan rekonvensi (gugat balik).

Dalam gugatan konvensi Penggugatnya adalah Penggugat asal, dan Tergugatnya adalah Tergugat asal,
sedangkan dalam gugat rekonvensi Penggugatnya adalah Tergugat atau salah seorang dari Tergugat asal
yang disebut Penggugat dalam rekonvensi.

Beberapa syarat gugat rekonvensi diajukan di muka persidangan Pengadilan Agama, yakni:

a) Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama oleh Tergugat baik tertulis
maupun dengan lisan. Namun menurut Wiryono Projodikoro, gugatan rekonvensi masih dapat diajukan
dalam acara jawab menjawab dan sebelum acara pembuktian.
b) Tidak dapat diajukan dalam tingkat banding, bila dalam tingkat pertama tidak diajukan.
c) Penyusunan gugatan rekonvensi sama dengan gugatan konvensi.

Menurut ketentuan Pasal 132 (a) HIR dan Pasal 157 R.Bg dalam setiap gugatan, tergugat dapat mengajukan
rekonvensi terhadap penggugat, kecuali dalam tiga hal, yaitu:

a) Penggugat dalam Kualitas yang Berbeda


Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kualitas (sebagai kuasa hukum),
sedangkan rekonvensinya ditujukan kepada diri pribadi penggugat (pribadi kuasa hukum tersebut).
b) Pengadilan yang Memeriksa Konvensi tidak Berwenang memeriksa Gugatan rekonvensi
gugatan rekonvensi tidak diperbolehkan terhadap perkara yang tidak menjadi wewenang Pengadilan
Agama, seperti suami menceraikan isteri, isteri mengajukan rekonvensi, mau cerai dengan syarat suami
membayar hutangnya kepada orang tua isteri tersebut. Masalah sengketa utang-piutang bukan kewenangan
Pengadilan Agama.
c)Perkara mengenai Pelaksanaan Putusan.
Gugatan rekonvensi tidak boleh dilakukan dalam hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim
memerintahkan tergugat untuk pelaksanaan putusan, yaitu menyerahkan satu unit mobil Daihatsu Taruna
kepada penggugat, kemudian tergugat mengajukan rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya
yang dijamin dengan mobil tersebut pada pihak ketiga. Rekonvensi seperti ini harus ditolak.

2.Macam-macam Intervensi dan Dasar Hukumnya

Intervensi adalah suatu aksi hukum oleh pihak yang berkepentingan dengan jalan melibatkan diri dalam
suatu perkara Perdata yang sedang berlangsung antara dua pihak yang berperkara.

Dasar hukum intervensi adalah pasal 279 sampai dengan pasal 282 B.Rv dan pasal 70-76 Rv. Tidak ada
ketentuan tersebut diatur dalam HIR dan RBg.
Dalam Reglement Op de Burgerlijke Rechtsvordering (RV) terdapat dua bentuk intervensi, yaitu Intervensi
yang bersifat menengahi (Tussenkomst) dan intervensi yang bersifat menyertai (Voeging). Kecuali dua
bentuk intervensi tersebut dijumpai juga dalam praktik Intervensi Vrijwaring.

PERMOHONAN CERAI TALAK DENGAN REKONVENSI


Diposkan oleh viee_kristina
Perkara Permohonan Cerai talak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal
66 sampai dengan Pasal 72 UU N0. 7 Tahun 1989 yang direvisi menjadi U U No 3 Tahun
2006 “ Cerai Talak adalah Permohonan Cerai yang diajukan oleh Suami terhadap
Isterinya di wilayah Pengadilan Agama dimana Isterinya menetap dan bertempat tinggal,
dan setelah perkara diperiksa dan tidak bisa di damaikan maka apabila perkara cukup
alasan untuk cerai maka di putus dengan mengabulkan permohonan tersebut ( penetapan
penyaksian Pengadilan menentukan hari sidang penetapan penyaksian ikrar talak dengan
memanggil Para Pihak untuk hadir di persidangan , dan jika Isteri tidak hadir tanpa alasan
yang sah maka Suami dapat mengucapkan Ikrar Talak. Namun jika Suami tidak hadir dan
tidak mengirimkan wakil nya dalam jangka waktu 6 ( enam ) bulan maka gugurlah
kekuatan Penetapan Ikrar Talak dimaksud.
Sedangkan Pengertian Rekonvensi adalah sebagaimana yang tercantum dalam
Pasal 132 ayat ( 1 ) HIR ,Pasal 157 R B G memberikan pengertian “ Gugatan Rekonvensi
adalah gugatan Tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan
Penggugat kepadanya, yang tentunya dalam kaitannya dengan perceraian adalah
Rekonpensi tentang Nafkah, Asuhan Anak, Gono Gini / harta bersama dan seterusnya .
PERMASALAHAN
Pada dasarnya Pengadilan ( dalam hal ini Pengadilan Agama ) bertugas menerima
memutus dan menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya Pasal 63 (1) UU
No. 1 Tahun 1974, sesuai dengan kewenangan nya seperti yang tercantum dalam Pasal 49
( 1 ) UU No 7 Tahun 1989 yang direvisi menjadi UU No 3 Tahun 2006 , termasuk
didalam nya adalah perkara Cerai Talak atau lazim disebut permohonan Izin Talak
( dalam praktek ) yang termaktub dalam Pasal 66 UU no 7 Tahun 1989 , Yaitu perceraian
yang diajukan oleh Pemohon dalam hal ini adalah Suami sebagai Pemohon sedangkan
Isteri sebagai Termohon, namun kemudian berkembang setelah permohonan / gugatan
tersebut diajukan oleh Pemohon dan dijawab oleh Termohon dengan mengajukan gugat
balasan / balik ( rekonpensi ) tentang nafkah, asuhan anak, harta gono gini / harta
bersama disertai permohonan sita jaminan (conservatoir beslag ) dan seterus nya
misalnya, sebagai maksud dan perkembangan dari Pasal 86 UU No. 7 Tahun1989
sebagaimana yang ditulis oleh M.Yahya Harahap, S H, dalam buku nya” Kedudukan
kewenangan dan acara Peradilan Agama ‘
Bahwa yang dimaksud Gugat rekonpensi adalah gugat yang didalam nya benar benar
memuat semacam :
• mempunyai “ jalinan hubungan yang erat “ atau innerlijke samenhangen antara gugat
konpensi dengan rekonpensi.
• sekaligus dapat menyelesaikan seluruh sengketa yang timbul dari akibat gugat cerai
talak apabila permohonan cerai talak dikabulkan .
• mempersingkat pemeriksaan perkara, karena dalam satu proses yang sama dapat
dislesaikan seluruh sengketa .
• juga memperingan biaya perkara sebab dengan gugat rekonpensi isteri tidak di beban
imembayar biaya perkara .
• serta sekaligus menghemat waktu sebab gugat harta bersama tidak perlu lagi diajukan
nanti setelah penetapan cerai talak berkekuatan hokum tetap.
Maksud dan tujuan adanya penggabungan Konpensi dengan rekonvensi di gabung
menjadi satu perkara adalah untuk memenuhi tuntutan penyelesaian, dengan sederhana ,
cepat, dan biaya ringan ( Pasal 57 (3) U U No 7 / 1989 ), walaupun dalam perkara
perceraian dengan Gono Gini misalnya ada perbedaan antara Hukum orang dan Hukum
Benda , yang dilaksanakan dalam sidang secara terbuka dan sidang tertutup ( Pasal 59
UU Nomor : 7 / 1989 ) , namun itu semua di kesampingkan , karena UU memang
memberi pengecualian / eksepsional yang biasa di sebut termasuk dalam azas “ LEX
SPESIALIS DEROGRAT LEX GENERALIS “ .
Maka perkara permohonan cerai talak berrupa konpensi dan gono gini menjadi
rekonpensi nya akan diperiksa sesuai dengan tahapan yang ada , setelah pembacaan surat
gugatan kemudian jawaban ( yang didalamnya ada permintaan Sita Jaminan yang
diajukan oleh Tergugat ( Penggugat Rekonpensi ) dengan mengabulkan, sita tersebut
dilanjutkan dengan replik, duplik, serta bukti bukti dari Para Pihak maka barulah di
bacakan lah putusan dengan menagabulkan cerai talak ( ijin talak ) dan sekaligus
mengabulkan gugatan gono gininya misalnya , kemudian pihak Pemohon mengajukan
Banding ,dan setelah diputus ia mengajukan Kasasi misalnya , namun ternayata setelah
putusan Kasasi diberitahukan pada Para pihak dan punya kekuatan hukum tetap
( ingkracht ), dipanggillah Para Pihak untuk mengucapkan IKRAR TALAK dan ternyata
Pemohon tidak memenuhi panggilan tersebut ( tidak hadir dalam persidangan tanpa alas
an yang sah dan tidak mewakilkan ), maka sia sia lah pemeriksaan perkara yang cukup
lama bahkan bertahun tahun, , cukup melelahkan dengan menghabiskan biaya yang
banyak tersebut. Dan hal yang demikian ini pernah terjadi / sering dialami pada
Pengadilan Agama yang menerima / menyelesaikan perkara carai talak dengan
Rekonpensi seperti tersebut diatas.
Maka timbul pertanyaan apakah demikian itu akhir dari putusan Pengadilan
Agama yang saat ini menjadi Pengadilan yang baik, sempurna dan putusan nya dapat
dlaksanakan dengan baik pula ( setelah berkekuatan hukum tetap ) , tentu jawaban nya “
tidak demikian itu “ agar supaya Pengadilan Agama tidak dikatakan sebagai Pengadilan
Quasi ( Semu) seperti sebelum di undangkan nya uu no 7 / 1989.
PENYELESAIA
1. Pertama Pengadilan menyarankan pada Pihak Termohon agar tidak mengajukan
gugatan Rekonvensi karena sangat beresiko jika Pemohon tidak bersedia
mengucapkan Ikrar Talak ( sebagaimana kasus tersebut diatas )
2. Kedua Pengadilan mengabulkan gugatan / Permohonan Konpensinya / Cerai Talak dan
menyatakan tidak dapat menerima ( N O ) terhadap gugatan balik / Rekonpensi
Termohon ( Rekonpensi tersebut ) misalnya , yang tentunya harus beralasan berdasar
bahwa gugatan balik tidak beralasan hak.
3. Ketiga Pengadilan ( Majlis Hakim ) memutus , mengadili perkara Konpensi lebih
dahulu , kemudian baru memutus perkara Rekonpensi nya ( tentunya putusan tersebut
oleh Majlis Hakim yang sama dan Nomor perkara yang sama pula .
Bahwa dalam solusi yang pertama mungkin dapat dilakukan dengan Penasehatan
– Penasehatan dan anjuran pada Termohon untuk mengurungkan gugatan Rekonpensinya
( bila hendak mengajukan ) atau mencabut gugat Rekonpensi nya ( bila mana sudah
terlanjur mengajukan ) kemudian ia di sarankan mengajukan gugat tersendiri tentang
Gono Gini tersebut misalnya dengan Nomor dan biaya tersendiri pula , namun hal
tersebut kuncinya adalah terserah Pihak Termohon , bila ia bersedia mengurungkan atau
mencabut gugatan balik nya tersebut , namun tidak menutup kemungkinan ia enggan
mengurungkan atau mencabut nya sehingga perkara tetap berjalan antara Konpensi dan
Rekonpensi tersebut , sebab saran tersebut tidak mengikat dan pada azas nya Pengadilan
tidak bolrh menolak perkara dengan alas an tidak ada hokum nya ( Pasal 56 U U No 7
Tahun 1989 ).
Bahwa dalam solusi yang kedua Pengadilan memutus dengan mengabulkan
gugatan/ permohonan Konpensi dan menyatakan tidak dapat menerima gugatan
rekonpensi nya , yang tentunya bila majlis menilai dalam gugatan tersebut tidak beralasan
hak ( tidak bisa direkayasa ) , namun tetap saja bila Para Pihak khusus nya Termohon
tidak bisa menerimanya , ia akan mengajukan upaya hokum berupa banding , Kasasi
itupun dengan catatan Amar Putusan Banding ataupun Kasasi belum pasti seperti Amar
Putusan tingkat Pertama tersebut dan pada akhirnya dari iyu semua juga sama jika
Pemohon tidak mengucapkan Ikrar Talak perkara cerai talak tersebut tetap sia sia.
Padahal anjuran pencabutan gugat rekonpensi tersebut adalah tidak sesuai dg azas :
• Perkara gugat cerai / cerai talak adalah sama persis dengan gugat contentiosa. Pasal 66
ayat ( 2 ) dan Pasal 67 huruf a UU No 7 / 1989
• Kepada Isteri diberikan hak mengajukan upaya hukum banding. Pasal 70 ayat ( 2 ) UU
No. 7 / 1989
• gugat cerai talak dimungkin kan untuk menggabungnya dengan gugat pembagian harta
bersama ( Kumulasi Obyektif ). ( Pasal 66 ayat ( 5 ) UU No. 7 / 1989.
Bahwa dalam Solusi yang ketiga Pengadilan menyelesaikan lebih dahulu
gugatan / Permohonan Konpensi yang berupa Cerai Talak ( mengabulkan / mengijinkan
Pemohon untuk mengucapkan Ikrar Talak di depan sidang Pengadilan Agama dan
kemudian bila mana sudah berkekuatan hokum tetap Pengadilan memanggil Para Pihak
untuk mengucapkan Ikrar Talak
Bahwa setelah itu Pengadilan memeriksa gugatan balik / Rekonpensi yang
diajukan oleh Termohon Tersebut yaitu tahap pembuktian nya sampai dengan tuntas
( mengucapkan putusan nya ) .
Bahwa dalam penyelesaian perkara seperti ini harus diperhatikan pada saat jawab
menjawab artinya masalah perceraian memang mereka kehendaki dan setidaknya telah
terbuk ti memang ada pertengkaran terus menerus yang sulit didamaikan , namun bila
perceraian nya Pihak Termohon keberatan , tidak mungkin perkara Konpensi dan
Rekonpensi di putus sendiri sendiri ( perkara Konpensi diputus lebih dahulu kemudian
setelah Ingkrancht perkara Rekonpensi diperiksa dan diputus pula dalam satu Nomor.
Bahwa Solusi yang ketiga ini di dasarkan pada Pasal 132 b ayat ( 2 ) H I R / Pasal
157 , 158 R B G yang berbunyi “ untuk tuntutan balik itu berlaku juga bagian2 dari
tuntutan ini ,. Dalam ayat ( 3 ) nya berbunyi “ kedua perkara ini diseleseaikan sekaligus
dan diputus dalam satu keputusan Hakim kecuali kalau pengadilan negeri berpendapat
bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dulu daripada yang lain, dalam hal ini
kedua perkara itu boleh diperiksa satu persatu tetapi, tuntutan asal dan tuntutan balik
yang belum diputus kan itu tetap diperiksa oleh hakim yang sama sampai dijatuhkan
keputusan yang terakhir ( R V 246 ) .
Bahwa solusi yang ketiga inilah menurut Penyaji Makalah yang dapat
menyelesaikan permasalahan atau setidak nya memecahkan persoalan yang selama ini
menjadi kendala dalam perkara cerai talak yang di rekonpensi sebagaimana tersebut
diatas dan pada akhirnya Putusan Rekonprnsi tidak tergantung perkara konpensi / cerai
talak ( ikrar talak nya Pemohon ) karena mereka telah menyelesaikan perkara perceraian
nya sampai berkekuatan hokum tetap kemudian dil;anjutkan dengan pemeriksaan perkara
Rekonpensinya sampai tuntas selesai,
Kemudian timbul pertanyaan bagaimana jika terjadi banding dan kasasi dalam
perkara tersebut maka jawabannya adalah , perkaraa Rekonpensi tersebut boleh Banding,
Kasasi , sedangkan perkara cerai talak nya adalah sebagai lampirannya , karena telah
Inkrachrt, maksudnya putusan Cerai talak yang sudah berkekuatan hokum tetap tersebut
disertakan sebatas sebagai lampiran
Adapun tentang lain lain ( bagaimana penulisannya dalam Buku Regester pola bin
dal min dan seterusnya ) hal itu bisa ditulis / di tambahkan , tetapi yang jelas tehnis
Yustisial tidak boleh dikalahkan oleh adminitrasi seperti penulisan dan seterus nya.
Demikian antara lain sumbangan pikiran tentang pemecahan dan penyelesaian
perkara cerai talak dengan Rekonpensi yang selama ini menjadi problematika pada
Pengadilan Agama. Semoga makalah singkat ini dapat menambah wawasan kita dan
Allah S W T selalu memberi ilmu dan petunjuk serta meridhoi apa yang kita kerjakan.
amien
Gugat Balik / rekonvensi

lanjutan : eksepsi

Gugat balik atau gugat dalam rekonvensi diatur dalam Pasal. 132 (a) dan Pasal 132 (b)
HIR. Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat atau para tergugat untuk
mengajukan gugatan balik kepada penggugat. Yng disebut dengan gugat rekonvensi
adalah gugatan balasan yang diajukan oleh tergugat asli (penggugat dalam rekonvensi)
yang digugat adalah penggugat asli (tergugat dalam rekonvensi) dalam sengketa yang
sedang berjalan antara mereka. Penggugat rekonvensi dapat juga menempuh jalan lain
yakni dengan mengajukan gugatan baru dan tersendiri, lepas dari gugat asal.
Gugat balasan diajukan bersama=sama dengan jawaban, baik itu berupa jawaban
lisanatau tertulis, dalam praktik gugat balasan dapat diajukan selama belum dimulai
dengan pemeriksaan bukti, artinya belumsampai pada pendengaran keterangan saksi.
Sedang tujuan diperbolehkan mengajukan gugatan balasan atas gugatan penggugat
adalah:
1. Bertujuan menggabungkan dua tuntutan yang berhubungan.
2. Mempermudah prosedur.
3. Menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan antara satu dengan yang
lainnya.
4. Menetralisir tuntutan konvensi.
5. Acara pembuktian dapat disederhanakan.
6. Menghemat biaya.
Gugatan rekonvensi hendaknya berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan
hukum kebendaan, bukan yang berhubungan dengan hukum perorangan atau berkaitan
dengan status seseorang.237 Sebagai contoh dalam praktek sidang peradilan agama, jika
suami selaku pemohon, kemudian pihak istri selaku termohon menuntut kepada pihak
suami sebagai pemohon asal perihal nafkah wajib, mut’ah, kiswah, mas kawin dan
pemeliharaan anak, Begitu juga bila istri mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya
baik dengan jalan pelanggaran ta’lik talak (Sighot ta’lik talak) maupun syiqoq, maka
pihak suami sebagai tergugat mengajukan gugat balik (rekonvensi) tentang harta
bersama, pemeliharaan anal dan lain-lain.238
Beberapa syarat gugat rekonvensi diajukan dimuka persidangan pengadilan agama, yakni
:
1. Gugatan rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertamaoleh
tergugat baik tertulis maupun dengan lisan.239. namun menurut Wiryono Projodikoro,
gugatan rekonvensi masih dapat diajukan dalam acara jawab menjawabdan sebelum acara
pembuktian.
2. Tidak dapat diajukan dalam tingkat banding, bila dalam tingkat pertama tidak
diajukan.240.
3. Penyusunan gugatan rekonvensi sama dengan gugatan konvensi.
Baik gugat asal (konvensi) maupun gugatan balik (rekonvensi) pada umumnya
diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan, dan pertimbangan hukumnya memuat
dua hal, yakni pertimbangan hukum dalam konvensi dan pertimbangan hukum dalam
rekonvensi.
Menurut ketentuan pasal 132 (a) HIR dan pasal 157 R.Bg dalam setiap gugatan, tergugat
dapat mengajukan rekonvensi terhadap penggugat, kecuali dalam tiga hal, yaitu: 241.

1. Penggugat dalam kualitas berbeda.


Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kualitas
(sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonvensinya ditujukan kepada diri sendiri pribadi
penggugat (pribadi kuasa hukum tersebut).
2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa gugatan rekonvensi.
Gugatan rekonvensi tidak diperbolehkan terhadap perkara yang tidak menjadi wewenang
Pengadilan Agama, seperti suami menceraikan istri, istri mengajukan rekonvensi , mau
cerai dengan syarat suami membayar hutangnya kepada orang tua istri tersebut. Masalah
sengketa hutang piutang bukan kewenangan pengadilan agama.

3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.


Gugatan rekonvensi tidak boleh dilakukan dalam hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti
hakim memerintahkan tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu
unit mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat mengajukan
rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan mobil tersebut
kepada pihak ketiga, rekonvensi seperti ini harus dittolak.

A. Pencabutan dan Mengubah surat Gugatan.


Perihal mengubah bias berarti menambah, mengurangi, bahkan bias jadi berubah sikap
untuk mencabut surat gugatan. Secara tegas tidak diatur dalam HIR atau R.Bg, dengan
demikian hakim ada keleluasaan untuk menentukan sampai dimana penambahan atau
pengurangan surat gugatan itu akan akan diperbolehkan, dengan selalu memperhatikan
kepentingan kedua belah pihak, terutama kepentingan pihak tergugat sebagai pihak yang
digugat, bagi tergugat berhak membela diri, dengan harapan tidak dirugikan dengan
adanya perubahan atau penambahan dalam gugatan tersebut. Disamping itu perubahan
atau penambahan yang dilakukan penggugat tidak bertentangan dengan asas-asas hukum
acara perdata, disamping tidak mengubahatau menyimpang dari fakta materiil walaupun
tidak ada tuntutan subsider.
Perubahan gugatan tidak diperbolehkan apabila berdasar atas keadaan hukum yang sama
dimohon pelaksanaan suatu hak yang lain atau apabila penggugat mengemukakan
keadaan baru sehingga dengan demikian mohon putusan hakim tentang suatu hubungan
hukum antara kedua belah pihak yang lain dari pada yang semula telah dikemukakan.
Contoh perubahan gugatan, semula gugatan perceraian adalah karena perzinahan,
kemudian mohon diubah sehingga dasar gugatan perceraian menjadi keretakan rumah
tangga yang tidak dapat diperbaki (Onheel bare tweespact). Sebagai contoh penembahan
gugatan , dalam hal permohonan agar gugatan ditambah dengan petitum dimaksudkan
agar putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoer bij voorraad).
Perihal penembahan atau pengurangan atau perubahan gugatan yang dimohon oleh pihak
penggugatsetelah tergugat menyampaikan jawaban, hal itu harus mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari tergugat, apabila pihak tergugat menyatakan kewberatan,
maka permohonan mengenai perubahan tau penambahan atau pengurangan gugatan
tersebut harus ditolak.
Sebagai contoh dalam permohonan cerai talak, bila pemohon melakukan perubahan atau
tidak jadimenjatuhkan talak, maka hal ini akan menguntungkan bagi termohon untuk
bersatu kembali, tetapi apabila termohon ternyata menginginkan untuk dicerai, maka hal
tersebut akan merugikan termohon, sehingga termohon harus mengajukan gugatan
sendiri. Artinya si istri harus mengajukan gugatan cerai kepada pengadilan.
Mengubah gugatan diperbolehkan sepanjang masih dalam tahap pemeriksaan perkara,
dengan catatan tidak sampai pada mengubah atau menambah (“onderwerp van geschil”)
petitum atau pokok tuntutan. Dalam arti lain perubahan gugatan dapat dikabulkan asal
tidak melampaui batas-batas materi pokok pertama yang dapat dikabulkan kerugian pada
hak-hak pembelaan tergugat. Dan perubahan gugatan tidak dibenarkan apabila
pemeriksaan perkara sudah hamper selesai, pada saat mana dalil-dalil tangkisan sudah
disampaikan.
Sehubungan dengan asas kedudukan majlis hakim memimpin persidangan adalah aktif
dan dibebani fungsi memberi bantuan dalam hal-hal yang bertujuan memperlancar
perkara dan tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
Hakim secara bijaksana harus menawarkan bahkan menyarankan kepada penggugat
apabila terdapat hal-hal dalam suratgugatan untuk diubah, ditambah atau dikurangi,
apabila hal tersebut sangat diperlukan untuk mempercepat penyelesaian perkara.
Berkaitan dengan pencabutan gugatan atau permohonan oleh penggugat adalah tidak
diatur dalah HIR atau R.Bg, namun dalam praktek gugatan dapat saja dicabut oleh
penggugat secara sepihak dengan catatan apabila perkara belum diperiksa, apabila
perkara sudah diperiksa dan tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu maka
pencabutan perkara tersebut haruys mendapat persetujuan dari pihak tergugat.
Apabila gugatan dicabut sebelum perkara diperiksa maka dianggap seperti belum pernah
diajukan. Akan tetapi bila gugatannya dicabut setelah perkara sudah mulai diperiksa dan
tergugat tidak menyetujui pencabutan ini, maka hakim akan memberikan keputusannya
terhadap perkara itu berupa penetapan.
B. Intervensi.
Pembahasan mengenai intervensi adalah tidak diatur dalam HIR dan RBg, dan juga
dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang
nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama , hal itu diatur dalam RV pasal 279 sampai
dengan pasal 282, namundemikian pasal dalam RV tersebut berlaku juga dalam proses
persidangan di Pengadilan Agama. Yang dimaksud dengan intervensi adalah suatu aksi
hukum oleh pihak yang berkepentingan dengan jalan melibatkan diri dalam suatu perkara
perdata yang sedang berlangsung antara kedua pihak yang berperkara.
Dalam Reglement op de burgerlijke rechtsvordering (RV) terdapat dua bentuk intervensi,
yaitu intervensi yang bersifat menengahi (tussenkomst) dan intervensi yang bersifat
menyertai (voeging). Kecuali dua bentuk intervensi tersebut dijumpai juga dalam praktek
intervensi vrijwaring.
a. Tussenkomst (menengahi)
Yang disebut dengan menengahi (tussenkomst) adalah aksi hukum pihak ketiga dalam
perkara perdata yang sedang berlangsung dan membela kepentingannya sendiri untuk
melawan kedua pihak yang sedang berperkara.
Dengan keterlibatannya pihak ketiga sebagai pihak yang berdiri sendiri dan membela
kepentingannya, maka pihak ketiga ini melawan kepentingan penggugat dan tergugat
yang sedang berperkara, pihak ketiga tersebut disebut intervenent. Apabila intervensi
dikabulkan maka perdebatan menjadi perdebatan segi tiga. Intervensi dalam bentuk
tussenkomst bias terkabulkan dan bias juga ditolak, pengabulan atau penolakan tersebut
dalam bentuk putusan sela, dalam hal ini putusan insidentil.
Dikabulkannya intervensi tusskomst, putusannya dijatuhkan sekaligus dalam satu
putusan, apakah penggugat atau tergugat yang menang atau ataukah intervenent yang
menang, yang pasti adalah bahwa salah satu dari kedua gugatan itu yang dikabulkan atau
mungkin juga kedua-duanya ditolak.

Ciri-ciri tussenkomst:
Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dan berdiri sendiri.
Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian, atau kehilangan haknya yang
mungkin terancam.
Melawan kepentingan kedua belah pihak yang berperkara.
Dengan memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara (Penggabungan
tuntutan).
Syarat-syarat mengajukan tussenkomst adalah :
Merupakan tuntutan hak.
Adanya kepentingan hukum dalam sengketa yang sedang berlangsung.
Kepentingan tersebut harus ada hubungannya dengan pokok perkara yang sedang
berlangsung.
Kepentingan mana untuk mencegah kerugian atau mempertahankan hak puihak ketiga.
Keuntungan tussenkomst:
Prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan.
Proses berperkara dipersingkat.
Terjadi penggabungan tuntutan.
Mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.
Mengenai prosedur acaranya adalah pihak ketiga yang berkepentingan mengajukan
gugatan kepada Ketua Pengadilan Agama dengan melawan pihak yang sedang
bersengketa (Penggugat dan tergugat) dengan menunjuk nomor dan tanggal perkara yang
dilawan tersebut. Suarat gugatan disusun seperti gugatan biasa dengan memuat identitas,
posita dan potitum. Surat gugatan tersebut diserahkan ke meja I yang selanjutnya
diproses seperti gugatan biasa , dengan membayar biaya tambahan panjar perkara tetapi
tidak diberi nomor perkara baru melainkan memakai nomor perkara yang dilawan
tersebut dan dicatat dalam regester, nomor dan kolom yang sama.
Yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Agama adalah mendisposisikan kepada majlis
hakim yang menangani perkara itu. Kemudian ketua majlis mempelajari gugatan
intervensi tersebut dan membuat “penetapan” yang isinya memerintahkan kepada juru
sita agar pihak ketiga tersebut dipanggil dalam sidang yang akan dating untuk
pemeriksaan gugatan intervensi tersebut bersama pihak lawan. Terhadap intervensi
tersebut hakim akan menjatuhkan putusan “sela” untuk mengabulkan atau menolak
intervensi tersebut. Apabila dikabulkan maka intervenient ditarik sebagai pihak dalam
sengketa yang sedang berlangsung.
b. Voeging (menengahi).
Yang disebut dengan voeging yaitu suatu aksi hukum oleh pihak yang
berkepentingandengan jalan memasuki perkara perdata yang sedang berlangsung antara
penggugat dan tergugat untuk bersama-sama tergugat untuk menghadapi penggugat.
Perbedaannya dengan tussenkomst adalah keberpihakannya ditujukan langsung kepada
pihak tergugat.
Ciri-ciri voeging:
Sebagai pihak yang berkepentingan dan berpihak kepada salah satu pihak dari penggugat
atau tergugat.
Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya sendiri dengan jalan membela
salah satu yang bersengketa.
Memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara.
Syarat-syarat untuk mengajukan voeging adalah :
1. Merupakan tuntutan hak
2. Adanya kepentingan hukum untuk melindungi dirinya dengan jalan berpihak kepada
tergugat.
3. Kepentingan tersebut haruslah ada hubungannya dengan pokok perkara yang sedang
berlangsung.
Keuntungan voeging adalah :
Prosedur beracara dipermudah dan disederhanakan.
Proses berperkara dipersingkat.
terjadinya penggabunga tuntutan
Mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.
Prosedur acaranya adalah pihak ketiga yang berkepentingan mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan Agama dengan mencampuri yang sedang bersengketa, yaitu
penggugat dan tergugat untuk bersama-sama salah satu pihak menghadapi pihak lain
guna kepentingan hukumnya. Permohonan dibuat seperti gugatan biasa dengan menunjuk
nomor dan tanggal perkara yang akan diikutinya itu.
Permohonan voeging dimasukkan pada meja pertama dan diproses oleh kasir dan meja II
sampai pada ketua, kemudian ketua Pengadilan Agama menyerahkan berkas tuntutan itu
lewat panitera kepada majlis hakim yang menangani perkara itu, kemudian majlis hakim
memberikan penetapan , dengan isi penetapan menolak atau menerima pihak ketiga untuk
turut campur dalam sengketa tersebut, apabila dikabulkan maka permohonan ditarik
sebagai pihak dalam sengketa yang sedang berlangsung.

A. Vrijwaring (penarikan)
Vrijwaring atau penarikan pihak ketiga dalamperkara adalah suatu aksi hukum yang
dilakukan oleh tergugat untuk menarik pihak ketiga dalam perkara guna menjamin
kepentingan tergugat menghadapi gugatan penggugat.
Adapun cirri-ciri Vrijwaring adalah :255
Merupakan penggabungan tuntutan.
Salah satu pihak yang bersengketa menarik pihak ketiga didalam sengketa.
Keikut sertaan pihak ketiga timbul karena dipaksa dan bukan karena kehendaknya.
Tujuan salah satu pihak (tergugat) menarik pihak ketiga adalah agar pihak ketiga yang
ditarik dalam sengketa yang sedang berlangsung akan membebaskan pihak yang
memanggilnya (tergugat) dari kemungkinan akibat putusan tentang pokok perkara.
Prosedur Vrijwaring tergugat dalam jawabannya atau dupliknya memohon kepada majlis
hakim yang memeriksa perkaranya agar pihak ketiga yang dimaksudkan oleh tergugat
sebagai penjamin ditarik masuk kedalam proses perkara untuk menjamin tergugat.Majlis
hakim dengan penetapan yang dimuat dalam berita acara persidangan memerintahkan
memanggil pihak ketiga tersebut dalam persidangan yang akan datanguntuk pemeriksaan
vrijwaring bersama-sama penggugat dan tergugat .
Dari hasil pemeriksaan itu hakim menjatuhkan “putusan sela” untuk menolak atau
mengabulkan permohonan vrijwaring tersebut. Apabila dikabulkan maka pihak pihak
ketiga ditarik masuk dalam proses perkara tersebut.

C. Komulasi Gugatan.
Komulasi gugatan tidak diatur dalam HIR atau BW, bahwa yang disebut dengan gugatan
adalah diajukan oleh seorang, karena ia merasa haknya dilanggar. Jadi dalam hal ini ada
kepentingan dari yang bersangkutan sehubungan dengan pe3ngajuan gugatan tersebut,
yaitu adanya suatu fakta hukum yang menjadi dasar gugatan. Komulasi yang tidak ada
hubungannya sama sekali adalah tidak benar.
Pada umumnya gugatan harus berdiri sendiri , penggabungan gugatan yang
diperkenankan sepanjang masih dalam batas-batas tertentu, yaitu apabila pihak penggugat
atau pihak tergugat adalah mereka yang secara nyata telah bersengketa yang diajukan
dimuka persidangan dan dalam penggabungan gugatan itu memang sudah diatur dalam
undang-undang, sebagai contoh gugatan perceraian, didalamnya terdapat masalah lain
yang melekat pada gugatan perceraian tersebut, seperti pembagian harta bersama, nafkah
anak, nafkah istri dan penguasaan anak.
Contoh lain dalam hal gugatan hak waris, apabila suatu warisan diperebutkan oleh
beberapa ahli waris, maka hal tersebut adalah diperbolehkan karena yang menjadi
persengketaan pada hakekatnya adalah satu persoalan tentang kewarisan, bahkan hal ini
sudah menjadi yurisprodensi Mahkamah Agung, bahwa dalam hal gugatan mengenai
warisan, penggugat harus menggugat semua ahli waris sebagai pihak dalam perkara waris
tersebut.
Permohonan penggabungan gugatan itu apabila diajukan oleh penggugat harus diajukan
dalam surat gugatan kedua atau gugatan yang berikutnya, sedangkan apabila diajukan
oleh pihak tergugat, maka hal itu harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama,
apabila permohonan dikabulkan , maka perkara yang baru itu akan diserahkan kepada
majlis hakim yang memeriksa perkara yang pertama untuk digabungkan, penggabungan
dan komulasi gugatan diatur dalam pasal 134 dan 135 RV. Dalam bahasa Belanda disebut
dengan voeging van zaken, untuk menggabungkan perkara tersebut dijatuhkan dengan
putusan sela yang disebut dengan putusan insidentil.
Komulasi gugatan kemungkinan terjadi dalam 3 (tiga) bentuk yakni :

1. Objective comulatie (Penggabungan obyektif).


Pengertian obyective comulatie (penggabungan obyektif) adalah apabila pihak penggugat
mengajukan beberapa obyek gugatan dalam satu perkara sekaligus. Meskipun
penggabungan obyektif gugatan secara khusus tidak ditemukan dalam Undang-undang,
namun penggabungan obyektif seperti ini diperbolehkan dalam praktik acara peradilan
Agama selama permasalahannya terkait erat dengan perkara pokoknya, hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan proses berperkara dan tidak berseberangan dengan
prinsip-prinsip keadilan.
Beberapa hal tidak diperbolehkan dalam komulasi obyektif yaitu :
Penggabungan antara gugatan yang diperiksa dengan acara khusus seperti perceraian
digabung dengan perkara perdata biasa (misalkan mengenai pelaksanaan perjanjian)
Penggabungan anatara dua atau lebih tuntutan yang salah satu diantaranya pengadilan
tidak berwenang secara absolut untuk memeriksanya.
Penggabaungan antara tuntutan mengenai bezit dengan tuntutan mengenai eigendom.260.
Komulasi obyektif dalam praktik di Pengadilan Agama kemungkinan terjadi dalam
perkara perceraian yang digabungkan dengan tuntutan nafkah madhiyah, nafkah anak,
pemeliharaan anak , dan nafkah iddah, Hal ini dimungkinkan karena masih terkait dengan
kewenangan absolut Pengadilan Agama.

2. Subyective Comulatie (penggabungan subyektif).


Bentuk penggabungan subyektif bias terjadi apabila penggugat lebih dari satu orang
melawantergugat yang lebih dari satu orang juga, Hal ini diperbolehkan menurut
hukumacara perdata, dengan catatan tuntutan penggugat tersebut harus ada hubungan erat
satu sama lain.261

3. Concursus (kebersamaan)
Komulasi kebersamaan yang dimaksud adalah apabila seseorang penggugat mempunyai
beberapa tuntutan yang meneju pada suatu akibat hukum saja. Dimana apabila satu
tuntutan sudah terpenuhi, maka tuntutan yang lain dengan sendirinya terpenuhi juga.
Contoh permonan pemohon dalam hal terlaksanya pernikahan yang terhambat karena
masalah wali adhal, dispensasi nikah, dan ijin kawin. Ketiga hal tersebut hamper serupa
dalam persoalannya dan memiliki tujuan yang sama pula yakni terlaksanya pernikahan,
maka ketiga hal tersebitdapat digabung menjadi satu, sehingga apabila ijin kawin
dikabulkan maka dengan sendirinya kedua hal yang lain tersebut mengikutinya.

You might also like