You are on page 1of 26

PENYAKIT PADA SEL HEPAR

CHOLESISTITIS

DISUSUN OLEH:

Kelompok 05

Kevin Jonathan (0810063)

Bonita Fransiska R. (0810094)

Febby V. (0810098)

Stefanus Bambang (0810144)

Dea Tantiara B. (0810130)

Christina Melissa S. (0810134)

Yunita Indah Dewi (0810138)

Azarel Jimmy (0810152)

Easter Taruli V. (0810219)

T. M. Randy (0810231)

TUTOR :

dr. Susy

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG – 2009
Sistem Duktus Biliaris
The duct system for the passage of bile extends from the liver, connects with the gallbladder, and
empties into the descending part of the duodenum. The coalescence of ducts begins in the liver
parenchyma and continues until the right and left hepatic ducts are formed. These drain the
respective lobes of the liver.

The two hepatic ducts combine to form the common hepatic duct, which runs, near the liver,
with the hepatic artery proper and portal vein in the free margin of the lesser omentum.

As the common hepatic duct continues to descend, it is joined by the cystic duct from the
gallbladder. This completes the formation of the bile duct. At this point, the bile duct lies to the
right of the hepatic artery proper and usually to the right of, and anterior to, the portal vein in the
free margin of the lesser omentum. The omental foramen is posterior to these structures at this
point.

The bile duct continues to descend, passing posteriorly to the superior part of the duodenum
before joining with the pancreatic duct to enter the descending part of the duodenum at the major
duodenal papilla

Normal histology-Gallbladder
Has mucosa, muscularis propria and serosa on free surface; no muscularis mucosa or submucosa
is present

Mucosa: variable branching folds, more prominent if gallbladder not distended

Surface epithelium: composed of single layer of uniform, tall columnar cells with basal nuclei,
indistinct nucleoli, pale cytoplasm due to sulfomucins; also pencil cells (small, darkly staining
columnar cells), inconspicuous basal epithelial cells, T lymphocytes; no goblet cells,
myoepithelial cells or melanocytes; neck region has tubuloalveolar mucus glands that secrete
sulfo-, sialo- and neutral mucin and contain neuroendocrine cells; true glands are not present
outside the neck

Lamina propria: loose connective tissue with blood vessels, lymphatics, occasional chronic
inflammatory cells (IgA secreting plasma cells), no neutrophils

Muscular layer: circular, longitudinal and oblique smooth muscle fibers without distinct layers,
resembles muscularis mucosa; adjacent to lamina propria without an intervening submucosa

Adventitia: perimuscular connective tissue composed of collagen, elastic tissue, fat, vessels,
lymphatics, nerves, paraganglia
Peritoneum: lines gallbladder that is not directly attached to liver, is continuous with that of
liver
Aberrant bile ducts (ducts of Lushka): present in 10% of cholecystectomy specimens, often
buried in gallbladder wall adjacent to liver, may contain collar of fibrous tissue, may
communicate with intrahepatic bile ducts

Rokitansky-Aschoff sinuses: outpouchings of gallbladder mucosa that penetrate into muscle


wall; may be acquired herniations

Larger accessory bile ducts: join with cystic or hepatic ducts, may be present within
gallbladder bed

Mucin-secreting accessory glands: prominent near terminus of common bile duct

FISIOLOGI SISTEM HEPATOBILIER


Salah satu dari berbagai fungsi hati adalah mengeluarkan empedu, normalnya anatara 600 – 1000
ml/hari.

Dua fungsi penting dari empedu :

1. Pencernaan dan absorpsi lemak.


Hal ini dikarenakan asam empedu dalam empedu melakukan dua hal :
- Membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar dari makanan menjadi
partikel-partikel kecil.
- Membantu absorpsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membrane
mukosa intestinal.
2. Mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah.
Hal ini terutama meliputi bilirubin dan kelebihan kolesterol.

SEKRESI EMPEDU

Empedu disekresikan oleh sel-sel fungsional utama hati, yaitu sel hepatosit. Sekresi ini
mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zat-zat organic lainnya. Kemudian
empedu disekresikan ke dalam kanalikuli biliaris kecil yang terletak di antara sel-sel hati.
Selanjutnya mengalir menuju septa interlobularis, tempat kanalikuli mengeluarkan empedu ke
dalam duktus biliaris terminal dan kemudian secara progresif masuk ke duktus yang lebih besar,
akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris komunis. Dari sini empedu langsung
dikeluarkan ke dalam duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai beberapa jam
melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu.

Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris, bagian kedua dari sekresi hati ditambahkan
ke dalam sekresi empedu yang pertama. Sekresi tambahan ini berupa larutan ion-ion Natrium
dan Bikarbonat encer yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris yang mengelilingi duktus
dan duktulus. Fungsinya adalah untuk menetralkan asam yang dikeluarkan dari lambung ke
duodenum.

PENYIMPANAN DAN PEMEKATAN EMPEDU DALAM KANDUNG EMPEDU

Empedu disekresikan terus-menerus oleh sel-sel hati, namun sebagian besar normalnya disimpan
dalam kandung empedu sampai diperlukan di dalam duodenum. Volume maksimal yang dapat
ditampung kandung empedu hanya 30 – 60 ml. Dalam 12 jam, sekresi empedu mencapai 450 ml,
namun dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan elektrolit kecil
lainnya secara terus-menerus diabsorbsi melalui mukosa kandung empedu, memekatkan sisa zat-
zat empedu yang mengandung garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Empedu secara
normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat, tetapi dapat dipekatkan maksimal 20 kali lipat.

KOMPOSISI EMPEDU

- Air
- Garam empedu
- Bilirubin
- Kolesterol
- Asam lemak
- Lesitin
- Na+
- K+
- Ca ++
- Cl-
- HCO3-

PENGOSONGAN KANDUNG EMPEDU

Ketika makanan mulai dicerna di dalam upper GIT, kandung empedu mulai dikosongkan,
terutama waktu makan berlemak mencapai duodenum sekitar 30 menit setelah makan.
Mekanisme pengosongan kandung empedu adalah kontraksi ritmis dinding kandung empedu ,
dan relaksasi dari sfingter Oddi yang dirangsang oleh hormone kolesistokinin. Rangsangan untuk
memasukkan kolesistokinin ke dalam darah dari mukosa duodenum adalah kehadiran makanan
berlemak dalam duodenum.
Selain kolesistokinin, kandung empedu juga dirangsang secara lemah oleh serabut-serabut saraf
yang menyekresi asetilkolin dari system saraf vagus dan enteric usus. Keduanya merupakan saraf
yang dapat meningkatkan motilitas dan sekresi dalam bagian lain upper GIT.

FUNGSI GARAM-GARAM EMPEDU PADA PENCERNAAN & ABSORPSI LEMAK

Sel-sel hati menyintesis sekitar 6 gram garam empedu setiap harinya. Precursor dari gaaram
empedu adalah kolesterol.

Garam empedu mempunyai dua kerja penting pada traktus intestinal :

- Emulsifikasi partikel lemak dalam makanan


- Membantu absorpsi dari asam lemak, monogliserida, kolesterol, dan lemak lain dalam
traktus intestinal.

Dalam membantu absorpsi, garam empedu akan membentuk kompleks-kompleks fisik yang
sangat kecil dengan lemak ini, kompleks ini disebut micel, dan bersifat semi larut di dalam
kimus akibat muatan listrik dari garam-garam empedu.

Selanjutnya micel akan diangkut ke mukosa usus, lalu diabsorpsi ke dalam darah.

SIRKULASI ENTEROHEPATIK

Sekitar 94 % garam empedu direabsorpsi ke dalam darah dari usus halus. Garam empedu
kemudian memasuki darah portal dan diteruskan kembali ke hati. Pada saat melewati sinusoid
vena, garam empedu diabsorpsi kembali ke dalam sel-sel hati dan kemudian disekresikan
kembali ke dalam kandung empedu.

Dengan caara ini, sekitar 94 % dari semua garam empedu disekresikan kemabi ke kandung
empedu. Rata-rata garam ini akan mengalami sirkulasi sebanyak 17 kali sebelum dikeluarkan
bersama feses.

Sejumlah kecil garam empedu yang dikeluarekan ke dalam feses akan diganti dengan jumlah
garam yang baru yang dibentuk terus-menerus oleh sel-sel hati. Sirkulasi ulang garam empedu
ini disebut sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu.
SINTESIS EMPEDU
Asam empedu dibentuk dari kolesterol di dalm hati. Asam-asam ini adalah asam kolat dan asam
kenodioksikolat. 7α- hidroksilasi pada kolesterol merupakan tahap regulatorik pertama dan terpenting
dalam biosintesis empedu yang dikatalisa oleh kolesterol 7α-hidroksilase enzim ini ,suatu
monooksigenasetipikal yang memerlukan O2, NADPH, dan sitokrom P450. Tahap- tahap hiroksilasi jiga
dikatalisa oleh oleh enzim monooksigenase.

Jalur biosintesis asam empedu awalnya terbagi dalam satu sub jalur yang menghasilakan kolil-
KoA ditandai oleh tambahan gugus α-OH pada posisi 12 dan jalur lain yang menghasilkan
kenodeoksilat- KoA. Jalur kedua di mitokondria yang melibatkan 27-hidroksilasi kolesterol oleh sterol
27 hidroksilase sebagai langkah pertama menghasilkan banyak asam empedu primer.

Asam empedu primer memasuki empedu sebagai konjugat glisin dan konjugat taurin konjugasi
berlangsung di peroksisom (g:t =3:1). Pada empedu yang alkalis asam-asam empedu dan konjugatnya
berada dalam bentuk garam maka munculah istilah garam empedu.

Sebagian asam empedu primer diusus menglami perubahan lebih lanjut oleh aktivitas bakteri
usus. Perubahan – perubahan mencakup dekonjugasi dan 7α- dehidroksilasi yang menghasilkan asam
empedu sekunder, asam deoksikolat, asam litokolat.

Sintesis asam empedu diatur ditahap 7α-hidroksilase. Tahap penentu laju utama adalah pada
reaksi kolesterol 7α hidroksilase. Aktivitas enzim diatur secara umpan balik melalui reseptor pengikat
asam empedu yaitu Reseptor Farnesoid X (FXR). Asam kenodeoksikolat sangat penting untuk
pengaktifan FXR. Aktivitas kolesterol ditingkatkan oleh kolesterol dari makanan dan endogen dan di atur
oleh insulin, glukagon, glukokortikoid dan tiroid

PEMBENTUKAN HEME
Substrat utama pembentukan heme adalah suksinil – KoA dari siklus asam sitrat dalam
mitokondria, dan asam amino glisin. Piridoksal fosfat (vit. B6) juga diperlukan dalam reaksi ini
umtuk mengaktifkan glisin dan sebagai bagian dari enzim ALA sintase.
Biosintesis heme terjdi dalam 7 tahapan yang masing-masing tahap dikatalisa oleh enzim yang
berbeda-beda.

Tahap Lokasi Enzim Prekursor Hasil


I M ALA sintase Suksinil Ko-A & ALA
Glisin
II S ALA dehidratase ALA Porfobilinogen
III S PBG deaminase Porfobilinogen Uroporfirinogen III
Uroporfirinogen sintase
IV S Uroporfirinogen dekarbosilase Uroporfirinogen III Koproporfirinogen III
V M Koproporfirinogen oksidase Koproporfirinogen III Protoporfirinogen III
VI M Protoporfirinogen oksidase Protoporfirinogen III Protoporfirin III
VII M Ferokelatase Protoporfirin III Heme

PIGMEN EMPEDU
Haemoglobin akan diuraikan menjadi heme dan globin. Globin diuraikan menjadi asam amino
pembentuknya, kemudian digunakan kembali. Zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi
yang juga akan digunakan kembali.
Tempat penguraian heme : sel-sel retikuloendotelial hepar, limpa, dan sum-sum tulang. Heme
bersifat hidrofobik harus diubah dulu agar larut dalam air sehingga dapat diekskresikan.
Katabolisme heme berjalan oleh system enzim kompleks yang dinamakan heme oksigenase.
Reaksi yang terjadi adalah :
1. Enzim heme oksigenase mengoksidasi heme sehingga cincin heme terbuka, membentuk
tetrapirol linear biliverdin (berwarna hijau kebiruan), Fe 3+, dan CO.
2. Jembatan metal antara cincin III dan IV direduksi oleh enzim biliverdin reduktase
membentuk bilirubin (berwarna kuning)

Bilirubin uncojugated yang sudah terbentuk di jaringan perifer diangkut ke hati oleh albumin
plasma. Metabolisme pigmen empedu selanjutnya terjadi di hepar dan usus.

Metabolisme pigmen empedu di hepar dapat dibagi menjadi 3 proses :

1. Pengambilan bilirubin unconjugated oleh sel parenkim hepar


Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air. Dalam plasma, bilirubin terikat pada
albumin yang berafinitas tinggi. Dalam hepar, bilirubin dilepas dari albumin dan secara
pasif masuk ke endotel sinusoid hepatosit.
Bilirubin ini disebut juga bilirubin indirek.
2. Konjugasi bilirubin dan reticulum endoplasma halus
Dalam hepatosit, enzim Uridin difosfat glukuronat transferase (UDPG transferase)
menambahkan 2 molekul glukoronat ke dalam molekul bilirubin, sehingga membentuk
bilirubin diglukoronat yang lebih larut dalam air.
Bilirubin ini disebut bilirubin direk/conjugated.
3. Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu
Sekresi ini terjadi melalui mekanisme transport aktif.

Perbedaan bilirubin indirek dengan bilirubin direk :

Bilirubin indirek Bilirubin direk


Larut dalam lemak, sedikit larut dalam air Larut dalam air dan plasma
Sangat toksis Tidak toksis
Dapat melewati blood brain barrier Tidak dapt melewati blood brain barrier
(-) di urine (+) di urine
Reaksi indirek dengan Wan den Berg (perlu Reaksi direk dengan Van den Berg
etanol)

METABOLISME PIGMEN EMPEDU DI USUS

Dari empedu, bilirubin conjugated disekresikan ke dalam usus. Dalam ileum terminalis dan
colon, glukoronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik (enzim ß-glukoronidase),
kemudian direduksi oleh flora usus menjadi sekelompok senyawa tetrapirol yang berwarna,
Urobilinogen dan Stercobilinogen. Senyawa ini mudah dioksidasi menjadi urobilin dan
stercobilin yang berwarna.

Sebagian kecil urobilinogen diserap kembali oleh usus dan diekskresi kembali melalui hati untuk
melewati siklus urobilinogen enterohepatik. Urobilinogen diekskresikan melalui ginjal dalam
bentuk urobilin (± 0-4 mg/hr). Ekskresi stercobilin dalam feces ± 40-280 mg/hr)

SINTESIS DAN METABOLISME BILIRUBIN

Hemoglobin

Heme Globin

Heme okigenase(sel retikuloendotelial hepar,limpa,sumsum tulang

Biliverdin(hijau kebiruan)+Fe 3+ + CO

Biliverdin reduktase(mereduksi jembatan metal antara cincin III & IV)

Bilirubin (kuning)

Terikat albumin plasma masuk ke endotel sinusoid hepar

Bilirubin unconjugated

Uridin difosfat glukuronat transferase (UDPG transferase)

Bilirubin conjugated

Sekresi ke dalam empedu melalui mekanisme transport aktif

Sekresi ke dalam usus

β-glukoronidase (ileum terninalis dan colon) melepaskan glukoronida


oleh bakteri usus

Stercobilinogen dan Urobilinogen

Stercobilin Urobilin siklus urobilinogen


enterohepatik

CHOLECYSTITIS
Definisi

Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu yang dapat bersifat akut, kronis, atau akut (pada kronis
dan hampir selalu berkaitan dengan batu empedu).

Klasifikasi

Acute Cholecystitis

Etiologi secara umum:

Pada 96% pasien, duktus sistikus terobstruksi oleh batu empedu. Garam empedu yang terperangkap
bersifat toksik terhadap dinding kantung empedu. Lemak dapat menembus sinus-sinus Rokintansky-
Aschoff dan mempengaruhi reaksi iritan. Meningkatnya tekanan menekan pembuluh darah yang terdapat
pada dinding kantung empedu; infartion dan gangrene dapat terjadi selanjutnya.

Enzim-enzim pakreas dapat juga menyebabkan acute cholecystitis, diperkirakan karena adanya
regurgitasi ke sistem billiary dimana terdapat duktus biliaris komunis/duktus koledokus dan duktus
pankreatikus. Seperti regurgitasi pankreatik dapat diperhitungkan untuk beberapa pasien acute
cholecystitis yang tanpa adanya batu empedu.

Inflamasi oleh bakteri merupakan bagian yang terintegrasi dari acute cholecystitis. Deconjugasi garam
empedu oleh bakteri dapat memproduksu asam empedu yang bersifat toksik yang dapat menyebabkan
injuri pada mukosa.

Acute cholecystitis diklasifikasikan lagi menjadi:

KOLESISTITIS KALKULOSA AKUT

Definisi: Peradangan akut kandung empedu yang mengandung batu dan dipicu oleh obstruksi leher
kandung empedu atau duktus sistikus.

Etiologi: pada awalnya adalah akibat iritasi kimiawai dan peradangan dinding kandung empedu dalam
kaitannya dengan hambatan aliran keluar empedu.

Penyebab tersering dari kolesistitis akut adalah obstruksi terus menerus dari duktus sistikus oleh batu
empedu yang mengakibatkan peradangan akut dari kandung empedu. Pada hampir 90% kasus diserati
dengan kolelithiasis. Respon inflamasi ditimbulkan tiga faktor yakni mekanik, kimiawi, dan bakterial.
KOLESISTITIS AKALKULOSA AKUT

Insidensi: antara 5-12% kandung empedu yang diagkat atas indikasi kolesistitis akut tidak berisi batu
empedu.

Faktor Resiko: Sebagian besar kasus ini terjadi pada pasien yang sakit berat:

1. keadaan pascaoperasi mayor nonbiliaris

2. Trauma berat (co: kecelakaan lalulintas)

3. Luka bakar luas

4. Sepsis

5. dehidrasi, stasis dan pengendapan dalam kandung empedu, gangguan pembuluh darah, dan akhirnya
kontaminasi bakteri.

ACALCULOUS CHOLECYSTOPATHY

Gangguan motilitas dari kandung empedu dapat menyebabkan sakit pada kandung empedu yang berulang
pada pasien yang tidak ada batu empedu. Disfungsi sphingter oddi juga dapat menyebabkan timbulnya
sakit RUQ yang berulang dan CCK-scintigraphic yang abnormal.

EMPHYSEMATOUS CHOLECYSTITIS

Emphysematous Cholecystitis dipelajari bahwa berawal dengan cholecystitis (kalkulus atau akalkulus)
yang diikuti oleh iskemia atau gangrene pada dinding kandung empedu dan infeksi oleh organisme yang
memproduksi gas.

Chronic Cholecystitis

Mungkin merupakan kelanjutan dari kolesistitis akut berulang, tetapi pada umumnya keadaan ini timbul
tanpa riwayat serangan akut. Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya peradangan kronis dan,
pada sebagian besar kasus, pembentukan batu. Mikroorganisme, biasanya Escherichia coli dan
enterokokus, dapat dibiak dari empedu pada hanya sekitar sepertiga kasus.
CHOLELITHIASIS

Definisi: Batu empedu

Epidemiologi

Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi
di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Anka kematian
akibat pembedahan untuk bedah saluran empedu secara keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000
pasien meninggal setiap tahun akibat penyakit batu empedu atau penyulit pembedahan.

Klasifikasi

Terdapat dua jenis utama batu empedu. Di Barat, sekitar 80% adalah batu kolesterol, yang mengandung
kristal kolesterol monohidrat. Sisanya terutama terdiri atas garam kalsium bilirubin dan disebut batu
pigmen (batu hitam dan coklat).

Etiologi

Batu kolesterol: tiga faktor utama menentukan terbentuknya batu kolesterol supersaturasi kolesterol,
nukleasi kristal kolesterol monohidrat, dan disfungsi kandung empedu.

Batu pigmen: Ca-bilirubinat dalam jumlah besar dan mengandung , < 50% kolesterol.

Faktor Resiko

- Usia dan Jenis Kelamin: Prevalensi batu empedu meningkat seumur hidup. Di Amerika Serikat, kurang
dari 5-6% populasi yang berusia kurang dari 40 tahun mengidap batu, berbeda dengan 25-30% pada
mereka yang berusia lebih dari 80 tahun. Prevaensi pada perempuan berkulit putih adalah sekitar dua kali
dibadingkan laki-laki.

- Etnik dan geografi: prevalensi batu empedu kolesterol mendekati 75% pada populasi Amerika asli,
sedangkan batu pigmen jarang: (tampaknya berkaitan dengan hipersekresi kolesterol empedu). Batu
empedu lebih prevalen di masyarakat industri barat dan jarang di masyarakat yang sedang atau belum
berkembang.

- Lingkungan: Pengaruh estrogen, termasuk kontrasepsi oral dan kehamilan, meningkatkan penyerapan
dan sintesis kolesterol sehingga terjadi peningkatan ekskresi kolesterol dalam empedu. Kegemukan,
penurunan berat yang cepat, dan terapi dengan obat antikolesterolemia juga dilaporkan berkaitan erat
dengan peningkatan sekresi kolesterol empedu.
- Penyakit didapat: Setiap keadaan dengan motilitas kandung empedu yang berkurang mempermudah
terbentuknya batu empedu, seperti kehamilan, penurunan berat yang cepat dan cedera medula spinalis.
Namun, pada sebagian besar kasus, hipomotilitas kandung empedu timbul tanpa sebab yang jelas.

- Hereditas: Selain etnisitas, riwayat keluarga saja sudah menimbulkan resiko. Demikian juga berbagai
kelainan herediter metabolisme, misalnya yang berkaitan dengan ganggan sintesis dan sekresi garam
empedu.

Meskipun hubungan antara berbagai faktor resiko untuk batu pigmen rumit, sudah jelas bahwa adanya
unconjugated bilirubin di saluran empedu meningkatkan resiko pembentukan batu pigmen, seperti yang
terjadi pada anemia hemolitik. Endapan terutama terdiri atas garam kalsium bilirubinat yang tak-larut.

Faktor Resiko Untuk Batu Empedu

Batu Kolesterol Batu Pigmen

Demografi: Eropa Utara, Amerika Utara dan Demografi: Orang Asia > Barat, pedesaan >
Selatan, Amerika Asli, Amerika Meksiko perkotaan

Usia Lanjut Sindrom Hemolitik kronis

Hormon Seks Perempuan Penyakit saluran cerna: penyakit ileum


- jenis kelamin perempuan (crohn), resesi atau bedah pintas ileum,
- kontrasepsi oral fibrosis kistik disertai insufisiensi pankreas
- kehamilan
Kegemukan Infeksi Saluran Empedu

Penurunan berat dengan cepat

Stasis kandung empedu

Kelainan herediter metabolisme asam


empedu

Sindrom Hiperlipidemia

Faktor Predisposisi (tambahan)

Cholesterol Stone

1. Demographic/ Faktor Genetik: Prevalensi tertinggi di North American Indians, Chileans Indean, and
Chileans Hispanics, lebih besar di Northern Europe dan North America dibandingkan di Asia, paling
rendah di Jepang: disposisi familial; dan aspek herediter.

2. Obesitas: sekresi asam empedu normal tapi terjadi peningkatan sekresi dari kolesterol.

3. Hilang berat badan: mobilisasi jaringan lemak mengarah ke peningkatan sekresi kolesterol biliaris
selama sirkulasi eneterohepatic asam empedu berkurang.
4. Sex hormon wanita:

a. Estrogen merangsang hepatic lipoprotein reseptors, meningkatkan uptake dari dietary


cholesterol, dan meningkatkan sekresi kolesterol biliary.

b. Estrogen natural, estrogen yang lainnya, dan kontrasepsi oral menyebabkan pengurangan
sekresi garam empedu dan pengurangan konversi kolesterol ke kolesterol ester.

5. Peningkatan Usia: adanya peningkatan sekresi kolesterol billiary, pengurangan ukuran dari pool asam
empedu, dan pengurangan sekresi dari garam empedu.

6. Hipomotilitas kandung empedu menyebabkan keada stasis dan pembentukan lumpur/ sludge.

a. Nutrisi parenteral yang memanjang.

b. Puasa

c. Kehamilan

d. Obat-obatan, seperti ocreotide

7. Terapi Clofibrate: meningkatkan sekresi kolesterol bilier.

8. Pengurangan sekresi asam empedu.

a. Sirosis biliari primer

b. defek genetik dari gen CYP7A1

9. Pengurangan sekresi fosfolipid: defek genetik pada gen MDR3

10. Miscellaneous

a. High kalori, high-fat diet


b. Injuri sum-sum tulang belakang.

Patogenesis
Batu kolesterol

Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu kolesterol adalah supersaturasi kolesterol,
nukleasi kristal monohidrat dan disfungsi kandung empedu

Supersaturasi kolesterol

Kolesterol disekresi dalam bentuk unilamellar phospholipid vesicles. Pada cairan empedu
normal, vesikel ini larut dalam misel yang permukaan luarnya bersifat hidrofilik.
Bagian dalam misel bersifat hidrofobik dan kolesterol diinkorporasikan pada interior misel
tersebut. Bila cairan empedu jenuh dengan kolesterol atau bila konsentrasi asam empedu rendah,
kelebihan kolesterol tidak dapat ditranspor oleh misel sehingga vesikel-vesikel koleseterol
tertinggal dan cenderung beraggregasi membentuk inti Kristal.

Supersaturasi kolesterol dapat terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan dan atau
karena hiposekresi asam empedu. Faktor resiko hipersekresi kolesterol bilier adalah obesitas
( umumnya berhubungan dengan hiperlipoproteinemia yang menigkatkan sintesis kolesterol ),
kadar estrogen ( meningkatkan reseptor lipoprotein B dan E sehingga uptake kolesterol oleh
hepar juga menigkat ) dan progesteron ( menghambat konversi kolesterol menjadi kolesterol
ester ) yang tinggi dan defek genetic.

Dikatakan bahwa konsentrasi kolesterol empedu tidak berkolerasi dengan konsentrasi kolesterol
plasma. Namun banyak penelitian yang mengimplikasikan adanya hubungan kolesterol plasma
dengan kolesterol empedu. Salah satu penelitian menyatakan adanya hubungan antara sindrom
metabolic ( penigkatan kolesterol darah ). Pedoman klasik menyatakan bahwa batu kolesterol
umumnya terdapat pada perempuan ( female ), gemuk ( fatty ), yang dalam masa subur ( fertile )
dan yang berusia di atas 40 tahun ( forty ).

Nukleasi kolesterol

Terbentuknya inti kolesterol monohidrat penting dalam terbentuknya batu kolesterol. Dikatakan
bahwa nukleasi kolesterol lebih berperan daripada supersaturasi kolesterol dalam pembentukan
batu kolesterol, karena tidak semua kandung empedu dengan supersaturasi kolesterol ditemukan
batu kolesterol.

Vesikel kolesterol yang mempunyai rasio kolesterol-fosfolipid yang tinggi beraggregasi dan
membentuk Kristal dengan cepat. Vesikel kolesterol dalam cairan empedu hepar lebih stabl dan
tahan terhadap nukleasi karena perbandingan kolesterol dan fosfolipid yang rendah.

Berbagai penelitian dalam dekade terkhir berhasil mengidentifikasi protein yang berperan dalam
nukleasi kolesterol antara lain musin, α1-acid glycoprotein, α1-antichimotripsin dan fosfolipase
C. protein tersebut kadarnya meningkat secara signifikan pada kandung empedu dengan batu
dibandingkan dengan supersaturasi kolesterol tanpa batu empedu.

Disfungsi kandung empedu

Disfungsi mencakup perubahan pada epitel mukosa dan dismotilitas kandung empedu. Kedua hal
ini tampak saling berhubungan. Kontraksi kandung empedu yang tidak baik menyebabkan stasis
empedu. Stasis empedu ini adalah faktor resiko terbentuknya batu empedu karena musin akan
terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu terapung dalam kandung empedu. Musin
tersebut akan semakin kental dan viskositas yang tinggi akan mengganggu pengosongan
kandung empedu.
Probabilitas terbentuknya Kristal akan meningkat dengan adanya stasis empedu, hidrolisis
bilirubin terkonjugasi dalam kandung empedu akan menghasilkan bulirubin tak terkonjugasi
yang dapat mengendap dengan kalsium.

Batu pigmen

Dinamakan batu pigmen karena batu jenis ini mengandung kalsium bilirubinat dan mengandung
< 50 % kolesterol. Terdapat 2 macam batu pigmen yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen
coklat. Faktor risiko terbentuknya batu pigmen hitam antara lain hemolisis, sirosis hepatis, dan
usia tua. Terbentuknya batu pigmen ini didasarkan pada konsep pengendapan biliruibin.
Bilirubin terkonjugasi mempunyai kalarutan yang tinggi sehingga garam kalsium –bilirubin
mono/ diglukoronida mudah larut dalam cairan empedu. Sebaliknya, blirubin yang tidak
terkonjugasi tidak larut dan dapat kita simpulkan bahwa bilirubin jenis inilah yang mengendap
pada batu pigmen. Kelainan hemolitik menghasilkan bilirubin tak terkonjugasi dalam jumlah
besar, hal ini tentunya lebih kondusif terhadap pembentukan batu pigmen.

Batu pigmen coklat berbeda dengan batu pigmen hitam. Bila batu pigmen hitam hampir selalu
terbentuk di kandung empedu, batu pigmen coklat dapat terbentuk di saluran empedu , bahkan
setelah kolesistektomi. Seperti pada batu pigmen hitam, insiden batu pigmen coklat juga
meningkat pada usia tua, dan sedikit lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki

Faktor predisposisi lainnya adalah kelainan anastomosis saluran empedu. Adanya asam lemak
dalam batu pigmen coklat menyokong hipotesis bahwa batu pigmen coklat terbentuk karena
infeksi dan stasis, karena fosfolipase bakteri umunya menghasilkan asam palmitat dan stearat
dari pemecahan lesitin.

Kolesistitis akut.

Kolesistitis akut adalah inflamasi akut yang dicetuskan oleh obstruksi dari duktus sistikus.
Penyebab tersering dari kolesistitis akut adalah obstruksi terus menerus dari duktus sistikus oleh
batu empedu yang mengakibatkan peradangan akut dari kandung empedu. Respon inflamasi
ditimbulkan oleh tiga faktor yakni mekanik, kimiawi, dan bacterial. Inflamasi mekanik karena
menigkatnya tekanan intraluminal dan peregangan yang mengakibatkan tertekannya pembuluh
darah dan iskemia dari mukosa dinding, dapat terjadi infark dan gangrene. Inflamasi kimiawi
yang disebabkan oleh terlepasnya lisolesitin ( karena aksi dari fosfolipase pada lesitin dalam
cairan empedu ), reabsorbsi dari garam empedu, prostaglandin, dan mediator inflamasi yang lain
juga terlibat. Lisolesitin bersifat toksis pada mukosa kandung empedu. Inflamasi bacterial yang
berperan pada 50-80 % kasus kolangitis akut. Kuman yang seringkali diisolasi dari kultur cairan
kandung empedu antara lain E. coli, Klebsiella spp, Streptococcus sp, dan Clostridium sp.
Batu empedu

Obstruksi
lisolesitin bakteri

Tekanan intraluminal

pereganngan iskemia Mukosa v. felea

Inflamasi

Patofisiologi
Batu empedu dapat mengakibatkan:

 Kolik. Jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau duktus biliaris communes untuk
sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltic
di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri viscera di daerah epigastrium, mungkin dengan
penjalaran ke punggung serta muntah.
 Kolesistitis akut, gejala yang ditimbulkan sama dengan yang telah disebutkan di atas dan
ditambah demam dan leukositosis. Penyebab yang penting adalah trauma pada epitel kandung
empedu yang disebabkan oleh batu. Prostaglandin akan dilepaskan dari epitel kandung empedu
selain fosfolipase A2. Fosfolipase A2 memecah fosfatidilkolin menjadi lisolesitin (yakni,
menghilangkan asam lemak pada C2), yang selanjutnya akan menyebabkan kolesistitis akut. Pada
beberapa keadaan, hal ini dapat menyebabkan perforasi kandung empedu.

Gejala Klinis
 Nyeri abdomen di RUQ

 Nyeri bisa menjalar ke bahu dan punggung

 Naussea

 Vomitus

 Fever
 Hilang nafsu makan

Biasa terjadi setelah makan terutama setelah makan makanan yang tinggi lemak.

Differential Diagnoses

Kolesistitis Kolelitiasis Koledokoliti Pankreatitis


asis(L)/Kola
ngitis(i)
Wnt,>40thn + + + +
Obese + + +
Alkohol +
Estrogen,pil + + +
KB,kehamilan

ikterus +(i) +

Nyeri hipokondrium + + + +
kanan&epigastrium

Menyebar ke bahu +
kanan
Kolesistitis Kolelitiasis Koledokoliti Pankreatitis
asis(L)/Kola
ngitis(i)
Menyebar ke +
punggung
Nyeri tekan + + +
RUQ
Febris,nausea + Demam(i) +
,vomit
Murphy sign +

Leukositosis + +

Infeksi bakteri +(i)

Lipase&amila
se pankreas
Tampak batu +/- + +(L) +/-
pd USG

Dasar Diagnosis

• Anamnesis:
-KU: nyeri RUQ 3 jam setelah makan

-awal nyeri: epigastrium àRUQ selama 24 jam trkhr

-1x vomit, febris, diare(-), nyeri di punggung (-)

-sering sakit “maag” + obt antimaag di warung

• PD:
-Keadaan umum: skt sdg, obese

-Vital signs: TD :  , Nadi :  , T: 

-Kulit: hangat, ikterik(-)

-Kepala: conjunctiva ≠ anemis, sclera ≠ ikterik

-Abdomen: palpasi à masa(-),nyeri tekan RUQ(+),Murphy sign(+)

-Perkusi: fist percussion test à (+) di RUQ

• Laboratorium:
-Hematologi: leukosit , LED 
-Urinalisis & pemeriksaan feses (N)

• Hasil Pemeriksaan Penunjang:


-Bilirunin total à 

-Bilirubin direk à 

-SGOT/SGPT à N

-Amilase serum & Lipase serum à N

-Kolestrol total à 

-Kolesterol LDL à 

-USG: “sonographic Murphy sign” (+), distensi vesica fellea, & penebalan

dinding 2mm dgn gbran “double rim”,batu soliter lk 1,2 mm di duktus

sistikus

Dasar Diagnosis
Wanita, obese, datang dengan keluhan :

 ada sakit di epigastrium


 sakit epigastrium yang kemudian menjalar ke RUQ
 ada nyeri RUQ 3 jam setelah makan
 adanya muntah, mual, meriang, febris, leukositosis, sedikit kenaikan bilirubin dan faal
hati pada pasien (kolesistitis)
 adanya murphy sign (+), fist percussion test (+) ----adanya gallbladder di ductus
cysticus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukositosis, hiperbilirubinemia ringan, dan peningkatan
kolesterol total.
B. Pemeriksaan Radiologis
1. USG
Pemeriksaan ini sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan
besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu extra hepatic.
Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.
Pada kasus ini didapatkan hasil USG: ‘sonographic Murphy sign’ (+), gallbladder distensi dan
dindingnya menebal 2 mm, dengan gambaran “double rim”, pericholecystic fluid” (-). Tampak
batu soliter lk 1,2 mm yang terletak di ductus cycticus. Tak tampak pelebaran saluran empedu
intra dan ekstra hepatal.

2. CT Scan
Bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor.
Pemeriksaan ini bias menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati (fatty
liver) dan jaringan lemak yang mnebal secara abnormal (hemokromatosis).
Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak
digunakan.

3. Oral Colesistogram
Pada colesistogram, foto rontgen akan menunjukkan jalur dari zat kontras radiopak yang telah
ditelan, diserap di usus, di buang ke dalam empedu dan di simpan di dalam kantung empedu.
Jika kandung empedu tidak berfungsi, zat kontras yangtidak akan tampak di dalam kandung
empedu.
Jika kandung empedu masih berfungsi, maka batas luar kandung empedu akan tampak pada foto
rontgen.

4. ERCP (Endoscopic Retrograde Choledochopancreaticography)


Suatu endoskop yang dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dank e dalam usus
halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam
sfingter Oddi.
ERCP untuk menyingkirkan atau mengkonfirmasi adanya obstruksi ductus cystikus.

5. Foto Polos
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan data yang khas sebab hanya sekitar 10-15% batu
kandung empedu yang bersifat radioopaq. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos.
Pada peradangan akut dengan kandung empedu ya ng membesar, kandung empedu dapat terlihat
sebagai masa jaringan lunak di RUQ yang menekan gambaran udara dalam usus besar di flelsura
hepatica.

TREATMENT ACUTE CHOLECYSTITIS EC


CYSTICOLITHIASIS

MEDICAL CARE
Treatment yang penting untuk acute cholecystitis antara lain adalah :
1. Bowel rest.
2. IV hydration.
3. Analgesic.
4. IV antibiotics.
Beberapa pilihan yang bisa dipakai antara lain :

 Piperacillin/tazobactam (Zosyn, 3.375 g IV q6h or 4.5 g IV q8h), ampicillin/sulbactam


(Unasyn, 3 g IV q6h), atau meropenem (Merrem, 1 g IV q8h). Untuk kasus yang berat,
bisa dipakai imipenem (500 mg IV q6h).
 Pilihan alternatif lainnya adalah cephalosporin generasi ke 3 plus Fagyl (1 g IV loading
dose followed by 500 mg IV q6h).
 Bacteria that are commonly associated with cholecystitis include E coli and Bacteroides
fragilis and Klebsiella, Enterococcus, and Pseudomonas species. Bakteri yang biasanya
berhubungan dengan cholecystitis antara lain E coli dan Bacteroides fragilis dan
Klebsiella, Enterococcus, dan Pseudomonas species.
 Emesis bisa diatasi dengan antiemetics dan nasogastric suction.
 Oleh karena progresi yang cepat dari acute acalculous cholecystitis menjadi gangrene dan
perforasi, pengenalan lebih awal dan intervensi sangat dibutuhkan.
 Supportive medical care harus termasuk restorasi dari stabilitas hemodinamik dan
antibiotic untuk bakteri gram negative dan anaerob jika ada infeksi pada traktus biliaris.
 Stimulasi kontraksi kandung empedu dengan CCK secara IV telah menunjukkan
keefektifan untuk mencegah terbentuknya gallblader sludge pada pasien yang menerima
TPN.

SURGICAL CARE
Laparoscopy cholecystectomy adalah terapi operasi standar untuk cholecystitis. Beberapa
penelitian telah membuktikan bahwa laparoscopy awal mengurangi lama rawat inap dengan
perbedaan yang tidak berarti dalam konversi dan komplikasi.
Kontraindikasi untuk laparoscopy adalah :
1. High risk for general anasthesia.
2. Morbid obesity.
3. Signs of gallblader perforation such as abscess, peritonitis, or fistula.
4. Giant gallstone or suspect malignancy.
5. End stage liver disease with portal hypertension and severe coagulopathy.

DIET
Pasien dengan cholecystitis tidak boleh menerima sesuatu lewat mulut. Diet dengan cairan dan
diet rendah lemak dianjurkan untuk penderita cholecystitis.
MEDICATION
Tujuannya adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.

Antiemetics
Pasien dengan cholecystitis biasanya mengalami nausea dan vomiting. Antiemetik dapat
membantu membuat pasien nyaman dan mencegah keabnormalan cairan dan elektrolit.

 Prometazine (Phenergan, Prorex, Anergan)


Untuk terapi simptomatis nausea pada disfungsi vestibular. Antidopaminergik agent
efektif dalam mengobati emesis. Obat ini memblok postsynaptic mesolimbic
dopaminergik receptors di otak dan mengurangi stimulasi pada sistem retikular batang
otak.
12.5-25 mg PO/IV/IM/PR q4h prn

 Prochlorperazine (Compazine)
Obat ini memblok postsinaps mesolimbic dopamine receptors melalui efek antikolinergik
dan mendepresi aktivitas sistem retikular.
5-10 mg PO/IM tid/qid; not to exceed 40 mg/d
2.5-10 mg IV q3-4h prn; not to exceed 10 mg/dose or 40 mg/d
25 mg PR bid

Analgesics
 Meperidine (Demerol)

DOC. Suatu analgesik dengan aksi multipel seperti morphin. Mengurangi konstipasi,
spasme otot polos, dan depresi reflex batuk.

50-150 mg PO/IV/IM/SC q3-4h prn

 Hydrocodone dan acetaminophen (Vicodin, Lortab 5/500, Lorcet-HD)


Diindikasikan untuk sakit ringan sampai berat. Setiap tab/cap mengandung 5 mg
hydrocodone dan 500 mg acetaminophen.
1-2 tab/cap PO q4-6h prn

 Oxycodone dan acetaminophen (Percocet, Tylox, Roxicet)


Diindikasikan untuk sakit sedang sampai berat.
Setiap tab/cap mengandung 5 mg oxycodone dan 325 mg acetaminophen.
1-2 tab/cap PO q4-6h prn
Antibiotics
Pengobatan cholecystitis dengan abtibiotik baik untuk organisme E coli, B fragilis, dan
Klebsiella, Pseudomonas, dan Enterococcus species.

 Ciprofloxacin (Cipro)

Fluoroquinolone menghambat sintesis DNA dan dengan demikian, menghambat


pertumbuhan bakteri. Efektif terhadap bakteri aerob gram negatif dan gram positif.
Pengobatan dilanjutkan 7-14 hari setelah gejala menghilang.

400 mg IV q12h

 Meropenem (Merrem)
Menghambat sintesis dinding sel bakteri. Efektif terhadap bakteri gram positif dan gram
negatif.
1 g IV q8h

 Imipenem dan cilastin (Primaxin)


Untuk pengobatan infeksi organisme multipel.
250-500 mg q6h IV for a maximum of 3-4 g/d
Alternatively, 500-750 mg IM q12h or intra-abdominally

 Piperacillin dan tazobactam (Zosyn)

Merupakan antipseudomonal penicillin plus beta-lactamase inhibitor. Menghambat


biosintesis dinding sel mucopeptide dan efektif selama masa multiplikasi aktif.

3.375 g IV q6h

 Ampicillin dan sulbactam (Unasyn)


Merupakan kombinasi dari beta-lactamase inhibitor dengan ampicillin. Melapisi
epidermal dan flora enteric anaeorb.
1.5 g (1 g ampicillin plus 0.5 g sulbactam) to 3 g (2 g ampicillin plus 1 g sulbactam)
IV/IM q6-8h; not to exceed 4 g/d sulbactam or 8 g/d ampicillin

 Metronidazole (Flagyl)
Efektif terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Digunakan dalam kombinasi dengan
antimikrobial lainnya (kecuali Clostridium difficile enterocolitis).
Loading dose: 15 mg/kg or 1 g for 70-kg adult IV over 1 h
Maintenance dose: 6 h following loading dose, infuse 7.5 mg/kg or 500 mg for 70-kg
adult over 1 h q6-8h; not to exceed 4 g/d
BATU EMPEDU
Kolelitiasis ditangani baik secara non bedah maupun dengan pembedahan. Tata laksana
non bedah terdiri atas lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu dapat dilakukan
pencegahan kolelitiasis dengan mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum
dengan cara mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin
dikenal dapat menghambat sintesis kolesterol karena menghambat enzim HMG CoA reduktase.
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu
kolesterol. Lisis kontak melalui kateter perkutan ke dalam kandung empedu dengan metilbutil
eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif tapi kerap disertai
penyulit.
Pembedahan dilakukan untuk batu kandung empedu yang simptomatik. Indikasi
kolesitektomi elektif konvensional meupun laparoskopik adalah kolelitiasis asimptomatik pada
penderita DM karena serangan kolesistitis akut dapat menimbulkan kolesistitis berat. Indikasi
lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menendakan
stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu
yang lebih besar sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.
Indikasi lain adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma.

PREVENTION
Diet
Faktor diet mempengaruhi pembentukan batu empedu.
Fats. Walaupun lemak (khususnya saturated fats yang ditmukan pada daging, mentega, dan
produk hewani lainnya) mempunyai peranan dalam serangan batu empedu, beberapa penelitian
menemukan risiko yang lebih rendah untuk terbentuknya batu pada orang-orang yang
mengkonsumsi makanan yang mengandung monounsaturated fats (ditemukan pada olive dan
canola oils) atau omega 3 fatty acids (ditemukan pada canola, flaxseed, dan minyak ikan).
Minyak ikan cukup menguntungkan untuk pasien dengan level trigliserid yang tinggi dengan
meningkatkan aksi pengosongan kandung empedu.
Fiber. Konsumsi tinggi serat dapat mengurangi faktor risio terjadinya batu empedu.
Nuts. Kita dapat mengurangi risiko terbentuknya batu dengan memakan kacang (peanuts dan
tree nuts seperti walnuts dan almonds).
Fruit and Vegetables. Memakan banyak buah dan sayuran akan mengurangi risiko terbentuknya
betu empedu yang membutuhkan pengangkatan kandung empedu.
Vegetable Protein. Sebuah penelitian epidemiologi 2004 menemukan bukti bahwa konsumsi
protein sayuran (seperti soybean) dapat membantu untuk mencegah batu simptomatik.
Lecithin. Lecithin merupakan komponen penting pada empedu, mengandung choline dan
inositol, yang penting untuk memecah lemak dan kolesterol. Kadar rendah lecithin dapat
mempercepat pembentukan batu kolesterol. Lecithin tersedia pada telur, soybeans, liver, wheat
germ, dan peanuts.
Sugar. Konsumsi tinggi gula dapat meningkatkan faktor risiko untuk batu empedu. Diet dengan
tinggi karbohidrat seperti pasta dan roti juga meningkatkan faktor risiko, karena karbohidrat akan
diubah menjadi gula di dalam tubuh.
Alcohol. Beberapa penelitian melaporkan penurunan risiko untuk batu empedu dengan konsumsi
alkohol. Dengan jumlah yang sedikitpun (1 ounce per day) dapat menurunkan risiko pada wanita
sebesar 20%. Konsumsi dengan jumlah sedang (1-2 drinks a day) juga memperlihatkan
keuntungan dalam proteksi jantung. Tetapi harus diingat, moderate intake dapat meningkatkan
risiko anker payudara pada wanita, wanita hamil, dan orang yang tidak bisa minum-minum dan
orang dengan penyakit hati tidak boleh meminum sama sekali.
Vitamin C. Vitamin C dapat membantu untuk memecah kolesterol. Defisiensi vitamin C dapat
mempertinggi risiko batu empedu.
Coffee. Dalam suatu penelitian, seorang laki-laki yang meminum 2 gelas kopi per hari (baik
instant, filtered atau espresso) mempunyai 40% risiko yang lebih rendah daripada mereka yang
tidak meminum kopi. Mereka yang meminum 4 gelas kopi per hari mempunya risiko yang paling
rendah.

Preventing Gallstones During Weight Loss


Mempertahankan berat ideal dan menghindari kehilangan berat badan dengan cepat
adalah kunci untuk mengurangi risiko batu empedu. Mengkonsumsi obat ursodiol (disebut juga
ursodeoxyxholic acid atau Actigall) selama kehilangan berat badan akan mengurangi risiko pada
orang-orang yang sangat overweight dan butuh untuk kurus secara cepat. Obat ini biasanya
digunakan untuk melarutkan batu yang sudah ada. Suatu penelitian pada tahun 2001
menyarankan orlistat (Xenical), yaitu suatu obat untuk mengobati obesitas, dapat mencegah
terbentuknya batu empedu selama kehilangan berat badan. Obat ini mengurangi asam empedu
dan komponen lainnya yang terlibat dalam produksi batu empedu.

Exercise
Olahraga teratur akan mengurangi risiko batu empedu dan penyakit empedu, bahkan pada
orang-orang yang overweight. Beberapa bukti menyatakan, untuk mengontrol berat badan,
olahraga membantu mengurangi kadar kolesterol di dalam traktus biliaris, yang dapat membantu
mencegah terbentuknya batu empedu.

Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs


Beberapa data mengindikasikan bahwa mengonsumsi NSAIDs seperti aspirin atau
ibuprofen melindungi kita dari perkembangan batu empedu.
Untuk catatan, penggunaan NSAIDs jangka panjang dapat menyebabkan masalah pada
gaster seperti ulkus dan pendarahan, dan mungkin penyakit jantung.
The Effects of Cholesterol-Lowering Drugs
Walaupun agent-agent yang menurunkan kadar kolesterol akan mencegah terjadinya
batu, tetapi pada beberapa kasus, justru dapat meningkatkan faktor risiko. Obat yang paling
efektif untuk mengobati kadar kolesterol yang tinggi adalah lovastatin (Mevacor), pravastatin
(Pravachol), simvastatin (Zocor), fluvastatin (Lescol), atorvastatin (Lipitor), dan rosuvastatin
(Crestor). Tetapi, hanya mengurangi kolesterol saja tetap tidak memberikan efek pada batu
kolesterol.

Komplikasi Batu Empedu


1. Kolesistitis akut

15% persen penderita batu empedu dapat mengalami Kolesistitis akut, gejalanya seperti mual,
muntah, dan panas. Ada nyeri tekan pada RUQ dan kandung empedu yang membesar dan tanda-
tanda peritonitis. Kompresi lokal dapat menyebabkan leukositosis dan kenaikan bilirubin.

2. Obstruksi duktus koledokus


Dapat besrifat sementara, intermitten, atau permanen.
3. Peradangan hebat
Hal ini terjadi bila batu dapat menebus dinding kandung empedu.
4. Peritonitis
5. Ruptur dinding kandung empedu

Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad Functionam : ad bonam

You might also like