You are on page 1of 17

BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT)

DAN
KOPERASI SYARIAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah LKS Non-bank

Dosen pembimbing :
Yuke Rahmawati

Disusun oleh:
Akhmad Aminullah 108046100161
Annisa Fathih Kurnia 108046100163
Fatimah Azzahra 108046100165
Gilang Aji Sulastomo 108046100169
Putri Lailatina 108046100176

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lembaga keuangan bank dan non bank memiliki peranan penting dalam sistem
keuangan suatu negara. Salah satunya adalah menjaga stabilitas keuangan dalam
perekonomian suatu negara. Karena itu lembaga keuangan bank dan non bank menjadi
salah satu pilar stabilitas ekonomi keuangan.
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia secara otomatis
ikut memacu perkembangan lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank.
Oleh karena itu banyak inovasi-inovasi dari lembaga keuangan baik bank maupun non
bank.
Baitul maal wa tamwil dan koperasi syariah sebagai lembaga keuangan mikro
berperan sangat penting dalam perkembangan ekonomi masyarakat. Karena lembaga-
lembaga tersebut langsung bersentuhan dengan industri mikro yang dijalankan oleh
masyarakat luas. Untuk itu penulis akan membahas lebih jauh mengenai BMT dan
koperasi syariah beserta mekanisme dan sistem operasinya dalam membantu usaha mikro
di masyarakat.

B. Manfaat dan Tujuan Penulisan


Manfaat dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui peran dan fungsi dari BMT dan koperasi syariah dalam
perekonomian indonesia
2. Memahami mekanisme dan sistem operasi dari BMT dan koperasi syariah
3. Mengetahui produk BMT dan koperasi syariah

C. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membatasi masalah pada:
1. Apa yang dimaksud dengan BMT dan koperasi syariah ?
2. Bagaimana prinsip BMT dan koperasi syariah ?
3. Apa pebedaan dari koperasi syariah dan BMT ?
4. Bagaimana mekanisme dan sistem operasi dari BMT dan koperasi syariah ?
5. Apa saja produk-produk yang ada dalam BMT dan koperasi syariah ?

D. Metodologi Penulisan
Dalam penulisan makalah ini metodologi yang digunakan adalah metode
kepustakaan dimana penulis mengambil bahan makalah dari berbagai sumber
bahan bacaan yang terkait dengan makalah. Selain itu penulis mengambil
referensi dari digital library, yaitu melalui browsing internet.
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
B. Manfaat dan tujuan penulisan
C. Rumusan masalah
D. Metodologi penulisan
E. Sitematika penulisan
Bab II Pembahasan
A. Pengertian BMT dan koperasi syariah
B. Prinsip BMT dan koperasi syariah
C. Perbedaan BMT dan koperasi syariah
D. Produk dan mekanisme operasional BMT dan koperasi syariah
E. Peraturan hukum dan BMT
F. Prospek dan pengembangan BMT
Bab III Penutup
Kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian BMT dan Koperasi Syariah


BMT kepanjangan dari Balai Usaha Mandiri Terpadu atau yang lebih dikenal
dengan kepanjangan dari Baitul Maal Wat Tamwiil . Baitul maal wat tamwil (BMT)
sendiri terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul Maal terdiri dari
kata bait yang berarti rumah sedangkan maal berasal dari kata mall yang artinya harta,
jadi baitul maal artinya rumah harta. Baitul maal lebih mengarah kepada usaha – usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non – profit, seperti; zakat, infaq dan shadaqah
serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Sedangkan
baitut tamwiil secara etimologi berasal dari kata baitun dan mawala, tetapi jamaknya
tamwil yang artinya berputar atau produktif sehingga dana yang ada dapat disimpan
untuk dibiayakan atau diputar melalui usaha agar produktif, jadi dengan kata lain baitut
tamwil adalah usaha yang melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan
antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonomi.
Sedangkan “koperasi”, dari segi etimologi berasal dari bahasa Inggris yaitu
cooperation yang artinya bekerja sama. Sedangkan dari segi terminologi koperasi syariah
ialah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum yang bekerja sama dengan penuh kesadaran untuk meningkatkan kesejahteraan
anggota atas dasar sukarela secara kekeluargaan dengan berpegang pada Al-qur’an dan
Sunnah sehingga sesuai dengan syariat islam.
Dalam hal ini visi dari adanya kegiatan BMT adalah mengarah pada upaya untuk
mewujudkan BMT menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat, dan kuat, yang
mampu meningkatkan kualitas ibadah anggotanya (ibadah dalam arti yang luas),
sehingga mampu berperan sebagai wakil-pengabdi Allah SWT, memakmurkan
kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan tujuan dari didirikannya BMT adalah untuk meningkatkan kualitas
usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Sama halnya dengan BMT, koperasi syariah juga dalam perkembangannya
memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang
berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Di sisi lain, BMT memiliki fungsi antara
lain:
a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan mengembangkan
potensi serta kemampuan ekonomi anggota, Kelompok Usaha Anggota Muamalat
(Pokusma) dan kerjanya,
b. Mempertinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma agar menjadi lebih profesional
dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam mengahadapi tantangan global,
c. Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan anggota.1
BMT, dalam perkembangannya memiliki ciri-ciri utama, yaitu:
1. Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi
paling banyak untuk anggota dan lingkungannya,
2. Bukan lembaga sosial, akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan
pendistribusian zakat, infak, sedeka, bagi kesejahteraan orang banyak,
3. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya,
4. Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT sendiri, bukan
milik orang seorang atau bukan pula milik orang dari luar masyarakat itu.
Sedangkan koperasi syariah, memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Mengakui hak milik individu terhadap modal usaha
2. Tiadanya transaksi yang berbasis bunga (riba)
3. Berfungsi sebagai institusi zakat
4. Mengakui mekanisme pasar
5. Mengakui motif mencari keuntungan
6. Mengakui kebebasan berusaha
7. Mengakui adanya hak bersama
1
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009,
hlm. 448-450.
2.2 Prinsip BMT dan Koperasi Syariah
Dalam menjalankan usahanya BMT menggunakan 3 prinsip:
1. Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini
dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana
(penyimpan dan penabung). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah
Mudharabah dan Musyarakah.
2. Prinsip Jual-beli dengan Keuntungan (Mark-Up)
Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT
mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberikuasa) melakukan pembelian barang atas
nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering
disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada
penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Mudharabah dan
Bai’bitsaman ajil.
3. Prinsip Non-profit
Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip ini lebih bersifat
sosial dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan
biaya (non cost of money) yang disebut pembiayaan Qardul Hasan.

Seperti halnya BMT, koperasi syariah juga memiliki prinsip-prinsip yang


terangkum dalam fungsinya sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dan
menyalurkan dananya ke masyarakat. Sehingga dalam hal ini koperasi memiliki fungsi:
 Fungsi sebagai Manajer Investasi
Koperasi Syari’ah merupakan manajer Investasi dari pemilik dana yang
dihimpunnya. Besar kecilnya Hasil Usaha Koperasi tergantung dari keahlian, kehati-
hatian, dan profesionalisme koperasi Syari’ah. Penyaluran dana yang dilakukan koperasi
syari’ah memiliki implikasi langsung kepada berkembangnya sebuah koperasi syari’ah.
Koperasi Syari’ah melakukan fungsi ini terutama dalam akad pembiayaan Mudharabah,
dimana posisi bank sebagai “agency contract” yaitu sebagai lembaga yang
menginvestasikan dana-dana pihak lain pada usaha-usaha yang menguntungkan. Jika
terjadi kerugian maka Koperasi syari’ah tidak boleh meminta imbalan sedikitpun karena
kerugian dibebankan pada pemilik dana. Fungsi ini terlihat pada penghimpunan dana
khususnya dari bentuk tabungan Mudharabah maupun investasi pihak lain yang tidak
terikat. Oleh karenanya tidak sepatutnya koperasi syari’ah menghimpun dana yang
bersifat mudharabah baik tabungan maupun investasi tidak terikat jika tidak memiliki
obyek usaha yang jelas dan menguntungkan.
 Fungsi sebagai Investor
Koperasi Syari’ah menginvestasikan dana yang dihimpun dari anggota maupun
pihak lain dengan pola investasi yang sesuai dengan syar’ah. Investasi yang sesuai
meliputi akad jual beli secara tunai (Al Musawamah) dan tidak tunai (Al Murabahah),
Sewa-menyewa (Ijarah), kerjasama penyertaan sebagian modal (Musyarakah) dan
penyertaan modal seluruhnya (Mudharabah). Keuntungan yang diperoleh dibagikan
secara proporsional (sesuai kesepakatan nisbah) pada pihak yang memberikan dana
seperti tabungan sukarela atau investasi pihak lain sisanya dimasukan pada pendapatan
Operasi Koperasi Syari’ah.
 Fungsi sosial
Konsep Koperasi Syari’ah mengharuskan memberikan pelayanan sosial baik
kepada anggota yang membutuhkannya maupun kepada masyarakat dhu’afa. Kepada
anggota yang membutuhkan pinjaman darurat (mergency loan) dapat diberikan pinjaman
kebajikan dengan pengembalian pokok (Al Qard) yang sumber dananya berasal dari
modal maupun laba yang dihimpun. Di mana anggota tidak dibebankan bunga dan
sebagainya seperti di koperasi konvensional. Sementara bagi anggota masyarakat dhuafa
dapat diberikan pinjaman kebajikan dengan atau tanpa pengembalian pokok (Qardhul
Hasan) yang sumber dananya dari dana ZIS (zakat, infak dan shadaqoh). Pinjaman
Qardhul Hasan ini diutamakan sebagai modal usaha bagi masyarakat miskin agar
usahanya menjadi besar, jika usahanya mengalami kemacetan, ia tidak perlu dibebani
dengan pengembalian pokoknya.

2.3 Perbedaan BMT dan Koperasi Syariah


Dalam operasionalnya, BMT dan KJKS (koperasi Jasa Keuangan Syariah)
sebenarnya tidak terlalu banyak perbedaannya. Sebagai lembaga keuangan, keduanya
mempunyai fungsi yang sama dalam penghimpunan dan penyaluran dana. Istilah-istilah
yang digunakan juga tidak ada bedanya. Dalam proses penghimpunan dana, keduanya
menggunakan istilah simpanan atau tabungan. Begitu pula dalam penyaluran dananya,
keduanya menggunakan istilah pembiayaan. Sedang syarat pendirian kedua lembaga
tersebut mengharuskan minimal 20 orang.
Selain itu, dalam buku Petunjuk Pelaksanaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah
yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, pada pasal 25 ditegaskan bahwa
operasional KJKS juga memungkinkan untuk melaksankan fungsi ‘Maal’ dan fungsi
‘Tamwil’, sebagaimana yang selama ini dijalankan oleh BMT. Dalam hal ini, KJKS
harus dapat membedakan secara tegas antara fungsi ‘Maal’ dan fungsi ‘Tamwil’.
Permasalahan yang terjadi di BMT saat ini, terletak pada legalitas hukumnya.
Realita yang terjadi selama ini, legalitas eksistensi BMT belum mempunyai payung
hukum yang jelas. Rancangan Undang-Undang LKMS yang selama ini dapat diharapkan
untuk menjadi payung hukum BMT belum juga ada kejelasannya. Jika RUU LKMS
sudah disahkan, maka keberadaan BMT dapat dicantolkan di UU LKMS.
Melihat kondisi yang seperti ini, agar BMT tidak dianggap sebagai lembaga
keuangan yang ilegal (gelap), akhirnya beberapa BMT beroperasi dengan berbadan
hukum koperasi, yaitu dengan cara mendaftarkan operasionalnya ke Kantor Dinas
Koperasi dan UKM di tingkat Kabupaten atau Kotamadya.
Adapun yang sedikit membedakan adalah dalam pelaksanaannya. Pada BMT
memungkinkan penyaluran dananya pada pihak luar, yaitu pihak yang belum menjadi
anggota BMT. Sedangkan, dalam operasional KJKS, penyaluran dananya hanya
diperuntukkan pada pihak yang telah terdaftar menjadi anggota KJKS. Dalam hal ini,
KJKS hanya diperbolehkan memberikan pembiayaan kepada anggota. Hal ini sesuai
dengan prinsip dasar koperasi, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota.
Adanya koperasi syariah (KJKS) yang telah menjadi salah satu program
Kementerian Negara Koperasi dan UKM merupakan solusi bagi pemecahan kebuntuan
legalitas BMT. Sehingga, diharapkan BMT-BMT yang saat ini belum berbadan hukum
dapat mengkonversi menjadi koperasi syariah.
2.4 Produk dan Mekanisme Operasional BMT dan Koperasi Syariah
Dalam BMT ada macam-macam produk yang di tawarkan, yaitu:
a. Produk Penghimpunan Dana
 Al- Wadi’ah. Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan uangnya tanpa
mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung. Dengan sistem ini BMT
tetap memberikan bagi hasil namun nisbah bagi penabung sangat kecil.
 Mudharabah. Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh keuntungan dari
tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah
dan sejarah keuntungan bulan lalu.
 Amanah. Penabung memiliki keinginan tertentu yang di-aqad-kan atau
diamanahkan kepada BMT. Misalnya, tabungan ini dimintakan kepada BMT
untuk pinjaman khusus kepada kaum dhu ‘afa atau orang tertentu. Dengan
demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi hasil.
b. Produk Penyaluran Dana
 Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh
BMT kepada anggota, dimana pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkan kepada
anggota sebagai nasabah debitur. Dalam ha1 ini anggota (nasabah) menyediakan
usaha dan sistem pengelolaannya (manajemennya). Hasil keuntungan akan dibagi
sesuai dengan kesepakatan bersama.
 Pembiayaan Musyarakah yaitu pembiayaan yang menggabungkan modal dan
melakukan usaha bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai
dengan kesepakatan kedua belah.
 Pembiayaan Murabahah merupakan pembiayaan yang diberikan kepada anggota
untuk pembelian barang-barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini
diberikan untuk jangka pendek tidak boleh lebih 6 (enam) sampai 9 (sembilan)
bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang
dinaikkan.
 Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil. Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan
murabahah, yang berbeda adalah pembayarannya dilakukan dengan cicilan dalam
waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan
investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dinaikkan
 Pembiayaan Qardul Hasan merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada
anggota yang benar-benar kekurangan modal/kepada mereka yang sangat
membutuhkan untuk keperluan-keperluan yangsifatnya darurat. Nasabah
(anggota) cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai yang diberikan
oleh BMT.

Peraturan Hukum dalam BMT


Baitul Mal wat Tamwil merupakan lembaga ekonomi atau lembaga keuangan
syariah nonperbankan yang sifatnya informal. Disebut bersifat informal karena lembaga
keuangan ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda
dengan lembaga keuangan formal lainnya.
BMT dapat didirikan dan dikembangkan dengan suatu proses legalitas hukum
yang bertahap. Awalnya dapat dimulai dengan kelompok swadaya masyarakat dengan
mendapatkan sertifikat operasi/kemitraan dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan
Menengah (PINBUK) dan jika telah mencapai nilai aset tertentu segera menyiapkan diri
ke dalam badan hukum koperasi.2
Penggunaan badan hukum kelompok swadaya masyarakat dan koperasi untuk
BMT disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang
dijelaskan dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan
untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut aturan yang berlaku,
pihak yang berhak menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah bank umum
dan bank perkreditan rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun
dengan prinsip bagi hasil.3 Namun demikian, jika BMT dengan badan hukum KSM atau
koperasi telah berkembang dan memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak menajemen
dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagai Bank
Perkreditan Rakyat Syariah dengan badan hukum koperasi atau perseroan terbatas.

2
Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Usaha Kami, Depok, 1996, hlm.
216.
3
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, PT Citra aditiya Bakti, Bandung,
2002, hlm. 53-57
Prospek dan Pengembangan BMT
Sebagai salah satu lembaga keuangan syariah, BMT dipercaya lebih mempunyai
peluang untuk berkembang dibanding dengan lembaga keuangan lain yang beroperasi
secara konvensional karena hal-hal sebagai berikut:
1. Lembaga keuangan sayriah dijalankan dengan prinsip keadilan, wajar dan rasional, di
mana keuntungan yang diberikan kepada nasabah penyimpanan adalah benar dari
keuntungan penggunaan dana oleh para pengusaha lembaga keuangan sayriah.
Dengan pola ini, maka lembaga keuangan syariah terhindar dari negative spread,
sebagaimana yang tercitra dari lembaga konvensional.
2. Lembaga keuangan sayriah memiliki misi yang sejalan dengan program pemerintah,
yaitu pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga berpeluang menjalin kerjasama yang
saling bermanfaatdalamupaya pencapaian masing-masing tujuan. Sebagaimana
diketahui, pemerintah telah mengmbangkan perekonomian yang berbasis pada
ekonomi kerakyatan melalui kredit-kredit program KKPA Bagi Hasil, Pembiayaan
Modal Kerja (PMK) BPRS, Pembiayaan Usaha Kecil dan Mikro (PPKM). Hal ini
tentu saja membuka peluang bagi BMT untuk mengembangkan pola kemitraan.
3. Sepanjang nasabah peminjam dan nasabah pengguna dana taat asas terhadap sistem
bagi hasil, maka sistem syariah sebenarnya tahan uji atas gelombang ekonomi.
Lembaga keuangan syariah tidak mengenal pola eksploitasi oleh pemilik dana kepada
pengguna dana dalam bentuk beban bunga tinggi sebagaimana berlaku pada sistem
konvensional.4
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa BMT memiliki peluang cukup besar
dalam keikutsertaannya berperan mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi
kerakyatan. Hal ini disebabkan karena BMT ditegakkan di atas prinsip syariah yang lebih
memberikan kesejukan dalam memberikan ketenangan baik bagi para pemilik dana
maupun kepada para pengguna dana.
Berdasarkan data yang ada, jumlah BMT pada akhir 1998 telah berjumlah 1.957
buah, dan 2.938 BMT terdaftar pada tahun 2001, kini angkanya jauh lebih besar. Dengan
anggapan tingkat pertumbuhan serupa dengan apa yang terjadi pada masa lalu, kini
jumlah BMT terdaftar bisa saja berada di sekitar angka 4.000an.
4
Zainul Arifin, Mwmahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, ALvabet, Jakarta,
2000, hlm. 137.
Namun demikian harus diakui bahwa pengembangan BMT masih membutuhkan
kerja keras. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Minako Sakai dan Kacung
Marijan mengenai pertumbuhan BMT di Indonesia,5 terdapat beberapa rekomendasi yang
diusulkan dalam rangka pengembangan BMT, yaitu:
1. BMT seharusnya berkonsentrasi pada pengelolaan pinjaman–pinjaman bernilai kecil
kepada usaha-usaha mikro dan kecil (dibawah Rp 50.000.000,-). Pada nasabah yang
membutuhkan jumlah pinjaman lebih besar sebaiknya mendapatkan pembiayaan dari
bank-bank.
2. BMT seharusnya menyelenggarakan program-program pelatihan bisnis /
kewirausahaan secara berkala bagi anggota-anggotanya (misalnya melalui pengajian
dan rapat-rapat), kegiatan ini akan membantu meningkatkan modal sosial yang
diperlukan guna pengembangan BMT lebih lanjut di Indonesia.
3. Departemen Koperasi seharusnya memprakarsai kegiatan-kegiatan merancang dan
mendanai program-program peningkatan kemampuan bagi BMT yang sesuai dengan
sifat-sifat kelembagaannya yang unik dan tujuan sosialnya.
4. Upaya-upaya untuk memberi inspirasi kepada masyarakat agar giat memecahkan
masalah melalui cara-cara yang kreatif dan inovatif yang nyatanya hal itu saat ini
dirasakan masih lemah. Menciptakan suatu penghargaan yang prestisius juga dapat
meningkatkan kebanggaan dan kesadaran masyarakat terhadap usaha-usaha sosial.
5. Departemen Koperasi seharusnya menghimpun pedoman informasi wilayah yang
memuat keterangan mengenai BMT-BMT yang ada dan menonjolkan berbagai
strategi bisnis, produk dan jasa BMT-BMT terkemuka. Versi elektronik (web site)
juga dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan akses terhadap informasi-informasi
tersebut.
6. Dinas Koperasi dan Departemen Koperasi seharusnya memperjuangkan peran yang
lebih besar bagi usaha-usaha sosial dalam pengembangan masyarakat. Sesi-sesi
pelatihan untuk mengajarkan masyarakat bagaimana mendiirikan dan menjalankan
BMT memang direkomendasikan, namun akuntabilitas yang lebih ketat juga
diperlukan. Dinas Koperasi seharusnya mendanai BMT-BMT yang sudah mapan dan
mempunyai program pelatihan untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tersebut.

5
http://www.pkesinterakitf.com/content/vie/3654/204/lang.id/
7. Asosiasi-asosiasi BMT di daerah sebaiknya direformasi. Kelompok-kelompok ini
seharusnya berbagi informasi dan mengembangkan prosedur operasi yang baku
sebagai langkah awal menjadi lembaga yang dapat pengaturan dirinya sendiri.
8. BMT-BMT seharusnya memanfaatkan pengetahuan lokal dan modal sosial untuk
memperluas bisnisnya.
9. BMT-BMT memang seharusnya menjamin dana para anggotanya aman, namun perlu
diingat bahwa usaha-usaha sosial membutuhkan kebijakan-kebijakan pemerintah
yang memungkinkan keluwesan yang diperlukan kegiatan-kegiatan sosial. Mengatur
BMT dengan dasar-dasar hukum perbankan yang sudah ada kemungkinan akan
menghancurkan fungsi utama BMT-BMT.
10. Dalam jangka pendek, memasukan BMT ke dalam UU tentang koperasi lebih layak.
Proses perubahan undang-undang sebaiknya melibatkan konsultasi-konsultasi dengan
para operator BMT yang aktif dewasa ini.
11. Dalam jangka panjang, perlu dibuat satu UU khusus dan menyeluruh yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan BMT (pembiayaan mikro, pelatihan bisnis dan
pengelolaan zakat melalui konsultasi para pihak yang berkepentingan).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari makalah tersebut kita dapat mengambil kesimpulan mengenai BMT dan
Koperasi Syariah yaitu
1. Bahwa BMT dan koperasi Syariah adalah salah satu lembaga keuangan syariah
mikro yang memiliki payung hukum yang sama, selain itu kedua lembaga tersebut
juga memiliki peran dan fungsi yang sama dalam sistem keuangan dan
perekonomian dan membantu dalam perekonomian masyarakat.
2. Perbedaan BMT dan Koperasi Syariah adalah dalam penghimpunan dananya
BMT mengambil dana dari masyarakat melalui dana tabungan. Sedangkan dalam
Koperasi Syariah penghimpunan dana hanya diperbolehkan melalui sistem
perkoperasian yang telah ditentukan sebelumnya. Dan dalam hal penyaluran
pembiayaan, BMT dapat menyalurkan pembiayaan kepada siapa saja yang
termasuk ke dalam nasabahnya. Sedangkan koperasi syariah, hanya boleh
menyalurkan pembiayaan kepada sesama anggota koperasi.
3. Sejauh ini produk-produk yang terdapat dalam BMT tidak jauh berbeda dengan
yang telah ada di perbankan syariah, hanya saja masih berskala mikro.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Alvabet, Jakarta, 2000.


Perwataatmadja, Karnaen A., Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Usaha Kami,
Depok, 1996.

Sudarsono,Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi dan Ilustrasi.


Depok:Ekonisia,2007,Ed.2,Cet.4

Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2009.

Usman,Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia, PT Citra aditiya


Bakti, Bandung, 2002.

http://bildri.blogspot.com/2010/03/pertumbuhan-perbankan-syariah-lebih.html

http://blog.re.or.id/koperasi-sirkah-ta-awuniyah-dalam-pandangan-islam.htm

http://docs.google.com/viewer?
a=v&q=cache:RdH04qyFpPYJ:idb2.wikispaces.com/file/view/rd2012.pdf+Andriani,
+Baitul+Mall+wat+Tamwil&hl=id&gl=id&sig=AHIE
tbRPYtfCaJmePC7l8MGF-pfoW6HVTg

http://www.pkesinterakitf.com/content/vie/3654/204/lang.id/

Lampiran

Mekanisme Operasional
Diagram Mekanisme Perputaran Dana BMT

Penggalangan Dana Operasional BMT Penyaluran Dana


(Funding) (Financing)

Modal Dasar: Mudharabah


Simp.Pokok SHU SHU Pembiayaan total
khusus dibagikan Bagi hasil
Bagi
Simp.pokok
hasil
Simp. wajib
Musyarakah
Pembiayaan bersama
Bagi hasil
Simp. Sukarela
Bagi Hasil
Simp.Mudharabah biasa
Simp.pendidikan Murabahah
Bagi
Simp.Haji Kepemilikan barang
hasil
Simp.Umrah Jatuh tempo
Simp.Kurban,dll
Simp. Berjangka (1,3,6,12 Margin
bulan) BBA
Kepemilikan barang
Bonus angsuran
Simp.Sukarela Titipan:
Simp. Wadi 誕 h Amanah /ZIS Infak
Simp. Wadi 誕 h Dhamanah Qard al-Hasan
Pinjaman kebajikan

Biaya Operasional Pool Pendapatan

You might also like