You are on page 1of 15

TANTRUM

Perilaku (tantrum) anak autis

07/20/2005

Salam kenal juga dan terima kasih atas segala masukan dan sarannya. Anak saya mengkonsumsi
Ritalin dan Noprenia sudah hampir 1 tahun ini. Yang saya tahu Ritalin utk mengurangi
Hiperactive dan Noprenia obat utk Autis, saya juga belum begitu jelas dengan kegunaan
masing2x obat tsb, tetapi obat tersebut diberikan berdasarkan resep dari dokternya.

Memang, setelah saya memarahi dan memukul anak saya, saya merasa menyesal dan sedih, saya
minta maaf pada anak saya walaupun mungkin dia belum mengerti permintaan maaf dari saya.

Semua ini terjadi karena kebingungan kami dalam penanganan anak kami bila dia sedang marah
sekaligus mengamuk, kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan untuk menenangkannya.
Terkadang kami hanya bisa membiarkannya sampai dia merasa capek dan berhenti sendiri.

Anak saya juga sering merasa gemas / geregetan dengan orang, bila rasa itu timbul dia akan
mencubit, mencakar bahkan menarik rambut kita, ini juga membuat kami bingung bagaimana
cara menghilangkan kebiasaan ini.
Terima kasih.

Salam,
Bapak AW. Bontang, Kalimantan Timur
***

Yth Rekan Milis,

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri dulu bahwa saya adalah ayah seorang putri yang
"special needs" berusia 4 tahun 8 bulan, tadinya ikut milis ini bermaksud memperoleh tambahan
ilmu yang berguna bagi anak tercinta, jadi hanya pasif dan sekedar baca.

Namun begitu membaca kisah Pak A., saya terharu, teringat dulu mungkin saya bapak terkejam
di dunia karena sejak umur 12 bulan - 36 bulan (1-3 tahun) saya begitu tidak sabar menghadapi
tangisan anak.

Ini disebabkan karena anak saya kalau mengamuk / takut dengan sesuatu dia menangis keras bisa
lebih dari 2 jam. Ada kalanya di malam hari yang membuat orang tuanya panik karena malu
dengan tetangga plus capek dari kantor sehingga akhirnya saya tidak tahan dan plak-plak... saya
pukul kaki anak saya.

Ini membuat timbul rasa bersalah pada diri saya tetapi hal itu berlangsung terus dan anak saya
pun makin tidak terkendalikan/hiperaktif, antara 1-2 tahun saya belum sadar kalau anak saya
bermasalah. Sampai umur 2 tahun terdiagnosa autis. Lalu ikut terapi di RS P kurang lebih 9
bulan, tidak ada hasil dan anak saya tetap seperti yang dulu.

Umur 3 tahun pindah terapi ke Bogor dengan metode Lovaas murni dan alhamdulillah setelah 4
bulan banyak kemajuan berarti. Disinilah saya mulai sadar setelah melihat anak saya terus
menangis ketika terapi, timbul rasa kasihan karenanya saya langsung ikut antar ke Bogor dan di
rumah perilakunya mulai membaik dan tangisannya pun tidak setiap malam sehingga sayapun
mulai sabar kalau dia sesekali menangis saya mencoba untuk dzikir agar saya bisa menahan diri.

Akhirnya sudah lebih dari 1 tahun lamanya anak saya tidak pernah saya pukul lagi. Sekarang
saya mampu makin menahan diri untuk tidak memukul anak saya tapi semuanya penuh dengan
perjuangan.

Sampai hari ini anak saya komunikasi verbalnya masih minus namun komunikasi dua arah yang
lain sudah sangat baik sekali dan hiper-nya sudah jauh berkurang, beda dengan yang dulu.

Sekarang sudah mau main boneka, main salon-salonan dengan ayahnya, bisa dilarang, bisa
disuruh, bisa pakai/copot sepatu sendiri dll.

Alhamdulillah, sekarang ayah dan bunda-nya masih menunggu harap-harap cemas kapan yach
dia bisa memanggil ayah dan bundanya. Walaupun begitu tetap Alhamdullilah.

Ya Allah Engkau anugrahi kami bidadari yang spesial dan cantik ini, karena kalau tidak
diberikan yang spesial mungkin sampai sekarang saya menjadi ayah yang pemarah plus tukang
pukul dan bukan yang pemaaf.

Jadi kepada Pak A. saran saya mungkin lebih kepada diri sendiri untuk menahan emosi, macam-
macam caranya tergantung diri sendiri. Kalau saya seringnya mengobrol dengan orang yang
lebih tua untuk sharing tentang saya dan kesalahan saya selama menjalani hidup ini atau kisah
orang-orang lain yang lebih susah dari kita plus buku/kasetnya AA Gym agar lebih tenang dan
sabar menghadapi hidup ini.

Demikian Pak semoga berguna untuk anda dan keluarga.

Bunda Tita. Jakarta

***

Dear All,

Kami punya pengalaman yang bikin mangkel, benci, kasihan semuanya menjadi satu. Anak kami
umur 11 tahun, hiperaktifnya masih lumayan. Suatu hari istri saya karena sudah kelelahan
melayani tingkahnya yang sering membuat berantakan rumah. Pokoknya pojokan sini kita
bereskan, dipojok sana dia bikin ulah, pendek kata lima menit aja duduk tenang tidak dapat
dilakukan.
Karena istri saya kelelahan (saya di kantor), anak saya dikunci dalam kamar. Istri saya dapat
bernapas lega, dari dalam kamar tidak terdengar suara apapun, dia mengira anak saya sudah
tidur.

Satu jam kemudian, kamar dibuka, ternyata, masyaallah, kamar morat-marit, kasur (kapuknya)
amburadul, tinja berserakan dilantai dan tembok kamar, seolah kamar dicat dengan tinja.
Kejadian diatas sering kami alami.

Salam,
Bapak AM. Malang

***

Salam kenal,

Saya tidak paham masalah obat tersebut, tapi menurut Bapak dulu anak bapak dapat mengerti
kalau dilarang, siapa tahu ada hubungan antara obat tersebut dengan masalah anak Bapak.

Kita sebagai orang tua yang mempunyai anak spesial ini, akan merasa sedih, perih, menangis
bercampur jengkel yang luar biasa bila melihat anak kita tantrum atau sulit dikontrol atau
hiperaktif. Perasaan kita bercampur, sehingga sampai pada suatu titik kita beraksi; bisa
memukul, menampar, mencubit bahkan menggigit.

Hal itu semua tidak ada gunanya, dan makin membuat anak kita berbuat yang lebih lagi karena
mendapat pelajaran baru dari apa yang dilakukan orang tua. Boleh saya cerita tentang
pengalaman saya dan anak saya?

Saya juga mengalami seperti apa yang bapak lakukan. Pada suatu hari anak saya tantrum berat,
dan saya coba hentikan dengan memegang tangannya, eh dia malah menendang,. Saya pegang
juga kakinya.

Akhirnya tangan anak saya terbebas, kepala saya dipukulnya dan anak saya mengadukan
kepalanya dengan kepala saya. Aduh sakitnya bukan main, kepala belakang saya sampai
kesemutan.

Saya emosi, saya pukul tangannya dan saya remas tangan (jarinya) dengan keras. Anak saya
merasa kesakitan, tapi tindakan anak saya tidak berubah.

Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan, saya terdiam dan menangis setelah keadaan tenang,
saya menciumi dia bertubi-tubi.

Dilain waktu, istri saya juga mengalami hal serupa, lalu anak saya dicubit, setelah itu menangis.
Setelah keadaan berlalu anak saya diciumi dan istri saya minta maaf. - Anak saya mendapat
pelajaran baru yaitu mencubit. Jadi kalau becanda anak saya suka mencubit.

Dari kasus saya tersebut, bisa dipetik :


• Anak akan meniru tindakan orang tuanya.
• Pukulan kita, walau perlahan, akan terasa sakit diterima oleh anak kita, karena kita punya
tenaga sangat besar dibandingkan anak kita.

• Janganlah kasar terhadap anak,..kita akan menyesali perbuatan kita dan kita merasa
berdosa terhadapnya.
• Berjanji tidak akan mengulangi perbuatan kasar tersebut.
• Perbanyak berdoa, minimal untuk ketenangan menghadapi anak kita.

Demikianlah pendapat saya dan pengalaman saya, semoga bisa menjadi bahan perenungan
bapak.

Salam,
Bapak ZS, Jakarta

Tantrum

Oleh Martina Rini S. Tasmin, SPsi.

Jakarta, 29 April 2002

Andi menangis, menjerit-jerit dan berguling-guling di lantai karena


menuntut ibunya untuk membelikan mainan mobil-mobilan di sebuah hypermarket
di
Jakarta? Ibunya sudah berusaha membujuk Andi dan mengatakan bahwa sudah
banyak
mobil-mobilan di rumahnya. Namun Andi malah semakin menjadi-jadi. Ibunya
menjadi serba salah, malu dan tidak berdaya menghadapi anaknya. Di satu sisi,
ibunya tidak ingin membelikan mainan tersebut karena masih ada kebutuhan
lain
yang lebih mendesak. Namun disisi lain, kalau tidak dibelikan maka ia kuatir
Andi akan menjerit-jerit semakin lama dan keras, sehingga menarik perhatian
semua orang dan orang bisa saja menyangka dirinya adalah orangtua yang kejam.
Ibunya menjadi bingung....., lalu akhirnya ia terpaksa membeli mainan yang
diinginkan Andi. Benarkah tindakan sang Ibu?

Temper Tantrum

Kejadian di atas merupakan suatu kejadian yang disebut sebagai Temper


Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol.
Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul
pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun.

Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah.
Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit", dengan
ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak


teratur.

2. Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru.

3. Lambat beradaptasi terhadap perubahan.

4. Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif.

5. Mudah terprovokasi, gampang merasa marah/kesal.

6. Sulit dialihkan perhatiannya.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah


beberapa contoh perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia:

1. Di bawah usia 3 tahun:

a.. Menangis
b.. Menggigit
c.. Memukul
d.. Menendang
e.. Menjerit
f.. Memekik-mekik
a.. Melengkungkan punggung
b.. Melempar badan ke lantai
c.. Memukul-mukulkan tangan
d.. Menahan nafas
e.. Membentur-benturkan kepala
f.. Melempar-lempar barang

2. Usia 3 - 4 tahun:

a.. Perilaku-perilaku tersebut diatas


b.. Menghentak-hentakan kaki
c.. Berteriak-teriak
a.. Meninju
b.. Membanting pintu
c.. Mengkritik
d.. Merengek

3. Usia 5 tahun ke atas


a.. Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas
b.. Memaki
c.. Menyumpah
d.. Memukul kakak/adik atau temannya
e.. Mengkritik diri sendiri
f.. Memecahkan barang dengan sengaja
g.. Mengancam

Faktor Penyebab

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Tantrum.


Diantaranya
adalah sebagai berikut:

1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu.

Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak


mungkin saja memakai cara Tantrum untuk menekan orangtua agar mendapatkan
yang
ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.

2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri.

Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan


sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti apa yang
diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap
dalam
bentuk Tantrum.

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan.

Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu
bergerak
dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut
harus
menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu yang lama
dia
tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah satu kemungkinan
cara
pelepasan stresnya adalah Tantrum. Contoh lain: anak butuh kesempatan untuk
mencoba kemampuan baru yang dimilikinya. Misalnya anak umur 3 tahun yang
ingin
mencoba makan sendiri, atau umur anak 4 tahun ingin mengambilkan minum yang
memakai wadah gelas kaca, tapi tidak diperbolehkan oleh orangtua atau
pengasuh.
Maka untuk melampiaskan rasa marah atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia
memakai cara Tantrum agar diperbolehkan.
4. Pola asuh orangtua

Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan Tantrum.


Anak
yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa
Tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu
dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi
bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku Tantrum. Orangtua yang
mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak Tantrum. Misalnya,
orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin
mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali mengancam
untuk
menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua
dan
menjadi Tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada ayah-ibu
yang
tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain
melarang. Anak bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan keinginannya dan
persetujuan dari kedua orangtua.

5. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit.

6. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak
aman (insecure).

Tindakan

Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996) banyak
ahli perkembangan anak menilai bahwa Tantrum adalah suatu perilaku yang masih
tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu
periode
dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari proses
perkembangan, episode Tantrum pasti berakhir. Beberapa hal positif yang bisa
dilihat dari perilaku Tantrum adalah bahwa dengan Tantrum anak ingin
menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan
pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa
mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian bukan berarti
bahwa Tantrum sebaiknya harus dipuji dan disemangati (encourage). Jika
orangtua membiarkan Tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan
yang diinginkannya setelah ia Tantrum, seperti ilustrasi di atas) atau
bereaksi
dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orangtua
sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk bertindak kasar dan
agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju dan tidak
menginginkan
hal tersebut). Dengan bertindak keliru dalam menyikapi Tantrum, orangtua juga
menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang
bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah,
frustrasi,
takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang
tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang
merasakan emosi tersebut.

Pertanyaan sebagian besar orangtua adalah bagaimana cara terbaik dalam


menyikapi anak yang mengalami Tantrum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
kami
mencoba untuk memberikan beberapa saran tentang tindakan-tindakan yang
sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi hal tersebut.
Tindakan-tindakan ini terbagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:

1. Mencegah terjadinya Tantrum

2. Menangani Anak yang sedang mengalami Tantrum

3. Menangani anak pasca Tantrum

Pencegahan

Langkah pertama untuk mencegah terjadinya Tantrum adalah dengan


mengenali
kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi
seperti apa muncul Tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa
anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu
lama
diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang. Maka supaya ia tidak
Tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan
sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak
berlari-lari di luar mobil.

Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang
harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia
mengerjakan
tugas-tugas dari sekolah (bukan membuatkan tugas-tugasnya lho!!!) dan
mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres pada
anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas
pada
tugas-tugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan, sebaiknya anak pun
didampingi orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat
membantu dengan memberikan petunjuk.

Langkah kedua dalam mencegah Tantrum adalah dengan melihat bagaimana


cara
orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua
bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang?
Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh anak? Apakah orangtua
menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan?

Jika anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan


seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat
dibutuhkan anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya
tidak dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga
sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan
berdebat
dan beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan
kebingungan dan rasa tidak aman pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar
anak
selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun.

Kembali ke atas

Ketika Tantrum Terjadi

Jika Tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa
tindakan
yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:

1. Memastikan segalanya aman. Jika Tantrum terjadi di muka umum,


pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama
Tantrum
(di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik
benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang membahayakan
keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama Tantrum anak jadi menyakiti
teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari temannya tersebut dan
jauhkan diri Anda dari si anak.

2. Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri


agar tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak
marah
pada anak.

3. Tidak mengacuhkan Tantrum anak (ignore). Selama Tantrum


berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak
memberikan
nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan Tantrumnya, karena anak toh
tidak
akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan Tantrum seperti itu malah
biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama Tantrumnya
dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. Tantrum
justru
lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya dengan
bujuk
rayu atau paksaan.

4. Jika perilaku Tantrum dari menit ke menit malahan bertambah


buruk
dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak
dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta
(karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal
Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun
tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan berkata: "kamu kok
begitu
sih nak, bikin mama-papa sedih"; "kamu kan sudah besar, jangan seperti anak
kecil lagi dong"), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan
mengatakan "mama/papa sayang kamu", "mama ada di sini sampai kamu selesai".
Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa
orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia.

Kembali ke atas

Ketika Tantrum Telah Berlalu

Saat Tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi


yang
telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat,
teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap
tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika Tantrum terjadi karena
menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang diinginkan si
anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan belajar bahwa ia tidak
bisa memanipulasi orangtuanya.

Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca
buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah
berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya.

Setelah Tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai


terjadi Tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua
yang
salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah,
frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar orangtua bisa
mencegah Tantrum berikutnya.

Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan
kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi
kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan
dilakukan
setelah Tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan
nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika
Tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi
Tantrum. Saat orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah
dan lapar merupakan saat yang ideal.

Kembali ke atas

Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak
yang
"sulit" dan mudah menjadi Tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan sepenuhnya
kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang punya peranan
untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan mempermudah kehidupan anak
agar Tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa saran diatas mungkin dapat
berguna bagi anda terutama bagi para ibu/ayah muda yang belum memiliki
pengalaman mengasuh anak. Selamat membaca, semoga bermanfaat.(jp)
Perilaku tantrum adalah perilaku untuk menyakiti diri sendiri,
hiperaktif, dan agresi dan mengmuk sampai membabi buta. anak-
anak autistik muda sering marah-marah karena mereka tidak
memiliki kata-kata yang meminta thngs mereka inginkan.
Ciri-ciri perilaku ini adalah:
- sulit diatur
- tidak patuh
- agresi secara verbal maupun non verbal
- suka mengamuk
perilaku tantrum atau marah-marah pada anak yang tidak autistik
sederhana untuk menangani. orangtua mengabaikan perilaku
sederhana dan menolak untuk memberikan anak apa yang
menuntut. mengamuk biasanya terjadi ketika seorang anak
membuat permintaan untuk memiliki atau melakukan sesuatu yang
menyangkal orang tua. atas sidang orang tua "tidak" mengamuk
digunakan sebagai upaya terakhir.
tujuan yang paling penting selama mengamuk adalah untuk:
- Tidak aman keselamatan
- Meminimalkan penonton
- Tetap tenang tapi tegas
- Menghindari menjanjikan imbalan setelah mengamuk sudah
mulai
- Mengurangi tingkat stimulasi
- Gunakan visual prompts
- Menghindari menyerah pada tuntutan mengamuk
- Menunggu kami mengamuk minor
- Mengganggu mengamuk utama pada tahap awal
Cara untuk mencegah, bukan untuk mendorong, amukan adalah
membuat bahwa anak tidak pernah diberi hal-hal yang dia inginkan
sementara sebenarnya menunjukkan perilaku ini. Hal ini
membutuhkan keberanian dan tekad karena kebijakan ia harus
dipraktekkan di depan umum, maupun di rumah. Jika anak
mengamuk di jalan atau di toko, satu-satunya solusi mungkin untuk
menyingkirkannya dari tempat kejadian secepat mungkin. Ketika di
rumah anak harus mengabaikan sementara dia menjerit-jerit.
dimungkinkan untuk menempatkan dia di ruangan lain dari
anggota keluarga lainnya, tapi hanya dia bisa datang untuk tidak
membahayakan dan tidak melakukan kerusakan sementara oleh
dirinya sendiri. Mengamuk pada saat berhenti ia hilang harus
diberikan perhatian dan pujian, dan beberapa hadiah lain yang
cocok seperti permainan kasar dan kacau, mendengarkan rekaman
favoritnya, memegang beberapa objek favorit atau porsi kecil
makanan atau minuman.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contoh
perilaku Tantrum, menurut tingkatan usia:

1. Di bawah usia 3 tahun:

• Menangis
• Menggigit
• Memukul
• Menendang
• Menjerit
• Memekik-mekik
• Melengkungkan punggung
• Melempar badan ke lantai
• Memukul-mukulkan tangan
• Menahan nafas
• Membentur-benturkan kepala
• Melempar-lempar barang

2. Usia 3 - 4 tahun:

• Perilaku-perilaku tersebut diatas


• Menghentak-hentakan kaki
• Berteriak-teriak
• Meninju
• Membanting pintu
• Mengkritik
• Merengek

3. Usia 5 tahun ke atas

• Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori


• usia di atas
• Memaki
• Menyumpah
• Memukul kakak/adik atau temannya
• Mengkritik diri sendiri
• Memecahkan barang dengan sengaja
• Mengancam

Kegiatan Belajar 2
Perilaku Temper Tantrum

1. Perilaku temper tantrum adalah suatu ekspresi kemarahan yang sangat kuat, lepas
kontrol, yang disertai perilaku-perilaku seperti menangis, menjerit, menghentakkan kaki
dan tangan pada lantai serta perilaku agresif (memukul, menendang).
2. Temper tantrum pada dasarnya merupakan perilaku yang wajar terjadi pada anak balita,
khususnya di usia 2 4 tahun, walaupun beberapa orang tua masih harus menghadapi sifat
tantrum anaknya sampai mereka berusia 5 6 tahun.
3. Temper tantrum muncul pada anak karena di usia 2 4 tahun anak mulai menunjukkan
sikap negativistic dan kemandirian (independence). Anak mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan keinginannya secara verbal dan memilih berlaku explosif atau meledak-
ledak.
4. Perilaku temper tantrum sering dikatakan sebagai reaksi yang berlebihan dari seorang
anak ketika keinginannya tidak dipenuhi. Temper tantrum akan menjadi masalah yang
serius bila ia menjadi cara pemecahan masalah favorit bagi anak untuk memperoleh
keinginannya. Jadi setiap saat ia menginginkan sesuatu maka anak akan menunjukkan
temper tantrum.
5. Temper tantrum memiliki aspek positif, yaitu sebagai suatu cara mempertahankan diri
ketika seorang anak berada dalam keadaan frustrasi, diganggu atau ketika sesuatu dari
milik mereka diambil. Perilaku temper tantrum merupakan 'release' yang akan lebih baik
daripada keadaan pasif. Respons kemarahan yang dikeluarkan akan lebih sehat daripada
memendam masalah.
6. Ada 3 jenis tantrum yaitu manipulative tantrum, verbal frustration tantrum, dan
temperamental tantrum.
7. Karakteristik yang tampil pada anak yang mengalami temper tantrum dapat muncul
bermacam-macam, di antaranya adalah perilaku berteriak, melempar - memecahkan
benda-benda, bergulingan di lantai, dan perilaku agresif (menyakiti diri sendiri dan orang
lain).
8. Hal-hal yang dapat memicu munculnya temper tantrum pada seorang anak antara lain
ialah untuk memperoleh keinginannya, anak merasa frustrasi, mengalami kelelahan,
overstimulasi, dan adanya penolakan.
9. Karaktristik anak yang sering menunjukkan perilaku temper tantrum menurut Lansdown
& Walker (1996) ialah anak yang sering berada dalam kelelahan, tekanan, dan kecemasan
yang tinggi; anak yang memiliki temperamen sulit, sering stres serta anak yang memiliki
orang tua sangat sensitif, yang cenderung sering menunjukkan temper tantrum.
10. Penanganan anak yang menunjukkan perilaku temper tantrum adalah sebagai berikut.
a. Mencoba mengerti dan memahami jenis tantrum apa yang terjadi pada saat itu
karena setiap jenis tantrum membutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Bila
yang muncul adalah manipulative tantrum, orangtua harus mengabaikan perilaku
tantrum anak dan tidak mempedulikan keinginan anak pada saat itu. Untuk verbal
frustration tantrum dan temperamental tantrum, bantuan orang tua sangat
dibutuhkan karena anak mengalami frustrasi akibat tidak dapat mengungkapkan
perasaan dan keinginannya melalui kata-kata.
b. Mencoba mencatat hal-hal yang dapat menyebabkan anak berlaku temper
tantrum. Hal ini untuk antisipasi peristiwa rawan konflik dan menghindarkan diri
dari kondisi tersebut.
c. Mencoba untuk mengendalikan diri, tidak terpancing oleh perilaku tantrum anak
yang menyebabkan orang tua menjadi lepas kontrol.
d. Tidak melakukan argumentasi atau mencoba menjelaskan tindakan Anda kepada
anak yang sedang tantrum. Ini dikarenakan ketika berada pada periode tantrum
tertinggi anak tidak dapat mendengar apa yang dikatakan kepada mereka dan
pastinya tidak akan mengerti apa yang Anda katakan atau jelaskan pada mereka.
e. Tidak memberikan reward terhadap perilaku tantrum.
f. Tidak menggunakan obat untuk menghentikan perilaku tantrum anak.

Temper tantrum adalah problem normal pada perilaku anak kecil dalam
mengungkapkan kejengkelannya ketika belum memiliki kata-kata yang memadai
untuk mengungkapkan frustasinya atau belum memiliki kemampuan mengontrol
dirinya atau bahkan kemampuan untuk melaksanakan keinginannya secara
mandiri. Bentuknya banyak, misalnya berguling-guling saat menangis, menendang-
nendang benda, atau membanting pintu saat ngambek, atau merajuk, menolak
makan dan bicara.

Mengapa Anak Tantrum?


Sesungguhnya tantrum adalah bagian dari perkembangan anak. Ini memang suatu fase normal
yang dilalui oleh semua anak. Bahkan anak-anak yang ’paling baik’ sekalipun, sekali waktu juga
pernah tantrum. Menurut pakar psikologi anak, temperamen anak juga mempengaruhi
kecenderungan tantrum. Anak yang bertemperamen ’sulit’ cenderung mudah tantrum.

Sesekali, sebagai orangtua, Anda perlu juga memandang ’dunia’ ini dari sudut pandang anak.
Seiring dengan pertambahan umurnya, anak semakin memahami lingkungannya. Mereka tahu
bahwa ada banyak sekali pilihan di sekelilingnya. Di mata anak, semuanya menarik sehingga
mereka ingin memiliki atau menguasai semuanya. Tak seperti orang dewasa, anak-anak (batita
dan balita) memiliki keterbatasan dalam mengendalikan maupun menyalurkan emosinya. Maka,
ketika keinginannya tak terpenuhi, mereka menyalurkan rasa frustasinya lewat satu-satunya cara
yang ia kuasai benar, tantrum!
Memahami faktor-faktor pemicu tantrum adalah ’bekal’ orangtua untuk menyikapi perilaku ini
dengan kepala dingin.

Tak mampu mengungkapkan keinginannya – Umumnya anak usia batita memiliki


keterbatasan bahasa. Tapi, meski kosakatanya belum banyak, anak usia 1 tahun telah memahami
banyak hal, lho! Pemahamannya melebihi kemampuan verbalnya. Coba Anda bayangkan,
bagaimana jika orang yang Anda ajak komunikasi tak kunjung mengerti maksud Anda? Seperti
itulah yang dirasakan si kecil. Biasanya, tantrum akan berkurang seiring dengan meningkatnya
kemampuan bicara anak.

Terhalangnya keinginan untuk mandiri – Anak usia batita mulai tumbuh rasa
kemandiriannya. Mereka ingin dan merasa bisa melakukan berbagai hal yang dilakukan oleh
orangtuanya. Ketika Anda melarangnya, maka ia menyalurkan rasa frustasinya melalui tantrum.

Tak mampu menguasai/melakukan suatu hal – Anak bisa frustasi karena tak berhasil
melakukan sesuatu hal yang ia anggap mampu lakukan. Misalnya, tak berhasil membuka
kancing bajunya sendiri, atau tak bisa membuka tutup botol.

Ditolak permintaannya – ini yang sering terjadi di toko atau supermarket, ketika Anda tak
mengabulkan permintaan anak.

Lelah, lapar dan/atau merasa tak nyaman – anak cenderung mudah ’meledak’ ketika mereka
merasa lelah, lapar atau tidak nyaman.

Mencari perhatian – kadangkala anak tantrum untuk menarik perhatian orangtuanya. Dorothy
Einon, seorang pakar perilaku anak di Inggris mengatakan, anak tidak akan tantrum dengan
orang yang tidak ia cintai.

Suasana hatinya memang sedang buruk – Bad mood bukan monopoli orang dewasa, anak
batita juga bisa, lho! Bukan tak mungkin si kecil terbangun di pagi hari dengan suasana hati
yang kurang baik, dan tetap seperti itu sepanjang hari. Kalau sudah begini, lebih baik Anda
bersiap-siap jika sewaktu-waktu terjadi ’ledakan’. Selanjutnya

You might also like