You are on page 1of 7

TUJUAN BELAJAR DAN

PEMBELAJARAN

1. TUJUAN BELAJAR
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah
melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan
sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar adalah suatu
deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya
proses belajar. Tujuan belajar merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil
pembelajaran. Tujuan pembelajaran (instructional goals) dan tujuan belajar (learning
objectives) berbeda, namun berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya.

Komponen-komponen Tujuan Belajar


Tujuan belajar terdiri dan tiga komponen, ialah : (1). Tingkah laku terminal, (2). Kondisi-
kondisi tes, (3). Standar (ukuran) perilaku.
Tingkah laku terminal. Tingkah laku terminal adalah komponen tujuan belajar yang
menentukan tingkah laku siswa setelah belajar. Tingkah laku itu merupakan bagian dari tujuan
yang menunjuk pada hasil yang diharapkan dalam belajar, apa yang dapat dikerjakan/dilakukan
oleh siswa untuk menunjukkan bahwa dia telah mencapai tujuan. Tingkah laku ini dapat diterima
sebagai bukti, bahwa siswa telah belajar. Tingkah laku (behavior) adalah perilaku (performance)
yang dapat diamati atau direkam.
Tingkah laku terminal harus dirumuskan dengan menggunakan kata kerja, misalnya
memilih, mengukur yang menunjukkan suatu tindakan yang dapat diamati dan dicatat. Dengan
menggunakan kata kerja itu, guru dapat mengkomunikasikan hal-hal yang diharapkan dilakukan
oleh siswa. Namun ada juga kata kerja yang dinilai kurang bermakna karena samar-samar,
misalnya : memahami, menghargai, mengetahui, dan sebagainya. Penggunaan kata kerja yang
samar-samar sebagaimana sering dirumuskan dalam tujuan pembelajaran ternyata sulit diukur
dan diamati. Karena itu, tujuan-tujuan hendaknya dirumuskan dalam bentuk tujuan tingkah laku
(behavioral objectives) supaya dapat diamati dan diukur tingkat ketercapaiannya.

Kondisi-kondisi Tes. Komponen kondisi tes tujuan belajar menentukan situasi di mana
siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu
disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang diberikan oleh guru tidak sesuai
dengan materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya. Peristiwa ini terjadi karena
kelalaian guru yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang cara menilai hasil belajar siswa
sebelum dia melaksanakan pembelajaran.
Ada tiga jenis kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku pada suatu tes. Pertama, alat
dan sumber yang harus digunakan oleh siswa dalam upaya mempersiapkan diri untuk menempuh
suatu tes, misalnya : buku sumber, diktat, dan sebagainya. Kedua, tantangan yang disediakan
terhadap siswa, misalnya pembatasan waktu untuk mengerjakan tes. Ketiga, cara menyajikan
informasi, misalnya : dengan tulisan atau dengan rekaman, dan sebagainya. Tujan-tujuan belajar
yang lengkap seharusnya memuat kondisi-kondisi di mana perilaku akan diuji.
Ukuran-ukuran Perilaku. Komponen ini merupakan suatu pernyataan tentang ukuran
yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa. Suatu ukuran
menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah
mencapai tujuan, misalnya : siswa telah dapat memecahkan suatu masalah dalam waktu 10
menit, siswa dapat melakukan prosedur kerja tertentu, dan sebagainya. Ukuran perilaku tersebut
merupakan kriteria untuk mempertimbangkan keberhasilan pada tingkah laku terminal.
Ukuran-ukuran perilaku tersebut dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang harus
dikerjakan sebagai lambang tertentu, atau ketepatan tingkah laku, atau jumlah kesalahan, atau
kedapatan melakukan tindakan, atau kesesuaiannya dengan teori tertentu.

Pentingnya Tujuan Belajar dan Pembelajaran


Tujuan penting dalam rangka sistem pembelajaran, yakni merupakan suatu komponen
sistem pembelajaran yang menjadi titik tolak dalam merancang sistem yang efektif. Secara
khusus, kepentingan itu terletak pada:
1). Untuk menilai hasil pembelajaran. Pengajaran dianggap berhasil jika siswa mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Ketercapaian tujuan oleh siswa menjadi indikator
keberhasilan sistem pembelajaran.
2). Untuk membimbing siswa belajar. Tujuan-tujuan yang dirumus kan secara tepat
berdayaguna sebagai acuan, arahan, pedoman bagi siswa dalam melakukan
kegiatan belajar. Dalam hubungan ini, guru dapat merancang tindakan-tindakan
tertentu untuk mengarahkan kegiatan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan
tersebut.
3). Untuk merancang sistem pembelajaran. Tujuan-tujuan itu menjadi dasar dan kriteria dalam
upaya guru memilih materi pelajaran, menentukan kegiatan belajar mengajar, memilih alat
dan sumber, serta merancang prosedur penilaian.
4). Untuk melakukan komunikasi dengan guru-guru lainnya dalam meningkatkan proses
pembelajaran. Berdasarkan tujuan-tujuan itu terjadi komunikasi antara guru-guru
mengenai upaya-upaya yang perlu dilakukan bersama dalam rangka mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
5). Untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan dan keberhasilan program pembelajaran.
Dengan tujuan-tujuan itu, guru dapat mengontrol hingga mana pembelajaran telah
terlaksana, dan hingga mana siswa telah mencapai hal-hal yang diharapkan.
Berdasarkan hasil kontrol itu dapat dilakukan upaya pemecahan kesulitan dan
mengatasi masalah-masalah yang timbul sepanjang proses pembelajaran
berlangsung.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan
siswa, mata ajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa
yang hendak dicapai, dan dikembangkan dan diapresiasi. Berdasarkan mata ajaran yang
ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru
sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dan dia harus mampu menulis dan
memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan dapat terukur.
Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang
diinginkan. Di dalamnya terkandung tujuan yang menjadi target pembelajaran dan
menyediakan pilar untuk menyediakan pengalaman-pengalaman belajar.
Contoh rumusan tujuan umum (goals) :
Siswa hendak mengembangkan keterampilan dasar matematika; Siswa hendak
mengembangkan apresiasi sajak.
Kalau kita perhatikan, tujuan-tujuan tersebut memang berguna untuk merancang
keseluruhan tujuan program pembelajaran, tetapi kurang spesifik dalam upaya pelaksanaan
urutan pembelajaran, karena tujuan yang dibutuhkan adalah yang jelas dan dapat diukur.
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu rumusan tujuan
dan menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke tujuan tersebut. Tingkah
laku yang spesifik harus dapat diamati oleh guru yang ditunjukkan oleh siswa, misalnya
membaca lisan, menulis karangan, untuk mengoperasionalisasikan tujuan suatu tingkah laku
harus didefinisikan di mana guru dapat mengamati dan menentukan kemajuan siswa
sehubungan dengan tujuan tersebut.
Suatu tujuan pembelajaran seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya : dalam situasi
bermain peran;
2. Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat
diamati;
3. Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya pada peta pulau
Jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi label pada sekurang-kurangnya tiga gunung
utama.

Tujuan Sebagai Instrumen Pengukuran


Mager, merumuskan konsep tujuan pembelajaran yang menitikberatkan pada tingkah
laku siswa atau perbuatan (performance) sebagai output (keluaran) pada diri siswa, yang
dapat diamati. Output tersebut menjadi petunjuk, bahwa siswa telah melakukan kegiatan
belajar. Pada mulanya siswa tidak dapat menunjukkan tingkah laku tertentu, setelah belajar
dia dapat melakukan tingkah laku tersebut. Ini berarti, siswa telah belajar. Dengan kata lain,
proses pembelajaran memberikan dampak tertentu pada tingkah laku siswa.
Timbul pertanyaan : apakah tingkah laku yang dipertunjukkan itu sesuai dengan tingkah
laku yang diharapkan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, diperlukan dasar pertimbangan
berupa seperangkat ukuran (standar) atau kriteria. Berdasarkan ukuran/kriteria itu dapat
dibandingkan antara tingkah laku senyatanya dengan tingkah laku yang diharapkan (yang telah
dirumuskan dalam bentuk tujuan tingkah laku). Jika siswa tidak menunjukkan tingkah laku yang
sesuai dengan tujuan tersebut, berarti siswa tidak melakukan perbuatan belajar, atau per -
buatan belajamya kurang berhasil.
Tujuan merupakan dasar untuk mengukur hasil pembelajaran, dan juga menjadi landasan
untuk menentukan isi pelajaran dan metode mengajar. Berdasarkan isi dan metode itu
selanjutnya ditentukan kondisi-kondisi kegiatan pembelajaran yang terkait dengan tujuan ting-
kah laku tersebut, yang disebut sebagai kondisi internal. Kegiatan -kegiatan yang tidak
terkait dengan tujuan tingkah laku disebut kondisi luar. Berdasarkan pemikiran ini, maka
dianggap perlu menentukan kondisi-kondisi eksternal yang berguna untuk meyakinkan bahwa
perilaku yang diperoleh benar-benar disebabkan oleh kegiatan belajar, bukan karena sebab-
sebab lainnya.
Tujuan merupakan tolok ukur terhadap keberhasilan pembelajar an. Karena itu perlu
disusun suatu deskripsi tentang cara mengukur tingkah laku. Deskripsi ltu disusun dalam
bentuk deskripsi pengukuran tingkah laku yang dapat diukur, atau tingkah laku yang tidak
dapat diamati secara langsung. Keterampilan melemparkan bola adalah perilaku yang dapat
diamati secara langsung, sedangkan sikap terhadap suku lain adalah perilaku yang tak dapat
diamati secara langsung.

3. KLASIFIKASI TUJUAN PENDIDIKAN


Tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan berdasarkan pendekatan tertentu.
Pengklasifikasian ini perlu diadakan supaya dapat diketahui jenis dan jenjang suatu tujuan
pendidikan, dan hal ini dapat membantu si perancang/pengembang program pendidikan.
Klasifikasi tujuan pendidikan dilakukan berdasarkan pendekatan-pendekatan (1).
langsung/jangka panjang, (2). Jenis perilaku (tipe performance), dan (3). sumber.
Pendekatan langsung. Dengan pendekatan ini diklasifikasikan tujuan menjadi beberapa
tujuan pendidikan, yakni :
1). Tujuan jangka panjang (long term), misalnya pengetahuan dan keterampilan yang
berdayaguna sepanjang kehidupan.
2). Tujuan antara (medium term), yang mencakup hal-hal yang diperoleh dari sekolah.
1). Tujuan pembelajaran (course), berkenaan dengan bidang studi yang akan diajarkan.
2). Tujuan unit, berkenaan dengan unit-unit yang akan diajarkan.
3). Tujuan pelajaran (lesson), berkenaan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.
4). Tujuan latihan, berkenaan dengan tingkah laku khusus yang akan dilatilikan.

Klasifikasi tujuan pendidikan ini digunakan dalam rangka merancang kurikulum.

Pendekatan Jenis Perilaku. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan taksonomi tujuan


pendidikan, yang terdiri dari
1). Tujuan-tujuan kognitif.
2). Tujuan-tujuan afektif.
3). Tujuan-tujuan psikomotorik.

Klasifikasi ini berguna dalam penyusunan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran.
Penjelasan lebih lanjut mengenai taksonomi ini disajikan pada uraian berikutnya.
Pendekatan sumber. Pendekatan ini bertitik tolak dari kebutuhan masyarakat, kebutuhan
organisasi, atau kebutuhan individual. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diklasifikasikan dari
segi input (isi atau informasi), proses (kemampuan berpikir), produk (keterampilan atau
perilaku khusus).
Klasifikasi tujuan pendidikan meliputi:
1). Tujuan-tujuan keterampilan kehidupan, yakni keterampilan yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, yang meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
2). Tujuan-tujuan metodologis, berkenaan dengan cara-cara berpikir dan bertindak terhadap
informasi, dan cara-cara mengetahui disiplin mata ajaran.
1). Tujuan-tujuan isi, yang berkenaan dengan kemampuan siswa yang meliputi konsep,
generalisasi, prinsip, yang ada dalam daerah dan struktur mata ajaran tertentu.
Klasifikasi tujuan ini berguna dalam rangka memilih dan merumuskan tujuan-tujuan suatu
bidang pengajaran/bidang studi.

4. TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN


Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan,
yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan
tujuan pembelajaran. Taksonomi tujuan terdiri dari domain-domain kognitif, afektif dan
psikomotor.

Matra Kognitif
Matra kognitif menitikberatkan pada proses intelektual. Bloom mengemukakan jenjang
jenjang tujuan kognitif, sebagai berikut:
1). Pengetahuan. Pengetahuan merupakan pengingatan bahan-bahan yang telah dipelajari,
mulai dari fakta sampai ke teori, yang menyangkut informasi yang bermanfaat,
seperti : istilah umum, fakta-fakta khusus, metode dan prosedur, konsep dan prinsip.
2). Pemahaman. Pemahaman adalah abilitet untuk menguasai pengertian. Pemahaman
tampak pada alih bahan dari satu bentuk ke bentuk lainnya, penafsiran, dan
memperkirakan. Contoh : memahami fakta dan prinsip, menafsirkan bahan lisan,
menafsirkan bagan, menerjemahkan bahan verbal ke rumus matematika.
1). Penerapan (aplikasi). Penerapan adalah abilitet untuk menggunakan bahan yang telah
dipelajari ke dalam situasi baru yang nyata, meliputi : aturan, metode, konsep, prinsip,
hukum, teori. Contoh : melaksanakan konsep dan prinsip ke situasi baru, melaksanakan
hukum dan teori ke situasi praktis, mempertunjukkan metode dan prosedur.
2). Analisis (pengkajian). Analisis adalah abilitet untuk merinci bahan menjadi bagian-
bagian supaya struktur organisasinya mudah dipahami, meliputi identifikasi bagian-
bagian, mengkaji hubungan antara bagian-bagian, mengenali prinsip-prinsip
organisasi. Contoh : menyadari asumsi-asumsi, menyadari logika dalam pemi kiran,
membedakan fakta dan inferensi.
3). Sintesis. Sintesis adalah abilitet mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu
keseluruhan baru, yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara
memformulasikan pola dan struktur baru. Contoh : menulis cerita pendek yang kreatif,
menyusun rencana eksperimen, menggunakan bahan-bahan untuk memecahkan masalah.
4). Evaluasi. Evaluasi adalah abilitet untuk mempertimbangkan nilai bahan untuk
maksud tertentu berdasarkan kriteria internal dan kritena ekstemal. Contoh :
mempertimbangkan konsistensi bahan tertulis, kemantapan suatu konklusi berdasarkan
data, nilai suatu pekerjaan berdasarkan kriteria internal dan/atau eksternal.

Matra Afektif
Matra afektif adalah sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral, yang
merupakan aspek-aspek penting, perkembangan siswa. Krathwohl, Bloom, dan Masia,
mengembangkan hierarki matra ini, yang terdiri dari:
1). Penerimaan (receiving); suatu keadaan sadar, kemauan untuk menerima, perhatian
terpilih. Contohnya : Siswa mempertunjukkan kemauan untuk mendengarkan rekaman
musik rock, tetapi mengekspresikan perasaan yang lemah terhadap musik tersebut.
2). Sambutan (responding) : suatu sikap terbuka ke arah sambutan; kemauan untuk merespons;
kepuasan yang timbul karena sambutan. Misalnya : Siswa memutuskan untuk
merespons pada lagu yang disajikan dan mengalami kesenangan/kepuasan karenanya.
3). Menilai (valuing) : penerimaan nilai-nilai, preferensi terhadap suatu nilai, membuat
kesepakatan sehubungan dengan nilai. Contoh : Siswa menerima nilai musik dangdut,
menghubungkannya dengan sistem nilainya sendiri, dan membentuk suatu kesepakatan
sehubungan dengan pentingnya musik tersebut.
4). Organisasi (organization) : suatu konseptualisasi tentang suatu nilai, suatu organisasi
dari suatu sistem nilai. Contoh : Siswa menyatukan apresiasinya yang baru
menjadi/ke dalam sistem nilainya sendiri mengenai musik atau kultur lainnya.
5). Karakterisasi dengan suatu kompleks nilai: suatu formasi menge nai perangkat umum,
suatu manifestasi daripada kompleks nilai. Contoh: Siswa menyatukan nilai musik ke
dalam kehidupan pribadi dan menerapkan konsep tersebut pada hobi pribadinya, atau
minat, atau kariernya.

Tingkat-tingkat pada hierarki ini tampak kurang jelas perbedaannya antara yang satu
dengan yang lainnya dan kurang tampak pada siswa, lain halnya pada matra kognitif.

Matra Psikomotorik
Matra psikomotorik adalah kategori ketiga tujuan pendidikan, yang menunjuk pada
gerakan-gerakan jasmaniah dan kontrol jasmaniah. Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa
pola-pola gerakan atau keterampilan fisik yang khusus atau urutan keterampilan. Jenis
tingkah laku utama dalam matra psikomotorik, menurut Singer dan Dick (1974) terdiri dari:
(1). contacting, manipulating, and/or moving an object;
(2). controlling the body or object, as in balancing;
(3). moving and/or controlling the body or parts of the body in space in a brief timed act or
sequence under predictable and/or unpredictable conditions;
(4). making controlled, appropriate sequential movements (not time n sequential ane restricted) in a
predictable and/or unpredictable and changing situation.

Struktur hierarki tujuan-tujuan psikomotorik dikembangkan oleh Elizabeth Simpson (1966 -


67), sebagai berikut :
1). Persepsi (perception). Penggunaan lima organ indra untuk memperoleh kesadaran tentang
tujuan dan untuk menerjemahkannya menjadi tindakan (action). Contoh: ketika
bermain volley ball, siswa menggunakan penglihatan, pendengaran dan stimulasi untuk
menyadari unsur-unsur fisik daripada permainan itu.
2). Kesiapan (set). Dalam keadaan siap untuk merespons secara mental, fisik dan
emosional. Contoh : seorang siswa menunjukkan persiapan fisik dan sikap untuk
melakukan kegiatan, misalnya siap start berenang.
3). Respons terbimbing (guided response). Bantuan yang diberikan kepada siswa melalui
pertunjukan peran model, misalnya setelah guru mendemonstrasikan suatu bentuk
tingkah laku, lalu siswa mempraktikkannya sendiri.
1). Mekanisme. Respons fisik yang telah dipelajari menjadi kebiasaan, misalnya
menunjukkan keterampilan kerja kayu setelah mengalami pelajaran sebelumnya.
4). Respons yang unik (complex overt response). Suatu tindakan motorik yang rumit
dipertunjukkan dengan terampil dan efisien. Misalnya, setelah siswa latihan
mengetik, maka dia dapat melaksanakan tugas-tugas yang ditentukan secara
lengkap tanpa kesalahan dan dengan kecepatan tinggi.
6). Adaption. Mengubah respons-respons dalam situasi-situasi yang baru. Misalnya, setelah
mempelajari bermain basket ball, siswa menerapkan keterampilan-keterampilan yang
telah dipelajari itu dalam bermain basket di air.
7). Originasi. Menciptakan tindakan-tindakan baru. Misalnya, setelah menyelesaikan
pelajaran cara terjun ke dalam kolam, siswa menciptakan cara-cara terjun baru
dengan mengkombinasikan keterampilan yang telah dipelajari dengan eksperimen fisik.

You might also like