Professional Documents
Culture Documents
PEMBELAJARAN
1. TUJUAN BELAJAR
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah
melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan
sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. Tujuan belajar adalah suatu
deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya
proses belajar. Tujuan belajar merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil
pembelajaran. Tujuan pembelajaran (instructional goals) dan tujuan belajar (learning
objectives) berbeda, namun berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya.
Kondisi-kondisi Tes. Komponen kondisi tes tujuan belajar menentukan situasi di mana
siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut perlu
disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang diberikan oleh guru tidak sesuai
dengan materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya. Peristiwa ini terjadi karena
kelalaian guru yang tidak memiliki konsep yang jelas tentang cara menilai hasil belajar siswa
sebelum dia melaksanakan pembelajaran.
Ada tiga jenis kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku pada suatu tes. Pertama, alat
dan sumber yang harus digunakan oleh siswa dalam upaya mempersiapkan diri untuk menempuh
suatu tes, misalnya : buku sumber, diktat, dan sebagainya. Kedua, tantangan yang disediakan
terhadap siswa, misalnya pembatasan waktu untuk mengerjakan tes. Ketiga, cara menyajikan
informasi, misalnya : dengan tulisan atau dengan rekaman, dan sebagainya. Tujan-tujuan belajar
yang lengkap seharusnya memuat kondisi-kondisi di mana perilaku akan diuji.
Ukuran-ukuran Perilaku. Komponen ini merupakan suatu pernyataan tentang ukuran
yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa. Suatu ukuran
menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah
mencapai tujuan, misalnya : siswa telah dapat memecahkan suatu masalah dalam waktu 10
menit, siswa dapat melakukan prosedur kerja tertentu, dan sebagainya. Ukuran perilaku tersebut
merupakan kriteria untuk mempertimbangkan keberhasilan pada tingkah laku terminal.
Ukuran-ukuran perilaku tersebut dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang harus
dikerjakan sebagai lambang tertentu, atau ketepatan tingkah laku, atau jumlah kesalahan, atau
kedapatan melakukan tindakan, atau kesesuaiannya dengan teori tertentu.
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan
siswa, mata ajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa
yang hendak dicapai, dan dikembangkan dan diapresiasi. Berdasarkan mata ajaran yang
ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. Guru
sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa, dan dia harus mampu menulis dan
memilih tujuan-tujuan pendidikan yang bermakna, dan dapat terukur.
Tujuan (goals) adalah rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang
diinginkan. Di dalamnya terkandung tujuan yang menjadi target pembelajaran dan
menyediakan pilar untuk menyediakan pengalaman-pengalaman belajar.
Contoh rumusan tujuan umum (goals) :
Siswa hendak mengembangkan keterampilan dasar matematika; Siswa hendak
mengembangkan apresiasi sajak.
Kalau kita perhatikan, tujuan-tujuan tersebut memang berguna untuk merancang
keseluruhan tujuan program pembelajaran, tetapi kurang spesifik dalam upaya pelaksanaan
urutan pembelajaran, karena tujuan yang dibutuhkan adalah yang jelas dan dapat diukur.
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu rumusan tujuan
dan menentukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke tujuan tersebut. Tingkah
laku yang spesifik harus dapat diamati oleh guru yang ditunjukkan oleh siswa, misalnya
membaca lisan, menulis karangan, untuk mengoperasionalisasikan tujuan suatu tingkah laku
harus didefinisikan di mana guru dapat mengamati dan menentukan kemajuan siswa
sehubungan dengan tujuan tersebut.
Suatu tujuan pembelajaran seyogianya memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya : dalam situasi
bermain peran;
2. Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat
diamati;
3. Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya pada peta pulau
Jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi label pada sekurang-kurangnya tiga gunung
utama.
Klasifikasi ini berguna dalam penyusunan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran.
Penjelasan lebih lanjut mengenai taksonomi ini disajikan pada uraian berikutnya.
Pendekatan sumber. Pendekatan ini bertitik tolak dari kebutuhan masyarakat, kebutuhan
organisasi, atau kebutuhan individual. Kebutuhan-kebutuhan tersebut diklasifikasikan dari
segi input (isi atau informasi), proses (kemampuan berpikir), produk (keterampilan atau
perilaku khusus).
Klasifikasi tujuan pendidikan meliputi:
1). Tujuan-tujuan keterampilan kehidupan, yakni keterampilan yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, yang meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
2). Tujuan-tujuan metodologis, berkenaan dengan cara-cara berpikir dan bertindak terhadap
informasi, dan cara-cara mengetahui disiplin mata ajaran.
1). Tujuan-tujuan isi, yang berkenaan dengan kemampuan siswa yang meliputi konsep,
generalisasi, prinsip, yang ada dalam daerah dan struktur mata ajaran tertentu.
Klasifikasi tujuan ini berguna dalam rangka memilih dan merumuskan tujuan-tujuan suatu
bidang pengajaran/bidang studi.
Matra Kognitif
Matra kognitif menitikberatkan pada proses intelektual. Bloom mengemukakan jenjang
jenjang tujuan kognitif, sebagai berikut:
1). Pengetahuan. Pengetahuan merupakan pengingatan bahan-bahan yang telah dipelajari,
mulai dari fakta sampai ke teori, yang menyangkut informasi yang bermanfaat,
seperti : istilah umum, fakta-fakta khusus, metode dan prosedur, konsep dan prinsip.
2). Pemahaman. Pemahaman adalah abilitet untuk menguasai pengertian. Pemahaman
tampak pada alih bahan dari satu bentuk ke bentuk lainnya, penafsiran, dan
memperkirakan. Contoh : memahami fakta dan prinsip, menafsirkan bahan lisan,
menafsirkan bagan, menerjemahkan bahan verbal ke rumus matematika.
1). Penerapan (aplikasi). Penerapan adalah abilitet untuk menggunakan bahan yang telah
dipelajari ke dalam situasi baru yang nyata, meliputi : aturan, metode, konsep, prinsip,
hukum, teori. Contoh : melaksanakan konsep dan prinsip ke situasi baru, melaksanakan
hukum dan teori ke situasi praktis, mempertunjukkan metode dan prosedur.
2). Analisis (pengkajian). Analisis adalah abilitet untuk merinci bahan menjadi bagian-
bagian supaya struktur organisasinya mudah dipahami, meliputi identifikasi bagian-
bagian, mengkaji hubungan antara bagian-bagian, mengenali prinsip-prinsip
organisasi. Contoh : menyadari asumsi-asumsi, menyadari logika dalam pemi kiran,
membedakan fakta dan inferensi.
3). Sintesis. Sintesis adalah abilitet mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu
keseluruhan baru, yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara
memformulasikan pola dan struktur baru. Contoh : menulis cerita pendek yang kreatif,
menyusun rencana eksperimen, menggunakan bahan-bahan untuk memecahkan masalah.
4). Evaluasi. Evaluasi adalah abilitet untuk mempertimbangkan nilai bahan untuk
maksud tertentu berdasarkan kriteria internal dan kritena ekstemal. Contoh :
mempertimbangkan konsistensi bahan tertulis, kemantapan suatu konklusi berdasarkan
data, nilai suatu pekerjaan berdasarkan kriteria internal dan/atau eksternal.
Matra Afektif
Matra afektif adalah sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral, yang
merupakan aspek-aspek penting, perkembangan siswa. Krathwohl, Bloom, dan Masia,
mengembangkan hierarki matra ini, yang terdiri dari:
1). Penerimaan (receiving); suatu keadaan sadar, kemauan untuk menerima, perhatian
terpilih. Contohnya : Siswa mempertunjukkan kemauan untuk mendengarkan rekaman
musik rock, tetapi mengekspresikan perasaan yang lemah terhadap musik tersebut.
2). Sambutan (responding) : suatu sikap terbuka ke arah sambutan; kemauan untuk merespons;
kepuasan yang timbul karena sambutan. Misalnya : Siswa memutuskan untuk
merespons pada lagu yang disajikan dan mengalami kesenangan/kepuasan karenanya.
3). Menilai (valuing) : penerimaan nilai-nilai, preferensi terhadap suatu nilai, membuat
kesepakatan sehubungan dengan nilai. Contoh : Siswa menerima nilai musik dangdut,
menghubungkannya dengan sistem nilainya sendiri, dan membentuk suatu kesepakatan
sehubungan dengan pentingnya musik tersebut.
4). Organisasi (organization) : suatu konseptualisasi tentang suatu nilai, suatu organisasi
dari suatu sistem nilai. Contoh : Siswa menyatukan apresiasinya yang baru
menjadi/ke dalam sistem nilainya sendiri mengenai musik atau kultur lainnya.
5). Karakterisasi dengan suatu kompleks nilai: suatu formasi menge nai perangkat umum,
suatu manifestasi daripada kompleks nilai. Contoh: Siswa menyatukan nilai musik ke
dalam kehidupan pribadi dan menerapkan konsep tersebut pada hobi pribadinya, atau
minat, atau kariernya.
Tingkat-tingkat pada hierarki ini tampak kurang jelas perbedaannya antara yang satu
dengan yang lainnya dan kurang tampak pada siswa, lain halnya pada matra kognitif.
Matra Psikomotorik
Matra psikomotorik adalah kategori ketiga tujuan pendidikan, yang menunjuk pada
gerakan-gerakan jasmaniah dan kontrol jasmaniah. Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa
pola-pola gerakan atau keterampilan fisik yang khusus atau urutan keterampilan. Jenis
tingkah laku utama dalam matra psikomotorik, menurut Singer dan Dick (1974) terdiri dari:
(1). contacting, manipulating, and/or moving an object;
(2). controlling the body or object, as in balancing;
(3). moving and/or controlling the body or parts of the body in space in a brief timed act or
sequence under predictable and/or unpredictable conditions;
(4). making controlled, appropriate sequential movements (not time n sequential ane restricted) in a
predictable and/or unpredictable and changing situation.