Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
I. Pendahuluan
a. Gambaran Umum
a.1. Lokasi
Danau Limboto adalah salah satu asset sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi
Gorontalo saat ini. Danau Limboto telah berperan sebagai sumber pendapatan
bagi nelayan, pencegah banjir, sumber air pengairan dan obyek wisata.
Areal danau ini berada pada dua wilayah yaitu + 30 % wilayah Kota Gorontalo
dan + 70 % di wilayah Kabupaten Gorontalo dan menjangkau 5 kecamatan.
Danau Limboto kini berada pada kondisi yang sangat memperihatinkan karena
mengalami proses penyusutan dan pendangkalan akibat sedimentasi yang
mengancam keberadaannya dimasa yang akan datang. Semakin berkurangnya
luasan perairan danau menyebabkan semakin menurunnya fungsi danau
sebagai kawasan penampung air sehingga berpotensi terjadinya banjir dan
kekeringan di sekitar wilayah kawasan danau bahkan di luar kawasan Danau
Limboto.
Pada tahun 1932 rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas
7.000 Ha, dan tahun 1961 rata-rata kedalaman Danau berkurang menjadi 10
meter dan luas menjadi 4.250 Ha. Sedangkan tahun 1990 – 2008 kedalaman
Danau Limboto rata-rata tinggal 2,5 meter dengan luas 3.000 Ha.
Kawasan Danau Limboto dan daerah aliran sungainya (DAS) terletak pada daerah
bayang-bayang hujan selama 44 tahun terakhir (1961-2005) sebesar 1.426 mm per
tahun. Curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (bulan kering) terjadi selama 3
bulan yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober. Sedangkan curah hujan
di atas 100 mm ( bulan basah) terjadi selama 9 bulan, yaitu bulan Januari-Juli
dan bulan November – Desember. Menurut klasifikasi Iklim Oldeman dan
Darmijati (1977), kawasan Danau Limboto dan sekitarnya termasuk dalam Zona
Agroklimat E2. Dengan demikian musim kemarau cukup panjang, yaitu antara
Agustus – Oktober. Jumlah hari hujan dalam setahun berkisar antara 172 – 216
hari, dengan rata – rata hari hujan sebanyak 194 hari per tahun dan rata hari
hujan per bulan selama setahun 16,2 hari. Jumlah hari hujan di atas, rata – rata
hari hujan per bulan selama 9 bulan, pada bulan Januari – Juli dan November –
Juni. Nilai Evapotranspirasi rata – rata bulanan di kawasan Danau Limboto dan
sekitarnya, berkisar antara 127 – 145 mm. Sedangkan jumlah rata – rata
setahunnya sebesar 1652,8 mm. Keadaan iklim di wilayah Sub DAS Limboto
sebagai berikut :
Volume danau ditunjukkan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa
volume danau yang diperoleh dari studi ini sedikit lebih besar dibanding volume
yang didapat dari hasil studi JICA tahun 2003. Salah satu penyebab perbedaan
volume ini adalah akibat perbedaan kerapatan jarak antara jalur Untuk Danau
Limboto hubungan antara elevasi dengan luas genangan dan sounding yang
digunakan. Dalam studi JICA (2003) jarak antar jalur sounding adalah sekitar
500 meter, sedang dalam studi ini (2008) jarak antar jalur sounding jauh lebih
rapat yaitu sekitar 125 meter (4 x lebih rapat).
Danau Limboto adalah bagian dari sistem DAS Limboto yang merupakan sisa dari
sebuah laguna yang menghubungkan dengan laut melalui daerah muara sungai
Bolango-Bone. Karena posisinya tersebut, muka air Danau Limboto dapat
dipengaruhi kondisi banjir Sungai Bolango dan bahkan banjir Sungai Bone.
Karena sistem sungai yang saling terkait ini, maka dalam analisa hidrologi danau
perlu diperhitungkan bagaimana pengaruh DAS Limboto, DAS Bolango dan DAS
Bone terhadap danau. Dengan demikian dalam analisa hidrologi, yang perlu
diperhitungkan adalah pengaruh seluruh sungai di Wilayah Sungai Limboto-
Bolango-Bone. Secara singkat gambaran umum masing-masing DAS adalah
sebagai berikut :
DAS Danau Limboto memiliki daerah aliran seluas 920 km 2, termasuk luas
permukaan danau yang bervariasi, mulai sekitar 25 km 2 dalam musim kemarau
sampai 50 km2 pada waktu banjir dalam musim hujan. Daerah penutupan hutan
yang tidak terganggu saat ini diperkirakan mencakup 20% dari luas total DAS,
sementara sekitar 66% dari daerah tersebut terdiri atas penggunaan lahan
pertanian. Sekitar 20 anak sungai mengalir ke dalam danau dari utara, barat,
dan selatan.
Sungai Bolango memiliki luas total daerah aliran kurang lebih 520 km 2. Tutupan
hutan mencakup kurang lebih 46% dari luas wilayah sungai. Sungai Bolango
memiliki aliran dasar yang baik. Dimasa lalu, Sungai Bolango mengalir ke Danau
Limboto, arah aliran berubah ketika terjadi sesar yang mengangkat lahan di
Limboto. DAS Bolango-Bone juga didominasi (80%) oleh wilayah dengan
kemiringan lereng lebih dari 40%. Artinya, DAS ini juga rentan terhadap proses
degradasi yang cepat jika kawasan hulu dari catchment area-nya tidak dikelola
secara tepat. DAS ini sangat rentan terhadap banjir. Ini terlihat jelas pada
frekuensi banjir yang terjadi di Kota Gorontalo.
Sungai Bone memiliki luas total daerah aliran sebesar 1.331 km 2. Tutupan lahan
utamanya adalah hutan yang tidak terganggu (84%). Daerah aliran sungainya
terutama terdiri atas daerah tinggi dan kawasan berpegunungan. Rata-rata
ketinggian wilayah sungai ini kurang Iebih 700 m. Pola drainasenya dipengaruhi
oleh kondisi geologi, dengan banyak sesar utama yang berarah timur ke barat
maupun utara ke selatan. Semua sungai utama di DAS ini mengalir sepanjang
tahun, dan memiliki aliran dasar yang baik. Limpasan lebih tinggi di wilayah
sungai ini dibandingkan di tempat yang lain, karena lerengnya yang terjal,
tempatnya tinggi, dan tanahnya dangkal.
Sekitar 23 anak sungai mengalir ke dalam Danau Limboto dari arah utara, barat,
dan selatan. Dari seluruh sungai tersebut hanya satu sungai yang mengalir
sepanjang tahun, yaitu sungai Biyonga, dengan daerah aliran yang cukup kecil
seluas 68 km2. Sub DAS ini mengalirkan air dari rangkaian pegunungan yang
lebih tinggi di sebelah Utara dan memiliki mata air permanen. Anak Sungai yang
terbesar adalah sungai Alo – Molalahu (348 km 2) dan sungai Pohu (156 km2).
Anak- anak sungai tersebut mengalirkan air hujan dengan cepat, sehingga
sangat sedikit air yang ditahan sebagai aliran dasar tanah. Gambar 8 dan
Gambar 9.
Outlet Danau Limboto. Debit rata-rata outlet danau adalah 8,20 m 3/det dengan
maksimal tercatat 39,70 m3/det dan debit minimal tercatat 0,10 m3/det.
Danau Limboto memiliki banyak fungsi dan manfaat yaitu sebagai penyedia air
bersih, habitat tumbuhan dan satwa, pengatur fungsi hidrologi, pencegah
bencana alam, stabilisasi sistem dan proses-proses alam, penghasil sumberdaya
alam hayati, penghasil energi, sarana transportasi, rekreasi dan olahraga,
sumber perikanan, sumber pendapatan, pengendali banjir, dan sebagai sarana
penelitian dan pendidikan.
Beberapa fungsi dan manfaat danau secara ekosistem adalah sebagai berikut :
2. Karakteristik
II. Karakteristik
a. Kualitas Fisika-Kimia Perairan
Kualitas lingkungan perairan Danau Limboto pada umumnya cukup baik untuk
kehidupan ikan. Kecerahan perairan berkisar antara 15 -125 cm, dan pH berkisar
antara 7,99 sehingga termasuk danau alkalis. Kadar kesadahan di danau tinggi,
berkisar antara 157,28 mg/l, sedangkan kekeruhan umumnya rendah berkisar
antara 3,32 NTU. Kadar Nitrat dan Nitrit di perairan ini berkisar antara 0,433 mg/l
dan 0,018 mg/l, sedang kandungan sisa organik juga tinggi (15,97 mg/l), nilai
yang cukup tinggi untuk suatu perairan umum. Perincian dapat dilihat pada
Tabel 2
Suhu perairan berkisar antara 25,0-32,9°C, dimana suhu tersebut layak untuk
kegiatan perikanan. Derajat keasaman (pH) perairan berkisar antara 7,0 – 8,5
yang artinya perairan netral cenderung alkalis. pH yang demikian ini dapat
mendukung kegiatan perikanan seperti pendapat Boyd (1982) yaitu berkisar
antara 6,0 – 9,0. Daerah pegunungan sekitar danau merupakan pegunungan
kapur yang agak gundul sehingga aliran air dari daerah tersebut yang
mengandung kapur yang dapat meningkatkan pH perairan danau.
Total alkalinitas berkisar antara 56,7- 252 mg/I CaCO3 eq yang berarti Danau
Limboto termasuk perairan yang sadah. Hal ini memungkinkan karena sekitar
Danau Limboto merupakan kapur yang agak gundul. Konsentrasi N-NO2
berkisar antara 0,008-0,345 mg/I dan konsentrasi tertinggi terjadi pada bulan
November.
Hasil dekomposisi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan air yang
mati. Konsentrasi N-NO3 antara 0,034-1,579 mg/L dan tertinggi terjadi pada
bulan September. Hal ini kemungkinan proses dekomposisi bahan dan nitrifikasi
telah berjalan sempurna dan menghasilkan nitrat. Konsentrasi N-NO3
merupakan salah satu indikator tingkat kesuburan perairan yang tinggi.
Konsentrasi N-NH4 berkisar 0-1,416 mg/L dan N-NH3 berkisar 0 – 1,337 mg/I
yang mana konsentrasi tertinggi terjadi pada bulan November. Konsentrasi N-
NH4 yang tinggi merupakan salah satu indikator kesuburan perairan yang tinggi.
Fosfat dapat digunakan langsung oleh fitoplankton dan tumbuhan air (Effendi,
2003). Senyawa fosfat di perairan sebagian besar terikat oleh partikel yang akan
mengendap ke perairan. Zat anorganik mengalami proses dekomposisi dan
senyawa fosfat dapat lepas kembali ke dalam perairan pada, kondisi anaerob.
Sebagian besar senyawa fosfat terdapat dalam bentuk kaloid yang dapat hilang
bersama keluaran air danau (Wetzel, 2001). Tinggi rendahnya kandungan fosfat
di dalam perairan merupakan pendorong terjadinya dominasi fitoplankton
tertentu. Konsentrasi P-PO4 berkisar 0,029 – 5,192 mg/I dan konsentrasi
tertinggi pada bulan Mei. Konsentrasi fosfat yang tinggi dapat mendorong
terjadinya blooming alga dan tumbuhan air. Kandungan P-PO4 yang tinggi di
perairan kemungkinan berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, aliran air
permukaan di lahan pertanian, serta hasil dekomposisi tumbuhan air yang telah
mati.
b.1. Flora
Jenis tumbuhan air yang ditemukan pada tahun 2006 di Danau Limboto ada 9
jenis yaitu Enceng gondok (Eichhornia crassipes), Kangkung Air (Ipomoea
Aquatica), Plambungo (Ipomoea Crassicaulis), Rumput (Panicum Repens,
Scirpus Mucronatus), Tumbili (Pistia Stratiotesh), Hydrila (Hydrilla
Ververticalata), Teratai (Nelumbium sp) dan Kiambang (Azolla Pinata). Lihat
Tabel 3.
Enceng gondok dan beberapa tumbuhan lainnya seperti rumput dan kangkung
air di manfaatkan juga sebagai perangkap ikan yang disebut bibilo. Bibilo
merupakan sejenis rumpon yang terbuat dari tumbuhan air seperti enceng
gondok dengan luas mencapai sekitar 300 m 2 dipagari dengan bambu. Ikan-ikan
akan datang dan berkumpul pada bibilo memanfaatkan enceng gondok sebagai
tempat mencari makan dan berlindung. Bibilo di panen setelah 3-4 bulan untuk
mengambil ikan yang hidup di dalamnya. Ikan yang biasa ditemukan antara lain
gabus, nila, saribu/sepat, mujair, betok serta udang kecil.
Bentos atau organisme dasar yang ditemukan di Danau Limboto terdiri dari kelas
Gastropoda dan Pelecypoda. Kelas Gastropoda yang ditemukan terdiri dari ordo
Tarebia, Lymnaca Mangatifera dan Chironomus. Ordo yang paling banyak
ditemukan adalah Tarebia.
Tanaman air yang paling menonjol menutupi danau Limboto adalah eceng
gondok. Jenis gulma ini akan mempercepat pendangkalan danau, rawa/waduk,
kompetitor tanaman padi, mengganggu transportasi air, sebagai habitat vektor
penyakit dan mengurangi estetika perairan. Disamping itu, dengan laju
pertumbuhan yang cepat akibat terjadinya eutrofikasi dapat mempercepat
penutupan permukaan suatu perairan. Lebih lanjut biomasa dari tumbuhan yang
mati akan mengendap sebagai bahan organik dan mempercepat pendangkalan
dasar perairan karena sulit terurai akibat terbatasnya zat asam. Apabila suatu
saat senyawa-senyawa ini mengalami proses pengangkatan ke permukaan
dapat membahayakan organisme perairan di atasnya, seperti perikanan
karamba atau jaring apung. Dalam situasi yang demikian kehadiran tumbuhan air
tersebut berubah statusnya menjadi gulma perairan yang berbahaya.
b.2. Fauna
Laporan Sarnita (1994) tercatat ada 12 jenis ikan yang menghuni Danau Limboto
yang 4 jenis di antaranya merupakan jenis endemik. Jenis-jenis tersebut adalah
sebagai berikut:
Selain jenis ikan yang berhasil di identifikasi oleh sarnita diatas ada ada
beberapa species lokal yang biasa di temui di danau limboto, seperti: ikan betok,
lele, kepala timah, dan seribu.
Kepemilikan lahan dibagian bantaran secara sah akan merubah struktur danau,
sehingga luas danau maksimum akan terbatas sampai pada batas kepemilikan
lahan. Sikap masyarakat di sekitar Danau Limboto nampaknya agak apatis.
Pada umumnya penduduk menerima apa adanya. Akan tetapi, bedasarkan
aspirasi masyarakat mengenai pengembangan danau melalui survei lapangan
menunjukkan bahwa seluruh responden menghendaki danau dilestarikan. Hal ini
berarti masyarakat di sekitar menyadari pentingnya keberadaan danau.
c.1. Penduduk
Salah satu penyebab sedimentasi pada Danau Limboto adalah penggunaan area
konservasi hutan menjadi lahan pertanian. Sedangkan aktivitas penduduk di
Kabupaten Gorontalo ini sebagian besar adalah pertanian yang meliputi usaha
tani tanaman pangan (padi dan jagung), pekarangan dan peternakan. Hal ini
menjadi sangat komplek karena akibat sedimentasi tersebut dan pendangkalan
di Danau Limboto, beberapa areal ladang jagung dan persawahan tadah sering
terendam banjir. Genangan banjir ini selain menimbulkan kerugian secara
material juga moril petani terganggu dalam melakukan usaha tani karena banjir
dapat datang sewaktu-waktu.
Degradasi nilai dan fungsi dari suatu danau akan memberikan dampak negatif
pada aspek sosial ekonomi terutama bagi masyarakat sekitarnya. Masyarakat
sebagai pengguna danau akan mempunyai rasa memiliki, apabila mereka sadar
dan peduli akan manfaat danau bagi kehidupan.
Selama ini, pengelolaan danau masih dilakukan secara sektoral dan regional
serta belum memiliki kejelasan mengenai peran dan pembagian tanggung jawab
bagi masing-masing pemangku kepentingan. Evaluasi dari kegiatan seringkali
didasarkan pada kepentingan masing-masing sektor sehingga tidak jarang
menimbulkan konflik diantara para pengguna.
Secara nasional, danau mempunyai nilai dan fungsi yang penting baik ditinjau
dari segi lingkungan maupun perekonomian. Tata laksana yang baik sangat
penting dalam pelaksanaan pengelolaan danau secara terpadu untuk
mengakomodasi berbagai kelompok masyarakat yang mempunyai kepentingan
yang berbeda. Pelaksanaan prinsip-prinsip pengelolaan secara bijaksana dan
transparan harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah
disepakati bersama yang dilandasi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (baik
yang berasal dari kearifan lokal maupun hasil penggalian dan pengembangan
baru, bersifat terbuka dan bukan berdasarkan pada kepentingan kelompok
tertentu.
Sedangkan batasan sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik
antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling tergantung dan
mempengaruhi satu sama lain, dalam hal ini sumber daya alam hayati sendiri
adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati
(tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama unsur hayati di
sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Unsur ekosistem lain di luar faktor biotik dan abiotik adalah culture (budaya) yaitu
sebaran penduduk, mata pencaharian dan pola hidup masyarakat, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dan juga akan mempengaruhi tatanan ekosistem dalam
posisi yang rentan pada suatu daerah aliran sungai. Struktur dan kedinamisan
ekosistem merupakan akibat dari proses perubahan. Banyak pergeseran tajam
yang seringkali terjadi sangat berpengaruh terhadap struktur ekosistem. Akibat
perubahan ini dapat menghambat pengelolaan yang telah ditentukan atau
kebijakan pada level perencanaan. Prinsip ini memerlukan pengelolaan ekosistem
dan perencanaan yang fleksibel terutama apabila timbul kejadian-kejadian yang
tidak diperkirakan akibat perubahan komponen dan struktur ekosistem sehingga
ekosistem berada dalam posisi yang rentan pada suatu daerah aliran sungai
(DAS) yang merupakan satuan unit pengelolaan ekosistem.
c. Analisis SWOT
Program penyelamatan Danau Limboto merupakan program yang sangat
penting bagi masyarakat di Provinsi Gorontalo, khususnya masyarakat di pesisir
Danau Limboto. Danau Limboto merupakan sumberdaya alam yang sangat
terkait dengan hajat hidup masyarakat. Secara ekologis danau merupakan
habitat dari berbagai biota air, juga berfungsi sebagai pengendali banjir. Secara
ekonomi Danau Limboto merupakan sumber mata pencaharian petani dan
nelayan di sekitarnya, juga berfungsi sebagai sarana transportasi dan obyek
wisata.
Untuk mengetahui kondisi eksternal dan internal yang dibutuhkan dalam upaya
penyelamatan Danau Limboto, dilakukan analisis SWOT sebagaimana tertera
pada Tabel 5.
Meta masalah yang dihadapi adalah (1) pendangkalan dan penyusutan luas, (2)
penurunan kualitas air danau, (3) perkembangan eceng gondok, (4) penurunan
volume air, (5) penurunan produktivitas perikanan, (6) banjir, (7) perusakan hutan dan
lahan, dan (8) perusakan hutan riparian.
Dalam kurun waktu 52 tahun Danau Limboto berkurang 4304 ha (62.60 %). Jika
kita hitung per tahunnya, tingkat penyusutan danau mencapai 65.89 hektar.
Diperkirakan pada tahun 2025 Danau Limboto lenyap dari muka bumi Gorontalo.
Pendangkalan ini selain dipicu oleh erosi sungai dan lahan, juga disebabkan oleh
para nelayan yang selama bertahun-tahun membangun perangkap ikan yang
menggunakan gundukan tanah dari darat serta batang-batang pohon.
Pendangkalan danau menyebabkan munculnya tanah-tanah timbul di kawasan
perairan danau. Tanah-tanah timbul ini selanjutnya diokupasi dan dikapling oleh
masyarakat yang seakan-akan hak miliknya dan dimanfaatkan untuk berbagai
peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkampungan
(1272 hektar), dan peruntukan lainnya (42 hektar). Hal ini menimbulkan
kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat
terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.
Masukan bahan organik dan hara ini menyebabkan kondisi perairan danau
menjadi subur, seperti terlihat dari hasil perhitungan Indeks Status Kesuburan
yang menunjukkan perairan Danau Limboto termasuk kedalam kategori perairan
eutrofik ke hypereutrofik. Hal ini sejalan dengan fakta di lapangan dimana
tampak tumbuhan air dan fitoplankton sangat melimpah di Danau Limboto (LIPI,
2007).
Tingkat cemaran organik yang tinggi juga terindikasi dari kelimpahan biota
benthik, khususnya dari kelas tubificidae yang tinggi di dasar perairan danau.
Kawasan pemukiman juga berkembang di lingkungan sekitar danau, bahkan di
beberapa bagian tepian danau, pemukiman penduduk secara langsung
bersentuhan dengan badan air danau.
Sumber potensial cemaran bahan organik lainnya di Danau Limboto adalah dari
budidaya jaring apung dan jaring tancap yang berkembang di badan air danau
tersebut. Dari hasil perhitungan Indeks Kimia Kirchoff, perairan Danau Limboto
masih termasuk kedalam perairan yang tercemar ringan (LIPI, 2007). Meskipun
demikian masalah pencemaran ini perlu mendapat perhatian khusus karena
terdeteksinya kandungan logam merkuri dalam konsentrasi yang tinggi di badan
perairan danau tersebut.
Eceng gondok di Danau Limboto tumbuh meluas. Luas sebaran eceng gondok
mencapai sekitar 30 % dari luasan danau.
Gambar 17. Hidrograph banjir DAS Sungai Bone di lokasi dekat muara Sungai Tamalate
(Tr= 25 Thn). Sumber: BWS II Gorontalo
Gambar 18. Hidrograph banjir DAS Sungai Alo-Pohu (Tr= 25 Thn) Sumber: BWS II
Gorontalo
Gambar 19. Hidrograph Sungai Bolango pada pertemuan Sungai Bolango dan Sungai
Polanggua (Tr= 25 Thn) Sumber: BWS II Gorontalo
Daerah tangkapan air (catchment area) DAS Limboto telah mengalami degradasi
yang serius. Banyak kegiatan pertanian di DAS Limboto berada di kawasan
hutan lindung. Kegiatan lahan pertanian yang banyak berkembang adalah
pertanian lahan kering untuk tegalan (palawija), kebun kelapa, kemiri dan
sebagainya. Luas lahan pertanian tersebut mencapai 40.58 % dari luas wilayah
DAS Limboto. Kegiatan perladangan berpindah, pembakaran lahan, penebangan
liar dan pengembalaan liar marak dilakukan oleh berbagai pihak.
Berdasarkan klasifikasi hutan, sebagian besar daerah tangkapan air hujan pada
DAS LBB ternyata telah lama dilegalisasi menjadi Hutan Produksi Terbatas
(HPT) atau Limited Production Forest yang telah mendorong secara formal
eksploitasi hutan secara besar-besaran. Luas hutan di DAS Limboto hanya
14.893 hektar (16.37 % dari luas DAS) jauh di bawah persayartan minimum (30
%). Kerusakan hutan memperbesar tingkat erosi tanah dan menyebabkan lahan-
lahan yang ada menjadi kritis. Berdasarkan RTL-RLKT DAS Limboto, 2004,
tingkat erosi di DAS Limboto mencapai angka 9.902.588,12 ton/tahun atau rata-
rata 108.81 ton/ha/tahun. Sedimentasi di Danau Limboto sebesar 0.438
mm/tahun. Luas lahan kritis mencapai angka 26.097 hektar lahan kritis terdiri
dari 12.573 hektar lahan kritis di dalam kawasan hutan dan 13.524 ha di luar
kawasan hutan.
Dalam kurun waktu 50 tahun Danau Limboto berkurang 4304 ha (62.60 %). Jika
kita hitung per tahunnya, tingkat penyusutan danau mencapai 65.89 hektar.
Diperkirakan pada tahun 2025 Danau Limboto lenyap dari muka bumi Gorontalo.
Pendangkalan ini selain dipicu oleh erosi sungai dan lahan, juga disebabkan oleh
para nelayan yang selama bertahun-tahun membangun perangkap ikan yang
menggunakan gundukan tanah dari darat serta batang-batang pohon.
Pendangkalan danau menyebabkan munculnya tanah-tanah timbul di kawasan
perairan danau. Tanah-tanah timbul ini selanjutnya diokupasi dan dikapling oleh
masyarakat yang seakan-akan hak miliknya dan dimanfaatkan untuk berbagai
peruntukan seperti sawah (637 hektar), ladang (329 hektar), perkampungan
(1272 hektar), dan peruntukan lainnya (42 hektar). Hal ini menimbulkan
kerawanan sosial karena konflik antar masyarakat kemungkinan besar dapat
terjadi dalam memperebutkan kawasan danau.
Bagian Tengah
Bagian Hilir
b. Masalah substantif
c. Masalah Formal
5. Rencana Aksi
V. Rencana Aksi
a. Visi dan Misi Danau Limboto
Visi
Misi
b. Strategi
b.1. Lingkup Pengelolaan
Lingkup kesatuan wilayah ekosistem perairan danau meliputi badan air danau
dan lingkungan di kawasan daerah tangkap airnya, sehingga sistem pengelolaan
lingkungan perairan Danau Limboto harus merupakan bagian dari sistem
pengelolaan Wilayah Sungai Limboto-Bolango-Bone. Sebagai contoh Dalam
pengembangan konsep pengelolaan sumberdaya perikanan FAO menyarankan
untuk membagi wilayah pengelolaan kawasan wilayah sungai kedalam tiga
klaster, yaitu pengelolaan kawasan pedesaaan, pengelolaan kawasan sub DAS
atau klaster orde sungai, serta pengelolaan DAS secara keseluruhan. Mengikuti
konsep demikian pengelolaan lingkungan perairan danau dapat ditempatkan
pada konteks pengelolaan kawasan pedesaan atau kawasan sub DAS, dimana
keterlibatan masyaraakat lokal sangat diperlukan sebagai subjek sekaligus juga
objek dari pengelolaan itu sendiri mengikuti aturan-aturan pengelolaan yang
lebih luas di tingkat DAS secara keseluruhan.
b.2. Kelembagaan
d. Program
d.1. Pendekatan
Latar Belakang
Latar Belakang
1. Persiapan
2. Pembentukan kelembagaan yang melibatkan seluruh stakholder
3. Sosialisasi kelembagaan dan perannanya kepada masyarakat
4. Evaluasi
Input: Dana untuk alokasi Sumber Daya Manusia, Tenaga Ahli, dan Teknologi.
Output: Lembaga Pengelola Danau Limboto
Outcome: Peningkatan kesadaran masyarat di pesisir danau terhadap
pelestarian lingkungan Danau Limboto
Benefit: Tumbuhnya partisipasi stakhoelder (pemerintah, swasta dan
masyarakat) dalam Penyelamatan Danau Limboto.
Impact: Meningkatkan kualitas lingkungan danau.
Latar Belakang
Tujuan :
1. Penelusuran Pustaka.
2. Pengumpulan Data – Data Hasil Penelitian dan Proyek Tentang Danau
Limboto.
3. Repro (cetak ulang) berbagai koleksi sejarah Gorontalo dan hasil kajian
yang berkaitan dengan Danau Limboto.
4. Penyewaan dan Perbaikan gedung ex. Pendaratan Bung Karno Sebagai
Pusat Data dan Informasi Danau Limboto.
5. Pembuatan Web Site Penyelamatan Danau Limboto.
6. Biaya Up Date Data Lapangan.
Input: Dana untuk alokasi Sumber Daya Manusia, Tenaga Ahli, dan Teknologi.
Output: Data sejarah, hasil kajian Danau Limboto dari tahun ke tahun dalam
bentuk hard copy dan soft copy
Outcome: Tersedianya data akurat tentang Danau Limboto dalam rangka
rencana pengelolaan dan pemulihan lingkungan.
Benefit: Memiliki kelengkapan data dan sistem informasi yang memudahkan
pengelolaan/ manajemen Danau Limboto secara efisien, efektif
berbasis lingkungan serta
terpadu
Impact: Memudahkan sistem koordinasi dalam penanganan Danau Limboto.
Latar Belakang
1. Persiapan
2. Pelaksanaan Sosialisasi
3. Evaluasi
Input: Dana untuk alokasi Sumber Daya Manusia, Tenaga Ahli, dan Teknologi.
Output : Jumlah peserta yang ikut serta di wilayah hulu dan pesisir Danau
Limboto (Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo).
Latar Belakang
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di hulu DAS Limboto dan
Pesisir Danau Limboto berhubungan langsung dengan kondisi ekosistem
Danau Limboto. Sebagian besar masyarakat di hulu DAS Limboto sangat
bergantung pada pertanian dan perkebunan yang dilakukan secara
tradisional dan tidak ramah lingkungan sehingga mengurangi daya
dukung lahan, perbukitan di wilayah hulu DAS Limboto saat ini sebagian
besar dalam kondisi kritis. Hal ini akan mempengaruhi pendapatan
masyarakat petani diwilayah hulu DAS. Sebaliknya pada wilayah pesisir
danau merupakan tanah yang subur yang berasal dari daerah hulu DAS
Limboto sehingga mendorong masyarakat untuk memanfaatkannya.
Pada wilayah perairan Danau Limboto sendiri banyak tumbuh usaha
budidaya perikanan air tawar yang berlangsung terus menerus.
Kegiatan–kegiatan tersebut berdampak pada degradasi catchman area
dan degradasi danau. Perlu dicetuskan suatu solusi alternatif bagi
kegiatan mereka agar tetap berjalan namun dilakukan secara ramah
lingkungan.
Tujuan : Melahirkan inovasi masyarakat di hulu Sub DAS Limboto dan pesisir
Danau Limboto dengan usaha yang ramah lingkungan.
1. Kegiatan Persiapan
2. Pemberian Bantuan Langsung
3. Monitoring dan Evaluasi
Benefit : Mengurangi laju degrasi hulu, pesisir dan perairan Danau Limboto
dengan aktivitas usaha masyarakat yang tidak ramah lingkungan.
Latar Belakang
Saat ini kualitas air danau limboto mengalami penurunan kualitas akibat
limbah domestik, aktivitas budidaya yang dilakukan di dalam danau,
sedimentasi danau akibat erosi di daerah hulu sungai. Danau limboto
memiliki ekosistem tersendiri dan keanekaragaman hayati yang sampai
pada kondisi kritis saat ini belum diidentifikasi secara pasti.
Tujuan: Mengetahui kualitas air melalui pengukuran parameter fisika dan kimia
dan mikrobiologi air serta keanekaragaman hayati Danau Limboto.
Meliputi pengukuran kualitas air Danau Limboto dengan ruang lingkup pekerjaan
meliputi 16 titik sebagai berikut :
1. Inlet : masuknya air sungai dan drainase yang masuk ke danau dengan
jumlah titik 3 sungai sebagai lokasi sampling yang merupakan sungai
sesaat (intermiten) dan 1 Sungai tetap (parenial) yaitu Biyonga.
2. Outlet : keluarnya air danau menuju ke muara Teluk Tomini sebanyak 1
titik.
3. Pertengahan Danau : sebanyak 1 titik
4. Bagian tepi danau yang digunakan untuk budidaya sebanyak 10 titik.
5. Identifikasi biota air yang ada di Danau Limboto serta eksosistemnya.
Parameter kualitas air yang akan di ukur meliputi 27 parameter dengan rincian
pengukuran, 6 parameter fisik dan 19 parameter kimia dan 2 parameter
mikrobiologi yang terdiri dari :
Input: Dana untuk alokasi Sumber Daya Manusia, Tenaga Ahli, dan Alat.
Output : Data kualitas air 27 parameter pada 16 titik lokasi yang tersebar di
Danau Limboto dan data biota Danau Limboto serta ekosistemnya.
Benefit : Mengetahui baku mutu air Danau Limboto dan data keanekaragaman
hayati terakhir.
Tujuan : Konservasi lahan kritis pada Zona Hulu dan Penyangga Danau Limboto
dengan tanaman Jarak yang memiliki prospek ekonomi tapi murah dan mudah
dibudidayakan.
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Monitoring dan Evaluasi
Latar Belakang
Pengkayaan nutrin di perairan danau limboto telah menyebabkan tumbuh
suburnya enceng gondok dan tumbuhan air lainnya. Hal ini merupakan
salah satu penyebab penadangkan danau limboto itu sendiri, dan pada
akhir-akhir ini tanaman enceng gondok telah mencemari peraiaran pantai
indah Kota Gorontalo melalui outlet danau tersebut.
Kondisi ini jka tidak segera diatasi akan berdampak pada pencemaran
lingkungan muara tersebut dan akan berdampak simultan baik bagi
kehidupan biota perairan maupun pada masyarakat nelayan dipesisir
pantai.
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Monitoring dan Evaluasi
Latar Belakang
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Monitoring dan Evaluasi
Latar Belakang
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Monitoring dan Evaluasi
Latar Belakang
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Monitoring dan Evaluasi
Input : Dana untuk pengadaan alat industri batako dan instalasi, persiapan SDM.
Latar Belakang :
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. upervisi Dan Pelaporan
Input : Dana untuk alokasi untuk promosi dan pengadaan sarana dan prasaran
wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Akuba Rustamrin, dkk. 2006. Master Plan Pengelolaan Danau Limboto,
Kerjasama PSL Universitas Negeri Gorontalo, Balitbagpedalda Provinsi
Gorontalo, dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
Anonim, 2002. Laporan Akhir Pra Studi Penanganan Hulu Kawasan Danau
Limboto. Kerja Sama BAPPPEDA Provinsi Gorontalo.