Professional Documents
Culture Documents
1. PENDAHULUAN
Komunikasi adalah salah satu bentuk kegiatan umat manusia yang paling
penting. Tiada hari tanpa komunikasi. Tidak ada masyarakat manusia yang tidak
melaksanakan komunikasi, karena komunikasi adalah perlambang dari adanya
kehidupan di dalam masyarakat. Dilihat dari sudut pandang ini, komunikasi dilihat dari
artinya yang umum dan luas yaitu hubungan dan interaksi yang terjadi antara dua
orang\pihak atau lebih. Interaksi tersebut terjadi karena seseorang menyampaikan
pesan-pesan dalam bentuk tertentu yang diterima pihak lain yang menjadi sasarannya
sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak dimaksud.
Siapapun sebagai anggota masyarakat melakukan ini secara terus-menerus—kadang-
kadang bahkan tanpa sadar— termasuk mereka yang tidak mengerti makna konsep
komunikasi. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa komunikasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh semua anggota masyarakat kapan pun dan dimana pun di dunia ini.
Dari gambaran ini tampak bahwa objek studi ilmu komunikasi ini—yaitu
komunikasi yang terjadi dalam masyarakat—merupakan kegiatan manusia yang amat
penting.
Masalah ini akan semakin penting artinya dalam mengkaji komunikasi politik.
Komunikasi politik mencakup masyarakat keseluruhan. Studi komunikasi politik tidak
akan sempurna bila komunikasi antar pribadi tidak memperoleh tempat yang penting
dalam studi tersebut. Meski harus diakui bahwa sebagian besar buku-buku teks yang
membahas komunikasi politik di Amerika Serikat lebih memusatkan perhatiannya pada
peranan media massa dalam komunikasi politik.
Studi komunikasi politik mencakup dua disiplin dalam ilmu sosial: ilmu politik
dan ilmu komunikasi (Maswadi Rauf:1990). Ia bisa dijadikan kajian oleh ilmuwan
komunikasi juga oleh ilmuwan politik.
Dalam ilmu politik, istilah komunikasi politik adalah relatif baru. Istilah tersebut
mulai banyak disebut-sebut semenjak terbitnya buku Gabriel A. Almond yang amat
berpengaruh di dalam buku The Politics of The Developing Areas pada tahun 1960.
Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada
di dalam sistem politik sehingga terbuka kemungkinan bagi para ilmuwan politik untuk
membandingkan berbagai sistem politik dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Arti penting sumbangan pikiran Almond terletak pada pandangannya bahwa semua
sistem politik yang pernah ada di dunia ini— yang sekarang dan yang akan ada nanti
mempunyai persamaan-persamaan yang mendasar, yaitu adanya fungsi-fungsi yang
sama yang dijalankan oleh semua sistem politik.
Komunikasi politik adalah salah satu dari tujuh fungsi yang dijalankan oleh
setiap sistem politik, sebagaimana dikatakan sendiri oleh Almond sbb:
Di samping itu, komunikasi dengan masyarakat (rakyat) perlu pula dijaga oleh
para pembuat keputusan politik.
Kegiatan yang mempelajari materi komunikasi politik telah ada semenjak lama,
walaupun tidak di bawah bendera komunikasi politik. Studi tentang tingkah laku
pemilih, propaganda dan perang urat syaraf dan perubahan attitude (sikap) dalam proses
komunikasi telah diadakan semenjak lama. Semua studi tersebut telah meletakan dasar
yang kokoh bagi pengembangan studi komunikasi politik.
Ciri pertama komunikasi politik, dalam arti luas mengandung pengertian bahwa
proses komunikasi tersebut dapat berlangsung di setiap lapisan masyarakat melalui
saluran apa saja yang dapat dipergunakan dan tersedia. Olehkarena itu para ilmuwan
politik menganggap media massa (surat kabar, radio, TV, dan film) sebagai salah satu
saluran melalui mana kegiatan komunikasi politik dijalankan. Saluran tata muka
dianggap sama pentingnya dengan saluran media massa . Hal ini terlihat dari konsep
Almond dengan kawan-kawannya tentang komunikasi sebagaimana telah disinggung
terdahulu.
Masalah yang timbul dalam studi komunikasi politik menurut versi ilmu politik
adalah bahwa studi komunikasi politik tidak berkembang dengan baik di dalam ilmu
politik, meskipun para ilmuwan politik mengkaji sosialisasi politik, partisipasi politik
dan peranan organisasi politik yang pada hakekatnya merupakan bidang kajian
komunikasi politik.
Ciri yang kedua dari studi komunikasi politik adalah pentingnya pandangan
yang mengatakan bahwa arus komunikasi politik adalah arus dua arah: ke bawah, yaitu
dari penguasa politik/pemerintah kepada rakyat; dan ke atas, yaitu dari rakyat kepada
penguasa politik/pemerintah.
Ciri studi komunikasi politik versi ilmu politik semakin penting artinya, karena
penekanan yang diberikan kepada peranan media massa, yang berarti dari atas ke
bawah.
Siapa komunikator politik, mengatakan apa dengan saluran apa, kepada siapa
dan dengan akibat apa akan dibahas satu persatu setelah uraian apa itu komunikasi
politik.
3. Soemarno. Ap. Drs., SH. menyatakan bahwa jika dilihat dari tujuan
politik an sich (semata-mata) maka:
Bertolak dari pendapat para pakar tersebut di atas, jelaslah bahwa komunikasi
politik memiliki lingkup pembahasan yang cukup luas. Ia bukan hanya membahas
bagaimana komunikasi dapat dipergunakan untuk tujuan politik dan memperoleh
kekuasaan secara internal, namun membahas bagaimana suatu sistem berlangsung dan
dapat dipertahankan serta dialihgenerasikan. Di samping itu bagaimana komunikasi itu
dapat digunakan untuk mempengaruhi negara lain dalam mencapai tujuan politik negara
ybs. Atau minimal dapat mewujudkan suatu hubungan yang saling menguntungkan di
antara dua negara atau lebih.
Bertolak dari ciri-ciri tersebut di atas, maka Drs. Soemarno, Ap. S.M. dalam
bukunya “Dimensi-dimensi politik” mengatakan yang menjadi komunikator politik
adalah pemerintah, karena ia sebagai pemegang inisiatif untuk mengadakan perubahan
dan pembaharuan, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Kemudian
dijelaskan lebih lanjut, yang menjadi komunikan komunikasi politik ialah keseluruhan
lapisan masyarakat, baik yang berdiri sendiri maupun yang tergabung dalam bentuk
asosiasi, perkumpulan atau kelompok-kelompok tertentu.
Menurut Dr Astrid, komunikator dan komunikan itu harus saling mengisi dan
merupakan interdependensi yang positif, sehingga komunikasi berjalan dengan
harmonis.
Dalam proses komunikasi, pada saat tertentu komunikan bisa berganti peran
menjadi komunikator dan yang semula komunikator bisa menjadi komunikan
tergantung dari pihak mana yang pertama mempunyai inisiatif, gagasan, mengajak
berkomunikasi dan mempengaruhi. Berbeda dengan Drs. Soemarno, berikut ini akan
diuraikan pendapat dari Dan Nimmo.
1. Politikus adalah “orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan
pemerintah harus dan memang berkomunikasi tentang politik: tidak peduli
apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier dan tidak mengindahkan
apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif.” Meskipun politikus
melayani beraneka ragam tujuan dengan berkomunikasi, ada dua hal yang
menonjol. Daniel Katz menunjukkan bahwa pemimpin politik mengarahkan
pengaruhnya ke dua arah: 1)mempengaruhi alokasi ganjaran, 2) mengubah
struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan. Dalam hal yang pertama,
politikus itu berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok, pesan-pesan
politik itu mengajukan dan atau melindungi tujuan kepentingan politik;
artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompok. Sebaliknya,
politikus yang bertindak sebagai ideolog tidak begitu terpusat perhatiannya
untuk mendesakkan tuntutan seseorang anggota kelompok; ia lebih
menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas,
mengusahakan reformasi, dan bahkan mendukung perubahan revolusioner.
Jadi ideolog itu terutama berkomunikasi untuk membelokkan mereka kepada
suatu tujuan tertentu, bukan mewakili kepentingan mereka dalam
gelanggang tawar-menawar dan mencari kompromi.
Mereka yang termasuk ke dalam golongan ini: Pertama, terdapat juru bicara bagi
kepentingan yang terorganisir. Pada umumnya orang ini tidak memegang atau
mencita-citakan jabatan pada pemerintahan. Jubir biasanya bukan profesional dalam
komunikasi, namun ia cukup terlibat baik dalam politik maupun dalam komunikasi,
sehingga bisa disebut aktivis politik dan semi profesional dalam komunikasi politik.
Ia berbicara untuk kepentingan yang terorganisasi dan merupakan peran politikus
yang menjadi wakil partisan, yakni mewakili tuntutan anggota suatu organisasi dan
tawar – menawar untuk hal-hal yang menguntungkan. Sebagaimana politikus dan
profesional, juru bicara kepentingan yang terorganisasi beroperasi pada tingkat
nasional dan subnasional serta menangani masalah-masalah berganda maupun
tunggal. Kedua, jaringan interpersonal mencakup komunikator politik utama, yaitu
“pemuka pendapat” (opinion leader); yaitu orang yang suka dimintai petunjuk dan
informasi tentang sesuatu hal oleh anggota masyarakat serta senantiasa dihormati.
Mereka senantiasa tampil dalam dua hal: (1) Mereka sangat mempengaruhi
keputusan orang lain, artinya mereka meyakinkan orang lain dalam cara berpikir, (2)
Mereka meneruskan informasi politik dari mass-media kepada masyarakat umum,
dengan istilah lain disebut “komunikasi dua tahap.” Artinya pemuka pendapat
memperoleh informasi dari mass-media (radio, TV, film, media cetak) lalu mereka
meneruskan informasi tsb. kepada penduduk yang kurang aktif. Kesimpulan:
siapakah yang menjadi komunikator politik utama itu? Ada tiga macam yang
terpenting, yaitu : politikus, profesional dan aktivis.
Definisi Kepemimpinan.
1. Teori-teori Kepemimpinan.
1. Pemimpin Organisasi.
2. Pemimpin Simbolik.
2. AUTORITI SOSIAL
Pengertian.
Karakteristik.
Tipe-tipe propaganda
Periklanan ditujukan kepada setiap individu yang anonim, hubungan antara iklan
denngan calon pembeli adalah hubungan langsung-tidak ada organisasi atau
kepemimpinan yang seakan-akan dapat mengirimkan kelompok pembeli itu kepada
penjual. Akan tetapi, setiap individu bertindak berdasarkan pilihannya sendiri.
Selain gaya persuasif yang umum (gaya panas dan dingin) ada gaya retoris sbb:
Dengan mengikuti paradigma Lasswell di bagian ini akan kita bahas mengenai
“kepada siapa (to whom) pesan politik itu disampaikan” atau kita sebut saja dengan
istilah khalayak Komunikasi Politik.
Timbul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan opini publik itu. Sebelum
sampai pada jawaban tsb., ada baiknya kita ketahui dahulu tentang pengertian opini.
“Opini adalah tanggapan aktif terhadap rangsangan, tanggapan yang disusun melalui
interpretasi personal yang diturunkan dari dan turut membentuk citra”. Atau secara
sederhana, opini ialah tindakan mengungkapkan apa yang dipercayai, dinilai, dan
diharapkan seseorang dari obyek-obyek dan situasi tertentu.” Tindakan tersebut bisa
berupa pemberian suara, pernyataan verbal, dokumen tertulis, atau bahkan diam.
Singkatnya, tindakan apapun yang bermakna adalah ungkapan opini.
Setiap opini merefleksikan organisasi yang kompleks yang terdiri atas tiga
komponen : kepercayaan, nilai dan pengharapan.
Proses opini adalah hubungan atau kaitan antara (1) kepercayaan, nilai dan usul
(harapan) yang dikemukakan oleh perseorangan di depan umum dengan (2) kebijakan
yang dibuat oleh pejabat terpilih dalam mengatur perbuatan sosial dalam situasi konflik,
yaitu dalam politik.
“Opini publik sebagai proses yang menggabungkan pikiran, perasaan dan
usul yang diungkapkan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan
kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas
tercapainya ketertiban sosial dalam situasi yang mengandung konflik,
perbantahan dan perselisihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan dan
bagaimana melakukannya”
Karena opini publik memiliki tiga wajah dan semuanya harus diperhitungkan
dalam melukiskan proses opini, komunikator politik tidak pernah yakin benar siapa
khalayaknya, apalagi apa yang ada dalam pikiran khalayak itu.
Ada dua bentuk saluran massa, yaitu (1) komunikasi tatap muka, contoh:
seorang kandiat politik berbicara di dalam rapat umum, dan (2) bentuk kedua terjadi
jika ada perantara yang ditempatkan di antara komunikator dan khalayak. Dalam bentuk
ini media, teknologi, sarana dan alat komunikasi lainnya turut menyertainya. Misalnya
pidato presiden melalui televisi. Kedua bentuk saluran komuikasi tsb. diatas merupakan
tipe utama saluran yang menekankan komunikasi satu orang kepada orang banyak. Tipe
ini oleh Dan Nimmo dinamakan komunikasi massa.
Berbagai ahli telah merangkum akibat potensial dari komunikasi politik dengan
menggunakan kategori sbb:
• Primer, jika orang yang dipengaruhi itu melibatkan diri secara langsung
dalam proses komunikasi politik.
• Sekunder, jika orang tidak terlibat langsung dalam komunikasi politik
terpengaruh oleh perubahan pada orang yang terlibat.
Konsekuensi primer dan sekunder dari komunikasi politik itu sangat jelas dalam
kampanye politik.
Dalam seluruh proses komunikasi politik ini, media massa baik tercetak
maupun elektronik, memainkan peranan yang amat penting, di samping saluran-saluran
lainnya seperti tatap muka, surat-menyurat, media tradisional, organisasi, keluarga dan
pergaulan.
Sebagaimana dapat dilihat, pada tiap bagian dari sistem politik terjadi
komunikasi politik, mulai dari proses penanaman nilai (sosialisai dan pendidikan
politik) sampai pada pengartikulasikan dan penghimpunan aspirasi dan kepentingan,
terus kepada proses pengambilan kebijakan, pelaksanaannya dan penilaian terhadap
kebijakan tsb. Setiap bagian atau tahap itu dipersambungkan pula oleh komunikasi
politik.
Biasanya budaya politik seperti itu hadir dan berkembang dalam sistem politik
demokratis yang memiliki ideologi terbuka. Bukan dalam sistem politik otoriter/totaliter
dengan ideologi tertutup.
Sifat komunikasi politik dalam sistem politik otoriter/totaliter adalah satu arah,
yaitu dari atas ke bawah, dari penguasa kepada masyarakat, oleh karena itu bersifat
indoktrinatif. Masyarakat merasa tidak berdaya untuk mengutarakan pandangan,
pemikiran, pendapat, aspirasi dan kepentingan mereka yang murni, dan oleh karena itu
mereka pendam saja bersama-sama rasa ketakutan dan rasa tertindas yang
menyesakkan.
Suatu sistem politik demokratis tak mungkin bertahan tanpa dilandasi atau
didukung oleh budaya politik yang relevan dengannya. Apalagi untuk meningkatkan
kualitasnya menjadi suatu sistem politik yang mapan dan handal. Dari situ tersimpul
betapa pentingnya makna peranan komunikasi politik di dalamnya. Peranan amat
penting komunikasi politik itu hanya mungkin terjadi bilamana ia betul-betul menyatu
dan menjadi bagian integral dari sistem dan budaya politik demokrasi itu. Ia berakar
didalamnya hidup dan berkembang bersamanya.
Kebijaksanaan politik luar negeri adalah perumusan tentang sikap, arah tindak
(course of action) dan tujuan yang hendak dicapai (aspired objective) suatu bangsa
melalui penyelenggaraan politik internasional. Kebijaksanaan luar negeri tidak berarti
sekedar penerapan keluar yang berdiri sendiri, melainkan ke dalam harus terkait pada
kebijaksanaan nasional pada umumnya, yang dirumuskan dari tahap ke tahap sejalan
dengan perkembangan kondisi menyeluruh di dalam negeri. Demikianlah, maka
seringkali dikatakan bahwa kebijaksanaan politik luar negeri suatu bangsa adalah
pantulan (refleksi) atau perpanjangan (extension) daripada kondisi nyata di dalam negeri
bangsa yang bersangkutan.
Kedua hal ini bersangkutan dengan kepentingan nasional yang paling mendasar,
yaitu apa yang lazim disebut sebagai national survival value. Sudah tentu pengertian
kepentingan kepentingan nasional itu selanjutnya memperoleh perinciannya, akan tetapi
secara umum maka kaitan langsungnya adalah dengan nilai bertahannya suatu
kehidupan kebangsaan.
Determinan ini senantiasa berlaku dalam merumuskan kebijaksanaan politik luar
negeri dan politik internasional. Karena betapapun juga tak mungkin suatu bangsa
bersedia mengorbankan kepentingannya, apalagi kemerdekaan dan kedaulatannya,
betapapun keuntungan sementara yang bisa diperoleh dari suatu hubungan dengan
bangsa atau negara lain. Dari sini tampak bahwa komunikasi politik merupakan pula
landasan untuk terwujudnya integritas dan loyalitas nasional bangsa dalam suatu negara.
Determinan lain yang tidak bisa diabaikan ialah kemampuan yang dimiliki oleh
suatu bangsa baik aktual maupun potensial yang disebut kemampuan nasional. Hal
dimaksud berkaitan dengan persepsi bangsa yang bersangkutan tentang kemampuannya
sendiri. Dengan kemampuan disini berarti bahwa segenap daya bangsa, baik yang
manifest maupun yang masih laten berupa sumber daya (resources) yang melekat pada
bangsa yang bersangkutan.
Pendeknya faktor geografi telah menjadi unsur yang penting dalam menilai
determinan kemampuan nasional. Faktor geografi itu tidak mungkin diabaikan, oleh
karena geografi sesuatu bangsa tidak bisa dipertukarkan dengan wilayah lain dan tidak
juga bisa dirubah batas-batasnya tanpa menimbulkan sengketa dengan bangsa-bangsa
lain sekawasan. Kepentingan faktor geografi antara lain kemudian diperkembangkan
sebagai dasar geopolitik dan geostrategi. Memang tidak dapat disangkal bahwa faktor
geografi itu tidak bisa diabaikan dalam membina kemampuan nasional. Namun
geopolitik bertitik tolak dari kenyataan geografi sebagai faktor utama (kalau tidak
tunggal) yang menentukan nilai kekuatan dan nasib suatu bangsa. Geopolitik bertitik
tolak pada dasar pemikiran, bahwa …..the factor of geography (as) an absolute that is
supposed to determine the power, and hence the fate, of nations.
Karena situasi internasional tidak statik, bahkan sarat dengan berbagai pola dan
kecenderungan perkembangan, maka kebijaksanaan yang dijadikan landasan bagi
pelaksanaan politik luar negeri selslu memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan
dinamika dan perkembangan baru.
Pedoman asasi yang bersifat konstan adalah ideologi dan konstitusi. Ideologi
merupakan susila kehidupan kebangsaan yang seharusnya bukan saja merupakan
naungan ideologi bagi pelaksanaan politik luar negeeri melainkan jugga harus
dimanifestasikan pada perilaku dalam pergaulan internasional.
Konstitusi idealnya mendasari politik luar negeri dan bagi Indonesia harus
merupakan manifestasi dari apa yang termaksud dalam embukaan UUD – 1945, yang
mengatakan bahwa”kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan peri-keadilan”..dan bahwa pemerintah/negara berkewajiban … “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.:
Untuk itu komunikasi politik yang berhimpitan landasan ideal normatif dengan tujuan
internasional Indonesia merupakan sarana penunjang keberhasilan politik luar negeri.
Di sini dapat disebutkan bahwa hukum internasional dan diplomasi sangat berfaedah
untuk memecahkan konflik antar bangsa. Pada batas tertentu hukum intenasional dapat
memberikan norma-norma tingkah laku bagi pergaulan antar bangsa dan mekanisme
pemecahan konflik. Memang tidak atau belum ada suatu pemerintahan dunia yang dapat
memaksakan berlakunya hukum internasional, namun efektivitas hukum internasional
berasal dari kesediaan negara-negara untuk mentaatinya. Bila pertikaian yang tejadi
tidak menyangkut kepentingan-kepentingan vital, banyak negara yang mau menerima
penyelesaian hukum, walaupun penyelesaian itu tidak sepenuhnya memuaskan.
Penerimaan itu dapat berdasarkan suatu preseden atau prinsip-prinsip yang
mengharuskan bahwa kompromi harus diambil. Kebanyakan hukum internasional
mencerminkan suatu konsensus di antara negara-negara tentang apa yang dianggap
sama-sama menguntungkan, misalnya aturan-aturan yang mengatur komunikasi
internasioonal.
Dalam hal ini orang sering membuat analogi pengejaran kekuasaan atau
kekuatan yang dilakukan oleh setiap negara dengan teori Adam Smith dalam bidang
ekonomi. Menurut Smith, jika setiap orang memburu kepentingannya sendiri, maka
interaksi egoisme masing-masing individu justru akan meningkatkan kekayaan nasional.
Demikian juga para sarjana hubungan internasional mengajukan alasan, jika setiap
negara mengejar kekuasaan bahkan dengan kemungkinan merugikan negara lain, maka
tidak ada satupun negara pun yang akan mempunyai dominasi. Jadi pada kedua kasus
ini kepentingan bersama malahan akan terpelihara, sebagai hasil dari berbagai aksi
internasional yang selfish. Kendatipun demikian perlu dicatat bahwa sistem
keseimbangan kekuatan kadang-kadang gagal dalam mencegah kemungkinan suatu
negara atau kelompok negara-negara merebut hegemoni dan dapat menjamin adanya
ekuilibrum, tetapi belum dapat menbjamin tercapainya perdamaian.
Setelah perang Dunia I dan II, para negarawan berusaha untuk membuat suatu
inovasi untuk melestarikan perdamaian dan mencegah perang, yaitu dengan membuat
organisasi yang benar-benar bersifat internasional, berwujud Liga Bangsa-bangsa dan
perserikatan bangsa-bangsa. Perserikatan bangsa-bangsa dilahirkan dengan maksud
untuk mencegah pecahnya perang dunia ketiga dan untuk tidak mengulangi kelemahan-
kelemahan Liga Bangsa-Bangsa. Keberhasilan PBB sejak semula tidak dikaitkan
dengan kerjasama antara negara-negara besar. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
organisasi ini belum dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan, berhubung
konflik kepentingan antara negara-negara besar dan antara super power masih terlalu
sering terjadi. Walaupun demikian PBB telah melakukan beberapa fungsi penting,
antara lain sebagai forum untuk melemparkan keluhan dan protes berbagai negara,
sebagai tempat untuk menjajaki kemungkinan-kemungkinan solusi terhadap sesuatu
masalah internasional yang mendesak, dan sebagai suatu mekanisme untuk
melaksanakan keputusan-keputusan yang telah diambil bersama. Dalam kenyataan PBB
dapat menjadi alat yang cukup efektif untuk menyelesaikan pertikaian internasional,
selama kepentingan vital superpower tidak dirugikan atau selama kepentingan vital
negara-negara yang bersengketa tidak dalam bahaya. Di samping PBB, suatu fenomena
yang muncul setelah perang Dunia II adalah banyaknya organisasi-organisasi regional
misalnya pasaran bersama Eropa, ASEAN di asia tenggara dan SPF di pasifik selatan.
Organisasi regional yang menjurus pada suatu konfederasi negara-negara anggota besar
kemungkinan akan dapat mencegah perang sesama mereka bahkan mungkin menjalin
kerjasama antar organisasi regional.
Dari pihak Indonesia kondisi hubungan bilateral yang bersahabat dengan PNG
hendaknya merupakan peluang untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dan teknik.
Ekonomi PNG menunjukkan trend yang semakin terbuka. Hal ini ditandai dengan
perbandingan/ratio antara neraca perdagangan ekspor impor Indonesia terhadapa PNG
semakin meningkat.
Dari segi keungan negara, tingkat self relience pemerintah PNG pada tahun1985
sebesar 75 %. Angka self reliance sebesar ini mencerminkan adanya peluang kerjasama
dalam bidang keuangan negara sebesar 30 persen. Peluang itu lebih relevan lagi apabila
diingat bahwa PNG cenderung mengurangi tingkat ketergantungan bantuan budget
Australia terhadap dirinya.
Dalam bidang kerjasama teknik dan keterampilan khusus pihak Indonesia dapat
memberikan bantuan latihan-latihan yang berjangka pendek dalam bidang penyuluhan
pertaniann, kursus-kursus tambang, industri kecil, latihan dalam bidang komunikasi dan
eksplorasi minyak. Namun program semacam ini pula dapat mengundang keterlibatan
pihak ketiga misalnya Australia atau Selandia Baru apabila pelaksanaan bantuan latihan
itu harus dilakukan di Indonesia.
Sementara itu dalam bidang perdagangan antara Indonesia dan PNG terbuka
peluang kerjasama antara lain karena 1) adanya hasrat dari kedua belah pihak untuk
menjalin kerjasa ekonomi, sosial budaya danpolitik; 2) volume transaksi perdagangan
yang masih kecil dan karenanya erlu ditingkatkan; 3) kebutuhan dan jasa impor kedua
negara mempunyai kecenderungan meningkat; 4) keduanya ingin meningkatkan hasil
penerimaan devisa negara dari barang-barang dan jasa-jasa mereka.
16. PENUTUP
Indonesia secara geografis melihat dirinya bagian dari Pasifik khususnya Pasifik
Barat Daya. Karena itu perkembangan-perkembangan lingkungan eksternalnya di
Pasifik perlu diikuti secara cermat dan antisipatif. Indonesia tidak dapat melepaskan diri
dari pergaulan internasional di Pasifik dan karenanya terpanggil untuk turut memainkan
peranan dalam gelanggang politik internasional, khususnya di Ppasifik untuk
mewujudkan stabilitas regional dalam rangka perdamaian dunia.